Evaluasi Kewajiban Perpajakan PPh Badan Pada PT.Cilegon Fabricators Jody Paian Jl. Raya Bojonegara-Salira, Argawana Kec.Puloampel, Kab Serang, Banten 42454 [email protected] Sudarmo,Drs.,MM ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perhitungan, pemotongan, penyetoran, pelaporan dan penatausahaan Pajak Penghasilan Badan pada PT. Cilegon Fabricators. Untuk metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode/riset eksploratoria (kualitatif). Penelitian lapangan( field research) yang terdiri dari observasi dan wawancara. Wajib Pajak sering kali melakukan kesalahan dan penyimpangan dalam pelaksanaanya. Kesalahan dan penyimpangan tersebut dapat disebabkan oleh pemahaman Wajib Pajak berbeda dengan metode-metode dan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Hasil penelitiannya adalah terdapat beberapa unsur yang mengalami koreksi diantaranya Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan, Biaya Penyusutan, Biaya Komunikasi, Biaya Jamuan, dan Biaya Lain-lain. Serta evaluasi untuk perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 perusahaan. Oleh karena itu PT. Cilegon Fabricators harus melakukan koreksi fiskal atas biaya-biaya yang diperkenankan dan tidak diperkenankan menurut perpajakan, serta perusahaan harus melakukan perhitungan terhadap Pajak Penghasilan 21 secara teliti dan juga jasa-jasa yang harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 agar terhindar dari sanksi perpajakan dikarenakan tidak melakukan perhitungan atau kesalahan perhitungan pajak. (JP) Kata Kunci Evaluasi, Pajak Penghasilan, Perhitungan, Rekonsiliasi Fiskal ABSTRACT The purpose of this study was to determine how the implementation of the calculation , withholding , depositing , reporting and administration of corporate income tax on PT . Cilegon Fabricators . The research methods used by the authors is the method / eksploratoria research ( qualitative ) . Field research (field research ), which consists of observations and interviews . Taxpayers often make mistakes and irregularities in its implementation . Errors and irregularities can be caused by a different understanding of the taxpayer and methods of taxation laws in force . Research results are there some elements that undergo such corrections Repair and Maintenance Costs , Depreciation , Communication Costs , Cost Meals and Other Expenses . And evaluation for the calculation of corporate income tax under Article 23 . Therefore PT . Cilegon Fabricators must undertake fiscal correction of expenses is allowed and not allowed by taxation , and companies must do the calculation on 21 carefully Income Tax and also the services that should be withheld income tax under Article 23 in order to avoid tax penalties because of not doing the calculations or tax calculation error.(JP) Keywords: Evaluation, Income Tax, Calculation, Reconciliation Fiscal PENDAHULUAN Pajak merupakan sumber penerimaan yang paling utama dari suatu negara.Pembangunan suatu Negara terpengaruh dari penerimaan Negara tersebut. Pembangunan di Indonesia yang tumbuh secara pesat dalam berbagai aspek kehidupan dengan fasilitas umum yang memadai dan modern, merupakan hasil dari pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang terdiri dari Orang Pribadi dan Badan. