Hubungan Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja dengan Kepuasan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka
panjang. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan variabel
pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks
pembangunan bangsa dan negara, termasuk juga negara Indonesia. Salah
satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam
konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini
karena guru yang berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan
pendidikan. Guru memiliki misi dan tugas yang berat dalam mengantarkan
tunas-tunas bangsa ke puncak cita-cita. Salah satu faktor yang menunjang
guru untuk bekerja dengan sebaik-baiknya adalah kepuasan kerja.
Kenyataan menunjukkan, bahwa orang bekerja bukan hanya untuk
mencari upah saja, tetapi juga karena ingin mendapatkan kepuasan kerja.
Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan
memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara
seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif
tentang pekerjaan tersebut.
A. Latar Belakang
Era globalisasi dunia ditandai oleh perkembangan yang semakin
cepat di segala bidang kegiatan, mulai dari politik, ekonomi sampai dalam
kegiatan pendidikan. Teknologi dan komunikasi adalah faktor pendukung
dari perkembangan pesat ini. Globalisasi ini sangat memengaruhi
perkembangan pendidikan di Indonesia, karena dunia kerja saat ini sangat
membutuhkan orang yang bisa berpikir untuk maju, cerdas, inovatif dan
1
mampu berkarya dengan semangat tinggi dalam menghadapi kemajuan
zaman. Oleh sebab itu, diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas. Menilai kualitas SDM suatu bangsa secara umum dapat dilihat
dari mutu pendidikan bangsa tersebut (Kunandar, 2009). The United
Nation Development Programme (UNDP) melaporkan bahwa Human
Development Index (HDI) Indonesia pada tahun 2012 berada peringkat
121 dan pada 2013 terjadi peningkatan menjadi peringkat 108 dari 187
negara. Laporan UNDP tahun 2014 menunjukkan peringkat HDI
Indonesia tetap berada pada peringkat 108 dari 187 negara. Jika
dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN, maka Indonesia
masih kalah dari Singapura (peringkat 9), Brunei Darussalam (peringkat
30), Malaysia (62) dan Thailand (peringkat 89) (Ritonga, 2015). Indonesia
sedikit lebih baik dari Filipina yang berada pada peringkat 117. HDI ini
menjadi
suatu
cerminan
sudah
sampai
sejauh
manakah
upaya
pembangunan SDM Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing.
Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang
yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di
dunia. Oleh sebab itu, hampir semua Negara menempatkan variabel
pendidikan sebagai suatu yang penting dan utama dalam konteks
pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan
pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat
dari isi Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salah
satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa (Kunandar, 2009).
Pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Tilaar (2002),
merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan
dapat memanusiakan manusia. Melalui pendidikan individu dapat
2
mengembangkan diri dan melangsungkan kehidupan. Dalam Pasal 3
Undang-Undang No. 2 tahun 2003 dikatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari
penjelasan di atas dapat dilihat betapa pentingnya peran pendidikan dalam
upaya menciptakan SDM yang berkualitas, yang mampu bersaing di
tengah arus globalisasi sekarang ini (Susanty, 2012).
Sekolah merupakan suatu lembaga alternatif dalam pelayanan
pendidikan. Sebagai suatu sistem, sekolah memiliki komponen-komponen
yang berkaitan satu sama lain serta berkontribusi pada pencapaian tujuan.
Salah satu komponen yang ada di sekolah adalah guru (Yunus, 2004).
Guru merupakan faktor utama yang menentukan mutu pendidikan. Hal ini
disebabkan oleh gurulah yang berada di barisan terdepan dalam
pelaksanaan pendidikan. Gurulah yang berhadapan langsung dengan para
peserta didik untuk memberikan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus
mendidik dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan dan keteladanan. Di
tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara
akademis, skill, kematangan emosional, dan moral serta spiritual
(Kunandar, 2009).
Pada umumnya pekerjaan guru dibagi dua yaitu pekerjaan yang
berhubungan
dengan
tugas
mengajar,
mendidik
dan
tugas-tugas
kemasyarakatan (sosial). Di lingkungan sekolah, guru mengemban tugas
sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar, guru memberikan
3
pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif), dan keterampilan
(psikomotorik). Guru memiliki tugas dan tanggung jawab moral yang
besar terhadap keberhasilan siswa. Faktor lain yang tidak kalah penting
adalah faktor perangkat kurikulum, faktor siswa sendiri, faktor dukungan
masyarakat, dan faktor orang tua. Sementara sebagai pendidik, guru harus
mendidik para siswanya untuk menjadi manusia dewasa (Yunus, 2004).
