BAB 4

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Unsur-Unsur Intrinsik Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan
Sebelum menganalisis secara khusus mengenai psikologi para tokoh
dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan akan lebih baik dibahas terlebih dahulu
mengenai unsur-unsur pembangun novel tersebut. Tujuan dianalisisnya unsur
intrinsik ini adalah agar pembaca terlebih dahulu mengenal secara utuh novel
yang dikaji. Adapun unsur intrinsik yang diteliti penulis adalah tema, plot atau
alur cerita, penokohan dan perwatakan, setting atau latar dan latar belakang,
point of view atau sudut pandang pengarang, dialog atau percakapan, gaya
bercerita, dan amanat cerita.
a. Tema
Seperti telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa tema adalah gagasan
pokok dalam cerita fiksi. Tema dapat diketahui melalui judul cerita,
petunjuk setelah judul cerita, dan proses pembaacaan.
Tema novel Ibuk karya Iwan Setyawan ini dapat diketahui penulis
melalui proses pembacaan karya. Pokok pembicaraan dalam novel tersebut
adalah perjuangan ibuk dalam memberikan penghidupan yang layak bagi
anak-anaknya melalui jalur pendidikan. Harapan ibuk adalah dengan
pendidikan yang tinggi, anak-anaknya akan memiliki kehidupan yang lebih
baik. Cita-cita ibuk tersebut tergambar dalam kutipan-kutipan berikut ini.
“Nduk, sekolah nang SMP iku mesti. Koen kudu sekolah. Uripmu cek
gak soro koyok aku, Nduk! Aku gak lulus SD. Gak iso opo-opo. Aku
mek iso masak tok. Ojo koyok aku yo Nduk! Cukup aku ae sek gak
sekolah…,” kata ibuk.
(Setyawan, 2012: 61)
Kutipan di atas menggambarkan keinginan seorang Ibu agar anaknya
mendapatkan pendidikan yang
lebih
baik daripada orang tuanya. Dengan
commit
to user
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
pendidikan yang tinggi diharapkan anak-anak tidak hidup dalam
kesengsaraan.
“ Bayek juga, mesti ke SMP 1 terus ke SMA 1 Batu, dan kuliah.
Anak-anak perempuan juga, mesti kuliah. Gak cukup SMP atau SMA
saja. Biar kamu semua dapat kerjaan yang bagus. Biar semua bisa
mandiri.biar jadi manusia yang bermartabat,” lanjut Ibuk ke adik-adik
Isa.
(Setyawan, 2012: 66)
Kutipan di atas masih membahas tentang pentingnya pendidikan.
Pendidikan bukan hanya penting bagi anak laki-laki tapi juga penting bagi
para anak perempuan.
Namun, untuk memenuhi harapan dan cita-cita tinggi yang dimiliki
oleh ibuk tidaklah berjalan dengan mudah. Dalam perjalanannya ibuk dan
keluarga harus rela bekerja keras, keadaan ekonomi yang sulit selalu
menjadi alasan timbulnya masalah dalam memenuhi cita-cita tersebut.
Setiap masalah yang muncul tidak sedikitpun menyurutkan semangat
ibuk untuk dapat mewujudkan cita-citanya. Dengan kerja keras, ketekunan,
keprihatinan Ibuk dan Bapak, akhirnya masalah demi masalahpun teratasi.
Hingga akhirnya Bayek, dan keempat anak perempuan Ibuk dapat kuliah
dan menjadi orang yang sukses.
Keadaan yang prihatin dan sederhana telah diceritakan pada bab awal
dalam novel. Bab pertama novel ini mengisahkan seorang gadis lugu
bernama Ngatinah yang sering disapa Tinah. Ia harus rela putus sekolah.
Setelah putus sekolah Ia menjalani hidup dengan membantu Mbok Pah
(nenek Tinah) berjualan baju di kios kecil Pasar Batu.
Pada bab berikutnya diceritakan pertemuan antara kenek angkot
bernama Sim dengan Tinah. Sejak pertemuan pertama mereka di kios Pasar
Batu, Sim sering mendatangi rumah Tinah. Mereka lalu sering
menghabiskan waktu berdua. Hingga akhirnya Sim berani melamar Tinah.
Mereka pun menjadi sebuah keluarga. Dalam kesederhanaan mereka
commit
to user
menjalani kehidupan rumah
tangga.
Dari pernikahan tersebut, mereka
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
dikaruniai lima orang anak. Kini Sim menjadi seorang bapak, dan Tinah
menjadi seorang ibuk.
Kesederhanaan dan keprihatinan yang dilalui keluarga ibuk dalam
usahanya keluar dari kelamnya kehidupan dapat dilihat dari beberapa
kutipan berikut ini.
Mereka membicarakan untuk pindah rumah karena sungkan. Tapi
memang tidak ada uangdan bayi-bayi ini butuh tempat yang hangat.
Akhirnya mereka memutuskan untuk menetap sementara waktu lagi di
rumah Mbak Gik.
(Setyawan, 2012: 33)
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa pada awal pernikahan, Sim
dan Tinah belum memiliki rumah sendiri. Mereka masih menumpang di
rumah Mbak Gik (kakak angkat Sim). Sebenarnya Sim dan Tinah merasa
sungkan terlalu lama menumpang, tetapi tidak ada pilihan lain keduanya
belum mampu membangun rumah sendiri.
Setelah bekerja keras dan berhasil menabung, akhirnya Sim dan Tinah
mampu membangun rumah mereka sendiri. Walaupun rumah tersebut tidak
begitu besar tetapi mereka senang dan bangga, karena sekarang memiiliki
rumah sediri yang dibangun dari hasil jerih payah mereka. Di rumah kecil
mereka, kesederhanaan dan keprihatinan tidak berakhir begitu saja. Mereka
tetap masih harus berjuang untuk hidup, berjuang untuk keluar dari hidup
yang kelam, berjuang membesarkan anak-anak mereka, berjuang untuk
memberikan masa depan yang cerah untuk anak-anak mereka.
Perjuangan dan kesederhanaan di rumah kecil mereka, tergambar
dalam kutipan-kutipan berikut ini.
Ketika Bapak sakit dan tak ada setoran uang belanja, Ibuk biasanya
menggadaikan barang-barang di rumah, seperti piring, cangkir, atau
jariknya. Dapur harus terus mengepul. Anak-anak harus makan.
(Setyawan, 2012: 37)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
Keadaan perekonomian keluarga Ibuk dan Bapak memang tidak selalu
baik. Kadang untuk makan pun uang tak ada. Ketika keadaan sudah
mendesak barang-barang rumah harus digadaikan agar keluarga Ibuk tidak
kelaparan.
“Ini dua telor ceplok untuk kita bertujuh,” kata Ibuk menghidangkan
nasi goreng yang masih panas dari penggorengan.
(Setyawan, 2012: 40)
Keadaan yang serba kekurangan memaksa Ibuk dan keluarga untuk
hidup dalam kesederhanaan dan hidup seirit mungkin. Dua telor ceplok
untuk makan bertujuh adalah gambaran bagaimana hidup keluarga itu
sangat sederhana.
“Yang penting, pastiin ada uang buat makan besuk ya, Pak! Kata Ibuk
selalu memastikan. Dari uang belanja ini, Ibuk berusaha menyisakan
sebagian untuk membayar SPP dan keperluan sekolah.
( Setyawan, 2012: 46)
Demi cita-cita ibuk untuk dapat memberikan pendidikan setinggi
mungkin bagi anak-anaknya, Ibuk harus pandai-pandai mengatur keuangan.
Ibuk tidak ragu-ragu menyisihkan uang belanja, dan memasak seadanya
untuk anak-anak. Hal itu dilakukan Ibuk agar uang SPP anak-anak dapat
terbayar.
Kutipan-kutipan di atas menggambarkan bagaimana Ibuk menyiasati
agar kebutuhan anak-anak tercukupi. Baik kebutuhan akan makan dan
sekolah, semua harus tetap berjalan walau dalam kesulitan yang besar.
Bukan hanya Sim dan Tinah, semua anggota keluarga termasuk
kelima anak mereka juga hidup dalam kesederhanaan dan keprihatinan. Di
saat anak-anak yang lain telah memiliki buku baru untuk sekolah, Bayek
(anak lelaki Sim dan Tinah) harus rela menggunakan buku-buku bekas yang
diperoleh dari kakaknya. Bukan hanya Bayek yang harus bersabar untuk
memenuhi kebutuhan pendidikannya. Saudara-saudara perempuannya pun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
merasakan hal yang sama. Hal tersebut dapat diketahui dari kutipan di
bawah ini.
Buku baru. “Ah, kamu coba pake buku bekas kakakmu, Yek! Yang
penting bawa buku dulu. Buku baru nanti saja kalau ada rejeki, ya.
Insya Allah, Ibuk belikan di toko buku pelajar. Sabaro sik, Le!”
(Setyawan, 2012: 59)
Buku adalah salah satu kebutuhan pokok bagi para siswa. Untuk dapat
mengikuti kegiatan pelajaran dengan maksimal seorang siswa harus
memiliki buku untuk mencatat pelajaran. Kebanyak siswa sekolah selalu
membeli buku baru di tahun ajaran baru, tapi tidak dengan Bayek. Bayek
cukup menggunakan buku lama bekas kakanya, karena belum ada biaya
untuk membeli buku baru.
“Nduk, uang bangunan sekolahmu kita bayar tahun depan saja, ya?
Kamu sekarang sekolah dulu. Mesti berani. Kalau ditanya bugurumu
bilang tahun depan!”
(Setyawan, 2012: 65 – 66)
Membayar uang bangunan dan SPP kala itu menjadi suatu kewajiban
agar siswa dapat bersekolah. Ketepatan waktu pembayaran uang bangunan
dan SPP biasanya juga menjadi salah satu factor yang menjadikan siswa
lebih percaya diri dalam mengikuti kegiatan sekolah terutama kegiatan
pembelajaran.
Tidak
sedikit
siswa
yang
menjadi
minder
karena
ketidakmampuan orang tua siswa dalam membayar uang bangunan dan
uang SPP tepat waktu.
Dari kutipan- kutipan di atas, dapat diketahui bahwa anak-anak pun
ikut merasakan bagaimana hidup yang sederhana, hidup dalam keprihatinan,
dan saling berbagi walau dalam keterbatasan. Dari kutipan-kuitpan di atas
dapat diketahui bahwa permasalahan yang sering muncul adalah
permasalahan ekonomi, dan pendidikan. Berkaitan dengan hal-hal yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
telah disampaikan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa tema dari
novel Ibuk adalah ekonomi dan pendidikan.
b. Plot atau Alur Cerita
Cerita dalam novel Ibuk diawali dengan pengenalan suasana dan
tokoh. Di awal paragraf pertama bagian satu telah dapat diketahui bahwa
kehidupan
yang
dialami
tokoh
adalah
keprihatinan.
Kemudian
diperkenalkan tokoh-tokoh dalam cerita. Pengenalan tokoh pertama adalah
tokoh utama yakni Tinah, kemudian baru diperkenalkan tokoh-tokoh lain
dari yang paling dekat kekerabatannya dengan tokoh utama.
Seiring dengan pengenalan tokoh-tokoh baru dalam cerita terjadi
peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh utama. Tokoh utama Tinah
bertemu seorang kenek angkot bernama Hasyim, yang kemudian diceritakan
sebagai suami Tinah. Dalam kehidupan rumah tangganya Tinah dikaruniai
lima orang anak yakni Isa, Nani, Bayek, Rini, dan Mira.
Masalah mulai terjadi dalam rumah tangga. Dengan pendapatan yang
tidak seberapa Hasyim harus menghidupi keluarganya. Kebutuhan semakin
meningkat terutama kebutuhan untuk pendidikan anak-anak. Hasyim harus
rela kerja banting tulang untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Tinah
harus pandai-pandai mengatur segala urusan rumah tangga terutama biaya
pendidikan anak-anak. Anak-anak harus rela menekan keinginan mereka
untuk dapat seperti teman-temannya yang hidup berkecukupan. Untungnya
Hasyim dan Tinah adalah orang tua yang bertanggung jawab, mereka
bertekad untuk terus menyekolahkan anak-anak mereka.
Hingga suatu saat Bayek anak laki-laki mereka satu-satunya dapat
berkarir dan sukses di New York. Perjuangan Tinah dan Hasyim sebagai
orang tua tidak sia-sia. Namun, di balik keberhasilan Bayek berkarir di luar
negri, Bayek sangat berat meninggalkan keluarganya. Karena semenjak
kecil Bayek tidak pernah berada jauh dari keluarga terutama ibunya. Bayek
harus rela memendam kerinduan
commit terhadap
to user keluarganya selama bertahun-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
tehun. Berkat keharmonisan rumah tangga yang selalu dibina dengan baik,
Bayek pun merasa sangat bertanggung jawab akan kehidupan keluarganya
di desa.
Setelah Bayek sukses berkarir, Bayek selalu membantu memenuhi
kebutuhan orang tua dan saudara-saudaranya dengan mengirimi uang pada
keluarga. Masalah pun sedikit demi sedikit mendapatkan pemecahan, dan
Bayek telah merasa puas serta berhasil mencapai tujuannya.
Saat tujuan Bayek telah tercapai yakni membantu saudara-saudaranya
untuk mendapatkan kehidupan dan perekonomian yang layak Bayek pun
memutuskan untuk pulang, tinggal bersama keluarganya, dan berkarir di
Indonesia.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pergerakan alur yang
digunakan dalam novel Ibuk secara berurutan adalah 1) eksposisi; 2)
inciting moment; 3) rising action; 4) complication; 5) climax; 6) falling
action; dan 7) denouement. Secara singkat alur novel ini dapat digambarkan
dalam gambar 5.
Alur dalam novel Ibuk adalah alur campuran. Di katakan demikian
karena tidak semua kisah dalam novel ini dirangkai secara kronologis. Pada
awalnya kisah yang disajikan berjalan maju, diawali dari citraan masa kecil
Tinah yang tidak lulus SD, kemudian pertemuannya dengan kenek angkot
bernama Sim. Keputusan Tinah dan Sim untuk menjalani kehidupan
keluarga bersama, dan akhirnya keduanya dikaruniai lima orang anak.
Seiring berjalannya waktu, melalui ingatan Tinah, Ia bercerita kepada
anak-anaknya tentang masa lalu. Tentang bagaimana perjuangannya
bersama Bapak dalam mendirikan rumah kecil yang sekarang mereka
tempati. Kemudian pengarang membawa cerita tersebut pada masa kini,
ketika Bayek bekerja di New York hingga meninggalnya Bapak. Hal
tersebut tergambar dalam beberapa kutipan di bawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
Waktu Ibuk hamil Rini, kita mulai membangun rumah ini. Setelah
menabung bertahun-tahun, Bapak ingin punya rumah sendiri. Masa’
anak sudah mau empat, masih juga menumpang di rumah orang, kata
Bapakmu….
(Setyawan, 2012: 76)
Ah, begitulah rumah ini dibangun. Ibuk mengakhiri ceritanya. Hujan
mulai reda. Mata Ibuk menerawang ke langit-langit.
(Setyawan, 2012: 79)
Kutipan di atas menggambarkan kejadian di mana tokoh Ibuk
mengenang masa lalu melalui cerita terhadap anak-anak. Ibuk menceritakan
bagaimana awal mula keinginan Bapak untuk memiliki rumah sendiri. Dari
kutipan tersebut dapat diketahui bahwa pengarang melakukan penceritaan
dengan alur kilas balik atau alur mundur.
“Ibuk hampir lupa! Ketika membangun rumah ini, Ibuk mendapat
wejangan dari wong pinter di Gang Buntu. Tentang si Bayek,” kata
Ibuk setelah mematikan lampu dapur.
….
“ Besok malam ya, Ibuk cerita tentang Mbah Carik,” janji Ibuk.
(Setyawan, 2012: 79)
Ketika Ibuk telah selesai menceritakan bagaimana dulu Bapak dan
Ibuk berusaha untuk membangun rumah, Ibuk teringat juga tentang Mbah
Carik yang pernah memberikan wejangan. Alur maju tergambar dalam
kutipan di atas pada kalimat besuk malam ya, Ibuk cerita tentang Mbah
Carik bagian tersebut menggambarkan hal yang baru akan terjadi.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa alur yang
digunakan dalam novel teresebut adalah alur campuran. Di mana Ibuk
menceritakan masa lalu ketika proses pembangunan rumah. Selain itu
pengarang juga membahas secara khusus pada bab 17 yang di beri judul
Mbah Carik dan Misteri. Setelah dari bab 1 sampai bab 16 pengarang
menceritakan kehidupan keluarga yang kronologis, tiba-tiba pada bab 17
pengarang menceritakan masa
lalu ketika
commit
to userIbuk bertemu dengan Mbah Carik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
dan mendapatkan wejangan, serta bagaimana Bayek kecil mengalami mati
suri.
Novel Ibuk memiliki alur yang baik, karena dalam novel tersebut
terdapat law of plot yang disampaikan oleh Kenney, yakni plausibility,
surprise, suspens, unity, subplot dan ekspresi (Waluyo, 2014: 15).
Plausibility atau kebolehjadian yang terdapat dalam novel ini adalah
masalah ekonomi yang diderita keluarga Ibuk. Ngatinah dan Sim yang putus
sekolah karena tidak mampu membiayai pendidikan dan kerja keras yang
dilakukan seorang Bapak untuk membiayai kehidupan rumah tangganya.
Hal-hal semacam itu masih sering terjadi di kalangan masyarakat ekonomi
menengah ke bawah.
Surprise yang ada dalam novel Ibuk adalah ketika tiba-tiba tokoh
Bayek mendapatkan tawaran kerja New York. Sebuah kesempatan yang
sangat besar untuk berkarier. Kemudian perrjalanan karier Bayek yang
sangat mulus, mengubah hidup Bayek dan keluarganya.
Novel Ibuk juga mengandung suspense yakni hal yang membuat
pembaca merasa penasaran. Hal ini dialami oleh penulis sendiri. Penulis
penasaran mengenai bagaimana perjalanan hidup Bayek di New York,
tentang bagaimana Bayek dapat mengubah kehidupan keluarganya.
Kehidupan keluarga yang semula sangat sederhana dan prihatin berada
dalam kelas ekonomi menengah ke bawah menjadi kelas ekonomi
mengengah atas. Walaupun demikian, keluarga Bayek tetap hidup dalam
kesederhanaan.
Hukum plot selanjutnya adalah unity atau kesatuan. Alur yang
digunakan dalam novel Ibuk adalah alur longgar. Hal itu menyebabkan ada
beberapa cerita yang sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi jalan cerita
tetapi di masukkan dalam bab tersendiri dalam novel. Tetapi hal itu, juga
tidak mempengaruhi kesatuan cerita yang disajikan dalam novel Ibuk.
Sehingga, walaupun ada bagian cerita yang tidak terlalu berpengaruh dalam
novel, kesatuan yang ada tidak
hilang
commit
to sama
user sekali.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
Subplot dalam novel Ibuk ketika pengarang menceritakan tokoh Mbah
Carik. Dalam bagian tersebut sebenarnya bukanlah bahasan utama yang
ingin disampaikan pengarang. Tokoh Mbah Carik hanya memperjelas
karakter dan peran tokoh Bayek terhadap keluarganya kelak.
Dalam novel Ibuk juga terkadung hukum plot yang lain, yakni
ekspresi. Pengarang berhasil memilah cerita yang patut untuk dibahas secara
detail dan cerita yang hanya sekilas saja. Dengan begitu cerita dapat
mengekspresikan pengalaman para tokoh dengan apik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alur yang digunakan
dalam novel Ibuk memiliki pergerakan maju yakni dimulai dari eksposisi,
inciting moment, rising action, complication, climax, falling action,
denouement. Jenis alur yang digunakan adalah alur campuran yakni alur
maju dan alur mundur. Alur yang telah tersaji dalam novel Ibuk merupakan
alur yang baik karena memiliki kelengkapan law of plot yakni plausibility,
surprise, suspens, unity, subplot dan ekspresi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
Climax
Hingga suatu saat Bayek anak laki-laki mereka satu-satunya dapat
berkarir dan sukses di New York. Namun, di balik keberhasilan Bayek
berkarir di luar negri, Bayek sangat berat meninggalkan keluarganya
Bayek harus rela memendam kerinduan terhadap keluarganya selama
bertahun-tahun
Complication
Falling action
Bayek merantau ke luar negri untuk memperbaiki
perekonomiann. dibutuhkan kerja keras dan waktu
Setelah Bayek sukses
yang cukup lama untuk bayek berkumpul kembali
berkarir, Bayek selalu
dengan keluarga
membantu
memenuhi
kebutuhan orang tua dan
saudara-saudaranya.
Rising action
Masalah
Dengan pendapatan yang tidak seberapa Hasyim
harus menghidupi keluarganya. Kebutuhan semakin
demi
pun
sedikit
sedikit
men-
dapatkan pemecahan,
meningkat terutama kebutuhan untuk pendidikan
anak-anak
Inciting moment
Denouement
Tinah membina rumah tangga
dan dikaruniai lima orang anak
Bayek pun memutuskan untuk pulang,
tinggal bersama keluarganya, dan berkarir
di Indonesia.
Eksposisi
pengenalan suasana dan tokoh
Gambar 6. Plot Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
c. Penokohan dan Perwatakan
Novel Ibuk mengisahkan sebuah keluarga inti yang berjuang untuk
keluar dari kelamnya kehidupan. Tokoh- tokoh dalam novel berjumlah
delapan belas yang tergolong kedalam tokoh utama dan tokoh tambahan.
Adapun tokoh-tokoh dalam novel ini antara lain Ngatinah atau sering
disebut Tinah (Ibuk), Abdul Hasyim (Ayah) , Isa, Nani, Bayek, Rini, Mira,
Mak Gini, Mbok Pah, Cak Ali, Mbak Gik, Bapak Mun, Mbak Ati, Pak
Lurah, Rachel, Lek Giyono, Bang Udin, dan Mbah Carik.
Tokoh-tokoh tersebut terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah Ibuk, dan Bayek. Tokoh utama tambahan adalah
Bapak, Isa, Nani, Rini, dan Mira. Selebihnya adalah tokoh tambahan yang
menjadi pendukung cerita. Beberapa tokoh tambahan tidak disebutkan
secara rinci bagaimana sikap dan wataknya. Dalam penelitian ini penulis
akan fokus meneliti perwatakan pada tokoh utama dan tokoh utama
tambahan saja. Berikut analisis tokoh dan perwatakan novel Ibuk.