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi penghasilannya, untuk itu Wajib Pajak berusaha membayar pajaknya seminimal mungkin. PT. Cilegon Fabricators bergerak di bidang manufacture namun beberapa kegiatan usaha PT. Cilegon Fabricators juga bergerak dalam bidang konstruksi yang dilakukan didalam negeri. Peraturan perpajakan mengenai usaha jasa konstruksi juga diatur khusus, dalam hal ini pengenaan pajak atas usaha jasa konstruksi berbeda dengan wajib pajak badan pada umumnya. Pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi ditetapkan bahwa atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi, dikenakan pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2, penghasilan yang diterima dapat dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final. PT.Cilegon Fabricators dipilih sebagai objek penelitian untuk mengetahui bagaimana perhitungan perpajakan PT. Cilegon Fabricators atas hasil kegiatan usaha manufactur dan konstruksi, apakah PT. Cilegon Fabricators sudah dapat melakukan kewajiban perpajakan penghasilannya dengan baik dan benar. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang perhitungan pajak serta menambah wawasan dan pengalaman mengenai pelaksanaan perhitungan pajak bagi penulis dalam praktek sesungguhnya. 2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan PT.Cilegon Fabricators baik dari usaha Jasa Maklon, Jasa Teknik dan Jasa Konstruksi dan perlakuan perpajakannya. 3. Untuk mengetahui apakah pelaporan dan penyetoran pajak perusahaan jasa konstruksi pada PT. Cilegon Fabricators sesuai dengan peraturan yang berlaku. METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data yang akurat, dalam proses pengumpulan sampel penulis menggunakan dua metode yaitu sebagai berikut: 1. 2. Studi literatur Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah terutama dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku dan literature dari literature dari perpustakaan Universitas Bina Nusantara dimana penulis menuntut ilmu,dan mencari referensi menggunakan media internet. Riset Lapangan (Field Research) Metode pengumpulan data dengan mengadakan peninjauan secara langsung ke perusahaan yang dijadikan objek penelitian untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Data tersebebut dapat diperoleh penulis melalui: a. Wawancara (Interview) Tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dengan permasalahan (staf-staf perusahaan) yang dibahas dalam skripsi ini. b. Observasi (Observation) Pengumpulan data yang dilakukan melalalui pengamatan langsung terhadap kegiatan perusahaan seperti laporan keuangan, dokumen-dokumen resmi, sehingga hasil observasi tersebut dapat dibandingkan dengan hasil wawancara untuk memperoleh data dan bukti yang lebih akurat. c. Dokumentasi (Documentation) Menelusuri bukti-bukti ekstern maupun intern berupa dokumen-dokumen atas kegiatan yang diteliti, sesuai dengan topik yang diangkat penulis, terutama laporan laba rugi, neraca SPT tahunan perusahaan. HASIL DAN BAHASAN III.1. Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Dalam evaluasi perhitungan PPh 21 ditemukan bahwa perusahaan memiliki PPh 21 terutang yang belum dilaporkan sejumlah Rp.7.957.000. PPh 21 terutang yang belum dilaporkan perusahaan tersebut terdapat dalam biaya pegawai tidak tetap, dimana perusahaan memasukan biaya Pegawai tidak tetap tersebut ke dalam biaya lain-lain, hal ini disebabkan bahwa pihak perusahaan berasumsi bahwa biaya pegawai tidak tetap tersebut bukan bersifat biaya umum melainkan biaya yang tidak tetap dan tidak berkaitan langsung dengan operasional perusahaan, oleh karena itu perusahaan memasukkan biaya pegawai tidak tetap tersebut kedalam biaya lain-lain dalam akun biaya usaha. Diharapkan perusahaan segera melakukan pembayaran ke Kas Negara atas PPh pasal 21 yang terhutang dari koreksi pendapatan Pegawai Tidak Tetap sebesar Rp. 7.957.000,- III.2. Evaluasi PPh Pasal 22 PT. Cilegon Fabricators mendapatkan fasilitas kepabeanan dan perpajakan penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 dan pembebasan Cukai. Dari hasil penelitian terdapat sejumlah sisa-sisa material (scrap) yang tidak dapat digunakan lagi sehingga harus dijual di dalam negeri yang nantinya dikenakan bea masuk dan