BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA KONSEPTUAL DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Manajemen Pemasaran
a. Definisi Manajemen Pemasaran
Kotler dan Keller (2013:6), Manajemen pemasaran sebagai seni dan
ilmu
memilih
pasar
sasaran
dan
menumbuhkan pelanggan dengan
mendapatkan,
menciptakan,
menjaga,
dan
menyerahkan dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Pemasaran suatu proses
sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa-apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Sedangkan pemasaran sendiri menurut Kotler (2012:29) “pemasaran
adalah proses yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk menciptakan
nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang ikut dengan
pelanggan itu sendiri dan mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai
balasanya”.
Definisi pemasaran menurut American Marketing Assocition dalam
Kotler (2015:5) adalah “suatu fungsi organsasi dan serangkaian proses
untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai pada
pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku
kepentinganya”.
11
12
Pemasaran , menurut Daryanto (2011:1) adalah “suatu proses sosial dan
manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan
keinginan mereka dengan menciptakn, menawarkan, dan bertukar sesuatu
yang bernilai satu sama lain”.
Untuk mengerti fungsi pemasaran, diperlukan pengertian beberapa
konsep utama (Kotler, 2010:52), yaitu kebutuhan, keinginan, dan
permintaan (Needs, Wants, and Demands). Kebutuhan (needs) adalah hal
mendasar yang dibutuhkan oleh manusia. Manusia butuh udara, makanan,
air,pakaian dan tempat untuk berlindung. Manusia juga memiliki
kebutuhan yang kuat seperti reksreasi, pendidikan dan hiburan. Kebutuhan
ini kemudian menjadi keinginan (wants) ketika diarahkan pada obyek yang
spesifik yang mungkin dapat memuaskan kebutuhan. Seorang konsumen
membutuhkan makanan, tetapi menginginkan hamburger, softdrink dan
banyak contoh lainnya. Permintaan (demands) adalah keinginan terhadap
produk yang spesifik yang dilatar belakangi dengan kemampuan untuk
membayar. Banyak orang yang menginginkan mobil mewah seperti
Mercedes, namun hanya beberapa orang yang ingin dan mampu untuk
membelinya. Begitu juga dengan perusahaan perlu untuk mengukur bukan
hanya berapa banyak orang yang menginginkan produk tersebut, namun
perlu juga mengetahuiberapa banyak yang menginginkan dan mampu
untuk membeli produk tersebut.
Kegiatan pemasaran mencakup ruang lingkup kegiatan yang sangat luas
yang dimulai dari menetukan kebutuhan konsumen dan diakhiri dengan
13
kepuasan konsumen. Dengan kata lain kegiatan pemasaran bermula dan
berakhir pada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tugas
manajemen pemasaran bukan hanya menawarkan barang atau jasa yang
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasarnya, menetapkan harga yang
efektif,
komunikasi dan
distribusi
untuk memberikan
informasi,
mempengaruhi dan melayani pasarnya tetapi lebih dari itu.
b. Bauran Pemasaran
Tugas pemasar adalah merencanakan aktivitas-aktivitas pemasaran dan
membentuk
program
pemasaran
yang
terintegrasi
penuh
untuk
menciptakan, mengkomunikasikan, dan menghantarkan nilai kepada
pelanggan.
Menurut Kotler & Keller (2013:47–48) The Four PsComponents of the
Marketing Mix (Komponen 4 P Bauran Pemasaran):
a) Product
Product
variety,
Quality,
Design,
Features,
Brand
name,
Packaging, Sizes, Services, Warranties, and Returns. (Variasi
produk, Kualitas, Desain, Fitur, Nama merek, Kemasan, Ukuran,
Pelayanan, Jaminan, dan Pengembalian).
b) Price
List price, Discounts, Allowances, Payment period, and Credit
terms. (Daftar harga, Diskon, Tunjangan, Periode pembayaran, dan
Ketentuan kredit).
14
c) Place
Channels, Coverage, Assortments, Locations, Inventory, and
Transport. (Saluran distribusi, Sebaran pelanggan dalam suatu
wilayah, Aneka pelanggan, Lokasi, Persediaan, dan Pengiriman).
d) Promotion
Sales promotion, Advertising, Sales force, Public relations, and
Direct marketing. (Promosi penjualan, Periklanan, Tenaga penjual,
Hubungan masyarakat, dan Pemasaran langsung).
c. Konsep Pemasaran
Kotler dan Keller (2013:19), konsep pemasaran menegaskan bahwa
kunci untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan sebagai
perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing
dalam
menciptakan,
menyerahkan
dan
mengkomunikasikan
nilai
pelanggan kepada sasaran pasar yang terpilih.
Assauri (2007:18), Konsep pemasaran adalah suatu falsafah manajemen
dalam bidang pemasaran yang berorientasi kepada kebutuhan dan
keinginan konsumen dengan dukungan oleh kegiatan pemasaran terpadu
yang diarahkan untuk memberikan kepuasan konsumen sebagai kunci
keberhasilan organisasi dalam usahanya mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Assauri (2007:77), Ada tiga landasan yang penting dari konsep
pemasaran, yaitu:
1. Konsumen dapat dikelompokkan kedalam segment pasar yang
berbeda tergantung dari kebutuhan dan keinginannya.
