BAB 4 - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Seksio Sesarea
2.1.1. Pengertian
Caesar adalah jalan alternatif menyambut kelahiran seorang bayi melalui
operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada perut dan rahim ibu. Seksio sesarea
berasal dari bahasa latin caedo yang berarti “memotong”. Seksio sesarea juga di
defenisikan sebagai suatu kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 1995/2005). Menurut Pillitteri (2003) seksio sesarea
adalah kelahiran bayi melalui insisi abdomen ke uterus. Seksio sesarea merupakan
suatu metode alternatif pertolongan persalinan ketika persalinan melalui vagina sudah
dianggap tidak efektif atau tidak mungkin dilakukan lagi. Saat ini terjadi peningkatan
angka seksio sesarea secara signifikan hampir di seluruh dunia. Caesar dilakukan
sebagai tindakan penyelamatan terhadap kasus-kasus persalinan normal yang
berbahaya. Oleh karena itu metode ini hanya dilakukan ketika proses persalinan
alamiah melalui vagina tidak memungkinkan karena risiko medis tertentu.
Seksio
sesarea merupakan
suatu
tindakan
untuk
melahirkan
bayi dengan berat di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh. Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan
diatas
500 gram, melalui sayatan pada dinding
uterus
yang
masih
utuh
(Syaifuddin, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas, maka persalinan seksio sesarea merupakan sesuatu
prosedur
pembedahan yang melahirkan
fetus
melalui insisi pada
dinding
abdominal dan uterus, baik yang direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat).
Suatu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kelahiran seorang anak bukan
melalui per vaginam. Baik direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat),
kehilangan pengalaman melahirkan anak secara tradisional dapat memberi efek
negatif pada konsep diri wanita. Suatu upaya dilakukan untuk mempertahakan fokus
pada kelahiran seorang anak lebih daripada prosedur operasi itu melahirkan melalui
abdomen, bukan per vaginam.
2.1.2. Jenis-Jenis Seksio Sesarea
Seksio sesarea dibagi menjadi dua jenis yaitu seksio sesarea elektif dan seksio
sesarea darurat. Seksio sesarea elektif adalah suatu keadaandimana seksio sesarea
yang dilakukan sudah dibuat pada saat kehamilan dan sebelum melakukan persalinan.
Seksio sesarea elktif disebut juga seksio sesarea terjadwal. Seksio sesarea elektif
dilakukan bukan tanpa indikasi medis. Seksio sesarea elektif dilakukan bukan tanpa
indikasi medis. Indikasi medis yang dilakukan seksio sesarea elektif adalah
disporposi sepalopelvik, plasenta previa, malpresentasi janin, herpes genetalia aktif
dan mengurangi penularan HIV dari ibu ke janin (Pilliterri, 2003).
Seksio sesarea darurat atau emergency merupakan seksio sesarea yang
dilakukan apabila ada masalah pada saat proses persalinan normal. Indikasi seksio
sesarea darurat adalah abrupsio plasenta, terdiagnosis disproporsi sepalopelvik pada
Universitas Sumatera Utara
saat persalinan, gagal untuk berprogres pada saat tahap pertama maupun kedua
persalinan, dan gawat janin (Pilliteri, 2003).
2.1.3. Indikasi Seksio Sesarea
1. Indikasi Mutlak
a. Ibu :
a) Panggul Sempit Absolut
Pengertian yang sederhana ini berarti bahwa bayi anda terlalu besar atau
pelvik (panggul) ibu terlalu kecil sehingga tidak dapat menjadi jalan ke luar yang
aman. Ukuran relatif kepala bayi dan jalan keluar pelvik dapat di ukur selama
minggu-minggu terakhir kehamilan. Ukuran bayi dapat diperkirakan dengan
menggunakan skan suara ultra. Lingkar serta berat perut ibu di ukur, sementara
pengukuran panggul dilakukan dengan sinar-X. Panggul ibu juga bisa di ukur dengan
pelvimeter sebelum hamil untuk memperkirakan apakah ibu memerlukan bedah sesar.