harus membayar kewajiban pajaknya seperti PPN dan PPh Pasal 22 –nya sebesar Rp.12.866.000. (PPN= 10.515.000, PPh 22= 2.351.000). III.3. Evaluasi PPh Pasal 23 Transaksi yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan pasal 23 yang di lakukan oleh PT. Cilegon Fabricators adalah jasa maklon dan teknik. Setelah di evaluasi diketahui adanya Kredit Pajak Dalam Negeri berupa Bukti Potong PPh 23 yang belum dimasukkan dalam SPT Tahunan PPh WP Badan 2010 sebesar Rp.160.359.559. Seluruh bukti potong tersebut berasal dari kegiatan jasa maklon PT. Cilegon Fabricators untuk BUT Repr. of Mitsubishi Corporation (NPWP 01.001.179.9-053.000) yang terjadi pada bulan Desember 2010. Sehingga PT. Cilegon Fabricators harus melakukan koreksi atas penambahan kredit Pajak Penghasilan pasal 23 yang akan menambah kredit pajaknya menjadi Rp.1.508.169.402.III.4. Evaluasi PPh Pasal 25 Berdasarkan hasil dari evaluasi pada SPT Pajak Penghasilan perusahaan tidak ditemukan kredit pajak PPh 25.Setelah dievaluasi ternyata pada tahun 2009 PT.Cilegon Fabricators mengalami kerugian, sehingga pada tahun tersebut perusahaan tidak mempunyai kewajiban untuk membayar PPh pasal 25.Hal tersebut mempengaruhi besarnya angsuran kewajiban PPh pasal 25 yang seharusnya dibayar tiap bulannya, meskipun pada tahun 2010 PT.Cilegon Fabricators memiliki profit tidak akan mempengaruhi kewajiban PPh pasal 25 perusahaan. Sehinggga kredit pajak PPh pasal 25 tahun 2010 pada PT. Cilegon Fabricators terhutang NIHIL III.5. Evaluasi PPh Pasal 28 a . Menurut SPT Pajak Penghasilan Badan PT. Cilegon Fabricators Tahun Pajak 2010, besarnya PPh lebih bayar (yang harus di restitusi) perusahaan sebelum di evaluasi adalah sebesar Rp.90.187.843, jumlah tersebut didapat sebelum dilakukan koreksi fiskal, dan Surat Pemohonan Restitusi Pajak sudah dipersiapkan, dan selanjutnya perhitungan Pajak Penghasilan lebih bayar (yang harus di restitusi) setelah hasil koreksi evaluasi menjadi sebesar Rp.277.499.152, maka selisih antara PPh Badan sebelum evaluasi dengan sesudah di evaluasi adalah sebesar Rp.187.311.309,- yang menjadi PPh Badan yang harus direstitusi di tahun 2011 yang harus dilakukan permohonannya di kantor pelayanan pajak dimana PT.Cilegon Fabricators melakukan pelaporannya. III.6. Evaluasi Perbedaan Waktu Pengelompokan aktiva tetap perusahaan dilakukan dengan benar, namun perusahaan berasumsi bahwa masa manfaat kelompok 1 dapat dipercepat menjadi 3 tahun. Akan tetapi seharusnya harus berpatokan dengan tarif dan masa manfaat berdasarkan perlakuan pajak yang berlaku yaitu 4 tahun dengan menggunakan metode garis lurus. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa ada perbedaan antara penyusutan versi perusahaan yang berjumlah sebesar Rp.24.000.000 dengan versi perpajakan setelah dievaluasi menjadi sebesar Rp.18.000.000. Dimana dalam perhitungannya baik perusahaan maupun fiskal menggunakan metode garis lurus. Akibatnya adalah penyusutan harus dilakukan koreksi positif sebesar Rp.6.000.000 yang akan menambah laba kena pajak perusahaan dan mengurangi penyusutan yang terdapat pada laporan laba rugi perusahaan. III.7. Evaluasi Perbedaan Tetap 1. Biaya Komunikasi Biaya komunikasi yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp.169.829.312,-seperti yang tertera pada Akun Biaya Usaha ditemukan Biaya Telepon Perusahaan sebesar Rp.145.829.312 dan Biaya HP Pulsa Pegawai Rp.24.000.000. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon selular dan kendaraan perusahaan dinyatakan bahwa biaya pembelian atau pengisian pulsa HP pegawai hanya dapat dikurangkan 50% dari penghasilan Bruto perusahaan sehingga menjadi (Rp. 24.000.000 x 50%) sebesar Rp.12.000.000.Akibat dari keputusan tersebut maka harus dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp.12.000.000. 