BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Proses Produksi Proses produksi mempunyai pengertian, yaitu: • Proses produksi (www.soget.com) adalah sekumpulan aktivitas-aktivitas dan sumber daya-sumber daya yang saling berinteraksi dan terhubung satu dengan yang lainnya yang mengubah input elements menjadi output elements. • Proses produksi (www.rumahkiri.net) adalah transformasi “nilai-guna”; nilai-guna dari barang (sarana produksi) yang diolah, dikonsumsi, tetapi nilai barang itu sendiri dialihkan ke dalam produk baru. 2.1.2 Jenis-jenis Proses Produksi (Assauri, 2004, p75) Walaupun jenis proses produksi ini sangat banyak, tetapi secara ekstrim dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Proses produksi yang terus-menerus (continuous processes) dengan ciri-ciri, yaitu: 1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah besar (produksi massa) dengan variasi yang sangat kecil dan sudah distandardisir. 2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan, yang disebut product lay out atau departmentation by product. 3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah mesin-mesin yang bersifat khusus untuk menghasilkan produk tersebut, yang dikenal dengan nama Special Purposes Machines. 6 7 4. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat khusus dan biasanya agak otomatis, maka pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan kecil sekali, sehingga operatornya tidak perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi untuk pengerjaan produk tersebut. 5. Apabila terjadi salah satu mesin/peralatan terhenti atau rusak, maka seluruh proses produksi akan terhenti. 6. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat khusus dan variasi dari produknya kecil maka job structurenya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak perlu banyak. 7. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses adalah lebih rendah dari Intermittent process/manufacturing. 8. Oleh karena mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus maka proses seperti ini membutuhkan maintenance specialist yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak. 9. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang fixed (Fixed Path Equipment) yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan (conveyor). b. Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent processes) dengan ciri-ciri, yaitu: 1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil dengan variasi yang sangat besar (berbeda) dan didasarkan atas pesanan. 2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem, atau cara penyusunan peralatan berdasarkan atas fungsi dalam proses produksi atau peralatan yang sama dikelompokan pada tempat yang sama, yang disebut dengan process lay out atau departmentation by equipment. 3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah mesin-mesin yang bersifat umum dan dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam produk 8 dengan variasi yang hampir sama, mesin mana yang dikenal dengan nama General Purpose Machines. 4. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat umum dan biasanya kurang otomatis, maka pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar, sehingga operatornya perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi dalam pengerjaan produk tersebut. 5. Proses produksi tidak mudah/akan terhenti walaupun terjadi kerusakan atau terhentinya salah satu mesin atau peralatan. 6. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat umum dan variasi dari produknya besar, maka terhadap pekerjaan (job) yang bermacam-macam menimbulkan pengawasan (control)nya lebih sukar. 7. Persediaan bahan mentah biasanya tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan apa yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam proses lebih tinggi dari continuous process/manufacturing, karena prosesnya terputus- putus/terhenti-henti. 8. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang dapat flexible (Varied Path Equipment) yang menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong atau forklift. 