Jika garis tengah kepala bayi lebih besar daripada jalan masuk pelvik, maka diketahui
bahwa tidak dapat lewat keluar walaupun kepala bayi masih lembut dan berubah
bentuk sampai batas tertentu.
b) Plasenta Previa
Plasenta previa terjadi jika plasenta melekat pada ujung bawah uterus
(rahim) sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, atau jika plasenta
terletak di bawah bagian presentasi bayi. Ketika serviks membuka selama persalinan
ibu mungkin kehilangan banyak darah. Plasenta previa bisa dilihat tanda-tandanya
selama kehamilan, misalnya jika ibu mendapat perdarahan yang tidak nyeri,
Universitas Sumatera Utara
walaupun perdarahan itu sendiri bisa ringan atau berat. Perdarahan terjadi pada
trimester dua dan tiga kehamilan.
c) Disfungsi Uterus
Disfungsi uterus didefinisikan atau tidak terkoordinasinya kontraksi uterus,
ketidakmampuan untuk dilatasi servik, dan juga melahirkan yang lama. Disfungsi
uterus ditandai dengan kontraksi intensitas rendah dan jarang serta lambatnya
kemajuan persalinan. Disfungsi uterus sering terjadi pada disproporsi sepalopelvik
(Leveno et al, 2003/2009).
d) Stenosis serviks atau vagina
e) Ruptur uteri membakat
b. Janin :
a) Kelainan letak
b) Gawat janin
c) Prolapsus plasenta
d) Perkembangan bayi yang terhambat
e) Mencegah hipoksia janin
2. Indikasi Relatif
a) Riwayat Seksio Sesarea Sebelumnya
Ibu yang pernah mengalami seksio sesarea sebelumnya memiliki risiko
yang lebih besar untuk mengalami ruptur uterin.
Jika ibu pernah mendapatkan
pembedahan pada rahim, irisan (insisi) yang dibuat menciptakan garis kelemahan
Universitas Sumatera Utara
yang potensial. Pada persalinan berikutnya, terdapat kemungkinan kurang dari satu
persen pecahnya uterus. Bila terjadi maka akibatnya bisa fatal.
b) Virus Herpes yang Menginfeksi Saluran Genitalia
Herpes genitalia merupakan salah satu penyakit kelamin yang disebabkan oleh
Herpes Siplex Virus (HSV). HSV menginfeksi melalui kontak langsung kulit atau
membran mukus dengan lesi yang aktif. Lesi herpes yang terdapat pada jalan lahir
secara aktif dapat menulari bayi pada saat proses melahirkan pervaginam. Penyebaran
virus herpes dari ibu ke janin terjadi pada saat melahirkan, ketika janin kontak dengan
agen infeksius yang terdapat pada genital ibu (Murray & McKinnet, 2007). Oleh
sebab itu, agar bayi tidak terinfeksi virus herpes genitalia harus dilakukan seksio
sesarea.
1) Distosia
2) Fetal distress
3) Pre eklampsia berat
4) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
5) Gamelli
3. Indikasi Sosial/Non Medis
Permintaaan ibu untuk melakukan seksio sesarea sebenarnya bukanlah suatu
indikasi untuk dilakukan seksio sesarea. Alasan yang spesifik dan rasional harus
dieksplorasi dan didiskusikan. Ketika seorang ibu meminta untuk dilakukan seksio
sesarea dengan alasan yang tidak begitu jelas, maka risiko dan keuntungan dari
masing-masing persalinan normal dan seksio sesarea harus didiskusikan. Ketika
Universitas Sumatera Utara
seorang ibu meminta seksio sesarea dikarenakan takut akan proses persalinan, maka
ia harus dinasehati dengan diberi pengertian untuk mengalihkan dan mengurangi rasa
takutnya sehingga mempermudah proses persalinan. Adapun alasan –alasan ibu untuk
seksio sesarea tanpa indikasi medis adalah :
a) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
b) Wanita yang ingin seksio sesarea elektif karena takut bayinya mengalami
cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi kerusakan dasar
panggul.
c) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality
image setelah melahirkan
Seorang tenaga medis dibenarkan untuk menolak permintaan seksio sesarea
apabila tidak ada indikasi yang jelas untuk dilakukannya operasi. Namun, keputusan
pasien harus tetap dihargai dan perlu ditawari pilihan cara melahirkan yang lainnya.
2.1.4. Kontraindikasi
a) Janin mati
b) Syok
c) Anemia berat
d) Kelainan kongenital bera
e) Minimnya fasilitas operasi seksio sesarea
2.1.5. Teknik Pembedahan Seksio Sesarea
Dua teknik utama pembedahan seksio sesarea adalah seksio sesarea klasik dan
segmen bawah. Teknik pembedahan seksio sesarea klasik kini jarang dilakukan,
Universitas Sumatera Utara
karena dapat menyebabkan kehilangan darah yang jauh lebih banyak. Teknik seksio
sesarea segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertikal atau insisi transversal.