1) Ibuk/ Ngatinah
Ngatinah yang biasa di sapa Tinah adalah seorang gadis yang lugu
lembut, dan pemalu. Karena kelembutannya terpancar ketenangan di
wajah Tinah, seperti diceritakan langsung oleh penulis dalam kutipan
berikut ini.
Tinah tumbuh menjadi gadis yang lugu.
(Setyawan, 2012: 2)
Pada kutipan di atas, penulis langsung menyebutkan watak
tokohnya yang bernama Tinah. Tinah disebutkan memiliki watak lugu.
Di wajah Tinah ada ketenangan seperti kabut yang diam-diam
menyelinap disela-sela rumah bambu. Seperti angin pagi yang
membawa kesejukan. Seperti awan yang menggumpal di atas
Gunung Arjuno. Sebuah keluguan yang bisa meluluhkan siapa saja
yang mengenalnya.
(Setyawan, 2012: 3)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
Pada kutipan di atas penulis mempertegas watak lugu Tinah dengan
menggambarkan wajahnya yang dianalogikan dengan keadaan alam
sekitar yang begitu indah dan memberikan kesejukan.
Selain lugu pengarang juga menyebutkan watak Tinah yang
pemalu. Watak itu disebutkan pengarang dalam kalimat di bawah ini.
Tapi Tinah pemalu, Ia jarang berbincang dengan pemuda itu.”
(Setyawan, 2012: 3)
Begitulah penggambaran watak Tinah ketika masih gadis.
Pengarang menyebutkan secara langsung bahwa Tinah adalah gadis yang
lugu dan pemalu.
Namun seiring berjalannya waktu, ketika Tinah telah membina
rumah tangga dan menjadi serorang istri juga seorang ibu, maka
keluguan Tinah pun pelan-pelan berganti menjadi sosok seorang ibu yang
rajin, kuat, pintar, bijaksana, dan penuh kasih sayang. Selain diceritakan
langsung oleh penulis watak dan sikap Tinah juga dapat diketahui dari
dialog-dialog dan tingkah laku Tinah dalam cerita sebagaimana kutipan
berikut ini.
Setelah melihat lima anaknya sudah kenyang, melihat mereka tidur
siang, Ibuk baru menikmati makan siangnya.
(Setyawan, 2012: 51)
Dari kutipan di atas juga dapat diketahui bahwa Tinah memiliki
sikap yang prihatin, dan mengalah. Tinah rela merasa kelaparan untuk
memastikan anak-anaknya mendapatkan makanan yang cukup membuat
mereka merasa kenyang.
Selain itu, diceritakan pula bahwa Ibuk adalah perempuan perkasa
yang sanggup bekerja keras dan juga rajin. Untuk dapat merawat kelima
anaknya diperlukan tenaga yang ekstra. Ibuk tidak kenal lelah dalam
mengurusi semua urusan anak-anak dan rumah tangga. Hal tersebut dapat
diketahui dari kutipan-kutipan
berikut
ini.
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
Ibuk sudah bangun dari jam 4 tadi pagi. Ia langsung menuju dapur,
mencuci piring kotor, semalam, membuatkan kopi untuk Bapak,
dan mencuci pakaian di belakang rumah.
(Setyawan, 2012: 40)
Tak ada istilah libur buat Ibuk. Seperti biasa, sudah dari subuh tadi
Ia mencuci baju di belakang rumah.
(Setyawan, 2012: 54 – 55)
Begitu banyak aktivitas yang dilakoni Ibuk disetiap harinya. Semua
kegiatan rumah tangga dilakukan oleh Ibuk dengan senang hati. Tidak
ada orang lain yang melayani keluarganya, hanya Ibuk seorang.
Kegiatan-kegiatan tersebut menggambarkan betapa Ibuk bekerja keras
dalam mengurusi rumah tangganya.
Lima orang anak pada suatu pagi. Kicau burung pun tak terdengar.
Sebuah pesta kehidupan yang dipimpin oleh seorang perempuan
yang sederhana tapi perkasa.
(Setyawan, 2012: 42)
Setelah gagal mengambil rapor Bayek, Ibuk masih harus
mengambil rapor Isa, Nani, dan Rini. Meskipun harus bolak-balik
dari sekolah satu ke sekolah yang lain, Ibuk tak pernah meminta
tolong orang lain untuk mengambilkan rapor anak-anaknya.
(Setyawan, 2012: 63)
Pengarang juga
perempuan
yang
menuliskan
perkasa
yang
bahwa
dibalut
Ibuk
dengan
adalah
seoarang
kesederhanaan.
Keperkasaan Ibuk juga digambarkan oleh pengarang melalui tingkah
laku Ibuk. Kecintaannya terhadap anak-anak dan apresiasi Ibuk terhadap
prestasi anak-anak Ia wujudkan dengan mengambil rapor anak-anaknya.
Ibuk selalu meluangkan waktu dan tenagannya untuk berjalan ke sekolah
demi mengambil rapor anak-anaknya.
Kutipan- kutipan di atas menggambarkan bahwa Ibuk adalah sosok
yang pekerja keras, dan rajin. Selagi Ibuk sehat dan mampu, Ibuk tidak
pernah meminta pertolongan dari orang lain untuk mengurusi anak-anak
dan rumah tangganya. Diceritakan
commit to pula
user bahwa Ibuk adalah seorang yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
religius, Ia selalu berdoa, dan mengingatkan anak-anaknya untuk solat,
sebagaimana terlihat dalam kutipan-kutipan berikut ini.
“Alhamdulillah, Le. Kamu hati-hati ya. Jangan lupa salat,” pesan
Ibuk.
(Setyawan, 2012: 161)
Ibuk selalu mengingatkan anak-anaknya untuk tidak lupa beribadah
kepada Allah dengan melalukan salat. Kebiasaan melakukan salat adalah
salah satu ciri manusia yang peraya kepada Allah SWT.
Lampu ruang tamu sudah dimatikan Ibuk setelah salat subuh tadi.”
(Setyawan, 2012: 258)
Sehabis menanak nasi dan salat Subuh, seperti biasa Ibuk
mengganti daster batiknyadengan celana training, kaos, dan jaket.
(Setyawan, 2012: 284)
Selain selalu mengingtkan anak-anak untuk mengerjakan salat,
Ibuk sendiri juga melakukannya. Dua kutipan di atas menggambarkan
bahwa Ibuk selalu melaksanakan salat subuh. Dari kebiasaan melakukan
salat subuh tersebut, dapat dikatakan bahwa tokoh Ibuk adalah orang
yang percaya terhadap Allah SWT dan mengamalkan kepercayaannya
menjadi perbuatan. Hal seperti itu dapat dikatakan religius.
Selain
penggambaran
watak
atau
sifat,
pengarang
juga
menggambarkan fisik tokoh Ibuk. Yang mana diceritakan oleh pengarang
dalam kutipan berikut ini.
Ibuk mungkin melihat dirinya dalam diri Isa. Puluhan tahun yang
lalu di usia yang hampir sama dengan Isa, Ibuk sekurus Isa.
Secantik Isa. Rambutnya sama. Gaya berjalannya sama. Jalan
hidupnya saja yang berbeda.
(Setyawan, 2012: 123)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
Perawakan Ibuk digambarkan sama dengan perawakan Isa, kurus,
cantik, dan memiliki gaya rambut juga cara berjalan yang sama.
Dari uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa Ibuk
adalah seorang gadis yang lugu, prihatin/ sederhana, pekerja keras, rajin,
dan religius. Ibuk memiliki perawakan yang yang kurus, tetapi cantik.
2) Bapak/ Hasyim
Abdul Hasyim atau biasa dipanggil Sim adalah seorang pemuda
yang berprofesi sebagai kenek angkot di Pasar Batu. Ia memiliki
perawakan yang tidak tinggi tetapi gagah, pakaiannya selalu rapih. Sim
memiliki tatapan mata yang melankolis tetapi tajam, alisnya tebal dan
bibirnya penuh. Begitulah pengarang menggambarkan fisik seorang Sim.
Selain fisik, pengarang juga menggambarkan sifat Sim sebagai
seorang yang supel, Ia mudah bergaul. Karena ketampanannya Sim di
cap sebagai playboy pasar. Penggambaran fisik dan karakter Sim dapat
dilihat dari kutipan berikut ini.
Para sopir angkot dan kenek pun banyak yang turun untuk sarapan.
Salah satunya, anak muda berusia sekitar 23 tahun. Seorang kenek
yang telah lebih dari setahun datang dan pergi bersama angkotnya
di Pasar Batu. Ia terlihat berbeda dengan sopir atau kenek lain.
Pakaiannya selalu rapi. Tatapan matanya melankolis tapi tajam.
Badannya tidak tinggi tapi gagah. Gayanya flamboyant. Alisnya
tebal dan bibirnya penuh. Ia dekat dengan semua orang, dari ibuibu sampai preman. Ia dicap sebagai playboy pasar.
(Setyawan, 2012: 4)
Kutipan di atas menggambarkan fisik dan karakter Sim ketika
berusia muda, yakni sekitar 23 tahun. Ia dikenal sebagai pria yang
tampan juga supel dan mudah bergaul.
Suatu ketika, ketika Sim sedang sarapan, Ia bertemu dengan
seorang gadis lugu yang membuat jatuh hati. Gadis itu adalah Tinah.
Gadis yang mampu meyakinkan Sim untuk membina rumah tangga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
Kini, Sim menjadi seorang kepala rumah tangga dan juga seorang
bapak bagi anak-anaknya. Sim adalah seorang suami dan bapak yang
penyayang, Ia rela bekerja banting tulang demi mencukupi kebutuhan
keluarga, mulai dari kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan untuk
pendidikan anak-anaknya. Kerja keras Sim dalam menjalankan
kewajiban sebagai suami dan bapak, dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Dengan tabungan yang ada, Bapak bertekad memberi satu atap
untuk keluarganya. Setelah menarik angkot, Bapak mengangkat
pasir dan batu bata dari depan gang ke rumah ini. Bapak juga ikut
membantu para tukang membangun fondasi, menaikkan genting,
dan menyusunnya di atap rumah kita.
(Setyawan, 2012: 77)
Pekerjaan sebagai sopir akot yang dilakoni Bapak tidak
menyurutkan semangatnya untuk membangun rumah. Keletihan setelah
bekerja seharian tidak dijadikannya alasan untuk bermalasan-malasan.
Demi tercapainya cita-cita Bapak membangun rumah, Bapak rela bekerja
dua kali, bapak bekerja mencari uang dengan menjadi sopir angkot, dan
menjadi tukang bangunan untuk membangun rumahnya sendiri. Dari
tingkah laku Bapak yang digambarkan pengarang dapat diketahui bahwa
Bapak adalah seorang yang pekerja keras dan rajin.
“ Aku capek, Nah. Iki godaan datang terus. Aku berangkat lagi, ya!
Gak bisa lihat anak-anak seperti ini. Saaken!”
(Setyawan, 2012: 116)
Berpuluh-puluh tahun Bapak menelusuri jalanan untuk menghidupi
keluarga. Ia tak pernah berhenti. Ia tidak pernah menyerah. Terus
berjuang untuk anak-anak dan keluarga.
(Setyawan, 2012: 141)
Kerja keras Bapak juga tergambar dalam kutipan di atas. Rasa
capek yang dirasakan tidak menjadi penghalang untuk terus bekerja agar
bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Cintanya terhadap keluarga menjadi
salah satu sumber kekuatan
Bapak.
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa bapak adalah
orang yang pekerja keras. Sebagai kepala rumah tangga, Ia bertekad
untuk memenuhi berbagai kebutuhan keluarganya, salah saatunya adalah
kebutuhan untuk memiiliki tempat tinggal yang nyaman. Walau
sederhana, tetapi rumah milik sendiri, itulah cita-cita Bapak. Bapak
selalu berusaha mengerjakan sendiri apa yang dapat Ia kerjakan. Bapak
selalu berusaha untuk tidak menyerah dengan keadaan.
Ketika Bayek membutuhkan uang untuk menlanjutkan sekolahnya
ke Bogor, Bapak rela menjual angkotnya. Angkot yang selama ini
menemaninya mencari nafkah untuk keluarga. Hal ini membuktikan
bahwa selain pekerja keras Bapak juga memiliki keyakinan bahwa
pendidikan adalah hal utama untuk mengubah kehidupan mereka. Demi
pendidikan Bayek bapak rela bekerja lagi pada orang lain, bekerja
sebagai sopir truk, dan menjual angkot kesayangannya.
Di usia senjanya, ketika kehidupan keluarga Bapak telah stabil dan
terbebas dari segala urusan hutang tidak lantas membuat Bapak menjadi
pemalas. Ia selalu bekerja, apapun yang dapat Ia kerjakan. Mulai dari
membantu Ibuk mengurusi kebutuhan rumah tangga, sampai mengurus
cucunya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan-kutipan berikut ini.
Bapak juga yang mengantar-jemput cucu-cucunya ke sekolah.
Bapak bisa bolak-balik sampai lima-enam kali dari Gang Buntu ke
sekolah. Ketika pembantu di salah satu rumah anaknya sedang
libur, Bapaklah yang membantu memandikan dan menyiapkan
sarapan untuk cucu-cucunya. Ibu mereka harus berangkat kerja di
pagi hari. Bapak selalu bangun sebelum azan subuh berkumandang
dan membersihkan rumah. Ia kemudian jalan pagi bersama Ibuk.
Tiap bulan, Bapak mengurusi tagihan listrik, air, internet di semua
rumah anak-anaknya. Ia juga yang selalu siap siaga ketika ada atap
yang bocor, tabung LPG yang sudah kosong, membeli susu buat
cucu, membuang sampah, atau menghijaukan taman di rumah
anak-anaknya.
(Setyawan, 2012: 242 – 243)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
Tokoh Bapak adalah seorang yang tidak suka diam, Ia suka
beraktivitas dan mencari kesibukan. Dari kutipan-kutipan di atas dapat
diketahui bahwa Bapak adalah seorang yang mudah bergaul, pekerja
keras, rajin, dan penyayang.
3) Isa
Isa adalah anak pertama dalam keluarga Tinah dan Sim. Isa terlahir
sebagai bayi yang cantik dan sehat. Semenjak bayi Isa telah digambarkan
sebagai bayi yang tidak suka merepotkan orang tuanya. Seperti kutipan
berikut ini.
Isa terlihat semakin cantik…. Ia bukan bayi yang rewel. Ia
menangis kalau haus saja. Sekali dikasih Asi, Ia akan tidur lagi. Isa
juga bayi yang sehat.
(Setyawan, 2012: 32)
Begitulah pengarang menggambarkan Isa ketika bayi. Tidak
berbeda ketika Ia bayi, Isa juga tumbuh menjadi gadis yang cantik.
Pengarang menggambarkan fisik seorang Isa sebagai beikut.
Ibuk mungkin melihat dirinya dalam diri Isa. Puluhan tahun yang
lalu di usia yang hampir sama dengan Isa, Ibuk sekurus Isa.
Secantik Isa. Rambutnya sama. Gaya berjalannya sama.jalan
hidupnya saja yang berbeda.
(Setyawan, 2012: 123)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa sejak bayi pun, Isa adalah
seorang yang cantik, dan tidak suka merepotkan orang tua. Hal itu
semakin terlihat ketika Isa tumbuh menjadi seorang gadis. Ia tumbuh
menjadi seorang yang mandiri, pintar, dan rajin. Watak- watak Isa
tersebut dapat diketahui dari kutipan-kutipan berikut ini.
Untungnya, Isa mulai mandiri. Ia bahkan sudah bisa menjaga
Bayek ketika Ibuk harus mencucui baju atau memasak.
(Setyawan, 2012: 36)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
Pada kutipan di atas pengarang menyebutkan langsung bahwa Isa
adalah anak yang mandiri. Kemandirian Isa dipertegas dengan tingkah
lakunya yang sudah bisa menjaga adiknya.
Setengah jam setelah Bayek dan Rini menghabiskan makan siang,
Nani dan Isa pulang dari sekolah. Seperti biasa, Nani membersikan
rumah dulu. Ia menyapu lantai dan mengepel. Isa membersihkan
kaca jendela dan meja kaca kecil di ruang tamu.
(Setyawan, 2012: 50)
Dari kegiatan yang dilakukan oleh Bayek, Rini, dan Isa dapat
diketahui bahwa Isa adalah anak yang rajin. Ia selalu menjaga kebersihan
rumahnya.
Tak ada nilai merah! Rini ranking 9 besar, Nani ranking 3, dan Isa
ranking 1!
(Setyawan, 2012: 64)
Ranking satu merupakan pencapaian yang luar biasa. Hasil tersebut
merupakan bukti bahwa Isa adalah anak yang pandai di bidang akademik.
Ia mengungguli teman-teman sekelasnya.
Isa yang pendiam tak bisa membalas apa-apa. Mata Isa berkacakaca.
(Setyawan, 2012: 135)
Pengarang juga menjelaskan secara langsung bahwa Isa adalah
adalah orang yang pendiam. Tidak banyak kata yang bisa Ia ungkapkan
untuk membalas atau menimpali perkataan orang lain.
Begitulah pengarang menggambarkan watak Isa dalam novel Ibuk.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Isa adalah seorang
yang mandiri, pintar, rajin, dan pendiam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
4) Nani
Nani adalah anak perempuan kedua di keluarga Tinah dan Sim. Ia
umurnya terpaut sekitar satu tahun dengan umur Isa, kakaknya. Tidak
jauh berbeda dengan kakaknya, Nani juga terlahir sebagai bayi yang
sehat dan kuat. Tetapi Nani lebih gembil daripada Isa. Fisik Nani ketika
bayi digambarkan sebagai berikut ini.
Nani adalah bayi yang sangat mudah disusui. Dua tahun pipi
gembilnya di dada Ibuk. Ia bayi yang sehat dan kuat.
(Setyawan, 2012:33)
Pribadi Nani pun tidak jauh berbeda dari kakaknya. Setiap anak
Ibuk dan Bapak adalah anak-anak yang rajin, dan mengerti bagaimana
hidup prihatin. Salah satunya adalah Nani. Bahkan Nani adalah anak
Ibuk yang paling tangguh. Pribadi Nani dapat dilihat dari kutipan-kutipan
berikut ini.
Setengah jam setelah Bayek dan Rini menghabiskan makan siang,
Nani dan Isa pulang dari sekolah. Seperti biasa, Nani membersikan
rumah dulu. Ia menyapu lantai dan mengepel. Isa membersihkan
kaca jendela dan meja kaca kecil di ruang tamu.
(Setyawan, 2012: 50)
Nani dan Isa selalu bekerja sama dalam menjaga kebersihan dan
kerapihan rumah mereka. Nani dari kegiatan tersebut dapat diketahui
bahwa Nani adalah anak yang rajin.
Nani biasanya jarang meminta. Ia adalah kakak Bayek yang
tangguh dan tak pernah merepotkan keluarga.
(Setyawan, 2012: 59)
Nani, anak Ibuk yang paling gagah, membersihkan got di depan
rumah di tengah hujan deras.
(Setyawan, 2012: 74)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
Pengarang secara langsung menyebutkan bahwa Nani adalah orang
yang tangguh dan gagah. Ia selalu berusaha agar tidak merepotkan orang
lain terutama keluarganya. Kadang-kadang Nani mengerjakan pekerjaan
laki-laki.
Tak ada nilai merah! Rini ranking 9 besar, Nani ranking 3, dan Isa
ranking 1!
(Setyawan, 2012: 64)
Nani juga merupakan anak yang pandai, hal tersebut terlihat dalam
kutipan di atas. Nani berada di peringkat tiga besar di kelasnya. Hal itu
membuktikan bahwa kemampuan akademik Nani masih berada di atas
teman-teman sekelasnya.
Nani mulai belajar berdagang. Ia menjual pisang goreng, keripik,
arau Citos di sekolah.
(Setyawan, 2012: 118)
Nani juga merupakan anak yang mandiri. Kemandiriannya
tercermin dalam kegiatan yang dilakoninya. Nani tidak suka merepotkan
orangtuanya, Ia berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri dengan
berdagang. Ia berusaha meringankan beban kedua orang tuanya.
Begitulah pengarang menceritakan pribadi seorang Nani di dalam
novel Ibuk. Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Nani
adalah orang yang rajin, tangguh, pintar, dan mandiri.
5) Bayek
Bayek adalah anak ke tiga di keluarga kecil Tinah dan Hasyim,
yang selanjutnya Bayek juga menjadi satu-satunya
anak laki-laki di
keluarga tersebut. Sebagai anak laki-laki satu-satunya begitu besar
harapan Tinah dan Hasyim kepada Bayek.
Akan tetapi Bayek kecil adalah seorang anak yang pemalu dan
tidak bisa jauh dari ibunya. Walaupun sebenarnya Bayek adalah anak
commit to user
yang baik dan pintar, akan tetapi sebagaimana anak kecil dia masih suka
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
merengek meminta semua keinginannya dapat dipenuhi. Watak Bayek
dalam novel Ibuk diceritakan penulis secara langsung dalam beberapa
kutipan di bawah ini.
Disepanjang jam sekolah matanya tak pernah terlepas dari jendela
kelas, memastikan Ibuk masih menungguinya. Bayek anak yang
penyendiri. Ia selalu merasa takut akan dunia luar sana.
(Setyawan, 2012: 42 – 43)
Pengarang menyebutkan secara langsug bahwa Bayek adalah anak
yang penyendiri. Ia merasa hanya merasa nyaman apabila berada di dekat
Ibuk. Ia merasa aman.
Bayek masih belum bisa bermain dengan teman-teman barunya. Ia
masih ingin menempel dengan Ibuk.
(Setyawan, 2012: 44)
Ia belum bisa bergaul dengan teman-temannya. Ibuk adalah satusatunya yang membuat Bayek merasa tenang. Teman Bayek adalah Ibuk.
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Bayek kecil adalah
orang yang pemalu, tidak mudah bergaul, dan tak banyak bicara. Bayek
hanya merasa nyaman apabila dekat dengan Ibuk dan keluarganya. Ia
tidak bisa merasa senang dan aman ketika jauh dari keluarga terutama
Ibuk.
Selain diceritakan secara langsung, tokoh sikap Bayek dapat
diketahui dari dialog-dialog dan tingkah lakunya dalam cerita.
Sebagaimana kutipan dialog Bayek berikut ini.
“ Bentar Buk,” balas Bayek yang sedang mengelap kaca depan. Ini
sudah menjadi kebiasaan Bayek setiap pulang sekolah. Ia langsung
menyapu ruang tamu, mengepel lantai, dan mengelap kaca jendela.