9. Dalam proses seperti ini sering dilakukan pemindahan bahan yang bolak-balik sehingga perlu adanya ruang gerak (aisle) yang besar dan ruangan tempat bahanbahan dalam proses (work in process) yang besar. 9 2.1.3 Pengertian Proyek Menurut Schwalbe (2004, p4) proyek merupakan suatu usaha yang bersifat sementara untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang unik. Menurut Pardede (2005, p512) proyek (project) dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang saling berkaitan yang masing-masing menunjukkan titik waktu yang pasti atas dimulai dan diselesaikannya setiap kegiatan yang seluruhnya akan menghasilkan suatu atau sekelompok barang atau hasil operasi khusus. Sedangkan menurut Snead dan Wycoff (Karl A. Smith, 2000, p44) proyek merupakan kegiatan yang bersifat nonrutin dan memiliki tujuan ke depan yang jelas, serta mengidentifikasikan bahwa suatu proyek dapat sukses apabila didasari dengan kemampuan yang efektif tujuannya. Di dalam bukunya Gray dan Larson (2000, p4) sebuah proyek dapat diartikan sebagai kegiatan yang kompleks, bersifat nonrutin, dan hanya terjadi satu kali yang ruang lingkupnya dibatasi oleh waktu, budget, sumber daya, dan spesifikasi desain penampilan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. 2.1.4 Perbedaan Kegiatan Proyek dan Kegiatan Operasional Menurut Herjanto (2007, p351) penyelenggaraan proyek sangat berbeda dibandingkan penyelenggaraan kegiatan operasional rutin. Proyek mempunyai siklus yang pendek, sedangkan kegiatan operasional memiliki siklus berjangka panjang, sehingga gaya manajemen maupun intensitas kegiatan proyek berbeda dengan kegiatan rutin. Secara umum perbedaan antara kegiatan proyek dan operasional akan dijelaskan melalui tabel 2.1 berikut ini: 10 Tabel 2.1 Perbedaan antara kegiatan proyek dengan kegiatan operasional rutin Proyek Operasional Rutin Bersifat dinamis Kurang dinamis dan bersifat rutin Berlangsung hanya dalam kurun waktu Berlangsung dalam jangka panjang terbatas (siklus proyek relatif pendek) (berkelanjutan) Intensitas kegiatan berbeda-beda Intensitas kegiatan relatif sama Kegiatan harus diselesaikan sesuai dengan Anggaran dan waktu kegiatan tidak seketat dana dan waktu yang ditentukan Menyangkut berbagai kegiatan yang memerlukan bermacam-macam klasifikasi dalam proyek Jenis kegiatan relatif tidak sekompleks proyek tenaga Diperlukan jalur komunikasi dan tanggung jawab vertical maupun horizontal agar efektif Penekanan jalur komunikasi dan tanggung jawab pada arah vertikal dalam pengelolaannya Sumber : Herjanto, 2007, p352 2.1.5 Siklus Proyek Untuk mengilustrasikan keunikan yang ada pada sebuah proyek dapat dilihat dari siklus perputaran proyek atau project life cycle ( Gray dan Larson, 2000, p5). Dari siklus sebuah proyek dapat dilihat jika proyek hanya memiliki waktu yang terbatas dan dapat diprediksi untuk melakukan suatu perubahan, khususnya dalam usaha apa yang harus ditempuh saat itu. (Pardede, 2005, p513) Pada mulanya, pengerjaan suatu proyek akan bergerak lambat kemudian semakin cepat, mencapai titik puncak, dan kemudian menurun, dan akhirnya harus dihentikan (karena sudah selesai). 11 Siklus sebuah proyek umumnya akan melalui 4 tahapan, yaitu (Gray dan Larson, 2000, pp 5-6) : 1. Tahap Pendefinisian Proyek, Yaitu tahap untuk melakukan spesifikasi pada proyek yang akan dijalankan, membangun objektif sebuah proyek, membentuk tim kerja, hingga rencana kerja tim per divisi dibuat. 2. Tahap Merencanakan, Yaitu tahap untuk menyempurnakan spesifikasi proyek yang sudah dirumuskan pada tahap pendefinisian proyek, serta tahap pengembangan rencana untuk menentukkan proyek lebih detail, kapan proyek dilaksanakan, keuntungan apa yang akan timbul jika ada proyek tersebut, kualitas kinerja seperti apa yang harus diterapkan dalam proyek tersebut, dan bagaimana menentukkan budget yang optimal. 