4 TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bermanfaat bagi hidup dan kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung dari keberadaan hutan di antaranya adalah kayu, hasil hutan bukan kayu dan satwa. Sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah berupa jasa lingkungan, baik sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, maupun sebagai penyedia oksigen dan penyerap karbon. Penyerapan karbon sendiri terjadi didasarkan atas proses kimiawi dalam aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menyerap CO2 dari atmosfir dan air dari tanah menghasilkan oksigen dan karbohidrat yang selanjutnya akan berakumulasi menjadi selulosa dan lignin sebagai cadangan karbon (Badan penelitian dan pengembangan kehutanan, 2010). Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang penyimpan C tertinggi. Jumlah C tersimpan antar lahan tersebut berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya (Hairiah dan Rahayu, 2007). Salim (2004) dalam Setiawan (2012), pemanfaatan sumber daya alam berupa hutan, tanah dan air sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional, harus didasarkan azas kelestarian, azas keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal agar memberi manfaat ekonomi, ekologi dan sosial yang diperoleh secara optimal. Universitas Sumatera Utara 5 Semakin tinggi tingkat degradasi hutan maka semakin tinggi tingkat penurunan simpanan biomassa di atas permukaan tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya simpanan biomassa yang hilang akibat proses dekomposisi bahan organik mati dan proses pengeluaran biomassa keluar hutan (Swarna, 2012). Keadaan lokasi penelitian Berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) 2011 antara pihak Universitas Sumatera Utara (USU) dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, kawasan hutan pendidikan USU memiliki luas 1000 Ha. Hutan pendidikan USU merupakan bagian dari Tahura Bukit Barisan. Melalui penelitian Setiawan (2012), tentang pemetaan kawasan hutan pendidikan USU, diperoleh luas total 1325 Ha. Luas ini dijadikan sebagai usulan peta hutan pendidikan. Hutan pendidikan Universitas Sumatera Utara memiliki kelerengan 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan >40%. kelerengan dengan luas terbesar di hutan pendidikan Universitas Sumatera Utara adalah pada kelerengan 8-15% (curam) seluas 454,94 Ha karena sebagian besar hutan pendidikan Universitas Sumatera Utara adalah daerah berbukit dan luas terendah yaitu pada kelerengan 0-8% (datar) yaitu 158,08 Ha. Hutan pendidikan Universitas Sumatera Utara terletak pada ketinggian 891-1991 mdpl yang membuat hutan tersebut masuk kedalam kategori hutan dataran tinggi. Letak geografis hutan pendidikan USU adalah 3013’LU – 3011’ LU dan 98034’ BT – 98032’ BT, terletak pada jajaran Pegunungan Bukit Barisan yang meliputi dua kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo. Batas-batas Hutan Pendidikan USU antara lain, di sebelah utara berbatasan dengan Desa Doulu dan Desa Bukum, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Bukum dan Desa Tanjung Barus, di sebelah Selatan Universitas Sumatera Utara 6 berbatasan dengan Desa Tanjung Barus dan Desa Barus Julu, serta di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Doulu dan Desa Barus Julu (Setiawan, 2012). Gambar 1. Peta hutan pendidikan Universitas Sumatera Utara (Setiawan, 2012). Karbon Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis pada tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomassa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah, BOT) (Hairiah dan rahayu, 2007). Hairiah dkk. (2011) menyatakan pada ekosistem daratan, cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen pokok,yaitu: 1. Bagian hidup (biomassa): massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim. Universitas Sumatera Utara 7 2. Bagian mati (nekromasa): massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang belum terlapuk. 3. Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm. Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu: a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi: proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomassa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan allometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada). Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan). Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon yang akurat. Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa dedaunan dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah. b. Karbon di dalam tanah, meliputi: Biomassa akar. Universitas Sumatera Utara 8 Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomassa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomassa pohon yang didasarkan pada diameter batang. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan Natrium oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca. Saat ini konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat. Salah satu cara untuk mengatasi perubahan iklim akibat meningkatnya gas rumah kaca adalah dengan tetap mempertahankan keberadaan hutan, karena hutan diyakini mampu menyimpan karbon dalam jumlah yang cukup banyak. Hutan mengabsorbsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpan sebagai materi organik dalam biomassa hutan per unit luas merupakan pokok dari produktivitas hutan. Pengukuran produktivitas hutan dalam konteks studi ini relevan dengan pengukuran biomassa. Jumlah biomassa berbeda-beda dalam setiap penggunaan lahan. Perbedaan biomassa diatas permukaan tanah pada berbagai tipe lahan dapat dilihat pada Tabel 1. Universitas Sumatera Utara 9 Tabel 1. Biomassa diatas permukaan tanah pada berbagai tipe lahan Tipe Lahan Biomassa di atas permukaan tanah (ton/ha) Hutan Pohon Rhizophora spp. dan Burguiera spp. di PT. Bina Lestari, Riau. Hutan lindung mangrove Kuala Langsa, Aceh Hutan Aek Silemes (hutan hujan tropika primer di Batang Toru) Hutan Aek game-game (hutan hujan tropika primer di Batang Toru) Hutan pendidikan Untad (Hutan hujan tropis) Hutan tanaman Ekaliptus hybrid di Aek Nauli (tegakan Ekaliptus hybrid umur 1 tahun) Hutan tanaman Ekaliptus hybrid di Aek Nauli (tegakan Ekaliptus hybrid umur 2 tahun) Hutan tanaman Ekaliptus hybrid di Aek Nauli (tegakan Ekaliptus hybrid umur 3 tahun) Sumber 515,82 Basyuni ,2000 19,06 Dolly,2013 544,40-583,00 Onrizal, dkk.,2008 604,50-613,60 Onrizal, dkk.,2008 313,85 Massiri, 2011 Latifah dan 7,81 Sulistiyono ,2013 Latifah dan 31,91 Sulistiyono ,2013 Latifah dan 40,40 Sulistiyono,2013 Karbon di hutan alam dapat diduga dengan menggunakan pendugaan biomassa hutan. Brown (1997) menyatakan bahwa umumnya 50% dari biomassa hutan tersusun atas karbon, sedangkan menurut Hairiah dan Rahayu (2007) biomassa tumbuhan tersusun dari karbon sebanyak 46%, dan dalam penelitian ini penulis mengacu pada Hairiah dan Rahayu (2007). Dalam inventarisasi karbon hutan, terdapat setidaknya ada 4 bagian karbon (carbon pool) yang diperhitungkan. Keempat bagian karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah. Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup diatas permukaan (batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan). Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah (Dewi, 2011). Universitas Sumatera Utara 10 Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter >2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomassa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar proksimal, sama dengan cara untuk mengestimasi biomassa pohon yang didasarkan pada diameter batang (Hairiah dan Rahayu, 2007). Pengukuran biomassa dan karbon Suhendang (2002) dalam Dewi (2011) menerangkan biomassa adalah jumlah total bahan organik hidup yang terdapat dalam tegakan yang dinyatakan dalam berat kering oven dalam ton per unit area. Jumlah biomassa dalam hutan merupakan selisih antara produksi melalui fotosintesis dan konsumsi melalui respirasi. Data dan informasi mengenai