15
2. Konsumen dalam suatu segment pasar tertentu lebih menyenangi
atau tertarik akan apa yang di tawarkan perusahaan atau organisasi
yang dapat langsung memenuhi kepuasan dan keinginan tertentu dari
mereka.
3. Tugas organisasi adalah untuk meneliti dan memilih pasar yang
dituju
(sasaran)
dan
berusaha
mengembangkan
usaha-usaha
penawaran dan program-program pemasaran sebagai kunci untuk
menarik dan mempertahankan atau membina langganan.
2. Persespsi Kualitas
a. Pengertian Persepsi Kualitas
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010) persepsi kualitas adalah persepsi
pelanggan terhadap kualitas suatu produk. Persepsi nilai akan membentuk
persepsi kualitas dari suatu produk dimata pelanggan.persepsi terhadap
kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai
dari poduk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada
minat beli atau minat beli ulang. Persepsi kualitas yang positif akan
mendorong konsumen untuk melakukan pembelian dan menciptakan
loyalitas terhadap produk tersebut. Karena persepsi kualitas merupakan
persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika persepsi kualitas
pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama
dipasar.
Persepsi kualitas ( perceived quality ) merupakan penilaian konsumen
terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh
16
sebab
itu
persepsi
kualitas
didasarkan
pada
evaluasi
subjektif
konsumen(bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk (
Tjiptono,2008)
Menurut Aaker (2006) persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen
terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa
layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Kunci dalam
mendapatkan persespsi kualitas tinggi yaitu memberikan kualitas yang
tinggi, memahami tanda-tanda kualitas bagi konsurnen, mengidentifikasi
dimensi yang penting dari kualitas, Serta mengkomunikasikan pesan
kualitas dengan cara menyakinkan.
Tingkat kualitas produk sebuah perusahaan ditentukan oleh tingkat
kepuasaan seorang konsumen setelah atau sedang mengkonsumsi sebuah
produk dari suatu perusahaan. Menurut Cannon, Perreault, Mccarthy
(2008) kualitas produk ialah kemampuanproduk untuk memuaskan
kebutuhan atau keinginan pelanggan. Dengan demikian tingkat kualitas
produk berbanding lurus dengan tingkat kepuasan dan tingkat keputusan
pembelian konsumennya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi minat beli ulang adalah persepsi
kualitas. Persepsi terhadap kualitas suatu produk perlu dinilai berdasarkan
sekumpulan kriteria yang berbeda karena mengingat kepentingan dan
keterlibatan
konsumen
berbeda
beda.
Persepsi terhadap
kualitas
mencerminkan perasaan konsumen yang secara menyeluruh mengenai
suatu produk atau jasa. Dalam konsep prilaku konsumen persepsi terhadap
17
kualitas dari seorang konsumen adalah hal yang sangat penting sehingga
produsen berlomba-lomba dengan berbagai cara untuk dapat menghasilkan
suatu produk atau jasa yang bagus untuk konsumen.
Konsumen cenderung menilai kualitas suatu produk berdasarkan faktor
faktor yang mereka asosiasikan dengan produk tersebut dapat bersifat
Intrinsik yaitu karakteristik fisik produk tersebut; seperti warna, ukuran
rasa dan aroma. Dan faktor ekstrinsik seperti harga citra toko citra merek
dan pesan promosi. Apabila atribut-atribut yang terdapat dalam suatu
produk itu sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen maka ini akan
menimbulkan minat beli ulang.
b. Proses Pembentukan Persepsi Kualitas
Dalam pemasaran, persepsi kualitas itu lebih penting dari pada realitas,
karena persepsi kualitas itulah yang akan mempengaruhi perilaku aktual
konsumen. Orang dapat memiliki persepsi kualitas yang berbeda atas
objek yang sama karena tiga proses persepsi kualitas: perhatian
selektif,distorsi dan ingatan selektif (Kotler dan Keller,2013:228)
1. Perhatian Selektif
Orang mengalami banyak sekali rangsangan setiap hari karena setiap
orang
tidak
mungkin
menganggapi
semua
rangsangan
itu,
kebanyakan rangsangan akan disaring dan proses ini disebut
perhatian selektif. Hal ini dimaksudkanpara pemasar harus bekerja
keras dalam rangka menarik perhatian konsumen. Tantangan yang
18
seseungguhnya adalah menjelaskan rangsangan mana yang akan
diperhatikan orang.
2. Disrorsi Selektif
Rangsangan yang telah mendapatkan perhatian bahkan tidak selalu
muncul dipikiran orang seperti yang di inginkan oleh pengirimnya.
Distrosi selektif adalah kecendrungan menafsirkan informasi
sehingga sesuai dengan pra konsepsi orang. Konsumen akan sering
merubah informasi sehingga menjadi konsisten dengan keyakinan
awal mereka atas atas merek dan produk.