Dari hal di atas dapat dipahami bahwa guru mempunyai misi dan
tugas yang berat, namun mulia dalam mengantarkan tunas-tunas bangsa ke
puncak cita-cita. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan
dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat.
Guru dituntut untuk lebih giat dalam bekerja, melibatkan dirinya terhadap
kemajuan dan perkembangan sekolah, dan menyumbangkan waktunya
untuk mengembangkan diri demi kemajuan pendidikan. Salah satu faktor
yang menunjang guru untuk bekerja dengan sebaik-baiknya adalah
kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Jadi artinya bahwa, jika guru puas
terhadap kebijakan dan aturan-aturan yang ada (sekolah dan pemerintah),
maka guru akan bekerja dengan penuh semangat dan bertanggung jawab
(Hasibuan 2010).
Ada beberapa fenomena yang terkait dengan kepuasan kerja terjadi
pada SMA di Batam. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan
beberapa orang guru pada tanggal 14 Januari 2015 ditemukan bahwa
sebagian merasa puas karena adanya tambahan insentif dari pemerintah
daerah, mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri melalui metode
pengajaran dan juga ada kesempatan untuk ikut mengambil tanggung
jawab dalam mencapai tujuan organisasi. Sebaliknya ada juga guru
4
yangmengeluh terhadap gaji yang diterima. Para guru menganggap gaji
yang diterima tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukannya,
karena sebagian guru masih belum dapat tunjangan sertifikasi. Promosi
jabatan yang tidak adil dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahlian
juga merupakan hal yang dikeluhkan oleh para guru. Karena hal tersebut
membuat guru merasa tidak puas sehingga tidak terpicu untuk
mengembangkan diri serta bersaing dengan sehat. Pembagian tugas yang
kurang merata juga menjadi penyebab ketidakpuasan guru dalam bekerja.
Selain itu, sikap kepala sekolah yang sewenang-wenang dalam memimpin
sekolah membuat guru kurang merasa senang dengan supervisi yang
dilakukan oleh kepala sekolah.
Atas dasar fenomena-fenomena yang positif dan negatif tersebut
dapat disimpulkan bahwa ada masalah yang terkait dengan ketidakpuasan
kerja guru. Oleh sebab itu,penulis menganggap bahwa penelitian tentang
kepuasan kerja menjadi penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan
kepuasan kerja guru yang tinggi nantinya akan menunjukkan kualitas dan
kompetensi guru dalam memajukan msa depan pendidikan,pencapaian
cita-cita para siswa dan demi mencapai keberhasilan dan kualitas
pendidikan itu sendiri (Gehlawat, 2012). Pernyataan tersebut didukung
oleh Spector (1997) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja menjadi
perhatian penting dalam setiap organisasi karena berkaitan dengan
produktivitas tenaga kerja dan kelangsungan hidup organisasi. Hasil
penelitian Gunawan (2014) terhadap guru di Sekolah Kristen Kalam
Kudus Jakarta ditemukan bahwa untuk variabel kepuasan kerja sebesar
66,12% guru menjawab setuju, 19,39% menjawab sangat tidak setuju dan
sisanya menjawab netral sebanyak 14,10%. Dengan demikian, secara
umum dapat dikatakan bahwa guru-guru sudah merasakan kepuasan kerja
5
di sekolah tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Wibisono (2011)
memperoleh rata-rata nilai skor variabel kepuasan kerja adalah sebesar
2,75. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian responden merasa cukup puas
sebagai pegawai di Puskesmas Turen, Malang. Lebih lanjut Hasibuan
(2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja pegawai menjadi penting
karena sebagai salah satu kunci pendorong moral dan disiplin serta kinerja
karyawan yang akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan dalam
upaya mewujudkan sasaran organisasi.
Kepuasan
kerja
juga
merupakan
sebuah
cara
untuk
mengaktualisasikan diri, jika kepuasan tidak tercapai, maka dapat terjadi
kemungkinan tenaga kerja akan frustasi dan berdampak pada kualitas
kerja yang rendah (Strauss & Sayles, 1990 dalam Handoko, 2010).
