DIAGNOSIS STATUS HARA MENGGUNAKAN ANALISIS DAUN UNTUK MENYUSUN REKOMENDASI PEMUPUKAN PADA TANAMAN MANGGIS (Garcinia mangostana L.) LIFERDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Diagnosis Status Hara Menggunakan Analisis Daun untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan pada Tanaman Manggis (Garcinia Mangostana L.) adalah hasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2007 Liferdi Lukman NIM A361020181 ABSTRAK LIFERDI. Diagnosis Status Hara Menggunakan Analisis Daun untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan pada Tanaman Manggis (Garcinia Mangostana L.). Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA, KOMARUDDIN IDRIS dan I WAYAN MANGKU. Mendiagnosis permasalahan hara utama (N, P, K) pada tanaman manggis dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu analisis jaringan daun dan observasi gejala secara visual. Analisis jaringan daun untuk mendiagnosis status hara dan menentukan rekomendasi pemupukan bagi tanaman manggis dilakukan melalui tiga tahap percobaan. Percobaan pertama adalah uji korelasi antara konsentrasi hara daun dan hasil untuk mendapatkan umur daun yang tepat sebagai sampel. Sampel daun ini dipergunakan untuk uji kalibrasi. Percobaan kedua adalah uji kalibrasi untuk menentukan hubungan antara kisaran konsentrasi hara daun dengan hasil relatif tanaman. Percobaan yang ketiga adalah uji optimasi untuk mendapatkan dosis optimum untuk hasil maksimum. Pendekatan kedua, observasi terhadap gejala secara visual kekurangan dan kelebihan hara N, P dan K dilakukan pada bibit manggis, karena gejala tersebut sulit didapatkan pada tanaman manggis dewasa di lapangan. Status hara dan rekomendasi pemupukan pada bibit manggis ditentukan berdasarkan hubungan antara konsentrasi hara daun dan parameter pertumbuhan. Daun sampel terbaik untuk diagnosis status hara N, P dan K adalah daun umur lima bulan. Daun sampel ini mempunyai korelasi positif antara konsentrasi N, P dan K di daun dengan hasil dan juga dengan kandungan N, P dan K di tanah. Model regresi yang terbaik untuk menggambarkan hubungan antara konsentrasi N, P dan K di daun dan hasil tanaman adalah model kuadratik. Menurut model ini status hara daun dengan konsentrasi N kurang dari 0,99% adalah kategori sangat rendah, daun dengan konsentrasi N 0,99 hingga kurang dari 1,35% adalah rendah, konsentrasi N 1,35 hingga kurang dari 2,10% adalah sedang, dan konsentrasi N lebih dari 2,10% adalah sangat tinggi. Untuk status fosfor, daun dengan konsentrasi P kurang dari 0,11% adalah kategori sangat rendah, konsentrasi P 0,11 hingga kurang dari 0,21% adalah rendah, dan konsentrasi P 0,21 hingga kurang dari 0,31% adalah sedang, selanjutnya konsentrasi P lebih dari 0,31% adalah sangat tinggi. Untuk status hara kalium, konsentrasi K kurang dari 0,69% adalah kategori sangat rendah, konsentrasi K 0,69 hingga kurang dari 0,90% adalah rendah, konsentrasi K 0,90 hingga kurang dari 1,12% adalah sedang, dan konsentrasi lebih dari 1.12% adalah sangat tinggi. Bibit manggis yang kekurangan nitrogen menunjukkan gejala seperti daun berwarna hijau pucat kekuning-kuningan, akar berwarna coklat muda kekuningkuningan, dan pertumbuhan yang terhambat. Bibit ini mempunyai konsentrasi N daun kurang dari 0,73%. Sebaliknya, bibit yang kelebihan nitrogen memperlihatkan gejala seperti daun berwarna coklat, nekrotik dan akhirnya rontok; akar berwarna coklat tua kehitaman, rusak, mudah putus, dan akhirnya membusuk; pertumbuhan bibit terhambat, serta konsentrasi N daun lebih dari 1,18%. Berdasarkan analisis jaringan daun pada bibit manggis, daun dengan konsentrasi N kurang dari 0,72% digolongkan sangat rendah, konsentrasi N dari 0,72 hingga kurang dari 0,94% adalah rendah, konsentrasi N 0,94 hingga kurang dari 1,18% adalah sedang, dan konsentrasi N lebih dari 1,18% adalah sangat tinggi. Untuk tujuan pemupukan, model regresi linear-plateau merupakan pilihan yang terbaik dengan nilai kritis dosis pemupukan sebesar 266 ppm N/tanaman. Model kuadratik menunjukkan tidak lebih baik daripada model linear-plateau. Gejala kekurangan fosfor pada bibit manggis ditunjukkan oleh warna daun hijau kusam dengan ukuran daun lebih kecil, warna akar coklat terang, pertumbuhan terhambat dan konsentrasi P pada daun kurang dari 0,04%. Gejala kelebihan fosfor adalah warna daun coklat keabu-abuan pada ujung daun, nekrotik, dan akhirnya rontok; akar berwarna coklat tua, pecah-pecah dan mudah putus yang akhirnya membusuk; pertumbuhan bibit terhambat dan konsentrasi P daun lebih dari 0,28%. Berdasarkan analisis jaringan daun, konsentrasi P kurang dari 0,05% digolongkan sangat rendah, konsentrasi P 0,05 hingga kurang dari 0,10% adalah rendah, konsentrasi P 0,10 hingga kurang dari 0,19% adalah sedang, dan konsentrasi P lebih dari 0,19% adalah sangat tinggi. Rekomendasi pupuk P berdasarkan nilai kritis dari model linier-plateau adalah 84 ppm P/tanaman. Untuk gejala kekurangan kalium, warna daun bibit manggis hijau kusam, pertumbuhan bibit sangat lambat, dan mempunyai konsentrai K kurang dari 0,52%. Sementara itu, gejala kelebihan kalium warna daun coklat kemeramerahan pada pinggir daun, nekrotik, dan akhirnya luruh; warna akar coklat gelap, pecah-pecah dan mudah putus, akhirnya membusuk, serta mempunyai konsentrasi K lebih dari 1,93%. Berdasarkan analisis jaringan daun konsentrasi K kurang dari 0,50% digolongkan sangat rendah, konsentrasi K 0,50 hingga kurang dari 0,67% adalah rendah, konsentrasi K dari 0,67 hingga kurang dari 1,26% adalah sedang, dan konsentrasi K lebih dari 1,26% adalah sangat tinggi. Rekomendasi pemupukan, berdasarkan nilai kritis model linear-plateau adalah 103 ppm K/tanaman. ABSTRACT LIFERDI. Diagnostic nutritional status through leaf analysis as a tool for fertilizer recommendation on mangosteen (Garcinia mangostana L.). Under the supervision of ROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA, KOMARUDDIN IDRIS and I WAYAN MANGKU. To diagnose of major nutrients (N, P, and K) on mangosteen have been used two approaches, i.e. : plant analysis and diagnostic test of visual symptoms. Three experiments were estabilized to diagnose nutritional status and to determine fertilizer recommendation for mangosteen. First experiment was correlation test between leaf nutrients concentration and yield to find out the best leaf sample age. This leaf sample will be used in calibration test. Second experiment was calibration test to determine the relationship between leaf nutrient concentration and plant relative yield. The last experiment was optimizing test to find out the optimum rate of fertilizer to obtain maximum yield. Second approach was observation of visual symptom of deficiency and excessive nutrient on mangosteen seedling. Nutritional status and fertilizer recommendation on seedling were determined base on relationship between nutrient concentration and growth parameters. The best leaf sample for N, P, K nutritional status diagnosis was fifth months leaf age. A positive correlation between N, P, K concentrations in fifth months leaf age and N, P, K concentrate on in the soil and also with yield. The best regression model for describing the relationship between leaf concentrations and yield was quadratic model. According to this model, the leaf nutritional status with concentration of N less than 0.99% was categorized very low, leaf with concentration of N from 0.99 to <1.35% was low, concentration of N from 1.35 to <2.10% was medium, and concentration of N >2.10 was very high. Leaf P concentration less than 0.11% was categorized very low, concentration of P from 0.11 to <0.21% was low, and concentration of P from 0.21 to <0.31% was medium, and concentration of P >0.31 was very high. Leaf K concentration <0.69% was categorized very low, concentration of K from 0.69 to <0.90% was low, concentration of K from 0.90 to <1.12% was medium, and concentration of K >1.12% was very high. Mangosteen seedling that deficiency of nitrogen showed symptoms such as yellowish pale green leaf color, yellowish light brown root color, and stunted or inhibited growth. This seedling had concentration of N less than 0.73%. On the other hand, the seedling that excessive of nitrogen showed symptoms like brown leaf, necrotic, and finally fallen off; dark brown root, cracking and broken easily, finally rotten; the inhibited growth seedling, and had concentration of N in leaf more than 1.18%. Based on seedling leaf tissue analysis, leaf with concentration of N less than 0.72% was classified as very low, concentration of N from 0.72 to 0.94% was low, concentration of N more than 0.94 to 1.18 was medium, and N more than 1.18% was very high. For fertilizer recommendation purpose, the linear-plateau regression model was the best choice with critical value of fertilizer dosage was 266 ppm N/plant. A quadratic model was not better than the linierplateau model. The symptoms of phosphor deficiency in mangosteen seedling were shown by dull green leaf color with smaller size, light brown root color, stunted or inhibited growth, with concentration of P in leaf less than 0.04% . On the other hand, the phosphor excess symptoms were shown by grey-brown leaf color at the tip leaves, necrotic, and finally fallen off; dark brown root, cracking and broken easily, finally rotten; the growth of seedling inhibited; and had concentration of P in leaf was more than 0.28%. Based on seedling leaf tissue analysis, leaf with concentration of P less than 0.05% was classified as very low, concentration of P from 0.05 to <0.10% was low, concentration of P 0.10 to <0.19% was medium, and P more than 0.19% was very high. The linear-plateau critical value was 84 ppm P/plant. For the potassium deficient symptoms, the leaf color of mangosteen seedling was dull green, the growth of seedling is very slow, and had concentration of K <0.52%. Meanwhile, the symptoms of potassium excessive were reddish brown leaf color, necrotic, and finally fallen off; dark brown root, cracking and broken easily, finally rotten, and had concentration of K in leaf more than 1.93%. For fertilizer recommendation, the linear-plateau critical value was 103 ppm Based on seedling leaf tissue analysis, leaf with concentration of K less than 0.50% was classified as very low, concentration of K from 0.50 to <0.67% was low, concentration of K 0.67 to <1.26% was medium, and K more than 1.26% was very high. For fertilizer recommendation purpose, the linear-plateau regression model was the best choice with critical value of fertilizer dosage was 103 ppm K/plant. A quadratic model was not better than the linier-plateau model. © Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB DIAGNOSIS STATUS HARA MENGGUNAKAN ANALISIS DAUN UNTUK MENYUSUN REKOMENDASI PEMUPUKAN PADA TANAMAN MANGGIS (Garcinia mangostana L.) LIFERDI Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Judul Disertasi : Diagnosis Status Hara Menggunakan Analisis Daun untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan pada Tanaman Manggis (Garcinia Mangostana L.) Nama : Liferdi NIM : A361020181 Disetujui Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir.H. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Ketua Dr.Ir. Anas Dinurrohman Susila, M.Si. Anggota Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.S. Anggota Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Agronomi Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Tanggal Ujian: 22 Agustus 2007 Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Lulus: PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2003 sampai dengan Agustus 2006 dengan judul: Diagnosis Status Hara Menggunakan Analisis Daun untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan pada Tanaman Manggis (Garcinia Mangostana L.). Disertasi ini terdiri dari 5 sub kegiatan yang ditulis dalam bentuk artikel. Artikel yang berjudul “Uji Korelasi Konsentrasi Hara N, P dan K Daun dengan Produksi” telah disajikan pada seminar nasional PERHORTI di Jakarta November 2006 dan diterbitkan dalam bentuk prosiding. Dua artikel dengan judul Uji Korelasi Hara Fosfor Daun dengan Produksi Tanaman Manggis dan Uji Kalibrasi Hara Fosfor Menggunakan Analisis Jaringan Daun telah disetujui diterbitkan pada Jurnal Hortikultura Badan Litbang Pertanian Vol. XVII No. 4 tahun 2007. Dalam penyelesaian disertasi ini, banyak pihak telah memberikan dukungan, bantuan, perhatian dan nasihat yang semua sangat berguna. Untuk itu, saya sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak. Pertama-tama kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H Roedhy Poerwanto, MSc atas kesediaan beliau menjadi ketua komisi pembimbing. Bimbingan beliau yang lugas, cermat dan terarah, baik dalam bidang akademis maupun keprofesian dibidang buah-buahan, memberikan tuntunan berpikir analisis, sintesis dan sistematis. Selain itu beliau juga banyak memberikan tuntunan tentang kesabaran, konsisten dan disiplin. Saya juga dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila MSi, Bapak Dr Komaruddin Idris MS dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Mangku MSc dalam penyusunan disertasi ini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas kesedian sebagai anggota komisi pembimbing dan curahan perhatian, saran, motivasi, informasi dan kritik yang sangat berharga dalam penyusunan disertasi ini. Selanjutnya ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Prof Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr yang telah bersedia sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, MSc dan Bapak Dr. Ir. Hardiyanto, MSc yang telah bersedian sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka. Pertanyaan dan saran yang Bapak-Bapak sampaikan sungguh besar maknanya bagi perbaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian, dan Pimpinan Proyek PAATP atas kesempatan tugas belajar dan beasiswa yang diberikan untuk mengikuti program doktor di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih yang mendalam disampai juga kepada Kementrian Negara Riset dan Teknologi yang telah mendanai penelitian disertasi ini melalui Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Pengembangan BuahBuahan Unggulan Indonesia yang dikelola Pusat Kajian Buah-buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor. Kepada yang terhormat Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Pertanian (Prof Dr. Ir. Didy Sopandie, Magr), Wakil Dekan Fakultas Pertanian (Dr. Ir. Aris Munandar, MS), Dekan Fakultas Pascasarjana (Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS), Sekretaris Program Doktor (Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MSc), Ketua Program Studi Agronomi (Dr.Ir. Satriyas Ilyas, MS) beserta seluruh staf pengajar pascasarjana IPB, saya menyampaikan penghargaan yang tinggi dan terima kasih atas kesempatan mengikuti pendidikan S3 di IPB. Saya bangga jadi bagian dari keluarga besar IPB. Kepada keluarga Bapak H Sayuti di Leuwiliang, Keluarga Bapak Ade Sugema di Wanayasa dan Keluarga Bapak Ayi di Puspahiang, saya ucapkan terima kasih atas izin dan bantuan fasilitas pemakaian kebun dan tanaman manggisnya. Kepada Bapak Sulaeman, Bapak Kardi dan Bu Ade yang telah membantu di KP Tajur serta Sdr Rizal di Leuwiliang. Bapak Ade Abudullah dan Bapak M Hermansyah yang membantu analisis di Laboratorium, saya ucapkan terima kasih. Kepada rekan-rekan sesama penelitian dan satu bimbingan: Juanasri SP MSi, Eko Setiawan SP MSi, Endang Gunawan SP MSi, Felix Siaw SP, dan Jimmi Simanjuntak SP. Terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya. Kepada rekanrekan satu angkatan dan satu Bimbingan Ir. La Ode Safuan MP, Lizawati SP MSi, Ir. M Arif Nosution MP, Ir. Ketty Sukety MSi serta rekan-rekan satu angkatan 2002 terima kasih atas saran, masukan dan kebersamaannya. Secara khusus terima kasih saya sampaikan kepada teman-teman diantaranya Dr. A Rusfidra MP, Ibu Ir Sukendah, MSc, Yusniwati SP MP dan Susiyanti, SP MP yang telah membaca dan memberikan masukan dalam penulisan disertasi. Kepada Ibunda Hj. Dahniar Majid, Ayahanda Lukman TM (alm), Bapak mertua H Dudung Abdullah BA, Ibu mertua Hj Aisyah, istri dr Nia Kania SpA Mkes dan anak-anak tercinta (Farsya Azka Khairani dan Firsya Rizqika Dzakira), kakak, adik dan semua keponakan, saya sampaikan hormat dan ucapan terima kasih atas semua perhatian, pengertian, dukungan dan doa serta pengorbanan yang telah diberikan selama melaksanakan tugas belajar ini. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat baik bagi penulis maupun yang tertarik untuk mempelajarinya hara tanaman manggis. Bogor, Agustus 2007 Liferdi Lukman RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Solok, Sumatera Barat, pada tanggal 7 Oktober 1970, sebagai anak ke empat dari keluarga Lukman TM dan Hj. Dahniar Majid. Penulis mulai memasuki pendidikan formal pada tahun 1977. Sekolah Dasar Negeri No. 1 Tanjung Alai selesai tahun 1983, SMP Negeri Singkarak selesai tahun 1986, dan SMA Negeri No. 1 Solok selesai tahun 1989. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UMMY lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1997, penulis diterima di Program Studi Agronomi Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dan tamat pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama didapat tahun 2002. Beasiswa pendidikan diperoleh dari PAATP yang disalurkan melalui Badan Litbang, Departeman Pertanian Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai teknisi laboratorium di Balai Penelitian Hortikultura Solok dari tahun 1991 sampai 1996. Terhitung 1 April 1997 diangkat sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Mahaputra Muhammad Yamin. Dan terhitung 1 Maret 1998 penulis bekerja sebagai peneliti di Badan Litbang Pertanian, dan ditempatkan di Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Solok. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab adalah ekofisiologi tanaman buah. Selama mengikuti program S3, penulis menjadi pengurus Forum WACANA periode 2003/2004 dan 2004/2005, wakil ketua Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Asal Sumatera Barat (IMPACS) 2003-2006, sekretaris umum DPP PERWATA periode 2005-2008, manajer usaha di koperasi Ummathon Wasathon (2005-2008). Dalam kegiatan profesi, penulis menjadi anggota Perhimpunan Hortikultura Indonesia, Himpunan Perbuahan Indonesia, Perhimpunan Agronomi Indonesia dan anggota Asosiasi Mikoriza Indonesia. Penulis menikah dengan dr. Nia Kania, SpA. MKes pada tahun 2001 dan dikaruniai dua orang putri, yaitu Farsya Azka Khairani (5 tahun) dan Firsya Rizqika Dzakira (1 tahun). Penguji dan Promovendus dari kiri ke kanan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Dr. Ir. Hardiyanto, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.S. Dr.Ir. Anas Dinurrohman Susila, M.Si. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Liferdi Lukman (Promovendus) Prof.Dr.Ir.H. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, M.Sc. Penguji Luar Komisi - Ujian Tertutup : • - Ujian Terbuka : 1 Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, M.Sc (Guru Besar Tetap Budidaya Perkebunan IPB/ Kepala KP3 IPB) Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr (Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman IPB/ Dekan Fakultas Pertanian IPB) : 2 Dr. Ir. Hardiyanto, M.Sc (Kepala Bidang Program dan Evaluasi Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian RI) Penguji Luar Komisi - Ujian Tertutup : • - Ujian Terbuka : 1 Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, M.Sc (Guru Besar Tetap Budidaya Perkebunan IPB/ Kepala KP3 IPB) Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr (Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman IPB/ Dekan Fakultas Pertanian IPB) : 2 Dr. Ir. Hardiyanto, M.Sc (Kepala Bidang Program dan Evaluasi Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian RI) DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………..……….……….... xvi DAFTAR GAMBAR ………………………………….………………….. xviii DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... xxi PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………………….................................... 1 Rumusan Masalah ................................................................................... 2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………........................... 3 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 4 Hipotesis .................................................................................................. 6 TINJAUAN PUSTAKA Karateristik Tanaman Manggis ………………………………............... 8 Pemupukan pada Tanaman Manggis ………………….......................... 13 Bentuk Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam Tanah ................................ 16 Analisis Hara ........................................................................................... 21 Iterpretasi Hasil Analisis Hara ................................................................ 25 UJI KORELASI KONSENTRASI HARA NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM DAUN DENGAN HASIL TANAMAN MANGGIS Abstrak ……………………………………………………………….... 29 Abstract ……………………………………………………………....... 29 Pendahuluan ………………………………………………………........ 30 Bahan dan Metode ……………………………………………….…..... 31 Hasil dan Pembahasan …………………………………………….…... 33 Simpulan…………………………………………………….....……..... 47 UJI KALIBRASI HARA NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM MENGGUNAKAN ANALISIS JARINGAN DAUN PADA TANAMAN MANGGIS Abstrak ……………………………………………………………........ 48 Abstract ………………………………………………………............... 48 Pendahuluan …………………………………………………................ 49 Bahan dan Metode …………………………………………….............. 51 Hasil dan Pembahasan ………………………………………................ 54 Simpulan ……………………………………………………................. 73 EVALUASI GEJALA KEKURANGAN NITROGEN PADA TANAMAN MANGGIS DAN KELEBIHAN Abstrak ……………………………………………………………........ 74 Abstract …………………………………………………………........... 74 Pendahuluan ……………………………………………………............ 75 Bahan dan Metode ……………………………………………….......... 76 Hasil dan Pembahasan ……………………………………………….... 79 Simpulan ……………………………………………………………..... 92 EVALUASI GEJALA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN FOSFOR PADA TANAMAN MANGGIS Abstrak ……………………………………………................................ 93 Abstract ……………………………………………………................... 93 Pendahuluan …………………………………………………................ 94 Bahan dan Metode ………………………………………….................. 96 Hasil dan Pembahasan ……………………………………................... 99 Simpulan ………………………………………………………............. 108 EVALUASI GEJALA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN KALIUM PADA TANAMAN MANGGIS Abstrak …………………………………………………………............ 110 Abstract ………………………………………………………............... 110 Pendahuluan ………………………………………………………........ 111 Bahan dan Metode …………………………………………….............. 113 Hasil dan Pembahasan ………………………………………............... 116 Simpulan ………………………………………………………............. 126 PEMBAHASAN UMUM Uji Korelasi Hara N, P dan K ................................................................. 128 Uji Kalibrasi Hara N, P dan K ................................................................. 131 Uji Optimasi Dosis Hara N, P dan K ...................................................... 133 Evaluasi Gejala Hara N, P dan K ........................................................... 134 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................. 139 Saran ....................................................................................................... 140 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..... LAMPIRAN ................................................................................................. 142 149 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia buah manggis dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan ................................................................................................... 10 2 Rekomendasi pemupukan manggis berdasarkan umur tanaman............. 14 3 Pemberian pupuk NPK (10:10:9) rata-rata tahunan manggis di Thailand................................................................................................... 15 4 Kriteria penilaian sifat kimia tanah ........................................................ 23 5 Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruk ................................ 24 6 Konsentrasi nitrogen daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya, dan Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis.. 37 7 Konsentrasi fosfor daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya, dan Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis ........ 38 8 Konsentrasi kalium daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya, dan Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis 39 9 Konsentrasi N, P, K tanah, KTK dan pH di tiga sentra produksi 40 manggis (Purwakarta, Tasikmalaya, dan Bogor) .................................... 10 Jumlah bunga mekar, persentase bunga rontok, jumlah buah jadi, bobot buah per pohon, dan TSS tanaman manggis pada tiga sentra produksi... 42 11 Konsentrasi N, P, K pada bagian-bagian buah dari tiga sentra produksi manggis Jawa Barat (Purwarkarta, Tasikmalaya, dan Bogor) ................ 44 12 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah bunga, jumlah bunga & buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis 54 13 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap bobot buah, bagian buah yang dapat dimakan (edibel) dan total padatan terlarut (TSS) pada tanaman manggis ................................................................................................... 56 14 Pengaruh pemberian fosfor terhadap jumlah bunga, jumlah bunga & buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis 57 15 Pengaruh pemberian fosfor terhadap bobot buah, kemulusan dan total larutan terlarut (TSS) pada tanaman manggis ........................................ 58 16 Pengaruh pemberian kalium terhadap jumlah bunga, jumlah bunga & buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis selama dua musim .................................................................... 60 17 Pengaruh pemberian kalium terhadap bobot buah, kemulusan buah 61 dan total padatan terlarut (TSS) pada tanaman manggis......................... 18 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap konsentrasi nitrogen pada daun, kulit buah, daging buah, dan biji selama dua kali panen pada tanaman manggis ........................................................................................................... 63 19 Pengaruh pemberian fosfor terhadap konsentrasi fosfor pada daun, kulit buah, daging buah, dan biji pada tanaman manggis selama dua kali panen................................................................................................................ 64 20 Pengaruh pemberian kalium terhadap konsentrasi kalium pada daun, kulit buah, daging buah, dan biji manggis selama dua kali panen ........................ 65 21 Hubungan antara hasil relatif tanaman manggis dengan konsentrasi N, P, K daun berdasarkan beberapa persamaan regresi .............................. 68 22 Dosis optimum pupuk N, P, K dihitung berdasarkan persamaan regresi dari kurva respon hasil relatif pada tanaman manggis ............................ 72 23 Pengaruh nitrogen terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang dan jumlah daun pada bibit manggis setelah 14 bulan ........... 79 24 Status konsentrasi nitrogen daun bibit manggis dengan tiga motode pendekatan (visual, Kidder, Cate & Nelson) ............................. 95 25 Pengaruh fosfor terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah 100 cabang dan jumlah daun pada bibit manggis setelah 14 bulan .............. 26 Status konsentrasi fosfor pada daun tanaman bibit manggis dengan 105 pendekatan tiga metode (visual, Kidder, Cate & Nelson) ....................... 27 Pengaruh kalium terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah 126 cabang dan jumlah daun bibit manggis setelah 14 bulan ....................... 28 Status konsentrasi kalium daun bibit manggis dengan tiga motode 123 pendekatan (visual, Kidder, Cate & Nelson) .......................................... 29 Status konsentrasi N, P, K di daun manggis ........................................... 132 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagan alur pelaksanaan kegiatan penelitian .......................................... 7 2 Pengaruh umur daun terhadap konsentrasi nitrogen, fosfor dan kalium daun dari tiga lokasi sentra produksi manggis penelitian Jawa Barat (Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor) .................................................. 34 3 Korelasi antara konsentrasi (1) nitrogen, (2) fosfor, (3) kalium daun tanaman manggis (a) umur empat bulan dan (b) umur lima bulan dengan kandungan N, P, K tanah .......................................................... 41 4 Korelasi antara konsentrasi N, P, K daun (a) umur empat bulan, (b) umur lima bulan dengan produksi tanaman manggis. ........................... 45 5 Posisi daun umur lima bulan berada pada ujung ranting cabang sebagai daun terminal ........................................................................................... 46 6 Hubungan konsentrasi N, P, K daun dengan produksi relatif tanaman manggis menggunakan empat model regresi (A) model linear dan kuadratik (B) model logistik dan eksponensial ..................................... 67 7 Hubungan konsentrasi N, P, K daun dengan hasil relatif tanaman manggis berdasarkan model regresi kuadratik ....................... 73 8 Kurva respon pemupukan N, P, K terhadap hasil relatif buah manggis selama dua kali panen ............................................................ 75 9 Penampilan bibit manggis 14 bulan setelah perlakuan pupuk nitrogen (dosis perlakuan = 50, 100, 200, 400 dan 600 ppm) ………... 80 10 Morfologi beberapa stadia daun (I) kekuranga (II) kecukupan nitrogen a = trubus awal, b = trubus penuh, c = trubus dewasa, dan d = dorman Perbedaan warna daun pada bibit manggis (a) kekurangan (b) 11 kecukupan nitrogen .............................................................................. 12 Pucuk normal tanaman manggis yang baru muncul berwarna coklat kemerah-merahan .................................................................................. Bibit manggis (a) yang mengalami kerontokan (b) daun yang rontok 13 jadi kekering akibat kelebihan nitrogen ................................................ 81 82 83 85 14 Tanaman bibit manggis (a) kekurangan, (b) kecukupan dan (c) kelebihan nitrogen ................................................................................... 86 15 Perbedaan akar bibit manggis pada kondisi (a) kekurangan (b) kecukupan (c) kelebihan nitrogen ......................................................... 87 16 Perbedaan warna daun bibit manggis pada kondisi (a) kekurangan (b) kecukupan (c) kelebihan nitrogen ........................................................ 90 17 Hubungan antara dosis nitrogen dengan pertumbuhan relatif tanaman manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik ................ 91 18 Penampilan tunas bibit manggis 14 bulan setelah perlakuan pupuk 100 fosfor (0, 25, 50, 100, 200, 400 ppm P) ................…………………... 19 Penampilan tanaman manggis yang kekurangan fosfor (P0) 103 dibandingkan dengan yang berkecukupan fosfor (P2) ......................... 20 Kondisi tanaman manggis yang kelebihan hara fosfor (a) bibit dalam 105 polybag (b) bibit tanpak dari atas (c) permukaan daun bagian atas, (d) permukaan bawah bagian daun ........................................................ 21 Hubungan konsentrasi fosfor daun dengan pertumbuhan relatif bibit 106 manggis menurut pendekatan (a). Kidder (b). Cate dan Nelson ........... 22 Hubungan antara dosis fosfor dengan tinggi tanaman relatif bibit 107 manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik ................ 23 Perbandingan (a) kekurangan, (b) kecukupan, dan (c) kelebihan 108 fosfor pada daun, tajuk, dan akar tanaman manggis ............................ 24 Penampilan bibit manggis setelah 14 bulan mendapatkan perlakuan 117 pupuk kalium (0, 25, 50, 100, 200, 400 ppm K) .................................. 25 Perbedaan tanaman yang kekurangan kalium (K0) dengan tanaman 119 yang normal (K1) ................................................................................... 26 Penampilan tanaman manggis yang (I) kekurangan (II) kecukupan 119 kalium (a) bibit dalam polybag (b) permukaan atas daun, (c) permukaan bawah daun dan (d) akar .................................................... 27 Perubahan warna pada daun akibat kelebihan kalium (a) gejala awal 130 pada daun tua (b) gejala akhir pada semua daun ................................... 28 Gejala kelebihan kalium pada tanaman (a) bibit dalam polybag (b) 130 permukaan atas daun, (c) permukaan bawah daun dan (d) akar ........ 29 Hubungan konsentrasi kalium daun dengan pertumbuhan relatif bibit 132 manggis menurut pendekatan (a). Kidder (b). Cate dan nelson ............ 30 Hubungan antara dosis kalium dengan tinggi tanaman relatif bibit 132 manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik ................ 31 Perbandingan (a) kekurangan, (b) kecukupan, dan (c) kelebihan 134 kalium pada daun, tajuk, dan akar tanaman manggis ........................... DAFTAR ISTILAH Absisi ADP (adenosin diphosphate) Aerasi Anion Apomiksis ATP (adenosin tri phosphate) Awal diferensiasi bunga Bibit seedling Bienial bearing Daun terminal Daun sub terminal Daun-daun negatif Derajat kemasaman /pH (pontetial of Hydrogen) Diferensiasi bunga DNA (deoxyribo nucleic acid) Dormansi tunas = Gugurnya daun, bunga dan buah secara alami dari tanaman. = Suatu senyawa di dalam sel tanaman yang berperan dalam pemindahan energi hasil kegiatan pernapasan (respirasi) dan berperan dalam menangkap energi matahari pada kegiatan fotosintesin. = Ketersedian ronga udara di dalam tanah yang menunjukan terjadinya pernapasan akar dan proses oksidasi di dalam tanah. = Ion yang bermuatan listrik negatif. = Embrio yang tidak dihasilkan dari miosis dan penyerbukan, tetapi dari sel di dalam kantong embryo atau sekeliling nuselus dan berkembang membentuk biji dengan konstitusi genetik yang sama dengan induk betinanya. = Senyawa di dalam sel tanaman yang berperan dalam menangkap energi dari cahaya mata hari pada proses fotosintesis. = Secara mikroskopik calon tunas yang masih tertutup ketiak daun, pangkalnya membesar dan membengkak, secara visual pucuk belum mengalami perubahan. = Bibit atau tumbuhan hasil perbanyakan dari biji. = Suatu keadaan tanaman berbuah banyak pada suatu tahun dan tidak berbuah pada tahun berikutnya, atau beerbuah hanya sedikit, disebut juga pembuahan berseling atau alternate bearing. = Sepasang daun (tunggal) atau satu pasang daun (tipe inflorescence) yang terletak pada bagian ujung pucuk (terminal). = Daun yang terletak dibawah daun terminal. = Daun yang ternaungi oleh tajuk diatasnya sehingga untuk kebutuhan hidupnya mengimport fotosintat dari organ lain yang bergungsi sebagai source. = Kondisi yang menggambarkan jumlah ion hidrogen, yang ada pada larutan tanah. Semakin tinggi jumlah ion hidrogen semakin tinggi juga derajat keasaman tanah. = Secara mikroskopik mulai sejak tunas baru pangkalnya membesar dan bembengkak sampai terbentuk sepal dan petal, secara visual bunga muncul dari ujung pucuk. = Senyawa organik yang dikandung oleh ribosom di dalam sitoplasma yang berisi nformasi genetik. DNA adalah jembatan keturunan antar generasi. = Berhentinya sementara pertumbuhan yang tampak Enzim = Fotosintat = Fruit-set = Hara = Higroskopis = Indeks garam = Induksi = Interflush = Interveinal Klorosis = Juvenile = Kapasitas tukar kation (KTK) = Kation = Kejenuhan basa = (visibel) dari organ atau tanaman yang mengandung jaringan meristem. Pada saat itu aktivitas metabolismenya sangat rendah. Substansi yang dibentuk dalam sel hidup yang menyebabkan atau mempercepat terjadinya proses reaksi kimia. Enzim adalah katalisator untuk reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makluk hidup. Hasil dari proses fotosintesis atau hasil dari proses pembentukan energi di dalam tumbuhan berklorofil dengan bantuan sinar matahari, berupa karbohidrat (pati, gula dan protein). Stadia atau tahapan pembentukan buah setelah melewati fase pemekaran bunga atau full bloom. Bio zat yang diperlukan tumbuhan untuk pertumbuhan, pembentukan jaringan, dan kegiatan hidup lainnya, diperoleh dari bahan mineral seperti nitrogen, fosfor, kalium dan lainnya. Kemampuan suatu bahan untuk menyerap uap air dari udara. Pupuk yang bersifat hidroskopis akan cepat mencair jika ditempatkan di tempat yang terbuka. Angka indeks yang menunjukan besar pengaruh suatu jenis pupuk terhadap peningkatan konsentrasi garam di dalam larutan tanah. Semakin tinggi angka indeks garam, semakin besar kemungkinan tanaman rusak atau mati karena keracunan pupuk. Awal dari fase reproduksi, disebut juga sebagai fase transisi dari fase vegetatif ke fase pembungaan, pada tahap tersebut tunas vegetatif distimulasi secara biokimia dan berubah menjadi tunas generatif. Periode diantara pertumbuhan tunas (flushing) atau biasa disebut sebagai periode dorman Gejala yang ditunjukan oleh daun akibat kekurangan salah satu unsur hara berupa timbunan warna kuning di antara tulang, sementara tulang itu sendiri tetap berwarna hijau. Periode atau masa tanaman belum memasuki fase reproduktif. Biasanya juga disebut dengan tanaman belum menghasilkan (TBM) Kemampuan kaloid tanah untuk memegang dan melepaskan kation. KTK diukur dengan satuan miliekuivalen/100 gram tanah. Ion yang bermuatan positif seperti Ca2+, Mg2+, K+, Na+, NH4 +, H+, Al 3+ dan sebagainya. Perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan KTK (semua kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam komplek jerapan tanah kali 100%. Kejenuhan basa yang tinggi menunjukan ketersedian hara yang tinggi, artinya, tanah tersebut belum banyak Kejenuhan Aluminium Klorofil Korelasi Koefisien korelasi Koloid tanah Korelasi bivariate Korelasi timbalbalik Luxury Comsumption Metabolisme Miliekuivalen On-season Off-season Plasmolisis Pucuk Ritme pertumbuhan Unsur hara esensial Unsur hara makro primer mengalami pencucian. Nilai kejenuhan basa yang rendah dapat ditingkatkan hingga mencapai 90% melalaui program pengapuran. = kationAlu min ium x100% KTK = Sel pembentuk warna hijau pada daun dan tempat terjadinya proses fotosintesis. = Suatu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya kuantitatif = Ukuran untuk mengukur hubungan kekuatan antara 2 variabel yang disimbolkan dengan huruf r. Nilai absolut dari r berada pada interval -1≤ r ≤1tanda – dan + menunjukan arah hubungan = Bagian tanah yang sangat aktif dalam proses fisikokimia. Koloid berukuran sangat halus dengan diameter kurang dari 1 mikron dan umumnya bermuatan negatif. = Uji korelasi antara dua variabel = Apabila ada satu perubahan pada variabel yang satu akan mengakibatkan perubahan pada variabel lainnya = Penyerapan salah satu unsur hara melebihi batas yang dibutuhkan tanaman. Biasanya terjadi pada unsur kalium, terutama jika ketersediannya di dalam tanah terlalu tinggi. = Proses penyusunan dan perombakan protein, lemak, dan karbohidrat melalui fotosintesis dan respirasi. = Adalah satuan kimia, contoh satu ekivalen setara dengan 1 g hidrogen, jadi 1 me H = 1 mg (berat atom H = 1, valensi 1); 1 me K= 39 mg (berat atom K= 39, valensi 1) = Musim saat tanaman/pohon berbuah banyak. = Musim saat tanaman/pohon tidak berbuah atau berbuah sedikit. = Proses keluarnya cairan dari dalam sel akar, akibat perbedaan konsentrasi garam di dalam sel akar dan di dalam larutan tanah. = Bagian ujung tajuk tanaman yang masih muda = Periode tumbuh yang dimulai dari terbentuknya daun (flush) dan diakhiri dengan berakhirnya periode dormansi Apabila terjadi defisiensi hara tersebut maka tanaman tidak akan dapat melanjutkan siklus hidupnya. Fungsi hara tersebut tidak dapat digantikan oleh hara lain. Unsur tersebut harus secara langsung terlibat dalam proses metabolisme. = Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif lebih besar dibandingkan dengan unsur lain, Siklus trubus Sink Source Studi kalibrasi Trubus misalnya N, P dan K. = Satu tahapan atau daur yang dmulai dari munculnya atau pecahnya tunas pertama sampai dengan pecah tunas berikutnya = Organ-organ yang tidak mampu memenuhi fotosintat untuk kebutuhan sendiri, sehingga harus mengimpor dari organ yang berfungsi sebagai source = Organ tanaman yang sudah mampu memenuhi fotosintat untuk kebutuhan sendiri atau mengekspor sebagian hasil fotosintesisnya untuk organ lain yang membutuhkan (sink), biasanya source tersebut adalah daun yang telah terbuka penuh. = Studi untuk memberikan bobot agronomi terhadap suatu nilai analisis jaringan tanaman. Dengan demikian dapat ditentukan apakah suatu angka tergolong rendah, sedang atau tinggi. = Stadia pertumbuhan tunas yang dimulai dari pecah (tunas awal) sampai dengan perkembangan tunas mencapai ukuran maksimum pada stadium trubus dewasa PENDAHULUAN Latar Belakang Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah spesies terbaik dari genus Garcinia, merupakan buah tropika asli Indonesia yang paling banyak digemari oleh pasar mancanegara. Manggis dapat diterima dengan baik di pasar internasional, sehingga sampai-sampai ada ungkapan bahwa buahnya paling nikmat di seluruh dunia. Hal ini karena perpaduan dari keindahan warna kulit dan daging buah serta kenikmatan rasanya (Fairchild 1915). Kenikmatan rasanya seperti kombinasi rasa nenas, apricot dan jeruk. Penampilan juga indah sekali, bulat seperti bola yang seimbang menyenangkan, daging buahnya yang putih seperti salju, sedap dipandang mata, dengan tekstur lembut seperti es krim (Morton 1987). Hume (1974) menjuluki manggis dengan sebutan queen of fruits, the finest fruit of the tropics, atau ratunya buah-buahan tropika. Saat ini Indonesia merupakan pengekspor manggis utama di pasar internasional. Ekspor manggis Indonesia meningkat tajam dari tahun 1992 hingga sekarang, dan mulai tahun 2000 hingga tahun 2006 manggis menempati urutan pertama dalam ekspor buah segar Indonesia, dengan volume ekspornya mencapai 44% dari total ekspor buah-buahan Indonesia. Pada tahun 2005 volume ekspor manggis 8,47 ribu ton dengan nilai devisa US$ 6,91 juta (Departemen Pertanian 2006). Negara tujuan utama ekspor manggis Indonesia adalah Taiwan, Hong Kong, China, Uni Emirat Arab, Singapura, Saudi Arabia dan negara-negara Eropa (Budiastra 2000). Meningkatnya pangsa pasar buah primadona ekspor Indonesia ini disebabkan rasanya dapat diterima dan disukai oleh semua bangsa di dunia, selain itu nilai gizinya juga cukup baik dan manfaatnya sebagai obat. Dengan terbukanya pangsa pasar dan meningkatnya nilai ekonomis manggis pada beberapa tahun belakang ini, penanaman secara komersial seharusnya telah dilakukan. Akan tetapi, sebagian besar manggis yang diperdagangkan di dalam negeri maupun untuk ekspor berasal dari tanaman tua yang sudah berumur puluhan tahun dan masih dibiarkan begitu saja, serta belum dikelola dengan baik, sehingga produktivitas dan kualitas yang dihasilkan masih rendah. Untuk itu sewajarnya permintaan yang tinggi terhadap buah manggis tersebut diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan kualitas. 