Ketika konsumen melaporkan opini yang berbeda antara versi
bermerek dan tanpa merek dari produk yang identik yang menjadi
persoalan adalah bahwa keyakinan adalah merek dan produk yang
diciptakan oleh sarana apapun, agak merubah persepsi kualitas
produk mereka. Distorsi selektif dapat berfungsi bagi keuntungan
pemasaran dengan merek yang kuat ketika konsumen mengganggu
informasi mereka yang netral atau ambigu(bermakna ganda) untuk
membuatnya lebih positif.
3. Ingatan Selektif
Orang akan melupakan banyak hal yang dipelajari, tapi cenderung
mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan
mereka. Adanya ingatan selektif, orang cenderung mengingat hal-hal
yang baik yang disebutkan tentang produk yang disukai dan
melupakan hal-hal yang baik yang disebutkan tentang produk
19
pesaing. Ingatan selektif menjelaskan mengapa para pemasar
menggukana drama dan pengulangan dalam mengirimkan pesan ke
pasar sasaran mereka untuk memastikan bahwa pesan mereka tidak
diremehkan.
c. Dimensi persepsi kualitas
Menurut Kotler dan Keller (2013:9), terdapat 6 dimensi kualitas produk
yang perlu diperhatikan:
1. Mutu Kinerja (performance), dimensi yang paling basic dan
berhubungan dengan fungsi utama dari suatu produk.
2. Keandalan (reliability), adalah ukuran kemungkinan suatu produk
tidak akan rusak atau gagal dalam suatu periode tertentu.
3. Keistimewaan (feature), sebagian besar produk dapat ditawarkan
dengan berbagai keistimewaan, yakni karakteristik yang melengkapi
fungsi dasar produk.
4. Daya tahan (durability), daya tahan atau keawetan menunjukkan
suatu pengukuran terhadap siklus produk, yaitu ukuran usia yang
diharapkan terhadap siklus produk, yaitu ukuran usia yang
diharapkan atas beroperasinya produk dalam kondisi normal dan/
atau berat baik secara teknis maupun waktu.
5. Mutu kesesuaian (conformance quality), dimensi ini menunjukkan
seberapa jauh suatu produk dapat menyamai standar atau spesifikasi
tertentu.
20
6. Gaya (style), dimensi ini banyak menawarkan aspek emosional
dalam mempnegaruhi kepuasan pelanggan.
3. Persepsi Nilai
a. Pengertian Persepsi Nilai
Menurut Kotler dan Armstrong (2012:37), Perceived Value adalah
evaluasi pelanggan mengenai perbedaan antara seluruh keuntungan yang
diperoleh dan biaya yang dikeluarkan relatif berdasarkan tawaran-tawaran
yang bersaing.
Menurut Kotler dan Keller (2013:173) Perceived Value adalah selisih
antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat ekonomis, fungsional
dan psikologis yang diharapkan oleh pelanggan atas tawaran pasar
tertentu. Menurut Kotler Perceived Value adalah selisih antara total
customer cost jumlah nilai bagi pelanggan dan total customer cost (biaya
total bagi pelanggan). Total customer value (jumlah nilai bagi pelanggan)
adalah kumpulan manfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan dari
produk atau jasa tertentu.Total customer cost (biaya total bagi pelanggan)
adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelangganakan terjadi
mengevaluasi, memperoleh dan menggunakan produk atau jasa tersebut.
Menurut Zeithami, et al (2013:237) perceived value is the customers
overall assessment of the utility of a .service based on perception of what
is received and what is given artinya nilai pelanggan sebagai penilaian
keseluruhan pelanggan terhadap utilitas sebuah produk berdasarkan
persepsinya terhadap apa yang diberikan Berdasarkan dari berbagai
21
definisi diatas maka Perceived Value adalah penilaian pelanggan secara
keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan pada apa yang
mereka terima dan apa yang mereka berikan.
