6 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Proses Produksi
Proses produksi mempunyai pengertian, yaitu:
• Proses produksi (www.soget.com) adalah sekumpulan aktivitas-aktivitas dan sumber
daya-sumber daya yang saling berinteraksi dan terhubung satu dengan yang lainnya yang
mengubah input elements menjadi output elements.
• Proses produksi (www.rumahkiri.net) adalah transformasi “nilai-guna”; nilai-guna dari
barang (sarana produksi) yang diolah, dikonsumsi, tetapi nilai barang itu sendiri dialihkan
ke dalam produk baru.
2.1.2 Jenis-jenis Proses Produksi
(Assauri, 2004, p75) Walaupun jenis proses produksi ini sangat banyak, tetapi secara
ekstrim dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Proses produksi yang terus-menerus (continuous processes) dengan ciri-ciri, yaitu:
1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah besar (produksi massa) dengan
variasi yang sangat kecil dan sudah distandardisir.
2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan
berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan, yang disebut product
lay out atau departmentation by product.
3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah mesin-mesin yang
bersifat khusus untuk menghasilkan produk tersebut, yang dikenal dengan nama
Special Purposes Machines.
6
7
4. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat khusus dan biasanya agak otomatis, maka
pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan kecil sekali, sehingga
operatornya tidak perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi untuk pengerjaan
produk tersebut.
5. Apabila terjadi salah satu mesin/peralatan terhenti atau rusak, maka seluruh proses
produksi akan terhenti.
6. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat khusus dan variasi dari produknya kecil maka
job structurenya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak perlu banyak.
7. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses adalah lebih rendah dari
Intermittent process/manufacturing.
8. Oleh karena mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus maka proses seperti ini
membutuhkan
maintenance
specialist
yang
mempunyai
pengetahuan
dan
pengalaman yang banyak.
9. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang fixed (Fixed
Path Equipment) yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan (conveyor).
b.
Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent processes) dengan ciri-ciri, yaitu:
1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil dengan variasi
yang sangat besar (berbeda) dan didasarkan atas pesanan.
2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem, atau cara penyusunan peralatan
berdasarkan atas fungsi dalam proses produksi atau peralatan yang sama
dikelompokan pada tempat yang sama, yang disebut dengan process lay out atau
departmentation by equipment.
3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah mesin-mesin yang
bersifat umum dan dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam produk
8
dengan variasi yang hampir sama, mesin mana yang dikenal dengan nama General
Purpose Machines.
4. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat umum dan biasanya kurang otomatis, maka
pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar,
sehingga operatornya perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi dalam
pengerjaan produk tersebut.
5. Proses produksi tidak mudah/akan terhenti walaupun terjadi kerusakan atau
terhentinya salah satu mesin atau peralatan.
6. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat umum dan variasi dari produknya besar, maka
terhadap pekerjaan (job) yang bermacam-macam menimbulkan pengawasan
(control)nya lebih sukar.
7. Persediaan bahan mentah biasanya tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan
apa yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam proses lebih
tinggi
dari
continuous
process/manufacturing,
karena
prosesnya
terputus-
putus/terhenti-henti.
8. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang dapat flexible
(Varied Path Equipment) yang menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong
atau forklift.
9. Dalam proses seperti ini sering dilakukan pemindahan bahan yang bolak-balik
sehingga perlu adanya ruang gerak (aisle) yang besar dan ruangan tempat bahanbahan dalam proses (work in process) yang besar.
9
2.1.3 Pengertian Proyek
Menurut Schwalbe (2004, p4) proyek merupakan suatu usaha yang bersifat
sementara untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang unik.
Menurut Pardede (2005, p512) proyek (project) dapat diartikan sebagai serangkaian
kegiatan yang saling berkaitan yang masing-masing menunjukkan titik waktu yang pasti atas
dimulai dan diselesaikannya setiap kegiatan yang seluruhnya akan menghasilkan suatu atau
sekelompok barang atau hasil operasi khusus.
Sedangkan menurut Snead dan Wycoff (Karl A. Smith, 2000, p44) proyek merupakan
kegiatan yang bersifat nonrutin dan memiliki tujuan ke depan yang jelas, serta
mengidentifikasikan bahwa suatu proyek dapat sukses apabila didasari dengan kemampuan
yang efektif tujuannya.
