Garcinia Mangostana

advertisement
DIAGNOSIS STATUS HARA MENGGUNAKAN
ANALISIS DAUN UNTUK MENYUSUN
REKOMENDASI PEMUPUKAN
PADA TANAMAN MANGGIS
(Garcinia mangostana L.)
LIFERDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Diagnosis Status Hara Menggunakan
Analisis Daun untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan pada Tanaman
Manggis (Garcinia Mangostana L.) adalah hasil penelitian saya sendiri dengan
bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2007
Liferdi Lukman
NIM A361020181
ABSTRAK
LIFERDI. Diagnosis Status Hara Menggunakan Analisis Daun untuk
Menyusun Rekomendasi Pemupukan pada Tanaman Manggis (Garcinia
Mangostana L.). Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO, ANAS
DINURROHMAN SUSILA, KOMARUDDIN IDRIS dan I WAYAN MANGKU.
Mendiagnosis permasalahan hara utama (N, P, K) pada tanaman manggis
dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu analisis jaringan daun dan observasi
gejala secara visual. Analisis jaringan daun untuk mendiagnosis status hara dan
menentukan rekomendasi pemupukan bagi tanaman manggis dilakukan melalui
tiga tahap percobaan. Percobaan pertama adalah uji korelasi antara konsentrasi
hara daun dan hasil untuk mendapatkan umur daun yang tepat sebagai sampel.
Sampel daun ini dipergunakan untuk uji kalibrasi. Percobaan kedua adalah uji
kalibrasi untuk menentukan hubungan antara kisaran konsentrasi hara daun
dengan hasil relatif tanaman. Percobaan yang ketiga adalah uji optimasi untuk
mendapatkan dosis optimum untuk hasil maksimum.
Pendekatan kedua, observasi terhadap gejala secara visual kekurangan dan
kelebihan hara N, P dan K dilakukan pada bibit manggis, karena gejala tersebut
sulit didapatkan pada tanaman manggis dewasa di lapangan. Status hara dan
rekomendasi pemupukan pada bibit manggis ditentukan berdasarkan hubungan
antara konsentrasi hara daun dan parameter pertumbuhan.
Daun sampel terbaik untuk diagnosis status hara N, P dan K adalah daun
umur lima bulan. Daun sampel ini mempunyai korelasi positif antara konsentrasi
N, P dan K di daun dengan hasil dan juga dengan kandungan N, P dan K di tanah.
Model regresi yang terbaik untuk menggambarkan hubungan antara konsentrasi
N, P dan K di daun dan hasil tanaman adalah model kuadratik. Menurut model ini
status hara daun dengan konsentrasi N kurang dari 0,99% adalah kategori sangat
rendah, daun dengan konsentrasi N 0,99 hingga kurang dari 1,35% adalah rendah,
konsentrasi N 1,35 hingga kurang dari 2,10% adalah sedang, dan konsentrasi N
lebih dari 2,10% adalah sangat tinggi. Untuk status fosfor, daun dengan
konsentrasi P kurang dari 0,11% adalah kategori sangat rendah, konsentrasi P 0,11
hingga kurang dari 0,21% adalah rendah, dan konsentrasi P 0,21 hingga kurang
dari 0,31% adalah sedang, selanjutnya konsentrasi P lebih dari 0,31% adalah
sangat tinggi. Untuk status hara kalium, konsentrasi K kurang dari 0,69% adalah
kategori sangat rendah, konsentrasi K 0,69 hingga kurang dari 0,90% adalah
rendah, konsentrasi K 0,90 hingga kurang dari 1,12% adalah sedang, dan
konsentrasi lebih dari 1.12% adalah sangat tinggi.
Bibit manggis yang kekurangan nitrogen menunjukkan gejala seperti daun
berwarna hijau pucat kekuning-kuningan, akar berwarna coklat muda kekuningkuningan, dan pertumbuhan yang terhambat. Bibit ini mempunyai konsentrasi N
daun kurang dari 0,73%.
Sebaliknya, bibit yang kelebihan nitrogen
memperlihatkan gejala seperti daun berwarna coklat, nekrotik dan akhirnya
rontok; akar berwarna coklat tua kehitaman, rusak, mudah putus, dan akhirnya
membusuk; pertumbuhan bibit terhambat, serta konsentrasi N daun lebih dari
1,18%. Berdasarkan analisis jaringan daun pada bibit manggis, daun dengan
konsentrasi N kurang dari 0,72% digolongkan sangat rendah, konsentrasi N dari
0,72 hingga kurang dari 0,94% adalah rendah, konsentrasi N 0,94 hingga kurang
dari 1,18% adalah sedang, dan konsentrasi N lebih dari 1,18% adalah sangat
tinggi. Untuk tujuan pemupukan, model regresi linear-plateau merupakan pilihan
yang terbaik dengan nilai kritis dosis pemupukan sebesar 266 ppm N/tanaman.
Model kuadratik menunjukkan tidak lebih baik daripada model linear-plateau.
Gejala kekurangan fosfor pada bibit manggis ditunjukkan oleh warna daun
hijau kusam dengan ukuran daun lebih kecil, warna akar coklat terang,
pertumbuhan terhambat dan konsentrasi P pada daun kurang dari 0,04%. Gejala
kelebihan fosfor adalah warna daun coklat keabu-abuan pada ujung daun,
nekrotik, dan akhirnya rontok; akar berwarna coklat tua, pecah-pecah dan mudah
putus yang akhirnya membusuk; pertumbuhan bibit terhambat dan konsentrasi P
daun lebih dari 0,28%. Berdasarkan analisis jaringan daun, konsentrasi P kurang
dari 0,05% digolongkan sangat rendah, konsentrasi P 0,05 hingga kurang dari
0,10% adalah rendah, konsentrasi P 0,10 hingga kurang dari 0,19% adalah sedang,
dan konsentrasi P lebih dari 0,19% adalah sangat tinggi. Rekomendasi pupuk P
berdasarkan nilai kritis dari model linier-plateau adalah 84 ppm P/tanaman.
Untuk gejala kekurangan kalium, warna daun bibit manggis hijau kusam,
pertumbuhan bibit sangat lambat, dan mempunyai konsentrai K kurang dari
0,52%. Sementara itu, gejala kelebihan kalium warna daun coklat kemeramerahan pada pinggir daun, nekrotik, dan akhirnya luruh; warna akar coklat
gelap, pecah-pecah dan mudah putus, akhirnya membusuk, serta mempunyai
konsentrasi K lebih dari 1,93%. Berdasarkan analisis jaringan daun konsentrasi K
kurang dari 0,50% digolongkan sangat rendah, konsentrasi K 0,50 hingga kurang
dari 0,67% adalah rendah, konsentrasi K dari 0,67 hingga kurang dari 1,26%
adalah sedang, dan konsentrasi K lebih dari 1,26% adalah sangat tinggi.
Rekomendasi pemupukan, berdasarkan nilai kritis model linear-plateau adalah
103 ppm K/tanaman.
ABSTRACT
LIFERDI. Diagnostic nutritional status through leaf analysis as a tool for
fertilizer recommendation on mangosteen (Garcinia mangostana L.). Under the
supervision of ROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA,
KOMARUDDIN IDRIS and I WAYAN MANGKU.
To diagnose of major nutrients (N, P, and K) on mangosteen have been
used two approaches, i.e. : plant analysis and diagnostic test of visual symptoms.
Three experiments were estabilized to diagnose nutritional status and to determine
fertilizer recommendation for mangosteen. First experiment was correlation test
between leaf nutrients concentration and yield to find out the best leaf sample age.
This leaf sample will be used in calibration test. Second experiment was
calibration test to determine the relationship between leaf nutrient concentration
and plant relative yield. The last experiment was optimizing test to find out the
optimum rate of fertilizer to obtain maximum yield.
Second approach was observation of visual symptom of deficiency and
excessive nutrient on mangosteen seedling. Nutritional status and fertilizer
recommendation on seedling were determined base on relationship between
nutrient concentration and growth parameters.
The best leaf sample for N, P, K nutritional status diagnosis was fifth
months leaf age. A positive correlation between N, P, K concentrations in fifth
months leaf age and N, P, K concentrate on in the soil and also with yield. The
best regression model for describing the relationship between leaf concentrations
and yield was quadratic model. According to this model, the leaf nutritional status
with concentration of N less than 0.99% was categorized very low, leaf with
concentration of N from 0.99 to <1.35% was low, concentration of N from 1.35 to
<2.10% was medium, and concentration of N >2.10 was very high. Leaf P
concentration less than 0.11% was categorized very low, concentration of P from
0.11 to <0.21% was low, and concentration of P from 0.21 to <0.31% was
medium, and concentration of P >0.31 was very high. Leaf K concentration
<0.69% was categorized very low, concentration of K from 0.69 to <0.90% was
low, concentration of K from 0.90 to <1.12% was medium, and concentration of
K >1.12% was very high.
Mangosteen seedling that deficiency of nitrogen showed symptoms such
as yellowish pale green leaf color, yellowish light brown root color, and stunted or
inhibited growth. This seedling had concentration of N less than 0.73%. On the
other hand, the seedling that excessive of nitrogen showed symptoms like brown
leaf, necrotic, and finally fallen off; dark brown root, cracking and broken easily,
finally rotten; the inhibited growth seedling, and had concentration of N in leaf
more than 1.18%. Based on seedling leaf tissue analysis, leaf with concentration
of N less than 0.72% was classified as very low, concentration of N from 0.72 to
0.94% was low, concentration of N more than 0.94 to 1.18 was medium, and N
more than 1.18% was very high. For fertilizer recommendation purpose, the
linear-plateau regression model was the best choice with critical value of fertilizer
dosage was 266 ppm N/plant. A quadratic model was not better than the linierplateau model.
The symptoms of phosphor deficiency in mangosteen seedling were
shown by dull green leaf color with smaller size, light brown root color, stunted or
inhibited growth, with concentration of P in leaf less than 0.04% . On the other
hand, the phosphor excess symptoms were shown by grey-brown leaf color at the
tip leaves, necrotic, and finally fallen off; dark brown root, cracking and broken
easily, finally rotten; the growth of seedling inhibited; and had concentration of P
in leaf was more than 0.28%. Based on seedling leaf tissue analysis, leaf with
concentration of P less than 0.05% was classified as very low, concentration of P
from 0.05 to <0.10% was low, concentration of P 0.10 to <0.19% was medium,
and P more than 0.19% was very high. The linear-plateau critical value was 84
ppm P/plant.
For the potassium deficient symptoms, the leaf color of mangosteen
seedling was dull green, the growth of seedling is very slow, and had
concentration of K <0.52%. Meanwhile, the symptoms of potassium excessive
were reddish brown leaf color, necrotic, and finally fallen off; dark brown root,
cracking and broken easily, finally rotten, and had concentration of K in leaf more
than 1.93%. For fertilizer recommendation, the linear-plateau critical value was
103 ppm Based on seedling leaf tissue analysis, leaf with concentration of K less
than 0.50% was classified as very low, concentration of K from 0.50 to <0.67%
was low, concentration of K 0.67 to <1.26% was medium, and K more than
1.26% was very high. For fertilizer recommendation purpose, the linear-plateau
regression model was the best choice with critical value of fertilizer dosage was
103 ppm K/plant. A quadratic model was not better than the linier-plateau model.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
DIAGNOSIS STATUS HARA MENGGUNAKAN ANALISIS
DAUN UNTUK MENYUSUN REKOMENDASI
PEMUPUKAN PADA TANAMAN MANGGIS
(Garcinia mangostana L.)
LIFERDI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul Disertasi : Diagnosis Status Hara Menggunakan Analisis Daun untuk
Menyusun Rekomendasi Pemupukan pada Tanaman Manggis
(Garcinia Mangostana L.)
Nama
: Liferdi
NIM
: A361020181
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.H. Roedhy Poerwanto, M.Sc.
Ketua
Dr.Ir. Anas Dinurrohman Susila, M.Si.
Anggota
Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.S.
Anggota
Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.
Tanggal Ujian: 22 Agustus 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Mei 2003 sampai dengan Agustus 2006 dengan judul: Diagnosis
Status Hara Menggunakan Analisis Daun untuk Menyusun Rekomendasi
Pemupukan pada Tanaman Manggis (Garcinia Mangostana L.).
Disertasi ini terdiri dari 5 sub kegiatan yang ditulis dalam bentuk artikel.
Artikel yang berjudul “Uji Korelasi Konsentrasi Hara N, P dan K Daun dengan
Produksi” telah disajikan pada seminar nasional PERHORTI di Jakarta November
2006 dan diterbitkan dalam bentuk prosiding. Dua artikel dengan judul Uji
Korelasi Hara Fosfor Daun dengan Produksi Tanaman Manggis dan Uji Kalibrasi
Hara Fosfor Menggunakan Analisis Jaringan Daun telah disetujui diterbitkan pada
Jurnal Hortikultura Badan Litbang Pertanian Vol. XVII No. 4 tahun 2007.
Dalam penyelesaian disertasi ini, banyak pihak telah memberikan
dukungan, bantuan, perhatian dan nasihat yang semua sangat berguna. Untuk itu,
saya sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak.
Pertama-tama kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H Roedhy Poerwanto, MSc atas
kesediaan beliau menjadi ketua komisi pembimbing. Bimbingan beliau yang
lugas, cermat dan terarah, baik dalam bidang akademis maupun keprofesian
dibidang buah-buahan, memberikan tuntunan berpikir analisis, sintesis dan
sistematis. Selain itu beliau juga banyak memberikan tuntunan tentang kesabaran,
konsisten dan disiplin.
Saya juga dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila MSi,
Bapak Dr Komaruddin Idris MS dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Mangku MSc dalam
penyusunan disertasi ini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya atas kesedian sebagai anggota komisi
pembimbing dan curahan perhatian, saran, motivasi, informasi dan kritik yang
sangat berharga dalam penyusunan disertasi ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Prof Dr.
Ir. Didy Sopandie, MAgr yang telah bersedia sebagai penguji luar komisi pada
ujian tertutup. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, MSc dan Bapak
Dr. Ir. Hardiyanto, MSc yang telah bersedian sebagai penguji luar komisi pada
ujian terbuka. Pertanyaan dan saran yang Bapak-Bapak sampaikan sungguh besar
maknanya bagi perbaikan disertasi ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Balai Penelitian
Tanaman Buah Tropika, Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang
Pertanian, dan Pimpinan Proyek PAATP atas kesempatan tugas belajar dan
beasiswa yang diberikan untuk mengikuti program doktor di Institut Pertanian
Bogor.
Ucapan terima kasih yang mendalam disampai juga kepada Kementrian
Negara Riset dan Teknologi yang telah mendanai penelitian disertasi ini melalui
Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Pengembangan BuahBuahan Unggulan Indonesia yang dikelola Pusat Kajian Buah-buah Tropika
(PKBT) Institut Pertanian Bogor.
Kepada yang terhormat Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas
Pertanian (Prof Dr. Ir. Didy Sopandie, Magr), Wakil Dekan Fakultas Pertanian
(Dr. Ir. Aris Munandar, MS), Dekan Fakultas Pascasarjana (Prof. Dr. Ir. Khairil
Anwar Notodiputro, MS), Sekretaris Program Doktor (Dr. Ir. Naresworo
Nugroho, MSc), Ketua Program Studi Agronomi (Dr.Ir. Satriyas Ilyas, MS)
beserta seluruh staf pengajar pascasarjana IPB, saya menyampaikan penghargaan
yang tinggi dan terima kasih atas kesempatan mengikuti pendidikan S3 di IPB.
Saya bangga jadi bagian dari keluarga besar IPB.
Kepada keluarga Bapak H Sayuti di Leuwiliang, Keluarga Bapak Ade
Sugema di Wanayasa dan Keluarga Bapak Ayi di Puspahiang, saya ucapkan
terima kasih atas izin dan bantuan fasilitas pemakaian kebun dan tanaman
manggisnya.
Kepada Bapak Sulaeman, Bapak Kardi dan Bu Ade yang telah membantu
di KP Tajur serta Sdr Rizal di Leuwiliang. Bapak Ade Abudullah dan Bapak M
Hermansyah yang membantu analisis di Laboratorium, saya ucapkan terima kasih.
Kepada rekan-rekan sesama penelitian dan satu bimbingan: Juanasri SP
MSi, Eko Setiawan SP MSi, Endang Gunawan SP MSi, Felix Siaw SP, dan Jimmi
Simanjuntak SP. Terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya. Kepada rekanrekan satu angkatan dan satu Bimbingan Ir. La Ode Safuan MP, Lizawati SP MSi,
Ir. M Arif Nosution MP, Ir. Ketty Sukety MSi serta rekan-rekan satu angkatan
2002 terima kasih atas saran, masukan dan kebersamaannya. Secara khusus terima
kasih saya sampaikan kepada teman-teman diantaranya Dr. A Rusfidra MP, Ibu Ir
Sukendah, MSc, Yusniwati SP MP dan Susiyanti, SP MP yang telah membaca
dan memberikan masukan dalam penulisan disertasi.
Kepada Ibunda Hj. Dahniar Majid, Ayahanda Lukman TM (alm), Bapak
mertua H Dudung Abdullah BA, Ibu mertua Hj Aisyah, istri dr Nia Kania SpA
Mkes dan anak-anak tercinta (Farsya Azka Khairani dan Firsya Rizqika Dzakira),
kakak, adik dan semua keponakan, saya sampaikan hormat dan ucapan terima
kasih atas semua perhatian, pengertian, dukungan dan doa serta pengorbanan
yang telah diberikan selama melaksanakan tugas belajar ini.
Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat baik bagi
penulis maupun yang tertarik untuk mempelajarinya hara tanaman manggis.
Bogor, Agustus 2007
Liferdi Lukman
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Solok, Sumatera Barat, pada tanggal 7 Oktober 1970,
sebagai anak ke empat dari keluarga Lukman TM dan Hj. Dahniar Majid.
Penulis mulai memasuki pendidikan formal pada tahun 1977. Sekolah
Dasar Negeri No. 1 Tanjung Alai selesai tahun 1983, SMP Negeri Singkarak
selesai tahun 1986, dan SMA Negeri No. 1 Solok selesai tahun 1989. Pendidikan
sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian
UMMY lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1997, penulis diterima di Program
Studi Agronomi Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dan tamat pada tahun
2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan
perguruan tinggi yang sama didapat tahun 2002. Beasiswa pendidikan diperoleh
dari PAATP yang disalurkan melalui Badan Litbang, Departeman Pertanian
Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai teknisi laboratorium di Balai Penelitian
Hortikultura Solok dari tahun 1991 sampai 1996. Terhitung 1 April 1997 diangkat
sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Mahaputra Muhammad
Yamin. Dan terhitung 1 Maret 1998 penulis bekerja sebagai peneliti di Badan
Litbang Pertanian, dan ditempatkan di Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika
Solok. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab adalah ekofisiologi
tanaman buah.
Selama mengikuti program S3, penulis menjadi pengurus Forum
WACANA periode 2003/2004 dan 2004/2005, wakil ketua Ikatan Mahasiswa
Pascasarjana Asal Sumatera Barat (IMPACS) 2003-2006, sekretaris umum DPP
PERWATA periode 2005-2008, manajer usaha di koperasi Ummathon Wasathon
(2005-2008).
Dalam kegiatan profesi, penulis menjadi anggota Perhimpunan
Hortikultura Indonesia, Himpunan Perbuahan Indonesia, Perhimpunan Agronomi
Indonesia dan anggota Asosiasi Mikoriza Indonesia.
Penulis menikah dengan dr. Nia Kania, SpA. MKes pada tahun 2001 dan
dikaruniai dua orang putri, yaitu Farsya Azka Khairani (5 tahun) dan Firsya
Rizqika Dzakira (1 tahun).
Penguji dan Promovendus dari kiri ke kanan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Dr. Ir. Hardiyanto, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.
Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.S.
Dr.Ir. Anas Dinurrohman Susila, M.Si.
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.
Liferdi Lukman (Promovendus)
Prof.Dr.Ir.H. Roedhy Poerwanto, M.Sc.
Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, M.Sc.
Penguji Luar Komisi
- Ujian Tertutup
: •
- Ujian Terbuka
: 1 Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, M.Sc
(Guru Besar Tetap Budidaya Perkebunan IPB/
Kepala KP3 IPB)
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
(Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman IPB/
Dekan Fakultas Pertanian IPB)
: 2 Dr. Ir. Hardiyanto, M.Sc
(Kepala Bidang Program dan Evaluasi
Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian,
Departemen Pertanian RI)
Penguji Luar Komisi
- Ujian Tertutup
: •
- Ujian Terbuka
: 1 Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, M.Sc
(Guru Besar Tetap Budidaya Perkebunan IPB/
Kepala KP3 IPB)
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
(Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman IPB/
Dekan Fakultas Pertanian IPB)
: 2 Dr. Ir. Hardiyanto, M.Sc
(Kepala Bidang Program dan Evaluasi
Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian,
Departemen Pertanian RI)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……………………………………..……….………....
xvi
DAFTAR GAMBAR ………………………………….………………….. xviii
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................
xxi
PENDAHULUAN
Latar Belakang …………………………………....................................
1
Rumusan Masalah ...................................................................................
2
Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………...........................
3
Kerangka Pemikiran ................................................................................
4
Hipotesis ..................................................................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA
Karateristik Tanaman Manggis ………………………………...............
8
Pemupukan pada Tanaman Manggis …………………..........................
13
Bentuk Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam Tanah ................................
16
Analisis Hara ...........................................................................................
21
Iterpretasi Hasil Analisis Hara ................................................................
25
UJI KORELASI KONSENTRASI HARA NITROGEN, FOSFOR, DAN
KALIUM DAUN DENGAN HASIL TANAMAN MANGGIS
Abstrak ………………………………………………………………....
29
Abstract …………………………………………………………….......
29
Pendahuluan ………………………………………………………........
30
Bahan dan Metode ……………………………………………….….....
31
Hasil dan Pembahasan …………………………………………….…...
33
Simpulan…………………………………………………….....…….....
47
UJI KALIBRASI HARA NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM
MENGGUNAKAN ANALISIS JARINGAN DAUN PADA TANAMAN
MANGGIS
Abstrak ……………………………………………………………........
48
Abstract ………………………………………………………...............
48
Pendahuluan …………………………………………………................
49
Bahan dan Metode ……………………………………………..............
51
Hasil dan Pembahasan ………………………………………................
54
Simpulan …………………………………………………….................
73
EVALUASI
GEJALA
KEKURANGAN
NITROGEN PADA TANAMAN MANGGIS
DAN
KELEBIHAN
Abstrak ……………………………………………………………........
74
Abstract …………………………………………………………...........
74
Pendahuluan ……………………………………………………............
75
Bahan dan Metode ………………………………………………..........
76
Hasil dan Pembahasan ………………………………………………....
79
Simpulan …………………………………………………………….....
92
EVALUASI GEJALA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN FOSFOR
PADA TANAMAN MANGGIS
Abstrak ……………………………………………................................
93
Abstract ……………………………………………………...................
93
Pendahuluan …………………………………………………................
94
Bahan dan Metode …………………………………………..................
96
Hasil dan Pembahasan ……………………………………...................
99
Simpulan ……………………………………………………….............
108
EVALUASI GEJALA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN KALIUM
PADA TANAMAN MANGGIS
Abstrak …………………………………………………………............
110
Abstract ………………………………………………………...............
110
Pendahuluan ………………………………………………………........
111
Bahan dan Metode ……………………………………………..............
113
Hasil dan Pembahasan ………………………………………...............
116
Simpulan ……………………………………………………….............
126
PEMBAHASAN UMUM
Uji Korelasi Hara N, P dan K .................................................................
128
Uji Kalibrasi Hara N, P dan K ................................................................. 131
Uji Optimasi Dosis Hara N, P dan K ......................................................
133
Evaluasi Gejala Hara N, P dan K ...........................................................
134
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................
139
Saran .......................................................................................................
140
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….....
LAMPIRAN .................................................................................................
142
149
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Komposisi kimia buah manggis dalam 100 gram bagian yang dapat
dimakan ...................................................................................................
10
2
Rekomendasi pemupukan manggis berdasarkan umur tanaman.............
14
3
Pemberian pupuk NPK (10:10:9) rata-rata tahunan manggis di
Thailand...................................................................................................
15
4
Kriteria penilaian sifat kimia tanah ........................................................
23
5
Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruk ................................
24
6
Konsentrasi nitrogen daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya,
dan Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis..
37
7
Konsentrasi fosfor daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya, dan
Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis ........
38
8
Konsentrasi kalium daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya,
dan Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis
39
9
Konsentrasi N, P, K tanah, KTK dan pH di tiga sentra produksi 40
manggis (Purwakarta, Tasikmalaya, dan Bogor) ....................................
10 Jumlah bunga mekar, persentase bunga rontok, jumlah buah jadi, bobot
buah per pohon, dan TSS tanaman manggis pada tiga sentra produksi...
42
11 Konsentrasi N, P, K pada bagian-bagian buah dari tiga sentra produksi
manggis Jawa Barat (Purwarkarta, Tasikmalaya, dan Bogor) ................
44
12 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah bunga, jumlah bunga &
buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis
54
13 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap bobot buah, bagian buah yang
dapat dimakan (edibel) dan total padatan terlarut (TSS) pada tanaman
manggis ...................................................................................................
56
14 Pengaruh pemberian fosfor terhadap jumlah bunga, jumlah bunga &
buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis
57
15 Pengaruh pemberian fosfor terhadap bobot buah, kemulusan dan total
larutan terlarut (TSS) pada tanaman manggis ........................................
58
16 Pengaruh pemberian kalium terhadap jumlah bunga, jumlah
bunga & buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman
manggis selama dua musim ....................................................................
60
17 Pengaruh pemberian kalium terhadap bobot buah, kemulusan buah 61
dan total padatan terlarut (TSS) pada tanaman manggis.........................
18
Pengaruh pemberian nitrogen terhadap konsentrasi nitrogen pada daun,
kulit buah, daging buah, dan biji selama dua kali panen pada tanaman
manggis ...........................................................................................................
63
19
Pengaruh pemberian fosfor terhadap konsentrasi fosfor pada daun, kulit
buah, daging buah, dan biji pada tanaman manggis selama
dua kali
panen................................................................................................................
64
20
Pengaruh pemberian kalium terhadap konsentrasi kalium pada daun, kulit
buah, daging buah, dan biji manggis selama dua kali panen ........................
65
21 Hubungan antara hasil relatif tanaman manggis dengan konsentrasi N,
P, K daun berdasarkan beberapa persamaan regresi ..............................
68
22 Dosis optimum pupuk N, P, K dihitung berdasarkan persamaan regresi
dari kurva respon hasil relatif pada tanaman manggis ............................
72
23 Pengaruh nitrogen terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah
cabang dan jumlah daun pada bibit manggis setelah 14 bulan ...........
79
24 Status konsentrasi nitrogen daun bibit manggis dengan tiga motode
pendekatan (visual, Kidder, Cate & Nelson) .............................
95
25 Pengaruh fosfor terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah 100
cabang dan jumlah daun pada bibit manggis setelah 14 bulan ..............
26 Status konsentrasi fosfor pada daun tanaman bibit manggis dengan 105
pendekatan tiga metode (visual, Kidder, Cate & Nelson) .......................
27 Pengaruh kalium terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah 126
cabang dan jumlah daun bibit manggis setelah 14 bulan .......................
28 Status konsentrasi kalium daun bibit manggis dengan tiga motode 123
pendekatan (visual, Kidder, Cate & Nelson) ..........................................
29 Status konsentrasi N, P, K di daun manggis ........................................... 132
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Bagan alur pelaksanaan kegiatan penelitian ..........................................
7
2
Pengaruh umur daun terhadap konsentrasi nitrogen, fosfor dan kalium
daun dari tiga lokasi sentra produksi manggis penelitian Jawa Barat
(Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor) ..................................................
34
3
Korelasi antara konsentrasi (1) nitrogen, (2) fosfor, (3) kalium daun
tanaman manggis (a) umur empat bulan dan (b) umur lima bulan
dengan kandungan N, P, K tanah ..........................................................
41
4
Korelasi antara konsentrasi N, P, K daun (a) umur empat bulan, (b)
umur lima bulan dengan produksi tanaman manggis. ...........................
45
5
Posisi daun umur lima bulan berada pada ujung ranting cabang sebagai
daun terminal ...........................................................................................
46
6
Hubungan konsentrasi N, P, K daun dengan produksi relatif tanaman
manggis menggunakan empat model regresi (A) model linear dan
kuadratik (B) model logistik dan eksponensial .....................................
67
7
Hubungan konsentrasi N, P, K daun dengan hasil relatif
tanaman manggis berdasarkan model regresi kuadratik .......................
73
8
Kurva respon pemupukan N, P, K terhadap hasil relatif buah manggis
selama dua kali panen ............................................................
75
9
Penampilan bibit manggis 14 bulan setelah perlakuan pupuk
nitrogen (dosis perlakuan = 50, 100, 200, 400 dan 600 ppm) ………...
80
10 Morfologi beberapa stadia daun (I) kekuranga (II) kecukupan nitrogen
a = trubus awal, b = trubus penuh, c = trubus dewasa, dan d = dorman
Perbedaan warna daun pada bibit manggis (a) kekurangan (b)
11
kecukupan nitrogen ..............................................................................
12 Pucuk normal tanaman manggis yang baru muncul berwarna coklat
kemerah-merahan ..................................................................................
Bibit
manggis (a) yang mengalami kerontokan (b) daun yang rontok
13
jadi kekering akibat kelebihan nitrogen ................................................
81
82
83
85
14 Tanaman bibit manggis (a) kekurangan, (b) kecukupan dan (c)
kelebihan nitrogen ...................................................................................
86
15 Perbedaan akar bibit manggis pada kondisi (a) kekurangan (b)
kecukupan (c) kelebihan nitrogen .........................................................
87
16 Perbedaan warna daun bibit manggis pada kondisi (a) kekurangan (b)
kecukupan (c) kelebihan nitrogen ........................................................
90
17 Hubungan antara dosis nitrogen dengan pertumbuhan relatif tanaman
manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik ................
91
18 Penampilan tunas bibit manggis 14 bulan setelah perlakuan pupuk 100
fosfor (0, 25, 50, 100, 200, 400 ppm P) ................…………………...
19 Penampilan tanaman manggis yang kekurangan fosfor (P0) 103
dibandingkan dengan yang berkecukupan fosfor (P2) .........................
20 Kondisi tanaman manggis yang kelebihan hara fosfor (a) bibit dalam 105
polybag (b) bibit tanpak dari atas (c) permukaan daun bagian atas,
(d) permukaan bawah bagian daun ........................................................
21 Hubungan konsentrasi fosfor daun dengan pertumbuhan relatif bibit 106
manggis menurut pendekatan (a). Kidder (b). Cate dan Nelson ...........
22 Hubungan antara dosis fosfor dengan tinggi tanaman relatif bibit 107
manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik ................
23 Perbandingan (a) kekurangan, (b) kecukupan, dan (c) kelebihan 108
fosfor pada daun, tajuk, dan akar tanaman manggis ............................
24 Penampilan bibit manggis setelah 14 bulan mendapatkan perlakuan 117
pupuk kalium (0, 25, 50, 100, 200, 400 ppm K) ..................................
25 Perbedaan tanaman yang kekurangan kalium (K0) dengan tanaman 119
yang normal (K1) ...................................................................................
26 Penampilan tanaman manggis yang (I) kekurangan (II) kecukupan 119
kalium (a) bibit dalam polybag (b) permukaan atas daun, (c)
permukaan bawah daun dan (d) akar ....................................................
27 Perubahan warna pada daun akibat kelebihan kalium (a) gejala awal 130
pada daun tua (b) gejala akhir pada semua daun ...................................
28 Gejala kelebihan kalium pada tanaman (a) bibit dalam polybag (b) 130
permukaan atas daun, (c) permukaan bawah daun dan (d) akar ........
29 Hubungan konsentrasi kalium daun dengan pertumbuhan relatif bibit 132
manggis menurut pendekatan (a). Kidder (b). Cate dan nelson ............
30 Hubungan antara dosis kalium dengan tinggi tanaman relatif bibit 132
manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik ................
31 Perbandingan (a) kekurangan, (b) kecukupan, dan (c) kelebihan 134
kalium pada daun, tajuk, dan akar tanaman manggis ...........................
DAFTAR ISTILAH
Absisi
ADP (adenosin
diphosphate)
Aerasi
Anion
Apomiksis
ATP (adenosin tri
phosphate)
Awal diferensiasi
bunga
Bibit seedling
Bienial bearing
Daun terminal
Daun sub terminal
Daun-daun negatif
Derajat
kemasaman /pH
(pontetial of
Hydrogen)
Diferensiasi bunga
DNA (deoxyribo
nucleic acid)
Dormansi tunas
= Gugurnya daun, bunga dan buah secara alami dari
tanaman.
= Suatu senyawa di dalam sel tanaman yang berperan
dalam pemindahan energi hasil kegiatan pernapasan
(respirasi) dan berperan dalam menangkap energi
matahari pada kegiatan fotosintesin.
= Ketersedian ronga udara di dalam tanah yang
menunjukan terjadinya pernapasan akar dan proses
oksidasi di dalam tanah.
= Ion yang bermuatan listrik negatif.
= Embrio yang tidak dihasilkan dari miosis dan
penyerbukan, tetapi dari sel di dalam kantong embryo
atau sekeliling nuselus dan berkembang membentuk biji
dengan konstitusi genetik yang sama dengan induk
betinanya.
= Senyawa di dalam sel tanaman yang berperan dalam
menangkap energi dari cahaya mata hari pada proses
fotosintesis.
= Secara mikroskopik calon tunas yang masih tertutup
ketiak daun, pangkalnya membesar dan membengkak,
secara visual pucuk belum mengalami perubahan.
= Bibit atau tumbuhan hasil perbanyakan dari biji.
= Suatu keadaan tanaman berbuah banyak pada suatu
tahun dan tidak berbuah pada tahun berikutnya, atau
beerbuah hanya sedikit, disebut juga pembuahan
berseling atau alternate bearing.
= Sepasang daun (tunggal) atau satu pasang daun (tipe
inflorescence) yang terletak pada bagian ujung pucuk
(terminal).
= Daun yang terletak dibawah daun terminal.
= Daun yang ternaungi oleh tajuk diatasnya sehingga
untuk kebutuhan hidupnya mengimport fotosintat dari
organ lain yang bergungsi sebagai source.
= Kondisi yang menggambarkan jumlah ion hidrogen,
yang ada pada larutan tanah. Semakin tinggi jumlah ion
hidrogen semakin tinggi juga derajat keasaman tanah.
= Secara mikroskopik mulai sejak tunas baru pangkalnya
membesar dan bembengkak sampai terbentuk sepal dan
petal, secara visual bunga muncul dari ujung pucuk.
= Senyawa organik yang dikandung oleh ribosom di dalam
sitoplasma yang berisi nformasi genetik. DNA adalah
jembatan keturunan antar generasi.
= Berhentinya sementara pertumbuhan yang tampak
Enzim
=
Fotosintat
=
Fruit-set
=
Hara
=
Higroskopis
=
Indeks garam
=
Induksi
=
Interflush
=
Interveinal
Klorosis
=
Juvenile
=
Kapasitas tukar
kation (KTK)
=
Kation
=
Kejenuhan basa
=
(visibel) dari organ atau tanaman yang mengandung
jaringan
meristem.
Pada
saat
itu
aktivitas
metabolismenya sangat rendah.
Substansi yang dibentuk dalam sel hidup yang
menyebabkan atau mempercepat terjadinya proses reaksi
kimia. Enzim adalah katalisator untuk reaksi kimia yang
terjadi di dalam tubuh makluk hidup.
Hasil dari proses fotosintesis atau hasil dari proses
pembentukan energi di dalam tumbuhan berklorofil
dengan bantuan sinar matahari, berupa karbohidrat (pati,
gula dan protein).
Stadia atau tahapan pembentukan buah setelah melewati
fase pemekaran bunga atau full bloom.
Bio zat yang diperlukan tumbuhan untuk pertumbuhan,
pembentukan jaringan, dan kegiatan hidup lainnya,
diperoleh dari bahan mineral seperti nitrogen, fosfor,
kalium dan lainnya.
Kemampuan suatu bahan untuk menyerap uap air dari
udara. Pupuk yang bersifat hidroskopis akan cepat
mencair jika ditempatkan di tempat yang terbuka.
Angka indeks yang menunjukan besar pengaruh suatu
jenis pupuk terhadap peningkatan konsentrasi garam di
dalam larutan tanah. Semakin tinggi angka indeks
garam, semakin besar kemungkinan tanaman rusak atau
mati karena keracunan pupuk.
Awal dari fase reproduksi, disebut juga sebagai fase
transisi dari fase vegetatif ke fase pembungaan, pada
tahap tersebut tunas vegetatif distimulasi secara
biokimia dan berubah menjadi tunas generatif.
Periode diantara pertumbuhan tunas (flushing) atau biasa
disebut sebagai periode dorman
Gejala yang ditunjukan oleh daun akibat kekurangan
salah satu unsur hara berupa timbunan warna kuning di
antara tulang, sementara tulang itu sendiri tetap
berwarna hijau.
Periode atau masa tanaman belum memasuki fase
reproduktif. Biasanya juga disebut dengan tanaman
belum menghasilkan (TBM)
Kemampuan kaloid tanah untuk memegang dan
melepaskan kation. KTK diukur dengan satuan
miliekuivalen/100 gram tanah.
Ion yang bermuatan positif seperti Ca2+, Mg2+, K+, Na+,
NH4 +, H+, Al 3+ dan sebagainya.
Perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan
KTK (semua kation basa dan kation asam) yang terdapat
dalam komplek jerapan tanah kali 100%.
Kejenuhan basa yang tinggi menunjukan ketersedian
hara yang tinggi, artinya, tanah tersebut belum banyak
Kejenuhan
Aluminium
Klorofil
Korelasi
Koefisien korelasi
Koloid tanah
Korelasi bivariate
Korelasi timbalbalik
Luxury
Comsumption
Metabolisme
Miliekuivalen
On-season
Off-season
Plasmolisis
Pucuk
Ritme
pertumbuhan
Unsur hara
esensial
Unsur hara makro
primer
mengalami pencucian. Nilai kejenuhan basa yang rendah
dapat ditingkatkan hingga mencapai 90% melalaui
program pengapuran.
= kationAlu min ium
x100%
KTK
= Sel pembentuk warna hijau pada daun dan tempat
terjadinya proses fotosintesis.
= Suatu teknik statistik yang digunakan untuk mencari
hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya
kuantitatif
= Ukuran untuk mengukur hubungan kekuatan antara 2
variabel yang disimbolkan dengan huruf r. Nilai absolut
dari r berada pada interval -1≤ r ≤1tanda – dan +
menunjukan arah hubungan
= Bagian tanah yang sangat aktif dalam proses
fisikokimia. Koloid berukuran sangat halus dengan
diameter kurang dari 1 mikron dan umumnya bermuatan
negatif.
= Uji korelasi antara dua variabel
= Apabila ada satu perubahan pada variabel yang satu
akan mengakibatkan perubahan pada variabel lainnya
= Penyerapan salah satu unsur hara melebihi batas yang
dibutuhkan tanaman. Biasanya terjadi pada unsur
kalium, terutama jika ketersediannya di dalam tanah
terlalu tinggi.
= Proses penyusunan dan perombakan protein, lemak, dan
karbohidrat melalui fotosintesis dan respirasi.
= Adalah satuan kimia, contoh satu ekivalen setara dengan
1 g hidrogen, jadi 1 me H = 1 mg (berat atom H = 1,
valensi 1); 1 me K= 39 mg (berat atom K= 39, valensi 1)
= Musim saat tanaman/pohon berbuah banyak.
= Musim saat tanaman/pohon tidak berbuah atau berbuah
sedikit.
= Proses keluarnya cairan dari dalam sel akar, akibat
perbedaan konsentrasi garam di dalam sel akar dan di
dalam larutan tanah.
= Bagian ujung tajuk tanaman yang masih muda
= Periode tumbuh yang dimulai dari terbentuknya daun
(flush) dan diakhiri dengan berakhirnya periode
dormansi
Apabila terjadi defisiensi hara tersebut maka tanaman
tidak akan dapat melanjutkan siklus hidupnya. Fungsi
hara tersebut tidak dapat digantikan oleh hara lain.
Unsur tersebut harus secara langsung terlibat dalam
proses metabolisme.
= Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
relatif lebih besar dibandingkan dengan unsur lain,
Siklus trubus
Sink
Source
Studi kalibrasi
Trubus
misalnya N, P dan K.
= Satu tahapan atau daur yang dmulai dari munculnya atau
pecahnya tunas pertama sampai dengan pecah tunas
berikutnya
= Organ-organ yang tidak mampu memenuhi fotosintat
untuk kebutuhan sendiri, sehingga harus mengimpor dari
organ yang berfungsi sebagai source
= Organ tanaman yang sudah mampu memenuhi fotosintat
untuk kebutuhan sendiri atau mengekspor sebagian hasil
fotosintesisnya untuk organ lain yang membutuhkan
(sink), biasanya source tersebut adalah daun yang telah
terbuka penuh.
= Studi untuk memberikan bobot agronomi terhadap suatu
nilai analisis jaringan tanaman. Dengan demikian dapat
ditentukan apakah suatu angka tergolong rendah, sedang
atau tinggi.
= Stadia pertumbuhan tunas yang dimulai dari pecah
(tunas awal) sampai dengan perkembangan tunas
mencapai ukuran maksimum pada stadium trubus
dewasa
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah spesies terbaik dari genus
Garcinia, merupakan buah tropika asli Indonesia yang paling banyak digemari
oleh pasar mancanegara. Manggis dapat diterima dengan baik di pasar
internasional, sehingga sampai-sampai ada ungkapan bahwa buahnya paling
nikmat di seluruh dunia. Hal ini karena perpaduan dari keindahan warna kulit dan
daging buah serta kenikmatan rasanya (Fairchild 1915). Kenikmatan rasanya
seperti kombinasi rasa nenas, apricot dan jeruk. Penampilan juga indah sekali,
bulat seperti bola yang seimbang menyenangkan, daging buahnya yang putih
seperti salju, sedap dipandang mata, dengan tekstur lembut seperti es krim
(Morton 1987). Hume (1974) menjuluki manggis dengan sebutan queen of fruits,
the finest fruit of the tropics, atau ratunya buah-buahan tropika.
Saat ini Indonesia merupakan pengekspor manggis utama di pasar
internasional. Ekspor manggis Indonesia meningkat tajam dari tahun 1992 hingga
sekarang, dan mulai tahun 2000 hingga tahun 2006 manggis menempati urutan
pertama dalam ekspor buah segar Indonesia, dengan volume ekspornya mencapai
44% dari total ekspor buah-buahan Indonesia. Pada tahun 2005 volume ekspor
manggis 8,47 ribu ton dengan nilai devisa US$ 6,91 juta (Departemen Pertanian
2006). Negara tujuan utama ekspor manggis Indonesia adalah Taiwan, Hong
Kong, China, Uni Emirat Arab, Singapura, Saudi Arabia dan negara-negara Eropa
(Budiastra 2000). Meningkatnya pangsa pasar buah primadona ekspor Indonesia
ini disebabkan rasanya dapat diterima dan disukai oleh semua bangsa di dunia,
selain itu nilai gizinya juga cukup baik dan manfaatnya sebagai obat.
Dengan terbukanya pangsa pasar dan meningkatnya nilai ekonomis
manggis pada beberapa tahun belakang ini, penanaman secara komersial
seharusnya telah dilakukan. Akan tetapi, sebagian besar manggis yang
diperdagangkan di dalam negeri maupun untuk ekspor berasal dari tanaman tua
yang sudah berumur puluhan tahun dan masih dibiarkan begitu saja, serta belum
dikelola dengan baik, sehingga produktivitas dan kualitas yang dihasilkan masih
rendah. Untuk itu sewajarnya permintaan yang tinggi terhadap buah manggis
tersebut diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan kualitas.
2
Rumusan Masalah
Produktivitas dan kualitas rata-rata nasional manggis Indonesia masih
rendah. Produksi rata-rata per pohon hanya berkisar antara 30–70 kg (Poerwanto
2002a), sedangkan dari total produksi tersebut hanya 25% yang termasuk kualitas
layak ekspor (Indriyani et al. 2002). Sementara itu, produksi manggis di Malaysia
dan India yang telah dikelola dengan baik mencapai 200–300 kg/ pohon
(Poerwanto 2002a).
Rendahnya produksi manggis di Indonesia salah satunya disebabkan tidak
ada, atau terbatasnya usaha pemupukan. Hal ini karena belum tersedianya
pengetahuan mengenai hara mineral yang optimum untuk pertumbuhan dan
produksi (Poerwanto 2002b). Kalaupun ada sebagian kecil tanaman manggis yang
dipupuk oleh petani, akan tetapi belum rasional dan secara ilmiah (scientific).
Pemupukan yang rasional dan scientific aapabila didasari pada potensi atau status
hara dan kebutuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan filosofi pemupupukan yaitu
‘pupuk merupakan tambahan hara ke dalam tanah bila tanah tidak mampu
menyediakannya bagi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum’
(Dahnke dan Olson 1990).
Ada beberapa pendekatan agar pemberian pupuk dilakukan secara tepat,
yaitu dengan analisis tanah, analisis tanaman, percobaan screen house atau pot,
memperhatikan gejala defisiensi dan melakukan percobaan lapangan (Lozano
1990). Analisis tanah banyak digunakan sebagai alat manajemen untuk tanaman
semusim, seperti tomat, jagung dan kacang-kacangan. Analisis tanah untuk pohon
buah-buahan agak sulit diinterpretasikan, karena korelasi antar hasil analisis tanah
dan produksi buah sering kali tidak baik (Poerwanto 2003).
Pendekatan analisis tanah dan percobaan screen house atau pot untuk
tanaman manggis dewasa juga sulit dilakukan, karena manggis mempunyai pohon
yang tinggi dan akar yang menyebar secara vertikal sehingga pengambilan sampel
tanah seringkali kurang terwakili. Penentuan kekurangan dan kelebihan hara
mineral dengan jalan memperhatikan gejala abnormal, dapat dilakukan terutama
bagi mata yang sudah terlatih, hal ini disebabkan gejala abnormal bisa saja
disebabkan gangguan oleh hama dan atau penyakit. Untuk memastikan penyebab
ketidak normalan tersebut perlu dilakukan analisis jaringan tanaman.
3
Analisis jaringan tanaman lebih praktis dilakukan untuk mengetahui status
hara pada tanaman manggis dari pada cara lain. Status hara pada jaringan tanaman
juga merupakan gambaran status hara dalam tanah. Hal ini didasarkan pada
prinsip bahwa kosentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil
interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari
dalam tanah. Persoalannya daun yang mana yang akan digunakan sebagai daun
sampel, hal ini belum diketahui.