biomassa suatu ekosistem dapat menunjukkan tingkat produktivitas ekosistem tersebut. Dari segi ekologi, data dan biomassa hutan berguna untuk mempelajari aspek fungsional dari suatu ekosistem hutan, seperti produksi primer, siklus hara dan aliran energi. Dari segi manajemen hutan secara praktis, data biomassa hutan sangat penting untuk perencanaan pengusahaan khususnya dalam penetapan tujuan manajemen pengelolaan hutan. Kuantitas biomassa dalam hutan merupakan selisih antara produksi hasil fotosintesis dan konsumsi hasil fotosintesis oleh tanaman. Perubahan kuantitas biomassa dapat terjadi karena aktifitas manusia seperti silvikultur, pemanenan dan degradasi. Perubahan juga dapat terjadi karena suksesi alami, seperti bencana alam (Darussalam, 2011). Universitas Sumatera Utara 11 Hairiah dkk., (2011) menyatakan pengukuran biomassa tanaman dapat dilakukan dengan cara: 1. Tanpa melakukan perusakan, jika jenis tanaman yang diukur sudah diketahui rumus allometriknya. 2. Melakukan perusakan. Metode ini dilakukan oleh peneliti untuk tujuan pengembangan rumus allometrik, terutama pada jenis-jenis pohon yang mempunyai pola percabangan spesifik yang belum diketahui persamaan allometriknya secara umum. Pengembangan allometrik dilakukan dengan menebang pohon dan mengukur diameter, panjang dan berat massanya. Metode juga dilakukan pada tumbuhan bawah, tanaman semusim dan perdu. Pendugaan kandungan biomassa akar, terlalu sulit untuk dilakukan pengukuran di lapangan. Karena itu, dapat digunakan metode root to shoot ratio (RSR) atau rasio perbandingan antara biomassa akar (biomassa bawah permukaan) dengan biomassa atas permukaan (BAP) (Manuri dkk., 2011). Protokol Kyoto Dalam Protokol Kyoto, mekanisme penurunan emisi karbon diatur melalui program Clean delevelopment mechanism. Di dalam program ini negara-negara berkembang dapat memperoleh dana investasi dari negara maju untuk mendanai proyek-proyek yang dapat menurunkan tingkat emisi, seperti proyek di sektor kehutanan yang sapat meningkatkan penyerapan karbon atmosfir. Proyek di sektor kehutanan pada prinsipnya dilakukan dengan memperluas areal hutan atau mencegah deforestasi (Ulumuddin dkk., 2005). Dalam periode antara 2008 dan 2012, Protokol Kyoto menetapkan targettarget bagi negara-negara industri untuk menurunkan polusi mereka. Protokol ini Universitas Sumatera Utara 12 juga memberikan keleluasaan bagi mereka untuk melakukannya, yang berarti bahwa mereka dapat memenuhi target-target ini dengan cara yang berbeda. Negara-negara industri (disebut juga negara-negara “maju”) yang telah berikrar dan karenanya harus mememenuhi target. Target ini dicantumkan dalam Annex 1 Protokol Kyoto, dan di UNFCCC dan Protokol Kyoto mereka disebut “Annex 1 Parties” (Para Pihak Annex 1). Beban yang jauh lebih berat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dibebankan kepada negara-negara maju. Hal ini dipandang adil karena mereka mampu membayar biaya pengurangan emisi dan juga secara historis, kontribusi negara-negara maju dalam pelepasan gas rumah kaca jauh lebih besar dibandingkan negara-negara berkembang. Ini disebut sebagai prinsip “tanggung jawab yang sama namun berbeda”(Soriano, 2010). Reducing emissions from deforestation and degradation Ide mendasar tentang pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) sangat sederhana: negara-negara yang berkeinginan dan mampu untuk mengurangi emisi dari deforestasi hutan harus diberikan kompensasi secara finansial untuk melakukan hal tersebut. Pendekatan-pendekatan sebelumnya untuk mengatasi deforestasi hutan secara global selama ini tidak berhasil, akan tetapi pengurangan emisi deforestasi dan degradasi hutan memberikan sebuah kerangka kerja baru bagi negara-negara penebang hutan (Parke dkk., 2009). Mekanisme reducing emissions from deforestation and degradation kredit karbon tidak hanya didapatkan dari pertumbuhan pohon-pohon baru tetapi juga dari upaya menghindari terjadinya deforestasi dan mengurangi jumlah stok