Di dalam bukunya Gray dan Larson (2000, p4) sebuah proyek dapat diartikan
sebagai kegiatan yang kompleks, bersifat nonrutin, dan hanya terjadi satu kali yang ruang
lingkupnya dibatasi oleh waktu, budget, sumber daya, dan spesifikasi desain penampilan
untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
2.1.4 Perbedaan Kegiatan Proyek dan Kegiatan Operasional
Menurut
Herjanto
(2007,
p351)
penyelenggaraan
proyek
sangat
berbeda
dibandingkan penyelenggaraan kegiatan operasional rutin. Proyek mempunyai siklus yang
pendek, sedangkan kegiatan operasional memiliki siklus berjangka panjang, sehingga gaya
manajemen maupun intensitas kegiatan proyek berbeda dengan kegiatan rutin. Secara
umum perbedaan antara kegiatan proyek dan operasional akan dijelaskan melalui tabel 2.1
berikut ini:
10
Tabel 2.1 Perbedaan antara kegiatan proyek dengan kegiatan operasional rutin
Proyek
Operasional Rutin
Bersifat dinamis
Kurang dinamis dan bersifat rutin
Berlangsung hanya dalam kurun waktu
Berlangsung dalam jangka panjang
terbatas (siklus proyek relatif pendek)
(berkelanjutan)
Intensitas kegiatan berbeda-beda
Intensitas kegiatan relatif sama
Kegiatan harus diselesaikan sesuai dengan
Anggaran dan waktu kegiatan tidak seketat
dana dan waktu yang ditentukan
Menyangkut berbagai kegiatan yang
memerlukan bermacam-macam klasifikasi
dalam proyek
Jenis kegiatan relatif tidak sekompleks
proyek
tenaga
Diperlukan jalur komunikasi dan tanggung
jawab vertical maupun horizontal agar efektif
Penekanan jalur komunikasi dan tanggung
jawab pada arah vertikal
dalam pengelolaannya
Sumber : Herjanto, 2007, p352
2.1.5 Siklus Proyek
Untuk mengilustrasikan keunikan yang ada pada sebuah proyek dapat dilihat dari
siklus perputaran proyek atau project life cycle ( Gray dan Larson, 2000, p5). Dari siklus
sebuah proyek dapat dilihat jika proyek hanya memiliki waktu yang terbatas dan dapat
diprediksi untuk melakukan suatu perubahan, khususnya dalam usaha apa yang harus
ditempuh saat itu. (Pardede, 2005, p513) Pada mulanya, pengerjaan suatu proyek akan
bergerak lambat kemudian semakin cepat, mencapai titik puncak, dan kemudian menurun,
dan akhirnya harus dihentikan (karena sudah selesai).
11
Siklus sebuah proyek umumnya akan melalui 4 tahapan, yaitu (Gray dan Larson, 2000,
pp 5-6) :
1. Tahap Pendefinisian Proyek,
Yaitu tahap untuk melakukan spesifikasi pada proyek yang akan dijalankan,
membangun objektif sebuah proyek, membentuk tim kerja, hingga rencana kerja tim
per divisi dibuat.
2. Tahap Merencanakan,
Yaitu tahap untuk menyempurnakan spesifikasi proyek yang sudah dirumuskan pada
tahap pendefinisian proyek, serta tahap pengembangan rencana untuk menentukkan
proyek lebih detail, kapan proyek dilaksanakan, keuntungan apa yang akan timbul
jika ada proyek tersebut, kualitas kinerja seperti apa yang harus diterapkan dalam
proyek tersebut, dan bagaimana menentukkan budget yang optimal.
3. Tahap Mengeksekusi (implementasi),
Yaitu tahap dimana menjalankan rencana kerja yang telah dibuat secara real dan
memerlukan kombinasi mental dan fisik dari tim kerja (team work)
4. Tahap Mendelivery (menyampaikan produk dan jasa),
Yaitu tahap akhir dari sebuah proyek, dimana terbagi kedalam dua aktivitas :
menyampaikan produk dan jasa hingga sampai ke konsumen, dan mengadakan
pendistribusian ulang terhadap sumber daya yang dibutuhkan dalam proyek
tersebut. Tahap Delivery dapat mencakup customer training dan transfer dokumen.
Selain itu, pengadaan pendistribusian ulang mencakup melepaskan sumber daya
yang ada ke proyek lain dan mencari proyek baru untuk timnya.
12
Kegiatan
Waktu
1.Goals
2.Specifications
3.Tasks
4.Responsibilities
5.Terms
1.Schedules
2.Budgets
3.Resources
4.Risks
5.Staffing
1.Status Reports
2.Changes
3.Quality
4.Forecasts
1.Train Customer
2.Transfer Documents
3.Releases Documents
4.Reassign Staff
5.Lessons learned
Sumber : Gray dan Larson, ”Project Management”, p6
Gambar 2.1 Project Life Cycle
2.1.6 Manajemen Proyek
Manajemen Proyek menurut Murch (2001, p10) diartikan sebagai suatu proses
kegiatan yang bersifat kontinyu dan diperlukan suatu improvisasi serta inisiatif oleh sebuah
tim proyek. Walaupun dalam perjalanannya, manajemen proyek mengalami proses
improvisasi namun kunci keberhasilan dari menjalankan sebuah proyek adalah selalu
memperhatikan ketiga batasan yang selalu dihadapi oleh sebuah proyek. Dan juga sebuah
proyek dipengaruhi oleh sumber daya manusianya, proses, dan teknologi yang berkolaborasi
dalam satu kesatuan(proyek) untuk melakukan kegiatan atau aktivitas proyek lebih baik,
lebih cepat, dan lebih efisien.