Perceived Value merupakan dasar fundamental bagi seluruh aktivitas
pemasaran, dan nilai yang tinggi adalah salah satu motivasi utama
pembelian oleh konsumen. Menurut Lai (2004) perceived Value adalah
penelitian konsumen secara keseluruhan terhadap manfaat produk dengan
didasarkan pada apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan
Konsumen dapat merasakan bahwa nilai yang ditawarkanbeda
berdasarkan pada nilai personal, kebutuhan, preferensi dan sumber daya
keuangan. Disamping itu, persepsi terhadap nilai juga dapat berbeda sesuai
dengan situasi penggunaanya (pura,2005)
Pengertian dari peceived valuea dalah evaluasi menyeluruh dari
kegunaan suatu produk yang didasari oleh persepsi konsumen terhadap
sejumlah manfaat yang akan diterima dibandingkan dengan pengorbanan
yang dilakukan atau secara umum dipikirkan konsumen. Value dikenal
dengan istilah “value for money”, “best value”, dan “you get what you pay
for”. Valuedari harga merupakan suatu persepsi yang didapat dari hasil
evaluasi keseluruhan tentang manfaat yang dirasakan dibandingkan
dengan manfaat yang seharusnya diterima. Konsumen dalam menerima
suatu valueatau nilai suatu harga sangat dipengaruhi konteks, ketersediaan
informasi, dan asosias. Morris dan Morris dalam Semuel (2009:25)
22
Pola respon dari kajian penelitian yang dilakukan oleh Zeithalm dalam
Tung Lai Lai (2004) menetapkan empat definisi konsumen terhadap value:
1. Nilai ialah harga yang rendah
2. Nilai ialah apapun yang aku inginkan dalam suatu produk,
3. Nilai ialah kualitas yang aku dapatkan dari harga yang aku
bayarkan, dan
4. Nilai ialah apapun yang aku dapatkan dari apa yang telah aku
berikan
Perceived value pelanggan adalah keseluruhan penilaian pelanggan
terhadap kegunaan suatu produk atas apa yang diterima dan yang diberikan
oleh produk itu. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa perceived value pelanggan merupakan penilaian
pelanggan yang dilakukan dengan cara membandingkan antara manfaat
yang akan diterima dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk
memperoleh sebuah produk/jasa. Namun demikian perceived value
pelanggan dapat juga berarti usaha pelanggan membandingkan produk/jasa
dari perusahaan tertentu dengan perusahaan pesaing ditinjau dari manfaat,
kualitas, harga. Pelanggan dapat merasakan bahwa nilai yang ditawarkan
berbeda berdasarkan pada nilai personal, kebutuhan, preferensi dan sumber
daya keuangannya.Di samping itu, persepsi terhadap nilai juga dapat
berbeda sesuai dengan situasi penggunaannya.
23
b. Dimensi Persepsi Nilai
Menurut Sweeney dan Soutar (2010:8) dimensi nilai terdiri dari empat
aspek utama :
1. Emotional value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif
atau emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk.
2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk
untuk meningkatkan konsep diri-sosial pelanggan.
3. Quality/Performance Value, yaitu yakni utilitas yang diperoleh dari
persepsi terhadap kualitas dan kinerja yang diharapkan pada produk.
4. Price/ Value of Money, yaitu utilitas yang didapatkan dari produk
dikarenakan reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.
Dari beberapa definisi tentang Perceived Valuedi atas yang telah
dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa Percieved Value
(persepsi nilai) merupakan suatu perbandingan nilai antara pengorbanan
yang sudah dilakukan Pelanggan/konsumen dalam hal ini adalah
mengeluarkan biaya berupa harga dengan manfaat atau utilitas sesuai
dengan ekspektasi dari pelanggan sendiri.
4. Presepsi Risiko
a. Konsep Dasar Risiko
Secara
sederhana
risiko
didefinisikan
sebagai
hal
yang
berhubungan dengan ketidakpastian. Rosa (2003) mendefinisikan
risiko sebagai sebuah situasi atau kondisi dimana sesuatu yang
bernilai dipertaruhkan dengan hasil yang tidak pasti.Dalam banyak
24
teori
perilaku
dan
psikologi,
ketidakpastian
dinilai
sebagai
mediator penting dari respon manusia ketika berada pada situasi
dengan hasil yang tidak diketahui
Rundmo,
yang
2004).Ketidakpastian
hanya
ada
dalam
(Sjöberg,
Elin
Moen
merupakan konstruk
pikiran.
Jika
&
psikologis
seseorang
memiliki
pengetahuan yang lengkap maka orang tersebut tidak perlu merasakan
ketidakpastian(Windschitl and Wells, 1996). Dalam Hillson &
Murray-Webster
(2005)
risiko memiliki
dua
sisi
yaitu
ketidakpastian yang dapat diwujudkan sebagai probabilitasatau
kemungkinan, dan seberapa pentingnya yang diekspresikan sebagai
dampakatau konsekuensi. Kedua dimensi tersebut harus dipahami
agar
dapat
membuat keputusan yang tepat.Dimana pengambilan
keputusan setiap Individu dan grup yangberbeda akan mempersepsikan
kemungkinan dan konsekuensi
b. Pengertian Persepsi Risiko
Menurut Julianto (2012) menyatakan persepsi risiko dapat didefinisikan
sebagai risiko yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap suatu produk
yang berkaitan dengan segala ketidakpastian dan segala konsekuensinya
terhadap
konsumen.
Semakin
mampu
konsumen
mengantisipasi
ketidakpastian dan konsekuensi produk tersebut maka akan semakin
rendah persepsi risiko produk tersebut di mata konsumen.Sebaliknya, jika
konsumen tidak dapat mengantisipasi ketidakpastian dan konsekuensi
25
produk maka akan semakin tinggi persepsi risikoproduk tersebut di mata
konsumen.
Sedangkan Raymond A. Bauer (Maciejewski, 2011) Menjelaskan
bahwa setiap tindakan konsumen akan menghasilkan konsekuensikonsekuensi yang tidak dapat diantisipasi dengan apapun yang dapat
diperkirakan
kepastiannya
dan
beberapa
konsekuensi-konsekeunsi
diantaranya mungkin akan mengecewakan.