(Setyawan, 2012: 86 – 87)
Bayek merupakan anak yang rajin. Ia selalu membantu Ibuk dan
saudara-saudaranya membersihkan rumah ketika pulang sekolah. Kerjaan
commit to user
membersihkan rumah biasanya dikerjakan oleh anak perempuan, tetapi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
Bayek dengan sukarela melakukan hal tersebut meskipun tidak ada
perintah dari Ibuk atau saudara-saudaranya.
“ Bener Buk, sekarang ya, Buk,” Bayek kembali merengek.
(Setyawan, 2012: 89)
“ Emoh!” jawab Bayek, singkat. “ Ayo, Buk, sekarang. Mumpung
masih di sini!” rengek Bayek tak menyerah.
(Setyawan, 2012: 90)
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Bayek kecil suka
merengek apabila menginginkan sesuatu. Ia akan terus merajuk hingga
keinginannya dapat terpenuhi. Tapi hal tersebut wajar mengingat bahwa
dalam dialog tersebut Bayek masihlah anak kecil yang belum mengerti
mengenai apa itu hidup prihatin. Walaupun sebenarnya Ia selalu hidup
dalam keprihatinan.
Setelah Bayek dewasa, tidak banyak yang berubah darinya. Dia
tetap orang yang pendiam dan hanya merasa nyaman apabila dekat
dengan keluarganya. Semenjak Bayek melihat Ibuk menangis, Ia
bertekad kelak ketika dewasa Ia ingin membahagiakan Ibuknya.
Membahagiakan keluarganya. Bayek yang telah tumbuh menjadi lelaki
dewasa, bisa hidup lebih mandiri dan berani. Berikut ini disajikan
kutipan yang menggambarkan betapa Bayek bekerja keras untuk dapat
membahagiakan Ibuk dan keluarganya.
Buk, jangan nangis lagi ya. Kalau Bayek sudah besar, Bayek janji
akan membahagiakan Ibuk. Bayek janji, ikrar Bayek dalam hati.
(Setyawan, 2012: 117)
Janji yang diikrarkan Bayek bukanlah sekedar janji anak kecil yang
tanpa dasar. Janji Bayek adalah juga impian dan cita-citanya. Ia berusaha
dengan tekun untuk mewujudkan janji tersebut. Usaha paling nyata yang
bisa bayek lakukan adalah berprestasi dikelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
Bayek melewati tahun pertama di SMP Negeri 1 Batu dengan
lancar. Ia bahkan meraih ranking 1 di semester 2.
(Setyawan, 2012: 125)
“ Dan, lulusan terbaik dari Jurusan MIPA, Bayek Setyawan dari
Jurusan Statiska dengan IPK 3.25!” seru pembawa acara
memanggil Bayek.
(Setyawan, 2012: 136)
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Bayek adalah orang
yang pintar dan cerdas. Menjadi juara di kelas dan lulusan terbaik adalah
cara awal Bayek untuk membahagiakan Ibuk. Caranya memberikan
kebanggaan pada Ibuk.
Sepuluh tahun aku berkelana menjelajahi hidup di negeri seberang.
Jauh di seberang.
(Setyawan, 2012: 106 – 107)
Pergi merantau jauh dari kampung halaman bukanlah hal yang
mudah. Diperlukan kemampuan adaptasi di tempat yang baru. Perlu
keberanian dan kemandirian. Terlebih lagi bahwa tokoh Bayek adalah
orang yang tidak pernah berada jauh dari tempat tinggal dan dari
keluarganya terutama Ibuk.
Bayek bertekad untuk maju. Ia tak keberatan bekerja lebih lama
dari rekan kerja yang lain. Kadang Bayek lembur sampai jam 10
bahkan jam 2 pagi. Bayek juga sering bekerja di akhir pekan dan
membaca buku statistika lagi.
(Setyawan, 2012: 142)
Bekerja melibihi jam normal untuk mendapatkan hasil terbaik
bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Hal itu membutuhkan stamina
dan fokus yang prima dan terjaga. Seperti itulah cara Bayek bekerja. Ia
selalu berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan hasil terbaik dan
belajar sebanyak-banyaknya dari perkerjaan yang Ia lakoni.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
Bapak dan Ibuk telah memberikan segalanya. Hidupnya. Kini
saatnya aku berjuang seperti mereka! tekad Bayek.
(Setyawan, 2012: 144)
Tekad yang Bayek ikrarkan dulu tidak berubah. Ia masih berjuang
untuk dapat dapat memenuhi janji dan tekadnya. Setiap saat Bayek
mengingatkan dirinya sendiri akan janji dan tekadnya, bahwa Ia akan
membuat keluarganya bahagia terutama Ibuk.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui betapa Bayek ingin
berjuang untuk membahagiakan orang tua dan keluarganya. Ia rela
berkerja keras dan hidup jauh dari keluarga untuk bekerja. Dari saat
Bayek kuliah, Ia berusaha agar menjadi orang yang pintar, usahanya
tidak sia-sia, terbukti Ia menjadi lulusan terbaik dari jurusan statistika.
Kemudian saat Bayek bekerja di Jakarta, Ia berusaha menjadi pekerja
yang
memiliki
nilai
lebih
dibanding kawan-kawannya.
Hingga
kesempatan besar datang. Kesempatan untuk Bayek berkarir di New
York.
Saat bekerja di New York, Bayek pun tidak lantas puas atas
pencapaiannya. Ia masih terus memacu dirinya agar menjadi lebih baik.
Kerja keras Bayek mendapatkan hasil yang manis ketika Ia mendapatkan
penghargaan “employee of the month” sebanyak dua kali. Selain
penghargaan yang diperoleh Bayek, hasil kerja kerasnya membuahkan
hasil yang lain yakni Bayek terus di promosikan oleh atasannya hingga
mencapai posisi director internal client management di temaptnya
bekerja.
Keberhasilan Bayek berkarir tidak lepas dari kerja kerasnya dan
doa Ibuk yang selalu menjaga Bayek. Selain tekad yang kuat,
keprihatinan, dan kerja keras yang dilalui Bayek, keberhasilannya juga
tidak lepas dari doa orang tua dan keluarganya. Bayek pun digambarkan
sebagai seseorang yang religius, oleh karnanya Allah selalu meringankan
langkah Bayek. Kehidupan religius Bayek dapat diketahui dari kutipancommit to user
kutipan berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
Air mata Bayek meleleh setelah salat Isya. Terlintas bayangan
orang-orang yang terjebak dalam gedung saat pesawat menabrak.
(Setyawan, 2012:158)
Salat Isyak adalah salah satu amalan atau Ibadah wajib bagi umat
Islam. Salat adalah cerminan ketaqwaan seorang muslim. Bayek selalu
melakukan ibadah tersebut.
“Hey, are you still fasting?” Tanya Rachel yang baru datang di
kantor.
“Of course! I am a good moslem,” jawab Bayek bangga.
(Setyawan, 2012: 197)
Selain salat ibadah wajib bagi umat muslim adalah berpuasa di
bulan Ramadhan. Di tengah pekerjaan yang begitu melelahkan Bayek
masih melakukan kewajibannya sebagai umat muslim yang taat yaitu
berpuasa. Tidak mengeluh akan kewajiban yang berat Bayek justru
bangga melakukan hal itu.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Bayek
adalah orang yang pemalu, suka merengek kalau menginginkan sesuatu,
tetapi pandai dan pekerja keras, juga religius.
6) Rini
Tidak banyak yang dapat diketahui tentang Rini dalam novel Ibuk,
karena tidak banyak diceritakan oleh pengarang. Beberapa hal yang dapat
diketahui mengenai Rini adalah bahwasanya Rini merupakan anak
keempat dari pasangan Tinah dan Sim. Rini lahir satu setengah tahun
setelah Bayek lahir. Mengenai sifat yang dimiliki Rini dapat diketahui
dari kutipan-kutipan berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
Bayek anak penyendiri. Ia selalu merasa takut akan dunia luar sana.
Rumahnya begitu nyaman. Ia merasa terlindung oleh kehangatan
saudara dan orang tuanya. Rini malah sudah bisa ditinggal Ibuk di
kelas.
(Setyawan, 2012: 43)
Pada jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) orang tua
menunggui anaknya di luar kelas adalah hal biasa. Banyak anak yang
belum berani ditinggal sendiri di kelas, karena merasa tidak aman. Tetapi
berbeda dengan Rini. Ia adalah anak yang mandiri dan pemberani. Rini
hanya diantar ke sekolah kemudian ditinggal oleh Ibuk. Rini sudah
merasa berani dan tidak lagi bergantung Ibuk untuk ditunggui di sekolah.
Dari kutipan-kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Rini lebih
berani dan lebih mandiri daripada kakaknya, Bayek. Ketika Bayek harus
selalu ditunggui Ibuk waktu sekolah, Rini malah sudah berani ditinggal
sendiri di sekolahnya.
7) Mira
Seperti Rini, Mira tidak begitu banyak diceritakan dalam novel ini.
Tetapi keberadaan Mira juga mempengaruhi jalan cerita dari novel Ibuk.
Yang dapat diketahui mengenai Mira adalah Ia anak bungsu di keluarga
Tinah dan Sim. Mira lahir setelah Rini berusia lima tahun. Ketika bayi,
Mira merupakan bayi yang tidak rewel atau anteng. Seperti kakakkakanya, Mira juga anak yang rajin dan pandai.
Ketika Mira telah dewasa dan berumah tangga Ia adalah satusatunya anak permpuan Ibuk yang tinggal jauh dari Gang Buntu. Mira
ikut suaminya tinggal di Karawang. Namun, jarak tidaklah menjadi
penghambat bagi keluarga Ibuk untuk saling memperhatikan. Mira selalu
menyempatkan diri untuk menelpon Ibuk. Itulah salah satu cara yang
dilakukan Mira untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan
keluarga, selalu memberi dan menerima kabar satu sama lain. Perhatian
Mira terhadap Ibuk dan Bapak dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
Dua cucu Ibuk, anak Mira, tinggal di karawang. Hampir setiap hari
mereka menelepon Ibuk dan Bapak. Kadang, Arti, cucu yang
paling kecil, masih belum setahun, hanya bisa merengek di telepon.
Ibuk dan Bapak kadang mengunjungi mereka meskipun tak sering.
(Setyawan, 2012: 245)
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa walaupun Mira adalah
anak yang perhatian terhadap keluarga. Meskipun tinggal jauh dari Gang
Buntu, jauh dari Ibuk dan Bapak, Mira tetap berusaha menjaga kedekatan
keluarga. Mira selalu menjaga komunikasi dengan keluarga di Gang
Buntu. Dengan demikian keluarga kecil Mira tidak jauh dari keluarganya
di Gang Buntu.
d. Setting atau Latar dan Latar Belakang
Sebagaimana telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa latar atau
setting menyangkut dalam tiga hal yakni tempat, waktu, dan suasana. Dari
masing-masing latar tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini.
1) Latar Tempat
Secara umum ada dua latar tempat yang digunakan dalam novel
Ibuk yakni kota Batu dan New York. Kota Batu merupakan saksi
kehidupan keluarga Ibuk dan Bapak yang penuh dengan kesederhanaan
dan keprihatinan. Kota Batu merupakan saksi bisu perjuangan Ibuk dan
Bapak dalam membesarkan anak-anak mereka. Sedangkan New York
adalah saksi perjuangan Bayek dalam pekerjaannya. Ia berusaha
memperbaiki kehidupan keluarganya di Kota Batu, lewat perjuangan
kariernya di New York City.
Pada bab-bab awal yakni 26 bab pertama dalam novel, sering
diceritakan peristiwa di pasar batu dan Gang Buntu, yang keduanya
bertempat di Kota Batu.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan-kutipan
berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
a) Kota Batu
Latar tempat tergambar dalam penceritaan pengarang pada suatu
peristiwa atau kejadian yang dialami oleh para tokoh. Berikut ini
disajikan kutipan yang menerangkan latar tempat berada di kota Batu,
Malang.
Pagi yang biasa. Pagi yang ramai di Pasar Batu. Di depan kios
Mbok Pah, jajaran angkot mulai menurunkan penumpang.
Sebagian besar adalah ibu-ibu yang akan berbelanja.
(Setyawan, 2012:4)
Pengarang menyebutkan kejadian di Pasar Batu, lebih dekatnya
di depan sebuah kios miliki Mbok Pah. Di pasar itulah Tinah bekerja
membantu Mbok Pah menjaga kios, dan Sim selalu memarkirkan
angkotnya. Di pasar Batu pula awal mula pertemuan Tinah dan Sim.
Meskipun harus bolak-balik dari satu sekolah ke sekolah yang
lain, Ibuk tak pernah meminta bantuan orang lain untuk
mengambilkan rapor anak-anaknya. Dari SD Negeri Ngaglik 1,
tempat Bayek dan Rini sekolah, Ibuk jalan kaki ke sekolah Nani,
SD Ngaglik 2. Tempat Isa sekolah di SD Ngaglik 3, yang paling
jauh.
(Setyawan, 2012:63)
SD Negri Ngaglik merupakan SD yang di sebuah desa di Kota
Batu. Tempat anak-anak Ibuk menuntut ilmu, dan tempat yang selalu
didatangi Ibuk untuk mengambil rapor anak-anaknya.
“Ni, beli sepatu yang agak gedean ya, biar bisa dipakai sampai
kamu kelas 6 entar,” pesan Ibuk sembari memilihkan sepatu
untuk Nani di Toko bata yang terletak di alun-alun Batu.
(Setyawan, 2012:89)
Sebuah toko sepatu yang terletak di alun-alun kota Batu juga
menjadi salah satu tempat yang dituliskan pengarang untuk
menceritakan sepenggal adegan atau potongan cerita di dalam novel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
Siang harinya Ibuk mengurus surat-surat untuk keringanan uang
bangunan sekolah. Dengan sandal jepit dan daster batik, Ibuk
mengajak Bayek, Mira dan Rini ke kantor kelurahan di dekat SD
Ngaglik 1 Batu.
(Setyawan, 2012:122)
Kelurahan Desa Ngaglik juga merupakan tempat yang sering
dikunjungi Ibuk untuk mengurus surat keringanan. Hal itu dilakukan
Ibuk agar anak-anaknya bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat di ketahui bahwa peristiwaperistiwa yang dilalui oleh keluarga Ibuk dan Bapak berada di Kota
Batu yakni di pasar Batu, SD N 1 Ngaglik, SD N 2 Ngaglik, SD N 3
Ngaglik, toko sepatu Bata di alun-alun kota Batu .
b) New York City
Latar tempat kedua yang dominan dalam novel Ibuk adalah kota
New York. Di kota tersebut diceritakan kehidupan dan perjuangan
Bayek untuk dapat mewujudkan misinya. Berikut ini disajikan kutipan
yang menerangkan latar tempat berada di New York City.
Bayek menerima tawaran kerja di New York. Dalam hati Ia
ingin dekat dengan keluarga. Tapi keinginan untuk mengubah
hidup telah membulatkan tekadnya untuk pergi ke New York.
(Setyawan, 2012: 144)
Bermula dari sebuah tawaran kerja, Bayek berniat untuk
mengubah hidupnya dan kemudian memutuskan untuk pergi ke New
York.
Di belahan dunia yang lain Bayek tiba di New York! Ya,
akhirnya Bayek tiba di New York dan menghirup udara musim
gugur untuk pertama kalinya.
(Setyawan, 2012: 146)
Tekad telah bulat, keputusan telah diambil. Bayek menerima
pekerjaan yang ditawarkan kepadanya. Kini Bayek berada di New
commit to user
York.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
Dari ruang tamu apartemen yang dia tumpangi inilah Bayek
memulai hidup baru. Mbak Ati, yang membuka jalan Bayek di
Amerika, memperkenalkan kehidupan di New York….
(Setyawan, 2012: 148)
Di ruang tamu sebuah apartemen di New York, Bayek akan
memulai hidup barunya. Ia berjuang keras untuk dapat mengubah
nasibnya dan nasib keluarganya.
Keesokan paginya Bayek langsung ke Manhattan. Sendirian Ia
menelusuri jalanan di daerah itu dan merasakan hawa kota yang
sebelumnya sangat hidup berganti menjadi melankolis.
(Setyawan, 2012: 161)
Minggu-minggu pertama di Manhattan, kaki Bayek selalu
bergerak menelusuri jalanan kota. Ia mulai mengenal beberapa
teman tapi ia sering menikmati hutan beton ini sendiri.
(Setyawan, 2012: 169)
Manhattan adalah salah satu kota yang paling indah di New
York. Bayek seringkali berjalan-jalan di area kota tersebut untuk
sekedar melepas penat. Tetapi keadaan Manhattan berubah menjadi
sendu karena sebuah tragedi. Runtuhnya gedung Wold Trade Center
karena serangan teroris mengubah suasana Manhattan.
Kutipan-kutipan di atas menjelaskan bahwa Bayek bekerja dan
tinggal di New York. Ia ingin mengubah jalan hidup keluarganya agar
keluar dari keprihatinan.
Dari berbagai kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa latar tempat
dari novel Ibuk adalah di beberapa lokasi di Kota Batu yakni pasar Batu,
SD N 1 Ngaglik, SD N 2 Ngaglik, SD N 3 Ngaglik dan kantor kelurahan
Desa Ngaglik serta beberapa lokasi di New York yakni di ruang tamu
sebuah apartemen dan di kota Manhattan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
2) Latar Waktu
Latar waktu yang digunakan dalam novel Ibuk berupa kata
keterangan waktu, tanggal, dan bulan. Latar waktu dalam novel ini dapat
diketahui dari kutipan-kutipan berikut.
a) Pagi Hari
Pagi hari adalah waktu diawal hari yakni menjelang matahari
terbit hingga menjelang tengah hari ketika matahari berada di atas
kepala. Berikut kutipan-kutipan yang menerangkan kejadian-kejadian
di waktu pagi dalam novel Ibuk.
Pagi yang biasa. Pagi yang ramai di pasar Batu. Di depan kios
Mbok Pah, jajaran angkot mulai menurunkan penumpang.
(Setyawan, 2012: 4)
Salah satu penggambaran latar waktu yang digunakan oleh
pengarang adalah waktu pagi. Pagi hari yang ramai di sebuah pasar
bernama pasar Batu. Kata pagi merupakan kata keterangan yang
menggambarkan waktu.
Sebelum ayam berkokok, Bapak sudah terbangun. Ia masih
mengenakan baju yang dipakai tadi malam. Sandal jepit swallow
warna biru tua menanti di depan pintu rumahnya. Ia segera
menghidupkan mesin mobil.
(Setyawan,2012: 69)
Sebelum ayam berkokok pada kutipan di atas menggambarkan
latar waktu di pagi hari. Kokok ayam biasanya mulai terdengar ketika
menjelang subuh. Sekitar pukul empat pagi. Beberapa kutipan di atas
menerangkan bahwa kejadian yang dialami oleh para tokoh terjadi
pada waktu pagi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
b) Sore Hari
Sore hari adalah waktu peralihan dari siang hari menuju malam
hari. Sore hari biasanya ditandai dengan meredupnya sinar matahari
hingga menjadikan hari terasa petang. Berikut disajikan kutipan yang
menerangkan bahwa kejadian yang dialami tokoh terjadi pada sore
hari.
Minggu depannya, Sim menjemput Tinah selepas azan magrib.
Untuk pertama kalinya Tinah memberanikan diri keluar dengan
lelaki yang baru saja ia kenal.
(Setyawan, 2012: 13)
Selepas adzan magrib adalah keterangan waktu yang bisa
dikatakan sore hari. Adzan magrib biasanya berkumandang sekitar
pukul enam sore.
c) Malam Hari
Malam hari adalah waktu ketika matahari telah terbenam.
Berikut disajikan kutipan yang menerangkan beberapa bagian dari
cerita dalam novel Ibuk yang terjadi pada malam hari.
Jam 11 malam. Gang Buntu senyap. Semua pintu tertutup rapat.
Korden menyelimuti jendela di setiap rumah. Hampir semua
rumah gelap, hanya lampu depan yang menyala.
(Setyawan, 2012: 67)
Pengarang menggambarkan suasana Gang Buntu yang senyap
pada malam hari. Jadi dapat diketahui bahwa salah satu latar waktu
dalam novel Ibuk adalah malam hari, yang pada kutipan di atas adalah
jam sebelas malam.
Air mata Bayek meleleh setelah salat Isya. terlintas bayangan
orang-orang yang terjebak dalam gedung saat pesawat
menabrak.
(Setyawan, 2012: 158)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
Setalah salat Isyak merupakan keterangan waktu yang dapat
dikatakan pada malam hari. Adzan Isyak berkumandang sekitar pukul
tujuh malam.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa latar waktu
yang digunakan dalam novel Ibuk adalah pagi hari, sore hari yakni
setelah adzan magrib, serta malam hari yakni jam sebelas malam dan
setelah salat Isyak.
3) Latar Sosial
Latar sosial atau suasana dalam novel Ibuk menggambarkan
kehidupan keluarga yang tergolong dalam ekonomi menengah kebawah.
Mengisahkan sebuah keluarga yang bekerja keras demi memenuhi
kebutuhan, perjuangan untuk mengubah nasib melalui pendidikan dan
pekerjaan yang layak. Kesederhanaan dan keprihatinan dalam novel Ibuk
dapat dilihat dari kutipan-kutipan di bawah ini.
… Terob kecil, tempat melempar janur kuning di pasang di depan
rumah Mbok Pah. Mempelai duduk di atas kursi rotan dengan
hiasan rangakaian bunga melati yang sederhana dan harum. Tak
ada tenda di depan rumah.
(Setyawan, 2012: 24)
Upacara pernikahan atau resepsi biasanya digelar dengan begitu
mewah dan ramai. Tapi tidak demikian pernikahan Tinah dan Sim.
Pernikahan mereka digelar begitu sederhana dengan dekorasi seadanya.
“ Meskipun banyak kebocoran di sana-sini, kita mesti bersyukur.
Kita ada di rumah sendiri. Ada tempat untuk makan pisang goreng
bersama-sama.
(Setyawan, 2012: 79)
Rumah yang ditempati keluarga Ibuk tidaklah mewah. Tidak
banyak banyak perabot dan perlengkapan di dalam rumah, bahkan atap
rumah sering bocor ketika hujan turun. Ibuk tidak berpikiran untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
membeli perabot-perabot rumah tangga yang mahal. Ibuk dan keluarga
hidup dengan sederhana dan penuh keprihatinan.
Adalah Ibuk yang senantiasa menemani Bayek lewat obrolan
sederhana dan bening. Adalah Ibuk juga yang selalu mengingatkan
Bayek agar tidak terjebak manisnya kota. Untuk tidak terseret
dalam keceriaan yang hampa.