Pengambilan contoh daun yang tepat dapat dilaksanakan apabila
perubahan
konsentrasi
hara
sepanjang
periode
perkembangan
tanaman
mempunyai korelasi terbaik dengan hasil. Bila daun sampel telah diketahui maka
dapat digunakan untuk mengdiagnosis status hara dan menyusun rekomendasi
pemupukan pada tanaman manggis. Berdasarkan permasalahn tersebut, maka
perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan daun sampel untuk menentukan
status hara N, P dan K dan petunjuk penyusunan rekomendasi pemupukan N, P
dan K pada tanaman manggis.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara N, P dan K
pada tanaman manggis. Daun yang tepat adalah daun yang mempunyai
korelasi terbaik antara konsentrasi N, P dan K daun dengan hasil. Daun yang
mempunyai korelasi terbaik tersebut digunakan sebagai alat untuk
mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman manggis. Untuk analisis
daun berikutnya, hanya daun yang direkomendasikan oleh uji korelasi ini
yang dijadikan daun sampel.
2. Mendapatkan status hara N, P dan K dan dosis pupuk optimum N, P dan K
untuk hasil maksimum pada tanaman manggis.
Melalui penelitian uji
kalibrasi diperoleh makna nilai analisis jaringan daun dari laboratorium
menjadi data interpretasi, yaitu apakah kandungan N, P, dan K dalam daun
tersebut statusnya tergolong kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi,
atau sangat tinggi. Hanya tanaman yang tergolong kandungan haranya sangat
rendah hingga sedang saja yang perlu aplikasi pemupukan. Oleh karena itu
penelitian ini dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam menyusun rekomendasi
kebutuhan pupuk untuk tanaman manggis. Tersedianya rekomendasi pupuk
4
berdasarkan status hara tidak hanya memenuhi kebutuhan untuk tumbuh dan
berproduksi secara maksimum tetapi juga menghindari kelebihan pupuk di
luar kebutuhan tanaman. Hal ini tentu akan menguntungkan secara ekonomi
bagi petani.
3. Mendapatkan gejala kekurangan dan kelebihan N, P dan K pada bibit
manggis. Dengan didapatkan kriteria gejala kekurangan dan kelebihan hara
telah cukup membantu dalam mendiagnosis gangguan hara, terutama bila
dilakukan oleh yang ahli atau yang sudah berpengalaman. Gejala khas sering
membantu untuk mengetahui fungsi suatu unsur pada tumbuhan dan
pengetahui akan gejala tersebut menolong para petani untuk memastikan
bagaimana serta kapan harus memupuk tanaman. Dalam beberapa kasus hasil
diagnosis berdasarkan gejala visual dapat langsung digunakan sebagai
rekomendasi pemupukan. Sebaliknya, sering pula terjadi hasil diagnosis gejala
visual belum cukup untuk merekomendasikan pemupukan sehingga
diperlukan analisis tanaman.
Kerangka Pemikiran
Sebetulnya sudah lama diketahui bahwa ada dua cara pendekatan untuk
mengetahui apakah tanaman perlu di pupuk atau tidak. Pendekatan pertama adalah
diagnosis gejala secara visual dan pendekatan kedua adalah analisis tanaman
(Grundon 1987; Marschner 1995; Baligar dan Duncan 1990). Gejala defisiensi
atau toksisitas secara visual telah cukup membantu dalam mendiagnosis gangguan
hara, terutama bila dilakukan oleh orang yang telah berpengalaman. Gejala
abnormal dapat ditemukan apabila tanaman tidak mendapat hara yang cukup
untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan abnormal juga akan terjadi
bila tanaman menyerap hara melebihi kebutuhan untuk bermetabolisme.
Jaringan tanaman yang umumnya digunakan untuk analisis adalah daun.
Hal ini karena daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis dan
metabolisme lainnya yang sangat aktif. Daun juga merupakan salah satu tempat
penyimpanan karbohidrat dan mineral. Hara yang ada pada daun tidak hanya
berperan dalam fotosintesis tetapi juga menggambarkan status hara aktual dalam
tanaman. Selain itu daun adalah jaringan yang selalu banyak tersedia untuk
dianalisis (Mooney 1992).
5
Ada dua faktor utama dalam menentukan status hara tanaman buahbuahan yaitu umur dan posisi daun. Pada tanaman manggis, posisi daun tidak
menunjukkan perbedaan konsentrasi N, P dan K. Perbedaan hanya ditemukan
pada konsentrasi N dari arah Timur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
arah Barat, Selatan dan Utara (Poovarodom et al. 2002).
Umur daun penting diperhatikan untuk daun sampel, hal ini terkait dengan
perubahan fungsi daun sebagai sink dan source. Daun-daun muda berfungsi
sebagai sink sehingga harus mengimpor hara-hara mineral dan fotosintat dari
organ lain yang berfungsi sebagai source untuk pertumbuhan dan perkembangan
dalam jumlah yang banyak. Sebaliknya daun-daun dewasa berfungsi sebagai
source sehingga dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengekspor hara-hara
mineral dan fotosintat ke organ-organ lain yang membutuhkan (sink) (Marschner
1995).
Analisis daun telah digunakan sebagai petunjuk dalam mendiagnosis
masalah hara dan sebagai dasar rekomendasi pemupukan pada tanaman buahbuahan di berbagai negara (Smith 1962; Leece 1976; Shear dan Faust 1980).
Sedangkan pada tanaman buah-buahan di Indonesia hal ini masih jarang
dilakukan. Menurut Idris (1996); Leiwakabessy dan Sutandi (2004) ada beberapa
tujuan analisis jaringan daun antara lain: (1) Mendiagnosis atau memperkuat
diagnosis gejala yang terlihat (2) mengidentifikasi gejala yang terselubung (3)
mengetahui kekurangan hara sedini mungkin (4) sebagai alat bantu dalam
menentukan rekomendasi pupuk.
Analisis daun digunakan sebagai pedoman dalam mendiagnosis status hara
dan penyusunan rekomendasi pupuk, dengan cara uji korelasi, uji kalibrasi dan uji
optimasi. Uji korelasi konsentrasi hara daun dengan hasil bertujuan mendapatkan
hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam daun pada umur tertentu
dengan hasil yang dapat dipasarkan. Daun tersebut akan dijadikan sebagai daun
sampel. Setelah mendapatkan umur daun yang tepat untuk mendiagnosis status
hara pada tanaman manggis, maka nilai indeks analisis daun tersebut perlu
dikalibrasikan dengan hasil yang dapat dipasarkan, uji ini disebut uji kalibrasi.
Uji kalibrasi memberikan makna nilai agronomis bagi angka-angka
analisis daun sehingga menjadi data interpretasi. Data interpretasi tersebut
6
dikelompokan pada kategori status hara sangat rendah, rendah, sedang, tinggi,
atau sangat tinggi (Marschner 1995). Hanya tanaman-tanaman yang mempunyai
status hara sangat rendah hingga sedang saja yang perlu aplikasi pemupukan.
Selain itu, penggunaan beberapa model statistik juga telah membantu dalam
menentukan status hara berbagai tanaman dan menyusun rekomendasi pemupukan
(Dahnke dan Olson 1990).
Oleh karena itu, untuk menyusun rekomendasi pupuk pada tanaman
manggis perlu didapatkan daun yang tepat sebagai daun sampel, sehingga daun
tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan kategori status hara serta
model yang sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian
pupuk. Mendapatkan gejala secara visual kekurangan atau kelebihan hara juga
dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan rekomendasi
pemupukan. Rekomendasi pupuk yang tepat diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil secara maksimum. Bagan alur pelaksanaan penelitian
disajikan pada Gambar 1.
Hipotesis
1. Konsentrasi N, P dan K di daun bervariasi dengan berbedanya umur daun dan
setiap umur daun mempunyai keeratan hubungan yang berbeda dengan hasil
pada tanaman manggis.
2. Terdapat hubungan antara konsentrasi N, P, dan K daun dengan hasil pada
tanaman manggis.
3. Terdapat kaitan antara kebutuhan pupuk N, P dan K dengan status hara pada
daun tanaman manggis.
4. Terdapat gejala yang berbeda dan spesifik pada kondisi kekurangan,
kecukupan dan kelebihan N, P dan K pada bibit manggis.
7
MEMBANGUN REKOMENDASI
PEMUPUKAN TANAMAN MANGGIS
Tanaman dewasa
di lapangan
Tanaman bibit
di rumah kaca
Uji korelasi kosentrasi hara N, P,
K beberapa umur daun dengan
hasil dan kualitas buah
Pengaruh berbagai dosis hara
nitrogen, fosfor dan kalium
pada tanaman bibit manggis
Menentukan daun yang
mempunyai korelasi terbaik antara
konsentrasi N, P, K daun dengan
produksi dan kualitas buah
Mengamati gejala kekurangan dan
kelebihan hara N, P dan K pada
bibit manggis
Uji kalibrasi hara N, P dan K
mengunakan analisis jaringan daun
Mengukur kisaran konsentrasi
hara N, P dan K daun pada kondisi
kekurangan dan kelebihan
Menentukan status hara N, P dan K
berdasarkan analisis jaringan daun
Menentukan dosis
optimum pupuk N, P, K
untuk produksi
maksimum
Menentukan dosis
optimum pupuk N, P, K
untuk pertumbuhan
maksimum
Gambar 1 Bagan alur pelaksanaan kegiatan penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Karateristik Tanaman Manggis
Manggis (Garcinia mongostana
L.) termasuk famili Guttiferae dan
merupakan tanaman tropika basah. Genus Garcinia terdiri lebih dari 400 spesies
dan 40 spesies diantaranya dapat dimakan (Verheij 1992). Tanaman manggis
merupakan tanaman asli Asia Tenggara yang tumbuh secara luas di Indonesia,
Malaysia, Thailand, dan Filipina. Lokasi penyebarannya terletak pada zone 10°
lintang utara sampai 10° lintang selatan (Cox 1988; Richards 1990). Hanya dalam
waktu dua abad tanaman manggis telah menyebar ke daerah-daerah tropika
lainnya, di antaranya Birma, Srilangka, Madagaskar, India Selatan, Cina, Brazil
dan sebagian Australia bagian utara (Almeyda dan Martin 1976), dan sejumlah
kecil perkebunan manggis telah dibuka di Hawaii, Honduras,Guatemala, Florida
Selatan dan Cuba (Campbell 1967).
Botani Tanaman Manggis
Manggis merupakan salah satu tanaman tropika yang pertumbuhannya
lambat tetapi umurnya panjang. Tanaman yang berasal dari biji umumnya
membutuhkan 10-15 tahun untuk mulai berbuah. Manggis tergolong evergreen,
mempunyai pohon lurus dengan percabangan simetris dan teratur, ukuran kanopi
sedang berbentuk piramida dengan tajuk yang rimbun sehingga cocok untuk
pohon peneduh, dengan tinggi pohon mencapai 10-25 m dan diameter batang 2535 cm (Cox 1988; Verheij 1992). Kulit kayu berwarna coklat tua hingga
kehitaman. Ranting muda bewarna hijau dan berubah coklat dengan
bertambahnya umur. Getah kuning atau resin ada pada semua jaringan utama
tanaman (Yaacob dan Tindall 1995). Pohon dipakai sebagai bahan bangunan,
kayu bakar/ kerajinan (Menristek 2002) .
Daun manggis letaknya berhadapan, bentuknya membujur bulat panjang
(lonjong), bagian pucuknya tajam dengan tekstur tebal dan kasar (Zomlefer 1994).
Panjang daun berkisar antara 15-25 cm dan lebarnya 7-13 cm. Permukaan atas
daun mengkilap, licin tebal dan berwarna hijau muda hingga hijau tua tergantung
umurnya, sedangkan bagian bawahnya bewarna hijau muda hingga kekuningan
(Cox 1988).
9
Dibandingkan dengan pohon buah lain, manggis memiliki sistem
perakaran yang kurang berkembang. Menurut Wiebel (1993) lambatnya
pertumbuhan bibit disebabkan oleh sistem perakaran yang buruk, akar bersifat
rapuh, petumbuhannya lambat dan peka terhadap kondisi lingkungan. Pada semua
stadia pertumbuhan, akarnya sama sekali tidak memiliki bulu akar (Jawal et al.
2003).
Manggis tergolong tanaman yang bersifat unseksual. Bunga-bunganya
berada diujung ranting, bergagang pendek dan tebal, berdiameter sekitar 5-6,2 cm,
daun kelopak empat helai tersusun dalam dua pasang, daun mahkota juga empat
helai tebal dan berdaging, bewarna hijau kuning dengan pinggiran kemerahmerahan. Benang sari semu biasanya banyak, berseri 1-2, panjangnya kira-kira 0,5
cm, bersifat rudimenter (bunga jantan tidak berkembang) yaitu tumbuh kecil
kemudian mengering sehingga tidak berfungsi. Bakal buah tidak bertangkai,
berbentuk agak bulat, berongga 4-8, memiliki kepala putik yang tidak bertangkai,
bercuping 4-8 (Richards 1990; Verheij 1992; Sunaryono 1988; Yaacob dan
Tindall 1995).
Buah manggis merupakan buah yang mempunyai kulit tebal, mudah
dipecah, daging buahnya mempunyai rasa manis serta asam (Pantastico 1986).
Kulit buah mempunyai substansi pahit karena mengandung tanin dan xantonin
(Martin 1980). Akan tetapi tanin, pektin, dan resin pada kulit manggis dapat
diekstrak sebagai bahan pewarna (Sen at al. 1982). Buah muda berwarna hijau
dan bila telah tua berubah menjadi ungu kehitaman. Buah yang masih muda
banyak mengandung getah berwarna kuning yang semakin berkurang seiring
tingkat kemasakan buah, dan setelah buah matang sempurna buah tidak bergetah
(Satuhu et al. 1993). Buah manggis berbentuk bulat, dengan diameter 3,5-7 cm.
Bijinya bersifat apomiksis yaitu biji tidak terbentuk secara kawin sehingga
mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya. (Verheij 1992; Yaacob dan
Tindall 1995). Buah manggis mempunyai 4-8 segmen/juring dengan ukuran yang
berbeda-beda, dan setiap segmen mengandung 1 bakal biji yang diselimuti oleh
daging buah (aril) bewarna putih (kadang-kadang transparan), empuk, manis dan
mengandung sari buah. Tidak semua bakal biji dalam segmen dapat berkembang
10
menjadi biji. Umumnya hanya 1-3 bakal biji yang dapat berkembang menjadi biji
(Martin 1980).
Daging buah sebagian besar merupakan air (83,00%), dan karbohidrat
berkisar 15,60 hingga 19,80 gram dari 100 gram yang dapat dimakan. Kalori yang
dihasil dari 100 gram bagian yang dapat dimakan adalah 63 kkal (Departemen
Kesehatan RI 1990; Ming 1990). Lebih lanjut nilai gizi manggis dalam 100 g
daging buah disajikan pada Tabel 1. Selain mempunyai nilai gizi yang memadai
manggis juga mempunyai beberapa manfaat antara lain sebagai buah kaleng,
dibuat sirop/sari buah. Secara tradisional buah manggis adalah obat sariawan,
wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil
dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Selain itu Hume (1974)
melaporkan bahwa kulit buah manggis mengadung tannin dan telah diuji berguna
sebagai obat disentri, diare kronis dan infeksi kandung kemih (sistitis).
Tabel 1 Komposisi kimia buah manggis dalam 100 gram bagian yang dapat
dimakan
Sumber
Komponen
Dep.Kes RI (1990)
CK-Ming, 1990
83,00
63,00
0,60
0,60
15,60
8,00
12,00
0,80
0,03
2,00
-
79,2
0,50
19,8
11,0
17,00
0,90
0,09
0,06
0,10
66,00
14,00
0,63
Air (g)
Kalori (Kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
Vitamin B5 (mg)
Vitamin C (mg)
Vitamin A (IU)
Asam sitrat (g)
Syarat Tumbuh Tanaman Manggis
Tanaman Manggis dapat tumbuh baik pada dataran rendah sampai
ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut. Di daerah tropis, dengan bertambah
tingginya tempat tumbuh akan bertambah lambat pertumbuhan dan semakin lama
permulaan berbunganya (Verheij 1992). Ketinggian optimum supaya manggis
11
dapat tumbuh dengan baik adalah 460-610 m di atas permukaan laut. Iklim yang
paling cocok untuk tanaman manggis adalah daerah dengan udara lembab, curah
hujan merata sepanjang tahun (1.500-2.500 mm/thn) dengan iklim kering pendek
(Yaacob dan Tindall 1995). Untuk pertumbuhan yang baik tanaman manggis
membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan dengan musim kering
yang pendek untuk menstimulir pembungaan. Meskipun demikian manggis dapat
tumbuh baik pada tempat lain apabila air tersedia pada musim kemarau. Suhu
udara berkisar 25-35 °C sangat menunjang pertumbuhannya. Pada suhu di bawah
20 °C pertumbuhan terhambat. Suhu di bawah 5 °C dan di atas 38 °C merupakan
suhu letal bagi tanaman manggis (Verheij 1992; Yaacob dan Tindall 1995).
Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung berpasir, gembur,
kaya kandungan bahan organik dengan drainase baik. Permeabilitas tanah baik
dengan kelembaban tinggi, tetapi tidak menggenang. Persyaratan tanah seperti itu
dibutuhkan terkait dengan lemahnya sistem perakaran, baik pada saat seedling
maupun setelah tanaman dewasa (Yaacob dan Tindall 1995). Tanah yang
tergenang air akan menggangu pertumbuhan akar dan mengurangi laju fotosintesis
(Hume, 1974). Yaacob dan Tindal (1995) menambahkan bahwa pH tanah
optimum untuk tanaman manggis berkisar antara 5,5-7,0 tetapi belum ada
penelitian yang detail mengenai pH yang terbaik.
Pertumbuhan Tanaman Manggis
Tanaman manggis mempunyai masa juvenile yang lama. Kalau
diperbanyak dengan biji, pohon manggis baru dapat berbuah pada umur 10-15
tahun. Namun menurut Yaacob dan Tindall (1995) dengan manajemen budidaya
yang optimal dan intensif periode juvenile dapat dikurangi menjadi 8-10 tahun.
Di Thailand dilaporkan bahwa manggis telah berbuah pada umur 5-6 tahun yang
berasal dari bibit yang telah dipelihara di pembibitan selama 3-5 tahun.
Perbanyakan vegetatif dengan penyambungan juga dapat memperpendek umur
pohon mulai berbuah menjadi lima tahun, tetapi agar batang bawah dapat
disambung perlu dipelihara selama dua tahun. Disebutkan bahwa fase juvenile
manggis berakhir bila tanaman telah memproduksi 16 pasang tunas lateral (Jawal
et al. 1989).
12
Lambatnya pertumbuhan manggis disebabkan karena buruknya sistem
perakaran, sehingga penyerapan air dan hara lambat, laju fotosintesis rendah. Laju
pembelahan sel pada meristem pucuk rendah, dan masa interflush atau dormansi
tunas lama (Poerwanto 1998; Wiebel et al. 1994; Ramlat et al. 1992). Akar
manggis sedikit, tidak mempunyai bulu akar, pertumbuhan akar lambat, mudah
rusak dan terganggu akibat lingkungan yang kurang menguntungkan (Richards
1990; Yaacob dan Tindall 1995; Rais et al. 1996).
Masa interflush atau dormansi pada manggis sangat panjang. Frekuensi
terjadinya flush pada tanaman manggis tergantung umur tanaman. Menurut
Yaacob dan Tindall (1995) dalam kurun waktu satu tahun, tanaman manggis
muda mengalami enam kali flush sedangkan tanaman dewasa hanya menghasilkan
satu sampai dua kali flush. Pada kondisi terkontrol interval flush setiap 40-45 hari
selama 18 bulan pertama (Downton et al. 1990). Di antara masa flush, tunas
terminal mengalami masa dorman (Hume 1974). Aspek fisiologi dari interflush
yang panjang tersebut pada manggis belum banyak diketahui.
Dormansi tunas pada tumbuhan berkayu adalah suatu periode dimana
jaringan yang mengandung meristem (tunas) tidak tumbuh atau mengalami masa
istirahat pada saat-saat tertentu (Lang 1994). Dormansi tunas pada tanaman
disebabkan oleh rendahnya giberelin dan atau tingginya abscisic acid (Dennis,
1994), dan berhubungan dengan aktivitas enzim (katalase, glukose 6-osfoglukonat
dehidrogenase dan isositrat dehidrogenese ) selama pertumbuhan aktif ke dorman
dan sebaliknya. (Lang 1994; Fuchigami dan Nee 1987). Wiebel (1993)
mendapatkan bahwa semua hormon pertumbuhan yang mengandung giberelin
sangat efektif dalam memecah dormansi tunas manggis, terbukti dengan
meningkatnya jumlah flush pada tanaman manggis umur empat tahun selama
enam bulan setelah aplikasi (10,9 kali flush) dibandingkan pada kontrol (7,6 kali
flush). Oleh karena itu diduga GA3 pada saat flush konsentrasinya lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman manggis pada kondisi dorman.
Secara ontogenesis daun-daun pada terminal flush dapat dibedakan
menjadi tiga stadia, yaitu (1) muda (immature), daun sedang mengalami perluasan
(expanding) sampai 50% dari ukuran luas daun maksimal, dari sejak muncul
sampai dua minggu setelah pecah tunas. (2) semi dewasa (semi mature), daun
13
telah terbuka penuh (fully expanded), umurnya lima minggu setelah pecah tunas,
kandungan klorofil daun dan kapasitas fotosintesis masih meningkat, dan (3)
dewasa (mature), daun telah dewasa (fully mature), delapan minggu setelah pecah
tunas (Wiebel 1993; Wiebel et al. 1994). Disebutkan pula bahwa selama periode
pertumbuhan tunas terminal pucuk utama membentuk flush baru, beberapa tunas
terminal cabang masih tetap dorman.
Rata-rata ukuran daun sangat dipengaruhi oleh pola percabangan pada
pucuk. Umumnya ukuran daun rata-rata semakin meningkat sampai flush 9-11,
dan daun-daun yang muncul dari flush cabang lebih kecil dari flush batang utama.
Terbentuknya cabang primer umumnya terjadi setelah tanaman menghasilkan 812 pasang daun, tergantung kondisi lingkungan (Downton et al. 1990). Menurut
Wiebel (1993) peningkatan luas daun pada manggis telah sempurna empat
minggu setelah tunas pecah, namun untuk menjadi dewasa daun manggis perlu
waktu dua bulan. Kandungan klorofil meningkat sampai minggu ke-10,
sedangkan laju fotosintesis konduksi stomata dan laju transpirasi daun yang
berumur 8-9 minggu levelnya sama dengan daun yang berkembang penuh.
Pemupukan pada Tanaman Manggis
Pada umumnya pohon manggis yang telah berproduksi sekarang ini
berasal dari tanaman tua yang sudah berumur puluhan tahun dan tanaman tersebut
jarang dipupuk, hanya kadang-kadang diberi pupuk kandang. Walaupun dari
beberapa hasil penelitian yang sangat terbatas diketahui bahwa secara umum
manggis mempunyai respon yang baik terhadap pemupukan, termasuk
penggunaan pupuk cair dan pupuk organik yang biasa digunakan sebagai mulsa
(Yaacob dan Tindal 1995).
Terbatasnya informasi pemupukan untuk tanaman manggis menyebabkan
rekomendasi yang ada disusun berdasarkan pengalaman dan praktek tradisional
(Yaacob dan Tindal 1995). Seperti Tabel 2, rekomendasi pemupukan yang
dikeluarkan oleh Direktorat Tanaman Buah bekerjasama dengan Balitbu, IPB dan
beberapa instansi lainnya, tentang pedoman pemupukan berdasarkan standar
operasional (SPO) untuk beberapa umur tanaman manggis. Rekomendasi pupuk
ini sebagian besar berdasarkan pengalaman petani di Kaligesing Purworejo.
14
Yaacob dan Tindall (1995) merangkum beberapa hasil penelitian dan
kebiasaan petani untuk pemupukan di Malaysia dan Thailand, rekomendasi pupuk
majemuk pada manggis adalah nitrogen, fosfor, dan kalium (NPK). Perbandingan
N, P2O5 dan K2O direkomendasikan bervariasi diantaranya 15:15:10; 10:10:9;
10:10:14; dan 9:24:24, perbandingan terakhir umumnya digunakan pada pohon
menjelang periode pemasakan buah. Selain itu, penggunaan nitrogen dalam
bentuk cair secara tidak langsung dianjurkan sebagai pupuk daun tetapi belum ada
penyusunan rekomendasi yang lebih rinci.
Tabel 2 Rekomendasi pemupukan manggis berdasarkan umur tanaman
Umur tanaman
Pupuk anorganik (g/pohon)
SP36
KCl
200
200
25
25
Pupuk
kandang (kg)
20
20
Sebelum tanam
1 – 2 tahun
Urea
200
50
> 2 – 4 tahun
100
50
50
20
> 4 – 6 tahun
200
100
100
40
> 6 – 8 tahun
400
800
800
40
> 8 – 10 tahun
800
1500
1500
80
> 10 tahun
1000
2500
1500
80
Sumber: Pengalaman petani Kaligesing Purworejo
Pemberian pupuk pada lobang tanam manggis berkisar antara 100-150 g
fosfat dan 200-300 g kapur (jika tanah masam). Pupuk majemuk NPK dengan
perbandingan N, P2O5 dan K2O adalah 10:10:10 sebanyak 200 g/lobang dapat
juga dipakai sebagai penganti superfosfat. Bagi tanaman kuat pemberian sulfat
dan amoniak 50-100 g/pohon setiap bulan akan memberikan pertumbuhan
vegetatif yang cepat. Pemberian ini dilanjutkan sampai 6 bulan setelah tanam
(Yaacob dan Tindal 1995).
Rata-rata pemberian pupuk untuk manggis akan meningkat secara
bertahap sesuai dengan pertumbuhan vegetatif tanaman. Menjelang panen pertama
yaitu sekitar umur 8 tahun setelah tanam, di Thailand diberikan campuran pupuk
NPK (10:10:9) dengan peningkatan secara bertahap seperti Tabel 3. pupuk
diberikan dua kali dengan jumlah yang sama yaitu pada awal dan akhir musim
hujan (Yaacob dan Tindal 1995).
15
Husin dan Chinta (1989) membuat rekomendasi perlakukan pemupukan
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman manggis pada tanah yang
kesuburannya rendah seperti Ultisol dan Oxisol. Rekomendasi pemupukan ini
adalah NPK 15:15:15 sebanyak 0,5-1 kg/pohon bersamaan dengan pupuk organik
untuk tanaman muda. Jumlah pupuk ditingkatkan sesuai dengan bertambahnya
umur tanaman, pohon dewasa menerima campuran NPKMg 12:12:17:2 sebanyak
2,5 kg/pohon/tahun (Yaacob dan Tindal 1995).
Tabel 3
Pemberian pupuk NPK (10:10:9) rata-rata tahunan pada tanaman
manggis di Thailand
Umur tanaman
(tahun)
1–2
Dosis
(kg/pohon)
0,25
2–4
0,50
4–6
1,00
6–8
2,00
8 – 10
4,00
10 +
7,00
Sumber: Yaacob dan Tindal (1995).
Rekomendasi yang cukup bervariasi telah diberikan untuk stimulasi
pembungaan dan pembuahan, terutama pemasakan buah pada pohon dewasa.
Dalam hal ini peningkatan kandungan pupuk nitrat dan kalium setelah 8 tahun
untuk merangsang pembuahan, termasuk juga unsur hara mikro. Periode setelah
panen juga perlu diperhatikan, pada beberapa daerah pemberian pupuk sangat
penting untuk stimulasi pertumbuhan vegetatif baru. Pupuk diberikan biasanya
setelah pemangkasan (Yaacob dan Tindal 1995).
Di Hainan, China, pupuk NPK diberikan tiga kali setahun kepada pohonpohon manggis dewasa yang berbuah banyak. Pemberian dilakukan biasanya
sebelum pembungaan, setelah pembentukan buah dan setelah panen. Jumlah
setiap kali pemberian adalah 0,25 kg/pohon dengan tambahan fosfat sebanyak 0,5
kg/pohon pada pemberian terakhir setelah panen. Pupuk kandang sebanyak 20-25
kh/pohon juga ditambahkan pada pemupukan terakhir (Yii 1987).
16
Pupuk biasanya diberikan melingkar sebatas tajuk tanaman dan diaduk
dengan tanah pengolahan ringan. Pemberian pupuk diikuti dengan pemberian air
kecuali pada cuaca lembab (Yaacob dan Tindal 1995). Pupuk organik biasanya
dalam bentuk mulsa digunakan secara teratur dan diulangi lagi, terutama pada
musim kering. Di India Selatan pemberian 45-90 kg pupuk kandang dan 5-7 kg
brangkasan
kacang
tanah
digunakan
setiap
tahun
pada
tiap
tanaman
(Krishnamurthi dan Rao 1962).
Dari data-data diatas diketahui bahwa pemupukan pada tanaman manggis
masih sangat beragam dan tidak ada standar yang akurat sebagai pedoman dalam
pelaksanaannya. Pada hal di dalam ilmu pemupukan menurut Olson et al. (1982)
terdapat tiga filosofi rekomendasi pemupukan. Filosofi pertaman adalah nisbah
kejenuhan kation (Cation saturation ratio). Tanah yang ideal adalah tanah basa
yang dapat mempertukarkan 65% kalsium, 10% magnesium, dan 5% kalim atau
rasio Ca/Mg = 65; Ca/K = 13 dan Mg/K = 2. Diluar rasio ini Mg atau K akan
difisiensi. Hasil penelitian di Nebraska pada jagung menunjukan bahwa konsep
ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan pupuk.
Selain itu, filosofi ini punya kelemahan karena hanya terbatas pada tiga
unsur Ca, Mg dan K. Filosofi kedua adalah mempertahankan hara tanah (Nutrient
maintenance concept). Filosofi ini adalah pengantian sejumlah hara yang hilang
atau sejumlah hara harus ditambahkan sesuai jumlah yang diambil oleh tanaman.
Filosofi ini untuk tanah yang subur tidak bisa diterapkan karena pada tanah yang
subur tidak diperlukan pemberian pupuk, disamping itu pada daerah yang curah
hujannya cukup tinggi kehilangan hara akibat pencucian (leaching) luput dari
perhitungan filosofi ini.
Filosofi terakhir adalah level kecukupan hara (Sufficiency level approach).
Filosofi ini didasarkan pada uji kalibrasi antar analisis tanah dengan hasil
tanaman. Penambahan pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman, diluar kemampuan
tanah untuk menyediakannya. Filosofi ini cukup menjanjiankan karena hanya
diperlukan sedikit usaha untuk menjaga hara tanah diatas level kecukupan.
Filosofi nutrient suficiency level dianggap paling berhasil digunakan untuk
memprediksi rekomendasi pupuk. Pendekatan filosofi ini adalah pemberian pupuk
merupakan tambahan hara ke dalam tanah bila tanah tidak mampu
17
menyediakannya bagi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum.
Pendekatan ini dapat menghindari pemborosan dan pencemaran lingkungan.
Bentuk Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam Tanah
Tanah merupakan sumber alami utama yang menyediakan faktor-faktor
eksternal yang mengkontrol pertumbuhan seperti udara, air dan hara (Poerwanto
2003). Ketersedian hara dalam tanah sangat menentukan pertumbuhan dan
produktivitas tanaman, karena struktur jaringan tanaman dibentuk dari unsurunsur. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, jumlah hara esensial dari
waktu ke waktu mengalami penambahan dari 16 sekarang menjadi 21. Hara
esensial dapat digolongkan ke dalam hara-hara makro, mikro dan unsur
bermanfaat (beneficial elements) (Idris 1996).
Hara makro dapat dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu: non
mineral dan mineral (Poerwanto 2003). Hara non mineral terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen diperoleh tanaman dari atmosfir dan air. Hara mineral
terdiri nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah besar, sedangkan hara makro lain kalsium, magnesium,
dan sulfur pada umumnya digunakan dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan
hara nitrogen, fosfor dan kalium. Hara mikro seperti besi, mangan, tembaga, seng,
boron, molibdenum dan klorida digunakan dalam jumlah sangat sedikit.
Beneficial elements merupakan hara yang keesensialannya tidak berlaku umum,
hanya pada tumbuhan tertentu saja yaitu natrium, cobalt, vanadium, iodium (Idris
1996).
Hara dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman hanya dalam bentukbentuk tertentu saja. Hara yang diserap oleh tanaman akan berperan dalam
berbagai aktivitas metabolisme. Pembahasan berikut hanya dibatasi pada bentuk
hara dalam tanah dan peranannya bagi tanaman khususnya hara makro nitrogen,
fosfor dan kalium.
Nitrogen
Nitrogen (N) diserap oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion
amonium (NH4+). Amonium (NH4+) merupakan salah satu bentuk kation nitrogen
anorganik yang lebih banyak terdapat pada kondisi anaerob. Sedangkan pada
kondisi aerob (oksidasi) sebagian dari amonium diserap oleh kompleks jerapan
18
ataupun difiksasi oleh mineral liat vermikulit dan smektit, dan sebagian lagi
dioksidasi menjadi nitrat dengan bantuan bakteri autotrof nitrosomonas dan
nitrobacter (Tisdale, Nelson dan Beaton 1985). Lebih dari 50% NH4+ yang
diberikan akan mengalami nitrifikasi dalam waktu 28 hari dengan kadar air sekitar
titik layu permanen, sedangkan pada tegangan air diturunkan sekitar 7 bar, dalam
waktu 21 hari semua NH4+ akan berubah menjadi nitrit. Sedangkan Mengel dan
Kirkby (1987) melaporkan bahwa semua dari amonium yang diberikan kedalam
tanah akan berubah menjadi nitrat dalam waktu 14 hari.
Proses pengambilan nitrogen oleh tanaman yaitu melalui pergerakan
bentuk-bentuk ion nitrogen ke permukaan akar. Sebagian besar pergerakan N
terjadi seperti NO3- dalam aliran konvektif air tanah ke akar-akar tanaman
dipengaruhi oleh transpirasi tanaman pada bagian atas tanah. Karena daya tarik
antara NO3- dan koloid tanah dapat diabaikan, NO3- adalah mobil dan dengan
mudah terangkut ke akar-akar tanaman melalui aliran massa. Sebaliknya, daya
tarik antara NH4+ dan koloid tanah adalah kuat. Ketika potensial pengambilan
melebihi suplai dari aliran massa, maka konsentrasi bentuk-bentuk N pada
permukaan akar berkurang dan proses difusi dimulai. Difusi kurang penting dalam
banyak situasi pertanaman pada tanah-tanah yang berdrainase baik, kecuali terjadi
sesuatu yang khusus. Suatu keadaan dimana difusi sangat penting terjadi yaitu
pada budidaya padi sawah (Olson dan Kurtz 1985).
Nitrogen ditemukan dalam bentuk organik dan anorganik dalam
tumbuhan, yang bergabung dengan C, H, dan O serta kadang-kadang dengan S.
Nitrogen organik dapat terakumulasi dalam tumbuhan, terutama dalam batang dan
penyokong jaringan dalam bentuk nitrat (NO3), N organik terutama protein
mempunyai berat molekul yang tinggi dalam tanaman (Jones 1998).
Kebanyakan tanaman mengandung nitrogen 1,50-6,00% dari berat kering
tanaman dengan nilai kecukupan 2,50-3,50% dalam jaringan daun. Suatu rentang
yang lebih rendah 1,80 sampai 2,20% ditemukan pada kebanyakan tanaman buah
dan rentang yang lebih tinggi 4,80 sampai 5,50% ditemukan pada jenis legum.
Tanaman yang daya hasilnya tinggi akan mengandung 56 sampai 560 kg N/Ha.
Nilai kritis sangat bervariasi, tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan,
dan bagian tanaman (Jones 1988).
19
Fosfor
Secara garis besar fosfor (P) dibedakan atas P anorganik dan P organik.
Kandungan P anorganik di dalam tanah mineral selalu lebih tinggi dari P organik,
kecuali pada tanah organik. Meskipun demikian pada lapisan olah , kadar P
organik pada tanah mineral selalu lebih tinggi, karena adanya penimbunan bahan
organik. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman maka P yang diserap
tanaman berasal dari P larutan tanah (Tisdale, Nelson dan Beaton 1985). Sumber
cadangan P banyak terdapat dalam kerak bumi. Hampir semua senyawa P yang
dijumpai di alam, rendah daya larutnya. Fosfor dalam tanah mineral jumlahnya
sedikit dan ketersediaannya bagi tanaman rendah, sehingga perlu tambahan dari
luar melalui pemupukan (Brady 1990).
Fosfor dalam bentuk organik terdapat dalam tumbuhan hidup dan hasil
pelapukan binatang atau tumbuhan mati. Fosfor dalam bentuk organik terdiri dari
asam nukleat dan
fosfolipid (Soepardi 1983). Sedangkan
P-anorganik
digolongkan dalam dua kelompok, yaitu P-anorganik yang mengandung kalsium
(Ca) dan P-anorganik yang mengandung alumunium (Al) dan besi (Fe) (Brady
1990).
Pada reaksi tanah masam, P biasanya difiksasi oleh Al dan Fe sehingga
ketersediannya rendah bagi tanaman dan pada tanah netral biasanya P difiksasi
oleh kation Ca dan magnesium (Mg) menjadi bentuk yang kurang tersedia bagi
tanaman (Leiwakabessy 1988). Pada umumnya kertersediaan P menurun di bawah
pH 5,5 karena terfiksasi oleh Al, Fe, hidroksida, dan liat. Di atas pH 7,0 P
difiksasi oleh Ca dan Mg (Hardjowigeno 2003).
Tanaman biasanya mengabsorpsi fosfat dalam bentuk ion ortofosfat primer
(H2PO4-) dan sebagian kecil dalam bentuk ion HPO4=. Setelah diserap tanaman,
fosfat (dalam bentuk H2PO4-) akan berada dalam bentuk fosfat inorganik (Pi) atau
dalam bentuk ester dengan kelompok hidroksil membentuk ikatan karbon (C-O-P)
ester fosfat (gula fosfat) atau bergabung dengan fosfat lain membentuk ikatan
pirofosfat yang kaya akan energi P-P misalnya ATP (Gardner, Pearce dan
Mitchell, 1985; Salisbury dan Ross 1992).
Kalium
20
Secara umum kalium dalam tanah terdapat dalam bentuk: (1) Kalium
dalam mineral primer, (2) Kalium terfiksasi oleh mineral sekunder, (3) Kalium
dapat dipertukarkan, dan (4) Kalium dalam larutan. Sedangkan berdasarkan
ketersediaannya bagi tanaman dapat digolongkan ke dalam: (1) Kalium relatif
tidak tersedia, (2) Kalium lambat tersedia, dan (3) Kalium segera tersedia
(Helmke dan Sparks 1996).
Kalium dalam mineral primer merupakan kalium yang relatif tidak tersedia
bagi tanaman. Menurut Tisdale, Nelson, dan Beaton (1985) sebagian besar dari
kalium yaitu sekitar 90-98 % dari total K atau sekitar 5.000-25.000 ppm K yang
ada di dalam tanah terdapat dalam bentuk relatif tidak tersedia bagi tanaman.
Kalium ini sebagai komponen struktur kristal mineral seperti K-feldspar dan mika.
Mineral ini sedikit tahan terhadap perubahan iklim dan mensuplai sejumlah kecil
kalium selama satu musim (Soepardi 1983).
Kalium yang terfiksasi pada mineral sekunder merupakan kalium yang
lambat tersedia. Jumlahnya sekitar 1-10 % dari total K atau sekitar 50-750 ppm K
yang terdapat dalam tanah. Kation K pada umumnya terfiksasi pada mineral liat
2:1 antara lembar silikat pada antar lapisan dan terfiksasi sangat kuat pada kondisi
kekurangan air (Liu, Laird, dan Barak 1997). Kalium dalam bentuk terfiksasi ini
tidak segera tersedia bagi tanaman, tetapi berada dalam bentuk keseimbangan
dengan bentuk tersedia dan selanjutnya merupakan cadangan dalam bentuk
kalium lambat tersedia.
Kalium yang terdapat dalam bentuk yang dapat dipertukarkan dan terdapat
dalam larutan tanah merupakan kalium yang segera tersedia. Jumlahnya sangat
kecil yaitu hanya sekitar 1–2 % dari total K yang ada dalam tanah. Kalium dalam
bentuk ini akan mudah mengalami pencucian sehingga yang dapat diserap oleh
tanaman juga rendah (Soepardi, 1983; Tisdale, Nelson, dan Beaton 1985).
Kalium yang dapat dipertukarkan terdapat dalam permukaan liat, dan akan
tersedia ke dalam larutan melalui proses pertukaran kation. Kalium dalam bentuk
ini berkorelasi dengan penyerapan dan produksi tanaman, tetapi tidak semua K
yang terdapat dalam larutan dapat diambil oleh tanaman tergantung kepada daya
serap permukaan tanah.
21
Kalium dalam tanah berada dalam empat bentuk, yaitu: (1) kation K+
dalam larutan tanah, (2) K+ yang dapat dipertukarkan dalam koloid tanah, (3) K+
yang terikat dalam kisi-kisi lempung (clay), dan (4) sebagai komponen mineral
yang mengandung K. Antara K dalam larutan tanah, K yang dapat dipertukarkan,
dan K yang terikat terdapat suatu keseimbangan. Ketika pupuk K diaplikasikan
pada tanah, keseimbangan bergeser ke arah K yang dapat dipertukarkan dan yang
terikat, suatu pergeseran yang merupakan kebalikan karena K berpindah dari
larutan tanah akibat penyerapan akar. Karena konsentrasi anion meningkat dalam
larutan tanah, kadar K juga meningkat. Walaupun keseimbangan Ca dan Mg
terhadap K dalam tanaman sangat penting, penyerapan K tidak secara nyata
dipengaruhi oleh kadar Ca tanah, karena Ca diserap tanaman melalui aliran massa,
sedangkan K melalui difusi. Tetapi konsentrasi K yang tinggi akan menghambat
serapan Mg dan Ca sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi Mg dan Ca
(Jones 1998).
Tanaman menyerap kalium dalam bentuk ion K+ (Anh 1993).
Pengangkutan K dari larutan tanah ke akar tanaman terutama adalah melalui difusi
dan aliran massa (Tisdale, Nelson, dan Beaton 1985). Hanya sebagian kecil (6-10
%) dari total kalium yang diperlukan tanaman diserap melalui kontak langsung
antara akar dengan partikel tanah. Jumlah K tersedia yang tinggi dalam larutan
tanah atau permukaan liat menyebabkan tanaman dapat menyerap kalium diatas
kebutuhan normal yang dikenal luxury consumption (konsumsi berlebihan).
Analisis Hara
Kekurangan dan kelebihan hara mineral sangat sulit didiagnosis terutama
bagi mata yang tidak terlatih. Hal ini disebabkan tanaman yang menunjukkan
gejala abnormal dapat disebabkan oleh kekurangan hara mineral, kelebihan hara
mineral, dan gangguan oleh hama penyakit. Selain itu menurut Idris (1996), suatu
unsur tidak memiliki gejala yang khas, bisa menimbulkan gejala yang sama antar
unsur, misalnya defisiensi nitrogen dengan defisiensi belerang yang sama-sama
menimbulkan warna kuning pada daun. Adanya interaksi atau antagonisme
diantara unsur hara. Untuk menjawab keragu-raguan diatas, analisis hara
merupakan salah satu solusi.
22
Menurut Poerwanto (2003), untuk menentukan pemupukan perlu
dilakukan analisis hara. Analisis hara akan menjadi sarana manajemen
pemupukan agar pemberian pupuk dapat dilakukan dengan tepat. Ada dua
pendekatan manajemen pemupukan, yaitu analisis tanah dan analisis jaringan
tanaman. Uji tanah dan analisis tanaman merupakan suatu alat yang dapat
digunakan mendiagnosa status kesuburan tanah maupun rekomendasi pemupukan.
Rekomendasi pemupukan untuk tanaman manggis sampai saat ini belum tersedia
secara lengkap. Dalam kaitannya dengan rekomendasi pemupukan, program uji
tanah maupun analisis tanaman sekurang-kurangnya meliputi empat kegiatan,
yaitu: (1) pengambilan contoh tanah maupun tanaman, (2) pekerjaan di
laboratorium, yang meliputi pengekstrakan dan pengukuran, (3) interpretasi data,
dan (4) rekomendasi pemupukan (Idris 1996).
Analisis Tanah
Analisis tanah adalah pengukuran konsentrasi elemen dalam tanah. Tetapi,
prakteknya sekarang, analisis tanah berarti penentuan cepat bentuk yang tersedia
secara biologis (bioavailable) dari hara tanaman untuk keperluan menentukan
kebutuhan pupuk dalam produksi tanaman. Tetapi, ada perbedaan filosofi dalam
menginterpretasikan hasil analisis (Poerwanto 2003). Ada tiga konsep yang
berbeda yang biasanya digunakan dalam menginterpretasikan hasil analisis tanah
ialah: (1) Nisbah kejenuhan kation (Cation saturation ratio), (2) mempertahankan
hara tanah (Nutrient maintenance concept), (3) level kecukupan hara (Sufficiency
level approach) (Olson et al. 1982).
Sementara itu, penetapan rekomendasi pemupukan dengan analisis tanah
didasarkan kepada respon tanaman terhadap pemupukan. Analisis tanah dapat
dilakukan untuk menentukan status hara tanah, apakah dalam keadaan defisiensi,
normal atau berlebihan (Widjaja 1993). Bagi tanah yang status haranya kurang
perlu upaya penambahan hara dalam bentuk pupuk. Pemupukan yang baik adalah
pemupukan berimbang yaitu pemupukan untuk mencapai status semua hara dalam
tanah optimum untuk pertumbuhan, produksi dan kualitas suatu tanaman. Untuk
hara yang telah berada dalam status optimum tidak perlu penambahan lagi, karena
akan menimbulkan pencemaran lingkungan, terlebih bila statusnya dalam tanah
sudah tinggi (Adiningsih et al. 1989).
23
Pengujian tanah secara objektif berfungsi (1) menentukan status unsur hara
tanah yang tersedia dengan tepat, (2) untuk mengindikasikan defisiensi dan
toksisitas dari berbagai tanaman, (3) merupakan dasar terhadap keperluan
pemupukan yang dideterminasikan dan (4) untuk menggambarkan hasil dengan
cara evaluasi ekonomi dari rekomendasi pemupukan yang dianjurkan. (Widjaja
1993). Susila (2002) menambahkan analisis tanah dapat sebagai peringatan dini
bagi petani akan bahaya defisiensi dan menghindari kelebihan unsur hara itu
sendiri.