Risiko didefinisikan terdiri dari dua dimesi, yaitu ketidakpastian dan
konsekuensi (cunningham et al., 2004, Naiyi, 2004). Risiko adalah
potensional
untuk
menerima
kenyataan
yang
diinginkan,
yaitu
konsekuensi-konsekuensi negatif dari peristiwa. Sulit bagi konsumen
mempertimbangkan
lebih
banyak
lagi kemungkinan konsekuensi-
konsekuensi tindakanya, dan jarang dapat mempertimbangkan beberapa
konsekuensi ini dengan tingkat kepastian yang tinggi
Risiko yang dipikirkan oleh konsumen karena mengkonsumsi suatu
produk atau jasa akan mewarnai perilaku membeli mereka. Dengan kata
lain, risiko menjadi salah satu faktor yang mempertimbangkan oleh
konsumen dalam membuat suatu keputusan dalam pembelian suatu
produk. Konsumen akan memikirkan keterlibatan semakin besar dalam
proses keputusan pembelian ketika produk yang akan dibelinya adalah
produk yang berisiko. (Catur Nugroho, 2012)
Ha,(2002)Konsumen tidak bisa selalu pasti bahwa seluruh tujuan
pembeliannya tercapai. Risiko dipersepsikan sebagai faktor yang paling
26
sering dalam setiap keputusan pembelian. Risiko muncul dari berbagai
faktor berikut ini:
1. Ketidak pastian untuk mencapai tujuan
2. Kemungkinan ketidakpastian beberapa pembelian (produk,
brand, model,dan lain-lain )
3. Kemungkinan konsekuensi yang berbeda jika pembelian
dilakukan atau tidak dilakukan
Perceived risk bukan tinggkat risiko nyata dalam suatu transaksi.
Konsep perceived risk sering digunakan oleh penelitian konsumen dengan
definisi persepsi konsumen atas ketidakpastian dan konsekuensi yang
mengecewakan ketika membeli produk atau jasa ( Pe rez-Cabaero,2007)
Suresh dan Shashikala (2011) mendefinisikan risiko sebagai sebuah
ketidakpastian yang dihadapi konsumen ketika mereka tidak dapat
meramalkan konsekuensi di masa yang akan datang atas keputusan
pembelian yang mereka lakukan.
Jogiyanto (2012) mendefinisikan risiko sebagai suatu persepsi-persepsi
pelanggan tentang ketidakpastian dan konsekuensi-konsekuensi tidak
diinginkan dalam melakukan suatu kegiatan. Berdasarkan beberapa
definisi risiko di atas dapat disimpulkan bahwa risiko adalah penilaian
subjektif oleh seseorang terhadap kemungkinan dari sebuah kejadian
kecelakaan dan seberapa khawatir individu dengan konsekuensi atau
dampak yang ditimbulkan kejadian tersebut.
27
Peter
dan
Olson
(2010:73-74)
mendefinisikan
Persepsi risiko
(perceived risk) merupakan konsekuensi negatif yang konsumen ingin
hindari ketika membeli atau menggunakan produk. Sementara itu,
Schiffman dan Kanuk (2010.201-202) mendefinisikan persepsi risiko
merupakan ketidakpastian yang dihadapi konsumen ketika mereka tidak
dapat meramalkan konsekuensi dari keputusan pembelian mereka.
c. Dampak dari persepsi risiko
Brown et al (2009) word of mouth merupakan informasi tentang suatu
target obyek yang dipindahkan dari satu individu ke individu lain yang
dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui media komunikasi.
Sedangkan
Harsasi (2006) word of mouth sendiri terbagi menjadi negative wom,
dimana konsumen yang tidak puas akan menyebarkan ketidakpuasannya
tersebut kepada orang lain dan positive wom yang merupakan kebalikan
dari negative wom.
d. Dimensi Persepsi Risiko
Schiffman
dan
Kanuk
(2010)
menjelaskan
untuk
mengoperasionalisasikan konstruk.
1. Risiko psikologi (psychological risk)
Yaitu perasaan yang dirasakan, emosi, atau ego yang akan dirasakan
oleh konsumen karena mengkonsumsi, membeli atau menggunakan
suatu produk.
28
2. Risiko keuangan (financial risk)
Yaitu kesulitan keuangan yang dihadapi konsumen setelah dia
membeli suatu produk atau jasa
3. Risiko kinerja (functional risk)
Risiko karena produk tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan
oleh konsumen.
4. Risiko fisik (physical risk)
Yaitu
dampak
negatif
yang
dirasakan
konsumen
karena
menggunakan suatu produk atau jasa.
5. Risiko sosial (social risk)
Adalah persepsi konsumen mengenai pendapat terhadap dirinya dari
orang-orang sekelilingnya.
Meskipun berbagai definisi telah muncul, perceived risk didefinisikan
sebagai keyakinan subyektif individu bahwa ada beberapa probabilitas suatu
hasil yang tidak diinginkan akan diterima dari suatu pilihan tertentu. Ini
berarti ada beberapa kesempatan bahwa setiap pilihan tertentu akan
menyebabkan hasil yang dikehendaki.