2 Rumusan Masalah Produktivitas dan kualitas rata-rata nasional manggis Indonesia masih rendah. Produksi rata-rata per pohon hanya berkisar antara 30–70 kg (Poerwanto 2002a), sedangkan dari total produksi tersebut hanya 25% yang termasuk kualitas layak ekspor (Indriyani et al. 2002). Sementara itu, produksi manggis di Malaysia dan India yang telah dikelola dengan baik mencapai 200–300 kg/ pohon (Poerwanto 2002a). Rendahnya produksi manggis di Indonesia salah satunya disebabkan tidak ada, atau terbatasnya usaha pemupukan. Hal ini karena belum tersedianya pengetahuan mengenai hara mineral yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi (Poerwanto 2002b). Kalaupun ada sebagian kecil tanaman manggis yang dipupuk oleh petani, akan tetapi belum rasional dan secara ilmiah (scientific). Pemupukan yang rasional dan scientific aapabila didasari pada potensi atau status hara dan kebutuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan filosofi pemupupukan yaitu ‘pupuk merupakan tambahan hara ke dalam tanah bila tanah tidak mampu menyediakannya bagi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum’ (Dahnke dan Olson 1990). Ada beberapa pendekatan agar pemberian pupuk dilakukan secara tepat, yaitu dengan analisis tanah, analisis tanaman, percobaan screen house atau pot, memperhatikan gejala defisiensi dan melakukan percobaan lapangan (Lozano 1990). Analisis tanah banyak digunakan sebagai alat manajemen untuk tanaman semusim, seperti tomat, jagung dan kacang-kacangan. Analisis tanah untuk pohon buah-buahan agak sulit diinterpretasikan, karena korelasi antar hasil analisis tanah dan produksi buah sering kali tidak baik (Poerwanto 2003). Pendekatan analisis tanah dan percobaan screen house atau pot untuk tanaman manggis dewasa juga sulit dilakukan, karena manggis mempunyai pohon yang tinggi dan akar yang menyebar secara vertikal sehingga pengambilan sampel tanah seringkali kurang terwakili. Penentuan kekurangan dan kelebihan hara mineral dengan jalan memperhatikan gejala abnormal, dapat dilakukan terutama bagi mata yang sudah terlatih, hal ini disebabkan gejala abnormal bisa saja disebabkan gangguan oleh hama dan atau penyakit. Untuk memastikan penyebab ketidak normalan tersebut perlu dilakukan analisis jaringan tanaman. 3 Analisis jaringan tanaman lebih praktis dilakukan untuk mengetahui status hara pada tanaman manggis dari pada cara lain. Status hara pada jaringan tanaman juga merupakan gambaran status hara dalam tanah. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa kosentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah. Persoalannya daun yang mana yang akan digunakan sebagai daun sampel, hal ini belum diketahui. Pengambilan contoh daun yang tepat dapat dilaksanakan apabila perubahan konsentrasi hara sepanjang periode perkembangan tanaman mempunyai korelasi terbaik dengan hasil. Bila daun sampel telah diketahui maka dapat digunakan untuk mengdiagnosis status hara dan menyusun rekomendasi pemupukan pada tanaman manggis. Berdasarkan permasalahn tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan daun sampel untuk menentukan status hara N, P dan K dan petunjuk penyusunan rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman manggis. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Mendapatkan daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman manggis. Daun yang tepat adalah daun yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi N, P dan K daun dengan hasil. Daun yang mempunyai korelasi terbaik tersebut digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman manggis. Untuk analisis daun berikutnya, hanya daun yang direkomendasikan oleh uji korelasi ini yang dijadikan daun sampel. 2. Mendapatkan status hara N, P dan K dan dosis pupuk optimum N, P dan K untuk hasil maksimum pada tanaman manggis. Melalui penelitian uji kalibrasi diperoleh makna nilai analisis jaringan daun dari laboratorium menjadi data interpretasi, yaitu apakah kandungan N, P, dan K dalam daun tersebut statusnya tergolong kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi. Hanya tanaman yang tergolong kandungan haranya sangat rendah hingga sedang saja yang perlu aplikasi pemupukan. Oleh karena itu penelitian ini dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam menyusun rekomendasi kebutuhan pupuk untuk tanaman manggis. Tersedianya rekomendasi pupuk 4 berdasarkan status hara tidak hanya memenuhi kebutuhan untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum tetapi juga menghindari kelebihan pupuk di luar kebutuhan tanaman. Hal ini tentu akan menguntungkan secara ekonomi bagi petani. 3. Mendapatkan gejala kekurangan dan kelebihan N, P dan K pada bibit manggis. Dengan didapatkan kriteria gejala kekurangan dan kelebihan hara telah cukup membantu dalam mendiagnosis gangguan hara, terutama bila dilakukan oleh yang ahli atau yang sudah berpengalaman. Gejala khas sering membantu untuk mengetahui fungsi suatu unsur pada tumbuhan dan pengetahui akan gejala tersebut menolong para petani untuk memastikan bagaimana serta kapan harus memupuk tanaman. Dalam beberapa kasus hasil diagnosis berdasarkan gejala visual dapat langsung digunakan sebagai rekomendasi pemupukan. Sebaliknya, sering pula terjadi hasil diagnosis gejala visual belum cukup untuk merekomendasikan pemupukan sehingga diperlukan analisis tanaman. Kerangka Pemikiran Sebetulnya sudah lama diketahui bahwa ada dua cara pendekatan untuk mengetahui apakah tanaman perlu di pupuk atau tidak. Pendekatan pertama adalah diagnosis gejala secara visual dan pendekatan kedua adalah analisis tanaman (Grundon 1987; Marschner 1995; Baligar dan Duncan 1990). Gejala defisiensi atau toksisitas secara visual telah cukup membantu dalam mendiagnosis gangguan hara, terutama bila dilakukan oleh orang yang telah berpengalaman. Gejala abnormal dapat ditemukan apabila tanaman tidak mendapat hara yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan abnormal juga akan terjadi bila tanaman menyerap hara melebihi kebutuhan untuk bermetabolisme. Jaringan tanaman yang umumnya digunakan untuk analisis adalah daun. Hal ini karena daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis dan metabolisme lainnya yang sangat aktif. Daun juga merupakan salah satu tempat penyimpanan karbohidrat dan mineral. Hara yang ada pada daun tidak hanya berperan dalam fotosintesis tetapi juga menggambarkan status hara aktual dalam tanaman. Selain itu daun adalah jaringan yang selalu banyak tersedia untuk dianalisis (Mooney 1992). 5 Ada dua faktor utama dalam menentukan status hara tanaman buahbuahan yaitu umur dan posisi daun. Pada tanaman manggis, posisi daun tidak menunjukkan perbedaan konsentrasi N, P dan K. Perbedaan hanya ditemukan pada konsentrasi N dari arah Timur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan arah Barat, Selatan dan Utara (Poovarodom et al. 2002). Umur daun penting diperhatikan untuk daun sampel, hal ini terkait dengan perubahan fungsi daun sebagai sink dan source. Daun-daun muda berfungsi sebagai sink sehingga harus mengimpor hara-hara mineral dan fotosintat dari organ lain yang berfungsi sebagai source untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam jumlah yang banyak. Sebaliknya daun-daun dewasa berfungsi sebagai source sehingga dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengekspor hara-hara mineral dan fotosintat ke organ-organ lain yang membutuhkan (sink) (Marschner 1995). Analisis daun telah digunakan sebagai petunjuk dalam mendiagnosis masalah hara dan sebagai dasar rekomendasi pemupukan pada tanaman buahbuahan di berbagai negara (Smith 1962; Leece 1976; Shear dan Faust 1980). Sedangkan pada tanaman buah-buahan di Indonesia hal ini masih jarang dilakukan. Menurut Idris (1996); Leiwakabessy dan Sutandi (2004) ada beberapa tujuan analisis jaringan daun antara lain: (1) Mendiagnosis atau memperkuat diagnosis gejala yang terlihat (2) mengidentifikasi gejala yang terselubung (3) mengetahui kekurangan hara sedini mungkin (4) sebagai alat bantu dalam menentukan rekomendasi pupuk. Analisis daun digunakan sebagai pedoman dalam mendiagnosis status hara dan penyusunan rekomendasi pupuk, dengan cara uji korelasi, uji kalibrasi dan uji optimasi. Uji korelasi konsentrasi hara daun dengan hasil bertujuan mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam daun pada umur tertentu dengan hasil yang dapat dipasarkan. Daun tersebut akan dijadikan sebagai daun sampel. Setelah mendapatkan umur daun yang tepat untuk mendiagnosis status hara pada tanaman manggis, maka nilai indeks analisis daun tersebut perlu dikalibrasikan dengan hasil yang dapat dipasarkan, uji ini disebut uji kalibrasi. Uji kalibrasi memberikan makna nilai agronomis bagi angka-angka analisis daun sehingga menjadi data interpretasi. Data interpretasi tersebut 6 dikelompokan pada kategori status hara sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi (Marschner 1995). Hanya tanaman-tanaman yang mempunyai status hara sangat rendah hingga sedang saja yang perlu aplikasi pemupukan. Selain itu, penggunaan beberapa model statistik juga telah membantu dalam menentukan status hara berbagai tanaman dan menyusun rekomendasi pemupukan (Dahnke dan Olson 1990). Oleh karena itu, untuk menyusun rekomendasi pupuk pada tanaman manggis perlu didapatkan daun yang tepat sebagai daun sampel, sehingga daun tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan kategori status hara serta model yang sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk. Mendapatkan gejala secara visual kekurangan atau kelebihan hara juga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan rekomendasi pemupukan. Rekomendasi pupuk yang tepat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil secara maksimum. Bagan alur pelaksanaan penelitian disajikan pada Gambar 1. Hipotesis 1. Konsentrasi N, P dan K di daun bervariasi dengan berbedanya umur daun dan setiap umur daun mempunyai keeratan hubungan yang berbeda dengan hasil pada tanaman manggis. 2. Terdapat hubungan antara konsentrasi N, P, dan K daun dengan hasil pada tanaman manggis. 3. Terdapat kaitan antara kebutuhan pupuk N, P dan K dengan status hara pada daun tanaman manggis. 4. Terdapat gejala yang berbeda dan spesifik pada kondisi kekurangan, kecukupan dan kelebihan N, P dan K pada bibit manggis. 7 MEMBANGUN REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN MANGGIS Tanaman dewasa di lapangan Tanaman bibit di rumah kaca Uji korelasi kosentrasi hara N, P, K beberapa umur daun dengan hasil dan kualitas buah Pengaruh berbagai dosis hara nitrogen, fosfor dan kalium pada tanaman bibit manggis Menentukan daun yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi N, P, K daun dengan produksi dan kualitas buah Mengamati gejala kekurangan dan kelebihan hara N, P dan K pada bibit manggis Uji kalibrasi hara N, P dan K mengunakan analisis jaringan daun Mengukur kisaran konsentrasi hara N, P dan K daun pada kondisi kekurangan dan kelebihan Menentukan status hara N, P dan K berdasarkan analisis jaringan daun Menentukan dosis optimum pupuk N, P, K untuk produksi maksimum Menentukan dosis optimum pupuk N, P, K untuk pertumbuhan maksimum Gambar 1 Bagan alur pelaksanaan kegiatan penelitian TINJAUAN PUSTAKA Karateristik Tanaman Manggis Manggis (Garcinia mongostana L.) termasuk famili Guttiferae dan merupakan tanaman tropika basah. Genus Garcinia terdiri lebih dari 400 spesies dan 40 spesies diantaranya dapat dimakan (Verheij 1992). Tanaman manggis merupakan tanaman asli Asia Tenggara yang tumbuh secara luas di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Lokasi penyebarannya terletak pada zone 10° lintang utara sampai 10° lintang selatan (Cox 1988; Richards 1990). Hanya dalam waktu dua abad tanaman manggis telah menyebar ke daerah-daerah tropika lainnya, di antaranya Birma, Srilangka, Madagaskar, India Selatan, Cina, Brazil dan sebagian Australia bagian utara (Almeyda dan Martin 1976), dan sejumlah kecil perkebunan manggis telah dibuka di Hawaii, Honduras,Guatemala, Florida Selatan dan Cuba (Campbell 1967). Botani Tanaman Manggis Manggis merupakan salah satu tanaman tropika yang pertumbuhannya lambat tetapi umurnya panjang. Tanaman yang berasal dari biji umumnya membutuhkan 10-15 tahun untuk mulai berbuah. Manggis tergolong evergreen, mempunyai pohon lurus dengan percabangan simetris dan teratur, ukuran kanopi sedang berbentuk piramida dengan tajuk yang rimbun sehingga cocok untuk pohon peneduh, dengan tinggi pohon mencapai 10-25 m dan diameter batang 2535 cm (Cox 1988; Verheij 1992). Kulit kayu berwarna coklat tua hingga kehitaman. Ranting muda bewarna hijau dan berubah coklat dengan bertambahnya umur. Getah kuning atau resin ada pada semua jaringan utama tanaman (Yaacob dan Tindall 1995). Pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar/ kerajinan (Menristek 2002) . Daun manggis letaknya berhadapan, bentuknya membujur bulat panjang (lonjong), bagian pucuknya tajam dengan tekstur tebal dan kasar (Zomlefer 1994). Panjang daun berkisar antara 15-25 cm dan lebarnya 7-13 cm. Permukaan atas daun mengkilap, licin tebal dan berwarna hijau muda hingga hijau tua tergantung umurnya, sedangkan bagian bawahnya bewarna hijau muda hingga kekuningan (Cox 1988). 9 Dibandingkan dengan pohon buah lain, manggis memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang. Menurut Wiebel (1993) lambatnya pertumbuhan bibit disebabkan oleh sistem perakaran yang buruk, akar bersifat rapuh, petumbuhannya lambat dan peka terhadap kondisi lingkungan. Pada semua stadia pertumbuhan, akarnya sama sekali tidak memiliki bulu akar (Jawal et al. 2003). Manggis tergolong tanaman yang bersifat unseksual. Bunga-bunganya berada diujung ranting, bergagang pendek dan tebal, berdiameter sekitar 5-6,2 cm, daun kelopak empat helai tersusun dalam dua pasang, daun mahkota juga empat helai tebal dan berdaging, bewarna hijau kuning dengan pinggiran kemerahmerahan. Benang sari semu biasanya banyak, berseri 1-2, panjangnya kira-kira 0,5 cm, bersifat rudimenter (bunga jantan tidak berkembang) yaitu tumbuh kecil kemudian mengering sehingga tidak berfungsi. Bakal buah tidak bertangkai, berbentuk agak bulat, berongga 4-8, memiliki kepala putik yang tidak bertangkai, bercuping 4-8 (Richards 1990; Verheij 1992; Sunaryono 1988; Yaacob dan Tindall 1995). Buah manggis merupakan buah yang mempunyai kulit tebal, mudah dipecah, daging buahnya mempunyai rasa manis serta asam (Pantastico 1986). Kulit buah mempunyai substansi pahit karena mengandung tanin dan xantonin (Martin 1980). Akan tetapi tanin, pektin, dan resin pada kulit manggis dapat diekstrak sebagai bahan pewarna (Sen at al. 1982). Buah muda berwarna hijau dan bila telah tua berubah menjadi ungu kehitaman. Buah yang masih muda banyak mengandung getah berwarna kuning yang semakin berkurang seiring tingkat kemasakan buah, dan setelah buah matang sempurna buah tidak bergetah (Satuhu et al. 1993). Buah manggis berbentuk bulat, dengan diameter 3,5-7 cm. Bijinya bersifat apomiksis yaitu biji tidak terbentuk secara kawin sehingga mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya. (Verheij 1992; Yaacob dan Tindall 1995). Buah manggis mempunyai 4-8 segmen/juring dengan ukuran yang berbeda-beda, dan setiap segmen mengandung 1 bakal biji yang diselimuti oleh daging buah (aril) bewarna putih (kadang-kadang transparan), empuk, manis dan mengandung sari buah. Tidak semua bakal biji dalam segmen dapat berkembang 10 menjadi biji. Umumnya hanya 1-3 bakal biji yang dapat berkembang menjadi biji (Martin 1980). Daging buah sebagian besar merupakan air (83,00%), dan karbohidrat berkisar 15,60 hingga 19,80 gram dari 100 gram yang dapat dimakan. Kalori yang dihasil dari 100 gram bagian yang dapat dimakan adalah 63 kkal (Departemen Kesehatan RI 1990; Ming 1990). Lebih lanjut nilai gizi manggis dalam 100 g daging buah disajikan pada Tabel 1. Selain mempunyai nilai gizi yang memadai manggis juga mempunyai beberapa manfaat antara lain sebagai buah kaleng, dibuat sirop/sari buah. Secara tradisional buah manggis adalah obat sariawan, wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Selain itu Hume (1974) melaporkan bahwa kulit buah manggis mengadung tannin dan telah diuji berguna sebagai obat disentri, diare kronis dan infeksi kandung kemih (sistitis). Tabel 1 Komposisi kimia buah manggis dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan Sumber Komponen Dep.Kes RI (1990) CK-Ming, 1990 83,00 63,00 0,60 0,60 15,60 8,00 12,00 0,80 0,03 2,00 - 79,2 0,50 19,8 11,0 17,00 0,90 0,09 0,06 0,10 66,00 14,00 0,63 Air (g) Kalori (Kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B5 (mg) Vitamin C (mg) Vitamin A (IU) Asam sitrat (g) Syarat Tumbuh Tanaman Manggis Tanaman Manggis dapat tumbuh baik pada dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut. Di daerah tropis, dengan bertambah tingginya tempat tumbuh akan bertambah lambat pertumbuhan dan semakin lama permulaan berbunganya (Verheij 1992). Ketinggian optimum supaya manggis 11 dapat tumbuh dengan baik adalah 460-610 m di atas permukaan laut. Iklim yang paling cocok untuk tanaman manggis adalah daerah dengan udara lembab, curah hujan merata sepanjang tahun (1.500-2.500 mm/thn) dengan iklim kering pendek (Yaacob dan Tindall 1995). Untuk pertumbuhan yang baik tanaman manggis membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan dengan musim kering yang pendek untuk menstimulir pembungaan. Meskipun demikian manggis dapat tumbuh baik pada tempat lain apabila air tersedia pada musim kemarau. Suhu udara berkisar 25-35 °C sangat menunjang pertumbuhannya. Pada suhu di bawah 20 °C pertumbuhan terhambat. Suhu di bawah 5 °C dan di atas 38 °C merupakan suhu letal bagi tanaman manggis (Verheij 1992; Yaacob dan Tindall 1995). Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung berpasir, gembur, kaya kandungan bahan organik dengan drainase baik. Permeabilitas tanah baik dengan kelembaban tinggi, tetapi tidak menggenang. Persyaratan tanah seperti itu dibutuhkan terkait dengan lemahnya sistem perakaran, baik pada saat seedling maupun setelah tanaman dewasa (Yaacob dan Tindall 1995). Tanah yang tergenang air akan menggangu pertumbuhan akar dan mengurangi laju fotosintesis (Hume, 1974). Yaacob dan Tindal (1995) menambahkan bahwa pH tanah optimum untuk tanaman manggis berkisar antara 5,5-7,0 tetapi belum ada penelitian yang detail mengenai pH yang terbaik. Pertumbuhan Tanaman Manggis Tanaman manggis mempunyai masa juvenile yang lama. Kalau diperbanyak dengan biji, pohon manggis baru dapat berbuah pada umur 10-15 tahun. Namun menurut Yaacob dan Tindall (1995) dengan manajemen budidaya yang optimal dan intensif periode juvenile dapat dikurangi menjadi 8-10 tahun. Di Thailand dilaporkan bahwa manggis telah berbuah pada umur 5-6 tahun yang berasal dari bibit yang telah dipelihara di pembibitan selama 3-5 tahun. Perbanyakan vegetatif dengan penyambungan juga dapat memperpendek umur pohon mulai berbuah menjadi lima tahun, tetapi agar batang bawah dapat disambung perlu dipelihara selama dua tahun. Disebutkan bahwa fase juvenile manggis berakhir bila tanaman telah memproduksi 16 pasang tunas lateral (Jawal et al. 1989). 12 Lambatnya pertumbuhan manggis disebabkan karena buruknya sistem perakaran, sehingga penyerapan air dan hara lambat, laju fotosintesis rendah. Laju pembelahan sel pada meristem pucuk rendah, dan masa interflush atau dormansi tunas lama (Poerwanto 1998; Wiebel et al. 1994; Ramlat et al. 1992). Akar manggis sedikit, tidak mempunyai bulu akar, pertumbuhan akar lambat, mudah rusak dan terganggu akibat lingkungan yang kurang menguntungkan (Richards 1990; Yaacob dan Tindall 1995; Rais et al. 1996). Masa interflush atau dormansi pada manggis sangat panjang. Frekuensi terjadinya flush pada tanaman manggis tergantung umur tanaman. Menurut Yaacob dan Tindall (1995) dalam kurun waktu satu tahun, tanaman manggis muda mengalami enam kali flush sedangkan tanaman dewasa hanya menghasilkan satu sampai dua kali flush. Pada kondisi terkontrol interval flush setiap 40-45 hari selama 18 bulan pertama (Downton et al. 1990). Di antara masa flush, tunas terminal mengalami masa dorman (Hume 1974). Aspek fisiologi dari interflush yang panjang tersebut pada manggis belum banyak diketahui. Dormansi tunas pada tumbuhan berkayu adalah suatu periode dimana jaringan yang mengandung meristem (tunas) tidak tumbuh atau mengalami masa istirahat pada saat-saat tertentu (Lang 1994). Dormansi tunas pada tanaman disebabkan oleh rendahnya giberelin dan atau tingginya abscisic acid (Dennis, 1994), dan berhubungan dengan aktivitas enzim (katalase, glukose 6-osfoglukonat dehidrogenase dan isositrat dehidrogenese ) selama pertumbuhan aktif ke dorman dan sebaliknya. (Lang 1994; Fuchigami dan Nee 1987). Wiebel (1993) mendapatkan bahwa semua hormon pertumbuhan yang mengandung giberelin sangat efektif dalam memecah dormansi tunas manggis, terbukti dengan meningkatnya jumlah flush pada tanaman manggis umur empat tahun selama enam bulan setelah aplikasi (10,9 kali flush) dibandingkan pada kontrol (7,6 kali flush). Oleh karena itu diduga GA3 pada saat flush konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman manggis pada kondisi dorman. Secara ontogenesis daun-daun pada terminal flush dapat dibedakan menjadi tiga stadia, yaitu (1) muda (immature), daun sedang mengalami perluasan (expanding) sampai 50% dari ukuran luas daun maksimal, dari sejak muncul sampai dua minggu setelah pecah tunas. (2) semi dewasa (semi mature), daun 13 telah terbuka penuh (fully expanded), umurnya lima minggu setelah pecah tunas, kandungan klorofil daun dan kapasitas fotosintesis masih meningkat, dan (3) dewasa (mature), daun telah dewasa (fully mature), delapan minggu setelah pecah tunas (Wiebel 1993; Wiebel et al. 1994). Disebutkan pula bahwa selama periode pertumbuhan tunas terminal pucuk utama membentuk flush baru, beberapa tunas terminal cabang masih tetap dorman. Rata-rata ukuran daun sangat dipengaruhi oleh pola percabangan pada pucuk. Umumnya ukuran daun rata-rata semakin meningkat sampai flush 9-11, dan daun-daun yang muncul dari flush cabang lebih kecil dari flush batang utama. Terbentuknya cabang primer umumnya terjadi setelah tanaman menghasilkan 812 pasang daun, tergantung kondisi lingkungan (Downton et al. 1990). Menurut Wiebel (1993) peningkatan luas daun pada manggis telah sempurna empat minggu setelah tunas pecah, namun untuk menjadi dewasa daun manggis perlu waktu dua bulan. Kandungan klorofil meningkat sampai minggu ke-10, sedangkan laju fotosintesis konduksi stomata dan laju transpirasi daun yang berumur 8-9 minggu levelnya sama dengan daun yang berkembang penuh. Pemupukan pada Tanaman Manggis Pada umumnya pohon manggis yang telah berproduksi sekarang ini berasal dari tanaman tua yang sudah berumur puluhan tahun dan tanaman tersebut jarang dipupuk, hanya kadang-kadang diberi pupuk kandang. Walaupun dari beberapa hasil penelitian yang sangat terbatas diketahui bahwa secara umum manggis mempunyai respon yang baik terhadap pemupukan, termasuk penggunaan pupuk cair dan pupuk organik yang biasa digunakan sebagai mulsa (Yaacob dan Tindal 1995). Terbatasnya informasi pemupukan untuk tanaman manggis menyebabkan rekomendasi yang ada disusun berdasarkan pengalaman dan praktek tradisional (Yaacob dan Tindal 1995). Seperti Tabel 2, rekomendasi pemupukan yang dikeluarkan oleh Direktorat Tanaman Buah bekerjasama dengan Balitbu, IPB dan beberapa instansi lainnya, tentang pedoman pemupukan berdasarkan standar operasional (SPO) untuk beberapa umur tanaman manggis. Rekomendasi pupuk ini sebagian besar berdasarkan pengalaman petani di Kaligesing Purworejo. 14 Yaacob dan Tindall (1995) merangkum beberapa hasil penelitian dan kebiasaan petani untuk pemupukan di Malaysia dan Thailand, rekomendasi pupuk majemuk pada manggis adalah nitrogen, fosfor, dan kalium (NPK). Perbandingan N, P2O5 dan K2O direkomendasikan bervariasi diantaranya 15:15:10; 10:10:9; 10:10:14; dan 9:24:24, perbandingan terakhir umumnya digunakan pada pohon menjelang periode pemasakan buah. Selain itu, penggunaan nitrogen dalam bentuk cair secara tidak langsung dianjurkan sebagai pupuk daun tetapi belum ada penyusunan rekomendasi yang lebih rinci. Tabel 2 Rekomendasi pemupukan manggis berdasarkan umur tanaman Umur tanaman Pupuk anorganik (g/pohon) SP36 KCl 200 200 25 25 Pupuk kandang (kg) 20 20 Sebelum tanam 1 – 2 tahun Urea 200 50 > 2 – 4 tahun 100 50 50 20 > 4 – 6 tahun 200 100 100 40 > 6 – 8 tahun 400 800 800 40 > 8 – 10 tahun 800 1500 1500 80 > 10 tahun 1000 2500 1500 80 Sumber: Pengalaman petani Kaligesing Purworejo Pemberian pupuk pada lobang tanam manggis berkisar antara 100-150 g fosfat dan 200-300 g kapur (jika tanah masam). Pupuk majemuk NPK dengan perbandingan N, P2O5 dan K2O adalah 10:10:10 sebanyak 200 g/lobang dapat juga dipakai sebagai penganti superfosfat. Bagi tanaman kuat pemberian sulfat dan amoniak 50-100 g/pohon setiap bulan akan memberikan pertumbuhan vegetatif yang cepat. Pemberian ini dilanjutkan sampai 6 bulan setelah tanam (Yaacob dan Tindal 1995). Rata-rata pemberian pupuk untuk manggis akan meningkat secara bertahap sesuai dengan pertumbuhan vegetatif tanaman. Menjelang panen pertama yaitu sekitar umur 8 tahun setelah tanam, di Thailand diberikan campuran pupuk NPK (10:10:9) dengan peningkatan secara bertahap seperti Tabel 3. pupuk diberikan dua kali dengan jumlah yang sama yaitu pada awal dan akhir musim hujan (Yaacob dan Tindal 1995). 15 Husin dan Chinta (1989) membuat rekomendasi perlakukan pemupukan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman manggis pada tanah yang kesuburannya rendah seperti Ultisol dan Oxisol. Rekomendasi pemupukan ini adalah NPK 15:15:15 sebanyak 0,5-1 kg/pohon bersamaan dengan pupuk organik untuk tanaman muda. Jumlah pupuk ditingkatkan sesuai dengan bertambahnya umur tanaman, pohon dewasa menerima campuran NPKMg 12:12:17:2 sebanyak 2,5 kg/pohon/tahun (Yaacob dan Tindal 1995). Tabel 3 Pemberian pupuk NPK (10:10:9) rata-rata tahunan pada tanaman manggis di Thailand Umur tanaman (tahun) 1–2 Dosis (kg/pohon) 0,25 2–4 0,50 4–6 1,00 6–8 2,00 8 – 10 4,00 10 + 7,00 Sumber: Yaacob dan Tindal (1995). Rekomendasi yang cukup bervariasi telah diberikan untuk stimulasi pembungaan dan pembuahan, terutama pemasakan buah pada pohon dewasa. Dalam hal ini peningkatan kandungan pupuk nitrat dan kalium setelah 8 tahun untuk merangsang pembuahan, termasuk juga unsur hara mikro. Periode setelah panen juga perlu diperhatikan, pada beberapa daerah pemberian pupuk sangat penting untuk stimulasi pertumbuhan vegetatif baru. Pupuk diberikan biasanya setelah pemangkasan (Yaacob dan Tindal 1995). Di Hainan, China, pupuk NPK diberikan tiga kali setahun kepada pohonpohon manggis dewasa yang berbuah banyak. Pemberian dilakukan biasanya sebelum pembungaan, setelah pembentukan buah dan setelah panen. Jumlah setiap kali pemberian adalah 0,25 kg/pohon dengan tambahan fosfat sebanyak 0,5 kg/pohon pada pemberian terakhir setelah panen. Pupuk kandang sebanyak 20-25 kh/pohon juga ditambahkan pada pemupukan terakhir (Yii 1987). 16 Pupuk biasanya diberikan melingkar sebatas tajuk tanaman dan diaduk dengan tanah pengolahan ringan. Pemberian pupuk diikuti dengan pemberian air kecuali pada cuaca lembab (Yaacob dan Tindal 1995). Pupuk organik biasanya dalam bentuk mulsa digunakan secara teratur dan diulangi lagi, terutama pada musim kering. Di India Selatan pemberian 45-90 kg pupuk kandang dan 5-7 kg brangkasan kacang tanah digunakan setiap tahun pada tiap tanaman (Krishnamurthi dan Rao 1962). Dari data-data diatas diketahui bahwa pemupukan pada tanaman manggis masih sangat beragam dan tidak ada standar yang akurat sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Pada hal di dalam ilmu pemupukan menurut Olson et al. (1982) terdapat tiga filosofi rekomendasi pemupukan. Filosofi pertaman adalah nisbah kejenuhan kation (Cation saturation ratio). Tanah yang ideal adalah tanah basa yang dapat mempertukarkan 65% kalsium, 10% magnesium, dan 5% kalim atau rasio Ca/Mg = 65; Ca/K = 13 dan Mg/K = 2. Diluar rasio ini Mg atau K akan difisiensi. Hasil penelitian di Nebraska pada jagung menunjukan bahwa konsep ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan pupuk. Selain itu, filosofi ini punya kelemahan karena hanya terbatas pada tiga unsur Ca, Mg dan K. Filosofi kedua adalah mempertahankan hara tanah (Nutrient maintenance concept). Filosofi ini adalah pengantian sejumlah hara yang hilang atau sejumlah hara harus ditambahkan sesuai jumlah yang diambil oleh tanaman. Filosofi ini untuk tanah yang subur tidak bisa diterapkan karena pada tanah yang subur tidak diperlukan pemberian pupuk, disamping itu pada daerah yang curah hujannya cukup tinggi kehilangan hara akibat pencucian (leaching) luput dari perhitungan filosofi ini. Filosofi terakhir adalah level kecukupan hara (Sufficiency level approach). Filosofi ini didasarkan pada uji kalibrasi antar analisis tanah dengan hasil tanaman. Penambahan pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman, diluar kemampuan tanah untuk menyediakannya. Filosofi ini cukup menjanjiankan karena hanya diperlukan sedikit usaha untuk menjaga hara tanah diatas level kecukupan. Filosofi nutrient suficiency level dianggap paling berhasil digunakan untuk memprediksi rekomendasi pupuk. Pendekatan filosofi ini adalah pemberian pupuk merupakan tambahan hara ke dalam tanah bila tanah tidak mampu 17 menyediakannya bagi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum. Pendekatan ini dapat menghindari pemborosan dan pencemaran lingkungan. Bentuk Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam Tanah Tanah merupakan sumber alami utama yang menyediakan faktor-faktor eksternal yang mengkontrol pertumbuhan seperti udara, air dan hara (Poerwanto 2003). Ketersedian hara dalam tanah sangat menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, karena struktur jaringan tanaman dibentuk dari unsurunsur. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, jumlah hara esensial dari waktu ke waktu mengalami penambahan dari 16 sekarang menjadi 21. Hara esensial dapat digolongkan ke dalam hara-hara makro, mikro dan unsur bermanfaat (beneficial elements) (Idris 1996). Hara makro dapat dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu: non mineral dan mineral (Poerwanto 2003). Hara non mineral terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen diperoleh tanaman dari atmosfir dan air. Hara mineral terdiri nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar, sedangkan hara makro lain kalsium, magnesium, dan sulfur pada umumnya digunakan dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan hara nitrogen, fosfor dan kalium. Hara mikro seperti besi, mangan, tembaga, seng, boron, molibdenum dan klorida digunakan dalam jumlah sangat sedikit. Beneficial elements merupakan hara yang keesensialannya tidak berlaku umum, hanya pada tumbuhan tertentu saja yaitu natrium, cobalt, vanadium, iodium (Idris 1996). Hara dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman hanya dalam bentukbentuk tertentu saja. Hara yang diserap oleh tanaman akan berperan dalam berbagai aktivitas metabolisme. Pembahasan berikut hanya dibatasi pada bentuk hara dalam tanah dan peranannya bagi tanaman khususnya hara makro nitrogen, fosfor dan kalium. Nitrogen Nitrogen (N) diserap oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion amonium (NH4+). Amonium (NH4+) merupakan salah satu bentuk kation nitrogen anorganik yang lebih banyak terdapat pada kondisi anaerob. Sedangkan pada kondisi aerob (oksidasi) sebagian dari amonium diserap oleh kompleks jerapan 18 ataupun difiksasi oleh mineral liat vermikulit dan smektit, dan sebagian lagi dioksidasi menjadi nitrat dengan bantuan bakteri autotrof nitrosomonas dan nitrobacter (Tisdale, Nelson dan Beaton 1985). Lebih dari 50% NH4+ yang diberikan akan mengalami nitrifikasi dalam waktu 28 hari dengan kadar air sekitar titik layu permanen, sedangkan pada tegangan air diturunkan sekitar 7 bar, dalam waktu 21 hari semua NH4+ akan berubah menjadi nitrit. Sedangkan Mengel dan Kirkby (1987) melaporkan bahwa semua dari amonium yang diberikan kedalam tanah akan berubah menjadi nitrat dalam waktu 14 hari. Proses pengambilan nitrogen oleh tanaman yaitu melalui pergerakan bentuk-bentuk ion nitrogen ke permukaan akar. Sebagian besar pergerakan N terjadi seperti NO3- dalam aliran konvektif air tanah ke akar-akar tanaman dipengaruhi oleh transpirasi tanaman pada bagian atas tanah. Karena daya tarik antara NO3- dan koloid tanah dapat diabaikan, NO3- adalah mobil dan dengan mudah terangkut ke akar-akar tanaman melalui aliran massa. Sebaliknya, daya tarik antara NH4+ dan koloid tanah adalah kuat. Ketika potensial pengambilan melebihi suplai dari aliran massa, maka konsentrasi bentuk-bentuk N pada permukaan akar berkurang dan proses difusi dimulai. Difusi kurang penting dalam banyak situasi pertanaman pada tanah-tanah yang berdrainase baik, kecuali terjadi sesuatu yang khusus. Suatu keadaan dimana difusi sangat penting terjadi yaitu pada budidaya padi sawah (Olson dan Kurtz 1985). Nitrogen ditemukan dalam bentuk organik dan anorganik dalam tumbuhan, yang bergabung dengan C, H, dan O serta kadang-kadang dengan S. Nitrogen organik dapat terakumulasi dalam tumbuhan, terutama dalam batang dan penyokong jaringan dalam bentuk nitrat (NO3), N organik terutama protein mempunyai berat molekul yang tinggi dalam tanaman (Jones 1998). Kebanyakan tanaman mengandung nitrogen 1,50-6,00% dari berat kering tanaman dengan nilai kecukupan 2,50-3,50% dalam jaringan daun. Suatu rentang yang lebih rendah 1,80 sampai 2,20% ditemukan pada kebanyakan tanaman buah dan rentang yang lebih tinggi 4,80 sampai 5,50% ditemukan pada jenis legum. Tanaman yang daya hasilnya tinggi akan mengandung 56 sampai 560 kg N/Ha. Nilai kritis sangat bervariasi, tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan, dan bagian tanaman (Jones 1988). 19 Fosfor Secara garis besar fosfor (P) dibedakan atas P anorganik dan P organik. Kandungan P anorganik di dalam tanah mineral selalu lebih tinggi dari P organik, kecuali pada tanah organik. Meskipun demikian pada lapisan olah , kadar P organik pada tanah mineral selalu lebih tinggi, karena adanya penimbunan bahan organik. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman maka P yang diserap tanaman berasal dari P larutan tanah (Tisdale, Nelson dan Beaton 1985). Sumber cadangan P banyak terdapat dalam kerak bumi. Hampir semua senyawa P yang dijumpai di alam, rendah daya larutnya. Fosfor dalam tanah mineral jumlahnya sedikit dan ketersediaannya bagi tanaman rendah, sehingga perlu tambahan dari luar melalui pemupukan (Brady 1990). Fosfor dalam bentuk organik terdapat dalam tumbuhan hidup dan hasil pelapukan binatang atau tumbuhan mati. Fosfor dalam bentuk organik terdiri dari asam nukleat dan fosfolipid (Soepardi 1983). Sedangkan P-anorganik digolongkan dalam dua kelompok, yaitu P-anorganik yang mengandung kalsium (Ca) dan P-anorganik yang mengandung alumunium (Al) dan besi (Fe) (Brady 1990). Pada reaksi tanah masam, P biasanya difiksasi oleh Al dan Fe sehingga ketersediannya rendah bagi tanaman dan pada tanah netral biasanya P difiksasi oleh kation Ca dan magnesium (Mg) menjadi bentuk yang kurang tersedia bagi tanaman (Leiwakabessy 1988). Pada umumnya kertersediaan P menurun di bawah pH 5,5 karena terfiksasi oleh Al, Fe, hidroksida, dan liat. Di atas pH 7,0 P difiksasi oleh Ca dan Mg (Hardjowigeno 2003). Tanaman biasanya mengabsorpsi fosfat dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan sebagian kecil dalam bentuk ion HPO4=. Setelah diserap tanaman, fosfat (dalam bentuk H2PO4-) akan berada dalam bentuk fosfat inorganik (Pi) atau dalam bentuk ester dengan kelompok hidroksil membentuk ikatan karbon (C-O-P) ester fosfat (gula fosfat) atau bergabung dengan fosfat lain membentuk ikatan pirofosfat yang kaya akan energi P-P misalnya ATP (Gardner, Pearce dan Mitchell, 1985; Salisbury dan Ross 1992). Kalium 20 Secara umum kalium dalam tanah terdapat dalam bentuk: (1) Kalium dalam mineral primer, (2) Kalium terfiksasi oleh mineral sekunder, (3) Kalium dapat dipertukarkan, dan (4) Kalium dalam larutan. Sedangkan berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman dapat digolongkan ke dalam: (1) Kalium relatif tidak tersedia, (2) Kalium lambat tersedia, dan (3) Kalium segera tersedia (Helmke dan Sparks 1996). Kalium dalam mineral primer merupakan kalium yang relatif tidak tersedia bagi tanaman. Menurut Tisdale, Nelson, dan Beaton (1985) sebagian besar dari kalium yaitu sekitar 90-98 % dari total K atau sekitar 5.000-25.000 ppm K yang ada di dalam tanah terdapat dalam bentuk relatif tidak tersedia bagi tanaman. Kalium ini sebagai komponen struktur kristal mineral seperti K-feldspar dan mika. Mineral ini sedikit tahan terhadap perubahan iklim dan mensuplai sejumlah kecil kalium selama satu musim (Soepardi 1983). Kalium yang terfiksasi pada mineral sekunder merupakan kalium yang lambat tersedia. Jumlahnya sekitar 1-10 % dari total K atau sekitar 50-750 ppm K yang terdapat dalam tanah. Kation K pada umumnya terfiksasi pada mineral liat 2:1 antara lembar silikat pada antar lapisan dan terfiksasi sangat kuat pada kondisi kekurangan air (Liu, Laird, dan Barak 1997). Kalium dalam bentuk terfiksasi ini tidak segera tersedia bagi tanaman, tetapi berada dalam bentuk keseimbangan dengan bentuk tersedia dan selanjutnya merupakan cadangan dalam bentuk kalium lambat tersedia. Kalium yang terdapat dalam bentuk yang dapat dipertukarkan dan terdapat dalam larutan tanah merupakan kalium yang segera tersedia. Jumlahnya sangat kecil yaitu hanya sekitar 1–2 % dari total K yang ada dalam tanah. Kalium dalam bentuk ini akan mudah mengalami pencucian sehingga yang dapat diserap oleh tanaman juga rendah (Soepardi, 1983; Tisdale, Nelson, dan Beaton 1985). Kalium yang dapat dipertukarkan terdapat dalam permukaan liat, dan akan tersedia ke dalam larutan melalui proses pertukaran kation. Kalium dalam bentuk ini berkorelasi dengan penyerapan dan produksi tanaman, tetapi tidak semua K yang terdapat dalam larutan dapat diambil oleh tanaman tergantung kepada daya serap permukaan tanah. 