Insisi transversal lebih popular karena lebih mudah dilakukan dan juga kehilangan
darah yang jauh lebih sedikit dan infeksi pasca operasi yang jauh lebih kecil dan
kumungkinan ruptur pada kehamilan berikutnya lebih kecil (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 1995/2005).
2.1.6. Anastesi
Ada beberapa anastesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk
operasi seksio sesarea, baik spinal maupun general. Pada anastesi spinal
atau epidural yang lebih umum digunakan saat ini, sang ibu tetap sadar kala operasi
berlangsung, Anastesi general bekerja secara jauh lebih cepat, dan mungkin
diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat (Gallagther, 2000).
a. Anastesi General
Anastesi general biasanya diberikan jika anastesi spinal atau epidural tidak
mungkin diberikan, baik karena alasan teksin maupun karena dianggap tidak aman.
Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah
selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena.
Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar
akan diselipkan sebuah selang ke dalam tenggorokan pasien untuk membantu pasien
bernafas dan mencegah muntah. Pasien yang menggunakan anastesi general harus
dimonitor secara konstan oleh seseorang ahli anastesi.
Universitas Sumatera Utara
b. Anastesi Spinal
Dalam operasi seksio, pasien diberi penawaran untuk menggunakan anastesi
spinal atau epidural. Anastesi ini dari pertengahan ke bawah tubuh pasien mati rasa,
tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi. Hal ini berarti
pasien akan tetap merasakan kelahiran tanpa merasa sakit dan pasangan juga bisa
mendampingi untuk memberikan dorongan dan semangat.
2.1.7. Manajemen Pra Operasi
1. Pemeriksaan Pra Operasi
Pemeriksaan pra operasi merupakan hal yang mutlak dalam setiap operasi.
Hal-hal yang perlu diperiksa sebelum operasi dilakukan :
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui permasalahan
yang ada dan yang diperkirakan dapat muncul selama operasi, maka kepada pasien
perlu ditanyakan :
(a). Subjektif
(b). Alergi
(c). Medikasi
(d). Riwayat
(e). Makanan
Untuk operasi elektif, keadaan pasien sudah berbeda dengan saat pertama kali
di diagnosis, sehingga anamnesis dan pemeriksaan fisik wajib dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Jenis dan Indikasi Pemeriksaan Pra Operasi
Urinalisis
EKG
Hitung darah lengkap
Kreatinin dan elektrolit
Glukosa darah
Tes sel sabit
X Foto thoraks
Golongan darah
Semua pasien : pemeriksaan glukosa,
hematuria, protein
Usia > 50 tahun
Riwayat penyakit jantung, hipertensi atau
penyakit paru menahun
Usia > 40 tahun
Semua wanita
Semua pembedahan mayor
Bila dicurigai anemia
Usia > 60 tahun
Semua pembedahan mayor
Obat diuretik
Suspek penyakit ginjal
Pasien diabetes
Glikosuria
Bila ada indikasi
Penyakit jantung atau paru akut
Risiko TBC paru
Penyakit keganasan
Antisipasi transfusi darah
b. Menilai sistem kardivaskuler dan respirasi pasien
c. Konsultasi dengan ahli anestesi untuk mendiskusikan persiapan yang akan
dilakukan.
2. Informed Consent
Setiap tindakan medis memerlukan persetujuan atas penjelasan (PaP) baik
secara lisan dan tulisan. Untuk tindakan darurat yang bertujuan menyelamatkan jiwa
pasien, PaP tidak perlu dibuat terlebih dahulu. Informed berarti pasien telah diberikan
penjelasan, sedangkan consent berarti persetujuan pasien, sehingga informed consent
berarti persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter atas penjelasan tentang
tindakan medis yang akan dilakukan pada dirinya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat
3, informasi yang diberikan harus mencakup : diagnosis dan tata cara tindakan medis;
tujuan tindakan medis yang dilakukan; alternatif tindakan lain dan risikonya; risiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi; prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Yang berhak memberikan informasi adalah dokter yang melakukan tindakan
medis tertentu, bila berhalangan dapat diwakili oleh dokter lain dengan
sepengetahuannya.