Sementara itu, Cooper & Makin (1995) mengatakan bahwa apabila
imbalan yang diterima karyawan dirasa sesuai dengan pekerjaan yang
dilakukannya, maka rasa puas akan muncul. Demikian juga hasil temuan
Ekawarna (1995) mengatakan bahwa, guru sebagai individu yang bekerja
dalam organisasi pendidikan akan melakukan tugas pekerjaan atau
memberikan kontribusi kepada organisasi tersebut dengan harapan akan
mendapat timbal balik berupa imbalan dari organisasi tersebut. Tugas guru
seperti mempersiapkan materi pengajaran atau mengevaluasi hasil belajar
siswa dilakukan dengan harapan akan memperoleh imbalan dari sekolah
yang menjadi penyelenggara kegiatan pendidikan. Guru dalam hal ini akan
merasa puas apabila imbalan yang diterimanya dirasa sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukannya.
Kepuasan kerja bagi seorang guru sebagai pendidik diperlukan
untuk meningkatkan kinerjanya. Terkait dengan kinerja, maka karyawan
yang merasa puas diharapkan dapat memberikan kinerja yang tinggi.
6
Demikian sebaliknya, jika kepuasan kerja guru rendah akan memberikan
dampak yang negatif bagi perkembangan organisasi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hasibuan (2010) bahwa jika kebutuhan dan kepuasan seorang
semakin terpenuhi, akan berdampak pada semangat kerjanya pun akan
semakin baik lagi. Seseorang akan bertindak (bersemangat kerja) untuk
dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Sebaliknya, jika kepuasan
kerja guru rendah akan menimbulkan gejala seperti kemangkiran, malas
bekerja, banyaknya keluhan guru, rendahnya prestasi kerja, rendahnya
kualitas pendidikan, indisipliner guru dan gejala negatif lainnya. Guru
yang membolos, mengajar tidak terencana, malas, mogok kerja, sering
mengeluh merupakan tanda bahwa kepuasan kerja guru rendah. Ini sesuai
dengan pendapat Cooper & Makin (1995) bahwa kepuasan kerja lebih
berhubungan dengan aspek-aspek seperti absensi, keterlambatan, dan
kuallitas kerja. Oleh sebab itu, kepuasan kerja merupakan hal yang tidak
dapat diabaikan begitu saja. Karena dalam pengembangan organisasi
sekolah, peningkatan kualitas sistem dan teknologi harus diikuti dengan
peningkatan kualitas pendidikan dengan cara pembudayaan sikap dan
perilaku dari semua anggota organisasi (Hidayat, 2001). Jadi supaya visi,
misi dan tujuan sekolah dapat tercapai dengan baik.Dalam hal ini guru
adalah pihak yang mempunyai peran yang dapat menentukan adanya
kemajuan organisasi di sekolah ketika guru mencapai kepuasan dalam
bekerja, maka mereka pun dapat dikategorikan sebagai guru yang
produktif dalam bekerja.
Atas dasar itu, penulis menduga ada beberapa faktor yang
memengaruhi kepuasan kerja, baik dari faktor finansial maupun non
finansial, faktor ekstrinsik maupun intrinsik. Menurut Gilmer (dalam
As’ad, 2002) aspek yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja antara
7
lain:keamanan kerja, gaji, pengawasan, komunikasi, kondisi kerja, fasilitas
yang disediakan oleh tempat kerja. Menurut Blum (dalam As’ad, 2002)
faktor indiviual seperti umur, kesehatan, watak, dan harapan ikut berperan
dalam menentukan kepuasan kerja. Selain itu masih banyak faktor lain
yang memengaruhi kepuasan kerja, seperti iklim organisasi, motivasi
berprestasi (Yunus, 2004), kondisi kerja (Tokudaet al., 2009), status kerja
(Santi, 2011), disiplin kerja (Dewi, 2012), kepemimpinan, lingkungan
kerja, komunikasi (Paripurna, 2013), kedisiplinan, komitmen organisasi,
dan motivasi kerja (Mamik, 2009).