(Setyawan, 2012: 174)
Peringatan Ibuk kepada Bayek untuk selalu menjaga diri dari
hingar binger kota yang menyesatkan adalah salah satu wujud
keprihatinan seorang Ibuk terhadap anaknya yang tinggal jauh dari
rumah. Kesediaan Bayek untuk selalu menjaga diri dan hatinya adalah
wujud kesederhanaan yang telah lama tertanam dalam dirinya.
Dari kutipan- kutipan di atas dapat diketahui bahwa para tokoh
dalam novel Ibuk, menjalani hidup dalam kesederhanaan dan penuh
perjuangan. Mereka menahan diri dari bermewah-mewah dan berusaha
bersyukur dengan apa yang ada (prihatin). Dari perjalanan hidup yang
sederhana tersebut dapat disimpulkan bahwa latar suasana dalam novel
Ibuk adalah hidup yang prihatin dan sederhana.
Dari uraian yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa dalam
novel Ibuk terdapat tiga golongan latar atau setting. Adapun tiga golongan
latar tersebut meliputi latar tempat, latar waktu dan latar sosial.
Latar waktu dalam novel Ibuk disampaikan dengan ketarangan waktu
yakni pagi hari, sore hari, dan malam hari. Latar tempat secara umum
diceritakan di dua daerah yakni Kota Batu dan New York City. Sedangkan
untuk latar sosial digambarkan keadaan atau kehidupan keluarga yang
sederhana dan prihatin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
e. Point of View atau Sudut Pandang Pengarang
Penyampaian cerita dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan dilakukan
pengarang dengan menggunakan beberapa sudut pandang. Pada 15 bab
pertama pengarang memposisikan dirinya sebagai narator serba tahu. Pada
posisi ini pengarang menceritakan kehidupan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh para tokoh. Pengarang bisa mengetahui perasaan dan pikiran
para tokoh. Hal tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut ini.
Keesokan harinya Sim sarapan di tempat yang sama. Seperti biasa ia
menyapa Mbok Pah. Matanya kembali berbicara dengan mata Tinah.
Ah, mungkin dia hanya menggodaku. Gadis desa yang tidak lulus SD
ini, pikir Tinah.
(Setyawan, 2012: 7)
Posisi pegarang sebagai narator serba tahu membuat pengarang dapat
mengerti setiap gerak gerik tokoh. Bukan hanya gerak-gerik, pengarang
bahkan mengetahui apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan oleh tokoh.
Seperti kutipan di atas, pengarang mengetahui kebiasaan Sim yakni selalu
sarapan di tempat yang sama dan kebiasaan menyapa orang yang ditemui
dalam hal ini adalah Mbok Pah. Pengarang juga mengetahui apa yang
dipikirkan oleh tokoh Tinah pada saat itu. Pengarang mengungkapkan
bahwa Tinah berpikir bahwa Ia sedang digoda oleh seorang playboy pasar.
Melahirkan ituseperti berdiri di ambang batas kehidupan dan
kematian. Itu yang terlintas di benak Ibuk.
(Setyawan, 2012: 31)
Pada kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengarang menceritakan
apa yang muncul di benak tokoh Ibuk yang sedang berjuang melahirkan
anaknya. Pengarang mengetahui isi pikiran Ibuk.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat di ketahui bahwa pengarang
menggunakan nama orang dan kata ganti orang ke tiga dalam menyebutkan
para tokohnya. Akan tetapi, pengarang mengetahui apa yang sedang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
dirasakan oleh para tokoh, jadi posisi penulis adalah narator serba tahu di
mana pengarang mengetahui segalanya tentang para tokoh.
Pada Bab 15 pengarang mulai mengganti posisinya dalam cerita.
Pengarang menggunakan kata aku dalam menyampaikan ceritanya. Walau
demikian, pengarang tidak mengungkapkan identitas sejati dirinya. Ia
berada dalam cerita bersama seorang tokohnya. Dalam keadaan seperti ini,
dapat dikatakan bahwa pengarang memposisikan dirinya sebagai narator
(ikut) aktif. Dalam cerita tersebut pengarang mengungkapakan apa yang
dirasakannya juga apa yang dirasakan tokohnya. Hal tersebut dapat dilihat
dalam kutipan-kutipan berikut ini.
“ Le, ini Ibuk sudah terima rapormu!” Tak hanya melegakan Bayek
tapi juga melegakanku! Aku tarik napas panjang setelah
menuliskannya!
(Setyawan, 2012: 72)
Sebagai narator (ikut) aktif di dalam cerita membuat pengarang juga
ikut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh. Pada kutipan di atas
diterangkan bahwa pengarang ikut merasakan kelegaan yang dirasakan oleh
tokoh Bayek, seolah-olah dirinya adalah tokoh tersebut. Pada kutipan
tersebut juga diterangkan bahwa pengarang yang menyebutkan dirinya
sebagai aku ikut melakukan aktifitas yakni menarik napas dan menulis.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa posisi pengarang
berubah dari narator yang serba tahu menjadi narator yang (ikut) aktif dalam
cerita. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam menyampaikan ceritanya
pengarang menggunakan sudut pandang campuran.
f. Dialog atau Percakapan
Seperti telah dikemukakan dalam kajian teori bahwa novel merupakan
kisah kehidupan seseorang maka dalam novel juga terdapat dialog.
Seseorang yang hidup pasti melakukan interaksi dengan lingkungan
sosialnya. Salah satu cara berinteraksi adalah melalui dialog.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
Dalam novel Ibuk dituliskan beberapa dialog antara beberapa tokoh.
Dialog tersebut berfungsi untuk meperkonkret watak dan kehidupan tokoh
serta memperhidup karakter tokoh. Adapun dialog-dialog yang dilakukan
oleh tokoh dapat dilihat dalam kutipan-kutipan berikut ini.
“ Sim, orang berumah tangga itu nggak gampang. Kamu sudah siap
tah punya istri dan anak kelak? Kamukan baru saja bisa narik angkot
sendiri?” tanya Mbak Gik.
“ Si Ngatinah iki wonge apikan. Gak macem-macem. Bisa hidup susah
seperti aku,” jawab Sim.
“ Lah! Ya jangan sampai diajak hidup susah Sim…,” timpal Mbak
Gik.
“ Cari rejeki bareng maksudku. Berjuang bareng. Anaknya gak manja.
Mau kerja keras juga,” jelas Sim.
(Setyawan, 2012: 23)
Dialog di atas adalah dialog antara Sim dan Mbak Gik. Dalam dialog
tersebut terdapat penegasan karakter tokoh. Karakter tokoh yang dipertegas
adalah Tinah lewat perkataan Sim bahwa Tinah adalah orang yang apikan.
“ Ni, habis ini kita ke Bata ya, Nduk,” ajak Ibuk bersemangat.
“ Wah, aku juga ya, Buk. Sepatuku juga hampir jebol,” pinta Bayek.
“ Nanti, Le, kalau cicilan sepatu untuk Mbak Nani sudah lunas,” kata
Ibuk.
“ Bener, Buk, sepatuku sudah mau jebol,” Bayek merengek.
“ Sabar Le. Sabar,” jawab Ibuk sambil melipat baju terakhir yang
disetrika.
(Setyawan, 2012: 89)
Dialog di atas adalah dialog antara Ibuk dan Bayek. Isi dialog tersebut
adalah Bayek merengek kepada Ibuk minta dibelikan sepatu baru seperti
kakaknya, Nani. Tetapi Ibuk belum bisa menyanggupi permintaan Bayek.
Dari dialog di atas terdapat penegasan karakter Bayek, yakni suka merengek
bila meminta sesuatu. Selain penegasan tokoh dalam dialog tersebut juga
terdapat penguatan suasana yakni suasana prihatin dalam kehidupan
keluarga Ibuk. Di mana Ibuk belum bisa memenuhi keinginan anaknya
(Bayek) untuk membeli sepatu baru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
“ Aduh Mbak. Bapak harusnya sudah nggak nyopir lagi Mbak,” kata
Bayek gelisah.
“ Iya, Yek tapi Bapak susah dikasih tahu. Dia selalu bilang, biar
Bapak ada kesibukan. Buat seneng urip.
“ Mungkin sudah waktunya Bapak istirahat. Mungkin Bapak sudah
capek. Aduh, kasihan Bapak, Mbak!
(Setyawan, 2012: 180)
Dialog di atas terjadi antara Bayek dan kakanya, Nani. Dalam dialog
tersebut Bayek mengkhawatirkan keadaan Bapak, dan menyarankan agar
Bapak berhenti bekerja. Sedangkan Nani menjelaskan bahwa Bapak belum
ingin berhenti bekerja. Bapak masih ingin mencari kesibukan.
“ Iya, Le. Pas apes tadi. Bapak nabrak mobil di Pasuruan. Kerjaan
kamu gimana , Le? Masih stress tah?” tanya Bapak.
“ Aduhhh, nggak usah ngurusin kerjaanku Pak. Beres di sini. Bapak
nggak usah narik truk lagi, Pak. Sudah waktunya istirahat di rumah.
Jangan khawatir uang belanja Ibuk, Pak. Beres iku,” kata Bayek.
“ Aduh, Yek, bapakmu ini masih muda. Biar ada kesibukan. Mau
ngapain kalau di rumah mulu?” jawab bapak semabari menyerahkan
gagang telepon ke Nani.
(Setiawan, 2012: 181).
Kutipan dialog di atas terjadi antara Bapak dan Bayek. Bayek
meminta bapak untuk tidak lagi bekerja menjadi sopir truk. Menurut Bayek
sudah saat nya Bapak menikmati hari tua dengan bersantai dan beristirahat
di rumah. Namun, bapak sendiri merasa masih muda. Masih banyak hal
yang bisa Ia lakukan. Bapak ingin memiliki kesibukan.
Dari dialog di atas juga dapat diketahui bahwa ada penegasan
mengenai watak tokoh. Watak tokoh yang dipertegas adalah tokoh Bapak
dimana dijelaskan bahwa Bapak adalah orang yang rajin bekerja. Walau di
usia senja, bapak tak ingin bersantai-santai di rumah saja. Bapak ingin
bekerja, bapak menyukai kesibukan saat bekerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
g. Gaya Bercerita
Dalam novel Ibuk, pengarang menuliskan ceritanya dengan santai,
ringan, dan sederhana. Hal tersebut diketahui penulis dari penggunaan
bahasa yang digunakan oleh pengarang. Bahasa yang digunakan oleh
pengarang adalah bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat pada
umumnya. Tidak banyak kata yang bermakna konotatif atau figuratif di
temukan dalam novel ini. Penggunaan kata denotatif yang dominan dalam
novel tersebut memudahkan pembaca dalam memahami cerita yang
disampaikan oleh pengarang.
Setalah makan siang, Isa langung mengerjakan PR dan
mempersiapkan buku-buku untuk pelajaran besok. Nani dan Bayek
mengikuti kebiasaan ini. Tak ada satu pun dari mereka yang
mempunyai meja belajar. Bayek sering meminta Ibuk untuk
membelikannya tapi belum pernah keampaian. Mereka beramai-ramai
mengelinlingi meja kecil di ruang tamu untuk mengerjakan PR
masing-masing. Isa adalah guru les yang andal untuk adik-adiknya.
(Setyawan, 2012: 51)
Kutipan di atas dapat menggambarkan bahwa pengarang dalam
menyampaikan ceritanya menggunakan kalimat yang lugas, tidak berbelitbelit dan menggunakan kata-kata denotatif. Dengan demikian, maka setiap
paragraf dalam novel Ibuk mudah dipahami oleh pembaca. Bahasa yang
sederhana membuat novel ini menjadi bacaan ringan yang penuh dengan
amanat dan dapat menginspirasi.
Bayek menelepon keluarganya hampir tiap hari. Mananyakan kabar
empat
saudara
perempuannya,
perkembangan
keponakankeponakannya, kesibukan Bapak, atau kadang hanya menanyakan:
Ibuk masak opo? Keluarga yang jauh adalah teman terdekat Bayek.
Merekalah yang menjadi penyegar hidup dan napas dalam hariharinya.
(Setyawan, 2012: 165)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
Percakapan dalam novel ini juga tidak terlalu dibuat-buat. Maksudnya
bahasa dalam percakapan pada novel Ibuk adalah bahasa yang digunakan
untuk percakapan sehari-hari. Karena keluarga Ibuk berasal dari Kota Batu
yang
masyarakatnya
terbiasa
menggunakan
bahasa
Jawa
untuk
berkomunikasi maka dalam novel ini terkadang juga diselipkan bahasa
Jawa. Bahasa yang digunakan juga dapat menggambarkan kultur dari
keluarga Ibuk.
Kutipan-kutipan di atas adalah contoh-contoh paragraf yang digunakan
oleh pengarang untuk menyampaikan ceritanya. Pengarang menggunakan
bahasa yang sederhana dalam kalimat-kalimat di setiap paragraf.
h. Amanat Cerita
Amanat yang bisa diambil dari cerita dalam novel Ibuk karya Iwan
Setyawan adalah bahwa manusia hidup dengan segala kekurangan dan
kelebihan masing-masing. Tetapi, asalkan kita sebagai manusia mau giat
berusaha, berdoa, dan tekun tidak ada hal yang mustahil. Tekad yang kuat
dengan segala usaha dan konsitensi banyak hal yang dirasa berat akan lebih
mudah dicapai.
Berbagai pesan disampaikan oleh pengarang melalaui dialog-dialog
dan tingkah laku para tokoh. Berikut kutipan beberapa pesan yang
disampaikan pengarang melalui para tokohnya.
Ibuk pun sebetulnya tidak pernah menyuruh anak-anaknya utuk
membersihkan rumah sebelum siang. Isa dan Nani melakukan itu
dengan sendirinya. Dua gadis kecil ini ingin membuat rumah mereka
sebagai tempat ternyaman.
(Setyawan, 2012: 50 – 51)
Ibuk dan Bapak tak pernah menentukan aturan kapan dan berapa lama
anak-anak harus belajar. Isa dan adik-adiknya telah membuka hati
mereka sendiri. Membuka buku mereka sendiri….
(Setyawan, 2012: 64)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
Pada dua kutipan tersebut terdapat pesan yang tersirat dari pengarang.
Walau tidak dituliskan dalam cerita tetapi tentunya pengarang berharap
bahwa pembaca bisa meniru kebiasaan anak-anak Ibuk. Untuk malakukan
hal yang kita butuhkan tidaklah perlu perintah dari orang lain. Kebutuhan
kita adalah tanggung jawab kita sendiri.
Berkat kerja keras Bapak dan kelincahan Ibuk dalam mengatur
kebutuhan rumah tangga, Ibuk hampir tak percaya melihat anak
sulungnya, Isa akhirnya memakai seragam putih abu-abu….
(Setyawan, 2012: 120)
Kutipan di atas menerangkan bahwa untuk mendapatkan suatu
pencapaian seseorang harus mau bekerja keras. Seperti Bapak dan Ibuk
berkat tekad, dan kerja keras yang selalu dijaga mereka berhasil
menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
walau dalam keadaan ekonomi yang sulit sekalipun. Bahkan Ibuk tak
mempercayai bahwa cita-citanya dapat tercapai.
Tiga tahun sudah Bayek di Jakarta. Tiga tahun sudah ia berusaha
membangun hidup baru. Tiga tahun penuh tantangan. Ibuk menjaga
Bayek lewat doa. Benih yang Bayek tanam selama tiga tahun,
mendatangkan sebuah kesempatan besar. Kesempatan yang akan
mengubah hidup Bayek dan keluarganya.
(Setyawan, 2012: 143)
Pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan konsisten
akan selalu menghasilkan yang terbaik. Menghadapi tantangan dalam hidup
adalah sebuah kewajiban, untuk dapat maju. Kerja keras dilakukan dengan
iringan doa dan berserah diri akan membawa seseorang pada pencapaian
yang mungkin tidak juga terbayangkan. Hasil yang manis akan selalu di
dapat sebagai imbalannya. Seperti juga yang dialami tokoh Bayek, Ibuk, dan
keluarganya.
… Ia sadar bahwa ia bisa setara dengan siapa pun lewat belajar dan
kerja keras. Tak peduli dari keluarga mana ia dilahirkan.
commit to user
(Setyawan, 2012: 175)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
Melalui pikiran tokoh, pengarang menekankan bahwa belajar dan kerja
keras adalah hal yang sangat penting. Dengan semangat belajar dan kerja
keras seseorang akan bisa mencapai tujuan dengan lebih maksimal.
Keberhasilan dan kesetaraan tidak dilihat dari keluarga mana berasal
melainkan dari kerja keras dan usaha yang dilakukan untuk meraih
pencapaian tersebut.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat di ketahui bahwa pengarang selalu
menekankan bahwa kesuksesan akan diraih setelah adanya kerja keras.
Amanat tersebut disampaikan secara tersirat oleh pengarang melalui
ceritanya, juga melalui dialog dan tingkah para tokohnya.
2. Aspek Psikologi Tokoh dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan
Telah dijelaskan dalam latar belakang bahwa karya sastra khususnya
novel memiliki sisi kejiwaan. Hal itu dikarenakan dalam sebuah novel ada
unsur pembangun yakni tokoh. Tokoh- tokoh dalam novel tersebut memiliki
sifat-sifat manusia, yakni memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk
mempertahankan hidup dan mencapai tujuan yang diinginkannya.
Begitu pula tokoh-tokoh dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan. Dalam
novel tersebut diceritakan sebuah keluarga yang sama-sama berjuang untuk
keluar dari kelamnya kehidupan. Mereka berjuang untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang layak. Sebagai manusia, tokohtokoh tersebut juga diceritakan bahwa mereka membutuhkan apa yang
dibutuhkan oleh manusia pada umumnya. Berikut ini dipaparkan bukti bahwa
tokoh dalam karya sastra memiliki sifat-sifat sebagai manusia pada umunya.
Analisis dalam bagian ini hanya dikhususkan pada tokoh Ibuk dan Bayek. Hal
ini dikarenakan kedua tokoh tersebutlah yang paling menonjol dan paling
banyak diceritakan oleh pengarang.
Dari kajian teori yang telah dipaparkan pada bab dua, manusia memiliki
kebutuhan dasar untuk mempertahankan kehidupan. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut oleh Abraham Maslowcommit
digolongkan
to user menjadi beberapa tingkatan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
disusun dalam sebuah hirarki kebutuhan. Adapun kebutuhan-kebuthan tersebut
adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan
kepemilikan dan cinta, kebutuhan akan penghargaan, kebuthan kognitif,
kebutuhan estetika, dan kebutuhan untuk aktualisasi diri (Harper & Guilbault,
2008: 634). Setiap manusia memiliki prioritas masing-masing sehingga akan
ada perbedaan dalam pemenuhan kebutuhan.
a. Kebutuhan Fisiologis (Physiological needs)
Telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa sebagai manusia kita
memerlukan hal-hal pokok untuk bertahan hidup. Hal-hal tersebut bersifat
primer olehkarenanya pemenuhan kebutuhan tersebut adalah yang utama.
Hal semacam itu disebut sebagai kebutuhan fisiologis.
Sebagai manusia biasa, tokoh dalam novel Ibuk yang memiliki sifatsifat alamiah manusia, juga memiliki kebutuhan semacam ini. Berikut
dipaparkan bahwa tokoh dalam novel Ibuk memiliki kebutuhan fisiologis
yang ingin dipenuhi. Berikut ini diuraikan pemenuhan kebutuhan fisiologis
tokoh Ibuk dan Bayek.
1) Ibuk/ Tinah
Tokoh Ibuk bernama Ngatinah adalah tokoh utama dalam novel
Ibuk. Sebagai tokoh utama, tentu saja Ibuk sangatlah berpengaruh
terhadap jalannya cerita novel tersebut. Berikut ini disajikan kutipankutipan yang menerangkan bahwa tokoh Ibuk berusaha memenuhi
kebutuhan fisiologis seperti manusia pada umunya.
“ Oh, aku… asli sini sejak lahir tinggal di Gang Buntu. Tidak
pernah ke kota lain.
(Setyawan, 2012: 10)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh Tinah memiliki tempat
tinggal yang menetap, yakni di Gang Buntu. Salah satu kebutuhan
fisiologis manusia adalah tempat tinggal yang menetap. Oleh karena itu,
tokoh Tinah dapat dikatakan telah memenuhi salah satu dari sekian
commit to user
banyak kebutuhan fisiologis.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
Ketika Bapak sakit dan tak ada setoran uang belanja, Ibuk biasanya
menggadaikan barang-barang di rumah, seperti piring, cangkir, atau
jariknya. Dapur harus terus mengepul.
(Setyawan, 2012: 37)
Kutipan di atas menggambarkan betapa pentingnya untuk
memenuhi kebutuhan akan makanan. Hal itu ditunjukkan pada kalimat
terakhir kutipan yakni dapur harus terus mengepul. Maksud dari kalimat
tersebut adalah harus ada sesuatu yang dapat dimasak untuk dijadikan
makanan. Hanya dengan makan dan minumlah manusia memiliki tenaga
untuk
beraktifitas
dan
bertahan
hidup.
Bagaimanapun
keadaan
menghimpit makan tidaklah bisa ditinggalkan, Ibuk merelakan harta
benda lain yang dimilikinya untuk ditukar dengan makanan. Makan juga
merupakan kebutuhan fisiologis manusia.
Ibuk dengan daster batiknya membuka pagi yang sepi di kaki
gunung Panderman. Ibuk memasak nasi goreng!
(Setyawan, 2012: 39)
Pada kutipan di atas terdapat kalimat Ibuk dengan daster
batiknya….
Kalimat
tersebut
menerangkan
bahwa
tokoh
Ibuk
mengenakan pakaian berupa daster. Sebagai manusia pada umunya Ibuk
juga mengenakan pakaian untuk menutupi tubuhnya. Pakaian merupakan
salah satu dari kebutuhan yang dibutuhkan manusia secara terus menerus,
maka pakaian digolongkan ke dalam kebutuhan fisiologis.
Kutipan-kutipan di atas menerangkan bahwa Ibuk telah memiliki
dan berhasil memenuhi kebutuhan yang paling utama untuknya dapat
bertahan hidup. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Ibuk telah
dapat memenuhi kebutuhan fisiologisnya.