Yang berhak memberikan PaP :
a. Pasien sendiri, usia >21 tahun atau telah menikah
b. Bagi pasien usia < 21 tahun, urutan hak :
(a). Ayah/ibu kandung
(b). Saudara-saudara kandung
(c). Induk semang
c. Bagi pasien dengan gangguan jiwa:
(a). Ayah/ibu
(b). Wali yang sah
(c). Saudara-saudara kandung
d. Bagi pasien dewasa sudah menikah atau tua :
(a). Suami
(b). Ayah/ ibu kandung
(c). Anak-anak kandung
(d). Saudara-saudara kandung
Universitas Sumatera Utara
Dokter yang melakukan tindakan medis tanpa PaP akan dikenakan hukuman
administratif berupa pencabutan ijin praktek. Pelaksanaan seksio sesarea atas
permintaan pasien meski tidak didasari indikasi medis mengundang banyak
kontroversi. Pedoman etik obstetri dan ginekologi pasal 7 mencantumkan bahwa
tindakan seksio sesarea atas permintaan pasien tanpa didasari indikasi medis adalah
tidak etis, kecuali jika telah melalui konseling. Pasien memiliki hak otonomi untuk
meminta dilakukannya seksio sesarea. Dokter yang menangani pasien tersebut harus
memberikan konseling yang jujur, ikhlas dan profesional bahwa pada saat itu masih
mungkin dilakukan persalinan per vaginam dan perlu pula dijelaskan risiko operasi
baik terhadap ibu maupun bayi. Bila pasien dengan sadar dan tanpa tekanan
memutuskan untuk tetap meminta dilakukan seksio sesarea, surat permintaan
tindakan medis harus ditandatangani oleh pasien, saksi dari keluarga pasien, dokter
dan saksi dari kalangan medis.
3. Puasa
Puasa termasuk salah satu persiapan operasi. Pasien yang akan menjalani
seksio sesarea selalu memiliki risiko untuk aspirasi cairan lambung. Hal ini
disebabkan oleh perubahan anatomi yang muncul selama kehamilan. Oleh karena itu,
semua pasien hamil yang akan menjalani seksio sesarea dianggap memiliki lambung
yang penuh tanpa memperdulikan kapan makan minum terakhir.
2.1.8. Komplikasi dan Efek Samping Seksio Sesarea
Komplikasi persalinan merupakan komplikasi yang terjadi selama persalinan.
Pregnancy Induced Hypertension (PIH) merupaakan salah satu contoh dari
Universitas Sumatera Utara
komplikasi persalinan. PIH ditandai dengan hipertensi, oedema, dan proteinuria yang
mungkin memerlukan kelahiran bayi dengan cepat sebelum waktunya.Komplikasi
utama persalinan seksio sesarea adalah kerusakan organ-organ seperti vesika urinaria
dan uterus saat dilangsungkannya operasi, komplikasi anestesi, perdarahan, infeksi
dan tromboemboli. Takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering terjadi pada
persalinan seksio sesarea, dan kejadian trauma persalinan (Rasjidi, 2009).
Seksio sesarea memberikan risiko yang cukup besar, bukan hanya untuk ibu
tetapi juga untuk janin. Ibu yang melahirkan seksio sesarea memiliki risiko kematian
lebih besar daripada persalinan pervaginam. Risiko seksio sesarea bagi ibu adalah
infeksi, perdarahan, trauma pada saluran urin, tromboplebitis, komplikasi anestesi.
(Murray & McKinney, 2007).
