BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Manajemen Pemasaran a. Definisi Manajemen Pemasaran Kotler dan Keller (2013:6), Manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan menumbuhkan pelanggan dengan mendapatkan, menciptakan, menjaga, dan menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Pemasaran suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa-apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan pemasaran sendiri menurut Kotler (2012:29) “pemasaran adalah proses yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang ikut dengan pelanggan itu sendiri dan mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai balasanya”. Definisi pemasaran menurut American Marketing Assocition dalam Kotler (2015:5) adalah “suatu fungsi organsasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai pada pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentinganya”. 11 12 Pemasaran , menurut Daryanto (2011:1) adalah “suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakn, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain”. Untuk mengerti fungsi pemasaran, diperlukan pengertian beberapa konsep utama (Kotler, 2010:52), yaitu kebutuhan, keinginan, dan permintaan (Needs, Wants, and Demands). Kebutuhan (needs) adalah hal mendasar yang dibutuhkan oleh manusia. Manusia butuh udara, makanan, air,pakaian dan tempat untuk berlindung. Manusia juga memiliki kebutuhan yang kuat seperti reksreasi, pendidikan dan hiburan. Kebutuhan ini kemudian menjadi keinginan (wants) ketika diarahkan pada obyek yang spesifik yang mungkin dapat memuaskan kebutuhan. Seorang konsumen membutuhkan makanan, tetapi menginginkan hamburger, softdrink dan banyak contoh lainnya. Permintaan (demands) adalah keinginan terhadap produk yang spesifik yang dilatar belakangi dengan kemampuan untuk membayar. Banyak orang yang menginginkan mobil mewah seperti Mercedes, namun hanya beberapa orang yang ingin dan mampu untuk membelinya. Begitu juga dengan perusahaan perlu untuk mengukur bukan hanya berapa banyak orang yang menginginkan produk tersebut, namun perlu juga mengetahuiberapa banyak yang menginginkan dan mampu untuk membeli produk tersebut. Kegiatan pemasaran mencakup ruang lingkup kegiatan yang sangat luas yang dimulai dari menetukan kebutuhan konsumen dan diakhiri dengan 13 kepuasan konsumen. Dengan kata lain kegiatan pemasaran bermula dan berakhir pada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tugas manajemen pemasaran bukan hanya menawarkan barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasarnya, menetapkan harga yang efektif, komunikasi dan distribusi untuk memberikan informasi, mempengaruhi dan melayani pasarnya tetapi lebih dari itu. b. Bauran Pemasaran Tugas pemasar adalah merencanakan aktivitas-aktivitas pemasaran dan membentuk program pemasaran yang terintegrasi penuh untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menghantarkan nilai kepada pelanggan. Menurut Kotler & Keller (2013:47–48) The Four PsComponents of the Marketing Mix (Komponen 4 P Bauran Pemasaran): a) Product Product variety, Quality, Design, Features, Brand name, Packaging, Sizes, Services, Warranties, and Returns. (Variasi produk, Kualitas, Desain, Fitur, Nama merek, Kemasan, Ukuran, Pelayanan, Jaminan, dan Pengembalian). b) Price List price, Discounts, Allowances, Payment period, and Credit terms. (Daftar harga, Diskon, Tunjangan, Periode pembayaran, dan Ketentuan kredit). 14 c) Place Channels, Coverage, Assortments, Locations, Inventory, and Transport. (Saluran distribusi, Sebaran pelanggan dalam suatu wilayah, Aneka pelanggan, Lokasi, Persediaan, dan Pengiriman). d) Promotion Sales promotion, Advertising, Sales force, Public relations, and Direct marketing. (Promosi penjualan, Periklanan, Tenaga penjual, Hubungan masyarakat, dan Pemasaran langsung). c. Konsep Pemasaran Kotler dan Keller (2013:19), konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan sebagai perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada sasaran pasar yang terpilih. Assauri (2007:18), Konsep pemasaran adalah suatu falsafah manajemen dalam bidang pemasaran yang berorientasi kepada kebutuhan dan keinginan konsumen dengan dukungan oleh kegiatan pemasaran terpadu yang diarahkan untuk memberikan kepuasan konsumen sebagai kunci keberhasilan organisasi dalam usahanya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Assauri (2007:77), Ada tiga landasan yang penting dari konsep pemasaran, yaitu: 1. Konsumen dapat dikelompokkan kedalam segment pasar yang berbeda tergantung dari kebutuhan dan keinginannya. 