2) Bayek
Sebagai tokoh utama tambahan Bayek juga sangat berpengaruh
terhadap jalan cerita dalam novel Ibuk. Bayek sebagai anak lelaki satucommit
to user harapan Bapak untuk dapat ikut
satunya yang dimiliki Bayek
merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
membantu meringankan beban keluarga. Untuk dapat membantu
keluarga sebelumnya Bayek perlu memenuhi kebutuhannya sendiri
terutama kebutuhan fisiologisnya. Berikut ini disajikan kutipan-kutipan
yang menggambarkan pemenuhan kebutuhan fisiologis tokoh Bayek.
“Buk, wes lue iki!” teriak Bayek.
(Setyawan, 2012: 47)
“Gini dong Buk, masak empal. Mosok tempe mulu!” ujar Bayek.
(Setyawan, 2012: 47)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Bayek memiliki rasa lapar.
Kemudian untuk menghilangkan rasa lapar tersebut Bayek mendapatkan
makanan untuk dimakan. hal tersebut menerangkan bahwa motiv yang
mendorong Bayek untuk makan adalah rasa lapar. Hal itu dapat
dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan yang Bayek lakukan adalah
karena Ia menderita kekurangan (D-Motive). Dengan demikian,
kebutuhan fisiologis mendominasi Bayek.
Bayek belum mengganti seragam merah putih yang Ia kenakan. Ia
bergabung dengan Nani di dapur dan makan nasi pecel tempe.
(Setyawan, 2012: 87)
Seragam adalah salah satu wujud pakaian yang dikenakan untuk
tujuan dan acara tertentu.
Pakaian merupakan salah satu kebutuhan
manusia yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan sebagai manusia yang
hidup normal. Pada kutipan di atas dikatakan bahwa Bayek masih
mengenakan seragam yang artinya bayek juga mengenakan pakaian.
Dikatakan pula Bayek memakan nasi pecel. Makan juga merupakan
kebutuhan fisiologis. Hal itu telah menggambarkan bahwa beberapa
kebutuhan fisiologis Bayek juga telah terpenuhi.
Ia selalu merasa takut akan dunia di luar sana. Rumahnya begitu
nyaman. Ia merasa terlindung oleh kehangatan saudara dan
orangtuanya.”.
commit to user
(Setyawan, 2012: 43)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
Rumah yang nyaman adalah impian tiap orang, begitupun Bayek.
Walau sederhana, rumah Bayek terasa nyaman untuk ditinggali.
Memiliki rumah tinggal yang dirasa nyaman merupakan salah satu
kebutuhan manusia. Dengan rumah yang nyaman manusia akan memiliki
rasa aman dan damai.
Air mata Bayek menetes di pipinya. Ia tak lagi merengek kepada
Ibuk. Hanya sesenggukan di dekat pintu rumah.
(Setyawan, 2012: 97)
Bayek menangis di dekat pintu rumah. Artinya Bayek memiliki
rumah yang digunakan untuk tinggal. Rumah adalah salah satu
kebutuhan manusia untuk berlindung dari alam, entah itu panas atau
dingin. Memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal adalah salah satu
kebutuhan manusia, baik itu rumah sendiri ataupun rumah sewa. Bayek
berada dekat dengan pintu rumah maka Bayek memiliki tempat tinggal.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebutuhan fisiologis berupa
tempat tinggal telah terpenuhi.
Dari uraian yang telah disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa
tokoh Ibuk dan tokoh Bayek sama- sama telah mencapai dan memenuhi
kebutuhan paling mendasar dalam hidup yakni kebutuhan akan sandang,
pangan, dan papan. Ketiga kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan
manusia di tingkat paling dasar yang dikelompokkan dalam kebutuhan
fisiologis. Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi maka akan muncul
kebutuhan di tingakat selanjutnya.
b. Kebutuhan akan Rasa Aman (Safety Needs)
Sebagaimana telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa salah satu
kebutuhan dasar manusia dalam hirarki kebutuhan Maslow adalah
kebutuhan akan rasa aman. Adapun yang termasuk dalam kebutuhan ini
commit
to user keamanan dan dapat terprediksi
adalah struktur, keteraturan,
kertertiban,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116
(Olson dan Hargenhahn, 2013: 840). Kebutuhan ini muncul setelah adanya
pemenuhan terhadap kebutuhan fisiologis.
Berikut ini disajikan kebutuhan akan rasa aman yang dirasakan oleh
tokoh utama dan tokoh utama tambahan dalam novel Ibuk yakni tokoh Ibuk
dan tokoh Bayek.
1) Ibuk/ Ngatinah
Berikut ini disajikan kutipan-kutipan dari novel Ibuk yang
menerangkan bahwa tokoh utama dalam novel memiliki kebutuhan akan
rasa aman. Tinah tidak ingin menempuhi risiko yang mungkin dapat
merugikan atau membahayakan keselamatan.
Keduanya diam sejenak sampai Tinah bilang, “ Eh, jangan nyetir
pake tangan satu. Bahaya!”.
(Setyawan, 2012: 19)
Larangan menyetir dengan satu tangan diutarakan Tinah kepada
Sim dengan tujuan keamanan. Untuk menghindari kecelakaan dan hal-hal
yang tidak diinginkan menimpa dirinya dan Sim, Tinah memberi
peringatan kepada Sim untuk menyetir dengan benar.
Belajar dari keguguran yang baruiaalami, Ibuk mencoba
mengurangi pekerjaan di rumah selama tiga bulan pertama.
(Setyawan, 2012: 35)
Pada masa kehamilan, tiga bulan pertama merupakan masa-masa
paling riskan utuk janin yang dikandung. Janin yang ada belum terlalu
kuat untuk menerima beban terlalu banyak. Semakin banyak aktifitas
yang dilkukan wanita hamil selama tiga bulan pertama akan
memengaruhi keadaan janin. Bila tidak kuat janin akan gugur.
Keguguran tidak hanya akan menghilangkan nyawa si janin, tapi juga
bisa membahayakan orang yang keguguran (Ibu). Pada kutipan di atas,
tokoh Ibuk memiliki kekhawatiran mengenai keadaan janinnya. Untuk
itu, Ibuk mengurangi aktifitasnya
guna memastikan bahwa janin yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
dikandung juga dirinya dalam keadaan aman. Dan kini, janin yang
dikandung oleh Ibuk telah lahir dengan selamat. Itu artinya kebutuhan
akan rasa aman yang Ibuk perlukan sudah terpenuhi.
Kutipan-kutipan di atas menerangkan bahwa tokoh Ibuk memiliki
kebutuhan untuk merasa aman. Ibuk berusaha untuk menghindari hal-hal
buruk di masa depan. Dengan berusaha menjalani hidup sebaik mungkin,
Ibuk berpikir bahwa masa depan akan juga baik. Dengan demikian
kebutuhan Ibuk akan rasa aman dari kecekalakaan dan rasa aman dari
keguguran telah terpenuhi.
2) Bayek
Berikut disajikan kutipan-kutipan bahwa tokoh utama tambahan
dalam novel Ibuk memiliki kebutuhan akan rasa aman.
Meskipun sudah kelas satu Bayek selalu meminta Ibuk untuk
menemaninya. Di sepanjang jam sekolah matanya tak pernah lepas
dari jendela kelas, memastikan Ibuk masih menungguinya.
(Setyawan, 2012: 42)
Perasaan takut dan cemas adalah rasa yang seangat mengganggu
kenyamanan. Bagi Bayek kecil jauh dari orang tua adalah ketakutannya.
Ia hanya merasa nyaman apabila berada di dekat keluarga terutama
Ibuknya. Untuk memastikan bahwa Ia aman, Bayek meminta Ibuk untuk
menungguinya ketika ia bersekolah. Di sela-sela waktu belajarnya,
Bayek menyempatkan diri menengok ke jendela untuk memastikan
bahwa Ibunya masih menunggui sehingga dia akan merasa aman.
Setelah membuat appointment, Bayek pergi ke dokter di Upper
West Side.
(Setyawan, 2012: 208)
Kekhawatiran terhadap sesuatu merupakan sebuah pertanda bahwa
ada yang meresahkan dan mengganggu. Ketika seseorang menderita
kesakitan pada fisik yang
tidak
diketahui sebabnya, ketika itupula
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118
sesorang merasa mendapatkan ancaman. Keadaan mulai tidak aman bagi
dirinya. Begitupun yang terjadi Bayek, setelah mengalami pening di
kepala yang hingga menyebabkan dirinya terjatuh dan perasaan dan
penglihatannya tidak normal Ia merasa khawatir. Bayek mulai takut akan
sakit yang dideritanya. Untuk menghilangkan kekhawatiran tersebut
Bayek membuat janji dengan seorang dokter untuk melakukan
pemeriksaan. Terbebas dari ketidak pastian dari sakit yang ia derita
merupakan salah satu bentuk rasa aman yang diinginkan oleh Bayek.
Uraian di atas dapat menerangkan bahwa ketakutan yang dialami oleh
setiap orang memang berbeda. Rasa takut merupakan hal yang membuat
manusia merasa tidak nyaman. Oleh karenanya, manusia selalu berusaha
untuk dapat menghilangkan rasa takutnya dengan cara masing-masing. Ibuk
melawan ketakutannya akan kehidupan masa depan, dengan menjalani
hidup sebaik-baiknya di masa kini. Sedangkan Bayek memenuhi kebutuhan
akan rasa amannya dengan berada di dekat orang-orang yang dapat ia
percaya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tokoh Ibuk dan tokoh
Bayek dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk mendapatkan rasa aman.
c. Kebutuhan akan Kepemilikan dan Cinta (Belongingness and Love
Needs)
Manusia adalah makhluk sosial, oleh sebab itu manusia tidak dapat
hidup sendiri. Manusia selalu bergantung pada manusia lain. Manusia
memerlukan rasa untuk dikasihi dan mengasihi, manusia butuh hubungan
dengan orang lain seperti hubungan pertemanan, persahabatan, juga
dukungan dari keluarga.
Di bawah ini disajikan kutipan-kutipan yang menggambarkan bahwa
tokoh Ibuk dan Bayek dalam novel Ibuk juga memerlukan cinta kasih dari
orang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119
1) Ibuk/ Ngatinah
Sebagai seorang manusia Ngatinah atau yang sering disapa Tinah
juga membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidupnya. Ia perlu
seseorang yang akan menemani, membantu, dan melengkapi hidupnya
sebagai manusia lewat rasa cinta dan kasih. Berikut disajikan kutipankutipan yang menerangkan bahwa Tinah membutuhkan cinta kasih dan
dukungan dari orang lain.
….Dan Ngatinah, seorang gadis desa yang lugu dan berhati putih,
telah memberikan hatinya menjadi seorang istri. Tak ada janji yang
terungkap dari mulut mereka. Tapi hati mereka telah berikrar untuk
mencintai satu sama lain, degan sederhana. Mereka tidak saling
memberikan harapan tapi mereka akan meperkuat satu sama lain.
(Setyawan, 2012: 26)
Hubungan cinta dan kasih yang paling murni adalah hubungan
antar keluarga. Tinah sebagai seorang perempuan telah memutuskan
menjadi seorang istri, itu artinya Ia harus siap memberikan dan menerima
kasih dari suaminya. Apapun yang terjadi dalam kehidupan berumah
tangga, apabila anggota keluarga saling mengasihi dan mendukung maka
tidak ada cobaan hidup yang dirasa terlalu berat. Begitulah rasa cinta dan
kasih dapat saling menguatkan untuk menjalani kehidupan.
Dapur ini penuh dengan jelaga. Hidup ini mungkin akan penuh
jelaga juga. Tap anak-anakku lah yang akan memberi warna terang
terang dalam hidupku. Ini hartaku. Dan kini saatnya, semua yang
telah keluar dari rahimku bisa hidup bahagia. Tanpa jelaga,
lanjutnya.
(Setyawan, 2012: 52)
Sebagai seorang ibu keluarga adalah yang utama. Setiap Ibu pasti
akan memberikan cintanya dengan sepenuh hati untuk keluarga.
Begitupun tokoh Ngatinah dalam novel Ibuk. Ia berperan sebagai seorang
Ibu yang sangat menyayangi suami dan anak-anaknya. Rasa cinta dan
kasihnya terhadap keluarga membuat ia kuat dan yakin bahwa hidup
commit to user
mereka akan baik-baik saja. Saat ini memang hidup dalam keadaan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120
prihatin, tetapi dengan cinta dan kasih dari keluarga mereka akan selalu
menguatkan. Hidup mereka akan bahagia.
Berkat kerja keras Bapak dan kelincahan Ibuk dalam mengatur
kebutuhan rumah tangga, Ibuk hampir tak percaya melihat anak
sulungnya, Isa akhirnya memakai seragam putih abu-abu.
(Setyawan, 2012: 121)
Cita-cita Ibuk adalah untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya
hingga jenjang yang tinggi. Kini berkat dukungan dari sang suami, Ibuk
dapat mewujudkan cita-citanya. Anak perempuannya berhasil masuk
SMP.
Kutipan-kutipan di atas menggambarkan bahwa Ibuk merasa
memiliki harta dalam wujud keluarga, maka Ibuk bercita-cita untuk
menjaga hartanya. Dengan dukungan suami Ibuk berhasil mencapai citacitanya. Begitulah rasa cinta kasih dan kepemilikan dibutuhkan seseorang
untuk dapat mencapai tujuannya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa Ibuk telah memenuhi kebutuhan akan cinta kasih dan
kepemilikan.
2) Bayek
Bagi seorang anak, dukungan dari keluarga terutama orang tua
adalah faktor utama untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Begitupun Bayek, dukungan dan cinta dari Ibuk dan keluarganya berhasil
menghantarkan Bayek menjadi salah seorang yang cukup bisa
dibanggakan. Berikut ini disajikan kutipan-kutipan bahwa Bayek
memerlukan rasa cinta kasih dan kepemilikan untuk dapat menjadi
seorang yang sukses.
“Kamu mesti pergi Le, Ibuk akan cari jalan.”
(Setyawan, 2012: 133)
Dukungan dan usaha Ibuk juga Bapak kepada Bayek untuk pergi
kuliah sangat besar. Walaupun bingung dengan cara apa nanti membayar
commit to user
uang kuliah Bayek, sebagai orang tua hanya bisa berusaha yang terbaik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121
Yang paling penting adalah Bayek berangkat ke Bogor meneruskan
sekolah. Akhirnya Ibuk dan Bapak sepakat untuk menjual angkot yang
selama ini menemani Bapak mencari nafkah untuk keluarga. Segala cara
dilakukan oleh Ibuk untuk dapat menyekolahkan Bayek. Begitulah rasa
cinta dan dukungan dari keluarga dapat menghantarkan Bayek menjadi
lulusan terbaik dari jurusan MIPA.
Buk, jangan nangis lagi yaa. Kalau Bayek sudah besar, Bayek janji
akan membahagiakan Ibuk. Bayek janji, ikrar Bayek dalam hati.
Dari hutan bambu itu, hidup Bayek tak akan sama lagi. Janji untuk
Ibuk. Janji untuk Bapak. Janji untuk saudara-saudaranya terpatri
dalam hidupnya. Janji untuk keluarga.
(Setyawan, 2012: 117)
Cinta kasih dan rasa memiliki akan membuat seseorang lebih kuat
dalam berjuang untuk apa yang dicintai. Dalam hal ini, Bayek sangat
mengasihi Ibuk dan keluarganya. Bayek tidak ingin Ibuknya menangis
karena sengsara. Ia ingin berjuang untuk Ibuk dan keluarganya agar
mereka bisa bahagia dan hidup dengan nyaman. Begitulah rasa cinta
yang dimiliki Bayek terhadap keluarga membuatnya bertekad dengan
sangat kuat.
“ What’s up, Yek! How’s your weekend?” tanya Rachel Lin rekan
kerja dan sahabat Bayek yang baru tiba.
“ Good, good! Thank you. Did you have a party again last nite?
You still had that party look!” jawab Bayek.
(Setyawan, 2012: 181)
Selain hubungan dengan keluarga tokoh Bayek dalam novel Ibuk
juga menjalin persahabatan dengan orang lain yakni Rachel. Selain rekan
kerja Bayek dan Rachel juga sering menghabiskan waktu bersama untuk
saling berbagi cerita. Jadi, Bayek sebagai tokoh dalam novel pun
bertingkah seperti manusia pada umumnya. Berusaha memenuhi
kebutuhan akan cinta dan rasa kepemilikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122
Kutipan-kutipan di atas menggambarkan tentang bahwasannya
memiliki dan menerima cinta dan rasa kepemilikan adalah suatu hal yang
dapat memberikan kekuatan lebih bagi seseorang untuk berjuang.
Dukungan yang diterima Bayek dari keluarganya membuat Bayek sangat
berterimakasih. Rasa memiliki keluarga juga merupakan hal yang
membuat Bayek begitu kuat menjalani kesendiriannya selama merantau
ke New York.
Uraian di atas dapat menerangkan bahwa rasa cinta dan rasa
kepemilikan dapat menjadikan diri termotivasi secara lebih tinggi. Tokoh
Ibuk dan tokoh Bayek berhasil mencapai tujuannya berkat cinta dan
dukungan dari keluarga. Begitulah rasa cinta dan kepemilikan dapat
membantu seseorang dalam bertahan dan berusaha mencapai cita dan
tujuan.
d. Kebutuhan akan Penghargaan (Esteem Needs)
Dalam kehidupan bermasyarakat sesorang akan membutuhkan
pengakuan dan penghargaan dari orang lain (esteem needs). Adanya
pengakuan dan penghargaan tersebut akan membuat sesorang memiliki rasa
percaya diri untuk menunjukkan dirinya kepada masyarakat. Tidak hanya
rasa percaya diri, tetapi pengakuan dari orang lain pun akan menimbulkan
prestise dalam diri seseorang. Biasanya orang dengan penghargaan dari
orang lain juga akan memiliki posisi penting dalam bermasyarakat.
Berikut disajikan kutipan-kutipan yang menggambarkan kebutuhan
tokoh Ibuk dan Bayek akan penghargaan dan penakuan dari orang lain.
1) Ibuk/ Ngatinah
Ibuk merupakan tokoh yang digambarkan memiliki sifat lugu,
sederhana tetapi memiliki semangat juag yang tinggi. keluguan dan
kesederhanaan Ibuk membuat dirinya hanya berpikir tentang bagaimana
menjalani hidup dengan tenang. Ia tak pernah berharap yang mulukcommit to user
muluk. Ibuk hanya berharap bahwa keluarganya hidup bahagia dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123
berkecukupan.
Cita-cita
dan
tujuan
hidup
Ibuk
hanya
untuk
menghantarkan anak-anaknya meraih kesuksesan.
Setelah anak-anak yang telah dilahirkannya berhasil sukses dengan
kehidupan masing-masing Ibuk merasa semua kebutuhannya telah
terpenuhi. Ibuk tidak berharap apa-apa lagi kecuali kesehatan dan
kesejahteraan untuk anak-anaknya. Ibuk tidak menginginkan apapun
untuk dirinya sendiri. Semua hanya untuk anak-anaknya.
Air mata Ibuk mengalir di tengah kebahagiaan, “Le, jangan
banyak-banyak. Kamu mesti nabung di rumah sudah cukup buat
sehari-hari.”
(Setyawan, 2012:176)
“Le, sudah cukup kamu membantu keluarga. Sekarang waktumu.
Waktumu untuk membangun hidupmu. Ini sudah lebih dari cukup ,
Le. Sudah lebih dari cukup,” kata Ibuk yang terdengar luruh.
(Setyawan, 2012: 219)
Kutipan di atas menerangkan bahwa Ibuk telah merasa cukup
dengan kehidupannya. Ibuk tidak berharap banyak untuk dirinya. Yang
Ibuk harapkan adalah anaknya mempunyai hidup yang bahagia hanya itu.
Perasaan cukup tersebut membuat Ibuk tidak membutuhkan hal yang lain
untuk dirinya termasuk kebutuhan akan penghargaan, Ibuk tidak
memerlukannya. Ibuk melakukan semua hal untuk anak dan keluarganya
dengan tulus tanpa menginginkan penghargaan atau apapun. Tahap
kebutuhan Ibuk hanya sampai pada tingkat ke tiga yakni kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, serta kebutuhan akan cinta dan
rasa kepemilikan.
2) Bayek
Berbeda dengan Bayek yang memiliki cita-cita lebih tinggi dari
Ibuk. Bayek ingin sukses dalam kariernya. Sebenarnya tujuan dan citacita Bayek adalah sama dengan Ibuk, yakni dapat melihat hidup Ibuk dan
keluarganya bahagia, lepas dari penderitaan dan keprihatinan. Akan
commit to
tetapi, untuk dapat mewujudkan
haluser
tersebut Bayek harus berhasil dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124
kariernya. Dengan demikian, Bayek dapat membuat hidup keluarganya
lebih nyaman dan bahagia.
Untuk dapat berhasil dalam karier, Bayek harus punya rasa percaya
diri untuk berani bersaing dengan rekan kerjanya. Kepercayaan diri akan
muncul apabila kebutuhan akan penghargaan telah terpenuhi.
“Aku gak pingin mereka kecewa, Buk. Sudah datang jauh-jauh tapi
gak bisa ngomong lancar. Gini ae wis Buk, aku akan buktikan
kalau aku bisa kerja dulu,” tekad Bayek.”
(Setyawan, 2012: 152)
“ Ia ingin membuktikan bahwa ia bisa maju di tengah persaingan
yang cepat dan tajam.”
(Setyawan, 2012: 175)
Kutipan-kutipan di atas dapat menggambarkan bahwa tokoh Bayek
dalam novel Ibuk memiliki keinginan untuk membuktikan diri.
Menunjukkan bahwa Ia berkompeten dalam pekerjaannya di tengah
kekurangan yang dimiliki. Keinginan tersebut menunjukkan adanya
kebutuhan Bayek untuk mendapatkan pengakuan dan pengahargaan dari
orang lain yakni rekan-rekan kerja dan atasan Bayek di perusahaan.
Dengan usaha tanpa henti dari seorang Bayek, akhirnya Bayek
menuai buah manis dari hasil usaha kerasnya. Ia mendapat pengakuan
dari rekan-rekannya, juga dari atasan. Bayek akhirnya berhasil
menempati status yang lebih tinggi dari sebelumnya, Ia mendapatkan
promosi.
Di bulan keempat Bayek mendapatkan kejuatan. Ia menerima
penghargaan “ Employee of the Month” di rapat mingguan bersama
semua rekan sekantornya.
(Setyawan, 2012: 152)
Rasa percaya diri Bayek pun mulai tumbuh. Ia mulai
memberanikan diri untuk berbicara lebih banyak lagi.