Berdasarkan faktor-faktor yang ada, maka salah satu faktor yang
diduga mempengaruhi kepuasan kerja pegawai adalah faktor iklim
organisasi. Pernyataan tersebut didukung oleh Gibson, et al., (1996) yang
mengungkapkan iklim organisasi adalah serangkaian sifat lingkungan
kerja yang dinilai langsung dan tidak langsung oleh pekerja yang dianggap
menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi perilaku. Iklim organisasi
sangat perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap motivasi,
produktivitas, dan kepuasan kerja. Iklim organisasi mempengaruhi dengan
cara membentuk harapan karyawan tentang konsekuensi yang akan timbul
dari berbagai tindakan. Iklim dan lingkungan sekolah mempunyai
pengaruh yang cukup besar bagi kepuasan kerja guru dalam pembelajaran.
Karena iklim yang kondusif memberi perasaan yang nyaman dan bebas
baik bagi para guru maupun para siswa belajar (Pidarta, 1997). Iklim yang
belum menunjang penampilan kerja yang produktif, penyediaan teknologi
organisasi, dan kondisi kerja (seperti kantor dan fasilitas lainnya)
memadai, kemudian arus komunikasi yang tidak menunjang dalam arti
jumlah mutu, praktik pengambilan keputusan tidak sejalan di semua
jenjang organisasi. Di sisi lain, kesejahteraan pegawai masih kurang
8
belum diperhatikan secara baik akan mengakibatkan rendahnya kepuasan
kerja karena itu iklim organisasi seyogianya berfungsi sebagai faktor
pengukuh dalam proses pelaksanaan tugas bagi perilaku kerja, kinerja,
motivasi kerja dan kepuasan kerja, sehingga semakin sehat suatu iklim
organisasi akan semakin tinggi tingkat kepuasan dan kinerja karyawan
dalam suatu organisasi (Purnomosidhi, 1996 dalam Andriani, dkk., 2004).
Iklim organisasi yang menyenangkan, dapat menciptakan suatu
suasana lingkungan kerja kondusif yang diwujudkan dalam hubungan dan
kerja sama yang harmonis di antara seluruh anggota organisasi. Demikian
pula kepuasan kerja dapat ditentukan oleh iklim organiasi/lingkungan
kerja pada sekolah yang merupakan tempat guru bekerja. Hal ini didukung
oleh penelitian yang dilakukan Adenike (2011) terhadap karyawan di
universitas swasta di Nigeria yang membuktikan bahwa ada hubungan
yang positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja.
Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Yunus (2004);Wahat (2009); Castro & Martins (2010);Singh, Chauhan,
Agrawal, & Kapoor(2011);dan Liana (2012) yang membuktikan bahwa
ada hubungan yang positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan
kepuasan kerja.
Hasil penelitian di atas bertolak belakang dengan hasil penelitian
Susanty (2012), yang mengatakan bahwa iklim organisasi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja seseorang. Hal ini
diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Schulteet al. (2006),
Mulyanto & Suryani (2010), juga Temitope (2010). Seperti yang
dijelaskan di atas, iklim organisasi merupakan suasana atau kondisi yang
menggambarkan lingkungan internal yang dialami atau dirasakan oleh
pegawai dalam bekerja. Dengan iklim organisasi yang menyenangkan,
9
maka akan tercipta suasana lingkungan kerja yang kondusif yang terwujud
dalam hubungan dan kerja sama yang harmonis dan serasi di antara
seluruh anggota organisasi, baik di antara sesama pegawai maupun antara
pegawai dengan pimpinan dan dengan demikian kepuasan kerja pun akan
terjadi. Singkatnya, semakin meningkat iklim organisasi maka akan
semakin tinggi pula kepuasan kerja.