2. Biaya Jamuan Biaya jamuan dibagi menjadi dua Akun.Biaya jamuan yang pertama merupakan bagian dari akun Biaya Variabel sebesar Rp.23.209.405. Biaya tersebut dikeluarkan perusahaan untuk menjamu para klien yang secara langsung berhubungan dengan pengawas pekerja di lapangan.Biaya jamuan yang kedua merupakan bagian dari akun biaya usaha.Biaya tersebut dikeluarkan oleh perusahaan untuk menjamu para klien bisnis,pemegang saham dan jamuan untuk para karyawan dan direksi dalam rangka buka puasa bersama sebesar Rp.96.883.350.Sehingga jumlah biaya jamuan yang dikeluarkan perusahaan ber jumlah Total Rp. 120.092.755. Biaya jamuan tersebut tidak mempunyai daftar nominatif maka tidak diperkenankan mengurangi penghasilan bruto perusahaan. Akibat dari biaya jamuan tersebut maka harus dibuat koreksi fiskal positif atas biaya jamuan tersebut dan akan mengurangi jumlah biaya dan menambah laba kena pajak perusahaan. 3. Biaya perbaikan dan pemeliharaan Kondisi dari biaya perbaikan dan pemeliharaan pada laporan laba rugi perusahaan sebesar Rp. 1.894.266.382 yang tetera pada Akun Beban Pabrikasi Tetap dalam Perhitungan Laba Rugi Perusahaan,.Dalam evaluasi ditemukan biaya perbaikan atas mess karyawan sebesar Rp.626.588.816. Biaya perbaikan mess karyawan tersebut tidak dapat di jadikan sebagai biaya karena biaya tersebut bukanlah termasuk operasional perusahaan.Oleh karena itu biaya tersebut tidak dapat diperkenankan mengurangi penghasilan bruto perusahaan.Akibat dari biaya pemeliharaan tersebut maka perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif atas biaya pemeliharaan tersebut dan akan menambah laba kena pajak. Oleh karena itu biaya perbaikan dan pemeliharaan dikoreksi menjadi sebesar Rp.1.267.677.566. 4. Biaya perbaikan dan pemeliharaan Pada biaya perbaikan dan pemeliharaan yang ber jumlah Rp.290.116.074,-yang terdapat pada Akun Biaya Usaha, terdapat biaya perpanjangan STNK Mobil pribadi Direktur sebesar Rp. 2.500.000 yang dibebankan sebagai biaya Perbaikan dan Pemeliharaan. Sesuai dengan Undang Undang Pajak penghasilan No.17 tahun 2000 pasal 9 ayat (1) dan keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.KEP220/PJ/2002 tgl. 19 April 2002 Pasal 2 ayat (1) tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon selular dan kendaraan bermotor, bahwa biaya untuk keperluan pribadi tidak berhubungan biaya operasional perusahaan, sehingga tidak dapat dikurangkan dengan laba bruto perusahaan, maka perusahaan harus melakukan koreksi positif atas biaya tersebut. 5. Biaya Lain-lain Dari biaya lain lain sebesar Rp. 355.570.464,- pada Akun Biaya Usaha, ditemukan biaya sumbangan sebesar Rp. 30.000.000 yang juga harus dilakukan koreksi positif oleh perusahaan, karena sumbangan tersebut tidak tergolong biaya sumbangan yang termasuk dalam SE33/PJ.421/1996 (GNOTA) atau keputusan MKRI NO.609/PMK.03/2004, dan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf g, maka seharusnya biaya tersebut tidak dapat dikurangkan dengan laba bruto perusahaan. 6. Biaya Lain-lain Berikutnya dari biaya lain lain pada Akun Biaya Usaha tersebut pada poin 3 tersebut diatas juga ditemui bahwa Biaya Parsel Lebaran sebesar Rp. 50.000.000 harus dilakukan koreksi positif, karena sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Pajak Penghasilan No 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 17 tahun 2000,untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap, biaya yang tidak dapat dikurangkan adalah biaya yang dimana biaya tersebut dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota. III.8. Evaluasi Jasa Konstruksi dan Non Konstruksi Dalam evaluasi dilakukan pemisahan peredaran usaha Jasa konstruksi dan Non Konstruksi. Hal ini dilakukan agar tidak terdapat Pajak berganda