Tabel 4 Kriteria penilaian sifat kimia tanah
Komponen sifat kimia
tanah & metodenya
C (%)
N-total (%)
C/N
P2O5 (mg/100 g) (Mtd HCl)
P2O5 (ppm) (Mtd Bray I)
P2O5 (ppm) (Mtd Olsen)
K2O (mg/100 g) (HCl 25%)
KTK (me/100 g)
Susunan kation:
K (me/100 g)
Na (me/100 g)
Mg (me/100 g)
Ca (me/100 g)
Kejenuhan Basa (%)
Kejenuhan Al; (%)
pH H2O
Sifat tanah
sangat
rendah
rendah
sedang
tinggi
sangat
tinggi
< 1,00
< 0,10
<5
< 10
< 10
< 10
< 10
<5
1,00-2,00
0,10-0,20
5-10
10-20
10-15
10-25
10-20
5-16
2,01-3,00
0,21-0,50
11-15
21-40
16-25
26-45
21-40
17-24
3,01-5,00
0,51-0,75
16-25
41-60
26-35
46-60
41-60
25-40
> 5,00
> 0,75
> 25
> 60
> 35
> 60
> 60
> 40
<0,1
0,1
< 0,3
<2
< 20
< 10
sangat
masam
<4,5
0,1-0,3
0,1-0,3
0,4-1,0
2,0-5,0
20-35
10-20
Masam
0,4-0,5
0,4-0,7
1,1-2,0
6,0-10
36-50
21-30
netral
>1,0
>1,0
> 8,0
> 20
> 70
> 60
alkalis
<4,5-5,5
6,6-7,5
0,6-1,0
0,8-1,0
2,1-8,0
11-20
51-70
31-60
agak
alkalis
7,6-8,5
> 8,5
Sumber: Pusat Penelitian Tanah, 1983.
Kegiatan analisis/uji tanah biasanya dibagi dalam empat fase yaitu (1)
pengumpulan sampel tanah, (2) ekstraksi dan determinasi status unsur hara tanah
(3) interpretasi hasil uji tanah dan (4) memformulasikan rekomendasi berdasarkan
hasil yang diperoleh. Rekomendasi berdasarkan uji tanah guna memberikan
sistem yang baik antara iklim-tanah dan tanaman, membutuhkan dua informasi (1)
hubungan antara nilai uji tanah dan respon dari aplikasi unsur hara serta (2)
jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk memcapai optimum atau tingkat kritis dari
unsur hara. Dari uji tanah yang telah dilakukan
bila dibandingkan dengan
kebutuhan unsur hara bagi masing-masing tanaman dapat diketahui status unsur
24
hara dalam tanah apakah termasuk dalam tingkat kurang, rendah, sedang, cukup
atau tinggi. Kriteria penilaian sifat tanah/unsur hara secara umum disajikan pada
Tabel 4.
Analisis Jaringan Tanaman
Analisis tanaman didasarkan kepada asumsi bahwa jumlah unsur hara
yang terdapat di dalam tanaman mempunyai hubungan dengan keadaan hara yang
terdapat dalam tanah. Dari hasil analisis tanaman akan didapatkan suatu kadar dari
unsur tertentu dalam tanaman, dan ada kemungkinan bahwa kadar tersebut akan
berada pada suatu titik yang kritis, dimana telah dibutuhkan tambahan unsur hara
tersebut melalui pemupukan.
Analisis jaringan tanaman umumnya adalah jaringan daun. Hal ini
dikarenakan, daun paling baik dapat memberikan gambaran kandungan hara
mineral dibandingkan organ-organ lain yang ada dalam tanaman (Grundon 1987).
Oleh karena itu, daun paling sering digunakan sebagai sampel dalam analisis
tanaman. Analisis daun dapat dipandang sebagai alat paling penting dalam
menentukan kecukupan hara tanaman, sehingga sekarang ini, analisis tanaman
merupakan metode yang terpercaya dalam mendiagnosis status hara pada berbagai
jenis tanah maupun spesies tanaman (Poerwanto 2003).
Penggunaan jaringan daun sebagai sampel perlu mempertimbangkan
umur. Perbedaan umur daun tergantung jenis hara yang akan dianalisis. Untuk
hara N, K dan Mg pada tanaman tomat daun dewasa lebih baik digunakan sebagai
indikator status hara karena pada daun muda ketiga hara tersebut konsentrasinya
konstan. Sebaliknya daun muda lebih cocok digunakan untuk mengetahui status
hara Ca karena gejala defisiensi pertama kali terlihat pada daun tersebut
(Marschner 1995).
Hubungan antara komposisi hara dalam jaringan daun tanaman dengan
hasil atau pertumbuhan merupakan informasi yang dapat digunakan dalam
menentukan rekomendasi pemupukan. Walaupun analisis tanaman dapat
membantu dalam rekomendasi pemupukan, Idris (1996) masih memjumpai
beberapa pembatas dari analisis tanaman. Ada dua hal penting yang perlu
diperhatikan dalam menyusun rekomendasi yaitu keakuratan data analisis dan
kemampuan dalam menginterpretasikan data tersebut. Keakuratan data ditentukan
25
mulai dari pengambilan contoh jaringan tanaman yang tepat yaitu bagian yang
mempunyai korelasi baik dengan respon tanaman, waktu yang tepat serta jumlah
yang memadai. Kesalahan juga bisa ditemukan selama proses analisis di
laboratorium.
Tabel 5 Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruk
Unsur
Sangat
rendah
<2,2
<0,09
<0,40
<1,60
<0,16
<0,14
<21,0
<36,0
<16,0
<16,0
<3,60
<0,06
Rendah
N (%)
2,2-2,3
P (%)
0,09-1,1
K (%)
0,40-0,69
Ca (%)
1,6-2,9
Mg (%)
0,16-0,25
S (%)
0,14-0,19
B (ppm)
21-30
Fe (ppm)
36-59
Mn (ppm)
16-24
Zn (ppm)
16-24
Cu (ppm)
3,6-4,9
Mo (ppm)
0,06-0,09
Li (ppm)
As (ppm)
F (ppm)
Sumber: Embleton, et al. (1973);
Optimum
Tinggi
2,4-2,6
0,12-0,16
0,70-1,09
3,0-5,5
0,26-0,6
0,2-0,3
31-100
60-120
25-200
25-100
5-16
0,1-3,0
<3
<1
<1-20
2,7-2,8
0,17-0,29
1,10-2,00
5,6-6,9
0,7-1,1
0,4-0,5
101-260
130-200
300-500
110-200
17-22
4,0-100
3-35
1-5
25-100
Sangat
tinggi
>2,80
>0,30
>2,30
>7,00
>1,20
>0,60
>260
>250
>1000
>300
>22
>100
>35
>5
>100
Pada tanaman jeruk, analisis tanaman dilakukan dengan mengambil
jaringan daun yang telah berkembang penuh umur 4-6 bulan diambil dari ranting
terminal yang tidak menyangga bunga atau buah, kemudian dianalisis kadar unsur
haranya dan dibandingkan dengan standar kecukupan hara tanaman jeruk. Secara
umum analisis tanaman dapat digunakan untuk identifikasi status hara,
mengkoreksi tingkat kritis, dan menduga serapan unsur hara pada tanaman
tahunan (Poerwanto 2003). Menurut Embleton et al. (1973), analisis daun
merupakan petunjuk yang praktis untuk menduga kebutuhan pupuk pada tanaman
jeruk. Konsep analisis jaringan tanaman khususnya analisis daun pada tanaman
jeruk dikembangkan oleh Embleton, et al. (1973). Konsep nilai standar yang
dikembangkan merupakan harga rata-rata kadar hara tanaman yang pertumbuhan
dan produksinya baik. Standar hara tanaman jeruk dapat dilihat pada Tabel 5.
26
Interpretasi Hasil Analisis Hara
Konsentrasi dan komposisi hara dalam tanaman merupakan hasil
metabolisme tanaman, sedangkan metabolisme adalah hasil interaksi faktor
genetik dan berbagai faktor lingkungan. Faktor-faktor
lingkungan ada yang
mudah dikendalikan dan ada pula yang sulit dikendalikan. Cahaya dan temperatur
sulit dikendalikan, sedangkan kelembaban dan sifat tanah atau lahan sangat relatif
dalam pengendaliannya. Pada kasus tertentu sulit dikendalikan seperti kebanjiran,
curah hujan berlebih atau sangat rendah lahan berawa dan sebagainya. Sama
halnya dengan tekstur berpasir, lahan berlereng berbatu dan sebagainya.
Sedangkan faktor lainnya relatif mudah untuk dikendalikan seperti kekurangan
hara kemasaman, jarak tanam dan pengelolaan praktis lainnya (Leiwakabessy dan
Sutandi 2004). Komposisi hara tersebut pada akhirnya akan menentukan produksi
dan kualitas hasil.
Sifat komposisi hara, adalah sangat labil dan sensitif terhadap perubahan
faktor tumbuh di atas. Sangat dinamiknya komposisi hara, baik dalam serapan dan
distribusinya dalam tanaman maka interpretasi dan diagnosis hasil analisis
tanaman menjadi komplek. walaupun demikian kompleknya, apabila dapat
melakukan pendekatan yang baik, maka analisis tanaman akan sangat berguna
bagi pemecahan masalah nutrisi tanaman, dan dapat melakukan terapi yang tepat
sehingga produksi ataupun kualitas hasil dapat dicapai secara optimal (Walworth
dan Sumner 1987)
Analisis tanaman merupakan teknik diagnostik semula sering digunakan
untuk melihat status hara atau untuk meyakinkan defisiensi hara ataupun crop
logging. Pada akhir-akhir ini digunakan untuk menetapkan kebutuhan pupuk dan
kapur yang dikombinasikan dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman
(Jones Jr et al. 1991).
Analisis tanaman akan sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan tersebut
diatas, sepanjang metode yang digunakan memadai. Metode diagnosis analisis
tanaman yang sering digunakan adalah batas kritis dan kisaran kecukupan hara,
Kedua metode tersebut bersifat penilaian harkat tunggal, maka relatif sulit untuk
mengetahui interaksi dengan hara lainnya. Penggunaan metode tersebut yaitu
dengan membandingkan hasil analisis contoh tanaman dengan standar referensi
27
baku yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam kedua metode ini contoh
tanaman tersebut harus disesuaikan baik umur ataupun bagian morfologi tanaman
yang diambil dengan standar baku tersebut.
Ketepatan metode diagnosis tersebut akan meningkat bila cara sampling
tersebut dilakukan dengan kisaran waktu yang ketat. Namun hal itu tidak selalu
memungkinkan untuk dilaksanakan dilapangan. Apabila kedua metode tersebut
dijadikan metode yang fleksibel, maka hasil diagnosis menjadi kesalahan yang
sangat serius. Berikut ini akan dikemukakan metode interpretasi hasil analisis
tanaman yang biasa dipakai, yaitu metode Batas Kritis, Kisaran Kecukupan Hara
Batas Kritis
Batas kritis adalah kadar hara dalam contoh tanaman dimana kecepatan
tumbuh, produksi atau kualitas secara nyata mulai menurun. Masalahnya
bagaimana seseorang menginterpretasikan batasan “secara nyata”. Ulrich dan
Hills (1967) telah menunjukkan bagaimana menetapkan batas kritis pada pusat
daerah transisi atau titik yang sebelum terjadi penurunan produksi/pertumbuhan
(umumnya dipakai titik belok 5 sampai l0% dari pertumbuhan/produksi
maksimum). Metode lain untuk penetapan batas kritis adalah dengan metode Cate
& Nelson, metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan
kadar hara dengan produksi/pertumbuhan relatif. Kumpulan tersebut dibagi
menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah pisahan tersebut
merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari
satu kadar hara tanaman.
Beberapa pengertian batas kritis (Dow dan Robert, 1982), yaitu : (1) Kadar
hara tanaman dimana masih kurang untuk mendukung tercapainya produksi
maksimum. (2) Kadar hara tanaman dimana cukup untuk mendukung tercapainya
produksi maksimum. (3) Titik dimana kadar hara tanaman berada 10% lebih
rendah dari pertumbuhan maksimum. (4) Kadar hara tanaman dimana
pertumbuhan tanaman mulai berkurang. (5) Jumlah terendah dari suatu unsur
dalam tanaman untuk menyertai produksi tertinggi. Batasan-batasan tersebut
diatas serupa tapi tidak identik. Batasan tersebut dipakai sebagai standar referensi
untuk mendiagnosis kadar hara tanaman contoh. Karena standar batas kritis
28
tersebut telah dibakukan pada bagian tanaman dan umur tanaman maka contoh
pun harus disesuaikan benar dengan standar tersebut.
Kisaran Kecukupan Hara
Batas kritis untuk tanaman umum sudah banyak dibuat standar baku pada
bagian tanaman tertentu dan pada suatu atau beberapa stadia pertumbuhan
tertentu. Kelemahan pendekatan ini adalah adanya variasi kadar hara dengan
umur, ini menjadi yang paling tidak menguntungkan. Untuk memecahkan
masalah ini Sumner (1979) menyarankan agar dilakukan (a) membuat batas kritis
dengan berbagai umur, atau (b) akumulasi berat kering dengan umur agar
dimonitor untuk mengoreksi kadar hara dengan pertambahan berat kering atau (c)
membuat batas kritis menjadi suatu kisaran, seperti kisaran kecukupan hara, batas
terendah mendekati batas kritis, batas tertinggi memakai kadar yang tak umum,
atau konsentrasi toksik. Dengan demikian Munson dan Nelson ( 1973) dan Dow
dan Robert (1982) mengusulkan batas kritis berupa suatu kisaran yang
dihubungkan dengan umur tanaman.
Kisaran kecukupan hara merupakan pengembangan dari batas kritis, yang
pertama dikembangkan untuk menganalisis status hara tanaman, sekarang lebih
banyak memakai kisaran kecukupan hara dibanding batas kritis. lnterpretasi
tersebut diperoleh dari hubungan antara produksi/ pertumbuhan dengan kadar
hara.
Identifikasi tingkat kelebihan dan keracunan hara esensial menjadi sama
pentingnya dengan identifikasi tingkat defisiensi, namun sayangnya sangat sedikit
informasi yang detil tentang kisaran kadar hara mulai dari sangat rendah sampai
ke tingkat keracunan. Penetapan kisaran kecukupan hara kebanyakan tidak berasal
dari kisaran kadar hara mulai defisiensi sampai keracunan, tetapi dikembangkan
dari kisaran rendah, cukup dan tinggi. Kisaran rendah umumnya mendekati atau
sama dengan batas kritis, sedangkan kisaran tinggi berasal dari kadar hara di atas
normal dimana kisaran cukup di antara keduanya.
UJI KORELASI KONSENTRASI HARA
NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM DAUN
DENGAN PRODUKSI TANAMAN MANGGIS
(Correlation test of nitrogen, phosphor and potassium nutrient with production of mangosteen)
Abstrak
Analisis daun dapat digunakan sebagai pedoman dalam mendiagnosis
status hara dan rekomendasi pupuk pada tanaman manggis. Namun demikian,
standar teknik pengambilan contoh daun harus ditentukan secara akurat. Umur
daun adalah faktor utama dalam menentukan status hara tanaman buah-buahan.
Daun yang tepat dijadikan contoh adalah ketika konsentrasi haranya mempunyai
korelasi terbaik dengan pertumbuhan dan hasil. Daun yang mempunyai korelasi
terbaik tersebut digunakan dalam uji kalibrasi. Konsentrasi hara mineral pada
daun diamati pada tiga lokasi perkebunan manggis yaitu Kabupaten Bogor,
Tasikmalaya dan Purwakarta. Dua puluh pohon manggis dewasa yang relatif
seragam dari masing-masing kebun diambil daunnya setiap bulan dan dianalisis
konsentrasi hara nitrogen, fosfor, dan kalium. Contoh daun diambil mulai dari
daun berumur dua bulan setelah trubus dan seterusnya secara periodik hingga
umur sepuluh bulan. Pengamatan produksi adalah jumlah bunga yang mekar,
jumlah bunga yang rontok, jumlah dan bobot buah per pohon. Kualitas buah
dilihat dari konsentrasi N,P K dari masing-masing bagian buah dan total padatan
terlarut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi hara nitrogen, fosfor
dan kalium di daun berkurang dengan bertambahnya umur. Konsentrasi ini pada
daun asal Purwakarta lebih tinggi dari pada Tasikmalaya dan Bogor serta
berkorelasi positif dengan hasil. Korelasi konsentrasi N, P, dan K dari beberapa
umur daun dengan hasil yang paling baik adalah daun umur lima bulan dengan
koefisien korelasi di atas 0,7. Oleh karena itu, daun yang tepat sebagai alat
diagnosis hara N,P,K untuk tanaman manggis adalah daun umur lima bulan.
Katakunci: Garcinia mangostana L; analisis daun, korelasi hara daun, hasil.
Abstract
Leaf analysis can be used as a guide to diagnose nutritional status and as a
fertilizer recommendation tool for mangosteen tree. Therefore, sampling
technique of standard leaf has to be established. Leaves age are the main
important factor to estimate fruits plant nutritional status. The best of leaf
sampling was the one which had the best correlation between leaf nutrients
concentration with growth and yield. This leaf will be used in calibration test.
Leaf nutrient concentration has been investigated on the three areas mangosteen
production orchard, there are Bogor Regency, Tasikmalaya Regency and
Purwakarta Regency. To analyze the concentration of N,P,K, twenty uniform and
representative mangosteen trees have been chosen every month. The results
showed that fifth months leaf age is the best one to be used as a leaf sample to
diagnose N,P,K nutritional status because it has the best correlation among
concentration of NPK in leaf with production. Concentration of N,P,K on the
leaves decreased when the age of leaves increased. Leaves from Purwakarta
contain more N,P,K than those from Tasikmalaya and Bogor.
Keywords: Garcinia mangostana, Leaf analysis macronutrient, Correlation test
30
Pendahuluan
Latar Belakang
Analisis daun telah lama digunakan sebagai petunjuk dalam mendiagnosis
masalah hara dan sebagai dasar rekomendasi pemupukan pada tanaman buahbuahan di berbagai negara (Smith 1962; Leece 1976; Shear dan Faust 1980).
Tanaman buah-buahan di Indonesia hal ini masih jarang dilakukan.
Hasil analisis jaringan daun baru ada manfaatnya, apabila mempunyai
korelasi positif dengan respon tanaman. Dengan kata lain, jika nilai analisis
jaringan daun rendah maka tanaman akan terhambat pertumbuhannya atau turun
produksinya. Dan sebaliknya bila nilai analisis jaringan daun tinggi ini berarti
tanaman akan berproduksi maksimum. Hal ini mirip dengan yang dikemungkakan
oleh Dahnke dan Olson (1990) tentang analisis tanah, yaitu nilai indeks tanah
akan bermanfaat apabila mempunyai korelasi positif dengan respon tanaman.
Uji korelasi dilakukan dengan mencari hubungan nilai analisis jaringan
daun dengan data hasil. Data hasil (produksi) tanaman dapat dinyatakan dalam
persen sebagai hasil relatif (Relative Yield =%RY). Dalam hal ini pengamatan
hasil produksi tertinggi diberi nilai 100% dan hasil (produksi) lain dari percobaan
yang sama dibuat persentase dari hasil (produksi) tertinggi. Prediksi hasil
maksimum juga dapat dilakukan dengan penghitungan %RY, khususnya bila
kombinasi data yang berasal dari musim yang berbeda (Dahnke dan Olson 1990).
Ekspresi
data
dalam
%RY
dimungkinkan
dapat
dimanfaatkan
untuk
menggabungkan dan membandingkan hasil dari beberapa penelitian. Dalam hal
ini data dipresentasikan dalam bentuk grafik hubungan antara %RY yang
diperoleh dari penanaman tanpa penggunaan pupuk versus data angka analisis
jaringan daun.
Analisis jaringan daun dilakukan melalui uji korelasi. Uji korelasi
bertujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur
dalam daun pada umur tertentu dengan hasil (Kidder 1993). Daun yang
mempunyai korelasi paling baik dari kadar suatu unsur pada umur tertentu dengan
hasil akan dijadikan sebagai daun sampel. Selanjutnya pada uji kalibrasi hanya
daun tersebut yang digunakan. Uji kalibrasi memberikan makna nilai analisis daun
yang diperoleh dari laboratorium menjadi data interpretasi, apakah konsentrasi
31
unsur dalam daun tersebut sangat rendah, rendah, cukup tinggi, dan sangat tinggi.
Hanya tanaman yang mempunyai konsentrasi hara rendah saja yang perlu aplikasi
pemupukan.
Berdasarkan pokok-pokok pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian agar diketahui daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara
nitrogen, fosfor dan kalium pada tanaman manggis.
Tujuan Penelitian
1. Memperoleh informasi perubahan konsentrasi hara N, P, dan K pada daun
umur 2 bulan hingga 10 bulan di 3 lokasi sentra produksi manggis Jawa
Barat.
2. Mendapatkan umur daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara
nitrogen, fosfor dan kalium pada tanaman manggis
3. Memperoleh informasi hubungan konsentrasi hara N, P, dan K di daun
manggis dengan kandungan hara N, P, dan K dalam tanah
4. Memperoleh informasi hubungan konsentrasi hara N, P, dan K di daun
dengan hasil tanaman manggis
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2003 sampai Mei 2004. Penelitian
dilakukan di 3 daerah sentra produksi manggis di Jawa Barat, yaitu perkebunan
manggis milik Kelompok Tani Karya Mekar, Desa Karacak, Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Kelompok Tani Wargi Mukti, Desa Babakan,
Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dan perkebunan Kelompok Tani,
Harapan Jaya, Desa Luyubakti, Kecamatan Puspahiang, Kabupaten Tasikmalaya.
Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen Agronomi dan
Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Dua puluh pohon manggis yang relatif seragam dari setiap lokasi kebun
(Bogor, Purwakarta dan Tasikmalaya) diambil daunnya setiap bulan. Pengambilan
daun dimulai umur dua bulan yang kemudian dilanjutkan secara periodik setiap
32
satu bulan sekali sampai umur 10 bulan. Pengambilan sampel daun dilakukan dari
empat arah mata angin (Barat, Timur, Utara dan Selatan) masing-masing dua
hingga empat lembar. Posisi pengambilan daun adalah pada cabang bagian
tengah. Daun dari empat arah mata angin tersebut digabungkan menjadi satu per
setiap pohon.
Analisis Konsentrasi N, P, dan K Daun
Analisis konsentrasi N, P, dan K daun diawali dengan membersihkan daun
dengan menggunakan tisu, dan dikeringkan dengan oven pada suhu 70 ºC. Daun
kemudian diblender dan diayak dengan ayakan 0,5 mm. Daun-daun tersebut
dianalisis konsentrasi hara N, P, dan K. Penentuan N total dilakukan dengan
mempergunakan metode Semi-mikro Kjeldahl (Lampiran 1). Penentuan kadar
unsur P dan K menggunakan metode pengabuan kering. Konsentrasi P diukur
dengan Spectrophotometer UV-VIS
dan K diukur dengan Flamephotometer
(Lampiran 2). Analisis kimia dilaksanakan berdasarkan prosedur yang dikeluarkan
oleh Yosidas et al. (1972).
Analisis Sifat Kimia Tanah
Sampel tanah diambil dari daerah perakaran tanaman manggis pada
kedalaman 0-30, dan 30-50 cm. Tanah dikering udarakan, dan diayak dengan
ukuran 2 mm agar mempunyai ukuran yang relatif sama. Kemudian tanah tersebut
dianalisis sifat fisik dan kimianya. Sifat fisik adalah tekstur dan sifat kimia antara
lain: pH, KTK, C-organik, unsur hara N, P, K, Mg, Na dan Ca. Penentuan N total
dilakukan dengan mempergunakan alat kjeldtec, P dan K diukur dengan
menggunakan Flame Emission Spectrophotometer (FES).
Pengamatan terhadap Hasil
Pengamatan terhadap hasil adalah: Jumlah bunga total, jumlah bunga dan
buah rontok, jumlah buah per pohon, dan bobot buah total per pohon. Kualitas
buah, diukur kadar kemanisannya dengan mempergunakan refraktometer (TSS
dalam brix), serta konsentrasi hara N, P, dan K pada masing-masing bagian buah
(kelopak + tangkai buah, kulit buah, daging buah dan biji).
33
Data hasil pengamatan dari ketiga lokasi dianalisis dengan analisis ragam.
Apabila didapatkan perbedaan yang nyata antar umur daun dan lokasi, dilanjutkan
dengan uji DMRT (Duncan News Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.
Analisis korelasi
Untuk menghitung korelasi antara kadar hara N, P, dan K daun pada setiap
umurnya (X) dengan hasil relatif
sederhana sebagai berikut: rxy =
(%Y) dianalisis dengan korelasi linear
nΣX iYi − (ΣX i )(ΣYi )
2
2
[nΣX i − (ΣX i ) 2 ][nΣYi − (ΣYi ) 2 ]
.
Nilai r menunjukkan kekuatan hubungan linear. Nilai korelasi berada pada
interval -1 ≤ r ≤1. Tanda – dan + menunjukkan arah hubungan. Menurut Sulaiman
(2002) ukuran korelasi adalah sebagai berikut: 0,70-1,00 (baik plus atau minus)
menunjukkan derajat asosiasi yang tinggi. Nilai korelasi 0,40-0,70 (baik plus atau
minus) menunjukkan hubungan yang substansial,
0,20- 0,40 (baik plus atau
minus) artinya ada korelasi yang rendah, sedangkan 0,0-0,20 (baik plus atau
minus) artinya korelasi dapat diabaikan. Konsentrasi hara N, P dan K daun pada
umur yang mempunyai nilai korelasi tinggi akan ditetapkan sebagai daun sampel
untuk tanaman manggis, selanjutnya pada kegiatan uji kalibrasi hanya daun
tersebut yang digunakan.
Hasil dan Pembahasan
Konsentrasi N, P, K pada beberapa Umur Daun Manggis
Daun manggis mempunyai konsentrasi N, P, K yang berbeda antar tiga
sentra produksi manggis di Jawa Barat: Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor.
Konsentrasi N, P, K pada daun manggis Purwakarta lebih tinggi dari Tasikmalaya
dan Bogor. Akan tetapi ada kemiripan pola antar ketiga lokasi tersebut yaitu
terjadinya penurunan konsentrasi N, P, K dengan bertambahnya umur daun
(Gambar 2). Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan pada
alfalfa (Rominger et al., 1975) dan pada jaringan kentang (Dow dan Robert, 1982)
dimana konsentrasi N,P, dan K menurun secara nyata dengan bertambahnya umur
tanaman. Pola perubahan kadar hara N, P, K yang serupa juga dilaporkan oleh
Munson dan Nelson (1973), yaitu konsentrasi N dan K cenderung menurun
dengan bertambahnya umur daun, sedangkan Ca dan Mg cenderung meningkat
34
pada tanaman jagung dan kedelai. Pada padi, kacang tanah, dan kentang
konsentrasi N dan K umumnya menurun cepat dengan bertambahnya umur,
sedangkan konsentrasi P menurun sedikit dengan bertambahnya umur.
1.5
Kandungan nitrogen daun
(%)
1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
Kandungan fosfor daun (%)
0.6
0.2
0.18
0.16
0.14
0.12
0.1
0.08
Kandungan kalium daun (%)
1.2
0.06
1.1
1
0.9
0.8
Purw akarta
0.7
Tasikmalaya
Bogor
0.6
2
3
4
5
6
7
8
9
10
umur daun (bulan)
Gambar 2 Pengaruh umur daun terhadap konsentrasi nitrogen, fosfor dan kalium
daun dari tiga lokasi sentra produksi manggis Jawa Barat (Purwakarta,
Tasikmalaya dan Bogor)
Penelitian yang dilakukan oleh Sumner (1979) memperlihatkan bahwa
selama 10 bulan pengamatan, konsentrasi N menurun antara 29 sampai 59%
tergantung pada dosis N yang diberikan. Demikian juga dengan konsentrasi P
35
menurun antara 24 sampai 32%, sedangkan konsentrasi K menurun dari 28
sampai 72% selama masa pertumbuhan. Selama periode yang sama, konsentrasi
Ca dan Mg meningkat. Peningkatan Ca pada daun tua dimungkinkan karena Ca
umumnya diakumulasi pada vakuala sel, sehingga jumlah Ca meningkat dengan
semakin tuanya umur sel (Marshner 1995).
Selain umur, konsentrasi hara juga dipengaruhi oleh posisi daun. Sumner
(1977) melihat pada tanaman kedelai bahwa konsentrasi N, P, K menurun dengan
pertumbuhan yang semakin dewasa, sedangkan konsentrasi hara meningkat
dengan posisi daun, atau makin mendekati pucuk. Pada tanaman manggis, daun
yang berada di sektor tengah dan sektor bawah tidak menunjukkan perbedaan
konsentrasi N, P dan K yang berarti.
Perbedaan hanya ditemukan pada
konsentrasi N dari arah Timur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan arah
Barat, Selatan dan Utara (Poovarodom et al. 2002).
Pada penelitian sebelumnya Sumner (1977) melihat distribusi hara N, P, K
pada berbagai fase pertumbuhan dan posisi daun pada tanaman kedele.
Konsentrasi N, P, K menurun dengan pertumbuhan yang makin dewasa,
sedangkan konsentrasi hara meningkat dengan posisi daun, atau makin mendekati
pucuk. Dengan demikian terjadi keragaman hara yang dipengaruhi oleh posisi
daun dan umur tanaman. Pada tanaman manggis daun yang berada di sektor
tengah dan sektor bawah tidak didapatkan perbedaan konsentrasi N, P dan K yang
berarti. Perbedaan hanya ditemukan pada konsentrasi N dari arah timur lebih
tinggi bila dibandingkan dengan arah barat, selatan dan utara (Poovarodom et al.
2002).
Oleh karena itu, pengambilan sampel daun dan penetapan kriteria
penilaian interprestasi hasil analisis jaringan tanaman harus memperhatikan umur
jaringan. Bila tidak maka akan terjadi kesalahan yang sangat fatal. Seperti yang
ditunjukan pada Gambar 2, bila pengambilan sampel daun pada umur dua bulan
maka konsentrasi N, P, K daun di ketiga lokasi adalah tinggi. Akan tetapi, dengan
penundaan pengambilan daun satu bulan saja sehingga daun berumur tiga bulan
konsentrasi N, P, K daun telah terjadi penurunan bahkan untuk daun asal Bogor
terjadi penurunan yang cukup tajam.
36
Adanya perbedaan konsentrasi hara mineral pada daun dengan
bertambahnya umur disebabkan terjadinya perubahan fungsi daun sebagai sink
dan source. Daun-daun muda berfungsi sebagai sink sehingga harus mengimpor
hara-hara mineral dan fotosintat dari organ lain yang berfungsi sebagai source
untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam jumlah yang banyak. Sehingga pada
kondisi ini konsentrasi hara lebih tinggi pada jaringan daun yang masih muda.
Sebaliknya daun-daun dewasa berfungsi sebagai source sehingga dapat memenuhi
kebutuhan sendiri dan mengekspor hara-hara mineral dan fotosintat ke organorgan lain yang membutuhkan (sink) (Marschner 1995).
Selain itu, Liferdi et al. (2005) melaporkan bahwa perubahan hara pada
daun tanaman disebabkan perubahan fase pertumbuhan. Hara daun mengalami
penurunan pada saat fase trubus dan fase generatif. Pada kedua fase tersebut hara
pada daun mengalami translokasi dari daun tua ke bagian organ yang lebih muda
atau untuk pembentukan buah sehingga konsentrasi hara pada daun tua berkurang.
Hal ini dimungkinkan karena adanya hara-hara bersifat mobil dalam tanaman
seperti N, P, K. Akan tetapi, berbeda dengan perkiraan Yaacob dan Tindall (1995)
bahwa kemungkinan perpindahan hara dari daun-daun manggis tidak terjadi
sampai beberapa tahun.
Nitrogen dibutuhkan dalam pertumbuhan sebagai komponen pembentuk
dari berbagai substansi penting dalam tanaman, antara lain: molekul klorofil, asam
amino, enzim dan koenzim, vitamin, hormon seperti asam indolasetat dan zeatin
serta turunannya (Poerwanto 2003). Hal yang serupa juga dilaporkan oleh
Poovarodom et al. (2002) bahwa terjadi penurunan konsentrasi nitrogen daun
manggis selama musim pertumbuhan. Suatu kecenderungan yang serupa
didapatkan juga pada durian, yang merupakan salah satu buah-buahan tropis
(Poovarodom et al. 2000). Peningkatan konsentrasi nitrogen hanya didapatkan
setelah pemberian pupuk setelah panen (Poovarodom et al. 2002). Poovarodom et
al. (2002) melaporkan bahwa konsentrasi kalium dalam jaringan daun manggis
menurun sepanjang musim. Penurunan terutama sekali terjadi ketika periode
perkembangan buah. Hal ini disebabkan pembentukan buah membutuhkan kalium
yang banyak ( Embleton et al. 1973).
37
Korelasi Konsentrasi N, P, K Daun Umur 2 - 10 Bulan dengan Hasil
Konsentrasi N, P, K daun mengalami penurunan dengan bertambahnya
umur. Daun asal Purwakarta konsentrasi N, P, K berbeda nyata antar umur untuk
N dan P tetapi untuk K tidak nyata. Konsentrasi N, P, K daun asal Tasikmalaya
juga berbeda nyata antar umur. Sedangkan untuk daun asal Bogor perbedaan
konsentrasi yang nyata didapat untuk P dan K, tetapi untuk N tidak ditemukan
perbedaan yang berarti antar konsentrasi N masing-masing umur, kecuali umur 2
bulan ke 3 bulan yang nyata berbeda (Tabel 6-8). Konsentrasi N, P, K daun setiap
bulan dari masing-masing lokasi tersebut dikorelasikan dengan hasil, sehingga
diketahui daun yang mempunyai hubungan yang paling baik.
Nitrogen
Hasil analisis korelasi nitrogen daun dengan hasil didapat keeratan
hubungan yang beragam. Hubungan antara konsentrasi nitrogen daun dengan hasil
yang berasosiasi tinggi adalah daun umur 5 bulan dengan koefisien korelasinya
0,75 untuk manggis asal Purwakarta dan 0,73 untuk manggis asal Bogor. Daun
umur lima bulan asal Tasikmalaya tidak ada yang berkorelasi cukup tinggi tetapi
cukup substansial antara konsentrasi hara nitrogen daun dengan hasil, dengan
koefisien korelasi 0,43. Selain itu, daun umur empat bulan asal Purwakarta dan
Bogor juga mempunyai asosiasi tinggi antar konsentrasi nitrogen daun dengan
hasil dengan koefisien korelasi masing-masing adalah 0,60 dan 0,61 (Tabel 6).
Tabel 6 Konsentrasi nitrogen daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya, dan
Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis
Umur
daun
2 bulan
3 bulan
4 bulan
5 bulan
6 bulan
7 bulan
8 bulan
9 bulan
10 bulan
Konsentrasi nitrogen daun
(%)
Purwakarta
1,40 a
1,37 ab
1,33 abc
1,36 ab
1,31 bcd
1,27 d
1,27 cd
1,25 de
1,20 e
Tasik
1,35 a
1,28 b
1,19 c
1,20 c
1,19 c
1,20 cd
1,20 cd
1,20 cd
1,14 d
Bogor
1,31 a
1,06 b
1,02 b
0,98 b
0,97 b
0,94 b
0,94 b
0,96 b
0,96 b
Koefisien korelasi nitrogen
daun dengan hasil
Purwakarta
0,29
0,20
0,60 *
0,75 **
0,40
0,37
0,25
0,44
0,16
Tasik
0,43
0,34
0,32
0,43
0,30
0,35
0,37
0,14
0,37
Bogor
0,51
0,46
0,61 *
0,73 **
0,49
0,07
0,21
0,55
0,32
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT; * = derajat asosiasi sedang,
** = derajat asosiasi tinggi
38
Fosfor
Analisis korelasi konsentrasi fosfor daun dari setiap umur dengan hasil
didapat keeratan hubungan yang beragam. Hubungan antara konsentrasi fosfor
daun dengan hasil yang berasosiasi tinggi didapatkan pada daun umur empat
bulan untuk manggis asal Purwakarta dengan koefisien korelasinya 0,71.
Sementara itu, terdapat beberapa umur yang mempunyai keeratan cukup
substansial yaitu daun umur dua, tiga, empat, lima, enam, dan delapan bulan.
Manggis asal Tasikmalaya tidak ada yang berkorelasi cukup tinggi tetapi cukup
substansial antara konsentrasi hara fosfor daun dengan hasil yaitu pada daun umur
empat, lima, dan enam bulan dengan koefisien korelasi masing-masing 0,63,
0,52, dan 0,68. Manggis asal Bogor daun umur lima bulan mempunyai asosiasi
tinggi konsentrasi hara fosfor dengan hasil dengan koefisien korelasinya adalah
0,76 (Tabel 7).
Tabel 7 Konsentrasi fosfor daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya, dan
Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis
Umur
daun
Konsentrasi fosfor daun
(%)
Purwakarta
Tasik
Bogor
Koefisien korelasi fosfor daun
dengan hasil
Purwakarta
Tasik
Bogor
2 bulan 0,19 a
0,17 a
0,11 a
0,60 *
0,22
0,31
3 bulan 0,18 ab
0,16 b
0,10 ab
0,63 *
0,27
0,48
4 bulan 0,17 abc
0,14 c
0,08 cd
0,71 **
0,63 *
0,51
5 bulan 0,16 cd
0,13 cd
0,08 cd
0,62 *
0,53
0,76 **
6 bulan 0,16 bc
0,14 cd
0,09 bc
0,63 *
0,68 *
0,40
7 bulan 0,16 bc
0,13 de
0,08 cd
0,58
0,47
0,43
8 bulan 0,16 cd
0,13 de
0,08 d
0,60 *
0,28
0,23
9 bulan 0,16 cd
0,13 ef
0,09 cd
0,52
0,34
0,65 *
10 bulan 0,15 d
0,12 f
0,07 d
0,40
0,23
0,51
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT; * = derajat asosiasi sedang,
** = derajat asosiasi tinggi
Kalium
Dari analisis korelasi konsentrasi kalium daun dari setiap umur dengan
hasil didapat keeratan hubungan yang juga beragam. Hubungan antara konsentrasi
kalium daun dengan hasil yang berasosiasi tinggi didapatkan pada daun umur
empat dan lima bulan untuk manggis asal Purwakarta dengan koefisien
korelasinya masing-maasing
0,71 dan 0,70. Sementara itu, daun yang lain
mempunyai keeratan hubungan cukup substansial atau derajat asosiasi sedang,
39
yaitu daun umur dua, tiga, empat, enam, dan delapan bulan.
Manggis asal
Tasikmalaya tidak ada yang berkorelasi cukup tinggi tetapi cukup substansial
antara konsentrasi hara kalium daun dengan hasil yaitu pada daun umur empat,
lima, enam, dan delapan bulan dengan koefisien korelasi masing-masing 0,63,
0,53, dan 0,68 dan 0,68. Manggis asal Bogor daun umur empat, lima, dan delapan
bulan mempunyai hubungan cukup substansial konsentrasi hara fosfor dengan
hasil dengan koefisien korelasinya yaitu 0,51, 0,60 dan 0,60 (Tabel 8).
Tabel 8 Konsentrasi kalium daun dari tiga lokasi (Purwakarta, Tasikmalaya dan
Bogor) dan koefisien korelasi dengan hasil tanaman manggis
Umur
daun
Konsentrasi kalium daun
(%)
Purwakarta
Tasik
Bogor
Koefisien korelasi kalium daun
dengan hasil
Purwakarta
Tasik
Bogor
2 bulan
1,14 a
1,07 a
1,09 a
0,61*
0,22
0,49
3 bulan
1,15 a
0,97 b
0,92 b
0,63*
0,27
0,42
4 bulan
1,10 a
0,94 bc
0,83 c
0,71**
0,63*
0,51
5 bulan
1,10 a
0,92 bc
0,79 cd
0,70**
0,53
0,60*
6 bulan
1,02 a
0,91 bc
0,74 cd
0,63*
0,68*
0,46
7 bulan
1,02 a
0,87 bc
0,74 cd
0,58
0,47
0,48
8 bulan
1,00 a
0,87 bc
0,74 cd
0,60*
0,68*
0,60*
9 bulan
1,04 a
0,85 c
0,73 cd
0,52
0,37
0,39
10 bulan 0,99 a
0,85 c
0,72 d
0,40
0,27
0,43
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT; * = derajat asosiasi sedang,
** = derajat asosiasi tinggi
Dengan demikian, daun tanaman manggis umur empat dan lima bulan
adalah daun yang mempunyai koefisien korelasi paling tinggi bila dibandingkan
dengan umur yang lainnya. Daun umur empat dan lima bulan adalah daun yang
paling tepat dijadikan sebagai daun sampel dalam rangka mengetahui status hara
N, P, K pada tanaman manggis. Daun tersebut dari fisiologinya sudah termasuk
daun dewasa yang berfungsi sebagai source. Akan tetapi untuk lebih meyakinkan
apakah daun tersebut dapat digunakan sebagai alat mendiagnosis status hara maka
dilihat hubungannya dengan kandungan hara tanah dan hasil secara keseluruhan.
Korelasi Knsentrasi N, P, K Daun dengan Sifat Kimia Tanah
Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa kandungan N, P, K tanah
di tiga sentra hasil yang diteliti berkisar masing-masing 0,15–0,09%; 1,68–1,02%
dan 0,24–0,20% (Tabel 9). Nilai ini tergolong sangat rendah hingga rendah bila
40
mengacu pada kriteria yang disusun oleh Pusat Penelitian Tanah (Tabel 4).
Kandungan N, P, dan K tanah Purwakarta lebih tinggi dari pada Tasikmalaya dan
Bogor. Kandungan N, P, dan K tanah menurun dengan semakin bertambahnya
kedalaman tanah. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Lestari (2003) bahwa
makin dalam pengambilan sampel tanah makin turun konsentrasi N, P, K nya. Hal
ini disebabkan oleh tingginya bahan organik pada lampisan atas dan menurun
dengan bertambahnya kedalaman tanah (Lampiran 3).
Nilai KTK dari ke tiga lokasi penelitian berkisar antara 19.10 hingga 12.95
me/100 g, nilai ini tergolong rendah hingga sedang. Nilai KTK mengalami
penurunan dengan makin bertambahnya kedalaman. Hal ini dipengaruhi oleh
adanya penurunan kadar bahan organik dan meningkatnya kadar liat dengan
bertambahnya kedalaman (Lampiran 3).
Ketiga sentra hasil memiliki kisaran pH tanah antara 4,27-4,74 yang
tergolong sangat masam sampai masam. Hasil analisis menunjukkan bahwa pH
tanah Purwakarta naik dengan bertambahnya kedalaman sedangkan Tasikmalaya
dan Bogor mengalami penurunan dengan bertambahnya kedalaman. Rendahnya
pH pada ke tiga lokasi ini disebabkan adanya proses pencucian karena curah hujan
yang tinggi. Rendahnya pH juga mungkin disebabkan berkurangnya basa-basa
seperti K, Ca, Na dan Mg yang tergolong sangat rendah hingga rendah, kecuali
Mg di Tasikmalaya yang tergolong tinggi (Lampiran 3).
Tabel 9 Konsentrasi N, P, K tanah, KTK dan pH di tiga sentra produksi tanaman
manggis (Purwakarta Tasikmalaya dan Bogor)
Lokasi
Purwakarta
Tasikmalaya
Bogor
Kedalaman
(cm)
0 - 30
30 - 50
0 - 30
30 - 50
0 - 30
30 - 50
N
%
0,15
0,11
0,14
0,10
0,12
0,09
P
ppm
1,68
1,31
1,36
1,27
1,19
1,02
K
KTK
me/100 g
0,24
0,22
0,23
0,22
0,22
0,20
18,87
13,97
19,10
14,48
14,36
12,95
pH
H2 O
4,64
4,72
4,74
4,70
4,40
4,27
KCl
3,68
3,73
3,71
3,66
3,43
3,51
Adanya perbedaan ketersedian hara N, P, K dalam tanah dan pH masingmasing lokasi juga telah menyebabkan perbedaan serapan hara N, P, K oleh
tanaman. Hal ini terlihat dari konsentrasi hara N, P, K tanah asal Purwakarta yang
lebih tinggi dari Tasikmalaya dan Bogor, ternyata konsentrasi hara N, P, K pada
41
daun asal Purwakarta juga lebih tinggi dari pada Tasikmalaya dan Bogor. Makin
banyak hara N, P, K yang tersedia dalam tanah makin besar kemungkinan dapat
diserap oleh akar tanaman.
Untuk mengetahui keeratan hubungan antara konsentrasi N daun umur
empat dan lima bulan dengan kandungan N tanah maka masing-masing
dikorelasikan. Hasil korelasi menunjukkan bahwa keduannya konsentrasi N daun
umur empat dan lima bulan berkorelasi positif dengan kandungan N tanah dengan
koefisien korelasinya masing-masing adalah 0,63 dan 0,72 (Gambar 3.1). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa konsentrasi N daun umur lima bulan lebih
mencerminkan kandungan N dalam tanah dari pada daun umur empat bulan.
Hasil uji korelasi antara konsentrasi P dalam jaringan daun dengan
konsentrasi P dalam tanah adalah berasosiasi derajat sangat tinggi. Koefisien
korelasi konsentrasi daun umur empat bulan dengan konsentrasi P tanah adalah r
= 0,79. Sedangkan koefisien korelasi daun umur lima bulan dengan konsentrasi P
tanah adalah r = 0,76 (Gambar 3.2).
0.2
Kandungan N tanah (%)
Kandungan N tanah (%)
0.2
y = 0.1309x - 0.0148
r = 0.630
0.18
0.16
0.14
0.12
0.1
0.08
(1)
0.06
0.04
(a)
y = 0.1219x - 0.0043
r = 0.719
0.18
0.16
(1)
0.14
0.12
(b)
0.1
0.02
0.08
0
0.8
0.9
1
1.1
1.2
1.3
0.8
1.4
0.9
Kandungan P tanah (ppm)
Kandungan P tanah (ppm)
y = 5.3857x + 0.6813
r = 0.794
2
1.5
0.5
0
0.05
(2)
0.07
(a)
0.09
0.11
0.13
0.15
0.17
0.19
(2)
0.07
(b)
0.09
0.13
0.15
0.17
0.19
0.21
0.4
y = 0.1836x + 0.042
r = 0.664
Kandungan K tanah (me/100g)
Kandungan K tanah (me/100g)
0.11
Konsentrasi P daun umur 5 bulan (%)
0.25
0.2
0.15
0
0.60
1.4
1
0.5
0.21
0.3
0.1
1.3
1.5
0
0.05
0.4
0.05
1.2
y = 6.2237x + 0.5993
r = 0.756
2
Konsentrasi P daun umur 4 bulan (%)
0.35
1.1
2.5
2.5
1
1
Konsentrasi N daun umur 5 bulan (%)
Konsentrasi N daun umur 4 bulan (%)
(3)
0.70
(a)
0.80
0.90
1.00
1.10
1.20
Konsentrasi K daun umur 4 bulan (%)
1.30
1.40
0.35
y = 0.2047x + 0.0163
r = 0.773
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
(3)
(b)
0.05
0
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
1.10
1.20
1.30
1.40
Konsentrasi K daun umur 5 bulan (%)
Gambar 3. Korelasi antara konsentrasi (1) nitrogen, (2) fosfor, (3) kalium daun
tanaman manggis (a) umur empat bulan (b) umur lima bulan dengan
kandungan N, P, K tanah
42
Untuk mengetahui keeratan hubungan antara konsentrasi K daun umur
empat dan lima bulan dengan kandungan K tanah maka keduanya dikorelasikan.