13
(en.wikipedia.org) Manajemen proyek adalah ilmu dari mengorganisasikan dan
mengatur sumber daya – sumber daya dengan cara yang di mana sumber daya – sumber
daya ini mengantarkan semua pekerjaan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah
proyek dalam bidang terdefinisi, kualitas, waktu dan biaya yang terbatas.
2.1.7 Fungsi-fungsi Manajemen Proyek
Fungsi-fungsi manajemen proyek menurut Pardede (2005, p514) terdiri dari:
•
Perencanaan proyek (project planning), yang meliputi penentuan terlebih dahulu seluruh
unsur yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu proyek, yaitu apa yang harus
dihasilkan, kegiatan-kegiatan apa yang harus dilaksanakan untuk memperoleh hasil
tersebut, sumberdaya-sumberdaya apa yang harus tersedia, dan teknik-teknik apa yang
harus digunakan.
•
Pengorganisasian
proyek
(project
organizing)
adalah
pembagian
tugas
dan
tanggungjawab setiap orang yang terlibat dalam suatu proyek.
•
Penjadwalan proyek (project scheduling) meliputi penentuan berbagai jenis, dan urutan
pelaksanaan, kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu proyek,
serta waktu dimulai dan diakhirinya setiap, dan seluruh, kegiatan.
•
Pengendalian proyek (project control) meliputi pengamatan, pemeriksaan, dan
penyesuaian,
agar
pelaksanaan
seluruh
kegiatan
yang
dibutuhkan
di
dalam
penyelesaian suatu proyek dilakukan sesuai dengan yang sudah ditetapkan di dalam
perencanaan proyek.
14
Perencanaan proyek
•
Sasaran.
•
Jumlah dan jenis kegiatan.
•
Jumlah dan jenis sumber daya
•
Teknik-teknik yang akan digunakan
Pengorganisasian proyek
•
Pekerja dan kelompok pekerja.
•
Pembagian pekerjaan.
•
Pembagian tanggungjawab.
Penjadwalan proyek
•
Urutan pekerjaan.
•
Titik waktu mulai dan selesainya setiap
pekerjaan.
Pengendalian proyek
•
Pengamatan dan pemeriksaan.
•
Penyesuaian dan pengarahan.
•
Penanganan khusus.
Hasil
Proyek
Sumber: Pardede, 2005, p515
Gambar 2.2 Fungsi-fungsi Manajemen Proyek
15
2.1.8 Teknik Penjadwalan Proyek
Menurut Herjanto (2007, p358), teknik yang populer dalam penjadwalan proyek dapat
dikelompokkan ke dalam dua metode, yaitu bagan balok dan perencanaan jaringan kerja.
2.1.8.1 Bagan Balok
Metode bagan balok yang paling umum dipakai adalah Gantt Chart, yang
diperkenalkan oleh Henry L. Gantt pada tahun 1916 (Herjanto, 2007, p358). Bagan ini
menggambarkan elemen-elemen kegiatan dari suatu proyek, dalam susunan vertikal, dan
kronologis waktu pelaksanaan proyek, dalam arah horisontal, dengan menggunakan skala
waktu yang proporsional.
Namun, Gantt Charts pada kenyataannya mempunyai keterbatasan-keterbatasan
(Nasution, 2006, p345) yaitu dalam perkembangan proyek, di mana suatu Bar Chart tidak
dapat digunakan sebagai alat kontrol karena tidak menunjukkan progres dari pekerjaan. Bila
ada perubahan rencana seperti yang banyak terjadi pada suatu proyek berskala besar, maka
Bar Chart tidak dapat membantu kita untuk mengetahui hal tersebut. Selain itu, (Budi
Santosa, 2003, p56) Gantt Charts tidak bisa secara eksplisit menunjukkan keterkaitan antar
aktivitas dan bagaimana suatu aktivitas berakibat pada aktivitas lain bila waktunya terlambat
atau dipercepat, sehingga perlu dilakukan modifikasi terhadap Gantt Charts. Oleh karena itu,
dikembangkan teknik baru yang bisa mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada
Gantt Charts. Teknik baru itu dinamakan Network (jaringan kerja).