15 2. Konsumen dalam suatu segment pasar tertentu lebih menyenangi atau tertarik akan apa yang di tawarkan perusahaan atau organisasi yang dapat langsung memenuhi kepuasan dan keinginan tertentu dari mereka. 3. Tugas organisasi adalah untuk meneliti dan memilih pasar yang dituju (sasaran) dan berusaha mengembangkan usaha-usaha penawaran dan program-program pemasaran sebagai kunci untuk menarik dan mempertahankan atau membina langganan. 2. Persespsi Kualitas a. Pengertian Persepsi Kualitas Menurut Schiffman dan Kanuk (2010) persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu produk. Persepsi nilai akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk dimata pelanggan.persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari poduk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada minat beli atau minat beli ulang. Persepsi kualitas yang positif akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Karena persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika persepsi kualitas pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama dipasar. Persepsi kualitas ( perceived quality ) merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh 16 sebab itu persepsi kualitas didasarkan pada evaluasi subjektif konsumen(bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk ( Tjiptono,2008) Menurut Aaker (2006) persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Kunci dalam mendapatkan persespsi kualitas tinggi yaitu memberikan kualitas yang tinggi, memahami tanda-tanda kualitas bagi konsurnen, mengidentifikasi dimensi yang penting dari kualitas, Serta mengkomunikasikan pesan kualitas dengan cara menyakinkan. Tingkat kualitas produk sebuah perusahaan ditentukan oleh tingkat kepuasaan seorang konsumen setelah atau sedang mengkonsumsi sebuah produk dari suatu perusahaan. Menurut Cannon, Perreault, Mccarthy (2008) kualitas produk ialah kemampuanproduk untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan pelanggan. Dengan demikian tingkat kualitas produk berbanding lurus dengan tingkat kepuasan dan tingkat keputusan pembelian konsumennya. Salah satu faktor yang mempengaruhi minat beli ulang adalah persepsi kualitas. Persepsi terhadap kualitas suatu produk perlu dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda karena mengingat kepentingan dan keterlibatan konsumen berbeda beda. Persepsi terhadap kualitas mencerminkan perasaan konsumen yang secara menyeluruh mengenai suatu produk atau jasa. Dalam konsep prilaku konsumen persepsi terhadap 17 kualitas dari seorang konsumen adalah hal yang sangat penting sehingga produsen berlomba-lomba dengan berbagai cara untuk dapat menghasilkan suatu produk atau jasa yang bagus untuk konsumen. Konsumen cenderung menilai kualitas suatu produk berdasarkan faktor faktor yang mereka asosiasikan dengan produk tersebut dapat bersifat Intrinsik yaitu karakteristik fisik produk tersebut; seperti warna, ukuran rasa dan aroma. Dan faktor ekstrinsik seperti harga citra toko citra merek dan pesan promosi. Apabila atribut-atribut yang terdapat dalam suatu produk itu sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen maka ini akan menimbulkan minat beli ulang. b. Proses Pembentukan Persepsi Kualitas Dalam pemasaran, persepsi kualitas itu lebih penting dari pada realitas, karena persepsi kualitas itulah yang akan mempengaruhi perilaku aktual konsumen. Orang dapat memiliki persepsi kualitas yang berbeda atas objek yang sama karena tiga proses persepsi kualitas: perhatian selektif,distorsi dan ingatan selektif (Kotler dan Keller,2013:228) 1. Perhatian Selektif Orang mengalami banyak sekali rangsangan setiap hari karena setiap orang tidak mungkin menganggapi semua rangsangan itu, kebanyakan rangsangan akan disaring dan proses ini disebut perhatian selektif. Hal ini dimaksudkanpara pemasar harus bekerja keras dalam rangka menarik perhatian konsumen. Tantangan yang 18 seseungguhnya adalah menjelaskan rangsangan mana yang akan diperhatikan orang. 