BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

advertisement
BAB IV
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program Microsoft
Excel dan SPSS versi 17. Data yang diolah adalah: Harga Saham Individual
bulanan dari setiap emiten selama 4 tahun pada periode 2006-2009, Kurs rupiah
terhadap dolar bulanan dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2009, Suku
Bunga Bank Indonesia bulanan dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2009,
dan Inflasi Nasional bulanan dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2009.
Dengan sampel sebanyak 48.
A. Penyajian dan Analisis Data
1. Analisis Statistik Deskriptif
Hasil output perhitungan statistik deskriptif terhadap 31 perusahaan
manufaktur dari tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
RETURN
48
-.3073
.2801
.026073
.0987552
KURS
48
.9012
1.1724
.999870
.0411818
SBI
48
.8946
1.1308
.986680
.0390658
INFLASI
48
.4323
1.2524
.974159
.1329729
Valid N (listwise)
48
66
Dari table 4.1 menunjukan bahwa nilai standar deviasi < rata-rata (mean)
untuk semua variabel penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa semua
variabel penelitian memiliki sebaran data yang normal, kecuali pada variabel
return saham yang mana memiliki nilai standar deviasi > rata-rata (mean). Hal
ini menunjukkan bahwa varians yang dimiliki variabel return saham memiliki
rentang yang besar dengan data yang memiliki tingkat variasi yang banyak
(Suyanto, 2007).
1. Dapat dilihat bahwa jumlah sampel yang digunakan masing-masing
variabel adalah 48 sampel.
2. Sedangkan rata-rata perubahan Nilai Tukar Rupiah terhadap US$ dari
tahun 2006-2009 sebesar 99,99% dan nilai standar deviasinya sebesar
4,12%. Perubahan Nilai Tukar Rupiah/US$ minimum sebesar 90,12%
terjadi pada bulan Desember 2008. Sedangkan perubahan Nilai Tukar
Rupiah/US$ maksimum sebesar 117,24% terjadi pada bulan Oktober
2008. Apresiasi kurs tersebut terjadi akibat adanya berbagai faktor yang
terjadi khususnya terhadap menguatnya kondisi makroekonomi Indonesia.
Kuatnya fundamental ekonomi Indonesia mendorong masyarakat untuk
memegang rupiah dibandingkan dengan dollar AS. Sebaliknya depresiasi
terjadi akibat krisis keuangan global yang melanda Amerika Serikat dan
dunia sehingga menurunkan berbagai indikator ekonomi Indonesia seperti
pasar saham dan turunnya ekspor-impor Indonesia.
3. Perubahan suku bunga rata-rata SBI dari tahun 2006-2009 sebesar 98,67%
dan nilai standar deviasinya sebesar 3,91%. Nilai perubahan suku bunga
67
SBI terendah sebesar 89,46% terjadi pada bulan Pebruari 2009. Sedangkan
nilai perubahan suku bunga SBI tertinggi sebesar 113,08% terjadi pada
bulan Oktober 2008. Naiknya sertifikat Suku Bunga Bank Indonesia
disebabkan oleh kondisi ekonomi yang terjadi inflasi. Dalam kondisi reses
jumlah inflasi yang tinggi mendorong permintaan masyarakat akan uang
semakin banyak dan jumlah uang beredar juga makin banyak beredar di
masyarakat, untuk itu perlu peningkatan terhadap sertifikat Suku Bunga
Bank Indonesia sehingga jumlah uang beredar akan semakin menurun.
Sebaliknya penurunan terhadap sertifikat Suku Bunga Bank Indonesia
terjadi akibat pulihnya kondisi makroekonomi sehingga untuk mendukung
pergerakan investasi diperlukan pinjaman dengan bunga yang lebih rendah
sehingga sektor riil dapat berjalan dengan baik.