atas PPh badan dimana Pajak Final untuk Peredaran usaha Jasa Konstruksi yang telah dikenakan tarif sebesar 3% dari peredaran usaha bruto jasa konstruksi sesuai dengan PP No.51 Tahun 2008. Peredaran usaha PT.Cilegon Fabricators secara keseluruhan adalah Rp.134.212.395.143 dan didalamnya termasuk peredaran Jasa Konstruksi sebesar Rp.10.434.295.200, dan dari peredaran usaha jasa konstruksi tersebut telah dilakukan pemotongan pajak final sebesar 3% dari peredaran usaha bruto yang hasilnya adalah sebesar Rp.313.028.856. Sehingga untuk menghitung PPh badan peredaran usaha Jasa Konstruksi sebesar Rp.10.434.295.200 harus dikeluarkan dari peredaran usaha tersebut diatas dan biaya-biaya yang untuk jasa konstruksi juga harus dikeluarkan dari biaya-biaya secara keseluruhan yaitu sebesar Rp.9.432.863.500 (HPP; Rp.8.630.630.500+ Biaya usaha :Rp. 802.233.000). Dengan dikeluarkannya peredaran usaha dan biaya-biaya yang berhubungan dengan jasa konsruksi, maka sisa hasil usaha(penghasilan neto)setelah evaluasi adalah sebesar Rp.4.932.085.343 dengan pembulatan menjadi Rp. 4.932.085.000,-. Setelah itu penghasilan neto dikalikan dengan tarif PPh Badan sebesar 25% menjadi Rp.1.233.021.250 kemudian dikurangkan dengan kredit pajak atas PPh 22 dan PPh 23 sebesar Rp.1.510.520.402. Sehingga terdapat kelebihan bayar sebesar Rp.277.499.152 yang harus direstitusi oleh PT.Cilegon Fabricators. SIMPULAN DAN SARAN IV.1. Simpulan Setelah pembahasan pada bab sebelumnya dimana dilakukan evaluasi terhadap laporan laba/ rugi perusahaan, dan melakukan rekonsiliasi perhitungan laba/ rugi, maka dapat menyimpulkan hal- hal sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan bahwa perusahaan memiliki Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang yang belum dilaporkan sejumlah Rp.7.957.000. Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang yang belum dilaporkan perusahaan tersebut terdapat dalam biaya pegawai tidak tetap, dimana perusahaan memasukan biaya Pegawai tidak tetap tersebut ke dalam biaya lain-lain, hal ini disebabkan bahwa pihak perusahaan berasumsi bahwa biaya pegawai tidak tetap tersebut bukan bersifat biaya umum melainkan biaya yang tidak tetap dan tidak berkaitan langsung dengan operasional perusahaan, oleh karena itu perusahaan memasukkan biaya pegawai tidak tetap tersebut kedalam biaya lain-lain dalam akun biaya usaha. Sedangkan berdasarkan Peraturan Direktur Jendral Pajak No.5 Per-15/PJ/2006 penghasilan yang didapat oleh pegawai tidak tetap harus tetap dikenakan Pajak Penghasilan pasal 21. Akibat dari hasil evaluasi yang telah dilakukan maka Perusahaan akan menambah jumlah Pajak Penghasilan 21 terutang sebesar Rp.7.957.000 atas 73 orang pegawai tidak tetap. 2. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan sertifikat atas permohonan penambahan luas lokasi Kawasan Berikat yang diajukan PT. Cilegon Fabricators dengan No. 144-0586 tanggal 23 Juli 2004, yang dinyatakan bahwa penambahan luas lokasi Kawasan Berikat telah memenuhi syarat untuk ditetapkan. Setelah PT. CIlegon Fabricators dinyatakan memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai kawasan berikat, maka Menteri Keuangan merbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 158/ KMK.04/2001 tentang penetapan sebagai Kawasan Berikat dan pemberian persutujuan Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) merangkap Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) kepada PT. Cilegon Fabricators yang berlokasi di Kawasan Peruntukan Industri, Jalan Raya Pulorida, Desa Argawana, Kecamatan Bojonegara, Serang, Banten . Dari hasil penelitian permohonan atas jenis hasil produksi yang diajukan oleh PT. Cilegon Fabricators yaitu hasil industri kontruksi logam untuk keperluan industri berupa steel