21 Kalium dalam tanah berada dalam empat bentuk, yaitu: (1) kation K+ dalam larutan tanah, (2) K+ yang dapat dipertukarkan dalam koloid tanah, (3) K+ yang terikat dalam kisi-kisi lempung (clay), dan (4) sebagai komponen mineral yang mengandung K. Antara K dalam larutan tanah, K yang dapat dipertukarkan, dan K yang terikat terdapat suatu keseimbangan. Ketika pupuk K diaplikasikan pada tanah, keseimbangan bergeser ke arah K yang dapat dipertukarkan dan yang terikat, suatu pergeseran yang merupakan kebalikan karena K berpindah dari larutan tanah akibat penyerapan akar. Karena konsentrasi anion meningkat dalam larutan tanah, kadar K juga meningkat. Walaupun keseimbangan Ca dan Mg terhadap K dalam tanaman sangat penting, penyerapan K tidak secara nyata dipengaruhi oleh kadar Ca tanah, karena Ca diserap tanaman melalui aliran massa, sedangkan K melalui difusi. Tetapi konsentrasi K yang tinggi akan menghambat serapan Mg dan Ca sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi Mg dan Ca (Jones 1998). Tanaman menyerap kalium dalam bentuk ion K+ (Anh 1993). Pengangkutan K dari larutan tanah ke akar tanaman terutama adalah melalui difusi dan aliran massa (Tisdale, Nelson, dan Beaton 1985). Hanya sebagian kecil (6-10 %) dari total kalium yang diperlukan tanaman diserap melalui kontak langsung antara akar dengan partikel tanah. Jumlah K tersedia yang tinggi dalam larutan tanah atau permukaan liat menyebabkan tanaman dapat menyerap kalium diatas kebutuhan normal yang dikenal luxury consumption (konsumsi berlebihan). Analisis Hara Kekurangan dan kelebihan hara mineral sangat sulit didiagnosis terutama bagi mata yang tidak terlatih. Hal ini disebabkan tanaman yang menunjukkan gejala abnormal dapat disebabkan oleh kekurangan hara mineral, kelebihan hara mineral, dan gangguan oleh hama penyakit. Selain itu menurut Idris (1996), suatu unsur tidak memiliki gejala yang khas, bisa menimbulkan gejala yang sama antar unsur, misalnya defisiensi nitrogen dengan defisiensi belerang yang sama-sama menimbulkan warna kuning pada daun. Adanya interaksi atau antagonisme diantara unsur hara. Untuk menjawab keragu-raguan diatas, analisis hara merupakan salah satu solusi. 22 Menurut Poerwanto (2003), untuk menentukan pemupukan perlu dilakukan analisis hara. Analisis hara akan menjadi sarana manajemen pemupukan agar pemberian pupuk dapat dilakukan dengan tepat. Ada dua pendekatan manajemen pemupukan, yaitu analisis tanah dan analisis jaringan tanaman. Uji tanah dan analisis tanaman merupakan suatu alat yang dapat digunakan mendiagnosa status kesuburan tanah maupun rekomendasi pemupukan. Rekomendasi pemupukan untuk tanaman manggis sampai saat ini belum tersedia secara lengkap. Dalam kaitannya dengan rekomendasi pemupukan, program uji tanah maupun analisis tanaman sekurang-kurangnya meliputi empat kegiatan, yaitu: (1) pengambilan contoh tanah maupun tanaman, (2) pekerjaan di laboratorium, yang meliputi pengekstrakan dan pengukuran, (3) interpretasi data, dan (4) rekomendasi pemupukan (Idris 1996). Analisis Tanah Analisis tanah adalah pengukuran konsentrasi elemen dalam tanah. Tetapi, prakteknya sekarang, analisis tanah berarti penentuan cepat bentuk yang tersedia secara biologis (bioavailable) dari hara tanaman untuk keperluan menentukan kebutuhan pupuk dalam produksi tanaman. Tetapi, ada perbedaan filosofi dalam menginterpretasikan hasil analisis (Poerwanto 2003). Ada tiga konsep yang berbeda yang biasanya digunakan dalam menginterpretasikan hasil analisis tanah ialah: (1) Nisbah kejenuhan kation (Cation saturation ratio), (2) mempertahankan hara tanah (Nutrient maintenance concept), (3) level kecukupan hara (Sufficiency level approach) (Olson et al. 1982). Sementara itu, penetapan rekomendasi pemupukan dengan analisis tanah didasarkan kepada respon tanaman terhadap pemupukan. Analisis tanah dapat dilakukan untuk menentukan status hara tanah, apakah dalam keadaan defisiensi, normal atau berlebihan (Widjaja 1993). Bagi tanah yang status haranya kurang perlu upaya penambahan hara dalam bentuk pupuk. Pemupukan yang baik adalah pemupukan berimbang yaitu pemupukan untuk mencapai status semua hara dalam tanah optimum untuk pertumbuhan, produksi dan kualitas suatu tanaman. Untuk hara yang telah berada dalam status optimum tidak perlu penambahan lagi, karena akan menimbulkan pencemaran lingkungan, terlebih bila statusnya dalam tanah sudah tinggi (Adiningsih et al. 1989). 23 Pengujian tanah secara objektif berfungsi (1) menentukan status unsur hara tanah yang tersedia dengan tepat, (2) untuk mengindikasikan defisiensi dan toksisitas dari berbagai tanaman, (3) merupakan dasar terhadap keperluan pemupukan yang dideterminasikan dan (4) untuk menggambarkan hasil dengan cara evaluasi ekonomi dari rekomendasi pemupukan yang dianjurkan. (Widjaja 1993). Susila (2002) menambahkan analisis tanah dapat sebagai peringatan dini bagi petani akan bahaya defisiensi dan menghindari kelebihan unsur hara itu sendiri. Tabel 4 Kriteria penilaian sifat kimia tanah Komponen sifat kimia tanah & metodenya C (%) N-total (%) C/N P2O5 (mg/100 g) (Mtd HCl) P2O5 (ppm) (Mtd Bray I) P2O5 (ppm) (Mtd Olsen) K2O (mg/100 g) (HCl 25%) KTK (me/100 g) Susunan kation: K (me/100 g) Na (me/100 g) Mg (me/100 g) Ca (me/100 g) Kejenuhan Basa (%) Kejenuhan Al; (%) pH H2O Sifat tanah sangat rendah rendah sedang tinggi sangat tinggi < 1,00 < 0,10 <5 < 10 < 10 < 10 < 10 <5 1,00-2,00 0,10-0,20 5-10 10-20 10-15 10-25 10-20 5-16 2,01-3,00 0,21-0,50 11-15 21-40 16-25 26-45 21-40 17-24 3,01-5,00 0,51-0,75 16-25 41-60 26-35 46-60 41-60 25-40 > 5,00 > 0,75 > 25 > 60 > 35 > 60 > 60 > 40 <0,1 0,1 < 0,3 <2 < 20 < 10 sangat masam <4,5 0,1-0,3 0,1-0,3 0,4-1,0 2,0-5,0 20-35 10-20 Masam 0,4-0,5 0,4-0,7 1,1-2,0 6,0-10 36-50 21-30 netral >1,0 >1,0 > 8,0 > 20 > 70 > 60 alkalis <4,5-5,5 6,6-7,5 0,6-1,0 0,8-1,0 2,1-8,0 11-20 51-70 31-60 agak alkalis 7,6-8,5 > 8,5 Sumber: Pusat Penelitian Tanah, 1983. Kegiatan analisis/uji tanah biasanya dibagi dalam empat fase yaitu (1) pengumpulan sampel tanah, (2) ekstraksi dan determinasi status unsur hara tanah (3) interpretasi hasil uji tanah dan (4) memformulasikan rekomendasi berdasarkan hasil yang diperoleh. Rekomendasi berdasarkan uji tanah guna memberikan sistem yang baik antara iklim-tanah dan tanaman, membutuhkan dua informasi (1) hubungan antara nilai uji tanah dan respon dari aplikasi unsur hara serta (2) jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk memcapai optimum atau tingkat kritis dari unsur hara. Dari uji tanah yang telah dilakukan bila dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara bagi masing-masing tanaman dapat diketahui status unsur 24 hara dalam tanah apakah termasuk dalam tingkat kurang, rendah, sedang, cukup atau tinggi. Kriteria penilaian sifat tanah/unsur hara secara umum disajikan pada Tabel 4. Analisis Jaringan Tanaman Analisis tanaman didasarkan kepada asumsi bahwa jumlah unsur hara yang terdapat di dalam tanaman mempunyai hubungan dengan keadaan hara yang terdapat dalam tanah. Dari hasil analisis tanaman akan didapatkan suatu kadar dari unsur tertentu dalam tanaman, dan ada kemungkinan bahwa kadar tersebut akan berada pada suatu titik yang kritis, dimana telah dibutuhkan tambahan unsur hara tersebut melalui pemupukan. Analisis jaringan tanaman umumnya adalah jaringan daun. Hal ini dikarenakan, daun paling baik dapat memberikan gambaran kandungan hara mineral dibandingkan organ-organ lain yang ada dalam tanaman (Grundon 1987). Oleh karena itu, daun paling sering digunakan sebagai sampel dalam analisis tanaman. Analisis daun dapat dipandang sebagai alat paling penting dalam menentukan kecukupan hara tanaman, sehingga sekarang ini, analisis tanaman merupakan metode yang terpercaya dalam mendiagnosis status hara pada berbagai jenis tanah maupun spesies tanaman (Poerwanto 2003). Penggunaan jaringan daun sebagai sampel perlu mempertimbangkan umur. Perbedaan umur daun tergantung jenis hara yang akan dianalisis. Untuk hara N, K dan Mg pada tanaman tomat daun dewasa lebih baik digunakan sebagai indikator status hara karena pada daun muda ketiga hara tersebut konsentrasinya konstan. Sebaliknya daun muda lebih cocok digunakan untuk mengetahui status hara Ca karena gejala defisiensi pertama kali terlihat pada daun tersebut (Marschner 1995). Hubungan antara komposisi hara dalam jaringan daun tanaman dengan hasil atau pertumbuhan merupakan informasi yang dapat digunakan dalam menentukan rekomendasi pemupukan. Walaupun analisis tanaman dapat membantu dalam rekomendasi pemupukan, Idris (1996) masih memjumpai beberapa pembatas dari analisis tanaman. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun rekomendasi yaitu keakuratan data analisis dan kemampuan dalam menginterpretasikan data tersebut. Keakuratan data ditentukan 25 mulai dari pengambilan contoh jaringan tanaman yang tepat yaitu bagian yang mempunyai korelasi baik dengan respon tanaman, waktu yang tepat serta jumlah yang memadai. Kesalahan juga bisa ditemukan selama proses analisis di laboratorium. Tabel 5 Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruk Unsur Sangat rendah <2,2 <0,09 <0,40 <1,60 <0,16 <0,14 <21,0 <36,0 <16,0 <16,0 <3,60 <0,06 Rendah N (%) 2,2-2,3 P (%) 0,09-1,1 K (%) 0,40-0,69 Ca (%) 1,6-2,9 Mg (%) 0,16-0,25 S (%) 0,14-0,19 B (ppm) 21-30 Fe (ppm) 36-59 Mn (ppm) 16-24 Zn (ppm) 16-24 Cu (ppm) 3,6-4,9 Mo (ppm) 0,06-0,09 Li (ppm) As (ppm) F (ppm) Sumber: Embleton, et al. (1973); Optimum Tinggi 2,4-2,6 0,12-0,16 0,70-1,09 3,0-5,5 0,26-0,6 0,2-0,3 31-100 60-120 25-200 25-100 5-16 0,1-3,0 <3 <1 <1-20 2,7-2,8 0,17-0,29 1,10-2,00 5,6-6,9 0,7-1,1 0,4-0,5 101-260 130-200 300-500 110-200 17-22 4,0-100 3-35 1-5 25-100 Sangat tinggi >2,80 >0,30 >2,30 >7,00 >1,20 >0,60 >260 >250 >1000 >300 >22 >100 >35 >5 >100 Pada tanaman jeruk, analisis tanaman dilakukan dengan mengambil jaringan daun yang telah berkembang penuh umur 4-6 bulan diambil dari ranting terminal yang tidak menyangga bunga atau buah, kemudian dianalisis kadar unsur haranya dan dibandingkan dengan standar kecukupan hara tanaman jeruk. Secara umum analisis tanaman dapat digunakan untuk identifikasi status hara, mengkoreksi tingkat kritis, dan menduga serapan unsur hara pada tanaman tahunan (Poerwanto 2003). Menurut Embleton et al. (1973), analisis daun merupakan petunjuk yang praktis untuk menduga kebutuhan pupuk pada tanaman jeruk. Konsep analisis jaringan tanaman khususnya analisis daun pada tanaman jeruk dikembangkan oleh Embleton, et al. (1973). Konsep nilai standar yang dikembangkan merupakan harga rata-rata kadar hara tanaman yang pertumbuhan dan produksinya baik. Standar hara tanaman jeruk dapat dilihat pada Tabel 5. 26 Interpretasi Hasil Analisis Hara Konsentrasi dan komposisi hara dalam tanaman merupakan hasil metabolisme tanaman, sedangkan metabolisme adalah hasil interaksi faktor genetik dan berbagai faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan ada yang mudah dikendalikan dan ada pula yang sulit dikendalikan. Cahaya dan temperatur sulit dikendalikan, sedangkan kelembaban dan sifat tanah atau lahan sangat relatif dalam pengendaliannya. Pada kasus tertentu sulit dikendalikan seperti kebanjiran, curah hujan berlebih atau sangat rendah lahan berawa dan sebagainya. Sama halnya dengan tekstur berpasir, lahan berlereng berbatu dan sebagainya. Sedangkan faktor lainnya relatif mudah untuk dikendalikan seperti kekurangan hara kemasaman, jarak tanam dan pengelolaan praktis lainnya (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Komposisi hara tersebut pada akhirnya akan menentukan produksi dan kualitas hasil. Sifat komposisi hara, adalah sangat labil dan sensitif terhadap perubahan faktor tumbuh di atas. Sangat dinamiknya komposisi hara, baik dalam serapan dan distribusinya dalam tanaman maka interpretasi dan diagnosis hasil analisis tanaman menjadi komplek. walaupun demikian kompleknya, apabila dapat melakukan pendekatan yang baik, maka analisis tanaman akan sangat berguna bagi pemecahan masalah nutrisi tanaman, dan dapat melakukan terapi yang tepat sehingga produksi ataupun kualitas hasil dapat dicapai secara optimal (Walworth dan Sumner 1987) Analisis tanaman merupakan teknik diagnostik semula sering digunakan untuk melihat status hara atau untuk meyakinkan defisiensi hara ataupun crop logging. Pada akhir-akhir ini digunakan untuk menetapkan kebutuhan pupuk dan kapur yang dikombinasikan dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman (Jones Jr et al. 1991). Analisis tanaman akan sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan tersebut diatas, sepanjang metode yang digunakan memadai. Metode diagnosis analisis tanaman yang sering digunakan adalah batas kritis dan kisaran kecukupan hara, Kedua metode tersebut bersifat penilaian harkat tunggal, maka relatif sulit untuk mengetahui interaksi dengan hara lainnya. Penggunaan metode tersebut yaitu dengan membandingkan hasil analisis contoh tanaman dengan standar referensi 27 baku yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam kedua metode ini contoh tanaman tersebut harus disesuaikan baik umur ataupun bagian morfologi tanaman yang diambil dengan standar baku tersebut. Ketepatan metode diagnosis tersebut akan meningkat bila cara sampling tersebut dilakukan dengan kisaran waktu yang ketat. Namun hal itu tidak selalu memungkinkan untuk dilaksanakan dilapangan. Apabila kedua metode tersebut dijadikan metode yang fleksibel, maka hasil diagnosis menjadi kesalahan yang sangat serius. Berikut ini akan dikemukakan metode interpretasi hasil analisis tanaman yang biasa dipakai, yaitu metode Batas Kritis, Kisaran Kecukupan Hara Batas Kritis Batas kritis adalah kadar hara dalam contoh tanaman dimana kecepatan tumbuh, produksi atau kualitas secara nyata mulai menurun. Masalahnya bagaimana seseorang menginterpretasikan batasan “secara nyata”. Ulrich dan Hills (1967) telah menunjukkan bagaimana menetapkan batas kritis pada pusat daerah transisi atau titik yang sebelum terjadi penurunan produksi/pertumbuhan (umumnya dipakai titik belok 5 sampai l0% dari pertumbuhan/produksi maksimum). Metode lain untuk penetapan batas kritis adalah dengan metode Cate & Nelson, metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan produksi/pertumbuhan relatif. Kumpulan tersebut dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari satu kadar hara tanaman. Beberapa pengertian batas kritis (Dow dan Robert, 1982), yaitu : (1) Kadar hara tanaman dimana masih kurang untuk mendukung tercapainya produksi maksimum. (2) Kadar hara tanaman dimana cukup untuk mendukung tercapainya produksi maksimum. (3) Titik dimana kadar hara tanaman berada 10% lebih rendah dari pertumbuhan maksimum. (4) Kadar hara tanaman dimana pertumbuhan tanaman mulai berkurang. (5) Jumlah terendah dari suatu unsur dalam tanaman untuk menyertai produksi tertinggi. Batasan-batasan tersebut diatas serupa tapi tidak identik. Batasan tersebut dipakai sebagai standar referensi untuk mendiagnosis kadar hara tanaman contoh. Karena standar batas kritis 28 tersebut telah dibakukan pada bagian tanaman dan umur tanaman maka contoh pun harus disesuaikan benar dengan standar tersebut. Kisaran Kecukupan Hara Batas kritis untuk tanaman umum sudah banyak dibuat standar baku pada bagian tanaman tertentu dan pada suatu atau beberapa stadia pertumbuhan tertentu. Kelemahan pendekatan ini adalah adanya variasi kadar hara dengan umur, ini menjadi yang paling tidak menguntungkan. Untuk memecahkan masalah ini Sumner (1979) menyarankan agar dilakukan (a) membuat batas kritis dengan berbagai umur, atau (b) akumulasi berat kering dengan umur agar dimonitor untuk mengoreksi kadar hara dengan pertambahan berat kering atau (c) membuat batas kritis menjadi suatu kisaran, seperti kisaran kecukupan hara, batas terendah mendekati batas kritis, batas tertinggi memakai kadar yang tak umum, atau konsentrasi toksik. Dengan demikian Munson dan Nelson ( 1973) dan Dow dan Robert (1982) mengusulkan batas kritis berupa suatu kisaran yang dihubungkan dengan umur tanaman. Kisaran kecukupan hara merupakan pengembangan dari batas kritis, yang pertama dikembangkan untuk menganalisis status hara tanaman, sekarang lebih banyak memakai kisaran kecukupan hara dibanding batas kritis. lnterpretasi tersebut diperoleh dari hubungan antara produksi/ pertumbuhan dengan kadar hara. Identifikasi tingkat kelebihan dan keracunan hara esensial menjadi sama pentingnya dengan identifikasi tingkat defisiensi, namun sayangnya sangat sedikit informasi yang detil tentang kisaran kadar hara mulai dari sangat rendah sampai ke tingkat keracunan. Penetapan kisaran kecukupan hara kebanyakan tidak berasal dari kisaran kadar hara mulai defisiensi sampai keracunan, tetapi dikembangkan dari kisaran rendah, cukup dan tinggi. Kisaran rendah umumnya mendekati atau sama dengan batas kritis, sedangkan kisaran tinggi berasal dari kadar hara di atas normal dimana kisaran cukup di antara keduanya. UJI KORELASI KONSENTRASI HARA NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM DAUN DENGAN PRODUKSI TANAMAN MANGGIS (Correlation test of nitrogen, phosphor and potassium nutrient with production of mangosteen) Abstrak Analisis daun dapat digunakan sebagai pedoman dalam mendiagnosis status hara dan rekomendasi pupuk pada tanaman manggis. Namun demikian, standar teknik pengambilan contoh daun harus ditentukan secara akurat. Umur daun adalah faktor utama dalam menentukan status hara tanaman buah-buahan. Daun yang tepat dijadikan contoh adalah ketika konsentrasi haranya mempunyai korelasi terbaik dengan pertumbuhan dan hasil. Daun yang mempunyai korelasi terbaik tersebut digunakan dalam uji kalibrasi. Konsentrasi hara mineral pada daun diamati pada tiga lokasi perkebunan manggis yaitu Kabupaten Bogor, Tasikmalaya dan Purwakarta. Dua puluh pohon manggis dewasa yang relatif seragam dari masing-masing kebun diambil daunnya setiap bulan dan dianalisis konsentrasi hara nitrogen, fosfor, dan kalium. Contoh daun diambil mulai dari daun berumur dua bulan setelah trubus dan seterusnya secara periodik hingga umur sepuluh bulan. Pengamatan produksi adalah jumlah bunga yang mekar, jumlah bunga yang rontok, jumlah dan bobot buah per pohon. Kualitas buah dilihat dari konsentrasi N,P K dari masing-masing bagian buah dan total padatan terlarut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi hara nitrogen, fosfor dan kalium di daun berkurang dengan bertambahnya umur. Konsentrasi ini pada daun asal Purwakarta lebih tinggi dari pada Tasikmalaya dan Bogor serta berkorelasi positif dengan hasil. Korelasi konsentrasi N, P, dan K dari beberapa umur daun dengan hasil yang paling baik adalah daun umur lima bulan dengan koefisien korelasi di atas 0,7. Oleh karena itu, daun yang tepat sebagai alat diagnosis hara N,P,K untuk tanaman manggis adalah daun umur lima bulan. Katakunci: Garcinia mangostana L; analisis daun, korelasi hara daun, hasil. Abstract Leaf analysis can be used as a guide to diagnose nutritional status and as a fertilizer recommendation tool for mangosteen tree. Therefore, sampling technique of standard leaf has to be established. Leaves age are the main important factor to estimate fruits plant nutritional status. The best of leaf sampling was the one which had the best correlation between leaf nutrients concentration with growth and yield. This leaf will be used in calibration test. Leaf nutrient concentration has been investigated on the three areas mangosteen production orchard, there are Bogor Regency, Tasikmalaya Regency and Purwakarta Regency. To analyze the concentration of N,P,K, twenty uniform and representative mangosteen trees have been chosen every month. The results showed that fifth months leaf age is the best one to be used as a leaf sample to diagnose N,P,K nutritional status because it has the best correlation among concentration of NPK in leaf with production. Concentration of N,P,K on the leaves decreased when the age of leaves increased. Leaves from Purwakarta contain more N,P,K than those from Tasikmalaya and Bogor. Keywords: Garcinia mangostana, Leaf analysis macronutrient, Correlation test 30 Pendahuluan Latar Belakang Analisis daun telah lama digunakan sebagai petunjuk dalam mendiagnosis masalah hara dan sebagai dasar rekomendasi pemupukan pada tanaman buahbuahan di berbagai negara (Smith 1962; Leece 1976; Shear dan Faust 1980). Tanaman buah-buahan di Indonesia hal ini masih jarang dilakukan. Hasil analisis jaringan daun baru ada manfaatnya, apabila mempunyai korelasi positif dengan respon tanaman. Dengan kata lain, jika nilai analisis jaringan daun rendah maka tanaman akan terhambat pertumbuhannya atau turun produksinya. Dan sebaliknya bila nilai analisis jaringan daun tinggi ini berarti tanaman akan berproduksi maksimum. Hal ini mirip dengan yang dikemungkakan oleh Dahnke dan Olson (1990) tentang analisis tanah, yaitu nilai indeks tanah akan bermanfaat apabila mempunyai korelasi positif dengan respon tanaman. Uji korelasi dilakukan dengan mencari hubungan nilai analisis jaringan daun dengan data hasil. Data hasil (produksi) tanaman dapat dinyatakan dalam persen sebagai hasil relatif (Relative Yield =%RY). Dalam hal ini pengamatan hasil produksi tertinggi diberi nilai 100% dan hasil (produksi) lain dari percobaan yang sama dibuat persentase dari hasil (produksi) tertinggi. Prediksi hasil maksimum juga dapat dilakukan dengan penghitungan %RY, khususnya bila kombinasi data yang berasal dari musim yang berbeda (Dahnke dan Olson 1990). Ekspresi data dalam %RY dimungkinkan dapat dimanfaatkan untuk menggabungkan dan membandingkan hasil dari beberapa penelitian. Dalam hal ini data dipresentasikan dalam bentuk grafik hubungan antara %RY yang diperoleh dari penanaman tanpa penggunaan pupuk versus data angka analisis jaringan daun. Analisis jaringan daun dilakukan melalui uji korelasi. Uji korelasi bertujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam daun pada umur tertentu dengan hasil (Kidder 1993). Daun yang mempunyai korelasi paling baik dari kadar suatu unsur pada umur tertentu dengan hasil akan dijadikan sebagai daun sampel. Selanjutnya pada uji kalibrasi hanya daun tersebut yang digunakan. Uji kalibrasi memberikan makna nilai analisis daun yang diperoleh dari laboratorium menjadi data interpretasi, apakah konsentrasi 31 unsur dalam daun tersebut sangat rendah, rendah, cukup tinggi, dan sangat tinggi. Hanya tanaman yang mempunyai konsentrasi hara rendah saja yang perlu aplikasi pemupukan. Berdasarkan pokok-pokok pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan penelitian agar diketahui daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara nitrogen, fosfor dan kalium pada tanaman manggis. Tujuan Penelitian 1. Memperoleh informasi perubahan konsentrasi hara N, P, dan K pada daun umur 2 bulan hingga 10 bulan di 3 lokasi sentra produksi manggis Jawa Barat. 2. Mendapatkan umur daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara nitrogen, fosfor dan kalium pada tanaman manggis 3. Memperoleh informasi hubungan konsentrasi hara N, P, dan K di daun manggis dengan kandungan hara N, P, dan K dalam tanah 4. Memperoleh informasi hubungan konsentrasi hara N, P, dan K di daun dengan hasil tanaman manggis Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2003 sampai Mei 2004. Penelitian dilakukan di 3 daerah sentra produksi manggis di Jawa Barat, yaitu perkebunan manggis milik Kelompok Tani Karya Mekar, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Kelompok Tani Wargi Mukti, Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dan perkebunan Kelompok Tani, Harapan Jaya, Desa Luyubakti, Kecamatan Puspahiang, Kabupaten Tasikmalaya. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Dua puluh pohon manggis yang relatif seragam dari setiap lokasi kebun (Bogor, Purwakarta dan Tasikmalaya) diambil daunnya setiap bulan. Pengambilan daun dimulai umur dua bulan yang kemudian dilanjutkan secara periodik setiap 32 satu bulan sekali sampai umur 10 bulan. Pengambilan sampel daun dilakukan dari empat arah mata angin (Barat, Timur, Utara dan Selatan) masing-masing dua hingga empat lembar. Posisi pengambilan daun adalah pada cabang bagian tengah. Daun dari empat arah mata angin tersebut digabungkan menjadi satu per setiap pohon. Analisis Konsentrasi N, P, dan K Daun Analisis konsentrasi N, P, dan K daun diawali dengan membersihkan daun dengan menggunakan tisu, dan dikeringkan dengan oven pada suhu 70 ºC. Daun kemudian diblender dan diayak dengan ayakan 0,5 mm. Daun-daun tersebut dianalisis konsentrasi hara N, P, dan K. Penentuan N total dilakukan dengan mempergunakan metode Semi-mikro Kjeldahl (Lampiran 1). Penentuan kadar unsur P dan K menggunakan metode pengabuan kering. Konsentrasi P diukur dengan Spectrophotometer UV-VIS dan K diukur dengan Flamephotometer (Lampiran 2). Analisis kimia dilaksanakan berdasarkan prosedur yang dikeluarkan oleh Yosidas et al. (1972). Analisis Sifat Kimia Tanah Sampel tanah diambil dari daerah perakaran tanaman manggis pada kedalaman 0-30, dan 30-50 cm. Tanah dikering udarakan, dan diayak dengan ukuran 2 mm agar mempunyai ukuran yang relatif sama. Kemudian tanah tersebut dianalisis sifat fisik dan kimianya. Sifat fisik adalah tekstur dan sifat kimia antara lain: pH, KTK, C-organik, unsur hara N, P, K, Mg, Na dan Ca. Penentuan N total dilakukan dengan mempergunakan alat kjeldtec, P dan K diukur dengan menggunakan Flame Emission Spectrophotometer (FES). Pengamatan terhadap Hasil Pengamatan terhadap hasil adalah: Jumlah bunga total, jumlah bunga dan buah rontok, jumlah buah per pohon, dan bobot buah total per pohon. Kualitas buah, diukur kadar kemanisannya dengan mempergunakan refraktometer (TSS dalam brix), serta konsentrasi hara N, P, dan K pada masing-masing bagian buah (kelopak + tangkai buah, kulit buah, daging buah dan biji). 33 Data hasil pengamatan dari ketiga lokasi dianalisis dengan analisis ragam. Apabila didapatkan perbedaan yang nyata antar umur daun dan lokasi, dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan News Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. Analisis korelasi Untuk menghitung korelasi antara kadar hara N, P, dan K daun pada setiap umurnya (X) dengan hasil relatif sederhana sebagai berikut: rxy = (%Y) dianalisis dengan korelasi linear nΣX iYi − (ΣX i )(ΣYi ) 2 2 [nΣX i − (ΣX i ) 2 ][nΣYi − (ΣYi ) 2 ] . Nilai r menunjukkan kekuatan hubungan linear. Nilai korelasi berada pada interval -1 ≤ r ≤1. Tanda – dan + menunjukkan arah hubungan. Menurut Sulaiman (2002) ukuran korelasi adalah sebagai berikut: 0,70-1,00 (baik plus atau minus) menunjukkan derajat asosiasi yang tinggi. Nilai korelasi 0,40-0,70 (baik plus atau minus) menunjukkan hubungan yang substansial, 0,20- 0,40 (baik plus atau minus) artinya ada korelasi yang rendah, sedangkan 0,0-0,20 (baik plus atau minus) artinya korelasi dapat diabaikan. Konsentrasi hara N, P dan K daun pada umur yang mempunyai nilai korelasi tinggi akan ditetapkan sebagai daun sampel untuk tanaman manggis, selanjutnya pada kegiatan uji kalibrasi hanya daun tersebut yang digunakan. Hasil dan Pembahasan Konsentrasi N, P, K pada beberapa Umur Daun Manggis Daun manggis mempunyai konsentrasi N, P, K yang berbeda antar tiga sentra produksi manggis di Jawa Barat: Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor. Konsentrasi N, P, K pada daun manggis Purwakarta lebih tinggi dari Tasikmalaya dan Bogor. Akan tetapi ada kemiripan pola antar ketiga lokasi tersebut yaitu terjadinya penurunan konsentrasi N, P, K dengan bertambahnya umur daun (Gambar 2). Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan pada alfalfa (Rominger et al., 1975) dan pada jaringan kentang (Dow dan Robert, 1982) dimana konsentrasi N,P, dan K menurun secara nyata dengan bertambahnya umur tanaman. Pola perubahan kadar hara N, P, K yang serupa juga dilaporkan oleh Munson dan Nelson (1973), yaitu konsentrasi N dan K cenderung menurun dengan bertambahnya umur daun, sedangkan Ca dan Mg cenderung meningkat 34 pada tanaman jagung dan kedelai. Pada padi, kacang tanah, dan kentang konsentrasi N dan K umumnya menurun cepat dengan bertambahnya umur, sedangkan konsentrasi P menurun sedikit dengan bertambahnya umur. 1.5 Kandungan nitrogen daun (%) 1.4 1.3 1.2 1.1 1 0.9 0.8 0.7 Kandungan fosfor daun (%) 0.6 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 Kandungan kalium daun (%) 1.2 0.06 1.1 1 0.9 0.8 Purw akarta 0.7 Tasikmalaya Bogor 0.6 2 3 4 5 6 7 8 9 10 umur daun (bulan) Gambar 2 Pengaruh umur daun terhadap konsentrasi nitrogen, fosfor dan kalium daun dari tiga lokasi sentra produksi manggis Jawa Barat (Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor) Penelitian yang dilakukan oleh Sumner (1979) memperlihatkan bahwa selama 10 bulan pengamatan, konsentrasi N menurun antara 29 sampai 59% tergantung pada dosis N yang diberikan. Demikian juga dengan konsentrasi P 35 menurun antara 24 sampai 32%, sedangkan konsentrasi K menurun dari 28 sampai 72% selama masa pertumbuhan. Selama periode yang sama, konsentrasi Ca dan Mg meningkat. Peningkatan Ca pada daun tua dimungkinkan karena Ca umumnya diakumulasi pada vakuala sel, sehingga jumlah Ca meningkat dengan semakin tuanya umur sel (Marshner 1995). Selain umur, konsentrasi hara juga dipengaruhi oleh posisi daun. Sumner (1977) melihat pada tanaman kedelai bahwa konsentrasi N, P, K menurun dengan pertumbuhan yang semakin dewasa, sedangkan konsentrasi hara meningkat dengan posisi daun, atau makin mendekati pucuk. Pada tanaman manggis, daun yang berada di sektor tengah dan sektor bawah tidak menunjukkan perbedaan konsentrasi N, P dan K yang berarti. Perbedaan hanya ditemukan pada konsentrasi N dari arah Timur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan arah Barat, Selatan dan Utara (Poovarodom et al. 2002). Pada penelitian sebelumnya Sumner (1977) melihat distribusi hara N, P, K pada berbagai fase pertumbuhan dan posisi daun pada tanaman kedele. Konsentrasi N, P, K menurun dengan pertumbuhan yang makin dewasa, sedangkan konsentrasi hara meningkat dengan posisi daun, atau makin mendekati pucuk. Dengan demikian terjadi keragaman hara yang dipengaruhi oleh posisi daun dan umur tanaman. Pada tanaman manggis daun yang berada di sektor tengah dan sektor bawah tidak didapatkan perbedaan konsentrasi N, P dan K yang berarti. Perbedaan hanya ditemukan pada konsentrasi N dari arah timur lebih tinggi bila dibandingkan dengan arah barat, selatan dan utara (Poovarodom et al. 2002). Oleh karena itu, pengambilan sampel daun dan penetapan kriteria penilaian interprestasi hasil analisis jaringan tanaman harus memperhatikan umur jaringan. Bila tidak maka akan terjadi kesalahan yang sangat fatal. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 2, bila pengambilan sampel daun pada umur dua bulan maka konsentrasi N, P, K daun di ketiga lokasi adalah tinggi. Akan tetapi, dengan penundaan pengambilan daun satu bulan saja sehingga daun berumur tiga bulan konsentrasi N, P, K daun telah terjadi penurunan bahkan untuk daun asal Bogor terjadi penurunan yang cukup tajam. 36 Adanya perbedaan konsentrasi hara mineral pada daun dengan bertambahnya umur disebabkan terjadinya perubahan fungsi daun sebagai sink dan source. Daun-daun muda berfungsi sebagai sink sehingga harus mengimpor hara-hara mineral dan fotosintat dari organ lain yang berfungsi sebagai source untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam jumlah yang banyak. Sehingga pada kondisi ini konsentrasi hara lebih tinggi pada jaringan daun yang masih muda. Sebaliknya daun-daun dewasa berfungsi sebagai source sehingga dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengekspor hara-hara mineral dan fotosintat ke organorgan lain yang membutuhkan (sink) (Marschner 1995). Selain itu, Liferdi et al. (2005) melaporkan bahwa perubahan hara pada daun tanaman disebabkan perubahan fase pertumbuhan. Hara daun mengalami penurunan pada saat fase trubus dan fase generatif. Pada kedua fase tersebut hara pada daun mengalami translokasi dari daun tua ke bagian organ yang lebih muda atau untuk pembentukan buah sehingga konsentrasi hara pada daun tua berkurang. Hal ini dimungkinkan karena adanya hara-hara bersifat mobil dalam tanaman seperti N, P, K. Akan tetapi, berbeda dengan perkiraan Yaacob dan Tindall (1995) bahwa kemungkinan perpindahan hara dari daun-daun manggis tidak terjadi sampai beberapa tahun. Nitrogen dibutuhkan dalam pertumbuhan sebagai komponen pembentuk dari berbagai substansi penting dalam tanaman, antara lain: molekul klorofil, asam amino, enzim dan koenzim, vitamin, hormon seperti asam indolasetat dan zeatin serta turunannya (Poerwanto 2003). Hal yang serupa juga dilaporkan oleh Poovarodom et al. (2002) bahwa terjadi penurunan konsentrasi nitrogen daun manggis selama musim pertumbuhan. Suatu kecenderungan yang serupa didapatkan juga pada durian, yang merupakan salah satu buah-buahan tropis (Poovarodom et al. 2000). Peningkatan konsentrasi nitrogen hanya didapatkan setelah pemberian pupuk setelah panen (Poovarodom et al. 2002). Poovarodom et al. (2002) melaporkan bahwa konsentrasi kalium dalam jaringan daun manggis menurun sepanjang musim. Penurunan terutama sekali terjadi ketika periode perkembangan buah. Hal ini disebabkan pembentukan buah membutuhkan kalium yang banyak ( Embleton et al. 1973). 37 Korelasi Konsentrasi N, P, K Daun Umur 2 - 10 Bulan dengan Hasil Konsentrasi N, P, K daun mengalami penurunan dengan bertambahnya umur. Daun asal Purwakarta konsentrasi N, P, K berbeda nyata antar umur untuk N dan P tetapi untuk K tidak nyata. Konsentrasi N, P, K daun asal Tasikmalaya juga berbeda nyata antar umur. Sedangkan untuk daun asal Bogor perbedaan konsentrasi yang nyata didapat untuk P dan K, tetapi untuk N tidak ditemukan perbedaan yang berarti antar konsentrasi N masing-masing umur, kecuali umur 2 bulan ke 3 bulan yang nyata berbeda (Tabel 6-8). Konsentrasi N, P, K daun setiap bulan dari masing-masing lokasi tersebut dikorelasikan dengan hasil, sehingga diketahui daun yang mempunyai hubungan yang paling baik. Nitrogen Hasil analisis korelasi nitrogen daun dengan hasil didapat keeratan hubungan yang beragam. Hubungan antara konsentrasi nitrogen daun dengan hasil yang berasosiasi tinggi adalah daun umur 5 bulan dengan koefisien korelasinya 0,75 untuk manggis asal Purwakarta dan 0,73 untuk manggis asal Bogor. Daun umur lima bulan asal Tasikmalaya tidak ada yang berkorelasi cukup tinggi tetapi cukup substansial antara konsentrasi hara nitrogen daun dengan hasil, dengan koefisien korelasi 0,43. Selain itu, daun umur empat bulan asal Purwakarta dan Bogor juga mempunyai asosiasi tinggi antar konsentrasi nitrogen daun dengan hasil dengan koefisien korelasi masing-masing adalah 0,60 dan 0,61 (Tabel 6). Tabel 6 Konsentrasi nitrogen daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya, dan Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis Umur daun 2 bulan 3 bulan 4 bulan 5 bulan 6 bulan 7 bulan 8 bulan 9 bulan 10 bulan Konsentrasi nitrogen daun (%) Purwakarta 1,40 a 1,37 ab 1,33 abc 1,36 ab 1,31 bcd 1,27 d 1,27 cd 1,25 de 1,20 e Tasik 1,35 a 1,28 b 1,19 c 1,20 c 1,19 c 1,20 cd 1,20 cd 1,20 cd 1,14 d Bogor 1,31 a 1,06 b 1,02 b 0,98 b 0,97 b 0,94 b 0,94 b 0,96 b 0,96 b Koefisien korelasi nitrogen daun dengan hasil Purwakarta 0,29 0,20 0,60 * 0,75 ** 0,40 0,37 0,25 0,44 0,16 Tasik 0,43 0,34 0,32 0,43 0,30 0,35 0,37 0,14 0,37 Bogor 0,51 0,46 0,61 * 0,73 ** 0,49 0,07 0,21 0,55 0,32 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT; * = derajat asosiasi sedang, ** = derajat asosiasi tinggi 38 Fosfor Analisis korelasi konsentrasi fosfor daun dari setiap umur dengan hasil didapat keeratan hubungan yang beragam. Hubungan antara konsentrasi fosfor daun dengan hasil yang berasosiasi tinggi didapatkan pada daun umur empat bulan untuk manggis asal Purwakarta dengan koefisien korelasinya 0,71. Sementara itu, terdapat beberapa umur yang mempunyai keeratan cukup substansial yaitu daun umur dua, tiga, empat, lima, enam, dan delapan bulan. Manggis asal Tasikmalaya tidak ada yang berkorelasi cukup tinggi tetapi cukup substansial antara konsentrasi hara fosfor daun dengan hasil yaitu pada daun umur empat, lima, dan enam bulan dengan koefisien korelasi masing-masing 0,63, 0,52, dan 0,68. Manggis asal Bogor daun umur lima bulan mempunyai asosiasi tinggi konsentrasi hara fosfor dengan hasil dengan koefisien korelasinya adalah 0,76 (Tabel 7). Tabel 7 Konsentrasi fosfor daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya, dan Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis Umur daun Konsentrasi fosfor daun (%) Purwakarta Tasik Bogor Koefisien korelasi fosfor daun dengan hasil Purwakarta Tasik Bogor 2 bulan 0,19 a 0,17 a 0,11 a 0,60 * 0,22 0,31 3 bulan 0,18 ab 0,16 b 0,10 ab 0,63 * 0,27 0,48 4 bulan 0,17 abc 0,14 c 0,08 cd 0,71 ** 0,63 * 0,51 5 bulan 0,16 cd 0,13 cd 0,08 cd 0,62 * 0,53 0,76 ** 6 bulan 0,16 bc 0,14 cd 0,09 bc 0,63 * 0,68 * 0,40 7 bulan 0,16 bc 0,13 de 0,08 cd 0,58 0,47 0,43 8 bulan 0,16 cd 0,13 de 0,08 d 0,60 * 0,28 0,23 9 bulan 0,16 cd 0,13 ef 0,09 cd 0,52 0,34 0,65 * 10 bulan 0,15 d 0,12 f 0,07 d 0,40 0,23 0,51 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT; * = derajat asosiasi sedang, ** = derajat asosiasi tinggi Kalium Dari analisis korelasi konsentrasi kalium daun dari setiap umur dengan hasil didapat keeratan hubungan yang juga beragam. Hubungan antara konsentrasi kalium daun dengan hasil yang berasosiasi tinggi didapatkan pada daun umur empat dan lima bulan untuk manggis asal Purwakarta dengan koefisien korelasinya masing-maasing 0,71 dan 0,70. Sementara itu, daun yang lain mempunyai keeratan hubungan cukup substansial atau derajat asosiasi sedang, 39 yaitu daun umur dua, tiga, empat, enam, dan delapan bulan. Manggis asal Tasikmalaya tidak ada yang berkorelasi cukup tinggi tetapi cukup substansial antara konsentrasi hara kalium daun dengan hasil yaitu pada daun umur empat, lima, enam, dan delapan bulan dengan koefisien korelasi masing-masing 0,63, 0,53, dan 0,68 dan 0,68. Manggis asal Bogor daun umur empat, lima, dan delapan bulan mempunyai hubungan cukup substansial konsentrasi hara fosfor dengan hasil dengan koefisien korelasinya yaitu 0,51, 0,60 dan 0,60 (Tabel 8). Tabel 8 Konsentrasi kalium daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis Umur daun Konsentrasi kalium daun (%) Purwakarta Tasik Bogor Koefisien korelasi kalium daun dengan hasil Purwakarta Tasik Bogor 2 bulan 1,14 a 1,07 a 1,09 a 0,61* 0,22 0,49 3 bulan 1,15 a 0,97 b 0,92 b 0,63* 0,27 0,42 4 bulan 1,10 a 0,94 bc 0,83 c 0,71** 0,63* 0,51 5 bulan 1,10 a 0,92 bc 0,79 cd 0,70** 0,53 0,60* 6 bulan 1,02 a 0,91 bc 0,74 cd 0,63* 0,68* 0,46 7 bulan 1,02 a 0,87 bc 0,74 cd 0,58 0,47 0,48 8 bulan 1,00 a 0,87 bc 0,74 cd 0,60* 0,68* 0,60* 9 bulan 1,04 a 0,85 c 0,73 cd 0,52 0,37 0,39 10 bulan 0,99 a 0,85 c 0,72 d 0,40 0,27 0,43 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT; * = derajat asosiasi sedang, ** = derajat asosiasi tinggi Dengan demikian, daun tanaman manggis umur empat dan lima bulan adalah daun yang mempunyai koefisien korelasi paling tinggi bila dibandingkan dengan umur yang lainnya. Daun umur empat dan lima bulan adalah daun yang paling tepat dijadikan sebagai daun sampel dalam rangka mengetahui status hara N, P, K pada tanaman manggis. Daun tersebut dari fisiologinya sudah termasuk daun dewasa yang berfungsi sebagai source. Akan tetapi untuk lebih meyakinkan apakah daun tersebut dapat digunakan sebagai alat mendiagnosis status hara maka dilihat hubungannya dengan kandungan hara tanah dan hasil secara keseluruhan. Korelasi Knsentrasi N, P, K Daun dengan Sifat Kimia Tanah Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa kandungan N, P, K tanah di tiga sentra hasil yang diteliti berkisar masing-masing 0,15–0,09%; 1,68–1,02% dan 0,24–0,20% (Tabel 9). Nilai ini tergolong sangat rendah hingga rendah bila 40 mengacu pada kriteria yang disusun oleh Pusat Penelitian Tanah (Tabel 4). Kandungan N, P, dan K tanah Purwakarta lebih tinggi dari pada Tasikmalaya dan Bogor. Kandungan N, P, dan K tanah menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Lestari (2003) bahwa makin dalam pengambilan sampel tanah makin turun konsentrasi N, P, K nya. Hal ini disebabkan oleh tingginya bahan organik pada lampisan atas dan menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah (Lampiran 3). Nilai KTK dari ke tiga lokasi penelitian berkisar antara 19.10 hingga 12.95 me/100 g, nilai ini tergolong rendah hingga sedang. Nilai KTK mengalami penurunan dengan makin bertambahnya kedalaman. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan kadar bahan organik dan meningkatnya kadar liat dengan bertambahnya kedalaman (Lampiran 3). Ketiga sentra hasil memiliki kisaran pH tanah antara 4,27-4,74 yang tergolong sangat masam sampai masam. Hasil analisis menunjukkan bahwa pH tanah Purwakarta naik dengan bertambahnya kedalaman sedangkan Tasikmalaya dan Bogor mengalami penurunan dengan bertambahnya kedalaman. Rendahnya pH pada ke tiga lokasi ini disebabkan adanya proses pencucian karena curah hujan yang tinggi. Rendahnya pH juga mungkin disebabkan berkurangnya basa-basa seperti K, Ca, Na dan Mg yang tergolong sangat rendah hingga rendah, kecuali Mg di Tasikmalaya yang tergolong tinggi (Lampiran 3). Tabel 9 Konsentrasi N, P, K tanah, KTK dan pH di tiga sentra produksi tanaman manggis (Purwakarta Tasikmalaya dan Bogor) Lokasi Purwakarta Tasikmalaya Bogor Kedalaman (cm) 0 - 30 30 - 50 0 - 30 30 - 50 0 - 30 30 - 50 N % 0,15 0,11 0,14 0,10 0,12 0,09 P ppm 1,68 1,31 1,36 1,27 1,19 1,02 K KTK me/100 g 0,24 0,22 0,23 0,22 0,22 0,20 18,87 13,97 19,10 14,48 14,36 12,95 pH H2 O 4,64 4,72 4,74 4,70 4,40 4,27 KCl 3,68 3,73 3,71 3,66 3,43 3,51 Adanya perbedaan ketersedian hara N, P, K dalam tanah dan pH masingmasing lokasi juga telah menyebabkan perbedaan serapan hara N, P, K oleh tanaman. Hal ini terlihat dari konsentrasi hara N, P, K tanah asal Purwakarta yang lebih tinggi dari Tasikmalaya dan Bogor, ternyata konsentrasi hara N, P, K pada 41 daun asal Purwakarta juga lebih tinggi dari pada Tasikmalaya dan Bogor. Makin banyak hara N, P, K yang tersedia dalam tanah makin besar kemungkinan dapat diserap oleh akar tanaman. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara konsentrasi N daun umur empat dan lima bulan dengan kandungan N tanah maka masing-masing dikorelasikan. Hasil korelasi menunjukkan bahwa keduannya konsentrasi N daun umur empat dan lima bulan berkorelasi positif dengan kandungan N tanah dengan koefisien korelasinya masing-masing adalah 0,63 dan 0,72 (Gambar 3.1). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsentrasi N daun umur lima bulan lebih mencerminkan kandungan N dalam tanah dari pada daun umur empat bulan. Hasil uji korelasi antara konsentrasi P dalam jaringan daun dengan konsentrasi P dalam tanah adalah berasosiasi derajat sangat tinggi. Koefisien korelasi konsentrasi daun umur empat bulan dengan konsentrasi P tanah adalah r = 0,79. Sedangkan koefisien korelasi daun umur lima bulan dengan konsentrasi P tanah adalah r = 0,76 (Gambar 3.2). 0.2 Kandungan N tanah (%) Kandungan N tanah (%) 0.2 y = 0.1309x - 0.0148 r = 0.630 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 (1) 0.06 0.04 (a) y = 0.1219x - 0.0043 r = 0.719 0.18 0.16 (1) 0.14 0.12 (b) 0.1 0.02 0.08 0 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 0.8 1.4 0.9 Kandungan P tanah (ppm) Kandungan P tanah (ppm) y = 5.3857x + 0.6813 r = 0.794 2 1.5 0.5 0 0.05 (2) 0.07 (a) 0.09 0.11 0.13 0.15 0.17 0.19 (2) 0.07 (b) 0.09 0.13 0.15 0.17 0.19 0.21 0.4 y = 0.1836x + 0.042 r = 0.664 Kandungan K tanah (me/100g) Kandungan K tanah (me/100g) 0.11 Konsentrasi P daun umur 5 bulan (%) 0.25 0.2 0.15 0 0.60 1.4 1 0.5 0.21 0.3 0.1 1.3 1.5 0 0.05 0.4 0.05 1.2 y = 6.2237x + 0.5993 r = 0.756 2 Konsentrasi P daun umur 4 bulan (%) 0.35 1.1 2.5 2.5 1 1 Konsentrasi N daun umur 5 bulan (%) Konsentrasi N daun umur 4 bulan (%) (3) 0.70 (a) 0.80 0.90 1.00 1.10 1.20 Konsentrasi K daun umur 4 bulan (%) 1.30 1.40 0.35 y = 0.2047x + 0.0163 r = 0.773 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 (3) (b) 0.05 0 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 Konsentrasi K daun umur 5 bulan (%) Gambar 3. Korelasi antara konsentrasi (1) nitrogen, (2) fosfor, (3) kalium daun tanaman manggis (a) umur empat bulan (b) umur lima bulan dengan kandungan N, P, K tanah 42 Untuk mengetahui keeratan hubungan antara konsentrasi K daun umur empat dan lima bulan dengan kandungan K tanah maka keduanya dikorelasikan. Hasil korelasi menunjukkan bahwa konsentrasi K daun umur empat dan lima bulan berkorelasi positif dengan kandungan K tanah dengan koefisien korelasinya masing-masing adalah 0,66 dan 0,77 (Gambar 3.3). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa daun umur lima bulan lebih mencerminkan kandungan N, P, K dalam tanah dengan koefisien korelasi masing-masing 0,72; 0,76; 0,77. Sedangkan daun umur empat bulan hanya dengan kandungan P tanah yang mempunyai koefisien korelasi yang diatas 0,7 yaitu 0,79. Produksi dan Konsentrasi N, P, K pada Bagian-bagian Buah Konsentrasi hara N, P, K di daun berkorelasi positif dengan hasil dan kualitas buah. Atau dengan kata lain, makin tinggi konsentrasi hara nitrogen daun makin besar peluang untuk berproduksi yang lebih banyak. Hal ini dapat terlihat dari konsentrasi hara N, P, K daun secara berurutan yang lebih banyak yaitu manggis Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor juga mempuyai produksi dan TSS dengan urutan yang sama. Tabel 10 Jumlah bunga mekar, persentase bunga rontok, jumlah buah jadi, bobot buah per pohon dan TSS tanaman manggis di tiga sentra produksi Lokasi Purwakarta Bunga per pohon Jumlah yg % Rontok mekar 113,30 a 10,31 b Buah per pohon Jumlah Bobot TSS (g) (brix) 101,97 a 12288,43 a 17,46 a Tasikmalaya 25,43 c 5,34 c 23,75 c 2328,34 c 15,31 b Bogor 75,08 b 17,37 a 62,00 b 5137,64 b 15,28 b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT Produksi manggis asal Purwakarta nyata lebih banyak dari manggis asal Bogor dan Tasikmalaya yaitu rata-rata 101, 97 buah perpohon sedangkan Bogor hanya 62 buah dan Tasikmalaya 23,75 buah (Tabel 10). Tingginya produksi manggis asal Purwakarta disebabkan banyaknya jumlah bungga yang terbentuk, serta persentase bunga rontok rendah yaitu 10,31%. Selain itu, manggis Purwakarta yang produksinya lebih tinggi juga mempunyai konsentrasi hara N, P, K daunnya yang tinggi. Manggis asal Bogor produksinya rendah disebabkan 43 bunga banyak yang rontok yaitu 17,37% dan konsentrasi hara N, P, K daun yang tidak mendukung untuk dapat berproduksi optimal. Produksi manggis Tasikmalaya yang rendah lebih disebabkan karena kondisi tanamam yang lagi tidak musim raya (off year). Fenomena ini dikenal dengan istilah biennial bearing yaitu berfluktuasinya panen buah, sehingga ada musim raya yang diikuti dengan musim kecil pada tahun berikutnya (Liferdi et al. 2000). Pada tahun berikutnya pengamatan Gunawan (2007) pada pohon yang sama ternyata produksi manggis Tasikmalaya lebih tinggi dari Bogor tapi tetap lebih rendah dari Purwakarta. Hal ini sesuai dengan gambaran konsentrasi hara N, P, K daun dari ketiga lokasi yaitu secara berurutan mulai dari yang paling tinggi adalah Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor, produksinya juga sama mulai dari yang paling banyak adalah Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor. Konsentrasi nitrogen pada bagian-bagian buah mulai dari yang tertinggi hingga terendah secara berurutan untuk ke tiga lokasi adalah: daging buah, biji, kelopak+tangkai, dan kulit buah. Konsentrasi hara nitrogen pada kelopak + tangkai, kulit, daging buah, dan biji nyata berbeda antara ketiga lokasi penelitian (Tabel 11). Buah asal Tasikmalaya mempunyai konsentrasi nitrogen tertinggi pada kelopak + tangkai dan biji yaitu masing-masing 1,16% dan 1,50%. Buah asal Purwakarta mempunyai konsentrasi nitrogen yang tertinggi pada bagian kulit buah dan daging buah yaitu masing-masing 0,53% dan 1,68%. Tingginya konsentrasi hara nitrogen pada bagian buah berhubungan erat dengan konsentrasi hara nitrogen pada daun, dimana konsentrasi nitrogen daun manggis asal Purwakarta dan Tasikmalaya juga lebih tinggi dari pada manggis asal Bogor (Gambar 2). Konsentrasi fosfor mulai dari yang tinggi sampai rendah secara berurutan terdapat pada bagian Biji, daging buah, kelopak+tangkai dan kulit buah, kecuali untuk Bogor yang tertinggi ditemukan pada kelopak, kemudian daging buah, biji dan kulit buah. Sedangkan antara lokasi tidak didapatkan perbedaan yang nyata, kecuali pada biji yaitu Purwakarta dan Tasikmalaya nyata lebih tinggi konsentrasi fosfornya dari pada Bogor (Tabel 11). Konsentrasi P pada bagian-bagian buah tidak mencerminkan konsentrasi P pada daun dari ke tiga lokasi. Konsentrasi P pada daun yang tertinggi adalah daun asal Purwakarta, sedangkan pada buah hanya pada bagian kulit saja asal Purwakarta yang tertinggi. Konsentrai P pada 44 daging buah dan biji yang tertinggi adalah manggis asal Tasikmalaya dan konsentrasi P pada tangkai dan kelopak yang tertinggi adalah manggis asal Bogor. Tabel 11 Konsentrasi N, P, K pada bagian-bagian buah dari tiga sentra produksi manggis Jawa Barat (Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor) Kelopak+ Tangkai Lokasi Kulit buah Daging Buah Biji N (%) Purwakarta 1,11 a 0,53 a 1,68 a 1,38 b Tasikmalaya 1,16 a 0,51 ab 1,62 b 1,50 a Bogor 0,93 b 0,46 b 1,47 c 0,97 c Purwakarta Tasikmalaya Bogor 0,10 a 0,07 a 0,12 a 0,15 a 0,11 a 0,06 a 0,13 a 0,16 a 0,18 a 0,06 a 0,12 a 0,11 b Purwakarta Tasikmalaya Bogor 0,81 a 0,75 a 0,48 b 0,36 a 0,28 b 0,24 c 1,08 a 0,83 b 0,71 c 0,85 a 0,93 a 0,64 b P (%) K (%) Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT Sedangkan konsentrasi kalium mulai dari yang tertinggi sampai terendah secara berurutan untuk ke tiga lokasi terdapat pada bagian: daging buah, biji, kelopak+tangkai, dan kulit buah. Konsentrasi hara kalium pada kulit buah, daging buah, dan biji nyata berbeda antara ketiga lokasi penelitian, kecuali pada kelopak + tangkai antara Purwakarta dan Tasikmalaya tidak nyata (Tabel 11). Buah asal Purwakarta mempunyai konsentrasi kalium tertinggi pada semua bagian buah, yaitu 0,81% pada kelopak + tangkai, 0,36% pada kulit buah, 1,08% pada daging buah dan 0,85% pada biji. Sedangkan konsentrasi kalium terendah dijumpai pada semua bagian buah asal Bogor yaitu: kelopak + tangkai 0,48%, kulit buah 0,24%, daging buah 0,71% dan biji 0,64%. Tingginya konsentrasi hara kalium pada bagian buah berhubungan erat dengan konsentrasi hara kalium pada daun, dimana konsentrasi kalium daun manggis asal Purwakarta tertinggi dan manggis asal Bogor terendah. 45 Korelasi konsentrasi N, P, K daun manggis dengan hasil Hasil korelasi antara konsentrasi N daun umur empat dan lima bulan dengan produksi (gabungan Purwakarta dan Bogor) mempunyai koefisien korelasi masing-masing r = 0,82 dan 0,91. Korelasi antara konsentrasi P daun dengan produksi (data gabungan Purwakarta dan Bogor) mempunyai koefisien korelasi r = 0,89 untuk daun umur empat bulan dan r = 0,84 untuk daun umur lima bulan. Sedangkan korelasi konsentrasi K daun umur empat dan lima bulan dengan produksi mempunyai koefisien korelasi masing-masing yaitu r = 0,83 dan 0,66 (Gambar 4). 16000 16000 y = 20690x - 14989 r = 0.820 14000 12000 10000 Produksi (g) Produksi (g) y = 18613x - 12643 r = 0.910 14000 12000 8000 6000 (a) 4000 10000 8000 6000 (b) 4000 2000 2000 0 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 0 1.5 0.7 0.8 0.9 Konsentrasi N daun umur 4 bulan (%) 16000 16000 14000 y = 85587x - 1782.4 r = 0.889 14000 Produksi (g) Produksi (g) 10000 8000 6000 (a) 4000 1.4 1.5 y = 67710x - 41.466 r = 0.842 10000 8000 6000 0.07 0.09 0.11 0.13 0.15 0.17 0.19 0 0.05 (b) 0.21 0.07 0.09 Konsentrasi P daun umur 4 bulan (%) 0.11 0.13 0.15 0.17 0.19 0.21 Konsentrasi P daun umur 5 bulan (%) 16000 y = 18553x - 9179.5 r = 0.826 14000 12000 y = 11418x - 1892 r = 0.663 12000 Produksi (gr) Produksi (gr) 1.3 2000 0 0.05 10000 8000 6000 (a) 4000 2000 0 0.70 1.2 4000 2000 14000 1.1 12000 12000 16000 1 Konsentrasi N daun umur 5 bulan (%) 10000 8000 6000 (b) 4000 2000 0.80 0.90 1.00 1.10 1.20 Konsentrasi K daun umur 4 bulan (%) Gambar 4 1.30 1.40 0 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 Konsentrasi K daun umur 5 bulan (%) Korelasi antara konsentrasi N, P, K daun (a) umur empat bulan, (b) umur lima bulan dengan hasil tanaman manggis Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa makin tinggi konsentrasi N, P, K daun makin besar peluang untuk berproduksi yang lebih banyak. Hal ini juga dapat dilihat dari Konsentrasi N, P, K daun secara berurutan yang lebih banyak adalah manggis asal Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor juga mempuyai produksi dengan urutan yang sama. Analisis daun umur empat dan lima bulan ini menjadi bermanfaat karena, konsentrasi N, P, K-nya mempunyai korelasi positif 46 dengan produksi tanaman. Dengan kata lain, jika nilai analisis N, P, K daun rendah maka tanaman akan terhambat atau turun produksinya. Dan sebaliknya bila nilai analisis N, P, K daun tinggi ini berarti tanaman akan berproduksi maksimum. Dari korelasi konsentrasi N, P, K daun umur empat dan lima bulan dengan hasil diketahui bahwa rata-rata koefisien korelasi diatas 0,80 ini berarti kedua umur daun tersebut dapat digunakan sebagai alat mendiagnosis status hara N, P, K pada tanaman manggis. Akan tetapi, korelasi konsentrasi N, P, K daun dengan kandungan N, P, K tanah rata-rata koefisien korelasi adalah 0,75 untuk daun lima bulan dan 0,69 untuk daun empat bulan. Konsentrasi N, P, K daun umur lima bulan tidak hanya mempunyai korelasi yang erat dengan hasil tetapi juga dengan kandungan N, P, K tanah. Lain hal nya untuk konsentrasi N, P, K daun umur empat bulan yang hanya mempunyai keeratan dengan hasil. Daun umur lima bulan tersebut dari fisiologinya sudah termasuh daun dewasa yang kandungan hara mineralnya sudah stabil, dan berfungsi sebagai source. Hal ini mirip dengan tanaman jeruk yaitu daun yang dijadikan daun sampel adalah daun umur empat hingga 6 bulan, karena pada umur tersebut kandungan N, P, K, Ca, Mg di daun sudah stabil (Hanlon et al. 2002). Daun terminal Ujung pucuk tempat muncul trubus atau bunga Daun sub-terminal Gambar 5 Posisi daun umur lima bulan berada pada ujung ranting cabang sebagai daun terminal Penghitungan umur daun pada tanaman manggis didasarkan pada munculnya trubus baru (flush). Trubus tanaman manggis hanya terjadi dua kali 47 dalam setahun, dengan pola pertumbuhan seperti yang dilaporkan oleh Gunawan (2007) yaitu: trubus, dorman, trubus/bunga, berbuah. Trubus pertama adalah setelah panen berakhir dan trubus kedua yaitu berbarengan dengan munculnya bunga. Panen manggis di Leuwiliang Bogor bearkahir bulan Februari, sedangkan trubus muncul adalah akhir Februari atau awal Maret sehingga pada bulan Juli daun manggis sudah berumur lima bulan. Dengan demikian, posisi daun umur lima bulan dipastikan berada pada ujung ranting cabang atau disebut juga sebagai daun terminal, sedangkan daun yang berada dibawahnya disebut daun subterminal (Gambar 5). Oleh karena itu, untuk keakuratan pengambilan daun umur lima bulan perlu dilabel sewaktu trubus baru muncul, karena daun apabila telah mencapai umur 2 bulan hingga 10 bulan sulit dibedakan baik warna maupun ukurannya. Jadi pengambilan sampel daun pada tanaman manggis perlu persiapan dan tidak dapat dilakukan secara survei tiba-taba. Dengan didapatkannya daun umur lima bulan sebagai alat diagnosis status hara N, P, K pada tanaman manggis maka pada kegiatan uji kalibrasi selanjutnya hanya daun umur lima bulan yang digunakan. Simpulan 1. Konsentrasi hara N, P dan K daun mengalami penurunan dengan bertambahnya umur pada tiga sentra produksi manggis di Jawa Barat (Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor). 2. Daun yang tepat sebagai alat diagnosis status N, P, K hara pada tanaman manggis adalah daun umur lima bulan. 3. Konsentrasi hara N, P, dan K pada daun umur lima bulan berkorelasi positif dengan kandungan N, P dan K dalam tanah. 4. Konsentrasi hara N, P, dan K pada daun umur lima bulan berkorelasi positif dengan hasil. UJI KALIBRASI HARA NITROGEN, FOSFOR DAN KALIUM MENGGUNAKAN ANALISIS JARINGAN DAUN PADA TANAMAN MANGGIS (Calibration test of nitrogen nutrient using leaf tissue analysis of mangosteen) Abstrak Analisis jaringan daun yang diperoleh dari laboratorium akan mempunyai arti apabila telah dikalibrasikan dengan hasil tanaman yang dapat dipasarkan. Studi untuk memberikan nilai agronomi terhadap hasil analisis jaringan daun dikenal dengan nama uji kalibrasi. Uji ini menentukan hubungan antara nilai analisis jaringan daun dengan respon tanaman di lapangan. Dengan menggunakan model regresi data-data dari analisis jaringan daun dapat diinterpretasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model regresi yang tepat untuk menentukan status hara N, P, K pada tanaman manggis. Sehingga data analisis jaringan daun dapat diinterpretasikan apakah status hara N, P, K kategori sangat rendah, rendah, sedang atau tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa model regresi yang terbaik antara konsentrasi N, P, K daun umur 5 bulan dengan hasil adalah kuadratik. Berdasarkan model kuadratik konsentrasi N daun <0,99% statusnya adalah sangat rendah, 0,99%-<1,35% statusnya adalah rendah, 1,35<2,10% statusnya adalah sedang. Status konsentrasi P daun <0,11% adalah sangat rendah, 0,11%-<0,21% adalah rendah, dan 0,21-<0,31% adalah sedang. Konsentrasi K daun <0,69% statusnya adalah sangat rendah, 0,69%-<0,90% rendah, dan 0,90-<1,12% adalah sedang. Katakunci: Uji kalibrasi, Analisis daun, status hara N, P, K Abstract Laboratory leaf tissue analysis can be used as a guide to diagnose nutritional status and as a recommendation for fertilizer; if it has been calibrated with marketable plant yield. Study to determine agronomic values on result of tissue analysis is known as calibrating test. This test determines the relationship between the results of leaf tissue analysis and production response and the requirement of plant fertilization. Data of leaf tissue analysis can be interpreted through a regression model which drawn from those types of relationship. The aims of this study were to find out an ideal regression model for estimating nitrogen status on mangosteen plant, so that a given certain leaf tissue analysis value can be interpreted as “very low”, “low”, “medium”, “high”, or “very high”. The results of research showed that the best regression model for describing the relation between concentration of N in leaf of five months age and plant production was quadratic model. According to this model, the status of leaf with concentration of N less than 0.99% was very low, leaf with concentration of N from 0.99 to 1.35% was low, the status of leaf with concentration of N from 1.35 to 2.10% was medium, and leaf with concentration of N >2,10 was very high. The status of leaf with concentration of P less than 0.11% was very low, leaf with concentration of P from 0.11 to 0,.21% was low, and the status of leaf with concentration of P from 0.21 to 0.31% was medium. the status of leaf with concentration of K <0.69% is very low, the status of leaf with concentration of K 0.69-0.90% is low, the status of leaf with concentration of K 0.90-1.12% is medium. Keyword: Calibrating test, Leaf analysis, N, P, K status 49 Pendahuluan Latar Belakang Setelah mendapatkan daun umur lima bulan sebagai daun yang tepat untuk mendiagnosis status hara N, P, K pada tanaman manggis, maka nilai indeks analisis daun tersebut perlu dikalibrasikan dengan hasil yang dapat dipasarkan. Nilai analisis daun dari daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan respon tanaman, selanjutnya nilai analisis tersebut dikelompokan kedalam beberapa kategori respon tanaman. Pengelompokan ini bertujuan untuk memberi interpretasi angka analisis daun agar lebih bermanfaat. Ketegori respon tanaman biasanya dikelompokan kedalam ‘sangat rendah’ ‘rendah’ ‘sedang’ ‘tinggi’ dan ‘sangat tinggi’. Kategori respon ‘sangat rendah’ menunjukan bahwa tingkat konsentrasi unsur di daun hanya mampu mengsuport tanaman untuk berproduksi lebih kecil dari 50% potensi hasil (50% RY). Kategori ‘rendah’ menghasilkan 50% sampai 75% potensi hasil, ‘sedang’ menghasilkan 75% sampai 100% potensi hasil. ‘Tinggi’ dan ‘sangat tinggi’ dapat menghasilkan 100% potensi hasil tanpa adanya penambahan pupuk (Dannke dan Olson 1990). Penetapan kategori respon mempunyai beberapa manfaat, Yaitu (1) memberikan makna dari nilai indeks analisis, (2) dapat memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk, dan (3) rekomendasi pemupukan dapat dibuat berdasarkan kategori respon dimana nilai indeks analisis dikelompokan (Dahnke dan Olson 1990; Kidder 1993). Nilai kritis untuk setiap kategori respon dapat ditentukan melalui dua cara. Pertama, metode Cate dan Nelson metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan hasil relatif. Kumpulan tersebut dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok ‘sedang’ dan ‘tinggi’. Pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari satu kadar hara tanaman. Nilai ini membedakan tanaman yang responsif terhadap pemupukan (kategori ‘sedang’) dengan tanaman yang tidak respon terhadap pemupukan (kategori ‘tinggi’). Pendekatan yang digunakan oleh Cate dan Nelson adalah menggunakan metode grafik. Cara ini dilakukan dengan memplot titik-titik nilai indeks analisis, kemudian titik tersebut dibagi kedalam empat kuadran dengan memaksimumkan 50 titik-titik di kuadran kiri bawah dan kuadran kanan atas. Nilai indeks analisis daun yang berasosiasi dengan perpotongan kedua garis tegak lurus tersebut merupakan nilai kritis, dimana diatas nilai ini tidak terdapat respon tanaman terhadap pemupukan. Sedangkan dibawah nilai ini kritis ini tanaman akan menunjukan respon dengan adanya penambahan pupuk. Cara kedua untuk menentukan nilai kritis adalah dengan teknik regresi, dimana teknik ini memungkinkan mengidentifikasi beberapa nilai kritis. Cara ini dilakukan dengan subtitusi %RY (25%, 50%, 75%, 100%) ke dalam model untuk memprediksi nilai indeks analisis. Untuk analisis tanah, sudah banyak model yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai kritis, akan tetapi pemilihan model sangat mempengaruhi hasil nilai kritis indeks tanah (Nelson dan Anderson 1977). Pada mentimun model logistik lebih sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap kandungan K tanah dan pemberian pupuk K dibandingankan model kuadratik dan linier plateau. Menurut Hochmuth et al. (1993) model linear plateau lebih sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk P pada semangka dibandingkan kuadratik. Oleh karena itu, untuk menyusun rekomendasi pupuk pada tanaman manggis perlu diketahui kategori status hara pada daun dan model yang sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk. Sehingga rekomendasi pupuk yang tepat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil secara maksimum. Walaupun biaya untuk analisis hara cukup tinggi, hal ini dapat ditutupi dengan peningkatan hasil dan kualitas buah serta menghindari pemborosan akibat kelebihan pupuk. Penambahan pupuk hanya diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman, diluar kemampuan tanah untuk menyediakannya (Olson et al. 1982). Berdasarkan pokok-pokok pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan penelitian agar diketahui status hara sehingga dapat digunakan dalam membangun rekomendasi pemupukan untuk tanaman manggis. Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan model regresi yang tepat untuk menenentukan status hara N, P, K pada tanaman manggis 2. Menginterpretasikan status hara N, P, K berdasarkan model yang tepat untuk tanaman manggis 51 3. Memprediksi kebutuhan pupuk N, P, K untuk mendapatkan hasil maksimum pada tanaman manggis Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan April 2004 sampai bulan April 2006. Penelitian dilaksanakan di Kebun Manggis Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Ketinggian lokasi 780 m dpl. Jenis tanah Ultisol. Sedangkan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan Percobaan Percobaan aplikasi pupuk dilakukan di Leuwiliang yang merupakan salah satu sentra produksi dengan tingkat kesuburan tanah dan produksi serta kualitas buah rendah. Percobaan aplikasi pupuk N, P, K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal. Percobaan terdiri atas lima perlakuan yaitu dosis pupuk N, P, K yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), setiap perlakuan terdiri atas enam ulangan. Dengan demikian, masing-masing (N, P, K) sebanyak 30 tanaman manggis dewasa (umur lebih kurang 20 tahun dan telah berbuah) yang relatif seragam digunakan dalam penelitian ini. Aplikasi Pupuk Nitrogen (N) Dosis pupuk N yang digunakan terdiri atas lima taraf yaitu tanpa dipupuk N (No), 300 g N/tanaman/tahun (N1), 600 g N/tanaman/tahun (N2), 900 g N/tanaman/tahun (N3), 1200 g N/tanaman/tahun (N4), dan pada setiap perlakuan diberikan pupuk dasar berupa 600 g P205/tanaman/tahun dan 800 g K2O/tanaman/tahun. Pemupukan diberikan tiga tahap, tahap pertama pada awal bulan April 2004 saat tanaman selesai dipanen (50%), tahap kedua diberikan pada awal bulan September 2004 saat menjelang berbunga (20%), sedangkan tahap ketiga diberikan pada awal bulan Oktober 2004 disaat buah manggis sebesar kelereng (30%). Pupuk dasar diberikan bersamaan dengan pupuk perlakuan. Persentase pupuk dasar untuk masing-masing tahap I, II dan III adalah 20%; 60%; dan 20% untuk P205 dan 20%; 30%; dan 50% untuk K2O. 52 Aplikasi Pupuk fosfat (P) Dosis pupuk P terdiri atas lima taraf: (P0) tanpa pupuk; (P1) 300 g.P2O5/tan/thn; (P2) 600 g.P2O5/tan/thn; (P3) 900 g.P2O5/tan/thn; (P4) 1200 g.P2O5/tan/thn. Masing-masing dosis pupuk diberikan dalam tiga tahap yaitu: Tahap I 20% setelah panen; Tahap II 60% sebelum berbunga dan Tahap III 20% saat pembentukan buah (buah sebesar kelereng). Aplikasi pupuk selain dosis perlakuan juga diberikan pupuk dasar masing-masing: 600 g.N /tan/thn; dan 800 g.K2O/tan/thn. Aplikasi Pupuk Kalium (K) Dosis pupuk K terdiri atas lima taraf, yaitu (K0) tanpa pemupukan; (K1) 400 g.K2O/tan/thn; (K2) 800 g.K2O/tan/thn; (K3) 1200 g.K2O/tan/thn; (K4) 1600 g.K2O/tan/thn. Masing-masing dosis pupuk diberikan dalam tiga tahap yaitu: Tahap I 20% setelah panen; Tahap II 30% sebelum berbunga dan Tahap III 50% saat pembentukan buah (buah sebesar kelereng). Aplikasi pupuk selain dosis perlakuan juga diberikan pupuk dasar masing-masing: 600 g.N /tan/thn; dan 600 g.P2O5/tan/thn. Cara pemberian dari masing-masing dosis pupuk N, P dan K adalah ditaburkan dalam lobang kedalaman 20 cm di sekeliling batang. Posisi lobang berada ditengah-tengah tajuk atau dengan kata lain, seperempat diameter tajuk dari pangkal batang. Pengambilan sampel daun Bahan tanaman yang dijadikan sampel adalah daun umur lima bulan yaitu daun yang mempunyai koefisien korelasi (r) terbaik antara konsentrasi hara N daun dengan hasil. Pengambilan sampel daun dilakukan dari empat arah mata angin (Barat, Timur, Utara dan Selatan) masing-masing dua hingga empat lembar. Pengambilan daun adalah pada cabang bagian tengah. Daun dari empat arah mata angin tersebut digabungkan menjadi satu per setiap pohon, kemudian dianalisis konsentrasi N total dengan mempergunakan metode Semi-mikro Kjeldahl (Lampiran 1). 53 Pengamatan produksi Pengamatan saat bunga, ditetapkan saat tanaman mengeluarkan bunga telah mencapai 50%. Jumlah bunga, yaitu banyaknya bunga yang muncul, sedangkan jumlah bunga gugur adalah banyaknya bunga yang jatuh. Pengamatan buah terdiri dari jumlah buah per pohon, bobot per buah, diameter buah dan bobot buah total per pohon. Kualitas buah, diukur kadar kemanisannya dengan mempergunakan refraktometer (TSS dalam brix), kandungan hara N pada masingmasing bagian buah (kelopak + tangkai buah, kulit buah, daging buah, dan biji). Analisis data Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila didapatkan pengaruh yang nyata antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji ortogonal polinomial. Untuk mengetahui status hara N, P, K dilakukan tahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Menghitung hasil relatif (Relative Yield = % RY) (rata-rata dari setiap ulangan) sebagai berikut: Hasil relatif = Yi Yi x100% Ymaks = hasil pada perlakuan hara N, P, K ke-i Ymaks = hasil maksimum pada status hara N, P, K 2. Selanjutnya nilai hasil relatif sebagai dependent variable (Y) dihubungkan dengan nilai kandungan hara N, P, K daun sebagai independent variable (X) untuk dianalisis dengan beberapa model regresi (Kuadratik, logistik, linier dan exsponensial). Model yang mempunyai kriteria terbaik secara statistik akan dipakai untuk menentukan status hara N, P, K untuk tanaman manggis. Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara N, P, K daun dengan hasil relatif untuk menentukan status hara. Kidder (1993) membagi ke dalam lima kategori berdasarkan persentase hasil relatif yaitu: (1) kategori sangat rendah (kurang dari 50% RY), (2) rendah (50-75% RY), (3) cukup (75-100% RY), (4) tinggi (100% RY) dan (5) sangat tinggi (kurang dari 100% RY). 54 Hasil dan Pembahasan Respon Tanaman Terhadap Pemupukan N, P, K Nitrogen tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah bunga, jumlah bunga dan buah rontok, dan jumlah buah panen per pohon (Tabel 12). Walaupun tidak memberikan pengaruh yang nyata, pemberian nitrogen cenderung meningkatkan hasil pada semua parameter pengamatan dibandingkan dengan kontrol. Semua parameter pengamatan mengalami peningkatan dari tahun pertama hingga tahun ke kedua. Perlakuan 600 g N/tanaman/tahun pada tahun pertama dan perlakuan 900 g N/tanaman/tahun pada tahun kedua memberikan jumlah bunga yang paling tinggi dibandingkan dengan kontrol. Jumlah bunga perlakuan 600 g N/tanaman/tahun tahun pertama adalah 47,67, sedangkan perlakuan 900 g N/tanaman/tahun pada tahun kedua adalah 96,39. Jumlah bunga kontrol tahun pertama adalah 30,00, sedangkan pada tahun kedua adalah 69,19. Tabel 12 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah bunga, jumlah bunga & buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis Perlakuan nitrogen Jumlah bunga Bunga dan buah rontok Jumlah buah panen Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II 0g 30,00 69,19 8,67 11,53 21,33 57,66 300 g 39,33 73,16 7,34 11,16 32,00 62,00 600 g 47,67 87,78 9,66 12,12 38,01 75,66 900 g 37,00 96,39 7,33 15,39 29,67 81,00 1200 g 41,33 71,84 10,51 10,41 30,82 61,33 Jumlah bunga dan buah yang rontok meningkat pada tahun kedua daripada tahun pertama pada semua perlakuan nitrogen. Banyaknya bunga dan buah yang rontok pada tahun kedua disebabkan jumlah bunga dan buah pada tahun kedua juga lebih banyak daripada tahun pertama. Walaupun jumlah bunga dan buah yang rontok pada tahun kedua lebih banyak daripada tahun pertama, akan tetapi persentase jumlah bunga dan buah yang rontok lebih kecil yaitu berkisar hanya 13,15-16,66% sedangkan pada tahun pertama berkisar 18,66-28,90% (Tabel 12). 55 Sebagian besar bunga dan buah gugur saat 1-8 MSA (Minggu setelah Anthesis). Kerontokan bunga dan buah ini diduga tidak dipengaruhi oleh perlakuan nitrogen tetapi dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi pada bulan pembungaan dan awal perkembangan buah yaitu 480 mm pada bulan November 2004 dan 227 mm pada bulan Desember 2004 (Lampiran 4). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Rai (2004) bahwa konsentrasi N pada daun tidak mempengaruhi gugurnya bunga atau buah. Poerwanto (2003) juga menyatakan, kerontokan buah dan bunga disebabkan oleh pengaruh hujan, kering, panas ekstrim dan kompetisi di antara organ yang berkembang. Jumlah buah lebih banyak pada tahun kedua daripada tahun pertama pada semua perlakuan nitrogen. Banyaknya buah pada tahun kedua disebabkan jumlah bunga pada tahun kedua juga lebih banyak daripada tahun pertama dan rendahnya persentase bunga yang rontok. Rata-rata jumlah buah panen pada tahun pertama adalah 21,33-38,01 buah, atau dengan kata lain 71,10-81,36% buah jadi. Pada tahun kedua, jumlah buah panen adalah 57,66-81,00 buah yaitu sama dengan 83,33-86,19% buah jadi. Persentase buah jadi tertinggi tahun pertama diperoleh pada perlakuan 300 g N/tanaman/tahun sedangkan tahun kedua didapatkan pada perlakuan 600 g N/tanaman/tahun (Tabel 12). Menurut Ryugo (1988) produksi buah per musim dibatasi oleh (1) jumlah kuncup bunga yang berdiferensiasi; (2) kuncup yang mengembang dan menuju anthesis (3) bunga yang kemudian mekar dan mengalami perkembangan menjadi buah matang. Nitrogen memberikan pengaruh nyata terhadap Total Padatan Terlarut (TPT)/Total Souble Solid (TSS), sedangkan terhadap bobot buah, dan persentase edibel tidak nyata. Meskipun demikian, baik perlakuan 900 g N/tanaman/tahun maupun perlakuan 1200 g N/tanaman/tahun memberikan hasil cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada semua parameter pengamatan. Perlakuan 900 g N/tanaman/tahun memberikan hasil yang lebih tinggi daripada perlakuan 1200 g N/tanaman/tahun (Tabel 13). Peningkatan bobot buah dan bagian buah yang dapat dimakan (edibel) pada tahun kedua, hal ini disebabkan adanya kemungkinan efek residu pemupukan tahun pertama. Tanaman manggis yang digunakan tidak dipelihara secara intensif dan usaha pemupukan jarang dilakukan. Karena tanaman manggis 56 ini tidak pernah mendapatkan hara di sekitar top soil menyebabkan sistem perakaran menjadi terlalu dalam. Akibatnya sebagian hara yang diberikan pada daerah top soil (berkisar 20-30 cm saja dari permukaan tanah) tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman karena belum mencapai perakaran. Peningkatan bobot buah dan bagian buah yang dapat dimakan (edibel) pada tanaman kontrol tahun kedua disebabkan tanaman ini mendapat pupuk dasar P dan K baik tahun pertama maupun tahun kedua. Dengan demikian, peningkatan ini berarti telah tergolong pada mutu I berdasarkan standar SNI dengan diameter berkisar 55-65 mm atau mutu sedang menurut standar mutu Malaysia dengan bobot 100-119 g/buah. Tabel 13 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap bobot buah, bagian buah yang dapat dimakan (edibel) dan total padatan terlarut (TSS) pada tanaman manggis Perlakuan N Bobot buah (g) Edibel (%) Total padatan terlarut (TSS) (Brix) Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II 0g 72,28 104,82 29,31 35,57 15,96 14,87 300 g 83,20 107,75 33,21 40,07 16,42 15,43 600 g 69,64 108,36 27,01 34,75 17,01 15,92 900 g 97,69 112,96 27,06 35,21 15,50 15,26 1200 g 95,89 101,46 32,08 40,21 15,46 14,89 Secara umum produktivitas dan kualitas buah manggis di Leuwiliang Bogor tergolong rendah bila dibandingkan dengan sentra produksi manggis lainnya di Jawa Barat seperti Purwakarta dan Tasikmalaya. Hal ini juga dibenarkan oleh Setiawan et al. (2006) bahwa manggis asal Leuwiliang Bogor produktivitasnya rendah dan sebagian besar berkualitas jelek atau afkir. Rendahnya produktivitas dan kualitas buah ini salah satunya berhubungan dengan status hara daun. Status hara N, P dan K daun manggis asal Leuwiliang tergolong sangat rendah. Fosfor Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian pupuk fosfor secara nyata meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah pada tahun kedua, sedangkan 57 pada tahun pertama belum terlihat responnya. Jumlah bunga dan jumlah buah tahun kedua meningkat secara linear. Banyaknya jumlah bunga yang rontok pada tahun kedua disebabkan jumlah bunga yang terbentuk juga banyak, padahal secara persentase peningkatan dosis pupuk fosfor menurunkan kerontokan bunga manggis (Tabel 14). Bila dibandingkan antar perlakuan maka pemberian 600, 900, dan 1200 g P2O5/tanaman/tahun nyata meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah dibanding kontrol dan perlakuan 300 g P2O5/tanaman/tahun pada tahun kedua. Pemberian 900 g P2O5/tanaman/tahun memberikan hasil paling tinggi terhadap jumlah bunga baik tahun pertama maupun tahun kedua yaitu masing-masing sebanyak 138,5 dan 151 kuncup bunga. Jumlah buah terbanyak pada tahun pertama didapatkan pada perlakuan 1200 g P2O5/tanaman/tahun, sedangkan pada tahun kedua pada perlakuan 900 g P2O5/tanaman/tahun yaitu masing-masing 105 buah dan 128 buah (Tabel 14). Tabel 14 Pengaruh pemberian fosfor terhadap jumlah bunga, jumlah bunga & buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis Perlakuan Jumlah bunga Bunga & buah rontok Jumlah buah P2O5 Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II 0g 73,50 90,00 16,00 20,00 57,50 70,00 300 g 75,50 101,00 17,75 20,75 62,00 80,25 600 g 108,25 123,25 17,75 29,25 90,50 94,00 900 g 138,5 151,00 23,50 32,25 100,00 128,00 1200 g 127,50 139,00 22,50 31,00 105,00 118,00 ns * ns ** ns ** F test: L* L* L* Pola respon: Keterangan: Uji F untuk melihat respon tanaman manggis akibat pemupukan P; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata Jumlah bunga dan buah yang rontok tidak berbeda nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya pada tahun pertama. Namun demikian ada peningkatan pada tahun kedua dibandingkan tahun pertama dan peningkatan juga terjadi dengan meningkatnya dosis perlakuan fosfor. Meningkatnya jumlah bunga dan buah yang rontok lebih disebabkan karena lebih banyaknya bunga yang 58 terbentuk. Padahal persentase bunga dan buah yang rontok berkurang dengan pemberian pupuk P. Dengan demikian pemberian pupuk P dapat menghambat terjadinya peningkatan jumlah bunga dan buah rontok. Terjadinya peningkatan jumlah buah akibat pemberian fosfor tidak terlepas dari peranan fosfor itu sendiri. Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses seperti, fotosintesis, asimilasi, dan respirasi oleh karena itu ketersediannya sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH, dan senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner et al. 1985). Thompson dan Troeh (1978) juga melaporkan bahwa fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu dalam pembentukan bunga, memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Tabel 15 Pengaruh pemberian fosfor terhadap bobot buah, kemulusan dan total larutan terlarut (TSS) pada tanaman manggis Perlakuan P2O5 Bobot buah (g) Tahun I Tahun II Kemulusan (%) Tahun I Tahun II TSS (Brix) Tahun I Tahun II 0g 83,10 99,06 78,75 92,50 16,25 14,83 300 g 87,25 104,83 91,25 96,25 16,72 15,40 600 g 90,30 119,76 85,00 93,75 16,75 14,75 900 g 89,50 134,47 85,00 91,25 16,95 15,50 1200 g 91,43 149,15 85,83 93,75 16,30 15,50 ns ** * Ns ns ns F test: L* L* Pola respon: Keterangan: Uji F untuk melihat respon tanaman manggis akibat pemupukan P; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata Fosfor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot buah pada tahun pertama, sedangkan pada tahun kedua sangat nyata meningkatkan bobot buah. Pola peningkatan bobot buah adalah secara linear. Pada tahun pertama walaupun tidak berbeda nyata tetapi ada kecenderungan bobot meningkat dengan 59 meningkatnya pemberian fosfor. Bobot buah berkisar 83.10 sampai 91.43 g pada tahun pertama dan 99,06 hingga 149,15 g pada tahun kedua. Pemupukan 1200 g P2O5/tanaman/tahun memberikan bobot buah terberat baik tahun pertama maupun tahun kedua yaitu masing-masing 91,43 dan 149,15 (Tabel 15). Bobot buah manggis pada tahun pertama yang berkisar 83,10 hingga 91,43 g belum memenuhi standar mutu buah manggis. Menurut Yuniarti dan Purnomo (1999) standar mutu buah manggis menurut minat konsumen adalah berukuran besar (100 g/buah), warna kulit merah hitam mengkilap, daging buah tebal dan putih bersih, porsi buah enak dimakan 55,5%, rasanya manis (kadar gula 8,5%), sedikit asam (kadar asam 0,4%) dengan getah dan air sedikit. Sedangkan pada tahun kedua peningkatan bobot buah yang berkisar 100 g/buah ini berarti telah terjadi peningkatan mutu menjadi golongan mutu I berdasarkan standar SNI dengan diameter berkisar 55-65 mm atau mutu sedang menurut standar mutu Malaysia dengan berat 100-119 g/buah. Kalium Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian pupuk kalium pada tanaman manggis secara nyata meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah, baik pada tahun pertama maupun pada tahun kedua. Jumlah bunga tanaman manggis meningkat dengan meningkatnya penambahan pupuk kalium secara kuadratik pada tahun pertama dan linear pada tahun kedua. Pola yang sama juga ditemukan pada peningkatan buah baik tahun pertama maupun tahun kedua. Sementara itu, kerontokan bunga dan buah tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk kalium, baik pada tahun pertama maupun pada tahun kedua. (Tabel 16). Bila dibandingkan antar perlakuan maka pemberian 800, dan 1200 g K2O/tanaman nyata meningkatkan jumlah bunga dibanding kontrol pada tahun pertama. Pada tahun kedua hanya pemberian kalium 1200 g K2O/tanaman/tahun yang nyata berbeda dengan perlakuan lainya. Pemberian 800 g K2O/tanaman memberikan hasil paling tinggi terhadap jumlah bunga pada tahun pertama yaitu sebanyak 69 buah, sedangkan pada tahun kedua jumlah bunga terbanyak didapatkan pada perlakuan 1200 g K2O/tanaman/tahun yaitu 202 bunga per pohon (Tabel 16). 