4. Perubahan inflasi tahun 2006-2009 memiliki rata-rata sebesar 97,42% dan
standar deviasinya sebesar 13,30%. Perubahan inflasi terendah sebesar
43,23% terjadi pada bulan Oktober 2006 dan perubahan inflasi tertinggi
sebesar 125,24% terjadi pada bulan Desember 2006. Naiknya inflasi
disebabkan adanya kenaikan jumlah uang beredar, turunya suku bunga dan
permintaan masyarakat akan barang juga meningkat. Sebaliknya
rendahnya perubahan inflasi dapat dikatakan sebagai efek membaiknya
kondisi ekonomi, baik dalam permintaan maupun penawaran barang yang
relatif seimbang.
5. Return saham perusahaan manufaktur tahun 2006-2009 memiliki rata-rata
2,61% dan standar deviasinya sebesar 9,87%. Return saham perusahaan
68
manufaktur terendah sebesar -30,73% terjadi pada bulan Oktober 2008
sementara return saham tertinggi sebesar 28,01% terjadi pada bulan Mei
2008.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolonieritas
Pengujian multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen, jika terjadi
maka dinamakan multikolonieritas. Model regresi yang baik seharusnya bebas
multikolonieritas atau tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.
Hasil pengolahan pengujian korelasi antar variabel bebas tampak pada Tabel
berikut:
Tabel 4.2
Hasil Pengujian Multikolonieritas
a
Coefficient Correlations
Model
1
Correlations
Covariances
INFLASI
KURS
SBI
INFLASI
1.000
.067
-.357
KURS
.067
1.000
-.390
SBI
-.357
-.390
1.000
INFLASI
.008
.002
-.011
KURS
.002
.090
-.040
SBI
-.011
-.040
.114
a. Dependent Variable: RETURN
69
Tabel 4.3
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
(Constant)
1.895
.338
KURS
-1.120
.300
SBI
-.769
INFLASI
.010
Model
1
Collinearity Statistics
t
Sig.
Tolerance VIF
5.612
.000
-.467
-3.727
.001
.842
1.187
.338
-.304
-2.273
.028
.738
1.354
.092
.014
.111
.912
.867
1.154
a. Dependent Variable: RETURN
Pada tabel 4.2 menunjukkan hasil besaran korelasi antar ketiga variabel
bebas tampak bahwa variabel inflasi dan variabel nilai tukar mempunyai
koesifisien korelasi sebesar 6,7%. Korelasi ini masih jauh di bawah 90% maka
dapat dianggap bahwa tidak terjadi multikolinearitas yang serius (Ghozali,
2002). Pada tabel 4.3 hasil perhitungan tolerance menunjukan tidak ada
variabel independen yang kurang dari 0,10 (Tol > 0,10) yang berarti tidak ada
korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Dilihat dari
nilai VIF menunjukan bahwa tidak ada variabel independen yang nilainya
lebih dari 10 (VIF < 10). Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada
multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi pada
penelitian ini.
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
70
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Hal ini
sering ditemukan pada data runtut waktu (time series). Model regresi yang
baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Pendeteksian
penyimpangan
autokorelasi
dalam
penelitian
ini
menggunakan uji Durbin-Watson (DW test), dengan melihat nilai DurbinWatson yang akan dibandingkan dengan nilai d tabel.
Dengan hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 : tidak ada autokorelasi
Ha : ada autokorelasi
Hasil pengujian Autokorelasi ditunjukkan pada table dibawah ini :
Tabel 4.4
Hasil Pengujian Autokorelasi
b
Model Summary
Adjusted
R Std. Error of the
Model
R
R Square
Square
Estimate
Durbin-Watson
1
.647a
.418
.379
.0778521
1.990
a. Predictors: (Constant), INFLASI, KURS, SBI
b. Dependent Variable: RETURN
Dari table 4.3 diatas menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson sebesar
1,990 sedangkan nilai d tabel dengan n=48 dan k=3 dengan menggunakan
nilai signifikansi 5%, di dapat dl=1,4064 dan du=1,6708. Karena nilai DW
1,990 lebih besar dari batas atas (du) 1,6708 dan kurang dari 4 – 1,6708 (4-
71
du), maka dapat disimpulkan bahwa kita tidak bisa menolak H0 yang
menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi positif atau negatif (Ghozali, 2006 :
hal 102).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lainnya. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Oleh
karena itu untuk dapat mengetahui apakah terjadi heteroskedastisitas dalam
model regresi ini, maka digunakan Uji Grafik Plot. Dengan dasar analisis
sebagai berikut :
1. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang
teratur
(bergelombang,
melebar
dan
menyempit),
maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titk menyebar diatas dan dibawah
angka nol pada sumbu Y, maka hal ini dapat dikatakan tidak terjadi
heteroskedastisitas.