2. Disrorsi Selektif Rangsangan yang telah mendapatkan perhatian bahkan tidak selalu muncul dipikiran orang seperti yang di inginkan oleh pengirimnya. Distrosi selektif adalah kecendrungan menafsirkan informasi sehingga sesuai dengan pra konsepsi orang. Konsumen akan sering merubah informasi sehingga menjadi konsisten dengan keyakinan awal mereka atas atas merek dan produk. Ketika konsumen melaporkan opini yang berbeda antara versi bermerek dan tanpa merek dari produk yang identik yang menjadi persoalan adalah bahwa keyakinan adalah merek dan produk yang diciptakan oleh sarana apapun, agak merubah persepsi kualitas produk mereka. Distorsi selektif dapat berfungsi bagi keuntungan pemasaran dengan merek yang kuat ketika konsumen mengganggu informasi mereka yang netral atau ambigu(bermakna ganda) untuk membuatnya lebih positif. 3. Ingatan Selektif Orang akan melupakan banyak hal yang dipelajari, tapi cenderung mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan mereka. Adanya ingatan selektif, orang cenderung mengingat hal-hal yang baik yang disebutkan tentang produk yang disukai dan melupakan hal-hal yang baik yang disebutkan tentang produk 19 pesaing. Ingatan selektif menjelaskan mengapa para pemasar menggukana drama dan pengulangan dalam mengirimkan pesan ke pasar sasaran mereka untuk memastikan bahwa pesan mereka tidak diremehkan. c. Dimensi persepsi kualitas Menurut Kotler dan Keller (2013:9), terdapat 6 dimensi kualitas produk yang perlu diperhatikan: 1. Mutu Kinerja (performance), dimensi yang paling basic dan berhubungan dengan fungsi utama dari suatu produk. 2. Keandalan (reliability), adalah ukuran kemungkinan suatu produk tidak akan rusak atau gagal dalam suatu periode tertentu. 3. Keistimewaan (feature), sebagian besar produk dapat ditawarkan dengan berbagai keistimewaan, yakni karakteristik yang melengkapi fungsi dasar produk. 4. Daya tahan (durability), daya tahan atau keawetan menunjukkan suatu pengukuran terhadap siklus produk, yaitu ukuran usia yang diharapkan terhadap siklus produk, yaitu ukuran usia yang diharapkan atas beroperasinya produk dalam kondisi normal dan/ atau berat baik secara teknis maupun waktu. 5. Mutu kesesuaian (conformance quality), dimensi ini menunjukkan seberapa jauh suatu produk dapat menyamai standar atau spesifikasi tertentu. 20 6. Gaya (style), dimensi ini banyak menawarkan aspek emosional dalam mempnegaruhi kepuasan pelanggan. 3. Persepsi Nilai a. Pengertian Persepsi Nilai Menurut Kotler dan Armstrong (2012:37), Perceived Value adalah evaluasi pelanggan mengenai perbedaan antara seluruh keuntungan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan relatif berdasarkan tawaran-tawaran yang bersaing. Menurut Kotler dan Keller (2013:173) Perceived Value adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat ekonomis, fungsional dan psikologis yang diharapkan oleh pelanggan atas tawaran pasar tertentu. Menurut Kotler Perceived Value adalah selisih antara total customer cost jumlah nilai bagi pelanggan dan total customer cost (biaya total bagi pelanggan). Total customer value (jumlah nilai bagi pelanggan) adalah kumpulan manfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu.Total customer cost (biaya total bagi pelanggan) adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelangganakan terjadi mengevaluasi, memperoleh dan menggunakan produk atau jasa tersebut. Menurut Zeithami, et al (2013:237) perceived value is the customers overall assessment of the utility of a .service based on perception of what is received and what is given artinya nilai pelanggan sebagai penilaian keseluruhan pelanggan terhadap utilitas sebuah produk berdasarkan persepsinya terhadap apa yang diberikan Berdasarkan dari berbagai 21 definisi diatas maka Perceived Value adalah penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan pada apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan. Perceived Value merupakan dasar fundamental bagi seluruh aktivitas pemasaran, dan nilai yang tinggi adalah salah satu motivasi utama pembelian oleh konsumen. Menurut Lai (2004) perceived Value adalah penelitian konsumen secara keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan pada apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan Konsumen dapat merasakan bahwa nilai yang ditawarkanbeda berdasarkan pada nilai personal, kebutuhan, preferensi dan sumber daya keuangan. Disamping itu, persepsi terhadap nilai juga dapat berbeda sesuai dengan situasi penggunaanya (pura,2005) Pengertian dari peceived valuea dalah evaluasi menyeluruh dari kegunaan suatu produk yang didasari oleh persepsi konsumen terhadap sejumlah manfaat yang akan diterima dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan atau secara umum dipikirkan konsumen. Value dikenal dengan istilah “value for money”, “best value”, dan “you get what you pay for”. Valuedari harga merupakan suatu persepsi yang didapat dari hasil evaluasi keseluruhan tentang manfaat yang dirasakan dibandingkan dengan manfaat yang seharusnya diterima. Konsumen dalam menerima suatu valueatau nilai suatu harga sangat dipengaruhi konteks, ketersediaan informasi, dan asosias. Morris dan Morris dalam Semuel (2009:25) 22 Pola respon dari kajian penelitian yang dilakukan oleh Zeithalm dalam Tung Lai Lai (2004) menetapkan empat definisi konsumen terhadap value: 1. Nilai ialah harga yang rendah 2. Nilai ialah apapun yang aku inginkan dalam suatu produk, 3. Nilai ialah kualitas yang aku dapatkan dari harga yang aku bayarkan, dan 4. Nilai ialah apapun yang aku dapatkan dari apa yang telah aku berikan Perceived value pelanggan adalah keseluruhan penilaian pelanggan terhadap kegunaan suatu produk atas apa yang diterima dan yang diberikan oleh produk itu. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perceived value pelanggan merupakan penilaian pelanggan yang dilakukan dengan cara membandingkan antara manfaat yang akan diterima dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh sebuah produk/jasa. Namun demikian perceived value pelanggan dapat juga berarti usaha pelanggan membandingkan produk/jasa dari perusahaan tertentu dengan perusahaan pesaing ditinjau dari manfaat, kualitas, harga. Pelanggan dapat merasakan bahwa nilai yang ditawarkan berbeda berdasarkan pada nilai personal, kebutuhan, preferensi dan sumber daya keuangannya.Di samping itu, persepsi terhadap nilai juga dapat berbeda sesuai dengan situasi penggunaannya. 23 b. Dimensi Persepsi Nilai Menurut Sweeney dan Soutar (2010:8) dimensi nilai terdiri dari empat aspek utama : 1. Emotional value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif atau emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk. 2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk meningkatkan konsep diri-sosial pelanggan. 3. Quality/Performance Value, yaitu yakni utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kualitas dan kinerja yang diharapkan pada produk. 4. Price/ Value of Money, yaitu utilitas yang didapatkan dari produk dikarenakan reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Dari beberapa definisi tentang Perceived Valuedi atas yang telah dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa Percieved Value (persepsi nilai) merupakan suatu perbandingan nilai antara pengorbanan yang sudah dilakukan Pelanggan/konsumen dalam hal ini adalah mengeluarkan biaya berupa harga dengan manfaat atau utilitas sesuai dengan ekspektasi dari pelanggan sendiri. 4. Presepsi Risiko a. Konsep Dasar Risiko Secara sederhana risiko didefinisikan sebagai hal yang berhubungan dengan ketidakpastian. Rosa (2003) mendefinisikan risiko sebagai sebuah situasi atau kondisi dimana sesuatu yang bernilai dipertaruhkan dengan hasil yang tidak pasti.Dalam banyak 24 teori perilaku dan psikologi, ketidakpastian dinilai sebagai mediator penting dari respon manusia ketika berada pada situasi dengan hasil yang tidak diketahui Rundmo, yang 2004).Ketidakpastian hanya ada dalam (Sjöberg, Elin Moen merupakan konstruk pikiran. Jika & psikologis seseorang memiliki pengetahuan yang lengkap maka orang tersebut tidak perlu merasakan ketidakpastian(Windschitl and Wells, 1996). Dalam Hillson & Murray-Webster (2005) risiko memiliki dua sisi yaitu ketidakpastian yang dapat diwujudkan sebagai probabilitasatau kemungkinan, dan seberapa pentingnya yang diekspresikan sebagai dampakatau konsekuensi. Kedua dimensi tersebut harus dipahami agar dapat membuat keputusan yang tepat.Dimana pengambilan keputusan setiap Individu dan grup yangberbeda akan mempersepsikan kemungkinan dan konsekuensi b. Pengertian Persepsi Risiko Menurut Julianto (2012) menyatakan persepsi risiko dapat didefinisikan sebagai risiko yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap suatu produk yang berkaitan dengan segala ketidakpastian dan segala konsekuensinya terhadap konsumen. Semakin mampu konsumen mengantisipasi ketidakpastian dan konsekuensi produk tersebut maka akan semakin rendah persepsi risiko produk tersebut di mata konsumen.Sebaliknya, jika konsumen tidak dapat mengantisipasi ketidakpastian dan konsekuensi 25 produk maka