karbon yang hilang akibat degradasi ekosistem hutan. Reducing emissions from deforestation and degradation menghindari adanya emisi karbon ke atmosfir Universitas Sumatera Utara 13 dengan menjaga stok karbon yang ada dan mendatangkan suatu pengurangan emisi permanen. Penjagaan terhadap nilai penting konservasi, pengelolaan hutan lestari, serta peningkatan stok karbon melalui penanaman pengayaan juga tercakup dalam mekanisme reducing emissions from deforestation and degradation-plus. Produksi kredit karbon reducing emissions from deforestation and degradation membutuhkan implementasi suatu set tahapan yang menuntut adanya berbagai institusi dan kegiatan praktek lapangan baru. Karena reducing emissions from deforestation and degradation beroperasi berdasarkan pendekatan nasional dan diimplementasikan (provinsi/kabupaten/unit). Manajemen pada tingkat sub-nasional untuk mendukung implementasi reducing emissions from deforestation and degradation diperlukan suatu pengukuran densitas karbon setidaknya pada level kabupaten agar didapatkan data yang lebih akurat (Imam, 2009). Reducing emissions from deforestation and degradation memiliki potensi untuk memperoleh manfaat tambahan yang signifikan, termasuk mengentaskan kemiskinan, memperbaiki kepemerintahan, dan melindungi keanekaragaman hayati dan menyediakan jasa lingkungan lainnya. Walaupun manfaat tambahan ini ditentukan oleh kebijakan nasional reducing emissions from deforestation and degradation dan penerapan di masing-masing negara (yang berada di luar ruang lingkup buku ini), arsitektur global reducing emissions from deforestation and degradation sebaiknya membuka peluang bagi negara-negara berkembang untuk menerapkan reducing emissions from deforestation and degradation sehingga dapat menghasilkan manfaat tambahan tanpa merugikan masyarakat. Arus keuangan reducing emissions from deforestation and degradation serta Universitas Sumatera Utara 14 penerapan skema reducing emissions from deforestation and degradation secara nasional perlu diselaraskan dengan komitmen internasional dan norma-norma baru, terutama tentang prosedur pengamanan untuk menghindari dampak negatif di kalangan masyarakat yang rentan (Angelsen dan Atmadja, 2010). Ruang lingkup seperti yang dijelaskan disini, berhubungan dengan ruang lingkup pengurangan emisi. Aktifitas yang dijelaskan diatas terkait dengan aliran karbon antara tanah dan atmosfir. Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan dua aktifitas yang mengurangi penambahan karbon di atmosfir. Peningkatan simpanan karbon (di dalam REDD+) mengacu pada sequestrasi karbon atau penghilangan karbon dari atmosfir (Parke dkk, 2009). Pendanaaan iklim Pasar karbon adalah mekanisme kunci yang digunakan negara penanda tangan Protokol Kyoto untuk berupaya mengurangi dampak perubahan iklim. Beberapa organisasi internasional juga telah membentuk dana atau program yang dimaksudkan untuk mendukung emissions from deforestation and degradation. Bank dunia telah membentuk fasilitas kemitraan karbon hutan (forest carbon partnership facility/FCPF) dan program investasi hutan (forest investment program/FIP). PBB telah membentuk program kolaboratif PBB untuk emissions from deforestation and degradation yaitu sebuah program kemitraan antara badan pangan dan pertanian dunia (food and agricultural Organisation/FAO), program pembangunan PBB dan program lingkungan hidup PBB. Beberapa negara industri juga telah membentuk dana untuk mendukung emissions from deforestation and degradation. Selain dana yang dibentuk organisasi-organisasi dan pemerintahpemerintah internasional, ada dana swasta yang jumlahnya meningkat secara tetap Universitas Sumatera Utara 15 yang dibentuk oleh tidak hanya lembaga konservasi alam (seperti nature conservancy, conservation international, world wide fund for nature us, center for international forestry research, dll.), namun juga yayasan-yayasan dan perusahaan-perusahaan swasta (Soriano, 2010). Universitas Sumatera Utara