72
Gambar 4.1
Linear Regression Plots
Pada grafik scatterplots terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak
(random) serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model
regresi (Ghozali, 2006 : hal 127), sehingga model regresi layak dipakai untuk
memprediksi Return berdasarkan variabel independen Nilai Tukar Uang, Suku
Bunga SBI dan Inflasi.
73
d. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Seperti
diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti
distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak
valid untuk jumlah sampel kecil.
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Data terdistribusi secara normal
Ha : Data tidak terrdistribusi secara normal
Hasil
pengujian
dengan
menggunakan
uji
Kolmogorov-Smirnov
ditunjukan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4.5
Hasil Pengujian Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
48
a,,b
Normal Parameters
Most Extreme Differences
Mean
.0000000
Std. Deviation
.07532646
Absolute
.129
Positive
.129
Negative
-.085
Kolmogorov-Smirnov Z
.895
Asymp. Sig. (2-tailed)
.399
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
74
Dari table 4.5 besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,895 dengan
memperhatikan nilai probabilitas signifikansinya ada di atas 0,05 yaitu 0,399
maka kita tidak dapat menolak H0 yang mengatakan bahwa residual
terdistribusi secara normal atau dengan kata lain residual berdistribusi normal.
3. Uji Hipotesis
Penelitian ini mengajukan 4 hipotesis penelitian. Kaidah penerimaan
hipotesis adalah H0 ditolak apabila nilai t hit < t tabel dengan nilai P > 0.05
atau nilai probabilitasnya diatas 5 %.
Uji hipotesis dilakukan dengan analisis linear berganda yang terdiri dari
pengujian korelasi, koefisien, uji F atau ANOVA, dan uji t dengan tingkat
signifikan α = 5%.
Tabel 4.6
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Standardized
Unstandardized Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
(Constant)
1.895
.338
KURS
-1.120
.300
SBI
-.769
INFLASI
.010
Model
1
Collinearity Statistics
t
Sig.
Tolerance VIF
5.612
.000
-.467
-3.727
.001
.842
1.187
.338
-.304
-2.273
.028
.738
1.354
.092
.014
.111
.912
.867
1.154
a. Dependent Variable: RETURN
75
Hasil analisis regresi pada penelitian ini, yang mengajukan 4 hipotesis
diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut :
RETURN = 1,895 - 1,120 KURS - 0,769 SBI + 0,010 INFLASI + e
Persamaan tersebut dapat di interpretasikan sebagai berikut :
1) Konstanta sebesar 1,895 menyatakan bahwa jika tidak ada kurs, suku
bunga, dan inflasi (sama dengan 0 atau konstan), maka return saham di
BEI akan berada pada poin 1,895.
2) Koefisien regresi variabel nilai tukar adalah -1,120 menyatakan bahwa
meningkatnya variabel kurs akan menurunkan variasi nilai return saham
atau dapat dikatakan bahwa kurs berpengaruh negatif terhadap return
saham (Suyanto, 2007).
3) Koefisien regresi variabel suku bunga adalah -0,769 menyatakan bahwa
meningkatnya variabel suku bunga akan menurunkan variasi nilai return
saham. Hal ini menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif
terhadap return saham.
4) Koefisien regresi variabel inflasi adalah 0,010 menyatakan bahwa
meningkatnya variabel inflasi akan menurunkan variasi nilai return saham.
Hal ini menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap return
saham.
76
a. Hasil Uji Hipotesis 1
H1 : Perubahan nilai tukar berpengaruh terhadap return saham perusahaan
manufaktur.