60 Meskipun, jumlah bunga dan buah rontok cenderung meningkat dengan meningkatnya pemberian kalium pada tahun pertama dan tahun kedua. Akan tetapi, persentase bunga dan buah yang rontok berkurang dengan pemberian pupuk K. Meningkatnya jumlah bunga dan buah yang rontok lebih disebabkan karena banyaknya bunga yang terbentuk. Dengan demikian pemberian pupuk K dapat menghambat terjadinya peningkatan jumlah bunga dan buah rontok. Hal ini sama dengan yang disampaikan oleh Sutejo (1987), yaitu kalium berperan mencegah daun, bunga, dan buah tidak gampang rontok, memperbaiki ukuran dan kualitas buah dan menambah rasa manis pada buah. Tabel 16 Pengaruh pemberian kalium terhadap jumlah bunga, jumlah bunga & buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis selama dua musim Jumlah bunga Bunga & buah rontok Jumlah buah Perlakuan K2O/tan/thn Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II 0g 35,25 125.00 14,50 25.00 20,75 100,00 400 g 45,00 156.25 15,00 19.50 30,00 136,75 800 g 69,25 163.25 22,75 30.25 46,50 133,00 1200 g 67,00 201.75 25,50 30.25 41,50 171,50 1600 g 59,25 165.25 22,25 27.25 37,00 138,00 F test: * * ns ns * * Pola respon: Q* L* - - Q* L* Keterangan: Uji F untuk melihat respon tanaman manggis akibat pemupukan K; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata Terjadinya peningkatan jumlah buah akibat pemberian kalium tidak terlepas dari peranan kalium itu sendiri. kalium adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses seperti fotosintesis. Kalium dapat meningkatkan laju fotosintesis, sehingga dapat meningkatkan kandungan fotosintat yang diperlukan tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangan organ reproduktif. Tisdale et al., (1985) menyatakan kalium memainkan peran penting dalam fotosintesis dimana lebih dari 50% dari total unsur ini pada daun terkonsentrasi di kloroplas. Tanaman juga memerlukan kalium untuk produksi molekul fosfat berenergi tinggi (ATP) pada proses fotosintesis dan respirasi. ATP ini digunakan sebagai sumber energi dalam asimilasi karbondioksida menjadi gula 61 selama fotosintesis. Gula hasil fotosintesis ini akan di transportasikan ke organ tanaman untuk digunakan dalam pertumbuhan atau disimpan oleh tanaman. Kalium tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot buah, baik tahun pertama maupun pada tahun kedua. Akan tetapi, ada kecenderungan peningkatan bobot buah dari tahun pertama ke tahun kedua untuk semua perlakuan. Pada tahun kedua bobot buah cenderung meningkat dengan pemberian kalium. Bobot buah berkisar 73.8 sampai 84.6 gram pada tahun pertama dan 102,86 hingga 123,71 gram pada tahun kedua. Pemupukan 1600 g K2O/tanaman/tahun memberikan bobot buah terberat yaitu 84.6 gram pada tahun pertama dan perlakuan 1600 g K2O/tanaman/tahun yaitu 123,71 g pada tahun kedua (Tabel 17). Tabel 17 Perlakuan K2O Pengaruh pemberian kalium terhadap bobot buah, kemulusan buah dan total padatan terlarut (TSS) pada tanaman manggis Bobot buah (g) Kemulusan buah (%) Total padatan terlarut (Brix) Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II 0g 82,45 104,52 82,25 85,21 15,38 14,5 400 g 81,05 102,86 84,50 89,36 15,73 15,25 800 g 73,53 117,39 88,00 92,13 15,65 16,25 1200 g 77,75 123,71 85,00 93,02 15,23 16,75 1600 g 84,75 123,02 87,25 92,15 15,22 16,75 F test: ns ns ns ns ns ** Pola L* respon: Keterangan: Uji F untuk melihat respon tanaman manggis akibat pemupukan K; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata Bobot buah manggis pada tahun pertama yang berkisar 73.8 sampai 84.6 gram belum memenuhi standar mutu buah manggis. Sedangkan bobot buah tahun kedua masuk grade A hingga super berdasarkan standar SNI 0-13211-1992 dan ukuran D menurut standar Codex 204-1997. Menurut Yuniarti dan Purnomo (1999) standar mutu buah manggis menurut minat konsumen adalah berukuran besar (100 g/buah), warna kulit merah hitam mengkilap, daging buah tebal dan putih bersih, porsi buah enak dimakan 55,5%, rasanya manis (kadar gula 8,5%), sedikit asam (kadar asam 0,4%) dengan getah dan air sedikit. 62 Kalium tidak memberikan pengaruh nyata terhadap Total Padatan Terlarut (TSS) pada tahun pertama akan tetapi terjadi peningkatan secara nyata pada tahun kedua. TSS buah manggis pada tahun pertama berkisar 15.22 sampai 16.23 oBrix dan pada tahun kedua berkisar 14,5-16,75 oBrix. Pemupukan 800 g K2O/tanaman memberikan hasil yang nyata lebih tinggi terhadap TSS buah yaitu 16.25 oBrix dibanding kontrol dan perlakuan 400 g K2O/tanaman/tahun (Tabel 17). Hal yang sama juga disampaikan oleh Embleton (1973) bahwa pemberian kalium meningkatkan rasa manis pada buah jeruk. Secara umum persentase kemulusan buah tergolong rendah, dimana ratarata tingkat kemulusan buah adalah 85% pada tahun pertama dan 90,37% pada tahun kedua. Namun demikian pemberian pupuk P dan K telah menyebabkan perbaikan kemulusan pada tahun kedua dibandingkan tahun pertama. Rendahnya persentase kemulusan buah ini berkaitan dengan munculnya getah kuning dan burik pada buah. Getah kuning pada buah manggis sampai saat ini masih menjadi penyebab utama rendahnya kualitas buah manggis. Getah kuning dan burik membuat penampakan buah kurang menarik dan rasanya pahit. Penyebab utama munculnya getah kuning dan burik sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Tirtawinata (2002) menyatakan bahwa terjadinya burik pada buah manggis kemungkinan dapat disebabkan gesekan antara buah atau buah dengan daun pada saat buah masih muda yang kemudian meninggalkan luka dan ikut membesar seiring pertambahan ukuran buah. Terjadinya luka akibat gesekan buah dengan daun atau buah dengan ranting pohon. Kemungkinan lain adalah, tanaman yang digunakan kurang dipelihara secara intensif, tanaman terlalu rimbun dan banyak ditemukan cabang-cabang negatif. Produktivitas dan kualitas buah manggis di Leuwiliang Bogor secara umum tergolong rendah bila dibandingkan dengan sentra produksi manggis lainnya di Jawa Barat seperti Purwakarta dan Tasikmalaya. Hal ini juga dibenarkan oleh Setiawan et al. (2006) bahwa manggis asal Leuwiliang Bogor produktivitasnya rendah dan sebagian besar berkualitas jelek atau afkir. Rendahnya produktivtas dan kualitas buah ini salah satunya berhubungan dengan status hara daun. Status hara N, P dan K daun manggis asal Leuwiliang tergolong sangat rendah. 63 Sementara itu, menurut Setiawan et al. (2006) produktivitas buah manggis dipengaruhi oleh perbedaan antar sektor percabangan. Posisi muncul bunga dan buah tertinggi dihasilkan oleh percabangan di sektor tengah dalam, sedangkan sektor percabangan tengah luar dan kanopi bagian atas banyak menghasilkan tunas vegetatif. Konsentrasi N,P,K pada Jaringan Manggis Akibat Pemberian Pupuk N,P,K Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian pupuk nitrogen sangat nyata meningkatkan konsentrasi N pada daun dan organ bagian-bagian buah kecuali pada kulit buah tahun kedua yang hanya nyata. Konsentrasi N pada daun dan organ bagian-bagian buah meningkat dengan pola secara linear baik tahun pertama maupun tahun kedua. Pola serapan kuadratik hanya ditemukan pada konsentrasi N daun tahun pertama. Konsentrasi nitrogen tertinggi dijumpai pada daging buah, kemudian pada biji, kulit buah dan daun (Tabel 18). Tabel 18 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap konsentrasi nitrogen pada daun, kulit buah, daging buah, dan biji selama dua kali panen pada tanaman manggis Perlakuan N 0g 300 g 600 g 900 g 1200 g F test: Pola respon: Keterangan: Daun Tahun I Tahun II Konsentrasi nitrogen (%) Kulit buah Daging buah Tahun I Tahun II Tahun I Tahun II Biji Tahun I Tahun II 0,72 0,74 0,67 0,94 1,32 1,54 1,25 1,50 0,80 0,84 0,72 1,98 1,40 1,60 1,33 1,54 0,94 0,92 0,80 1,10 1,54 1,72 1,42 1,57 0,94 1,00 0,83 1,15 1,72 1,81 1,52 1,62 0,96 1,11 0,89 1,14 1,80 1,86 1,54 1,63 ** ** ** * ** ** ** ** L** L** L** L* L** L** L** L** Q* Uji F untuk melihat tanaman bibit manggis akibat pemupukan N; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata Konsentrasi N yang tinggi pada bagian-bagian buah dibandingkan dengan daun menyebabkan kehilangan N akibat panen yang tidak dikembalikan lagi ke tanah. Sementara itu, N yang dikembalikan ke tanah melalui sisa-sisa tanaman seperti daun yang rontok hanya sedikit sekali, karena umumnya daun yang rontok adalah daun tua yang kandungan N-nya rendah. Pada penelitian tahun pertama diketahui bahwa makin tua umur daun makin berkurang kandungan N-nya. Oleh karena itu, penambahan unsur N merupakan suatu keharusan bila tidak tersedia 64 dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman agar dapat berproduksi optimal pada periode berikutnya. Fosfor Konsentrasi fosfor pada daun, kulit buah, daging buah dan biji mengalami peningkatan dari tahun pertama hingga tahun kedua. Peningkatan dosis perlakuan fosfor, nyata meningkatkan konsentrasi fosfor pada masing-masing parameter pengamatan dibandingkan kontrol baik tahun pertama maupun pada tahun kedua, kecuali pada kulit buah tahun pertama tidak nyata. Pola peningkatan konsentrasi fosfor tersebut pada setiap parameter pengamatan adalah linear. Konsentrasi fosfor tertinggi secara berurutan dijumpai pada biji, daging buah, kulit buah dan daun (Tabel 19). Tabel 19 Pengaruh pemberian fosfor terhadap konsentrasi fosfor pada daun, kulit buah, daging buah, dan biji tanaman manggis selama dua kali panen Perlakuan P2O5 0g 300 g 600 g 900 g 1200 g F test Pola respon: Daun Tahun I 0,08 0,10 0,13 0,14 0,17 F** L** Tahun II 0,10 0,14 0,17 0,20 0,24 F** L** Konsentrasi fosfor (%) Kulit buah Daging buah Tahun I 0,14 0,17 0,18 0,18 0,19 ns - Tahun II 0,09 0,11 0,12 0,14 0,15 F** L** Tahun I 0,26 0,28 0,29 0,29 0,32 F** L** Tahun II 0,14 0,17 0,22 0,25 0,30 F** L** Biji Tahun I 0,21 0,22 0,23 0,24 0,26 F** L** Tahun II 0,30 0,34 0,34 0,35 0,35 F** L** Keterangan: Uji F untuk melihat tanaman bibit manggis akibat pemupukan P; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata Konsentrasi P yang tinggi pada bagian-bagian buah dibandingkan dengan daun menyebabkan kehilangan P akibat panen yang tidak dikembalikan lagi ke tanah. Sementara itu, P yang dikembalikan ke tanah melalui sisa sisa tanaman seperti daun yang rontok hanya sedikit sekali, karena umumnya daun yang rontok adalah daun tua yang kandungan P-nya rendah. Pada penelitian tahun pertama diketahui bahwa makin tua umur daun makin berkurang kandungan Pnya. Oleh karena itu, penambahan unsur P merupakan suatu keharusan bila tidak tersedia dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman agar dapat berproduksi optimal pada periode berikutnya 65 Konsentrasi P dalam jaringan daun dapat dijadikan indikator untuk menilai kondisi hara P yang tersedia bagi tanaman. Persentase konsentrasi hara P daun terlihat meningkat dari tahun pertama ke tahun kedua. Tahun pertama berkisar 0,08 hingga 0,17% dan tahun kedua 0,11 hingga 0,24%. Sedangkan konsentasi P pada kulit buah tahun pertama berkisar 0,13 hingga 0,19%, dan tahun kedua 0,09 hingga 0,15%. Konsentrasi P pada daging buah (aril) tahun pertama berkisar 0,26 hingga 0,32% dan tahun kedua berkisar 0.14 hingga 0,17%. Konsentrasi P pada biji tahun pertama berkisar 0,21 hingga 0,26% dan tahun kedua berkisar 0,30 sampai 0,35% (Tabel 19). Kalium Konsentrasi kalium pada daun dan kulit buah mengalami peningkatan secara linear dengan meningkatnya pemberian pupuk kalium baik pada tahun pertama maupun tahun kedua. Sedangkan konsentrasi kalium pada daging buah meningkat sejalan dengan meningkatnya pemberian pupuk kalium dengan pola respon linear dan kuadratik, begitu juga dengan konsentrasi K pada biji pada tahun kedua (Tabel 20). Tabel 20 Pengaruh pemberian kalium terhadap konsentrasi kalium pada daun, kulit buah, daging buah, dan biji manggis selama dua kali panen Perlakuan K2O 0g 400 g 800 g 1200 g 1600 g Konsentrasi kalium (%) Kulit buah Daging buah Daun Tahun I 0,48 0,54 0,63 0,67 0,75 Tahun II 0,61 0,68 0,75 0,84 0,90 Tahun I 0,33 0,41 0,45 0,46 0,56 Tahun II ** L** ** L** ** L** ** L** Q** F test: Pola respon: 0,68 1,04 1,08 1,15 1,19 Biji Tahun I 0,84 0,90 0,96 1,11 1,19 Tahun II Tahun I Tahun II 1,19 1,37 1,41 1,45 1,52 0,98 1,04 1,01 1,00 1,02 0,98 1,22 1,26 1,27 1,31 ** L** ** L** Q* ns - ** L** Keterangan: Uji F untuk melihat respon bibit manggis akibat pemupukan K; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata Keeratan hubungan peningkatan dosis K dengan peningkatan konsentrasi K pada jaringan tanaman tidak terlepas dari peranan K itu sendiri dalam metabolisme tanaman. Kalium berfungsi mengatur ketersediaan air pada tanaman, hal tersebut berhubungan dengan pembukaan dan penutupan stomata 66 (Leiwakabessy 1998). Pemberian kalium dapat merangsang membukanya stomata sehingga meningkatkan laju transpirasi. Traspirasi adalah hilangnya air dalam bentuk uap air dari tubuh tumbuhan yang sebagian besar berlangsung melalui daun lewat stomata. Tjondronegoro et al. (1999) menyatakan pada stomata yang terbuka kandungan ion K+ meningkat, sebaliknya jika stomata menutup, kandungan ion K+ menurun. Transpirasi mempunyai pengaruh baik bagi pertumbuhan tanaman dalam mempertahankan suhu di bawah tingkat yang mematikan dan meningkatkan absobrsi air oleh akar sehingga juga berpengaruh terhadap peningkatan laju absorbsi hara mineral. Proses ini biasanya berlangsung secara pasif. Kalium dapat meningkatkan laju fotosintesis, sehingga dapat meningkatkan kandungan fotosintat yang diperlukan tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangan organ reproduktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tisdale et al., (1985) bahwa kalium memainkan peran penting dalam fotosintesis dimana lebih dari 50% dari total unsur ini pada daun terkonsentrasi di kloroplas. Pemberian kalium akan meningkatkan laju fotosintesis sehingga dapat meningkatkan kandungan fotosintat pada tanaman. Gula hasil fotosintesis ini juga akan di transportasikan ke akar, sehingga akar akan lebih aktif menyerap hara lainnya. Proses ini biasanya berlangsung secara aktif. Interpretasi Status Konsentrasi N, P, K pada Daun Tanaman Manggis Hubungan konsentrasi N, P, K daun dengan hasil relatif pada tahun pertama tidak nyata, nilai r kurang dari 0,5. Akan tetapi pada tahun kedua terjadi peningkatan respon hasil relatif sehingga berkorelasi positif dengan konsentrasi N daun. Hal ini terlihat dari nilai r model regresi linear dan model regresi kuadratik rata diatas 0,6 sedangkan model regresi logistik dan eksponesial nila r-nya lebih rendah kecuali pada K. Dari empat model regresi yang digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara konsentrasi hara N daun dengan hasil relatif pada tanaman manggis, maka model kuadratik adalah yang mempunyai nilai R2 terbesar yaitu 0,456 atau nilai r = 0,676. Akan tetapi tiga model lainnya yaitu linear, logistik, dan exponensial nilai r lebih kecil dari model kuadratik (Gambar 6 dan Tabel 21). 67 Berdasarkan nilai r maka model kuadratik adalah model yang paling tepat untuk menentukan status hara nitrogen pada tanaman manggis. Model ini selain nilai r lebih besar daripada model-model yang lain tetapi juga didukung logika ilmu pemupukan yaitu peningkatan pemberian unsur hara akan meningkatkan hasil hingga kebutuhan tanaman terpenuhi. Pemberian hara berlebihan dari kebutuhan tanaman tidak akan meningkatkan hasil bahkan dapat menurunkan 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 y = 78.416x - 28.848 R2 = 0.4516 A y = -36.125x 2 + 154.27x - 67.24 R2 = 0.4564 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Produksi relatif (%) Produksi relatif (%) hasil karena kelebihan hara tersebut. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1.6 y = 8.2606e1.6836x R2 = 0.4156 B y = 79.978Ln(x) + 50.982 R2 = 0.4559 0.6 0.7 0.8 0.9 Konsentrasi N daun (%) y = 262.45x + 19.921 R2 = 0.4934 A 50 40 30 y = -833.4x 2 + 531.73x + 0.4161 R2 = 0.5079 20 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 Produksi relatif (%) Produksi relatif (%) 60 10 1.4 1.5 1.6 70 60 B 50 40 30 y = 26.183e5.0209x R2 = 0.4086 20 10 0 0.05 0.3 0.1 0.15 Konsentrasi P daun (%) 0.2 0.25 0.3 Konsentrasi P daun (%) 110 110 A y = 118.46x - 32.37 R2 = 0.4149 100 90 Produksi relatif (%) Produksi relatif (%) 1.3 80 70 80 70 60 50 40 30 y = 4.1985x 2 + 112.65x - 30.429 R2 = 0.4149 20 10 0 0.45 1.2 y = 38.996Ln(x) + 135.51 R2 = 0.505 90 80 100 90 1.1 100 100 90 1 Konsentrasi N daun (%) 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 Konsentrasi K daun (%) 0.8 0.85 0.9 0.95 B y = 78.956Ln(x) + 79.973 R2 = 0.409 80 70 60 50 40 30 y = 7.0802e2.6502x R2 = 0.442 20 10 0 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 Konsentrasi K daun (%) Gambar 6 Hubungan konsentrasi N, P, K daun dengan hasil relatif tanaman manggis menggunakan empat model regresi (A) model linear dan kuadratik (B) logistik dan eksponensial Model yang mempunyai nilai R2 terbesar untuk P adalah kuadratik yaitu 0,508 atau nilai r = 0,713. Model regresi kuadratik merupakan model yang paling terbaik untuk mengambarkan hubungan konsentrasi hara P daun dengan hasil relatif. Sedangkan untuk K model eksponensial mempunyai nilai R2 terbesar yaitu 0,442 atau nilai r = 0,665. Meskipun nilai R2 terbesar didapatkan pada model regresi eksponensial ini tidak berarti bahwa model ini cocok digunakan selamanya untuk memprediksi 68 status hara tanaman manggis. Besarnya nilai R2 model ini lebih disebabkan terbatasnya data yang tersedia. Selain itu, juga terkait dengan sifat unsur K itu sendiri yang cenderung dikonsumsi berlebihan oleh tanaman (Lux comsumption). Secara logika dan ilmu pengetahuan, hasil tanaman akan berhenti pada batas maksimum, walaupun konsentrasi hara pada daunnya tetap naik. Tabel 21 Hubungan antara hasil relatif tanaman manggis dengan konsentrasi N, P dan K daun berdasarkan beberapa persamaan regresi Unsur Model Regresi N Linear Kuadratik Exponensial Logistik P Linear Kuadratik Exponensial Logistik K Linear Kuadratik Exponensial Logistik Persamaan Regresi Y = 78,416x – 28,848 Y =-36,125x2 + 154,27x– 67,24 Y = 8,2606e1,6836x Y = 79,978Ln(x) = 50,982 Y = 262,45x + 19,921 Y = -833,4x2 + 531,7x + 0,4161 Y = 26,183e 5,0209x Y = 38,996Ln(x)+135,51 Y = 118,46x-32,37 Y = 4,1985x2 + 112,65x-30,429 Y = 7,0802e26502x Y = 78,956 Ln (x) + 79,973 R2 0,452 0,456 0,416 0,456 0,493 0,508 0,409 0,505 0,415 0,415 0,442 0,409 r 0,672 0,676 0,645 0,675 0,702 0,713 0,639 0,711 0,644 0,644 0,665 0,640 Berdasarkan model regresi yang terpilih, status hara N, P, K dapat diketahui dengan cara menarik garis lurus pada nilai hasil relatif 50%, 75 %, dan 100%. Menurut Kidder (1993) bahwa nilai perpotongan dengan angka hasil relatif kurang dari 50% statusnya adalah sangat rendah, sedangkan antara 50-75% statusnya rendah, 75-100% statusnya sedang, dan 100% statusnya tinggi. Hasil analisis regresi pada Gambar 6, maka status konsentrasi N daun dapat dikelompokan sebagai berikut. Konsentrasi N daun <0,99% statusnya adalah sangat rendah. Konsentrasi N daun berkisar 0,99 hingga 1,35% statusnya adalah rendah. Konsentrasi N daun berkisar 1,35 hingga 2,15% statusnya adalah sedang. Berdasarkan hasil analisis regresi pada Gambar 7, maka status konsentrasi P daun dapat dikelompokan sebagai berikut. Konsentrasi P daun <0,11% statusnya adalah sangat rendah. Konsentrasi P daun berkisar 0,11% hingga 0,21% statusnya adalah rendah. statusnya adalah sedang. Konsentrasi P daun berkisar 0,21% hingga 0,31% 69 Berdasarkan hasil analisis regresi kuadratik dapat diperoleh bahwa status konsentrasi K daun dapat dikelompokkan sebagai berikut. Konsentrasi K daun <0,69% statusnya adalah sangat rendah. Konsentrasi K daun berkisar 0,69% hingga 0,90% statusnya adalah rendah. Konsentrasi K daun berkisar 0,90% hingga 1,12% statusnya adalah sedang (Gambar 7). Produksi relatif (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 y = -36.125x 2 + 154.27x - 67.24 r = 0.676 0.6 0.7 0.8 0.9 sedang rendah sangat rendah 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 Konsentrasi N daun (%) 100 y = -833.4x 2 + 531.73x + 0.4161 r = 0.713 90 Produksi relatif (%) 80 70 60 50 40 30 20 sangat rendah 10 0 0.05 sedang rendah 0.1 0.15 0.2 0.25 Konsentrasi P daun (%) 100 Produksi relatif (%) 90 y = 4.1985x 2 + 112.65x - 30.429 r =0,644 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0.45 rendah sangat rendah 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 sedang 0.85 0.9 0.95 Konsentrasi K daun (%) Gambar 7 Hubungan konsentrasi N, P, K daun dengan hasil relatif tanaman manggis berdasarkan model regresi kuadratik 70 Dengan demikian pada status hara N, P, K sangat rendah dan rendah hingga sedang perlu dilakukan pemupukan untuk meningkatkan konsentrasi N, P, K di daun sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan hasil yang optimum. Untuk mengetahui berapa banyak pupuk yang mesti diberikan agar status hara naik dari status sangat rendah menjadi status sedang perlu pendekatan persamaan regresi dengan menghubungkan antara dosis pupuk N, P, K dengan konsentrasi N, P, K daun sebagai respon pemupukan. Dosis Optimum Pupuk N, P, K pada Tanaman Manggis Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk yang optimum agar tanaman dapat berproduksi secara maksimum dapat dilihat dari model regresi hubungan antara dosis pupuk dengan hasil relatif sebagai respon pemupukan (Gambar 8). Berdasarkan model regresi tersebut terlihat bahwa respon tanaman manggis terhadap pupuk N pada tahun pertama sangat rendah. Respon tanaman pada tahun kedua mulai terlihat. Berdasarkan persamaan regresi respon tanaman manggis tahun kedua maka dosis optimum pupuk N untuk status hara sangat rendah adalah 2183 g N atau setara dengan 5 kg urea (Tabel 22). Dosis optimum pupuk P pada tahun pertama adalah 1755 g P2O5 /tanaman/tahun. Sedangkan pada tahun kedua untuk mendapatkan hasil maksimum dibutuhkan dosis pupuk optimum sebesar 1680 g P2O5/tanaman/tahun atau setara dengan 4,5 kg SP 36. Dosis optimum yang diperoleh ini adalah dosis optimum pada status hara sangat rendah. Bila uji optimasi dilakukan pada status hara rendah hingga sedang tentu dosis pupuk yang dibutuhkan kurang dari 1680 g P2O5/tanaman/tahun. Dosis optimum pupuk K pada tahun pertama untuk mendapatkan hasil maksimum adalah 911 g K2O /tanaman/tahun. Pada tahun kedua dengan menggunakan persamaan regresi Y = -2E-05x2 + 0,0622x + 46.553 dosis pupuk optimumnya adalah 1555 g K2O/tanaman/tahun atau setara dengan 2,5 kg KCl (Tabel 22). Dosis optimun berdasarkan Gambar 8 dan Tabel 22 untuk pupuk N dan P terjadi ekstrapolasi. Ekstrapolasi yaitu perluasan data di luar data yang tersedia tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data yang tersedia. Dosis perlakuan maksimum pupuk N dan P adalah 1200 g/tanaman/tahun, sedangkan kebutuhan tanaman manggis pupuk N dan P untuk berproduksi maksimum lebih dari 1200 71 g/tanaman/tahun. Hal ini berarti sampai dosis 1200 g/tanaman/tahun baik N maupun P respon produksi masih linear. Untuk memperoleh dosis optimum disarankan dosis perlakuan dinaikkan lebih dari 2180 untuk N dan lebih dari 1680 untuk P. 100 y = -9E-06x 2 + 0.0393x + 48.23 r = 0.664 (Tahun II) Produksi relatif (%) 90 80 70 60 50 40 30 20 y = -2E-05x 2 + 0.023x + 29.2 r = 0.311 (Tahun I) 10 0 0 300 600 900 1200 Dosis pupuk N (g/tanaman/tahun) 100 y = -2E-05x 2 + 0.0672x + 30.822 tahun II r = 0.856 Produksi relatif (%) 90 80 70 60 50 40 30 20 y = -1E-05x 2 + 0.0351x + 21.137 tahun I r = 0.558 10 0 0 200 400 600 800 1000 1200 Dosis pupuk P (g P2O5/tan/thn) 100 y = -2E-05x 2 + 0.0622x + 46.553 r = 0.876 (Tahun II) Produksi relatif (%) 90 80 70 60 50 y = -9E-06x 2 + 0.0164x + 14.626 r = 0.875 (Tahun I) 40 30 20 10 0 0 400 800 1200 1600 Dosis pupuk K (g K2O/tan/thn) Gambar 8 Kurva respon pemupukan N, P, K terhadap hasil relatif buah manggis selama dua kali panen Dari kurva respon pemupukan N, P, K terhadap hasil relatif buah manggis selama dua kali panen terlihat bahwa respon pemberian pupuk N, P, K sangat rendah pada tahun pertama. Hal ini dipengaruhi oleh letak perakaran tanaman manggis yang sangat jauh didalam tanah. Tanaman manggis yang digunakan tidak dipelihara secara intensif dan usaha pemupukan jarang dilakukan. Karena tanaman manggis ini tidak pernah mendapatkan hara disekitar top soil menyebabkan sistem perakaran menjadi terlalu dalam. Akibatnya sebagian hara 72 yang diberikan pada daerah top soil (berkisar 20-30 cm dari permukaan tanah) tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman karena belum mencapai perakaran. Oleh karena itu, pengaruh dari pemupukan N, P, K baru terlihat pada tahun kedua. Selain itu, curah hujan yang tinggi juga diperkirakan ikut berperan. Curah hujan di Bogor (Leuwiliang) rata-rata sebesar 3778 mm/tahun (Lampiran 2). Ini berarti bahwa daerah Leuwiliang tidak pernah kering lebih dari 90 hari. Dengan kondisi curah hujan yang tinggi itu, kemungkinan sebagian besar pupuk nitrogen dan kalium yang diberikan telah tercuci. Selain itu, pupuk nitrogen yang diberikan adalah dalam bentuk urea (CO(NH2)2) dengan kandungan N nya 45%. Karena kandungan N yang tinggi menyebabkan pupuk ini menjadi sangat higroskopis. Urea sangat mudah larut dalam air dan bereaksi cepat, serta mudah menguap dalam bentuk amonia. Tabel 22. Dosis optimum pupuk N, P dan K dihitung berdasarkan persamaan regresi dari kurva respon hasil relatif tanaman manggis Unsur N P K Status hara Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Persamaan regresi Dosis RY = -9E-06x2 + 0,0393x + 48,23 2183 g N 5 kg Urea RY = -2E-05x2 + 0,0672 + 30,822 1680 g P2O5 4,5 kg SP36 RY = -2E-05x2 + 0,0622 + 46,533 1555 g K2O 2,5 kg KCl Untuk mengurangi kehilangan nitrogen, maka pupuk dalam bentuk butiran (granular) yang lebih besar atau diberi pelapis polimer seperti pupuk slow release dapat dipertimbangkan. Pada tanaman bibit manggis pemberian pupuk Dekastar yang bersifat pelepasan terkendali menghasilkan pertumbuhan lebih baik dibandingkan pemberian pupuk NPK yang bersifat mudah larut (Kusumaningtyas 1999). Meskipun pemberian pupuk N, P, K hanya dapat menaikkan sedikit konsentrasi N, P, K daun manggis di Leuwiliang. Akan tetapi, pemberian pupuk secara rutin setiap tahun akan menaikkan konsentrasi N, P, K di daun. Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi N, P, K daun pada tahun kedua lebih tinggi daripada tahun pertama. Tingginya konsentrasi N, P, K daun pada tahun kedua kemungkinan disebabkan adanya efek residu pemupukan dari tahun sebelumnya. 73 Selain itu, tanaman yang dipupuk secara rutin menyebabkan sistim perakaran lebih dangkal. Bila perakaran dangkal maka pemberian hara dapat langsung digunakan oleh tanaman dan peluang hara yang hilang atau tercuci semakin sedikit. Simpulan 1. Model regresi yang terbaik antara konsentrasi N, P, K daun umur lima bulan dengan hasil relatif pada tanaman manggis adalah kuadratik. 2. Berdasarkan model kuadratik konsentrasi N daun <0,99% statusnya adalah sangat rendah, 0,99%-<1,35% statusnya adalah rendah, 1,35-<2,10% statusnya adalah sedang. Status konsentrasi P daun <o,11% adalah sangat rendah, 0,11%-<0,21% adalah rendah, dan 0,21-<0,31% adalah sedang. Sedangkan konsentrasi K daun <0,69% statusnya adalah sangat rendah, 0,69%-<0,90% rendah, dan 0,90-<1,12% adalah sedang. 3. Dosis optimum pupuk K adalah 1555 g K2O /tanaman/tahun atau setara 2,5 KCl, sedangkan untuk N dan P dosis optimumnya berada diluar dosis perlakuan (ekstrapolasi). EVALUASI GEJALA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN NITROGEN PADA TANAMAN MANGGIS (Symptoms of Nitrogen Deficient and Excessive on Mangosteen) Abstrak Nitrogen mempunyai peranan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibandingkan hara-hara yang lain. Nitrogen adalah komponen esensial dari klorofil, protein, hormon dan enzim. Nitrogen juga merupakan bahan penting untuk produksi buah. Oleh karena itu, kondisi kekurangan dan kelebihan nitrogen akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Untuk mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan N pada tanaman manggis, perlu diketahui gejala-gejala kekurangan atau kelebihan nitrogen dan konsentrasi N daun pada tiap-tiap kondisi tersebut. Percobaan ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok, satu faktor, dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas lima level dosis nitrogen: 50, 100, 200, 400, dan 600 ppm /tanaman. Semua perlakuan diaplikasikan pada bibit manggis umur satu tahun 5 bulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa bibit manggis yang kekurangan nitrogen memperlihatkan gejala-gejala seperti warna daun hijau terang kekuningan, warna akar coklat terang kekuningan, pertumbuhan terhambat, dan konsentrasi N daun kurang dari 0,73%. Sebaliknya, bibit-bibit yang kelebihan nitrogen mempunyai gejala-gejala seperti daun berwarna coklat, nekrosis (layu kering seperti terbakar) dan akhirnya rontok. Akar berwarna coklat tua, pecahpecah, dan mudah putus, akhirnya busuk. pertumbuhan bibit terhambat, konsentrasi N daun lebih dari 1,18%. Berdasarkan data interpretasi, konsentrasi N daun kurang dari 0,72% digolongkan sangat rendah, 0,72 sampai 0,94% adalah rendah, lebih dari 0,94 hingga 1,18% adalah sedang, sedangkan di atas 1,18 digolongan sangat tinggi. Untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum dibutuhkan dosis optimum pupuk nitrogen yaitu 200 ppm/tanaman. Katakunci : Kekurangan, kelebihan, konsentrasi nitrogen daun Abstract Nitrogen has a very important role in growth and development of plant compared to the other nutrient. Nitrogen is an essensial component of chlorophyll, proteins, hormone and enzymes. Nitrogen is also building block for fruit production. Therefore, deficient or excessive condition of nitrogen will influence growth and plant production. To prevent the deficient or excessive of nitrogen in mangosteen plant it is needed to know the symptoms of nitrogen deficiency or excess and concentration of nitrogen in leaf in each condition. An experiment was arranged in randomized complete block design, using one factor, with six replications. The treatment consisted of five levels of nitrogen dosage: 50; 100; 200; 400; dan 600 ppm N/plant. All treatments were applied on mangosteen seedling of one year five month’s age. The results showed that mangosteen seedling which deficient of nitrogen exhibited symptoms like yellowish light green leaf color, yellowish light brown root color, stunted or inhibited growth, and concentration of N (<0,73%). On the other hand, the seedlings that excessive 75 nitrogen had symptom such as leaf was brown, necrotic, and finally fallen off; root was dark brown, cracking and broken easily, finally rotten; the growth of seedling inhibited; and concentration of N in leaf was more than 1,18%. Based of leaf tissue analysis, leaf with concentration of N less than 0.72% was classified as very low, from 0.70 to 0.94% was low, more than 0.94 to 1.18 was medium, and more than 1.18% was very high. To gain the maximum growth it was needed the optimum dosage of nitrogen of 200 ppm/plant. Keywords: deficient, excessive, nitrogen concentration Pendahuluan Latar Belakang Nitrogen mempunyai pengaruh paling besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibandingan berbagai hara tanaman lainnya. Nitrogen memacu perkembagan cabang, daun dan produksi buah (Samra dan Arora 1997). Oleh karena itu nitrogen mendapatkan porsi paling banyak diteliti karena unsur hara ini diperlukan dalam jumlah besar dan pengaruhnya pada tanaman jelas dan cepat (Soepardi, 1983). Nitrogen merupakan bagian integral dari klorofil. Fotosintesis akan berlangsung cukup tinggi, sehingga pertumbuhan yang giat dan tanaman berwarna hijau gelap bila nitrogen terpenuhi (Havlin et al. 1999), disamping itu nitrogen juga merupakan unsur pokok struktural dinding sel (Bennet 1996). Nitrogen unsur esensial dari protein, hormon dan enzim serta bagian penting untuk produksi buah (Samra dan Arora 1997). Nitrogen merupakan unsur hara esensial bagi tanaman yang diserap dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) (Salisbury dan Ross 1995; Bennett 1966 Havlin et al. 1999), dan sebagian besar diserap dalam bentuk nitrat (NO3-). Nitrat (NO3-) bermuatan negatif sehingga selalu berada dalam larutan tanah dan mudah diserap oleh tanaman namun lebih mudah juga tercuci. Sebaliknya amonium (NH4+) bermuatan positif sehingga terikat oleh kaloid tanah, dan tidak mudah tercuci. Amonium baru dapat dimanfaatkan oleh tanaman melalui pertukaran ion. Akan tetapi, tanaman buah yang kekurangan nitrogen secara berlebihan akan melemahkan pertumbuhan, trubus akan berhenti lebih cepat dan pengguguran daun lebih awal. Tanaman buah yang kekurangan nitrogen juga tumbuh jelek, lemah dan tidak akan menginisiasi bunga sebanyak pohon yang 76 sehat sehingga buahnya sedikit (Poerwanto 2003). Secara umum, tanaman yang kekurangan nitrogen menunjukan pertumbuhan yang jelek dan produksi yang rendah (Samra dan Arora 1997). Sementara itu gejala kekurangan dan kelebihan nitrogen pada tanaman manggis belum banyak diketahui. Untuk mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan N pada tanaman manggis, perlu diketahui gejala kekurangan dan kelebihan N, serta konsentrasi N di daun pada masing-masing kondisi tersebut. Meskipun tanaman manggis di lapangan jarang sekali terlihat menunjukkan gejala kekurangan dan kelebihan N. Akan tetapi, tanaman bibit dengan perlakuan pemupukan di media pasir dapat memperlihatkan gejala tersebut. Berdasarkan pokok-pokok pemikiran di atas, maka perlu dilakukan penelitian agar diketahui gejala kekurangan dan kelebihan N serta konsentrasi N di daun pada kondisi kekurangan dan kelebihan N tersebut. Apabila konsentrasi N di daun telah diketahui berapa kisaranya pada masing-masing kondisi ini maka bisa lebih dini mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan N. Tujuan Penelitian 1. Mengamati gejala kekurangan nitrogen pada bibit manggis 2. Mengamati ciri-ciri dari tanaman bibit manggis yang kecukupan nitrogen 3. Mengamati gejala kelebihan nitrogen pada bibit manggis 4. Mengukur kisaran nitrogen di daun bibit manggis pada kondisi kekurangan, kecukupan dan kelebihan nitrogen Bahan dan Metode Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2004 sampai dengan Februari 2006 di Kebun Pembibitan Pusat Kajian Buah-buhan Tropika IPB Tajur. Lokasi penelititan berada pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 20-32 0 C. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 77 Percobaan aplikasi pupuk nitrogen terdiri dari atas lima perlakuan dosis pupuk nitrogen (N), yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK). Setiap unit perlakuan terdiri dari atas tiga tanaman, yang diulang sebanyak tiga kali. Dosis perlakuan adalah : N0 = 50 ppm, N1 = 100 400 ppm; N4 = 600. ppm; N2 = 200 ppm; N3 = Bibit tanaman manggis umur satu tahun lima bulan dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir. Pemindahan bibit dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal, kemudian akarnya dicuci hingga bersih, lalu ditanam kembali pada polybag yang telah disediakan. Larutan hara diberikan seminggu tiga kali sesuai dengan masingmasing perlakuan, dengan cara menyiramkan ke dalam polybag. Aplikasi pupuk selain perlakuan juga diberikan larutan hara standar sebagai pupuk dasar yaitu: P 50 ppm, K 100 ppm, Ca 100 ppm, Mg 70 ppm , Fe 0,8 ppm, B 0,5 ppm, Mn 0,8 ppm, Zn 0.05 ppm, Cu 0,05 ppm, dan Mo 0,03 ppm (Ismadi 2004). Pengamatan Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan deskriptif terhadap gejala kekurangan dan kelebihan nitrogen. Pengamatan pertambahan pertumbuhan dan kandungan hara nitrogen daun umur 5 bulan. Pertumbuhan tanaman dilihat dari tinggi tanaman, diameter, jumlah daun yang tumbuh selama penelitian. Sedangkan analisis kandungan hara nitrogen daun, dilakukan di akhir penelitian. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila didapatkan pengaruh yang nyata, dilanjutkan dengan uji ortogonal polinomial. Tahapan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui status hara N sebagai berikut: 1. Menghitung pertumbuhan relatif (%) (rata-ratakan dari setiap ulangan) sebagai berikut: Pertumbuhan relatif = Yi Yi x100% Ymaks = Pertumbuhan pada perlakuan hara N ke-i Ymaks = Pertumbuhan maksimum 2. Selanjutnya nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable (Y) dihubungkan dengan nilai kandungan hara N dan daun sebagai independent variable (X) untuk dianalisis dengan beberapa model regresi (antara lain 78 Kuadratik, logistik, linier plateau dan lain-lain). Model yang mempunyai kriteria terbaik secara statistik akan dipakai untuk menentukan status hara N untuk tanaman bibit manggis. Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara N daun dengan pertumbuhan relatif untuk menentukan kelas ketersediaan hara. Kidder (1993) membagi ke dalam lima kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase hasil relatif yaitu: (1) sangat rendah (kurang dari 50%), (2) rendah (50-75%), (3) cukup (75-100%), (4) tinggi (100%) dan (5) sangat tinggi (kurang dari 100%). Cara lain untuk menentukan kelas ketersedian hara adalah dengan metode Cate & Nelson, metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan pertumbuhan relatif. Kumpulan tersebut dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari satu kadar hara tanaman. Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk optimum agar tanaman dapat tumbuh secara maksimum digunakan model regresi kuadratik. Model ini adalah hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan relatif sebagai respon pemupukan. Persamaan garis regresinya adalah: RY = a + bN + cN2 dimana: RY = pertumbuhan relatif (%) N = dosis pupuk N (ppm/tanaman) a, b, dan c = konstanta selanjutnya penentuan dosis pupuk N yang menunjukan hasil relatif maksimum dengan rumus turunan dari persamaan regresinya yaitu: dRY/dN = b+2cN =0 N= -b/2c dimana: RY = hasil relatif (%) N = dosis pupuk N (ppm/tanaman) b dan c= konstanta 79 Cara kedua adalah menggunakan model regres linear plateau yaitu dengan memplateau persamaan regresi linear pada hasil relatif 90%. Persamaan regresinya yaitu: RY = a + bN, dosis optimum ditetapkan untuk mencapai pertumbuhan 90% dari pertumbuhan maksimum. Hasil dan Pembahasan Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Nitrogen Dari hasil analisis ragam diketahui bahwa pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit manggis. Hal ini terlihat dari perbedaan tanaman yang mendapatkan nitrogen cukup dengan tanaman yang mendapatkan sedikit nitrogen yaitu 50 ppm N/tanaman. Tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah daun meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis nitrogen dengan pola responnya kuadratik. Sedangkan panjang cabang meningkat dengan meningkatnya pemberian dosis nitrogen secara linear. Tabel 23 Pengaruh nitrogen terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang dan jumlah daun pada bibit manggis setelah14 bulan Perlakuan (ppm N) 50 Tinggi tanaman (cm) 42,73 Diameter batang (cm) 0,86 Panjang cabang (cm) 10,42 Jumlah cabang 2,17 Jumlah daun 13,83 100 53,95 0,87 14,38 4,33 23,18 200 67,00 0,88 18,78 5,67 30,00 400 51,27 0,83 17,97 5,00 16,83 600 47,90 0,83 13,42 2,33 10,17 F test: * ns * * ** Pola respon: Q* L* Q* Q* Keterangan: Uji F untuk melihat respon bibit manggis akibat pemupukan N; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata Bila dibandingkan antar perlakuan maka pemberian 100 ppm N /tanaman secara nyata dapat meningkatkan tinggi tanaman sebesar 10,42 cm, jumlah cabang primer sebanyak 2,16 dan jumlah daun sebanyak 6,46 lembar dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan dosis perlakuan hingga 200 ppm N/tanaman telah mendapatkan hasil pertumbuhan tertinggi dari semua parameter 80 pengamatan. Hasil pertumbuhan tertinggi tersebut dapat dilihat dari meningkatnya tinggi tanaman (67 cm), jumlah cabang (5,67) dan jumlah daun (30 lembar) dibandingkan dengan kontrol dan perlakukan lainnya (Tabel 23 dan Gambar 9). Perlakuan nitrogen sebanyak 200 ppm/tanaman merupakan dosis yang paling mendekati kebutuhan nitrogen untuk bibit manggis. Dengan terpenuhi kebutuhan nitrogen tersebut sehingga tanaman mampu tumbuh secara maksimum. Menurut Samra dan Arora (1997) nitrogen berperan dalam memacu perkembangan cabang, daun dan produksi buah. s. rendah rendah sedang tinggi s tinggi Gambar 9 Penampilan bibit manggis 14 bulan setelah perlakuan pupuk nitrogen (dosis perlakuan = 50, 100, 200, 400 dan 600 ppm N/tanaman) Pada Gambar 9 terlihat bahwa tanaman yang kekurangan nitrogen batangnya pendek jumlah cabang dan daun sedikit, ukuran cabang juga pendek. Hal ini disebabkan terhambatnya pertumbuhan terminal serta ukuran daun yang sempit. Hal serupa juga ditemukan pada tanaman apel dan pear yang kekurangan nitrogen menyebabkan terhambat pertumbuhan terminal dan ukuran daun, serta ranting yang kecil. Pada tanaman jeruk kekurangan nitrogen telah menyebabkan ranting-ranting jadi mati, sedangkan pada tanaman apel dan pear ranting yang 81 baru muncul lebih kecil dengan kulit coklat terang hingga kemerah-merahan (Bennet 1996). Gejala Kekurangan dan Kelebihan Nitrogen pada Tajuk dan Daun Meskipun tanaman manggis yang ditanam di perkebunan jarang sekali menunjukkan gejala kekurangan nitrogen hingga terjadi perubahan warna pada daun, akan tetapi, pada kondisi tertentu itu dapat terjadi. Percobaan ini telah memperlihatkan penampilan tanaman manggis yang mengalami kekurangan nitrogen dengan gejala warna daun tua dari hijau tua menjadi hijau kuning hingga kuning. Daun yang kekurangan nitrogen berwarna kuning tersebut ditemukan awalnya pada daun tua, kemudian berlanjut pada daun muda. Selanjutnya, makin tua umur daun warna kuning makin terlihat jelas (Gambar 10.I). (I) (II) a Gambar 10 b c d Morfologi beberapa stadia daun (I) kekuranga (II) kecukupan nitrogen; a = trubus awal, b = trubus penuh, c = trubus dewasa, dan d = dorman Makin jelasnya warna kuning pada daun tua karena makin berkurangnya kandungan nitrogen. Nitrogen pada umumnya digunakan untuk pertumbuhan tunas baru yang berasal sebagian besar translokasikan dari jaringan tua ke jaringan 82 muda, dibandingan daripada yang diserap langsung oleh akar tanaman. Hal ini memungkinkan terjadi karena nitrogen bersifat sangat mobil. Perbedaan daun yang normal yaitu daun yang mendapat suplai nitrogen cukup dengan daun yang kekurangan nitrogen terjadi pada setiap stadium karakter morfologi. Stadium pertama adalah trubus awal yaitu daun yang baru muncul dengan warna kemerah-merahan hingga kuning kemerahan (Gambar 10a). Kedua trubus penuh yaitu daun yang berwarna hijau muda (Gambar 10b). Ketiga trubus dewasa yaitu daun yang telah berwarna hijau tua termasuk tulang daun (Gambar 10c). Keempat dorman yaitu daun yang telah berwarna hijau tua gelap, kadang kala hijau tua kebiru-biruan (Gambar 10d). Warna kuning terang tersebut pada daun pertama kali muncul pada bagian lamina (telapak daun) kemudian diikuti oleh tulang daun. Pada kondisi kekurangan nitrogen secara serius, tangkai daun juga terlihat berwarna kuning, dan terus berlanjut pada cabang-cabang muda (Gambar 11a). Ini adalah kondisi transisi, daun akan menjadi kuning keseluruhan apabila kekurangan nitrogen secara acute terus berlanjut atau kembali hijau normal bila kebutuhan nitrogen tercukupi. (a) Gambar 11 (b) Perbedaan warna daun pada bibit manggis (a) kekurangan (b) kecukupan nitrogen Perubahan warna daun dari hijau tua menjadi hijau kuning hingga kuning dapat dijadikan acuan bahwa tanaman mangis berada dalam kondisi kekurangan nitrogen. Karena beda tanaman beda penampilan warna daunnya, tanaman apel yang kekurangan nitrogen daunnya berwarna hijau pucat sedangkan pear berwarna perunggu (Hanson 1996). 