3. Tahap Mengeksekusi (implementasi), Yaitu tahap dimana menjalankan rencana kerja yang telah dibuat secara real dan memerlukan kombinasi mental dan fisik dari tim kerja (team work) 4. Tahap Mendelivery (menyampaikan produk dan jasa), Yaitu tahap akhir dari sebuah proyek, dimana terbagi kedalam dua aktivitas : menyampaikan produk dan jasa hingga sampai ke konsumen, dan mengadakan pendistribusian ulang terhadap sumber daya yang dibutuhkan dalam proyek tersebut. Tahap Delivery dapat mencakup customer training dan transfer dokumen. Selain itu, pengadaan pendistribusian ulang mencakup melepaskan sumber daya yang ada ke proyek lain dan mencari proyek baru untuk timnya. 12 Kegiatan Waktu 1.Goals 2.Specifications 3.Tasks 4.Responsibilities 5.Terms 1.Schedules 2.Budgets 3.Resources 4.Risks 5.Staffing 1.Status Reports 2.Changes 3.Quality 4.Forecasts 1.Train Customer 2.Transfer Documents 3.Releases Documents 4.Reassign Staff 5.Lessons learned Sumber : Gray dan Larson, ”Project Management”, p6 Gambar 2.1 Project Life Cycle 2.1.6 Manajemen Proyek Manajemen Proyek menurut Murch (2001, p10) diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang bersifat kontinyu dan diperlukan suatu improvisasi serta inisiatif oleh sebuah tim proyek. Walaupun dalam perjalanannya, manajemen proyek mengalami proses improvisasi namun kunci keberhasilan dari menjalankan sebuah proyek adalah selalu memperhatikan ketiga batasan yang selalu dihadapi oleh sebuah proyek. Dan juga sebuah proyek dipengaruhi oleh sumber daya manusianya, proses, dan teknologi yang berkolaborasi dalam satu kesatuan(proyek) untuk melakukan kegiatan atau aktivitas proyek lebih baik, lebih cepat, dan lebih efisien. 13 (en.wikipedia.org) Manajemen proyek adalah ilmu dari mengorganisasikan dan mengatur sumber daya – sumber daya dengan cara yang di mana sumber daya – sumber daya ini mengantarkan semua pekerjaan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah proyek dalam bidang terdefinisi, kualitas, waktu dan biaya yang terbatas. 2.1.7 Fungsi-fungsi Manajemen Proyek Fungsi-fungsi manajemen proyek menurut Pardede (2005, p514) terdiri dari: • Perencanaan proyek (project planning), yang meliputi penentuan terlebih dahulu seluruh unsur yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu proyek, yaitu apa yang harus dihasilkan, kegiatan-kegiatan apa yang harus dilaksanakan untuk memperoleh hasil tersebut, sumberdaya-sumberdaya apa yang harus tersedia, dan teknik-teknik apa yang harus digunakan. • Pengorganisasian proyek (project organizing) adalah pembagian tugas dan tanggungjawab setiap orang yang terlibat dalam suatu proyek. • Penjadwalan proyek (project scheduling) meliputi penentuan berbagai jenis, dan urutan pelaksanaan, kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu proyek, serta waktu dimulai dan diakhirinya setiap, dan seluruh, kegiatan. • Pengendalian proyek (project control) meliputi pengamatan, pemeriksaan, dan penyesuaian, agar pelaksanaan seluruh kegiatan yang dibutuhkan di dalam penyelesaian suatu proyek dilakukan sesuai dengan yang sudah ditetapkan di dalam perencanaan proyek. 14 Perencanaan proyek • Sasaran. • Jumlah dan jenis kegiatan. • Jumlah dan jenis sumber daya • Teknik-teknik yang akan digunakan Pengorganisasian proyek • Pekerja dan kelompok pekerja. • Pembagian pekerjaan. • Pembagian tanggungjawab. Penjadwalan proyek • Urutan pekerjaan. • Titik waktu mulai dan selesainya setiap pekerjaan. Pengendalian proyek • Pengamatan dan pemeriksaan. • Penyesuaian dan pengarahan. • Penanganan khusus. Hasil Proyek Sumber: Pardede, 2005, p515 Gambar 2.2 Fungsi-fungsi Manajemen Proyek 15 2.1.8 Teknik Penjadwalan Proyek Menurut Herjanto (2007, p358), teknik yang populer dalam penjadwalan proyek dapat dikelompokkan ke dalam dua metode, yaitu bagan balok dan perencanaan jaringan kerja. 