(Setyawan, 2012: 153)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125
Kutipan-kutipan di atas membuktikan bahwa seseorang dengan
pengakuan dari orang lain akan memperoleh prestise, kepercayaan diri,
penerimaan dan status. Bayek dipromosikan untuk menjabat sebagai
manager data processing executive, di mana posisi tersebut lebih tinggi
dari posisi Bayek sebelumnya yang hanya pekerja analisis data.
Uraian yang telah disampaikan di atas menunjukkan bahwa tingkat
pemenuhan kebutuhan seseorang berbeda-beda. Hal tersebut bergantung
pada motivasi dan tujuan hidup serta tingkat kepuasan masing-masing
individu.
Apabila tokoh Ibuk telah puas dengan pemenuhan tiga tingkat
kebutuhan dasar yakni kebutuhan fisiolgis, kebutuhan akan rasa aman, serta
kebutuhan akan cinta dan rasa kepemilikan, maka berbeda dengan Bayek.
Bayek masih belum puas akan pemenuhan dirinya sebagai manusia sebelum
ia mencapai tujuan hidupnya
yakni membahagiakan Ibuk dan keluarga
dengan cara menjadi orang sukses. Untuk menjadi orang sukses dibutuhkan
lebih dari tiga tingkat kebutuhan dasar.
e. Kebutuhan Kognitif (Cognitive Needs)
Kebutuhan kognitif adalah kebutuhan akan pengetahuan. Kebutuhan
kognitif ini merupakan salah satu kebutuhan untuk perkembangan. Dengan
kemampuan kognitif yang memadai seseorang akan bisa mengetahui,
memahami, dan mengeksplor atau menjelajahi dunia (Harper & Guilbault,
2008: 635).
Semakin tinggi kemampuan kognitif seseorang akan semakin tinggi
pula pengetahuannya. Kemampuan kogintif diperlukan untuk melakukan
penjelajahan terhadap lingkungannya. Pemenuhan kebutuhan kognitif dapat
dilakukan dengan berbagai hal salah satunya adalah belajar. Seperti yang
dilakukan oleh para tokoh dalam novel ini pemenuhan kognitif dilakukan
dengan belajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126
1) Ibuk/ Ngatinah
Diceritakan dalam novel Ibuk bahwa tokoh Ngatinah tidak dapat
melanjutkan sekolahnya dikarenakan Ia jatuh sakit dan kekuarangan
biaya. Ngatinah hanya bisa mengenyam pendidikan di tingkat SD, itupun
tidak sampai selesai. Ngatinah tidak lulus SD.
Ada kekecewaan di matanya yang bening. Besok ia tidak akan
kembali ke sekolahnya di Taman Siswa Batu.
(Setyawan, 2012: 1)
Keterbatasan pendidikan formal Tinah membuat kemampuan
kognitifnya terbatas. Terbatasnya kemampuan kognitif membuat Tinah
kurang akan pengetahuan dan haya dapat melihat keadaan sekitar dengan
sederhana. Ia tidak memiliki banyak angan untuk dirinya. Ia tidak tahu
kehidupan di luar tempat tinggalnya yang sangat beragam. Keterbatasan
akan pengetahuan membuat Tinah tidak berani banyak berharap untuk
dirinya. Membuat Ia tidak memiliki ambisi untuk berkembang. Yang ia
inginkan hanya hidup berkecukupan, aman, dan bahagia bersama
keluarga.
2) Bayek
Berbeda dengan Bayek yang mampu mengenyam pendidikan pada
tingkat yang lebih tinggi, Ia memiliki kemampuan kognitif yang tinggi
pula. Pengetahuan Bayek akan dunia luar lebih banyak dan bervariasi.
Peluang untuk menjelajahi dan mengarungi hidup lebih luas.
“Pak, aku mau sekolah sing pinter saja. Aku mau jadi orang
pinter!” balas Bayek”.
(Setyawan, 2012: 104)
Keinginan Bayek untuk dapat bersekolah dan menjadi orang pintar
adalah salah satu gambaran bahwa Bayek memiliki kebutuhan untuk
dapat berkembang dengan kemampuan kognitifnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127
Dua tahun kemudian Bayek lulus SMA dan mendapatkan PMDK
di Jurusan Statistika IPB.
(Setyawan, 2012: 132)
Bayek yang berhasil menyelesaikan jenjang pendidikannya hingga
bangku kuliah membuatnya mendapatkan pengetahuan yang luas.
Terlebih Bayek adalah salah satu lulusan terbaik di kampusnya, maka
tidak diragukan lagi bahwa kemampuan kognitifnya di atas rata-rata.
Pengetahuan luas yang dimiliki Bayek, membuatnya memiliki citacita yang tinggi pula. Ia ingin memiliki karir tetap yang membuatnya bisa
memenuhi kebutuhannya yang lain.
Dari kutipan di atas dapat di ketahui bahwa kemampuan kognitif
seseorang dapat memengaruhi tujuan hidup. Tokoh Ibuk yang hanya
mengenyam pendidikan tidak sampai tamat SD tidak begitu berambisi untuk
menjadi orang yang sukses dalam karir. Berbeda dengan Bayek yang
wawasan lebih luas, banyak pengetahuan dan pengalaman Ia berambisi
untuk dapat sukses dalam pekerjaannya. Keberhasilan Bayek menempuh
pendidikan hingga gelar sarjana merupakan salah satu bukti bahwa Ia telah
memenuhi kebutuhan kognitifnya.
f. Kebutuhan Estetika (Aesthetic Needs)
Kebutuhan estetika merupakan kebutuhan seseorang untuk terlihat
bagus, cantik, dan menarik. Untuk memenuhi kebutuhan akan estetika
manusia bisa mengusahakan dengan berbagai cara. Entah itu cara merawat
diri ataupun cara berpenampilan.
Beberapa orang belum bisa memenuhi kebetuhan ini, karena mereka
lebih condong memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendasar.
Prioritas pemenuhan kebutuhan manusia memang berbeda-beda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128
1) Ibuk / Ngatinah
Sebagai gadis desa yang lugu dan sederhana penampilan bukanlah
hal penting bagi Ngatinah. Tidak pernah Ia berpikir untuk membuat
dirinya terlihat cantik di mata orang lain. Hidup Tinah hanya untuk anakanak dan keluarganya.
Bapak dan Ibuk tidak pernah memiliki atau berkeinginan membeli
sepatu. Mereka ingin membeli sepatu tapi buat apa? Untuk ke
kondangan mereka cukup memakai sandal. Ah, semua demi anakanak.
(Setyawan, 2012: 93)
Kondangan adalah pergi ke tempat resepsi di mana biasanya setiap
orang yang mengunjungi hajatan besar seperti itu ingin dirinya terlihat
cantik dan tampan dengan mengenakan pakaian dan aksesori yang
mereka punya. Ibuk tidak perlu untuk terlihat mewah dengan sepatu
sekalipun itu untuk pergi ke kondangan.
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Ibuk lebih memilih
untuk memenuhi kebutuhan lain daripada memenuhi kebutuhan
estetikanya. Ibuk lebih memilih untuk mencukupi kehidupan anakanaknya dari pada menghamburkan uang untuk membeli sepatu yang
tidak Ia butuhkan. Dengan demikian Ibuk tidak memenuhi kebutuhan
estetikanya karena Ibuk memang tidak membutuhkan hal tersebut.
2) Bayek
Berbeda dengan Ibuk, Bayek memiliki keinginan untuk terlihat
bagus di mata teman-temannya. Hal itu dibutuhkan untuk meningkatkan
rasa percaya dirinya.
“ Buk, aku juga yaa?” rengek Bayek dengan muka melas. Bener
Buk, sepatuku juga mau jebol. Kemarin waktu paduan suara,
sepatuku paling juuueeeelek.”,
(Setyawan, 2012: 89)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129
Kutipan di atas menceritakan bahwa tokoh Bayek meminta kepada
ibuk untuk dibelikan sepatu baru. Sepatu lama yang biasa Bayek kenakan
ke sekolah telah jelek. Maka Bayek mengingikan sepatu baru yang lebih
bagus. Keinginan tersebut menggambarkan bahwa Bayek ingin terlihat
baik dan rapi seperti teman-temannya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa Bayek membutukan estetika untuk penampilan dirinya.
Besok harinya Bayek bangun lebih pagi dari biasanya. Bayek,
bocah kecil berbaju merah putih , memakai sepatu baru!
(Setyawan, 2012: 92)
Kutipan di atas menerangkan bahwa Bayek telah memiliki sepatu
baru. Sepatunya kini lebih bagus. Dengan demikian, kebutuhan Bayek
akan estetika telah terpenuhi.
Uraian di atas menggambarkan bahwa tingkat prioritas kebutuhan
manusia berbeda-beda. Ibuk lebih memprioritaskan kebutuhan kebutuhan
anak-anaknya dari pada kebutuhannya sendiri. Ibuk menginginkan anakanaknya terlihat sama dengan anak-anak lain, maka Ibuk selalu berusaha
memenuhi kebutuhan estetika anak-anaknya. Tetapi Ibuk tidak memerlukan
estetika untuk dirinya sendiri. Asalkan anak-anaknya senang maka Ibuk
tidak memerlukan hal yang lain.
Berbeda dengan Bayek. Ia ingin terlihat baik di sekolah, maka Ia
menginginkan sepatu baru. Dengan dukungan Ibuk, Bayek dapat memenuhi
kebutuhan estetikanya.
g. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri (Self- Actualization Needs)
Aktualisasi diri adalah kebutuhan manusia paling tinggi. Apabila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan ini, maka orang tersebut telah
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang lain. Tidak semua orang
bisa mencapai tahap ini. Dalam novel Ibuk, tokoh yang berhasil mencapai
commit to user
kebutuhan ini adalah Bayek.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130
“ Ia ingin pulang ke tanah air untuk lebih dekat dengan keluarga, ia
ingin istirahat sejenak dari dunia corporate dan berbuat sesuatu. Kerja
yang bisa menyentuh hati orang.”.
(Setyawan, 2012: 226)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Bayek memimiliki keinginan
untuk menyentuh hati orang. Artinya Bayek ingin melakukan hal yang dapat
membuat menggerakkan hati orang lain. Motiv Bayek untuk melakukan hal
tersebut adalah bukan lagi karena Ia kekurangan penghargaan dari orang
lain.
Motiv
Bayek
lebih
cenderung
pada
keinginannya
untuk
memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk dapat menyentuh hati orang
lain. Dapat dikatakan juga Bayek ingin menginsipirasi orang lain untuk
maju.
Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dalam novel Ibuk karya
Iwan setyawan, sangat kentara pada bab 39 dan bab 40. Pada kedua bab
tersebut diceritakan keinginan Bayek untuk bekerja untuk dirinya dan orang
lain, bukan semata-semata untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain.
Pekerjaan itu adalah menulis. Dengan menulis Bayek ingin menggerakkan
hati para pembaca melalui tulisannya. Pada bab 40 ditegaskan oleh penulis
bahwa Bayek ingin berbagi melalui tulisannya dengan dialog sebagai
berikut:
“Insya Allah, Buk. Aku mau nulis, mau berkarya, mau berbuat sesuatu
yang bisa kita ingat selamanya. Bayek ingin berbagi.” Kata Bayek.
(Setyawan, 2012: 236)
Pada kutipan di atas tercermin bahwa Bayek memiliki keinginan
untuk berkarya, dan bahwa Bayek ingin diingat. Keinginan tersebut muncul
karena Bayek telah memiliki semua yang diharapkannya dalam hidup.
tujuan terbesar Bayek untuk membahaggiakan keluarganya dirasa telah
tercapai. Bayek telah merasa puas akan pencapaiannya, maka kini Ia ingin
mengembangkan dirinya dengan berkarya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131
Dari motiv yang mendorong Bayek memenuhi kebutuhan dan
keinginannya untuk berbagi dapat dikatakan bahwa telah mencapai pada
tahap pemenuhan aktualisasi diri.
“ Ia ingin mencari dua- tiga anak supir angkot seperti dirinya, yang
akan membaca bukunya dan terinspirasi.
(Setyawan, 2012: 246)
Bayek telah dapat memenuhi kebutuhan dasar yang lain, sehingga
Bayek merasa perlu membantu orang lain dan mengaktualisasikan dirinya.
Aktualisasi diri yang Bayek lakukan adalah menjadi penulis. Menjadi
penulis bagi Bayek bukan lagi profesi yang digeluti untuk dapat bertahan
hidup. Bayek sudah mapan dengan pekerjaannya yang dulu. Keputusan
untuk
menjadi
penulis
diambil
oleh
Bayek
karena
Ia
ingin
mengaktualisasikan dirinya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pencapaian tingkat
kebutuhan setiap orang berbeda. Pemenuhan kebutuhan dan meningkatnya
kebutuhan pada tahap yang lebih tinggi dipengaruhi oleh dua hal yakni motif
pemenuhan kebutuhan dan tingkat pemuasan kebutuhan.
Tokoh Ibuk atau Ngatinah dalam novel Ibuk memiliki tingkat pemuasan
kebutuhan yang lebih rendah dari pada tokoh Bayek. Ibuk hanya mencapai
pada tingkat pemenuhan kebutuhan cinta dan rasa kepemilikan. Sedangkan
tokoh Bayek dapat mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Bayek dapat
mencapai tingkatan paling tinggi yakni tingkat aktualisasi diri.
Perbedaan tersebut terjadi karena motiv pemenuhan kebutuhan dan
tingkat pemuasan kebutuhan tokoh Ibuk dan Bayek berbeda. Ibuk tidak
memiliki motivasi untuk mengembangkan diri,
Ibuk lebih memilih
mengabdikan dirinya untuk kepentingan anak-anak. Sedangkan Bayek
memimiliki keinginan untuk maju dan mengembangkan diri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132
3. Nilai- Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan
Nilai-nilai pendidikan karakter sangat penting ditanamkan pada para
generasi muda terutama para pelajar. Lewat pembelajaran yang menyengankan
dan keteladanan serta tanpa ada rasa digurui, dengan sendirinya nilai-nilai
karakter akan tertanam dalam diri para pelajar.
Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai penghela ilmu
pengetahuan tentu harus berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan karakter kepada para siswa. Tentunya dengan cara yang
menyenangkan dan tanpa menggurui. Salah satunya adalah lewat apresiasi
karya sastra.
Dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan telah ditemukan beberapa nilai
pendidikan karakter yang dapat diteladani siswa dari para tokoh yang ada.
Nilai-nilai tersebut antara lain religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
mandiri, cinta tanah air, peduli lingkungan, dan bertanggung jawab.
a. Religius
Nilai religius dapat ditemukan di beberapa dialog dan adegan tokoh,
sebagai berikut ini.
“ Kamu jangan lupa sholat, jangan lupa bersyukur.”
(Setyawan, 2012: 141)
Pada kutipan di atas dapat di ketahui bahwa seorang tokoh (Ibuk)
mengingatkan tokoh lain (Bayek) untuk tidak melupakan sholat. Sholat
adalah salah satu kewajiban umat Islam terhadap Allah SWT. Mengerjakan
sholat berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hal tersebut
menggambarkan bahwa tokoh dalam novel Ibuk mempercayai adanya sang
pencipta.
“Hey, are you still fasting? Tanya Rachel yang baru datang di kantor.
“Of course! I am a good moslem,” jawab Bayek bangga.”
(Setyawan, 2012: 197)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133
Dari percakapan yang dilakukan Rachel dan Bayek dapat diketahui
bahwa Bayek adalah orang religius. Dia selalu menjalankan kewajibannya
sebagai sebagai seorang muslim yakni berpuasa ketika dia tetap harus
bekerja seperti biasa.
Lampu ruang tamu sudah dimatikan Ibuk setelah salat subuh tadi.
(Setyawan, 2012: 258)
Sehabis menanak nasi dan salat Subuh, seperti biasa Ibuk mengganti
daster batiknya dengan celana training, kaos, dan jaket.
(Setyawan, 2012: 284)
Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa Bayek, Ibuk, dan
keluarganya melakukan ibadah puasa dan solat. Hal tersebut membuktikan
bahwa keluarga ibuk memiliki sikap yang religius. Ibadah puasa dan sholat
adalah kewajiban bagi para pemeluk agama islam. Menjalankan kewajiban
sebagai umat beragama dengan beribadah sesuai dengan aturan masingmasing agama adalah salah satu contoh sikap yang religius. Sehingga dapat
disimpulkan novel Ibuk mengandung unsur pendidikan karakter religius.
b. Jujur
Dalam novel ini terdapat kalimat bahwa yang memiliki arti bahwa
kejujuran sangat diperlukan untuk dapat hidup bersama dan saling
menguatkan. Adapun kutipan dari kalimat-kalimat tersebut sebagai berikut
ini.
Sim menjadi Bapak. Tinah menjadi Ibuk. Di kaki Gunung Panderman
mereka berlayar mengarungi kehidupan dengan berani. Dengan layar
kejujuran yang kokoh, dengan cinta yang tulus.
(Setyawan, 2012: 27 – 28)
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah keluarga
akan sangat dibutuhkan kejujuran dan rasa saling percaya. Dengan begitu
kasih sayang akan semakin kuat dan menjadikan mereka satu keluarga yang
saling menguatkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134
Nilai kejujuran dianut oleh tokoh dalam novel Ibuk, sehingga dapat
dikatakan bahwa dalam novel tersebut mengajarkan akan pentingnya
kejujuran. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa novel tersebut
mengandung unsur pendidikan karakter dengan nilai kejujuran.
c. Toleransi
Seperti telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa rasa toleransi
merupakan salah satu nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam
pembentukah karakter dan budaya bangsa. Dalam novel ini terdapat satu
kalimat yang menggambarkan harus adanya rasa toleransi antar sesama agar
tercipta kedamaian. Kalimat tersebut adalah
“ Everyone brings their own culture in this city. Let’s not forget about
that. They can not say or behave the way you do,” lanjut Rachel.
(Setyawan, 2012: 190)
Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa tokoh Rachel memiliki
rasa toleransi yang tinggi. Rachel mengingatkan temannya yakni Bayek
untuk dapat lebih memahami orang lain. Karena banyak orang hidup di
Kota New York dengan membawa budaya dan kebiasaan dari negara
mereka berasal. Hal itu menjadikan New York kota yang sangat heterogen.
Oleh karena itu, sikap saling menghargai dan toleransi akan sangat
dibutuhkan dalam berinteraksi sosial di kota tersebut.
Pentingnya toleransi dikemukakan dalam novel Ibuk, sehingga dapat
dikatakan bahwa novel tersebut memiliki unsur pendidikan karakter yakni
nilai toleransi.
d. Disiplin
Disiplin adalah kunci untuk meraih kesuksesan. Disiplin melatih
keteraturan dalam hidup. Hal-hal akan terasa lebih ringan apabila dilakukan
sedikit demi sedikit namun dilakukan dengan teratur. Hal sekecil apapun
bila dilakukan dengan disiplin akan membuahkan hal yang besar. Seperti
apa yang dilakukan oleh tokoh Ibuk dalam kutipan berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135
Lewat telur dadar yang dibagi rata untuk anak-anak, lewat keberanian
menjual angkot. Lewat keuletan dalam tawar menawar belanjaan.
Lewat kegigihan ketika ke kantor Kelurahan untuk minta surat
keterangan miskin. Lewat kedisiplinan untuk mematikan lampu
setelah jam 9 malam atau mematikan keran air sebelum tidur.
(Setyawan, 2012: 193 – 194)
Dari kutipan paragraf di atas terdapat sebuah pesan dari penulis bahwa
berawal dari hal-hal yang sederhana asalkan tekun dan disiplin dapat
menjadikan sesuatu hal yang besar. Lewat ketekunan dan kedisiplinan Ibuk
dalam mengatur urusan ekonomi rumah tangga yang walaupun tidak
seberapa namun bisa untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang
yang tinggi.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengarang mengajarkan
pembaca untuk berdisiplin melalui tokoh-tokoh dalam karyanya, sehingga
dapat dikatakan bahwa dalam novel Ibuk terkandung unsur pendidikan
karakter yakni nilai kedisiplinan.
e. Kerja Keras
Kerja keras merupakan salah satu nilai pembentuk karakter. Kerja
keras harus ditanamkan dalam diri setiap individu. Kerja keras yang
dimaksud adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan
tugas dengan sebaik-baiknya (Kemdiknas, 2010: 9).
Tidak hanya dalam aspek belajar untuk tugas sekolah, melainkan kerja
keras juga harus di tanamkan disemua bidang kehidupan. Tidak ada batasan
untuk di mana kita harus bekerja keras. Di bawah ini akan disajikan
beberapa kutipan dari novel Ibuk yang menggambarkan kerja keras setiap
tokoh untuk mencapai hal-hal yang diinginkan.
“ Ginilah hidupku, Nah. Tiap hari seperti ini. Dari pagi sampai malam.
dari Minggu sampai Minggu lagi. Ngangkot terus. Demi hidup,” kata
Sim pelan.
(Setyawan, 2012: 19)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136
Kutipan di atas menggambarkan kerja keras Sim dalam bekerja untuk
mencari nafkah. Setiap hari harus rela bekerja dari pagi sampai malam untuk
mendapatkan rejeki agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Tak ada istilah libur buat Ibuk. Seperti biasa, sudah dari subuh tadi ia
mencuci baju di belakang rumah.
(Setyawan, 2012: 54 – 55)
Setelah gagal mengambil rapor Bayek, Ibuk masih harus mengambil
rapor Isa, Nani, dan Rini. Meskipun harus bolak-balik dari sekolah
satu ke sekolah yang lain, Ibuk tak pernah meminta tolong orang lain
untuk mengambilkan rapor anak-anaknya.
(Setyawan, 2012: 63)
Kutipan di atas menggambarkan kerja keras Ibuk dalam mengatur
urusan rumah tangga. Juga kerja keras untuk memenuhi kewajiban seorang
ibu untuk menjadi wali bagi anak-ananya. Ibuk harus rela bolak-balik dari
sekolah satu ke sekolah yang lain dengan berjalan kaki demi menghemat
biaya.
Ketika mobil rusak, Bapak berusaha menyembuhkan angkot dengan
tangannya. Ia jarang membawa angkot ke bengkel.
(Setyawan, 2012: 103)
Untuk merawat angkot yang sudah tua memang tidak mudah. Angkot
sering rusak dan mogok. Perawatan di bengkel akan menghabiskan banyak
biaya. Selagi masih bisa ditangani sendiri, Bapak lebih suka memperbaiki
angkot dengan tangannya sendiri.
“ Aku capek, Nah. Iki godaan datang terus. Aku berangkat lagi, yaa!
