PENGARUH FREKUENSI PERENDAMAN DALAM AIR TAWAR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis RISSA MARITSA OKTARINA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : PENGARUH FREKUENSI PERENDAMAN DALAM AIR TAWAR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, Januari 2009 RISSA MARITSA OKTARINA C 14104057 RINGKASAN RISSA MARITSA OKTARINA. Pengaruh Frekuensi Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis. Dibimbing oleh MIA SETIAWATI dan ING MOKOGINTA. Kegiatan dipping (perendaman) ikan kerapu bebek dalam air tawar merupakan salah satu kegiatan penanganan yang dilakukan untuk mengurangi parasit pada tubuh ikan dan diduga dapat meningkatkan nafsu makan pada ikan. Kegiatan ini dapat menyebabkan stres pada ikan yang dapat meningkatkan kebutuhan energi sehingga mengurangi tingkat pertumbuhan ikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi perendaman dalam air tawar yang berbeda terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis serta mengetahui frekuensi perendaman optimum yang tidak menghambat pertumbuhan ikan. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu perlakuan A : ikan direndam air tawar sebanyak 1x30 hari, perlakuan B : ikan direndam air tawar sebanyak 2x30 hari, perlakuan C : ikan direndam air tawar sebanyak 3x30 hari, dan perlakuan D : kontrol yaitu tidak direndam air tawar. Perendaman dalam air tawar dilakukan selama 20 menit. Enam ekor ikan dengan bobot berkisar 25,49 ± 0,78 gram, dipelihara dalam akuarium berukuran 40 x 60 x 45 cm yang diisi air laut dengan kisaran salinitas 29 - 31 ppt dan ketinggian air 35 cm. Ikan diberi pakan 3 kali sehari secara at satiation selama 67 hari masa pemeliharaan. Pakan yang digunakan mengandung kadar protein sebesar 46,1 % bobot kering dan energi sebesar 3148,42 kkal/kg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan frekuensi perendaman dalam air tawar 1x30 hari menghasilkan bobot rata-rata akhir sebesar 64,85 ± 0,44 gram, laju pertumbuhan harian 1,41 ± 0,07 %, retensi protein 17,42 ± 0,42 %, dan efisiensi pakan sebesar 47,86 ± 2,88 % yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan frekuensi perendaman dalam air tawar 2x30 hari, 3x30 hari, dan kontrol. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa frekuensi perlakuan perendaman dalam air tawar memberikan pengaruh terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek dan frekuensi perendaman yang optimum adalah perlakuan A dengan frekuensi perendaman 1x30 hari selama 20 menit. PENGARUH FREKUENSI PERENDAMAN DALAM AIR TAWAR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis RISSA MARITSA OKTARINA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 Judul Skripsi : Pengaruh Frekuensi Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis Nama Mahasiswa : Rissa Maritsa Oktarina Nomor Pokok : C 14104057 Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ing Mokoginta NIP. 131 284 821 Ir. Mia Setiawati, M.Si. NIP. 131 999 588 Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799 Tanggal Lulus : KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Frekuensi Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada : 1. Ir. Mia Setiawati, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan pembimbing akademik, atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan, dorongan semangat dan pengarahannya serta saran selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Prof. Dr. Ing Mokoginta selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan serta saran selama penulisan skripsi. 3. Dr. M. Agus Suprayudi dan Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku penguji tamu yang telah memberikan banyak saran dan kritik dalam penulisan skripsi. 4. Pak Wasjan dan Mbak Retno atas bimbingannya selama penelitian. 5. Mama, Papa, Mbak Pipit, Mas Nanda, Bu Tuti, Om Priy, dan Mas Ongko atas dukungan dan doanya. 6. Muhammad Firly Talib yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan kasih sayangnya. 7. Teman-teman seperjuangan BDP’41, Agnis, Dyah, Martha, Deby, Dewi, Nafisah, Fiska, Sarah, Ema, Andy, Hendy, Yuli, dan yang lainnya. 8. Keluarga besar BDP serta semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan informasi bagi pihak yang membutuhkan. Bogor, Januari 2009 Rissa Maritsa Oktarina RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten tanggal 31 Oktober 1986 dari pasangan Bapak Suwarto dan Ibu Marlina. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMU Negeri 1 Purbalingga dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Institut Pertanian Bogor dan memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan magang di Yohanes Fish Farm di Ciseeng, Bogor. Penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang udang vaname Litopenaeus vannamei di PT. Centralpertiwi Bahari Rembang, Jawa Tengah dan PT. Surya Windu Kartika Banyuwangi, Jawa Timur. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Nutrisi Ikan semester genap 2008, dan mata kuliah Teknologi Pemberian dan Pembuatan Pakan semester ganjil 2008. Selain itu, penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2006/2007. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Frekuensi Perendaman dalam Air Tawar terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis”. vii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Tujuan ..................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Kebutuhan Nutrien Ikan Kerapu Bebek .................................. 2.2 Perendaman Air Tawar ........................................................... 2.3 Nafsu Makan dan Lingkungan ................................................ 2.3 Osmoregulasi dan Energi ........................................................ 2.4 Gambaran Darah Ikan ............................................................. 3 3 4 6 7 8 III. BAHAN DAN METODE ................................................................ 10 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................. 10 3.2 Pemeliharaan Ikan Uji dan Pengumpulan Data ..................... 10 3.3 Parameter Uji ......................................................................... 11 3.3.1 Konsumsi Pakan ............................................................ 11 3.3.2 Laju Pertumbuhan Harian ............................................. 11 3.3.3 Survival Rate ................................................................. 12 3.3.4 Efisiensi Pakan .............................................................. 12 3.3.5 Retensi Lemak ............................................................... 12 3.3.6 Retensi Protein .............................................................. 12 3.3.7 Gambaran Darah ........................................................... 13 3.4 Analisa Statistik ..................................................................... 13 3.5 Analisa Kimia ........................................................................ 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 14 4.1 Hasil ....................................................................................... 14 4.2 Pembahasan............................................................................. 16 V. KESIMPULAN ................................................................................. 20 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 20 5.2 Saran ....................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 21 DAFTAR TABEL Halaman 1. Bobot rata-rata awal ( W o ), Bobot rata-rata akhir ( W t ), Konsumsi Pakan (KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pakan (EP), Retensi Protein (RP), Retensi Lemak (RL), dan Survival Rate (SR)......... 15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Nilai rataan gambaran darah selama pemeliharaan...................................... 14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil analisa kualitas air............................................................................... 25 2. Hasil analisa proksimat bahan penyusun pakan........................................... 25 3. Komposisi pakan uji ikan kerapu bebek Cromileptis altivelis..................... 25 4. Prosedur analisis proksimat (Takeuchi, 1988) ............................................. 26 5. Prosedur analisa gambaran darah................................................................. 30 6. Prosedur pembuatan pakan uji ..................................................................... 32 7. Hasil analisa proksimat ikan perlakuan........................................................ 