5. Minat Beli Ulang
a. Pengertian Minat Beli Ulang
Minat digambarkan sebagai suatu situasi seseorang sebelum melakukan
tindakan, yang dapat dijadikan dasar untuk memprediksi perilaku atau
tindakan tersebut. Minat beli ulang yang tinggi mencerminkan tingkat
kepuasan yang tinggi dari konsumen ketika memutuskan untuk
29
mengkonsumsi suatu produk. Minat beli ulang ini timbul setelah
konsumen mendapatkan kepuasan trhadap suatu produk atau jasa tertentu,
sehingga konsumen mendapatkan kepuasan terhadap suatu produk atau
jasa tertentu, sehingga konsumen memiliki keinginan kembali, dengan
adanya minat beli ulang yang terus menerus maka dapat diartikan bahwa
konsumen tersebut telah menjadi seorang pelanggan yang loyal terhadap
produk atau jasa tertentu.
Minat beli ulang merupakan perilaku yang muncul sebagai repson
terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan
pembelian ulang. Beberapa pengertian dari minat (Setyawan, dan Ihwan;
2015) adalah sebagai berikut:
1) Minat dianggap perangkap atau perantara antara faktor – faktor
motivasional yang mempengaruhi perilaku.
2) Minat juga mengindikasikan seberapa jauh seseorang mempunyai
kemauan untuk mencoba.
3) Minat menunjukkan pengukuran kehendak seseorang.
4) Minat berhubungan dengan perilaku yang terus menerus.
Minat beli ulang konsumen akan terjadi berdasarkan keputusan
pembelian yang pernah dilakukan sebelumnya.saat konsumen merasakan
puas maka akan timbul minat pembelian ulang. Minat pembelian ulang
ulang adalah suatu proses dimana konsumen mulai melakukan pembelian
ulang sesudah melakukan pembelian dari suatu produk yang telah
30
ditawarkan atau dibutuhkan oleh konsumen tersebut ( Anoraga dalam
Ardhanari, 2008)
Sutisna (2008; 32) berpendapat bahwa ketika seorang konsumen
memperoleh respon positif atas tindakan masa lalu, dari situ akan terjadi
penguatan, dengan dimilikinya pemikiran positif atas apa yang
diterimanya memungkinkan individu untuk melakukan pembelian secara
berulang.
Menurut Peter dan Olson (2010; 110) konsumen melakukan pembelian
ulang karena adanya suatu dorongan dan perilaku membeli secara berulang
yang dapat menumbuhkan suatu loyalitas terhadap apa yang dirasakan
sesuai untuk dirinya. Jadi, minat beli ulang dapat disimpulkan sebagai
suatu kecenderungan untuk melakukan pembelian ulang, serta memperoleh
respon positif atas tindakan masa lalu.
Menurut Hellier et al, (2003) menyatakan bahwa Repurchase Intention
adalah keputusan terencana seseorang untuk melakukan pembelian atas
produk dan jasa tertentu, dengan mempertimbangkan situasi/ pengalaman
yang terjadi setelah berbelanja.
Menurut Nurhayati (2012), Minat pembelian ulang adalah keinginan
dan tindakan konsumen untuk membeli suatu produk, karena adanya
kepuasan yang diterima sesuai yang diinginkan dari suatu produk.
Menurut Woodside dalam Puspita (2010) minat pembelian ulang
merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap obyek.
31
Minat pembelian ulang yang menunujukkan keinginan konsumen atau
pelanggan untuk melakukan pembelian ulang.
Niat beli ulang (repurchase intention) adalah keputusan konsumen
untuk terlibat dalam aktivitas di masa depan dengan seorang penyedia
produk atau jasa dan bentuk aktivitas tersebut di masa depan. Niat
beli ulang juga dapat didefinisikan sebagai hasil dari sikap (attitude)
konsumen
terhadap
performa produk atau jasa yang dikonsumsinya
(Hume,et al.,2006).
Dari uraian diatas mengenai minat beli ulang diatas maka dapat
disimpulkan bahwa minat beli ulang adalah tahap kecendrungan perilaku
membeli dari konsumen pada produk suatu barang maupun jasa yang
dilakukan secara berulang pada jangka waktu tertentu dan secara aktif
menyukai dan mempunyai sikap positif terhadap suatu produk barang atau
jasa, didasarkan pada pengalaman yang telah dilakukan dimasa lampau.
Minat beli merupakan kegiatan pembelian yang dilakukan konsumen
setelah mereka melakukan pembelian yang pertama kali.
b. Faktor yang mempengaruhi Minat Beli Ulang
Minat beli ulang pada dasarnya merupakan suatu pembelian secara
subjektif dalam diri setiap individu terhadap hal – hal yang dialami yang
berhubungan secara langsung dengan transaksi ekonomi. Menurut Kotler
(2010; 145), ada beberapa faktor utama yang mempengarui minat
seseorang untuk melakukan pembelian ulang, yaitu:
1) Faktor Psikologis
32
Meliputi pengalaman belajar individu tentang kejadian di masa lalu,
serta pengaruh sikap dan keyakinan individu. Pengalaman belajar
dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku akibat
pengalaman sebelumnya. Timbulnya minat
konsumen untuk
melakukan pembelian ulang sangat dipengaruhi oleh pengalaman
belajar individu dan pengalaman belajar konsumen yang akan
menentukan tindakan dan pengambilan keputusan membeli. Hal ini
dapat dipelajari dari beberapa teori berikut ini :
a. Teori stimulus respon
Berdasarkan teori stimulus respon dari Skinner , dapat
disimpulkan bahwa konsumen akan merasa puas jika
mendapatkan
produk,
merek,
pelayanan
yang
menyenangkan. Dan sebaliknya jika produk, merek dan
layanan
yang
diperoleh
konsumen
dengan
tidak
menyenangkan, akan menjadikan konsumen merasa tidak
puas.
