perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Unsur-Unsur Intrinsik Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan Sebelum menganalisis secara khusus mengenai psikologi para tokoh dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan akan lebih baik dibahas terlebih dahulu mengenai unsur-unsur pembangun novel tersebut. Tujuan dianalisisnya unsur intrinsik ini adalah agar pembaca terlebih dahulu mengenal secara utuh novel yang dikaji. Adapun unsur intrinsik yang diteliti penulis adalah tema, plot atau alur cerita, penokohan dan perwatakan, setting atau latar dan latar belakang, point of view atau sudut pandang pengarang, dialog atau percakapan, gaya bercerita, dan amanat cerita. a. Tema Seperti telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa tema adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi. Tema dapat diketahui melalui judul cerita, petunjuk setelah judul cerita, dan proses pembaacaan. Tema novel Ibuk karya Iwan Setyawan ini dapat diketahui penulis melalui proses pembacaan karya. Pokok pembicaraan dalam novel tersebut adalah perjuangan ibuk dalam memberikan penghidupan yang layak bagi anak-anaknya melalui jalur pendidikan. Harapan ibuk adalah dengan pendidikan yang tinggi, anak-anaknya akan memiliki kehidupan yang lebih baik. Cita-cita ibuk tersebut tergambar dalam kutipan-kutipan berikut ini. “Nduk, sekolah nang SMP iku mesti. Koen kudu sekolah. Uripmu cek gak soro koyok aku, Nduk! Aku gak lulus SD. Gak iso opo-opo. Aku mek iso masak tok. Ojo koyok aku yo Nduk! Cukup aku ae sek gak sekolah…,” kata ibuk. (Setyawan, 2012: 61) Kutipan di atas menggambarkan keinginan seorang Ibu agar anaknya mendapatkan pendidikan yang lebih baik daripada orang tuanya. Dengan commit to user 68 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 69 pendidikan yang tinggi diharapkan anak-anak tidak hidup dalam kesengsaraan. “ Bayek juga, mesti ke SMP 1 terus ke SMA 1 Batu, dan kuliah. Anak-anak perempuan juga, mesti kuliah. Gak cukup SMP atau SMA saja. Biar kamu semua dapat kerjaan yang bagus. Biar semua bisa mandiri.biar jadi manusia yang bermartabat,” lanjut Ibuk ke adik-adik Isa. (Setyawan, 2012: 66) Kutipan di atas masih membahas tentang pentingnya pendidikan. Pendidikan bukan hanya penting bagi anak laki-laki tapi juga penting bagi para anak perempuan. Namun, untuk memenuhi harapan dan cita-cita tinggi yang dimiliki oleh ibuk tidaklah berjalan dengan mudah. Dalam perjalanannya ibuk dan keluarga harus rela bekerja keras, keadaan ekonomi yang sulit selalu menjadi alasan timbulnya masalah dalam memenuhi cita-cita tersebut. Setiap masalah yang muncul tidak sedikitpun menyurutkan semangat ibuk untuk dapat mewujudkan cita-citanya. Dengan kerja keras, ketekunan, keprihatinan Ibuk dan Bapak, akhirnya masalah demi masalahpun teratasi. Hingga akhirnya Bayek, dan keempat anak perempuan Ibuk dapat kuliah dan menjadi orang yang sukses. Keadaan yang prihatin dan sederhana telah diceritakan pada bab awal dalam novel. Bab pertama novel ini mengisahkan seorang gadis lugu bernama Ngatinah yang sering disapa Tinah. Ia harus rela putus sekolah. Setelah putus sekolah Ia menjalani hidup dengan membantu Mbok Pah (nenek Tinah) berjualan baju di kios kecil Pasar Batu. Pada bab berikutnya diceritakan pertemuan antara kenek angkot bernama Sim dengan Tinah. Sejak pertemuan pertama mereka di kios Pasar Batu, Sim sering mendatangi rumah Tinah. Mereka lalu sering menghabiskan waktu berdua. Hingga akhirnya Sim berani melamar Tinah. Mereka pun menjadi sebuah keluarga. Dalam kesederhanaan mereka commit to user menjalani kehidupan rumah tangga. Dari pernikahan tersebut, mereka perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 70 dikaruniai lima orang anak. Kini Sim menjadi seorang bapak, dan Tinah menjadi seorang ibuk. Kesederhanaan dan keprihatinan yang dilalui keluarga ibuk dalam usahanya keluar dari kelamnya kehidupan dapat dilihat dari beberapa kutipan berikut ini. Mereka membicarakan untuk pindah rumah karena sungkan. Tapi memang tidak ada uangdan bayi-bayi ini butuh tempat yang hangat. Akhirnya mereka memutuskan untuk menetap sementara waktu lagi di rumah Mbak Gik. (Setyawan, 2012: 33) Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa pada awal pernikahan, Sim dan Tinah belum memiliki rumah sendiri. Mereka masih menumpang di rumah Mbak Gik (kakak angkat Sim). Sebenarnya Sim dan Tinah merasa sungkan terlalu lama menumpang, tetapi tidak ada pilihan lain keduanya belum mampu membangun rumah sendiri. Setelah bekerja keras dan berhasil menabung, akhirnya Sim dan Tinah mampu membangun rumah mereka sendiri. Walaupun rumah tersebut tidak begitu besar tetapi mereka senang dan bangga, karena sekarang memiiliki rumah sediri yang dibangun dari hasil jerih payah mereka. Di rumah kecil mereka, kesederhanaan dan keprihatinan tidak berakhir begitu saja. Mereka tetap masih harus berjuang untuk hidup, berjuang untuk keluar dari hidup yang kelam, berjuang membesarkan anak-anak mereka, berjuang untuk memberikan masa depan yang cerah untuk anak-anak mereka. Perjuangan dan kesederhanaan di rumah kecil mereka, tergambar dalam kutipan-kutipan berikut ini. Ketika Bapak sakit dan tak ada setoran uang belanja, Ibuk biasanya menggadaikan barang-barang di rumah, seperti piring, cangkir, atau jariknya. Dapur harus terus mengepul. Anak-anak harus makan. (Setyawan, 2012: 37) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 71 Keadaan perekonomian keluarga Ibuk dan Bapak memang tidak selalu baik. Kadang untuk makan pun uang tak ada. Ketika keadaan sudah mendesak barang-barang rumah harus digadaikan agar keluarga Ibuk tidak kelaparan. “Ini dua telor ceplok untuk kita bertujuh,” kata Ibuk menghidangkan nasi goreng yang masih panas dari penggorengan. (Setyawan, 2012: 40) Keadaan yang serba kekurangan memaksa Ibuk dan keluarga untuk hidup dalam kesederhanaan dan hidup seirit mungkin. Dua telor ceplok untuk makan bertujuh adalah gambaran bagaimana hidup keluarga itu sangat sederhana. “Yang penting, pastiin ada uang buat makan besuk ya, Pak! Kata Ibuk selalu memastikan. Dari uang belanja ini, Ibuk berusaha menyisakan sebagian untuk membayar SPP dan keperluan sekolah. ( Setyawan, 2012: 46) Demi cita-cita ibuk untuk dapat memberikan pendidikan setinggi mungkin bagi anak-anaknya, Ibuk harus pandai-pandai mengatur keuangan. Ibuk tidak ragu-ragu menyisihkan uang belanja, dan memasak seadanya untuk anak-anak. Hal itu dilakukan Ibuk agar uang SPP anak-anak dapat terbayar. Kutipan-kutipan di atas menggambarkan bagaimana Ibuk menyiasati agar kebutuhan anak-anak tercukupi. Baik kebutuhan akan makan dan sekolah, semua harus tetap berjalan walau dalam kesulitan yang besar. Bukan hanya Sim dan Tinah, semua anggota keluarga termasuk kelima anak mereka juga hidup dalam kesederhanaan dan keprihatinan. Di saat anak-anak yang lain telah memiliki buku baru untuk sekolah, Bayek (anak lelaki Sim dan Tinah) harus rela menggunakan buku-buku bekas yang diperoleh dari kakaknya. Bukan hanya Bayek yang harus bersabar untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya. Saudara-saudara perempuannya pun commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 72 merasakan hal yang sama. Hal tersebut dapat diketahui dari kutipan di bawah ini. Buku baru. “Ah, kamu coba pake buku bekas kakakmu, Yek! Yang penting bawa buku dulu. Buku baru nanti saja kalau ada rejeki, ya. Insya Allah, Ibuk belikan di toko buku pelajar. Sabaro sik, Le!” (Setyawan, 2012: 59) Buku adalah salah satu kebutuhan pokok bagi para siswa. Untuk dapat mengikuti kegiatan pelajaran dengan maksimal seorang siswa harus memiliki buku untuk mencatat pelajaran. Kebanyak siswa sekolah selalu membeli buku baru di tahun ajaran baru, tapi tidak dengan Bayek. Bayek cukup menggunakan buku lama bekas kakanya, karena belum ada biaya untuk membeli buku baru. “Nduk, uang bangunan sekolahmu kita bayar tahun depan saja, ya? Kamu sekarang sekolah dulu. Mesti berani. Kalau ditanya bugurumu bilang tahun depan!” (Setyawan, 2012: 65 – 66) Membayar uang bangunan dan SPP kala itu menjadi suatu kewajiban agar siswa dapat bersekolah. Ketepatan waktu pembayaran uang bangunan dan SPP biasanya juga menjadi salah satu factor yang menjadikan siswa lebih percaya diri dalam mengikuti kegiatan sekolah terutama kegiatan pembelajaran. Tidak sedikit siswa yang menjadi minder karena ketidakmampuan orang tua siswa dalam membayar uang bangunan dan uang SPP tepat waktu. Dari kutipan- kutipan di atas, dapat diketahui bahwa anak-anak pun ikut merasakan bagaimana hidup yang sederhana, hidup dalam keprihatinan, dan saling berbagi walau dalam keterbatasan. Dari kutipan-kuitpan di atas dapat diketahui bahwa permasalahan yang sering muncul adalah permasalahan ekonomi, dan pendidikan. Berkaitan dengan hal-hal yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 73 telah disampaikan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa tema dari novel Ibuk adalah ekonomi dan pendidikan. b. Plot atau Alur Cerita Cerita dalam novel Ibuk diawali dengan pengenalan suasana dan tokoh. Di awal paragraf pertama bagian satu telah dapat diketahui bahwa kehidupan yang dialami tokoh adalah keprihatinan. Kemudian diperkenalkan tokoh-tokoh dalam cerita. Pengenalan tokoh pertama adalah tokoh utama yakni Tinah, kemudian baru diperkenalkan tokoh-tokoh lain dari yang paling dekat kekerabatannya dengan tokoh utama. Seiring dengan pengenalan tokoh-tokoh baru dalam cerita terjadi peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh utama. Tokoh utama Tinah bertemu seorang kenek angkot bernama Hasyim, yang kemudian diceritakan sebagai suami Tinah. Dalam kehidupan rumah tangganya Tinah dikaruniai lima orang anak yakni Isa, Nani, Bayek, Rini, dan Mira. Masalah mulai terjadi dalam rumah tangga. Dengan pendapatan yang tidak seberapa Hasyim harus menghidupi keluarganya. Kebutuhan semakin meningkat terutama kebutuhan untuk pendidikan anak-anak. Hasyim harus rela kerja banting tulang untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Tinah harus pandai-pandai mengatur segala urusan rumah tangga terutama biaya pendidikan anak-anak. Anak-anak harus rela menekan keinginan mereka untuk dapat seperti teman-temannya yang hidup berkecukupan. Untungnya Hasyim dan Tinah adalah orang tua yang bertanggung jawab, mereka bertekad untuk terus menyekolahkan anak-anak mereka. Hingga suatu saat Bayek anak laki-laki mereka satu-satunya dapat berkarir dan sukses di New York. Perjuangan Tinah dan Hasyim sebagai orang tua tidak sia-sia. Namun, di balik keberhasilan Bayek berkarir di luar negri, Bayek sangat berat meninggalkan keluarganya. Karena semenjak kecil Bayek tidak pernah berada jauh dari keluarga terutama ibunya. Bayek harus rela memendam kerinduan commit terhadap to user keluarganya selama bertahun- perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 74 tehun. Berkat keharmonisan rumah tangga yang selalu dibina dengan baik, Bayek pun merasa sangat bertanggung jawab akan kehidupan keluarganya di desa. Setelah Bayek sukses berkarir, Bayek selalu membantu memenuhi kebutuhan orang tua dan saudara-saudaranya dengan mengirimi uang pada keluarga. Masalah pun sedikit demi sedikit mendapatkan pemecahan, dan Bayek telah merasa puas serta berhasil mencapai tujuannya. Saat tujuan Bayek telah tercapai yakni membantu saudara-saudaranya untuk mendapatkan kehidupan dan perekonomian yang layak Bayek pun memutuskan untuk pulang, tinggal bersama keluarganya, dan berkarir di Indonesia. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pergerakan alur yang digunakan dalam novel Ibuk secara berurutan adalah 1) eksposisi; 2) inciting moment; 3) rising action; 4) complication; 5) climax; 6) falling action; dan 7) denouement. Secara singkat alur novel ini dapat digambarkan dalam gambar 5. Alur dalam novel Ibuk adalah alur campuran. Di katakan demikian karena tidak semua kisah dalam novel ini dirangkai secara kronologis. Pada awalnya kisah yang disajikan berjalan maju, diawali dari citraan masa kecil Tinah yang tidak lulus SD, kemudian pertemuannya dengan kenek angkot bernama Sim. Keputusan Tinah dan Sim untuk menjalani kehidupan keluarga bersama, dan akhirnya keduanya dikaruniai lima orang anak. Seiring berjalannya waktu, melalui ingatan Tinah, Ia bercerita kepada anak-anaknya tentang masa lalu. Tentang bagaimana perjuangannya bersama Bapak dalam mendirikan rumah kecil yang sekarang mereka tempati. Kemudian pengarang membawa cerita tersebut pada masa kini, ketika Bayek bekerja di New York hingga meninggalnya Bapak. Hal tersebut tergambar dalam beberapa kutipan di bawah ini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 75 Waktu Ibuk hamil Rini, kita mulai membangun rumah ini. Setelah menabung bertahun-tahun, Bapak ingin punya rumah sendiri. Masa’ anak sudah mau empat, masih juga menumpang di rumah orang, kata Bapakmu…. (Setyawan, 2012: 76) Ah, begitulah rumah ini dibangun. Ibuk mengakhiri ceritanya. Hujan mulai reda. Mata Ibuk menerawang ke langit-langit. (Setyawan, 2012: 79) Kutipan di atas menggambarkan kejadian di mana tokoh Ibuk mengenang masa lalu melalui cerita terhadap anak-anak. Ibuk menceritakan bagaimana awal mula keinginan Bapak untuk memiliki rumah sendiri. Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa pengarang melakukan penceritaan dengan alur kilas balik atau alur mundur. “Ibuk hampir lupa! Ketika membangun rumah ini, Ibuk mendapat wejangan dari wong pinter di Gang Buntu. Tentang si Bayek,” kata Ibuk setelah mematikan lampu dapur. …. “ Besok malam ya, Ibuk cerita tentang Mbah Carik,” janji Ibuk. (Setyawan, 2012: 79) Ketika Ibuk telah selesai menceritakan bagaimana dulu Bapak dan Ibuk berusaha untuk membangun rumah, Ibuk teringat juga tentang Mbah Carik yang pernah memberikan wejangan. Alur maju tergambar dalam kutipan di atas pada kalimat besuk malam ya, Ibuk cerita tentang Mbah Carik bagian tersebut menggambarkan hal yang baru akan terjadi. Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa alur yang digunakan dalam novel teresebut adalah alur campuran. Di mana Ibuk menceritakan masa lalu ketika proses pembangunan rumah. Selain itu pengarang juga membahas secara khusus pada bab 17 yang di beri judul Mbah Carik dan Misteri. Setelah dari bab 1 sampai bab 16 pengarang menceritakan kehidupan keluarga yang kronologis, tiba-tiba pada bab 17 pengarang menceritakan masa lalu ketika commit to userIbuk bertemu dengan Mbah Carik perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 76 dan mendapatkan wejangan, serta bagaimana Bayek kecil mengalami mati suri. Novel Ibuk memiliki alur yang baik, karena dalam novel tersebut terdapat law of plot yang disampaikan oleh Kenney, yakni plausibility, surprise, suspens, unity, subplot dan ekspresi (Waluyo, 2014: 15). Plausibility atau kebolehjadian yang terdapat dalam novel ini adalah masalah ekonomi yang diderita keluarga Ibuk. Ngatinah dan Sim yang putus sekolah karena tidak mampu membiayai pendidikan dan kerja keras yang dilakukan seorang Bapak untuk membiayai kehidupan rumah tangganya. Hal-hal semacam itu masih sering terjadi di kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Surprise yang ada dalam novel Ibuk adalah ketika tiba-tiba tokoh Bayek mendapatkan tawaran kerja New York. Sebuah kesempatan yang sangat besar untuk berkarier. Kemudian perrjalanan karier Bayek yang sangat mulus, mengubah hidup Bayek dan keluarganya. Novel Ibuk juga mengandung suspense yakni hal yang membuat pembaca merasa penasaran. Hal ini dialami oleh penulis sendiri. Penulis penasaran mengenai bagaimana perjalanan hidup Bayek di New York, tentang bagaimana Bayek dapat mengubah kehidupan keluarganya. Kehidupan keluarga yang semula sangat sederhana dan prihatin berada dalam kelas ekonomi menengah ke bawah menjadi kelas ekonomi mengengah atas. Walaupun demikian, keluarga Bayek tetap hidup dalam kesederhanaan. Hukum plot selanjutnya adalah unity atau kesatuan. Alur yang digunakan dalam novel Ibuk adalah alur longgar. Hal itu menyebabkan ada beberapa cerita yang sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi jalan cerita tetapi di masukkan dalam bab tersendiri dalam novel. Tetapi hal itu, juga tidak mempengaruhi kesatuan cerita yang disajikan dalam novel Ibuk. Sehingga, walaupun ada bagian cerita yang tidak terlalu berpengaruh dalam novel, kesatuan yang ada tidak hilang commit to sama user sekali. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 77 Subplot dalam novel Ibuk ketika pengarang menceritakan tokoh Mbah Carik. Dalam bagian tersebut sebenarnya bukanlah bahasan utama yang ingin disampaikan pengarang. Tokoh Mbah Carik hanya memperjelas karakter dan peran tokoh Bayek terhadap keluarganya kelak. Dalam novel Ibuk juga terkadung hukum plot yang lain, yakni ekspresi. Pengarang berhasil memilah cerita yang patut untuk dibahas secara detail dan cerita yang hanya sekilas saja. Dengan begitu cerita dapat mengekspresikan pengalaman para tokoh dengan apik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alur yang digunakan dalam novel Ibuk memiliki pergerakan maju yakni dimulai dari eksposisi, inciting moment, rising action, complication, climax, falling action, denouement. Jenis alur yang digunakan adalah alur campuran yakni alur maju dan alur mundur. Alur yang telah tersaji dalam novel Ibuk merupakan alur yang baik karena memiliki kelengkapan law of plot yakni plausibility, surprise, suspens, unity, subplot dan ekspresi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 78 Climax Hingga suatu saat Bayek anak laki-laki mereka satu-satunya dapat berkarir dan sukses di New York. Namun, di balik keberhasilan Bayek berkarir di luar negri, Bayek sangat berat meninggalkan keluarganya Bayek harus rela memendam kerinduan terhadap keluarganya selama bertahun-tahun Complication Falling action Bayek merantau ke luar negri untuk memperbaiki perekonomiann. dibutuhkan kerja keras dan waktu Setelah Bayek sukses yang cukup lama untuk bayek berkumpul kembali berkarir, Bayek selalu dengan keluarga membantu memenuhi kebutuhan orang tua dan saudara-saudaranya. Rising action Masalah Dengan pendapatan yang tidak seberapa Hasyim harus menghidupi keluarganya. Kebutuhan semakin demi pun sedikit sedikit men- dapatkan pemecahan, meningkat terutama kebutuhan untuk pendidikan anak-anak Inciting moment Denouement Tinah membina rumah tangga dan dikaruniai lima orang anak Bayek pun memutuskan untuk pulang, tinggal bersama keluarganya, dan berkarir di Indonesia. Eksposisi pengenalan suasana dan tokoh Gambar 6. Plot Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 79 c. Penokohan dan Perwatakan Novel Ibuk mengisahkan sebuah keluarga inti yang berjuang untuk keluar dari kelamnya kehidupan. Tokoh- tokoh dalam novel berjumlah delapan belas yang tergolong kedalam tokoh utama dan tokoh tambahan. Adapun tokoh-tokoh dalam novel ini antara lain Ngatinah atau sering disebut Tinah (Ibuk), Abdul Hasyim (Ayah) , Isa, Nani, Bayek, Rini, Mira, Mak Gini, Mbok Pah, Cak Ali, Mbak Gik, Bapak Mun, Mbak Ati, Pak Lurah, Rachel, Lek Giyono, Bang Udin, dan Mbah Carik. Tokoh-tokoh tersebut terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah Ibuk, dan Bayek. Tokoh utama tambahan adalah Bapak, Isa, Nani, Rini, dan Mira. Selebihnya adalah tokoh tambahan yang menjadi pendukung cerita. Beberapa tokoh tambahan tidak disebutkan secara rinci bagaimana sikap dan wataknya. Dalam penelitian ini penulis akan fokus meneliti perwatakan pada tokoh utama dan tokoh utama tambahan saja. Berikut analisis tokoh dan perwatakan novel Ibuk. 1) Ibuk/ Ngatinah Ngatinah yang biasa di sapa Tinah