Faktor lain yang memengaruhi kepuasan kerja seseorang adalah
motivasi seorang pegawai dalam bekerja. Motivasi berhubungan erat
dengan kebutuhan dan setiap orang mempunyai kebutuhan yang
diusahakan untuk dipenuhi atau dipuaskan. Jika individu ingin melakukan
kegiatan untuk memenuhi suatu kebutuhan, maka individu tersebut akan
termotivasi untuk mencapainya (Effendy, 1989). Motivasi merupakan hal
penting karena motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang
yang akan menimbulkan dan mengarahkan perilaku (Gibson, Ivancevich,
& Donelly, 1996). Seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi, dalam
mengerjakan tugasnya akan mampu mengeluarkan ide-ide kreatif sehingga
hasil pekerjaannya mengesankan dan maksimal. Munandar (2006)
berpendapat bahwa motivasi menunjukkan keadaan dimana kebutuhankebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan
yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Untuk itu pemimpin
organiasasi atau pihak manajemen harus berusaha untuk dapat
memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan pegawai demi memacu motivasi kerja
karyawannya (McGregor, 1988). Pentingnya motivasi kerja terhadap
kepuasan kerja ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tylana (2005), Ayub (2011), Singh & Tiwari (2011), dan Lut (2012) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi kerja
dengan kepuasan kerja. Sebaliknya dalam penelitian yang dilakukan oleh
10
Budiyanto &Oetomo (2011) menemukan bahwa motivasi kerja tidak
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. Hal tersebut
dikarenakan kondisi kerja tidak memotivasi pegawai dalam bekerja
sehingga tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kepuasan
kerja. Selain itu, pegawai juga merasa kurang puas dengan pekerjaan
sendiri karena pekerjaan itu relatif mudah untuk dilakukan dan tidak
bervariasi, dan lain sebagainya. Namun bagaimanapun juga, iklim
organisasi dan motivasi kerja dapat memengaruhi sikap dan perilaku guru
untuk bekerja dalam organisasi.
Seorang guru dapat bekerja secara profesional jika pada dirinya
terdapat motivasi yang tinggi. Pegawai/guru yang memiliki motivasi yang
tinggi biasanya akan melaksanakan tugasnya dengan penuh semangat dan
energik,
karena
ada
motif-motif
atau
tujuan
tertentu
yang
melatarbelakangi tindakan tersebut. Motif itulah sebagai faktor pendorong
yang memberi kekuatan kepadanya, sehingga ia mau dan rela bekerja
keras. Tanpa motivasi, keinginan dan semangat untuk melakukan
pekerjaan dengan baik akan berkurang. Jadi dengan motivasi yang tinggi,
diharapkan akan memunculkan kepuasan kerja yang tinggi pula.
Hubungan iklim organisasi dan motivasi kerja dengan kepuasan
kerja juga terjadi secara simultan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Hidayat (2001) yang menunjukkan bahwa iklim
organisasi, motivasi dan kompensasi secara bersamaan memiliki
hubungan dengan kepuasan kerja sebesar 46,7%. Selain itu, penelitian
yang dilakukan oleh Ma’sum (2008) juga menunjukan bahwa ada
hubungan
yang signifikan antara perilaku
kepemimpinan, iklim
organisasi, dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap kepuasan
kerja pegawai di Kantor Pusat Universitas Mataram. Penelitian yang
11
dilakukan oleh Astuti (2012) terhadap para PNS di Pusat Pengembangan
dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Otomotif
dan Elektronika (PPPPTK BOE) menunjukkan bahwa motivasi kerja dan
iklim organisasi berhubungan secara simultan dengan kepuasan kerja PNS
di PPPPTK BOE Malang.
Berdasarkan uraian di atas, iklim organisasi dan motivasi kerja
merupakan isu penting dalam suatu organisasi berkaitan dengan perilaku
sumber daya manusia (pegawai) yang dalam hal ini menyangkut kepuasan
kerja. Iklim organisasi sebagai faktor eksternal dan motivasi kerja sebagai
faktor internal, yang merupakan suatu interaksi antara faktor internal
dengan eksternal untuk memperoleh kepuasan dalam bekerja (Santi,
2012). Beberapa penelitian sebelumnya mengenai iklim organisasi dan
motivasi kerja terhadap kepuasan kerja telah di lakukan pada kasus dan
konteks yang berbeda, termasuk diantaranya dalam konteks lembaga
pendidikan dengan hasil penelitian yang berbeda. Hal yang membedakan
penelitian ini dengan penelitian lain adalah pada subjek penelitian dan
perbedaan tempat serta situasi. Secara khusus dalam penelitian ini, belum
ditemukan studi tersebut untuk meneliti topik kepada guru SMA di Batam
sehingga penulis merasa perlu untuk mendapatkan gambaran tentang
kepuasan kerja guru.