Cidera organ terdekat pada kasus operasi seksio sesarea meningkat bila
operasi dilakukan dalam keadaan inpartu sehingga untuk menurunkan risiko tersebut,
sebaiknya operasi dilakukan sebelum pasien memasuki masa inpartu. Bila operasi
dilaksanakan dalam keadaan inparu, risiko cidera organ terdekat dapat terjadi pada
yaitu cidera ureter, cidera kandung kencing, cidera usus, laserasi uterus dan atonia
uteri. Adapun rangkuman komplikasi dan efek yang ditimbulkan dalam persalinan
seksio sesarea yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Rangkuman Efek Seksio Sesarea Dibanding Persalinan Pervaginam
Meningkat pada
Seksio Sesarea
Nyeri abdomen
Perlukaan vesika urinaria
Perlukaan uterus
Kebutuhan operasi pada
persalinan selanjutnya
Histerektomi
Perawatan intensif
Penyakit tromboemboli
Lama rawat inap
Ruptur uterus
Morbiditas
pernafasan
pada neonatus
Kematian maternal
Tidak Berbeda Setelah
Seksio Sesarea
Perdarahan
Infeksi
Perlukaan organ genitalia
Nyeri punggung
Berkurang pada
Seksio Sesarea
Nyeri perineum
Inkontinensia uri
Prolaps uterovaginal
Nyeri saat senggama
Mortalitas neonatus
Perdarahan intrakranial
Perlukaan
pleksus
brachialis
Cerebral palsy
2.1.9. Keuntungan Seksio Sesarea
a. Lebih aman bagi kesehatan ibu dan bayi, misalnya posisi bayi yang sungang, jika
dilahirkan secara normal, dikhawatirkan bayi akan berhenti di jalan lahir sehingga
jalan nafasnya terjepit, bila lebih dari 7 menit dapat menyebabkan bayi mengalami
gangguan pernapasan.
b. Ibu tidak akan merasa cemas oleh rasa nyeri saat kontraksi sebelum dan selama
proses bersalin.
c. Ibu maupun ayah bisa memilih kapan jam dan tanggal bayi mau dilahirkan.
2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Perilaku
dan
pelayanan
kesehatan
merupakan
faktor
yang
dapat
mempengaruhi derajat kesehatan baik individu maupun masyarakat. Peningkatan
derajat kesehatan hanya dapat dicapai apabila kebutuhan (need) dan tuntutan
Universitas Sumatera Utara
(demand) perseorangan, keluarga,kelompok dan atau masyarakat terhadap kesehatan
dapat terpenuhi.kebutuhan dan tuntutan ini adalah sesuatu yang terdapat pada pihak
pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer).
Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan membuka
peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan konsumen, memberikan
dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan dan membentuk
rekomendasi promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan
pemberi jasa (Peter dan Olson, 2000).
Keputusan konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas
dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor
yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori Green (1980)
dalam Notoatmodjo (2003), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu :
a) Faktor predisposisi (Predisposing factors)
Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar
atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,
keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau
kelompok untuk bertindak.
b) Faktor pemungkin (Enabling factors)
Universitas Sumatera Utara
Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku
yang
memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor
pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti
tersedianya pelayanan kesehatan,
keterjangkauan,
kebijakan,
peraturan dan
perundangan.
c) Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan
dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Model penggunaan pelayanan kesehatan yang sering dipakai adalah Health
Belief Model dicetuskan oleh Becker (1974) dalam Notoatmodjo (2012), yaitu model
kepercayaan kesehatan menjelaskan kesiapan individu dalam memahami perilaku
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Ada 4 (empat) variabel yang terlibat dalam
tindakan tersebut yaitu :
a. Perceived seriousness (keseriusan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang
terhadap keseriusan dari penyakit yang didasarkan pada penilaian terhadap
kerusakan yang ditimbulkan penyakit tertentu.
b. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan), yaitu kepekaan seseorang
terhadap penyakit, agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah
penyakitnya, maka dia harus merasakan bahwa dia rentan atau peka terhadap
penyakit tersebut.
Universitas Sumatera Utara
c. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap
manfaat yang diperoleh apabila mengambil tindakan untuk mengobati atau
mencegah penyakit.
d. Perceived barriers (hambatan-hambatan yang dirasakan), yaitu persepsi
seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau
mencegah penyakit, dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa
sakit yang ditimbulkan pada perawatan. Disamping itu hambatan dapat berupa
biaya baik bersifat monetary cost yaitu biaya pengobatan ataupun time cost
(waktu menunggu diruang tunggu, atau waktu yang digunakan selama perawatan,
dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan), serta kualitas
pelayanan yang diberikan.
Faktor-faktor
yang
menyangkut
kemudahan
memperoleh
pelayanan
kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan
kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan
tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan harus diperhatikan. Hal-hal yang
menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan
terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang
tersedia. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu
terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibatakibat penyakit tersebut. Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang
penyakit. Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan
Universitas Sumatera Utara
struktur sosial, dan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status
sosial, penghasilan dan pendidikan).