83 Gejala lain kekurangan nitrogen adalah tekstur daun cenderung kaku. Hal ini juga ditemukan pada daun muda sekalipun, pada hal tanaman yang mendapat suplai hara nitrogen cukup daun mudanya selalu lemas dan lembut. Kekurangan nitrogen juga menyebabkan daun menjadi tipis. Selain itu, pada kondisi yang sangat acute terjadi perbedaan antara pucuk yang kekurangan nitrogen dengan pucuk normal. Pucuk (trubus awal) tanaman manggis berwarna kuning terang, sedangkan yang normal berwarna coklat kemerah-merahan. Gambar 12 Pucuk normal tanaman manggis yang baru muncul berwarna coklat kemerah-merahan Trubus awal pada manggis selain mempunyai warna kemerah-merahan hingga kuning kemerahan juga mempunyai tekstur lembut. Daun tersebut mudah robek, jika diremas dengan tangan maka akan didapatkan kandungan airnya yang banyak dibandingan dengan daun tua atau daun yang mengalami kekurangan nitrogen yang tekturnya lebih kaku (Gambar 12). Respon yang ditimbulkan akibat kekurangan nitrogen berbeda pada masing-masing tanaman. Menurut Bennet (1996) tanaman apel yang kekurangan nitrogen daunnya berwarna hijau pucat sedangkan pear berwarna perunggu. Kedua tanaman ini bila kekurangan nitrogen daunnya mengalami klorosis dan gugur lebih cepat (enam bulan ) dari daun normal (1-3 tahun). Lain halnya pada tanaman manggis, daun tidak mudah rontok meskipun daunnya sudah berwarna sangat kuning. Bahkan tanaman dalam kondisi kekurangan nitrogen daunnya lebih mampu bertahan dibandingan yang mendapatkan nitrogen cukup apalagi dibandingkan dengan yang kelebihan nitrogen. Tanaman apel dan pear yang kekurangan nitrogen memperlihatkan gejala mirip dengan manggis, yaitu sama-sama terhambat pertumbuhan terminal dan ukuran daun. Selain itu ranting yang baru muncul lebih kecil dengan warna kulit 84 coklat terang hingga kemerah-merahan. Pada tanaman jeruk kekurangan nitrogen telah menyebabkan ranting-ranting jadi mati (Bennet 1996). Gejala kekurangan nitrogen baru terlihat pada tanaman kontrol setelah enam bulan perlakuan di media pasir. Hal ini disebabkan tanaman kontrol tetap mendapat N dari KNO3 dan CaNO3 sebagai sumber kalium dan kalsium yang digunakan sebagai pupuk dasar. Tanaman yang telah mengalami gejala kekurangan nitrogen ini apabila diberikan nitrogen yang cukup maka butuh waktu 15 hari untuk muncul tunas baru dengan ciri seperti tunas yang normal, sedangkan daun-daun dewasa tetap kuning seperti sedia kala tanpa mengalami perubahan. Meskipun daun tersebut sudah berwarna sangat kuning tapi tidak menyebabkan kerontokan. Bahkan tanaman dalam kondisi kekurangan nitrogen daunnya lebih mampu bertahan dibandingan yang medapatkan nitrogen cukup apalagi dibandingkan dengan yang keracunan nitrogen. Hal ini berbeda dengan tanaman apel dan pear yang mengalami kekurangan nitrogen, daunnya mengalami klorosis dan gugur lebih cepat (6 bulan ) dari daun normal (1-3 tahun) (Hanson 1996). Tanaman manggis yang mendapatkan hara nitrogen cukup berpenampilan rimbun, konopi lebar cabang dan daun rapat. Daun yang telah dewasa berwarna hijau tua bagian atas dan hijau keabu-abuan bagian bawah seperti yang dijumpai pada perlakuan N2 (Gambar 14). Daun dewasa ini bertahan cukup lama bahkan sampai muncul beberapa kali trubus baru dari ujung ranting tempat daun tersebut. Daun ini ada yang gugur ketika masih berwarna hijau tua dan sebagian lagi gugur setelah berwarna kuning (senensens). Rata-rata umurnya daun normal di atas tiga tahunan sebelum absisis. Kandungan nitrogen daun yang mempunyai pertumbuhan optimal ini adalah berkisar pada 1,04 %. Peningkatan dosis nitrogen mencapai 400 ppm N/tanaman atau lebih telah menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bibit manggis. Perlakuan 400 ppm N/tan/tahun telah menghambat tinggi tanaman sebesar 15,72 cm, jumlah daun sebanyak 13,17 lembar bila dibandingkan dengan perlakuan 200 ppm N/tanaman/tahun. Penghambatan terbesar didapatkan pada perlakukan 600 ppm N/tan/tahun yang merupakan tanaman paling rendah yaitu hanya 39,30 cm dan 85 jumlah daun paling sedikit yaitu 5,50 helai, sedangkan jumlah cabang hampir sama dengan kontrol (2,23 cabang). (a) (b) Gambar 13 Bibit manggis (a) yang mengalami kerontokan (b) daun yang rontok jadi kekering akibat kelebihan nitrogen Meskipun pemupukan nitrogen di lapangan jarang menyebabkan keracunan secara langsung pada tanaman manggis, tepi pada lahan dan kondisi tertentu ini bisa saja terjadi. Untuk mengetahui dampak atau gejala keracunan nitrogen pada tanaman manggis maka perlakuan penelitian ini telah memberikan gambaran keracunan tersebut. Keracunan nitrogen pada setiap tanaman mempunyai gejala yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada pohon apel dan pear, kelebihan N bisa menyebabkan daun berwarna hijau gelap dan mengalami keterlambatan gugur. Pertumbuhan berlanjut hingga musim gugur, dan pohonpohon lebih rentan terhadap winter injury. Kelebihan N dapat juga menyebabkan keterlambatan produksi buah pada pohon-pohon muda dan meningkatkan kerentanan terhadap fire blight (Bennet 1996). Akan tetapi pada tanaman manggis kelebihan nitrogen telah menyebabkan daun kering seperti terbakar dan rontok (Gambar 13). Gejala kelebihan nitrogen ini pertama kali terlihat pada daun-daun tua di bagian bawah yang dekat pada tanah. Gejala tersebut adalah munculnya warna coklat dari sekitar pingir daun kemudian merambat menuju tengah-tengah daun atau ke tulang daun dan akhirnya daun mengering dan rontok. Hal ini terus berlanjut hingga ke daun-daun muda yang berada pada bagian tunas dan cabang paling atas. 86 a b c Gambar 14 Tanaman bibit manggis (a) kekurangan, (b) kecukupan dan (c) kelebihan nitrogen Pada tingkat kelebihan nitrogen yang lebih berat, daun akan rontok sebelum semua kering atau berubah warna menjadi coklat, dengan kata lain daun yang masih terlihat sebagian besar masih hijau tua telah mengalami kerontokan. Hal ini berhubungan dengan terjadinya kerusakan pada akar sehingga tanaman tidak mendapatkan lagi suplai air dan hara untuk mempertahankan hidup. Gejala kekurangan dan kelebihan nitrogen makin terlihat jelas bila dibandingkan dengan tanaman yang normal. Tanaman yang kekurangan nitrogen terlihat pada Gambar 14a morfologinya pendek dan tidak punya cabang dibandingkan dengan yang dapat cukup nitrogen (Gambar 14b). Suatu hal yang mengherankan kemampuan mempertahankan daun, pada tanaman dengan kondisi kekurangan nitrogen cukup tinggi yaitu hampir tidak terjadi kerontokan daun, hal ini berbeda dengan tanaman yang mendapatkan nitrogen cukup daun-daun tuanya mulai rontok, apalagi yang kelebihan nitrogen hampir semua daunya mengalami kerontokan (Gambar 14c). Hal ini sangat berbeda dengan tanaman buah-buahan lain seperti apel, pear dan jeruk yang mengalami kerontokan daun lebih cepat 87 pada kondisi kekurangan nitrogen dan terjadi perlambatan kerontokan pada kondisi kelebihan nitrogen (Bennett 1996). Gejala Kekuragan dan Kelebihan Nitrogen pada Akar Perbedaan yang nyata antara yang kekurangan, kecukupan dan kelebihan hara nitrogen juga terlihat pada perakaran. Perbedaan tersebut antar lain adalah perubahan warna (Gambar 15). Tanaman yang kekurangan nitrogen mempunyai akar dengan warna coklat muda kekuningan. Tanaman yang mendapat suplai nitrogen cukup warna akarnya coklat muda sedangkan tanaman yang mengalami keracunan nitrogen warna akarnya coklat tua kehitaman a Deficient c b Optimum Excess Gambar 15 Perbedaan akar bibit manggis pada kondisi (a) kekurangan, (b) kecukupan dan (c) kelebihan nitrogen Kekurangan nitrogen tidak hanya menyebabkan akar berwarna kuning kecoklatan tetapi juga tekstur jadi kaku. Jumlah akar cenderung lebih banyak dan lebih panjang bila dibandingkan dengan tanaman yang dapat nitrogen cukup apalagi dengan yang keracunan nitrogen (Gambar 15a). Banyaknya jumlah akar kemungkinan terjadinya translokasi karbohidrat dan hara mineral dari tanaman bagian atas (shoot) ke akar (root) yang dipergunakan untuk pertumbuhan akar. Hal ini erat kaitannya dengan sifat nitrogen yang sangat mobil sehingga bagian atas (shoot) terhambat pertumbuhannya dan daun terlihat kuning sedangkan akar mengalami pertumbuhan yang lebih banyak. Menurut Marschner (1995) 88 pertumbuhan akar ditentukan pada dua hal pertama, cukup tersdiannya karbohidrat yang disuplai dari phloem, kedua adanya sinyal (‘perintah’) dari atas (daun). Akar normal atau yang mendapatkan cukup nitrogen berwarna coklat muda (Gambar 15b). Tekstrur akar serabut lebih lemas, agak rapuh dan mudah putus bila dibanding dengan akar tanaman manggis yang kekurangan nitrogen. Akar serabut yang rapuh ini karena jumlahnya yang banyak sehingga ukuran lebih kecil, hal ini lebih disebabkan oleh kultur media pasir. Media pasir telah memberikan ruang yang bebas bagi akar untuk berkembang sehingga jumlah akarnya jadi banyak Jumlah akar primer dan serabut antara yang kekurangan, kecukupan dan kelebihan nitrogen juga berbeda. Tanaman yang kekurangan nitrogen mempunyai akar primer dan serabut lebih banyak daripada yang dimiliki oleh tanaman yang kelebihan nitrogen. Perbedaan juga terlihat pada tekstur akar yaitu tanaman yang kekurangan nitrogen lebih kaku bila dibandingkan dengan akar tanaman yang mendapat nitrogen cukup. Akar tanaman yang keracunan nitrogen terlihat pecahpecah dan ada jaringan yang sudah mati dengan warna yang sudah menghitam. Akar tanaman manggis yang mendapatkan suplai nitrogen berlebihan menjadi pecah-pecah. Akar pecah-pecah pertama-tama terjadi pada serabut akar (fibrilla radicalis), kemudian baru menyebar ke cabang-cabang akar (radix lateralis). Akar berubah warna dari coklat muda menjadi coklat tua kehitamhitaman (Gambar 15). Tekstur akar rapuh dan mudah putus, dan pada akhirnya jaringan akar tersebut jadi mati. Kerusakan akar ini mempercepat proses pengeringan dan kerontokan daun pada bagian tajuk (shoot). Status Konsentrasi Nitrogen Daun Analisis kandungan hara daun memperlihatkan hasil yaitu peningkatan pemberian perlakuan nitrogen cenderung meningkatkan konsentrasi hara N di daun. Semakin tinggi dosis N yang diberikan semakin tinggi pula kandungan N daunnya. Tanaman yang secara visual kekurangan nitrogen mempunyai kandungan N daun terendah yaitu kurang dari 0,73%. Tanaman ini hanya mendapatkan N dari larutan hara standar sebagai pupuk dasar yaitu 50 ppm. Tanaman yang mendapatkan perlakuan nitrogen 200 ppm, kandungan N daunnya 89 berkisar dari 0,97 hingga 1,08% dan secara visual tanaman ini pertumbuhannya paling baik. Hal ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman jeruk yaitu kandungan N daunnya berkisar 2,0-2,3%. Tanaman jeruk yang berproduksi maksimun, kandungan N daunnya lebih tinggi dibandingkan tanaman manggis yang pertumbuhannya terbaik yaitu sebesar 2,5-3,0% (Bennett 1996). Kandungan N daun yang lebih dari 1,82% pada tanaman manggis mulai memperlihatkan gejala kelebihan secara visual akibat perlakuan 600 ppm N (Tabel 24). Tabel 24 Status konsentrasi nitrogen daun bibit manggis metode pendekatan (visual, Kidder, Cate & Nelson). Metode 50 Perlakuan nitrogen (ppm N) 100 200 400 Kisaran status hara N (%) dengan tiga 600 rendah sedang tinggi Visual Sangat rendah <0,73 0,85-0,93 1,04-1,18 1,35-1,62 Sangat tinggi >1,82 Kidder <0,72 0,72-<0,94 0,94-<1,18 1,18 >1,18 Cate & Nelson 1,15 Bila digunakan pendekatan Kidder (1993) maka konsentrasi N daun <0,72% termasuk dalam kategori sangat rendah, 0,72-0,94% rendah, 0,94-1,18% sedang, 1,18% tinggi dan lebih dari 1,18% sangat tinggi. Hal ini berdasarkan hubungan konsentrasi hara daun dengan persentase pertumbuhan relatif. Sedangkan bila digunakan pendekatan metode Cate & Nelson maka batas kritisnya pada konsentrasi N daun 1,15%. Tanaman yang mempunyai konsentrasi kategori rendah, perlu usaha pemupukan untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimum. Pertumbuhan yang maksimum terlihat dari penampilan pohon yang rimbun, karena pertambahan jumlah daun dan cabang yang cepat serta warna daun yang hijau. Tanaman manggis yang mendapatkan nitrogen cukup seperti terlihat pada Gambar 16b. Ekspresi warna hijau pada bibit manggis mengindikasikan banyaknya jumlah klorofil yang terbentuk. Nitrogen merupakan bagian integral dari klorofil. Fotosintesis akan berlangsung cukup tinggi, sehingga pertumbuhan yang giat dan tanaman berwarna hijau gelap bila nitrogen terpenuhi (Havlin et al. 1999). 90 (a) kekurangan (b) kecukupan (c) kelebihan Gambar 16 Perbedaan warna daun bibit manggis pada kondisi (a) kekurangan, (b) kecukupan dan (d) kelebihan nitrogen Akan tetapi, tanaman buah yang kekurangan nitrogen secara berlebihan akan melemahkan pertumbuhan, trubus akan berhenti lebih cepat dan pengguguran daun lebih awal. Tanaman buah yang kekurangan nitrogen juga tumbuh jelek, lemah dan tidak akan menginisiasi bunga sebanyak pohon yang sehat sehingga buahnya sedikit (Poerwanto 2003). Secara umum, tanaman yang kekurangan nitrogen menunjukan pertumbuhan yang jelek dan produksi yang rendah (Samra dan Arora 1997). Dosis Optimum Pupuk Nitrogen Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk yang optimum agar tanaman dapat tumbuh secara maksimum dapat dilihat dari model regresi hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan sebagai respon pemupukan (Gambar 17). Berdasarkan model regresi kuadratik, dosis optimum untuk mendapatkan pertumbuhan yang maksimum dalam hal ini tinggi tanaman adalah 317 ppm N/tanaman. Akan tetapi, dengan menggunakan model regresi linear plateau nilai kritisnya yaitu pada titik 266 ppm N/tanaman. Titik ini mendekati ukuran dosis 91 yang dibutuhkan untuk mendapatkan pertumbuhan bibit manggis terbaik pada Gambar 9. Dari Gambar 17 dengan menggunakan model regresi linear plateau dalam menyusun rekomendasi pemupukan N pada bibit manggis hasilnya lebih rendah daripada model kuadratik. Dengan demikian model linear plateau adalah lebih efisiensi dan mengurangi biaya pupuk. Selain itu penyusunan rekomendasi pupuk menggunakan model linear plateau juga mengurangi pemberian pupuk yang berlebihan sehingga dapat mengurangi pencemaran air tanah dibandingkan dengan model kuadratik. Pertumbuhan relatif (%) 100 90 80 70 60 Linear plateau y = 0.2291x + 29.075 r = 0.960, critical value = 266 ppm N/plant Quadratic y = -0.0004x 2 + 0.3085x + 38.018 r = 0.880, max = 317 ppm N/plant 50 40 30 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 Dosis pupuk N (ppm/tanaman) Gambar 17 Hubungan antara dosis nitrogen dengan tinggi relatif tanaman manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik Meskipun gejala kekurangan dan kelebihan nitrogen pada bibit manggis belum muncul, akan tetap dengan analisis daun dapat diketahui statusnya. Untuk status hara rendah tentu butuh pemupukan untuk agar dapat tumbuh dan berproduksi secara maksimm. Hal ini diperlukan karena nitrogen merupakan komponen dari berbagai substansi penting dalam tanaman, antara lain: komponen pembentukan molekul klorofil, molekul klorofil mempunyai empat atom nitrogen. Adanya perbedaan warna daun pada kondisi kekurangan, kecukupan dan kelebihan nitrogen pada bibit tanaman manggis (Gambar 16) adalah gambaran terjadinya perbedaan kandungan klorofil atau zat hijau daun. Tanaman yang mendapatkan nitrogen cukup, tentu klorofil yang terbentuk juga cukup sehingga warna hijaunya terlihat jelas sekali. 92 Klorofil merupakan faktor kunci proses kehidupan tumbuh-tumbuhan, bahkan dalam proses makluk secara keseluruhan. Proses metabolisme tumbuhtumbuhan dimulai dengan berlangsungnya fotosentesis pada organ yang berklorofil terutama daun. Proses fotosintesis ini terjadi reaksi antara air yang diserap oleh akar dari tanah dengan gas CO2 yang masuk melalui mulut daun dari udara sehingga menghasilkan gas oksigen (O2) dan zat gula (C6H12O6) yang akan menjadi sumber pembentukan nutrisi lebih lanjut. Simpulan 1. Gejala kekurangan N pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau terang kekuningan, akar berwarna coklat terang kekuningan, pertumbuhan terhambat, dan konsentrasi N daunnya < 0,73%. 2. Gejala kelebihan N pada bibit mangis adalah daun berwarna coklat, layu kering seperti terbakar dan akhirnya rontok. Gejala yang lain adalah akar berwarna coklat tua kehitaman, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan akhirnya membusuk. Selain itu, pertumbuhan terhambat konsentrasi N daunnya >1,82%. 3. Tanaman yang mendapatkan kecukupan hara nitrogen mempunyai pertumbuhan yang optimal dengan penampilan rimbun, warna daun hijau tua, akar coklat tua, dan kandungan nitrogen pada daun berkisar 0,89 - 1,13%. 4. Konsentrasi N daun berdasarkan analisis statistik dikelompokan sebagai berikut: <0,72% (sangat rendah), 0,72-0,94% (rendah), 0,94-1,18 (sedang), 1,18% (tinggi), dan >1,18% (sangat tinggi). 5. Untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum dibutuhkan dosis pupuk optimum yaitu 317 ppm N/tanaman berdasarkan model kuadratik, dan 266 ppm N/tanaman berdasarkan model linear plateau. EVALUASI GEJALA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN FOSFOR PADA TANAMAN MANGGIS (Symptoms of phosphor deficient and excessive on mangosteen) Abstrak Fosfor (P) sering juga disebut sebagai kunci kehidupan karena fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Fungsi utama P dalam tanaman adalah menyimpan dan mentransfer energi dalam bentuk ADP dan ATP. Energi diperoleh dari fotosintesis dan metabolis karbohidrat yang di simpan dalam campuran fosfat untuk digunakan dalam proses-proses pertumbuhan dan produksi berikutnya. Tanpa P proses-proses tersebut tidak dapat berlangsung. Oleh karena itu, kekurangan atau kelebihan P akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Untuk mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan P pada tanaman manggis, perlu diketahui gejala kekurangan dan kelebihan P serta konsentrasi P di daun pada masing-masing kondisi tersebut. Meskipun tanaman manggis di lapangan jarang sekali terlihat menunjukkan gejala kekurangan dan kelebihan P. Akan tetapi, tanaman bibit dengan perlakuan pemupukan di media pasir dapat memperlihatkan gejala tersebut. Tanaman manggis umur satu tahun lima bulan digunakan dalam penelitian ini. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok, dengan enam perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan terdiri atas enam tingkat dosis pupuk P yaitu 0 ppm; 25 ppm; 50 ppm; 100 ppm; 200 ppm dan 400 ppm/tanaman. Hasil penelitian menunjukan bahwa bibit manggis yang kekurangan fosfor memperlihatkan gejala-gejala seperti warna daun hijau kusam. pertumbuhan terhambat, konsentrasi fosfor pada daun kurang dari 0,045%. Sebaliknya, bibit-bibit yang kelebihan fosfor mempunyai gejala-gejala seperti daun menjadi coklat keabu-abuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun tua dan menjalar menuju ke pangkal daun. Akar pada tanaman yang kelebihan fosfor mengalami kerusakan, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman. Konsentrasi fosfor pada daun lebih dari 0,28%. Katakunci : Kekurangan, kelebihan, fosfor, bibit manggis Abstract Phosphor is often called as a key of life because it’s function is very central in living process. The most esential function of P in plant is energy storage and transfer within Adenosine di-and triphosphates (ADP and ATP) forms. Energy obtained from photosynthessis and metabolism of carbohydrat is stored in phosphate compounds for subsequent use in growth and reproduction processes. Without P, those processes can not occur. Therefore, deficient or excessive condition of phosphor will influence growth and plant production. To prevent the deficient or excessive of phosphor in mangosteen plant it is needed to know the symptoms of phosphor deficiency or excess and concentration of P in leaf for each condition. An experiment was arranged in randomized complete block design, using one factor, with six replications. The treatment consisted of five levels of phosphor dosage: 0; 25; 50; 100; 200 and 400 ppm/plant. All treatments were applied on mangosteen seedling of one year five month’s age. The results showed that mangosteen seedling which deficient of phosphor exhibited symptoms like yellowish light green leaf color, yellowish light brown 94 root color, stunted or inhibited growth, and concentration of P in leaf was low (<0.04%). On the other hand, the seedlings that excessive phosphor had symptom such as leaf was brown, necrotic, and finally fallen off; root was dark brown, cracking and broken easily, finally rotten; the growth of seedling inhibited; and concentration of P in leaf was more than 0.28%. Keywords: deficient, excessive, phosphor concentration Pendahuluan Latar Belakang Produktivitas rata-rata nasional manggis Indonesia hanya berkisar antara 30–70 kg/per pohon, jauh lebih rendah dari pada Malaysia dan India yang mencapai 200–300 kg/per pohon (Poerwanto 2002a). Dari total produksi tersebut hanya 25% yang layak ekspor (Indriyani et al. 2002). Rendahnya produksi manggis di Indonesia salah satunya disebabkan tidak adanya usaha pemupukan. Hal ini karena belum tersedianya pengetahuan mengenai nutrisi mineral yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi (Poerwanto 2002b). Di Malaysia, Thailand dan India tanaman manggis telah dipupuk, akan tetapi rekomendasi yang ada disusun umumnya hanya berdasarkan pengalaman dan praktek tradisional (Yaacob dan Tindal 1995). Pemupukan bila tidak dengan perhitungan yang tepat dapat berakibat tidak berkecukupan atau berlebihan bagi tanaman. Pemupukan yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, pemborosan dana, bahkan juga bisa meracun tanaman. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemupukan yang tepat dan efisien, guna memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal baik kualitas maupun kuantitasnya harus diperhatikan beberapa faktor antara lain: sifat/jenis pupuk, varietas yang digunakan, umur tanaman, jenis tanah dan keadaan iklim. Kompenen-komponen tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dan komplek karena di dalamnya terkait proses-proses biologis fisiologis, fisika dan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Salah satu jenis pupuk yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman adalah fosfor disamping nitrogen dan kalium. Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses seperti, fotosintesis, 95 asimilasi dan respirasi. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH, dan senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner, Pearce, dan Mitchell 1985). Embleton et al. (1973) menyatakan bahwa fosfor selain berperanan dalam pertumbuhan tanaman (batang, akar ranting dan daun) juga dapat mempercepat proses pemasakan buah dan mengurangi rasa masam pada buah. Thompson dan Troeh (1978) juga melaporkan bahwa fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu dalam pembentukan bunga, memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Menurut Marschner (1995), kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum tanaman selama pertumbuhan vegetatif adalah berkisar antara 0,3 % sampai 0,5 % dari berat kering tanaman. Pada konsentrasi fosfor lebih tinggi dari 1 % dari berat kering maka kemungkinan tanaman akan keracunan. Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, oleh karena itu ketersediannya sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Pada keadaan kahat fosfor, perluasan daun dan sel lebih terhambat daripada pembentukan klorofil, oleh karena itu kandungan klorofil per unit luas daun sangat banyak, tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Selain itu tanaman yang kekurangan fosfor juga menampakkan gejalagejala terhambatnya pertumbuhan tanaman, batang lemah dan kerdil, serta perkembangan akar terhambat. Daun lebar berwarna hijau tua kebiru-biruan mengkilap yang tidak normal atau kusam. Proses pembentukan dan pematangan buah terhambat, kulit tebal dengan warna jelek, rasanya masam. (Embleton et al. 1973; Marschner 1995). Gejala kelebihan unsur P menyebabkan kulit buah keriput. 96 Sementara itu, gejala kekurangan dan kelebihan fosfor pada tanaman manggis belum banyak diketahui. Untuk mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan P pada tanaman manggis, perlu diketahui gejala kekurangan dan kelebihan P, serta konsentrasi P di daun pada masing-masing kondisi tersebut. Meskipun tanaman manggis di lapangan jarang sekali terlihat menunjukkan gejala kekurangan dan kelebihan P. Akan tetapi, tanaman bibit dengan perlakuan pemupukan di media pasir dapat memperlihatkan gejala tersebut. Berdasarkan pokok-pokok pemikiran di atas, maka perlu dilakukan penelitian agar diketahui gejala kekurangan dan kelebihan P serta konsentrasi P di daun pada kondisi kekurangan dan kelebihan P tersebut. Apabila konsentrasi P di daun telah diketahui berapa kisaranya pada masing-masing kondisi, maka dapat secara dini mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan P. Tujuan Penelitian 1. Mengamati gejala kekurangan fosfor pada bibit manggis 2. Mengamati ciri-ciri tanaman bibit manggis yang kecukupan fosfor 3. Mengamati gejala kelebihan fosfor pada bibit manggis 4. Mengukur kisaran fosfor di daun pada kondisi kekurangan, kecukupan dan kelebihan fosfor Bahan dan Metode Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2004 sampai dengan Mei 2006 di Kebun Pembibitan Pusat Kajian Buah-buhan Tropika IPB Tajur. Lokasi penelititan ini berada pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 20-32 C. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan Percobaan Percobaan aplikasi pupuk fosfor terdiri 5 perlakukan yaitu dosis pupuk fosfor (P), yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), setiap unit perlakuan terdiri 3 tanaman, yang diulang 3 kali. Dosis dari perlakuan adalah : P0 =0 ppm P1 = 25 ppm; P2 = 50 ppm; P3 = 100 ppm; P4 = 200 ppm; P5 = 400 97 ppm. Bibit tanaman manggis umur satu tahun lima bulan dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir kali. Pemindahan bibit dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal, kemudian akarnya dicuci hingga bersih, lalu ditanaman kembali pada polybag yang telah disediakan. Larutan nutrisi diberikan seminggu tiga kali sesuai dengan masing-masing perlakukan dengan cara disiramkan ke dalam polybag. Fosfor sebagai perlakuan bersumber dari KH2PO4. Aplikasi pupuk selain perlakuan juga diberikan larutan hara standar sebagai pupuk dasar yaitu: N 200 ppm, K 100 ppm, Ca 100 ppm, Mg 70 ppm , Fe 0,8 ppm, B 0,5 ppm, Mn 0,8 ppm, Zn 0.05 ppm, Cu 0,05 ppm, dan Mo 0,03 ppm ( Ismadi 2004). Pengamatan: 1. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan deskriptif terhadap gejala kekurangan dan kelebihan fosfor. 2. Pengamatan pertumbuhan yang meliputi : - Tinggi tanaman, diukur setiap minggu dari pangkal tanaman sampai buku teratas - Diameter batang, pengukuran dilakukan 5 cm di atas media tumbuh, setiap 1 minggu sekali - Jumlah daun, jumlah daun yang tumbuh selama penelitian, Tunas daun muda sudah dianggap sebagai daun apabila tunas tersebut sudah membuka dan membentuk daun (trubus awal). 3. Analisis kandungan hara fosfor daun umur 5 bulan dilakukan di akhir penelitian. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila didapatkan pengaruh yang nyata, dilanjutkan dengan uji ortogonal polinomial. Sedangkan untuk mengetahui status hara P pada daun dilakukan tahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Menghitung pertumbuhan relatif (%) (rata-ratakan dari setiap ulangan) sebagai berikut: Yi x100% Ymaks = Pertumbuhan pada perlakuan hara P ke-i Pertumbuhan relatif = Yi Ymaks = Pertumbuhan maksimum 98 2. Selanjutnya nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable (Y) dihubungkan dengan nilai kandungan hara P dan daun sebagai independent variable (X) untuk dianalisis dengan beberapa model regresi (antara lain Kuadratik, logistik, linier plateau dan lain-lain). Model yang mempunyai kriteria terbaik secara statistik akan dipakai untuk menentukan status hara P untuk tanaman bibit manggis. Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara P daun dengan pertumbuhan relatif untuk menentukan kelas ketersedian hara. Kidder (1993) membagi ke dalam lima kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase hasil relatif yaitu: (1) sangat rendah (kurang dari 50%), (2) rendah (50-75%), (3) cukup (75-100%), (4) tinggi (100%) dan (5) sangat tinggi (kurang dari 100%). Cara lain untuk menentukan kelas ketersedian hara adalah dengan metode Cate & Nelson, metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan pertumbuhan relatif. Kumpulan tersebut dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari satu kadar hara tanaman. Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk optimum agar tanaman dapat tumbuh secara maksimum digunakan model regresi kuadratik. Model ini adalah hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan relatif sebagai respon pemupukan. Persamaan garis regresinya adalah: RY = a + bP + cP2 dimana: RY = pertumbuhan relatif (%) P = dosis pupuk P (ppm/tanaman) a, b, dan c = konstanta Selanjutnya penentuan dosis pupuk P yang menunjukkan hasil relatif maksimum dengan rumus turunan dari persamaan regresinya yaitu: dRY/dP = b+2cP =0 P= -b/2c dimana: 99 RY = hasil relatif (%) P = dosis pupuk P (ppm/tanaman) b dan c= konstanta Cara kedua adalah menggunakan model regres linear plateau yaitu dengan memplateau persamaan regresi linear pada hasil relatif 90%. Persamaan regresinya yaitu: RY = a + bP Dosis optimum ditetapkan untuk mencapai pertumbuhan 90% dari pertumbuhan maksimum. Hasil dan Pembahasan Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Fosfor Secara umum pemberian pupuk fosfor berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman manggis. Hal ini terlihat dari peningkatan pertumbuhan bibit manggis yang mendapat pupuk fosfor dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan pupuk fosfor. Akan tetapi, bila dosis pupuk fosfor terlalu berlebihan pertumbuhan tajuk dan akar terhambat, bahkan bisa menyebabkan kematian. Pola respon tinggi tanaman dan panjang cabang terhadap pemberian pupuk fosfor adalah kuadratik. Sedangkan untuk jumlah cabang, dan jumlah daun meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis nitrogen dengan pola responnya linear (Gambar. 18). Bila dibandingkan antar perlakuan, maka tanaman manggis yang terbaik pertumbuhannya didapatkan pada perlakuan P2 yaitu dosis fosfor 50 ppm. Tanaman ini mempunyai tinggi tanaman, diameter batang, panjang cabang, jumlah cabang,dan jumlah daun yang lebih tinggi dan lebih banyak dibandingkan tanaman lainnya (Tabel 25). Tinggi tanaman P2 (83,47 cm) berbeda nyata dengan tinggi tanaman manggis yang tidak mendapat hara fosfor sama sekali yaitu P0 (40,93 cm) dan begitu juga dengan tanaman P4 (69,85 cm) dan P5 (67,20 cm) yang kelebihan hara fosfor. Jumlah cabang P2 (8,33) berbeda nyata dengan P0 (3,50) dan tidak cukup signifikan berbeda dengan perlakuan yang lain. Panjang cabang P2 (26,08 cm) berbeda nyata dengan P0 (14,50 cm) dan P5 (19,10 cm). Sedangkan jumlah daun P2 (59,00) berbeda nyata dengan P0 (27,33) dan P5 (37,67). Secara visual tanaman P2 ini tidak terlihat perbedaan yang cukup berarti dengan P1 dan P3. Tanaman manggis yang tumbuh baik dan lebih subur ini mengindikasikan terpenuhinya kebutuhan hara fosfor. 100 Gambar 18 Penampilan bibit manggis 14 bulan setelah perlakuan pupuk fosfor (0, 25, 50, 100, 200, 400 ppm P). Tabel 25 Pengaruh fosfor terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang dan jumlah daun pada bibit manggis setelah 14 bulan Perlakuan (ppm P) Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (cm) Panjang cabang (cm) Jumlah cabang Jumlah daun 0 40,93 0,84 14,50 3,50 27,33 25 78,73 0,81 25,67 8,00 59,00 50 83,47 0,87 26,08 8,33 58,00 100 72,82 0,86 24,17 8,33 45,33 200 69,85 0,86 23,77 7,83 49,17 400 67,20 0,86 19,10 7,67 37,67 F test: ** ns * ** * Q* Q* L* L* Keterangan: Uji F untuk melihat respon bibit manggis akibat pemupukan P; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata Pola respon: Warna dan Ukuran Daun Tanaman yang mendapatkan hara fosfor cukup yaitu sebanyak 50 ppm, mempunyai warna daun hijau tua hingga hijau tua kebiru-biruan. Warna hijau tua terlihat pada permukaan daun bagian atas, sedangkan permukaan daun bagian 101 bawah berwarna hijau muda dan lebih cerah. warna ini bertahan cukup lama bahkan sampai muncul beberapa kali trubus baru dari ujung tangkai daun tersebut. Daun ini ada yang gugur ketika masih berwarna hijau tua dan sebagian besar gugur setelah berwarna kekuningan (senensens). Tanaman yang kebutuhan hara fosfornya terpenuhi mempunyai ukuran daun yang optimal. Panjang daun tanaman dengan perlakuan 50 ppm P berkisar 20,43 cm dan lebar berkisar 9,07 cm sehingga tanaman ini mempunyai daun paling luas dibandingkan dengan tanaman lain. Luasnya ukuran daun ini tidak terlepas dari peranan fosfor, karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman. Fosfor merupakan penyusun karbohidrat dan senyawa kaya nitrogen. Gula terfosforilasi yang kaya energi muncul dalam proses fotosintesis, fosforilasi adenosin menghasilkan adenosin monofosfat, difosfot dan trifosfat (AMD, ADP dan ATP) yaitu tempat penyimpanan energi untuk kelangsungan proses kimia lainnya (Poerwanto 2003). Warna dan Bentuk Akar Pemberian fosfor yang berlebihan telah menyebabkan jumlah akar jadi berkurang. Hal ini mulai terlihat pada perlakuan 100 ppm, 200 ppm hingga 400 ppm P/tanaman. Gejala yang ditimbulkan adalah akar berwarna coklat tua kusam, sedangkan tanaman manggis yang mendapatkan hara fosfor yang cukup mempunyai akar berwarna coklat muda cerah (Gambar 18 dan 23). Penanaman manggis pada media pasir dapat meningkatkan jumlah akar serabut lima hingga sepuluh kali lebih banyak dari pada yang dikulturkan pada media tanah. Hanya saja, pada media pasir tekstur lebih lemas, sedikit rapuh dan mudah putus dibanding akar yang dikulturkan pada media tanah. Hal ini karena jumlahnya yang banyak menyebabkan ukuran jadi kecil. Jumlah serabut akar (fibrilla radicalis) yang banyak berpeluang untuk meningkatkan kemampuan mendapatkan dan menyerap hara yang banyak juga. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal disarankan bibit dikulturkan di media pasir sebelum dipindahkan ke lapangan sehingga akar yang terbentuk lebih banyak. Peningkatan jumlah akar ini telah menjawab permasalahan pada tanaman manggis seperti yang diungkapkan oleh Wiebel (1993) bahwa akar manggis kurang berkembang, pertumbuhan lambat dan jumlah sedikit. 102 Meskipun pada saat pengamatan akar tidak terlihat perbedaan yang cukup berarti, hanya saja akar manggis yang kekurangan fosfor terlihat berwarna coklat muda terang dan lebih cerah dari yang normal. Jumlah serabut akar (fibrilla radicalis) sedikit kurang dari tanaman yang mendapat fosfor cukup, namum mempunyai ukuran yang lebih panjang. Menurut Embleton et al. (1973) dan Marschner (1995) tanaman yang kekurangan fosfor menampakkan gejala-gejala perkembangan akar terhambat, pertumbuhan tanaman terhambat, batang lemah dan kerdil Akar yang kelebihan fosfor terlihat berwarna coklat tua dan mudah putus, menjadi pecah-pecah (Gambar 23c). Akar pecah-pecah pertama kali terjadi pada serabut akar (fibrilla radicalis), yaitu cabang-cabang akar yang halus-halus berbentuk serabut. kemudian baru menyebar ke cabang-cabang akar (radix lateralis). Akar berubah warna dari coklat muda menjadi coklat tua kehitamhitaman. Tekstur akar rapuh dan mudah putus, dan pada akhirnya jaringan akar tersebut jadi mati. Gejala Kekurangan Fosfor Manggis yang mengalami kekurangan fosfor adalah tanaman P0, yaitu yang tidak mendapatkan perlakukan fosfor. Sepintas tanaman yang kekurangan fosfor ini terlihat normal, akan tetapi, bila dibandingkan dengan tanaman yang mendapatkan cukup fosfor, maka dengan jelas terlihat perbedaan terhadap parameter pertumbuhan (Gambar 19). Akibat kekurangan fosfor pada tanaman P0 telah menyebabkan kemunculan tunas baru atau flashnya terhambat sehingga jumlah cabang sedikit, daun sedikit, dan tanaman terlihat pendek. Selain itu, tanaman P0 mempunyai diameter batang kecil, cabang pendek, dan daun yang sempit dibandingkan tanaman yang lainnya (Tabel 25). Tinggi tanaman P0 adalah 40,93 cm, diameter batang 0,84 cm, jumlah cabang 3,50, panjang cabang 14,50 cm, jumlah daun 27,33, panjang daun 17,33 cm dan lebar daun 7,47cm, semua parameter pengamatan ini paling kecil bila dibandingkan dengan tanaman yang mendapat pupuk fosfor. 103 Gambar 19 Penampilan tanaman manggis yang kekurangan fosfor (P0) dibandingkan dengan yang berkecukupan fosfor (P2) Gejala kekurangan fosfor pada daun tidak begitu terlihat dengan jelas, akan tetapi bila diperhatikan lebih cermat maka dapat dibedakan antara daun tanaman yang kekurangan fosfor dengan daun tanaman yang normal atau berkecukupan hara fosfor. Warna daun manggis yang kekurangan fosfor adalah hijau tua kusam/pudar, daun berukuran sempit. Daun muda pada keadaan kekurangan fosfor cenderung menjadi sempit dari pada bentuk aslinya yang ovate. Hal ini karena perluasan daun dan sel lebih terhambat daripada pembentukan klorofil, oleh karena itu kandungan klorofil per unit luas daun sangat banyak, tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Selain itu, menurut Embleton et al. (1973) tanaman yang kekurangan fosfor menampakkan gejala-gejala terhambatnya pertumbuhan tanaman, batang lemah dan kerdil, dan perkembangan akar terhambat. Daun lebar berwarna hijau tua 104 kebiru-biruan mengkilap yang tidak normal atau kusam. Proses pembentukan dan pematangan buah terhambat, kulit tebal dengan warna jelek, rasanya masam. Gejala Kelebihan Fosfor Tanaman yang kelebihan fosfor terlihat jelas pada perlakuan 200 dan 400 ppm P. Tanaman ini memperlihatkan gejala terhambatnya pertumbuhan. Hal ini terlihat dari tinggi tanaman yang hanya berkisar 69,85 cm dan 67,20 cm lebih pendek dari tanaman normal (50 ppm P) yaitu 83,47 cm. Jumlah cabang juga mengalami penurunan yaitu dari 8,33 pada tanaman normal (50 ppm dan 100 ppm P) menjadi 7,83 pada perlakuan 200 ppm P dan 7,67 pada perlakuan 400 ppm P. Sedangkan jumlah daun telah mengalami penurunan dari perlakuan 100 ppm P dengan jumlah 45,33 helai daun. Peningkatan perlakuan menjadi 200 ppm dan 400 ppm P makin menurunkan jumlah daun yaitu masing-masing 49,17 dan 37,67 helai daun (Tabel 25). Padahal tanaman yang mendapatkan fosfor cukup (perlakuakuan 50 ppm P) jumlah daunnya 59 helai. Gejala kelebihan fosfor mulai terlihat pada daun dengan perlakukan 200 ppm P. Gejala kelebihan tersebut akan terlihat makin jelas pada tanaman dengan perlakuan 400 ppm P. Kelebihan fosfor menyebabkan daun berwarna coklat keabu-abuan (Gambar 20). Daun yang pertama kali memperlihatkan gejala kelebihan fosfor tersebut adalah daun dewasa pada cabang bagian bawah. Gejala perubahan warna dari hijau tua menjadi coklat berawal dari ujung daun kemudian merambat menuju pangkal daun dan akhirnya daun mengering dan rontok. Akar yang kelebihan fosfor terlihat berwarna coklat tua dan mudah putus, menjadi pecah-pecah (Gambar 23c). Akar pecah-pecah pertama kali terjadi pada serabut akar (fibrilla radicalis), yaitu cabang-cabang akar yang halus-halus berbentuk serabut. kemudian baru menyebar ke cabang-cabang akar (radix lateralis). Akar berubah warna dari coklat muda menjadi coklat tua kehitamhitaman. Tekstur akar rapuh dan mudah putus, dan pada akhirnya jaringan akar tersebut jadi mati. Pemberian dosis fosfor tinggi dapat menyebabkan efek antagonis yaitu kekurangan hara lain. Marschner (1995) menyatakan bahwa konsentrasi fosfor yang tinggi dapat menghambat Fe dan Zn. Untuk membuktikan fosfor dengan dosis tinggi menghambat hara-hara lain perlu dilakukan analisis jaringan. 