Hasil korelasi menunjukkan bahwa konsentrasi K daun umur empat dan lima
bulan berkorelasi positif dengan kandungan K tanah dengan koefisien korelasinya
masing-masing adalah 0,66 dan 0,77 (Gambar 3.3). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa daun umur lima bulan lebih mencerminkan kandungan N, P, K
dalam tanah dengan koefisien korelasi masing-masing 0,72; 0,76; 0,77.
Sedangkan daun umur empat bulan hanya dengan kandungan P tanah yang
mempunyai koefisien korelasi yang diatas 0,7 yaitu 0,79.
Produksi dan Konsentrasi N, P, K pada Bagian-bagian Buah
Konsentrasi hara N, P, K di daun berkorelasi positif dengan hasil dan
kualitas buah. Atau dengan kata lain, makin tinggi konsentrasi hara nitrogen daun
makin besar peluang untuk berproduksi yang lebih banyak. Hal ini dapat terlihat
dari konsentrasi hara N, P, K daun secara berurutan yang lebih banyak yaitu
manggis Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor juga mempuyai produksi dan TSS
dengan urutan yang sama.
Tabel 10 Jumlah bunga mekar, persentase bunga rontok, jumlah buah jadi, bobot
buah per pohon dan TSS tanaman manggis di tiga sentra produksi
Lokasi
Purwakarta
Bunga per pohon
Jumlah yg
% Rontok
mekar
113,30 a
10,31 b
Buah per pohon
Jumlah
Bobot
TSS
(g)
(brix)
101,97 a
12288,43 a 17,46 a
Tasikmalaya
25,43 c
5,34 c
23,75 c
2328,34 c
15,31 b
Bogor
75,08 b
17,37 a
62,00 b
5137,64 b
15,28 b
Keterangan:
Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT
Produksi manggis asal Purwakarta nyata lebih banyak dari manggis asal
Bogor dan Tasikmalaya yaitu rata-rata 101, 97 buah perpohon sedangkan Bogor
hanya 62 buah dan Tasikmalaya 23,75 buah (Tabel 10). Tingginya produksi
manggis asal Purwakarta disebabkan banyaknya jumlah bungga yang terbentuk,
serta
persentase bunga rontok rendah yaitu 10,31%. Selain itu, manggis
Purwakarta yang produksinya lebih tinggi juga mempunyai konsentrasi hara N, P,
K daunnya yang tinggi. Manggis asal Bogor produksinya rendah disebabkan
43
bunga banyak yang rontok yaitu 17,37% dan konsentrasi hara N, P, K daun yang
tidak mendukung untuk dapat berproduksi optimal. Produksi manggis
Tasikmalaya yang rendah lebih disebabkan karena kondisi tanamam yang lagi
tidak musim raya (off year). Fenomena ini dikenal dengan istilah biennial bearing
yaitu berfluktuasinya panen buah, sehingga ada musim raya yang diikuti dengan
musim kecil pada tahun berikutnya (Liferdi et al. 2000).
Pada tahun berikutnya pengamatan Gunawan (2007) pada pohon yang
sama ternyata produksi manggis Tasikmalaya lebih tinggi dari Bogor tapi tetap
lebih rendah dari Purwakarta. Hal ini sesuai dengan gambaran konsentrasi hara N,
P, K daun dari ketiga lokasi yaitu secara berurutan mulai dari yang paling tinggi
adalah Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor, produksinya juga sama mulai dari
yang paling banyak adalah Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor.
Konsentrasi nitrogen pada bagian-bagian buah mulai dari yang tertinggi
hingga terendah secara berurutan untuk ke tiga lokasi adalah: daging buah, biji,
kelopak+tangkai, dan kulit buah. Konsentrasi hara nitrogen pada kelopak +
tangkai, kulit, daging buah, dan biji nyata berbeda antara ketiga lokasi penelitian
(Tabel 11). Buah asal Tasikmalaya mempunyai konsentrasi nitrogen tertinggi
pada kelopak + tangkai dan biji yaitu masing-masing 1,16% dan 1,50%. Buah asal
Purwakarta mempunyai konsentrasi nitrogen yang tertinggi pada bagian kulit buah
dan daging buah yaitu masing-masing 0,53% dan 1,68%. Tingginya konsentrasi
hara nitrogen pada bagian buah berhubungan erat dengan konsentrasi hara
nitrogen pada daun, dimana konsentrasi nitrogen daun manggis asal Purwakarta
dan Tasikmalaya juga lebih tinggi dari pada manggis asal Bogor (Gambar 2).
Konsentrasi fosfor mulai dari yang tinggi sampai rendah secara berurutan
terdapat pada bagian Biji, daging buah, kelopak+tangkai dan kulit buah, kecuali
untuk Bogor yang tertinggi ditemukan pada kelopak, kemudian daging buah, biji
dan kulit buah. Sedangkan antara lokasi tidak didapatkan perbedaan yang nyata,
kecuali pada biji yaitu Purwakarta dan Tasikmalaya nyata lebih tinggi konsentrasi
fosfornya dari pada Bogor (Tabel 11). Konsentrasi P pada bagian-bagian buah
tidak mencerminkan konsentrasi P pada daun dari ke tiga lokasi. Konsentrasi P
pada daun yang tertinggi adalah daun asal Purwakarta, sedangkan pada buah
hanya pada bagian kulit saja asal Purwakarta yang tertinggi. Konsentrai P pada
44
daging buah dan biji yang tertinggi adalah manggis asal Tasikmalaya dan
konsentrasi P pada tangkai dan kelopak yang tertinggi adalah manggis asal Bogor.
Tabel 11 Konsentrasi N, P, K pada bagian-bagian buah dari tiga sentra produksi
manggis Jawa Barat (Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor)
Kelopak+ Tangkai
Lokasi
Kulit buah
Daging Buah
Biji
N (%)
Purwakarta
1,11 a
0,53 a
1,68 a
1,38 b
Tasikmalaya
1,16 a
0,51 ab
1,62 b
1,50 a
Bogor
0,93 b
0,46 b
1,47 c
0,97 c
Purwakarta
Tasikmalaya
Bogor
0,10 a
0,07 a
0,12 a
0,15 a
0,11 a
0,06 a
0,13 a
0,16 a
0,18 a
0,06 a
0,12 a
0,11 b
Purwakarta
Tasikmalaya
Bogor
0,81 a
0,75 a
0,48 b
0,36 a
0,28 b
0,24 c
1,08 a
0,83 b
0,71 c
0,85 a
0,93 a
0,64 b
P (%)
K (%)
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT
Sedangkan konsentrasi kalium mulai dari yang tertinggi sampai terendah
secara berurutan untuk ke tiga lokasi terdapat pada bagian: daging buah, biji,
kelopak+tangkai, dan kulit buah. Konsentrasi hara kalium pada kulit buah, daging
buah, dan biji nyata berbeda antara ketiga lokasi penelitian, kecuali pada kelopak
+ tangkai antara Purwakarta dan Tasikmalaya tidak nyata (Tabel 11). Buah asal
Purwakarta mempunyai konsentrasi kalium tertinggi pada semua bagian buah,
yaitu 0,81% pada kelopak + tangkai, 0,36% pada kulit buah, 1,08% pada daging
buah dan 0,85% pada biji. Sedangkan konsentrasi kalium terendah dijumpai pada
semua bagian buah asal Bogor yaitu: kelopak + tangkai 0,48%, kulit buah 0,24%,
daging buah 0,71% dan biji 0,64%. Tingginya konsentrasi hara kalium pada
bagian buah berhubungan erat dengan konsentrasi hara kalium pada daun, dimana
konsentrasi kalium daun manggis asal Purwakarta tertinggi dan manggis asal
Bogor terendah.
45
Korelasi konsentrasi N, P, K daun manggis dengan hasil
Hasil korelasi antara konsentrasi N daun umur empat dan lima bulan
dengan produksi (gabungan Purwakarta dan Bogor) mempunyai koefisien korelasi
masing-masing r = 0,82 dan 0,91. Korelasi antara konsentrasi P daun dengan
produksi (data gabungan Purwakarta dan Bogor) mempunyai koefisien korelasi r
= 0,89 untuk daun umur empat bulan dan r = 0,84 untuk daun umur lima bulan.
Sedangkan korelasi konsentrasi K daun umur empat dan lima bulan dengan
produksi mempunyai koefisien korelasi masing-masing yaitu r = 0,83 dan 0,66
(Gambar 4).
16000
16000
y = 20690x - 14989
r = 0.820
14000
12000
10000
Produksi (g)
Produksi (g)
y = 18613x - 12643
r = 0.910
14000
12000
8000
6000
(a)
4000
10000
8000
6000
(b)
4000
2000
2000
0
0.7
0.8
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
0
1.5
0.7
0.8
0.9
Konsentrasi N daun umur 4 bulan (%)
16000
16000
14000
y = 85587x - 1782.4
r = 0.889
14000
Produksi (g)
Produksi (g)
10000
8000
6000
(a)
4000
1.4
1.5
y = 67710x - 41.466
r = 0.842
10000
8000
6000
0.07
0.09
0.11
0.13
0.15
0.17
0.19
0
0.05
(b)
0.21
0.07
0.09
Konsentrasi P daun umur 4 bulan (%)
0.11
0.13
0.15
0.17
0.19
0.21
Konsentrasi P daun umur 5 bulan (%)
16000
y = 18553x - 9179.5
r = 0.826
14000
12000
y = 11418x - 1892
r = 0.663
12000
Produksi (gr)
Produksi (gr)
1.3
2000
0
0.05
10000
8000
6000
(a)
4000
2000
0
0.70
1.2
4000
2000
14000
1.1
12000
12000
16000
1
Konsentrasi N daun umur 5 bulan (%)
10000
8000
6000
(b)
4000
2000
0.80
0.90
1.00
1.10
1.20
Konsentrasi K daun umur 4 bulan (%)
Gambar 4
1.30
1.40
0
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
1.10
1.20
1.30
1.40
Konsentrasi K daun umur 5 bulan (%)
Korelasi antara konsentrasi N, P, K daun (a) umur empat bulan, (b)
umur lima bulan dengan hasil tanaman manggis
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa makin tinggi konsentrasi N, P,
K daun makin besar peluang untuk berproduksi yang lebih banyak. Hal ini juga
dapat dilihat dari Konsentrasi N, P, K daun secara berurutan yang lebih banyak
adalah manggis asal Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor juga mempuyai
produksi dengan urutan yang sama. Analisis daun umur empat dan lima bulan ini
menjadi bermanfaat karena, konsentrasi N, P, K-nya mempunyai korelasi positif
46
dengan produksi tanaman. Dengan kata lain, jika nilai analisis N, P, K daun
rendah maka tanaman akan terhambat atau turun produksinya. Dan sebaliknya bila
nilai analisis N, P, K daun tinggi ini berarti tanaman akan berproduksi maksimum.
Dari korelasi konsentrasi N, P, K daun umur empat dan lima bulan
dengan hasil diketahui bahwa rata-rata koefisien korelasi diatas 0,80 ini berarti
kedua umur daun tersebut dapat digunakan sebagai alat mendiagnosis status hara
N, P, K pada tanaman manggis. Akan tetapi, korelasi konsentrasi N, P, K daun
dengan kandungan N, P, K tanah rata-rata koefisien korelasi adalah 0,75 untuk
daun lima bulan dan 0,69 untuk daun empat bulan.
Konsentrasi N, P, K daun umur lima bulan tidak hanya mempunyai
korelasi yang erat dengan hasil tetapi juga dengan kandungan N, P, K tanah. Lain
hal nya untuk konsentrasi N, P, K daun umur empat bulan yang hanya mempunyai
keeratan dengan hasil. Daun umur lima bulan tersebut dari fisiologinya sudah
termasuh daun dewasa yang
kandungan hara mineralnya sudah stabil, dan
berfungsi sebagai source. Hal ini mirip dengan tanaman jeruk yaitu daun yang
dijadikan daun sampel adalah daun umur empat hingga 6 bulan, karena pada umur
tersebut kandungan N, P, K, Ca, Mg di daun sudah stabil (Hanlon et al. 2002).
Daun terminal
Ujung pucuk tempat
muncul trubus atau bunga
Daun sub-terminal
Gambar 5 Posisi daun umur lima bulan berada pada ujung ranting cabang sebagai
daun terminal
Penghitungan umur daun pada tanaman manggis didasarkan pada
munculnya trubus baru (flush). Trubus tanaman manggis hanya terjadi dua kali
47
dalam setahun, dengan pola pertumbuhan seperti yang dilaporkan oleh Gunawan
(2007) yaitu: trubus, dorman, trubus/bunga, berbuah. Trubus pertama adalah
setelah panen berakhir dan trubus kedua yaitu berbarengan dengan munculnya
bunga. Panen manggis di Leuwiliang Bogor bearkahir bulan Februari, sedangkan
trubus muncul adalah akhir Februari atau awal Maret sehingga pada bulan Juli
daun manggis sudah berumur lima bulan. Dengan demikian, posisi daun umur
lima bulan dipastikan berada pada ujung ranting cabang atau disebut juga sebagai
daun terminal, sedangkan daun yang berada dibawahnya disebut daun subterminal (Gambar 5).
Oleh karena itu, untuk keakuratan pengambilan daun umur lima bulan
perlu dilabel sewaktu trubus baru muncul, karena daun apabila telah mencapai
umur 2 bulan hingga 10 bulan sulit dibedakan baik warna maupun ukurannya.
Jadi pengambilan sampel daun pada tanaman manggis perlu persiapan dan tidak
dapat dilakukan secara survei tiba-taba. Dengan didapatkannya daun umur lima
bulan sebagai alat diagnosis status hara N, P, K pada tanaman manggis maka pada
kegiatan uji kalibrasi selanjutnya hanya daun umur lima bulan yang digunakan.
Simpulan
1. Konsentrasi hara N, P dan K daun mengalami penurunan dengan
bertambahnya umur pada tiga sentra produksi manggis di Jawa Barat
(Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor).
2. Daun yang tepat sebagai alat diagnosis status N, P, K hara pada tanaman
manggis adalah daun umur lima bulan.
3. Konsentrasi hara N, P, dan K pada daun umur lima bulan berkorelasi positif
dengan kandungan N, P dan K dalam tanah.
4. Konsentrasi hara N, P, dan K pada daun umur lima bulan berkorelasi positif
dengan hasil.
UJI KALIBRASI HARA NITROGEN, FOSFOR DAN KALIUM
MENGGUNAKAN ANALISIS JARINGAN DAUN PADA
TANAMAN MANGGIS
(Calibration test of nitrogen nutrient using leaf tissue analysis of mangosteen)
Abstrak
Analisis jaringan daun yang diperoleh dari laboratorium akan mempunyai
arti apabila telah dikalibrasikan dengan hasil tanaman yang dapat dipasarkan.
Studi untuk memberikan nilai agronomi terhadap hasil analisis jaringan daun
dikenal dengan nama uji kalibrasi. Uji ini menentukan hubungan antara nilai
analisis jaringan daun dengan respon tanaman di lapangan. Dengan menggunakan
model regresi data-data dari analisis jaringan daun dapat diinterpretasikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model regresi yang tepat untuk
menentukan status hara N, P, K pada tanaman manggis. Sehingga data analisis
jaringan daun dapat diinterpretasikan apakah status hara N, P, K kategori sangat
rendah, rendah, sedang atau tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa model
regresi yang terbaik antara konsentrasi N, P, K daun umur 5 bulan dengan hasil
adalah kuadratik. Berdasarkan model kuadratik konsentrasi N daun <0,99%
statusnya adalah sangat rendah, 0,99%-<1,35% statusnya adalah rendah, 1,35<2,10% statusnya adalah sedang. Status konsentrasi P daun <0,11% adalah sangat
rendah, 0,11%-<0,21% adalah rendah, dan 0,21-<0,31% adalah sedang.
Konsentrasi K daun <0,69% statusnya adalah sangat rendah, 0,69%-<0,90%
rendah, dan 0,90-<1,12% adalah sedang.
Katakunci: Uji kalibrasi, Analisis daun, status hara N, P, K
Abstract
Laboratory leaf tissue analysis can be used as a guide to diagnose nutritional
status and as a recommendation for fertilizer; if it has been calibrated with marketable
plant yield. Study to determine agronomic values on result of tissue analysis is known as
calibrating test. This test determines the relationship between the results of leaf tissue
analysis and production response and the requirement of plant fertilization. Data of leaf
tissue analysis can be interpreted through a regression model which drawn from those
types of relationship. The aims of this study were to find out an ideal regression model for
estimating nitrogen status on mangosteen plant, so that a given certain leaf tissue analysis
value can be interpreted as “very low”, “low”, “medium”, “high”, or “very high”. The
results of research showed that the best regression model for describing the relation
between concentration of N in leaf of five months age and plant production was quadratic
model. According to this model, the status of leaf with concentration of N less than
0.99% was very low, leaf with concentration of N from 0.99 to 1.35% was low, the status
of leaf with concentration of N from 1.35 to 2.10% was medium, and leaf with
concentration of N >2,10 was very high. The status of leaf with concentration of P less
than 0.11% was very low, leaf with concentration of P from 0.11 to 0,.21% was low, and
the status of leaf with concentration of P from 0.21 to 0.31% was medium. the status of
leaf with concentration of K <0.69% is very low, the status of leaf with concentration of
K 0.69-0.90% is low, the status of leaf with concentration of K 0.90-1.12% is medium.
Keyword: Calibrating test, Leaf analysis, N, P, K status
49
Pendahuluan
Latar Belakang
Setelah mendapatkan daun umur lima bulan sebagai daun yang tepat untuk
mendiagnosis status hara N, P, K pada tanaman manggis, maka nilai indeks
analisis daun tersebut perlu dikalibrasikan dengan hasil yang dapat dipasarkan.
Nilai analisis daun dari daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan respon
tanaman, selanjutnya nilai analisis tersebut dikelompokan kedalam beberapa
kategori respon tanaman. Pengelompokan ini bertujuan untuk memberi
interpretasi angka analisis daun agar lebih bermanfaat. Ketegori respon tanaman
biasanya dikelompokan kedalam ‘sangat rendah’ ‘rendah’ ‘sedang’ ‘tinggi’ dan
‘sangat tinggi’. Kategori respon ‘sangat rendah’ menunjukan bahwa tingkat
konsentrasi unsur di daun hanya mampu mengsuport tanaman untuk berproduksi
lebih kecil dari 50% potensi hasil (50% RY). Kategori ‘rendah’ menghasilkan
50% sampai 75% potensi hasil, ‘sedang’ menghasilkan 75% sampai 100% potensi
hasil. ‘Tinggi’ dan ‘sangat tinggi’ dapat menghasilkan 100% potensi hasil tanpa
adanya penambahan pupuk (Dannke dan Olson 1990).
Penetapan kategori respon mempunyai beberapa manfaat, Yaitu (1)
memberikan makna dari nilai indeks analisis, (2) dapat memprediksi respon
tanaman terhadap pemberian pupuk, dan (3) rekomendasi pemupukan dapat
dibuat berdasarkan kategori respon dimana nilai indeks analisis dikelompokan
(Dahnke dan Olson 1990; Kidder 1993).
Nilai kritis untuk setiap kategori respon dapat ditentukan melalui dua cara.
Pertama, metode Cate dan Nelson metode ini menetapkan batas kritis pada
sekumpulan data hubungan kadar hara dengan hasil relatif. Kumpulan tersebut
dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok ‘sedang’ dan ‘tinggi’. Pisahan
tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas
kritis dari satu kadar hara tanaman. Nilai ini membedakan tanaman yang responsif
terhadap pemupukan (kategori ‘sedang’) dengan tanaman yang tidak respon
terhadap pemupukan (kategori ‘tinggi’).
Pendekatan yang digunakan oleh Cate dan Nelson adalah menggunakan
metode grafik. Cara ini dilakukan dengan memplot titik-titik nilai indeks analisis,
kemudian titik tersebut dibagi kedalam empat kuadran dengan memaksimumkan
50
titik-titik di kuadran kiri bawah dan kuadran kanan atas. Nilai indeks analisis daun
yang berasosiasi dengan perpotongan kedua garis tegak lurus tersebut merupakan
nilai kritis, dimana diatas nilai ini tidak terdapat respon tanaman terhadap
pemupukan. Sedangkan dibawah nilai ini kritis ini tanaman akan menunjukan
respon dengan adanya penambahan pupuk.
Cara kedua untuk menentukan nilai kritis adalah dengan teknik regresi,
dimana teknik ini memungkinkan mengidentifikasi beberapa nilai kritis. Cara ini
dilakukan dengan subtitusi %RY (25%, 50%, 75%, 100%) ke dalam model untuk
memprediksi nilai indeks analisis. Untuk analisis tanah, sudah banyak model yang
dapat digunakan untuk memprediksi nilai kritis, akan tetapi pemilihan model
sangat mempengaruhi hasil nilai kritis indeks tanah (Nelson dan Anderson 1977).
Pada mentimun model logistik lebih sesuai untuk memprediksi respon tanaman
terhadap kandungan K tanah dan pemberian pupuk K dibandingankan model
kuadratik dan linier plateau. Menurut Hochmuth et al. (1993) model linear plateau
lebih sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk P
pada semangka dibandingkan kuadratik.
Oleh karena itu, untuk menyusun rekomendasi pupuk pada tanaman
manggis perlu diketahui kategori status hara pada daun dan model yang sesuai
untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk. Sehingga
rekomendasi pupuk yang tepat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan
hasil secara maksimum. Walaupun biaya untuk analisis hara cukup tinggi, hal ini
dapat ditutupi dengan peningkatan hasil dan kualitas buah serta menghindari
pemborosan akibat kelebihan pupuk. Penambahan pupuk hanya diberikan sesuai
dengan kebutuhan tanaman, diluar kemampuan tanah untuk menyediakannya
(Olson et al. 1982). Berdasarkan pokok-pokok pemikiran tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian agar diketahui status hara sehingga dapat digunakan dalam
membangun rekomendasi pemupukan untuk tanaman manggis.
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan model regresi yang tepat untuk menenentukan status hara N, P,
K pada tanaman manggis
2. Menginterpretasikan status hara N, P, K berdasarkan model yang tepat untuk
tanaman manggis
51
3. Memprediksi kebutuhan pupuk N, P, K untuk mendapatkan hasil maksimum
pada tanaman manggis
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dimulai pada bulan April 2004 sampai bulan April 2006.
Penelitian dilaksanakan di Kebun Manggis Kampung Cengal, Desa Karacak,
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Ketinggian lokasi
780 m dpl. Jenis tanah Ultisol. Sedangkan analisis kimia dilakukan di
Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan aplikasi pupuk dilakukan di Leuwiliang yang merupakan salah
satu sentra produksi dengan tingkat kesuburan tanah dan produksi serta kualitas
buah rendah. Percobaan aplikasi pupuk N, P, K masing-masing dilakukan dalam
percobaan tunggal. Percobaan terdiri atas lima perlakuan yaitu dosis pupuk N, P,
K yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), setiap perlakuan terdiri
atas enam ulangan. Dengan demikian, masing-masing (N, P, K) sebanyak 30
tanaman manggis dewasa (umur lebih kurang 20 tahun dan telah berbuah) yang
relatif seragam digunakan dalam penelitian ini.
Aplikasi Pupuk Nitrogen (N)
Dosis pupuk N yang digunakan terdiri atas lima taraf yaitu tanpa dipupuk
N (No), 300 g N/tanaman/tahun (N1), 600 g N/tanaman/tahun (N2), 900 g
N/tanaman/tahun (N3), 1200 g N/tanaman/tahun (N4), dan pada setiap perlakuan
diberikan pupuk dasar berupa 600 g P205/tanaman/tahun dan 800 g
K2O/tanaman/tahun. Pemupukan diberikan tiga tahap, tahap pertama pada awal
bulan April 2004 saat tanaman selesai dipanen (50%), tahap kedua diberikan pada
awal bulan September 2004 saat menjelang berbunga (20%), sedangkan tahap
ketiga diberikan pada awal bulan Oktober 2004 disaat buah manggis sebesar
kelereng (30%). Pupuk dasar diberikan bersamaan dengan pupuk perlakuan.
Persentase pupuk dasar untuk masing-masing tahap I, II dan III adalah 20%;
60%; dan 20% untuk P205 dan 20%; 30%; dan 50% untuk K2O.
52
Aplikasi Pupuk fosfat (P)
Dosis pupuk P terdiri atas lima taraf: (P0) tanpa pupuk; (P1) 300
g.P2O5/tan/thn; (P2) 600 g.P2O5/tan/thn; (P3) 900 g.P2O5/tan/thn;
(P4) 1200
g.P2O5/tan/thn. Masing-masing dosis pupuk diberikan dalam tiga tahap yaitu:
Tahap I 20% setelah panen; Tahap II 60% sebelum berbunga dan Tahap III 20%
saat pembentukan buah (buah sebesar kelereng). Aplikasi pupuk selain dosis
perlakuan juga diberikan pupuk dasar masing-masing: 600 g.N /tan/thn; dan 800
g.K2O/tan/thn.
Aplikasi Pupuk Kalium (K)
Dosis pupuk K terdiri atas lima taraf, yaitu (K0) tanpa pemupukan; (K1)
400 g.K2O/tan/thn; (K2) 800 g.K2O/tan/thn; (K3) 1200 g.K2O/tan/thn; (K4) 1600
g.K2O/tan/thn. Masing-masing dosis pupuk diberikan dalam tiga tahap yaitu:
Tahap I 20% setelah panen; Tahap II 30% sebelum berbunga dan Tahap III 50%
saat pembentukan buah (buah sebesar kelereng). Aplikasi pupuk selain dosis
perlakuan juga diberikan pupuk dasar masing-masing: 600 g.N /tan/thn; dan 600
g.P2O5/tan/thn.
Cara pemberian dari masing-masing dosis pupuk N, P dan K adalah
ditaburkan dalam lobang kedalaman 20 cm di sekeliling batang. Posisi lobang
berada ditengah-tengah tajuk atau dengan kata lain, seperempat diameter tajuk
dari pangkal batang.
Pengambilan sampel daun
Bahan tanaman yang dijadikan sampel adalah daun umur lima bulan yaitu
daun yang mempunyai koefisien korelasi (r) terbaik antara konsentrasi hara N
daun dengan hasil. Pengambilan sampel daun dilakukan dari empat arah mata
angin (Barat, Timur, Utara dan Selatan) masing-masing dua hingga empat lembar.
Pengambilan daun adalah pada cabang bagian tengah. Daun dari empat arah mata
angin tersebut digabungkan menjadi satu per setiap pohon, kemudian dianalisis
konsentrasi N total dengan mempergunakan metode Semi-mikro Kjeldahl
(Lampiran 1).
53
Pengamatan produksi
Pengamatan saat bunga, ditetapkan saat tanaman mengeluarkan bunga
telah mencapai 50%. Jumlah bunga, yaitu banyaknya bunga yang muncul,
sedangkan jumlah bunga gugur adalah banyaknya bunga yang jatuh. Pengamatan
buah terdiri dari jumlah buah per pohon, bobot per buah, diameter buah dan
bobot buah total per pohon. Kualitas buah, diukur kadar kemanisannya dengan
mempergunakan refraktometer (TSS dalam brix), kandungan hara N pada masingmasing bagian buah (kelopak + tangkai buah, kulit buah, daging buah, dan biji).
Analisis data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila
didapatkan pengaruh yang nyata antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji ortogonal
polinomial. Untuk mengetahui status hara N, P, K dilakukan tahapan kegiatan
sebagai berikut:
1. Menghitung hasil relatif (Relative Yield = % RY) (rata-rata dari setiap
ulangan) sebagai berikut:
Hasil relatif =
Yi
Yi
x100%
Ymaks
= hasil pada perlakuan hara N, P, K ke-i
Ymaks = hasil maksimum pada status hara N, P, K
2. Selanjutnya nilai hasil relatif sebagai dependent variable (Y) dihubungkan
dengan nilai kandungan hara N, P, K daun sebagai independent variable (X)
untuk dianalisis dengan beberapa model regresi (Kuadratik, logistik, linier dan
exsponensial). Model yang mempunyai kriteria terbaik secara statistik akan
dipakai untuk menentukan status hara N, P, K untuk tanaman manggis.
Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk
menghubungkan antara kadar hara N, P, K daun dengan hasil relatif untuk
menentukan status hara. Kidder (1993) membagi ke dalam lima kategori
berdasarkan persentase hasil relatif yaitu: (1) kategori sangat rendah (kurang dari
50% RY), (2) rendah (50-75% RY), (3) cukup (75-100% RY), (4) tinggi (100%
RY) dan (5) sangat tinggi (kurang dari 100% RY).
54
Hasil dan Pembahasan
Respon Tanaman Terhadap Pemupukan N, P, K
Nitrogen tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah bunga,
jumlah bunga dan buah rontok, dan jumlah buah panen per pohon (Tabel 12).
Walaupun tidak memberikan pengaruh yang nyata, pemberian nitrogen cenderung
meningkatkan hasil pada semua parameter pengamatan dibandingkan dengan
kontrol. Semua parameter pengamatan mengalami peningkatan dari tahun pertama
hingga tahun ke kedua. Perlakuan 600 g N/tanaman/tahun pada tahun pertama dan
perlakuan 900 g N/tanaman/tahun pada tahun kedua memberikan jumlah bunga
yang paling tinggi dibandingkan dengan kontrol. Jumlah bunga perlakuan 600 g
N/tanaman/tahun tahun pertama adalah 47,67, sedangkan perlakuan 900 g
N/tanaman/tahun pada tahun kedua adalah 96,39. Jumlah bunga kontrol tahun
pertama adalah 30,00, sedangkan pada tahun kedua adalah 69,19.
Tabel 12 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah bunga, jumlah bunga &
buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis
Perlakuan
nitrogen
Jumlah bunga
Bunga dan buah rontok
Jumlah buah
panen
Tahun I
Tahun II
Tahun I
Tahun II
Tahun I
Tahun II
0g
30,00
69,19
8,67
11,53
21,33
57,66
300 g
39,33
73,16
7,34
11,16
32,00
62,00
600 g
47,67
87,78
9,66
12,12
38,01
75,66
900 g
37,00
96,39
7,33
15,39
29,67
81,00
1200 g
41,33
71,84
10,51
10,41
30,82
61,33
Jumlah bunga dan buah yang rontok meningkat pada tahun kedua daripada
tahun pertama pada semua perlakuan nitrogen. Banyaknya bunga dan buah yang
rontok pada tahun kedua disebabkan jumlah bunga dan buah pada tahun kedua
juga lebih banyak daripada tahun pertama. Walaupun jumlah bunga dan buah
yang rontok pada tahun kedua lebih banyak daripada tahun pertama, akan tetapi
persentase jumlah bunga dan buah yang rontok lebih kecil yaitu berkisar hanya
13,15-16,66% sedangkan pada tahun pertama berkisar 18,66-28,90% (Tabel 12).
55
Sebagian besar bunga dan buah gugur saat 1-8 MSA (Minggu setelah
Anthesis). Kerontokan bunga dan buah ini diduga tidak dipengaruhi oleh
perlakuan nitrogen tetapi dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi pada bulan
pembungaan dan awal perkembangan buah yaitu 480 mm pada bulan November
2004 dan 227 mm pada bulan Desember 2004 (Lampiran 4). Hal ini diperkuat
dengan pernyataan Rai (2004) bahwa konsentrasi N pada daun tidak
mempengaruhi gugurnya bunga atau buah. Poerwanto (2003) juga menyatakan,
kerontokan buah dan bunga disebabkan oleh pengaruh hujan, kering, panas
ekstrim dan kompetisi di antara organ yang berkembang.
Jumlah buah lebih banyak pada tahun kedua daripada tahun pertama pada
semua perlakuan nitrogen. Banyaknya buah pada tahun kedua disebabkan jumlah
bunga pada tahun kedua juga lebih banyak daripada tahun pertama dan rendahnya
persentase bunga yang rontok. Rata-rata jumlah buah panen pada tahun pertama
adalah 21,33-38,01 buah, atau dengan kata lain 71,10-81,36% buah jadi. Pada
tahun kedua, jumlah buah panen adalah 57,66-81,00 buah yaitu sama dengan
83,33-86,19% buah jadi. Persentase buah jadi tertinggi tahun pertama diperoleh
pada perlakuan 300 g N/tanaman/tahun sedangkan tahun kedua didapatkan pada
perlakuan 600 g N/tanaman/tahun (Tabel 12). Menurut Ryugo (1988) produksi
buah per musim dibatasi oleh (1) jumlah kuncup bunga yang berdiferensiasi; (2)
kuncup yang mengembang dan menuju anthesis (3) bunga yang kemudian mekar
dan mengalami perkembangan menjadi buah matang.
Nitrogen memberikan pengaruh nyata terhadap Total Padatan Terlarut
(TPT)/Total Souble Solid (TSS), sedangkan terhadap bobot buah, dan persentase
edibel tidak nyata. Meskipun demikian, baik perlakuan 900 g N/tanaman/tahun
maupun perlakuan 1200 g N/tanaman/tahun memberikan hasil cenderung lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol pada semua parameter pengamatan. Perlakuan
900 g N/tanaman/tahun memberikan hasil yang lebih tinggi daripada perlakuan
1200 g N/tanaman/tahun (Tabel 13).
Peningkatan bobot buah dan bagian buah yang dapat dimakan (edibel)
pada tahun kedua, hal ini disebabkan adanya kemungkinan efek
residu
pemupukan tahun pertama. Tanaman manggis yang digunakan tidak dipelihara
secara intensif dan usaha pemupukan jarang dilakukan. Karena tanaman manggis
56
ini tidak pernah mendapatkan hara di sekitar top soil menyebabkan sistem
perakaran menjadi terlalu dalam. Akibatnya sebagian hara yang diberikan pada
daerah top soil (berkisar 20-30 cm saja dari permukaan tanah) tidak dapat
langsung digunakan oleh tanaman karena belum mencapai perakaran. Peningkatan
bobot buah dan bagian buah yang dapat dimakan (edibel) pada tanaman kontrol
tahun kedua disebabkan tanaman ini mendapat pupuk dasar P dan K baik tahun
pertama maupun tahun kedua. Dengan demikian, peningkatan ini berarti telah
tergolong pada mutu I berdasarkan standar SNI dengan diameter berkisar 55-65
mm atau mutu sedang menurut standar mutu Malaysia dengan bobot 100-119
g/buah.
Tabel 13 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap bobot buah, bagian buah yang
dapat dimakan (edibel) dan total padatan terlarut (TSS) pada tanaman
manggis
Perlakuan
N
Bobot buah
(g)
Edibel
(%)
Total padatan terlarut
(TSS) (Brix)
Tahun I
Tahun II
Tahun I
Tahun II
Tahun I
Tahun II
0g
72,28
104,82
29,31
35,57
15,96
14,87
300 g
83,20
107,75
33,21
40,07
16,42
15,43
600 g
69,64
108,36
27,01
34,75
17,01
15,92
900 g
97,69
112,96
27,06
35,21
15,50
15,26
1200 g
95,89
101,46
32,08
40,21
15,46
14,89
Secara umum produktivitas dan kualitas buah manggis di Leuwiliang
Bogor tergolong rendah bila dibandingkan dengan sentra produksi manggis
lainnya di Jawa Barat seperti Purwakarta dan Tasikmalaya. Hal ini juga
dibenarkan oleh Setiawan et al. (2006) bahwa manggis asal Leuwiliang Bogor
produktivitasnya rendah dan sebagian besar berkualitas jelek atau afkir.
Rendahnya produktivitas dan kualitas buah ini salah satunya berhubungan dengan
status hara daun. Status hara N, P dan K daun manggis asal Leuwiliang tergolong
sangat rendah.
Fosfor
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian pupuk fosfor secara
nyata meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah pada tahun kedua, sedangkan
57
pada tahun pertama belum terlihat responnya. Jumlah bunga dan jumlah buah
tahun kedua meningkat secara linear. Banyaknya jumlah bunga yang rontok pada
tahun kedua disebabkan jumlah bunga yang terbentuk juga banyak, padahal secara
persentase peningkatan dosis pupuk fosfor menurunkan kerontokan bunga
manggis (Tabel 14).
Bila dibandingkan antar perlakuan maka pemberian 600, 900, dan 1200 g
P2O5/tanaman/tahun nyata meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah
dibanding kontrol dan perlakuan 300 g P2O5/tanaman/tahun pada tahun kedua.
Pemberian 900 g P2O5/tanaman/tahun memberikan hasil paling tinggi terhadap
jumlah bunga baik tahun pertama maupun tahun kedua yaitu masing-masing
sebanyak 138,5 dan 151 kuncup bunga. Jumlah buah terbanyak pada tahun
pertama didapatkan pada perlakuan 1200 g P2O5/tanaman/tahun, sedangkan pada
tahun kedua pada perlakuan 900 g P2O5/tanaman/tahun yaitu masing-masing 105
buah dan 128 buah (Tabel 14).
Tabel 14 Pengaruh pemberian fosfor terhadap jumlah bunga, jumlah bunga &
buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis
Perlakuan
Jumlah bunga
Bunga & buah rontok
Jumlah buah
P2O5
Tahun I
Tahun II
Tahun I
Tahun II
Tahun I
Tahun II
0g
73,50
90,00
16,00
20,00
57,50
70,00
300 g
75,50
101,00
17,75
20,75
62,00
80,25
600 g
108,25
123,25
17,75
29,25
90,50
94,00
900 g
138,5
151,00
23,50
32,25
100,00
128,00
1200 g
127,50
139,00
22,50
31,00
105,00
118,00
ns
*
ns
**
ns
**
F test:
L*
L*
L*
Pola respon:
Keterangan: Uji F untuk melihat respon tanaman manggis akibat pemupukan P;
Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf
uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata
Jumlah bunga dan buah yang rontok tidak berbeda nyata antara satu
perlakuan dengan perlakuan lainnya pada tahun pertama. Namun demikian ada
peningkatan pada tahun kedua dibandingkan tahun pertama dan peningkatan juga
terjadi dengan meningkatnya dosis perlakuan fosfor. Meningkatnya jumlah bunga
dan buah yang rontok lebih disebabkan karena lebih banyaknya bunga yang
58
terbentuk. Padahal persentase bunga dan buah yang rontok berkurang dengan
pemberian pupuk P. Dengan demikian pemberian pupuk P dapat menghambat
terjadinya peningkatan jumlah bunga dan buah rontok.
Terjadinya peningkatan jumlah buah akibat pemberian fosfor tidak
terlepas dari peranan fosfor itu sendiri. Fosfor adalah hara makro esensial yang
memegang peranan penting dalam berbagai proses seperti, fotosintesis, asimilasi,
dan respirasi oleh karena itu ketersediannya sangat menentukan pertumbuhan dan
hasil tanaman. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa
penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH, dan senyawa
sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner et al. 1985). Thompson dan
Troeh (1978) juga melaporkan bahwa fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk
pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat
batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu
dalam pembentukan bunga, memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan
hama dan penyakit.
Tabel 15 Pengaruh pemberian fosfor terhadap bobot buah, kemulusan dan total
larutan terlarut (TSS) pada tanaman manggis
Perlakuan
P2O5
Bobot buah
(g)
Tahun I
Tahun II
Kemulusan
(%)
Tahun I
Tahun II
TSS
(Brix)
Tahun I
Tahun II
0g
83,10
99,06
78,75
92,50
16,25
14,83
300 g
87,25
104,83
91,25
96,25
16,72
15,40
600 g
90,30
119,76
85,00
93,75
16,75
14,75
900 g
89,50
134,47
85,00
91,25
16,95
15,50
1200 g
91,43
149,15
85,83
93,75
16,30
15,50
ns
**
*
Ns
ns
ns
F test:
L*
L*
Pola respon:
Keterangan: Uji F untuk melihat respon tanaman manggis akibat pemupukan P;
Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf
uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata
Fosfor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot buah pada tahun
pertama, sedangkan pada tahun kedua sangat nyata meningkatkan bobot buah.
Pola peningkatan bobot buah adalah secara linear. Pada tahun pertama walaupun
tidak berbeda nyata tetapi ada kecenderungan bobot meningkat dengan
59
meningkatnya pemberian fosfor. Bobot buah berkisar 83.10 sampai 91.43 g pada
tahun pertama dan 99,06 hingga 149,15 g pada tahun kedua. Pemupukan 1200 g
P2O5/tanaman/tahun memberikan bobot buah terberat baik tahun pertama maupun
tahun kedua yaitu masing-masing 91,43 dan 149,15 (Tabel 15).
Bobot buah manggis pada tahun pertama yang berkisar 83,10 hingga
91,43 g belum memenuhi standar mutu buah manggis. Menurut Yuniarti dan
Purnomo (1999) standar mutu buah manggis menurut minat konsumen adalah
berukuran besar (100 g/buah), warna kulit merah hitam mengkilap, daging buah
tebal dan putih bersih, porsi buah enak dimakan 55,5%, rasanya manis (kadar gula
8,5%), sedikit asam (kadar asam 0,4%) dengan getah dan air sedikit. Sedangkan
pada tahun kedua peningkatan bobot buah yang berkisar 100 g/buah ini berarti
telah terjadi peningkatan mutu menjadi golongan mutu I berdasarkan standar SNI
dengan diameter berkisar 55-65 mm atau mutu sedang menurut standar mutu
Malaysia dengan berat 100-119 g/buah.
Kalium
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian pupuk kalium pada
tanaman manggis secara nyata meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah, baik
pada tahun pertama maupun pada tahun kedua. Jumlah bunga tanaman manggis
meningkat dengan meningkatnya penambahan pupuk kalium secara kuadratik
pada tahun pertama dan linear pada tahun kedua. Pola yang sama juga ditemukan
pada peningkatan buah baik tahun pertama maupun tahun kedua. Sementara itu,
kerontokan bunga dan buah tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk kalium, baik
pada tahun pertama maupun pada tahun kedua. (Tabel 16).
Bila dibandingkan antar perlakuan maka pemberian 800, dan 1200 g
K2O/tanaman nyata meningkatkan jumlah bunga dibanding kontrol pada tahun
pertama. Pada tahun kedua hanya pemberian kalium 1200 g K2O/tanaman/tahun
yang nyata berbeda dengan perlakuan lainya. Pemberian 800 g K2O/tanaman
memberikan hasil paling tinggi terhadap jumlah bunga pada tahun pertama yaitu
sebanyak 69 buah, sedangkan pada tahun kedua jumlah bunga terbanyak
didapatkan pada perlakuan 1200 g K2O/tanaman/tahun yaitu 202 bunga per pohon
(Tabel 16).
60
Meskipun, jumlah bunga dan buah rontok cenderung meningkat dengan
meningkatnya pemberian kalium pada tahun pertama dan tahun kedua. Akan
tetapi, persentase bunga dan buah yang rontok berkurang dengan pemberian
pupuk K. Meningkatnya jumlah bunga dan buah yang rontok lebih disebabkan
karena banyaknya bunga yang terbentuk. Dengan demikian pemberian pupuk K
dapat menghambat terjadinya peningkatan jumlah bunga dan buah rontok. Hal ini
sama dengan yang disampaikan oleh Sutejo (1987), yaitu kalium berperan
mencegah daun, bunga, dan buah tidak gampang rontok, memperbaiki ukuran dan
kualitas buah dan menambah rasa manis pada buah.
Tabel 16 Pengaruh pemberian kalium terhadap jumlah bunga, jumlah bunga &
buah rontok dan jumlah buah panen per pohon pada tanaman manggis
selama dua musim
Jumlah bunga
Bunga & buah rontok
Jumlah buah
Perlakuan
K2O/tan/thn
Tahun I
Tahun II
Tahun I
Tahun II
Tahun I
Tahun II
0g
35,25
125.00
14,50
25.00
20,75
100,00
400 g
45,00
156.25
15,00
19.50
30,00
136,75
800 g
69,25
163.25
22,75
30.25
46,50
133,00
1200 g
67,00
201.75
25,50
30.25
41,50
171,50
1600 g
59,25
165.25
22,25
27.25
37,00
138,00
F test:
*
*
ns
ns
*
*
Pola respon:
Q*
L*
-
-
Q*
L*
Keterangan: Uji F untuk melihat respon tanaman manggis akibat pemupukan K;
Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf
uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata
Terjadinya peningkatan jumlah buah akibat pemberian kalium tidak
terlepas dari peranan kalium itu sendiri. kalium adalah hara makro esensial yang
memegang peranan penting dalam berbagai proses seperti fotosintesis. Kalium
dapat meningkatkan laju fotosintesis, sehingga dapat meningkatkan kandungan
fotosintat yang diperlukan tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangan organ
reproduktif. Tisdale et al., (1985) menyatakan kalium memainkan peran penting
dalam fotosintesis dimana lebih dari 50% dari total unsur ini pada daun
terkonsentrasi di kloroplas. Tanaman juga memerlukan kalium untuk produksi
molekul fosfat berenergi tinggi (ATP) pada proses fotosintesis dan respirasi. ATP
ini digunakan sebagai sumber energi dalam asimilasi karbondioksida menjadi gula
61
selama fotosintesis. Gula hasil fotosintesis ini akan di transportasikan ke organ
tanaman untuk digunakan dalam pertumbuhan atau disimpan oleh tanaman.
Kalium tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot buah, baik tahun
pertama maupun pada tahun kedua. Akan tetapi, ada kecenderungan peningkatan
bobot buah dari tahun pertama ke tahun kedua untuk semua perlakuan. Pada tahun
kedua bobot buah cenderung meningkat dengan pemberian kalium. Bobot buah
berkisar 73.8 sampai 84.6 gram pada tahun pertama dan 102,86 hingga 123,71
gram pada tahun kedua. Pemupukan 1600 g K2O/tanaman/tahun memberikan
bobot buah terberat yaitu 84.6 gram pada tahun pertama dan perlakuan 1600 g
K2O/tanaman/tahun yaitu 123,71 g pada tahun kedua (Tabel 17).
Tabel 17
Perlakuan
K2O
Pengaruh pemberian kalium terhadap bobot buah, kemulusan
buah dan total padatan terlarut (TSS) pada tanaman manggis
Bobot buah
(g)
Kemulusan buah
(%)
Total padatan terlarut
(Brix)
Tahun I
Tahun II
Tahun I
Tahun II
Tahun I
Tahun II
0g
82,45
104,52
82,25
85,21
15,38
14,5
400 g
81,05
102,86
84,50
89,36
15,73
15,25
800 g
73,53
117,39
88,00
92,13
15,65
16,25
1200 g
77,75
123,71
85,00
93,02
15,23
16,75
1600 g
84,75
123,02
87,25
92,15
15,22
16,75
F test:
ns
ns
ns
ns
ns
**
Pola
L*
respon:
Keterangan: Uji F untuk melihat respon tanaman manggis akibat pemupukan K;
Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf
uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata
Bobot buah manggis pada tahun pertama yang berkisar 73.8 sampai 84.6
gram belum memenuhi standar mutu buah manggis. Sedangkan bobot buah tahun
kedua masuk grade A hingga super berdasarkan standar SNI 0-13211-1992 dan
ukuran D menurut standar Codex 204-1997. Menurut Yuniarti dan Purnomo
(1999) standar mutu buah manggis menurut minat konsumen adalah berukuran
besar (100 g/buah), warna kulit merah hitam mengkilap, daging buah tebal dan
putih bersih, porsi buah enak dimakan 55,5%, rasanya manis (kadar gula 8,5%),
sedikit asam (kadar asam 0,4%) dengan getah dan air sedikit.