16
No
Aktivitas
Minggu
1
1
Aktivitas A
2
Aktivitas B
3
Aktivitas C
4
Aktivitas D
5
Aktivitas E
6
Aktivitas F
7
dst
2
3
4
5
6
7
8
Sumber : Budi Santosa, “Manajemen Proyek”, 2003, p56
Gambar 2.3 Gantt Chart
2.1.8.2 Diagram Jaringan Kerja
Network Diagram (Diagram Jaringan Kerja) menurut Nasution (2006, p348)
merupakan model matematis yang menggunakan simbol lingkaran-lingkaran kecil (node)
yang dihubungkan dengan cabang atau anak panah (arc) untuk melambangkan hubungan
antar-kegiatan. CPM dan PERT termasuk dalam jenis teknik network untuk analisis sistem
dalam bentuk aktivitas-aktivitas dan peristiwa-peristiwa yang harus diselesaikan sesuai
urutan dan aturan tertentu. (Render, Heizer, 2005, p81) Ada dua pendekatan untuk
menggambarkan jaringan proyek: kegiatan-pada-titik (activity-on-node – AON) dan
kegiatan-pada-panah (activity-on-arrow – AOA). Pada konvensi AON, titik menunjukkan
kegiatan. Pada AOA, panah menunjukkan kegiatan. Kegiatan memerlukan waktu dan sumber
daya. Perbedaan mendasar antara AON dan AOA adalah bahwa titik pada diagram AON
mewakili kegiatan. Pada jaringan AOA, titik mewakili waktu mulai dan selesainya suatu
kegiatan dan juga disebut kejadian. Artinya titik pada AOA tidak memerlukan waktu maupun
sumber daya.
17
Kegiatan-pada-titik (AON)
A
B
C
A
Arti dari Kegiatan
A datang sebelum B, yang
datang sebelum C.
Kegiatan-pada-Panah (AOA)
A
A dan B keduanya harus
diselesaikan sebelum C dapat
dimulai.
C
B
C
A
C
B
B
B
B dan C tidak dapat dimulai
hingga A selesai.
A
B
A
C
C
A
C
B
C dan D tidak dapat dimulai
hingga A selesai.
A
C
D
B
A
C tidak dapat dimulai hingga
A dan B keduanya selesai; D
tidak dapat dimulai hingga B
selesai. Kegiatan dummy
ditunjukkan pada AOA.
C
B
D
D
A
C
Kegiatan
dummy
B
A
B
D
C
B dan C tidak dapat dimulai
hingga A selesai. D tidak
dapat dimulai hingga B dan C
keduanya selesai. Kegiatan
dummy ditunjukkan pada
AOA.
A
D
B
Kegiatan
dummy
Sumber: (Render, Heizer, 2005, p82)
Gambar 2.4 Perbandingan antara Konvensi Jaringan AON dan AOA
D
C
18
Selain gambar aktivitas dan kegiatan di atas, terdapat pula aktivitas semu (dummy).
Kegiatan semu berfungsi sebagai penghubung yang tidak membutuhkan sumber daya
maupun waktu penyelesaian (Budi Santosa, 2003, p57). Aktivitas semu diperlukan karena
tidak boleh ada dua aktivitas mulai dari simpul yang sama dan berakhir pada simpul lain
yang sama juga. Aktivitas semu juga digambarkan sebagai anak panah putus-putus.
B
A
C
C : aktivitas semu
(dummy)
Sumber : Budi Santosa, “Manajemen Proyek”, 2003, p57
Gambar 2.5 Aktivitas Semu dalam Jaringan Kerja
2.1.9 Menentukan Waktu Proyek
Untuk mengetahui seberapa lama proyek dapat diselesaikan, kita melakukan analisis
jalur kritis (critical path analysis) pada jaringan. Jalur kritis (critical path) menurut Mingus
(2004, p170) adalah jalur terpanjang yang melintasi jaringan kerja. Untuk mengetahui jalur
kritis, kita menghitung dua waktu awal dan akhir untuk setiap kegiatan. Hal ini didefinisikan
sebagai berikut (Render, Heizer, 2005, p87):
•
Mulai terdahulu (earliest start - ES)
Waktu terdahulu suatu kegiatan dapat dimulai, dengan asumsi semua pendahulu
sudah selesai.
19
•
Selesai terdahulu (earliest finish – EF)
Waktu terdahulu suatu kegiatan dapat selesai
•
Mulai terakhir (latest start – ES)
Waktu terakhir suatu kegiatan dapat dimulai sehingga tidak menunda waktu
penyelesaian keseluruhan proyek.
•
Selesai terakhir (latest finish – LF)
Waktu terakhir suatu kegiatan dapat selesai sehingga tidak menunda waktu
penyelesaian keseluruhan proyek.
Kita menggunakan proses two-pass, terdiri atas forward pass dan backward pass,
untuk menentukan jadwal waktu untuk tiap kegiatan. ES dan EF ditentukan selama forward
pass. LS dan LF ditentukan selama backward pass.
Forward Pass
ES pada suatu kegiatan ditunjukkan pada sudut kiri atas dari titik yang menandai
kegiatan tersebut. EF ditunjukkan pada sudut kanan atas. Waktu terakhir, LS dan LF,
masing-masing ditunjukkan pada sudut kiri bawah dan sudut kanan bawah.