2.1.8.1 Bagan Balok Metode bagan balok yang paling umum dipakai adalah Gantt Chart, yang diperkenalkan oleh Henry L. Gantt pada tahun 1916 (Herjanto, 2007, p358). Bagan ini menggambarkan elemen-elemen kegiatan dari suatu proyek, dalam susunan vertikal, dan kronologis waktu pelaksanaan proyek, dalam arah horisontal, dengan menggunakan skala waktu yang proporsional. Namun, Gantt Charts pada kenyataannya mempunyai keterbatasan-keterbatasan (Nasution, 2006, p345) yaitu dalam perkembangan proyek, di mana suatu Bar Chart tidak dapat digunakan sebagai alat kontrol karena tidak menunjukkan progres dari pekerjaan. Bila ada perubahan rencana seperti yang banyak terjadi pada suatu proyek berskala besar, maka Bar Chart tidak dapat membantu kita untuk mengetahui hal tersebut. Selain itu, (Budi Santosa, 2003, p56) Gantt Charts tidak bisa secara eksplisit menunjukkan keterkaitan antar aktivitas dan bagaimana suatu aktivitas berakibat pada aktivitas lain bila waktunya terlambat atau dipercepat, sehingga perlu dilakukan modifikasi terhadap Gantt Charts. Oleh karena itu, dikembangkan teknik baru yang bisa mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada Gantt Charts. Teknik baru itu dinamakan Network (jaringan kerja). 16 No Aktivitas Minggu 1 1 Aktivitas A 2 Aktivitas B 3 Aktivitas C 4 Aktivitas D 5 Aktivitas E 6 Aktivitas F 7 dst 2 3 4 5 6 7 8 Sumber : Budi Santosa, “Manajemen Proyek”, 2003, p56 Gambar 2.3 Gantt Chart 2.1.8.2 Diagram Jaringan Kerja Network Diagram (Diagram Jaringan Kerja) menurut Nasution (2006, p348) merupakan model matematis yang menggunakan simbol lingkaran-lingkaran kecil (node) yang dihubungkan dengan cabang atau anak panah (arc) untuk melambangkan hubungan antar-kegiatan. CPM dan PERT termasuk dalam jenis teknik network untuk analisis sistem dalam bentuk aktivitas-aktivitas dan peristiwa-peristiwa yang harus diselesaikan sesuai urutan dan aturan tertentu. (Render, Heizer, 2005, p81) Ada dua pendekatan untuk menggambarkan jaringan proyek: kegiatan-pada-titik (activity-on-node – AON) dan kegiatan-pada-panah (activity-on-arrow – AOA). Pada konvensi AON, titik menunjukkan kegiatan. Pada AOA, panah menunjukkan kegiatan. Kegiatan memerlukan waktu dan sumber daya. Perbedaan mendasar antara AON dan AOA adalah bahwa titik pada diagram AON mewakili kegiatan. Pada jaringan AOA, titik mewakili waktu mulai dan selesainya suatu kegiatan dan juga disebut kejadian. Artinya titik pada AOA tidak memerlukan waktu maupun sumber daya. 17 Kegiatan-pada-titik (AON) A B C A Arti dari Kegiatan A datang sebelum B, yang datang sebelum C. Kegiatan-pada-Panah (AOA) A A dan B keduanya harus diselesaikan sebelum C dapat dimulai. C B C A C B B B B dan C tidak dapat dimulai hingga A selesai. A B A C C A C B C dan D tidak dapat dimulai hingga A selesai. A C D B A C tidak dapat dimulai hingga A dan B keduanya selesai; D tidak dapat dimulai hingga B selesai. Kegiatan dummy ditunjukkan pada AOA. C B D D A C Kegiatan dummy B A B D C B dan C tidak dapat dimulai hingga A selesai. D tidak dapat dimulai hingga B dan C keduanya selesai. Kegiatan dummy ditunjukkan pada AOA. A D B Kegiatan dummy Sumber: (Render, Heizer, 2005, p82) Gambar 2.4 Perbandingan antara Konvensi Jaringan AON dan AOA D C 18 Selain gambar aktivitas dan kegiatan di atas, terdapat pula aktivitas semu (dummy). Kegiatan semu berfungsi sebagai penghubung yang tidak membutuhkan sumber daya maupun waktu penyelesaian (Budi Santosa, 2003, p57). Aktivitas semu diperlukan karena tidak boleh ada dua aktivitas mulai dari simpul yang sama dan berakhir pada simpul lain yang sama juga. Aktivitas semu juga digambarkan sebagai anak panah putus-putus. B A C C : aktivitas semu (dummy) Sumber : Budi Santosa, “Manajemen Proyek”, 2003, p57 Gambar 2.5 Aktivitas Semu dalam Jaringan Kerja 2.1.9 Menentukan Waktu Proyek Untuk mengetahui seberapa lama proyek dapat diselesaikan, kita melakukan analisis jalur kritis (critical path analysis) pada jaringan. Jalur kritis (critical path) menurut Mingus (2004, p170) adalah jalur terpanjang yang melintasi jaringan kerja. Untuk mengetahui jalur kritis, kita menghitung dua waktu awal dan akhir untuk setiap kegiatan. Hal ini didefinisikan sebagai berikut (Render, Heizer, 2005, p87): • Mulai terdahulu (earliest start - ES) Waktu terdahulu suatu kegiatan dapat dimulai, dengan asumsi semua pendahulu sudah selesai. 