structure, container crane, boiler, dan platform. Pengaruh pemberian fasilitas oleh Keputusan Menteri Keuangan tesebut, PT. Cilegon Fabricators mendapatkan fasilitas kepabeanan dan perpajakan penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 dan pembebasan Cukai. Namun terdapat sejumlah sisa-sisa material (scrap) yang tidak dapat digunakan lagi sehingga harus dijual di dalam negeri sehingga PT. Cilegon Fabricators membayar kewajiban pajaknya dan bea masuknya seperti PPN dan PPh pasal 22 –nya sebesar Rp. 12.866.000. ( PPN =10.515.000, PPH 22 = 2.351.000) 3. Transaksi yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan pasal 23 yang di lakukan oleh PT. Cilegon Fabricators adalah jasa maklon dan teknik. Setelah di evaluasi diketahui adanya Kredit Pajak Dalam Negeri berupa Bukti Potong PPh 23 yang belum dimasukkan dalam SPT Tahunan PPh WP Badan 2010 sebesar Rp.160.359.559. Seluruh bukti potong tersebut berasal dari kegiatan jasa maklon PT. Cilegon Fabricators untuk BUT Repr. of Mitsubishi Corporation (NPWP 01.001.179.9-053.000) yang terjadi pada bulan Desember 2010. Sehingga PT. Cilegon Fabricators harus melakukan koreksi atas penambahan kredit Pajak Penghasilan pasal 23 yang akan menambah kredit pajaknya menjadi Rp.1.508.169.402.4. Pengelompokan aktiva tetap perusahaan dilakukan dengan benar, namun perusahaan berasumsi bahwa masa manfaat kelompok 1 dapat dipercepat menjadi 3 tahun. Akan tetapi seharusnya harus berpatokan dengan tarif dan masa manfaat berdasarkan perlakuan pajak yang berlaku yaitu 4 tahun dengan menggunakan metode garis lurus. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa ada perbedaan antara penyusutan versi perusahaan yang berjumlah sebesar Rp.24.000.000 5. 6. 7. 8. 9. dengan versi perpajakan setelah dievaluasi menjadi sebesar Rp.18.000.000. Dimana dalam perhitungannya baik perusahaan maupun fiskal menggunakan metode garis lurus. Akibatnya adalah penyusutan harus dilakukan koreksi positif sebesar Rp.6.000.000 yang akan menambah laba kena pajak perusahaan dan mengurangi penyusutan yang terdapat pada laporan laba rugi perusahaan. Dalam Biaya komunikasi terdapat biaya telepon dan biaya pembelian atau pengisian pulsa handphone. Berdasarkan evaluasi atas perbedaan tetap pada biaya pembelian atau pengisian pulsa handphone dapat dikurangkan sebesar 50% dari penghasilan bruto perusahaan, maka seharusnya dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp.12.000.000 hal ini dapat dilakukan berdasrkan Kep-220/PJ/2002. Berdasarkan Surat Edaran Pajak seharusnya tidak ada koreksi yang dilakukan pada biaya jamuan. Biaya jamuan yang terdapat pada akun biaya bagian dari akun Biaya Variabel sebesar Rp.23.209.405 untuk jamuan para klien bisnis, pemegang saham dan jamuan untuk para karyawan dan direksi dalam rangka buka puasa bersama sebesar Rp.96.883.350 sehingga jumlah biaya jamuan yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp.120.092.755. Namun perusahaan tidak memiliki daftar nominatif, maka tidak diperkenankan mengurangi penghasilan bruto perusahaan. Akibatnya harus dibuat koreksi positif atas biaya jamuan tersebut dan akan mengurangi jumlah biaya dan menambah laba kena pajak. Dalam biaya perbaikan dan pemeliharaan diketahui bahwa biaya tersebut adalah biaya perbaikan mess karyawan. Dalam hal ini mess karyawan bukan merupakan kegiatan operasional perusahaan, atau tidak termasuk dalam memelihara, menagih, mendapatkan sesuai UndangUndang. Berdasarkan Undang Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 Pasal 9 ayat (1) dan Keputusan Direktorat Jendral Pajak No. Kep-220/PJ/2002 tgl.19 April 2002 Pasal 2 ayat (1) tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon selular dan kendaraan bermotor , bahwa biaya untuk keperluan pribadi tidak