Hasil uji hipotesis pertama yang dilakukan dengan uji t secara parsial
diperoleh nilai t hit sebesar -3.727 dan nilai ρ sebesar 0.001. Nilai t tabel
sebesar 2,0106. Dengan demikian nilai t hit > t tabel dengan nilai ρ < 0.05
atau probabilition value di bawah 5 %, maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Koefisien regresi yang negatif (-1,120) menunjukkan arah hubungan
negatif antara kedua variabel. Paparan tersebut membuktikan adanya
pengaruh nilai tukar rupiah secara negatif terhadap return saham.
Nilai koefisien dengan arah negatif yang menunjukkan return saham
akan meningkat jika perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar menurun.
Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan nilai tukar rupiah
terhadap dollar akan mempengaruhi tinggi rendahnya return saham pada
perusahaan manufaktur.
b. Hasil Uji Hipotesis 2
H2 : Perubahan suku bunga berpengaruh terhadap return saham
perusahaan manufaktur.
Hasil uji hipotesis kedua yang dilakukan dengan uji t secara parsial
diperoleh nilai t hit sebesar -2.273 dan nilai ρ sebesar 0.028. Nilai t tabel
sebesar 2,0106. Dengan demikian nilai t hit > t tabel dan nilai ρ < 0.05
atau probabilition value di atas 5 %, maka Ho ditolak dan H2 diterima.
77
Hal ini berarti telah dapat membuktikan kebenaran hipotesis kedua yang
diajukan pada penelitian ini, bahwa adanya pengaruh nilai suku bunga
terhadap return saham.
Nilai koefisien regresi negatif (-0,769) menunjukkan arah hubungan
kedua variabel tersebut negatif yang menunjukkan return saham akan
meningkat jika perubahan suku bunga menurun. Suku bunga yang rendah
menyebabkan biaya peminjaman rendah yang akan merangsang investasi
dan aktivitas ekonomi sehingga menyebabkan harga saham meningkat.
c. Hasil Uji Hipotesis 3
H3 : Perubahan inflasi berpengaruh terhadap return saham perusahaan
manufaktur.
Hasil uji hipotesis ketiga yang dilakukan dengan uji t secara parsial
diperoleh nilai t hit sebesar 0.111 dan nilai ρ sebesar 0.912. Nilai t tabel
sebesar 2,0106. Dengan demikian nilai t hit < t tabel dengan nilai ρ > 0.05
atau probabilition value di atas 5 %, maka H0 diterima dan H3 ditolak.
Hal ini berarti tidak dapat membuktikan kebenaran hipotesis ketiga yang
diajukan pada penelitian ini, bahwa adanya pengaruh nilai inflasi terhadap
return saham.
78
d. Hasil Uji Hipotesis 4
H4 : Secara simultan perubahan nilai tukar, suku bunga dan inflasi
berpengaruh terhadap return saham perusahaan manufaktur.
Tabel 4.7
Hasil Analisis Regresi
Model Summaryb
Adjusted
Model
R
1
.647
a
R Std. Error of the
R Square
Square
Estimate
Durbin-Watson
.418
.379
.0778521
1.990
a. Predictors: (Constant), INFLASI, KURS, SBI
b. Dependent Variable: RETURN
Tabel 4.8
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
b
ANOVA
Model
1
Sum of Squares df
Mean Square
F
Sig.
Regression
.192
3
.064
10.542
.000a
Residual
.267
44
.006
Total
.458
47
a. Predictors: (Constant), INFLASI, KURS, SBI
b. Dependent Variable: RETURN
Hasil uji yang disajikan pada tabel 4.8 menunjukkan hasil uji secara
simultan (uji F) dengan nilai F-test sebesar 10,542 pada taraf signifikansi
0,000. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H4 diterima
79
yang berarti variabel kurs, suku bunga dan inflasi secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap variabel return.
Pada tabel 4.7 dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,379. Hal ini berarti
bahwa perubahan variabel return dijelaskan oleh perubahan-perubahan
variabel kurs, suku bunga dan inflasi sebesar 37,9% dan sisanya sebesar
62,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dikaji pada penelitian ini.
Secara keseluruhan hasil pengujian diatas telah dapat membuktikan bahwa
secara simultan variabel: nilai tukar, suku bunga dan inflasi berpengaruh
terhadap return saham. Namun secara parsial, hanya variabel nilai tukar dan
suku bunga yang dapat dibuktikan kaitannya.