Aturan Waktu Mulai Terdahulu
Sebelum suatu kegiatan dapat dimulai, semua pendahulu langsungnya harus
diselesaikan.
• jika suatu kegiatan hanya mempunyai satu pendahulu langsung, ES-nya sama dengan
EF dari pendahulunya.
• Jika suatu kegiatan mempunyai beberapa pendahulu langsung. ES-nya adalah nilai
maksimum dari semua EF pendahulunya, yaitu:
ES = Max {EF semua pendahulu langsung}
20
Aturan Selesai Terdahulu
Waktu selesai terdahulu (EF) dari suatu kegiatan adalah jumlah dari waktu mulai
terdahulu (ES) dan waktu kegiatannya, yaitu
EF = ES + Waktu kegiatan
Meskipun forward pass memungkinkan kita menentukan waktu penyelesaian proyek
terdahulu, ia tidak mengidentifikasikan jalur kritis. Untuk mengidentifikasikan jalur ini, kita
perlu melakukan backward pass untuk menentukan nilai LS dan LF untuk semua kegiatan.
Backward pass
Sebagaimana forward pass dimulai dengan kegiatan pertama pada proyek, backward
pass dimulai dengan kegiatan terakhir dari suatu proyek. Untuk setiap kegiatan, kita
pertama-tama menentukan nilai LF-nya, diikuti dengan nilai LS. Dua aturan berikut
digunakan pada proses ini.
Aturan Waktu Selesai Terakhir
Aturan ini sekali lagi didasarkan pada kenyataan bahwa sebelum suatu kegiatan dapat
dimulai, seluruh pendahulu langsungnya harus diselesaikan. (Render, Heizer, 2005, p90)
• Jika suatu kegiatan adalah pendahulu langsung bagi hanya suatu kegiatan, LF-nya
sama dengan LS dari kegiatan yang secara langsung mengikutinya.
• Jika suatu kegiatan adalah pendahulu langsung bagi lebih dari suatu kegiatan, maka
LF-nya adalah minimum dari seluruh nilai LS dari kegiatan-kegiatan yang secara
langsung mengikutinya, yaitu
LF = Min = {LS dari seluruh kegiatan yang langsung mengikutinya}
Aturan Waktu Mulai Terakhir
Waktu mulai terakhir (LS) dari suatu kegiatan adalah perbedaan antara waktu selesai
terakhir (LF) dan waktu kegiatannya (Render, Heizer, 2005, p90), yaitu:
21
LS = LF – Waktu kegiatan
Untuk menunjukkan secara jelas jadwal-jadwal kegiatan pada jaringan proyek, kita
menggunakan notasi yang ditunjukkan pada gambar 2.7 berikut ini:
Nama kegiatan atau
simbol
Selesai
terdahulu
Mulai
terdahulu
A
ES
LS
Mulai
terakhir
EF
2
LF
Lamanya kegiatan
Selesai
terakhir
Sumber: Render, Heizer, 2005, p87
Gambar 2.6 Notasi yang digunakan pada titik untuk forward dan backward pass
2.1.10 Menghitung Waktu Slack dan Mengidentifikasi Jalur Kritis
Setelah kita menghitung waktu terdahulu dan waktu terakhir dari semua kegatan,
maka untuk menemukan jumlah waktu slack (slack time), atau waktu bebas, yang dimiliki
oleh setiap kegiatan menjadi mudah. Kelenturan (slack) menurut Pardede (2005, p530)
adalah suatu masa atau tenggang waktu di mana suatu pekerjaan dapat ditunda, atau masa
penyelesaiannya dapat diperpanjang, tanpa mengakibatkan tertundanya penyelesaian proyek
secara keseluruhan. Herjanto (2007, p370) Waktu tenggang kegiatan (activity float time atau
slack, S) dapat diukur sebagai perbedaan antara LF dan EF atau antara LS dan ES.
S = LFx – EFx = LSx - ESx
22
(Render, 2005, p92) Kegiatan dengan slack = 0 disebut sebagai kegiatan kritis (critical
activities) dan berada pada jalur kritis. Jalur kritis (critical path) adalah jalur tidak terputus
melalui jaringan proyek yang:
• Mulai pada kegiatan pertama proyek
• Berhenti pada kegiatan terakhir proyek.
• Terdiri dari hanya kegiatan kritis (yaitu kegiatan yang tidak mempunyai waktu slack).
2.1.11 Metode PERT
(www.en.wikipedia.org) PERT ditemukan di tahun 1958 oleh Booz Allen Hamilton, Inc.
di bawah kontrak United States Department of Defense’s untuk proyek khusus U.S. Navy
(Angkatan Laut Amerika Serikat) dalam pembangunan proyek peluru kendali dan kapal selam
Polaris. Teknik evaluasi dan ulasan program (dikenal cukup luas sebagai program evaluation
and review technique-PERT) (Render, Heizer, 2005, p80) adalah teknik manajemen proyek
yang menggunakan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan. Teknik evaluasi dan ulasan
program (PERT) dikembangkan untuk membantu para manajer membuat penjadwalan,
memonitor dan mengendalikan proyek besar dan kompleks.