33 8. Bobot rata-rata ikan awal dan ikan akhir ..................................................... 33 9. Konsumsi pakan selama pemeliharaan ........................................................ 33 10. Laju pertumbuhan harian ........................................................................... 34 11. Efisiensi pakan ........................................................................................... 34 12. Retensi protein ........................................................................................... 34 13. Retensi lemak ............................................................................................. 36 14. Survival Rate .............................................................................................. 37 15. Analisa statistik .......................................................................................... 38 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis merupakan salah satu jenis ikan karang yang populer dan digemari konsumen, ikan ini juga memiliki nilai jual tinggi terutama di pasar Asia. Berdasarkan informasi pasar, diperoleh data bahwa harga kerapu bebek hidup ukuran konsumsi Rp. 350.000,00 per kilogram (Anonimous, 2008). Permintaan ikan kerapu yang terus meningkat tidak dapat mengandalkan hasil penangkapan dari alam, tetapi harus diupayakan melalui usaha budidaya. Sampai saat ini usaha pembesaran budidaya ikan kerapu telah banyak dilakukan, khususnya dalam keramba jaring apung (KJA). Pemeliharaan ikan kerapu bertujuan untuk mencapai produksi maksimal secara berkesinambungan, baik dalam jumlah, mutu maupun ukuran. Sebagai salah satu spesies ikan yang dibudidayakan di perairan laut, kerapu bebek berpotensi menghadapi masalah hama dan penyakit. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu diperhatikan beberapa hal yaitu pakan dan pengendalian hama dan penyakit. Pemberian pakan yang tidak sesuai, membuat ikan mudah terserang penyakit sehingga produksi rendah. Oleh karena itu, keseimbangan formulasi pakan serta pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan sangat penting bagi keberhasilan pemeliharaan ikan (Watanabe, 1988). Pengendalian berbagai jenis hama dan penyakit akan membantu menunjang kelangsungan hidup dan peningkatan produksi, kegiatan yang sering dilakukan adalah dipping (perendaman) di air tawar. Kegiatan ini selain dapat menghilangkan parasit yang menempel pada tubuh ikan juga diduga dapat meningkatkan nafsu makan ikan. Perubahan salinitas media hidup ikan yang terjadi saat perendaman juga mempengaruhi tekanan osmotik ikan secara langsung dan melibatkan penggunaan energi yang besar untuk melakukan pengaturan kerja osmotik (Sucipto et al., 2008). Kegiatan pemindahan ikan pada saat perendaman dalam air tawar sangat berpengaruh terhadap keseimbangan antara air dan garam dalam tubuh ikan. Keseimbangan ini berkaitan dengan proses osmoregulasi. Menurut Fujaya (2002), osmoregulasi dapat terjadi karena adanya penyesuaian keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan serta perbedaan tekanan osmosis antara cairan 2 tubuh dengan lingkungannya, dimana cairan akan mengalir dari tekanan osmosis rendah ke tekanan osmosis yang lebih tinggi. Kegiatan perendaman dalam air tawar dapat menyebabkan ikan laut menjadi stres karena terjadi perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim, dalam hal ini adalah perubahan salinitas yang drastis. Perubahan ini mengakibatkan berubahnya pola osmoregulasi pada ikan. Pola osmoregulasi yang terjadi pada ikan air laut adalah cairan dalam tubuh ikan akan mengalir keluar menuju lingkungannya karena tekanan osmosis pada air laut lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan osmosis cairan dalam tubuh ikan, jika ikan air laut dipindahkan pada media air tawar maka pola osmoregulasi akan terjadi sebaliknya. Hal inilah yang menyebabkan ikan menjadi stres. Sebagai respon dari stres ikan akan mengalami peningkatan plasma katekholamin dan kortikosteroid yang berdampak pada penurunan kadar protein otot, peningkatan glukosa darah, serta kandungan elektrolit tubuh menjadi tidak stabil. (Mazeaud and Mazeaud, 1977 dalam Pickering, 1981). Untuk mengatasi stres, ikan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dengan cara meningkatkan metabolisme tubuh. Proses adaptasi dengan cara meningkatkan metabolisme tubuh memerlukan banyak energi, sehingga menyebabkan pertumbuhan ikan rendah serta mudah terserang penyakit karena sebagian besar energi digunakan untuk beradaptasi. Perendaman ikan air laut pada air tawar diduga dapat meningkatkan nafsu makan ikan, sehingga dapat memacu kinerja pertumbuhan ikan jika dilakukan pada frekuensi yang tepat. Oleh karena itu, penelitian untuk melihat kinerja pertumbuhan ikan akibat perendaman dalam air tawar perlu dilakukan. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi perendaman dalam air tawar yang berbeda terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis serta mengetahui frekuensi perendaman dalam air tawar optimum yang tidak menghambat pertumbuhan ikan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Nutrien Ikan Kerapu Bebek Ikan membutuhkan nutrien untuk pertumbuhan dan mendukung kelangsungan hidupnya sama halnya seperti hewan lainnya. Nutrien dapat diperoleh dari makanan yang dimakan oleh ikan. Makanan mengandung nutrien (protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin) dan merupakan sumber energi esensial bagi pertumbuhan, reproduksi, dan kesehatan ikan. Kekurangan dari bahan di atas dapat menyebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan atau ikan mudah terkena penyakit (NRC, 1993). Kualitas dari pakan dipengaruhi oleh tingkat nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan karena ikan memerlukan makanan untuk mendapatkan energi, jumlah energi berkaitan dengan efisiensi pakan (Milamena et al., 2002). Protein memegang peranan paling penting dari jaringan dan organ tubuh hewan termasuk senyawa nitrogen seperti asam nukleat, enzim, hormon, vitamin, dan lain sebagainya. Kebutuhan protein ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran ikan, suhu air, feeding rate, ketersediaan dan kualitas pakan alami, kandungan energi yang dapat dicerna dari pakan dan kualitas dari protein secara keseluruhan (Furuichi, 1988). Protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimal pada juvenil ikan estuary grouper adalah 40 – 50% (NRC, 1993). Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Williams et al (2004), bahwa kadar protein pada pakan untuk kerapu bebek ukuran fingerlings sebaiknya tidak kurang dari 44 % bobot kering. Lemak merupakan senyawa organik kompleks yang tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut organik seperti eter, benzena, dan kloroform. Ikan memanfaatkan lemak untuk energi, struktur sel, dan memelihara keutuhan dari biomembran (Furuichi, 1988). Kadar lemak yang dibutuhkan dalam pakan kerapu bebek berkisar antara 9 – 11 % (Laining et al., 2002 dalam Laining et al., 2004). Pada pakan, keseimbangan antara protein dan lemak sangat penting untuk mengurangi pemanfaatan protein sebagai sumber energi sehingga dapat membuat pakan dengan harga yang cukup efektif. 4 Ikan sama halnya seperti hewan lain memanfaatkan karbohidrat sebagai salah satu sumber energi. Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi masih lebih rendah dibandingkan hewan lain dan kemampuan ikan omnivora untuk memanfaatkan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan ikan karnivora seperti ikan kerapu. Kebutuhan karbohidrat yang optimal pada ikan omnivora berkisar 30 – 40% sedangkan ikan karnivora berkisar 10 – 20% (Furuichi, 1988). Namun, kerapu bebek mampu memanfaatkan glukosa sebagai sumber karbohidrat sebesar 16 % (Usman, 2002 dalam Laining et al., 2004). Vitamin penting untuk pertumbuhan, kesehatan, reproduksi, dan pemeliharaan, namun dalam pakan dibutuhkan dengan jumlah yang sedikit berkisar antara 0,2 – 0,5 % (Lovell, 1989). Secara umum, mineral bermanfaat untuk menjalankan struktur komponen jaringan, berfungsi sebagai metabolisme sel, dan mempunyai peran yang penting dalam osmoregulasi dan mempertahankan keseimbangan asam basa (Jobling, 2001). 