105 (a) (d) (c) (b) Gambar 20 Kondisi tanaman manggis yang kelebihan hara fosfor (a) bibit dalam polybag (b) bibit tanpak dari atas (c) permukaan daun bagian atas, (d) permukaan daun bagian bawah. Konsentrasi Hara Daun Konsentrasi fosfor pada daun mengalami peningkatan dengan bertambahnya dosis pemberian pupuk fosfor. Tanaman yang tidak mendapatkan pupuk fosfor (P0) konsentrasi P pada daunnya <0,05%. Tanaman yang pertumbuhannya paling baik didapatkan pada perlakuan 50 ppm P/tanaman. Tanaman ini mempunyai pohon tertinggi, jumlah cabang terbanyak, jumlah daun terbanyak. Konsentrasi P daunnya berkisar 0,14-0,19%. Sedangkan pada perlakuan 100 ppm P/tanaman, pertumbuhan tanaman mulai terhambat, akan tetapi belum terlihat perbedaan warna daun dengan tanaman yang normal. Tabel 26 Status konsentrasi fosfor pada daun tanaman bibit manggis dengan pendekatan tiga metode (visual, Kidder, Cate & Nelson). Perlakuan fosfor (ppm P) Metode 0 Sangat rendah 25 50 100 Kisaran status hara P (%) rendah sedang tinggi 200 Sangat tinggi Visual <0,05 0,06-0,09 0,14-0,19 0,24-0,27 >0,32 Kidder <0,05 0,05-<0,10 0,10- <0,19 0,19 >0,19 Cate & Nelson 0,17 106 Konsentrasi hara P daunnya berkisar 0,24-0,27%. Gejala kelebihan fosfor mulai terlihat pada perlakuan 200 ppm P dengan ciri daun berwarna coklat keabu-abuan pada ujung daun. Tanaman ini mempunyai Konsentrasi hara P daunnya >0,32% (Tabel 26). Pada perlakuaan 400 ppm P gejala nya makin terlihat jelas bahkan berakibat kematian bagi tanaman. Untuk mengetahui kisaran status konsentrasi hara P di daun dapat juga dengan melihat respon tanaman. Kidder (1993) menghubungkan konsentrasi hara dengan respon tanaman, dalam hal ini adalah dengan pertumbuhan relatif. Dengan demikian konsentrasi hara P daun dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yaitu: sangat rendah (<0,05%), rendah (0,05-0,10%), sedang (0,100,19%), tinggi (0,19%) dan sangat tinggi (>0,19). Pendekatan yang lain adalah metode Cate dan Nelson. Metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data, sehingga terlihat hubungan konsentrasi hara dengan pertumbuhan relatif. Data-data tersebut dibagi menjadi dua kelompok (cluster), yaitu kelompok tinggi dan rendah pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke konsentrasi 110 110 100 100 90 90 80 70 60 50 40 y = -1966.3x 2 + 786.77x + 16.63 R2 = 0.9393 30 20 10 (-) (+) (+) (-) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 0 (a) Pertumbuhan Relatif (%) Pertumbuhan Relatif (%) hara. Titik kritis konsentrasi P daun adalah 0,17% (Tabel 26 dan Gambar 21). 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 Konsentrasi P daun (%) 0.3 0.35 0 (b) 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 Konsentrasi P daun (%) Gambar 21 Hubungan konsentrasi fosfor daun dengan pertumbuhan bibit manggis relatif menurut pendekatan (a). Kidder (b). Cate dan Nelson. Dosis Optimum Pupuk Fosfor Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk yang optimum agar tanaman dapat tumbuh secara maksimum dapat dilihat dari persamaan model regresi hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan sebagai respon pemupukan (Gambar 22). Untuk pupuk P, dosis optimum berdasarkan persamaan regresi kuadratik Y=-0.0035x2+0.9031x+40.026 adalah 129 ppm P/tanaman. Kalau 107 mempergunakan model linear plateau pupuk P yang dibutuhkan cukup hanya 84 ppm/tanaman. Pertumbuhan relatif (%) 100 90 80 70 Linear Plateau y = 0.5462x + 44.272, y = 90% r = 0.940, critical value = 83.72 ppm P/plant Linear plateau 2y = 0.5462x + 44.272 Quadratic = -0.0035x + 0.9031x + 40.026 r = 0.940, critical value = 84 ppm P/plant r = 0.953 max 129.014 ppm 2 P/plant 60 50 Quadratic y = -0.0035x + 0.9031x + 40.026 r = 0.9073, max = 130 ppm P/plant 40 30 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Dosis pupuk P (ppm/tanaman) Gambar 22. Hubungan antara dosis fosfor dengan tinggi tanaman relatif bibit manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik. Mempergunakan model regresi linear plateau dalam menyusun rekomendasi pemupukan P pada bibit manggis akan menghasilkan dosis pupuk lebih rendah daripada model kuadratik. Dengan demikian model linear plateau adalah lebih efisiensi dan ekonomis. Selain itu penyusunan rekomendasi pupuk menggunakan model linear plateau juga mengurangi pemberian pupuk yang berlebihan sehingga dapat mengurangi pencemaran air tanah dibandingkan dengan model kuadratik. Pemberian pupuk P melebihi kebutuhan tanaman dapat menghambat pertumbuhan, bahkan pada tingkat dosis yang lebih tinggi menyebabkan kematian. Hal ini terlihat pada Gambar 20 dan 23c. Bibit manggis yang mendapatkan pupuk P berlebihan menyebabkan kerusakan pada daun dan akar. Metode analisis jaringan daun cukup baik sebagai alat peringatan dini tentang adanya gangguan hara. Hal ini karena gejala defisiensi hara maupun kelebihan hara baru muncul pada tingkat defisiensi berat atau keracunan berat. Oleh karena itu, apabila telah diketahui kisaran konsentrasi hara pada daun, maka dengan mudah menginterpretasikannya, apakah statusnya tergolong sangat rendah, rendah, sedang, tinggi atau sangat tinggi. 108 (a) (b) (a) (b) (c) (c) Gambar 23 Perbandingan (a) kekurangan, (b) kecukupan dan (c) kelebihan fosfor pada daun, tajuk, dan akar tanaman manggis. Mengamati gejala kekurangan atau kelebihan dari suatu unsur tidak selalu mudah karena memerlukan pengalaman yang banyak dan baik. Metode ini tidak memerlukan peralatan kecuali pengetahuan yang bertolak dari pengalaman dan pemahaman. Oleh karena itu, penyajian secara bersamaan gambar-gambar tanaman pada kondisi kekurangan, kucukupan dan kelebihan hara P dapat dengan mudah melihat perbedaannya (Gambar 23). Simpulan 1. Gejala kekurangan P pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau kusam, pertumbuhan terhambat yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan jumlah cabang yang sedikit. Konsentrasi fosfor pada daun <0,05%. 2. Tanaman yang mendapatkan kecukupan hara P mempunyai pertumbuhan yang optimal dengan penampilan rimbun, tanaman paling tinggi, cabang paling 109 banyak, warna daun hijau tua, akar coklat tua, dan konsentrasi P pada daun berkisar 0,14 - 0,19%. 3. Gejala kelebihan P pada bibit mangis adalah daun berwarna coklat keabuabuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun tua dan kemudian menyebar menuju pangkal daun, pertumbuhan terhambat. Selain itu, akar mengalami kerusakan, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman. Konsentrasi P daunnya >0,32%. 4. Konsentrasi P daun berdasarkan data interpretasi dikelompokan sebagai berikut: <0,05% (sangat rendah), 0,05-0,10% (rendah), 0,10-0,19 (sedang), 0,19% (tinggi), dan >0,19% (sangat tinggi). 5. Untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum dibutuhkan dosis pupuk fosfor optimum yaitu 129 ppm P/tanaman. Bila mempergunakan model lineaur plateu maka dosis yang direkomendasikan adalah 84 ppm/tanaman. EVALUASI GEJALA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN FOSFOR PADA TANAMAN MANGGIS (Symptoms of phosphor deficient and excessive on mangosteen) Abstrak Fosfor (P) sering juga disebut sebagai kunci kehidupan karena fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Fungsi utama P dalam tanaman adalah menyimpan dan mentransfer energi dalam bentuk ADP dan ATP. Energi diperoleh dari fotosintesis dan metabolis karbohidrat yang di simpan dalam campuran fosfat untuk digunakan dalam proses-proses pertumbuhan dan produksi berikutnya. Tanpa P proses-proses tersebut tidak dapat berlangsung. Oleh karena itu, kekurangan atau kelebihan P akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Untuk mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan P pada tanaman manggis, perlu diketahui gejala kekurangan dan kelebihan P serta konsentrasi P di daun pada masing-masing kondisi tersebut. Meskipun tanaman manggis di lapangan jarang sekali terlihat menunjukkan gejala kekurangan dan kelebihan P. Akan tetapi, tanaman bibit dengan perlakuan pemupukan di media pasir dapat memperlihatkan gejala tersebut. Tanaman manggis umur satu tahun lima bulan digunakan dalam penelitian ini. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok, dengan enam perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan terdiri atas enam tingkat dosis pupuk P yaitu 0 ppm; 25 ppm; 50 ppm; 100 ppm; 200 ppm dan 400 ppm/tanaman. Hasil penelitian menunjukan bahwa bibit manggis yang kekurangan fosfor memperlihatkan gejala-gejala seperti warna daun hijau kusam. pertumbuhan terhambat, konsentrasi fosfor pada daun kurang dari 0,045%. Sebaliknya, bibit-bibit yang kelebihan fosfor mempunyai gejala-gejala seperti daun menjadi coklat keabu-abuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun tua dan menjalar menuju ke pangkal daun. Akar pada tanaman yang kelebihan fosfor mengalami kerusakan, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman. Konsentrasi fosfor pada daun lebih dari 0,28%. Katakunci : Kekurangan, kelebihan, fosfor, bibit manggis Abstract Phosphor is often called as a key of life because it’s function is very central in living process. The most esential function of P in plant is energy storage and transfer within Adenosine di-and triphosphates (ADP and ATP) forms. Energy obtained from photosynthessis and metabolism of carbohydrat is stored in phosphate compounds for subsequent use in growth and reproduction processes. Without P, those processes can not occur. Therefore, deficient or excessive condition of phosphor will influence growth and plant production. To prevent the deficient or excessive of phosphor in mangosteen plant it is needed to know the symptoms of phosphor deficiency or excess and concentration of P in leaf for each condition. An experiment was arranged in randomized complete block design, using one factor, with six replications. The treatment consisted of five levels of phosphor dosage: 0; 25; 50; 100; 200 and 400 ppm/plant. All treatments were applied on mangosteen seedling of one year five month’s age. The results showed that mangosteen seedling which deficient of phosphor exhibited symptoms like yellowish light green leaf color, yellowish light brown 94 root color, stunted or inhibited growth, and concentration of P in leaf was low (<0.04%). On the other hand, the seedlings that excessive phosphor had symptom such as leaf was brown, necrotic, and finally fallen off; root was dark brown, cracking and broken easily, finally rotten; the growth of seedling inhibited; and concentration of P in leaf was more than 0.28%. Keywords: deficient, excessive, phosphor concentration Pendahuluan Latar Belakang Produktivitas rata-rata nasional manggis Indonesia hanya berkisar antara 30–70 kg/per pohon, jauh lebih rendah dari pada Malaysia dan India yang mencapai 200–300 kg/per pohon (Poerwanto 2002a). Dari total produksi tersebut hanya 25% yang layak ekspor (Indriyani et al. 2002). Rendahnya produksi manggis di Indonesia salah satunya disebabkan tidak adanya usaha pemupukan. Hal ini karena belum tersedianya pengetahuan mengenai nutrisi mineral yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi (Poerwanto 2002b). Di Malaysia, Thailand dan India tanaman manggis telah dipupuk, akan tetapi rekomendasi yang ada disusun umumnya hanya berdasarkan pengalaman dan praktek tradisional (Yaacob dan Tindal 1995). Pemupukan bila tidak dengan perhitungan yang tepat dapat berakibat tidak berkecukupan atau berlebihan bagi tanaman. Pemupukan yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, pemborosan dana, bahkan juga bisa meracun tanaman. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemupukan yang tepat dan efisien, guna memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal baik kualitas maupun kuantitasnya harus diperhatikan beberapa faktor antara lain: sifat/jenis pupuk, varietas yang digunakan, umur tanaman, jenis tanah dan keadaan iklim. Kompenen-komponen tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dan komplek karena di dalamnya terkait proses-proses biologis fisiologis, fisika dan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Salah satu jenis pupuk yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman adalah fosfor disamping nitrogen dan kalium. Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses seperti, fotosintesis, 95 asimilasi dan respirasi. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH, dan senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner, Pearce, dan Mitchell 1985). Embleton et al. (1973) menyatakan bahwa fosfor selain berperanan dalam pertumbuhan tanaman (batang, akar ranting dan daun) juga dapat mempercepat proses pemasakan buah dan mengurangi rasa masam pada buah. Thompson dan Troeh (1978) juga melaporkan bahwa fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu dalam pembentukan bunga, memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Menurut Marschner (1995), kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum tanaman selama pertumbuhan vegetatif adalah berkisar antara 0,3 % sampai 0,5 % dari berat kering tanaman. Pada konsentrasi fosfor lebih tinggi dari 1 % dari berat kering maka kemungkinan tanaman akan keracunan. Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, oleh karena itu ketersediannya sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Pada keadaan kahat fosfor, perluasan daun dan sel lebih terhambat daripada pembentukan klorofil, oleh karena itu kandungan klorofil per unit luas daun sangat banyak, tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Selain itu tanaman yang kekurangan fosfor juga menampakkan gejalagejala terhambatnya pertumbuhan tanaman, batang lemah dan kerdil, serta perkembangan akar terhambat. Daun lebar berwarna hijau tua kebiru-biruan mengkilap yang tidak normal atau kusam. Proses pembentukan dan pematangan buah terhambat, kulit tebal dengan warna jelek, rasanya masam. (Embleton et al. 1973; Marschner 1995). Gejala kelebihan unsur P menyebabkan kulit buah keriput. 96 Sementara itu, gejala kekurangan dan kelebihan fosfor pada tanaman manggis belum banyak diketahui. Untuk mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan P pada tanaman manggis, perlu diketahui gejala kekurangan dan kelebihan P, serta konsentrasi P di daun pada masing-masing kondisi tersebut. Meskipun tanaman manggis di lapangan jarang sekali terlihat menunjukkan gejala kekurangan dan kelebihan P. Akan tetapi, tanaman bibit dengan perlakuan pemupukan di media pasir dapat memperlihatkan gejala tersebut. Berdasarkan pokok-pokok pemikiran di atas, maka perlu dilakukan penelitian agar diketahui gejala kekurangan dan kelebihan P serta konsentrasi P di daun pada kondisi kekurangan dan kelebihan P tersebut. Apabila konsentrasi P di daun telah diketahui berapa kisaranya pada masing-masing kondisi, maka dapat secara dini mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan P. Tujuan Penelitian 1. Mengamati gejala kekurangan fosfor pada bibit manggis 2. Mengamati ciri-ciri tanaman bibit manggis yang kecukupan fosfor 3. Mengamati gejala kelebihan fosfor pada bibit manggis 4. Mengukur kisaran fosfor di daun pada kondisi kekurangan, kecukupan dan kelebihan fosfor Bahan dan Metode Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2004 sampai dengan Mei 2006 di Kebun Pembibitan Pusat Kajian Buah-buhan Tropika IPB Tajur. Lokasi penelititan ini berada pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 20-32 C. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan Percobaan Percobaan aplikasi pupuk fosfor terdiri 5 perlakukan yaitu dosis pupuk fosfor (P), yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), setiap unit perlakuan terdiri 3 tanaman, yang diulang 3 kali. Dosis dari perlakuan adalah : P0 =0 ppm P1 = 25 ppm; P2 = 50 ppm; P3 = 100 ppm; P4 = 200 ppm; P5 = 400 97 ppm. Bibit tanaman manggis umur satu tahun lima bulan dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir kali. Pemindahan bibit dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal, kemudian akarnya dicuci hingga bersih, lalu ditanaman kembali pada polybag yang telah disediakan. Larutan nutrisi diberikan seminggu tiga kali sesuai dengan masing-masing perlakukan dengan cara disiramkan ke dalam polybag. Fosfor sebagai perlakuan bersumber dari KH2PO4. Aplikasi pupuk selain perlakuan juga diberikan larutan hara standar sebagai pupuk dasar yaitu: N 200 ppm, K 100 ppm, Ca 100 ppm, Mg 70 ppm , Fe 0,8 ppm, B 0,5 ppm, Mn 0,8 ppm, Zn 0.05 ppm, Cu 0,05 ppm, dan Mo 0,03 ppm ( Ismadi 2004). Pengamatan: 1. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan deskriptif terhadap gejala kekurangan dan kelebihan fosfor. 2. Pengamatan pertumbuhan yang meliputi : - Tinggi tanaman, diukur setiap minggu dari pangkal tanaman sampai buku teratas - Diameter batang, pengukuran dilakukan 5 cm di atas media tumbuh, setiap 1 minggu sekali - Jumlah daun, jumlah daun yang tumbuh selama penelitian, Tunas daun muda sudah dianggap sebagai daun apabila tunas tersebut sudah membuka dan membentuk daun (trubus awal). 3. Analisis kandungan hara fosfor daun umur 5 bulan dilakukan di akhir penelitian. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila didapatkan pengaruh yang nyata, dilanjutkan dengan uji ortogonal polinomial. Sedangkan untuk mengetahui status hara P pada daun dilakukan tahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Menghitung pertumbuhan relatif (%) (rata-ratakan dari setiap ulangan) sebagai berikut: Yi x100% Ymaks = Pertumbuhan pada perlakuan hara P ke-i Pertumbuhan relatif = Yi Ymaks = Pertumbuhan maksimum 98 2. Selanjutnya nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable (Y) dihubungkan dengan nilai kandungan hara P dan daun sebagai independent variable (X) untuk dianalisis dengan beberapa model regresi (antara lain Kuadratik, logistik, linier plateau dan lain-lain). Model yang mempunyai kriteria terbaik secara statistik akan dipakai untuk menentukan status hara P untuk tanaman bibit manggis. Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara P daun dengan pertumbuhan relatif untuk menentukan kelas ketersedian hara. Kidder (1993) membagi ke dalam lima kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase hasil relatif yaitu: (1) sangat rendah (kurang dari 50%), (2) rendah (50-75%), (3) cukup (75-100%), (4) tinggi (100%) dan (5) sangat tinggi (kurang dari 100%). Cara lain untuk menentukan kelas ketersedian hara adalah dengan metode Cate & Nelson, metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan pertumbuhan relatif. Kumpulan tersebut dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari satu kadar hara tanaman. Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk optimum agar tanaman dapat tumbuh secara maksimum digunakan model regresi kuadratik. Model ini adalah hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan relatif sebagai respon pemupukan. Persamaan garis regresinya adalah: RY = a + bP + cP2 dimana: RY = pertumbuhan relatif (%) P = dosis pupuk P (ppm/tanaman) a, b, dan c = konstanta Selanjutnya penentuan dosis pupuk P yang menunjukkan hasil relatif maksimum dengan rumus turunan dari persamaan regresinya yaitu: dRY/dP = b+2cP =0 P= -b/2c dimana: 99 RY = hasil relatif (%) P = dosis pupuk P (ppm/tanaman) b dan c= konstanta Cara kedua adalah menggunakan model regres linear plateau yaitu dengan memplateau persamaan regresi linear pada hasil relatif 90%. Persamaan regresinya yaitu: RY = a + bP Dosis optimum ditetapkan untuk mencapai pertumbuhan 90% dari pertumbuhan maksimum. Hasil dan Pembahasan Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Fosfor Secara umum pemberian pupuk fosfor berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman manggis. Hal ini terlihat dari peningkatan pertumbuhan bibit manggis yang mendapat pupuk fosfor dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan pupuk fosfor. Akan tetapi, bila dosis pupuk fosfor terlalu berlebihan pertumbuhan tajuk dan akar terhambat, bahkan bisa menyebabkan kematian. Pola respon tinggi tanaman dan panjang cabang terhadap pemberian pupuk fosfor adalah kuadratik. Sedangkan untuk jumlah cabang, dan jumlah daun meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis nitrogen dengan pola responnya linear (Gambar. 18). Bila dibandingkan antar perlakuan, maka tanaman manggis yang terbaik pertumbuhannya didapatkan pada perlakuan P2 yaitu dosis fosfor 50 ppm. Tanaman ini mempunyai tinggi tanaman, diameter batang, panjang cabang, jumlah cabang,dan jumlah daun yang lebih tinggi dan lebih banyak dibandingkan tanaman lainnya (Tabel 25). Tinggi tanaman P2 (83,47 cm) berbeda nyata dengan tinggi tanaman manggis yang tidak mendapat hara fosfor sama sekali yaitu P0 (40,93 cm) dan begitu juga dengan tanaman P4 (69,85 cm) dan P5 (67,20 cm) yang kelebihan hara fosfor. Jumlah cabang P2 (8,33) berbeda nyata dengan P0 (3,50) dan tidak cukup signifikan berbeda dengan perlakuan yang lain. Panjang cabang P2 (26,08 cm) berbeda nyata dengan P0 (14,50 cm) dan P5 (19,10 cm). Sedangkan jumlah daun P2 (59,00) berbeda nyata dengan P0 (27,33) dan P5 (37,67). Secara visual tanaman P2 ini tidak terlihat perbedaan yang cukup berarti dengan P1 dan P3. Tanaman manggis yang tumbuh baik dan lebih subur ini mengindikasikan terpenuhinya kebutuhan hara fosfor. 100 Gambar 18 Penampilan bibit manggis 14 bulan setelah perlakuan pupuk fosfor (0, 25, 50, 100, 200, 400 ppm P). Tabel 25 Pengaruh fosfor terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang dan jumlah daun pada bibit manggis setelah 14 bulan Perlakuan (ppm P) Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (cm) Panjang cabang (cm) Jumlah cabang Jumlah daun 0 40,93 0,84 14,50 3,50 27,33 25 78,73 0,81 25,67 8,00 59,00 50 83,47 0,87 26,08 8,33 58,00 100 72,82 0,86 24,17 8,33 45,33 200 69,85 0,86 23,77 7,83 49,17 400 67,20 0,86 19,10 7,67 37,67 F test: ** ns * ** * Q* Q* L* L* Keterangan: Uji F untuk melihat respon bibit manggis akibat pemupukan P; Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata Pola respon: Warna dan Ukuran Daun Tanaman yang mendapatkan hara fosfor cukup yaitu sebanyak 50 ppm, mempunyai warna daun hijau tua hingga hijau tua kebiru-biruan. Warna hijau tua terlihat pada permukaan daun bagian atas, sedangkan permukaan daun bagian 101 bawah berwarna hijau muda dan lebih cerah. warna ini bertahan cukup lama bahkan sampai muncul beberapa kali trubus baru dari ujung tangkai daun tersebut. Daun ini ada yang gugur ketika masih berwarna hijau tua dan sebagian besar gugur setelah berwarna kekuningan (senensens). Tanaman yang kebutuhan hara fosfornya terpenuhi mempunyai ukuran daun yang optimal. Panjang daun tanaman dengan perlakuan 50 ppm P berkisar 20,43 cm dan lebar berkisar 9,07 cm sehingga tanaman ini mempunyai daun paling luas dibandingkan dengan tanaman lain. Luasnya ukuran daun ini tidak terlepas dari peranan fosfor, karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman. Fosfor merupakan penyusun karbohidrat dan senyawa kaya nitrogen. Gula terfosforilasi yang kaya energi muncul dalam proses fotosintesis, fosforilasi adenosin menghasilkan adenosin monofosfat, difosfot dan trifosfat (AMD, ADP dan ATP) yaitu tempat penyimpanan energi untuk kelangsungan proses kimia lainnya (Poerwanto 2003). Warna dan Bentuk Akar Pemberian fosfor yang berlebihan telah menyebabkan jumlah akar jadi berkurang. Hal ini mulai terlihat pada perlakuan 100 ppm, 200 ppm hingga 400 ppm P/tanaman. Gejala yang ditimbulkan adalah akar berwarna coklat tua kusam, sedangkan tanaman manggis yang mendapatkan hara fosfor yang cukup mempunyai akar berwarna coklat muda cerah (Gambar 18 dan 23). Penanaman manggis pada media pasir dapat meningkatkan jumlah akar serabut lima hingga sepuluh kali lebih banyak dari pada yang dikulturkan pada media tanah. Hanya saja, pada media pasir tekstur lebih lemas, sedikit rapuh dan mudah putus dibanding akar yang dikulturkan pada media tanah. Hal ini karena jumlahnya yang banyak menyebabkan ukuran jadi kecil. Jumlah serabut akar (fibrilla radicalis) yang banyak berpeluang untuk meningkatkan kemampuan mendapatkan dan menyerap hara yang banyak juga. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal disarankan bibit dikulturkan di media pasir sebelum dipindahkan ke lapangan sehingga akar yang terbentuk lebih banyak. Peningkatan jumlah akar ini telah menjawab permasalahan pada tanaman manggis seperti yang diungkapkan oleh Wiebel (1993) bahwa akar manggis kurang berkembang, pertumbuhan lambat dan jumlah sedikit. 102 Meskipun pada saat pengamatan akar tidak terlihat perbedaan yang cukup berarti, hanya saja akar manggis yang kekurangan fosfor terlihat berwarna coklat muda terang dan lebih cerah dari yang normal. Jumlah serabut akar (fibrilla radicalis) sedikit kurang dari tanaman yang mendapat fosfor cukup, namum mempunyai ukuran yang lebih panjang. Menurut Embleton et al. (1973) dan Marschner (1995) tanaman yang kekurangan fosfor menampakkan gejala-gejala perkembangan akar terhambat, pertumbuhan tanaman terhambat, batang lemah dan kerdil Akar yang kelebihan fosfor terlihat berwarna coklat tua dan mudah putus, menjadi pecah-pecah (Gambar 23c). Akar pecah-pecah pertama kali terjadi pada serabut akar (fibrilla radicalis), yaitu cabang-cabang akar yang halus-halus berbentuk serabut. kemudian baru menyebar ke cabang-cabang akar (radix lateralis). Akar berubah warna dari coklat muda menjadi coklat tua kehitamhitaman. Tekstur akar rapuh dan mudah putus, dan pada akhirnya jaringan akar tersebut jadi mati. Gejala Kekurangan Fosfor Manggis yang mengalami kekurangan fosfor adalah tanaman P0, yaitu yang tidak mendapatkan perlakukan fosfor. Sepintas tanaman yang kekurangan fosfor ini terlihat normal, akan tetapi, bila dibandingkan dengan tanaman yang mendapatkan cukup fosfor, maka dengan jelas terlihat perbedaan terhadap parameter pertumbuhan (Gambar 19). Akibat kekurangan fosfor pada tanaman P0 telah menyebabkan kemunculan tunas baru atau flashnya terhambat sehingga jumlah cabang sedikit, daun sedikit, dan tanaman terlihat pendek. Selain itu, tanaman P0 mempunyai diameter batang kecil, cabang pendek, dan daun yang sempit dibandingkan tanaman yang lainnya (Tabel 25). Tinggi tanaman P0 adalah 40,93 cm, diameter batang 0,84 cm, jumlah cabang 3,50, panjang cabang 14,50 cm, jumlah daun 27,33, panjang daun 17,33 cm dan lebar daun 7,47cm, semua parameter pengamatan ini paling kecil bila dibandingkan dengan tanaman yang mendapat pupuk fosfor. 103 Gambar 19 Penampilan tanaman manggis yang kekurangan fosfor (P0) dibandingkan dengan yang berkecukupan fosfor (P2) Gejala kekurangan fosfor pada daun tidak begitu terlihat dengan jelas, akan tetapi bila diperhatikan lebih cermat maka dapat dibedakan antara daun tanaman yang kekurangan fosfor dengan daun tanaman yang normal atau berkecukupan hara fosfor. Warna daun manggis yang kekurangan fosfor adalah hijau tua kusam/pudar, daun berukuran sempit. Daun muda pada keadaan kekurangan fosfor cenderung menjadi sempit dari pada bentuk aslinya yang ovate. Hal ini karena perluasan daun dan sel lebih terhambat daripada pembentukan klorofil, oleh karena itu kandungan klorofil per unit luas daun sangat banyak, tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Selain itu, menurut Embleton et al. (1973) tanaman yang kekurangan fosfor menampakkan gejala-gejala terhambatnya pertumbuhan tanaman, batang lemah dan kerdil, dan perkembangan akar terhambat. Daun lebar berwarna hijau tua 104 kebiru-biruan mengkilap yang tidak normal atau kusam. Proses pembentukan dan pematangan buah terhambat, kulit tebal dengan warna jelek, rasanya masam. Gejala Kelebihan Fosfor Tanaman yang kelebihan fosfor terlihat jelas pada perlakuan 200 dan 400 ppm P. Tanaman ini memperlihatkan gejala terhambatnya pertumbuhan. Hal ini terlihat dari tinggi tanaman yang hanya berkisar 69,85 cm dan 67,20 cm lebih pendek dari tanaman normal (50 ppm P) yaitu 83,47 cm. Jumlah cabang juga mengalami penurunan yaitu dari 8,33 pada tanaman normal (50 ppm dan 100 ppm P) menjadi 7,83 pada perlakuan 200 ppm P dan 7,67 pada perlakuan 400 ppm P. Sedangkan jumlah daun telah mengalami penurunan dari perlakuan 100 ppm P dengan jumlah 45,33 helai daun. Peningkatan perlakuan menjadi 200 ppm dan 400 ppm P makin menurunkan jumlah daun yaitu masing-masing 49,17 dan 37,67 helai daun (Tabel 25). Padahal tanaman yang mendapatkan fosfor cukup (perlakuakuan 50 ppm P) jumlah daunnya 59 helai. Gejala kelebihan fosfor mulai terlihat pada daun dengan perlakukan 200 ppm P. Gejala kelebihan tersebut akan terlihat makin jelas pada tanaman dengan perlakuan 400 ppm P. Kelebihan fosfor menyebabkan daun berwarna coklat keabu-abuan (Gambar 20). Daun yang pertama kali memperlihatkan gejala kelebihan fosfor tersebut adalah daun dewasa pada cabang bagian bawah. Gejala perubahan warna dari hijau tua menjadi coklat berawal dari ujung daun kemudian merambat menuju pangkal daun dan akhirnya daun mengering dan rontok. Akar yang kelebihan fosfor terlihat berwarna coklat tua dan mudah putus, menjadi pecah-pecah (Gambar 23c). Akar pecah-pecah pertama kali terjadi pada serabut akar (fibrilla radicalis), yaitu cabang-cabang akar yang halus-halus berbentuk serabut. kemudian baru menyebar ke cabang-cabang akar (radix lateralis). Akar berubah warna dari coklat muda menjadi coklat tua kehitamhitaman. Tekstur akar rapuh dan mudah putus, dan pada akhirnya jaringan akar tersebut jadi mati. Pemberian dosis fosfor tinggi dapat menyebabkan efek antagonis yaitu kekurangan hara lain. Marschner (1995) menyatakan bahwa konsentrasi fosfor yang tinggi dapat menghambat Fe dan Zn. Untuk membuktikan fosfor dengan dosis tinggi menghambat hara-hara lain perlu dilakukan analisis jaringan. 105 (a) (d) (c) (b) Gambar 20 Kondisi tanaman manggis yang kelebihan hara fosfor (a) bibit dalam polybag (b) bibit tanpak dari atas (c) permukaan daun bagian atas, (d) permukaan daun bagian bawah. Konsentrasi Hara Daun Konsentrasi fosfor pada daun mengalami peningkatan dengan bertambahnya dosis pemberian pupuk fosfor. Tanaman yang tidak mendapatkan pupuk fosfor (P0) konsentrasi P pada daunnya <0,05%. Tanaman yang pertumbuhannya paling baik didapatkan pada perlakuan 50 ppm P/tanaman. Tanaman ini mempunyai pohon tertinggi, jumlah cabang terbanyak, jumlah daun terbanyak. Konsentrasi P daunnya berkisar 0,14-0,19%. Sedangkan pada perlakuan 100 ppm P/tanaman, pertumbuhan tanaman mulai terhambat, akan tetapi belum terlihat perbedaan warna daun dengan tanaman yang normal. Tabel 26 Status konsentrasi fosfor pada daun tanaman bibit manggis dengan pendekatan tiga metode (visual, Kidder, Cate & Nelson). Perlakuan fosfor (ppm P) Metode 0 Sangat rendah 25 50 100 Kisaran status hara P (%) rendah sedang tinggi 200 Sangat tinggi Visual <0,05 0,06-0,09 0,14-0,19 0,24-0,27 >0,32 Kidder <0,05 0,05-<0,10 0,10- <0,19 0,19 >0,19 Cate & Nelson 0,17 106 Konsentrasi hara P daunnya berkisar 0,24-0,27%. Gejala kelebihan fosfor mulai terlihat pada perlakuan 200 ppm P dengan ciri daun berwarna coklat keabu-abuan pada ujung daun. Tanaman ini mempunyai Konsentrasi hara P daunnya >0,32% (Tabel 26). Pada perlakuaan 400 ppm P gejala nya makin terlihat jelas bahkan berakibat kematian bagi tanaman. Untuk mengetahui kisaran status konsentrasi hara P di daun dapat juga dengan melihat respon tanaman. Kidder (1993) menghubungkan konsentrasi hara dengan respon tanaman, dalam hal ini adalah dengan pertumbuhan relatif. Dengan demikian konsentrasi hara P daun dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yaitu: sangat rendah (<0,05%), rendah (0,05-0,10%), sedang (0,100,19%), tinggi (0,19%) dan sangat tinggi (>0,19). Pendekatan yang lain adalah metode Cate dan Nelson. Metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data, sehingga terlihat hubungan konsentrasi hara dengan pertumbuhan relatif. Data-data tersebut dibagi menjadi dua kelompok (cluster), yaitu kelompok tinggi dan rendah pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke konsentrasi 110 110 100 100 90 90 80 70 60 50 40 y = -1966.3x 2 + 786.77x + 16.63 R2 = 0.9393 30 20 10 (-) (+) (+) (-) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 0 (a) Pertumbuhan Relatif (%) Pertumbuhan Relatif (%) hara. Titik kritis konsentrasi P daun adalah 0,17% (Tabel 26 dan Gambar 21). 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 Konsentrasi P daun (%) 0.3 0.35 0 (b) 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 Konsentrasi P daun (%) Gambar 21 Hubungan konsentrasi fosfor daun dengan pertumbuhan bibit manggis relatif menurut pendekatan (a). Kidder (b). Cate dan Nelson. Dosis Optimum Pupuk Fosfor Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk yang optimum agar tanaman dapat tumbuh secara maksimum dapat dilihat dari persamaan model regresi hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan sebagai respon pemupukan (Gambar 22). Untuk pupuk P, dosis optimum berdasarkan persamaan regresi kuadratik Y=-0.0035x2+0.9031x+40.026 adalah 129 ppm P/tanaman. Kalau 107 mempergunakan model linear plateau pupuk P yang dibutuhkan cukup hanya 84 ppm/tanaman. Pertumbuhan relatif (%) 100 90 80 70 Linear Plateau y = 0.5462x + 44.272, y = 90% r = 0.940, critical value = 83.72 ppm P/plant Linear plateau 2y = 0.5462x + 44.272 Quadratic = -0.0035x + 0.9031x + 40.026 r = 0.940, critical value = 84 ppm P/plant r = 0.953 max 129.014 ppm 2 P/plant 60 50 Quadratic y = -0.0035x + 0.9031x + 40.026 r = 0.9073, max = 130 ppm P/plant 40 30 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Dosis pupuk P (ppm/tanaman) Gambar 22. Hubungan antara dosis fosfor dengan tinggi tanaman relatif bibit manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik. Mempergunakan model regresi linear plateau dalam menyusun rekomendasi pemupukan P pada bibit manggis akan menghasilkan dosis pupuk lebih rendah daripada model kuadratik. Dengan demikian model linear plateau adalah lebih efisiensi dan ekonomis. Selain itu penyusunan rekomendasi pupuk menggunakan model linear plateau juga mengurangi pemberian pupuk yang berlebihan sehingga dapat mengurangi pencemaran air tanah dibandingkan dengan model kuadratik. Pemberian pupuk P melebihi kebutuhan tanaman dapat menghambat pertumbuhan, bahkan pada tingkat dosis yang lebih tinggi menyebabkan kematian. Hal ini terlihat pada Gambar 20 dan 23c. Bibit manggis yang mendapatkan pupuk P berlebihan menyebabkan kerusakan pada daun dan akar. Metode analisis jaringan daun cukup baik sebagai alat peringatan dini tentang adanya gangguan hara. Hal ini karena gejala defisiensi hara maupun kelebihan hara baru muncul pada tingkat defisiensi berat atau keracunan berat. Oleh karena itu, apabila telah diketahui kisaran konsentrasi hara pada daun, maka dengan mudah menginterpretasikannya, apakah statusnya tergolong sangat rendah, rendah, sedang, tinggi atau sangat tinggi. 108 (a) (b) (a) (b) (c) (c) Gambar 23 Perbandingan (a) kekurangan, (b) kecukupan dan (c) kelebihan fosfor pada daun, tajuk, dan akar tanaman manggis. Mengamati gejala kekurangan atau kelebihan dari suatu unsur tidak selalu mudah karena memerlukan pengalaman yang banyak dan baik. Metode ini tidak memerlukan peralatan kecuali pengetahuan yang bertolak dari pengalaman dan pemahaman. Oleh karena itu, penyajian secara bersamaan gambar-gambar tanaman pada kondisi kekurangan, kucukupan dan kelebihan hara P dapat dengan mudah melihat perbedaannya (Gambar 23). Simpulan 1. Gejala kekurangan P pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau kusam, pertumbuhan terhambat yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan jumlah cabang yang sedikit. Konsentrasi fosfor pada daun <0,05%. 2. Tanaman yang mendapatkan kecukupan hara P mempunyai pertumbuhan yang optimal dengan penampilan rimbun, tanaman paling tinggi, cabang paling 109 banyak, warna daun hijau tua, akar coklat tua, dan konsentrasi P pada daun berkisar 0,14 - 0,19%. 3. Gejala kelebihan P pada bibit mangis adalah daun berwarna coklat keabuabuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun tua dan kemudian menyebar menuju pangkal daun, pertumbuhan terhambat. Selain itu, akar mengalami kerusakan, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman. Konsentrasi P daunnya >0,32%. 4. Konsentrasi P daun berdasarkan data interpretasi dikelompokan sebagai berikut: <0,05% (sangat rendah), 0,05-0,10% (rendah), 0,10-0,19 (sedang), 0,19% (tinggi), dan >0,19% (sangat tinggi). 5. Untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum dibutuhkan dosis pupuk fosfor optimum yaitu 129 ppm P/tanaman. Bila mempergunakan model lineaur plateu maka dosis yang direkomendasikan adalah 84 ppm/tanaman. PEMBAHASAN UMUM Untuk mengetahui status hara tanaman, baik kekurangan ataupun kelebihan hara pada tanaman dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah analisis tanaman dan pendekatan kedua adalah diagnosis gejala secara visual (Grundom 1987; Marschner 1995; Baligar dan Duncan 1990). Analisis tanaman umumnya menggunakan jaringan daun. Analisis jaringan daun dapat digunakan sebagai pedoman dalam mendiagnosis status hara dan penyusunan rekomendasi pupuk, setelah dilakukan uji korelasi dan uji kalibrasi. Gejala abnormal ditemukan bila tanaman tidak mendapat hara yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan abnormal juga terjadi bila tanaman menyerap hara melebihi kebutuhan untuk bermetabolisme. Uji Korelasi Hara N, P dan K Uji korelasi antara konsentrasi hara di daun dengan produksi bertujuan mendapatkan daun yang tepat untuk dijadikan sampel, yaitu ketika konsentrasi haranya mempunyai korelasi terbaik dengan produksi. Umur daun merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan status hara pada tanaman buah-buahan. Dari hasil penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 2 terbukti bahwa konsentrasi hara N, P, K di daun berbeda dengan bertambahnya umur. Umur Jaringan Daun Pada Gambar 2 diketahui bahwa konsentrasi N, P, dan K daun mengalami penurunan dengan bertambahnya umur. Hal ini ditemukan di tiga lokasi sentra produksi manggis di Jawa Barat (Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor). Hal serupa juga dilaporkan oleh Poovarodom et al. (2002) bahwa terjadi penurunan konsentrasi nitrogen daun manggis selama masa pertumbuhan. Suatu kecenderungan yang serupa didapatkan juga pada durian, yang merupakan salah satu buah-buahan tropis (Poovarodom et al. 2000). Terjadinya penurunan konsentrasi N, P dan K pada daun tua dibandingkan dengan daun muda, kemungkinan ada kaitannya dengan sifat dari hara N, P dan K dan peranannya dalam tanaman. Nitrogen bersifat mobil sehingga memungkinkan terjadinya translokasi dari daun tua ke bagian organ yang lebih muda, sehingga konsentrasi nitrogen pada daun tua menjadi berkurang. Walaupun 129 hal ini berbeda dengan perkiraan Yaacob dan Tindall (1995) bahwa kemungkinan perpindahan hara dari daun-daun manggis tidak terjadi sampai beberapa tahun. Nitrogen dibutuhkan dalam pertumbuhan sebagai komponen pembentuk dari berbagai substansi penting dalam tanaman, antara lain: molekul klorofil, asam amino, enzim dan koenzim, vitamin, hormon seperti asam indol asetat dan zeatin serta turunannya (Poerwanto 2003). Penurunan konsentrasi kalium erat kaitannya dengan sifatnya yang mobil dalam jaringan. Poovarodom et al. (2002) melaporkan bahwa konsentrasi kalium dalam jaringan daun manggis menurun sepanjang musim. Penurunan konsentrasi kalium terutama terjadi ketika periode perkembangan buah, karena pembentukan buah membutuhkan kalium yang banyak ( Menzel et al. 1992). Selain itu, perbedaan kadar hara terjadi antar umur jaringan, karena semakin tua jaringan tanaman, maka semakin tinggi kadar karbohidrat, sehingga perbandingan unsur mineral dengan karbohidrat berubah dengan bertambahnya waktu. Hal ini terjadi karena penumpukan karbohidrat tidak sejalan dengan serapan hara. Sifat hara dalam sel juga mempengaruhi kadar hara. Sebagai contoh, Ca umumnya diakumulasi pada vakuola sel, sehingga jumlah Ca semakin tinggi dengan semakin tuanya umur sel (Marschner 1995). Distribusi hara N, P dan K pada setiap umur daun tanaman tidak merata, maka untuk pengambilan sampel daun dan penetapan kriteria penilaian interpretasi hasil analisis jaringan daun harus memperhatikan umur daun. Bila tidak akan terjadi kesalahan yang sangat fatal. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 bila pengambilan sampel daun pada umur 2 bulan maka konsentrasi N, P dan K daun di ketiga lokasi adalah tinggi. Akan tetapi, dengan penundaan pengambilan daun satu bulan saja sehingga daun berumur 3 bulan konsentrasi N, P dan K daun telah terjadi penurunan, bahkan di Bogor terjadi penurunan yang cukup tajam. Untuk menentukan umur daun yang tepat dijadikan sampel adalah ketika konsentrasi hara N, P, dan K nya berkorelasi terbaik dengan produksi, yang ditandai dengan koefisien korelasinya terbesar. Berdasarkan hasil analisis korelasi antara konsentrasi hara nitrogen daun dengan produksi, maka koefisien korelasi terbesar adalah daun umur 5 bulan yaitu 0,75 untuk manggis asal Purwakarta dan 0,73 untuk manggis asal Bogor (Tabel 130 6). Sedangkan daun umur 5 bulan asal Tasikmalaya memiliki koefisien korelasi 0,43. Rendahnya koefisien korelasi disebabkan karena manggis asal Tasikmalaya tidak pada musim panen raya (off season). Analisis korelasi konsentrasi fosfor daun dari daun umur 2 hingga 10 bulan dengan produksi, maka yang berasosiasi tinggi didapatkan pada daun umur 4 bulan dan 5 bulan. Daun umur empat bulan untuk manggis asal Purwakarta koefisien korelasinya adalah 0,71 dan daun umur 5 bulan untuk manggis asal Bogor koefisien korelasi adalah 0,76, sedangkan manggis asal Tasikmalaya tidak ada yang berkorelasi cukup tinggi, tetapi cukup substansial antara konsentrasi hara fosfor daun dengan produksi yaitu pada daun umur 4, 5, dan 6 bulan dengan koefisien korelasi masing-masing 0,63, 0,52, dan 0,68 (Tabel 7). Analisis korelasi konsentrasi kalium daun dari setiap daun umur 2 hingga 10 bulan dengan produksi, maka yang berasosiasi tinggi didapatkan pada daun umur 4 dan 5 bulan untuk manggis asal Purwakarta dengan koefisien korelasi masing-masing 0,71 dan 0,70. Sementara itu, manggis asal Tasikmalaya, daun umur 4 bulan hanya berkorelasi cukup substansial dengan koefisien korelasi yaitu 0,63, sedangkan untuk manggis asal Bogor daun umur 4 dan 5 bulan juga hanya berkorelasi cukup substansial dengan koefisien korelasinya 0,51 dan 0,60. Dengan demikian, daun yang tepat untuk dijadikan sebagai daun sampel adalah daun umur 5 bulan untuk mendiagnosis status hara nitrogen. Daun umur 4 dan 5 bulan, untuk mendiagnosis status hara fosfor dan kalium. Korelasi Daun Terpilih dengan Kandungan Hara Tanah dan Hasil Untuk meyakinkan apakah daun yang terpilih mempunyai hubungan yang kuat dengan hara tanah dan produksi, maka dilakukan uji korelasi. Dari hasil uji korelasi pada Gambar 3 diketahui bahwa daun umur 4 dan 5 bulan mempunyai hubungan yang erat dengan kandungan hara tanah. Koefisien korelasi antara konsentrasi hara N, P, dan K daun dengan kandungan N, P, dan K tanah berkisar 0,63 – 0,89 pada daun umur 4 bulan dan 0,66 - 0,91 pada daun umur 5 bulan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsentrasi N, P dan K pada daun umur 4 dan 5 bulan merupakan cerminan kandungan N, P dan K dalam tanah. Disamping itu, menurut Marshner (1995) bahwa analisis tanah menunjukkan 131 potensi ketersedian hara dalam tanah yang dapat diserap oleh akar, sedangkan analisis tanaman menggambarkan status hara aktual dalam jaringan tanaman. Konsentasi hara daun umur 4 dan 5 bulan tidak hanya berhubungan erat dengan kadar hara dalam tanah, tetapi juga dapat memprediksi kemampuan berproduksi tanaman. Pada Gambar 4 diketahui bahwa konsentrasi N, P dan K daun umur 4 dan 5 bulan berkorelasi positif dengan produksi, dengan koefisien korelasi sekitar 0,8. Fakta di lapangan juga membuktikan bahwa konsentrasi hara N, P dan K daun asal Purwakarta lebih tinggi daripada Tasikmalaya dan Bogor, ternyata produksi manggis Purwakarta juga lebih tinggi dari pada Tasikmalaya dan Bogor. Dengan demikian hasil analisis konsentrasi hara daun dapat digunakan untuk memprediksi potensi produksi. Meskipun daun umur 4 dan 5 bulan dapat digunakan sebagai alat diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman manggis, akan tetapi untuk kepentingan praktis, ekonomis dan efisien, maka daun umur 5 bulan ditetapkan sebagai daun sampel untuk mendiagnosis status hara N, P, dan K. Selanjutnya hanya daun umur 5 bulan yang digunakan dalam analisis jaringan daun pada tanaman manggis. Daun umur 5 bulan tersebut dari fisiologinya sudah termasuh daun dewasa yang kandungan hara mineralnya sudah stabil, dan berfungsi sebagai source. Sedangkan pada tanaman jeruk daun yang dijadikan daun sampel adalah daun umur 4 hingga 6 bulan, karena pada umur tersebut kandungan N, P, K, Ca, Mg di daun sudah stabil (Hanlon et al. 2002). Uji Kalibrasi Hara N, P dan K Dari tiga lokasi penelitian kegiatan pada tahun pertama, diketahui bahwa lokasi Bogor merupakan daerah yang tingkat kesuburan dan konsentrasi N, P, dan K pada daun serta produksi lebih rendah dibandingkan dengan Purwakarta dan Tasikmalaya. Oleh karena itu, kegiatan uji kalibrasi dilakukan di Bogor dengan harapan bahwa penambahan hara dapat memberikan respon pada pertumbuhan dan produksi manggis. Sehingga data interpretasi yang dibangun mempunyai kisaran yang lebih luas, yaitu mulai dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Setelah mendapatkan daun umur 5 bulan sebagai daun sampel dari uji korelasi, maka nilai analisis daun akan mempunyai arti bila dikorelasikan dengan hasil yang dapat dipasarkan. Studi untuk memberikan bobot agronomi terhadap 132 hasil analisis jaringan daun disebut studi kalibrasi dan dilakukan di lapangan. Dari studi ini diketahui hubungan antara nilai analisis jaringan daun dengan respon tanaman di lapangan. Dengan demikian, uji kalibrasi memberikan makna nilai analisis jaringan daun yang diperoleh dari laboratorium menjadi data interpretasi, apakah kandungan unsur dalam daun tersebut statusnya sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi. Pengelompokan nilai-nilai analisis daun ini didasarkan atas adanya hubungan hara daun dengan produksi relatif dengan menggunakan model regresi. Dari 4 model regresi yang diuji yaitu model linear, kuadratik, logistik, dan exponensial, diketahui model regresi kuadratik adalah model terbaik untuk menyatakan hubungan antara konsentrasi hara N, P dan K daun dengan produksi. Rangkuman status hara N, P dan K pada tanaman manggis menggunakan model regresi kuadratik disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Status konsentrasi N, P, dan K di daun manggis Unsur Sangat rendah N <0,99 Status Hara Rendah Sedang % 0,99-<1,35 1,35-<2,10 P <0,11 0,11-<0,21 0,21-<0,31 >0,31 K <0,69 0,69-<0,90 0,90-<1,12 >1,12 Sangat tinggi >2,10 Walaupun, pada kenyataannya banyak model yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai kritis analisis, akan tetapi pemilihan model sangat mempengaruhi hasil nilai kritis tersebut (Dahnke 1993; Nelson dan Anderson, 1977). Sementara itu, untuk tanaman bibit manggis yang disajikan pada Gambar 16, 23, dan 31 model linear plateau lebih tepat untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk N, P dan K dibandingkan dengan model kuadratik. Hal yang sama dilaporkan oleh Hochmuth et al. (1993) bahwa model linear platoeu lebih tepat digunakan daripada model kuadratik untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk P pada tanaman semangka. Kategori status hara sangat rendah menunjukan bahwa tingkat konsentrasi hara pada daun hanya mampu mendukung berproduksi lebih kecil dari 50% potensi hasil (Relative Yield=% RY). Kategori status hara rendah menghasilkan 50 sampai 75% potensi hasil, kategori sedang menghasilkan 75 sampai 100% 133 potensi hasil. Kategori tinggi dan sangat tinggi dapat menghasilkan 100% potensi hasil. Pengelompokan ini mirip dengan interpretasi nilai indeks tanah yang dilakukan oleh Dahnke dan Olson (1990). Dengan didapatkan kategori status hara N, P, dan K pada tanaman manggis ini akan memberikan makna dari nilai analisis daun. Selain itu kategori ini juga bermanfaat untuk memprediksi respon tanaman manggis terhadap pemberian pupuk. Manfaat yang lain adalah rekomendasi pemupukan dapat dibuat berdasarkan kategori respon dimana status hara dikelompokkan. Manfaat penetapan kategori respon tanaman terhadap nilai indeks tanah telah dilaporkan oleh Dahnke dan Olson (1990) dan Kidder (1993). Hubungan konsentrasi hara P daun dengan produksi relatif menggunakan emapt model uji regresi (linear, kuadratik, eksponensial dan logistik), maka model kuadratik mempunyai nilai R2 terbesar yaitu 0, 47 untuk N, 0,508 untuk P dan 0,15 untuk K (Gambar 6 dan Tabel 21). Berdasarkan model regresi kuadratik tersebut dikelompokan status haran N, P, K kedalam ketegori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Untuk status hara sangat rendah hingga sedang perlu dilakukan penambahan hara melalui usaha pemupukan. Dengan demikian diharapkan terjadi peningkatan konsentrasi hara di daun agar dapat mendukung pertumbuhan dan produksi yang maksimum. Besaran dosis pupuk yang mesti deberikan pada status hara sangat rendah, rendah dan sedang dapat diketahui melalui uji optimasi. Uji Optimasi Dosis Hara N, P dan K Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk N, P, K yang optimum agar tanaman dapat berproduksi secara maksimum dapat dilihat dari model regresi, hubungan antara dosis pupuk dengan produksi sebagai respon pemupukan (Gambar 8). Berdasarkan model regresi pada Gambar 8 tersebut maka dosis optimum pupuk N adalah 2183 g N atau setara 5 kg urea. Dosis optimum pupuk P adalah 1682 g P2O5 atau setara dengan 4,5 kg SP36. Dosis optimum pupuk K adalah 1555 g K2O atau setara dengan 2,5 kg KCl (Tabel 22). Selain itu, dari Gambar 8 juga diketahui bahwa pemberian pupuk N, P, K pada tahun kedua lebih terlihat responnya daripada tahun pertama. Hal ini terbukti produksi tahun kedua lebih tinggi daripada produksi tahun pertama. Meskipun 134 produksi tahun kedua lebih tinggi dari pada tahun pertama, akan tetapi dosis pupuk yang dibutuhkan tahun kedua lebih rendah daripada tahun pertama. Rendahnya dosis pupuk yang dibutuhkan untuk mendapatkan produksi maksium pada tahun kedua disebabkan adanya kemungkinan efek residu pemupukan dari tahun pertama. Tanaman manggis yang digunakan tidak dipelihara secara intensif dan usaha pemupukan jarang dilakukan. Karena tanaman manggis ini tidak pernah mendapatkan hara disekitar top soil menyebabkan sistem perakaran menjadi terlalu dalam. Akibatnya sebagian hara yang diberikan pada daerah top soil (berkisar 20-30 cm dari permukaan tanah) tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman karena belum mencapai perakaran. Oleh karena itu pada tahun kedua untuk mendapatkan produksi maksimum dibutuhkan pupuk N dan P tidak sebanyak tahun pertama. Evaluasi Gejala Hara N, P dan K Meskipun pendekatan pertama melalui analisis daun dapat diketahui status haran N, P, K dan perkiraan kebutuhan dosis optimum untuk mendapatkan produksi yang maksium namun pendekatan kedua, diagnosis gejala secara visual sulit didapati pada tanaman manggis dewasa di lapang. Hal ini disebabkan sulit mendapatkan lokasi yang sangat ekstrim yaitu kondisi lahan yang sangat kekurangan hara sehingga menimbulkan gejala abnormal. Dan sebaliknya, untuk mendapatkan gejala abnormal akibat kelebihan hara di lapangan membutuhkan dosis pupuk yang sangat tinggi dan hal itu dapat berakibat kematian bagi tanaman. Untuk menjawab semua itu, percobaan pada tanaman bibit manggis dengan media pasir di rumah kaca telah memberikan gambaran kekurangan dan kelebihan hara N, P dan K pada tanaman manggis. Secara umum gejala abnormal gangguan hara N, P, dan K baru tampak terlihat dengan tegas apabila bibit manggis berada pada kondisi kekurangan atau kelebihan haranya sangat berat. Sedangkan pada skala ringan tidak dapat terlihat karakteristik gejala visualnya secara spesifik. Kekurangan dan kelebihan hara pada sekala berat menyebabkan laju pertumbuhan sangat tertekan. Gejala Kekurangan N, P dan K Gejala kekurangan N pada bibit manggis seperti yang ditampilkan pada Gambar 9, 10, 11, 14, 15 dan 16 yaitu daun berwarna hijau terang kekuningan, 135 akar bewarna coklat terang kekuningan, pertumbuhan terhambat, dan konsentrasi N daunnya < 0,73%. Warna daun kekuningan pada daun tua yang terletak lebih rendah terlihat lebih parah daripada daun muda. Perbedaan warna tersebut menggambarkan bahwa daun yang lebih muda dari tanaman manggis mempunyai kemampuan untuk mengambil hara yang mudah bergerak (mobil) dari daun yang lebih tua (Salisburi dan Ross 1995). Hal ini juga ditegaskan oleh Epstein (1972) bahwa gejala kekurangan suatu unsur terutama tergantung pada dua faktor yaitu mudah tidaknya unsur tersebut berpindah dari daun tua ke daun yang lebih muda dan fungsi unsur tersebut. Jadi warna kekuningan pada daun juga disebabkan oleh fungsi N. Karena N merupakan komponen pembentukan molekul klorofil, molekul klorofil mempunyai 4 atom nitrogen. Jadi klorofil tidak terbentuk tanpa N atau terbentuk dalam sedikit bila konsentrasi N rendah. Gejala kekurangan P pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau kusam, pertumbuhan terhambat yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan jumlah cabang yang sedikit dibanding yang normal. Selain itu kandungan fosfor pada daun <0,05%. Gejala kekurangan fosfor pada daun tidak begitu terlihat dengan jelas, akan tetapi bila diperhatikan lebih cermat maka dapat dibedakan antara daun tanaman yang kekurangan fosfor dengan daun tanaman yang normal atau berkecukupan hara fosfor. Warna daun manggis yang kekurangan fosfor adalah hijau tua kusam/pudar, daun berukuran sempit (Gambar 18, 19, dan 23). Daun muda pada keadaan kekurangan fosfor cenderung menjadi sempit dari pada bentuk aslinya yang ovate. Hal ini karena perluasan daun dan sel lebih terhambat daripada pembentukan klorofil, oleh karena itu kandungan klorofil per unit luas daun sangat tinggi, tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Gejala kekurangan K pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau kusam, pertumbuhan terhambat yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan jumlah cabang yang sedikit dibanding yang normal. Selain itu kandungan K pada 136 daun <0,52%. Gejala kekurangan K pada daun muda tidak terlihat tetapi terlihat pada daun tua. Permukaan dan bagian atas terlihat berwarna hijau kusam agak kuning dan ukurannya lebih sempit. Sedangkan permukaan bagian bawah berwarna hijau agak kuning dibandingkan daun yang normal (Gambar 24, 25, 26 dan 31). Tidak munculnya gejala pada daun muda disebabkan hara K bersifat mobil, sehingga hanya pada daun tua saja gejala dapat ditemukan. Munculnya gejala-gejala yang tidak normal tersebut akibat tanaman tidak menerima hara yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga pertumbuhan akan lemah dan perkembangan tampak abnormal. Pertumbuhan yang abnormal juga akan terjadi bila tanaman menyerap hara melebihi kebutuhan untuk bermetabolisme (Grundom 1987; Marschner 1995; Baligar dan Duncan 1990). Berbeda dengan gejala visual defisiensi, gangguan toksisitas hara cara pendekatannya hanya berdasarkan gejala pada daun tua dan daun dewasa. Marschner (1995) menyatakan bahwa gejala visual defisiensi jauh lebih spesifik sifatnya dari gejala visual toksisitas, karena toksik satu unsur hara mineral tertentu akan menginduksi defisiensi hara mineral lain. Gejala Kelebihan N, P dan K Gejala kelebihan N pada bibit mangis adalah daun berwarna coklat, layu kering seperti terbakar dan akhirnya rontok. Gejala yang lain adalah akar berwarna coklat tua kehitaman, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan akhirnya membusuk. Selain itu, pertumbuhan terhambat konsentrasi N daunnya >1,82%. Meskipun pemupukan nitrogen di lapangan jarang menyebabkan keracunan secara langsung pada tanaman manggis, tetapi pada lahan dan kondisi tertentu ini bisa terjadi. Untuk mengetahui dampak atau gejala kelebihan nitrogen pada tanaman manggis maka penelitian ini telah memberikan gambaran kelebihan tersebut. Kelebihan nitrogen pada setiap tanaman mempunyai gejala yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada pohon apel dan pear, kelebihan N bisa menyebabkan daun berwarna hija gelap dan mengalami keterlambatan gugur. Pertumbuhan berlanjut hingga musim gugur, dan pohon-pohon lebih rentan terhadap winter injury. Kelebihan N dapat juga menyebabkan keterlambatan produksi buah pada pohon-pohon muda dan meningkatkan kerentanan terhadap fire blight (Bennett 1996) 137 Gejala kelebihan P pada bibit mangis adalah daun berwarna coklat keabuabuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun tua dan kemudian menyebar menuju pangkal daun. Sedangkan akar mengalami kerusakan, terlihat pecahpecah, mudah putus dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman. Tanaman yang memperlihatkan gejala kelebihan P ini konsentrasi P daunnya adalah >0,32%. Selain itu, pertumbuhan terhambat. Gejala kelebihan fosfor mulai terlihat pada daun tanaman dengan perlakukan 200 ppm P. Gejala kelebihan tersebut akan terlihat makin jelas pada tanaman dengan perlakuan 400 ppm P. Kelebihan fosfor menyebabkan daun bewarna coklat keabu-abuan (Gambar 20). Daun yang pertama kali memperlihatkan gejala kelebihan fosfor tersebut adalah daun dewasa di cabang bagian bawah. Gejala perubahan warna dari hijau tua menjadi coklat berawal dari ujung daun kemudian merambat menuju pangkal daun dan akhirnya daun mengering dan rontok. Gejala kelebihan K pada bibit mangis terlihat pada daun dan akar. Daun menjadi coklat kemerah-merahan, gejala pertama kali terlihat pada pinggir daun tua dan menuju pangkal tulang daun. Akar mengalami kerusakan, terlihat pecahpecah, mudah putus dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman. Tanaman yang memperlihatkan gejala kelebihan K ini konsentrasi K daunnya adalah >0,26%. Daun berwarna coklat kemerahan (merah tembaga) pada tepi daun dari ujung dan merambat ke dalam dan membentuk huruf V. Daun-daun yang telah berubah warna dari hijau tua menjadi coklat kemerahan hingga coklat keabuabuan tersebut menjadi kering, mati dan dan akhirnya rontok (Gambar 27 dan 28). Gejala yang lain kelebihan kalium adalah akar tanaman mengalami kerusakan tergantung tingkat kelebihan. Pada tingkat kelebihan kalium berat menyebabkan akar serabut pecah dan mudah putus sehingga jumlahnya menjadi sedikit dan akhirnya tanaman mati. Penebaran pupuk di tanah akan meningkatkan konsentrasi garam di larutan tanah. Peningkatan konsentrasi garam ini akan menaikan osmosis larutan tanah, sehingga berpengaruh terhadap proses penyerapan unsur hara. Larutan tanah dengan tekanan osmosis tinggi dapat menyebabkan larutan hara tidak dapat 138 terserap tetapi cairan sel justru akan keluar dari akar (Plasmolisis jaringan akar). Gejala ini disebut salt injury. Ciri-cirinya daun layu, menguning dan kering seperti terbakar. Pupuk dengan salt index yang tinggi sangat berpotensi menyebabkan terjadinya salt injury. Pupuk yang memiliki indeks gram tinggi harus di tempatkan lebih jauh dari perakaran tanaman (Novizan 2002). Pupuk CONO2)2 dan KNO3 tergolong pupuk dengan indeks garam tinggi yaitu masingmasing 1,7 dan 5,3. Dengan mengetahui gejala defisiensi atau toksisitas secara visual umumnya telah cukup membantu dalam mendiagnosis gangguan hara, terutama bila dilakukan oleh orang yang ahli, yaitu orang yang sudah berpengalaman pada spesifik tanaman tertentu dan daerah tertentu. Artinya adalah dituntut pengetahuan yang cukup dan ketelitian yang tinggi karena gejala gangguan hara bervariasi sangat besar tergantung atas spesies tanaman, kondisi lingkungan, umur tanaman dan kemiripan gejalanya dengan gangguan lain seperti infeksi penyakit, kerusakan oleh hama atau karena gangguan gulma (Grundom 1987; Marshner 1995; Baligar dan Duncan 1990). Diagnosis berdasarkan gejala visual di lapangan sangat komplek dan sulit terutama bila kejadian defisiensi lebih dari satu hara mineral secara simultan atau defisiensi hara tertentu bersamaan dengan toksik hara yang lain. Misalnya pada tanah masam tergenang, toksisitas Mn simultan dengan defisiensi Mg. Diagnosis akan semakin komplek bila kekurangan atau kelebihan hara disertai dengan adanya hama penyakit (Epstein 1972; Marchner 1986). Ketelitian hasil diagnosis sangat ditentukan oleh akuratnya informasi tambahan meliputi pH tanah, hasil analisis tanah, status air tanah kondisi cuaca, riwayat pemberian pupuk, funggisida atau pestisida dan lain-lain (Marschner 1995). Dalam beberapa kasus hasil diagnosis berdasarkan gejala visual dapat secara langsung digunakan sebagai pedoman rekomendasi pemupukan. Sebaliknya, sering pula terjadi hasil diagnosis gejala visual belum cukup untuk dapat merekomendasikan pemupukan sehingga diperlukan analisis tanaman (Baligar dan Duncan 1990). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Konsentrasi hara N, P dan K daun mengalami penurunan dengan bertambahnya umur pada tiga sentra produksi manggis. Konsentrasi hara N, P dan K daun berkorelasi positif dengan konsentrasi N, P dan K hara tanah dan produksi. Daun tanaman manggis yang tepat sebagai alat diagnosis status hara nitrogen, fosfor dan kalium adalah daun umur 5 bulan. 2. Model regresi yang terbaik antara konsentrasi N, P dan K daun umur 5 bulan dengan produksi tanaman manggis adalah kuadratik. Berdasarkan model kuadratik konsentrasi N daun <0,99% statusnya adalah kategori sangat rendah, 0,99%-<1,35% adalah rendah, 1,35-<2,10% adalah sedang. Status konsentrasi P daun <0,11% adalah kategori sangat rendah, 0,11%-<0,21% rendah, dan 0,21-<0,31% adalah sedang. Status konsentrasi K daun <0,69% adalah kategori sangat rendah, 0,69%-<0,90% adalah rendah, dan 0,90-<1,12% adalah sedang. 3. Dosis optimum pupuk K adalah 1555 g K2O /tanaman/tahun atau setara 2,5 KCl, sedangkan untuk N dan P dosis optimumnya berada diluar dosis perlakuan (ekstrapolasi). 4. Gejala kekurangan N pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau terang kekuningan, akar bewarna coklat terang kekuningan, pertumbuhan terhambat, dan konsentrasi N daunnya < 0,73%. Gejala kekurangan P pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau kusam, pertumbuhan terhambat yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan jumlah cabang yang sedikit dibanding yang normal. Selain itu kandungan P pada daun <0,05%. Gejala kekurangan K pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau kusam, pertumbuhan terhambat yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan jumlah cabang yang sedikit dibanding yang normal. Selain itu kandungan K pada daun <0,52%. 5. Gejala kelebihan N pada bibit manggis adalah daun berwarna coklat, layu kering seperti terbakar dan akhirnya rontok. Gejala yang lain adalah akar berwarna coklat tua kehitaman, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan akhirnya membusuk. Selain itu, pertumbuhan terhambat, konsentrasi N daun 140 >1,82%. Gejala kelebihan P pada bibit manggis adalah daun berwarna coklat keabu-abuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun tua dan kemudian menyebar menuju pangkal daun. Akar mengalami kerusakan, terlihat pecahpecah, mudah putus dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman. Tanaman yang memperlihatkan gejala kelebihan P ini konsentrasi P daunnya adalah >0,32%. Selain itu, pertumbuhan terhambat. Gejala kelebihan K pada bibit manggis terlihat pada daun dan akar. Daun menjadi coklat kemerahmerahan, gejala pertama kali terlihat pada pinggir daun tua dan pangkal tulang daun. Akar mengalami kerusakan, menuju terlihat pecah-pecah, mudah putus dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman. Tanaman yang memperlihatkan gejala kelebihan K ini konsentrasi K daunnya adalah >0,26%. 6. Status hara N daun pada bibit manggis berdasarkan analisis statistik dikelompokkan sebagai berikut: <0,72% adalah kategori sangat rendah, 0,72<0,94% adalah rendah, 0,94-<1,18 adalah sedang, 1,18% adalah tinggi, dan >1,18% sangat tinggi. Konsentrasi P daun berdasarkan analisis statistik dikelompokkan sebagai berikut: <0,05% adalah sangat rendah, 0,05-<0,10% adalah rendah, 0,10-<0,19 adalah sedang, 0,19% adalah tinggi, dan >0,19% adalah sangat tinggi. Konsentrasi K daun berdasarkan analisis statistik dikelompokkan sebagai berikut: <0,50% adalah kategori sangat rendah, 0,50<0,67% adalah rendah, 0,67-<1,26 adalah sedang, 1,26% adalah tinggi, dan >1,26% adalah sangat tinggi. 7. Dosis optimum pupuk N, P dan K untuk pertumbuhan bibit manggis maksimum masing-masing adalah 316,63 ppmN/tanaman, 129 ppm P/tanaman dan 60,78 ppm K/tanaman. Saran 1. Untuk meningkatkan hasil dan kualitas buah manggis yang optimum perlu dilakukan optimalisasi pemberian hara N, P, dan K pada status hara daun sangat rendah dan rendah. 2. Perlu peningkatan dosis perlakuan N dan P untuk mendapatkan hasil maksimum dan dosis optimum. 141 3. Penelitian serupa perlu diteruskan dan dilakukan pada berbagai lokasi untuk memperoleh data base dalam penyusunan rekomendasi pemupukan yang komprehensif pada tanaman manggis. 4. Perlu penelitian untuk mendapatkan teknik pemberian pupuk yang lebih efisien sehingga penambahan hara secara maksimal dapat langsung diserap oleh akar tanaman manggis. 5. Dalam menyusun rekomendasi pemupukan N, P dan K untuk tanaman manggis agar mengacu pada penelitian ini, mulai dari pengambilan sampel, interpretasi status kisaran analisis jaringan daun dan dosis optimum untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini didanai oleh Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP). Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktur Pusat Kajian Buah-Buahan TropikaIPB dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi atas bantuan dananya. Ucapan terimakasih disampaikan juga kepada Pimpinan Proyek PAATP dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, Moersidi JS, Sudjadi M, Fagi AM. 1989. Evaluasi keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Prosiding lokakarya nasional efesiensi penggunaan pupuk. Pusat Penelitian Tanah. Hal 63-89. Ameyda N, Martin FW. 1976. Cultivation of neglected tropical fruit with promise. Part I. The mangosteen. Agricultural Research service. US Departemen of Agriculture. 18 pp. Baligar VC and RR Duncan. 1990. Crops as enhancers of nutrient use. Academic press, Inc. Toronto 574p. Banuelos MA, Graciadeblas B, Cubero B, Navarro AR. 2002. Inventory and functional characterization of the hak potassium transporters of rice. Plant Physiol 130: 784-795 Bennet WF. 1996. Nutrient Deficiencies And Toxicities In Crop Plants. APS Press. St. Paul Minnessota. Brady NC. 1990. The nature and properties of soils 10th Ed. Macmilan, New York. Budiastra IW. 2000. Penanganan pasca panen manggis untuk ekspor. Diskusi Nasional Bisnis dan Teknologi Manggis. Bogor. 15-16 Nopember 2000. Campbell CW. 1967. Growing the mangosteen in Southern Florida. Proc. Florida State Hortic. Soc. 79:399-401 Cerrato ME andBlackmer AM. 1990. Comparison of models for describing corn yield response to nitrogen fertilizer. Agron J. 82: 138-143. Chau Kay-Ming. 1990. Mangosteen In: Fruit Tropical and subtropical (eds. TK Bose and SK Mitra. Naya Prokash, Calcuta, India: 781-784 Cox JEK. 1988. Garcinia mangostana – Mangosteen. P.361-375. In Gardner, R. J. and S. A. Chaudori (eds.). The Propagation of tropical fruit trees. FAO and CAB, England. Dahnke WC and Olson RA. 1990. Soil test correlation, calibration and recommendation. p 45-71. In Westerman RL (ed). Soil testing and plant analysis. 3rd. ed. Soil Sci. Soc. Amer., Madison. Wis. Dennis JFG. 1994. Dormancy-What we know (and don’t know). Hort. Sci. 29: 1249-1255. Departemen Kesehatan. 1990. Daftar komposisi bahan makanan. Bharata Karya Aksara. Jakarta Departeman Pertanian. 2006. Nilai dan http://www.agribisnis.deptan.go.id volume ekspor hortikultura. [Deptan] Departemen Pertanian. 2001. Data base pasar internasional hortikultura tahun 1995-2000. Direktorat pengolahan dan pemasaran hasil hortikultura. Direktorat jendral bina pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. 143 Dow AI, and S Robert. 1982. Proposal: Critical nutrients ranges for diagnosis. Agron. J. 74: 401-403 Downton WJS, Grant WJR, Chako EK. 1990. Effect of elevated carbon dioxide on the photosynthesis and early growth of mangosteen (Garcinia mangostana L). Scientia Horticulture. 44:215-225. Elumalai RP. Nagpal P, Reed JW. 2002. A Mutation in the Arabidopsis kt2/kup2 potassium transporters gene affect shoot cell expansion. Plant cell, 14: 119-131. Embleton, TW, Jones WW, Lebanauskas CK, Reuther W.1973. Leaf analysis as a diagnostic tool and guide to fertilization in W. Reather (ed). The citrus industry. Rev. ed.. Univ. Calif .Agr. Sci. Barkely. Vol. 3183-210 Fairchild, D. 1915. The Mangosteen. Heradity J. 6(8): 339- 347. Frederic J. 2005. Amazing folk medicine remedies from the Asian mangosteen fruit-now bottled for the world to drink. http://www.myxango.com. [1/6/2005] Fuchigami LH and CC Nee. 1987. Degree growth stage model and rest-breaking mechanisms in temperate woody perennials. Hort. Science. 22: 836-845. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1985. Physiology of crop plant. Alih bahasa. Susilo H. 1991. UI Press. Jakarta. Grundom NJ. 1987. Hungry crops: a guide to nutrient deficiencies in field crops. Queensland goverment. Information series Q187002. 242p. Hanson E. 1996. Apples and pears di dalam Bennet WF, editor Nutrient Deficiencies And Toxicities In Crop Plants. APS Press. St. Paul Minnessota. Hardjono A, dan Goenadi H. 1992. Analisis tanah dan daun untuk rekomendasi pemupukan kakao. Menara perkebunan. Puslitbun. Jakarta. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika pressindo. Jakarta. Helmke PA, Sparks DL. 1996. Lithium, Potassium, Rubidium and Caesium P. 551-574. In Bartels JM. (ed) Methods of soil analysis. Part 3. Chemical methods. Soil science society of America and American society of agronomy. Madison, Wisconsin, USA. Hochmuth GJ, Hanion EA and Cornell J. 1993. Watermelon phosphorus requirements in soil with low mehlich-I-extractable phosphorus. H0rt Science 28(6): 630-632. Hume EP. 1974. Difficulties in mangosteen culture. Top. 24.(1): 32-35. Husin A and D Chinta. 1989. Fertilizer supply and needs for food and fruit crops in Malaysia. In: Soil management for food and fruit crop production. (eds Wan Norodin and Wan Sulgiman). Soil Sci. Soc. Malaysia p 121-137. Idris K. 1996. Kegunaan dan keterbatasan uji tanah dan analisis tanaman bagi pendekatan kebutuhan pupuk. Makalah disajikan dalam pelatihan pembinaan uji tanah dan analisis tanaman, kerjasama antara Fakultas 144 Pertanian IPB dengan Agriculture Research Management Project. Bogor, 25 November-7 Desember 1996. Indriyani NLP., S. Lukitariati, Nurhadi dan M. Jawal. 2002. Studi kerusakan buah manggis akibat getah kuning. J. Hort. 12 (4): 276-283. Ismadi. 2004. Pemberian nitrogen melalui batang bawah ganda dan grafting pada bibit manggis (Garcinia mangostana L.) [tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ismunadji M. 1989. Unsur hara dan pemupukan pada tanaman pertanian. Makalah pada latihan teknik pengelolaan pupuk pada pembibitan hortikultura, tanggal 19 Juni-18 Juli di Segunung. Jawal MA, Sutarto I dan Soegito. 1989. Pengaruh panjang entris dan model sambung pada bagian batang bawah muda dan setengah tua pada perbanyankan manggis (Garcinia mangostana L.). Penel Hort. 3(2): 12-18 Jones JB. 1998. Plant nutrition manual. CRC Press. New York Jones Jr JB, B Wolf and HA Mills. 1991. Plant analysis handbook. Micro-macro Publ. Co. Athens, Georgia Kidder G. 1993. Methodology for calibrating soil test. Soil and Crop Sci. Soc. Florida Proc. 52: 70-73 Krishnamurthi S, and Rao VNM. 1962. Mangosteen deserves wider attention. Indian Hortic 7(1):3-8. Kusumaningtyas TR. 1999. Pengaruh jenis bahan organic sebagai campuran media tumbuh dan jenis pupuk terhadap pertumbuhan bibit manggis (Garcinia mangostana L.) [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Lang GA. 1994. Dormancy-the missing links: molecular studies and integration of regulator plant and environmental interactions. Hort Sci. 29: 1255-1263. Leece DR. 1976. Diagnosis of nutritional disorder of fruit trees by leaf and soil analysis and biochemical indices. J. Aust Inst. Sci. 42:3-19 Leiwakabessy, F.M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 298 hal. Leiwakabessy FM dan Sutandi A. 2004. Diktat kuliah pupuk dan pemupukan. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor Lestari MM. 2003. Pemetaan tanah dan evaluasi kesuburan lahan untuk tanaman manggis dan durian di Desa Karacak Leuwiliang, Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Liferdi, R. Poerwanto dan LK. Darusman. 2000. Studi fenofisiologi rambutan (Nephelium lappaceum L). Comm. Ag., 5(2): 44-52. ______________________________________. 2005. Perubahan karbohidrat dan nitrogen empat varietas rambutan. J. Hort. 16(2): 134-141. Liu YJ, Laird DA, Barak P. 1997. Fixation of ammonium and potassium under long term fertility management. Soil Sci. Soc. Am. J. 61: 310-314. 145 Lozano FC. 1990. Soil and plant analysis: A diagnostic tool for nursery soil management, in planting stock production technology. Training course proceeding no. 1: 45-56. Marschner H. 1995. Mineral nutrition in higher plants. Academic press, New York. Martin FW. 1980. Durian and mangosteen In: Nagy S and Shaw DE (ed). Tropical and subtropical fruits composition properties and uses p. 407. The A VI Publ.Co. Inc. Westport, Connecticut. Menegristek 2002. Teknologi Budidaya Pertanian Manggis (Garcinia mangostana L.) Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. http://www.ristek.go.id Mengel K. and Kirkby EA. 1987. Principles of plant nutrition. 4th Ed. International potash institute. Mooney PA. 1992. Citrus nutrition-leaf nutrient analysis. Hort research. New Zealand. Morton J. 1987. Mangosteen. p 301-304 In Fruits of warm climates. Julia F. Morton, Miami FL Munson RD and WL Nelson. 1973. Principles and practices in plant analysis. In LM Walsh and JD Beaton (eds.) Soil testing and plant analysis. Soil Sci. Soc. Am Madison WI pp 273-248. Novizan. 2003. Petunjuk pemupukan yang efektif. Agro Media Pustaka. Depok. Olson RA, Frank KD, Grabouski PH. 1982. Soil testing philosophies, consequences of varying recommendations. Craps and soils magazine. Madison, Wisconsin. Olson RA, Kurtz LT. 1985. Crop nitrogen requirement, utilization, and fertilization. P. 567-604. in FJ Stevenson (ed) Nitrogen in agricultural soils. Madison, Wisconsin, USA. Pantastico EB. 1986. Fisiologi pascapanen, penanganan dan pemanfaatan buahbuahan dan sayur-sayuran tropika dan subtropika. Terjemahan dari Kamariyani. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Poerwanto R. 2003. Bahan ajar budidaya buah-buahan. Modul VII. Pengelolaan tanah dan pemupukan kebun buah-buahan. Program studi hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Poerwanto R. 2002a. Peningkatan produksi dan mutu untuk mendukung ekspor manggis. Direktorat jenderal bina produksi hortikultura departemen pertanian Poerwanto R. 2002b. Pengembangan manajemen budidaya tanaman buah untuk peningkatan mutu. Makalah disajikan pada sosialisasi dan promosi dan kemitraan hortikultura . Makasar 30 September. Poovarodom, S., N. Tawinteung, S. Mairaing, J. Prasittikhet and P. Ketsayom. 2000. Seasonal variations in nutrient concentrations of durian (Durio zibethinus Murr.) leaves. Acta Horticulturae 564:235-242. 146 Poovarodom, S.,P. Kanyawonga, P. Lertrat, and N Boonplang. 2002. Leaf age and position on mineral composition of mangosteen leaves. Presentation paper. Symposium no. 16. 17th WCSS, 14-21 Agust 2002, Thailand. Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kriteria penilaian data analisis sifat kimia tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian. Rais M, Mansyah E, Lukitariati S, Anwarudin MJS. 1996. Monograf manggis. Peningkatan efisiensi teknologi manggis. Departemen Pertanian, Balitbang Pertanian, Puslitbang Hortikultura. Balai Penelitian Tanaman Buah 40 hal. Ramlan MF, Mahmud TMM, Hasan BM, Karim MZ. 1992. Studies on photosynthesis on young mangosteen plants grown under several growth conditions . Acta Hort. 321:482-489. Richards AJ. 1990. Studies in Garcinia, diocious tropical Journal Linn Sci. 103: 301-308. Rochayati R, Setyorini D, Suping S, Widowati LR. 1999. Korelasi uji tanah hara P dan K. Laboran Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan. Puslittak. Rominger RS, D Smith, and LA Peterson. 1975. Changes in elemental concentration in alfalfa herbage at two soil fertility levels with advance in maturity. Comun. Soil Sci. Plant Anal 6: 163-180 Satuhu S, Roosmani, Tirtosoekotjo ABS, Sjaifullah. 1993. Penanganan segar buah manggis. Balai Hortikultura. Jakarta. Salisbury FB, and CW Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan. Terjemahan dari Diah RL dan Sumaryono. Penerbit ITB Bandung. SAS Institute. 1982. SAS user’s guide: statistics SAS institute. Cary. NC. Setiawan E, R Poerwanto dan S Susanto. 2006. Productivitas dan kualitas buah manggis pada berbagai posisi cabang dalam tajuk. Habitat J. 18(3): 159174 Sen AK, KK Sarker, PC Mazumder, N Banerji, R Uusvuori and TA Hase. 1982. Phytochem. 21: 1747-1750. Shear CB, Faust M. 1980. Nutritional ranges in deciduous tree fruits and nut. Hort Rev 2:142-163. Smith PF. 1962. Mineral analysis in plant tissue. Annu. Rev. Plant Physiol. 13:81108. Soepardi G. 1983. Sifat dan cirri tanah. Depertemen ilmu tanah Bogor. Fakultas Pertanian, IPB. Sumner ME. 1977. Preliminary N,P, and K foliar diagnostic norms for soybeans. Agron. J. 69: 226-230 Sulaiman W. 2002. Jalan pintas menguasai SPSS 10. Penerbit Andi Yogyakarta. 171 p. Sumner ME. 1979. Interpretation of foliar analysis for diagnostic purposes. Agron. J 71: 343-348 147 Sunaryono H. 1988. Memperpendek masa remaja tanaman manggis. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 9: 4-6. Susila AD. 2002. Rekomendasi pemupukan Bogor. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB. Terry N, and Ulrich A. 1993. Effect of phosphorus deficiency on the photosynthesis and respiration of leaves in sugar beet. Plant Phys 51: 4347. Tirtawinata, M. R. 2002. Pengelolaan Terpadu Kebun Manggis. Disampaikan pada Seminar Agribisnis Manggis. Bogor. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta. 8 hal. Thompson LM, Troeh FR. 1978. Soil and Fertility. New York, Mc Graw-Hill Book company. Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil and Fertility and Fertilizer 4th Ed. Macmillan Publishing , New York. Tjondronegoro P.D., S. Harran dan Hamim. 1999. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Jilid 1. Jurusan Biologi-FMIPA. Institut Pertanian Bogor. 116 hal Verheij EWM. 1992. Garcinia mangostana L. in E.W.M. verheij (ed). Plant resources of South Asia, edible fruit and nuts. Bogor a selection. PUDOC. Wageningen. Vlamis T. 2005. Amazing folk medicine remedies from the Asian mangosteen fruit-New bottled for the world to drink. http://www.myxango.com. html [12 Mei 2005]. Ulrich A and FJ Hills. 1967. Principle and practice of plant analysis p 11-24. In Soil testing and plant analysis. Part II. SSSA. Special Publ. Series No. 2 Soil Sci. Soc. Of Amer., Madison Wis. Walworth JL and ME Sumner. 1987. The diagnosis and recommendation integrated system (DRIS). Adv. J. 78: 1046-1052. Wiebel J. 1993. Physiology and growth of mangosteen ((Garcinia mangostana L) seedling. Doctor der Agrawissenschaften. Technische Universitat Berlin. Berlin. Wiebel J, Chacko EK, Downton WJS, Loveys BS, Ludders P. 1994. Carbohydrate levels and assimilate translocation in mangosteen (Garcinia mangostana L). Gartenbauwissenschaf. 60 (2): 90-94. Widjaya-Adhi IPG. 1993. soil testing and formulating fertilizer recommendation Indo. Agric. Res. Rev J 15 (4):71-79 Winarno, M. 2002. Pengembangan usaha agribisnis manggis di Indonesia. Disampaikan pada Seminar Agribisnis manggis. Bogor, 24 Juni 2002. Direktorat Jendral bina produksi hortikultura. Departemen pertnanian. Jakarta. Yaacob O, and Tindall HD. 1995. Mangosteen cultivation. FAO Plant Production and Protection Paper No. 128. FAO Plant Production and Protection Division of the United Nations Belgium. 148 Yii QJ. 1987. Report on mangosteen growing in Hainan. Hainan Trop. Crop Res. Inst. China. Yuniarti , S. Purnomo. 1999. Karakteristik mutu buah manggis (Garcinia mangostana L) asal Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan Pengembagan Teknologi Pertanian. 2(1): 29-34 Yoshida S, Forno DA, Cock JH, Gomez KA. 1972. Laboratory manual for physiological studies of rice. Second ed. Los Banos. Zomlefer WB. 1994. Guide to flowering plant families. New York: Library of congress cataloguing-in-publication LAMPIRAN 150 Lampiran 1. Prosedur penetapan nitrogen total dengan metode kjeldahl 500 gram tanah atau 0,2 gram tanaman labu kjedahl 25 ml + 1,9 g campuran Se, CuSO4 dan NaSO4 + 5 ml H2SO4 pekat + 5 tetes parafin cair. Pemanasan ± 200 °C dalam ruang asam hingga diperoleh cairan yang berwarna terang (hijau-biru). Selama 15 menit pindahkan ke dalam labu distilasi. Sambil dibilas dengan air 100150 ml, goyangkan sebentar kemudian+ 5 ml NaOH 50%. distilasi tanpung dalam Erlenmeyer 125 ml yang telah berisi campuran 10 ml H3BO3 4% dan 5 tetes indicator Conway. distilasi berlangsung hingga kira-kira mencapai 100 ml. hasil distilasi dititrasi dengan HCl 0,0474 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau ke merah muda Perhitungan: Isi HCl (contoh – blanko) x N HCl x 14 x 100 Kadar N% = bobot sampel (mg) 151 Lampiran 2. Metode penentuan kandungan fosfor dan kalium jaringan tanaman 1 g contoh diabukan pada suhu 500 C selama 2 jam, dinginkan kemudian + 5 tetes HCL (37%) 3X diatas hot plate (70 C) + 10 ml HCl 1 N aduk & saring hasil saringan pipit 1 ml tera labu ukur 50 ml kalium 1 ml contoh encerkan jadi 10 ml fosfor 1 ml contoh encerkan jadi 5 ml + 5 ml PB + 5 tetes PC Flame fotometer Spektrofotometer λ 660 nm 152 Lampiran 3. Sifat fisik dan kimia tanah di tiga sentra produksi manggis (Purwakarta Tasikmalaya dan Bogor) Lokasi Purwakarta Tasikmalaya Bogor Kedalaman (cm) pasir C-og Na 13.29 Tekstur debu liat % 49.06 37.65 0 - 30 1.26 14.48 30 - 50 8.20 50.66 41.15 1.02 0.33 0.73 0.41 0 - 30 30.22 35.27 34.55 1.60 0.61 4.82 2.90 30 - 50 28.82 30.07 41.11 1.28 0.57 4.13 2.05 0 - 30 7.65 13.55 78.80 1.22 0.30 0.98 0.44 30 - 50 6.81 16.67 76.57 1.03 0.30 0.84 0.42 Ca Mg me/100 gr 0.79 0.38 Lampiran 4. Data curah hujan tahun 2000-2005 di Kecamatan Leuwiliang Bulan Rata-rata Curah hujan (mm) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Januari 218 273 391 550 297 383 352 Februari 258 277 97 404 286 352 279 Maret 66 89 230 239 98 276 166 April 176 220 404 78 276 364 253 Mei 326 374 457 471 491 335 409 Juni 353 67 51 231 79 191 187 Juli 129 218 24 255 327 96 175 Agustus 152 166 24 207 208 409 194 September 397 222 136 123 377 102 226 Oktober 964 232 231 421 191 401 407 November 214 184 421 381 480 428 351 Desember 61 48 357 234 227 430 202 Jumlah 3314 2370 2823 3594 3337 3767 3201 Rata-rata 276 197 235 299.5 278 314 267 Sumber: Dinas Pengairan Kecamatan Leuwiliang Keterangan: Suhu rata-rata : 22 – 28C Curah hujan rata-rata bulanan : 267 mm/bulan Curah hujan rata-rata tahunan : 3201 mm/tahun