(Pardede, 2005, p523) Penggunaan model PERT di dalam perencanaan dan
penjadwalan proyek dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Menjelaskan dan menguraikan berbagai pekerjaan yang akan dilaksanakan
pada suatu proyek.
2. Membuat bagan jaringan.
3. Menaksir waktu penyelesaian setiap pekerjaan.
4. Menghitung statistik waktu.
5. Menentukan lintasan atau alur kritis.
6. Menghitung kelenturan (slack).
23
7. Menghitung peluang.
8. Memantau perkembangan pengerjaan proyek.
9. Melihat kemungkinan pemercepatan penyelesaian proyek.
Sumber: www.netmba.com
Gambar 2.7 Contoh Diagram PERT
Pada dasarnya CPM dan PERT adalah dua metode perencanaan dan penjadwalan
proyek yang teknik perancangan dan penggunaannya hampir bersamaan. Perbedaan di
antara keduanya menurut Pardede (2005, p518) yaitu:
1. CPM menggunakan penaksiran waktu yang deterministic, sedangkan PERT
menggunakan penaksiran waktu yang probabilistic.
2. CPM dimaksudkan untuk mengendalikan baik unsur waktu maupun unsur
biaya dari suatu proyek terutama imbal tarik (trade-off) antara waktu dan
biaya,
sedangkan
PERT
dimaksudkan
untuk
menentukan
peluang
(probability) dapat-tidaknya suatu proyek diselesaikan dalam suatu jangka
waktu tertentu.
24
PERT sangat penting karena membantu menjawab pertanyaan mengenai proyek
dengan ribuan kegiatan (Render, Heizer, 2005, p81) seperti:
1. Bilamana keseluruhan proyek akan selesai?
2. Apakah kegiatan atau tugas penting pada proyek-yaitu kegiatan-kegiatan
mana yang bila terlambat akan membuat keseluruhan proyek tertunda?
3. Yang manakah kegiatan yang tidak kritis-yakni kegiatan yang dapat berjalan
lambat tanpa membuat tertundanya penyelesaian keseluruhan proyek?
4. Berapa besar kemungkinan proyek dapat diselesaikan pada tanggal tertentu?
5. Pada suatu tanggal tertentu, apakah proyek masih tetap dalam jadwal, lebih
lambat dari jadwal, atau lebih cepat dari jadwal?
6. Pada suatu tanggal tertentu, apakah uang yang dibelanjakan sama, lebih
sedikit, atau lebih besar dibandingkan jumlah yang dianggarkan?
7. Apakah cukup sumber daya untuk menyelesaikan proyek tepat waktu?
8. Jika proyek ingin diselesaikan pada waktu yang lebih singkat, apakah jalan
yang terbaik untuk mencapai sasaran ini dengan biaya yang seminimal
mungkin?
2.1.12 Tiga Perkiraan Waktu pada PERT
Dalam PERT, digunakan distribusi peluang berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk
setiap kegiatan, sebagai berikut (Nasution, 2006, p354) :
1. Waktu optimis (optimistic time) (a)
Merupakan waktu perkiraan kegiatan terbaik yang dapat diharapkan bila
segala sesuatu kondisinya berjalan baik, dan hal ini dapat dicapai hanya sekitar
1% dari waktu.
25
2. Waktu Pesimis (pesimistic time) (b)
Merupakan waktu terjelek yang masih beralasan untuk diharapkan,
andaikata segala sesuatu kondisi berjalan buruk, dan hal ini dapat terjadi kirakira 1% dari waktu.
3. Waktu Realistis (most likeky time) (c)
Merupakan perkiraan waktu terbaik, yang didasarkan pada modus waktu.