62
Kalium tidak memberikan pengaruh nyata terhadap Total Padatan Terlarut
(TSS) pada tahun pertama akan tetapi terjadi peningkatan secara nyata pada tahun
kedua. TSS buah manggis pada tahun pertama berkisar 15.22 sampai 16.23 oBrix
dan pada tahun kedua berkisar 14,5-16,75 oBrix. Pemupukan 800 g K2O/tanaman
memberikan hasil yang nyata lebih tinggi terhadap TSS buah yaitu 16.25 oBrix
dibanding kontrol dan perlakuan 400 g K2O/tanaman/tahun (Tabel 17). Hal yang
sama juga disampaikan oleh Embleton (1973) bahwa pemberian kalium
meningkatkan rasa manis pada buah jeruk.
Secara umum persentase kemulusan buah tergolong rendah, dimana ratarata tingkat kemulusan buah adalah 85% pada tahun pertama dan 90,37% pada
tahun kedua. Namun demikian pemberian pupuk P dan K telah menyebabkan
perbaikan kemulusan pada tahun kedua dibandingkan tahun pertama. Rendahnya
persentase kemulusan buah ini berkaitan dengan munculnya getah kuning dan
burik pada buah. Getah kuning pada buah manggis sampai saat ini masih menjadi
penyebab utama rendahnya kualitas buah manggis. Getah kuning dan burik
membuat penampakan buah kurang menarik dan rasanya pahit. Penyebab utama
munculnya getah kuning dan burik sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Tirtawinata (2002) menyatakan bahwa terjadinya burik pada buah manggis
kemungkinan dapat disebabkan gesekan antara buah atau buah dengan daun pada
saat buah masih muda yang kemudian meninggalkan luka dan ikut membesar
seiring pertambahan ukuran buah. Terjadinya luka akibat gesekan buah dengan
daun atau buah dengan ranting pohon. Kemungkinan lain adalah, tanaman yang
digunakan kurang dipelihara secara intensif, tanaman terlalu rimbun dan banyak
ditemukan cabang-cabang negatif.
Produktivitas dan kualitas buah manggis di Leuwiliang Bogor secara
umum tergolong rendah bila dibandingkan dengan sentra produksi manggis
lainnya di Jawa Barat seperti Purwakarta dan Tasikmalaya. Hal ini juga
dibenarkan oleh Setiawan et al. (2006) bahwa manggis asal Leuwiliang Bogor
produktivitasnya rendah dan sebagian besar berkualitas jelek atau afkir.
Rendahnya produktivtas dan kualitas buah ini salah satunya berhubungan dengan
status hara daun. Status hara N, P dan K daun manggis asal Leuwiliang tergolong
sangat rendah.
63
Sementara itu, menurut Setiawan et al. (2006) produktivitas buah manggis
dipengaruhi oleh perbedaan antar sektor percabangan. Posisi muncul bunga dan
buah tertinggi dihasilkan oleh percabangan di sektor tengah dalam, sedangkan
sektor percabangan tengah luar dan kanopi bagian atas banyak menghasilkan
tunas vegetatif.
Konsentrasi N,P,K pada Jaringan Manggis Akibat Pemberian Pupuk N,P,K
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian pupuk nitrogen sangat
nyata meningkatkan konsentrasi N pada daun dan organ bagian-bagian buah
kecuali pada kulit buah tahun kedua yang hanya nyata. Konsentrasi N pada daun
dan organ bagian-bagian buah meningkat dengan pola secara linear baik tahun
pertama maupun tahun kedua. Pola serapan kuadratik hanya ditemukan pada
konsentrasi N daun tahun pertama. Konsentrasi nitrogen tertinggi dijumpai pada
daging buah, kemudian pada biji, kulit buah dan daun (Tabel 18).
Tabel 18 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap konsentrasi nitrogen pada daun, kulit
buah, daging buah, dan biji selama dua kali panen pada tanaman manggis
Perlakuan
N
0g
300 g
600 g
900 g
1200 g
F test:
Pola
respon:
Keterangan:
Daun
Tahun
I
Tahun
II
Konsentrasi nitrogen (%)
Kulit buah
Daging buah
Tahun
I
Tahun
II
Tahun
I
Tahun
II
Biji
Tahun
I
Tahun
II
0,72
0,74
0,67
0,94
1,32
1,54
1,25
1,50
0,80
0,84
0,72
1,98
1,40
1,60
1,33
1,54
0,94
0,92
0,80
1,10
1,54
1,72
1,42
1,57
0,94
1,00
0,83
1,15
1,72
1,81
1,52
1,62
0,96
1,11
0,89
1,14
1,80
1,86
1,54
1,63
**
**
**
*
**
**
**
**
L**
L**
L**
L*
L**
L**
L**
L**
Q*
Uji F untuk melihat tanaman bibit manggis akibat pemupukan N;
Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf
uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata
Konsentrasi N yang tinggi pada bagian-bagian buah dibandingkan dengan
daun menyebabkan kehilangan N akibat panen yang tidak dikembalikan lagi ke
tanah. Sementara itu, N yang dikembalikan ke tanah melalui sisa-sisa tanaman
seperti daun yang rontok hanya sedikit sekali, karena umumnya daun yang rontok
adalah daun tua yang kandungan N-nya rendah. Pada penelitian tahun pertama
diketahui bahwa makin tua umur daun makin berkurang kandungan N-nya. Oleh
karena itu, penambahan unsur N merupakan suatu keharusan bila tidak tersedia
64
dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman agar dapat berproduksi optimal
pada periode berikutnya.
Fosfor
Konsentrasi fosfor pada daun, kulit buah, daging buah dan biji mengalami
peningkatan dari tahun pertama hingga tahun kedua. Peningkatan dosis perlakuan
fosfor, nyata meningkatkan konsentrasi fosfor pada masing-masing parameter
pengamatan dibandingkan kontrol baik tahun pertama maupun pada tahun kedua,
kecuali pada kulit buah tahun pertama tidak nyata. Pola peningkatan konsentrasi
fosfor tersebut pada setiap parameter pengamatan adalah linear.
Konsentrasi
fosfor tertinggi secara berurutan dijumpai pada biji, daging buah, kulit buah dan
daun (Tabel 19).
Tabel 19 Pengaruh pemberian fosfor terhadap konsentrasi fosfor pada daun, kulit buah,
daging buah, dan biji tanaman manggis selama dua kali panen
Perlakuan
P2O5
0g
300 g
600 g
900 g
1200 g
F test
Pola
respon:
Daun
Tahun
I
0,08
0,10
0,13
0,14
0,17
F**
L**
Tahun
II
0,10
0,14
0,17
0,20
0,24
F**
L**
Konsentrasi fosfor (%)
Kulit buah
Daging buah
Tahun
I
0,14
0,17
0,18
0,18
0,19
ns
-
Tahun
II
0,09
0,11
0,12
0,14
0,15
F**
L**
Tahun
I
0,26
0,28
0,29
0,29
0,32
F**
L**
Tahun
II
0,14
0,17
0,22
0,25
0,30
F**
L**
Biji
Tahun
I
0,21
0,22
0,23
0,24
0,26
F**
L**
Tahun
II
0,30
0,34
0,34
0,35
0,35
F**
L**
Keterangan: Uji F untuk melihat tanaman bibit manggis akibat pemupukan P;
Pola respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf
uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata
Konsentrasi P yang tinggi pada bagian-bagian buah dibandingkan dengan
daun menyebabkan kehilangan P akibat panen yang tidak dikembalikan lagi ke
tanah. Sementara itu, P yang dikembalikan ke tanah melalui sisa sisa tanaman
seperti daun yang rontok hanya sedikit sekali, karena umumnya daun yang rontok
adalah daun tua yang kandungan P-nya rendah. Pada penelitian tahun pertama
diketahui bahwa makin tua umur daun makin berkurang kandungan Pnya. Oleh
karena itu, penambahan unsur P merupakan suatu keharusan bila tidak tersedia
dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman agar dapat berproduksi optimal
pada periode berikutnya
65
Konsentrasi P dalam jaringan daun dapat dijadikan indikator untuk menilai
kondisi hara P yang tersedia bagi tanaman. Persentase konsentrasi hara P daun
terlihat meningkat dari tahun pertama ke tahun kedua. Tahun pertama berkisar
0,08 hingga 0,17% dan tahun kedua 0,11 hingga 0,24%. Sedangkan konsentasi P
pada kulit buah tahun pertama berkisar 0,13 hingga 0,19%, dan tahun kedua 0,09
hingga 0,15%. Konsentrasi P pada daging buah (aril) tahun pertama berkisar 0,26
hingga 0,32% dan tahun kedua berkisar 0.14 hingga 0,17%. Konsentrasi P pada biji
tahun pertama berkisar 0,21 hingga 0,26% dan tahun kedua berkisar 0,30 sampai
0,35% (Tabel 19).
Kalium
Konsentrasi kalium pada daun dan kulit buah mengalami peningkatan
secara linear dengan meningkatnya pemberian pupuk kalium baik pada tahun
pertama maupun tahun kedua. Sedangkan konsentrasi kalium pada daging buah
meningkat sejalan dengan meningkatnya pemberian pupuk kalium dengan pola
respon linear dan kuadratik, begitu juga dengan konsentrasi K pada biji pada
tahun kedua (Tabel 20).
Tabel 20 Pengaruh pemberian kalium terhadap konsentrasi kalium pada daun,
kulit buah, daging buah, dan biji manggis selama dua kali panen
Perlakuan
K2O
0g
400 g
800 g
1200 g
1600 g
Konsentrasi kalium (%)
Kulit buah
Daging buah
Daun
Tahun
I
0,48
0,54
0,63
0,67
0,75
Tahun
II
0,61
0,68
0,75
0,84
0,90
Tahun
I
0,33
0,41
0,45
0,46
0,56
Tahun
II
**
L**
**
L**
**
L**
**
L**
Q**
F test:
Pola
respon:
0,68
1,04
1,08
1,15
1,19
Biji
Tahun
I
0,84
0,90
0,96
1,11
1,19
Tahun
II
Tahun I
Tahun
II
1,19
1,37
1,41
1,45
1,52
0,98
1,04
1,01
1,00
1,02
0,98
1,22
1,26
1,27
1,31
**
L**
**
L**
Q*
ns
-
**
L**
Keterangan: Uji F untuk melihat respon bibit manggis akibat pemupukan K; Pola
respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji
5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata
Keeratan hubungan peningkatan dosis K dengan peningkatan konsentrasi
K pada jaringan tanaman tidak terlepas dari peranan K itu sendiri dalam
metabolisme tanaman. Kalium berfungsi mengatur ketersediaan air pada tanaman,
hal
tersebut
berhubungan
dengan
pembukaan
dan
penutupan
stomata
66
(Leiwakabessy 1998). Pemberian kalium dapat merangsang membukanya stomata
sehingga meningkatkan laju transpirasi. Traspirasi adalah hilangnya air dalam
bentuk uap air dari tubuh tumbuhan yang sebagian besar berlangsung melalui
daun lewat stomata. Tjondronegoro et al. (1999) menyatakan pada stomata yang
terbuka kandungan ion K+ meningkat, sebaliknya jika stomata menutup,
kandungan ion K+ menurun. Transpirasi mempunyai pengaruh baik bagi
pertumbuhan tanaman dalam mempertahankan suhu di bawah tingkat yang
mematikan dan meningkatkan absobrsi air oleh akar sehingga juga berpengaruh
terhadap peningkatan laju absorbsi hara mineral. Proses ini biasanya berlangsung
secara pasif.
Kalium dapat meningkatkan laju fotosintesis, sehingga dapat meningkatkan
kandungan fotosintat yang diperlukan tanaman dalam pertumbuhan dan
perkembangan organ reproduktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tisdale et al.,
(1985) bahwa kalium memainkan peran penting dalam fotosintesis dimana lebih
dari 50% dari total unsur ini pada daun terkonsentrasi di kloroplas. Pemberian
kalium akan meningkatkan laju fotosintesis sehingga
dapat meningkatkan
kandungan fotosintat pada tanaman. Gula hasil fotosintesis ini juga akan di
transportasikan ke akar, sehingga akar akan lebih aktif menyerap hara lainnya.
Proses ini biasanya berlangsung secara aktif.
Interpretasi Status Konsentrasi N, P, K pada Daun Tanaman Manggis
Hubungan konsentrasi N, P, K daun dengan hasil relatif pada tahun
pertama tidak nyata, nilai r kurang dari 0,5. Akan tetapi pada tahun kedua terjadi
peningkatan respon hasil relatif sehingga berkorelasi positif dengan konsentrasi N
daun. Hal ini terlihat dari nilai r model regresi linear dan model regresi kuadratik
rata diatas 0,6 sedangkan model regresi logistik dan eksponesial nila r-nya lebih
rendah kecuali pada K.
Dari empat model regresi yang digunakan untuk melihat keeratan
hubungan antara konsentrasi hara N daun dengan hasil relatif pada tanaman
manggis, maka model kuadratik adalah yang mempunyai nilai R2 terbesar yaitu
0,456 atau nilai r = 0,676. Akan tetapi tiga model lainnya yaitu linear, logistik,
dan exponensial nilai r lebih kecil dari model kuadratik (Gambar 6 dan Tabel 21).
67
Berdasarkan nilai r maka model kuadratik adalah model yang paling tepat
untuk menentukan status hara nitrogen pada tanaman manggis. Model ini selain
nilai r lebih besar daripada model-model yang lain tetapi juga didukung logika
ilmu pemupukan yaitu peningkatan pemberian unsur hara akan meningkatkan
hasil hingga kebutuhan tanaman terpenuhi. Pemberian hara berlebihan dari
kebutuhan tanaman tidak akan meningkatkan hasil bahkan dapat menurunkan
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
y = 78.416x - 28.848
R2 = 0.4516
A
y = -36.125x 2 + 154.27x - 67.24
R2 = 0.4564
0.6
0.7
0.8
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Produksi relatif (%)
Produksi relatif (%)
hasil karena kelebihan hara tersebut.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1.6
y = 8.2606e1.6836x
R2 = 0.4156
B
y = 79.978Ln(x) + 50.982
R2 = 0.4559
0.6
0.7
0.8
0.9
Konsentrasi N daun (%)
y = 262.45x + 19.921
R2 = 0.4934
A
50
40
30
y = -833.4x 2 + 531.73x + 0.4161
R2 = 0.5079
20
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
Produksi relatif (%)
Produksi relatif (%)
60
10
1.4
1.5
1.6
70
60
B
50
40
30
y = 26.183e5.0209x
R2 = 0.4086
20
10
0
0.05
0.3
0.1
0.15
Konsentrasi P daun (%)
0.2
0.25
0.3
Konsentrasi P daun (%)
110
110
A
y = 118.46x - 32.37
R2 = 0.4149
100
90
Produksi relatif (%)
Produksi relatif (%)
1.3
80
70
80
70
60
50
40
30
y = 4.1985x 2 + 112.65x - 30.429
R2 = 0.4149
20
10
0
0.45
1.2
y = 38.996Ln(x) + 135.51
R2 = 0.505
90
80
100
90
1.1
100
100
90
1
Konsentrasi N daun (%)
0.5
0.55
0.6
0.65
0.7
0.75
Konsentrasi K daun (%)
0.8
0.85
0.9
0.95
B
y = 78.956Ln(x) + 79.973
R2 = 0.409
80
70
60
50
40
30
y = 7.0802e2.6502x
R2 = 0.442
20
10
0
0.45
0.5
0.55
0.6
0.65
0.7
0.75
0.8
0.85
0.9
0.95
Konsentrasi K daun (%)
Gambar 6 Hubungan konsentrasi N, P, K daun dengan hasil relatif tanaman
manggis menggunakan empat model regresi (A) model linear dan
kuadratik (B) logistik dan eksponensial
Model yang mempunyai nilai R2 terbesar untuk P adalah kuadratik yaitu
0,508 atau nilai r = 0,713. Model regresi kuadratik merupakan model yang paling
terbaik untuk mengambarkan hubungan konsentrasi hara P daun dengan hasil
relatif. Sedangkan untuk K model eksponensial mempunyai nilai R2 terbesar yaitu
0,442 atau nilai r = 0,665.
Meskipun nilai R2 terbesar didapatkan pada model regresi eksponensial ini
tidak berarti bahwa model ini cocok digunakan selamanya untuk memprediksi
68
status hara tanaman manggis. Besarnya nilai R2 model ini lebih disebabkan
terbatasnya data yang tersedia. Selain itu, juga terkait dengan sifat unsur K itu
sendiri yang cenderung dikonsumsi berlebihan oleh tanaman (Lux comsumption).
Secara logika dan ilmu pengetahuan, hasil tanaman akan berhenti pada batas
maksimum, walaupun konsentrasi hara pada daunnya tetap naik.
Tabel 21 Hubungan antara hasil relatif tanaman manggis dengan konsentrasi N,
P dan K daun berdasarkan beberapa persamaan regresi
Unsur Model Regresi
N
Linear
Kuadratik
Exponensial
Logistik
P
Linear
Kuadratik
Exponensial
Logistik
K
Linear
Kuadratik
Exponensial
Logistik
Persamaan Regresi
Y = 78,416x – 28,848
Y =-36,125x2 + 154,27x– 67,24
Y = 8,2606e1,6836x
Y = 79,978Ln(x) = 50,982
Y = 262,45x + 19,921
Y = -833,4x2 + 531,7x + 0,4161
Y = 26,183e 5,0209x
Y = 38,996Ln(x)+135,51
Y = 118,46x-32,37
Y = 4,1985x2 + 112,65x-30,429
Y = 7,0802e26502x
Y = 78,956 Ln (x) + 79,973
R2
0,452
0,456
0,416
0,456
0,493
0,508
0,409
0,505
0,415
0,415
0,442
0,409
r
0,672
0,676
0,645
0,675
0,702
0,713
0,639
0,711
0,644
0,644
0,665
0,640
Berdasarkan model regresi yang terpilih, status hara N, P, K dapat
diketahui dengan cara menarik garis lurus pada nilai hasil relatif 50%, 75 %, dan
100%. Menurut Kidder (1993)
bahwa nilai perpotongan dengan angka hasil
relatif kurang dari 50% statusnya adalah sangat rendah, sedangkan antara 50-75%
statusnya rendah, 75-100% statusnya sedang, dan 100% statusnya tinggi.
Hasil analisis regresi pada Gambar 6, maka status konsentrasi N daun
dapat dikelompokan sebagai berikut. Konsentrasi N daun <0,99% statusnya
adalah sangat rendah. Konsentrasi N daun berkisar 0,99 hingga 1,35% statusnya
adalah rendah. Konsentrasi N daun berkisar 1,35 hingga 2,15% statusnya adalah
sedang.
Berdasarkan hasil analisis regresi pada Gambar 7, maka status konsentrasi
P daun dapat dikelompokan sebagai berikut. Konsentrasi P daun <0,11%
statusnya adalah sangat rendah. Konsentrasi P daun berkisar 0,11% hingga 0,21%
statusnya adalah rendah.
statusnya adalah sedang.
Konsentrasi P daun berkisar 0,21% hingga 0,31%
69
Berdasarkan hasil analisis regresi kuadratik dapat diperoleh bahwa status
konsentrasi K daun dapat dikelompokkan sebagai berikut. Konsentrasi K daun
<0,69% statusnya adalah sangat rendah. Konsentrasi K daun berkisar 0,69%
hingga 0,90% statusnya adalah rendah.
Konsentrasi K daun berkisar 0,90%
hingga 1,12% statusnya adalah sedang (Gambar 7).
Produksi relatif (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
y = -36.125x 2 + 154.27x - 67.24
r = 0.676
0.6
0.7
0.8
0.9
sedang
rendah
sangat rendah
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
Konsentrasi N daun (%)
100
y = -833.4x 2 + 531.73x + 0.4161
r = 0.713
90
Produksi relatif (%)
80
70
60
50
40
30
20
sangat rendah
10
0
0.05
sedang
rendah
0.1
0.15
0.2
0.25
Konsentrasi P daun (%)
100
Produksi relatif (%)
90
y = 4.1985x 2 + 112.65x - 30.429
r =0,644
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0.45
rendah
sangat rendah
0.5
0.55
0.6
0.65
0.7
0.75
0.8
sedang
0.85
0.9
0.95
Konsentrasi K daun (%)
Gambar 7 Hubungan konsentrasi N, P, K daun dengan hasil relatif tanaman
manggis berdasarkan model regresi kuadratik
70
Dengan demikian pada status hara N, P, K sangat rendah dan rendah
hingga sedang perlu dilakukan pemupukan untuk meningkatkan konsentrasi N, P,
K di daun sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan hasil yang optimum.
Untuk mengetahui berapa banyak pupuk yang mesti diberikan agar status hara
naik dari status sangat rendah menjadi status sedang perlu pendekatan persamaan
regresi dengan menghubungkan antara dosis pupuk N, P, K dengan konsentrasi N,
P, K daun sebagai respon pemupukan.
Dosis Optimum Pupuk N, P, K pada Tanaman Manggis
Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk yang optimum agar tanaman
dapat berproduksi secara maksimum dapat dilihat dari model regresi hubungan
antara dosis pupuk dengan hasil relatif sebagai respon pemupukan (Gambar 8).
Berdasarkan model regresi tersebut terlihat bahwa respon tanaman manggis
terhadap pupuk N pada tahun pertama sangat rendah. Respon tanaman pada tahun
kedua mulai terlihat. Berdasarkan persamaan regresi respon tanaman manggis
tahun kedua maka dosis optimum pupuk N untuk status hara sangat rendah adalah
2183 g N atau setara dengan 5 kg urea (Tabel 22).
Dosis optimum pupuk P pada tahun pertama adalah 1755 g P2O5
/tanaman/tahun. Sedangkan pada tahun kedua untuk mendapatkan hasil
maksimum dibutuhkan dosis pupuk optimum sebesar 1680 g P2O5/tanaman/tahun
atau setara dengan 4,5 kg SP 36. Dosis optimum yang diperoleh ini adalah dosis
optimum pada status hara sangat rendah. Bila uji optimasi dilakukan pada status
hara rendah hingga sedang tentu dosis pupuk yang dibutuhkan kurang dari 1680 g
P2O5/tanaman/tahun. Dosis optimum pupuk K pada tahun pertama untuk
mendapatkan hasil maksimum adalah 911 g K2O /tanaman/tahun. Pada tahun
kedua dengan menggunakan persamaan regresi Y = -2E-05x2 + 0,0622x + 46.553
dosis pupuk optimumnya adalah 1555 g K2O/tanaman/tahun atau setara dengan
2,5 kg KCl (Tabel 22).
Dosis optimun berdasarkan Gambar 8 dan Tabel 22 untuk pupuk N dan P
terjadi ekstrapolasi. Ekstrapolasi yaitu perluasan data di luar data yang tersedia
tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data yang tersedia. Dosis perlakuan
maksimum pupuk N dan P adalah 1200 g/tanaman/tahun, sedangkan kebutuhan
tanaman manggis pupuk N dan P untuk berproduksi maksimum lebih dari 1200
71
g/tanaman/tahun. Hal ini berarti sampai dosis 1200 g/tanaman/tahun baik N
maupun P respon produksi masih linear. Untuk memperoleh dosis optimum
disarankan dosis perlakuan dinaikkan lebih dari 2180 untuk N dan lebih dari 1680
untuk P.
100
y = -9E-06x 2 + 0.0393x + 48.23
r = 0.664 (Tahun II)
Produksi relatif (%)
90
80
70
60
50
40
30
20
y = -2E-05x 2 + 0.023x + 29.2
r = 0.311 (Tahun I)
10
0
0
300
600
900
1200
Dosis pupuk N (g/tanaman/tahun)
100
y = -2E-05x 2 + 0.0672x + 30.822
tahun II
r = 0.856
Produksi relatif (%)
90
80
70
60
50
40
30
20
y = -1E-05x 2 + 0.0351x + 21.137
tahun I
r = 0.558
10
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Dosis pupuk P (g P2O5/tan/thn)
100
y = -2E-05x 2 + 0.0622x + 46.553
r = 0.876 (Tahun II)
Produksi relatif (%)
90
80
70
60
50
y = -9E-06x 2 + 0.0164x + 14.626
r = 0.875 (Tahun I)
40
30
20
10
0
0
400
800
1200
1600
Dosis pupuk K (g K2O/tan/thn)
Gambar 8 Kurva respon pemupukan N, P, K terhadap hasil relatif buah
manggis selama dua kali panen
Dari kurva respon pemupukan N, P, K terhadap hasil relatif buah
manggis selama dua kali panen terlihat bahwa respon pemberian pupuk N, P, K
sangat rendah pada tahun pertama. Hal ini dipengaruhi oleh letak perakaran
tanaman manggis yang sangat jauh didalam tanah. Tanaman manggis yang
digunakan tidak dipelihara secara intensif dan usaha pemupukan jarang dilakukan.
Karena tanaman manggis ini tidak pernah mendapatkan hara disekitar top soil
menyebabkan sistem perakaran menjadi terlalu dalam. Akibatnya sebagian hara
72
yang diberikan pada daerah top soil (berkisar 20-30 cm dari permukaan tanah)
tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman karena belum mencapai perakaran.
Oleh karena itu, pengaruh dari pemupukan N, P, K baru terlihat pada tahun kedua.
Selain itu, curah hujan yang tinggi juga diperkirakan ikut berperan. Curah
hujan di Bogor (Leuwiliang) rata-rata sebesar 3778 mm/tahun (Lampiran 2). Ini
berarti bahwa daerah Leuwiliang tidak pernah kering lebih dari 90 hari. Dengan
kondisi curah hujan yang tinggi itu, kemungkinan sebagian besar pupuk nitrogen
dan kalium yang diberikan telah tercuci. Selain itu, pupuk nitrogen yang diberikan
adalah dalam bentuk urea (CO(NH2)2) dengan kandungan N nya 45%. Karena
kandungan N yang tinggi menyebabkan pupuk ini menjadi sangat higroskopis.
Urea sangat mudah larut dalam air dan bereaksi cepat, serta mudah menguap
dalam bentuk amonia.
Tabel 22. Dosis optimum pupuk N, P dan K dihitung berdasarkan persamaan
regresi dari kurva respon hasil relatif tanaman manggis
Unsur
N
P
K
Status
hara
Sangat
rendah
Sangat
rendah
Sangat
rendah
Persamaan regresi
Dosis
RY = -9E-06x2 + 0,0393x + 48,23
2183 g N
5 kg Urea
RY = -2E-05x2 + 0,0672 + 30,822
1680 g P2O5
4,5 kg SP36
RY = -2E-05x2 + 0,0622 + 46,533
1555 g K2O
2,5 kg KCl
Untuk mengurangi kehilangan nitrogen, maka pupuk dalam bentuk butiran
(granular) yang lebih besar atau diberi pelapis polimer seperti pupuk slow release
dapat dipertimbangkan. Pada tanaman bibit manggis pemberian pupuk Dekastar
yang bersifat pelepasan terkendali
menghasilkan pertumbuhan lebih baik
dibandingkan pemberian pupuk NPK yang bersifat mudah larut (Kusumaningtyas
1999).
Meskipun pemberian pupuk N, P, K hanya dapat menaikkan sedikit
konsentrasi N, P, K daun manggis di Leuwiliang. Akan tetapi, pemberian pupuk
secara rutin setiap tahun akan menaikkan konsentrasi N, P, K di daun. Hal ini
dapat dilihat dari konsentrasi N, P, K daun pada tahun kedua lebih tinggi daripada
tahun pertama. Tingginya konsentrasi N, P, K daun pada tahun kedua
kemungkinan disebabkan adanya efek residu pemupukan dari tahun sebelumnya.
73
Selain itu, tanaman yang dipupuk secara rutin menyebabkan sistim perakaran
lebih dangkal. Bila perakaran dangkal maka pemberian hara dapat langsung
digunakan oleh tanaman dan peluang hara yang hilang atau tercuci semakin
sedikit.
Simpulan
1. Model regresi yang terbaik antara konsentrasi N, P, K daun umur lima bulan
dengan hasil relatif pada tanaman manggis adalah kuadratik.
2. Berdasarkan model kuadratik konsentrasi N daun <0,99% statusnya adalah
sangat rendah, 0,99%-<1,35% statusnya adalah rendah, 1,35-<2,10%
statusnya adalah sedang. Status konsentrasi P daun <o,11% adalah sangat
rendah, 0,11%-<0,21% adalah rendah, dan 0,21-<0,31% adalah sedang.
Sedangkan konsentrasi K daun <0,69% statusnya adalah sangat rendah,
0,69%-<0,90% rendah, dan 0,90-<1,12% adalah sedang.
3. Dosis optimum pupuk K adalah 1555 g K2O /tanaman/tahun atau setara 2,5
KCl, sedangkan untuk N dan P dosis optimumnya berada diluar dosis
perlakuan (ekstrapolasi).
EVALUASI GEJALA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN
NITROGEN PADA TANAMAN MANGGIS
(Symptoms of Nitrogen Deficient and Excessive on Mangosteen)
Abstrak
Nitrogen mempunyai peranan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dibandingkan hara-hara yang lain. Nitrogen adalah
komponen esensial dari klorofil, protein, hormon dan enzim. Nitrogen juga
merupakan bahan penting untuk produksi buah. Oleh karena itu, kondisi
kekurangan dan kelebihan nitrogen akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman. Untuk mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan N pada
tanaman manggis, perlu diketahui gejala-gejala kekurangan atau kelebihan
nitrogen dan konsentrasi N daun pada tiap-tiap kondisi tersebut. Percobaan ini
disusun dalam Rancangan Acak Kelompok, satu faktor, dengan 3 ulangan.
Perlakuan terdiri atas lima level dosis nitrogen: 50, 100, 200, 400, dan 600 ppm
/tanaman. Semua perlakuan diaplikasikan pada bibit manggis umur satu tahun 5
bulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa bibit manggis yang kekurangan
nitrogen memperlihatkan gejala-gejala seperti warna daun hijau terang
kekuningan, warna akar coklat terang kekuningan, pertumbuhan terhambat, dan
konsentrasi N daun kurang dari 0,73%. Sebaliknya, bibit-bibit yang kelebihan
nitrogen mempunyai gejala-gejala seperti daun berwarna coklat, nekrosis (layu
kering seperti terbakar) dan akhirnya rontok. Akar berwarna coklat tua, pecahpecah, dan mudah putus, akhirnya busuk. pertumbuhan bibit terhambat,
konsentrasi N daun lebih dari 1,18%. Berdasarkan data interpretasi, konsentrasi
N daun kurang dari 0,72% digolongkan sangat rendah, 0,72 sampai 0,94% adalah
rendah, lebih dari 0,94 hingga 1,18% adalah sedang, sedangkan di atas 1,18
digolongan sangat tinggi. Untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum
dibutuhkan dosis optimum pupuk nitrogen yaitu 200 ppm/tanaman.
Katakunci : Kekurangan, kelebihan, konsentrasi nitrogen daun
Abstract
Nitrogen has a very important role in growth and development of plant
compared to the other nutrient. Nitrogen is an essensial component of chlorophyll,
proteins, hormone and enzymes. Nitrogen is also building block for fruit
production. Therefore, deficient or excessive condition of nitrogen will influence
growth and plant production. To prevent the deficient or excessive of nitrogen in
mangosteen plant it is needed to know the symptoms of nitrogen deficiency or
excess and concentration of nitrogen in leaf in each condition. An experiment
was arranged in randomized complete block design, using one factor, with six
replications. The treatment consisted of five levels of nitrogen dosage: 50; 100;
200; 400; dan 600 ppm N/plant. All treatments were applied on mangosteen
seedling of one year five month’s age. The results showed that mangosteen
seedling which deficient of nitrogen exhibited symptoms like yellowish light
green leaf color, yellowish light brown root color, stunted or inhibited growth, and
concentration of N (<0,73%). On the other hand, the seedlings that excessive
75
nitrogen had symptom such as leaf was brown, necrotic, and finally fallen off;
root was dark brown, cracking and broken easily, finally rotten; the growth of
seedling inhibited; and concentration of N in leaf was more than 1,18%. Based of
leaf tissue analysis, leaf with concentration of N less than 0.72% was classified as
very low, from 0.70 to 0.94% was low, more than 0.94 to 1.18 was medium, and
more than 1.18% was very high. To gain the maximum growth it was needed the
optimum dosage of nitrogen of 200 ppm/plant.
Keywords: deficient, excessive, nitrogen concentration
Pendahuluan
Latar Belakang
Nitrogen mempunyai pengaruh paling besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dibandingan berbagai hara tanaman lainnya. Nitrogen
memacu perkembagan cabang, daun dan produksi buah (Samra dan Arora 1997).
Oleh karena itu nitrogen mendapatkan porsi paling banyak diteliti karena unsur
hara ini diperlukan dalam jumlah besar dan pengaruhnya pada tanaman jelas dan
cepat (Soepardi, 1983). Nitrogen merupakan bagian integral dari klorofil.
Fotosintesis akan berlangsung cukup tinggi, sehingga pertumbuhan yang giat dan
tanaman berwarna hijau gelap bila nitrogen terpenuhi (Havlin et al. 1999),
disamping itu nitrogen juga merupakan unsur pokok struktural dinding sel
(Bennet 1996). Nitrogen unsur esensial dari protein, hormon dan enzim serta
bagian penting untuk produksi buah (Samra dan Arora 1997).
Nitrogen merupakan unsur hara esensial bagi tanaman yang diserap dalam
bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) (Salisbury dan Ross 1995; Bennett
1966 Havlin et al. 1999), dan sebagian besar diserap dalam bentuk nitrat (NO3-).
Nitrat (NO3-) bermuatan negatif sehingga selalu berada dalam larutan tanah dan
mudah diserap oleh tanaman namun lebih mudah juga tercuci. Sebaliknya
amonium (NH4+) bermuatan positif sehingga terikat oleh kaloid tanah, dan tidak
mudah tercuci. Amonium baru dapat dimanfaatkan oleh tanaman melalui
pertukaran ion.
Akan tetapi, tanaman buah yang kekurangan nitrogen secara berlebihan
akan melemahkan pertumbuhan, trubus akan berhenti lebih cepat dan
pengguguran daun lebih awal. Tanaman buah yang kekurangan nitrogen juga
tumbuh jelek, lemah dan tidak akan menginisiasi bunga sebanyak pohon yang
76
sehat sehingga buahnya sedikit (Poerwanto 2003). Secara umum, tanaman yang
kekurangan nitrogen menunjukan pertumbuhan yang jelek dan produksi yang
rendah (Samra dan Arora 1997).
Sementara itu gejala kekurangan dan kelebihan nitrogen pada tanaman
manggis belum banyak diketahui. Untuk mencegah terjadinya kekurangan dan
kelebihan N pada tanaman manggis, perlu diketahui gejala kekurangan dan
kelebihan N, serta konsentrasi N di daun pada masing-masing kondisi tersebut.
Meskipun tanaman manggis di lapangan
jarang sekali terlihat menunjukkan
gejala kekurangan dan kelebihan N. Akan tetapi, tanaman bibit dengan perlakuan
pemupukan di media pasir dapat memperlihatkan gejala tersebut.
Berdasarkan pokok-pokok pemikiran di atas, maka perlu dilakukan
penelitian agar diketahui gejala kekurangan dan kelebihan N serta konsentrasi N
di daun pada kondisi kekurangan dan kelebihan N tersebut. Apabila konsentrasi N
di daun telah diketahui berapa kisaranya pada masing-masing kondisi ini maka
bisa lebih dini mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan N.
Tujuan Penelitian
1. Mengamati gejala kekurangan nitrogen pada bibit manggis
2. Mengamati ciri-ciri dari tanaman bibit manggis yang kecukupan nitrogen
3. Mengamati gejala kelebihan nitrogen pada bibit manggis
4. Mengukur kisaran nitrogen di daun bibit manggis pada kondisi kekurangan,
kecukupan dan kelebihan nitrogen
Bahan dan Metode
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2004 sampai dengan Februari
2006 di Kebun Pembibitan Pusat Kajian Buah-buhan Tropika IPB Tajur. Lokasi
penelititan berada pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dengan suhu
rata-rata 20-32
0
C. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen
Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
77
Percobaan aplikasi pupuk nitrogen terdiri dari atas lima perlakuan dosis
pupuk nitrogen (N), yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK). Setiap
unit perlakuan terdiri dari atas tiga tanaman, yang diulang sebanyak tiga kali.
Dosis perlakuan adalah : N0 = 50 ppm, N1 = 100
400
ppm; N4 = 600.
ppm; N2 = 200 ppm; N3 =
Bibit tanaman manggis umur satu tahun lima bulan
dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir.
Pemindahan bibit dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal,
kemudian akarnya dicuci hingga bersih, lalu ditanam kembali pada polybag yang
telah disediakan. Larutan hara diberikan seminggu tiga kali sesuai dengan masingmasing perlakuan, dengan cara menyiramkan ke dalam polybag. Aplikasi pupuk
selain perlakuan juga diberikan larutan hara standar sebagai pupuk dasar yaitu: P
50 ppm, K 100 ppm, Ca 100 ppm, Mg 70 ppm , Fe 0,8 ppm, B 0,5 ppm, Mn 0,8
ppm, Zn 0.05 ppm, Cu 0,05 ppm, dan Mo 0,03 ppm (Ismadi 2004).
Pengamatan
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan deskriptif terhadap gejala
kekurangan dan kelebihan nitrogen. Pengamatan pertambahan pertumbuhan dan
kandungan hara nitrogen daun umur 5 bulan. Pertumbuhan tanaman dilihat dari
tinggi tanaman, diameter, jumlah daun yang tumbuh selama penelitian. Sedangkan
analisis kandungan hara nitrogen daun, dilakukan di akhir penelitian.
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila
didapatkan pengaruh yang nyata, dilanjutkan dengan uji ortogonal polinomial.
Tahapan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui status hara N sebagai
berikut:
1. Menghitung pertumbuhan relatif (%) (rata-ratakan dari setiap ulangan) sebagai
berikut:
Pertumbuhan relatif =
Yi
Yi
x100%
Ymaks
= Pertumbuhan pada perlakuan hara N ke-i
Ymaks = Pertumbuhan maksimum
2. Selanjutnya nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable (Y)
dihubungkan dengan nilai kandungan hara N dan daun sebagai independent
variable (X) untuk dianalisis dengan beberapa model regresi (antara lain
78
Kuadratik, logistik, linier plateau dan lain-lain). Model yang mempunyai
kriteria terbaik secara statistik akan dipakai untuk menentukan status hara N
untuk tanaman bibit manggis.
Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk
menghubungkan antara kadar hara N daun dengan pertumbuhan relatif untuk
menentukan kelas ketersediaan hara. Kidder (1993) membagi ke dalam lima
kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase hasil relatif yaitu: (1)
sangat rendah (kurang dari 50%), (2) rendah (50-75%), (3) cukup (75-100%), (4)
tinggi (100%) dan (5) sangat tinggi (kurang dari 100%).
Cara lain untuk menentukan kelas ketersedian hara adalah dengan metode
Cate & Nelson, metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data
hubungan kadar hara dengan pertumbuhan relatif. Kumpulan tersebut dibagi
menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah pisahan tersebut
merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari
satu kadar hara tanaman.
Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk optimum agar tanaman dapat
tumbuh secara maksimum digunakan model regresi kuadratik. Model ini adalah
hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan relatif sebagai respon
pemupukan. Persamaan garis regresinya adalah:
RY = a + bN + cN2
dimana:
RY
= pertumbuhan relatif (%)
N
= dosis pupuk N (ppm/tanaman)
a, b, dan c
= konstanta
selanjutnya penentuan dosis pupuk N yang menunjukan hasil relatif
maksimum dengan rumus turunan dari persamaan regresinya yaitu:
dRY/dN = b+2cN =0
N= -b/2c
dimana:
RY
= hasil relatif (%)
N
= dosis pupuk N (ppm/tanaman)
b dan c= konstanta
79
Cara kedua adalah menggunakan model regres linear plateau yaitu dengan
memplateau persamaan regresi linear pada hasil relatif 90%. Persamaan
regresinya yaitu:
RY = a + bN, dosis optimum ditetapkan untuk mencapai pertumbuhan
90% dari pertumbuhan maksimum.
Hasil dan Pembahasan
Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Nitrogen
Dari hasil analisis ragam diketahui bahwa pemberian pupuk nitrogen
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit manggis. Hal ini terlihat dari
perbedaan tanaman yang mendapatkan nitrogen cukup dengan tanaman yang
mendapatkan sedikit nitrogen yaitu 50 ppm N/tanaman. Tinggi tanaman, jumlah
cabang, dan jumlah daun meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis nitrogen
dengan pola responnya kuadratik. Sedangkan panjang cabang meningkat dengan
meningkatnya pemberian dosis nitrogen secara linear.
Tabel 23 Pengaruh nitrogen terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah
cabang dan jumlah daun pada bibit manggis setelah14 bulan
Perlakuan
(ppm N)
50
Tinggi
tanaman (cm)
42,73
Diameter
batang (cm)
0,86
Panjang
cabang (cm)
10,42
Jumlah
cabang
2,17
Jumlah
daun
13,83
100
53,95
0,87
14,38
4,33
23,18
200
67,00
0,88
18,78
5,67
30,00
400
51,27
0,83
17,97
5,00
16,83
600
47,90
0,83
13,42
2,33
10,17
F test:
*
ns
*
*
**
Pola respon:
Q*
L*
Q*
Q*
Keterangan: Uji F untuk melihat respon bibit manggis akibat pemupukan N; Pola
respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji
5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata
Bila dibandingkan antar perlakuan maka pemberian 100 ppm N /tanaman
secara nyata dapat meningkatkan tinggi tanaman sebesar 10,42 cm,
jumlah
cabang primer sebanyak 2,16 dan jumlah daun sebanyak 6,46 lembar
dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan dosis perlakuan hingga
200 ppm
N/tanaman telah mendapatkan hasil pertumbuhan tertinggi dari semua parameter
80
pengamatan. Hasil pertumbuhan tertinggi tersebut dapat dilihat dari meningkatnya
tinggi tanaman (67 cm), jumlah cabang (5,67) dan jumlah daun (30 lembar)
dibandingkan dengan kontrol dan perlakukan lainnya (Tabel 23 dan Gambar 9).
Perlakuan nitrogen sebanyak 200 ppm/tanaman merupakan dosis yang
paling mendekati kebutuhan nitrogen untuk bibit manggis. Dengan terpenuhi
kebutuhan nitrogen tersebut sehingga tanaman mampu tumbuh secara maksimum.
Menurut Samra dan Arora (1997)
nitrogen berperan dalam memacu
perkembangan cabang, daun dan produksi buah.
s. rendah
rendah
sedang
tinggi
s tinggi
Gambar 9 Penampilan bibit manggis 14 bulan setelah perlakuan pupuk nitrogen
(dosis perlakuan = 50, 100, 200, 400 dan 600 ppm N/tanaman)
Pada Gambar 9 terlihat bahwa tanaman yang kekurangan nitrogen
batangnya pendek jumlah cabang dan daun sedikit, ukuran cabang juga pendek.
Hal ini disebabkan terhambatnya pertumbuhan terminal serta ukuran daun yang
sempit. Hal serupa juga ditemukan pada tanaman apel dan pear yang kekurangan
nitrogen menyebabkan terhambat pertumbuhan terminal dan ukuran daun, serta
ranting yang kecil. Pada tanaman jeruk kekurangan nitrogen telah menyebabkan
ranting-ranting jadi mati, sedangkan pada tanaman apel dan pear ranting yang
81
baru muncul lebih kecil dengan kulit coklat terang hingga kemerah-merahan
(Bennet 1996).
Gejala Kekurangan dan Kelebihan Nitrogen pada Tajuk dan Daun
Meskipun tanaman manggis yang ditanam di perkebunan jarang sekali
menunjukkan gejala kekurangan nitrogen hingga terjadi perubahan warna pada
daun, akan tetapi, pada kondisi tertentu itu dapat terjadi. Percobaan ini telah
memperlihatkan penampilan tanaman manggis yang mengalami kekurangan
nitrogen dengan gejala warna daun tua dari hijau tua menjadi hijau kuning hingga
kuning. Daun yang kekurangan nitrogen berwarna kuning tersebut ditemukan
awalnya pada daun tua, kemudian berlanjut pada daun muda. Selanjutnya, makin
tua umur daun warna kuning makin terlihat jelas (Gambar 10.I).
(I)
(II)
a
Gambar 10
b
c
d
Morfologi beberapa stadia daun (I) kekuranga (II) kecukupan
nitrogen; a = trubus awal, b = trubus penuh, c = trubus dewasa, dan
d = dorman
Makin jelasnya warna kuning pada daun tua karena makin berkurangnya
kandungan nitrogen. Nitrogen pada umumnya digunakan untuk pertumbuhan
tunas baru yang berasal sebagian besar translokasikan dari jaringan tua ke jaringan
82
muda, dibandingan daripada yang diserap langsung oleh akar tanaman. Hal ini
memungkinkan terjadi karena nitrogen bersifat sangat mobil.
Perbedaan daun yang normal yaitu daun yang mendapat suplai nitrogen
cukup dengan daun yang kekurangan nitrogen terjadi pada setiap stadium karakter
morfologi. Stadium pertama adalah trubus awal yaitu daun yang baru muncul
dengan warna kemerah-merahan hingga kuning kemerahan (Gambar 10a). Kedua
trubus penuh yaitu daun yang berwarna hijau muda (Gambar 10b). Ketiga trubus
dewasa yaitu daun yang telah berwarna hijau tua termasuk tulang daun (Gambar
10c). Keempat dorman yaitu daun yang telah berwarna hijau tua gelap, kadang
kala hijau tua kebiru-biruan (Gambar 10d).
Warna kuning terang tersebut pada daun pertama kali muncul pada bagian
lamina (telapak daun) kemudian diikuti oleh tulang daun. Pada kondisi
kekurangan nitrogen secara serius, tangkai daun juga terlihat berwarna kuning,
dan terus berlanjut pada cabang-cabang muda (Gambar 11a). Ini adalah kondisi
transisi, daun akan menjadi kuning keseluruhan apabila kekurangan nitrogen
secara acute terus berlanjut atau kembali hijau normal bila kebutuhan nitrogen
tercukupi.
(a)
Gambar 11
(b)
Perbedaan warna daun pada bibit manggis (a) kekurangan (b)
kecukupan nitrogen
Perubahan warna daun dari hijau tua menjadi hijau kuning hingga kuning
dapat dijadikan acuan bahwa tanaman mangis berada dalam kondisi kekurangan
nitrogen. Karena beda tanaman beda penampilan warna daunnya, tanaman apel
yang kekurangan nitrogen daunnya berwarna hijau pucat sedangkan pear
berwarna perunggu (Hanson 1996).