akan semakin tinggi persepsi risikoproduk tersebut di mata konsumen. Sedangkan Raymond A. Bauer (Maciejewski, 2011) Menjelaskan bahwa setiap tindakan konsumen akan menghasilkan konsekuensikonsekuensi yang tidak dapat diantisipasi dengan apapun yang dapat diperkirakan kepastiannya dan beberapa konsekuensi-konsekeunsi diantaranya mungkin akan mengecewakan. Risiko didefinisikan terdiri dari dua dimesi, yaitu ketidakpastian dan konsekuensi (cunningham et al., 2004, Naiyi, 2004). Risiko adalah potensional untuk menerima kenyataan yang diinginkan, yaitu konsekuensi-konsekuensi negatif dari peristiwa. Sulit bagi konsumen mempertimbangkan lebih banyak lagi kemungkinan konsekuensi- konsekuensi tindakanya, dan jarang dapat mempertimbangkan beberapa konsekuensi ini dengan tingkat kepastian yang tinggi Risiko yang dipikirkan oleh konsumen karena mengkonsumsi suatu produk atau jasa akan mewarnai perilaku membeli mereka. Dengan kata lain, risiko menjadi salah satu faktor yang mempertimbangkan oleh konsumen dalam membuat suatu keputusan dalam pembelian suatu produk. Konsumen akan memikirkan keterlibatan semakin besar dalam proses keputusan pembelian ketika produk yang akan dibelinya adalah produk yang berisiko. (Catur Nugroho, 2012) Ha,(2002)Konsumen tidak bisa selalu pasti bahwa seluruh tujuan pembeliannya tercapai. Risiko dipersepsikan sebagai faktor yang paling 26 sering dalam setiap keputusan pembelian. Risiko muncul dari berbagai faktor berikut ini: 1. Ketidak pastian untuk mencapai tujuan 2. Kemungkinan ketidakpastian beberapa pembelian (produk, brand, model,dan lain-lain ) 3. Kemungkinan konsekuensi yang berbeda jika pembelian dilakukan atau tidak dilakukan Perceived risk bukan tinggkat risiko nyata dalam suatu transaksi. Konsep perceived risk sering digunakan oleh penelitian konsumen dengan definisi persepsi konsumen atas ketidakpastian dan konsekuensi yang mengecewakan ketika membeli produk atau jasa ( Pe rez-Cabaero,2007) Suresh dan Shashikala (2011) mendefinisikan risiko sebagai sebuah ketidakpastian yang dihadapi konsumen ketika mereka tidak dapat meramalkan konsekuensi di masa yang akan datang atas keputusan pembelian yang mereka lakukan. Jogiyanto (2012) mendefinisikan risiko sebagai suatu persepsi-persepsi pelanggan tentang ketidakpastian dan konsekuensi-konsekuensi tidak diinginkan dalam melakukan suatu kegiatan. Berdasarkan beberapa definisi risiko di atas dapat disimpulkan bahwa risiko adalah penilaian subjektif oleh seseorang terhadap kemungkinan dari sebuah kejadian kecelakaan dan seberapa khawatir individu dengan konsekuensi atau dampak yang ditimbulkan kejadian tersebut. 27 Peter dan Olson (2010:73-74) mendefinisikan Persepsi risiko (perceived risk) merupakan konsekuensi negatif yang konsumen ingin hindari ketika membeli atau menggunakan produk. Sementara itu, Schiffman dan Kanuk (2010.201-202) mendefinisikan persepsi risiko merupakan ketidakpastian yang dihadapi konsumen ketika mereka tidak dapat meramalkan konsekuensi dari keputusan pembelian mereka. c. Dampak dari persepsi risiko Brown et al (2009) word of mouth merupakan informasi tentang suatu target obyek yang dipindahkan dari satu individu ke individu lain yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui media komunikasi. Sedangkan Harsasi (2006) word of mouth sendiri terbagi menjadi negative wom, dimana konsumen yang tidak puas akan menyebarkan ketidakpuasannya tersebut kepada orang lain dan positive wom yang merupakan kebalikan dari negative wom. d. Dimensi Persepsi Risiko Schiffman dan Kanuk (2010) menjelaskan untuk mengoperasionalisasikan konstruk. 1. Risiko psikologi (psychological risk) Yaitu perasaan yang dirasakan, emosi, atau ego yang akan dirasakan oleh konsumen karena mengkonsumsi, membeli atau menggunakan suatu produk. 28 2. Risiko keuangan (financial risk) Yaitu kesulitan keuangan yang dihadapi konsumen setelah dia membeli suatu produk atau jasa 3. Risiko kinerja (functional risk) Risiko karena produk tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan oleh konsumen. 4. Risiko fisik (physical risk) Yaitu dampak negatif yang dirasakan konsumen karena menggunakan suatu produk atau jasa. 5. Risiko sosial (social risk) Adalah persepsi konsumen mengenai pendapat terhadap dirinya dari orang-orang sekelilingnya. Meskipun berbagai definisi telah muncul, perceived risk didefinisikan sebagai keyakinan subyektif individu bahwa ada beberapa probabilitas suatu hasil yang tidak diinginkan akan diterima dari suatu pilihan tertentu. Ini berarti ada beberapa kesempatan bahwa setiap pilihan tertentu akan menyebabkan hasil yang dikehendaki. 