19 • Selesai terdahulu (earliest finish – EF) Waktu terdahulu suatu kegiatan dapat selesai • Mulai terakhir (latest start – ES) Waktu terakhir suatu kegiatan dapat dimulai sehingga tidak menunda waktu penyelesaian keseluruhan proyek. • Selesai terakhir (latest finish – LF) Waktu terakhir suatu kegiatan dapat selesai sehingga tidak menunda waktu penyelesaian keseluruhan proyek. Kita menggunakan proses two-pass, terdiri atas forward pass dan backward pass, untuk menentukan jadwal waktu untuk tiap kegiatan. ES dan EF ditentukan selama forward pass. LS dan LF ditentukan selama backward pass. Forward Pass ES pada suatu kegiatan ditunjukkan pada sudut kiri atas dari titik yang menandai kegiatan tersebut. EF ditunjukkan pada sudut kanan atas. Waktu terakhir, LS dan LF, masing-masing ditunjukkan pada sudut kiri bawah dan sudut kanan bawah. Aturan Waktu Mulai Terdahulu Sebelum suatu kegiatan dapat dimulai, semua pendahulu langsungnya harus diselesaikan. • jika suatu kegiatan hanya mempunyai satu pendahulu langsung, ES-nya sama dengan EF dari pendahulunya. • Jika suatu kegiatan mempunyai beberapa pendahulu langsung. ES-nya adalah nilai maksimum dari semua EF pendahulunya, yaitu: ES = Max {EF semua pendahulu langsung} 20 Aturan Selesai Terdahulu Waktu selesai terdahulu (EF) dari suatu kegiatan adalah jumlah dari waktu mulai terdahulu (ES) dan waktu kegiatannya, yaitu EF = ES + Waktu kegiatan Meskipun forward pass memungkinkan kita menentukan waktu penyelesaian proyek terdahulu, ia tidak mengidentifikasikan jalur kritis. Untuk mengidentifikasikan jalur ini, kita perlu melakukan backward pass untuk menentukan nilai LS dan LF untuk semua kegiatan. Backward pass Sebagaimana forward pass dimulai dengan kegiatan pertama pada proyek, backward pass dimulai dengan kegiatan terakhir dari suatu proyek. Untuk setiap kegiatan, kita pertama-tama menentukan nilai LF-nya, diikuti dengan nilai LS. Dua aturan berikut digunakan pada proses ini. Aturan Waktu Selesai Terakhir Aturan ini sekali lagi didasarkan pada kenyataan bahwa sebelum suatu kegiatan dapat dimulai, seluruh pendahulu langsungnya harus diselesaikan. (Render, Heizer, 2005, p90) • Jika suatu kegiatan adalah pendahulu langsung bagi hanya suatu kegiatan, LF-nya sama dengan LS dari kegiatan yang secara langsung mengikutinya. • Jika suatu kegiatan adalah pendahulu langsung bagi lebih dari suatu kegiatan, maka LF-nya adalah minimum dari seluruh nilai LS dari kegiatan-kegiatan yang secara langsung mengikutinya, yaitu LF = Min = {LS dari seluruh kegiatan yang langsung mengikutinya} Aturan Waktu Mulai Terakhir Waktu mulai terakhir (LS) dari suatu kegiatan adalah perbedaan antara waktu selesai terakhir (LF) dan waktu kegiatannya (Render, Heizer, 2005, p90), yaitu: 21 LS = LF – Waktu kegiatan Untuk menunjukkan secara jelas jadwal-jadwal kegiatan pada jaringan proyek, kita menggunakan notasi yang ditunjukkan pada gambar 2.7 berikut ini: Nama kegiatan atau simbol Selesai terdahulu Mulai terdahulu A ES LS Mulai terakhir EF 2 LF Lamanya kegiatan Selesai terakhir Sumber: Render, Heizer, 2005, p87 Gambar 2.6 Notasi yang digunakan pada titik untuk forward dan backward pass 2.1.10 Menghitung Waktu Slack dan Mengidentifikasi Jalur Kritis Setelah kita menghitung waktu terdahulu dan waktu terakhir dari semua kegatan, maka untuk menemukan jumlah waktu slack (slack time), atau waktu bebas, yang dimiliki oleh setiap kegiatan menjadi mudah. Kelenturan (slack) menurut Pardede (2005, p530) adalah suatu masa atau tenggang waktu di mana suatu pekerjaan dapat ditunda, atau masa penyelesaiannya dapat diperpanjang, tanpa mengakibatkan tertundanya penyelesaian proyek secara keseluruhan. Herjanto (2007, p370) Waktu tenggang kegiatan (activity float time atau slack, S) dapat diukur sebagai perbedaan antara LF dan EF atau antara LS dan ES. S = LFx – EFx = LSx - ESx 22 (Render, 2005, p92) Kegiatan dengan slack = 0 disebut sebagai kegiatan kritis (critical activities) dan berada pada jalur kritis. Jalur kritis (critical path) adalah jalur tidak terputus melalui jaringan proyek yang: • Mulai pada kegiatan pertama proyek • Berhenti pada kegiatan terakhir proyek. • Terdiri dari hanya kegiatan kritis (yaitu kegiatan yang tidak mempunyai waktu slack). 