Gak bisa lahat anak-anak seperti ini. Saaken!
(Setyawan, 2012: 116)
Rasa lelah yang menghampiri tidak dihiraukan oleh Bapak. Ia akan
berusaha dengan giat untuk dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Rasa
cinta terhadap anak dan keluarganya selalu menguatkan Bapak untuk terus
berjuang lebih keras.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
137
Berkat kerja keras Bapak dan kelincahan Ibuk dalam mengatur
kebutuhan rumah tangga, Ibuk hampir tak percaya melihat anak
sulungnya, Isa akhirnya memakai seragam putih abu-abu.
(Setyawan, 2012: 121)
Berpuluh-puluh tahun Bapak menelusuri jalanan untuk menghidupi
keluarga. Ia tak pernah berhenti. Ia tidak pernah menyerah. Terus
berjuang untuk anak-anak dan keluarga.
(Setyawan, 2012: 141)
Kutipan-kutipan di atas menggambarkan kerja keras Sim sebagai
seorang bapak dalam mencari nafkah untuk keluarga. Bapak berusaha
memenuhi kebutuhan keluarga dengan bekerja banting tulang mencari uang.
Walaupun merasa lelah Bapak tetap bekerja untuk keluarganya.
Bayek bertekad untuk maju. Ia tak keberatan bekerja lebih lama dari
rekan kerja yang lain. Kadang Bayek lembur sampai jam 10 bahkan
jam 2 pagi. Bayek juga sering bekerja di akhir pekan dan membaca
buku Statistika lagi.
(Setyawan, 2012: 142)
Bayek berusaha bekerja lebih cepat, memberikan hasil yang bermutu,
terus belajar dan menerima semua tantangan.
(Setyawan, 2012: 143)
Kutipan di atas menggambarkan betapa Bayek bekerja keras untuk
mendapatkan kemauannya. Ia rela bekerja lembur dan terus belajar demi
mewujudkan cita-citanya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kerja keras memang
diperlukan
di
berbagai
bidang
kehidupan.
Pengarang
berusaha
menyampaikan pesan bahwa dalam hidup kita sebagai manusia memang
perlu kerja keras. Demikian dapat dikatan bahwa novel Ibuk memiliki unsur
pendidikan karakter yakni nilai kerja keras.
f. Mandiri
Mandiri adalah salah satu nilai pendidikan karakter yang perlu
dikembangkan dalam diri setiap individu. Di era modern ini kebanyakan
orang sangat sibuk dengan diri
sendiri.
Oleh karena itu, kita tidak bisa selalu
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
138
bergantung pada orang lain. Ada hal-hal yang harus bisa kita lakukan sendiri
tanpa memberatkan dan merepotkan orang lain.
Di usia yang belia, Sim sudah mencari makan sendiri, sudah mandiri.
(Setyawan, 2012: 10)
Kutipan di atas menerangkan bahwa Sim telah mandiri sejak usianya
masih muda. Sim sudah tidak bergantung pada orang lain untuk menghidupi
dirinya. Kemandirian memang penting dalam hidup. Manusia tidak bisa
terus bergantung pada orang lain atas hidupnya.
Nani mulai belajar berdagang. Ia menjual pisang goreng, keripik, atau
citos di sekolah.
(Setyawan, 2012: 118)
Tidak mudah untuk seorang anak berani menjalankan usaha. Akan
tetapi, Nani telah berani memulai usahanya sendiri. Ia belajar berdagang di
sekolah. Dengan usahanya tersebut Nani telah bisa mendapat penghasilan,
dengan demikian Ia tidak lagi bergantung pada orang tua untuk uang
sakunya.
Nani biasanya jarang meminta. Ia adalah kakak Bayek yang paling
tangguh dan tak pernah merepotkan keluarga.
(Setyawan, 2012: 59)
Ketangguhan Nani membuatnya bisa melakukan banyak hal. Ia jarang
meminta kepada orang tua atau keluarga. Nani sudah bisa mandiri dengan
tidak pernah merepotkan keluarganya.
“ Wis, Buk, Bayek itu sudah lulus kuliah, sudah bisa kerja di Jakarta.
Sudah bisa cari duit sendiri. Jangan terlalu khawatir.”
(Setyawan, 2012: 145)
Kutipan-kutipan di atas menggambarkan bahwa tokoh-tokoh dalam
novel Ibuk memiliki kemandirian. Kutipan di atas banyak menggambarkan
kemanidirian di bidang ekonomi. Walaupun tidak banyak, beberapa tokoh
tersebut dapat menghasilkan uang dari hasil kerjanya sendiri, tanpa
merepotkan orang lain. Meski
masih
kecil dan bergantung pada keluarga,
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
139
Sim yang saat itu belum menjadi bapak, dan Nani yang masih sekolah sudah
dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan, walaupun tidak
banyak.
Kemadirian tercermin dalam tingkah laku para tokoh. Hal ini
membuktikan bahwa dalam novel Ibuk, terkandung unsur nilai pendidikan
karakter, yakni nilai mandiri.
g. Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu merupakan salah satu nilai yang perlu dikembangkan
dalam rangka membangun karakter dan budaya bangsa. Dalam novel Ibuk
karya Iwan Setyawan ini terkandung suatu cerminan rasa ingin ingin tahu
yang dimiliki oleh tokoh adik-adik Isa. Hal itu dapat diketahui dalam
kutipan berikut ini.
Adik-adiknya kadang mengerubutinya. Mereka ingin tahu apa dan
bagaimana Isa mengerjakan PR-nya.
(Setyawan, 2012: 74)
Pada kutipan di atas digambarkan bahwa adik-adik Isa selalu
penasaran bagaimana Isa mengerjakan, apa yang dikerjakannya. Hal
tersebut membuat adik-adik Isa selalu memperhatikan apa yang dikerjakan
Isa, dengan demikian tanpa disadari sebenarnya adik-adik Isa juga ikut
belajar bersama Isa.
“Mbak Isa, opo iku? Akar enambelas itu apa? Tanya Bayek.
(Setyawan, 2012: 75)
Rasa ingin tahu yang tinggi membuat seseorang akan belajar dan terus
belajar sampai dia mengetahui apa yang ingin diketahui. Orang yang
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi ia akan memiliki banyak pertanyaan.
Seperti pada kutipan di atas, bahwasannya tokoh Bayek memiliki
pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakannya kepada Isa, ketika Isa sedang
mengerjakan PR. Bayek menanyakan apa yang tidak diketahuinya demi
memuaskan rasa ingin tahunya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
140
Dengan demikian, jelas sudah bahwa dalam novel Ibuk terkandung
nilai pendidikan karakter yakni nilai rasa ingin tahu yang disampaikan
pengarang melalui tingkah para tokohnya. Biaasanya orang yang memiliki
sikap seperti ini akan menjadi orang-orang yang pintar, kreatif, dan inovatif.
h. Cinta Tanah Air
Seperti yang telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa cinta tanah air
adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
keperdualian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
Dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan ditunjukkan bahwa Bayek
mencintai tanah airnya. Dengan cara Ia memperkenalkan budaya bangsa
kepada teman-temannya di New York. Melalui kebanggaan terhadap budaya
Bangsa, Bayek selelu membelikan oleh-oleh pada rekan-rekannya yang
bercorak kebudayaan khas dari Indonsia. Bayek bangga memperkenalkan
Indonesia kepada teman-temannya.
Di New York Bayek juga belajar tentang kehidupan, semakin
mencintai tanah air tempat kelahirannya dan mencoba menemukan
kepingan-kepingan hidup yang pernah hilang.
(Setyawan, 2012: 204).
Selain Rachel, Bayek selalu mebawa oleh-oleh untuk semua rekan
kerjanya setelah pulang dari Indonesia. Kadang kopernya penuh
dengan oleh-oleh. Ia bangga menunjukkan Indonesia ke rekanrekannya.
(Setyawan, 2012: 212)
Kutipan-kuitpan di atas menunjukkan bahwa Bayek bangga terhadap
budaya bangsa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Bayek memiliki
memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya. Jadi dalam novel Ibuk terdapat
unnsur pendidikan karakter, yang disampaikan pengarang melalui tingkah
tokohnya yang bernama Bayek.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
141
i. Gemar Membaca
Gemar membaca merupakan sikap yang sangat baik untuk
dikembangkan. Dengan banyak membaca setiap individu akan memiliki
wawasan dan pengetahuan yang luas. Membaca juga merupakan salah satu
cara belajar yang efektif. Dalam novel Ibuk ditunjukkan bahwa tokoh Bayek
senang membaca buku. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan-kutipan
berikut ini.
Ia mulai membeli buku di Barnes and Noble dan membacanya di
Bryan Park seraya minum caffe latte.
(Setyawan, 2012: 169)
Dari kutipan di atas dapat di ketahui bahwa sosok Bayek memiliki
kegemaran untuk membaca buku. Gemar membaca merupakan salah satu
nilai yang perlu dikembangkan dalam membangun karakter dan budaya
bangsa. Gemar membaca harus di tanamkan dalam setiap diri warga negara
agar penduduknya memiliki wawasan yang luas untuk dapat membangun
negaranya.
Selain tokoh Bayek yang memiliki kegemaran membaca, tokoh
tersebut juga berusaha menularkan kegemarannya dalam membaca kepada
para keponakannya. Usaha tersebut terwujud dari keinginan tokoh yang
diceritakan penulis dalam kutipan berikut ini.
Bayek juga selalu membelikan buku-buku cerita agar mereka suka
membaca. Bayek dulu tidak pernah punya buku cerita.
(Setyawan, 2012: 201 – 202)
Bayek berusaha menumbuhkan rasa gemar membaca kepada para
keponakannya. Dengan membaca diharapkan pengetahuan yang dimiliki
akan semakin luas.
Di akhir pekan, Bayek membaca buku di Washington Square Park,
groceries shopping di Dean Delluca Prince Street, brunch bersamasama teman Indonesianya, dan tentu saja yoga.
commit to user
(Setyawan, 2012: 215)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
142
Di waktu luang setiap akhir pekannya, Bayek selalu menyempatkan
untuk membaca buku. Membaca buku telah menjadi salah satu
kegemarannya selain yoga.
Siangnya Bayek bermain bersama keponakan. Kadang mengajar
saudara-saudaranya yoga. Menikmati masakan Ibuk dan membaca
buku-buku Fyodor Dostoevsky yang ia bawa dari New York.
(Setyawan, 2012: 226)
Setelah memutuskan untuk meninggalkan New York, Bayek tinggal
bersama Ibuk di Gang Buntu. Tidak banyak aktifitas yang dilakukan Bayek
selama di rumah. Untuk mengisi waktu luangnya, Bayek menyalurkan
hobbynya membaca buku.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tokoh Bayek selalu
membaca buku di waktu luangnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam
novel Ibuk karya Iwan Setyawan termuat usur pendidikan karakter yakni
nilai gemar membaca.
j. Peduli Lingkungan
Sekarang ini banyak orang yang tidak peduli pada lingkungan sekitar
tempat tinggal. Banyak orang yang tidak mau menjaga lingkungan sekitar,
malah ada yang cenderung merusaknya. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan
orang-orang yang suka membuang sampah sembarangan atau tidak pada
tempatnya. Penebangan hutan secara liar, dan pembakaran lahan. Kegiatan
tersebut memiliki dampak yang negatif pada lingkungan dan juga pada diri
manusia yang tinggal dilingkungan tersebut.
Lingkungan tempat tinggal perlu dijaga keadaannya. Agar tidak
menimbulkan hal-hal yang negatif. Lingkungan yang rusak dapat
menyebabkan beberapa bencana seperti banjir dan wabah penyakit.
Dalam novel ibuk digambarkan bahwa para tokoh selalu menjaga
keadaan lingkungan agar tetap bersih dan rapih. Hal tersebut dapat dilihat
dalam kutipan-kutipan berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
143
Setengah jam setelah Bayek dan Rini menghabiskan makan siang,
Nani dan Isa pulang dari sekolah. Seperti biasa, Nani membersikan
rumah dulu. Ia menyapu lantai dan mengepel. Isa membersihkan kaca
jendela dan meja kaca kecil di ruang tamu.
(Setyawan, 2012: 50)
Bersih-bersih rumah merupakan salah satu cara menjaga dan
mencintai lingkungan. Bila lingkungan bersih maka hidup akan terasa
nyaman. Tokoh-tokoh dalam novel Ibuk tersebut senantiasa menjaga
lingkungan rumahnya agar tetap bersih. Hal itu adalah contoh positif yang
dapat diteladani oleh pembaca.
Bapak selalu bangun sebelum azan Subuh berkumandang untuk
membersihkan rumah… Ia juga yang selalu siap siaga ketika ada atap
yang bocor, …. Ia bahkan menanam beberapa pohon di sepanjang
Gang Buntu…. Ia tidak bisa diam. Ia bahkan sering membersihkan
selokan kecil di sepanjang Gang Buntu.
(Setyawan, 2012: 243)
Menanam pohon merupakan salah satu usaha untuk menjaga keasrian
lingkungan. Dengan banyaknya pohon yang tertanam di lingkungan sekitar
membuat keadaan udara semakin sejuk. Juga menghindarkan lingkungan
dari bencana alam seperti tanah longsor dan banjir.
Dari kutipan paragraf di atas dapat diketahui bahwa tokoh Nani dan
Bapak adalah orang-orang yang peduli terhadap lingkungan. Nani rajin
membersihkan rumah agar rumah nampak asri sehingga nyaman untuk
ditinggali. Sedangkan Bapak adalah orang yang aktif atau selalu senang
bekerja. Mereka menunjukkan sikap peduli lingkungan dengan merawat
kebersihan dan keasrian lingkungan rumah dan lingkungan desanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
144
4. Relevansi Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan sebagai Bahan Ajar
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP terdapat beberapa
Kompetensi Dasar (KD) pengetahuan dan keterampilan dalam hal sastra.
Kompetensi Dasar tersebut diantaraya
a. Kompetensi pengetahuan
1) KD 3.11 mengidentifikasi informasi pada teks ulasan tentang kualitas
karya (film, cerpen, puisi, novel, dan karya seni daerah) yang dibaca
atau didengarkan;
2) KD 3.12 menelaah struktur dan kebahasaan teks ulasan (film, cerpen,
puisi, novel, dan karya seni daerah) yang dibaca atau diperdengarkan;
a) Menggali dan menemukan informasi dari buku fiksi dan nonfiksi
yang dibaca;
b) Menelaah unsur buku fiksi dan nonfiksi yang dibaca;
b. Kompetensi ketrampilan
1) KD 4.11 menceritakan kembali isi teks ulasan tentang kualitas karya
(film, cerpen, puisi, novel, dan karya seni daerah) yang dibaca atau
didengar;
2) KD 4.12 menyajikan tanggapan tentang karya (film, cerpen, puisi,
novel, dan karya seni daerah) yang dibaca atau didengar;
3) KD 4.17 membuat peta konsep/ garis alur dari buku fiksi dan nonfiksi
yang dibaca;
4) KD 4.18 menyajikan tanggapan terhadap buku fiksi dan nonfiksi yang
dibaca, secara lisan/teretulis.
Pada KD yang tertulis di atas terdapat beberapa kajian tentang novel,
dengan demikian novel menjadi salah satu bahan ajar yang dapat digunakan
dalam pembelajaran. Dengan demikian pemilihan novel sebagai bahan ajar
telah memenuhi prinsip relevansi, yakni kesesuaian bahan ajar dengan
pencapaian KI dan KD. Dalam hal ini, peneliti memilih novel Ibuk karya Iwan
Setyawan untuk dijadikan bahan
ajar. to user
commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
145
Novel Ibuk adalah salah satu novel yang bermuatan positif. Dalam novel
tersebut ditemukan beberapa unsur pendidikan karakter. Selain muatan yang
positif, novel ini memiliki bahasa dan jalan cerita yang sederhana. Novel Ibuk
adalah karya sastra yang nyata yang dapat dilihat dan diamati secara langsung
oleh peserta didik. Dengan demikian novel Ibuk telah memenuhi salah satu
syarat sebagai bahan ajar, yakni bersifat riil.
Selain memenuhi prinsip relevansi dan standar mutu, novel Ibuk juga
cocok dijadikan bahan ajar karena memenuhi syarat kebahasaan, psikologis,
dan latar budaya yang disampaikan oleh Rahmanto.
a. Bahasa
Novel Ibuk menggunakan bahasa yang sederhana dan cenderung
denotatif sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh siswa SMP. Berikut
contoh paragraf dalam novel Ibuk.
Setelah makan siang, Isa langsung mengerjakan PR dan
mempersiapkan buku-buku untuk pelajaran besok. Nani dan Bayek
mengikuti kebiasaan ini. Tak ada satupun dari mereka yang memiliki
meja belajar. Bayek sering memita Ibuk utuk membelikannya tapi
belum pernah kesampaian. Meraka beramai-ramai mengelilingi meja
kecil di ruang tamu untuk mengerjakan PR masing-masing. Isa adalah
guru les yang andal untuk adik-adikanya.
(Setyawan, 2012: 51)
Kutipan di atas merupakan salah satu paragraf yang ditulis pengarang
dalam novel Ibuk. Dalam paragraf tersebut terkandung contoh tindakan
positif yang dapat ditiru oleh pembaca khususnya para peserta didik. Selain
itu, kalimat yang digunakan dalam paragraf juga menggunakan kalimatkalimat yang sederhana, tidak terlalu panjang sehingga mudah dipahami.
“Berapapun uang yang kamu miliki, jangan pernah berlebihan.
Nabung! Kamu bisa jatuh sakit. Harus ke dokter dan itu tidak murah.
Hidupmu tidak hanya untuk sekarang saja. Hidupmu masih panjang,”
pesan Ibuk yang tidak memiliki rekening di bank….
(Setyawan, 2012: 102)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
146
Pada kutipan paragraf di atas juga terkandung pesan yang positif dari
tokoh Ibuk. Walau pesan tersebut ditujukan dari Ibuk untuk Bayek namun
sebenarnya pengarang juga pasti memiliki alasan agar pesan tersebut juga
bisa tersampaikan kepada para pembaca.
Kutipan-kutipan paragraf di atas adalah beberapa contoh paragraf
yang dapat dijadikan bacaan sebagai bahan ajar pada mata pelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia di SMP. Selain bahasanya yang sederhana dan mudah
untuk dimengerti oleh siswa SMP, paragraf-paragraf tersebut memiliki
muatan-muatan positif yang dapat dijadikan teladan bagi peserta didik.
b. Psikologis
Secara umum peserta didik yang duduk di kelas VIII berusia empat
belas tahun. Berdasarkan pentahapan perkembangan psikologis pada usia
empat belas tahun peserta didik mulai dapat memahami karya yang realistik.
Pada tahapan ini peserta didik telah sanggup untuk keluar dari dunia
imajinasi dan mulai tertarik pada isu kehidupan di dunia nyata. Dilihat dari
segi psikologis novel Ibuk dapat dikatakan cocok sebagai bacaan dan bahan
ajar siswa kelas VIII.
Novel Ibuk adalah novel yang menyajikan kisah yang nyata dalam
kehidupan. Isu yang terjadi di dalam novel tersebut masih sering dijumpai
dalam kehidupan nyata. Isu yang dibahas adalah kehidupan yang prihatin,
kerja keras untuk memperoleh pendidikan dan usaha-usaha untuk mencapai
kesuksesan demi kebahagian diri dan keluarga. Kisah yang diangkat dalam
novel tersebut akan dapat memberikan semangat kepada peserta didik untuk
terus belajar dan berjuang demi mencapai cita-cita yang diharapkan.
Selain itu dalam novel Ibuk juga disisipkan beberapa kutipan kata-kata
inspirasi dari beberapa tokoh yang ditulis oleh pengarang. Kata inspiratif
tersebut diniliai sangat persuasif sehingga dapat mempengaruhi psikologis
pembaca. Beberapa kata inspiratif yang dikutip pengarang dan dicantumkan
dalam novel Ibuk yakni:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
147
“ Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang,
itulah semboyanku! Maju!
Semua harus dimulai dengan berani!
Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!”
Kartini
(Setyawan, 2012: 137)
“ Jika kau menghamba kepada ketakukan, kita
memperpanjang barisan perbudakan.”
Wiji Thukul
(Setyawan, 2012: 195)
Pengarang mengutip kata-kata inspiratif dari Kartini dan Wiji Thukul.
Kata-kata tersebut memiliki pesan bahwa menjadi manusia haruslah
memiliki keberanian untuk memulai segala hal. Hanya pemberanilah yang
mampu memenangkan dunia. Dengan pesan yang disampaikan dari kutipan
tersebut tentunya pembaca terutama peserta didik akan terinspirasi dan
menjadi berani untuk melangkah meraih cita-cita.
Kutipan-kutipan di atas merupakan kata-kata yang memuat nilai
positif, menyampaikan kepada setiap orang bahwa kebahagian yang sejati
adalah kebahagiaan yang dibagikan kepada orang lain juga menyampaikan
bahwa keberanian untuk bertindak adalah kunci kesuksesan. Bukan hanya
sekedar angan, rencana harus dilaksanakan. Muatan positif yang terkandung
dalam novel Ibuk membuat novel tersebut layak dijadikan bahan ajar dalam
pembelajaran.
c. Latar belakang budaya
Latar belakang yang dimaksud sangat berkaitan erat dengan setting
yang digambarkan pengarang dalam karyanya. Setting tempat dan sosial
dalam novel ini mengandung dua kebudayaan yang berbeda. Pada bab awal
digambarkan lingkungan pedesaan dan keadaan keluarga dalam keadaan
ekonomi menengah kebawah. Situasi tersebut tergambar dalam kutipan
berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
148
Ayam-ayam kampung mulai berkeliaran di halaman. Beberapa
memakan daun nonik nakal yang ditanam Isa di depan rumah. Asap
mengepul di atas atap dapur rumah bambu Mak Gini dan Bapak Mun.
Setiap pagi mereka selalu menghangatkan diri di depan tungku
perapian.
(Setyawan, 2012: 53)
Situasi dan kondisi seperti yang digambarkan pada kutipan di atas,
masih sangat lazim terjadi di lingkungan peserta didik (area Solo dan
sekitarnya), maka peserta didik akan mendapatkan pemahaman yang nyata
mengenai situasi yang diceritakan dalam novel.
Sedangkan pada bagian pertengahan yakni pada Bab 28 disajikan latar
tempat dan sosial yang berbeda. Pembaca dibawa pergi jauh ke belahan
bumi yang lain yakni ke benua Amerika tepatnya di kota New York. Di kota
New York digambarkan situasi yang berbeda, yakni kemegahan bangunanbangunan dan hiruk pikuk kota yang sangat ramai seperti pada kutipan
berikut ini.