2.2 Perendaman dalam Air Tawar Kegiatan dipping (perendaman) merupakan salah satu kegiatan penanganan yang dilakukan dengan cara merendam ikan ke dalam air tawar yang bertujuan untuk mengurangi parasit pada tubuh ikan. Kegiatan ini biasa dilakukan di keramba jaring apung (KJA) secara rutin, pada umumnya setiap seminggu sekali. Lamanya perendaman ikan disesuaikan dengan kepadatan ikan serta penggunaan aerasi. Ikan yang akan direndam diangkat dari wadah pemeliharaannya dan ditempatkan pada wadah berupa ember atau sterofoam yang diisi air tawar. Berdasarkan informasi dari petani ikan di Kepulauan Seribu, ikan dengan kepadatan tinggi dan direndam tanpa aerasi dilakukan selama ± 3 menit, sedangkan jika menggunakan aerasi direndam selama ± 5 menit. Namun jika dilakukan pada kepadatan rendah perendaman dapat dilakukan lebih lama. Kegiatan perendaman sangat berkaitan dengan handling (penanganan) seperti penangkapan dan pemindahan ikan serta pembiusan ikan yang berpengaruh terhadap keseimbangan antara air dan garam dalam tubuh ikan (Eddy, 1981). Selain itu, kegiatan handling selalu menyebabkan respon stres 5 secara fisiologi dengan meningkatnya plasma katekholamin dan kortikosteroid yang berdampak pada kadar protein otot rendah, glukosa darah meningkat, serta kandungan elektrolit tubuh tidak stabil. (Mazeaud dan Mazeaud, 1981). Stres dalam bentuk apapun dapat meningkatkan kebutuhan energi ikan serta mengurangi tingkat pertumbuhan ikan. Energi yang digunakan untuk mengatasi stres tidak dapat digunakan lagi untuk pertumbuhan. Stres secara kimia maupun fisik dapat disebabkan oleh akumulasi sisa feses, oksigen rendah, kepadatan, penanganan, polusi air, kualitas pakan yang kurang baik, dan lain-lain (Halver, 1988). Respon hematologi yang terjadi pada saat ikan air laut ditangkap dan diberikan perlakuan stres terjadi sangat cepat. Pada kondisi stres, ikan ini cenderung untuk meningkatkan ion-ion dan cairan osmolaritas (Wells et al, 1984 dalam Montgomery dan Wells, 1993). Beberapa indikator stres dini dapat dilihat dari kadar glukosa darah, persentase hemoglobin (Smith dan Ramos, 1976 dalam Mazeaud dan Mazeaud, 1981). Semua hal di atas dapat menyebabkan pertumbuhan ikan rendah serta mudah terserang penyakit serta kematian (Mazeaud dan Mazeaud, 1981). Perpindahan ikan salmon dari air laut ke air tawar tentu saja meningkatkan afinitas oksigen dari darah (Maxime et al, 1990 dalam Jensen, 1993). Air laut memiliki massa jenis oksigen yang lebih rendah dibandingkan dengan air tawar disebabkan karena adanya stimulus ventilasi yang meningkat. Perubahan salinitas juga dapat menimbulkan efek terhadap konduksi difusi dari insang. Pemindahan ikan dari air laut ke air tawar secara cepat telah dipelajari secara intensif pada beberapa jenis ikan stenohaline dengan tujuan untuk mengetahui perpindahan garam yang terjadi di dalam tubuh yang ditandai dengan berkurangnya kadar ion Na+ dan Cl-. Sebagai contoh, ikan laut stenohaline, Holocanthus ciliaris dapat bertahan hidup selama beberapa minggu pada air tawar yang telah ditingkatkan konsentrasi kalsiumnya sekitar 5 – 25 mm/liter (Evans, 1975 dalam Eddy, 1981). Pengembangan dan pengaplikasian uji perendaman ikan air laut pada air tawar dilakukan untuk melihat kondisi akibat pengaruh dari stressor terhadap kemampuan osmoregulasi ikan. Kegunaan perendaman air tawar dengan adanya pengukuran ketidakseimbangan homeostatik, dapat membantu kegiatan perikanan 6 untuk menentukan kondisi yang lebih baik serta meningkatkan kelangsungan hidup ikan dalam menghadapi perubahan lingkungan (Wedemeyer dan McLeay, 1981). 2.3 Nafsu Makan dan lingkungan Nafsu makan merupakan keinginan untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh untuk memakan suatu makanan. Nafsu makan berkaitan erat dengan pertumbuhan. Pada ikan, nafsu makan dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik yang berpengaruh terhadap nafsu makan ikan antara lain cahaya, suhu, oksigen, pH, salinitas, senyawa nitrogen, polutan, dan zat yang beracun. Sedangkan faktor biotik antara lain kepadatan populasi, struktur sosial seperti keseragaman ukuran serta seks rasio, predator, dan gangguan dari manusia (Kestemont dan Baras, 2001). Faktor suhu sangat penting berperan dalam meningkatkan nafsu makan ikan, makanan yang dimakan oleh ikan akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu dan akan mencapai puncaknya lalu turun secara dramatis kurang lebih sebelum mencapai suhu optimal (Brett, 1979 dalam Kestemont dan Baras, 2001). Ikan sangat didominasi oleh metabolisme aerob, maka kandungan oksigen terlarut merupakan faktor pembatas lingkungan yang paling potensial (Fry, 1971 dalam Kestemont dan Baras, 2001), khususnya pada suhu tinggi (Jobling, 1997 dalam Kestemont dan Baras, 2001). Konsentrasi yang tidak mematikan dari senyawa nitrogen (nitrit), bergantung pada suhu, oksigen, dan pH yang dapat berpengaruh terhadap struktur insang dan epidermal mucus (Kamstra et al, 1996 dalam Kestemont dan Baras, 2001), namun efeknya terhadap pakan masih jarang ditemukan. Sedangkan efek yang disebabkan oleh pH tergantung pada penyesuaian diri ikan. Efek langsung dari kepadatan yaitu perubahan tingkah laku yang disebabkan kebutuhan energi yang sangat diperlukan untuk pertahanan terhadap kompetitor. Faktor biotik seperti struktur sosial tidak hanya dipengaruhi oleh kepadatan populasi ikan tetapi juga keseragaman ukuran ikan dan seks rasio (McCarthy et al, 1992 dalam Kestemont dan Baras, 2001). Manusia merupakan faktor biotik yang penting dalam lingkungan akuakultur. Tingkah laku ikan dapat 7 dipengaruhi oleh hal yang rutin dilakukan, seperti penanganan ikan, pembersihan wadah pemeliharaan, tindakan pencegahan dan pengobatan penyakit, serta pengadaan pakan. 2.4 Osmoregulasi dan energi Perubahan lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba dapat menimbulkan stres. Salah satunya dilihat dari keseimbangan air dan garam dalam tubuh ikan yang mempengaruhi kondisi fisiologi yang menyebabkan stres. Sebagian besar hewan akuatik mempertahankan keseimbangan antara air dan garam dalam tubuh agar tetap stabil dengan melakukan osmoregulasi. Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan osmose (Fujaya, 2002). Jika kandungan elektrolit didalam tubuhnya berbeda dengan lingkungan, maka dilakukan beberapa mekanisme regulasi untuk mempertahankan keseimbangan air dan garam tersebut. Perpindahan ikan air laut ke air tawar secara cepat dapat menyebabkan stres. Efek dari stres dapat membuat proses osmoregulasi mengalami gangguan karena perubahan keseimbangan air dan garam (Irianto, 2005). Perubahan yang terjadi pada proses osmoregulasi menyebabkan peningkatan kebutuhan energi ikan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan mengurangi alokasi energi untuk pertumbuhan (Halver, 1988). Energi tersebut digunakan untuk mengatur menjaga agar osmoregulasi berjalan normal. Ikan air laut yang kehilangan banyak air secara osmotik melalui insang, harus melepaskan garam banyak meminum air laut dan memproduksi sedikit urine sebagai cara beradaptasi. Mekanisme pengaturan garam dan ion bagi ikan stenohaline sangat tidak fleksibel karena dibatasi oleh media hidupnya, baik ikan air laut maupun air tawar. Ikan air laut biasanya dapat mentolerir salinitas dibawah media hidupnya namun harus lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas darahnya. Sedangkan ikan air tawar biasanya dapat mentolerir salinitas dibawah salinitas darahnya. Beberapa ikan estuari dan ikan yang bermigrasi, seperti salmon, mampu beradaptasi terhadap perubahan salinitas dari air tawar ke air laut atau sebaliknya (Royce, 1972). 