b. Teori Kognitif
Berdasarkan teori kognitif dari Heider & Festinger, perilaku
kebiasaan merupakan akibat dari peroses berfikir dan
orientasi dalam mencapai suatu keputusan
konsumen
sangat dipengaruhi oleh memorinya terhadap sesuatu yang
terjadi pada masa lampau, masa sekarang dan masa yang
akan datang.
33
c. Teori Gestalt dan Teori Lapangan
Berdasarkan teori Gestalt dan teori lapangan, dapat
disimpulkan bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan
yang sangan berpengaruh pada minat konsumen untuk
mengadakan suatu pembelian.
2) Faktor Pribadi
Kepribadian
konsumen
akan
mempengaruhi
persepsi
dan
pengambilan keputusan dalam membeli. Oleh karena itu, peranan
pramuniaga toko, penting dalam memberikan pelayanan yang baik
kepada konsumen. Faktor pribadi ini termasuk di dalamnya konsep
diri. Konsep diri dapat didefinisikan sebagai cara kita melihat diri
sendiri dan dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang upah
yang kita pikirkan. Dalam hubungan dengan minta beli ulang,
produsen peru menciptakan situasi yang diharapkan konsumen.
Begitu pula menyediakan dan melayani konsumen dengan produk
dan merek yang sesuai dengan harapan konsumen.
3) Faktor Sosial
Mencakup faktor kelompok anutan (small reference group).
Kelomok anutan didefinisikan sebagai suatu kelompok orang yang
mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku konsumen.
Kelompok anutan ini merupakan kumpulan keluarga, kelompok atau
orang tertentu. Dalam menganalisis minat beli ulang, faktor keluarga
berperan sebagai pengambil keputusan, pengambil inisiatif, pemberi
34
pengaruh dalam keputusan pembelian, penentu apa yang dibeli, siapa
yang melakukan pembelian dan siapa yang menjadi pengguna.
Menurut
Kotler (2010: 158)
mengatakan anggota keluarga
merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.
Pengaruh kelompok acuan terhadap minat beli ulang antara lain
dalam menentukan produk dan merek yang mereka gunakan sesuai
dengan aspirasi kelompoknya. Keefektifan pengaruh minat beli
ulang dari kelompok anutan sangat tergantung pada kualitas
produksi dan informasi yang tersedia pada konsumen.
c. Dimensi Minat Beli Ulang
Dimensionalisasi vairabel minat beli ulang dalam penelitian ini
mengacu pada penelitian dari Grewal, dkk. (2008).dimensi yang
digunakan untuk mengukur minat beli ulang, yaitu;
1. Desire, merupakan suatu keinginan konsumen untuk menggunakan
produk. Dalam tahap ini ditandai dengan hasrat yang kuat dari
pelanggan untuk membeli produk secara berulang.
2. Future Plan, merupakan suatu rencana untuk menggunakan produk
di masa yang akan datang.
3. Necessity,
merupakan
menggunakan produk.
suatu
kebutuhan
konsumen
untuk
35
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
Judul Penelitian
Peneliti
Hasil
1.
Persepsi Konsumen, Sikap, dan Minat
Beli Ulang Terhadap Produk Staple
Goods Private di Indonesia dengan
Model Analisa Struktural (SEM)
Hilman
Wijaya (2014)
Persespi Kualitas
berpengaruh
signifikan terhadap
Minat Beli Ulang.
2.
Persepsi Harga, Persepsi Merek,
Persepsi Nilai, dan Keinginan
Pembelian Ulang Jasa Clinic
Kesehatan (Studi Kasus Erha Clinic
Surabaya)
Role of Perceived value in explaining
trust and repurchase intention in eshoping.
Ike Kusdiyah
(2012)
Persepsi Nilai
berpengaruh positif
terhadap Keinginan
Pembelian Ulang.
Seyed Alireza
Mosavi and
Mahnoosh
Ghaedi (2012)
Persepsi Nilai
berpengaruh
terhadap Minat
Pembelian Ulang.
4.
Understanding Repurchase Intention
of Airbnb Consumers: Perceived
Authenticity, EWoM and Price
Sensitivity
Lena Jingen
Liang (2015)
Persepsi Nilai dan
Persepsi Risiko
berpegnaruh
terhadap Minat
Beli Ulang
5.
The Study of the Impact of Perceived
Quality and Value of Social
Enterprises on Customer Satisfaction
and Re-Purchase Intention
Eun Jung
Choi and Soo
Hyun Kim
(2013)
Persepsi Kualitas
dan Persepsi Nilai
berpengaruh
terhadap Minat Beli
Ulang.
