2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karang Lunak Lobophytum strictum Terumbu karang merupakan ekosistem di perairan tropis yang kaya akan biota-biota penyusunnya, dengan keanekaragaman jenis yang tinggi. Salah satu biota penyusun terumbu karang adalah karang lunak (Octocorallia, Alcyionacea). Kelompok ini diwakili oleh suku Alcyoniidae yang merupakan kelompok karang lunak yang tersebar luas di perairan Indo-Pasifik Barat dalam jumlah besar (Bayer, 1956 in Manuputty, 1996). Kelompok Octocorallia terdiri dari tujuh bangsa (ordo) yaitu Stolonifera, Telestacea, Alcyonacea, Coenothecalia, Trachypsammiacea, Gorgonacea dan Pennatulacea. Sistem klasifikasi karang lunak Lobophytum strictum adalah sebagai berikut (Ellis dan Sharon, 2005) : Filum : Coelentrata/Cnidaria Kelas : Anthozoa Sub kelas : Octocorallia Ordo : Alcyonacea Sub ordo : Alcyoniina Famili : Alcyoniidae Genus : Lobophytum Spesies : Lobophytum strictum Lobophytum strictum merupakan koloni besar, tumbuh merambat, serta memiliki kapitulum yang lebar. Polip dimorfik dan retraktil, serta memiliki koloni berwarna kuning, krem atau kuning kehijauan yang merupakan perbedaan yang kontras dengan jenis Alcyonaea lainnya (Manuputty, 1996). 4 5 (a) (b) Sumber: (a) Simon Ellis dan Larry Sharon 2005, (b) karang lunak yang diambil dari Pulau Pramuka Gambar 1. Koloni Lobopythum strictum Jenis ini umumnya ditemukan dimana-mana terutama pada perairan yang jernih. Diketemukan pada perairan dari rataan terumbu sampai kedalaman 7 meter. Koloni bertangkai pendek, sepintas nampak seperti mengerak (encrusting). Lobus pada bagian tepi bergelombang, dan pada bagian tengah berbentuk seperti jari. Polip hanya terdapat pada permukaan atas. Garis tengah permukaan atas hampir sama dengan koloni dasar. Club pada permukaan lobus memiliki tonjolan-tonjolan berduri, ukuran club 0,07–0,19 mm. Pada bagian interior lobus club berbentuk kapstan atau silinder yang memiliki tonjolan berduri, ukuran club 0,18–0,25 mm. Pada bagian permukaan tangkai club sama seperti pada permukaan lobus dengan ukuran panjang 0,07–0,15 mm, sedangkan pada interior tangkai berbentuk kapstan yang lebar dengan ukuran panjang 0,16 – 0,23 mm (Tixier Durivault, 1957 in Manuputty 2002). 6 2.2. Morfologi Karang Lunak Karang lunak (Octocorallia, Alcyonacea) memiliki tubuh yang lunak tapi lentur. Jaringan tubuhnya disokong oleh spikula yang tersusun sedemikian rupa sehingga tubuhnya lentur dan tidak mudah sobek. Spikula tersebut mengandung kalsium karbonat yang berfungsi sebagai penyokong seluruh tubuh karang lunak mulai dari bagian basal tempat melekat sampai ke ujung tentakel. Bentuk dasar spikula bagi bangsa Octocorallia adalah bentuk kumparan sederhana (spindle), berujung tumpul atau juga runcing, dengan permukaan mempunyai tonjolantonjolan (Manuputty, 1998). Secara sepintas karang lunak tampak seperti tumbuhan, karena bentuk koloninya bercabang seperti pohon, memiliki tangkai yang identik dengan batang dan tumbuh melekat pada substrat dasar yang keras (Manuputty, 1998). Tubuhnya yang lunak dan kenyal disebabkan karena tidak memiliki kerangka kapur luar yang keras seperti karang keras. Karang lunak ditunjang oleh tangkai berupa jaringan berdaging yang diperkuat oleh suatu matriks dari partikel kapur yang disebut sklerit (Allen dan Steene, 1994 in Sandy, 2000). Polip merupakan bagian yang fertil pada karang lunak. Menurut Hyman (1940) in Fabricius dan Alderslade (2001), terdapat dua tipe polip pada karang lunak, yaitu autozooid dan siphonozooid. Sebagian besar karang lunak memiliki tipe autozooid, yaitu setiap individu hanya memiliki satu tipe polip (monomorphic). Polip pada tipe autosoid terdiri dari delapan tentakel dan delapan septa yang berkembang baik. Selain itu, beberapa karang lunak juga memiliki tipe polip siphonozooid. Polip pada tipe ini tidak memiliki tentakel, atau tentakel dan septa yang tereduksi, umumnya lebih kecil dari autozooid dan bersifat steril. 7 Sumber: Bayer (1956) in Manuputty (2002) Gambar 2. Penampang vertikal polip karang lunak Polip dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu antokodia, kaliks, dan antostela. Antokodia merupakan bagian yang terdapat dipermukaan koloni dan bersifat retraktil. Pada antokodia ditemukan tentakel yang berjumlah delapan dengan deretan duri-duri disepanjang sisinya. Duri ini disebut pinnula yang berfungsi untuk membantu mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut. Pada daerah kaliks ditemukan rongga gastrovaskuler atau rongga perut, terusan dari farinks yang terbagi menjadi delapan dan disebut septa. Septa membagi rongga perut menjadi delapan ruangan. Bagian antostela merupakan bagian basal 8 polip yang mengandung jaring-jaring solenia. Hubungan antara polip satu dengan lainnya terjadi melalui jaring-jaring solenia ini (Manuputty, 2002). 