B. Pembahasan
Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa secara signifikan variabel
bebas nilai tukar uang dan suku bunga berpengaruh negatif terhadap return
saham. Akan tetapi variabel bebas tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap return saham. Hal tersebut menunjukkan bahwa:
1. Nilai Tukar Rupiah/US$ mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
terhadap return saham. Karena nilai thitung > ttabel (3,727 > 2,0106) dan nilai
signifikansinya lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,001. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar akan
memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia
di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi,
secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca
80
perdagangan, yang selanjutnya akan berpengaruh pula kepada neraca
pembayaran Indonesia. Dan memburuknya neraca pembayaran tentu akan
berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa
akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia,
yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan
saham di pasar modal sehingga terjadi capital outflow. Kemudian bila
terjadi depresiasi kurs yang berlebihan, akan berdampak pula pada
perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi
terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan
seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba
perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan
anjlok. Begitu pula sebaliknya, jika nilai rupiah meningkat maka besarnya
belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa menurunkan biaya produksi,
serta meningkatkan laba perusahaan dan akhirnya harga saham pun
meningkat. Hasil penelitian ini mendukung secara empiris penelitian yang
dilakukan Setyorini dan Supriyadi (2000), Octavia (2007), Suyanto (2007),
Ainul Fitri (2008), Dedy Pratikno (2009) dan Hermawan (2011) tentang
pengaruh negatif dan signifikan nilai tukar uang terhadap return saham.
2. Tingkat Suku Bunga SBI juga mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap return saham. Karena nilai thitung > ttabel (2,273 > 2,0106) dan nilai
signifikansinya lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,028. Berdasarkan hasil
tersebut berarti kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban
perusahaan (emiten) untuk memenuhi kewajiban/utang kepada bank
81
sehingga dapat menurunkan laba perusahaan dan akhirnya harga saham
pun turun. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan
dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi
di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham.
Sedangkan sebaliknya, jika tingkat suku bunga turun, maka beban
perusahaan pun menurun sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan
yang akhirnya dapat meningkatkan pembagian jumlah dividen kas kepada
investor, kemudian harga saham perusahaan pun meningkat. Hasil
penelitian ini mendukung secara empiris penelitian yang dilakukan Boedi
et al (1995), Utami dan Rahayu (2003), Suyanto (2007). tentang pengaruh
negatif dan signifikan nilai suku bunga terhadap return saham.
3. Inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham
karena variabel inflasi memiliki nilai signifikansi lebih besar dari alpha
(0,912>0,05). Hal ini terjadi karena inflasi lebih cenderung berpengaruh
langsung terhadap barang-barang yang dikonsumsi oleh konsumen,
sedangkan terhadap saham pengaruhnya adalah secara tidak langsung atau
dapat dikatakan variabel inflasi bersifat sebagai moderating (Hermawan,
2011). Nilai koefisien regresi positif (0,912) menunjukkan arah hubungan
kedua variabel positif. Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa dengan
tingkat inflasi yang tinggi dapat diharapkan tingkat pengembalian investasi
pada saham tinggi pula. Menurut Spyrou (dalam Yuki Indrayadi, 2004),
indikasi tersebut kemungkinan disebabkan oleh korelasi positif antara
inflasi dan aktifitas ekonomi riil di banyak negara berkembang serta
82
kemungkinan adanya keterkaitan erat antara kebijakan moneter dengan
kebijakan sektor riil di negara-negara tersebut. Hasil penelitian ini telah
menunjukkan bahwa variabel bebas inflasi tidak berpengaruh secara
positif terhadap return saham. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil
penelitian tersebut tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Almilia (2003), Utami dan Rahayu (2003) dan Adams et al (2004) tentang
pengaruh negatif inflasi terhadap return saham. Namun demikian
penelitian ini menguatkan hasil penelitian yang dilakukan Sunardi (2009),
Selly Megawati Wahyudi (2010), dan Hermawan (2011), bahwa variabel
bebas inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
83
Download