adalah seorang gadis yang lugu lembut, dan pemalu. Karena kelembutannya terpancar ketenangan di wajah Tinah, seperti diceritakan langsung oleh penulis dalam kutipan berikut ini. Tinah tumbuh menjadi gadis yang lugu. (Setyawan, 2012: 2) Pada kutipan di atas, penulis langsung menyebutkan watak tokohnya yang bernama Tinah. Tinah disebutkan memiliki watak lugu. Di wajah Tinah ada ketenangan seperti kabut yang diam-diam menyelinap disela-sela rumah bambu. Seperti angin pagi yang membawa kesejukan. Seperti awan yang menggumpal di atas Gunung Arjuno. Sebuah keluguan yang bisa meluluhkan siapa saja yang mengenalnya. (Setyawan, 2012: 3) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 80 Pada kutipan di atas penulis mempertegas watak lugu Tinah dengan menggambarkan wajahnya yang dianalogikan dengan keadaan alam sekitar yang begitu indah dan memberikan kesejukan. Selain lugu pengarang juga menyebutkan watak Tinah yang pemalu. Watak itu disebutkan pengarang dalam kalimat di bawah ini. Tapi Tinah pemalu, Ia jarang berbincang dengan pemuda itu.” (Setyawan, 2012: 3) Begitulah penggambaran watak Tinah ketika masih gadis. Pengarang menyebutkan secara langsung bahwa Tinah adalah gadis yang lugu dan pemalu. Namun seiring berjalannya waktu, ketika Tinah telah membina rumah tangga dan menjadi serorang istri juga seorang ibu, maka keluguan Tinah pun pelan-pelan berganti menjadi sosok seorang ibu yang rajin, kuat, pintar, bijaksana, dan penuh kasih sayang. Selain diceritakan langsung oleh penulis watak dan sikap Tinah juga dapat diketahui dari dialog-dialog dan tingkah laku Tinah dalam cerita sebagaimana kutipan berikut ini. Setelah melihat lima anaknya sudah kenyang, melihat mereka tidur siang, Ibuk baru menikmati makan siangnya. (Setyawan, 2012: 51) Dari kutipan di atas juga dapat diketahui bahwa Tinah memiliki sikap yang prihatin, dan mengalah. Tinah rela merasa kelaparan untuk memastikan anak-anaknya mendapatkan makanan yang cukup membuat mereka merasa kenyang. Selain itu, diceritakan pula bahwa Ibuk adalah perempuan perkasa yang sanggup bekerja keras dan juga rajin. Untuk dapat merawat kelima anaknya diperlukan tenaga yang ekstra. Ibuk tidak kenal lelah dalam mengurusi semua urusan anak-anak dan rumah tangga. Hal tersebut dapat diketahui dari kutipan-kutipan berikut ini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 81 Ibuk sudah bangun dari jam 4 tadi pagi. Ia langsung menuju dapur, mencuci piring kotor, semalam, membuatkan kopi untuk Bapak, dan mencuci pakaian di belakang rumah. (Setyawan, 2012: 40) Tak ada istilah libur buat Ibuk. Seperti biasa, sudah dari subuh tadi Ia mencuci baju di belakang rumah. (Setyawan, 2012: 54 – 55) Begitu banyak aktivitas yang dilakoni Ibuk disetiap harinya. Semua kegiatan rumah tangga dilakukan oleh Ibuk dengan senang hati. Tidak ada orang lain yang melayani keluarganya, hanya Ibuk seorang. Kegiatan-kegiatan tersebut menggambarkan betapa Ibuk bekerja keras dalam mengurusi rumah tangganya. Lima orang anak pada suatu pagi. Kicau burung pun tak terdengar. Sebuah pesta kehidupan yang dipimpin oleh seorang perempuan yang sederhana tapi perkasa. (Setyawan, 2012: 42) Setelah gagal mengambil rapor Bayek, Ibuk masih harus mengambil rapor Isa, Nani, dan Rini. Meskipun harus bolak-balik dari sekolah satu ke sekolah yang lain, Ibuk tak pernah meminta tolong orang lain untuk mengambilkan rapor anak-anaknya. (Setyawan, 2012: 63) Pengarang juga perempuan yang menuliskan perkasa yang bahwa dibalut Ibuk dengan adalah seoarang kesederhanaan. Keperkasaan Ibuk juga digambarkan oleh pengarang melalui tingkah laku Ibuk. Kecintaannya terhadap anak-anak dan apresiasi Ibuk terhadap prestasi anak-anak Ia wujudkan dengan mengambil rapor anak-anaknya. Ibuk selalu meluangkan waktu dan tenagannya untuk berjalan ke sekolah demi mengambil rapor anak-anaknya. Kutipan- kutipan di atas menggambarkan bahwa Ibuk adalah sosok yang pekerja keras, dan rajin. Selagi Ibuk sehat dan mampu, Ibuk tidak pernah meminta pertolongan dari orang lain untuk mengurusi anak-anak dan rumah tangganya. Diceritakan commit to pula user bahwa Ibuk adalah seorang yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 82 religius, Ia selalu berdoa, dan mengingatkan anak-anaknya untuk solat, sebagaimana terlihat dalam kutipan-kutipan berikut ini. “Alhamdulillah, Le. Kamu hati-hati ya. Jangan lupa salat,” pesan Ibuk. (Setyawan, 2012: 161) Ibuk selalu mengingatkan anak-anaknya untuk tidak lupa beribadah kepada Allah dengan melalukan salat. Kebiasaan melakukan salat adalah salah satu ciri manusia yang peraya kepada Allah SWT. Lampu ruang tamu sudah dimatikan Ibuk setelah salat subuh tadi.” (Setyawan, 2012: 258) Sehabis menanak nasi dan salat Subuh, seperti biasa Ibuk mengganti daster batiknyadengan celana training, kaos, dan jaket. (Setyawan, 2012: 284) Selain selalu mengingtkan anak-anak untuk mengerjakan salat, Ibuk sendiri juga melakukannya. Dua kutipan di atas menggambarkan bahwa Ibuk selalu melaksanakan salat subuh. Dari kebiasaan melakukan salat subuh tersebut, dapat dikatakan bahwa tokoh Ibuk adalah orang yang percaya terhadap Allah SWT dan mengamalkan kepercayaannya menjadi perbuatan. Hal seperti itu dapat dikatakan religius. Selain penggambaran watak atau sifat, pengarang juga menggambarkan fisik tokoh Ibuk. Yang mana diceritakan oleh pengarang dalam kutipan berikut ini. Ibuk mungkin melihat dirinya dalam diri Isa. Puluhan tahun yang lalu di usia yang hampir sama dengan Isa, Ibuk sekurus Isa. Secantik Isa. Rambutnya sama. Gaya berjalannya sama. Jalan hidupnya saja yang berbeda. (Setyawan, 2012: 123) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 83 Perawakan Ibuk digambarkan sama dengan perawakan Isa, kurus, cantik, dan memiliki gaya rambut juga cara berjalan yang sama. Dari uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa Ibuk adalah seorang gadis yang lugu, prihatin/ sederhana, pekerja keras, rajin, dan religius. Ibuk memiliki perawakan yang yang kurus, tetapi cantik. 2) Bapak/ Hasyim Abdul Hasyim atau biasa dipanggil Sim adalah seorang pemuda yang berprofesi sebagai kenek angkot di Pasar Batu. Ia memiliki perawakan yang tidak tinggi tetapi gagah, pakaiannya selalu rapih. Sim memiliki tatapan mata yang melankolis tetapi tajam, alisnya tebal dan bibirnya penuh. Begitulah pengarang menggambarkan fisik seorang Sim. Selain fisik, pengarang juga menggambarkan sifat Sim sebagai seorang yang supel, Ia mudah bergaul. Karena ketampanannya Sim di cap sebagai playboy pasar. Penggambaran fisik dan karakter Sim dapat dilihat dari kutipan berikut ini. Para sopir angkot dan kenek pun banyak yang turun untuk sarapan. Salah satunya, anak muda berusia sekitar 23 tahun. Seorang kenek yang telah lebih dari setahun datang dan pergi bersama angkotnya di Pasar Batu. Ia terlihat berbeda dengan sopir atau kenek lain. Pakaiannya selalu rapi. Tatapan matanya melankolis tapi tajam. Badannya tidak tinggi tapi gagah. Gayanya flamboyant. Alisnya tebal dan bibirnya penuh. Ia dekat dengan semua orang, dari ibuibu sampai preman. Ia dicap sebagai playboy pasar. (Setyawan, 2012: 4) Kutipan di atas menggambarkan fisik dan karakter Sim ketika berusia muda, yakni sekitar 23 tahun. Ia dikenal sebagai pria yang tampan juga supel dan mudah bergaul. Suatu ketika, ketika Sim sedang sarapan, Ia bertemu dengan seorang gadis lugu yang membuat jatuh hati. Gadis itu adalah Tinah. Gadis yang mampu meyakinkan Sim untuk membina rumah tangga. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 84 Kini, Sim menjadi seorang kepala rumah tangga dan juga seorang bapak bagi anak-anaknya. Sim adalah seorang suami dan bapak yang penyayang, Ia rela bekerja banting tulang demi mencukupi kebutuhan keluarga, mulai dari kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan untuk pendidikan anak-anaknya. Kerja keras Sim dalam menjalankan kewajiban sebagai suami dan bapak, dapat dilihat dari kutipan berikut ini. Dengan tabungan yang ada, Bapak bertekad memberi satu atap untuk keluarganya. Setelah menarik angkot, Bapak mengangkat pasir dan batu bata dari depan gang ke rumah ini. Bapak juga ikut membantu para tukang membangun fondasi, menaikkan genting, dan menyusunnya di atap rumah kita. (Setyawan, 2012: 77) Pekerjaan sebagai sopir akot yang dilakoni Bapak tidak menyurutkan semangatnya untuk membangun rumah. Keletihan setelah bekerja seharian tidak dijadikannya alasan untuk bermalasan-malasan. Demi tercapainya cita-cita Bapak membangun rumah, Bapak rela bekerja dua kali, bapak bekerja mencari uang dengan menjadi sopir angkot, dan menjadi tukang bangunan untuk membangun rumahnya sendiri. Dari tingkah laku Bapak yang digambarkan pengarang dapat diketahui bahwa Bapak adalah seorang yang pekerja keras dan rajin. “ Aku capek, Nah. Iki godaan datang terus. Aku berangkat lagi, ya! Gak bisa lihat anak-anak seperti ini. Saaken!” (Setyawan, 2012: 116) Berpuluh-puluh tahun Bapak menelusuri jalanan untuk menghidupi keluarga. Ia tak pernah berhenti. Ia tidak pernah menyerah. Terus berjuang untuk anak-anak dan keluarga. (Setyawan, 2012: 141) Kerja keras Bapak juga tergambar dalam kutipan di atas. Rasa capek yang dirasakan tidak menjadi penghalang untuk terus bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Cintanya terhadap keluarga menjadi salah satu sumber kekuatan Bapak. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 85 Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa bapak adalah orang yang pekerja keras. Sebagai kepala rumah tangga, Ia bertekad untuk memenuhi berbagai kebutuhan keluarganya, salah saatunya adalah kebutuhan untuk memiiliki tempat tinggal yang nyaman. Walau sederhana, tetapi rumah milik sendiri, itulah cita-cita Bapak. Bapak selalu berusaha mengerjakan sendiri apa yang dapat Ia kerjakan. Bapak selalu berusaha untuk tidak menyerah dengan keadaan. Ketika Bayek membutuhkan uang untuk menlanjutkan sekolahnya ke Bogor, Bapak rela menjual angkotnya. Angkot yang selama ini menemaninya mencari nafkah untuk keluarga. Hal ini membuktikan bahwa selain pekerja keras Bapak juga memiliki keyakinan bahwa pendidikan adalah hal utama untuk mengubah kehidupan mereka. Demi pendidikan Bayek bapak rela bekerja lagi pada orang lain, bekerja sebagai sopir truk, dan menjual angkot kesayangannya. Di usia senjanya, ketika kehidupan keluarga Bapak telah stabil dan terbebas dari segala urusan hutang tidak lantas membuat Bapak menjadi pemalas. Ia selalu bekerja, apapun yang dapat Ia kerjakan. Mulai dari membantu Ibuk mengurusi kebutuhan rumah tangga, sampai mengurus cucunya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan-kutipan berikut ini. Bapak juga yang mengantar-jemput cucu-cucunya ke sekolah. Bapak bisa bolak-balik sampai lima-enam kali dari Gang Buntu ke sekolah. Ketika pembantu di salah satu rumah anaknya sedang libur, Bapaklah yang membantu memandikan dan menyiapkan sarapan untuk cucu-cucunya. Ibu mereka harus berangkat kerja di pagi hari. Bapak selalu bangun sebelum azan subuh berkumandang dan membersihkan rumah. Ia kemudian jalan pagi bersama Ibuk. Tiap bulan, Bapak mengurusi tagihan listrik, air, internet di semua rumah anak-anaknya. Ia juga yang selalu siap siaga ketika ada atap yang bocor, tabung LPG yang sudah kosong, membeli susu buat cucu, membuang sampah, atau menghijaukan taman di rumah anak-anaknya. (Setyawan, 2012: 242 – 243) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 86 Tokoh Bapak adalah seorang yang tidak suka diam, Ia suka beraktivitas dan mencari kesibukan. Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa Bapak adalah seorang yang mudah bergaul, pekerja keras, rajin, dan penyayang. 3) Isa Isa adalah anak pertama dalam keluarga Tinah dan Sim. Isa terlahir sebagai bayi yang cantik dan sehat. Semenjak bayi Isa telah digambarkan sebagai bayi yang tidak suka merepotkan orang tuanya. Seperti kutipan berikut ini. Isa terlihat semakin cantik…. Ia bukan bayi yang rewel. Ia menangis kalau haus saja. Sekali dikasih Asi, Ia akan tidur lagi. Isa juga bayi yang sehat. (Setyawan, 2012: 32) Begitulah pengarang menggambarkan Isa ketika bayi. Tidak berbeda ketika Ia bayi, Isa juga tumbuh menjadi gadis yang cantik. Pengarang menggambarkan fisik seorang Isa sebagai beikut. Ibuk mungkin melihat dirinya dalam diri Isa. Puluhan tahun yang lalu di usia yang hampir sama dengan Isa, Ibuk sekurus Isa. Secantik Isa. Rambutnya sama. Gaya berjalannya sama.jalan hidupnya saja yang berbeda. (Setyawan, 2012: 123) Kutipan di atas menggambarkan bahwa sejak bayi pun, Isa adalah seorang yang cantik, dan tidak suka merepotkan orang tua. Hal itu semakin terlihat ketika Isa tumbuh menjadi seorang gadis. Ia tumbuh menjadi seorang yang mandiri, pintar, dan rajin. Watak- watak Isa tersebut dapat diketahui dari kutipan-kutipan berikut ini. Untungnya, Isa mulai mandiri. Ia bahkan sudah bisa menjaga Bayek ketika Ibuk harus mencucui baju atau memasak. (Setyawan, 2012: 36) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 87 Pada kutipan di atas pengarang menyebutkan langsung bahwa Isa adalah anak yang mandiri. Kemandirian Isa dipertegas dengan tingkah lakunya yang sudah bisa menjaga adiknya. Setengah jam setelah Bayek dan Rini menghabiskan makan siang, Nani dan Isa pulang dari sekolah. Seperti biasa, Nani membersikan rumah dulu. Ia menyapu lantai dan mengepel. Isa membersihkan kaca jendela dan meja kaca kecil di ruang tamu. (Setyawan, 2012: 50) Dari kegiatan yang dilakukan oleh Bayek, Rini, dan Isa dapat diketahui bahwa Isa adalah anak yang rajin. Ia selalu menjaga kebersihan rumahnya. Tak ada nilai merah! Rini ranking 9 besar, Nani ranking 3, dan Isa ranking 1! (Setyawan, 2012: 64) Ranking satu merupakan pencapaian yang luar biasa. Hasil tersebut merupakan bukti bahwa Isa adalah anak yang pandai di bidang akademik. Ia mengungguli teman-teman sekelasnya. Isa yang pendiam tak bisa membalas apa-apa. Mata Isa berkacakaca. (Setyawan, 2012: 135) Pengarang juga menjelaskan secara langsung bahwa Isa adalah adalah orang yang pendiam. Tidak banyak kata yang bisa Ia ungkapkan untuk membalas atau menimpali perkataan orang lain. Begitulah pengarang menggambarkan watak Isa dalam novel Ibuk. Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Isa adalah seorang yang mandiri, pintar, rajin, dan pendiam. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 88 4) Nani Nani adalah anak perempuan kedua di keluarga Tinah dan Sim. Ia umurnya terpaut sekitar satu tahun dengan umur Isa, kakaknya. Tidak jauh berbeda dengan kakaknya, Nani juga terlahir sebagai bayi yang sehat dan kuat. Tetapi Nani lebih gembil daripada Isa. Fisik Nani ketika bayi digambarkan sebagai berikut ini. Nani adalah bayi yang sangat mudah disusui. Dua tahun pipi gembilnya di dada Ibuk. Ia bayi yang sehat dan kuat. (Setyawan, 2012:33) Pribadi Nani pun tidak jauh berbeda dari kakaknya. Setiap anak Ibuk dan Bapak adalah anak-anak yang rajin, dan mengerti bagaimana hidup prihatin. Salah satunya adalah Nani. Bahkan Nani adalah anak Ibuk yang paling tangguh. Pribadi Nani dapat dilihat dari kutipan-kutipan berikut ini. Setengah jam setelah Bayek dan Rini menghabiskan makan siang, Nani dan Isa pulang dari sekolah. Seperti biasa, Nani membersikan rumah dulu. Ia menyapu lantai dan mengepel. Isa membersihkan kaca jendela dan meja kaca kecil di ruang tamu. (Setyawan, 2012: 50) Nani dan Isa selalu bekerja sama dalam menjaga kebersihan dan kerapihan rumah mereka. Nani dari kegiatan tersebut dapat diketahui bahwa Nani adalah anak yang rajin. Nani biasanya jarang meminta. Ia adalah kakak Bayek yang tangguh dan tak pernah merepotkan keluarga. (Setyawan, 2012: 59) Nani, anak Ibuk yang paling gagah, membersihkan got di depan rumah di tengah hujan deras. (Setyawan, 2012: 74) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 89 Pengarang secara langsung menyebutkan bahwa Nani adalah orang yang tangguh dan gagah. Ia selalu berusaha agar tidak merepotkan orang lain terutama keluarganya. Kadang-kadang Nani mengerjakan pekerjaan laki-laki. Tak ada nilai merah! Rini ranking 9 besar, Nani ranking 3, dan Isa ranking 1! (Setyawan, 2012: 64) Nani juga merupakan anak yang pandai, hal tersebut terlihat dalam kutipan di atas. Nani berada di peringkat tiga besar di kelasnya. Hal itu membuktikan bahwa kemampuan akademik Nani masih berada di atas teman-teman sekelasnya. Nani mulai belajar berdagang. Ia menjual pisang goreng, keripik, arau Citos di sekolah. (Setyawan, 2012: 118) Nani juga merupakan anak yang mandiri. Kemandiriannya tercermin dalam kegiatan yang dilakoninya. Nani tidak suka merepotkan orangtuanya, Ia berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri dengan berdagang. Ia berusaha meringankan beban kedua orang tuanya. Begitulah pengarang menceritakan pribadi seorang Nani di dalam novel Ibuk. Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Nani adalah orang yang rajin, tangguh, pintar, dan mandiri. 5) Bayek Bayek adalah anak ke tiga di keluarga kecil Tinah dan Hasyim, yang selanjutnya Bayek juga menjadi satu-satunya anak laki-laki di keluarga tersebut. Sebagai anak laki-laki satu-satunya begitu besar harapan Tinah dan Hasyim kepada Bayek. Akan tetapi Bayek kecil adalah seorang anak yang pemalu dan tidak bisa jauh dari ibunya. Walaupun sebenarnya Bayek adalah anak commit to user yang baik dan pintar, akan tetapi sebagaimana anak kecil dia masih suka perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 90 merengek meminta semua keinginannya dapat dipenuhi. Watak Bayek dalam novel Ibuk diceritakan penulis secara langsung dalam beberapa kutipan di bawah ini. Disepanjang jam sekolah matanya tak pernah terlepas dari jendela kelas, memastikan Ibuk masih menungguinya. Bayek anak yang penyendiri. Ia selalu merasa takut akan dunia luar sana. (Setyawan, 2012: 42 – 43) Pengarang menyebutkan secara langsug bahwa Bayek adalah anak yang penyendiri. Ia merasa hanya merasa nyaman apabila berada di dekat Ibuk. Ia merasa aman. Bayek masih belum bisa bermain dengan teman-teman barunya. Ia masih ingin menempel dengan Ibuk. (Setyawan, 2012: 44) Ia belum bisa bergaul dengan teman-temannya. Ibuk adalah satusatunya yang membuat Bayek merasa tenang. Teman Bayek adalah Ibuk. Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Bayek kecil adalah orang yang pemalu, tidak mudah bergaul, dan tak banyak bicara. Bayek hanya merasa nyaman apabila dekat dengan Ibuk dan keluarganya. Ia tidak bisa merasa senang dan aman ketika jauh dari keluarga terutama Ibuk. Selain diceritakan secara langsung, tokoh sikap Bayek dapat diketahui dari dialog-dialog dan tingkah lakunya dalam cerita. Sebagaimana kutipan dialog Bayek berikut ini. “ Bentar Buk,” balas Bayek yang sedang mengelap kaca depan. Ini sudah menjadi kebiasaan Bayek setiap pulang sekolah. Ia langsung menyapu ruang tamu, mengepel lantai, dan mengelap kaca jendela. (Setyawan, 2012: 86 – 87) Bayek merupakan anak yang rajin. Ia selalu membantu Ibuk dan saudara-saudaranya membersihkan rumah ketika pulang sekolah. Kerjaan commit to user membersihkan rumah biasanya dikerjakan oleh anak perempuan, tetapi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 91 Bayek dengan sukarela melakukan hal tersebut meskipun tidak ada perintah dari Ibuk atau saudara-saudaranya. “ Bener Buk, sekarang ya, Buk,” Bayek kembali merengek. (Setyawan, 2012: 89) “ Emoh!” jawab Bayek, singkat. “ Ayo, Buk, sekarang. Mumpung masih di sini!” rengek Bayek tak menyerah. (Setyawan, 2012: 90) Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Bayek kecil suka merengek apabila menginginkan sesuatu. Ia akan terus merajuk hingga keinginannya dapat terpenuhi. Tapi hal tersebut wajar mengingat bahwa dalam dialog tersebut Bayek masihlah anak kecil yang belum mengerti mengenai apa itu hidup prihatin. Walaupun sebenarnya Ia selalu hidup dalam keprihatinan. Setelah Bayek dewasa, tidak banyak yang berubah darinya. Dia tetap orang yang pendiam dan hanya merasa nyaman apabila dekat dengan keluarganya. Semenjak Bayek melihat Ibuk menangis, Ia bertekad kelak ketika dewasa Ia ingin membahagiakan Ibuknya. Membahagiakan keluarganya. Bayek yang telah tumbuh menjadi lelaki dewasa, bisa hidup lebih mandiri dan berani. Berikut ini disajikan kutipan yang menggambarkan betapa Bayek bekerja keras untuk dapat membahagiakan Ibuk dan keluarganya. Buk, jangan nangis lagi ya. Kalau Bayek sudah besar, Bayek janji akan membahagiakan Ibuk. Bayek janji, ikrar Bayek dalam hati. (Setyawan, 2012: 117) Janji yang diikrarkan Bayek bukanlah sekedar janji anak kecil yang tanpa dasar. Janji Bayek adalah juga impian dan cita-citanya. Ia berusaha dengan tekun untuk mewujudkan janji tersebut. Usaha paling nyata yang bisa bayek lakukan adalah berprestasi dikelas. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 92 Bayek melewati tahun pertama di SMP Negeri 1 Batu dengan lancar. Ia bahkan meraih ranking 1 di semester 2. (Setyawan, 2012: 125) “ Dan, lulusan terbaik dari Jurusan MIPA, Bayek Setyawan dari Jurusan Statiska dengan IPK 3.25!” seru pembawa acara memanggil Bayek. (Setyawan, 2012: 136) Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Bayek adalah orang yang pintar dan cerdas. Menjadi juara di kelas dan lulusan terbaik adalah cara awal Bayek untuk membahagiakan Ibuk. Caranya memberikan kebanggaan pada Ibuk. Sepuluh tahun aku berkelana menjelajahi hidup di negeri seberang. Jauh di seberang. (Setyawan, 2012: 106 – 107) Pergi merantau jauh dari kampung halaman bukanlah hal yang mudah. Diperlukan kemampuan adaptasi di tempat yang baru. Perlu keberanian dan kemandirian. Terlebih lagi bahwa tokoh Bayek adalah orang yang tidak pernah berada jauh dari tempat tinggal dan dari keluarganya terutama Ibuk. Bayek bertekad untuk maju. Ia tak keberatan bekerja lebih lama dari rekan kerja yang lain. Kadang Bayek lembur sampai jam 10 bahkan jam 2 pagi. Bayek juga sering bekerja di akhir pekan dan membaca buku statistika lagi. (Setyawan, 2012: 142) Bekerja melibihi jam normal untuk mendapatkan hasil terbaik bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Hal itu membutuhkan stamina dan fokus yang prima dan terjaga. Seperti itulah cara Bayek bekerja. Ia selalu berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan hasil terbaik dan belajar sebanyak-banyaknya dari perkerjaan yang Ia lakoni. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 93 Bapak dan Ibuk telah memberikan segalanya. Hidupnya. Kini saatnya aku berjuang seperti mereka! tekad Bayek. (Setyawan, 2012: 144) Tekad yang Bayek ikrarkan dulu tidak berubah. Ia masih berjuang untuk dapat dapat memenuhi janji dan tekadnya. Setiap saat Bayek mengingatkan dirinya sendiri akan janji dan tekadnya, bahwa Ia akan membuat keluarganya bahagia terutama Ibuk. Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui betapa Bayek ingin berjuang untuk membahagiakan orang tua dan keluarganya. Ia rela berkerja keras dan hidup jauh dari keluarga untuk bekerja. Dari saat Bayek kuliah, Ia berusaha agar menjadi orang yang pintar, usahanya tidak sia-sia, terbukti Ia menjadi lulusan terbaik dari jurusan statistika. Kemudian saat Bayek bekerja di Jakarta, Ia berusaha menjadi pekerja yang memiliki nilai lebih dibanding kawan-kawannya. Hingga kesempatan besar datang. Kesempatan untuk Bayek berkarir di New York. Saat bekerja di New York, Bayek pun tidak lantas puas atas pencapaiannya. Ia masih terus memacu dirinya agar menjadi lebih baik. Kerja keras Bayek mendapatkan hasil yang manis ketika Ia mendapatkan penghargaan “employee of the month” sebanyak dua kali. Selain penghargaan yang diperoleh Bayek, hasil kerja kerasnya membuahkan hasil yang lain yakni Bayek terus di promosikan oleh atasannya hingga mencapai posisi director internal client management di temaptnya bekerja. Keberhasilan Bayek berkarir tidak lepas dari kerja kerasnya dan doa Ibuk yang selalu menjaga Bayek. Selain tekad yang kuat, keprihatinan, dan kerja keras yang dilalui Bayek, keberhasilannya juga tidak lepas dari doa orang tua dan keluarganya. Bayek pun digambarkan sebagai seseorang yang religius, oleh karnanya Allah selalu meringankan langkah Bayek. Kehidupan religius Bayek dapat diketahui dari kutipancommit to user kutipan berikut ini. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 94 Air mata Bayek meleleh setelah salat Isya. Terlintas bayangan orang-orang yang terjebak dalam gedung saat pesawat menabrak. (Setyawan, 2012:158) Salat Isyak adalah salah satu amalan atau Ibadah wajib bagi umat Islam. Salat adalah cerminan ketaqwaan seorang muslim. Bayek selalu melakukan ibadah tersebut. “Hey, are you still fasting?” Tanya Rachel yang baru datang di kantor. “Of course! I am a good moslem,” jawab Bayek bangga. (Setyawan, 2012: 197) Selain salat ibadah wajib bagi umat muslim adalah berpuasa di bulan Ramadhan. Di tengah pekerjaan yang begitu melelahkan Bayek masih melakukan kewajibannya sebagai umat muslim yang taat yaitu berpuasa. Tidak mengeluh akan kewajiban yang berat Bayek justru bangga melakukan hal itu. Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Bayek adalah orang yang pemalu, suka merengek kalau menginginkan sesuatu, tetapi pandai dan pekerja keras, juga religius. 6) Rini Tidak banyak yang dapat diketahui tentang Rini dalam novel Ibuk, karena tidak banyak diceritakan oleh pengarang. Beberapa hal yang dapat diketahui mengenai Rini adalah bahwasanya Rini merupakan anak keempat dari pasangan Tinah dan Sim. Rini lahir satu setengah tahun setelah Bayek lahir. Mengenai sifat yang dimiliki Rini dapat diketahui dari kutipan-kutipan berikut ini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 95 Bayek anak penyendiri. Ia selalu merasa takut akan dunia luar sana. Rumahnya begitu nyaman. Ia merasa terlindung oleh kehangatan saudara dan orang tuanya. Rini malah sudah bisa ditinggal Ibuk di kelas. (Setyawan, 2012: 43) Pada jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) orang tua menunggui anaknya di luar kelas adalah hal biasa. Banyak anak yang belum berani ditinggal sendiri di kelas, karena merasa tidak aman. Tetapi berbeda dengan Rini. Ia adalah anak yang mandiri dan pemberani. Rini hanya diantar ke sekolah kemudian ditinggal oleh Ibuk. Rini sudah merasa berani dan tidak lagi bergantung Ibuk untuk ditunggui di sekolah. Dari kutipan-kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Rini lebih berani dan lebih mandiri daripada kakaknya, Bayek. Ketika Bayek harus selalu ditunggui Ibuk waktu sekolah, Rini malah sudah berani ditinggal sendiri di sekolahnya. 7) Mira Seperti Rini, Mira tidak begitu banyak diceritakan dalam novel ini. Tetapi keberadaan Mira juga mempengaruhi jalan cerita dari novel Ibuk. Yang dapat diketahui mengenai Mira adalah Ia anak bungsu di keluarga Tinah dan Sim. Mira lahir setelah Rini berusia lima tahun. Ketika bayi, Mira merupakan bayi yang tidak rewel atau anteng. Seperti kakakkakanya, Mira juga anak yang rajin dan pandai. Ketika Mira telah dewasa dan berumah tangga Ia adalah satusatunya anak permpuan Ibuk yang tinggal jauh dari Gang Buntu. Mira ikut suaminya tinggal di Karawang. Namun, jarak tidaklah menjadi penghambat bagi keluarga Ibuk untuk saling memperhatikan. Mira selalu menyempatkan diri untuk menelpon Ibuk. Itulah salah satu cara yang dilakukan Mira untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan keluarga, selalu memberi dan menerima kabar satu sama lain. Perhatian Mira terhadap Ibuk dan Bapak dapat dilihat dari kutipan di bawah ini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 96 Dua cucu Ibuk, anak Mira, tinggal di karawang. Hampir setiap hari mereka menelepon Ibuk dan Bapak. Kadang, Arti, cucu yang paling kecil, masih belum setahun, hanya bisa merengek di telepon. Ibuk dan Bapak kadang mengunjungi mereka meskipun tak sering. (Setyawan, 2012: 245) Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa walaupun Mira adalah anak yang perhatian terhadap keluarga. Meskipun tinggal jauh dari Gang Buntu, jauh dari Ibuk dan Bapak, Mira tetap berusaha menjaga kedekatan keluarga. Mira selalu menjaga komunikasi dengan keluarga di Gang Buntu. Dengan demikian keluarga kecil Mira tidak jauh dari keluarganya di Gang Buntu. d. Setting atau Latar dan Latar Belakang Sebagaimana telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa latar atau setting menyangkut dalam tiga hal yakni tempat, waktu, dan suasana. Dari masing-masing latar tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini. 1) Latar Tempat Secara umum ada dua latar tempat yang digunakan dalam novel Ibuk yakni kota Batu dan New York. Kota Batu merupakan saksi kehidupan keluarga Ibuk dan Bapak yang penuh dengan kesederhanaan dan keprihatinan. Kota Batu merupakan saksi bisu perjuangan Ibuk dan Bapak dalam membesarkan anak-anak mereka. Sedangkan New York adalah saksi perjuangan Bayek dalam pekerjaannya. Ia berusaha memperbaiki kehidupan keluarganya di Kota Batu, lewat perjuangan kariernya di New York City. Pada bab-bab awal yakni 26 bab pertama dalam novel, sering diceritakan peristiwa di pasar batu dan Gang Buntu, yang keduanya bertempat di Kota Batu. Hal ini dapat dilihat dari kutipan-kutipan berikut. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 97 a) Kota Batu Latar tempat tergambar dalam penceritaan pengarang pada suatu peristiwa atau kejadian yang dialami oleh para tokoh. Berikut ini disajikan kutipan yang menerangkan latar tempat berada di kota Batu, Malang. Pagi yang biasa. Pagi yang ramai di Pasar Batu. Di depan kios Mbok Pah, jajaran angkot mulai menurunkan penumpang. Sebagian besar adalah ibu-ibu yang akan berbelanja. (Setyawan, 2012:4) Pengarang menyebutkan kejadian di Pasar Batu, lebih dekatnya di depan sebuah kios miliki Mbok Pah. Di pasar itulah Tinah bekerja membantu Mbok Pah menjaga kios, dan Sim selalu memarkirkan angkotnya. Di pasar Batu pula awal mula pertemuan Tinah dan Sim. Meskipun harus bolak-balik dari satu sekolah ke sekolah yang lain, Ibuk tak pernah meminta bantuan orang lain untuk mengambilkan rapor anak-anaknya. Dari SD Negeri Ngaglik 1, tempat Bayek dan Rini sekolah, Ibuk jalan kaki ke sekolah Nani, SD Ngaglik 2. Tempat Isa sekolah di SD Ngaglik 3, yang paling jauh. (Setyawan, 2012:63) SD Negri Ngaglik merupakan SD yang di sebuah desa di Kota Batu. Tempat anak-anak Ibuk menuntut ilmu, dan tempat yang selalu didatangi Ibuk untuk mengambil rapor anak-anaknya. “Ni, beli sepatu yang agak gedean ya, biar bisa dipakai sampai kamu kelas 6 entar,” pesan Ibuk sembari memilihkan sepatu untuk Nani di Toko bata yang terletak di alun-alun Batu. (Setyawan, 2012:89) Sebuah toko sepatu yang terletak di alun-alun kota Batu juga menjadi salah satu tempat yang dituliskan pengarang untuk menceritakan sepenggal adegan atau potongan cerita di dalam novel. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 98 Siang harinya Ibuk mengurus surat-surat untuk keringanan uang bangunan sekolah. Dengan sandal jepit dan daster batik, Ibuk mengajak Bayek, Mira dan Rini ke kantor kelurahan di dekat SD Ngaglik 1 Batu. (Setyawan, 2012:122) Kelurahan Desa Ngaglik juga merupakan tempat yang sering dikunjungi Ibuk untuk mengurus surat keringanan. Hal itu dilakukan Ibuk agar anak-anaknya bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Dari kutipan-kutipan di atas dapat di ketahui bahwa peristiwaperistiwa yang dilalui oleh keluarga Ibuk dan Bapak berada di Kota Batu yakni di pasar Batu, SD N 1 Ngaglik, SD N 2 Ngaglik, SD N 3 Ngaglik, toko sepatu Bata di alun-alun kota Batu . b) New York City Latar tempat kedua yang dominan dalam novel Ibuk adalah kota New York. Di kota tersebut diceritakan kehidupan dan perjuangan Bayek untuk dapat mewujudkan misinya. Berikut ini disajikan kutipan yang menerangkan latar tempat berada di New York City. Bayek menerima tawaran kerja di New York. Dalam hati Ia ingin dekat dengan keluarga. Tapi keinginan untuk mengubah hidup telah membulatkan tekadnya untuk pergi ke New York. (Setyawan, 2012: 144) Bermula dari sebuah tawaran kerja, Bayek berniat untuk mengubah hidupnya dan kemudian memutuskan untuk pergi ke New York. Di belahan dunia yang lain Bayek tiba di New York! Ya, akhirnya Bayek tiba di New York dan menghirup udara musim gugur untuk pertama kalinya. (Setyawan, 2012: 146) Tekad telah bulat, keputusan telah diambil. Bayek menerima pekerjaan yang ditawarkan kepadanya. Kini Bayek berada di New commit to user York. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 99 Dari ruang tamu apartemen yang dia tumpangi inilah Bayek memulai hidup baru. Mbak Ati, yang membuka jalan Bayek di Amerika, memperkenalkan kehidupan di New York…. (Setyawan, 2012: 148) Di ruang tamu sebuah apartemen di New York, Bayek akan memulai hidup barunya. Ia berjuang keras untuk dapat mengubah nasibnya dan nasib keluarganya. Keesokan paginya Bayek langsung ke Manhattan. Sendirian Ia menelusuri jalanan di daerah itu dan merasakan hawa kota yang sebelumnya sangat hidup berganti menjadi melankolis. (Setyawan, 2012: 161) Minggu-minggu pertama di Manhattan, kaki Bayek selalu bergerak menelusuri jalanan kota. Ia mulai mengenal beberapa teman tapi ia sering menikmati hutan beton ini sendiri. (Setyawan, 2012: 169) Manhattan adalah salah satu kota yang paling indah di New York. Bayek seringkali berjalan-jalan di area kota tersebut untuk sekedar melepas penat. Tetapi keadaan Manhattan berubah menjadi sendu karena sebuah tragedi. Runtuhnya gedung Wold Trade Center karena serangan teroris mengubah suasana Manhattan. Kutipan-kutipan di atas menjelaskan bahwa Bayek bekerja dan tinggal di New York. Ia ingin mengubah jalan hidup keluarganya agar keluar dari keprihatinan. Dari berbagai kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa latar tempat dari novel Ibuk adalah di beberapa lokasi di Kota Batu yakni pasar Batu, SD N 1 Ngaglik, SD N 2 Ngaglik, SD N 3 Ngaglik dan kantor kelurahan Desa Ngaglik serta beberapa lokasi di New York yakni di ruang tamu sebuah apartemen dan di kota Manhattan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 100 2) Latar Waktu Latar waktu yang digunakan dalam novel Ibuk berupa kata keterangan waktu, tanggal, dan bulan. Latar waktu dalam novel ini dapat diketahui dari kutipan-kutipan berikut. a) Pagi Hari Pagi hari adalah waktu diawal hari yakni menjelang matahari terbit hingga menjelang tengah hari ketika matahari berada di atas kepala. Berikut kutipan-kutipan yang menerangkan kejadian-kejadian di waktu pagi dalam novel Ibuk. Pagi yang biasa. Pagi yang ramai di pasar Batu. Di depan kios Mbok Pah, jajaran angkot mulai menurunkan penumpang. (Setyawan, 2012: 4) Salah satu penggambaran latar waktu yang digunakan oleh pengarang adalah waktu pagi. Pagi hari yang ramai di sebuah pasar bernama pasar Batu. Kata pagi merupakan kata keterangan yang menggambarkan waktu. Sebelum ayam berkokok, Bapak sudah terbangun. Ia masih mengenakan baju yang dipakai tadi malam. Sandal jepit swallow warna biru tua menanti di depan pintu rumahnya. Ia segera menghidupkan mesin mobil. (Setyawan,2012: 69) Sebelum ayam berkokok pada kutipan di atas menggambarkan latar waktu di pagi hari. Kokok ayam biasanya mulai terdengar ketika menjelang subuh. Sekitar pukul empat pagi. Beberapa kutipan di atas menerangkan bahwa kejadian yang dialami oleh para tokoh terjadi pada waktu pagi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 101 b) Sore Hari Sore hari adalah waktu peralihan dari siang hari menuju malam hari. Sore hari biasanya ditandai dengan meredupnya sinar matahari hingga menjadikan hari terasa petang. Berikut disajikan kutipan yang menerangkan bahwa kejadian yang dialami tokoh terjadi pada sore hari. Minggu depannya, Sim menjemput Tinah selepas azan magrib. Untuk pertama kalinya Tinah memberanikan diri keluar dengan lelaki yang baru saja ia kenal. (Setyawan, 2012: 13) Selepas adzan magrib adalah keterangan waktu yang bisa dikatakan sore hari. Adzan magrib biasanya berkumandang sekitar pukul enam sore. c) Malam Hari Malam hari adalah waktu ketika matahari telah terbenam. Berikut disajikan kutipan yang menerangkan beberapa bagian dari cerita dalam novel Ibuk yang terjadi pada malam hari. Jam 11 malam. Gang Buntu senyap. Semua pintu tertutup rapat. Korden menyelimuti jendela di setiap rumah. Hampir semua rumah gelap, hanya lampu depan yang menyala. (Setyawan, 2012: 67) Pengarang menggambarkan suasana Gang Buntu yang senyap pada malam hari. Jadi dapat diketahui bahwa salah satu latar waktu dalam novel Ibuk adalah malam hari, yang pada kutipan di atas adalah jam sebelas malam. Air mata Bayek meleleh setelah salat Isya. terlintas bayangan orang-orang yang terjebak dalam gedung saat pesawat menabrak. (Setyawan, 2012: 158) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 102 Setalah salat Isyak merupakan keterangan waktu yang dapat dikatakan pada malam hari. Adzan Isyak berkumandang sekitar pukul tujuh malam. Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa latar waktu yang digunakan dalam novel Ibuk adalah pagi hari, sore hari yakni setelah adzan magrib, serta malam hari yakni jam sebelas malam dan setelah salat Isyak. 3) Latar Sosial Latar sosial atau suasana dalam novel Ibuk menggambarkan kehidupan keluarga yang tergolong dalam ekonomi menengah kebawah. Mengisahkan sebuah keluarga yang bekerja keras demi memenuhi kebutuhan, perjuangan untuk mengubah nasib melalui pendidikan dan pekerjaan yang layak. Kesederhanaan dan keprihatinan dalam novel Ibuk dapat dilihat dari kutipan-kutipan di bawah ini. … Terob kecil, tempat melempar janur kuning di pasang di depan rumah Mbok Pah. Mempelai duduk di atas kursi rotan dengan hiasan rangakaian bunga melati yang sederhana dan harum. Tak ada tenda di depan rumah. (Setyawan, 2012: 24) Upacara pernikahan atau resepsi biasanya digelar dengan begitu mewah dan ramai. Tapi tidak demikian pernikahan Tinah dan Sim. Pernikahan mereka digelar begitu sederhana dengan dekorasi seadanya. “ Meskipun banyak kebocoran di sana-sini, kita mesti bersyukur. Kita ada di rumah sendiri. Ada tempat untuk makan pisang goreng bersama-sama. (Setyawan, 2012: 79) Rumah yang ditempati keluarga Ibuk tidaklah mewah. Tidak banyak banyak perabot dan perlengkapan di dalam rumah, bahkan atap rumah sering bocor ketika hujan turun. Ibuk tidak berpikiran untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 103 membeli perabot-perabot rumah tangga yang mahal. Ibuk dan keluarga hidup dengan sederhana dan penuh keprihatinan. Adalah Ibuk yang senantiasa menemani Bayek lewat obrolan sederhana dan bening. Adalah Ibuk juga yang selalu mengingatkan Bayek agar tidak terjebak manisnya kota. Untuk tidak terseret dalam keceriaan yang hampa. (Setyawan, 2012: 174) Peringatan Ibuk kepada Bayek untuk selalu menjaga diri dari hingar binger kota yang menyesatkan adalah salah satu wujud keprihatinan seorang Ibuk terhadap anaknya yang tinggal jauh dari rumah. Kesediaan Bayek untuk selalu menjaga diri dan hatinya adalah wujud kesederhanaan yang telah lama tertanam dalam dirinya. Dari kutipan- kutipan di atas dapat diketahui bahwa para tokoh dalam novel Ibuk, menjalani hidup dalam kesederhanaan dan penuh perjuangan. Mereka menahan diri dari bermewah-mewah dan berusaha bersyukur dengan apa yang ada (prihatin). Dari perjalanan hidup yang sederhana tersebut dapat disimpulkan bahwa latar suasana dalam novel Ibuk adalah hidup yang prihatin dan sederhana. Dari uraian yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa dalam novel Ibuk terdapat tiga golongan latar atau setting. Adapun tiga golongan latar tersebut meliputi latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar waktu dalam novel Ibuk disampaikan dengan ketarangan waktu yakni pagi hari, sore hari, dan malam hari. Latar tempat secara umum diceritakan di dua daerah yakni Kota Batu dan New York City. Sedangkan untuk latar sosial digambarkan keadaan atau kehidupan keluarga yang sederhana dan prihatin. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 104 e. Point of View atau Sudut Pandang Pengarang Penyampaian cerita dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan dilakukan pengarang dengan menggunakan beberapa sudut pandang. Pada 15 bab pertama pengarang memposisikan dirinya sebagai narator serba tahu. Pada posisi ini pengarang menceritakan kehidupan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para tokoh. Pengarang bisa mengetahui perasaan dan pikiran para tokoh. Hal tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut ini. Keesokan harinya Sim sarapan di tempat yang sama. Seperti biasa ia menyapa Mbok Pah. Matanya kembali berbicara dengan mata Tinah. Ah, mungkin dia hanya menggodaku. Gadis desa yang tidak lulus SD ini, pikir Tinah. (Setyawan, 2012: 7) Posisi pegarang sebagai narator serba tahu membuat pengarang dapat mengerti setiap gerak gerik tokoh. Bukan hanya gerak-gerik, pengarang bahkan mengetahui apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan oleh tokoh. Seperti kutipan di atas, pengarang mengetahui kebiasaan Sim yakni selalu sarapan di tempat yang sama dan kebiasaan menyapa orang yang ditemui dalam hal ini adalah Mbok Pah. Pengarang juga mengetahui apa yang dipikirkan oleh tokoh Tinah pada saat itu. Pengarang mengungkapkan bahwa Tinah berpikir bahwa Ia sedang digoda oleh seorang playboy pasar. Melahirkan ituseperti berdiri di ambang batas kehidupan dan kematian. Itu yang terlintas di benak Ibuk. (Setyawan, 2012: 31) Pada kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengarang menceritakan apa yang muncul di benak tokoh Ibuk yang sedang berjuang melahirkan anaknya. Pengarang mengetahui isi pikiran Ibuk. Dari kutipan-kutipan di atas dapat di ketahui bahwa pengarang menggunakan nama orang dan kata ganti orang ke tiga dalam menyebutkan para tokohnya. Akan tetapi, pengarang mengetahui apa yang sedang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 105 dirasakan oleh para tokoh, jadi posisi penulis adalah narator serba tahu di mana pengarang mengetahui segalanya tentang para tokoh. Pada Bab 15 pengarang mulai mengganti posisinya dalam cerita. Pengarang menggunakan kata aku dalam menyampaikan ceritanya. Walau demikian, pengarang tidak mengungkapkan identitas sejati dirinya. Ia berada dalam cerita bersama seorang tokohnya. Dalam keadaan seperti ini, dapat dikatakan bahwa pengarang memposisikan dirinya sebagai narator (ikut) aktif. Dalam cerita tersebut pengarang mengungkapakan apa yang dirasakannya juga apa yang dirasakan tokohnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan-kutipan berikut ini. “ Le, ini Ibuk sudah terima rapormu!” Tak hanya melegakan Bayek tapi juga melegakanku! Aku tarik napas panjang setelah menuliskannya! (Setyawan, 2012: 72) Sebagai narator (ikut) aktif di dalam cerita membuat pengarang juga ikut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh. Pada kutipan di atas diterangkan bahwa pengarang ikut merasakan kelegaan yang dirasakan oleh tokoh Bayek, seolah-olah dirinya adalah tokoh tersebut. Pada kutipan tersebut juga diterangkan bahwa pengarang yang menyebutkan dirinya sebagai aku ikut melakukan aktifitas yakni menarik napas dan menulis. Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa posisi pengarang berubah dari narator yang serba tahu menjadi narator yang (ikut) aktif dalam cerita. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam menyampaikan ceritanya pengarang menggunakan sudut pandang campuran. f. Dialog atau Percakapan Seperti telah dikemukakan dalam kajian teori bahwa novel merupakan kisah kehidupan seseorang maka dalam novel juga terdapat dialog. Seseorang yang hidup pasti melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya. Salah satu cara berinteraksi adalah melalui dialog. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 106 Dalam novel Ibuk dituliskan beberapa dialog antara beberapa tokoh. Dialog tersebut berfungsi untuk meperkonkret watak dan kehidupan tokoh serta memperhidup karakter tokoh. Adapun dialog-dialog yang dilakukan oleh tokoh dapat dilihat dalam kutipan-kutipan berikut ini. “ Sim, orang berumah tangga itu nggak gampang. Kamu sudah siap tah punya istri dan anak kelak? Kamukan baru saja bisa narik angkot sendiri?” tanya Mbak Gik. “ Si Ngatinah iki wonge apikan. Gak macem-macem. Bisa hidup susah seperti aku,” jawab Sim. “ Lah! Ya jangan sampai diajak hidup susah Sim…,” timpal Mbak Gik. “ Cari rejeki bareng maksudku. Berjuang bareng. Anaknya gak manja. Mau kerja keras juga,” jelas Sim. (Setyawan, 2012: 23) Dialog di atas adalah dialog antara Sim dan Mbak Gik. Dalam dialog tersebut terdapat penegasan karakter tokoh. Karakter tokoh yang dipertegas adalah Tinah lewat perkataan Sim bahwa Tinah adalah orang yang apikan. “ Ni, habis ini kita ke Bata ya, Nduk,” ajak Ibuk bersemangat. “ Wah, aku juga ya, Buk. Sepatuku juga hampir jebol,” pinta Bayek. “ Nanti, Le, kalau cicilan sepatu untuk Mbak Nani sudah lunas,” kata Ibuk. “ Bener, Buk, sepatuku sudah mau jebol,” Bayek merengek. “ Sabar Le. Sabar,” jawab Ibuk sambil melipat baju terakhir yang disetrika. (Setyawan, 2012: 89) Dialog di atas adalah dialog antara Ibuk dan Bayek. Isi dialog tersebut adalah Bayek merengek kepada Ibuk minta dibelikan sepatu baru seperti kakaknya, Nani. Tetapi Ibuk belum bisa menyanggupi permintaan Bayek. Dari dialog di atas terdapat penegasan karakter Bayek, yakni suka merengek bila meminta sesuatu. Selain penegasan tokoh dalam dialog tersebut juga terdapat penguatan suasana yakni suasana prihatin dalam kehidupan keluarga Ibuk. Di mana Ibuk belum bisa memenuhi keinginan anaknya (Bayek) untuk membeli sepatu baru. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 107 “ Aduh Mbak. Bapak harusnya sudah nggak nyopir lagi Mbak,” kata Bayek gelisah. “ Iya, Yek tapi Bapak susah dikasih tahu. Dia selalu bilang, biar Bapak ada kesibukan. Buat seneng urip. “ Mungkin sudah waktunya Bapak istirahat. Mungkin Bapak sudah capek. Aduh, kasihan Bapak, Mbak! (Setyawan, 2012: 180) Dialog di atas terjadi antara Bayek dan kakanya, Nani. Dalam dialog tersebut Bayek mengkhawatirkan keadaan Bapak, dan menyarankan agar Bapak berhenti bekerja. Sedangkan Nani menjelaskan bahwa Bapak belum ingin berhenti bekerja. Bapak masih ingin mencari kesibukan. “ Iya, Le. Pas apes tadi. Bapak nabrak mobil di Pasuruan. Kerjaan kamu gimana , Le? Masih stress tah?” tanya Bapak. “ Aduhhh, nggak usah ngurusin kerjaanku Pak. Beres di sini. Bapak nggak usah narik truk lagi, Pak. Sudah waktunya istirahat di rumah. Jangan khawatir uang belanja Ibuk, Pak. Beres iku,” kata Bayek. “ Aduh, Yek, bapakmu ini masih muda. Biar ada kesibukan. Mau ngapain kalau di rumah mulu?” jawab bapak semabari menyerahkan gagang telepon ke Nani. (Setiawan, 2012: 181). Kutipan dialog di atas terjadi antara Bapak dan Bayek. Bayek meminta bapak untuk tidak lagi bekerja menjadi sopir truk. Menurut Bayek sudah saat nya Bapak menikmati hari tua dengan bersantai dan beristirahat di rumah. Namun, bapak sendiri merasa masih muda. Masih banyak hal yang bisa Ia lakukan. Bapak ingin memiliki kesibukan. Dari dialog di atas juga dapat diketahui bahwa ada penegasan mengenai watak tokoh. Watak tokoh yang dipertegas adalah tokoh Bapak dimana dijelaskan bahwa Bapak adalah orang yang rajin bekerja. Walau di usia senja, bapak tak ingin bersantai-santai di rumah saja. Bapak ingin bekerja, bapak menyukai kesibukan saat bekerja. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 108 g. Gaya Bercerita Dalam novel Ibuk, pengarang menuliskan ceritanya dengan santai, ringan, dan sederhana. Hal tersebut diketahui penulis dari penggunaan bahasa yang digunakan oleh pengarang. Bahasa yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Tidak banyak kata yang bermakna konotatif atau figuratif di temukan dalam novel ini. Penggunaan kata denotatif yang dominan dalam novel tersebut memudahkan pembaca dalam memahami cerita yang disampaikan oleh pengarang. Setalah makan siang, Isa langung mengerjakan PR dan mempersiapkan buku-buku untuk pelajaran besok. Nani dan Bayek mengikuti kebiasaan ini. Tak ada satu pun dari mereka yang mempunyai meja belajar. Bayek sering meminta Ibuk untuk membelikannya tapi belum pernah keampaian. Mereka beramai-ramai mengelinlingi meja kecil di ruang tamu untuk mengerjakan PR masing-masing. Isa adalah guru les yang andal untuk adik-adiknya. (Setyawan, 2012: 51) Kutipan di atas dapat menggambarkan bahwa pengarang dalam menyampaikan ceritanya menggunakan kalimat yang lugas, tidak berbelitbelit dan menggunakan kata-kata denotatif. Dengan demikian, maka setiap paragraf dalam novel Ibuk mudah dipahami oleh pembaca. Bahasa yang sederhana membuat novel ini menjadi bacaan ringan yang penuh dengan amanat dan dapat menginspirasi. Bayek menelepon keluarganya hampir tiap hari. Mananyakan kabar empat saudara perempuannya, perkembangan keponakankeponakannya, kesibukan Bapak, atau kadang hanya menanyakan: Ibuk masak opo? Keluarga yang jauh adalah teman terdekat Bayek. Merekalah yang menjadi penyegar hidup dan napas dalam hariharinya. (Setyawan, 2012: 165) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 109 Percakapan dalam novel ini juga tidak terlalu dibuat-buat. Maksudnya bahasa dalam percakapan pada novel Ibuk adalah bahasa yang digunakan untuk percakapan sehari-hari. Karena keluarga Ibuk berasal dari Kota Batu yang masyarakatnya terbiasa menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi maka dalam novel ini terkadang juga diselipkan bahasa Jawa. Bahasa yang digunakan juga dapat menggambarkan kultur dari keluarga Ibuk. Kutipan-kutipan di atas adalah contoh-contoh paragraf yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan ceritanya. Pengarang menggunakan bahasa yang sederhana dalam kalimat-kalimat di setiap paragraf. h. Amanat Cerita Amanat yang bisa diambil dari cerita dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah bahwa manusia hidup dengan segala kekurangan dan kelebihan masing-masing. Tetapi, asalkan kita sebagai manusia mau giat berusaha, berdoa, dan tekun tidak ada hal yang mustahil. Tekad yang kuat dengan segala usaha dan konsitensi banyak hal yang dirasa berat akan lebih mudah dicapai. Berbagai pesan disampaikan oleh pengarang melalaui dialog-dialog dan tingkah laku para tokoh. Berikut kutipan beberapa pesan yang disampaikan pengarang melalui para tokohnya. Ibuk pun sebetulnya tidak pernah menyuruh anak-anaknya utuk membersihkan rumah sebelum siang. Isa dan Nani melakukan itu dengan sendirinya. Dua gadis kecil ini ingin membuat rumah mereka sebagai tempat ternyaman. (Setyawan, 2012: 50 – 51) Ibuk dan Bapak tak pernah menentukan aturan kapan dan berapa lama anak-anak harus belajar. Isa dan adik-adiknya telah membuka hati mereka sendiri. Membuka buku mereka sendiri…. (Setyawan, 2012: 64) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 Pada dua kutipan tersebut terdapat pesan yang tersirat dari pengarang. Walau tidak dituliskan dalam cerita tetapi tentunya pengarang berharap bahwa pembaca bisa meniru kebiasaan anak-anak Ibuk. Untuk malakukan hal yang kita butuhkan tidaklah perlu perintah dari orang lain. Kebutuhan kita adalah tanggung jawab kita sendiri. Berkat kerja keras Bapak dan kelincahan Ibuk dalam mengatur kebutuhan rumah tangga, Ibuk hampir tak percaya melihat anak sulungnya, Isa akhirnya memakai seragam putih abu-abu…. (Setyawan, 2012: 120) Kutipan di atas menerangkan bahwa untuk mendapatkan suatu pencapaian seseorang harus mau bekerja keras. Seperti Bapak dan Ibuk berkat tekad, dan kerja keras yang selalu dijaga mereka berhasil menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, walau dalam keadaan ekonomi yang sulit sekalipun. Bahkan Ibuk tak mempercayai bahwa cita-citanya dapat tercapai. Tiga tahun sudah Bayek di Jakarta. Tiga tahun sudah ia berusaha membangun hidup baru. Tiga tahun penuh tantangan. Ibuk menjaga Bayek lewat doa. Benih yang Bayek tanam selama tiga tahun, mendatangkan sebuah kesempatan besar. Kesempatan yang akan mengubah hidup Bayek dan keluarganya. (Setyawan, 2012: 143) Pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan konsisten akan selalu menghasilkan yang terbaik. Menghadapi tantangan dalam hidup adalah sebuah kewajiban, untuk dapat maju. Kerja keras dilakukan dengan iringan doa dan berserah diri akan membawa seseorang pada pencapaian yang mungkin tidak juga terbayangkan. Hasil yang manis akan selalu di dapat sebagai imbalannya. Seperti juga yang dialami tokoh Bayek, Ibuk, dan keluarganya. … Ia sadar bahwa ia bisa setara dengan siapa pun lewat belajar dan kerja keras. Tak peduli dari keluarga mana ia dilahirkan. commit to user (Setyawan, 2012: 175) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 111 Melalui pikiran tokoh, pengarang menekankan bahwa belajar dan kerja keras adalah hal yang sangat penting. Dengan semangat belajar dan kerja keras seseorang akan bisa mencapai tujuan dengan lebih maksimal. Keberhasilan dan kesetaraan tidak dilihat dari keluarga mana berasal melainkan dari kerja keras dan usaha yang dilakukan untuk meraih pencapaian tersebut. Dari kutipan-kutipan di atas dapat di ketahui bahwa pengarang selalu menekankan bahwa kesuksesan akan diraih setelah adanya kerja keras. Amanat tersebut disampaikan secara tersirat oleh pengarang melalui ceritanya, juga melalui dialog dan tingkah para tokohnya. 2. Aspek Psikologi Tokoh dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan Telah dijelaskan dalam latar belakang bahwa karya sastra khususnya novel memiliki sisi kejiwaan. Hal itu dikarenakan dalam sebuah novel ada unsur pembangun yakni tokoh. Tokoh- tokoh dalam novel tersebut memiliki sifat-sifat manusia, yakni memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk mempertahankan hidup dan mencapai tujuan yang diinginkannya. Begitu pula tokoh-tokoh dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan. Dalam novel tersebut diceritakan sebuah keluarga yang sama-sama berjuang untuk keluar dari kelamnya kehidupan. Mereka berjuang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang layak. Sebagai manusia, tokohtokoh tersebut juga diceritakan bahwa mereka membutuhkan apa yang dibutuhkan oleh manusia pada umumnya. Berikut ini dipaparkan bukti bahwa tokoh dalam karya sastra memiliki sifat-sifat sebagai manusia pada umunya. Analisis dalam bagian ini hanya dikhususkan pada tokoh Ibuk dan Bayek. Hal ini dikarenakan kedua tokoh tersebutlah yang paling menonjol dan paling banyak diceritakan oleh pengarang. Dari kajian teori yang telah dipaparkan pada bab dua, manusia memiliki kebutuhan dasar untuk mempertahankan kehidupan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut oleh Abraham Maslowcommit digolongkan to user menjadi beberapa tingkatan yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 112 disusun dalam sebuah hirarki kebutuhan. Adapun kebutuhan-kebuthan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kepemilikan dan cinta, kebutuhan akan penghargaan, kebuthan kognitif, kebutuhan estetika, dan kebutuhan untuk aktualisasi diri (Harper & Guilbault, 2008: 634). Setiap manusia memiliki prioritas masing-masing sehingga akan ada perbedaan dalam pemenuhan kebutuhan. a. Kebutuhan Fisiologis (Physiological needs) Telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa sebagai manusia kita memerlukan hal-hal pokok untuk bertahan hidup. Hal-hal tersebut bersifat primer olehkarenanya pemenuhan kebutuhan tersebut adalah yang utama. Hal semacam itu disebut sebagai kebutuhan fisiologis. Sebagai manusia biasa, tokoh dalam novel Ibuk yang memiliki sifatsifat alamiah manusia, juga memiliki kebutuhan semacam ini. Berikut dipaparkan bahwa tokoh dalam novel Ibuk memiliki kebutuhan fisiologis yang ingin dipenuhi. Berikut ini diuraikan pemenuhan kebutuhan fisiologis tokoh Ibuk dan Bayek. 1) Ibuk/ Tinah Tokoh Ibuk bernama Ngatinah adalah tokoh utama dalam novel Ibuk. Sebagai tokoh utama, tentu saja Ibuk sangatlah berpengaruh terhadap jalannya cerita novel tersebut. Berikut ini disajikan kutipankutipan yang menerangkan bahwa tokoh Ibuk berusaha memenuhi kebutuhan fisiologis seperti manusia pada umunya. “ Oh, aku… asli sini sejak lahir tinggal di Gang Buntu. Tidak pernah ke kota lain. (Setyawan, 2012: 10) Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh Tinah memiliki tempat tinggal yang menetap, yakni di Gang Buntu. Salah satu kebutuhan fisiologis manusia adalah tempat tinggal yang menetap. Oleh karena itu, tokoh Tinah dapat dikatakan telah memenuhi salah satu dari sekian commit to user banyak kebutuhan fisiologis. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 113 Ketika Bapak sakit dan tak ada setoran uang belanja, Ibuk biasanya menggadaikan barang-barang di rumah, seperti piring, cangkir, atau jariknya. Dapur harus terus mengepul. (Setyawan, 2012: 37) Kutipan di atas menggambarkan betapa pentingnya untuk memenuhi kebutuhan akan makanan. Hal itu ditunjukkan pada kalimat terakhir kutipan yakni dapur harus terus mengepul. Maksud dari kalimat tersebut adalah harus ada sesuatu yang dapat dimasak untuk dijadikan makanan. Hanya dengan makan dan minumlah manusia memiliki tenaga untuk beraktifitas dan bertahan hidup. Bagaimanapun keadaan menghimpit makan tidaklah bisa ditinggalkan, Ibuk merelakan harta benda lain yang dimilikinya untuk ditukar dengan makanan. Makan juga merupakan kebutuhan fisiologis manusia. Ibuk dengan daster batiknya membuka pagi yang sepi di kaki gunung Panderman. Ibuk memasak nasi goreng! (Setyawan, 2012: 39) Pada kutipan di atas terdapat kalimat Ibuk dengan daster batiknya…. Kalimat tersebut menerangkan bahwa tokoh Ibuk mengenakan pakaian berupa daster. Sebagai manusia pada umunya Ibuk juga mengenakan pakaian untuk menutupi tubuhnya. Pakaian merupakan salah satu dari kebutuhan yang dibutuhkan manusia secara terus menerus, maka pakaian digolongkan ke dalam kebutuhan fisiologis. Kutipan-kutipan di atas menerangkan bahwa Ibuk telah memiliki dan berhasil memenuhi kebutuhan yang paling utama untuknya dapat bertahan hidup. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Ibuk telah dapat memenuhi kebutuhan fisiologisnya. 2) Bayek Sebagai tokoh utama tambahan Bayek juga sangat berpengaruh terhadap jalan cerita dalam novel Ibuk. Bayek sebagai anak lelaki satucommit to user harapan Bapak untuk dapat ikut satunya yang dimiliki Bayek merupakan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 114 membantu meringankan beban keluarga. Untuk dapat membantu keluarga sebelumnya Bayek perlu memenuhi kebutuhannya sendiri terutama kebutuhan fisiologisnya. Berikut ini disajikan kutipan-kutipan yang menggambarkan pemenuhan kebutuhan fisiologis tokoh Bayek. “Buk, wes lue iki!” teriak Bayek. (Setyawan, 2012: 47) “Gini dong Buk, masak empal. Mosok tempe mulu!” ujar Bayek. (Setyawan, 2012: 47) Kutipan di atas menggambarkan bahwa Bayek memiliki rasa lapar. Kemudian untuk menghilangkan rasa lapar tersebut Bayek mendapatkan makanan untuk dimakan. hal tersebut menerangkan bahwa motiv yang mendorong Bayek untuk makan adalah rasa lapar. Hal itu dapat dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan yang Bayek lakukan adalah karena Ia menderita kekurangan (D-Motive). Dengan demikian, kebutuhan fisiologis mendominasi Bayek. Bayek belum mengganti seragam merah putih yang Ia kenakan. Ia bergabung dengan Nani di dapur dan makan nasi pecel tempe. (Setyawan, 2012: 87) Seragam adalah salah satu wujud pakaian yang dikenakan untuk tujuan dan acara tertentu. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan sebagai manusia yang hidup normal. Pada kutipan di atas dikatakan bahwa Bayek masih mengenakan seragam yang artinya bayek juga mengenakan pakaian. Dikatakan pula Bayek memakan nasi pecel. Makan juga merupakan kebutuhan fisiologis. Hal itu telah menggambarkan bahwa beberapa kebutuhan fisiologis Bayek juga telah terpenuhi. Ia selalu merasa takut akan dunia di luar sana. Rumahnya begitu nyaman. Ia merasa terlindung oleh kehangatan saudara dan orangtuanya.”. commit to user (Setyawan, 2012: 43) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 115 Rumah yang nyaman adalah impian tiap orang, begitupun Bayek. Walau sederhana, rumah Bayek terasa nyaman untuk ditinggali. Memiliki rumah tinggal yang dirasa nyaman merupakan salah satu kebutuhan manusia. Dengan rumah yang nyaman manusia akan memiliki rasa aman dan damai. Air mata Bayek menetes di pipinya. Ia tak lagi merengek kepada Ibuk. Hanya sesenggukan di dekat pintu rumah. (Setyawan, 2012: 97) Bayek menangis di dekat pintu rumah. Artinya Bayek memiliki rumah yang digunakan untuk tinggal. Rumah adalah salah satu kebutuhan manusia untuk berlindung dari alam, entah itu panas atau dingin. Memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal adalah salah satu kebutuhan manusia, baik itu rumah sendiri ataupun rumah sewa. Bayek berada dekat dengan pintu rumah maka Bayek memiliki tempat tinggal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebutuhan fisiologis berupa tempat tinggal telah terpenuhi. Dari uraian yang telah disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Ibuk dan tokoh Bayek sama- sama telah mencapai dan memenuhi kebutuhan paling mendasar dalam hidup yakni kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan. Ketiga kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan manusia di tingkat paling dasar yang dikelompokkan dalam kebutuhan fisiologis. Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi maka akan muncul kebutuhan di tingakat selanjutnya. b. Kebutuhan akan Rasa Aman (Safety Needs) Sebagaimana telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa salah satu kebutuhan dasar manusia dalam hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan rasa aman. Adapun yang termasuk dalam kebutuhan ini commit to user keamanan dan dapat terprediksi adalah struktur, keteraturan, kertertiban, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 116 (Olson dan Hargenhahn, 2013: 840). Kebutuhan ini muncul setelah adanya pemenuhan terhadap kebutuhan fisiologis. Berikut ini disajikan kebutuhan akan rasa aman yang dirasakan oleh tokoh utama dan tokoh utama tambahan dalam novel Ibuk yakni tokoh Ibuk dan tokoh Bayek. 1) Ibuk/ Ngatinah Berikut ini disajikan kutipan-kutipan dari novel Ibuk yang menerangkan bahwa tokoh utama dalam novel memiliki kebutuhan akan rasa aman. Tinah tidak ingin menempuhi risiko yang mungkin dapat merugikan atau membahayakan keselamatan. Keduanya diam sejenak sampai Tinah bilang, “ Eh, jangan nyetir pake tangan satu. Bahaya!”. (Setyawan, 2012: 19) Larangan menyetir dengan satu tangan diutarakan Tinah kepada Sim dengan tujuan keamanan. Untuk menghindari kecelakaan dan hal-hal yang tidak diinginkan menimpa dirinya dan Sim, Tinah memberi peringatan kepada Sim untuk menyetir dengan benar. Belajar dari keguguran yang baruiaalami, Ibuk mencoba mengurangi pekerjaan di rumah selama tiga bulan pertama. (Setyawan, 2012: 35) Pada masa kehamilan, tiga bulan pertama merupakan masa-masa paling riskan utuk janin yang dikandung. Janin yang ada belum terlalu kuat untuk menerima beban terlalu banyak. Semakin banyak aktifitas yang dilkukan wanita hamil selama tiga bulan pertama akan memengaruhi keadaan janin. Bila tidak kuat janin akan gugur. Keguguran tidak hanya akan menghilangkan nyawa si janin, tapi juga bisa membahayakan orang yang keguguran (Ibu). Pada kutipan di atas, tokoh Ibuk memiliki kekhawatiran mengenai keadaan janinnya. Untuk itu, Ibuk mengurangi aktifitasnya guna memastikan bahwa janin yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 117 dikandung juga dirinya dalam keadaan aman. Dan kini, janin yang dikandung oleh Ibuk telah lahir dengan selamat. Itu artinya kebutuhan akan rasa aman yang Ibuk perlukan sudah terpenuhi. Kutipan-kutipan di atas menerangkan bahwa tokoh Ibuk memiliki kebutuhan untuk merasa aman. Ibuk berusaha untuk menghindari hal-hal buruk di masa depan. Dengan berusaha menjalani hidup sebaik mungkin, Ibuk berpikir bahwa masa depan akan juga baik. Dengan demikian kebutuhan Ibuk akan rasa aman dari kecekalakaan dan rasa aman dari keguguran telah terpenuhi. 2) Bayek Berikut disajikan kutipan-kutipan bahwa tokoh utama tambahan dalam novel Ibuk memiliki kebutuhan akan rasa aman. Meskipun sudah kelas satu Bayek selalu meminta Ibuk untuk menemaninya. Di sepanjang jam sekolah matanya tak pernah lepas dari jendela kelas, memastikan Ibuk masih menungguinya. (Setyawan, 2012: 42) Perasaan takut dan cemas adalah rasa yang seangat mengganggu kenyamanan. Bagi Bayek kecil jauh dari orang tua adalah ketakutannya. Ia hanya merasa nyaman apabila berada di dekat keluarga terutama Ibuknya. Untuk memastikan bahwa Ia aman, Bayek meminta Ibuk untuk menungguinya ketika ia bersekolah. Di sela-sela waktu belajarnya, Bayek menyempatkan diri menengok ke jendela untuk memastikan bahwa Ibunya masih menunggui sehingga dia akan merasa aman. Setelah membuat appointment, Bayek pergi ke dokter di Upper West Side. (Setyawan, 2012: 208) Kekhawatiran terhadap sesuatu merupakan sebuah pertanda bahwa ada yang meresahkan dan mengganggu. Ketika seseorang menderita kesakitan pada fisik yang tidak diketahui sebabnya, ketika itupula commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 118 sesorang merasa mendapatkan ancaman. Keadaan mulai tidak aman bagi dirinya. Begitupun yang terjadi Bayek, setelah mengalami pening di kepala yang hingga menyebabkan dirinya terjatuh dan perasaan dan penglihatannya tidak normal Ia merasa khawatir. Bayek mulai takut akan sakit yang dideritanya. Untuk menghilangkan kekhawatiran tersebut Bayek membuat janji dengan seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan. Terbebas dari ketidak pastian dari sakit yang ia derita merupakan salah satu bentuk rasa aman yang diinginkan oleh Bayek. Uraian di atas dapat menerangkan bahwa ketakutan yang dialami oleh setiap orang memang berbeda. Rasa takut merupakan hal yang membuat manusia merasa tidak nyaman. Oleh karenanya, manusia selalu berusaha untuk dapat menghilangkan rasa takutnya dengan cara masing-masing. Ibuk melawan ketakutannya akan kehidupan masa depan, dengan menjalani hidup sebaik-baiknya di masa kini. Sedangkan Bayek memenuhi kebutuhan akan rasa amannya dengan berada di dekat orang-orang yang dapat ia percaya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tokoh Ibuk dan tokoh Bayek dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk mendapatkan rasa aman. c. Kebutuhan akan Kepemilikan dan Cinta (Belongingness and Love Needs) Manusia adalah makhluk sosial, oleh sebab itu manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia selalu bergantung pada manusia lain. Manusia memerlukan rasa untuk dikasihi dan mengasihi, manusia butuh hubungan dengan orang lain seperti hubungan pertemanan, persahabatan, juga dukungan dari keluarga. Di bawah ini disajikan kutipan-kutipan yang menggambarkan bahwa tokoh Ibuk dan Bayek dalam novel Ibuk juga memerlukan cinta kasih dari orang lain. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 119 1) Ibuk/ Ngatinah Sebagai seorang manusia Ngatinah atau yang sering disapa Tinah juga membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidupnya. Ia perlu seseorang yang akan menemani, membantu, dan melengkapi hidupnya sebagai manusia lewat rasa cinta dan kasih. Berikut disajikan kutipankutipan yang menerangkan bahwa Tinah membutuhkan cinta kasih dan dukungan dari orang lain. ….Dan Ngatinah, seorang gadis desa yang lugu dan berhati putih, telah memberikan hatinya menjadi seorang istri. Tak ada janji yang terungkap dari mulut mereka. Tapi hati mereka telah berikrar untuk mencintai satu sama lain, degan sederhana. Mereka tidak saling memberikan harapan tapi mereka akan meperkuat satu sama lain. (Setyawan, 2012: 26) Hubungan cinta dan kasih yang paling murni adalah hubungan antar keluarga. Tinah sebagai seorang perempuan telah memutuskan menjadi seorang istri, itu artinya Ia harus siap memberikan dan menerima kasih dari suaminya. Apapun yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga, apabila anggota keluarga saling mengasihi dan mendukung maka tidak ada cobaan hidup yang dirasa terlalu berat. Begitulah rasa cinta dan kasih dapat saling menguatkan untuk menjalani kehidupan. Dapur ini penuh dengan jelaga. Hidup ini mungkin akan penuh jelaga juga. Tap anak-anakku lah yang akan memberi warna terang terang dalam hidupku. Ini hartaku. Dan kini saatnya, semua yang telah keluar dari rahimku bisa hidup bahagia. Tanpa jelaga, lanjutnya. (Setyawan, 2012: 52) Sebagai seorang ibu keluarga adalah yang utama. Setiap Ibu pasti akan memberikan cintanya dengan sepenuh hati untuk keluarga. Begitupun tokoh Ngatinah dalam novel Ibuk. Ia berperan sebagai seorang Ibu yang sangat menyayangi suami dan anak-anaknya. Rasa cinta dan kasihnya terhadap keluarga membuat ia kuat dan yakin bahwa hidup commit to user mereka akan baik-baik saja. Saat ini memang hidup dalam keadaan yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 120 prihatin, tetapi dengan cinta dan kasih dari keluarga mereka akan selalu menguatkan. Hidup mereka akan bahagia. Berkat kerja keras Bapak dan kelincahan Ibuk dalam mengatur kebutuhan rumah tangga, Ibuk hampir tak percaya melihat anak sulungnya, Isa akhirnya memakai seragam putih abu-abu. (Setyawan, 2012: 121) Cita-cita Ibuk adalah untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang yang tinggi. Kini berkat dukungan dari sang suami, Ibuk dapat mewujudkan cita-citanya. Anak perempuannya berhasil masuk SMP. Kutipan-kutipan di atas menggambarkan bahwa Ibuk merasa memiliki harta dalam wujud keluarga, maka Ibuk bercita-cita untuk menjaga hartanya. Dengan dukungan suami Ibuk berhasil mencapai citacitanya. Begitulah rasa cinta kasih dan kepemilikan dibutuhkan seseorang untuk dapat mencapai tujuannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ibuk telah memenuhi kebutuhan akan cinta kasih dan kepemilikan. 2) Bayek Bagi seorang anak, dukungan dari keluarga terutama orang tua adalah faktor utama untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Begitupun Bayek, dukungan dan cinta dari Ibuk dan keluarganya berhasil menghantarkan Bayek menjadi salah seorang yang cukup bisa dibanggakan. Berikut ini disajikan kutipan-kutipan bahwa Bayek memerlukan rasa cinta kasih dan kepemilikan untuk dapat menjadi seorang yang sukses. “Kamu mesti pergi Le, Ibuk akan cari jalan.” (Setyawan, 2012: 133) Dukungan dan usaha Ibuk juga Bapak kepada Bayek untuk pergi kuliah sangat besar. Walaupun bingung dengan cara apa nanti membayar commit to user uang kuliah Bayek, sebagai orang tua hanya bisa berusaha yang terbaik. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 121 Yang paling penting adalah Bayek berangkat ke Bogor meneruskan sekolah. Akhirnya Ibuk dan Bapak sepakat untuk menjual angkot yang selama ini menemani Bapak mencari nafkah untuk keluarga. Segala cara dilakukan oleh Ibuk untuk dapat menyekolahkan Bayek. Begitulah rasa cinta dan dukungan dari keluarga dapat menghantarkan Bayek menjadi lulusan terbaik dari jurusan MIPA. Buk, jangan nangis lagi yaa. Kalau Bayek sudah besar, Bayek janji akan membahagiakan Ibuk. Bayek janji, ikrar Bayek dalam hati. Dari hutan bambu itu, hidup Bayek tak akan sama lagi. Janji untuk Ibuk. Janji untuk Bapak. Janji untuk saudara-saudaranya terpatri dalam hidupnya. Janji untuk keluarga. (Setyawan, 2012: 117) Cinta kasih dan rasa memiliki akan membuat seseorang lebih kuat dalam berjuang untuk apa yang dicintai. Dalam hal ini, Bayek sangat mengasihi Ibuk dan keluarganya. Bayek tidak ingin Ibuknya menangis karena sengsara. Ia ingin berjuang untuk Ibuk dan keluarganya agar mereka bisa bahagia dan hidup dengan nyaman. Begitulah rasa cinta yang dimiliki Bayek terhadap keluarga membuatnya bertekad dengan sangat kuat. “ What’s up, Yek! How’s your weekend?” tanya Rachel Lin rekan kerja dan sahabat Bayek yang baru tiba. “ Good, good! Thank you. Did you have a party again last nite? You still had that party look!” jawab Bayek. (Setyawan, 2012: 181) Selain hubungan dengan keluarga tokoh Bayek dalam novel Ibuk juga menjalin persahabatan dengan orang lain yakni Rachel. Selain rekan kerja Bayek dan Rachel juga sering menghabiskan waktu bersama untuk saling berbagi cerita. Jadi, Bayek sebagai tokoh dalam novel pun bertingkah seperti manusia pada umumnya. Berusaha memenuhi kebutuhan akan cinta dan rasa kepemilikan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 122 Kutipan-kutipan di atas menggambarkan tentang bahwasannya memiliki dan menerima cinta dan rasa kepemilikan adalah suatu hal yang dapat memberikan kekuatan lebih bagi seseorang untuk berjuang. Dukungan yang diterima Bayek dari keluarganya membuat Bayek sangat berterimakasih. Rasa memiliki keluarga juga merupakan hal yang membuat Bayek begitu kuat menjalani kesendiriannya selama merantau ke New York. Uraian di atas dapat menerangkan bahwa rasa cinta dan rasa kepemilikan dapat menjadikan diri termotivasi secara lebih tinggi. Tokoh Ibuk dan tokoh Bayek berhasil mencapai tujuannya berkat cinta dan dukungan dari keluarga. Begitulah rasa cinta dan kepemilikan dapat membantu seseorang dalam bertahan dan berusaha mencapai cita dan tujuan. d. Kebutuhan akan Penghargaan (Esteem Needs) Dalam kehidupan bermasyarakat sesorang akan membutuhkan pengakuan dan penghargaan dari orang lain (esteem needs). Adanya pengakuan dan penghargaan tersebut akan membuat sesorang memiliki rasa percaya diri untuk menunjukkan dirinya kepada masyarakat. Tidak hanya rasa percaya diri, tetapi pengakuan dari orang lain pun akan menimbulkan prestise dalam diri seseorang. Biasanya orang dengan penghargaan dari orang lain juga akan memiliki posisi penting dalam bermasyarakat. Berikut disajikan kutipan-kutipan yang menggambarkan kebutuhan tokoh Ibuk dan Bayek akan penghargaan dan penakuan dari orang lain. 1) Ibuk/ Ngatinah Ibuk merupakan tokoh yang digambarkan memiliki sifat lugu, sederhana tetapi memiliki semangat juag yang tinggi. keluguan dan kesederhanaan Ibuk membuat dirinya hanya berpikir tentang bagaimana menjalani hidup dengan tenang. Ia tak pernah berharap yang mulukcommit to user muluk. Ibuk hanya berharap bahwa keluarganya hidup bahagia dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 123 berkecukupan. Cita-cita dan tujuan hidup Ibuk hanya untuk menghantarkan anak-anaknya meraih kesuksesan. Setelah anak-anak yang telah dilahirkannya berhasil sukses dengan kehidupan masing-masing Ibuk merasa semua kebutuhannya telah terpenuhi. Ibuk tidak berharap apa-apa lagi kecuali kesehatan dan kesejahteraan untuk anak-anaknya. Ibuk tidak menginginkan apapun untuk dirinya sendiri. Semua hanya untuk anak-anaknya. Air mata Ibuk mengalir di tengah kebahagiaan, “Le, jangan banyak-banyak. Kamu mesti nabung di rumah sudah cukup buat sehari-hari.” (Setyawan, 2012:176) “Le, sudah cukup kamu membantu keluarga. Sekarang waktumu. Waktumu untuk membangun hidupmu. Ini sudah lebih dari cukup , Le. Sudah lebih dari cukup,” kata Ibuk yang terdengar luruh. (Setyawan, 2012: 219) Kutipan di atas menerangkan bahwa Ibuk telah merasa cukup dengan kehidupannya. Ibuk tidak berharap banyak untuk dirinya. Yang Ibuk harapkan adalah anaknya mempunyai hidup yang bahagia hanya itu. Perasaan cukup tersebut membuat Ibuk tidak membutuhkan hal yang lain untuk dirinya termasuk kebutuhan akan penghargaan, Ibuk tidak memerlukannya. Ibuk melakukan semua hal untuk anak dan keluarganya dengan tulus tanpa menginginkan penghargaan atau apapun. Tahap kebutuhan Ibuk hanya sampai pada tingkat ke tiga yakni kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, serta kebutuhan akan cinta dan rasa kepemilikan. 2) Bayek Berbeda dengan Bayek yang memiliki cita-cita lebih tinggi dari Ibuk. Bayek ingin sukses dalam kariernya. Sebenarnya tujuan dan citacita Bayek adalah sama dengan Ibuk, yakni dapat melihat hidup Ibuk dan keluarganya bahagia, lepas dari penderitaan dan keprihatinan. Akan commit to tetapi, untuk dapat mewujudkan haluser tersebut Bayek harus berhasil dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 124 kariernya. Dengan demikian, Bayek dapat membuat hidup keluarganya lebih nyaman dan bahagia. Untuk dapat berhasil dalam karier, Bayek harus punya rasa percaya diri untuk berani bersaing dengan rekan kerjanya. Kepercayaan diri akan muncul apabila kebutuhan akan penghargaan telah terpenuhi. “Aku gak pingin mereka kecewa, Buk. Sudah datang jauh-jauh tapi gak bisa ngomong lancar. Gini ae wis Buk, aku akan buktikan kalau aku bisa kerja dulu,” tekad Bayek.” (Setyawan, 2012: 152) “ Ia ingin membuktikan bahwa ia bisa maju di tengah persaingan yang cepat dan tajam.” (Setyawan, 2012: 175) Kutipan-kutipan di atas dapat menggambarkan bahwa tokoh Bayek dalam novel Ibuk memiliki keinginan untuk membuktikan diri. Menunjukkan bahwa Ia berkompeten dalam pekerjaannya di tengah kekurangan yang dimiliki. Keinginan tersebut menunjukkan adanya kebutuhan Bayek untuk mendapatkan pengakuan dan pengahargaan dari orang lain yakni rekan-rekan kerja dan atasan Bayek di perusahaan. Dengan usaha tanpa henti dari seorang Bayek, akhirnya Bayek menuai buah manis dari hasil usaha kerasnya. Ia mendapat pengakuan dari rekan-rekannya, juga dari atasan. Bayek akhirnya berhasil menempati status yang lebih tinggi dari sebelumnya, Ia mendapatkan promosi. Di bulan keempat Bayek mendapatkan kejuatan. Ia menerima penghargaan “ Employee of the Month” di rapat mingguan bersama semua rekan sekantornya. (Setyawan, 2012: 152) Rasa percaya diri Bayek pun mulai tumbuh. Ia mulai memberanikan diri untuk berbicara lebih banyak lagi. (Setyawan, 2012: 153) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 125 Kutipan-kutipan di atas membuktikan bahwa seseorang dengan pengakuan dari orang lain akan memperoleh prestise, kepercayaan diri, penerimaan dan status. Bayek dipromosikan untuk menjabat sebagai manager data processing executive, di mana posisi tersebut lebih tinggi dari posisi Bayek sebelumnya yang hanya pekerja analisis data. Uraian yang telah disampaikan di atas menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan seseorang berbeda-beda. Hal tersebut bergantung pada motivasi dan tujuan hidup serta tingkat kepuasan masing-masing individu. Apabila tokoh Ibuk telah puas dengan pemenuhan tiga tingkat kebutuhan dasar yakni kebutuhan fisiolgis, kebutuhan akan rasa aman, serta kebutuhan akan cinta dan rasa kepemilikan, maka berbeda dengan Bayek. Bayek masih belum puas akan pemenuhan dirinya sebagai manusia sebelum ia mencapai tujuan hidupnya yakni membahagiakan Ibuk dan keluarga dengan cara menjadi orang sukses. Untuk menjadi orang sukses dibutuhkan lebih dari tiga tingkat kebutuhan dasar. e. Kebutuhan Kognitif (Cognitive Needs) Kebutuhan kognitif adalah kebutuhan akan pengetahuan. Kebutuhan kognitif ini merupakan salah satu kebutuhan untuk perkembangan. Dengan kemampuan kognitif yang memadai seseorang akan bisa mengetahui, memahami, dan mengeksplor atau menjelajahi dunia (Harper & Guilbault, 2008: 635). Semakin tinggi kemampuan kognitif seseorang akan semakin tinggi pula pengetahuannya. Kemampuan kogintif diperlukan untuk melakukan penjelajahan terhadap lingkungannya. Pemenuhan kebutuhan kognitif dapat dilakukan dengan berbagai hal salah satunya adalah belajar. Seperti yang dilakukan oleh para tokoh dalam novel ini pemenuhan kognitif dilakukan dengan belajar. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 126 1) Ibuk/ Ngatinah Diceritakan dalam novel Ibuk bahwa tokoh Ngatinah tidak dapat melanjutkan sekolahnya dikarenakan Ia jatuh sakit dan kekuarangan biaya. Ngatinah hanya bisa mengenyam pendidikan di tingkat SD, itupun tidak sampai selesai. Ngatinah tidak lulus SD. Ada kekecewaan di matanya yang bening. Besok ia tidak akan kembali ke sekolahnya di Taman Siswa Batu. (Setyawan, 2012: 1) Keterbatasan pendidikan formal Tinah membuat kemampuan kognitifnya terbatas. Terbatasnya kemampuan kognitif membuat Tinah kurang akan pengetahuan dan haya dapat melihat keadaan sekitar dengan sederhana. Ia tidak memiliki banyak angan untuk dirinya. Ia tidak tahu kehidupan di luar tempat tinggalnya yang sangat beragam. Keterbatasan akan pengetahuan membuat Tinah tidak berani banyak berharap untuk dirinya. Membuat Ia tidak memiliki ambisi untuk berkembang. Yang ia inginkan hanya hidup berkecukupan, aman, dan bahagia bersama keluarga. 2) Bayek Berbeda dengan Bayek yang mampu mengenyam pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi, Ia memiliki kemampuan kognitif yang tinggi pula. Pengetahuan Bayek akan dunia luar lebih banyak dan bervariasi. Peluang untuk menjelajahi dan mengarungi hidup lebih luas. “Pak, aku mau sekolah sing pinter saja. Aku mau jadi orang pinter!” balas Bayek”. (Setyawan, 2012: 104) Keinginan Bayek untuk dapat bersekolah dan menjadi orang pintar adalah salah satu gambaran bahwa Bayek memiliki kebutuhan untuk dapat berkembang dengan kemampuan kognitifnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 127 Dua tahun kemudian Bayek lulus SMA dan mendapatkan PMDK di Jurusan Statistika IPB. (Setyawan, 2012: 132) Bayek yang berhasil menyelesaikan jenjang pendidikannya hingga bangku kuliah membuatnya mendapatkan pengetahuan yang luas. Terlebih Bayek adalah salah satu lulusan terbaik di kampusnya, maka tidak diragukan lagi bahwa kemampuan kognitifnya di atas rata-rata. Pengetahuan luas yang dimiliki Bayek, membuatnya memiliki citacita yang tinggi pula. Ia ingin memiliki karir tetap yang membuatnya bisa memenuhi kebutuhannya yang lain. Dari kutipan di atas dapat di ketahui bahwa kemampuan kognitif seseorang dapat memengaruhi tujuan hidup. Tokoh Ibuk yang hanya mengenyam pendidikan tidak sampai tamat SD tidak begitu berambisi untuk menjadi orang yang sukses dalam karir. Berbeda dengan Bayek yang wawasan lebih luas, banyak pengetahuan dan pengalaman Ia berambisi untuk dapat sukses dalam pekerjaannya. Keberhasilan Bayek menempuh pendidikan hingga gelar sarjana merupakan salah satu bukti bahwa Ia telah memenuhi kebutuhan kognitifnya. f. Kebutuhan Estetika (Aesthetic Needs) Kebutuhan estetika merupakan kebutuhan seseorang untuk terlihat bagus, cantik, dan menarik. Untuk memenuhi kebutuhan akan estetika manusia bisa mengusahakan dengan berbagai cara. Entah itu cara merawat diri ataupun cara berpenampilan. Beberapa orang belum bisa memenuhi kebetuhan ini, karena mereka lebih condong memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendasar. Prioritas pemenuhan kebutuhan manusia memang berbeda-beda. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 128 1) Ibuk / Ngatinah Sebagai gadis desa yang lugu dan sederhana penampilan bukanlah hal penting bagi Ngatinah. Tidak pernah Ia berpikir untuk membuat dirinya terlihat cantik di mata orang lain. Hidup Tinah hanya untuk anakanak dan keluarganya. Bapak dan Ibuk tidak pernah memiliki atau berkeinginan membeli sepatu. Mereka ingin membeli sepatu tapi buat apa? Untuk ke kondangan mereka cukup memakai sandal. Ah, semua demi anakanak. (Setyawan, 2012: 93) Kondangan adalah pergi ke tempat resepsi di mana biasanya setiap orang yang mengunjungi hajatan besar seperti itu ingin dirinya terlihat cantik dan tampan dengan mengenakan pakaian dan aksesori yang mereka punya. Ibuk tidak perlu untuk terlihat mewah dengan sepatu sekalipun itu untuk pergi ke kondangan. Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Ibuk lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan lain daripada memenuhi kebutuhan estetikanya. Ibuk lebih memilih untuk mencukupi kehidupan anakanaknya dari pada menghamburkan uang untuk membeli sepatu yang tidak Ia butuhkan. Dengan demikian Ibuk tidak memenuhi kebutuhan estetikanya karena Ibuk memang tidak membutuhkan hal tersebut. 2) Bayek Berbeda dengan Ibuk, Bayek memiliki keinginan untuk terlihat bagus di mata teman-temannya. Hal itu dibutuhkan untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. “ Buk, aku juga yaa?” rengek Bayek dengan muka melas. Bener Buk, sepatuku juga mau jebol. Kemarin waktu paduan suara, sepatuku paling juuueeeelek.”, (Setyawan, 2012: 89) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 129 Kutipan di atas menceritakan bahwa tokoh Bayek meminta kepada ibuk untuk dibelikan sepatu baru. Sepatu lama yang biasa Bayek kenakan ke sekolah telah jelek. Maka Bayek mengingikan sepatu baru yang lebih bagus. Keinginan tersebut menggambarkan bahwa Bayek ingin terlihat baik dan rapi seperti teman-temannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Bayek membutukan estetika untuk penampilan dirinya. Besok harinya Bayek bangun lebih pagi dari biasanya. Bayek, bocah kecil berbaju merah putih , memakai sepatu baru! (Setyawan, 2012: 92) Kutipan di atas menerangkan bahwa Bayek telah memiliki sepatu baru. Sepatunya kini lebih bagus. Dengan demikian, kebutuhan Bayek akan estetika telah terpenuhi. Uraian di atas menggambarkan bahwa tingkat prioritas kebutuhan manusia berbeda-beda. Ibuk lebih memprioritaskan kebutuhan kebutuhan anak-anaknya dari pada kebutuhannya sendiri. Ibuk menginginkan anakanaknya terlihat sama dengan anak-anak lain, maka Ibuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan estetika anak-anaknya. Tetapi Ibuk tidak memerlukan estetika untuk dirinya sendiri. Asalkan anak-anaknya senang maka Ibuk tidak memerlukan hal yang lain. Berbeda dengan Bayek. Ia ingin terlihat baik di sekolah, maka Ia menginginkan sepatu baru. Dengan dukungan Ibuk, Bayek dapat memenuhi kebutuhan estetikanya. g. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri (Self- Actualization Needs) Aktualisasi diri adalah kebutuhan manusia paling tinggi. Apabila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan ini, maka orang tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang lain. Tidak semua orang bisa mencapai tahap ini. Dalam novel Ibuk, tokoh yang berhasil mencapai commit to user kebutuhan ini adalah Bayek. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 130 “ Ia ingin pulang ke tanah air untuk lebih dekat dengan keluarga, ia ingin istirahat sejenak dari dunia corporate dan berbuat sesuatu. Kerja yang bisa menyentuh hati orang.”. (Setyawan, 2012: 226) Kutipan di atas menggambarkan bahwa Bayek memimiliki keinginan untuk menyentuh hati orang. Artinya Bayek ingin melakukan hal yang dapat membuat menggerakkan hati orang lain. Motiv Bayek untuk melakukan hal tersebut adalah bukan lagi karena Ia kekurangan penghargaan dari orang lain. Motiv Bayek lebih cenderung pada keinginannya untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk dapat menyentuh hati orang lain. Dapat dikatakan juga Bayek ingin menginsipirasi orang lain untuk maju. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dalam novel Ibuk karya Iwan setyawan, sangat kentara pada bab 39 dan bab 40. Pada kedua bab tersebut diceritakan keinginan Bayek untuk bekerja untuk dirinya dan orang lain, bukan semata-semata untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain. Pekerjaan itu adalah menulis. Dengan menulis Bayek ingin menggerakkan hati para pembaca melalui tulisannya. Pada bab 40 ditegaskan oleh penulis bahwa Bayek ingin berbagi melalui tulisannya dengan dialog sebagai berikut: “Insya Allah, Buk. Aku mau nulis, mau berkarya, mau berbuat sesuatu yang bisa kita ingat selamanya. Bayek ingin berbagi.” Kata Bayek. (Setyawan, 2012: 236) Pada kutipan di atas tercermin bahwa Bayek memiliki keinginan untuk berkarya, dan bahwa Bayek ingin diingat. Keinginan tersebut muncul karena Bayek telah memiliki semua yang diharapkannya dalam hidup. tujuan terbesar Bayek untuk membahaggiakan keluarganya dirasa telah tercapai. Bayek telah merasa puas akan pencapaiannya, maka kini Ia ingin mengembangkan dirinya dengan berkarya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 131 Dari motiv yang mendorong Bayek memenuhi kebutuhan dan keinginannya untuk berbagi dapat dikatakan bahwa telah mencapai pada tahap pemenuhan aktualisasi diri. “ Ia ingin mencari dua- tiga anak supir angkot seperti dirinya, yang akan membaca bukunya dan terinspirasi. (Setyawan, 2012: 246) Bayek telah dapat memenuhi kebutuhan dasar yang lain, sehingga Bayek merasa perlu membantu orang lain dan mengaktualisasikan dirinya. Aktualisasi diri yang Bayek lakukan adalah menjadi penulis. Menjadi penulis bagi Bayek bukan lagi profesi yang digeluti untuk dapat bertahan hidup. Bayek sudah mapan dengan pekerjaannya yang dulu. Keputusan untuk menjadi penulis diambil oleh Bayek karena Ia ingin mengaktualisasikan dirinya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pencapaian tingkat kebutuhan setiap orang berbeda. Pemenuhan kebutuhan dan meningkatnya kebutuhan pada tahap yang lebih tinggi dipengaruhi oleh dua hal yakni motif pemenuhan kebutuhan dan tingkat pemuasan kebutuhan. Tokoh Ibuk atau Ngatinah dalam novel Ibuk memiliki tingkat pemuasan kebutuhan yang lebih rendah dari pada tokoh Bayek. Ibuk hanya mencapai pada tingkat pemenuhan kebutuhan cinta dan rasa kepemilikan. Sedangkan tokoh Bayek dapat mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Bayek dapat mencapai tingkatan paling tinggi yakni tingkat aktualisasi diri. Perbedaan tersebut terjadi karena motiv pemenuhan kebutuhan dan tingkat pemuasan kebutuhan tokoh Ibuk dan Bayek berbeda. Ibuk tidak memiliki motivasi untuk mengembangkan diri, Ibuk lebih memilih mengabdikan dirinya untuk kepentingan anak-anak. Sedangkan Bayek memimiliki keinginan untuk maju dan mengembangkan diri. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 132 3. Nilai- Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan Nilai-nilai pendidikan karakter sangat penting ditanamkan pada para generasi muda terutama para pelajar. Lewat pembelajaran yang menyengankan dan keteladanan serta tanpa ada rasa digurui, dengan sendirinya nilai-nilai karakter akan tertanam dalam diri para pelajar. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan tentu harus berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada para siswa. Tentunya dengan cara yang menyenangkan dan tanpa menggurui. Salah satunya adalah lewat apresiasi karya sastra. Dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan telah ditemukan beberapa nilai pendidikan karakter yang dapat diteladani siswa dari para tokoh yang ada. Nilai-nilai tersebut antara lain religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, mandiri, cinta tanah air, peduli lingkungan, dan bertanggung jawab. a. Religius Nilai religius dapat ditemukan di beberapa dialog dan adegan tokoh, sebagai berikut ini. “ Kamu jangan lupa sholat, jangan lupa bersyukur.” (Setyawan, 2012: 141) Pada kutipan di atas dapat di ketahui bahwa seorang tokoh (Ibuk) mengingatkan tokoh lain (Bayek) untuk tidak melupakan sholat. Sholat adalah salah satu kewajiban umat Islam terhadap Allah SWT. Mengerjakan sholat berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal tersebut menggambarkan bahwa tokoh dalam novel Ibuk mempercayai adanya sang pencipta. “Hey, are you still fasting? Tanya Rachel yang baru datang di kantor. “Of course! I am a good moslem,” jawab Bayek bangga.” (Setyawan, 2012: 197) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 133 Dari percakapan yang dilakukan Rachel dan Bayek dapat diketahui bahwa Bayek adalah orang religius. Dia selalu menjalankan kewajibannya sebagai sebagai seorang muslim yakni berpuasa ketika dia tetap harus bekerja seperti biasa. Lampu ruang tamu sudah dimatikan Ibuk setelah salat subuh tadi. (Setyawan, 2012: 258) Sehabis menanak nasi dan salat Subuh, seperti biasa Ibuk mengganti daster batiknya dengan celana training, kaos, dan jaket. (Setyawan, 2012: 284) Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa Bayek, Ibuk, dan keluarganya melakukan ibadah puasa dan solat. Hal tersebut membuktikan bahwa keluarga ibuk memiliki sikap yang religius. Ibadah puasa dan sholat adalah kewajiban bagi para pemeluk agama islam. Menjalankan kewajiban sebagai umat beragama dengan beribadah sesuai dengan aturan masingmasing agama adalah salah satu contoh sikap yang religius. Sehingga dapat disimpulkan novel Ibuk mengandung unsur pendidikan karakter religius. b. Jujur Dalam novel ini terdapat kalimat bahwa yang memiliki arti bahwa kejujuran sangat diperlukan untuk dapat hidup bersama dan saling menguatkan. Adapun kutipan dari kalimat-kalimat tersebut sebagai berikut ini. Sim menjadi Bapak. Tinah menjadi Ibuk. Di kaki Gunung Panderman mereka berlayar mengarungi kehidupan dengan berani. Dengan layar kejujuran yang kokoh, dengan cinta yang tulus. (Setyawan, 2012: 27 – 28) Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah keluarga akan sangat dibutuhkan kejujuran dan rasa saling percaya. Dengan begitu kasih sayang akan semakin kuat dan menjadikan mereka satu keluarga yang saling menguatkan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 134 Nilai kejujuran dianut oleh tokoh dalam novel Ibuk, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam novel tersebut mengajarkan akan pentingnya kejujuran. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa novel tersebut mengandung unsur pendidikan karakter dengan nilai kejujuran. c. Toleransi Seperti telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa rasa toleransi merupakan salah satu nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam pembentukah karakter dan budaya bangsa. Dalam novel ini terdapat satu kalimat yang menggambarkan harus adanya rasa toleransi antar sesama agar tercipta kedamaian. Kalimat tersebut adalah “ Everyone brings their own culture in this city. Let’s not forget about that. They can not say or behave the way you do,” lanjut Rachel. (Setyawan, 2012: 190) Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa tokoh Rachel memiliki rasa toleransi yang tinggi. Rachel mengingatkan temannya yakni Bayek untuk dapat lebih memahami orang lain. Karena banyak orang hidup di Kota New York dengan membawa budaya dan kebiasaan dari negara mereka berasal. Hal itu menjadikan New York kota yang sangat heterogen. Oleh karena itu, sikap saling menghargai dan toleransi akan sangat dibutuhkan dalam berinteraksi sosial di kota tersebut. Pentingnya toleransi dikemukakan dalam novel Ibuk, sehingga dapat dikatakan bahwa novel tersebut memiliki unsur pendidikan karakter yakni nilai toleransi. d. Disiplin Disiplin adalah kunci untuk meraih kesuksesan. Disiplin melatih keteraturan dalam hidup. Hal-hal akan terasa lebih ringan apabila dilakukan sedikit demi sedikit namun dilakukan dengan teratur. Hal sekecil apapun bila dilakukan dengan disiplin akan membuahkan hal yang besar. Seperti apa yang dilakukan oleh tokoh Ibuk dalam kutipan berikut ini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 135 Lewat telur dadar yang dibagi rata untuk anak-anak, lewat keberanian menjual angkot. Lewat keuletan dalam tawar menawar belanjaan. Lewat kegigihan ketika ke kantor Kelurahan untuk minta surat keterangan miskin. Lewat kedisiplinan untuk mematikan lampu setelah jam 9 malam atau mematikan keran air sebelum tidur. (Setyawan, 2012: 193 – 194) Dari kutipan paragraf di atas terdapat sebuah pesan dari penulis bahwa berawal dari hal-hal yang sederhana asalkan tekun dan disiplin dapat menjadikan sesuatu hal yang besar. Lewat ketekunan dan kedisiplinan Ibuk dalam mengatur urusan ekonomi rumah tangga yang walaupun tidak seberapa namun bisa untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang yang tinggi. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengarang mengajarkan pembaca untuk berdisiplin melalui tokoh-tokoh dalam karyanya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam novel Ibuk terkandung unsur pendidikan karakter yakni nilai kedisiplinan. e. Kerja Keras Kerja keras merupakan salah satu nilai pembentuk karakter. Kerja keras harus ditanamkan dalam diri setiap individu. Kerja keras yang dimaksud adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya (Kemdiknas, 2010: 9). Tidak hanya dalam aspek belajar untuk tugas sekolah, melainkan kerja keras juga harus di tanamkan disemua bidang kehidupan. Tidak ada batasan untuk di mana kita harus bekerja keras. Di bawah ini akan disajikan beberapa kutipan dari novel Ibuk yang menggambarkan kerja keras setiap tokoh untuk mencapai hal-hal yang diinginkan. “ Ginilah hidupku, Nah. Tiap hari seperti ini. Dari pagi sampai malam. dari Minggu sampai Minggu lagi. Ngangkot terus. Demi hidup,” kata Sim pelan. (Setyawan, 2012: 19) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 136 Kutipan di atas menggambarkan kerja keras Sim dalam bekerja untuk mencari nafkah. Setiap hari harus rela bekerja dari pagi sampai malam untuk mendapatkan rejeki agar dapat memenuhi kebutuhan hidup. Tak ada istilah libur buat Ibuk. Seperti biasa, sudah dari subuh tadi ia mencuci baju di belakang rumah. (Setyawan, 2012: 54 – 55) Setelah gagal mengambil rapor Bayek, Ibuk masih harus mengambil rapor Isa, Nani, dan Rini. Meskipun harus bolak-balik dari sekolah satu ke sekolah yang lain, Ibuk tak pernah meminta tolong orang lain untuk mengambilkan rapor anak-anaknya. (Setyawan, 2012: 63) Kutipan di atas menggambarkan kerja keras Ibuk dalam mengatur urusan rumah tangga. Juga kerja keras untuk memenuhi kewajiban seorang ibu untuk menjadi wali bagi anak-ananya. Ibuk harus rela bolak-balik dari sekolah satu ke sekolah yang lain dengan berjalan kaki demi menghemat biaya. Ketika mobil rusak, Bapak berusaha menyembuhkan angkot dengan tangannya. Ia jarang membawa angkot ke bengkel. (Setyawan, 2012: 103) Untuk merawat angkot yang sudah tua memang tidak mudah. Angkot sering rusak dan mogok. Perawatan di bengkel akan menghabiskan banyak biaya. Selagi masih bisa ditangani sendiri, Bapak lebih suka memperbaiki angkot dengan tangannya sendiri. “ Aku capek, Nah. Iki godaan datang terus. Aku berangkat lagi, yaa! Gak bisa lahat anak-anak seperti ini. Saaken! (Setyawan, 2012: 116) Rasa lelah yang menghampiri tidak dihiraukan oleh Bapak. Ia akan berusaha dengan giat untuk dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Rasa cinta terhadap anak dan keluarganya selalu menguatkan Bapak untuk terus berjuang lebih keras. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 137 Berkat kerja keras Bapak dan kelincahan Ibuk dalam mengatur kebutuhan rumah tangga, Ibuk hampir tak percaya melihat anak sulungnya, Isa akhirnya memakai seragam putih abu-abu. (Setyawan, 2012: 121) Berpuluh-puluh tahun Bapak menelusuri jalanan untuk menghidupi keluarga. Ia tak pernah berhenti. Ia tidak pernah menyerah. Terus berjuang untuk anak-anak dan keluarga. (Setyawan, 2012: 141) Kutipan-kutipan di atas menggambarkan kerja keras Sim sebagai seorang bapak dalam mencari nafkah untuk keluarga. Bapak berusaha memenuhi kebutuhan keluarga dengan bekerja banting tulang mencari uang. Walaupun merasa lelah Bapak tetap bekerja untuk keluarganya. Bayek bertekad untuk maju. Ia tak keberatan bekerja lebih lama dari rekan kerja yang lain. Kadang Bayek lembur sampai jam 10 bahkan jam 2 pagi. Bayek juga sering bekerja di akhir pekan dan membaca buku Statistika lagi. (Setyawan, 2012: 142) Bayek berusaha bekerja lebih cepat, memberikan hasil yang bermutu, terus belajar dan menerima semua tantangan. (Setyawan, 2012: 143) Kutipan di atas menggambarkan betapa Bayek bekerja keras untuk mendapatkan kemauannya. Ia rela bekerja lembur dan terus belajar demi mewujudkan cita-citanya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kerja keras memang diperlukan di berbagai bidang kehidupan. Pengarang berusaha menyampaikan pesan bahwa dalam hidup kita sebagai manusia memang perlu kerja keras. Demikian dapat dikatan bahwa novel Ibuk memiliki unsur pendidikan karakter yakni nilai kerja keras. f. Mandiri Mandiri adalah salah satu nilai pendidikan karakter yang perlu dikembangkan dalam diri setiap individu. Di era modern ini kebanyakan orang sangat sibuk dengan diri sendiri. Oleh karena itu, kita tidak bisa selalu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 138 bergantung pada orang lain. Ada hal-hal yang harus bisa kita lakukan sendiri tanpa memberatkan dan merepotkan orang lain. Di usia yang belia, Sim sudah mencari makan sendiri, sudah mandiri. (Setyawan, 2012: 10) Kutipan di atas menerangkan bahwa Sim telah mandiri sejak usianya masih muda. Sim sudah tidak bergantung pada orang lain untuk menghidupi dirinya. Kemandirian memang penting dalam hidup. Manusia tidak bisa terus bergantung pada orang lain atas hidupnya. Nani mulai belajar berdagang. Ia menjual pisang goreng, keripik, atau citos di sekolah. (Setyawan, 2012: 118) Tidak mudah untuk seorang anak berani menjalankan usaha. Akan tetapi, Nani telah berani memulai usahanya sendiri. Ia belajar berdagang di sekolah. Dengan usahanya tersebut Nani telah bisa mendapat penghasilan, dengan demikian Ia tidak lagi bergantung pada orang tua untuk uang sakunya. Nani biasanya jarang meminta. Ia adalah kakak Bayek yang paling tangguh dan tak pernah merepotkan keluarga. (Setyawan, 2012: 59) Ketangguhan Nani membuatnya bisa melakukan banyak hal. Ia jarang meminta kepada orang tua atau keluarga. Nani sudah bisa mandiri dengan tidak pernah merepotkan keluarganya. “ Wis, Buk, Bayek itu sudah lulus kuliah, sudah bisa kerja di Jakarta. Sudah bisa cari duit sendiri. Jangan terlalu khawatir.” (Setyawan, 2012: 145) Kutipan-kutipan di atas menggambarkan bahwa tokoh-tokoh dalam novel Ibuk memiliki kemandirian. Kutipan di atas banyak menggambarkan kemanidirian di bidang ekonomi. Walaupun tidak banyak, beberapa tokoh tersebut dapat menghasilkan uang dari hasil kerjanya sendiri, tanpa merepotkan orang lain. Meski masih kecil dan bergantung pada keluarga, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 139 Sim yang saat itu belum menjadi bapak, dan Nani yang masih sekolah sudah dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan, walaupun tidak banyak. Kemadirian tercermin dalam tingkah laku para tokoh. Hal ini membuktikan bahwa dalam novel Ibuk, terkandung unsur nilai pendidikan karakter, yakni nilai mandiri. g. Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu merupakan salah satu nilai yang perlu dikembangkan dalam rangka membangun karakter dan budaya bangsa. Dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan ini terkandung suatu cerminan rasa ingin ingin tahu yang dimiliki oleh tokoh adik-adik Isa. Hal itu dapat diketahui dalam kutipan berikut ini. Adik-adiknya kadang mengerubutinya. Mereka ingin tahu apa dan bagaimana Isa mengerjakan PR-nya. (Setyawan, 2012: 74) Pada kutipan di atas digambarkan bahwa adik-adik Isa selalu penasaran bagaimana Isa mengerjakan, apa yang dikerjakannya. Hal tersebut membuat adik-adik Isa selalu memperhatikan apa yang dikerjakan Isa, dengan demikian tanpa disadari sebenarnya adik-adik Isa juga ikut belajar bersama Isa. “Mbak Isa, opo iku? Akar enambelas itu apa? Tanya Bayek. (Setyawan, 2012: 75) Rasa ingin tahu yang tinggi membuat seseorang akan belajar dan terus belajar sampai dia mengetahui apa yang ingin diketahui. Orang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi ia akan memiliki banyak pertanyaan. Seperti pada kutipan di atas, bahwasannya tokoh Bayek memiliki pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakannya kepada Isa, ketika Isa sedang mengerjakan PR. Bayek menanyakan apa yang tidak diketahuinya demi memuaskan rasa ingin tahunya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 140 Dengan demikian, jelas sudah bahwa dalam novel Ibuk terkandung nilai pendidikan karakter yakni nilai rasa ingin tahu yang disampaikan pengarang melalui tingkah para tokohnya. Biaasanya orang yang memiliki sikap seperti ini akan menjadi orang-orang yang pintar, kreatif, dan inovatif. h. Cinta Tanah Air Seperti yang telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, keperdualian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan ditunjukkan bahwa Bayek mencintai tanah airnya. Dengan cara Ia memperkenalkan budaya bangsa kepada teman-temannya di New York. Melalui kebanggaan terhadap budaya Bangsa, Bayek selelu membelikan oleh-oleh pada rekan-rekannya yang bercorak kebudayaan khas dari Indonsia. Bayek bangga memperkenalkan Indonesia kepada teman-temannya. Di New York Bayek juga belajar tentang kehidupan, semakin mencintai tanah air tempat kelahirannya dan mencoba menemukan kepingan-kepingan hidup yang pernah hilang. (Setyawan, 2012: 204). Selain Rachel, Bayek selalu mebawa oleh-oleh untuk semua rekan kerjanya setelah pulang dari Indonesia. Kadang kopernya penuh dengan oleh-oleh. Ia bangga menunjukkan Indonesia ke rekanrekannya. (Setyawan, 2012: 212) Kutipan-kuitpan di atas menunjukkan bahwa Bayek bangga terhadap budaya bangsa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Bayek memiliki memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya. Jadi dalam novel Ibuk terdapat unnsur pendidikan karakter, yang disampaikan pengarang melalui tingkah tokohnya yang bernama Bayek. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 141 i. Gemar Membaca Gemar membaca merupakan sikap yang sangat baik untuk dikembangkan. Dengan banyak membaca setiap individu akan memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas. Membaca juga merupakan salah satu cara belajar yang efektif. Dalam novel Ibuk ditunjukkan bahwa tokoh Bayek senang membaca buku. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan-kutipan berikut ini. Ia mulai membeli buku di Barnes and Noble dan membacanya di Bryan Park seraya minum caffe latte. (Setyawan, 2012: 169) Dari kutipan di atas dapat di ketahui bahwa sosok Bayek memiliki kegemaran untuk membaca buku. Gemar membaca merupakan salah satu nilai yang perlu dikembangkan dalam membangun karakter dan budaya bangsa. Gemar membaca harus di tanamkan dalam setiap diri warga negara agar penduduknya memiliki wawasan yang luas untuk dapat membangun negaranya. Selain tokoh Bayek yang memiliki kegemaran membaca, tokoh tersebut juga berusaha menularkan kegemarannya dalam membaca kepada para keponakannya. Usaha tersebut terwujud dari keinginan tokoh yang diceritakan penulis dalam kutipan berikut ini. Bayek juga selalu membelikan buku-buku cerita agar mereka suka membaca. Bayek dulu tidak pernah punya buku cerita. (Setyawan, 2012: 201 – 202) Bayek berusaha menumbuhkan rasa gemar membaca kepada para keponakannya. Dengan membaca diharapkan pengetahuan yang dimiliki akan semakin luas. Di akhir pekan, Bayek membaca buku di Washington Square Park, groceries shopping di Dean Delluca Prince Street, brunch bersamasama teman Indonesianya, dan tentu saja yoga. commit to user (Setyawan, 2012: 215) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 142 Di waktu luang setiap akhir pekannya, Bayek selalu menyempatkan untuk membaca buku. Membaca buku telah menjadi salah satu kegemarannya selain yoga. Siangnya Bayek bermain bersama keponakan. Kadang mengajar saudara-saudaranya yoga. Menikmati masakan Ibuk dan membaca buku-buku Fyodor Dostoevsky yang ia bawa dari New York. (Setyawan, 2012: 226) Setelah memutuskan untuk meninggalkan New York, Bayek tinggal bersama Ibuk di Gang Buntu. Tidak banyak aktifitas yang dilakukan Bayek selama di rumah. Untuk mengisi waktu luangnya, Bayek menyalurkan hobbynya membaca buku. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tokoh Bayek selalu membaca buku di waktu luangnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan termuat usur pendidikan karakter yakni nilai gemar membaca. j. Peduli Lingkungan Sekarang ini banyak orang yang tidak peduli pada lingkungan sekitar tempat tinggal. Banyak orang yang tidak mau menjaga lingkungan sekitar, malah ada yang cenderung merusaknya. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan orang-orang yang suka membuang sampah sembarangan atau tidak pada tempatnya. Penebangan hutan secara liar, dan pembakaran lahan. Kegiatan tersebut memiliki dampak yang negatif pada lingkungan dan juga pada diri manusia yang tinggal dilingkungan tersebut. Lingkungan tempat tinggal perlu dijaga keadaannya. Agar tidak menimbulkan hal-hal yang negatif. Lingkungan yang rusak dapat menyebabkan beberapa bencana seperti banjir dan wabah penyakit. Dalam novel ibuk digambarkan bahwa para tokoh selalu menjaga keadaan lingkungan agar tetap bersih dan rapih. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan-kutipan berikut ini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 143 Setengah jam setelah Bayek dan Rini menghabiskan makan siang, Nani dan Isa pulang dari sekolah. Seperti biasa, Nani membersikan rumah dulu. Ia menyapu lantai dan mengepel. Isa membersihkan kaca jendela dan meja kaca kecil di ruang tamu. (Setyawan, 2012: 50) Bersih-bersih rumah merupakan salah satu cara menjaga dan mencintai lingkungan. Bila lingkungan bersih maka hidup akan terasa nyaman. Tokoh-tokoh dalam novel Ibuk tersebut senantiasa menjaga lingkungan rumahnya agar tetap bersih. Hal itu adalah contoh positif yang dapat diteladani oleh pembaca. Bapak selalu bangun sebelum azan Subuh berkumandang untuk membersihkan rumah… Ia juga yang selalu siap siaga ketika ada atap yang bocor, …. Ia bahkan menanam beberapa pohon di sepanjang Gang Buntu…. Ia tidak bisa diam. Ia bahkan sering membersihkan selokan kecil di sepanjang Gang Buntu. (Setyawan, 2012: 243) Menanam pohon merupakan salah satu usaha untuk menjaga keasrian lingkungan. Dengan banyaknya pohon yang tertanam di lingkungan sekitar membuat keadaan udara semakin sejuk. Juga menghindarkan lingkungan dari bencana alam seperti tanah longsor dan banjir. Dari kutipan paragraf di atas dapat diketahui bahwa tokoh Nani dan Bapak adalah orang-orang yang peduli terhadap lingkungan. Nani rajin membersihkan rumah agar rumah nampak asri sehingga nyaman untuk ditinggali. Sedangkan Bapak adalah orang yang aktif atau selalu senang bekerja. Mereka menunjukkan sikap peduli lingkungan dengan merawat kebersihan dan keasrian lingkungan rumah dan lingkungan desanya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 144 4. Relevansi Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan sebagai Bahan Ajar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP terdapat beberapa Kompetensi Dasar (KD) pengetahuan dan keterampilan dalam hal sastra. Kompetensi Dasar tersebut diantaraya a. Kompetensi pengetahuan 1) KD 3.11 mengidentifikasi informasi pada teks ulasan tentang kualitas karya (film, cerpen, puisi, novel, dan karya seni daerah) yang dibaca atau didengarkan; 2) KD 3.12 menelaah struktur dan kebahasaan teks ulasan (film, cerpen, puisi, novel, dan karya seni daerah) yang dibaca atau diperdengarkan; a) Menggali dan menemukan informasi dari buku fiksi dan nonfiksi yang dibaca; b) Menelaah unsur buku fiksi dan nonfiksi yang dibaca; b. Kompetensi ketrampilan 1) KD 4.11 menceritakan kembali isi teks ulasan tentang kualitas karya (film, cerpen, puisi, novel, dan karya seni daerah) yang dibaca atau didengar; 2) KD 4.12 menyajikan tanggapan tentang karya (film, cerpen, puisi, novel, dan karya seni daerah) yang dibaca atau didengar; 3) KD 4.17 membuat peta konsep/ garis alur dari buku fiksi dan nonfiksi yang dibaca; 4) KD 4.18 menyajikan tanggapan terhadap buku fiksi dan nonfiksi yang dibaca, secara lisan/teretulis. Pada KD yang tertulis di atas terdapat beberapa kajian tentang novel, dengan demikian novel menjadi salah satu bahan ajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Dengan demikian pemilihan novel sebagai bahan ajar telah memenuhi prinsip relevansi, yakni kesesuaian bahan ajar dengan pencapaian KI dan KD. Dalam hal ini, peneliti memilih novel Ibuk karya Iwan Setyawan untuk dijadikan bahan ajar. to user commit perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 145 Novel Ibuk adalah salah satu novel yang bermuatan positif. Dalam novel tersebut ditemukan beberapa unsur pendidikan karakter. Selain muatan yang positif, novel ini memiliki bahasa dan jalan cerita yang sederhana. Novel Ibuk adalah karya sastra yang nyata yang dapat dilihat dan diamati secara langsung oleh peserta didik. Dengan demikian novel Ibuk telah memenuhi salah satu syarat sebagai bahan ajar, yakni bersifat riil. Selain memenuhi prinsip relevansi dan standar mutu, novel Ibuk juga cocok dijadikan bahan ajar karena memenuhi syarat kebahasaan, psikologis, dan latar budaya yang disampaikan oleh Rahmanto. a. Bahasa Novel Ibuk menggunakan bahasa yang sederhana dan cenderung denotatif sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh siswa SMP. Berikut contoh paragraf dalam novel Ibuk. Setelah makan siang, Isa langsung mengerjakan PR dan mempersiapkan buku-buku untuk pelajaran besok. Nani dan Bayek mengikuti kebiasaan ini. Tak ada satupun dari mereka yang memiliki meja belajar. Bayek sering memita Ibuk utuk membelikannya tapi belum pernah kesampaian. Meraka beramai-ramai mengelilingi meja kecil di ruang tamu untuk mengerjakan PR masing-masing. Isa adalah guru les yang andal untuk adik-adikanya. (Setyawan, 2012: 51) Kutipan di atas merupakan salah satu paragraf yang ditulis pengarang dalam novel Ibuk. Dalam paragraf tersebut terkandung contoh tindakan positif yang dapat ditiru oleh pembaca khususnya para peserta didik. Selain itu, kalimat yang digunakan dalam paragraf juga menggunakan kalimatkalimat yang sederhana, tidak terlalu panjang sehingga mudah dipahami. “Berapapun uang yang kamu miliki, jangan pernah berlebihan. Nabung! Kamu bisa jatuh sakit. Harus ke dokter dan itu tidak murah. Hidupmu tidak hanya untuk sekarang saja. Hidupmu masih panjang,” pesan Ibuk yang tidak memiliki rekening di bank…. (Setyawan, 2012: 102) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 146 Pada kutipan paragraf di atas juga terkandung pesan yang positif dari tokoh Ibuk. Walau pesan tersebut ditujukan dari Ibuk untuk Bayek namun sebenarnya pengarang juga pasti memiliki alasan agar pesan tersebut juga bisa tersampaikan kepada para pembaca. Kutipan-kutipan paragraf di atas adalah beberapa contoh paragraf yang dapat dijadikan bacaan sebagai bahan ajar pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP. Selain bahasanya yang sederhana dan mudah untuk dimengerti oleh siswa SMP, paragraf-paragraf tersebut memiliki muatan-muatan positif yang dapat dijadikan teladan bagi peserta didik. b. Psikologis Secara umum peserta didik yang duduk di kelas VIII berusia empat belas tahun. Berdasarkan pentahapan perkembangan psikologis pada usia empat belas tahun peserta didik mulai dapat memahami karya yang realistik. Pada tahapan ini peserta didik telah sanggup untuk keluar dari dunia imajinasi dan mulai tertarik pada isu kehidupan di dunia nyata. Dilihat dari segi psikologis novel Ibuk dapat dikatakan cocok sebagai bacaan dan bahan ajar siswa kelas VIII. Novel Ibuk adalah novel yang menyajikan kisah yang nyata dalam kehidupan. Isu yang terjadi di dalam novel tersebut masih sering dijumpai dalam kehidupan nyata. Isu yang dibahas adalah kehidupan yang prihatin, kerja keras untuk memperoleh pendidikan dan usaha-usaha untuk mencapai kesuksesan demi kebahagian diri dan keluarga. Kisah yang diangkat dalam novel tersebut akan dapat memberikan semangat kepada peserta didik untuk terus belajar dan berjuang demi mencapai cita-cita yang diharapkan. Selain itu dalam novel Ibuk juga disisipkan beberapa kutipan kata-kata inspirasi dari beberapa tokoh yang ditulis oleh pengarang. Kata inspiratif tersebut diniliai sangat persuasif sehingga dapat mempengaruhi psikologis pembaca. Beberapa kata inspiratif yang dikutip pengarang dan dicantumkan dalam novel Ibuk yakni: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 147 “ Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang, itulah semboyanku! Maju! Semua harus dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!” Kartini (Setyawan, 2012: 137) “ Jika kau menghamba kepada ketakukan, kita memperpanjang barisan perbudakan.” Wiji Thukul (Setyawan, 2012: 195) Pengarang mengutip kata-kata inspiratif dari Kartini dan Wiji Thukul. Kata-kata tersebut memiliki pesan bahwa menjadi manusia haruslah memiliki keberanian untuk memulai segala hal. Hanya pemberanilah yang mampu memenangkan dunia. Dengan pesan yang disampaikan dari kutipan tersebut tentunya pembaca terutama peserta didik akan terinspirasi dan menjadi berani untuk melangkah meraih cita-cita. Kutipan-kutipan di atas merupakan kata-kata yang memuat nilai positif, menyampaikan kepada setiap orang bahwa kebahagian yang sejati adalah kebahagiaan yang dibagikan kepada orang lain juga menyampaikan bahwa keberanian untuk bertindak adalah kunci kesuksesan. Bukan hanya sekedar angan, rencana harus dilaksanakan. Muatan positif yang terkandung dalam novel Ibuk membuat novel tersebut layak dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran. c. Latar belakang budaya Latar belakang yang dimaksud sangat berkaitan erat dengan setting yang digambarkan pengarang dalam karyanya. Setting tempat dan sosial dalam novel ini mengandung dua kebudayaan yang berbeda. Pada bab awal digambarkan lingkungan pedesaan dan keadaan keluarga dalam keadaan ekonomi menengah kebawah. Situasi tersebut tergambar dalam kutipan berikut ini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 148 Ayam-ayam kampung mulai berkeliaran di halaman. Beberapa memakan daun nonik nakal yang ditanam Isa di depan rumah. Asap mengepul di atas atap dapur rumah bambu Mak Gini dan Bapak Mun. Setiap pagi mereka selalu menghangatkan diri di depan tungku perapian. (Setyawan, 2012: 53) Situasi dan kondisi seperti yang digambarkan pada kutipan di atas, masih sangat lazim terjadi di lingkungan peserta didik (area Solo dan sekitarnya), maka peserta didik akan mendapatkan pemahaman yang nyata mengenai situasi yang diceritakan dalam novel. Sedangkan pada bagian pertengahan yakni pada Bab 28 disajikan latar tempat dan sosial yang berbeda. Pembaca dibawa pergi jauh ke belahan bumi yang lain yakni ke benua Amerika tepatnya di kota New York. Di kota New York digambarkan situasi yang berbeda, yakni kemegahan bangunanbangunan dan