5. Minat Beli Ulang a. Pengertian Minat Beli Ulang Minat digambarkan sebagai suatu situasi seseorang sebelum melakukan tindakan, yang dapat dijadikan dasar untuk memprediksi perilaku atau tindakan tersebut. Minat beli ulang yang tinggi mencerminkan tingkat kepuasan yang tinggi dari konsumen ketika memutuskan untuk 29 mengkonsumsi suatu produk. Minat beli ulang ini timbul setelah konsumen mendapatkan kepuasan trhadap suatu produk atau jasa tertentu, sehingga konsumen mendapatkan kepuasan terhadap suatu produk atau jasa tertentu, sehingga konsumen memiliki keinginan kembali, dengan adanya minat beli ulang yang terus menerus maka dapat diartikan bahwa konsumen tersebut telah menjadi seorang pelanggan yang loyal terhadap produk atau jasa tertentu. Minat beli ulang merupakan perilaku yang muncul sebagai repson terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Beberapa pengertian dari minat (Setyawan, dan Ihwan; 2015) adalah sebagai berikut: 1) Minat dianggap perangkap atau perantara antara faktor – faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. 2) Minat juga mengindikasikan seberapa jauh seseorang mempunyai kemauan untuk mencoba. 3) Minat menunjukkan pengukuran kehendak seseorang. 4) Minat berhubungan dengan perilaku yang terus menerus. Minat beli ulang konsumen akan terjadi berdasarkan keputusan pembelian yang pernah dilakukan sebelumnya.saat konsumen merasakan puas maka akan timbul minat pembelian ulang. Minat pembelian ulang ulang adalah suatu proses dimana konsumen mulai melakukan pembelian ulang sesudah melakukan pembelian dari suatu produk yang telah 30 ditawarkan atau dibutuhkan oleh konsumen tersebut ( Anoraga dalam Ardhanari, 2008) Sutisna (2008; 32) berpendapat bahwa ketika seorang konsumen memperoleh respon positif atas tindakan masa lalu, dari situ akan terjadi penguatan, dengan dimilikinya pemikiran positif atas apa yang diterimanya memungkinkan individu untuk melakukan pembelian secara berulang. Menurut Peter dan Olson (2010; 110) konsumen melakukan pembelian ulang karena adanya suatu dorongan dan perilaku membeli secara berulang yang dapat menumbuhkan suatu loyalitas terhadap apa yang dirasakan sesuai untuk dirinya. Jadi, minat beli ulang dapat disimpulkan sebagai suatu kecenderungan untuk melakukan pembelian ulang, serta memperoleh respon positif atas tindakan masa lalu. Menurut Hellier et al, (2003) menyatakan bahwa Repurchase Intention adalah keputusan terencana seseorang untuk melakukan pembelian atas produk dan jasa tertentu, dengan mempertimbangkan situasi/ pengalaman yang terjadi setelah berbelanja. Menurut Nurhayati (2012), Minat pembelian ulang adalah keinginan dan tindakan konsumen untuk membeli suatu produk, karena adanya kepuasan yang diterima sesuai yang diinginkan dari suatu produk. Menurut Woodside dalam Puspita (2010) minat pembelian ulang merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap obyek. 31 Minat pembelian ulang yang menunujukkan keinginan konsumen atau pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Niat beli ulang (repurchase intention) adalah keputusan konsumen untuk terlibat dalam aktivitas di masa depan dengan seorang penyedia produk atau jasa dan bentuk aktivitas tersebut di masa depan. Niat beli ulang juga dapat didefinisikan sebagai hasil dari sikap (attitude) konsumen terhadap performa produk atau jasa yang dikonsumsinya (Hume,et al.,2006). Dari uraian diatas mengenai minat beli ulang diatas maka dapat disimpulkan bahwa minat beli ulang adalah tahap kecendrungan perilaku membeli dari konsumen pada produk suatu barang maupun jasa yang dilakukan secara berulang pada jangka waktu tertentu dan secara aktif menyukai dan mempunyai sikap positif terhadap suatu produk barang atau jasa, didasarkan pada pengalaman yang telah dilakukan dimasa lampau. Minat beli merupakan kegiatan pembelian yang dilakukan konsumen setelah mereka melakukan pembelian yang pertama kali. b. Faktor yang mempengaruhi Minat Beli Ulang Minat beli ulang pada dasarnya merupakan suatu pembelian secara subjektif dalam diri setiap individu terhadap hal – hal yang dialami yang berhubungan secara langsung dengan transaksi ekonomi. Menurut Kotler (2010; 145), ada beberapa faktor utama yang mempengarui