2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Seksio Sesarea
Keputusan konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas
dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor
yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori Green (1980)
dalam Notoatmodjo (2012), yaitu
2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)
dalam Notoatmodjo (2012), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
Universitas Sumatera Utara
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran akan tidak berlangsung lama.
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,
yakni (Notoatmodjo, 2012):
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
Universitas Sumatera Utara
yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap
objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat
dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis
menunjukkan pada suatu
kemampuan untuk
meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
2.3.2 Sikap
Menurut Berkowitz dalam Azwar (2011) pernah mendaftarkan lebih dari tiga
puluh definisi tentang sikap, namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga
kelompok pemikiran, yaitu:
1). Kelompok pertama yang diwakili oleh Louis Thurstone (1928), Rensis Likert
(1932), Charles Osgood (1975), mengatakan bahwa “sikap adalah suatu bentuk
evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak (unfavorable)
terhadap objek sikap tertentu”.
2). Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave (1928), Bogardus (1931), LaPiere
(1934), Mead (1934) dan Girdon Allport (1935), mengatakan bahwa “sikap
adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara
tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya respons”.
Universitas Sumatera Utara
3). Kelompok ketiga adalah yang mengatakan bahwa “sikap merupakan konstalasi
komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif”. Termasuk dalam kelompok
ini Secord dan Backman (1964) mengatakan bahwa sikap adalah sebagai
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitarnya.
Menurut Fishbein dalam Azwar (2011) Sikap terjadi karena adanya
rangsangan sebagai objek sikap yang harus diberi respon, baik responnya positif atau
pun negatif, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, dan sebagainya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sikap mempunyai dua kemungkinan, yaitu sikap
positif dan sikap negatif terhadap suatu objek sikap. Sikap akan menunjukkan apakah
seseorang menyetujui, mendukung, memihak (favorable) atau tidak menyetujui, tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) suatu objek sikap. Bila seseorang
mempunyai sikap mendukung objek sikap, berarti mempunyai sikap positif terhadap
objek tersebut. Sebaliknya jika seseorang tidak mendukung terhadap objek sikap,
berarti mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap objek yang bersangkutan.
2.3.3 Persepsi
Pengertian persepsi adalah akal manusia yang sadar meliputi proses fisik,
fisiologis dan psikologis yang
mengolah bermacam-macam input
sebagai
penggambaran lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan melibatkan penafsiran
melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca
sehinggga persepsi memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan seseorang
Universitas Sumatera Utara
(Koentjaraningrat, 1981). Menurut Sarwono (1992), persepsi merupakan makna hasil
pengamatan yang dilakukan oleh individu terhadap suatu objek yang mendefinisikan
pengenalan objek melalui penginderaan yang disatukan dan dikoordinasikan dalam
saraf yang lebih tinggi.
Persepsi adalah suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasi, dan
menafsirkan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna. Persepsi
seorang dapat berbeda satu sama lainnya, meskipun dihadapkan pada suatu situasi
dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa kita semua
menerima suatu objek rangsangan melalui penginderaan, penglihatan, pendengaran,
pembauan, dan perasaan (Robbins, 2006).
Robbins (2006) menyatakan terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi,
yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu
memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya,
penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi
itu. Karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap, kepribadian,
motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.
Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi terdiri atas dua faktor, yaitu faktor
eksternal atau dari luar yakni concreteness yaitu gagasan yang abstrak yang sulit
dibandingkan dengan yang objektif, novelty atau hal baru, biasanya lebih menarik
untuk dipersepsikan daripada hal-hal lama, velocity atau percepatan, misalnya
pemikiran atau gerakan yang lebih cepat dalam menstimulasi munculnya persepsi
lebih efektif dibanding yang lambat, conditioned stimuli yakni stimulus yang
Universitas Sumatera Utara
dikondisikan. Sedangkan faktor internal adalah motivasi, yaitu dorongan untuk
merespon sesuatu, interest dimana hal-hal yang menarik lebih diperhatikan daripada
yang tidak menarik, need adalah kebutuhan akan hal-hal tertentu dan terakhir
asumptions yakni persepsi seseorang dipengaruhi dari pengalaman melihat,
merasakan dan lain-lain.