Untuk menemukan waktu kegiatan yang diharapkan (expected activity time), t,
distribusi beta memberikan bobot perkiraan ketiga waktu sebagai berikut (Render, Heizer,
2005, p95)
t=
a + 4m + b
6
Dan untuk menhitung dispersi (dispersion) atau varians waktu penyelesaian kegiatan
(variance of activity completion time), kita menggunakan rumus:
⎛b−a⎞
Variance = ⎜
⎟
⎝ 6 ⎠
2
26
P
E
L
U
A
N
G
Peluang 1 di antara 100
terjadi< a
Peluang 1 di antara 100
terjadi > b
Waktu
kegiatan
Waktu
Optimis (a)
Waktu
Realistis
(m)
Waktu
Pesimis (b)
Sumber: Render, Heizer, 2005, p95
Gambar 2.8 Distribusi Peluang Beta dengan Tiga Perkiraan Waktu
2.1.13 Trade Off Biaya-Waktu dan Crashing Proyek
(Render, Heizer, 2005, p100) Ketika mengelola suatu proyek, lazim bagi seorang
manajer proyek menghadapi salah satu (atau kedua) situasi berikut: proyek tertinggal dari
jadwal, waktu penyelesaian proyek yang sudah dijadwalkan dimajukan. Dalam situasi
manapun, beberapa atau semua kegiatan yang ada harus dipercepat untuk menyelesaikan
proyek pada batas waktu yang diinginkan. Proses di mana kita memperpendek jangka waktu
proyek dengan biaya terendah yang mungkin disebut sebagai crashing proyek. Crashing
sebuah proyek melibatkan empat langkah sebagai berikut:
27
1. Hitung biaya crash per minggu (satuan waktu lain) untuk setiap kegiatan dalam
jaringan. Jika biaya crash linear menurut waktu, maka rumus berikut dapat
digunakan:
Biaya crash per periode =
(Biaya crash – Biaya normal)
(Waktu normal – Waktu crash)
2. Dengan menggunakan waktu kegiatan sekarang, temukan jalur kritis pada
jaringan proyek. Kenali kegiatan kritis.
3. Jika hanya ada satu jalur kritis, pilihlah kegiatan pada jalur kritis ini yang (a)
masih bisa dilakukan crash dan (b) mempunyai biaya crash terkecil per periode.
Kegiatan crash ini satu periode.
Jika terdapat lebih dari satu jalur kritis, maka pilih satu kegiatan dari setiap jalur
kritis sedemikian rupa sehingga (a) setiap kegiatan yang dipilih masih bisa
dilakukan crash dan (b) biaya crash total per periode dari semua kegiatan yang
dipilih merupakan yang terkecil. Crash setiap kegiatan dengan satu periode.
Perhatikan bahwa kegiatan yang sama mungkin terjadi pada lebih dari satu jalur
kritis.
4. Perbarui semua waktu kegiatan. Jika batas waktu yang diinginkan telah tercapai,
berhenti. Jika tidak, kembali ke langkah 2.
(Herjanto, 2007, p374) Prakiraan waktu selesai suatu proyek biasanya didasarkan
pada tingkat pemakaian sumber daya tertentu. Seringkali waktu penyelesaian suatu proyek
dapat dipersingkat dengan menambah sumber daya, baik itu berupa manusia, mesin atau
peralatan, maupun waktu kerja (lembur).
28
Menurut Herjanto (2007, p374) prosedur umum yang digunakan dalam analisis
trade-off waktu dan biaya adalah sebagai berikut:
1. Tetapkan lintasan yang ada.
2. Urutkan kegiatan di lintasan kritis mulai dengan biaya percepatan waktu yang
terkecil, dan hitung waktu yang tersedia untuk percepatan.
3. Lakukan percepatan satu hari (atau satuan waktu lainnya) setiap kali, sampai
panjang lntasan kritis sama dengan panjang suatu (atau beberapa) lintasan
lainnya.
4. Percepat kedua (atau beberapa) lintasan yang kini menjadi lintasan kritis secara
bersamaan, di mulai dengan biaya percepatan yang terkecil sampai kegiatan
yang ada tidak dapat dipercepat lagi atau biaya percepatan tidak fisibel lagi.
Pengertian tidak fisibel disini ialah apabila biaya yang dikeluarkan untuk percepatan
pada hari itu lebih besar dari biaya tidak langsungnya sehingga tidak diperoleh
penghematannya, atau biaya total percepatan telah melebihi sejumlah anggaran tertentu
yang disediakan, atau batasan lainnya.
80
70
Biaya
proyek
langsung
(Rp juta)
60
50
Percepatan proyek
40
30
20
Line 1
Waktu normal
10
0
10
20
30
40
50
60
Umur proyek (Minggu)
Sumber: Nasution, 2006, p356
Gambar 2.9 Waktu Percepatan dan Biaya Percepatan
29
2.1.14 Biaya-biaya Proyek
Secara umum biaya proyek terdiri dari (Pardede, 2005, p539):
1.
Biaya-biaya langsung (direct costs)
Merupakan seluruh jenis biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan bahan-bahan, tenaga
kerja, serta biaya-biaya lain yang secara langsung dapat dihubungkan dengan kegiatan
proyek. Biaya-biaya langsung terdiri dari biaya normal (normal cost) dan biaya
pemercepatan (crashing cost). Dalam hubungannya dengan kedua jenis biaya langsung
tersebut terdapat dua jenis waktu penyelesaian kegiatan, yaitu waktu normal (normal
time) dan waktu pemercepatan (crashing time)
•
Waktu normal adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untukmenyelesaikan
suatu kegiatan dalam keadaan biasa.