2.1.11 Metode PERT (www.en.wikipedia.org) PERT ditemukan di tahun 1958 oleh Booz Allen Hamilton, Inc. di bawah kontrak United States Department of Defense’s untuk proyek khusus U.S. Navy (Angkatan Laut Amerika Serikat) dalam pembangunan proyek peluru kendali dan kapal selam Polaris. Teknik evaluasi dan ulasan program (dikenal cukup luas sebagai program evaluation and review technique-PERT) (Render, Heizer, 2005, p80) adalah teknik manajemen proyek yang menggunakan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan. Teknik evaluasi dan ulasan program (PERT) dikembangkan untuk membantu para manajer membuat penjadwalan, memonitor dan mengendalikan proyek besar dan kompleks. (Pardede, 2005, p523) Penggunaan model PERT di dalam perencanaan dan penjadwalan proyek dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut: 1. Menjelaskan dan menguraikan berbagai pekerjaan yang akan dilaksanakan pada suatu proyek. 2. Membuat bagan jaringan. 3. Menaksir waktu penyelesaian setiap pekerjaan. 4. Menghitung statistik waktu. 5. Menentukan lintasan atau alur kritis. 6. Menghitung kelenturan (slack). 23 7. Menghitung peluang. 8. Memantau perkembangan pengerjaan proyek. 9. Melihat kemungkinan pemercepatan penyelesaian proyek. Sumber: www.netmba.com Gambar 2.7 Contoh Diagram PERT Pada dasarnya CPM dan PERT adalah dua metode perencanaan dan penjadwalan proyek yang teknik perancangan dan penggunaannya hampir bersamaan. Perbedaan di antara keduanya menurut Pardede (2005, p518) yaitu: 1. CPM menggunakan penaksiran waktu yang deterministic, sedangkan PERT menggunakan penaksiran waktu yang probabilistic. 2. CPM dimaksudkan untuk mengendalikan baik unsur waktu maupun unsur biaya dari suatu proyek terutama imbal tarik (trade-off) antara waktu dan biaya, sedangkan PERT dimaksudkan untuk menentukan peluang (probability) dapat-tidaknya suatu proyek diselesaikan dalam suatu jangka waktu tertentu. 24 PERT sangat penting karena membantu menjawab pertanyaan mengenai proyek dengan ribuan kegiatan (Render, Heizer, 2005, p81) seperti: 1. Bilamana keseluruhan proyek akan selesai? 2. Apakah kegiatan atau tugas penting pada proyek-yaitu kegiatan-kegiatan mana yang bila terlambat akan membuat keseluruhan proyek tertunda? 3. Yang manakah kegiatan yang tidak kritis-yakni kegiatan yang dapat berjalan lambat tanpa membuat tertundanya penyelesaian keseluruhan proyek? 4. Berapa besar kemungkinan proyek dapat diselesaikan pada tanggal tertentu? 5. Pada suatu tanggal tertentu, apakah proyek masih tetap dalam jadwal, lebih lambat dari jadwal, atau lebih cepat dari jadwal? 6. Pada suatu tanggal tertentu, apakah uang yang dibelanjakan sama, lebih sedikit, atau lebih besar dibandingkan jumlah yang dianggarkan? 7. Apakah cukup sumber daya untuk menyelesaikan proyek tepat waktu? 8. Jika proyek ingin diselesaikan pada waktu yang lebih singkat, apakah jalan yang terbaik untuk mencapai sasaran ini dengan biaya yang seminimal mungkin? 2.1.12 Tiga Perkiraan Waktu pada PERT Dalam PERT, digunakan distribusi peluang berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan, sebagai berikut (Nasution, 2006, p354) : 1. Waktu optimis (optimistic time) (a) Merupakan waktu perkiraan kegiatan terbaik yang dapat diharapkan bila segala sesuatu kondisinya berjalan baik, dan hal ini dapat dicapai hanya sekitar 1% dari waktu. 25 2. Waktu Pesimis (pesimistic time) (b) Merupakan waktu terjelek yang masih beralasan untuk diharapkan, andaikata segala sesuatu kondisi berjalan buruk, dan hal ini dapat terjadi kirakira 1% dari waktu. 