8 2.4 Gambaran Darah Ikan Parameter darah merupakan salah satu indikator adanya perubahan kondisi pada kesehatan ikan, baik karena faktor infeksi akibat mikroorganisme atau karena faktor non infeksi oleh lingkungan, nutrisi, dan genetik. Darah ikan tersusun dari sel-sel darah yang tersuspensi dalam plasma dan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sistem sirkulasi tertutup. Pada tubuh ikan, darah berfungsi untuk mengedarkan nutrien yang berasal dari pencernaan makanan ke sel-sel tubuh, menyuplai oksigen ke sel-sel dan jaringan tubuh serta mengangkut hormon dan enzim ke organ yang membutuhkan (Lagler et al., 1977 dalam Indriastuti, 2006). Menurut Fujaya (2002), darah berfungsi sebagai pembawa oksigen, karbondioksida, sari-sari makanan maupun hasil metabolisme. Pada ikan, darah mengalir dengan membawa oksigen dari insang ke jaringan dan ion seperti Na+ dan Cl- yang berperan dalam osmoregulasi. Selain itu, darah juga membawa hormon dan vitamin, terutama dalam plasma. Sel-sel darah ikan terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Jumlah dan proporsi komponen masingmasing darah relatif stabil bila ikan dalam keadaan sehat. Menurut Amlacher (1970) dalam Setiawati dkk (2007), darah dapat mengalami perubahan yang serius khususnya bila terkena infeksi. Selain itu, kekurangan atau kelebihan makanan dapat mempengaruhi komposisi darah (perubahan pada level protein total, kadar hemoglobin, dan total eritrosit). Eritrosit pada ikan merupakan sel darah dengan jumlah terbanyak. Eritrosit ikan berbentuk oval sampai bundar berukuran 7-36 mikron dengan inti bulat telur yang berfungsi mengikat oksigen dan sitoplasma merah muda (Lagler et al., 1977 dalam Indriastuti, 2006). Umumnya, ikan memiliki jumlah eritrosit berkisar 1,05 x 106 – 3,0 x 106 sel/mm3 (Roberts (1978) dalam Irianto (2005)). Rendahnya jumlah eritrosit menunjukkan ikan menderita anemia atau kerusakan ginjal. Sedangkan tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam kondisi stres (Nabib dan Pasaribu, 1989). Menurut Dellman dan Brown (1989) dalam Ashry (2007), faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit adalah jenis kelamin, perbedaan induk (genetik), kondisi nutrisi, aktifitas fisik, dan umur. 9 Hemoglobin merupakan suatu molekul protein di dalam eritrosit yang terdiri atas protoporfirin, globin, dan besi bervalensi 2 (ferro). Hemoglobin dalam darah merupakan alat transportasi oksigen dan karbondioksida. Fungsi utama dari hemoglobin adalah mengikat oksigen yang kemudian digunakan untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi serta mencegah keasaman darah yang terlalu tinggi (Lagler et al., 1977 dalam Indriastuti, 2006). Kadar hemoglobin normal pada ikan menurut Nabib dan Pasaribu (1989) berkisar antara 8 – 9 gr %, sedangkan menurut Lagler et al.(1977) dalam Ashry (2007) kadar hemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar antara 3,7 – 7 gr %. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2008 sampai Juni 2008. Analisis proksimat ikan dan pakan uji dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan dan analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan pemeliharaan ikan dan perlakuan perendaman dalam air tawar dilakukan di Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK) IPB, Ancol, Jakarta Utara. 3.2 Pemeliharaan Ikan Uji dan Pengumpulan Data Ikan uji yang digunakan adalah ikan kerapu bebek berasal dari Balai Budidaya Laut Lampung dengan bobot berkisar 25,49 ± 0,78 gram. Setelah masa aklimatisasi untuk adaptasi, ikan dipuasakan selama 24 jam untuk menghilangkan sisa pakan dalam saluran pencernaan, kemudian ikan ditimbang dan dimasukkan ke dalam akuarium uji. Jumlah ikan per akuarium adalah 6 ekor. Ikan dipelihara dalam 12 akuarium yang berukuran 40 x 60 x 45 cm yang diisi air laut dengan kisaran salinitas 29 - 31 ppt dan ketinggian air 35 cm. Wadah pemeliharaan disusun dalam satu sistem resirkulasi dan satu buah bak tandon. Suhu air dijaga dengan menggunakan thermostat yang dipasang pada tandon dan kondisi air di akuarium diukur setiap hari dengan thermometer, yaitu kisaran suhu 28 - 32oC. Hasil analisa kualitas air terdapat pada Lampiran 1. Ikan diberi pakan berbentuk pellet sebanyak 3 kali sehari pada pukul 06.00, 12.00, dan 18.00 secara at satiation selama masa pemeliharaan. Pakan yang digunakan mengandung kadar protein sebesar 46,1 %, lemak 13,82 %, abu 13,14 %, serat kasar 0,64 %, BETN 16,62 %, energi sebesar 3148,42 kkal/kg, serta C/P rasio sebesar 6,83 kkal/gr protein. Komposisi pakan uji didasarkan atas kebutuhan dasar nutrisi ikan kerapu. Hasil analisa bahan penyusun pakan dan komposisi pakan uji masing-masing terdapat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Selain itu, untuk menjaga kualitas air tetap baik dilakukan penyiponan setiap hari dan pergantian air sebanyak 25 % dari volume air akuarium secara teratur setiap 2 hari sekali. 11 Terdapat 3 macam perlakuan perendaman ikan uji di air tawar selama 20 menit, masing-masing yaitu perlakuan A dengan frekuensi perendaman air tawar sebanyak 1x30 hari, perlakuan B dengan frekuensi perendaman air tawar sebanyak 2x30 hari, setiap 15 hari sekali, dan perlakuan C dengan frekuensi perendaman air tawar sebanyak 3x30 hari setiap 10 hari sekali, serta D sebagai kontrol yang tidak diberikan perlakuan perendaman air tawar selama pemeliharaan. Perendaman ikan dilakukan dengan air tawar sebanyak 5 liter. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 67 hari. Penimbangan jumlah pakan yang diberikan dilakukan per 10 hari atau sesudah diberikan perlakuan untuk mengetahui nafsu makan ikan. Sampling dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan dengan cara menimbang bobot ikan dan menghitung bobot biomassa pada masing-masing perlakuan. Pada akhir perlakuan diambil ikan sampel untuk analisa proksimat guna mengetahui komposisi tubuh ikan untuk mengetahui retensi protein dan retensi lemak. Prosedur analisa terdapat pada Lampiran 4. Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir masa pemeliharaan untuk mengetahui gambaran darah ikan pada ikan sampel dari setiap perlakuan. Prosedur analisa gambaran darah terdapat pada Lampiran 5. 3.3 Parameter Uji 3.3.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan dihitung dengan cara menimbang total pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama perlakuan pemberian pakan. 3.3.2 Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan harian dihitung berdasarkan persamaan : Wt LPH (%) = t 1 x 100% Wo Keterangan : W t = bobot rata-rata individu pada waktu t (gram) W o = bobot rata-rata individu pada waktu awal (gram) t = waktu pemeliharaan (hari) 12 3.3.3 Survival Rate (SR) Tingkat Kelangsungan Hidup dihitung dengan menggunakan rumus : SR Keterangan : Nt x 100% No Nt = jumlah ikan uji pada akhir pengamatan (ekor) No = jumlah ikan uji pada awal pengamatan (ekor) 3.3.4 Efisiensi Pakan (EP) Efisiensi pakan dihitung dengan menggunakan rumus : EP = Keterangan : Wt Wd Wo F x 100% Wt = bobot total ikan pada akhir pemeliharaan Wo = bobot total ikan pada awal pemeliharaan Wd = bobot total ikan yang mati selama masa pemeliharaan (gram) F = jumlah pakan yang diberikan (gram) 3.3.5 Retensi Lemak Retensi lemak dihitung dengan menggunakan rumus : RL (%) = Keterangan : F I L x 100% F = jumlah lemak tubuh pada akhir pemeliharaan I = jumlah lemak tubuh pada awal pemeliharaan L = jumlah lemak yang dikonsumsi ikan 3.3.6 Retensi Protein Retensi protein dihitung dengan menggunakan rumus : RP (%) = Keterangan : F I x 100% P F = jumlah protein tubuh pada akhir pemeliharaan I = jumlah protein tubuh pada awal pemeliharaan L = jumlah protein yang dikonsumsi ikan 13 3.3.7 Gambaran Darah Parameter gambaran darah yang diamati adalah total eritrosit dan kadar hemoglobin. 3.4 Analisa Statistik Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan memiliki 3 ulangan. Sebagai perlakuan yaitu frekuensi perendaman dalam air tawar yang berbeda. Parameter yang diuji yaitu konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, survival rate, efisiensi pakan, retensi lemak, dan retensi protein. Pengaruh perlakuan terhadap parameter uji diketahui dengan menggunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Duncan. 3.5 Analisa Kimia Analisa kimia yang dilakukan adalah analisa proksimat. Analisa proksimat dilakukan terhadap pakan, tubuh ikan sebelum perlakuan, dan tubuh ikan setelah perlakuan. Analisa proksimat pakan yang dilakukan yaitu analisa kadar protein, kadar air, kadar abu, kadar lemak, serat kasar. Sedangkan analisa proksimat ikan yang dilakukan antara lain analisa kadar protein, kadar lemak, dan kadar air (Takeuchi, 1988). Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, salinitas, pH, kadar oksigen terlarut (DO), alkalinitas, total organic matter (TOM), dan total ammonia nitrogen (TAN). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh selama pemeliharaan ikan kerapu bebek yang diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar dilihat dari status total eritrosit dan kadar hemoglobin dalam darah terdapat pada Gambar 1. 1,50 6,00 1,61 1,21 1,24 5,10 5,00 5,00 1,19 1,00 0,50 Hb (Gr %) TE (106sel/mm 3) 2,00 4,73 4,13 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 A (1x/30hr) B (2x/30hr) C (3x/30hr) D (kontrol) Perlakuan (i) 0,00 A (1x/30hr) B (2x/30hr) C (3x/30hr) D (kontrol) Perlakuan (ii) Gambar 1. Nilai rataan gambaran darah selama pemeliharaan (i) total eritrosit (106sel/mm3) (ii) kadar hemoglobin (Gr %) Pengamatan yang dilakukan pada saat ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis diberikan perlakuan perendaman air tawar yaitu keluarnya lendir ikan yang berlebih serta tingkah laku ikan yang diam tidak banyak bergerak. Hasil pengamatan darah yang terdapat pada Gambar 1 (i), dapat dilihat bahwa total eritrosit setelah pemeliharaan, baik yang diberikan perlakuan perendaman air tawar dengan frekuensi 1x30 hari, 2x30 hari, 3x30 hari, dan kontrol memiliki kisaran nilai rataan yang berbeda. Total eritrosit tertinggi terdapat pada perlakuan dengan frekuensi 1x30 hari dan total eritrosit paling rendah terdapat pada perlakuan kontrol. Kadar hemoglobin pada Gambar 1 (ii) memiliki nilai tertinggi pada perlakuan perendaman air tawar dengan frekuensi 1x30 hari dan kadar hemoglobin terendah terdapat pada perlakuan perendaman air tawar dengan frekuensi 3x30 hari. Hasil yang didapat setelah pemeliharaan ikan uji selama 67 hari yang diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar terhadap parameter kinerja pertumbuhan terdapat pada Tabel 1. 