berhubungan dengan biaya operasional perusahaan. Sehingga biaya perpanjangan STNK mobil pribadi direktur sebesar Rp.2.500.000,harus dikeluarkan dari biaya Perusahaan. Peredaran usaha PT.Cilegon Fabricators secara keseluruhan adalah Rp.134.212.395.143 dan didalamnya termasuk peredaran Jasa Konstruksi sebesar Rp.10.434.295.200, dan dari peredaran usaha jasa konstruksi tersebut telah dilakukan pemotongan pajak final sebesar 3% dari peredaran usaha bruto yang hasilnya adalah sebesar Rp.313.028.856. Sehingga untuk menghitung PPh badan peredaran usaha Jasa Konstruksi sebesar Rp.10.434.295.200 harus dikeluarkan dari peredaran usaha tersebut diatas dan biaya-biaya yang untuk jasa konstruksi juga harus dikeluarkan dari biaya-biaya secara keseluruhan yaitu sebesar Rp.9.432.863.500 (HPP; Rp.8.630.630.500+ Biaya usaha :Rp. 802.233.000). Dengan dikeluarkannya peredaran usaha dan biaya-biaya yang berhubungan dengan jasa konsruksi, maka sisa hasil usaha(penghasilan neto) setelah evaluasi adalah sebesar Rp.4.932.085.343 dengan pembulatan menjadi Rp. 4.932.085.000,-. Setelah itu penghasilan neto dikalikan dengan tarif PPh Badan sebesar 25% menjadi Rp.1.233.021.250 kemudian dikurangkan dengan kredit pajak atas PPh 22 dan PPh 23 sebesar Rp.1.510.520.402. Sehingga terdapat kelebihan bayar sebesar Rp.277.499.152 yang harus direstitusi oleh PT.Cilegon Fabricators. IV.2 Saran Saran-saran untuk perusahaan yang didapat dari hasil evaluasi yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut : 1. Seharusnya sumber daya manusia yang menangani bagian akuntansi dan perpajakannya harus lebih teliti lagi dalam menangani perpajakan.hal ini dapat dilihat dari kesalahan-kesalahan seperti berikut ini : Perusahaan tidak melakukan pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap pegawai tidak tetap. o Perusahaan melakukan kesalahan dalam pengelompokan penyusutan aktiva tetap. o Kekurang telitian dalam menentukan biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan seperti perbaikan mess karyawan dan perpanjangan STNK mobil sedan direktur, biaya pulsa seluler, dan sumbangan. o Tidak terdapatnya perincian biaya-biaya, seperti biaya jamuan atau entertainment, yang tidak sesuai dengan aturan di minta dalam Surat edaran Pajak SE-27/PJ22/1986 . Disarankan kepada Pimpinan perusahaan, agar : o Mengingatkan para karyawan yang bertugas sebagai Akuntansi dan Perpajakan untuk lebih meningkatkan kecermatan dan ketelitian didalam membukukan biaya biaya, serta memperhatikan aturan aturan perpajakan yang mengatur masalah pembebanan biaya sesuai aturan perpajakan yang benar. o Melakukan pembayaran ke Kas Negara atas PPh pasal 21 yang terhutang dari koreksi pendapatan Pegawai Tidak Tetap sebesar Rp. 7.957.000,o Mengajukan restitusi ke KPP atas PPh pasal 28 a yang sebesar Rp.277.499.152,o 2. REFERENSI Ilyas W.B. (2010). Hukum Pajak (Edisi 5). Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Mardiasmo. (2011). Perpajakan (edisi 17), Yogyakarta:Andi Offset. Priantara, Diaz. (2012). Perpajakan Indonesia (edisi 2). Jakarta : MitraWacana Media. Peraturan LPJK No.11a 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009. Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Republik Indonesia, UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang perubahaan Keempat Atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Menurut Sumitro, definisi pajak adalah sebagai berikut: “iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Tansuria, B.I.(2011). Pajak Penghasilan Final. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia (edisi10), Jakarta: SalembaEmpat. RIWAYAT PENULIS Jody Paian lahir di kota Bekasi pada tanggal 19 Mei 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara jurusan Akuntansi pada tahun 2013.