6.
Pengaruh Preferensi Merek, Persepsi
Reri Rahmi
Kualitas, Persepsi Harga dan Kepuasan Oktasari Putri
Pelanggan Terhadap Minat Beli Ulang (2014)
Shampo Pantene (Studi Kasus pada
Mahasiswi Konsumen Shampo
Pantene di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya Malang)
Persepsi Kualitas
berpngaruh
terhadap Minat Beli
Ulang konsumen.
7.
Pengaruh Persepsi Nilai, Kualitas
Pelayanan, dan Kepuasan Pelanggan
terhadap Minat Beli Ulang Jasa
Ekspedisi
Persepsi Nilai
berpengaruh positif
terhadap Minat Beli
Ulang.
3.
Melun
Rumiten
(2014)
36
8.
An Empirical Study of Perceived
Factors Affecting Customer
Satisfaction to Re-Purchase Intention
in Online Stores in China
Shahzad
Ahmad Khan
et al (2015)
Persepsi Risiko
berpengaruh
terhadap Minat Beli
Ulang.
9.
Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan
Terhadap Niat Pembelian Ulang Pada
Toko Buku Gramedia Yogyakarta
Sarwo Eddy
Wibowo et al
(2013)
Persepsi Kualitas
Layanan
berpengaruh
terhadap Minat
Pembelian Ulang.
C. Hubungan antar Variabel
1. Hubungan Persepsi Kualitas (X1) terhadap Minat Beli Ulang (Y)
Penelitian yang dilakukan oleh Sarwo Hilman Wijaya (2014)
dengan judul penelitian “Persepsi Konsumen, SIkap, dan Minat Beli Ulang
Terhadap Produk Stapls Goods Private di Indonesia dengan Model
Analisa Struktural (SEM)” menunjukkan hasil bahwa Persepsi Kualitas
berpengaruh terhadap Minat Beli Ulang.
Sikap konsumen yang positif terhadap produk private label Giant
memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan tingkat
minat beli ulang konsumen kepada produk private label Giant ini, baik
dari segi persepsi konsumen terhadap kualitas maupun harga produk
private label Giant.
2. Hubungan Persepsi Nilai (X2) terhadap Minat Beli Ulang (Y)
Penelitian yang dilakukan oleh Ike Kusdyah (2012) dengan judul
“Persepsi Harga, Persepsi Merek, Persepsi Nilai, dan Keinginan
Pembelian Ulang Jasa Clinic Kesehatan (Studi Kasus Erha Clinic
37
Surabaya)” menunjukkan hasil Persepsi Nilai berpengaruh signifikan
terhadap Minat Beli Ulang.
Persepsi nilai merupakan suatu hal yang penting untuk memahami
perilaku pembelian konsumen. Konsumen merasakan suatu nilai yang
berarti sehingga mempengaruhi para konsumen untuk melakukan
pembelian ulang. Dengan kata lain semakin tinggi nilai yang dirasakan
oleh konsumen Erha Clinic akan layanan/produk maka minat pembelian
ulang akan semakin besar.
3. Hubungan Persepsi Risiko (X3) terhadap Minat Beli Ulang (Y1)
Penelitian yang dilakukan oleh Lena Jingen Liang (2015) dengan
judul penelitian “Understanding Repurchase Intention of Airbnb
Consumer: Perceived Authencity; EWoM and Price Sensitivity”
menunjukkan hasil bahwa Persepsi Risiko berpengaruh terhadap Minat
Beli Ulang.
Para turis cenderung untuk mencari pengalamam akomodasi yang
murni dan keinginan untuk berhubungan dengan orang – orang lokal
dengan menggunakan properti Airbnb. Hal ini merupakan suatu hal yang
penting bagi para manajer hotel untuk menunjukkan para turis pengalaman
berhubuhgan dengan komunitas lokal, yang tentunya juga secara
signifikan mempengaruhi persepsi risiko para turis untuk melakukan minat
beli ulang.
38
D. Rerangka Konseptual
Berdasarkan tujuan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat
disusun sebuah kerangkan pemikiran teoritis seperti yang tersaji dalam
gambar berikut :
Gambar 2.1
Rerangka Konseptual
Persepsi
Kualitas
(X1)
H1
Persepsi Nilai
(X2)
H2
Minat Beli
Ulang
(Y1)
H3
Persepsi
Risiko
(X3)
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya
di susun dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum
didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
data. Jadi hepotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis
39
terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik
(sugiyono, 2014).
Pada peneletian ini digunakan penelitian kausal yakni pengaruh
antara satu variabel dengan variabel lainnya. Hipotesis yang digunakan
pada penelitian ini adalah:
H₁ : diduga Persepsi Kualitas berpengaruh Positif terhadap Minat Beli
Ulang Produk Minuman Coca-Cola.
H₂ : diduga Persepsi Nilai berpengaruh Positif terhadap Minat Beli Ulang
Produk Minuman Coca-Cola.
H₃ : diduga Persepsi Risiko berpengaruh Positif terhadap Minat Beli
Ulang Produk Minuman Coca-Cola.
Download