hiruk pikuk kota yang sangat ramai seperti pada kutipan berikut ini. Di pagi yang terang benderang itu Manhattan terlihat seperti sebuah berlian besar dari kejauhan. Bayek terperangah! Ribuan gedung pencakar langit berdiri berhimpitan seperti sebuah rimba. Jutaan kacakacanya memantulkan refleksi. (Setyawan, 2012: 146) Di Indonesia terutama di area Solo dan sekitarnya masih sangat jarang ditemukan gedung-gedung pencakar langit yang berjajar. Bila pun ada hanya beberapa saja dan tidak begitu padat. Maka peserta didik secara otomatis diajak penulis untuk membayangkan suasana kota New York dengan ribuan gedung pencakar langit berjajar-jajar. Hal baru yang dapat ditemukan oleh peserta didik adalah suasana musim gugur yang tidak pernah ada di Indonesia khususnya di wilayah Solo. Musim gugur digambarkan penulis sebagai berikut. Musim gugur telah berakhir. Ranting-ranting mulai tak berdaun. Udara semakin dingin. commit to user (Setyawan, 2012: 149) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 149 Dari kutipan di atas pembaca diajak membayangkan suasana setelah musim gugur berakhir. Tentunya situasi seperti itu tidak terjadi di Indonesia karena Indonesia hanya memiliki dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan. Berbeda dengan kota New York yang memiliki empat musim. Selain disajikan latar gedung-gedung pencakar langit dan musim gugur, dalam novel tersebut disajikan pula dunia kerja di luar negri. Hal-hal inilah yang akan memancing rasa ingin tahu siswa mengenai dunia kerja. Siswa secara perlahan-lahan akan mengetahui tentang dunia luar, bukan hanya dunia di sekolah saja. B. PEMBAHASAN 1. Unsur-Unsur Intrinsik Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan Analisis data yang dilakukan peneliti menghasilkan temuan mengenai unsur-unsur intrinsik yang membangun Novel Ibuk karya Iwan Setyawan. Seperti yang dipaparkan Waluyo bahwa sebuah fiksi terdiri atas unsur-unsur pembangun yakni tema, plot, penokohan dan perwatakan, latar, sudut pandang pengarang, dan dialog (2011: 6 – 25) maka dalam Novel Ibuk pun ditemukan unsur-unsur tersebut. Unsur- unsur pembangun tersebut sering juga disebut sebagai unsur intrinsik. Unsur-unsur intrinsik yang ditemukan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah a) tema, b) plot, c) penokohan dan perwatakan, d) latar, e) sudut pandang, f) dialog, dan g) amanat. Unsur-unsur tersebut membangun novel Ibuk menjadi satu kesatuan yang apik. a. Tema Tema pada novel Ibuk dapat diketahui melalui proses pembacaan karya sastra. Dari cerita dan dialog-dialog yang disuguhkan pengarang, dapat diketahui bahwa masalah yang sering dibicarakan adalah keadaan ekonomi yang sulit. Sebuah keluarga yang sederhana dikepalai oleh seorang bapak beranama Sim, yang berprofesi sebagai sopir angkot dan dipimpin oleh seorang ibuk bernama Ngatinah. Mereka berjuang membesarkan lima commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 150 orang anak yang juga ikut meramaikan keluarga tersebut. Isa, Nani, Bayek, Rini, dan Mira, merekalah penerang dan cahaya bagi Ibuk. Sebagai seorang Ibuk, Ngatinah tidak ingin anak-anaknya bernasib sama seperti dirinya, tidak berpendidikan. Ngatinah tidak lulus SD. Dia bertekad memberikan kehidupan yang layak bagi anak-anaknya, salah satunya adalah menyekolahkan kelima buah hatinya hingga jenjang pendidikan yang tinggi. Namun tekadnya tersebut tidaklah berjalan dengan mudah. Banyak hal yang dilewati Ibuk untuk dapat memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Profesi sebagai sopir angkot yang dijalani oleh Bapak bukanlah profesi yang banyak mengasilkan uang. Hal tersebut membuat Bapak dan keluarga hidup dalam keterbatasan dan kesederhanaan. Berkat Ibuk sang pemimpin yang gigih, kesederhanaan dan keterbatasan tersebut bukanlah menjadi hal yang sangat menyedihkan. Dengan kesabaran, ketekunan, dan kepiawaian Ibuk dalam mengatur urusan rumah tangga, keluarga tersebut dapat terus bertahan. Tekad kuat Ibuk untuk menyekolahkan kelima anaknya, membuat mereka harus hidup sederhana. Uang yang diberikan Bapak Ibuk harus dibagi untuk dua prioritas Ibuk, yakni untuk makan dan pendidikan anak-anak. Kesedarhanaan Ibuk dan Bapak membuat kelima anak yang terlahir dari rahim Ibuk pun merasakan hal yang sama. Hidup dalam kesederhanaan, keterbatasan, dan kesabaran. Hidup kadaan tersebut mebuat anak-anak tumbuh menjadi orang-orang yang mandiri, disliplin, dan kerja keras, mereka benar-benar paham akan hidup mereka yang sederhana. Berkat tekad kuat Ibuk dan kerja keras Bapak juga perjuangan anakanak, keluarga tersebut pelan-pelan mulai keluar dari himpitan ekonomi. Mulai dari kerelaan Bapak menjual angkotnya untuk membiayai Bayek pergi kuliah ke Bogor. Empat tahun Bayek jauh dari keluarga, empat tahun Bayek menuntut ilmu, empat tahun Bayek berjuang. Hingga akhirnya Bayek berhasil dinobatkan sebagai lulusan terbaik dari Jurusan MIPA di IPB. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 151 Mulai dari itu, Bayek mendapatkan kesempatan untuk berkarir. Dengan kerja keras, dan kesabaran Bayek, sedikit demi sedikit Ia bisa membawa keluarganya keluar dari himpitan ekonomi. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa hal yang menjadi pokok pikiran cerita adalah keadaan ekonomi yang sulit dan pendidikan. Simpulan tersebut diambil oleh penulis di dasarkan pada pernyataan bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya sastra (Sudjiman, 1988: 50). b. Plot atau Alur Cerita Pergerakan alur dalam novel Ibuk adalah pergerakan lurus dimulai dari eksposisi, inciting moment, rising action, complication, climax, falling action, dan diakhiri dengan denouement. Alur yang digunakan pun memuat semua hukum alur, seperti yang dikatakan oleh Kenney dalam Waluyo (2014: 15) bahwa law of plot adalah plausibility, surprise, suspense, unity, subplot, dan ekspresi. Sedangkan alur yang digunakan dalam menyampaikan keseluruhan cerita adalah alur campuran. Pada mulanya pengarang menceritakan asalasul keluarga Ibuk mulai dari pertemuannya dengan Sim, keputusan untuk membina keluarganya, kemudian kelahiran lima anak Ibuk hingga perjuangan Bapak dan Ibuk dalam membangun rumah kecil mereka. cerita tersebut disampaikan secara kronologis dari bab 1 hingga bab 16. Kemudian tiba- tiba pada bab 17 pengarang menceritakan masa lalu ketika Ibuk bertemu dengan Mbah Carik dan mendapatkan wejangan, serta bagaimana Bayek kecil mengalami mati suri Hal tersebut disimpulkan dengan adanya pendapat bahwa alur campuran adalah penggunaan alur garis lurus dan alur flashback dalam satu karya sastra (Waluyo, 2014: 13). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 152 c. Penokohan dan Perwatakan Tokoh dalam novel berjumlah delapan belas, yakni Ngatinah atau sering disebut Tinah (Ibuk), Abdul Hasyim (Ayah), Isa, Nani, Bayek, Rini, Mira, Mak Gini, Mbok Pah, Cak Ali, Mbak Gik, Bapak Mun, Mbak Ati, Pak Lurah, Rachel, Lek Giyono, Bang Udin, dan Mbah Carik. Berdasarkan tingkat peranan dan pentingnya tokoh-tokoh tersebut dibedakan ke dalam tokoh utama dan tokoh tambahan (Nurgiyantoro, 2005: 176). Tokoh utama dalam novel Ibuk adalah Ibuk, Sim, Isa, Nani, Bayek, Rini, dan Mira. Sedangkan yang menjadi tokoh tambahan adalah Mak Gini, Mbok Pah, Cak Ali, Mbak Gik, Bapak Mun, Mbak Ati, Pak Lurah, Rachel, Lek Giyono, Bang Udin, dan Mbah Carik. Penentuan tokoh utama tersebut didasarkan pada pendapat Nurgiyantoro yang menyatakan bahwa dalam sebuah novel bisa terdapat lebih dari satu tokoh utama, walaupun tingkat keutamaannya berbeda-beda (2005: 177). Pengarang tidak banyak membuat variasi untuk perwatakan para tokoh. Hampir semua tokoh terutama tokoh utama digambarkan memiliki watak yang baik (protagonis). Tokoh-tokoh tersebut sama-sama memiliki sifat kerja keras, mandiri, sederhana, dan tidak neko-neko. d. Setting atau Latar dan Latar Belakang Seperti pendapat Sumito dalam Wicaksono (2014: 209) yang menyatakan setting dalam sebuah novel meliputi setting tempat, waktu, dan suasana atau sosial, maka peneliti berpendapat bahwa dalam novel Ibuk pun memiliki ketiga setting tersebut. Secara keseluruhan setting tempat teradinya cerita dalam novel Ibuk berada di dua kota dan dua negara yakni Kota Batu di Indonesia, dan New York City di Amerika. Sedangkan latar waktu tidak dinyatakan secara spesifik. Pengarang banyak menggunakan kata keterangan waktu seperti pagi hari, siang, sore, dan malam hari, musim gugur, musim panas. Dari keseluruhan cerita dapat disimpulkan bahwa cerita tersebut terjadi dalam kurun waktu kurang lebih 40 tahuntoyang commit user berakhir tahun 2010. Sedangkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 153 latar suasana atau sosial yang ada dalam novel Ibuk adalah kesederhanaan dan keprihatinan yang dialami sebuah keluarga kelas ekonomi menengah ke bawah. e. Point of View atau Sudut Pandang Pengarang Posisi pengarang dalam menyampaikan cerita dapat dibedakan menjadi empat yakni narator serba tahu, narator bertindak objektif, narator (ikut) aktif, dan narator sebagai peninjau (Kosasih, 2012: 70 – 71). Sesuai dengan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa dalam menyampaikan cerita pada novel Ibuk pengarang menggunakan lebih dari satu sudut pandang. Sudut pandang pertama yang digunakan oleh pengarang adalah pengarang memposisikan dirinya sebagai narator serba tahu, dan sudut pandang kedua adalah pengarang memposisikan dirinya sebagai narator yang (ikut) aktif dalam jalannya cerita. Penggunaan sudut pandang yang lebih dari satu ini bukanlah sebuah ketidakmungkinan. Dalam sebuah fiksi kadang terjadi pergantian pusat penceritaan dari seorang tokoh ke tokoh lainnya. Wicaksono berpendapat bahwa hal ini adalah penggunaan sudut pandang campuran (2014: 252). Sebagai narator yang serba tahu, pengarang menggambarkan segala yang terjadi. Mulai dari keberadaan tokoh, hal yang dilakukan tokoh, hal yang dirasakan tokoh, hingga hal yang dipikirkan oleh tokoh. Pengarang mengetahui semua hal tentang tokohnya. Pada novel Ibuk, pengarang menyampaikan semua tentang Tinah. Pengarang mengungkapkan latar belakang, watak, pikiran, dan perasaan Tinah serta beberapa tokoh lain. Sebagai narator yang (ikut) aktif dalam cerita, pengarang mengungkapkan apa yang sedang dilakukannya dan apa yang dirasakan olehnya. Di sini pengarang menjadi orang yang menceritakan beberapa hal tentang dirinya, pengarang menggunakan kata sapaan aku untuk menceritakan tentang dirinya. Pengarang juga mengungkapkan apa yang dirasakannya. Pengarang mengikuti semua perjalanan para tokoh terutama commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 154 Bayek. Bahkan pengarang merasakan hal sama seperti yang dirasakan oleh Bayek. Pengarang mengalami hal yang sama seperti yang dialami Bayek. Dari hal-hal yang diceritakan oleh pengarang mengenai kegiatan dan perasaannya terhadap tokoh Bayek, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pengarang adalah tokoh Bayek itu sendiri. Hanya saja pengarang tidak mengungkapkan jati dirinya. Pendapat ini di dukung dengan fakta bahwa novel Ibuk adalah kisah perjuangan seorang Ibuk membersarkan kelima anaknya. Salah satu dari lima anak tersebut adalah pengarang, yang di dalam novel ini memiliki sering disebut sebagai Bayek. f. Dialog atau Percakapan Sebagai gambaran kehidupan manusia tentunya dalam novel tersebut terkandung interaksi antarsesama tokoh, serta tokoh dan lingkungan. Salah satu interaksi yang terkandung dalam novel tersebut adalah dialog antartokoh. Selain menggambarkan kegiatan interaksi para tokoh, dialog juga berfungsi memperkonkret watak dan kehadiran pelaku, serta memperhidup karakter tokoh (Waluyo, 2014: 26). Berdasarkan pendapat Waluyo di atas, dapat dikatakan bahwa dialog dalam novel Ibuk digunakan oleh pengarang untuk mempertegas karakter tokoh. Banyak dialog yang ditulis oleh pengarang mengandung tujuan untuk mempertegas karakter tokoh. Dalam dialog-dialog tersebut karakter tokoh disebutkan oleh tokoh lain dalam percakapannya. Misalnya tokoh Bayek yang menyebutkan bahwa tokoh Ibuk adalah orang berkarakter pekerja keras. g. Gaya Bercerita Gaya bercerita pengarang yang satu dengan pengarang yang lain tentunya berbeda-beda. Setiap pengarang memiliki gaya yang khas dalam menyampaikan ceritanya. Seperti yang dikatakan Waluyo bahwa ada pengarang yang menyampaikan ceritanya dengan santai dan menggunakan bahasa yang ringan, ada pengarang commit toyang user menyampaikan ceritanya dengan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 155 sikap yang menggurui, ada pula pengarang yang bersikap seperti wartawan, yakni memberikan berita kepada pembacanya (2014: 26). Seperti pengarang-pengarang lain yang memiiliki gayanya dalam menyampaikan cerita, pengarang novel Ibuk ini juga memiliki gayannya sendiri. Pengarang novel yang memiliki nama lengkap Iwan Setyawan ini menyampaikan ceritanya dengan sederhana. Kesederhanaan tersebut tercermin dari bahasa dan unsur-unsur pembangun cerita tersebut. Bahasa yang digunakan oleh Iwan sangat ringan dan sederhana, terutama penulisan dialog-dialog di dalamnya. Tidak ada dialog yang berlebihan. Kata-kata yang digunakan juga cenderung bermakna denotatif. Narasi yang digunakan juga menggunakan kalimat-kalimat yang bermakna tunggal. Hal tersebut membuat cerita dan pesan yang disampaikan oleh pengarang menjadi mudah ditrima oleh para pembaca. h. Amanat Terkandung amanat ataupun pesan moral dalam cerita yang disamapikan oleh Iwan Setyawan dalam karyanya yang berjudul Ibuk. Pesan tersebut tidak disampaikan secara langsung oleh pengarang, melainkan disiratkan dalam dialog-dialog, tingkah para tokoh, juga narasi yang disamapaikan pengarang. Walaupun pesan tersebut hanya disiratkan oleh pengarang, tetapi pembaca akan sangat mudah untuk menemukan pesan yang ingin disampaikan pengarang. Hal tersebut dikarenakan pegarang selalu menekankan hal yang sama dalam setiap ceritanya. Adapun pesan yang ditemukan dalam cerita tersebut adalah bahwa sikap kerja keras dan pantang menyerah akan sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan atau kesuksesan. Setiap tokoh yang diceritakan pengarang hampir semua memiliki semangat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Tokoh-tokoh tersebut selalu bekerja keras dan bersabar untuk dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 156 2. Aspek Psikologi Tokoh dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan Telah dijelaskan bahwa novel adalah kisah kehidupan manusia. Maka jelas tokoh dalam novel tersebut adalah manusia. Sebagai manusia seseorang memiliki aspek psikologis. Aspek psikologis yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bahwasannya manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk dapat melangsungkan hidup. Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki kebutuhan dasar yang tersusun secara hirarkis (Mendari, 2010: 84). Adapun kebutuhan-kebutuhan tersebut juga dimiliki oleh tokoh-tokoh dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan. Tokoh novel Ibuk memiliki hal-hal kebutuhan-kebutuhan untuk mencapai tujuannya. Dalam novel ini ditemukan tujuh kebutuhan dasar yang ada dalam kehidupan para tokoh, yakni kebutuhan fisiologis, kebuthan akan rasa aman, kebutuhan akan kepemilikan dan cinta, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan kognitif, kebutuhan estetika, dan kebutuhan aktualisasi diri. Pemenuhan kebutuhan antara satu orang dengan orang lain berbeda bergantung tingkat pada motiv dan tingkat pemuasan kebutuhan (Olson & Hergenhahn, 2013: 843 – 844 ). Tokoh Ibuk memiliki tingkat kebutuhan yang lebih rendah dari pada tokoh Bayek. Ibuk hanya memenuhi pencapaian di tingkat kebutuhan akan cinta dan rasa kepemilikan. Ibuk hanya memenuhi kebutuhan dasar yang didorong oleh d-motive dan tidak memiliki keinginan untuk mengembangkan diri dengan memenuhi kebutuhan yang di dorong oleh b-motive. Dari pada memenuhi kebutuhan pertumbuhannya Ibuk lebih memilih untuk mendedikasikan hal yang ada untuk mendukung pemenuhan kebutuhan anakanaknya. Begitulah rasa cinta Ibuk terhadap keluarga. Ibuk mampu menahan dirinya untuk memenuhi meta-metakebutuhan demi keluarga dan anakanaknya. Berbeda dengan Bayek, Ia selalu ingin maju dan mengembangkan dirinya. Akan tetapi, pengembangan dirinya tersebut bukan semata-semata untuk dirinya sendiri. Bayek ingin dirinya berkembang untuk dapat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 157 membahagiakan dan membantu keluarga. Karena Ia yakin bahwa hanya ketika Bayek sukses Ia dapat membantu keluarganya. Keinginan Bayek untuk berkembang membuatnya terus memenuhi kebutuhan-kebutuhannya untuk dapat menjadi manusia yang independen. Dan pencapaiannya tiba pada puncak kebutuhan yakni untuk mengaktualisasikan dirinya melalui tulisan yang Ia buat. Bayek ingin menginspirasi orang-orang disekelilingnya. Bahwa setiap orang bisa mencapai apapun dengan usaha tanpa henti dan doa yang terus terpanjat. 3. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan Ditemukan beberapa nilai pendidikan karakter dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan. Hal ini menjadikan novel Ibuk sebuah novel yang layak dijadikan bahan bacaan untuk para generasi muda. Nilai-nilai karakter yang dimiliki oleh para tokohnya dapat dijadikan teladan atau panutan bagi para pembaca. Sebagaimana dikemukakan oleh narasumber Reni Sunarso, S.Pd., dan Sudaryani, S.Pd. selaku guru pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP N 1 Surakarta bahwa dalam novel Ibuk ditemukan nilai-nilai positif yang baik untuk dicontoh yakni semangat kerja keras, mandiri, dan taat beragama (religius). Adapun nilai-nilai pendidikan karakter lain yang ditemukan dalam diri para tokoh novel Ibuk adalah jujur, toleransi, disiplin, rasa ingin tahu, gemar mebaca, cinta tanah air, dan peduli lingkungan. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut tercermin dalam diri setiap tokoh melalui tingkah laku dan dialog yang dipaparkan oleh pengarang dalam cerita. 4. Relevansi Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan sebagai Bahan Ajar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP Penggunaan novel Ibuk dapat diterapkan dalam pembelajaran Bahasa dan sastar Indonesia, khususunya untuk menujang beberapa Kompetensi Dasar (KD) yang berkaitan dengan commit sastra. to Adapun user bebeberapa Kompetensi Dasar perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 158 yang dapat ditunjang dengan penggunaan novel Ibuk sebagai bahan ajarnya adalah KD 4.12 menyajikan tanggapan tentang karya (film, cerpen, puisi, novel, dan karya seni daerah) yang dibaca atau didengar; KD 4.17 membuat peta konsep/garis alur dari buku fiksi dan nonfiksi yang dibaca; dan KD 4.18 menyajikan tanggapan terhadap buku fiksi dan nonfiksi yang dibaca secara lisan/tertulis. Hal tersebut sesuai dengan simpulan wawancara dengan guru-guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan beberapa siswa kelas delapan SMP yang menghasilkan data, bahwa KD tersebut di atas dapat ditunjang dengan penggunaan novel Ibuk sebagai bahan ajar (transkrip wawancara terlampir). Selain relevan dengan beberapa kompetensi dasar, bahan ajar novel juga dapat meningkatkan minat siswa dalam kegiatan pembelajaran. Tumbuhnya minat tersebut dikarenakan ketepan bahan ajar dilihat segi bahasa, psikologis dan latar belakang budaya (Rahamnto, 1988: 27). Dari tiga siswa yang melakukan wawancara dengan peneliti, semuanya mengaku bahwa mereka lebih tertarik dalam mengikuti pembelajaran karena disuruh membaca novel. Novel ini juga dapat meningkatkan kegemaran siswa pada kegiatan membaca. commit to user