15 Tabel 1. Bobot rata-rata awal ( W o ), Bobot rata-rata akhir ( W t ), Konsumsi Pakan (KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pakan (EP), Retensi Protein (RP), Retensi Lemak (RL), dan Survival Rate (SR) Parameter KP (gr) W o (gr) W t (gr) LPH (%) Δ LPH (%)* RP (%) RL (%) EP (%) Δ EP (%)* SR (%) Ket Perlakuan (frekuensi perendaman air tawar) A B C D (1x30 hari) (2x30 hari) (3x30hari) (kontrol) a a a a 352,77 ± 7,56 309,89 ± 40,13 313,28 ± 38,98 314,88 ± 44,96 a a a a 25,85 ± 1,03 25,05 ± 0,39 25,69 ± 1,28 25,57 ± 0,83 64,85 ± 0,44 1,41 ± 0,07 a a 52,51 ± 6,75 1,06 ± 0,24 b b 46,86 ± 1,06 0,85 ± 0,02 b b (150,31) a 17,42 ± 0,42 c 7,26 ± 0,20 a 47,86 ± 2,88 (113,29) b 11,14 ± 0,85 d 3,50 ± 0,52 a 47,55 ± 5,60 (90,94) d 9,25 ± 0,22 b 9,05 ± 0,28 b 35,61 ± 2,10 (154,32) a 83,33 ± 0,00 (153,33) a 100,00 ± 0,00 (114,81) a 91,67 ± 11,79 47,19 ± 2,81 b b 0,94 ± 0,13 (100) c 9,86 ± 0,19 a 16,50 ± 0,97 b 31,01 ± 4,94 (100) a 91,67 ± 11,79 : Huruf superscript dibelakang nilai standar deviasi yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan selang kepercayaan 95%. * menunjukkan perbandingan prosentase perubahan nilai rataan (Δ) perlakuan terhadap kontrol pada parameter uji laju pertumbuhan harian (LPH) dan efisiensi pakan (EP) Perlakuan perendaman ikan kerapu bebek di air tawar memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap parameter konsumsi pakan (KP), namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap bobot rata-rata akhir, W t (Tabel 1). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan perendaman ikan uji di air tawar dengan frekuensi 1x30 hari memiliki bobot rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar 2x30 hari dan 3x30 hari, begitu juga jika dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, nilai laju pertumbuhan harian (LPH) lebih tinggi pada perlakuan dengan frekuensi perendaman dalam air tawar 1x30 hari dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan kontrol. Retensi protein (RP) antar perlakuan perendaman dalam air tawar dengan frekuensi 1x30 hari, 2x30 hari, dan 3x30 hari serta kontrol memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0,05). Begitu juga dengan nilai retensi lemak (RL) yang berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05). Nilai efisiensi pakan (EP) antara perlakuan perendaman dalam air tawar dengan frekuensi 1x30 hari dan 2x30 hari lebih tinggi daripada perlakuan 3x30 hari dan kontrol. 16 Prosentase peningkatan pertumbuhan (ΔLPH) pada perlakuan perendaman ikan uji di air tawar dibandingkan dengan kontrol menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang lebih cepat. Nilai prosentase ini dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai terkecil untuk laju pertumbuhan harian maupun efisiensi pakan terdapat pada perlakuan dengan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar 3x30 hari. Perbandingan prosentase perubahan nilai rataan antara perlakuan dibandingkan dengan kontrol memiliki perbedaan nilai paling tinggi pada perlakuan perendaman ikan uji di air tawar dengan frekuensi 1x30 hari yaitu sebesar 150,31% untuk laju pertumbuhan harian (ΔLPH) dan 154,32% untuk efisiensi pakan (ΔEP). 4.2 Pembahasan Perlakuan perendaman ikan uji di air tawar merupakan salah satu perlakuan untuk menghilangkan parasit pada ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis. Perlakuan perendaman dalam air tawar tersebut dapat menyebabkan ikan stres sehingga dapat meningkatkan kebutuhan energi pada ikan dan mengurangi tingkat pertumbuhan ikan. Pengukuran total eritrosit dan kadar hemoglobin bertujuan untuk melihat kemampuan pengikatan oksigen yang dimanfaatkan dalam pembakaran untuk menghasilkan energi (Lagler et al., 1977 dalam Indriastuti, 2006). Berdasarkan parameter darah yang diamati yaitu total eritrosit dan kadar hemoglobin, status kesehatan ikan yang ditunjukkan pada Gambar 1 (i), merupakan kondisi setelah pemberian perlakuan selama pemeliharaan. Total eritrosit yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya terdapat pada perlakuan dengan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar 3x30 hari dengan jumlah eritrosit 1,24x106 sel/mm3, sedangkan perlakuan dengan frekuensi perendaman dalam air tawar 1x30 hari memiliki jumlah eritrosit 1,61x106 sel/mm3. Jumlah eritrosit yang didapatkan pada perlakuan perendaman dalam air tawar maupun kontrol masih berada dalam kisaran normal yaitu 1,05 x 106 – 3,0 x 106 sel/mm3 (Roberts (1978) dalam Irianto (2005)). Namun, ikan pada perlakuan perendaman dalam air tawar dengan frekuensi 2x30 hari dan 3x30 hari menunjukkan total eritrosit yang lebih rendah dibandingkan dengan frekuensi 1x30 hari. Total eritrosit yang lebih rendah pada perlakuan perendaman dalam air 17 tawar dengan frekuensi 2x30 hari maupun 3x30 hari diduga dipengaruhi oleh aktivitas fisik ikan yang diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar karena faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit adalah jenis kelamin, perbedaan induk (genetik), kondisi nutrisi, aktivitas fisik, dan umur (Dellman dan Brown (1989) dalam Ashry (2007)). Aktivitas fisik yang terjadi dalam tubuh ikan diduga mempengaruhi proses pembentukan sel darah menjadi terganggu. Sistem pembentukan eritrosit terkait dengan umur sel darah tersebut yaitu pada hewan umurnya kurang lebih 25 – 140 hari (Guyton, 1986 dalam Feylana, 2008). Kadar hemoglobin yang diperoleh menunjukkan bahwa ikan mampu mengikat oksigen dengan baik dilihat dari kadar hemoglobin yang masih berada dalam kisaran kadar hemoglobin normal pada ikan teleostei yaitu 3,7- 7 gr %. Selain itu, perpindahan yang terjadi pada ikan air laut dari media air laut ke air tawar dapat meningkatkan afinitas oksigen dari darah (Maxime et al (1990) dalam Jensen et al.(1993)). Berdasarkan hasil tersebut, ikan yang diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar mempunyai kemampuan melakukan proses pembakaran untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk mengatasi stres. Berdasarkan pengamatan visual selama pemeliharaan, respon makan ikan setelah diberikan perlakuan perendaman di air tawar mengalami peningkatan namun nafsu makan menurun kembali pada hari berikutnya. Salah satu indikator nafsu makan ikan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan uji. Konsumsi pakan sangat erat kaitannya dengan penyediaan nutrien yang merupakan sumber energi untuk mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Secara statistik konsumsi pakan ikan yang diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar dibandingkan dengan kontrol tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 1). Pertambahan bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan yang ditunjukkan oleh Tabel 1, menunjukkan bahwa energi pakan cukup memenuhi kebutuhan ikan untuk tumbuh karena pada awalnya energi dalam pakan digunakan untuk pemeliharaan tubuh lalu kelebihan energi untuk pertumbuhan. Namun, jumlah konsumsi pakan yang sama pada perlakuan perendaman ikan uji dalam air tawar sebanyak 3x30 hari tidak diikuti laju pertumbuhan harian yang tinggi seperti pada perlakuan perendaman dalam air tawar dengan frekuensi 1x30 hari maupun 2x30 18 hari. Hal ini diduga karena frekuensi perlakuan perendaman ikan uji di air tawar menyebabkan ikan stres dan membutuhkan waktu untuk recovery (pemulihan), sehingga mempengaruhi kondisi ikan dalam memanfaatkan energi untuk beradaptasi menjadi lebih besar dibandingkan untuk pertumbuhan. Sedangkan untuk perlakuan dengan frekuensi 1x30 hari memiliki jumlah konsumsi pakan yang sama, namun diikuti dengan nilai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar yang lebih sedikit membuat ikan cenderung lebih banyak dapat mengalokasikan energinya untuk pertumbuhan. Sesuai dengan pernyataan Halver (1988) bahwa perubahan lingkungan