minat seseorang untuk melakukan pembelian ulang, yaitu: 1) Faktor Psikologis 32 Meliputi pengalaman belajar individu tentang kejadian di masa lalu, serta pengaruh sikap dan keyakinan individu. Pengalaman belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku akibat pengalaman sebelumnya. Timbulnya minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar individu dan pengalaman belajar konsumen yang akan menentukan tindakan dan pengambilan keputusan membeli. Hal ini dapat dipelajari dari beberapa teori berikut ini : a. Teori stimulus respon Berdasarkan teori stimulus respon dari Skinner , dapat disimpulkan bahwa konsumen akan merasa puas jika mendapatkan produk, merek, pelayanan yang menyenangkan. Dan sebaliknya jika produk, merek dan layanan yang diperoleh konsumen dengan tidak menyenangkan, akan menjadikan konsumen merasa tidak puas. b. Teori Kognitif Berdasarkan teori kognitif dari Heider & Festinger, perilaku kebiasaan merupakan akibat dari peroses berfikir dan orientasi dalam mencapai suatu keputusan konsumen sangat dipengaruhi oleh memorinya terhadap sesuatu yang terjadi pada masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. 33 c. Teori Gestalt dan Teori Lapangan Berdasarkan teori Gestalt dan teori lapangan, dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang sangan berpengaruh pada minat konsumen untuk mengadakan suatu pembelian. 2) Faktor Pribadi Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan dalam membeli. Oleh karena itu, peranan pramuniaga toko, penting dalam memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen. Faktor pribadi ini termasuk di dalamnya konsep diri. Konsep diri dapat didefinisikan sebagai cara kita melihat diri sendiri dan dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang upah yang kita pikirkan. Dalam hubungan dengan minta beli ulang, produsen peru menciptakan situasi yang diharapkan konsumen. Begitu pula menyediakan dan melayani konsumen dengan produk dan merek yang sesuai dengan harapan konsumen. 3) Faktor Sosial Mencakup faktor kelompok anutan (small reference group). Kelomok anutan didefinisikan sebagai suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku konsumen. Kelompok anutan ini merupakan kumpulan keluarga, kelompok atau orang tertentu. Dalam menganalisis minat beli ulang, faktor keluarga berperan sebagai pengambil keputusan, pengambil inisiatif, pemberi 34 pengaruh dalam keputusan pembelian, penentu apa yang dibeli, siapa yang melakukan pembelian dan siapa yang menjadi pengguna. Menurut Kotler (2010: 158) mengatakan anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Pengaruh kelompok acuan terhadap minat beli ulang antara lain dalam menentukan produk dan merek yang mereka gunakan sesuai dengan aspirasi kelompoknya. Keefektifan pengaruh minat beli ulang dari kelompok anutan sangat tergantung pada kualitas produksi dan informasi yang tersedia pada konsumen. c. Dimensi Minat Beli Ulang Dimensionalisasi vairabel minat beli ulang dalam penelitian ini mengacu pada penelitian dari Grewal, dkk. (2008).dimensi yang digunakan untuk mengukur minat beli ulang, yaitu; 1. Desire, merupakan suatu keinginan konsumen untuk menggunakan produk. Dalam tahap ini ditandai dengan hasrat yang kuat dari pelanggan untuk membeli produk secara berulang. 2. Future Plan, merupakan suatu rencana untuk menggunakan produk di masa yang akan datang. 3. Necessity, merupakan menggunakan produk. suatu kebutuhan konsumen untuk 35 B. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Judul Penelitian Peneliti Hasil 1. Persepsi Konsumen, Sikap, dan Minat Beli Ulang Terhadap Produk Staple Goods Private di Indonesia dengan Model Analisa Struktural (SEM) Hilman Wijaya (2014) Persespi Kualitas berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli Ulang. 2. Persepsi Harga, Persepsi Merek, Persepsi Nilai, dan Keinginan Pembelian Ulang Jasa Clinic Kesehatan (Studi Kasus Erha Clinic Surabaya) Role of Perceived value in explaining trust and repurchase intention in eshoping. Ike Kusdiyah (2012) Persepsi Nilai berpengaruh positif terhadap Keinginan Pembelian Ulang. Seyed Alireza Mosavi and Mahnoosh Ghaedi (2012) Persepsi Nilai berpengaruh terhadap Minat Pembelian Ulang. 