3. Waktu Realistis (most likeky time) (c) Merupakan perkiraan waktu terbaik, yang didasarkan pada modus waktu. Untuk menemukan waktu kegiatan yang diharapkan (expected activity time), t, distribusi beta memberikan bobot perkiraan ketiga waktu sebagai berikut (Render, Heizer, 2005, p95) t= a + 4m + b 6 Dan untuk menhitung dispersi (dispersion) atau varians waktu penyelesaian kegiatan (variance of activity completion time), kita menggunakan rumus: ⎛b−a⎞ Variance = ⎜ ⎟ ⎝ 6 ⎠ 2 26 P E L U A N G Peluang 1 di antara 100 terjadi< a Peluang 1 di antara 100 terjadi > b Waktu kegiatan Waktu Optimis (a) Waktu Realistis (m) Waktu Pesimis (b) Sumber: Render, Heizer, 2005, p95 Gambar 2.8 Distribusi Peluang Beta dengan Tiga Perkiraan Waktu 2.1.13 Trade Off Biaya-Waktu dan Crashing Proyek (Render, Heizer, 2005, p100) Ketika mengelola suatu proyek, lazim bagi seorang manajer proyek menghadapi salah satu (atau kedua) situasi berikut: proyek tertinggal dari jadwal, waktu penyelesaian proyek yang sudah dijadwalkan dimajukan. Dalam situasi manapun, beberapa atau semua kegiatan yang ada harus dipercepat untuk menyelesaikan proyek pada batas waktu yang diinginkan. Proses di mana kita memperpendek jangka waktu proyek dengan biaya terendah yang mungkin disebut sebagai crashing proyek. Crashing sebuah proyek melibatkan empat langkah sebagai berikut: 27 1. Hitung biaya crash per minggu (satuan waktu lain) untuk setiap kegiatan dalam jaringan. Jika biaya crash linear menurut waktu, maka rumus berikut dapat digunakan: Biaya crash per periode = (Biaya crash – Biaya normal) (Waktu normal – Waktu crash) 2. Dengan menggunakan waktu kegiatan sekarang, temukan jalur kritis pada jaringan proyek. Kenali kegiatan kritis. 3. Jika hanya ada satu jalur kritis, pilihlah kegiatan pada jalur kritis ini yang (a) masih bisa dilakukan crash dan (b) mempunyai biaya crash terkecil per periode. Kegiatan crash ini satu periode. Jika terdapat lebih dari satu jalur kritis, maka pilih satu kegiatan dari setiap jalur kritis sedemikian rupa sehingga (a) setiap kegiatan yang dipilih masih bisa dilakukan crash dan (b) biaya crash total per periode dari semua kegiatan yang dipilih merupakan yang terkecil. Crash setiap kegiatan dengan satu periode. Perhatikan bahwa kegiatan yang sama mungkin terjadi pada lebih dari satu jalur kritis. 4. Perbarui semua waktu kegiatan. Jika batas waktu yang diinginkan telah tercapai, berhenti. Jika tidak, kembali ke langkah 2. (Herjanto, 2007, p374) Prakiraan waktu selesai suatu proyek biasanya didasarkan pada tingkat pemakaian sumber daya tertentu. Seringkali waktu penyelesaian suatu proyek dapat dipersingkat dengan menambah sumber daya, baik itu berupa manusia, mesin atau peralatan, maupun waktu kerja (lembur). 28 Menurut Herjanto (2007, p374) prosedur umum yang digunakan dalam analisis trade-off waktu dan biaya adalah sebagai berikut: 1. Tetapkan lintasan yang ada. 2. Urutkan kegiatan di lintasan kritis mulai dengan biaya percepatan waktu yang terkecil, dan hitung waktu yang tersedia untuk percepatan. 3. Lakukan percepatan satu hari (atau satuan waktu lainnya) setiap kali, sampai panjang lntasan kritis sama dengan panjang suatu (atau beberapa) lintasan lainnya. 4. Percepat kedua (atau beberapa) lintasan yang kini menjadi lintasan kritis secara bersamaan, di mulai dengan biaya percepatan yang terkecil sampai kegiatan yang ada tidak dapat dipercepat lagi atau biaya percepatan tidak fisibel lagi. Pengertian tidak fisibel disini ialah apabila biaya yang dikeluarkan untuk percepatan pada hari itu lebih besar dari biaya tidak langsungnya sehingga tidak diperoleh penghematannya, atau biaya total percepatan telah melebihi sejumlah anggaran tertentu yang disediakan, atau batasan lainnya. 80 70 Biaya proyek langsung (Rp juta) 60 50 Percepatan proyek 40 30 20 Line 1 Waktu normal 10 0 10 20 30 40 50 60 Umur proyek (Minggu) Sumber: Nasution, 2006, p356 Gambar 2.9 Waktu Percepatan dan Biaya Percepatan 29 2.1.14 Biaya-biaya Proyek Secara umum biaya proyek terdiri dari (Pardede, 2005, p539): 1. Biaya-biaya langsung (direct costs) Merupakan seluruh jenis biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan bahan-bahan, tenaga kerja, serta biaya-biaya lain yang secara langsung dapat dihubungkan dengan kegiatan proyek. Biaya-biaya langsung terdiri dari biaya normal (normal cost) dan biaya pemercepatan (crashing cost). Dalam hubungannya dengan kedua jenis biaya langsung tersebut terdapat dua jenis waktu penyelesaian kegiatan, yaitu waktu normal (normal time) dan waktu pemercepatan (crashing time) • Waktu normal adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untukmenyelesaikan suatu kegiatan dalam keadaan biasa. • Waktu pemercepatan adalah jangka waktu yang paling singkat untuk menyelesaikan suatu kegiatan. • Biaya normal adalah biaya penyelesaian kegiatan dalam waktu normal. • Biaya pemercepatan adalah biaya penyelesaian kegiatan dalam waktu pemercepatan. 