yang tiba-tiba dapat menyebabkan stres yang pada akhirnya dapat meningkatkan kebutuhan energi ikan untuk beradaptasi dan mengurangi alokasi energi untuk pertumbuhan. Pemakaian nutrien dari pakan yang tercerna dapat diketahui langsung dipakai atau disimpan dalam tubuh. Jumlah nutrien yang mampu disimpan dalam tubuh adalah retensi. Protein sebagai sumber nutrien utama karena memegang peranan paling penting dalam jaringan serta organ tubuh hewan dan merupakan sumber energi yang lebih efisien. Pada perlakuan dengan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar 1x30 hari menunjukkan hasil retensi protein yang tertinggi dan retensi lemak yang rendah. Nilai retensi protein terendah terdapat pada perlakuan dengan frekuensi perendaman dalam air tawar 3x30 hari sedangkan retensi lemak menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa sumber energi yang digunakan sebagian besar berasal dari protein. Perlakuan dengan frekuensi perendaman 3x30 hari lebih banyak memerlukan energi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Jika perlakuan perendaman dalam air tawar terlalu sering, akan menyebabkan energi cadangan menipis dan membuat ikan menjadi lemah sehingga mudah terserang penyakit. Hal tersebut terjadi karena waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan total ikan akibat stres adalah selama 10 – 14 hari (Schreck, 1981) sehingga pada perlakuan yang sering direndam membuat ikan terus menerus membutuhkan energi untuk beradaptasi dan pemulihan yang mengakibatkan pertumbuhannya lebih lambat. Nilai efisiensi pakan yang tinggi 19 pada perlakuan perendaman ikan uji di air tawar 1x30 hari menunjukkan ikan uji tersebut cenderung lebih baik memanfaatkan energi dari pakan dibandingkan perlakuan lainnya. Berdasarkan nilai yang paling tinggi pada status darah (total eritrosit dan kadar hemoglobin) yaitu perlakuan dengan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar 1x30 hari memberikan hasil kinerja pertumbuhan ikan yang baik karena diduga berkaitan dengan penggunaan energi yang lebih efisien dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut membuat perlakuan dengan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar 1x30 hari memiliki bobot rata-rata akhir paling tinggi sebesar 64,85 ± 0,44 gram, nilai rataan laju pertumbuhan harian paling tinggi sebesar 1,41± 0,07 %, retensi protein paling tinggi sebesar 17,42 ± 0,42 %, dan nilai efisiensi pakan paling tinggi sebesar 47,86 ± 2,88 %. V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis yang diberikan perlakuan perendaman dalam air tawar 1x30 hari memberikan pengaruh terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek. Perlakuan dengan frekuensi perendaman ikan uji di air tawar satu kali selama 20 menit dalam masa pemeliharaan 30 hari merupakan frekuensi perendaman air tawar optimum yang cenderung tidak menghambat pertumbuhan ikan. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan adalah perlakuan perendaman ikan kerapu bebek di air tawar wajib dilakukan selama pemeliharaan. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2008. http://www.indosiar.com/news/kisi-kisi/69769_budidaya-ikankerapu-bebek [2 Agustus 2008] Ashry, N. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Daun Ketapang Terminalia cattapu untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Patin Pangansionodon hypophtalmus Pangansionodon hypophtalmus yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut, Pertanian Bogor, Bogor. Eddy, F. B. 1981. Effects of Stress on Osmotic and Ionic Regulation in Fish. Didalam : Pickering, A. D. (editor). Stress and Fish. Academic Press, Inc. London. hlm. 77-102. Feylana. 2008. Sel Darah Merah. http://feylana.wordpress.com/2008/06/21/seldarah-merah/ [22 Januari 2009] Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan : Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Furuichi, M. 1988. Fish Nutrition. Didalam : Watanabe, T. (editor). Fish Nutrition and Mariculture. Departemen of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo. hlm. 79-229 Halver, J. E. 1989. Fish Nutrition. Second Edition. Academic Press, Inc. University of Washington. Seattle. Washington Indriastuti, L. 2006. Pengaruh Penambahan Bahan-bahan Immunostimulan dalam Formulasi Pakan Buatan terhadap Respon Imunitas dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek Cromileptis altivelis. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut, Pertanian Bogor, Bogor. Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Jensen, F. B., M. Nikinmaa and R. E. Weber. 1993. Environmental Pertubation of Oxygen Transport in Teleost Fishes: Causes, Consequences, and Compensations. Didalam : J. C. Rankin dan F. B. Jensen (editors). Fish Eciphysiology. Chapman and Hall. London. hlm. 161-179. Jobling, M. 2001. Feed Composition and Analysis. Didalam: D. Houlihan, T. Boujard dan M. Jobling (editors). Food Intake in Fish. Blackwell Science Publishing. hlm. 1-24. 22 Kestemont, P. and E. Baras. 2001. Environmental Factors and Feed Intake : Mechanism and Interaction. Didalam : D. Houlihan, T. Boujard dan M. Jobling (editors). Food Intake in Fish. Blackwell Science Publishing. hlm. 131-156. Laining, A., N. Kabangnga and Usman. 2004. Dietary Optimum Protein for Tiger Grouper Epinephelus fuscoguttatus Diet Reared in Floating Net Cages. Didalam : Rimmers, M. A., S. McBride dan K. C. Williams (editors). Advanced in Grouper Aquaculture. ACIAR, Canberra. hlm. 95-97 Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. New York : Auburn University Mazeaud, M.M. and F. Mazeaud. 1981. Adrenergic Responses to Stress in Fish. Didalam : Pickering, A. D. (editor). Stress and Fish. Academic Press, Inc. London. hlm. 49-76. Milamena, O. M., R. M. Coloso and F. P. Pascual. 2002. Nutrition in Tropical Aquaculture. Aquaculture Departemen : Southeast Asian Fisheries Development Center, Tighatian, Iloilo, Philippines Montgomery, J. C. and R. M. G. Wells. 1993. Recent Advances in the Ecophysiology of Antarctic Notothenioid Fishes : Metabolic Capacity and Sensory Performance. Didalam: J. C. Rankin dan F. B. Jensen (editors). Fish Ecophysiology. Chapman and Hall. London. hlm. 341-374. Nabib, R. dan Pasaribu, F. H. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Boiteknologi, Institut Pertanian Bogor National Research Council. 1993. Nutrient Requirements of Fish. Washington D.C. : National Academic Press Pickering, A. D. 1981. Stress and Fish. Academic Press, Inc. London. Royce, W. F. 1972. Introduction to the Fishery Sciences. Academic Press, Inc. College of University, University of Washington, Seattle, Washington Schreck, C. B. 1981. Stress and Compensation Teleostean Fishes : Response to Social and Physical Factors. Didalam : Pickering, A. D. (editor). Stress and Fish. Academic Press, Inc. London. hlm. 295-315 Setiawati, M., Arry, S. Nuryati, I. Mokoginta, M. A. Suprayudi dan W. Manalu. 2007. Pengaruh Suplementasi Fe-anorganik terhadap Gambaran Sel Darah Kerapu Cromileptes altivelis Terinfeksi Bakteri Vibrio parahaemolyticus. Jurnal Biologi Indonesia, IV (4) : 203-214. 23 Sucipto, A., M. Ahmad, E. Kusrini, N. H. Kharisma. 2008. Pengaruh Salinitas dalam Proses Osmoregulasi Ikan. Aquaculture – Physiology. http://naksara.net/index.php?view=article&catid=38:physiology&id=85:pe ngaruh-salinitas-dalam-proses-ormoregulasiikan&tmpl=component&print=1&page [30 juli 2008] Takeuchi, T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutrients. Didalam : Watanabe, T. (editor). Fish Nutrition and Mariculture. Departemen of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo. hlm. 79-229 Watanabe, T 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Departemen of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo Wedemeyer, G. A. and D. J. McLeay. 1981. Methods for Determining the Tolerance of Fishes to Environtmental Stressor. Didalam : Pickering, A. D. (editor). Stress and Fish. Academic Press, Inc. London. hlm. 247-276 Williams, K. C., D. M. Smith, I. H. Williams, S. Irvin, M. Barclay and M. Jones. 