83
Gejala lain kekurangan nitrogen adalah tekstur daun cenderung kaku. Hal
ini juga ditemukan pada daun muda sekalipun, pada hal tanaman yang mendapat
suplai hara nitrogen cukup daun mudanya selalu lemas dan lembut. Kekurangan
nitrogen juga menyebabkan daun menjadi tipis. Selain itu, pada kondisi yang
sangat acute terjadi perbedaan antara pucuk yang kekurangan nitrogen dengan
pucuk normal. Pucuk (trubus awal) tanaman manggis berwarna kuning terang,
sedangkan yang normal berwarna coklat kemerah-merahan.
Gambar 12 Pucuk normal tanaman manggis yang baru muncul berwarna coklat
kemerah-merahan
Trubus awal pada manggis selain mempunyai warna kemerah-merahan
hingga kuning kemerahan juga mempunyai tekstur lembut. Daun tersebut mudah
robek, jika diremas dengan tangan maka akan didapatkan kandungan airnya yang
banyak dibandingan dengan daun tua atau daun yang mengalami kekurangan
nitrogen yang tekturnya lebih kaku (Gambar 12).
Respon yang ditimbulkan akibat kekurangan nitrogen berbeda pada
masing-masing tanaman. Menurut Bennet (1996) tanaman apel yang kekurangan
nitrogen daunnya berwarna hijau pucat sedangkan pear berwarna perunggu.
Kedua tanaman ini bila kekurangan nitrogen daunnya mengalami klorosis dan
gugur lebih cepat (enam bulan ) dari daun normal (1-3 tahun). Lain halnya pada
tanaman manggis, daun tidak mudah rontok meskipun daunnya sudah berwarna
sangat kuning. Bahkan tanaman dalam kondisi kekurangan nitrogen daunnya lebih
mampu bertahan dibandingan yang mendapatkan
nitrogen cukup apalagi
dibandingkan dengan yang kelebihan nitrogen.
Tanaman apel dan pear yang kekurangan nitrogen memperlihatkan gejala
mirip dengan manggis, yaitu sama-sama terhambat pertumbuhan terminal dan
ukuran daun. Selain itu ranting yang baru muncul lebih kecil dengan warna kulit
84
coklat terang hingga kemerah-merahan. Pada tanaman jeruk kekurangan nitrogen
telah menyebabkan ranting-ranting jadi mati (Bennet 1996).
Gejala kekurangan nitrogen baru terlihat pada tanaman kontrol setelah
enam bulan perlakuan di media pasir. Hal ini disebabkan tanaman kontrol tetap
mendapat N dari KNO3 dan CaNO3 sebagai sumber kalium dan kalsium yang
digunakan sebagai pupuk dasar. Tanaman yang telah mengalami gejala
kekurangan nitrogen ini apabila diberikan nitrogen yang cukup maka butuh waktu
15 hari untuk muncul tunas baru dengan ciri seperti tunas yang normal, sedangkan
daun-daun dewasa tetap kuning seperti sedia kala tanpa mengalami perubahan.
Meskipun daun tersebut sudah berwarna sangat kuning tapi tidak
menyebabkan kerontokan. Bahkan tanaman dalam kondisi kekurangan nitrogen
daunnya lebih mampu bertahan dibandingan yang medapatkan nitrogen cukup
apalagi dibandingkan dengan yang keracunan nitrogen. Hal ini berbeda dengan
tanaman apel dan pear yang mengalami kekurangan nitrogen, daunnya mengalami
klorosis dan gugur lebih cepat (6 bulan ) dari daun normal (1-3 tahun) (Hanson
1996).
Tanaman manggis yang mendapatkan hara nitrogen cukup berpenampilan
rimbun, konopi lebar cabang dan daun rapat. Daun yang telah dewasa berwarna
hijau tua bagian atas dan hijau keabu-abuan bagian bawah seperti yang dijumpai
pada perlakuan N2 (Gambar 14). Daun dewasa ini bertahan cukup lama bahkan
sampai muncul beberapa kali trubus baru dari ujung ranting tempat daun tersebut.
Daun ini ada yang gugur ketika masih berwarna hijau tua dan sebagian lagi gugur
setelah berwarna kuning (senensens). Rata-rata umurnya daun normal di atas tiga
tahunan
sebelum
absisis.
Kandungan
nitrogen
daun
yang
mempunyai
pertumbuhan optimal ini adalah berkisar pada 1,04 %.
Peningkatan dosis nitrogen mencapai 400 ppm N/tanaman atau lebih telah
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bibit manggis. Perlakuan 400 ppm
N/tan/tahun telah menghambat tinggi tanaman sebesar 15,72 cm, jumlah daun
sebanyak 13,17 lembar bila dibandingkan dengan perlakuan 200 ppm
N/tanaman/tahun. Penghambatan terbesar didapatkan pada perlakukan 600 ppm
N/tan/tahun yang merupakan tanaman paling rendah yaitu hanya 39,30 cm dan
85
jumlah daun paling sedikit yaitu 5,50 helai, sedangkan jumlah cabang hampir
sama dengan kontrol (2,23 cabang).
(a)
(b)
Gambar 13 Bibit manggis (a) yang mengalami kerontokan (b) daun yang rontok
jadi kekering akibat kelebihan nitrogen
Meskipun pemupukan nitrogen di lapangan jarang menyebabkan
keracunan secara langsung pada tanaman manggis, tepi pada lahan dan kondisi
tertentu ini bisa saja terjadi. Untuk mengetahui dampak atau gejala keracunan
nitrogen pada tanaman manggis maka perlakuan penelitian ini telah memberikan
gambaran keracunan tersebut. Keracunan nitrogen pada setiap tanaman
mempunyai gejala yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada pohon apel dan pear,
kelebihan N bisa menyebabkan daun berwarna hijau gelap dan mengalami
keterlambatan gugur. Pertumbuhan berlanjut hingga musim gugur, dan pohonpohon lebih rentan terhadap winter injury. Kelebihan N dapat juga menyebabkan
keterlambatan produksi buah pada pohon-pohon muda dan meningkatkan
kerentanan terhadap fire blight (Bennet 1996).
Akan tetapi pada tanaman manggis kelebihan nitrogen telah menyebabkan
daun kering seperti terbakar dan rontok (Gambar 13). Gejala kelebihan nitrogen
ini pertama kali terlihat pada daun-daun tua di bagian bawah yang dekat pada
tanah. Gejala tersebut adalah munculnya warna coklat dari sekitar pingir daun
kemudian merambat menuju tengah-tengah daun atau ke tulang daun dan akhirnya
daun mengering dan rontok. Hal ini terus berlanjut hingga ke daun-daun muda
yang berada pada bagian tunas dan cabang paling atas.
86
a
b
c
Gambar 14 Tanaman bibit manggis (a) kekurangan, (b) kecukupan dan (c)
kelebihan nitrogen
Pada tingkat kelebihan nitrogen yang lebih berat, daun akan rontok
sebelum semua kering atau berubah warna menjadi coklat, dengan kata lain daun
yang masih terlihat sebagian besar masih hijau tua telah mengalami kerontokan.
Hal ini berhubungan dengan terjadinya kerusakan pada akar sehingga tanaman
tidak mendapatkan lagi suplai air dan hara untuk mempertahankan hidup.
Gejala kekurangan dan kelebihan nitrogen makin terlihat jelas bila
dibandingkan dengan tanaman yang normal. Tanaman yang kekurangan nitrogen
terlihat pada Gambar 14a morfologinya pendek dan tidak punya cabang
dibandingkan dengan yang dapat cukup nitrogen (Gambar 14b). Suatu hal yang
mengherankan kemampuan mempertahankan daun, pada tanaman dengan kondisi
kekurangan nitrogen cukup tinggi yaitu hampir tidak terjadi kerontokan daun, hal
ini berbeda dengan tanaman yang mendapatkan nitrogen cukup daun-daun tuanya
mulai rontok, apalagi yang kelebihan nitrogen hampir semua daunya mengalami
kerontokan (Gambar 14c). Hal ini sangat berbeda dengan tanaman buah-buahan
lain seperti apel, pear dan jeruk yang mengalami kerontokan daun lebih cepat
87
pada kondisi kekurangan nitrogen dan terjadi perlambatan kerontokan pada
kondisi kelebihan nitrogen (Bennett 1996).
Gejala Kekuragan dan Kelebihan Nitrogen pada Akar
Perbedaan yang nyata antara yang kekurangan, kecukupan dan kelebihan
hara nitrogen juga terlihat pada perakaran. Perbedaan tersebut antar lain adalah
perubahan warna (Gambar 15). Tanaman yang kekurangan nitrogen mempunyai
akar dengan warna coklat muda kekuningan. Tanaman yang mendapat suplai
nitrogen cukup warna akarnya coklat muda sedangkan tanaman yang mengalami
keracunan nitrogen warna akarnya coklat tua kehitaman
a
Deficient
c
b
Optimum
Excess
Gambar 15 Perbedaan akar bibit manggis pada kondisi (a) kekurangan,
(b) kecukupan dan (c) kelebihan nitrogen
Kekurangan nitrogen tidak hanya menyebabkan akar berwarna kuning
kecoklatan tetapi juga tekstur jadi kaku. Jumlah akar cenderung lebih banyak dan
lebih panjang bila dibandingkan dengan tanaman yang dapat nitrogen cukup
apalagi dengan yang keracunan nitrogen (Gambar 15a). Banyaknya jumlah akar
kemungkinan terjadinya translokasi karbohidrat dan hara mineral dari tanaman
bagian atas (shoot) ke akar (root) yang dipergunakan untuk pertumbuhan akar.
Hal ini erat kaitannya dengan sifat nitrogen yang sangat mobil sehingga bagian
atas (shoot) terhambat pertumbuhannya dan daun terlihat kuning sedangkan akar
mengalami pertumbuhan yang lebih banyak. Menurut Marschner (1995)
88
pertumbuhan akar ditentukan pada dua hal pertama, cukup tersdiannya
karbohidrat yang disuplai dari phloem, kedua adanya sinyal (‘perintah’) dari atas
(daun).
Akar normal atau yang mendapatkan cukup nitrogen berwarna coklat
muda (Gambar 15b). Tekstrur akar serabut lebih lemas, agak rapuh dan mudah
putus bila dibanding dengan akar tanaman manggis yang kekurangan nitrogen.
Akar serabut yang rapuh ini karena jumlahnya yang banyak sehingga ukuran lebih
kecil, hal ini lebih disebabkan oleh kultur media pasir. Media pasir telah
memberikan ruang yang bebas bagi akar untuk berkembang sehingga jumlah
akarnya jadi banyak
Jumlah akar primer dan serabut antara yang kekurangan, kecukupan dan
kelebihan nitrogen juga berbeda. Tanaman yang kekurangan nitrogen mempunyai
akar primer dan serabut lebih banyak daripada yang dimiliki oleh tanaman yang
kelebihan nitrogen. Perbedaan juga terlihat pada tekstur akar yaitu tanaman yang
kekurangan nitrogen lebih kaku bila dibandingkan dengan akar tanaman yang
mendapat nitrogen cukup. Akar tanaman yang keracunan nitrogen terlihat pecahpecah dan ada jaringan yang sudah mati dengan warna yang sudah menghitam.
Akar tanaman manggis yang mendapatkan suplai nitrogen berlebihan
menjadi pecah-pecah. Akar pecah-pecah pertama-tama terjadi pada serabut akar
(fibrilla radicalis), kemudian baru menyebar ke cabang-cabang akar (radix
lateralis). Akar berubah warna dari coklat muda menjadi coklat tua kehitamhitaman (Gambar 15). Tekstur akar rapuh dan mudah putus, dan pada akhirnya
jaringan akar tersebut jadi mati. Kerusakan akar ini mempercepat proses
pengeringan dan kerontokan daun pada bagian tajuk (shoot).
Status Konsentrasi Nitrogen Daun
Analisis kandungan hara daun memperlihatkan hasil yaitu peningkatan
pemberian perlakuan nitrogen cenderung meningkatkan konsentrasi hara N di
daun. Semakin tinggi dosis N yang diberikan semakin tinggi pula kandungan N
daunnya. Tanaman yang secara visual kekurangan nitrogen mempunyai
kandungan N daun terendah yaitu kurang dari 0,73%. Tanaman ini hanya
mendapatkan N dari larutan hara standar sebagai pupuk dasar yaitu 50 ppm.
Tanaman yang mendapatkan perlakuan nitrogen 200 ppm, kandungan N daunnya
89
berkisar dari 0,97 hingga 1,08% dan secara visual tanaman ini pertumbuhannya
paling baik. Hal ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman jeruk
yaitu kandungan N daunnya berkisar 2,0-2,3%. Tanaman jeruk yang berproduksi
maksimun, kandungan N daunnya lebih tinggi dibandingkan tanaman manggis
yang pertumbuhannya terbaik yaitu sebesar 2,5-3,0% (Bennett 1996). Kandungan
N daun yang lebih dari 1,82% pada tanaman manggis mulai memperlihatkan
gejala kelebihan secara visual akibat perlakuan 600 ppm N (Tabel 24).
Tabel 24 Status konsentrasi nitrogen daun bibit manggis
metode pendekatan (visual, Kidder, Cate & Nelson).
Metode
50
Perlakuan nitrogen (ppm N)
100
200
400
Kisaran status hara N (%)
dengan tiga
600
rendah
sedang
tinggi
Visual
Sangat
rendah
<0,73
0,85-0,93
1,04-1,18
1,35-1,62
Sangat
tinggi
>1,82
Kidder
<0,72
0,72-<0,94
0,94-<1,18
1,18
>1,18
Cate &
Nelson
1,15
Bila digunakan pendekatan Kidder (1993) maka konsentrasi N daun
<0,72% termasuk dalam kategori sangat rendah, 0,72-0,94% rendah, 0,94-1,18%
sedang, 1,18% tinggi dan lebih dari 1,18% sangat tinggi. Hal ini berdasarkan
hubungan konsentrasi hara daun dengan persentase pertumbuhan relatif.
Sedangkan bila digunakan pendekatan metode Cate & Nelson maka batas
kritisnya pada konsentrasi N daun 1,15%. Tanaman yang mempunyai konsentrasi
kategori rendah, perlu usaha pemupukan untuk mendapatkan pertumbuhan yang
optimum.
Pertumbuhan yang maksimum terlihat dari penampilan pohon yang
rimbun, karena pertambahan jumlah daun dan cabang yang cepat serta warna daun
yang hijau. Tanaman manggis yang mendapatkan nitrogen cukup seperti terlihat
pada Gambar 16b. Ekspresi warna hijau pada bibit manggis mengindikasikan
banyaknya jumlah klorofil yang terbentuk. Nitrogen merupakan bagian integral
dari klorofil. Fotosintesis akan berlangsung cukup tinggi, sehingga pertumbuhan
yang giat dan tanaman berwarna hijau gelap bila nitrogen terpenuhi (Havlin et al.
1999).
90
(a) kekurangan
(b) kecukupan
(c) kelebihan
Gambar 16 Perbedaan warna daun bibit manggis pada kondisi (a) kekurangan,
(b) kecukupan dan (d) kelebihan nitrogen
Akan tetapi, tanaman buah yang kekurangan nitrogen secara berlebihan
akan melemahkan pertumbuhan, trubus akan berhenti lebih cepat dan
pengguguran daun lebih awal. Tanaman buah yang kekurangan nitrogen juga
tumbuh jelek, lemah dan tidak akan menginisiasi bunga sebanyak pohon yang
sehat sehingga buahnya sedikit (Poerwanto 2003). Secara umum, tanaman yang
kekurangan nitrogen menunjukan pertumbuhan yang jelek dan produksi yang
rendah (Samra dan Arora 1997).
Dosis Optimum Pupuk Nitrogen
Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk yang optimum agar tanaman
dapat tumbuh secara maksimum dapat dilihat dari model regresi hubungan antara
dosis pupuk dengan pertumbuhan sebagai respon pemupukan (Gambar 17).
Berdasarkan model regresi kuadratik, dosis optimum untuk mendapatkan
pertumbuhan yang maksimum dalam hal ini tinggi tanaman adalah 317 ppm
N/tanaman. Akan tetapi, dengan menggunakan model regresi linear plateau nilai
kritisnya yaitu pada titik 266 ppm N/tanaman. Titik ini mendekati ukuran dosis
91
yang dibutuhkan untuk mendapatkan pertumbuhan bibit manggis terbaik pada
Gambar 9.
Dari Gambar 17 dengan menggunakan model regresi linear plateau dalam
menyusun rekomendasi pemupukan N pada bibit manggis hasilnya lebih rendah
daripada model kuadratik. Dengan demikian model linear plateau adalah lebih
efisiensi dan mengurangi biaya pupuk. Selain itu penyusunan rekomendasi pupuk
menggunakan model linear plateau juga mengurangi pemberian pupuk yang
berlebihan sehingga dapat mengurangi pencemaran air tanah dibandingkan
dengan model kuadratik.
Pertumbuhan relatif (%)
100
90
80
70
60
Linear plateau y = 0.2291x + 29.075
r = 0.960, critical value = 266 ppm N/plant
Quadratic y = -0.0004x 2 + 0.3085x + 38.018
r = 0.880, max = 317 ppm N/plant
50
40
30
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
Dosis pupuk N (ppm/tanaman)
Gambar 17
Hubungan antara dosis nitrogen dengan tinggi relatif tanaman
manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik
Meskipun gejala kekurangan dan kelebihan nitrogen pada bibit manggis
belum muncul, akan tetap dengan analisis daun dapat diketahui statusnya. Untuk
status hara rendah tentu butuh pemupukan untuk agar dapat tumbuh dan
berproduksi secara maksimm. Hal ini diperlukan karena nitrogen merupakan
komponen dari berbagai substansi penting dalam tanaman, antara lain: komponen
pembentukan molekul klorofil, molekul klorofil mempunyai empat atom nitrogen.
Adanya perbedaan warna daun pada kondisi kekurangan, kecukupan dan
kelebihan nitrogen pada bibit tanaman manggis (Gambar 16) adalah gambaran
terjadinya perbedaan kandungan klorofil atau zat hijau daun. Tanaman yang
mendapatkan nitrogen cukup, tentu klorofil yang terbentuk juga cukup sehingga
warna hijaunya terlihat jelas sekali.
92
Klorofil merupakan faktor kunci proses kehidupan tumbuh-tumbuhan,
bahkan dalam proses makluk secara keseluruhan. Proses metabolisme tumbuhtumbuhan dimulai dengan berlangsungnya fotosentesis pada organ yang
berklorofil terutama daun. Proses fotosintesis ini terjadi reaksi antara air yang
diserap oleh akar dari tanah dengan gas CO2 yang masuk melalui mulut daun dari
udara sehingga menghasilkan gas oksigen (O2) dan zat gula (C6H12O6) yang akan
menjadi sumber pembentukan nutrisi lebih lanjut.
Simpulan
1. Gejala kekurangan N pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau terang
kekuningan, akar berwarna coklat terang kekuningan, pertumbuhan terhambat,
dan konsentrasi N daunnya < 0,73%.
2. Gejala kelebihan N pada bibit mangis adalah daun berwarna coklat, layu
kering seperti terbakar dan akhirnya rontok. Gejala yang lain adalah akar
berwarna coklat tua kehitaman, terlihat pecah-pecah,
mudah putus
dan
akhirnya membusuk. Selain itu, pertumbuhan terhambat konsentrasi N
daunnya >1,82%.
3. Tanaman
yang
mendapatkan
kecukupan
hara
nitrogen
mempunyai
pertumbuhan yang optimal dengan penampilan rimbun, warna daun hijau tua,
akar coklat tua, dan kandungan nitrogen pada daun berkisar 0,89 - 1,13%.
4. Konsentrasi N daun berdasarkan analisis statistik dikelompokan sebagai
berikut: <0,72% (sangat rendah), 0,72-0,94% (rendah), 0,94-1,18 (sedang),
1,18% (tinggi), dan >1,18% (sangat tinggi).
5. Untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum dibutuhkan dosis pupuk
optimum yaitu 317 ppm N/tanaman berdasarkan model kuadratik, dan 266
ppm N/tanaman berdasarkan model linear plateau.
EVALUASI GEJALA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN
FOSFOR PADA TANAMAN MANGGIS
(Symptoms of phosphor deficient and excessive on mangosteen)
Abstrak
Fosfor (P) sering juga disebut sebagai kunci kehidupan karena fungsinya
yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Fungsi utama P dalam tanaman
adalah menyimpan dan mentransfer energi dalam bentuk ADP dan ATP. Energi
diperoleh dari fotosintesis dan metabolis karbohidrat yang di simpan dalam
campuran fosfat untuk digunakan dalam proses-proses pertumbuhan dan produksi
berikutnya. Tanpa P proses-proses tersebut tidak dapat berlangsung. Oleh karena
itu, kekurangan atau kelebihan P akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman. Untuk mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan P pada
tanaman manggis, perlu diketahui gejala kekurangan dan kelebihan P serta
konsentrasi P di daun pada masing-masing kondisi tersebut. Meskipun tanaman
manggis di lapangan jarang sekali terlihat menunjukkan gejala kekurangan dan
kelebihan P. Akan tetapi, tanaman bibit dengan perlakuan pemupukan di media
pasir dapat memperlihatkan gejala tersebut. Tanaman manggis umur satu tahun
lima bulan digunakan dalam penelitian ini. Penelitian disusun dalam rancangan
acak kelompok, dengan enam perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan terdiri atas
enam tingkat dosis pupuk P yaitu 0 ppm; 25 ppm; 50 ppm; 100 ppm; 200 ppm dan
400 ppm/tanaman. Hasil penelitian menunjukan bahwa bibit manggis yang
kekurangan fosfor memperlihatkan gejala-gejala seperti warna daun hijau kusam.
pertumbuhan terhambat, konsentrasi fosfor pada daun kurang dari 0,045%.
Sebaliknya, bibit-bibit yang kelebihan fosfor mempunyai gejala-gejala seperti
daun menjadi coklat keabu-abuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun
tua dan menjalar menuju ke pangkal daun. Akar pada tanaman yang kelebihan
fosfor mengalami kerusakan, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan membusuk
dengan warna coklat tua kehitaman. Konsentrasi fosfor pada daun lebih dari
0,28%.
Katakunci : Kekurangan, kelebihan, fosfor, bibit manggis
Abstract
Phosphor is often called as a key of life because it’s function is very
central in living process. The most esential function of P in plant is energy
storage and transfer within Adenosine di-and triphosphates (ADP and ATP)
forms. Energy obtained from photosynthessis and metabolism of carbohydrat is
stored in phosphate compounds for subsequent use in growth and reproduction
processes. Without P, those processes can not occur. Therefore, deficient or
excessive condition of phosphor will influence growth and plant production. To
prevent the deficient or excessive of phosphor in mangosteen plant it is needed to
know the symptoms of phosphor deficiency or excess and concentration of P in
leaf for each condition. An experiment was arranged in randomized complete
block design, using one factor, with six replications. The treatment consisted of
five levels of phosphor dosage: 0; 25; 50; 100; 200 and 400 ppm/plant. All
treatments were applied on mangosteen seedling of one year five month’s age.
The results showed that mangosteen seedling which deficient of phosphor
exhibited symptoms like yellowish light green leaf color, yellowish light brown
94
root color, stunted or inhibited growth, and concentration of P in leaf was low
(<0.04%). On the other hand, the seedlings that excessive phosphor had symptom
such as leaf was brown, necrotic, and finally fallen off; root was dark brown,
cracking and broken easily, finally rotten; the growth of seedling inhibited; and
concentration of P in leaf was more than 0.28%.
Keywords: deficient, excessive, phosphor concentration
Pendahuluan
Latar Belakang
Produktivitas rata-rata nasional manggis Indonesia hanya berkisar antara
30–70 kg/per pohon, jauh lebih rendah dari pada Malaysia dan India yang
mencapai 200–300 kg/per pohon (Poerwanto 2002a). Dari total produksi tersebut
hanya 25% yang layak ekspor (Indriyani et al. 2002). Rendahnya produksi
manggis di Indonesia salah satunya disebabkan tidak adanya usaha pemupukan.
Hal ini karena belum tersedianya pengetahuan mengenai nutrisi mineral yang
optimum untuk pertumbuhan dan produksi (Poerwanto 2002b). Di Malaysia,
Thailand dan India tanaman manggis telah dipupuk, akan tetapi rekomendasi yang
ada disusun umumnya hanya berdasarkan pengalaman dan praktek tradisional
(Yaacob dan Tindal 1995).
Pemupukan bila tidak dengan perhitungan yang tepat dapat berakibat tidak
berkecukupan atau berlebihan bagi tanaman. Pemupukan yang berlebihan dapat
mengganggu keseimbangan lingkungan, pemborosan dana, bahkan juga bisa
meracun tanaman. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemupukan yang tepat
dan efisien, guna memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal baik
kualitas maupun kuantitasnya harus diperhatikan beberapa faktor antara lain:
sifat/jenis pupuk, varietas yang digunakan, umur tanaman, jenis tanah dan
keadaan iklim. Kompenen-komponen tersebut mempunyai hubungan yang sangat
erat dan komplek karena di dalamnya terkait proses-proses biologis fisiologis,
fisika dan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman.
Salah satu jenis pupuk yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman
adalah fosfor disamping nitrogen dan kalium. Fosfor adalah hara makro esensial
yang memegang peranan penting dalam berbagai proses seperti, fotosintesis,
95
asimilasi dan respirasi. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah
senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH, dan
senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner, Pearce, dan Mitchell
1985). Embleton et al. (1973) menyatakan bahwa fosfor selain berperanan dalam
pertumbuhan tanaman (batang, akar ranting dan daun) juga dapat mempercepat
proses pemasakan buah dan mengurangi rasa masam pada buah. Thompson dan
Troeh (1978) juga melaporkan bahwa fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk
pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat
batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu
dalam pembentukan bunga, memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan
hama dan penyakit.
Menurut Marschner (1995), kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum
tanaman selama pertumbuhan vegetatif adalah berkisar antara 0,3 % sampai 0,5 %
dari berat kering tanaman. Pada konsentrasi fosfor lebih tinggi dari 1 % dari berat
kering maka kemungkinan tanaman akan keracunan.
Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, oleh karena itu
ketersediannya sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Pada keadaan
kahat fosfor, perluasan daun dan sel lebih terhambat daripada pembentukan
klorofil, oleh karena itu kandungan klorofil per unit luas daun sangat banyak,
tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi
dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor
mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses
metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis
(Terry dan Ulrich 1993).
Selain itu tanaman yang kekurangan fosfor juga menampakkan gejalagejala terhambatnya pertumbuhan tanaman, batang lemah dan kerdil, serta
perkembangan akar terhambat. Daun lebar berwarna hijau tua kebiru-biruan
mengkilap yang tidak normal atau kusam. Proses pembentukan dan pematangan
buah terhambat, kulit tebal dengan warna jelek, rasanya masam. (Embleton et al.
1973; Marschner 1995). Gejala kelebihan unsur P menyebabkan kulit buah
keriput.
96
Sementara itu, gejala kekurangan dan kelebihan fosfor pada tanaman
manggis belum banyak diketahui. Untuk mencegah terjadinya kekurangan dan
kelebihan P pada tanaman manggis, perlu diketahui gejala kekurangan dan
kelebihan P, serta konsentrasi P di daun pada masing-masing kondisi tersebut.
Meskipun tanaman manggis di lapangan
jarang sekali terlihat menunjukkan
gejala kekurangan dan kelebihan P. Akan tetapi, tanaman bibit dengan perlakuan
pemupukan di media pasir dapat memperlihatkan gejala tersebut.
Berdasarkan pokok-pokok pemikiran di atas, maka perlu dilakukan
penelitian agar diketahui gejala kekurangan dan kelebihan P serta konsentrasi P di
daun pada kondisi kekurangan dan kelebihan P tersebut. Apabila konsentrasi P di
daun telah diketahui berapa kisaranya pada masing-masing kondisi, maka dapat
secara dini mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan P.
Tujuan Penelitian
1. Mengamati gejala kekurangan fosfor pada bibit manggis
2. Mengamati ciri-ciri tanaman bibit manggis yang kecukupan fosfor
3. Mengamati gejala kelebihan fosfor pada bibit manggis
4. Mengukur kisaran fosfor di daun pada kondisi kekurangan, kecukupan dan
kelebihan fosfor
Bahan dan Metode
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2004 sampai dengan Mei 2006
di Kebun Pembibitan Pusat Kajian Buah-buhan Tropika IPB Tajur. Lokasi
penelititan ini berada pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dengan
suhu rata-rata 20-32 C. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen
Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan aplikasi pupuk fosfor terdiri 5 perlakukan yaitu dosis pupuk
fosfor (P), yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), setiap unit
perlakuan terdiri 3 tanaman, yang diulang 3 kali. Dosis dari perlakuan adalah : P0
=0
ppm P1 = 25 ppm; P2 = 50 ppm; P3 = 100 ppm; P4 = 200 ppm; P5 = 400
97
ppm. Bibit tanaman manggis umur satu tahun lima bulan dipindahkan ke dalam
polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir kali. Pemindahan bibit
dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal, kemudian akarnya dicuci
hingga bersih, lalu ditanaman kembali pada polybag yang telah disediakan.
Larutan nutrisi diberikan seminggu tiga kali sesuai dengan masing-masing
perlakukan dengan cara disiramkan ke dalam polybag. Fosfor sebagai perlakuan
bersumber dari KH2PO4. Aplikasi pupuk selain perlakuan juga diberikan larutan
hara standar sebagai pupuk dasar yaitu: N 200 ppm, K 100 ppm, Ca 100 ppm, Mg
70 ppm , Fe 0,8 ppm, B 0,5 ppm, Mn 0,8 ppm, Zn 0.05 ppm, Cu 0,05 ppm, dan
Mo 0,03 ppm ( Ismadi 2004).
Pengamatan:
1. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan deskriptif terhadap gejala
kekurangan dan kelebihan fosfor.
2.
Pengamatan pertumbuhan yang meliputi :
-
Tinggi tanaman, diukur setiap minggu dari pangkal tanaman
sampai buku teratas
-
Diameter batang, pengukuran dilakukan 5 cm di atas media
tumbuh, setiap 1 minggu sekali
-
Jumlah daun, jumlah daun yang tumbuh selama penelitian, Tunas
daun muda sudah dianggap sebagai daun apabila tunas tersebut
sudah membuka dan membentuk daun (trubus awal).
3.
Analisis kandungan hara fosfor daun umur 5 bulan dilakukan di akhir
penelitian.
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila
didapatkan pengaruh yang nyata, dilanjutkan dengan uji ortogonal polinomial.
Sedangkan untuk mengetahui status hara P pada daun dilakukan tahapan kegiatan
sebagai berikut:
1. Menghitung pertumbuhan relatif (%) (rata-ratakan dari setiap ulangan) sebagai
berikut:
Yi
x100%
Ymaks
= Pertumbuhan pada perlakuan hara P ke-i
Pertumbuhan relatif =
Yi
Ymaks = Pertumbuhan maksimum
98
2. Selanjutnya nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable (Y)
dihubungkan dengan nilai kandungan hara P dan daun sebagai independent
variable (X) untuk dianalisis dengan beberapa model regresi (antara lain
Kuadratik, logistik, linier plateau dan lain-lain). Model yang mempunyai
kriteria terbaik secara statistik akan dipakai untuk menentukan status hara P
untuk tanaman bibit manggis.
Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk
menghubungkan antara kadar hara P daun dengan pertumbuhan relatif untuk
menentukan kelas ketersedian hara. Kidder (1993) membagi ke dalam lima
kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase hasil relatif yaitu: (1)
sangat rendah (kurang dari 50%), (2) rendah (50-75%), (3) cukup (75-100%), (4)
tinggi (100%) dan (5) sangat tinggi (kurang dari 100%).
Cara lain untuk menentukan kelas ketersedian hara adalah dengan metode
Cate & Nelson, metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data
hubungan kadar hara dengan pertumbuhan relatif. Kumpulan tersebut dibagi
menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah pisahan tersebut
merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari
satu kadar hara tanaman.
Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk optimum agar tanaman dapat
tumbuh secara maksimum digunakan model regresi kuadratik. Model ini adalah
hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan relatif sebagai respon
pemupukan. Persamaan garis regresinya adalah:
RY = a + bP + cP2
dimana:
RY
= pertumbuhan relatif (%)
P
= dosis pupuk P (ppm/tanaman)
a, b, dan c
= konstanta
Selanjutnya penentuan dosis pupuk P yang menunjukkan hasil relatif
maksimum dengan rumus turunan dari persamaan regresinya yaitu:
dRY/dP = b+2cP =0
P= -b/2c
dimana:
99
RY
= hasil relatif (%)
P
= dosis pupuk P (ppm/tanaman)
b dan c= konstanta
Cara kedua adalah menggunakan model regres linear plateau yaitu dengan
memplateau persamaan regresi linear pada hasil relatif 90%. Persamaan
regresinya yaitu: RY = a + bP
Dosis optimum ditetapkan untuk mencapai pertumbuhan
90% dari
pertumbuhan maksimum.
Hasil dan Pembahasan
Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Fosfor
Secara umum pemberian pupuk fosfor berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman manggis. Hal ini terlihat dari peningkatan pertumbuhan bibit manggis
yang mendapat pupuk fosfor dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan pupuk
fosfor. Akan tetapi, bila dosis pupuk fosfor terlalu berlebihan pertumbuhan tajuk
dan akar terhambat, bahkan bisa menyebabkan kematian. Pola respon tinggi
tanaman dan panjang cabang terhadap pemberian pupuk fosfor adalah kuadratik.
Sedangkan untuk jumlah cabang, dan jumlah daun meningkat sejalan dengan
meningkatnya dosis nitrogen dengan pola responnya linear (Gambar. 18).
Bila dibandingkan antar perlakuan, maka tanaman manggis yang terbaik
pertumbuhannya didapatkan pada perlakuan P2 yaitu dosis fosfor 50
ppm.
Tanaman ini mempunyai tinggi tanaman, diameter batang, panjang cabang,
jumlah cabang,dan jumlah daun yang lebih tinggi dan lebih banyak dibandingkan
tanaman lainnya (Tabel 25). Tinggi tanaman P2 (83,47 cm) berbeda nyata dengan
tinggi tanaman manggis yang tidak mendapat hara fosfor sama sekali yaitu P0
(40,93 cm) dan begitu juga dengan tanaman P4 (69,85 cm) dan P5 (67,20 cm)
yang kelebihan hara fosfor. Jumlah cabang P2 (8,33) berbeda nyata dengan P0
(3,50) dan tidak cukup signifikan berbeda dengan perlakuan yang lain. Panjang
cabang P2 (26,08 cm) berbeda nyata dengan P0 (14,50 cm) dan P5 (19,10 cm).
Sedangkan jumlah daun P2 (59,00) berbeda nyata dengan P0 (27,33) dan P5
(37,67). Secara visual tanaman P2 ini tidak terlihat perbedaan yang cukup berarti
dengan P1 dan P3. Tanaman manggis yang tumbuh baik dan lebih subur ini
mengindikasikan terpenuhinya kebutuhan hara fosfor.
100
Gambar 18 Penampilan bibit manggis 14 bulan setelah perlakuan pupuk fosfor
(0, 25, 50, 100, 200, 400 ppm P).
Tabel 25 Pengaruh fosfor terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah
cabang dan jumlah daun pada bibit manggis setelah 14 bulan
Perlakuan
(ppm P)
Tinggi
tanaman (cm)
Diameter
batang (cm)
Panjang
cabang (cm)
Jumlah
cabang
Jumlah
daun
0
40,93
0,84
14,50
3,50
27,33
25
78,73
0,81
25,67
8,00
59,00
50
83,47
0,87
26,08
8,33
58,00
100
72,82
0,86
24,17
8,33
45,33
200
69,85
0,86
23,77
7,83
49,17
400
67,20
0,86
19,10
7,67
37,67
F test:
**
ns
*
**
*
Q*
Q*
L*
L*
Keterangan: Uji F untuk melihat respon bibit manggis akibat pemupukan P; Pola
respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji
5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata
Pola respon:
Warna dan Ukuran Daun
Tanaman yang mendapatkan hara fosfor cukup yaitu sebanyak 50 ppm,
mempunyai warna daun hijau tua hingga hijau tua kebiru-biruan. Warna hijau tua
terlihat pada permukaan daun bagian atas, sedangkan permukaan daun bagian
101
bawah berwarna hijau muda dan lebih cerah. warna ini bertahan cukup lama
bahkan sampai muncul beberapa kali trubus baru dari ujung tangkai daun tersebut.
Daun ini ada yang gugur ketika masih berwarna hijau tua dan sebagian besar
gugur setelah berwarna kekuningan (senensens).
Tanaman yang kebutuhan hara fosfornya terpenuhi mempunyai ukuran
daun yang optimal. Panjang daun tanaman dengan perlakuan 50 ppm P berkisar
20,43 cm dan lebar berkisar 9,07 cm sehingga tanaman ini mempunyai daun
paling luas dibandingkan dengan tanaman lain. Luasnya ukuran daun ini tidak
terlepas dari peranan fosfor, karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan
metabolisme tanaman. Fosfor merupakan penyusun karbohidrat dan senyawa kaya
nitrogen. Gula terfosforilasi yang kaya energi muncul dalam proses fotosintesis,
fosforilasi adenosin menghasilkan adenosin monofosfat, difosfot dan trifosfat
(AMD, ADP dan ATP) yaitu tempat penyimpanan energi untuk kelangsungan
proses kimia lainnya (Poerwanto 2003).
Warna dan Bentuk Akar
Pemberian fosfor yang berlebihan telah menyebabkan jumlah akar jadi
berkurang. Hal ini mulai terlihat pada perlakuan 100 ppm, 200 ppm hingga 400
ppm P/tanaman. Gejala yang ditimbulkan adalah akar berwarna coklat tua kusam,
sedangkan tanaman manggis yang mendapatkan hara fosfor yang cukup
mempunyai akar berwarna coklat muda cerah (Gambar 18 dan 23).
Penanaman manggis pada media pasir dapat meningkatkan jumlah akar
serabut lima hingga sepuluh kali lebih banyak dari pada yang dikulturkan pada
media tanah. Hanya saja, pada media pasir tekstur lebih lemas, sedikit rapuh dan
mudah putus dibanding akar yang dikulturkan pada media tanah. Hal ini karena
jumlahnya yang banyak menyebabkan ukuran jadi kecil. Jumlah serabut akar
(fibrilla radicalis)
yang banyak berpeluang untuk meningkatkan kemampuan
mendapatkan dan menyerap hara yang banyak juga. Untuk mendapatkan
pertumbuhan yang optimal disarankan bibit dikulturkan di media pasir sebelum
dipindahkan ke lapangan sehingga akar yang terbentuk lebih banyak. Peningkatan
jumlah akar ini telah menjawab permasalahan pada tanaman manggis seperti yang
diungkapkan oleh Wiebel (1993) bahwa akar manggis kurang berkembang,
pertumbuhan lambat dan jumlah sedikit.
102
Meskipun pada saat pengamatan akar tidak terlihat perbedaan yang cukup
berarti, hanya saja akar manggis yang kekurangan fosfor terlihat berwarna coklat
muda terang dan lebih cerah dari yang normal. Jumlah serabut akar (fibrilla
radicalis) sedikit kurang dari tanaman yang mendapat fosfor cukup, namum
mempunyai ukuran yang lebih panjang. Menurut Embleton et al. (1973) dan
Marschner (1995) tanaman yang kekurangan fosfor menampakkan gejala-gejala
perkembangan akar terhambat, pertumbuhan tanaman terhambat, batang lemah
dan kerdil
Akar yang kelebihan fosfor terlihat berwarna coklat tua dan mudah putus,
menjadi pecah-pecah (Gambar 23c). Akar pecah-pecah pertama kali terjadi pada
serabut akar (fibrilla radicalis), yaitu cabang-cabang akar yang halus-halus
berbentuk serabut.
kemudian baru menyebar ke cabang-cabang akar (radix
lateralis). Akar berubah warna dari coklat muda menjadi coklat tua kehitamhitaman. Tekstur akar rapuh dan mudah putus, dan pada akhirnya jaringan akar
tersebut jadi mati.
Gejala Kekurangan Fosfor
Manggis yang mengalami kekurangan fosfor adalah tanaman P0, yaitu
yang tidak mendapatkan perlakukan fosfor. Sepintas tanaman yang kekurangan
fosfor ini terlihat normal, akan tetapi, bila dibandingkan dengan tanaman yang
mendapatkan cukup fosfor, maka dengan jelas terlihat perbedaan terhadap
parameter pertumbuhan (Gambar 19). Akibat kekurangan fosfor pada tanaman P0
telah menyebabkan kemunculan tunas baru atau flashnya terhambat sehingga
jumlah cabang sedikit, daun sedikit, dan tanaman terlihat pendek. Selain itu,
tanaman P0 mempunyai diameter batang kecil, cabang pendek, dan daun yang
sempit dibandingkan tanaman yang lainnya (Tabel 25). Tinggi tanaman P0 adalah
40,93 cm, diameter batang 0,84 cm, jumlah cabang 3,50, panjang cabang 14,50
cm, jumlah daun 27,33, panjang daun 17,33 cm dan lebar daun 7,47cm, semua
parameter pengamatan ini paling kecil bila dibandingkan dengan tanaman yang
mendapat pupuk fosfor.
103
Gambar 19 Penampilan tanaman manggis yang kekurangan fosfor (P0)
dibandingkan dengan yang berkecukupan fosfor (P2)
Gejala kekurangan fosfor pada daun tidak begitu terlihat dengan jelas,
akan tetapi bila diperhatikan lebih cermat maka dapat dibedakan antara daun
tanaman yang kekurangan fosfor dengan daun tanaman yang normal atau
berkecukupan hara fosfor. Warna daun manggis yang kekurangan fosfor adalah
hijau tua kusam/pudar, daun berukuran sempit. Daun muda pada keadaan
kekurangan fosfor cenderung menjadi sempit dari pada bentuk aslinya yang ovate.
Hal ini karena perluasan daun dan sel lebih terhambat daripada pembentukan
klorofil, oleh karena itu kandungan klorofil per unit luas daun sangat banyak,
tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi
dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor
mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses
metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis
(Terry dan Ulrich 1993).
Selain itu, menurut Embleton et al. (1973) tanaman yang kekurangan fosfor
menampakkan gejala-gejala terhambatnya pertumbuhan tanaman, batang lemah
dan kerdil, dan perkembangan akar terhambat. Daun lebar berwarna hijau tua
104
kebiru-biruan mengkilap yang tidak normal atau kusam. Proses pembentukan dan
pematangan buah terhambat, kulit tebal dengan warna jelek, rasanya masam.
Gejala Kelebihan Fosfor
Tanaman yang kelebihan fosfor terlihat jelas pada perlakuan 200 dan 400
ppm P. Tanaman ini memperlihatkan gejala terhambatnya pertumbuhan. Hal ini
terlihat dari tinggi tanaman yang hanya berkisar 69,85 cm dan 67,20 cm lebih
pendek dari tanaman normal (50 ppm P) yaitu 83,47 cm. Jumlah cabang juga
mengalami penurunan yaitu dari 8,33 pada tanaman normal (50 ppm dan 100 ppm
P) menjadi 7,83 pada perlakuan 200 ppm P dan 7,67 pada perlakuan 400 ppm P.
Sedangkan jumlah daun telah mengalami penurunan dari perlakuan 100 ppm P
dengan jumlah 45,33 helai daun. Peningkatan perlakuan menjadi 200 ppm dan
400 ppm P makin menurunkan jumlah daun yaitu masing-masing 49,17 dan 37,67
helai daun (Tabel 25).
Padahal tanaman yang mendapatkan fosfor cukup
(perlakuakuan 50 ppm P) jumlah daunnya 59 helai.
Gejala kelebihan fosfor mulai terlihat pada daun dengan perlakukan 200
ppm P. Gejala kelebihan tersebut akan terlihat makin jelas pada tanaman dengan
perlakuan 400 ppm P. Kelebihan fosfor menyebabkan daun berwarna coklat
keabu-abuan (Gambar 20). Daun yang pertama kali memperlihatkan gejala
kelebihan fosfor tersebut adalah daun dewasa pada cabang bagian bawah. Gejala
perubahan warna dari hijau tua menjadi coklat berawal dari ujung daun kemudian
merambat menuju pangkal daun dan akhirnya daun mengering dan rontok.
Akar yang kelebihan fosfor terlihat berwarna coklat tua dan mudah putus,
menjadi pecah-pecah (Gambar 23c). Akar pecah-pecah pertama kali terjadi pada
serabut akar (fibrilla radicalis), yaitu cabang-cabang akar yang halus-halus
berbentuk serabut.
kemudian baru menyebar ke cabang-cabang akar (radix
lateralis). Akar berubah warna dari coklat muda menjadi coklat tua kehitamhitaman. Tekstur akar rapuh dan mudah putus, dan pada akhirnya jaringan akar
tersebut jadi mati.
Pemberian dosis fosfor tinggi dapat menyebabkan efek antagonis yaitu
kekurangan hara lain. Marschner (1995) menyatakan bahwa konsentrasi fosfor
yang tinggi dapat menghambat Fe dan Zn. Untuk membuktikan fosfor dengan
dosis tinggi menghambat hara-hara lain perlu dilakukan analisis jaringan.
105
(a)
(d)
(c)
(b)
Gambar 20 Kondisi tanaman manggis yang kelebihan hara fosfor (a) bibit dalam
polybag (b) bibit tanpak dari atas (c) permukaan daun bagian atas,
(d) permukaan daun bagian bawah.
Konsentrasi Hara Daun
Konsentrasi
fosfor
pada
daun
mengalami
peningkatan
dengan
bertambahnya dosis pemberian pupuk fosfor. Tanaman yang tidak mendapatkan
pupuk fosfor (P0) konsentrasi P pada daunnya <0,05%. Tanaman yang
pertumbuhannya paling baik didapatkan pada perlakuan 50 ppm P/tanaman.
Tanaman ini mempunyai pohon tertinggi, jumlah cabang terbanyak, jumlah daun
terbanyak. Konsentrasi P daunnya berkisar 0,14-0,19%. Sedangkan pada
perlakuan 100 ppm P/tanaman, pertumbuhan tanaman mulai terhambat, akan
tetapi belum terlihat perbedaan warna daun dengan tanaman yang normal.
Tabel 26 Status konsentrasi fosfor pada daun tanaman bibit manggis dengan
pendekatan tiga metode (visual, Kidder, Cate & Nelson).
