BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Tanaman jati (Tectona grandis L.f) merupakan salah satu tanaman berkayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia khususnya di pulau Jawa. Hingga saat ini jati masih menjadi unggulan dibandingkan jenis kayu lainnya. Jati merupakan jenis yang mempunyai nilai ekonomis tinggi karena kayu jati mempunyai kombinasi sifat – sifat yang baik yaitu mempunyai kelas kuat I dan kelas awet II (Irwanto, 2006 dalam Puspito, 2008). Harga kayu jati cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kecenderungan ini diperkirakan akan terus berjalan seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk yang berakibat meningkatnya jumlah kebutuhan kayu (Busroni, 2000). Akan tetapi produktivitas hasil hutan berupa kayu terus mengalami penurunan. Kebutuhan kayu sebesar 2,5 juta m3 baru dapat dipenuhi oleh Perum Perhutani sebesar 0,75 juta m3/ tahun sehingga masih ada kekurangan sekitar 1,75 juta m3. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tegakan adalah pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor – faktor genetis dan lingkungan, ataupun interaksi antara kedua faktor tersebut. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui Puslitbanghut (Pusat penelitian dan pengembangan hutan) Perum Perhutani melakukan program pemuliaan pohon yang berkaitan dengan faktor genetis tanaman yakni dengan uji keturunan Jati. Uji keturunan berasal dari pohon jati dari seluruh Indonesia berjumlah 30 famili yang bertujuan untuk meningkatkan 1 produktivitas dan kualitas produk melalui perpaduan genetik dan silvikultur yang tepat dalam kegiatan pengelolaan hutan. Selain itu, Perum Perhutani juga perlu memperhatikan faktor lingkungan yang baik bagi pertumbuhan dan produktivitas Jati. Tanah merupakan salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi pertumbuhan tanaman/ pohon. Sifat – sifat tanah antara lain : sifat fisika tanah, kimia tanah dan biologi tanah. Sifat fisika tanah berkaitan dengan sifat kimia dan biologi tanah yang akan sangat memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Bale dan Supriyo (1986), bahwa sifat – sifat fisis tanah diketahui sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Selanjutnya dikatakan bahwa kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar di dalam tanah, retensi air, drainase, erosi dan aerasi. Secara geologis, tanaman jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal dari formasi batu kapur, granit, gneis, mica, schist, batu pasir, kuarsa, endapan, shale, dan lempung. Pertanaman jati akan tumbuh lebih baik pada lahan dengan kondisi fraksi geluh (loam), geluh berpasir, atau pada lahan lempung berpasir. Tanaman jati sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah, maka pada lahan yang berporositas dan memiliki drainase baik akan menghasilkan pertumbuhan tanaman jati yang baik. Ini terjadi karena akar tanaman jati lebih mudah menyerap unsur hara pada kondisi tersebut (Purwowidodo, 1991). Salah satu sifat fisik tanah yang menggambarkan keadaan struktur, tekstur, porositas tanah serta aerasi dan drainase adalah nilai berat volume tanah. Pengaruh sifat – sifat fisik tanah tersebut pada pertumbuhan tanaman dapat dilihat 2 dari kaitan pertumbuhan tanaman dengan nilai berat volume tanah. Pengaruh nilai berat volume tanah terhadap pertumbuhan tanaman memiliki korelasi yang kuat. Makin tinggi nilai berat volume tanah mengakibatkan tingkat penetrasi akar semakin sulit dan berkurangnya presentase pori makro pada tanah yang mengakibatkan tanaman tidak dapat menyerap unsur hara dengan baik serta sistem perakaran yang terganggu akibat ruang pori semakin kecil sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Nilai berat volume ini juga sangat dipengaruhi dengan beberapa aktivitas di atas tanah seperti pengolahan tanah dan penggembalaan ternak terutama pada lahan Perum Perhutani yang kawasan hutannya dekat dengan masyarakat selain itu juga dapat dipengaruhi oleh jenis tanah pada lahan tersebut. Pada setiap kawasan Kesatuan Pemangkuan Hutan di Perum Perhutani, masing – masing kawasan memiliki karakteristik tapak yang berbeda – beda sehingga terdapat perbedaan terhadap produktivitas dan pertumbuhan tanaman jati. Secara umum, jenis tanah yang ada di KPH Cepu adalah jenis Grumusol dengan bahan induk berupa batuan kapur (Supangat et al., 2006) sedangkan jenis tanah yang ada di KPH Ngawi merupakan jenis tanah Margalit, abu – abu, hitam, agak dalam, kedap, mantap, agak berbatu dan berhumus (Hery, 2008). Adanya perbedaan karakteristik lahan tersebut maka akan mempengaruhi nilai berat volume tanah di masing – masing lokasi sehingga kemungkinan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan uji keturunan jati. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas uji keturunan jati di KPH Cepu dan KPH Ngawi berdasarkan nilai berat volume tanah 3 sehingga dapat mengetahui pengelolaan yang seharusnya dilakukan untuk masing – masing lokasi. 1. 2. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui nilai berat volume tanah (bulk density) pada area pertanaman uji keturunan jati pada saat umur 10 tahun di KPH Ngawi dan KPH Cepu. 2. Mengetahui hubungan nilai berat volume tanah (bulk density) terhadap rerata tinggi dan diameter uji keturunan jati pada saat umur 10 tahun di KPH Ngawi dan KPH Cepu. 3. Mengetahui pengaruh masing-masing nilai berat volume tanah (bulk density) di KPH Cepu dan KPH Ngawi terhadap pertumbuhan uji keturunan jati. 1. 3. MANFAAT PENELITIAN 1. Analisa yang dilakukan dapat membantu mengetahui nilai berat volume tanah (bulk density) pada saat umur 10 tahun di KPH Ngawi dan KPH Cepu. 2. Dengan adanya data sekunder pada uji keturunan jati umur 10 tahun, dapat membantu mengetahui upaya yang dilakukan dengan pengelolaan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman uji keturunan jati di KPH Ngawi dan KPH Cepu. 4