2004. The Optimal Dietary Protein and Lipid Specification for Rearing of Humpback grouper Cromileptes altivelis Fingerlings. Didalam : Rimmers, M. A., S. McBride dan K. C. Williams (editors). Advanced in Grouper Aquaculture. ACIAR, Canberra. hlm. 88-91 LAMPIRAN 25 Lampiran 1. Hasil analisa kualitas air Parameter Suhu (oC) Salinitas (ppt) Alkalinitas pH DO (mg O2/L) TAN (ppm) TOM A 28,8 - 32,5 29 - 31,5 59,7 - 74,63 7,64 - 8,26 4,4 - 5,7 0,157 - 0,536 29,7 - 36,02 Perlakuan B C 28,8 - 32,5 28,8 - 32,5 29 - 31,5 29 - 31,5 56,72 - 77,61 55,72 - 78,61 7,69 - 8,23 7,69 - 8,23 4,4 - 5,9 4,2 - 5,9 0,138 - 0,550 0,157 - 0,445 31,60 - 34,13 24,65 - 37,29 D 28,8 - 32,5 29 - 31,5 57,71 - 77,61 7,58 - 8,25 4,2 - 5,8 0,167 - 0,582 29,70 - 38,55 Lampiran 2. Hasil analisa proksimat bahan penyusun pakan Tepung Ikan Kadar Proksimat Bahan Kering Protein Lemak Abu BETN 69,459 9,746 13,817 4,824 Tepung Bungkil Kedelai Tepung rebon tepung teligu 45,189 66,944 13,702 Bahan 3,197 14,804 2,422 6,303 3,081 0,508 37,621 13,126 69,305 Lampiran 3. Komposisi pakan uji ikan kerapu bebek Cromileptis altivelis Bahan Penyusun Tepung Ikan Tepung bungkil kedelai Tepung rebon Tepung terigu Minyak cumi Minyak ikan Vitamin mix Mineral mix Vitamin C CMC Choline Feed additive Perlakuan (A, B, C, dan D) (%) 58 12,25 5,24 6,5 3 5 1,5 3 0,01 3 0,5 2 Energi/Kg 3341,087 2781,130 3870,285 2408,380 26 Lampiran 4. Prosedur analisis proksimat (Takeuchi, 1988) A. Kadar protein Tahap Oksidasi 1. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. 2. Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9 : 1 ditimbang sebanyak 3 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. 3. Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat ke dalam labu Kjedahl kemudian panaskan labu tersebut dalam rak oksidatif/digestion pada suhu 400oC selama 3 - 4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan pada labu menjadi hijau bening. 4. Dinginkan larutan lalu tambahkan lakukan pengenceran dengan larutan akuades hingga 100 ml. Larutan sampel siap untuk didestilasi. Tahap Destilasi 1. Erlenmeyer diisi dengan 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2 tetes indikator methyl red. Letakkan Erlenmeyer tersebut dibawah pipa pembuangan kondensor. 2. 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan tambahkan 10 ml NaOH 30% lalu masukkan melalui corong tersebut dan tutup. 3. Campuran alkaline dalam labu tersebut kemudian didestilasi selama 10 menit setelah adanya tetesan pertama pada pipa pembuangan kondensor. 4. Labu Erlenmeyer diturunkan hingga ujung pipa kondensor berada dileher labu, diatas permukaan larutan. Kondensor dibilas dengan akuades selama 1-2 menit. Tahap Titrasi 1. Lakukan titrasi dengan NaOH 0,05 N hingga satu tetes setelah larutan berwarna bening 2. Titrasi dilakukan pada larutan blanko dan larutan sampel. 3. Catat volume titran pada blanko dan larutan sampel 27 Lanjutan Lampiran 4. Kadar Protein (%) = 0,0007 * (Vb Vs ) x6,25 * *x 20 x100% A Keterangan : Vb = Volume hasil titrasi blanko (ml) Vs = Volume hasil titrasi larutan sampel (ml) A = Bobot sampel (gram) * = setiap ml 0,05 NaOH ekivalen dengan 0,0007 gram Nitrogen ** = faktor nitrogen B. Kadar lemak a. Metode ekstraksi dengan Soxhlet 1. panaskan labu ekstraksi pada oven dengan suhu 110oC selama 1 jam. Labu kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit lalu timbang berat labu awal tersebut (X1) 2. sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram (A) dan dimasukkan ke dalam tabung filter lalu dipanaskan pada suhu 90 - 100oC selama 2-3 jam. 3. Tabung filter ditempatkan ke dalam ekstrak dari alat soxhlet. Kemudian disambungkan kondensor dengan labu ekstraksi yang telah diisi 100 ml petrolium eter. 4. Eter dipanaskan pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath pada suhu 70oC selama 16 jam. 5. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 100oC kemudian ditimbang (X2) b. Metode ekstraksi dengan Folch 1. Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1) 2. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas homogenize dan ditambahkan larutan kloroform/methanol (20xA), sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan. 3. Sampel dihomogenize selama 5 menit, setelah itu disaring dengan vacuum pump. 28 Lanjutan Lampiran 4. 4. Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan ke dalam labu pemisah yang telah diberikan larutan MgCl2 0,03 M, kemudian dikocok dengan kuat minimal selama 1 menit. Kemudian ditutup dengan alumunium foil dan didiamkan selama semalam. 5. lapisan bawah yang terdapat pada labu pemisah disaring ke dalam labu silinder, kemudian dievaporasi sampai kering. Sisa kloroform/methanol yang terdapat pada labu ditiup menggunakan vacuum. Setelah itu ditimbang (X2). Kadar Lemak (%) = X 2 X1 x 100% A C. Kadar air 1. Cawan dipanaskan di dalam oven pada suhu 110oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1). 2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A). 3. Cawan dan bahan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110oC selama 4 jam kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X2). Kadar Air (%) = ( X 1 A) X 2 x 100% A D. Kadar abu 1. Cawan dipanaskan di dalam oven pada pada suhu 110oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1). 2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A). 3. Cawan dan bahan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC sampai bahan menjadi abu atau hingga mencapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X2). 29 Lanjutan Lampiran 4. Kadar Abu (%) = X 2 X1 x 100% A E. Kadar serat kasar 1. Kertas filter dipanaskan dalam oven pada pada suhu 110oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1). 2. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram (A) dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. 3. H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer kemudian dipanaskan di atas penangas selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan dipanaskan selama 30 menit. 4. larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi. 5. larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner dibilas secara berturutturut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas, dan 25 ml aseton. 6. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu dipanaskan dalam oven bersuhu selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2). 7. setelah itu dipanaskan di dalam tanur pada suhu 600oC hingga berwarna putih atau menjadi abu (± 4 jam), lalu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 110oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X3). Kadar Serat Kasar (%) = X 2 X1 X 3 x 100% A 30 Lampiran 5. Prosedur analisa gambaran darah Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan syringe melalui vena caudalis yang berada di bawah vertebre. Syringe dan tabung eppendorf yang digunakan sebelumnya dibilas terlebih dahulu dengan menggunakan Na-sitrat 3,8% (anti koagulan) untuk mencegah pembekuan darah. Pengambilan dan penyimpanan darah dalam eppendorf dilakukan secara perlahan-lahan untuk mengurangi resiko kerusakan sel darah. a.) Penghitungan sel darah merah (eritrosit) menurut Nabib dan Pasaribu (1989) Penghitungan dilakukan dengan mengencerkan darah dengan larutan Hayem di dalam pipet pencampur berskala maksimum 101. Pada pipet ini, di dalamnya terdapat bulir berwarna merah yang berfungsi sebagai pengaduk. Sampel darah dihisap dengan pipet pencampur hingga skala 1, lalu dengan pipet yang sama dihisap larutan Hayem hingga skala 101. pipet kemudian digoyang dengan membentuk angka delapan selama 3-5 menit agar darah tercampur secara merata. Sebelum dilakukan penghitungan, larutan yang berada di ujung yang tidak teraduk dibuang. Darah yang telah teraduk kemudian diteteskan ke dalam hemasitometer tipe Neubauer Improved yang telah ditutupi gelas penutup melalui bagian yang berlekuk hingga memenuhi semua bagian yang berskala. Agar volume darah yang dihitung tepat, kelebihan darah dihisap dengan menggunakan kertas tissue. Penghitungan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali pada 10 kotak kecil hemasitometer. ∑ SDM = jumlah sel terhitung x 1 x faktor pengenceran volumekotakbesar = jumlah sel terhitung x 1 x 200 0.05 x0.05 x0.1mm = ... sel/mm3 31 Lanjutan Lampiran 5. b.) Penghitungan hemoglobin menurut Wedemeyer dan Yasutake (1977) dalam Indriastuti (2006) Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan dengan menggunakan metode Sahli. Prinsip metode ini adalah dengan mengkonversikan hemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Darah dihisap dengan menggunakan pipet Sahli sampai skala 20 mm3, ujung pipet yang telah digunakan dibersihkan dengan menggunakan kertas tissue. Darah kemudian dipindahkan ke dalam tabung hemoglobin yang berisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (warna kuning), lalu didiamkan 3-5 menit agar hemoglobin bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin. Darah kemudian diaduk dan ditambahkan akuades sedikit demi sedikit hingga warnanya sama dengan warna standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan yang dicocokkan dengan skala lajur Gr % yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah. 32 Lampiran 6. Prosedur Pembuatan Pakan Uji 1. Bahan – bahan yang berbentuk tepung ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. 