2.3. Reproduksi Karang Lunak Pada umumnya karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potonganpotongan tubuh atau rangka. Karang lunak memiliki cara bereproduksi yang berbeda-beda tergantung pada kondisi lingkungan sehingga memungkinkan untuk bisa pulih pada kondisi awal (Fabricius dan Alderslade, 2001). Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan) (Manuputty, 1996). Larva yang terbentuk memiliki silia atau bulu getar, kemudian berenang bebas atau melayang sebagai plankton untuk kurun waktu beberapa hari sampai beberapa minggu, hingga mendapat tempat perlekatan di substrat dasar yang keras untuk selanjutnya berubah bentuk (metamorfosis) tumbuh menjadi polip muda kemudian membentuk koloni baru (Manuputty, 2002). 2.4. Kebiasaan Makan Pada umumnya Octocorallia khususnya karang lunak, memiliki cara makan yang bersifat holosoik, yaitu menangkap organisme planktonik dalam jumlah 9 besar. Salah satu cara yang digunakan adalah menangkap mangsa dengan menggunakan nematosit. Tentakel akan bergerak ketika berhasil mendeteksi keberadaan makanan dan akan menginjeksi mangsa sampai mati dengan racun yang terkandung dalam nematosit. Setelah mangsa tidak berdaya maka mangsa tersebut dibawa masuk kedalam perut dan dicerna. Melimpahnya nematosit dan jaringan pencernaan yang berkembang biasanya berhubungan dengan zooxanthella. Jenis-jenis yang mengandung banyak zooxanthella dalam jaringan tubuhnya biasanya hanya mengandung sedikit nematosis, bahkan pada beberapa tidak ditemukan sama sekali. Sisa-sisa makanan akan dikeluarkan melalui mulut dengan bantuan flagella septa (Bayer, 1956 in Manuputty 1996). 2.5. Pertumbuhan Karang Lunak Semua organisme hidup mengalami tumbuh dan berkembang. Buddemeir 1978 in Suharsono (1984) pertumbuhan bagi karang dapat diartikan sebagai perubahan massa per satuan waktu, perubahan volume per satuan waktu, dan perubahan area permukaan per satuan waktu. Kecepatan tumbuh karang lunak bervariasi dan tergantung dari jenis, tempat tumbuh dan faktor lain yang berpengaruh. Secara global, terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 25-32 °C, dan dapat mentoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C. Efek dari perubahan suhu pada karang dapat menyebabkan turunnya respon makan, mengurangi rata-rata reproduksi, banyak mengeluarkan lendir, dan proses fotosintesis atau respirasi berkurang (Haris, 2001). 10 Kelompok oktocoral yang mengandung zooxanthella sangat sensitif terhadap perubahan temperatur air laut yang cukup tinggi. Terlalu tinggi atau rendahnya suhu suatu perairan dapat menyebabkan terjadinya kehilangan zooxanthella yang merupakan sumber nutrisi dan warna karang. Kehilangan zooxanthellae dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menyebabkan bleaching dan akhirnya mematikan hewan karang tersebut (Glynn, 1993) Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 30-35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena dapat menurunkan salinitas (Rachmawati, 2001). Cahaya dan kedalaman berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxanthella yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman sekitar 25 meter. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan. Zooxanthellae merupakan algae uniselluler yang bersifat mikroskopik, hidup dalam berbagai jaringan tubuh karang yang transparan dan menghasilkan energi langsung dari cahaya matahari melalui fotosintesis. Pada umumnya zooxanthellae ditemukan dalam jumlah yang besar dalam setiap polip, hidup bersimbiosis dengan karang lunak, memberikan warna pada polip, memberikan 90% energi dari hasil fotosintesis pada polip. Karang menyediakan tempat berlindung bagi zooxanthellae, nutrisi dan pasokan karbon dioksida secara konstan yang diperlukan untuk fotosintesis. Assosasi yang erat ini sangat efisien, sehingga 11 karang dapat bertahan hidup bahkan di perairan yang sangat miskin hara (Manuputty, 1998). Kekeruhan yang menjadi faktor penting merupakan fungsi dari konsentrasi padatan tersuspensi dan bahan organik terlarut dalam kolom air, semakin tinggi kandungan partikel akan menurunkan daya tembus cahaya matahari, sehingga titik kompensasinya semakin rendah (Rachmawati, 2001). Nutrien (zat hara) yang berbentuk partikel atau terlarut di perairan terbuka (oceanic) berasal dari berbagai sumber. Pada daerah pesisir, konsentrasi zat makanan yang terlarut dalam air lebih tinggi daripada di perairan terbuka, hal ini disebabkan karena adanya aliran sungai-sungai yang membawa nutrient (Manuputty, 2008). Zat hara nitrit, nitrat dan amonium merupakan salah satu mata rantai yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Plankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan kandungan zat hara. Tinggi rendahnya kelimpahan plankton tergantung kepada kandungan zat hara di perairan tersebut (Nybakken, 2000). Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthella, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang. 12 2.6. Manfaat Karang Lunak Karang lunak menghasilkan senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi karang lunak tersebut dan bagi manusia. Senyawa bioaktif merupakan metabolit sebagai produk metabolisme organisme yang melibatkan anabolisme dan katabolisme. Ada dua jenis metabolit yang dihasilkan oleh organisme selama masa pertumbuhan dan perkembangannya yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Murniasih (2005) menjelaskan bahwa metabolit primer adalah metabolit yang dibentuk selama masa pertumbuhan dan digunakan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya seperti lemak, DNA, protein dan karbohidrat. Sedangkan metabolit sekunder adalah komponen senyawa yang diproduksi pada saat kebutuhan metabolism primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam strategi adaptasi lingkungan ( fungsi penting dalam ekologi). Elyakov dan Stonik (2003) in Hardiningtyas (2009) melaporkan bahwa karang lunak menghasilkan beberapa dari golongan senyawa hasil metabolit sekunder, seperti alkaloid, terpenoid, steroid, flavonoid, fenol, saponin, dan peptida. Alkaloid memiliki efek farmakologi sebagai analgesik (pereda nyeri) dan anestetik (pembius). Alkaloid yang biasa digunakan sebagai analgesic dan anaestetik adalah morfin dan rodein (Robinson 1995 in Hardiningtyas 2009). Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat. Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas dan dapat mengurangi kekebalan pada organisme sasaran. Saponin merupakan golongan triterpenoid yang mempunyai kerangka karbon berdasarkan isoprena. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah adanya pelepasan protein dan enzim dari dalam sel. Fungsi dan peranan senyawa terpen 13 bagi karang lunak adalah untuk kompetisi ruang sebagai racun untuk melawan predator, sebagai senyawa untuk menyelamatkan makanan dari biota lain. Selain itu senyawa terpen berperan juga dalam reproduksi (Coll & Sammarco, 1986 in Manuputty 2002). 2.7. Transplantasi Karang Lunak Soedharma dan Arafat (2007) menyatakan manfaat transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak, menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru ke dalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu, konservasi plasma nutfah, dan keperluan perdagangan. Penelitian transplantasi karang di Indonesia telah banyak dilakukan di Kepulauan Seribu dengan tujuan untuk mengamati laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup terhadap perlakuan yang berbeda. Transplantasi diruang terkontrol juga telah dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kendala yang terdapat di alam dan diharapkan dapat menghasilkan yang lebih baik (Soedharma dan Arafat, 2007). Transplantasi karang telah banyak dilakukan dan dikembangkan sebagai teknologi dalam pengembangan terumbu karang. Filipina telah mengembangkan untuk mengembalikan terumbu karang yang telah rusak, Singapura melakukan pengembangan untuk menyelamatkan spesies pada habitat yang rusak dengan cara meletakkan karang hasil transplantasi pada habitat tersebut. Pramayudha (2010) melakukan transplantasi spesies Lobophytum strictum di Kepulauan Seribu dalam dua kondisi lingkungan berbeda, yaitu pada kedalaman 3 14 meter dan 12 meter serta pada bak terkontrol yang berlangsung selama 19 bulan untuk mengetahui pertumbuhan karang lunak (panjang, lebar, dan luas). Arafat (2008) mentransplan jenis Lobophytum strictum, dan Sinularia dura pada dua kedalaman yakni kedalaman 3 meter dan 10 meter, serta melakukan analisa histologi untuk melihat perkembangan gonad karang lunak hasil transplantasi. Haris (2001) melakukan transplantasi Lobophytum strictum di alam dengan perlakuan cara potong dan zona transplantasi yang berbeda. Menurut Okubo (2004), faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup karang yang ditransplantasi ada tiga yaitu memperhatikan tipe pemotongan karang yang akan ditransplantasi, ukuran potongan fragmen yang ditransplantasi, dan musim pemotongan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Okubo (2004) bahwa ukuran fragmen yang dipotong kecil secara vertikal lebih bertahan daripada yang dipotong secara horizontal.