Robbins (2006), menjelaskan faktor yang memengaruhi persepsi Dengan
melihat satu obyek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda,
karena persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a) Faktor perilaku persepsi, bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba
maka penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi dari orang
yang dipersepsikan yang mencakup sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan
pengharapan.
b) Faktor obyek, karakteristik–karakteristik dari target yang diamati dapat
memengaruhi apa yang dipersepsikan karena target tidak dipandang dalam
keadaan terisolasi. Namun obyek yang berdekatan akan cenderung dipersepsikan
bersama-sama. Faktor target mencakup hal yang baru yaitu gerakan, bunyi,
ukuran, latar belakang dan kedekatan.
c) Faktor situasi, yaitu faktor mencakup waktu, keadaan / tempat kerja dan keadaan
tempat kerja.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Tindakan
Tindakan merupakan aturan yang dilakukan, melakukan/mengadakan aturan
atau mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara sikap dan
tindakan didukung oleh pengetahuan. Sikap yang menyatakan bahwa sikap
merupakan kecendrungan untuk bertindak dan nampak jadi lebih konsisten, serasi,
sesuai dengan sikap. Bila sikap individu sama dengan sikap sekelompok dimana ia
berada adalah bagian atau anggotanya (Notoatmodjo, 2012).
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
diharapkan dia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau
disikapinnya (dinilai baik). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga
mencakup hal – hal tersebut di atas, yakni :
a. Tindakan sehubungan dengan penyakit
b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
c. Tindakan kesehatan lingkungan
2.3.5. Pendapatan
Cara pembayaran juga berpengaruh pada keputusan tindakan seksio sesarea.
Pada tahun 1986 dari data klaim asuransi diketahui bahwa ahli kebidanan akan
dibayar 68% lebih mahal jika melakukan seksio sesarea daripada persalinan
pervaginam (Stafford 1991, Masyttoh, 2005). Persalinan dengan seksio sesarea akan
membutuhkan perawatan yang lebih lama dibandingkan persalinan pervaginam,
Universitas Sumatera Utara
keadaan ini turut memberikan konsekuensi pada besarnya biaya pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi dan terkait dengan tingkat pendapatan.
2.3.6. Kesepakatan Suami Istri
Pemilihan proses persalinan tidak dapat dipilih sendiri oleh istri tanpa adanya
kesepakatan dengan suami. Keadaan yang paling ideal adalah bahwa suami dan istri
harus :
a. Memilih proses persalinan yang paling baik
b. Saling berkomunikasi dalam pemilihan
c. Membiayai pengeluaran untuk persalinan
d. Memperhatikan tanda-tanda bahaya dari proses persalinan
2.3.7. Sumber Informasi
Media informasi seperti medeia massa, elektronik, masyarakat disekitar
responden tinggal seperti orang tua, teman, tetangga, sahabat yang nantinya
mempengaruhi sikap ibu hamil dalam memilih persalinan sectio cesarea.
2.4. Landasan Teori
Berdasarkan teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012), tentang faktorfaktor yang berpengaruh terhadap prilaku dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan
seperti keputusan memilih proses persalinan, maka dapat dibuat suatu kerangka teori
yang dapat menggambarkan setiap komponen yang berpengaruh terhadap perilaku
tersebut, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), meliputi pengetahuan, sikap,
kepercayaan, persepsi dan nilai-nilai. faktor lingkungan, kesepakatan suami istri.
Universitas Sumatera Utara
Faktor pemungkin (enabling factors), adalah lingkungan fisik, dan
fasilitas/sarana pelayanan kesehatan. Faktor penguat (reinforcing factors), merupakan
faktor penyerta yang datang sesudah prilaku, yaitu sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain serta dukungan keluarga.
Faktor Predisposisi
a. Pengetahuan
b. Sikap
a. Kepercayaan
b. Persepsi
c. Nila-nilai
Faktor Pendorong
a.Lingkungan fisik
b.Fasilitas/sarana
pelayanan kesehatan
Perilaku
Pemanfaatan
Pelayanan
Kesehatan
Faktor Penguat
a. Sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau
petugas lain
b. Dukungan keluarga
Gambar 2.1 Landasan Teori
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep
Dari kerangka teori diatas, maka dapat dikembangkan kerangka konsep seperti
yang terlihat pada skema di bawah ini
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Predisposisi
d. Pengetahuan
e. Sikap
f. Persepsi
(a) Nyeri persalinan
(b) Kosmetik seks
(c)Trend
Faktor Pendorong
Fasilitas
Rencana
Pemanfaatan
Seksio Sesarea
Faktor Penguat
Dukungan suami
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download