2. Semua bahan kecuali CMC dicampur menjadi satu, dimulai dengan mencampurkan bahan pakan yang komposisinya terkecil sampai dengan bahan pakan yang komposisinya terbesar. Pencampuran dilakukan sampai merata dengan menggunakan mixer. 3. Selanjutnya CMC dimasukkan ke dalam wadah dan ditambahkan dengan air hangat secukupnya sehingga teraduk rata. 4. CMC yang sudah dicampurkan dengan air hangat dimasukkan ke dalam bahan pakan lainnya sehingga membentuk adonan. 5. Adonan pakan lalu dicetak dengan menggunakan mesin penggiling daging dengan ukuran dimensi cetakan disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. 6. Hasil cetakan lalu dioven dengan suhu ± 50oC hingga kering. Pakan disimpan di dalam lemari pendingin agar tidak mudah berjamur. 33 Lampiran 7. Hasil analisa proksimat ikan perlakuan Perlakuan % kadar air Ikan awal 66,85 72,18 76,20 73,83 73,81 A (1x/30 hari) B (2x/30 hari) C (3x/30 hari) D (kontrol) Komposisi Proksimat (% bobot kering) Protein Lemak 32,82 56,61 46,62 46,00 48,14 6,32 7,95 6,00 11,72 18,59 Lampiran 8. Bobot rata-rata ikan awal dan ikan akhir Perlakuan A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 Bobot rata-rata awal (gr) 24,71 26,59 24,75 24,68 26,27 26,15 26,37 26,61 24,78 25,62 Bobot rata-rata akhir (gr) 65,33 64,48 64,73 59,10 45,62 52,83 46,11 47,61 49,18 45,20 Lampiran 9. Konsumsi pakan selama pemeliharaan SAMPEL A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 10 53,9206 54,2559 55,8551 53,8115 32,7639 52,0040 54,2062 42,0405 56,9576 44,2842 20 59,6532 62,0854 59,9076 59,8425 50,6736 56,7796 61,9448 52,7902 64,4426 51,0477 HARI KE30 40 42,6430 60,9539 41,6926 66,5921 41,3629 73,1404 45,5136 58,0582 32,7059 48,6433 42,4728 65,3482 32,9043 52,3238 38,5616 63,0625 46,2832 68,9184 38,5168 53,6144 50 69,3237 60,7744 69,7208 59,6771 49,1154 56,7247 47,6163 64,6985 60,7238 50,6477 60 67,1060 59,4249 59,8930 61,3466 50,0652 54,1241 48,9465 67,4631 49,3486 44,9769 KONSUMSI PAKAN 353,60 344,83 359,88 338,25 263,97 327,45 297,94 328,62 346,67 283,09 34 Lampiran 10. Laju pertumbuhan harian Sampel A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 Bobot rata-rata individu (gr) Awal Akhir 24,71 65,33 26,59 64,48 24,75 64,73 24,68 59,10 26,27 45,62 26,15 52,83 26,37 46,11 26,61 47,61 24,78 49,18 25,62 45,20 Laju Pertumbuhan Harian (%) 1,46 1,33 1,45 1,31 0,83 1,05 0,84 0,87 1,03 0,85 Lampiran 11. Efisiensi pakan Sampel A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 Bobot Biomassa Awal (gr) 158,23 148,27 153,71 159,67 157,64 148,07 151,78 148,50 148,67 159,56 Bobot Biomassa Akhir (gr) Bobot Ikan Mati (gr) Σ pakan yang diberikan (gr) Efisiensi Pakan (%) 326,67 322,39 323,65 354,60 273,69 316,98 230,54 285,64 295,07 226,01 12,26 11,98 12,83 0,00 0,00 0,00 43,17 0,00 0,00 24,40 391,93 363,54 394,84 365,90 275,71 357,13 357,34 369,72 424,24 330,16 46,10 51,19 46,29 53,27 42,09 47,30 34,12 37,09 34,51 27,52 Lampiran 12. Retensi protein - Jumlah protein pakan kering Jenis Pakan Kadar Protein (%) Jumlah Pakan yang Dikonsumsi (gr) Jumlah Protein Pakan A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 46,1 46,1 46,1 46,1 46,1 46,1 46,1 46,1 46,1 46,1 353,60 344,83 359,88 338,25 263,97 327,45 297,94 328,62 346,67 283,09 163,01 158,96 165,90 155,93 121,69 150,96 137,35 151,49 159,82 130,50 35 Lanjutan Lampiran 12. - Jumlah protein ikan kering Sampel A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 Sampel A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 Protein Ikan (%) 32,8154 32,8154 32,8154 32,8154 32,8154 32,8154 32,8154 32,8154 32,8154 32,8154 Protein Ikan (%) 56,6125 56,6125 56,6125 46,6183 46,6183 46,6183 46,0004 46,0004 48,1366 48,1366 Ikan Awal Bobot rata2 ikan (gr) 26,3723 24,7112 25,6178 26,6108 26,2735 24,6777 25,2968 24,7498 24,7790 26,5928 Ikan Akhir Bobot rata2 ikan (gr) 65,3346 64,4784 64,7302 59,0995 45,6155 52,8293 46,1088 47,6063 49,1788 45,2028 Jumlah protein ikan (gr) 8,6542 8,1091 8,4066 8,7325 8,6218 8,0981 8,3013 8,1218 8,1313 8,7265 Jumlah protein ikan (gr) 36,9876 36,5029 36,6454 27,5512 21,2652 24,6281 21,2102 21,8991 23,6730 21,7591 - Retensi protein Jenis Pakan A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 Σ Protein Pakan (gr) 163,01 158,96 165,90 155,93 121,69 150,96 137,35 151,49 159,82 130,50 Σ Protein ikan awal (gr) Σ Protein ikan akhir (gr) 8,65 8,11 8,41 8,73 8,62 8,10 8,30 8,12 8,13 8,73 36,99 36,50 36,65 27,55 21,27 24,63 21,21 21,90 23,67 21,76 Retensi protein (%) 17,38 17,86 17,02 12,07 10,39 10,95 9,40 9,09 9,72 9,99 36 Lampiran 13. Retensi lemak - Jumlah lemak pakan kering Jenis Pakan Kadar Lemak (%) Jumlah Pakan yang Dikonsumsi (gr) A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 13,82 13,82 13,82 13,82 13,82 13,82 13,82 13,82 13,82 13,82 353,60 344,83 359,88 338,25 263,97 327,45 297,94 328,62 346,67 283,09 Jumlah Lemak Pakan (gr) 48,87 47,65 49,74 46,75 36,48 45,25 41,18 45,41 47,91 39,12 - Jumlah lemak ikan kering Sampel A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 Lemak Ikan (%) 6,32 6,32 6,32 6,32 6,32 6,32 6,32 6,32 6,32 6,32 Ikan Awal Bobot rata2 ikan (gr) 26,37 24,71 25,62 26,61 26,27 24,68 25,30 24,75 24,78 26,59 Jumlah lemak ikan (gr) 1,67 1,56 1,62 1,68 1,66 1,56 1,60 1,56 1,56 1,68 Sampel A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 Lemak Ikan (%) 7,95 7,95 7,95 6,00 6,00 6,00 11,72 11,72 18,59 18,59 Ikan Akhir Bobot rata2 ikan (gr) 65,33 64,48 64,73 59,10 45,62 52,83 46,11 47,61 49,18 45,20 Jumlah lemak ikan (gr) 5,19 5,12 5,14 3,54 2,74 3,17 5,41 5,58 9,14 8,40 37 Lanjutan Lampiran 13. - Retensi lemak Jenis Pakan A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 Σ Lemak Pakan (gr) 48,87 47,65 49,74 46,75 36,48 45,25 41,18 45,41 47,91 39,12 Σ Lemak ikan awal (gr) 1,67 1,56 1,62 1,68 1,66 1,56 1,60 1,56 1,56 1,68 Lampiran 14. Survival Rate Perlakuan SR (%) Rata-rata SR (%) A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C3 D1 D2 83,33 83,33 83,33 83,33 100 100 100 83,33 100 100 83,33 100,00 91,67 91,67 Σ Lemak ikan akhir (gr) 5,19 5,12 5,14 3,54 2,74 3,17 5,41 5,58 9,14 8,40 Retensi lemak (%) 7,22 7,48 7,09 3,99 2,95 3,56 9,25 8,85 15,82 17,19 38 Lampiran 15. Analisa statistik 1.) Konsumsi pakan ANOVA KP Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 3474,476 5828,058 9302,534 df 3 6 9 Mean Square 1158,159 971,343 F 1,192 Sig. ,389 F 6,590 Sig. ,025 KP Subset for alpha = .05 PERLAKUAN Duncan a,b B N 3 1 309,8901 C 2 313,2792 D 2 314,8810 A 3 352,7684 Sig. ,200 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. 2.) Laju pertumbuhan harian ANOVA LPH Between Groups Within Groups Total Sum of Squares ,470 ,143 ,612 df 3 6 9 Mean Square ,157 ,024 39 Lanjutan Lampiran 15. LPH Subset for alpha = .05 Duncan a,b PERLAKUAN C N 1 ,8550 2 D 2 ,9400 B 3 1,0633 A 3 2 1,4133 Sig. ,202 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. 3.) Efisiensi pakan ANOVA EP Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 518,710 108,093 626,803 df 3 6 9 Mean Square 172,903 18,016 EP Subset for alpha = .05 PERLAKUAN Duncan a,b D 2 1 31,0144 C 2 35,6081 B 3 47,5544 A 3 47,8623 Sig. N 2 ,281 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. ,939 F 9,597 Sig. ,010 40 Lanjutan Lampiran 15. 4.) Retensi protein ANOVA RP Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 113,272 1,897 115,169 df 3 6 9 Mean Square 37,757 ,316 F 119,426 Sig. ,000 RP Subset for alpha = .05 PERLAKUAN Duncan a,b C N 2 1 9,2465 D 2 9,8556 B 3 A 3 2 3 11,1362 17,4214 Sig. ,280 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. 5.) Retensi lemak ANOVA RL Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 208,150 1,640 209,790 df 3 6 9 Mean Square 69,383 ,273 F 253,805 Sig. ,000 41 Lanjutan Lampiran 15. RL Subset for alpha = .05 PERLAKUAN Duncan a,b B N 1 3,4983 3 A 3 C 2 D 2 2 3 4 7,2624 9,0489 16,5050 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. 6.) Survival Rate ANOVA SR Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 416,668 277,779 694,447 df 3 6 9 Mean Square 138,889 46,296 SR Subset for alpha = .05 Duncan a,b PERLAKUAN A 3 1 83,3333 D 2 91,6667 91,6667 C 2 91,6667 91,6667 B 3 Sig. N 2 100,0000 ,242 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,400. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. ,242 F 3,000 Sig. ,117