•
Waktu pemercepatan adalah jangka waktu yang paling singkat untuk
menyelesaikan suatu kegiatan.
•
Biaya normal adalah biaya penyelesaian kegiatan dalam waktu normal.
•
Biaya pemercepatan adalah biaya penyelesaian kegiatan dalam waktu
pemercepatan.
2.
Biaya-biaya tak langsung (indirect costs)
Merupakan seluruh jenis biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan administrasi serta
berbagai biaya umum berubah (variable overhead cost) lainnya yang jumlahnya dapat
diperkecil melalui pengurangan waktu penyelesaian proyek.
3.
Biaya-biaya denda (penalty costs)
Merupakan biaya yang harus dikeluarkan dalam bentuk denda atau ’hukuman’ untuk
setiap hari keterlambatan penyelesaian proyek.
30
2.1.15 Analisis Persaingan: Model Lima Kekuatan Porter
Pendatang Baru
Potensial
Ancaman
Kekuatan
Tawar
Pemasok
Pembeli
Pesaing
Kekuatan
Tawar
Ancaman
Substitusi
Sumber: David (2004, 145)
Gambar 2.10 Model Lima Kekuatan Persaingan
31
(David, 2004, p144) Model Lima Kekuatan Porter merupakan pendekatan yang
banyak dipakai untuk mengembangkan strategi oleh banyak industri. Intensitas persaingan
antar-perusahaan sangat beragam di berbagai industri. Intensitas persaingan paling tinggi
adalah dalam industri dengan laba terkecil (sumber: ”Corporate Scoreboard,” Business Week,
2002, 63-102). Menurut Porter (David, 2004, p145), sifat persaingan dalam suatu industri
dapat dilihat sebagai gabungan dari lima kekuatan berikut ini:
1. Perseteruan di antara perusahaan yang bersaing
Yaitu aspek yang paling berpengaruh di antara lima kekuatan. Strategi yang
dijalankan oleh salah satu perusahaan dapat berhasil hanya sejauh bahwa strategi
itu menyediakan keunggulan bersaing atas strategi yang dijalankan oleh perusahaan
bersaing. Perubahan dalam strategi perusahaan dapat diimbangi dengan pembalasan
gerakan pengimbang seperti menurunkan harga, meningkatkan mutu, menambah
sifat, meyediakan pelayanan, memperpanjang garansi, dan meningkatkan iklan.
2. Masuknya Pesaing Baru
Jika ada perusahaan baru yang mudah untuk masuk ke dalam sebuah industri,
intensitas persaingan di antara perusahaan meningkat. Namun, hambatan untuk
masuk dapat termasuk keperluan untuk memperoleh skala ekonomi dengan cepat,
keperluan memperoleh teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya pengalaman,
loyalitas pelanggan yang kuat, persyaratan modal yang besar, kurangnya saluran
distribusi yang memadai, kebijakan peraturan pemerintah, tarif, kurangnya akses ke
bahan baku, kepemilikan yang paten, lokasi tidak menguntungkan, serangan balik
oleh perusahaan yang bertahan, dan kejenuhan potensial pasar.
3. Potensi Pengembangan Produk Pengganti
Dalam sebuah industri, perusahaan yang satu akan bersaing ketat dengan
perusahaan produsen produk pengganti dalam industri lain. Adanya produk
32
pengganti menempatkan batas atas dari harga yang dapat diterapkan sebelum
konsumen akan pindah ke produk pengganti.
4. Kekuatan Tawar Menawar dari Pemasok
Kekuatan tawar menawar dari pemasok mempengaruhi intensitas persaingan dalam
suatu industri, terutama jika jumlah pemasoknya banyak, jika hanya sedikit bahan
baku pengganti yang baik, atau biaya penggantian bahan baku sangat tinggi.
5. Kekuatan Tawar Menawar dari Konsumen
Jika memiliki konsumen dalam jumlah yang besar, atau membeli dalam jumlah yang
banyak, maka mengakibatkan kekuatan menawarnya menjadi tinggi. Perusahaan
pesaing mungkin dapat menawarkan garansi yang lebih lama atau pelayanan khusus
untuk memperoleh loyalitas pelanggan ketika kekuatan tawar dari konsumen luar
biasa.
33
2.2 Kerangka Pemikiran
Frame work
Penelitian pendahuluan
Pengamatan langsung, diskusi, tanya jawab
Studi pustaka
Buku, media referensi dan internet
Proses Produksi:
A. Rancang gambar/ bentuk dan elektronik mesin
B. Proses pembuatan rangka badan (body) mesin
C. Proses setting mekanik
D. Proses setting elekronik/ kabel
Masalah:
Output produksi perusahaan yang tidak
sesuai dengan deadline job order
Solusi:
Metode analisis PERT (Program evaluation
& Review Technique)
Hasil analisis
Sumber: hasil analisa, 2007
Gambar 2.11 Kerangka Pemikiran
Download