Hal lain yang menarik untuk diteliti adalah kaitan antara status
guru negeri & swasta dan jenis kelamin dengan kepuasan kerja. Penelitian
yang dilakukan oleh Santi (2012) terhadap guru Sekolah Dasar di
Kecamatan Tebet Jakarta Selatan mengenai kepuasan kerja ditinjau dari
status guru negeri dan guru swasta menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan signifikan antara kepuasan kerja guru negeri dan guru swasta.
Perbedaan terletak dalam pemberian kompensasi, kesempatan untuk
12
berkembang atau meningkatkan karier. Selain itu, Iskandar (2005)
mengemukakan bahwa pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah
dinilai tidak memberikan perhatian yang layak terhadap nasib guru dari
sekolah swasta baik dari aspek hukum maupun lainnya. Bahkan, posisi
hukum guru swasta dinilai lebih rendah daripada buruh pabrik. Hal ini
karena tidak ada aturan yang jelas tentang status hukum guru swasta.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Saarin (2012) menunjukkan
hasil yang berbeda yaitu bahwa status sekolah (negeri dan swasta) tidak
berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa status sekolah memberikan sedikit perbedaan yaitu sebesar 3,9%
pada kepuasan kerja guru (sekolah negeri dan sekolah swasta).
Dari segi jenis kelamin, pada dasarnya tidak ada perbedaan yang
konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan penyelesaian masalah,
keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau
kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa
wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif
dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita untuk memiliki
pengharapan akan sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa
wanitamemiliki tingkat kemangkiran lebih tinggi daripada pria (Robbins,
2001). As’ad (2004) menyatakan bahwa dari beberapa penelitian
ditemukan bahwa perbedaan jenis kelamin ternyata berpengaruh terhadap
tinggi rendahnya kepuasan kerja. Salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Glenn et al. (dalam As’ad, 2004) yang menemukan bahwa
ada perbedaan kepuasan kerja antara pria dan wanita, yaitu kebutuhan
wanita untuk merasa puas dalam bekerja lebih rendah daripada pria.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
dan meneliti “Hubungan Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja dengan
13
Kepuasan Kerja ditinjau dari Status Guru Negeri & Swasta dan Jenis
Kelamin Guru SMA di Batam”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Adakah hubungansignifikanantara iklim organisasi dan motivasi kerja
dengan kepuasan kerja guru SMA Negeri dan Swasta di Batam?
2. Adakah perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari status guru SMA
Negeri dan Swasta di Batam?
3. Adakah perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari jenis kelamin guru
SMA Negeri dan Swasta di Batam?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Untuk menentukan hubungan iklim organisasi dan motivasi kerja
dengan kepuasan kerja guru SMA Negeri dan Swasta di Batam.
2. Untuk menentukan perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari status guru
SMA Negeri dan Swasta di Batam.
3. Untuk menentukan perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari jenis
kelamin guru SMA Negeri dan Swasta di Batam.
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat menjadi masukan bagi guru dalam upaya meningkatkan
kepuasan kerjanya di masa mendatang.
14
2. Dapat menjadi masukan bagi pimpinan sekolah dalam meningkatkan
kepuasan kerja pegawainya terkait dengan iklim organisasi dan
motivasi kerja guru.
3. Menjadi sumber referensi dan menambah wawasan bagi penelitian di
masa mendatang dengan topik serupa.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan materi
yang dibahas dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakan
sistematika pnulisan sebagai berikut:
Bab 1
:Pendahuluan, mengemukakan latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian,
serta sistematika penulisan.
Bab II
:Tinjauan Pustaka, meliputi teori-teori yang berhubungan
dengan permasalahan penelitan, yakni teori kepuasan kerja,
teori iklim organisasi, dan teori motivasi kerja, aspek-aspek
dan faktor-faktor penelitian, hasil-hasil penelitian sebelumnya,
dinamika antara variabel, model penelitian dan hipotesis.
Bab III
: Metode Penelitian meliputi, peubah penelitian, definisi
operasional, subjek penelitian, metode pengumpulan data dan
teknik analisis data.
Bab VI
: Hasil Penelitian, membahas mengenai analisis data penelitian
secara deskritif, hasil uji hipotesisi mayor dan hasil uji
hipotesis minor.
Bab V
: Kesimpulan, meliputi diskusi dan saran. Bab ini merupakan
rangkuman dari keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan
hasil penelitian.
15
Download