Perlakuan fosfor (ppm P)
Metode
0
Sangat rendah
25
50
100
Kisaran status hara P (%)
rendah
sedang
tinggi
200
Sangat tinggi
Visual
<0,05
0,06-0,09
0,14-0,19
0,24-0,27
>0,32
Kidder
<0,05
0,05-<0,10
0,10- <0,19
0,19
>0,19
Cate &
Nelson
0,17
106
Konsentrasi hara P daunnya berkisar 0,24-0,27%. Gejala kelebihan fosfor mulai
terlihat pada perlakuan 200 ppm P dengan ciri daun berwarna coklat keabu-abuan
pada ujung daun. Tanaman ini mempunyai Konsentrasi hara P daunnya >0,32%
(Tabel 26). Pada perlakuaan 400 ppm P gejala nya makin terlihat jelas bahkan
berakibat kematian bagi tanaman.
Untuk mengetahui kisaran status konsentrasi hara P di daun dapat juga
dengan melihat respon tanaman. Kidder (1993) menghubungkan konsentrasi hara
dengan respon tanaman, dalam hal ini adalah dengan pertumbuhan relatif. Dengan
demikian konsentrasi hara P daun dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
kelompok yaitu: sangat rendah (<0,05%), rendah (0,05-0,10%), sedang (0,100,19%), tinggi (0,19%) dan sangat tinggi (>0,19). Pendekatan yang lain adalah
metode Cate dan Nelson. Metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan
data, sehingga terlihat hubungan konsentrasi hara dengan pertumbuhan relatif.
Data-data tersebut dibagi menjadi dua kelompok (cluster), yaitu kelompok tinggi
dan rendah pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke konsentrasi
110
110
100
100
90
90
80
70
60
50
40
y = -1966.3x 2 + 786.77x + 16.63
R2 = 0.9393
30
20
10
(-)
(+)
(+)
(-)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0
0
(a)
Pertumbuhan Relatif (%)
Pertumbuhan Relatif (%)
hara. Titik kritis konsentrasi P daun adalah 0,17% (Tabel 26 dan Gambar 21).
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
Konsentrasi P daun (%)
0.3
0.35
0
(b)
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Konsentrasi P daun (%)
Gambar 21 Hubungan konsentrasi fosfor daun dengan pertumbuhan bibit
manggis relatif menurut pendekatan (a). Kidder (b). Cate dan
Nelson.
Dosis Optimum Pupuk Fosfor
Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk yang optimum agar tanaman
dapat tumbuh secara maksimum dapat dilihat dari persamaan model regresi
hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan sebagai respon pemupukan
(Gambar 22). Untuk pupuk P, dosis optimum berdasarkan persamaan regresi
kuadratik Y=-0.0035x2+0.9031x+40.026 adalah 129 ppm P/tanaman. Kalau
107
mempergunakan model linear plateau pupuk P yang dibutuhkan cukup hanya 84
ppm/tanaman.
Pertumbuhan relatif (%)
100
90
80
70
Linear Plateau y = 0.5462x + 44.272, y = 90%
r = 0.940, critical value = 83.72 ppm P/plant
Linear plateau 2y = 0.5462x + 44.272
Quadratic
= -0.0035x + 0.9031x + 40.026
r = 0.940, critical value = 84 ppm P/plant
r = 0.953 max 129.014 ppm
2 P/plant
60
50
Quadratic y = -0.0035x + 0.9031x + 40.026
r = 0.9073, max = 130 ppm P/plant
40
30
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Dosis pupuk P (ppm/tanaman)
Gambar 22. Hubungan antara dosis fosfor dengan tinggi tanaman relatif bibit
manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik.
Mempergunakan
model
regresi
linear
plateau
dalam
menyusun
rekomendasi pemupukan P pada bibit manggis akan menghasilkan dosis pupuk
lebih rendah daripada model kuadratik. Dengan demikian model linear plateau
adalah lebih efisiensi dan ekonomis. Selain itu penyusunan rekomendasi pupuk
menggunakan model linear plateau juga mengurangi pemberian pupuk yang
berlebihan sehingga dapat mengurangi pencemaran air tanah dibandingkan
dengan model kuadratik.
Pemberian pupuk P melebihi kebutuhan tanaman dapat menghambat
pertumbuhan, bahkan pada tingkat dosis yang lebih tinggi menyebabkan
kematian. Hal ini terlihat pada Gambar 20 dan 23c. Bibit manggis yang
mendapatkan pupuk P berlebihan menyebabkan kerusakan pada daun dan akar.
Metode analisis jaringan daun cukup baik sebagai alat peringatan dini
tentang adanya gangguan hara. Hal ini karena gejala defisiensi hara maupun
kelebihan hara baru muncul pada tingkat defisiensi berat atau keracunan berat.
Oleh karena itu, apabila telah diketahui kisaran konsentrasi hara pada daun, maka
dengan mudah menginterpretasikannya, apakah statusnya tergolong sangat
rendah, rendah, sedang, tinggi atau sangat tinggi.
108
(a)
(b)
(a)
(b)
(c)
(c)
Gambar 23 Perbandingan (a) kekurangan, (b) kecukupan dan (c) kelebihan
fosfor pada daun, tajuk, dan akar tanaman manggis.
Mengamati gejala kekurangan atau kelebihan dari suatu unsur tidak selalu
mudah karena memerlukan pengalaman yang banyak dan baik. Metode ini tidak
memerlukan peralatan kecuali pengetahuan yang bertolak dari pengalaman dan
pemahaman. Oleh karena itu, penyajian secara bersamaan gambar-gambar
tanaman pada kondisi kekurangan, kucukupan dan kelebihan hara P dapat dengan
mudah melihat perbedaannya (Gambar 23).
Simpulan
1. Gejala kekurangan P pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau kusam,
pertumbuhan terhambat yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan jumlah
cabang yang sedikit. Konsentrasi fosfor pada daun <0,05%.
2. Tanaman yang mendapatkan kecukupan hara P mempunyai pertumbuhan yang
optimal dengan penampilan rimbun, tanaman paling tinggi, cabang paling
109
banyak, warna daun hijau tua, akar coklat tua, dan konsentrasi P pada daun
berkisar 0,14 - 0,19%.
3. Gejala kelebihan P pada bibit mangis adalah daun berwarna coklat keabuabuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun tua dan
kemudian
menyebar menuju pangkal daun, pertumbuhan terhambat. Selain itu, akar
mengalami kerusakan, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan membusuk
dengan warna coklat tua kehitaman. Konsentrasi P daunnya >0,32%.
4. Konsentrasi P daun berdasarkan data interpretasi dikelompokan sebagai
berikut: <0,05% (sangat rendah), 0,05-0,10% (rendah), 0,10-0,19 (sedang),
0,19% (tinggi), dan >0,19% (sangat tinggi).
5. Untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum dibutuhkan dosis pupuk fosfor
optimum yaitu 129 ppm P/tanaman. Bila mempergunakan model lineaur
plateu maka dosis yang direkomendasikan adalah 84 ppm/tanaman.
EVALUASI GEJALA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN
FOSFOR PADA TANAMAN MANGGIS
(Symptoms of phosphor deficient and excessive on mangosteen)
Abstrak
Fosfor (P) sering juga disebut sebagai kunci kehidupan karena fungsinya
yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Fungsi utama P dalam tanaman
adalah menyimpan dan mentransfer energi dalam bentuk ADP dan ATP. Energi
diperoleh dari fotosintesis dan metabolis karbohidrat yang di simpan dalam
campuran fosfat untuk digunakan dalam proses-proses pertumbuhan dan produksi
berikutnya. Tanpa P proses-proses tersebut tidak dapat berlangsung. Oleh karena
itu, kekurangan atau kelebihan P akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman. Untuk mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan P pada
tanaman manggis, perlu diketahui gejala kekurangan dan kelebihan P serta
konsentrasi P di daun pada masing-masing kondisi tersebut. Meskipun tanaman
manggis di lapangan jarang sekali terlihat menunjukkan gejala kekurangan dan
kelebihan P. Akan tetapi, tanaman bibit dengan perlakuan pemupukan di media
pasir dapat memperlihatkan gejala tersebut. Tanaman manggis umur satu tahun
lima bulan digunakan dalam penelitian ini. Penelitian disusun dalam rancangan
acak kelompok, dengan enam perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan terdiri atas
enam tingkat dosis pupuk P yaitu 0 ppm; 25 ppm; 50 ppm; 100 ppm; 200 ppm dan
400 ppm/tanaman. Hasil penelitian menunjukan bahwa bibit manggis yang
kekurangan fosfor memperlihatkan gejala-gejala seperti warna daun hijau kusam.
pertumbuhan terhambat, konsentrasi fosfor pada daun kurang dari 0,045%.
Sebaliknya, bibit-bibit yang kelebihan fosfor mempunyai gejala-gejala seperti
daun menjadi coklat keabu-abuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun
tua dan menjalar menuju ke pangkal daun. Akar pada tanaman yang kelebihan
fosfor mengalami kerusakan, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan membusuk
dengan warna coklat tua kehitaman. Konsentrasi fosfor pada daun lebih dari
0,28%.
Katakunci : Kekurangan, kelebihan, fosfor, bibit manggis
Abstract
Phosphor is often called as a key of life because it’s function is very
central in living process. The most esential function of P in plant is energy
storage and transfer within Adenosine di-and triphosphates (ADP and ATP)
forms. Energy obtained from photosynthessis and metabolism of carbohydrat is
stored in phosphate compounds for subsequent use in growth and reproduction
processes. Without P, those processes can not occur. Therefore, deficient or
excessive condition of phosphor will influence growth and plant production. To
prevent the deficient or excessive of phosphor in mangosteen plant it is needed to
know the symptoms of phosphor deficiency or excess and concentration of P in
leaf for each condition. An experiment was arranged in randomized complete
block design, using one factor, with six replications. The treatment consisted of
five levels of phosphor dosage: 0; 25; 50; 100; 200 and 400 ppm/plant. All
treatments were applied on mangosteen seedling of one year five month’s age.
The results showed that mangosteen seedling which deficient of phosphor
exhibited symptoms like yellowish light green leaf color, yellowish light brown
94
root color, stunted or inhibited growth, and concentration of P in leaf was low
(<0.04%). On the other hand, the seedlings that excessive phosphor had symptom
such as leaf was brown, necrotic, and finally fallen off; root was dark brown,
cracking and broken easily, finally rotten; the growth of seedling inhibited; and
concentration of P in leaf was more than 0.28%.
Keywords: deficient, excessive, phosphor concentration
Pendahuluan
Latar Belakang
Produktivitas rata-rata nasional manggis Indonesia hanya berkisar antara
30–70 kg/per pohon, jauh lebih rendah dari pada Malaysia dan India yang
mencapai 200–300 kg/per pohon (Poerwanto 2002a). Dari total produksi tersebut
hanya 25% yang layak ekspor (Indriyani et al. 2002). Rendahnya produksi
manggis di Indonesia salah satunya disebabkan tidak adanya usaha pemupukan.
Hal ini karena belum tersedianya pengetahuan mengenai nutrisi mineral yang
optimum untuk pertumbuhan dan produksi (Poerwanto 2002b). Di Malaysia,
Thailand dan India tanaman manggis telah dipupuk, akan tetapi rekomendasi yang
ada disusun umumnya hanya berdasarkan pengalaman dan praktek tradisional
(Yaacob dan Tindal 1995).
Pemupukan bila tidak dengan perhitungan yang tepat dapat berakibat tidak
berkecukupan atau berlebihan bagi tanaman. Pemupukan yang berlebihan dapat
mengganggu keseimbangan lingkungan, pemborosan dana, bahkan juga bisa
meracun tanaman. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemupukan yang tepat
dan efisien, guna memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal baik
kualitas maupun kuantitasnya harus diperhatikan beberapa faktor antara lain:
sifat/jenis pupuk, varietas yang digunakan, umur tanaman, jenis tanah dan
keadaan iklim. Kompenen-komponen tersebut mempunyai hubungan yang sangat
erat dan komplek karena di dalamnya terkait proses-proses biologis fisiologis,
fisika dan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman.
Salah satu jenis pupuk yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman
adalah fosfor disamping nitrogen dan kalium. Fosfor adalah hara makro esensial
yang memegang peranan penting dalam berbagai proses seperti, fotosintesis,
95
asimilasi dan respirasi. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah
senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH, dan
senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner, Pearce, dan Mitchell
1985). Embleton et al. (1973) menyatakan bahwa fosfor selain berperanan dalam
pertumbuhan tanaman (batang, akar ranting dan daun) juga dapat mempercepat
proses pemasakan buah dan mengurangi rasa masam pada buah. Thompson dan
Troeh (1978) juga melaporkan bahwa fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk
pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat
batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu
dalam pembentukan bunga, memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan
hama dan penyakit.
Menurut Marschner (1995), kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum
tanaman selama pertumbuhan vegetatif adalah berkisar antara 0,3 % sampai 0,5 %
dari berat kering tanaman. Pada konsentrasi fosfor lebih tinggi dari 1 % dari berat
kering maka kemungkinan tanaman akan keracunan.
Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, oleh karena itu
ketersediannya sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Pada keadaan
kahat fosfor, perluasan daun dan sel lebih terhambat daripada pembentukan
klorofil, oleh karena itu kandungan klorofil per unit luas daun sangat banyak,
tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi
dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor
mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses
metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis
(Terry dan Ulrich 1993).
Selain itu tanaman yang kekurangan fosfor juga menampakkan gejalagejala terhambatnya pertumbuhan tanaman, batang lemah dan kerdil, serta
perkembangan akar terhambat. Daun lebar berwarna hijau tua kebiru-biruan
mengkilap yang tidak normal atau kusam. Proses pembentukan dan pematangan
buah terhambat, kulit tebal dengan warna jelek, rasanya masam. (Embleton et al.
1973; Marschner 1995). Gejala kelebihan unsur P menyebabkan kulit buah
keriput.
96
Sementara itu, gejala kekurangan dan kelebihan fosfor pada tanaman
manggis belum banyak diketahui. Untuk mencegah terjadinya kekurangan dan
kelebihan P pada tanaman manggis, perlu diketahui gejala kekurangan dan
kelebihan P, serta konsentrasi P di daun pada masing-masing kondisi tersebut.
Meskipun tanaman manggis di lapangan
jarang sekali terlihat menunjukkan
gejala kekurangan dan kelebihan P. Akan tetapi, tanaman bibit dengan perlakuan
pemupukan di media pasir dapat memperlihatkan gejala tersebut.
Berdasarkan pokok-pokok pemikiran di atas, maka perlu dilakukan
penelitian agar diketahui gejala kekurangan dan kelebihan P serta konsentrasi P di
daun pada kondisi kekurangan dan kelebihan P tersebut. Apabila konsentrasi P di
daun telah diketahui berapa kisaranya pada masing-masing kondisi, maka dapat
secara dini mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan P.
Tujuan Penelitian
1. Mengamati gejala kekurangan fosfor pada bibit manggis
2. Mengamati ciri-ciri tanaman bibit manggis yang kecukupan fosfor
3. Mengamati gejala kelebihan fosfor pada bibit manggis
4. Mengukur kisaran fosfor di daun pada kondisi kekurangan, kecukupan dan
kelebihan fosfor
Bahan dan Metode
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2004 sampai dengan Mei 2006
di Kebun Pembibitan Pusat Kajian Buah-buhan Tropika IPB Tajur. Lokasi
penelititan ini berada pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dengan
suhu rata-rata 20-32 C. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen
Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan aplikasi pupuk fosfor terdiri 5 perlakukan yaitu dosis pupuk
fosfor (P), yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), setiap unit
perlakuan terdiri 3 tanaman, yang diulang 3 kali. Dosis dari perlakuan adalah : P0
=0
ppm P1 = 25 ppm; P2 = 50 ppm; P3 = 100 ppm; P4 = 200 ppm; P5 = 400
97
ppm. Bibit tanaman manggis umur satu tahun lima bulan dipindahkan ke dalam
polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir kali. Pemindahan bibit
dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal, kemudian akarnya dicuci
hingga bersih, lalu ditanaman kembali pada polybag yang telah disediakan.
Larutan nutrisi diberikan seminggu tiga kali sesuai dengan masing-masing
perlakukan dengan cara disiramkan ke dalam polybag. Fosfor sebagai perlakuan
bersumber dari KH2PO4. Aplikasi pupuk selain perlakuan juga diberikan larutan
hara standar sebagai pupuk dasar yaitu: N 200 ppm, K 100 ppm, Ca 100 ppm, Mg
70 ppm , Fe 0,8 ppm, B 0,5 ppm, Mn 0,8 ppm, Zn 0.05 ppm, Cu 0,05 ppm, dan
Mo 0,03 ppm ( Ismadi 2004).
Pengamatan:
1. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan deskriptif terhadap gejala
kekurangan dan kelebihan fosfor.
2.
Pengamatan pertumbuhan yang meliputi :
-
Tinggi tanaman, diukur setiap minggu dari pangkal tanaman
sampai buku teratas
-
Diameter batang, pengukuran dilakukan 5 cm di atas media
tumbuh, setiap 1 minggu sekali
-
Jumlah daun, jumlah daun yang tumbuh selama penelitian, Tunas
daun muda sudah dianggap sebagai daun apabila tunas tersebut
sudah membuka dan membentuk daun (trubus awal).
3.
Analisis kandungan hara fosfor daun umur 5 bulan dilakukan di akhir
penelitian.
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila
didapatkan pengaruh yang nyata, dilanjutkan dengan uji ortogonal polinomial.
Sedangkan untuk mengetahui status hara P pada daun dilakukan tahapan kegiatan
sebagai berikut:
1. Menghitung pertumbuhan relatif (%) (rata-ratakan dari setiap ulangan) sebagai
berikut:
Yi
x100%
Ymaks
= Pertumbuhan pada perlakuan hara P ke-i
Pertumbuhan relatif =
Yi
Ymaks = Pertumbuhan maksimum
98
2. Selanjutnya nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable (Y)
dihubungkan dengan nilai kandungan hara P dan daun sebagai independent
variable (X) untuk dianalisis dengan beberapa model regresi (antara lain
Kuadratik, logistik, linier plateau dan lain-lain). Model yang mempunyai
kriteria terbaik secara statistik akan dipakai untuk menentukan status hara P
untuk tanaman bibit manggis.
Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk
menghubungkan antara kadar hara P daun dengan pertumbuhan relatif untuk
menentukan kelas ketersedian hara. Kidder (1993) membagi ke dalam lima
kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase hasil relatif yaitu: (1)
sangat rendah (kurang dari 50%), (2) rendah (50-75%), (3) cukup (75-100%), (4)
tinggi (100%) dan (5) sangat tinggi (kurang dari 100%).
Cara lain untuk menentukan kelas ketersedian hara adalah dengan metode
Cate & Nelson, metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data
hubungan kadar hara dengan pertumbuhan relatif. Kumpulan tersebut dibagi
menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah pisahan tersebut
merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari
satu kadar hara tanaman.
Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk optimum agar tanaman dapat
tumbuh secara maksimum digunakan model regresi kuadratik. Model ini adalah
hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan relatif sebagai respon
pemupukan. Persamaan garis regresinya adalah:
RY = a + bP + cP2
dimana:
RY
= pertumbuhan relatif (%)
P
= dosis pupuk P (ppm/tanaman)
a, b, dan c
= konstanta
Selanjutnya penentuan dosis pupuk P yang menunjukkan hasil relatif
maksimum dengan rumus turunan dari persamaan regresinya yaitu:
dRY/dP = b+2cP =0
P= -b/2c
dimana:
99
RY
= hasil relatif (%)
P
= dosis pupuk P (ppm/tanaman)
b dan c= konstanta
Cara kedua adalah menggunakan model regres linear plateau yaitu dengan
memplateau persamaan regresi linear pada hasil relatif 90%. Persamaan
regresinya yaitu: RY = a + bP
Dosis optimum ditetapkan untuk mencapai pertumbuhan
90% dari
pertumbuhan maksimum.
Hasil dan Pembahasan
Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Fosfor
Secara umum pemberian pupuk fosfor berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman manggis. Hal ini terlihat dari peningkatan pertumbuhan bibit manggis
yang mendapat pupuk fosfor dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan pupuk
fosfor. Akan tetapi, bila dosis pupuk fosfor terlalu berlebihan pertumbuhan tajuk
dan akar terhambat, bahkan bisa menyebabkan kematian. Pola respon tinggi
tanaman dan panjang cabang terhadap pemberian pupuk fosfor adalah kuadratik.
Sedangkan untuk jumlah cabang, dan jumlah daun meningkat sejalan dengan
meningkatnya dosis nitrogen dengan pola responnya linear (Gambar. 18).
Bila dibandingkan antar perlakuan, maka tanaman manggis yang terbaik
pertumbuhannya didapatkan pada perlakuan P2 yaitu dosis fosfor 50
ppm.
Tanaman ini mempunyai tinggi tanaman, diameter batang, panjang cabang,
jumlah cabang,dan jumlah daun yang lebih tinggi dan lebih banyak dibandingkan
tanaman lainnya (Tabel 25). Tinggi tanaman P2 (83,47 cm) berbeda nyata dengan
tinggi tanaman manggis yang tidak mendapat hara fosfor sama sekali yaitu P0
(40,93 cm) dan begitu juga dengan tanaman P4 (69,85 cm) dan P5 (67,20 cm)
yang kelebihan hara fosfor. Jumlah cabang P2 (8,33) berbeda nyata dengan P0
(3,50) dan tidak cukup signifikan berbeda dengan perlakuan yang lain. Panjang
cabang P2 (26,08 cm) berbeda nyata dengan P0 (14,50 cm) dan P5 (19,10 cm).
Sedangkan jumlah daun P2 (59,00) berbeda nyata dengan P0 (27,33) dan P5
(37,67). Secara visual tanaman P2 ini tidak terlihat perbedaan yang cukup berarti
dengan P1 dan P3. Tanaman manggis yang tumbuh baik dan lebih subur ini
mengindikasikan terpenuhinya kebutuhan hara fosfor.
100
Gambar 18 Penampilan bibit manggis 14 bulan setelah perlakuan pupuk fosfor
(0, 25, 50, 100, 200, 400 ppm P).
Tabel 25 Pengaruh fosfor terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah
cabang dan jumlah daun pada bibit manggis setelah 14 bulan
Perlakuan
(ppm P)
Tinggi
tanaman (cm)
Diameter
batang (cm)
Panjang
cabang (cm)
Jumlah
cabang
Jumlah
daun
0
40,93
0,84
14,50
3,50
27,33
25
78,73
0,81
25,67
8,00
59,00
50
83,47
0,87
26,08
8,33
58,00
100
72,82
0,86
24,17
8,33
45,33
200
69,85
0,86
23,77
7,83
49,17
400
67,20
0,86
19,10
7,67
37,67
F test:
**
ns
*
**
*
Q*
Q*
L*
L*
Keterangan: Uji F untuk melihat respon bibit manggis akibat pemupukan P; Pola
respon diuji dengan ortogonal polinomial; * = nyata pada taraf uji
5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata
Pola respon:
Warna dan Ukuran Daun
Tanaman yang mendapatkan hara fosfor cukup yaitu sebanyak 50 ppm,
mempunyai warna daun hijau tua hingga hijau tua kebiru-biruan. Warna hijau tua
terlihat pada permukaan daun bagian atas, sedangkan permukaan daun bagian
101
bawah berwarna hijau muda dan lebih cerah. warna ini bertahan cukup lama
bahkan sampai muncul beberapa kali trubus baru dari ujung tangkai daun tersebut.
Daun ini ada yang gugur ketika masih berwarna hijau tua dan sebagian besar
gugur setelah berwarna kekuningan (senensens).
Tanaman yang kebutuhan hara fosfornya terpenuhi mempunyai ukuran
daun yang optimal. Panjang daun tanaman dengan perlakuan 50 ppm P berkisar
20,43 cm dan lebar berkisar 9,07 cm sehingga tanaman ini mempunyai daun
paling luas dibandingkan dengan tanaman lain. Luasnya ukuran daun ini tidak
terlepas dari peranan fosfor, karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan
metabolisme tanaman. Fosfor merupakan penyusun karbohidrat dan senyawa kaya
nitrogen. Gula terfosforilasi yang kaya energi muncul dalam proses fotosintesis,
fosforilasi adenosin menghasilkan adenosin monofosfat, difosfot dan trifosfat
(AMD, ADP dan ATP) yaitu tempat penyimpanan energi untuk kelangsungan
proses kimia lainnya (Poerwanto 2003).
Warna dan Bentuk Akar
Pemberian fosfor yang berlebihan telah menyebabkan jumlah akar jadi
berkurang. Hal ini mulai terlihat pada perlakuan 100 ppm, 200 ppm hingga 400
ppm P/tanaman. Gejala yang ditimbulkan adalah akar berwarna coklat tua kusam,
sedangkan tanaman manggis yang mendapatkan hara fosfor yang cukup
mempunyai akar berwarna coklat muda cerah (Gambar 18 dan 23).
Penanaman manggis pada media pasir dapat meningkatkan jumlah akar
serabut lima hingga sepuluh kali lebih banyak dari pada yang dikulturkan pada
media tanah. Hanya saja, pada media pasir tekstur lebih lemas, sedikit rapuh dan
mudah putus dibanding akar yang dikulturkan pada media tanah. Hal ini karena
jumlahnya yang banyak menyebabkan ukuran jadi kecil. Jumlah serabut akar
(fibrilla radicalis)
yang banyak berpeluang untuk meningkatkan kemampuan
mendapatkan dan menyerap hara yang banyak juga. Untuk mendapatkan
pertumbuhan yang optimal disarankan bibit dikulturkan di media pasir sebelum
dipindahkan ke lapangan sehingga akar yang terbentuk lebih banyak. Peningkatan
jumlah akar ini telah menjawab permasalahan pada tanaman manggis seperti yang
diungkapkan oleh Wiebel (1993) bahwa akar manggis kurang berkembang,
pertumbuhan lambat dan jumlah sedikit.
102
Meskipun pada saat pengamatan akar tidak terlihat perbedaan yang cukup
berarti, hanya saja akar manggis yang kekurangan fosfor terlihat berwarna coklat
muda terang dan lebih cerah dari yang normal. Jumlah serabut akar (fibrilla
radicalis) sedikit kurang dari tanaman yang mendapat fosfor cukup, namum
mempunyai ukuran yang lebih panjang. Menurut Embleton et al. (1973) dan
Marschner (1995) tanaman yang kekurangan fosfor menampakkan gejala-gejala
perkembangan akar terhambat, pertumbuhan tanaman terhambat, batang lemah
dan kerdil
Akar yang kelebihan fosfor terlihat berwarna coklat tua dan mudah putus,
menjadi pecah-pecah (Gambar 23c). Akar pecah-pecah pertama kali terjadi pada
serabut akar (fibrilla radicalis), yaitu cabang-cabang akar yang halus-halus
berbentuk serabut.
kemudian baru menyebar ke cabang-cabang akar (radix
lateralis). Akar berubah warna dari coklat muda menjadi coklat tua kehitamhitaman. Tekstur akar rapuh dan mudah putus, dan pada akhirnya jaringan akar
tersebut jadi mati.
Gejala Kekurangan Fosfor
Manggis yang mengalami kekurangan fosfor adalah tanaman P0, yaitu
yang tidak mendapatkan perlakukan fosfor. Sepintas tanaman yang kekurangan
fosfor ini terlihat normal, akan tetapi, bila dibandingkan dengan tanaman yang
mendapatkan cukup fosfor, maka dengan jelas terlihat perbedaan terhadap
parameter pertumbuhan (Gambar 19). Akibat kekurangan fosfor pada tanaman P0
telah menyebabkan kemunculan tunas baru atau flashnya terhambat sehingga
jumlah cabang sedikit, daun sedikit, dan tanaman terlihat pendek. Selain itu,
tanaman P0 mempunyai diameter batang kecil, cabang pendek, dan daun yang
sempit dibandingkan tanaman yang lainnya (Tabel 25). Tinggi tanaman P0 adalah
40,93 cm, diameter batang 0,84 cm, jumlah cabang 3,50, panjang cabang 14,50
cm, jumlah daun 27,33, panjang daun 17,33 cm dan lebar daun 7,47cm, semua
parameter pengamatan ini paling kecil bila dibandingkan dengan tanaman yang
mendapat pupuk fosfor.
103
Gambar 19 Penampilan tanaman manggis yang kekurangan fosfor (P0)
dibandingkan dengan yang berkecukupan fosfor (P2)
Gejala kekurangan fosfor pada daun tidak begitu terlihat dengan jelas,
akan tetapi bila diperhatikan lebih cermat maka dapat dibedakan antara daun
tanaman yang kekurangan fosfor dengan daun tanaman yang normal atau
berkecukupan hara fosfor. Warna daun manggis yang kekurangan fosfor adalah
hijau tua kusam/pudar, daun berukuran sempit. Daun muda pada keadaan
kekurangan fosfor cenderung menjadi sempit dari pada bentuk aslinya yang ovate.
Hal ini karena perluasan daun dan sel lebih terhambat daripada pembentukan
klorofil, oleh karena itu kandungan klorofil per unit luas daun sangat banyak,
tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi
dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor
mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses
metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis
(Terry dan Ulrich 1993).
Selain itu, menurut Embleton et al. (1973) tanaman yang kekurangan fosfor
menampakkan gejala-gejala terhambatnya pertumbuhan tanaman, batang lemah
dan kerdil, dan perkembangan akar terhambat. Daun lebar berwarna hijau tua
104
kebiru-biruan mengkilap yang tidak normal atau kusam. Proses pembentukan dan
pematangan buah terhambat, kulit tebal dengan warna jelek, rasanya masam.
Gejala Kelebihan Fosfor
Tanaman yang kelebihan fosfor terlihat jelas pada perlakuan 200 dan 400
ppm P. Tanaman ini memperlihatkan gejala terhambatnya pertumbuhan. Hal ini
terlihat dari tinggi tanaman yang hanya berkisar 69,85 cm dan 67,20 cm lebih
pendek dari tanaman normal (50 ppm P) yaitu 83,47 cm. Jumlah cabang juga
mengalami penurunan yaitu dari 8,33 pada tanaman normal (50 ppm dan 100 ppm
P) menjadi 7,83 pada perlakuan 200 ppm P dan 7,67 pada perlakuan 400 ppm P.
Sedangkan jumlah daun telah mengalami penurunan dari perlakuan 100 ppm P
dengan jumlah 45,33 helai daun. Peningkatan perlakuan menjadi 200 ppm dan
400 ppm P makin menurunkan jumlah daun yaitu masing-masing 49,17 dan 37,67
helai daun (Tabel 25).
Padahal tanaman yang mendapatkan fosfor cukup
(perlakuakuan 50 ppm P) jumlah daunnya 59 helai.
Gejala kelebihan fosfor mulai terlihat pada daun dengan perlakukan 200
ppm P. Gejala kelebihan tersebut akan terlihat makin jelas pada tanaman dengan
perlakuan 400 ppm P. Kelebihan fosfor menyebabkan daun berwarna coklat
keabu-abuan (Gambar 20). Daun yang pertama kali memperlihatkan gejala
kelebihan fosfor tersebut adalah daun dewasa pada cabang bagian bawah. Gejala
perubahan warna dari hijau tua menjadi coklat berawal dari ujung daun kemudian
merambat menuju pangkal daun dan akhirnya daun mengering dan rontok.
Akar yang kelebihan fosfor terlihat berwarna coklat tua dan mudah putus,
menjadi pecah-pecah (Gambar 23c). Akar pecah-pecah pertama kali terjadi pada
serabut akar (fibrilla radicalis), yaitu cabang-cabang akar yang halus-halus
berbentuk serabut.
kemudian baru menyebar ke cabang-cabang akar (radix
lateralis). Akar berubah warna dari coklat muda menjadi coklat tua kehitamhitaman. Tekstur akar rapuh dan mudah putus, dan pada akhirnya jaringan akar
tersebut jadi mati.
Pemberian dosis fosfor tinggi dapat menyebabkan efek antagonis yaitu
kekurangan hara lain. Marschner (1995) menyatakan bahwa konsentrasi fosfor
yang tinggi dapat menghambat Fe dan Zn. Untuk membuktikan fosfor dengan
dosis tinggi menghambat hara-hara lain perlu dilakukan analisis jaringan.
105
(a)
(d)
(c)
(b)
Gambar 20 Kondisi tanaman manggis yang kelebihan hara fosfor (a) bibit dalam
polybag (b) bibit tanpak dari atas (c) permukaan daun bagian atas,
(d) permukaan daun bagian bawah.
Konsentrasi Hara Daun
Konsentrasi
fosfor
pada
daun
mengalami
peningkatan
dengan
bertambahnya dosis pemberian pupuk fosfor. Tanaman yang tidak mendapatkan
pupuk fosfor (P0) konsentrasi P pada daunnya <0,05%. Tanaman yang
pertumbuhannya paling baik didapatkan pada perlakuan 50 ppm P/tanaman.
Tanaman ini mempunyai pohon tertinggi, jumlah cabang terbanyak, jumlah daun
terbanyak. Konsentrasi P daunnya berkisar 0,14-0,19%. Sedangkan pada
perlakuan 100 ppm P/tanaman, pertumbuhan tanaman mulai terhambat, akan
tetapi belum terlihat perbedaan warna daun dengan tanaman yang normal.
Tabel 26 Status konsentrasi fosfor pada daun tanaman bibit manggis dengan
pendekatan tiga metode (visual, Kidder, Cate & Nelson).
Perlakuan fosfor (ppm P)
Metode
0
Sangat rendah
25
50
100
Kisaran status hara P (%)
rendah
sedang
tinggi
200
Sangat tinggi
Visual
<0,05
0,06-0,09
0,14-0,19
0,24-0,27
>0,32
Kidder
<0,05
0,05-<0,10
0,10- <0,19
0,19
>0,19
Cate &
Nelson
0,17
106
Konsentrasi hara P daunnya berkisar 0,24-0,27%. Gejala kelebihan fosfor mulai
terlihat pada perlakuan 200 ppm P dengan ciri daun berwarna coklat keabu-abuan
pada ujung daun. Tanaman ini mempunyai Konsentrasi hara P daunnya >0,32%
(Tabel 26). Pada perlakuaan 400 ppm P gejala nya makin terlihat jelas bahkan
berakibat kematian bagi tanaman.
Untuk mengetahui kisaran status konsentrasi hara P di daun dapat juga
dengan melihat respon tanaman. Kidder (1993) menghubungkan konsentrasi hara
dengan respon tanaman, dalam hal ini adalah dengan pertumbuhan relatif. Dengan
demikian konsentrasi hara P daun dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
kelompok yaitu: sangat rendah (<0,05%), rendah (0,05-0,10%), sedang (0,100,19%), tinggi (0,19%) dan sangat tinggi (>0,19). Pendekatan yang lain adalah
metode Cate dan Nelson. Metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan
data, sehingga terlihat hubungan konsentrasi hara dengan pertumbuhan relatif.
Data-data tersebut dibagi menjadi dua kelompok (cluster), yaitu kelompok tinggi
dan rendah pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke konsentrasi
110
110
100
100
90
90
80
70
60
50
40
y = -1966.3x 2 + 786.77x + 16.63
R2 = 0.9393
30
20
10
(-)
(+)
(+)
(-)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0
0
(a)
Pertumbuhan Relatif (%)
Pertumbuhan Relatif (%)
hara. Titik kritis konsentrasi P daun adalah 0,17% (Tabel 26 dan Gambar 21).
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
Konsentrasi P daun (%)
0.3
0.35
0
(b)
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Konsentrasi P daun (%)
Gambar 21 Hubungan konsentrasi fosfor daun dengan pertumbuhan bibit
manggis relatif menurut pendekatan (a). Kidder (b). Cate dan
Nelson.
Dosis Optimum Pupuk Fosfor
Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk yang optimum agar tanaman
dapat tumbuh secara maksimum dapat dilihat dari persamaan model regresi
hubungan antara dosis pupuk dengan pertumbuhan sebagai respon pemupukan
(Gambar 22). Untuk pupuk P, dosis optimum berdasarkan persamaan regresi
kuadratik Y=-0.0035x2+0.9031x+40.026 adalah 129 ppm P/tanaman. Kalau
107
mempergunakan model linear plateau pupuk P yang dibutuhkan cukup hanya 84
ppm/tanaman.
Pertumbuhan relatif (%)
100
90
80
70
Linear Plateau y = 0.5462x + 44.272, y = 90%
r = 0.940, critical value = 83.72 ppm P/plant
Linear plateau 2y = 0.5462x + 44.272
Quadratic
= -0.0035x + 0.9031x + 40.026
r = 0.940, critical value = 84 ppm P/plant
r = 0.953 max 129.014 ppm
2 P/plant
60
50
Quadratic y = -0.0035x + 0.9031x + 40.026
r = 0.9073, max = 130 ppm P/plant
40
30
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Dosis pupuk P (ppm/tanaman)
Gambar 22. Hubungan antara dosis fosfor dengan tinggi tanaman relatif bibit
manggis menggunakan regresi linear plateau dan kuadratik.
Mempergunakan
model
regresi
linear
plateau
dalam
menyusun
rekomendasi pemupukan P pada bibit manggis akan menghasilkan dosis pupuk
lebih rendah daripada model kuadratik. Dengan demikian model linear plateau
adalah lebih efisiensi dan ekonomis. Selain itu penyusunan rekomendasi pupuk
menggunakan model linear plateau juga mengurangi pemberian pupuk yang
berlebihan sehingga dapat mengurangi pencemaran air tanah dibandingkan
dengan model kuadratik.
Pemberian pupuk P melebihi kebutuhan tanaman dapat menghambat
pertumbuhan, bahkan pada tingkat dosis yang lebih tinggi menyebabkan
kematian. Hal ini terlihat pada Gambar 20 dan 23c. Bibit manggis yang
mendapatkan pupuk P berlebihan menyebabkan kerusakan pada daun dan akar.
Metode analisis jaringan daun cukup baik sebagai alat peringatan dini
tentang adanya gangguan hara. Hal ini karena gejala defisiensi hara maupun
kelebihan hara baru muncul pada tingkat defisiensi berat atau keracunan berat.
Oleh karena itu, apabila telah diketahui kisaran konsentrasi hara pada daun, maka
dengan mudah menginterpretasikannya, apakah statusnya tergolong sangat
rendah, rendah, sedang, tinggi atau sangat tinggi.
108
(a)
(b)
(a)
(b)
(c)
(c)
Gambar 23 Perbandingan (a) kekurangan, (b) kecukupan dan (c) kelebihan
fosfor pada daun, tajuk, dan akar tanaman manggis.
Mengamati gejala kekurangan atau kelebihan dari suatu unsur tidak selalu
mudah karena memerlukan pengalaman yang banyak dan baik. Metode ini tidak
memerlukan peralatan kecuali pengetahuan yang bertolak dari pengalaman dan
pemahaman. Oleh karena itu, penyajian secara bersamaan gambar-gambar
tanaman pada kondisi kekurangan, kucukupan dan kelebihan hara P dapat dengan
mudah melihat perbedaannya (Gambar 23).
Simpulan
1. Gejala kekurangan P pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau kusam,
pertumbuhan terhambat yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan jumlah
cabang yang sedikit. Konsentrasi fosfor pada daun <0,05%.
2. Tanaman yang mendapatkan kecukupan hara P mempunyai pertumbuhan yang
optimal dengan penampilan rimbun, tanaman paling tinggi, cabang paling
109
banyak, warna daun hijau tua, akar coklat tua, dan konsentrasi P pada daun
berkisar 0,14 - 0,19%.
3. Gejala kelebihan P pada bibit mangis adalah daun berwarna coklat keabuabuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun tua dan
kemudian
menyebar menuju pangkal daun, pertumbuhan terhambat. Selain itu, akar
mengalami kerusakan, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan membusuk
dengan warna coklat tua kehitaman. Konsentrasi P daunnya >0,32%.
4. Konsentrasi P daun berdasarkan data interpretasi dikelompokan sebagai
berikut: <0,05% (sangat rendah), 0,05-0,10% (rendah), 0,10-0,19 (sedang),
0,19% (tinggi), dan >0,19% (sangat tinggi).
5. Untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum dibutuhkan dosis pupuk fosfor
optimum yaitu 129 ppm P/tanaman. Bila mempergunakan model lineaur
plateu maka dosis yang direkomendasikan adalah 84 ppm/tanaman.
PEMBAHASAN UMUM
Untuk mengetahui status hara tanaman, baik kekurangan ataupun
kelebihan hara pada tanaman dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan
pertama adalah analisis tanaman dan pendekatan kedua adalah diagnosis gejala
secara visual (Grundom 1987; Marschner 1995; Baligar dan Duncan 1990).
Analisis tanaman umumnya menggunakan jaringan daun. Analisis jaringan daun
dapat digunakan sebagai pedoman dalam mendiagnosis status hara dan
penyusunan rekomendasi pupuk, setelah dilakukan uji korelasi dan uji kalibrasi.
Gejala abnormal ditemukan bila tanaman tidak mendapat hara yang cukup untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan abnormal juga terjadi bila
tanaman menyerap hara melebihi kebutuhan untuk bermetabolisme.
Uji Korelasi Hara N, P dan K
Uji korelasi antara konsentrasi hara di daun dengan produksi bertujuan
mendapatkan daun yang tepat untuk dijadikan sampel, yaitu ketika konsentrasi
haranya mempunyai korelasi terbaik dengan produksi. Umur daun merupakan
salah satu faktor utama dalam menentukan status hara pada tanaman buah-buahan.
Dari hasil penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 2 terbukti bahwa
konsentrasi hara N, P, K di daun berbeda dengan bertambahnya umur.
Umur Jaringan Daun
Pada Gambar 2 diketahui bahwa konsentrasi N, P, dan K daun mengalami
penurunan dengan bertambahnya umur. Hal ini ditemukan di tiga lokasi sentra
produksi manggis di Jawa Barat (Purwakarta, Tasikmalaya dan Bogor). Hal
serupa juga dilaporkan oleh Poovarodom et al. (2002) bahwa terjadi penurunan
konsentrasi
nitrogen
daun
manggis
selama
masa
pertumbuhan.
Suatu
kecenderungan yang serupa didapatkan juga pada durian, yang merupakan salah
satu buah-buahan tropis (Poovarodom et al. 2000).
Terjadinya penurunan konsentrasi N, P dan K pada daun tua dibandingkan
dengan daun muda, kemungkinan ada kaitannya dengan sifat dari hara N, P dan
K dan peranannya dalam tanaman. Nitrogen bersifat mobil sehingga
memungkinkan terjadinya translokasi dari daun tua ke bagian organ yang lebih
muda, sehingga konsentrasi nitrogen pada daun tua menjadi berkurang. Walaupun
129
hal ini berbeda dengan perkiraan Yaacob dan Tindall (1995) bahwa kemungkinan
perpindahan hara dari daun-daun manggis tidak terjadi sampai beberapa tahun.
Nitrogen dibutuhkan dalam pertumbuhan sebagai komponen pembentuk dari
berbagai substansi penting dalam tanaman, antara lain: molekul klorofil, asam
amino, enzim dan koenzim, vitamin, hormon seperti asam indol asetat dan zeatin
serta turunannya (Poerwanto 2003).
Penurunan konsentrasi kalium erat kaitannya dengan sifatnya yang mobil
dalam jaringan. Poovarodom et al. (2002) melaporkan bahwa konsentrasi kalium
dalam jaringan daun manggis menurun sepanjang musim. Penurunan konsentrasi
kalium terutama terjadi ketika periode perkembangan buah, karena pembentukan
buah membutuhkan kalium yang banyak ( Menzel et al. 1992).
Selain itu, perbedaan kadar hara terjadi antar umur jaringan, karena
semakin tua jaringan tanaman, maka semakin tinggi kadar karbohidrat, sehingga
perbandingan unsur mineral dengan karbohidrat berubah dengan bertambahnya
waktu. Hal ini terjadi karena penumpukan karbohidrat tidak sejalan dengan
serapan hara. Sifat hara dalam sel juga mempengaruhi kadar hara. Sebagai contoh,
Ca umumnya diakumulasi pada vakuola sel, sehingga jumlah Ca semakin tinggi
dengan semakin tuanya umur sel (Marschner 1995).
Distribusi hara N, P dan K pada setiap umur daun tanaman tidak merata,
maka untuk pengambilan sampel daun dan penetapan kriteria penilaian
interpretasi hasil analisis jaringan daun harus memperhatikan umur daun. Bila
tidak akan terjadi kesalahan yang sangat fatal. Seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2 bila pengambilan sampel daun pada umur 2 bulan maka konsentrasi N,
P dan K daun di ketiga lokasi adalah tinggi. Akan tetapi, dengan penundaan
pengambilan daun satu bulan saja sehingga daun berumur 3 bulan konsentrasi N,
P dan K daun telah terjadi penurunan, bahkan di Bogor terjadi penurunan yang
cukup tajam. Untuk menentukan umur daun yang tepat dijadikan sampel adalah
ketika konsentrasi hara N, P, dan K nya berkorelasi terbaik dengan produksi, yang
ditandai dengan koefisien korelasinya terbesar.
Berdasarkan hasil analisis korelasi antara konsentrasi hara nitrogen daun
dengan produksi, maka koefisien korelasi terbesar adalah daun umur 5 bulan yaitu
0,75 untuk manggis asal Purwakarta dan 0,73 untuk manggis asal Bogor (Tabel
130
6). Sedangkan daun umur 5 bulan asal Tasikmalaya memiliki koefisien korelasi
0,43. Rendahnya koefisien korelasi disebabkan karena manggis asal Tasikmalaya
tidak pada musim panen raya (off season).
Analisis korelasi konsentrasi fosfor daun dari daun umur 2 hingga 10
bulan dengan produksi, maka yang berasosiasi tinggi didapatkan pada daun umur
4 bulan dan 5 bulan. Daun umur empat bulan untuk manggis asal Purwakarta
koefisien korelasinya adalah 0,71 dan daun umur 5 bulan untuk manggis asal
Bogor koefisien korelasi adalah 0,76, sedangkan manggis asal Tasikmalaya tidak
ada yang berkorelasi cukup tinggi, tetapi cukup substansial antara konsentrasi hara
fosfor daun dengan produksi yaitu pada daun umur 4, 5, dan 6 bulan dengan
koefisien korelasi masing-masing 0,63, 0,52, dan 0,68 (Tabel 7).
Analisis korelasi konsentrasi kalium daun dari setiap daun umur 2 hingga
10 bulan dengan produksi, maka yang berasosiasi tinggi didapatkan pada daun
umur 4 dan 5 bulan untuk manggis asal Purwakarta dengan koefisien korelasi
masing-masing 0,71 dan 0,70. Sementara itu, manggis asal Tasikmalaya, daun
umur 4 bulan hanya berkorelasi cukup substansial dengan koefisien korelasi yaitu
0,63, sedangkan untuk manggis asal Bogor daun umur 4 dan 5 bulan juga hanya
berkorelasi cukup substansial dengan koefisien korelasinya 0,51 dan 0,60. Dengan
demikian, daun yang tepat untuk dijadikan sebagai daun sampel adalah daun umur
5 bulan untuk mendiagnosis status hara nitrogen. Daun umur 4 dan 5 bulan,
untuk mendiagnosis status hara fosfor dan kalium.