2. Biaya-biaya tak langsung (indirect costs) Merupakan seluruh jenis biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan administrasi serta berbagai biaya umum berubah (variable overhead cost) lainnya yang jumlahnya dapat diperkecil melalui pengurangan waktu penyelesaian proyek. 3. Biaya-biaya denda (penalty costs) Merupakan biaya yang harus dikeluarkan dalam bentuk denda atau ’hukuman’ untuk setiap hari keterlambatan penyelesaian proyek. 30 2.1.15 Analisis Persaingan: Model Lima Kekuatan Porter Pendatang Baru Potensial Ancaman Kekuatan Tawar Pemasok Pembeli Pesaing Kekuatan Tawar Ancaman Substitusi Sumber: David (2004, 145) Gambar 2.10 Model Lima Kekuatan Persaingan 31 (David, 2004, p144) Model Lima Kekuatan Porter merupakan pendekatan yang banyak dipakai untuk mengembangkan strategi oleh banyak industri. Intensitas persaingan antar-perusahaan sangat beragam di berbagai industri. Intensitas persaingan paling tinggi adalah dalam industri dengan laba terkecil (sumber: ”Corporate Scoreboard,” Business Week, 2002, 63-102). Menurut Porter (David, 2004, p145), sifat persaingan dalam suatu industri dapat dilihat sebagai gabungan dari lima kekuatan berikut ini: 1. Perseteruan di antara perusahaan yang bersaing Yaitu aspek yang paling berpengaruh di antara lima kekuatan. Strategi yang dijalankan oleh salah satu perusahaan dapat berhasil hanya sejauh bahwa strategi itu menyediakan keunggulan bersaing atas strategi yang dijalankan oleh perusahaan bersaing. Perubahan dalam strategi perusahaan dapat diimbangi dengan pembalasan gerakan pengimbang seperti menurunkan harga, meningkatkan mutu, menambah sifat, meyediakan pelayanan, memperpanjang garansi, dan meningkatkan iklan. 2. Masuknya Pesaing Baru Jika ada perusahaan baru yang mudah untuk masuk ke dalam sebuah industri, intensitas persaingan di antara perusahaan meningkat. Namun, hambatan untuk masuk dapat termasuk keperluan untuk memperoleh skala ekonomi dengan cepat, keperluan memperoleh teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya pengalaman, loyalitas pelanggan yang kuat, persyaratan modal yang besar, kurangnya saluran distribusi yang memadai, kebijakan peraturan pemerintah, tarif, kurangnya akses ke bahan baku, kepemilikan yang paten, lokasi tidak menguntungkan, serangan balik oleh perusahaan yang bertahan, dan kejenuhan potensial pasar. 3. Potensi Pengembangan Produk Pengganti Dalam sebuah industri, perusahaan yang satu akan bersaing ketat dengan perusahaan produsen produk pengganti dalam industri lain. Adanya produk 32 pengganti menempatkan batas atas dari harga yang dapat diterapkan sebelum konsumen akan pindah ke produk pengganti. 4. Kekuatan Tawar Menawar dari Pemasok Kekuatan tawar menawar dari pemasok mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri, terutama jika jumlah pemasoknya banyak, jika hanya sedikit bahan baku pengganti yang baik, atau biaya penggantian bahan baku sangat tinggi. 5. Kekuatan Tawar Menawar dari Konsumen Jika memiliki konsumen dalam jumlah yang besar, atau membeli dalam jumlah yang banyak, maka mengakibatkan kekuatan menawarnya menjadi tinggi. Perusahaan pesaing mungkin dapat menawarkan garansi yang lebih lama atau pelayanan khusus untuk memperoleh loyalitas pelanggan ketika kekuatan tawar dari konsumen luar biasa. 33 2.2 Kerangka Pemikiran Frame work Penelitian pendahuluan Pengamatan langsung, diskusi, tanya jawab Studi pustaka Buku, media referensi dan internet Proses Produksi: A. Rancang gambar/ bentuk dan elektronik mesin B. Proses pembuatan rangka badan (body) mesin C. Proses setting mekanik D. Proses setting elekronik/ kabel Masalah: Output produksi perusahaan yang tidak sesuai dengan deadline job order Solusi: Metode analisis PERT (Program evaluation & Review Technique) Hasil analisis Sumber: hasil analisa, 2007 Gambar 2.11 Kerangka Pemikiran