Di pagi yang terang benderang itu Manhattan terlihat seperti sebuah
berlian besar dari kejauhan. Bayek terperangah! Ribuan gedung
pencakar langit berdiri berhimpitan seperti sebuah rimba. Jutaan kacakacanya memantulkan refleksi.
(Setyawan, 2012: 146)
Di Indonesia terutama di area Solo dan sekitarnya masih sangat jarang
ditemukan gedung-gedung pencakar langit yang berjajar. Bila pun ada
hanya beberapa saja dan tidak begitu padat. Maka peserta didik secara
otomatis diajak penulis untuk membayangkan suasana kota New York
dengan ribuan gedung pencakar langit berjajar-jajar.
Hal baru yang dapat ditemukan oleh peserta didik adalah suasana
musim gugur yang tidak pernah ada di Indonesia khususnya di wilayah
Solo. Musim gugur digambarkan penulis sebagai berikut.
Musim gugur telah berakhir. Ranting-ranting mulai tak berdaun.
Udara semakin dingin.
commit to user
(Setyawan, 2012: 149)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
149
Dari kutipan di atas pembaca diajak membayangkan suasana setelah
musim gugur berakhir. Tentunya situasi seperti itu tidak terjadi di Indonesia
karena Indonesia hanya memiliki dua musim yakni musim kemarau dan
musim hujan. Berbeda dengan kota New York yang memiliki empat musim.
Selain disajikan latar gedung-gedung pencakar langit dan musim
gugur, dalam novel tersebut disajikan pula dunia kerja di luar negri. Hal-hal
inilah yang akan memancing rasa ingin tahu siswa mengenai dunia kerja.
Siswa secara perlahan-lahan akan mengetahui tentang dunia luar, bukan
hanya dunia di sekolah saja.
B. PEMBAHASAN
1. Unsur-Unsur Intrinsik Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan
Analisis data yang dilakukan peneliti menghasilkan temuan mengenai
unsur-unsur intrinsik yang membangun Novel Ibuk karya Iwan Setyawan.
Seperti yang dipaparkan Waluyo bahwa sebuah fiksi terdiri atas unsur-unsur
pembangun yakni tema, plot, penokohan dan perwatakan, latar, sudut pandang
pengarang, dan dialog (2011: 6 – 25) maka dalam Novel Ibuk pun ditemukan
unsur-unsur tersebut. Unsur- unsur pembangun tersebut sering juga disebut
sebagai unsur intrinsik. Unsur-unsur intrinsik yang ditemukan dalam novel
Ibuk karya Iwan Setyawan adalah a) tema, b) plot, c) penokohan dan
perwatakan, d) latar, e) sudut pandang, f) dialog, dan g) amanat. Unsur-unsur
tersebut membangun novel Ibuk menjadi satu kesatuan yang apik.
a. Tema
Tema pada novel Ibuk dapat diketahui melalui proses pembacaan
karya sastra. Dari cerita dan dialog-dialog yang disuguhkan pengarang,
dapat diketahui bahwa masalah yang sering dibicarakan adalah keadaan
ekonomi yang sulit. Sebuah keluarga yang sederhana dikepalai oleh seorang
bapak beranama Sim, yang berprofesi sebagai sopir angkot dan dipimpin
oleh seorang ibuk bernama Ngatinah. Mereka berjuang membesarkan lima
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
150
orang anak yang juga ikut meramaikan keluarga tersebut. Isa, Nani, Bayek,
Rini, dan Mira, merekalah penerang dan cahaya bagi Ibuk.
Sebagai seorang Ibuk, Ngatinah tidak ingin anak-anaknya bernasib
sama seperti dirinya, tidak berpendidikan. Ngatinah tidak lulus SD. Dia
bertekad memberikan kehidupan yang layak bagi anak-anaknya, salah
satunya adalah menyekolahkan kelima buah hatinya hingga jenjang
pendidikan yang tinggi. Namun tekadnya tersebut tidaklah berjalan dengan
mudah. Banyak hal yang dilewati Ibuk untuk dapat memberikan pendidikan
yang layak bagi anak-anaknya.
Profesi sebagai sopir angkot yang dijalani oleh Bapak bukanlah
profesi yang banyak mengasilkan uang. Hal tersebut membuat Bapak dan
keluarga hidup dalam keterbatasan dan kesederhanaan. Berkat Ibuk sang
pemimpin yang gigih, kesederhanaan dan keterbatasan tersebut bukanlah
menjadi hal yang sangat menyedihkan. Dengan kesabaran, ketekunan, dan
kepiawaian Ibuk dalam mengatur urusan rumah tangga, keluarga tersebut
dapat terus bertahan. Tekad kuat Ibuk untuk menyekolahkan kelima
anaknya, membuat mereka harus hidup sederhana. Uang yang diberikan
Bapak Ibuk harus dibagi untuk dua prioritas Ibuk, yakni untuk makan dan
pendidikan anak-anak.
Kesedarhanaan Ibuk dan Bapak membuat kelima anak yang terlahir
dari rahim Ibuk pun merasakan hal yang sama. Hidup dalam kesederhanaan,
keterbatasan, dan kesabaran. Hidup kadaan tersebut mebuat anak-anak
tumbuh menjadi orang-orang yang mandiri, disliplin, dan kerja keras,
mereka benar-benar paham akan hidup mereka yang sederhana.
Berkat tekad kuat Ibuk dan kerja keras Bapak juga perjuangan anakanak, keluarga tersebut pelan-pelan mulai keluar dari himpitan ekonomi.
Mulai dari kerelaan Bapak menjual angkotnya untuk membiayai Bayek
pergi kuliah ke Bogor. Empat tahun Bayek jauh dari keluarga, empat tahun
Bayek menuntut ilmu, empat tahun Bayek berjuang. Hingga akhirnya Bayek
berhasil dinobatkan sebagai
lulusan
terbaik dari Jurusan MIPA di IPB.
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
151
Mulai dari itu, Bayek mendapatkan kesempatan untuk berkarir. Dengan
kerja keras, dan kesabaran Bayek, sedikit demi sedikit Ia bisa membawa
keluarganya keluar dari himpitan ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa hal yang menjadi
pokok pikiran cerita adalah keadaan ekonomi yang sulit dan pendidikan.
Simpulan tersebut diambil oleh penulis di dasarkan pada pernyataan bahwa
tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya
sastra (Sudjiman, 1988: 50).
b. Plot atau Alur Cerita
Pergerakan alur dalam novel Ibuk adalah pergerakan lurus dimulai
dari eksposisi, inciting moment, rising action, complication, climax, falling
action, dan diakhiri dengan denouement. Alur yang digunakan pun memuat
semua hukum alur, seperti yang dikatakan oleh Kenney dalam Waluyo
(2014: 15) bahwa law of plot adalah plausibility, surprise, suspense, unity,
subplot, dan ekspresi.
Sedangkan alur yang digunakan dalam menyampaikan keseluruhan
cerita adalah alur campuran. Pada mulanya pengarang menceritakan asalasul keluarga Ibuk mulai dari pertemuannya dengan Sim, keputusan untuk
membina keluarganya, kemudian kelahiran lima anak Ibuk hingga
perjuangan Bapak dan Ibuk dalam membangun rumah kecil mereka. cerita
tersebut disampaikan secara kronologis dari bab 1 hingga bab 16. Kemudian
tiba- tiba pada bab 17 pengarang menceritakan masa lalu ketika Ibuk
bertemu dengan Mbah Carik dan mendapatkan wejangan, serta bagaimana
Bayek kecil mengalami mati suri
Hal tersebut disimpulkan dengan adanya pendapat bahwa alur
campuran adalah penggunaan alur garis lurus dan alur flashback dalam satu
karya sastra (Waluyo, 2014: 13).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
152
c. Penokohan dan Perwatakan
Tokoh dalam novel berjumlah delapan belas, yakni Ngatinah atau
sering disebut Tinah (Ibuk), Abdul Hasyim (Ayah), Isa, Nani, Bayek, Rini,
Mira, Mak Gini, Mbok Pah, Cak Ali, Mbak Gik, Bapak Mun, Mbak Ati,
Pak Lurah, Rachel, Lek Giyono, Bang Udin, dan Mbah Carik.
Berdasarkan tingkat peranan dan pentingnya tokoh-tokoh tersebut
dibedakan ke dalam tokoh utama dan tokoh tambahan (Nurgiyantoro, 2005:
176). Tokoh utama dalam novel Ibuk adalah Ibuk, Sim, Isa, Nani, Bayek,
Rini, dan Mira. Sedangkan yang menjadi tokoh tambahan adalah Mak Gini,
Mbok Pah, Cak Ali, Mbak Gik, Bapak Mun, Mbak Ati, Pak Lurah, Rachel,
Lek Giyono, Bang Udin, dan Mbah Carik. Penentuan tokoh utama tersebut
didasarkan pada pendapat Nurgiyantoro yang menyatakan bahwa dalam
sebuah novel bisa terdapat lebih dari satu tokoh utama, walaupun tingkat
keutamaannya berbeda-beda (2005: 177).
Pengarang tidak banyak membuat variasi untuk perwatakan para
tokoh. Hampir semua tokoh terutama tokoh utama digambarkan memiliki
watak yang baik (protagonis). Tokoh-tokoh tersebut sama-sama memiliki
sifat kerja keras, mandiri, sederhana, dan tidak neko-neko.
d. Setting atau Latar dan Latar Belakang
Seperti pendapat Sumito dalam Wicaksono (2014: 209) yang
menyatakan setting dalam sebuah novel meliputi setting tempat, waktu, dan
suasana atau sosial, maka peneliti berpendapat bahwa dalam novel Ibuk pun
memiliki ketiga setting tersebut.
Secara keseluruhan setting tempat teradinya cerita dalam novel Ibuk
berada di dua kota dan dua negara yakni Kota Batu di Indonesia, dan New
York City di Amerika. Sedangkan latar waktu tidak dinyatakan secara
spesifik. Pengarang banyak menggunakan kata keterangan waktu seperti
pagi hari, siang, sore, dan malam hari, musim gugur, musim panas. Dari
keseluruhan cerita dapat disimpulkan bahwa cerita tersebut terjadi dalam
kurun waktu kurang lebih 40
tahuntoyang
commit
user berakhir tahun 2010. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
153
latar suasana atau sosial yang ada dalam novel Ibuk adalah kesederhanaan
dan keprihatinan yang dialami sebuah keluarga kelas ekonomi menengah ke
bawah.
e. Point of View atau Sudut Pandang Pengarang
Posisi pengarang dalam menyampaikan cerita dapat dibedakan
menjadi empat yakni narator serba tahu, narator bertindak objektif, narator
(ikut) aktif, dan narator sebagai peninjau (Kosasih, 2012: 70 – 71).
Sesuai dengan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa dalam
menyampaikan cerita pada novel Ibuk pengarang menggunakan lebih dari
satu sudut pandang. Sudut pandang pertama yang digunakan oleh pengarang
adalah pengarang memposisikan dirinya sebagai narator serba tahu, dan
sudut pandang kedua adalah pengarang memposisikan dirinya sebagai
narator yang (ikut) aktif dalam jalannya cerita. Penggunaan sudut pandang
yang lebih dari satu ini bukanlah sebuah ketidakmungkinan. Dalam sebuah
fiksi kadang terjadi pergantian pusat penceritaan dari seorang tokoh ke
tokoh lainnya. Wicaksono berpendapat bahwa hal ini adalah penggunaan
sudut pandang campuran (2014: 252).
Sebagai narator yang serba tahu, pengarang menggambarkan segala
yang terjadi. Mulai dari keberadaan tokoh, hal yang dilakukan tokoh, hal
yang dirasakan tokoh, hingga hal yang dipikirkan oleh tokoh. Pengarang
mengetahui semua hal tentang tokohnya. Pada novel Ibuk, pengarang
menyampaikan semua tentang Tinah. Pengarang mengungkapkan latar
belakang, watak, pikiran, dan perasaan Tinah serta beberapa tokoh lain.
Sebagai
narator
yang
(ikut)
aktif
dalam
cerita,
pengarang
mengungkapkan apa yang sedang dilakukannya dan apa yang dirasakan
olehnya. Di sini pengarang menjadi orang yang menceritakan beberapa hal
tentang dirinya, pengarang menggunakan kata sapaan aku untuk
menceritakan tentang dirinya. Pengarang juga mengungkapkan apa yang
dirasakannya. Pengarang mengikuti semua perjalanan para tokoh terutama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
154
Bayek. Bahkan pengarang merasakan hal sama seperti yang dirasakan oleh
Bayek. Pengarang mengalami hal yang sama seperti yang dialami Bayek.
Dari hal-hal yang diceritakan oleh pengarang mengenai kegiatan dan
perasaannya terhadap tokoh Bayek, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya
pengarang adalah tokoh Bayek itu sendiri. Hanya saja pengarang tidak
mengungkapkan jati dirinya. Pendapat ini di dukung dengan fakta bahwa
novel Ibuk adalah kisah perjuangan seorang Ibuk membersarkan kelima
anaknya. Salah satu dari lima anak tersebut adalah pengarang, yang di
dalam novel ini memiliki sering disebut sebagai Bayek.
f. Dialog atau Percakapan
Sebagai gambaran kehidupan manusia tentunya dalam novel tersebut
terkandung interaksi antarsesama tokoh, serta tokoh dan lingkungan. Salah
satu interaksi yang terkandung dalam novel tersebut adalah dialog
antartokoh.
Selain menggambarkan kegiatan interaksi para tokoh, dialog juga
berfungsi memperkonkret watak dan kehadiran pelaku, serta memperhidup
karakter tokoh (Waluyo, 2014: 26).
Berdasarkan pendapat Waluyo di atas, dapat dikatakan bahwa dialog
dalam novel Ibuk digunakan oleh pengarang untuk mempertegas karakter
tokoh. Banyak dialog yang ditulis oleh pengarang mengandung tujuan untuk
mempertegas karakter tokoh. Dalam dialog-dialog tersebut karakter tokoh
disebutkan oleh tokoh lain dalam percakapannya. Misalnya tokoh Bayek
yang menyebutkan bahwa tokoh Ibuk adalah orang berkarakter pekerja
keras.
g. Gaya Bercerita
Gaya bercerita pengarang yang satu dengan pengarang yang lain
tentunya berbeda-beda. Setiap pengarang memiliki gaya yang khas dalam
menyampaikan ceritanya. Seperti yang dikatakan Waluyo bahwa ada
pengarang yang menyampaikan ceritanya dengan santai dan menggunakan
bahasa yang ringan, ada pengarang
commit toyang
user menyampaikan ceritanya dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
155
sikap yang menggurui, ada pula pengarang yang bersikap seperti wartawan,
yakni memberikan berita kepada pembacanya (2014: 26).
Seperti pengarang-pengarang lain yang memiiliki gayanya dalam
menyampaikan cerita, pengarang novel Ibuk ini juga memiliki gayannya
sendiri. Pengarang novel yang memiliki nama lengkap Iwan Setyawan ini
menyampaikan ceritanya dengan sederhana. Kesederhanaan tersebut
tercermin dari bahasa dan unsur-unsur pembangun cerita tersebut.
Bahasa yang digunakan oleh Iwan sangat ringan dan sederhana,
terutama penulisan dialog-dialog di dalamnya. Tidak ada dialog yang
berlebihan. Kata-kata yang digunakan juga cenderung bermakna denotatif.
Narasi yang digunakan juga menggunakan kalimat-kalimat yang bermakna
tunggal. Hal tersebut membuat cerita dan pesan yang disampaikan oleh
pengarang menjadi mudah ditrima oleh para pembaca.
h. Amanat
Terkandung amanat ataupun pesan moral dalam cerita yang
disamapikan oleh Iwan Setyawan dalam karyanya yang berjudul Ibuk. Pesan
tersebut tidak disampaikan secara langsung oleh pengarang, melainkan
disiratkan dalam dialog-dialog, tingkah para tokoh, juga narasi yang
disamapaikan pengarang.
Walaupun pesan tersebut hanya disiratkan oleh pengarang, tetapi
pembaca akan sangat mudah untuk menemukan pesan yang ingin
disampaikan pengarang. Hal tersebut dikarenakan pegarang selalu
menekankan hal yang sama dalam setiap ceritanya. Adapun pesan yang
ditemukan dalam cerita tersebut adalah bahwa sikap kerja keras dan pantang
menyerah akan sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan atau
kesuksesan.
Setiap tokoh yang diceritakan pengarang hampir semua memiliki
semangat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Tokoh-tokoh
tersebut selalu bekerja keras dan bersabar untuk dapat mencapai apa yang
mereka cita-citakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
156
2. Aspek Psikologi Tokoh dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan
Telah dijelaskan bahwa novel adalah kisah kehidupan manusia. Maka
jelas tokoh dalam novel tersebut adalah manusia. Sebagai manusia seseorang
memiliki aspek psikologis. Aspek psikologis yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah bahwasannya manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi untuk dapat melangsungkan hidup.
Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki kebutuhan dasar yang
tersusun secara hirarkis (Mendari, 2010: 84). Adapun kebutuhan-kebutuhan
tersebut juga dimiliki oleh tokoh-tokoh dalam novel Ibuk karya Iwan
Setyawan. Tokoh novel Ibuk memiliki hal-hal kebutuhan-kebutuhan untuk
mencapai tujuannya. Dalam novel ini ditemukan tujuh kebutuhan dasar yang
ada dalam kehidupan para tokoh, yakni kebutuhan fisiologis, kebuthan akan
rasa aman, kebutuhan akan kepemilikan dan cinta, kebutuhan akan
penghargaan, kebutuhan kognitif, kebutuhan estetika, dan kebutuhan
aktualisasi diri. Pemenuhan kebutuhan antara satu orang dengan orang lain
berbeda bergantung tingkat pada motiv dan tingkat pemuasan kebutuhan
(Olson & Hergenhahn, 2013: 843 – 844 ).
Tokoh Ibuk memiliki tingkat kebutuhan yang lebih rendah dari pada
tokoh Bayek. Ibuk hanya memenuhi pencapaian di tingkat kebutuhan akan
cinta dan rasa kepemilikan. Ibuk hanya memenuhi kebutuhan dasar yang
didorong oleh d-motive dan tidak memiliki keinginan untuk mengembangkan
diri dengan memenuhi kebutuhan yang di dorong oleh b-motive. Dari pada
memenuhi
kebutuhan
pertumbuhannya
Ibuk
lebih
memilih
untuk
mendedikasikan hal yang ada untuk mendukung pemenuhan kebutuhan anakanaknya. Begitulah rasa cinta Ibuk terhadap keluarga. Ibuk mampu menahan
dirinya untuk memenuhi meta-metakebutuhan demi keluarga dan anakanaknya.
Berbeda dengan Bayek, Ia selalu ingin maju dan mengembangkan
dirinya. Akan tetapi, pengembangan dirinya tersebut bukan semata-semata
untuk dirinya sendiri. Bayek
ingin
dirinya berkembang untuk dapat
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
157
membahagiakan dan membantu keluarga. Karena Ia yakin bahwa hanya ketika
Bayek sukses Ia dapat membantu keluarganya. Keinginan Bayek untuk
berkembang membuatnya terus memenuhi kebutuhan-kebutuhannya untuk
dapat menjadi manusia yang independen. Dan pencapaiannya tiba pada puncak
kebutuhan yakni untuk mengaktualisasikan dirinya melalui tulisan yang Ia
buat. Bayek ingin menginspirasi orang-orang disekelilingnya. Bahwa setiap
orang bisa mencapai apapun dengan usaha tanpa henti dan doa yang terus
terpanjat.
3. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan
Ditemukan beberapa nilai pendidikan karakter dalam novel Ibuk karya
Iwan Setyawan. Hal ini menjadikan novel Ibuk sebuah novel yang layak
dijadikan bahan bacaan untuk para generasi muda. Nilai-nilai karakter yang
dimiliki oleh para tokohnya dapat dijadikan teladan atau panutan bagi para
pembaca.
Sebagaimana dikemukakan oleh narasumber Reni Sunarso, S.Pd., dan
Sudaryani, S.Pd. selaku guru pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP
N 1 Surakarta bahwa dalam novel Ibuk ditemukan nilai-nilai positif yang baik
untuk dicontoh yakni semangat kerja keras, mandiri, dan taat beragama
(religius). Adapun nilai-nilai pendidikan karakter lain yang ditemukan dalam
diri para tokoh novel Ibuk adalah jujur, toleransi, disiplin, rasa ingin tahu,
gemar mebaca, cinta tanah air, dan peduli lingkungan. Nilai-nilai pendidikan
karakter tersebut tercermin dalam diri setiap tokoh melalui tingkah laku dan
dialog yang dipaparkan oleh pengarang dalam cerita.
4. Relevansi Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan sebagai Bahan Ajar
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP
Penggunaan novel Ibuk dapat diterapkan dalam pembelajaran Bahasa dan
sastar Indonesia, khususunya untuk menujang beberapa Kompetensi Dasar
(KD) yang berkaitan dengan commit
sastra. to
Adapun
user bebeberapa Kompetensi Dasar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
158
yang dapat ditunjang dengan penggunaan novel Ibuk sebagai bahan ajarnya
adalah KD 4.12 menyajikan tanggapan tentang karya (film, cerpen, puisi,
novel, dan karya seni daerah) yang dibaca atau didengar; KD 4.17 membuat
peta konsep/garis alur dari buku fiksi dan nonfiksi yang dibaca; dan KD 4.18
menyajikan tanggapan terhadap buku fiksi dan nonfiksi yang dibaca secara
lisan/tertulis.
Hal tersebut sesuai dengan simpulan wawancara dengan guru-guru mata
pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan beberapa siswa kelas delapan SMP
yang menghasilkan data, bahwa KD tersebut di atas dapat ditunjang dengan
penggunaan novel Ibuk sebagai bahan ajar (transkrip wawancara terlampir).
Selain relevan dengan beberapa kompetensi dasar, bahan ajar novel juga
dapat meningkatkan minat siswa dalam kegiatan pembelajaran. Tumbuhnya
minat tersebut dikarenakan ketepan bahan ajar dilihat segi bahasa, psikologis
dan latar belakang budaya (Rahamnto, 1988: 27). Dari tiga siswa yang
melakukan wawancara dengan peneliti, semuanya mengaku bahwa mereka
lebih tertarik dalam mengikuti pembelajaran karena disuruh membaca novel.
Novel ini juga dapat meningkatkan kegemaran siswa pada kegiatan membaca.
commit to user
Download