Korelasi Daun Terpilih dengan Kandungan Hara Tanah dan Hasil
Untuk meyakinkan apakah daun yang terpilih mempunyai hubungan yang
kuat dengan hara tanah dan produksi, maka dilakukan uji korelasi. Dari hasil uji
korelasi pada Gambar 3 diketahui bahwa daun umur 4 dan 5 bulan mempunyai
hubungan yang erat dengan kandungan hara tanah. Koefisien korelasi antara
konsentrasi hara N, P, dan K daun dengan kandungan N, P, dan K tanah berkisar
0,63 – 0,89 pada daun umur 4 bulan dan 0,66 - 0,91 pada daun umur 5 bulan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsentrasi N, P dan K pada daun umur
4 dan 5 bulan merupakan cerminan kandungan N, P dan K dalam tanah.
Disamping itu, menurut Marshner (1995) bahwa analisis tanah menunjukkan
131
potensi ketersedian hara dalam tanah yang dapat diserap oleh akar, sedangkan
analisis tanaman menggambarkan status hara aktual dalam jaringan tanaman.
Konsentasi hara daun umur 4 dan 5 bulan tidak hanya berhubungan erat
dengan kadar hara dalam tanah, tetapi juga dapat memprediksi kemampuan
berproduksi tanaman. Pada Gambar 4 diketahui bahwa konsentrasi N, P dan K
daun umur 4 dan 5 bulan berkorelasi positif dengan produksi, dengan koefisien
korelasi sekitar 0,8. Fakta di lapangan juga membuktikan bahwa konsentrasi hara
N, P dan K daun asal Purwakarta lebih tinggi daripada Tasikmalaya dan Bogor,
ternyata produksi manggis Purwakarta juga lebih tinggi dari pada Tasikmalaya
dan Bogor. Dengan demikian hasil analisis konsentrasi hara daun dapat digunakan
untuk memprediksi potensi produksi.
Meskipun daun umur 4 dan 5 bulan dapat digunakan sebagai alat diagnosis
status hara N, P dan K pada tanaman manggis, akan tetapi untuk kepentingan
praktis, ekonomis dan efisien, maka daun umur 5 bulan ditetapkan sebagai daun
sampel untuk mendiagnosis status hara N, P, dan K. Selanjutnya hanya daun
umur 5 bulan yang digunakan dalam analisis jaringan daun pada tanaman
manggis. Daun umur 5 bulan tersebut dari fisiologinya sudah termasuh daun
dewasa yang kandungan hara mineralnya sudah stabil, dan berfungsi sebagai
source. Sedangkan pada tanaman jeruk daun yang dijadikan daun sampel adalah
daun umur 4 hingga 6 bulan, karena pada umur tersebut kandungan N, P, K, Ca,
Mg di daun sudah stabil (Hanlon et al. 2002).
Uji Kalibrasi Hara N, P dan K
Dari tiga lokasi penelitian kegiatan pada tahun pertama, diketahui bahwa
lokasi Bogor merupakan daerah yang tingkat kesuburan dan konsentrasi N, P, dan
K pada daun serta produksi lebih rendah dibandingkan dengan Purwakarta dan
Tasikmalaya. Oleh karena itu, kegiatan uji kalibrasi dilakukan di Bogor dengan
harapan bahwa penambahan hara dapat memberikan respon pada pertumbuhan
dan produksi manggis. Sehingga data interpretasi yang dibangun mempunyai
kisaran yang lebih luas, yaitu mulai dari sangat rendah hingga sangat tinggi.
Setelah mendapatkan daun umur 5 bulan sebagai daun sampel dari uji
korelasi, maka nilai analisis daun akan mempunyai arti bila dikorelasikan dengan
hasil yang dapat dipasarkan. Studi untuk memberikan bobot agronomi terhadap
132
hasil analisis jaringan daun disebut studi kalibrasi dan dilakukan di lapangan. Dari
studi ini diketahui hubungan antara nilai analisis jaringan daun dengan respon
tanaman di lapangan. Dengan demikian, uji kalibrasi memberikan makna nilai
analisis jaringan daun yang diperoleh dari laboratorium menjadi data interpretasi,
apakah kandungan unsur dalam daun tersebut statusnya sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi, atau sangat tinggi. Pengelompokan nilai-nilai analisis daun ini
didasarkan atas adanya hubungan hara daun dengan produksi relatif dengan
menggunakan model regresi. Dari 4 model regresi yang diuji yaitu model linear,
kuadratik, logistik, dan exponensial, diketahui model regresi kuadratik adalah
model terbaik untuk menyatakan hubungan antara konsentrasi hara N, P dan K
daun dengan produksi. Rangkuman status hara N, P dan K pada tanaman manggis
menggunakan model regresi kuadratik disajikan pada Tabel 29.
Tabel 29 Status konsentrasi N, P, dan K di daun manggis
Unsur
Sangat rendah
N
<0,99
Status Hara
Rendah
Sedang
%
0,99-<1,35
1,35-<2,10
P
<0,11
0,11-<0,21
0,21-<0,31
>0,31
K
<0,69
0,69-<0,90
0,90-<1,12
>1,12
Sangat tinggi
>2,10
Walaupun, pada kenyataannya banyak model yang dapat digunakan untuk
memprediksi nilai kritis analisis, akan tetapi pemilihan model sangat
mempengaruhi hasil nilai kritis tersebut (Dahnke 1993; Nelson dan Anderson,
1977). Sementara itu, untuk tanaman bibit manggis yang disajikan pada Gambar
16, 23, dan 31 model linear plateau lebih tepat untuk memprediksi respon
tanaman terhadap pemberian pupuk N, P dan K dibandingkan dengan model
kuadratik. Hal yang sama dilaporkan oleh Hochmuth et al. (1993) bahwa model
linear platoeu lebih tepat digunakan daripada model kuadratik untuk memprediksi
respon tanaman terhadap pemberian pupuk P pada tanaman semangka.
Kategori status hara sangat rendah menunjukan bahwa tingkat konsentrasi
hara pada daun hanya mampu mendukung berproduksi lebih kecil dari 50%
potensi hasil (Relative Yield=% RY). Kategori status hara rendah menghasilkan
50 sampai 75% potensi hasil, kategori sedang menghasilkan 75 sampai 100%
133
potensi hasil. Kategori tinggi dan sangat tinggi dapat menghasilkan 100% potensi
hasil. Pengelompokan ini mirip dengan interpretasi nilai indeks tanah yang
dilakukan oleh Dahnke dan Olson (1990). Dengan didapatkan kategori status hara
N, P, dan K pada tanaman manggis ini akan memberikan makna dari nilai analisis
daun. Selain itu kategori ini juga bermanfaat untuk memprediksi respon tanaman
manggis terhadap pemberian pupuk. Manfaat yang lain adalah rekomendasi
pemupukan dapat dibuat berdasarkan kategori respon dimana status hara
dikelompokkan. Manfaat penetapan kategori respon tanaman terhadap nilai indeks
tanah telah dilaporkan oleh Dahnke dan Olson (1990) dan Kidder (1993).
Hubungan konsentrasi hara P daun dengan produksi relatif menggunakan
emapt model uji regresi (linear, kuadratik, eksponensial dan logistik), maka model
kuadratik mempunyai nilai R2 terbesar yaitu 0, 47 untuk N, 0,508 untuk P dan
0,15 untuk K (Gambar 6 dan Tabel 21). Berdasarkan model regresi kuadratik
tersebut dikelompokan status haran N, P, K kedalam ketegori sangat rendah,
rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
Untuk status hara sangat rendah hingga sedang perlu dilakukan
penambahan hara melalui usaha pemupukan. Dengan demikian diharapkan terjadi
peningkatan konsentrasi hara di daun agar dapat mendukung pertumbuhan dan
produksi yang maksimum. Besaran dosis pupuk yang mesti deberikan pada status
hara sangat rendah, rendah dan sedang dapat diketahui melalui uji optimasi.
Uji Optimasi Dosis Hara N, P dan K
Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk N, P, K yang optimum agar
tanaman dapat berproduksi secara maksimum dapat dilihat dari model regresi,
hubungan antara dosis pupuk dengan produksi sebagai respon pemupukan
(Gambar 8). Berdasarkan model regresi pada Gambar 8 tersebut maka dosis
optimum pupuk N adalah 2183 g N atau setara 5 kg urea. Dosis optimum pupuk P
adalah 1682 g P2O5 atau setara dengan 4,5 kg SP36. Dosis optimum pupuk K
adalah 1555 g K2O atau setara dengan 2,5 kg KCl (Tabel 22).
Selain itu, dari Gambar 8 juga diketahui bahwa pemberian pupuk N, P, K
pada tahun kedua lebih terlihat responnya daripada tahun pertama. Hal ini terbukti
produksi tahun kedua lebih tinggi daripada produksi tahun pertama. Meskipun
134
produksi tahun kedua lebih tinggi dari pada tahun pertama, akan tetapi dosis
pupuk yang dibutuhkan tahun kedua lebih rendah daripada tahun pertama.
Rendahnya dosis pupuk yang dibutuhkan untuk mendapatkan produksi
maksium pada tahun kedua disebabkan adanya kemungkinan efek
residu
pemupukan dari tahun pertama. Tanaman manggis yang digunakan tidak
dipelihara secara intensif dan usaha pemupukan jarang dilakukan. Karena
tanaman manggis ini tidak pernah mendapatkan hara disekitar top soil
menyebabkan sistem perakaran menjadi terlalu dalam. Akibatnya sebagian hara
yang diberikan pada daerah top soil (berkisar 20-30 cm dari permukaan tanah)
tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman karena belum mencapai perakaran.
Oleh karena itu pada tahun kedua untuk mendapatkan produksi maksimum
dibutuhkan pupuk N dan P tidak sebanyak tahun pertama.
Evaluasi Gejala Hara N, P dan K
Meskipun pendekatan pertama melalui analisis daun dapat diketahui status
haran N, P, K dan perkiraan kebutuhan dosis optimum untuk mendapatkan
produksi yang maksium namun pendekatan kedua, diagnosis gejala secara visual
sulit didapati pada tanaman manggis dewasa di lapang. Hal ini disebabkan sulit
mendapatkan lokasi yang sangat ekstrim yaitu kondisi lahan yang sangat
kekurangan hara sehingga menimbulkan gejala abnormal. Dan sebaliknya, untuk
mendapatkan gejala abnormal akibat kelebihan hara di lapangan membutuhkan
dosis pupuk yang sangat tinggi dan hal itu dapat berakibat kematian bagi tanaman.
Untuk menjawab semua itu, percobaan pada tanaman bibit manggis dengan media
pasir di rumah kaca telah memberikan gambaran kekurangan dan kelebihan hara
N, P dan K pada tanaman manggis.
Secara umum gejala abnormal gangguan hara N, P, dan K baru tampak
terlihat dengan tegas apabila bibit manggis berada pada kondisi kekurangan atau
kelebihan haranya sangat berat. Sedangkan pada skala ringan tidak dapat terlihat
karakteristik gejala visualnya secara spesifik. Kekurangan dan kelebihan hara
pada sekala berat menyebabkan laju pertumbuhan sangat tertekan.
Gejala Kekurangan N, P dan K
Gejala kekurangan N pada bibit manggis seperti yang ditampilkan pada
Gambar 9, 10, 11, 14, 15 dan 16 yaitu daun berwarna hijau terang kekuningan,
135
akar bewarna coklat terang kekuningan, pertumbuhan terhambat, dan konsentrasi
N daunnya < 0,73%. Warna daun kekuningan pada daun tua yang terletak lebih
rendah terlihat lebih parah daripada daun muda.
Perbedaan warna tersebut
menggambarkan bahwa daun yang lebih muda dari tanaman manggis mempunyai
kemampuan untuk mengambil hara yang mudah bergerak (mobil) dari daun yang
lebih tua (Salisburi dan Ross 1995). Hal ini juga ditegaskan oleh Epstein (1972)
bahwa gejala kekurangan suatu unsur terutama tergantung pada dua faktor yaitu
mudah tidaknya unsur tersebut berpindah dari daun tua ke daun yang lebih muda
dan fungsi unsur tersebut. Jadi warna kekuningan pada daun juga disebabkan oleh
fungsi N. Karena N merupakan komponen pembentukan molekul klorofil,
molekul klorofil mempunyai 4 atom nitrogen. Jadi klorofil tidak terbentuk tanpa
N atau terbentuk dalam sedikit bila konsentrasi N rendah.
Gejala kekurangan P pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau
kusam, pertumbuhan terhambat yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan
jumlah cabang yang sedikit dibanding yang normal. Selain itu kandungan fosfor
pada daun <0,05%.
Gejala kekurangan fosfor pada daun tidak begitu terlihat dengan jelas,
akan tetapi bila diperhatikan lebih cermat maka dapat dibedakan antara daun
tanaman yang kekurangan fosfor dengan daun tanaman yang normal atau
berkecukupan hara fosfor. Warna daun manggis yang kekurangan fosfor adalah
hijau tua kusam/pudar, daun berukuran sempit (Gambar 18, 19, dan 23). Daun
muda pada keadaan kekurangan fosfor cenderung menjadi sempit dari pada
bentuk aslinya yang ovate. Hal ini karena perluasan daun dan sel lebih terhambat
daripada pembentukan klorofil, oleh karena itu kandungan klorofil per unit luas
daun sangat tinggi, tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah.
Karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka
kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian
besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan
fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993).
Gejala kekurangan K pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau
kusam, pertumbuhan terhambat yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan
jumlah cabang yang sedikit dibanding yang normal. Selain itu kandungan K pada
136
daun <0,52%. Gejala kekurangan K pada daun muda tidak terlihat tetapi terlihat
pada daun tua. Permukaan dan bagian atas terlihat berwarna hijau kusam agak
kuning dan ukurannya lebih sempit. Sedangkan permukaan bagian bawah
berwarna hijau agak kuning dibandingkan daun yang normal (Gambar 24, 25, 26
dan 31). Tidak munculnya gejala pada daun muda disebabkan hara K bersifat
mobil, sehingga hanya pada daun tua saja gejala dapat ditemukan.
Munculnya gejala-gejala yang tidak normal tersebut akibat tanaman tidak
menerima hara
yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga
pertumbuhan akan lemah dan perkembangan tampak abnormal. Pertumbuhan
yang abnormal juga akan terjadi bila tanaman menyerap hara melebihi kebutuhan
untuk bermetabolisme (Grundom 1987; Marschner 1995; Baligar dan Duncan
1990). Berbeda dengan gejala visual defisiensi, gangguan toksisitas hara cara
pendekatannya hanya berdasarkan gejala pada daun
tua dan daun dewasa.
Marschner (1995) menyatakan bahwa gejala visual defisiensi jauh lebih spesifik
sifatnya dari gejala visual toksisitas, karena toksik satu unsur hara mineral tertentu
akan menginduksi defisiensi hara mineral lain.
Gejala Kelebihan N, P dan K
Gejala kelebihan N pada bibit mangis adalah daun berwarna coklat, layu
kering seperti terbakar dan akhirnya rontok. Gejala yang lain adalah akar
berwarna coklat tua kehitaman, terlihat pecah-pecah, mudah putus dan akhirnya
membusuk. Selain itu, pertumbuhan terhambat konsentrasi N daunnya >1,82%.
Meskipun pemupukan nitrogen di lapangan jarang menyebabkan
keracunan secara langsung pada tanaman manggis, tetapi pada lahan dan kondisi
tertentu ini bisa terjadi. Untuk mengetahui dampak atau gejala kelebihan nitrogen
pada tanaman manggis maka penelitian ini telah memberikan gambaran kelebihan
tersebut. Kelebihan nitrogen pada setiap tanaman mempunyai gejala yang
berbeda-beda. Sebagai contoh pada pohon apel dan pear, kelebihan N bisa
menyebabkan daun berwarna hija gelap dan mengalami keterlambatan gugur.
Pertumbuhan berlanjut hingga musim gugur, dan pohon-pohon lebih rentan
terhadap winter injury. Kelebihan N dapat juga menyebabkan keterlambatan
produksi buah pada pohon-pohon muda dan meningkatkan kerentanan terhadap
fire blight (Bennett 1996)
137
Gejala kelebihan P pada bibit mangis adalah daun berwarna coklat keabuabuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun tua dan kemudian menyebar
menuju pangkal daun. Sedangkan akar mengalami kerusakan, terlihat pecahpecah,
mudah putus
dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman.
Tanaman yang memperlihatkan gejala kelebihan P ini konsentrasi P daunnya
adalah >0,32%. Selain itu, pertumbuhan terhambat.
Gejala kelebihan fosfor mulai terlihat pada daun tanaman dengan
perlakukan 200 ppm P. Gejala kelebihan tersebut akan terlihat makin jelas pada
tanaman dengan perlakuan 400 ppm P. Kelebihan fosfor menyebabkan daun
bewarna
coklat
keabu-abuan
(Gambar
20).
Daun
yang
pertama
kali
memperlihatkan gejala kelebihan fosfor tersebut adalah daun dewasa di cabang
bagian bawah. Gejala perubahan warna dari hijau tua menjadi coklat berawal dari
ujung daun kemudian merambat menuju pangkal daun dan akhirnya daun
mengering dan rontok.
Gejala kelebihan K pada bibit mangis terlihat pada daun dan akar. Daun
menjadi coklat kemerah-merahan, gejala pertama kali terlihat pada pinggir daun
tua dan menuju pangkal tulang daun. Akar mengalami kerusakan, terlihat pecahpecah,
mudah putus
dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman.
Tanaman yang memperlihatkan gejala kelebihan K ini konsentrasi K daunnya
adalah >0,26%.
Daun berwarna coklat kemerahan (merah tembaga) pada tepi daun dari
ujung dan merambat ke dalam dan membentuk huruf V. Daun-daun yang telah
berubah warna dari hijau tua menjadi coklat kemerahan hingga coklat keabuabuan tersebut menjadi kering, mati dan dan akhirnya rontok (Gambar 27 dan 28).
Gejala yang lain kelebihan kalium adalah akar tanaman mengalami kerusakan
tergantung tingkat kelebihan. Pada tingkat kelebihan kalium berat menyebabkan
akar serabut pecah dan mudah putus sehingga jumlahnya menjadi sedikit dan
akhirnya tanaman mati.
Penebaran pupuk di tanah
akan meningkatkan konsentrasi garam di
larutan tanah. Peningkatan konsentrasi garam ini akan menaikan osmosis larutan
tanah, sehingga berpengaruh terhadap proses penyerapan unsur hara. Larutan
tanah dengan tekanan osmosis tinggi dapat menyebabkan larutan hara tidak dapat
138
terserap tetapi cairan sel justru akan keluar dari akar (Plasmolisis jaringan akar).
Gejala ini disebut salt injury. Ciri-cirinya daun layu, menguning dan kering
seperti terbakar. Pupuk dengan salt index yang tinggi sangat berpotensi
menyebabkan terjadinya salt injury. Pupuk yang memiliki indeks gram tinggi
harus di tempatkan lebih jauh dari perakaran tanaman (Novizan 2002). Pupuk
CONO2)2 dan KNO3 tergolong pupuk dengan indeks garam tinggi yaitu masingmasing 1,7 dan 5,3.
Dengan mengetahui gejala defisiensi atau toksisitas secara visual
umumnya telah cukup membantu dalam mendiagnosis gangguan hara, terutama
bila dilakukan oleh orang yang ahli, yaitu orang yang sudah berpengalaman pada
spesifik tanaman tertentu dan daerah tertentu. Artinya adalah dituntut pengetahuan
yang cukup dan ketelitian yang tinggi karena gejala gangguan hara bervariasi
sangat besar tergantung atas spesies tanaman, kondisi lingkungan, umur tanaman
dan kemiripan gejalanya dengan gangguan lain seperti infeksi penyakit, kerusakan
oleh hama atau karena gangguan gulma (Grundom 1987; Marshner 1995; Baligar
dan Duncan 1990).
Diagnosis berdasarkan gejala visual di lapangan sangat komplek dan sulit
terutama bila kejadian defisiensi lebih dari satu hara mineral secara simultan atau
defisiensi hara tertentu bersamaan dengan toksik hara yang lain. Misalnya pada
tanah masam tergenang, toksisitas Mn simultan dengan defisiensi Mg. Diagnosis
akan semakin komplek bila kekurangan atau kelebihan hara disertai dengan
adanya hama penyakit (Epstein 1972; Marchner 1986).
Ketelitian hasil diagnosis sangat ditentukan oleh akuratnya informasi
tambahan meliputi pH tanah, hasil analisis tanah, status air tanah kondisi cuaca,
riwayat pemberian pupuk, funggisida atau pestisida dan lain-lain (Marschner
1995). Dalam beberapa kasus hasil diagnosis berdasarkan gejala visual dapat
secara
langsung
digunakan
sebagai
pedoman
rekomendasi
pemupukan.
Sebaliknya, sering pula terjadi hasil diagnosis gejala visual belum cukup untuk
dapat merekomendasikan pemupukan sehingga diperlukan analisis tanaman
(Baligar dan Duncan 1990).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Konsentrasi hara N, P dan K daun mengalami penurunan dengan
bertambahnya umur pada tiga sentra produksi manggis. Konsentrasi hara N, P
dan K daun berkorelasi positif dengan konsentrasi N, P dan K hara tanah dan
produksi. Daun tanaman manggis yang tepat sebagai alat diagnosis status hara
nitrogen, fosfor dan kalium adalah daun umur 5 bulan.
2. Model regresi yang terbaik antara konsentrasi N, P dan K daun umur 5 bulan
dengan produksi tanaman manggis adalah kuadratik. Berdasarkan model
kuadratik konsentrasi N daun <0,99% statusnya adalah kategori sangat rendah,
0,99%-<1,35% adalah rendah, 1,35-<2,10% adalah sedang. Status konsentrasi
P daun <0,11% adalah kategori sangat rendah, 0,11%-<0,21% rendah, dan
0,21-<0,31% adalah sedang. Status konsentrasi K daun <0,69% adalah
kategori sangat rendah, 0,69%-<0,90% adalah rendah, dan 0,90-<1,12%
adalah sedang.
3. Dosis optimum pupuk K adalah 1555 g K2O /tanaman/tahun atau setara 2,5
KCl, sedangkan untuk N dan P dosis optimumnya berada diluar dosis
perlakuan (ekstrapolasi).
4. Gejala kekurangan N pada bibit manggis adalah daun berwarna hijau terang
kekuningan, akar bewarna coklat terang kekuningan, pertumbuhan terhambat,
dan konsentrasi N daunnya < 0,73%. Gejala kekurangan P pada bibit manggis
adalah daun berwarna hijau kusam, pertumbuhan terhambat yang tercermin
dari tanaman yang kerdil dan jumlah cabang yang sedikit dibanding yang
normal. Selain itu kandungan P pada daun <0,05%. Gejala kekurangan K pada
bibit manggis adalah daun berwarna hijau kusam, pertumbuhan terhambat
yang tercermin dari tanaman yang kerdil dan jumlah cabang yang sedikit
dibanding yang normal. Selain itu kandungan K pada daun <0,52%.
5. Gejala kelebihan N pada bibit manggis adalah daun berwarna coklat, layu
kering seperti terbakar dan akhirnya rontok. Gejala yang lain adalah akar
berwarna coklat tua kehitaman, terlihat pecah-pecah,
mudah putus
dan
akhirnya membusuk. Selain itu, pertumbuhan terhambat, konsentrasi N daun
140
>1,82%. Gejala kelebihan P pada bibit manggis adalah daun berwarna coklat
keabu-abuan, gejala pertama kali terlihat pada ujung daun tua dan kemudian
menyebar menuju pangkal daun. Akar mengalami kerusakan, terlihat pecahpecah, mudah putus dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman.
Tanaman yang memperlihatkan gejala kelebihan P ini konsentrasi P daunnya
adalah >0,32%. Selain itu, pertumbuhan terhambat. Gejala kelebihan K pada
bibit manggis terlihat pada daun dan akar. Daun menjadi coklat kemerahmerahan, gejala pertama kali terlihat pada pinggir daun tua dan
pangkal tulang daun.
Akar mengalami kerusakan,
menuju
terlihat pecah-pecah,
mudah putus dan membusuk dengan warna coklat tua kehitaman. Tanaman
yang memperlihatkan gejala kelebihan K ini konsentrasi K daunnya adalah
>0,26%.
6. Status hara N daun pada bibit manggis berdasarkan analisis statistik
dikelompokkan sebagai berikut: <0,72% adalah kategori sangat rendah, 0,72<0,94% adalah rendah, 0,94-<1,18 adalah sedang, 1,18% adalah tinggi, dan
>1,18% sangat tinggi. Konsentrasi P daun berdasarkan analisis statistik
dikelompokkan sebagai berikut: <0,05% adalah sangat rendah, 0,05-<0,10%
adalah rendah, 0,10-<0,19 adalah sedang, 0,19% adalah tinggi, dan >0,19%
adalah sangat tinggi. Konsentrasi K daun berdasarkan analisis statistik
dikelompokkan sebagai berikut: <0,50% adalah kategori sangat rendah, 0,50<0,67% adalah rendah, 0,67-<1,26 adalah sedang, 1,26% adalah tinggi, dan
>1,26% adalah sangat tinggi.
7. Dosis optimum pupuk N, P dan K untuk pertumbuhan bibit manggis
maksimum masing-masing adalah 316,63 ppmN/tanaman, 129 ppm P/tanaman
dan 60,78 ppm K/tanaman.
Saran
1. Untuk meningkatkan hasil dan kualitas buah manggis yang optimum perlu
dilakukan optimalisasi pemberian hara N, P, dan K pada status hara daun
sangat rendah dan rendah.
2. Perlu peningkatan dosis perlakuan N dan P untuk mendapatkan hasil
maksimum dan dosis optimum.
141
3. Penelitian serupa perlu diteruskan dan dilakukan pada berbagai lokasi untuk
memperoleh data base dalam penyusunan rekomendasi pemupukan yang
komprehensif pada tanaman manggis.
4. Perlu penelitian untuk mendapatkan teknik pemberian pupuk yang lebih
efisien sehingga penambahan hara secara maksimal dapat langsung diserap
oleh akar tanaman manggis.
5. Dalam menyusun rekomendasi pemupukan N, P dan K untuk tanaman
manggis agar mengacu pada penelitian ini, mulai dari pengambilan sampel,
interpretasi status kisaran analisis jaringan daun dan dosis optimum untuk
mendapatkan hasil yang maksimum.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini didanai oleh Program Riset Unggulan Strategis Nasional
(RUSNAS) Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia dan Proyek
Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP). Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada Direktur Pusat Kajian Buah-Buahan TropikaIPB dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi atas bantuan dananya. Ucapan
terimakasih disampaikan juga kepada Pimpinan Proyek PAATP dan Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Republik
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Moersidi JS, Sudjadi M, Fagi AM. 1989. Evaluasi keperluan fosfat
pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Prosiding lokakarya nasional
efesiensi penggunaan pupuk. Pusat Penelitian Tanah. Hal 63-89.
Ameyda N, Martin FW. 1976. Cultivation of neglected tropical fruit with promise.
Part I. The mangosteen. Agricultural Research service. US Departemen of
Agriculture. 18 pp.
Baligar VC and RR Duncan. 1990. Crops as enhancers of nutrient use. Academic
press, Inc. Toronto 574p.
Banuelos MA, Graciadeblas B, Cubero B, Navarro AR. 2002. Inventory and
functional characterization of the hak potassium transporters of rice. Plant
Physiol 130: 784-795
Bennet WF. 1996. Nutrient Deficiencies And Toxicities In Crop Plants. APS
Press. St. Paul Minnessota.
Brady NC. 1990. The nature and properties of soils 10th Ed. Macmilan, New
York.
Budiastra IW. 2000. Penanganan pasca panen manggis untuk ekspor. Diskusi
Nasional Bisnis dan Teknologi Manggis. Bogor. 15-16 Nopember 2000.
Campbell CW. 1967. Growing the mangosteen in Southern Florida. Proc. Florida
State Hortic. Soc. 79:399-401
Cerrato ME andBlackmer AM. 1990. Comparison of models for describing corn
yield response to nitrogen fertilizer. Agron J. 82: 138-143.
Chau Kay-Ming. 1990. Mangosteen In: Fruit Tropical and subtropical (eds. TK
Bose and SK Mitra. Naya Prokash, Calcuta, India: 781-784
Cox JEK. 1988. Garcinia mangostana – Mangosteen. P.361-375. In Gardner, R.
J. and S. A. Chaudori (eds.). The Propagation of tropical fruit trees. FAO
and CAB, England.
Dahnke WC and Olson RA. 1990. Soil test correlation, calibration and
recommendation. p 45-71. In Westerman RL (ed). Soil testing and plant
analysis. 3rd. ed. Soil Sci. Soc. Amer., Madison. Wis.
Dennis JFG. 1994. Dormancy-What we know (and don’t know). Hort. Sci. 29:
1249-1255.
Departemen Kesehatan. 1990. Daftar komposisi bahan makanan. Bharata Karya
Aksara. Jakarta
Departeman Pertanian. 2006. Nilai dan
http://www.agribisnis.deptan.go.id
volume
ekspor
hortikultura.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2001. Data base pasar internasional hortikultura
tahun 1995-2000. Direktorat
pengolahan dan pemasaran hasil
hortikultura. Direktorat jendral bina pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian.
143
Dow AI, and S Robert. 1982. Proposal: Critical nutrients ranges for diagnosis.
Agron. J. 74: 401-403
Downton WJS, Grant WJR, Chako EK. 1990. Effect of elevated carbon dioxide
on the photosynthesis and early growth of mangosteen (Garcinia
mangostana L). Scientia Horticulture. 44:215-225.
Elumalai RP. Nagpal P, Reed JW. 2002. A Mutation in the Arabidopsis kt2/kup2
potassium transporters gene affect shoot cell expansion. Plant cell, 14:
119-131.
Embleton, TW, Jones WW, Lebanauskas CK, Reuther W.1973. Leaf analysis as a
diagnostic tool and guide to fertilization in W. Reather (ed). The citrus
industry. Rev. ed.. Univ. Calif .Agr. Sci. Barkely. Vol. 3183-210
Fairchild, D. 1915. The Mangosteen. Heradity J. 6(8): 339- 347.
Frederic J. 2005. Amazing folk medicine remedies from the Asian mangosteen
fruit-now bottled for the world to drink. http://www.myxango.com.
[1/6/2005]
Fuchigami LH and CC Nee. 1987. Degree growth stage model and rest-breaking
mechanisms in temperate woody perennials. Hort. Science. 22: 836-845.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1985. Physiology of crop plant. Alih
bahasa. Susilo H. 1991. UI Press. Jakarta.
Grundom NJ. 1987. Hungry crops: a guide to nutrient deficiencies in field crops.
Queensland goverment. Information series Q187002. 242p.
Hanson E. 1996. Apples and pears di dalam Bennet WF, editor Nutrient
Deficiencies And Toxicities In Crop Plants. APS Press. St. Paul
Minnessota.
Hardjono A, dan Goenadi H. 1992. Analisis tanah dan daun untuk rekomendasi
pemupukan kakao. Menara perkebunan. Puslitbun. Jakarta.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika pressindo. Jakarta.
Helmke PA, Sparks DL. 1996. Lithium, Potassium, Rubidium and Caesium P.
551-574. In Bartels JM. (ed) Methods of soil analysis. Part 3. Chemical
methods. Soil science society of America and American society of
agronomy. Madison, Wisconsin, USA.
Hochmuth GJ, Hanion EA and Cornell J. 1993. Watermelon phosphorus
requirements in soil with low mehlich-I-extractable phosphorus. H0rt
Science 28(6): 630-632.
Hume EP. 1974. Difficulties in mangosteen culture. Top. 24.(1): 32-35.
Husin A and D Chinta. 1989. Fertilizer supply and needs for food and fruit crops
in Malaysia. In: Soil management for food and fruit crop production. (eds
Wan Norodin and Wan Sulgiman). Soil Sci. Soc. Malaysia p 121-137.
Idris K. 1996. Kegunaan dan keterbatasan uji tanah dan analisis tanaman bagi
pendekatan kebutuhan pupuk. Makalah disajikan dalam pelatihan
pembinaan uji tanah dan analisis tanaman, kerjasama antara Fakultas
144
Pertanian IPB dengan Agriculture Research Management Project. Bogor,
25 November-7 Desember 1996.
Indriyani NLP., S. Lukitariati, Nurhadi dan M. Jawal. 2002. Studi kerusakan buah
manggis akibat getah kuning. J. Hort. 12 (4): 276-283.
Ismadi. 2004. Pemberian nitrogen melalui batang bawah ganda dan grafting pada
bibit manggis (Garcinia mangostana L.) [tesis]. Bogor. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ismunadji M. 1989. Unsur hara dan pemupukan pada tanaman pertanian. Makalah
pada latihan teknik pengelolaan pupuk pada pembibitan hortikultura,
tanggal 19 Juni-18 Juli di Segunung.
Jawal MA, Sutarto I dan Soegito. 1989. Pengaruh panjang entris dan model
sambung pada bagian batang bawah muda dan setengah tua pada
perbanyankan manggis (Garcinia mangostana L.). Penel Hort. 3(2): 12-18
Jones JB. 1998. Plant nutrition manual. CRC Press. New York
Jones Jr JB, B Wolf and HA Mills. 1991. Plant analysis handbook. Micro-macro
Publ. Co. Athens, Georgia
Kidder G. 1993. Methodology for calibrating soil test. Soil and Crop Sci. Soc.
Florida Proc. 52: 70-73
Krishnamurthi S, and Rao VNM. 1962. Mangosteen deserves wider attention.
Indian Hortic 7(1):3-8.
Kusumaningtyas TR. 1999. Pengaruh jenis bahan organic sebagai campuran
media tumbuh dan jenis pupuk terhadap pertumbuhan bibit manggis
(Garcinia mangostana L.) [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Lang GA. 1994. Dormancy-the missing links: molecular studies and integration of
regulator plant and environmental interactions. Hort Sci. 29: 1255-1263.
Leece DR. 1976. Diagnosis of nutritional disorder of fruit trees by leaf and soil
analysis and biochemical indices. J. Aust Inst. Sci. 42:3-19
Leiwakabessy, F.M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 298 hal.
Leiwakabessy FM dan Sutandi A. 2004. Diktat kuliah pupuk dan pemupukan.
Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor
Lestari MM. 2003. Pemetaan tanah dan evaluasi kesuburan lahan untuk tanaman
manggis dan durian di Desa Karacak Leuwiliang, Bogor. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Liferdi, R. Poerwanto dan LK. Darusman. 2000. Studi fenofisiologi rambutan
(Nephelium lappaceum L). Comm. Ag., 5(2): 44-52.
______________________________________. 2005. Perubahan karbohidrat dan
nitrogen empat varietas rambutan. J. Hort. 16(2): 134-141.
Liu YJ, Laird DA, Barak P. 1997. Fixation of ammonium and potassium under
long term fertility management. Soil Sci. Soc. Am. J. 61: 310-314.
145
Lozano FC. 1990. Soil and plant analysis: A diagnostic tool for nursery soil
management, in planting stock production technology. Training course
proceeding no. 1: 45-56.
Marschner H. 1995. Mineral nutrition in higher plants. Academic press, New
York.
Martin FW. 1980. Durian and mangosteen In: Nagy S and Shaw DE (ed).
Tropical and subtropical fruits composition properties and uses p. 407. The
A VI Publ.Co. Inc. Westport, Connecticut.
Menegristek 2002. Teknologi Budidaya Pertanian Manggis (Garcinia mangostana
L.) Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. http://www.ristek.go.id
Mengel K. and Kirkby EA. 1987. Principles of plant nutrition. 4th Ed.
International potash institute.
Mooney PA. 1992. Citrus nutrition-leaf nutrient analysis. Hort research. New
Zealand.
Morton J. 1987. Mangosteen. p 301-304 In Fruits of warm climates. Julia F.
Morton, Miami FL
Munson RD and WL Nelson. 1973. Principles and practices in plant analysis. In
LM Walsh and JD Beaton (eds.) Soil testing and plant analysis. Soil Sci.
Soc. Am Madison WI pp 273-248.
Novizan. 2003. Petunjuk pemupukan yang efektif. Agro Media Pustaka. Depok.
Olson RA, Frank KD, Grabouski PH. 1982. Soil testing philosophies,
consequences of varying recommendations. Craps and soils magazine.
Madison, Wisconsin.
Olson RA, Kurtz LT. 1985. Crop nitrogen requirement, utilization, and
fertilization. P. 567-604. in FJ Stevenson (ed) Nitrogen in agricultural
soils. Madison, Wisconsin, USA.
Pantastico EB. 1986. Fisiologi pascapanen, penanganan dan pemanfaatan buahbuahan dan sayur-sayuran tropika dan subtropika. Terjemahan dari
Kamariyani. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Poerwanto R. 2003. Bahan ajar budidaya buah-buahan. Modul VII. Pengelolaan
tanah dan pemupukan kebun buah-buahan. Program studi hortikultura,
Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Poerwanto R. 2002a. Peningkatan produksi dan mutu untuk mendukung ekspor
manggis. Direktorat jenderal bina produksi hortikultura departemen
pertanian
Poerwanto R. 2002b. Pengembangan manajemen budidaya tanaman buah untuk
peningkatan mutu. Makalah disajikan pada sosialisasi dan promosi dan
kemitraan hortikultura . Makasar 30 September.
Poovarodom, S., N. Tawinteung, S. Mairaing, J. Prasittikhet and P. Ketsayom.
2000. Seasonal variations in nutrient concentrations of durian (Durio
zibethinus Murr.) leaves. Acta Horticulturae 564:235-242.
146
Poovarodom, S.,P. Kanyawonga, P. Lertrat, and N Boonplang. 2002. Leaf age and
position on mineral composition of mangosteen leaves. Presentation
paper. Symposium no. 16. 17th WCSS, 14-21 Agust 2002, Thailand.
Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kriteria penilaian data analisis sifat kimia tanah.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian.
Rais M, Mansyah E, Lukitariati S, Anwarudin MJS. 1996. Monograf manggis.
Peningkatan efisiensi teknologi manggis. Departemen Pertanian, Balitbang
Pertanian, Puslitbang Hortikultura. Balai Penelitian Tanaman Buah 40 hal.
Ramlan MF, Mahmud TMM, Hasan BM, Karim MZ. 1992. Studies on
photosynthesis on young mangosteen plants grown under several growth
conditions . Acta Hort. 321:482-489.
Richards AJ. 1990. Studies in Garcinia, diocious tropical Journal Linn Sci. 103:
301-308.
Rochayati R, Setyorini D, Suping S, Widowati LR. 1999. Korelasi uji tanah hara
P dan K. Laboran Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan. Puslittak.
Rominger RS, D Smith, and LA Peterson. 1975. Changes in elemental
concentration in alfalfa herbage at two soil fertility levels with advance in
maturity. Comun. Soil Sci. Plant Anal 6: 163-180
Satuhu S, Roosmani, Tirtosoekotjo ABS, Sjaifullah. 1993. Penanganan segar
buah manggis. Balai Hortikultura. Jakarta.
Salisbury FB, and CW Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan. Terjemahan dari Diah RL
dan Sumaryono. Penerbit ITB Bandung.
SAS Institute. 1982. SAS user’s guide: statistics SAS institute. Cary. NC.
Setiawan E, R Poerwanto dan S Susanto. 2006. Productivitas dan kualitas buah
manggis pada berbagai posisi cabang dalam tajuk. Habitat J. 18(3): 159174
Sen AK, KK Sarker, PC Mazumder, N Banerji, R Uusvuori and TA Hase. 1982.
Phytochem. 21: 1747-1750.
Shear CB, Faust M. 1980. Nutritional ranges in deciduous tree fruits and nut.
Hort Rev 2:142-163.
Smith PF. 1962. Mineral analysis in plant tissue. Annu. Rev. Plant Physiol. 13:81108.
Soepardi G. 1983. Sifat dan cirri tanah. Depertemen ilmu tanah Bogor. Fakultas
Pertanian, IPB.
Sumner ME. 1977. Preliminary N,P, and K foliar diagnostic norms for soybeans.
Agron. J. 69: 226-230
Sulaiman W. 2002. Jalan pintas menguasai SPSS 10. Penerbit Andi Yogyakarta.
171 p.
Sumner ME. 1979. Interpretation of foliar analysis for diagnostic purposes.
Agron. J 71: 343-348
147
Sunaryono H. 1988. Memperpendek masa remaja tanaman manggis. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 9: 4-6.
Susila AD. 2002. Rekomendasi pemupukan Bogor. Departemen Budidaya
Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB.
Terry N, and Ulrich A. 1993. Effect of phosphorus deficiency on the
photosynthesis and respiration of leaves in sugar beet. Plant Phys 51: 4347.
Tirtawinata, M. R. 2002. Pengelolaan Terpadu Kebun Manggis. Disampaikan
pada Seminar Agribisnis Manggis. Bogor. Direktorat Jenderal Bina
Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta. 8 hal.
Thompson LM, Troeh FR. 1978. Soil and Fertility. New York, Mc Graw-Hill
Book company.
Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil and Fertility and Fertilizer 4th Ed.
Macmillan Publishing , New York.
Tjondronegoro P.D., S. Harran dan Hamim. 1999. Fisiologi Tumbuhan Dasar.
Jilid 1. Jurusan Biologi-FMIPA. Institut Pertanian Bogor. 116 hal
Verheij EWM. 1992. Garcinia mangostana L. in E.W.M. verheij (ed). Plant
resources of South Asia, edible fruit and nuts. Bogor a selection. PUDOC.
Wageningen.
Vlamis T. 2005. Amazing folk medicine remedies from the Asian mangosteen
fruit-New bottled for the world to drink. http://www.myxango.com. html
[12 Mei 2005].
Ulrich A and FJ Hills. 1967. Principle and practice of plant analysis p 11-24. In
Soil testing and plant analysis. Part II. SSSA. Special Publ. Series No. 2
Soil Sci. Soc. Of Amer., Madison Wis.
Walworth JL and ME Sumner. 1987. The diagnosis and recommendation
integrated system (DRIS). Adv. J. 78: 1046-1052.
Wiebel J. 1993. Physiology and growth of mangosteen ((Garcinia mangostana L)
seedling. Doctor der Agrawissenschaften. Technische Universitat Berlin.
Berlin.
Wiebel J, Chacko EK, Downton WJS, Loveys BS, Ludders P. 1994. Carbohydrate
levels and assimilate translocation in mangosteen (Garcinia mangostana
L). Gartenbauwissenschaf. 60 (2): 90-94.
Widjaya-Adhi IPG. 1993. soil testing and formulating fertilizer recommendation
Indo. Agric. Res. Rev J 15 (4):71-79
Winarno, M. 2002. Pengembangan usaha agribisnis manggis di Indonesia.
Disampaikan pada Seminar Agribisnis manggis. Bogor, 24 Juni 2002.
Direktorat Jendral bina produksi hortikultura. Departemen pertnanian.
Jakarta.
Yaacob O, and Tindall HD. 1995. Mangosteen cultivation. FAO Plant Production
and Protection Paper No. 128. FAO Plant Production and Protection
Division of the United Nations Belgium.
148
Yii QJ. 1987. Report on mangosteen growing in Hainan. Hainan Trop. Crop Res.
Inst. China.
Yuniarti , S. Purnomo. 1999. Karakteristik mutu buah manggis (Garcinia
mangostana L) asal Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan Pengembagan
Teknologi Pertanian. 2(1): 29-34
Yoshida S, Forno DA, Cock JH, Gomez KA. 1972. Laboratory manual for
physiological studies of rice. Second ed. Los Banos.
Zomlefer WB. 1994. Guide to flowering plant families. New York: Library of
congress cataloguing-in-publication
LAMPIRAN
150
Lampiran 1. Prosedur penetapan nitrogen total dengan metode kjeldahl
500 gram tanah atau
0,2 gram tanaman
labu kjedahl 25 ml
+ 1,9 g campuran Se, CuSO4 dan NaSO4
+ 5 ml H2SO4 pekat
+ 5 tetes parafin cair.
Pemanasan ± 200 °C dalam ruang asam hingga diperoleh
cairan yang berwarna terang (hijau-biru). Selama 15 menit
pindahkan ke dalam labu distilasi. Sambil dibilas dengan air 100150 ml, goyangkan sebentar kemudian+ 5 ml NaOH 50%.
distilasi tanpung dalam Erlenmeyer 125 ml yang telah berisi
campuran 10 ml H3BO3 4% dan 5 tetes indicator Conway.
distilasi berlangsung hingga kira-kira mencapai 100 ml.
hasil distilasi dititrasi dengan HCl 0,0474 N
sampai terjadi perubahan warna dari hijau ke
merah muda
Perhitungan:
Isi HCl (contoh – blanko) x N HCl x 14 x 100
Kadar N% =
bobot sampel (mg)
151
Lampiran 2. Metode penentuan kandungan fosfor dan kalium jaringan tanaman
1 g contoh diabukan pada suhu 500 C
selama 2 jam, dinginkan
kemudian + 5 tetes HCL (37%) 3X diatas
hot plate (70 C)
+ 10 ml HCl 1 N aduk & saring
hasil saringan pipit 1 ml
tera labu ukur 50 ml
kalium
1 ml contoh
encerkan jadi 10 ml
fosfor
1 ml contoh
encerkan jadi 5 ml
+ 5 ml PB
+ 5 tetes PC
Flame fotometer
Spektrofotometer
λ 660 nm
152
Lampiran 3. Sifat fisik dan kimia tanah di tiga sentra produksi manggis
(Purwakarta Tasikmalaya dan Bogor)
Lokasi
Purwakarta
Tasikmalaya
Bogor
Kedalaman
(cm)
pasir
C-og
Na
13.29
Tekstur
debu
liat
%
49.06 37.65
0 - 30
1.26
14.48
30 - 50
8.20
50.66
41.15
1.02
0.33
0.73
0.41
0 - 30
30.22
35.27
34.55
1.60
0.61
4.82
2.90
30 - 50
28.82
30.07
41.11
1.28
0.57
4.13
2.05
0 - 30
7.65
13.55
78.80
1.22
0.30
0.98
0.44
30 - 50
6.81
16.67
76.57
1.03
0.30
0.84
0.42
Ca
Mg
me/100 gr
0.79 0.38
Lampiran 4. Data curah hujan tahun 2000-2005 di Kecamatan Leuwiliang
Bulan
Rata-rata
Curah hujan (mm)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Januari
218
273
391
550
297
383
352
Februari
258
277
97
404
286
352
279
Maret
66
89
230
239
98
276
166
April
176
220
404
78
276
364
253
Mei
326
374
457
471
491
335
409
Juni
353
67
51
231
79
191
187
Juli
129
218
24
255
327
96
175
Agustus
152
166
24
207
208
409
194
September
397
222
136
123
377
102
226
Oktober
964
232
231
421
191
401
407
November
214
184
421
381
480
428
351
Desember
61
48
357
234
227
430
202
Jumlah
3314
2370 2823
3594
3337
3767
3201
Rata-rata
276
197
235
299.5
278
314
267
Sumber: Dinas Pengairan Kecamatan Leuwiliang
Keterangan: Suhu rata-rata
: 22 – 28C
Curah hujan rata-rata bulanan
: 267 mm/bulan
Curah hujan rata-rata tahunan
: 3201 mm/tahun
Download