4. Understanding Repurchase Intention of Airbnb Consumers: Perceived Authenticity, EWoM and Price Sensitivity Lena Jingen Liang (2015) Persepsi Nilai dan Persepsi Risiko berpegnaruh terhadap Minat Beli Ulang 5. The Study of the Impact of Perceived Quality and Value of Social Enterprises on Customer Satisfaction and Re-Purchase Intention Eun Jung Choi and Soo Hyun Kim (2013) Persepsi Kualitas dan Persepsi Nilai berpengaruh terhadap Minat Beli Ulang. 6. Pengaruh Preferensi Merek, Persepsi Reri Rahmi Kualitas, Persepsi Harga dan Kepuasan Oktasari Putri Pelanggan Terhadap Minat Beli Ulang (2014) Shampo Pantene (Studi Kasus pada Mahasiswi Konsumen Shampo Pantene di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang) Persepsi Kualitas berpngaruh terhadap Minat Beli Ulang konsumen. 7. Pengaruh Persepsi Nilai, Kualitas Pelayanan, dan Kepuasan Pelanggan terhadap Minat Beli Ulang Jasa Ekspedisi Persepsi Nilai berpengaruh positif terhadap Minat Beli Ulang. 3. Melun Rumiten (2014) 36 8. An Empirical Study of Perceived Factors Affecting Customer Satisfaction to Re-Purchase Intention in Online Stores in China Shahzad Ahmad Khan et al (2015) Persepsi Risiko berpengaruh terhadap Minat Beli Ulang. 9. Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan Terhadap Niat Pembelian Ulang Pada Toko Buku Gramedia Yogyakarta Sarwo Eddy Wibowo et al (2013) Persepsi Kualitas Layanan berpengaruh terhadap Minat Pembelian Ulang. C. Hubungan antar Variabel 1. Hubungan Persepsi Kualitas (X1) terhadap Minat Beli Ulang (Y) Penelitian yang dilakukan oleh Sarwo Hilman Wijaya (2014) dengan judul penelitian “Persepsi Konsumen, SIkap, dan Minat Beli Ulang Terhadap Produk Stapls Goods Private di Indonesia dengan Model Analisa Struktural (SEM)” menunjukkan hasil bahwa Persepsi Kualitas berpengaruh terhadap Minat Beli Ulang. Sikap konsumen yang positif terhadap produk private label Giant memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan tingkat minat beli ulang konsumen kepada produk private label Giant ini, baik dari segi persepsi konsumen terhadap kualitas maupun harga produk private label Giant. 2. Hubungan Persepsi Nilai (X2) terhadap Minat Beli Ulang (Y) Penelitian yang dilakukan oleh Ike Kusdyah (2012) dengan judul “Persepsi Harga, Persepsi Merek, Persepsi Nilai, dan Keinginan Pembelian Ulang Jasa Clinic Kesehatan (Studi Kasus Erha Clinic 37 Surabaya)” menunjukkan hasil Persepsi Nilai berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli Ulang. Persepsi nilai merupakan suatu hal yang penting untuk memahami perilaku pembelian konsumen. Konsumen merasakan suatu nilai yang berarti sehingga mempengaruhi para konsumen untuk melakukan pembelian ulang. Dengan kata lain semakin tinggi nilai yang dirasakan oleh konsumen Erha Clinic akan layanan/produk maka minat pembelian ulang akan semakin besar. 3. Hubungan Persepsi Risiko (X3) terhadap Minat Beli Ulang (Y1) Penelitian yang dilakukan oleh Lena Jingen Liang (2015) dengan judul penelitian “Understanding Repurchase Intention of Airbnb Consumer: Perceived Authencity; EWoM and Price Sensitivity” menunjukkan hasil bahwa Persepsi Risiko berpengaruh terhadap Minat Beli Ulang. Para turis cenderung untuk mencari pengalamam akomodasi yang murni dan keinginan untuk berhubungan dengan orang – orang lokal dengan menggunakan properti Airbnb. Hal ini merupakan suatu hal yang penting bagi para manajer hotel untuk menunjukkan para turis pengalaman berhubuhgan dengan komunitas lokal, yang tentunya juga secara signifikan mempengaruhi persepsi risiko para turis untuk melakukan minat beli ulang. 38 D. Rerangka Konseptual Berdasarkan tujuan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat disusun sebuah kerangkan pemikiran teoritis seperti yang tersaji dalam gambar berikut : Gambar 2.1 Rerangka Konseptual Persepsi Kualitas (X1) H1 Persepsi Nilai (X2) H2 Minat Beli Ulang (Y1) H3 Persepsi Risiko (X3) E. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya di susun dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hepotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis 39 terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (sugiyono, 2014). Pada peneletian ini digunakan penelitian kausal yakni pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya. Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah: H₁ : diduga Persepsi Kualitas berpengaruh Positif terhadap Minat Beli Ulang Produk Minuman Coca-Cola. H₂ : diduga Persepsi Nilai berpengaruh Positif terhadap Minat Beli Ulang Produk Minuman Coca-Cola. H₃ : diduga Persepsi Risiko berpengaruh Positif terhadap Minat Beli Ulang Produk Minuman Coca-Cola.