TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Distribusi Musang Menurut Schreiber et al. (1989), terdapat empat spesies musang dari genus Paradoxurus, yaitu: 1. Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka. 2. Paradoxurus jerdoni, menyebar terbatas di negara bagian Kerala, India Selatan. 3. Paradoxurus lignicolor, menyebar terbatas di Kepulauan Mentawai. 4. Paradoxurus hermaphroditus (musang luak), menyebar luas di kawasan Asia. Sebagian besar musang luak terdistribusi alami di Asia Tenggara dan Asia Selatan meliputi India, Nepal, Bangladesh, Bhutan, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, Singapura, Semenanjung Malaysia, Sabah, Sarawak, Brunei Darussalam, Laos, Kamboja, Vietnam, Filipina, Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan), dan Cina Selatan. Wilayah yang telah diintroduksi musang luak di Indonesia meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku. Keberadaan spesies ini di Papua Nugini belum dapat dipastikan (Duckworth et al. 2008). distribusi musang luak di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Peta distribusi musang luak di Indonesia = alami = Introduksi (Modifikasi dari IUCN 2011). Peta 5 Taksonomi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) menurut IUCN (2011) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Carnivora Famili : Viverridae Subfamili : Paradoxurinae Genus : Paradoxurus Spesies : Paradoxurus hermaphroditus Nama Umum : Musang luak (Asian palm civet) Anatomi Tubuh Musang luak bertubuh sedang berukuran sekitar 54 cm (Jackson 2004) dengan panjang ekor mencapai 48 cm dan berat badan rata-rata 3,5 kg (Baker dan Kelvin 2008). Tubuh musang luak ditutupi rambut berwarna abu-abu sampai cokelat dengan garis berwarna gelap pada punggungnya dan bintik-bintik pada sisinya. Musang luak memiliki tanda khusus yaitu adanya warna putih di daerah wajah yang menyerupai topeng. Tanda ini dapat digunakan untuk membedakan musang luak dengan musang spesies lain. Musang ini memiliki moncong tajam dan gigi yang runcing (Baker dan Kelvin 2008). Musang luak memiliki kelenjar anal yang terletak di bawah ekornya yang menyerupai testis. Pada spesies lain kelenjar ini hanya berkembang pada musang jantan atau betina saja, sedangkan pada musang luak kelenjar ini berkembang pada jantan dan betina. Oleh sebab itu, nama spesies musang luak adalah hermaphroditus (Baker dan Kelvin 2008). Musang luak memiliki perilaku menandai daerahnya menggunakan kelenjar anal, urin, dan feses. Perilaku menandai paling umum adalah meninggalkan bau yang berasal dari sekresi kelenjar anal dengan cara menggosokkan kelenjar ini pada suatu permukaan (Rozhnov dan Rozhnov 2003). 6 Gambar 2 Morfologi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dengan ciri khas adanya warna putih di wajah yang menyerupai topeng. Perilaku hidup Musang luak merupakan hewan arboreal yang sebagian besar hidupnya berada di atas pepohonan (Vaughan et al. 2000). Hewan ini memilih pohon tertinggi dan terbesar (>10 m) untuk aktivitasnya seperti beristirahat dan makan (Su Su dan Sale 2007). Musang luak merupakan hewan nokturnal (aktif di malam hari) untuk mencari makan dan beristirahat di siang hari (Joshi et al. 1995; Su Su dan Sale 2007). Habitat musang ini banyak dijumpai mulai dari hutan primer di ketinggian 2.000 meter dpl hingga hutan sekunder, sekitar perkebunan, dan lingkungan pemukiman yang masih terdapat banyak pepohonan (Vaughan et al. 2000). Hewan ini menurut taksonomi diklasifikasikan ke dalam hewan pemakan daging (karnivora), namun hewan ini juga menyukai buah-buahan sehingga dikelompokkan pula sebagai hewan pemakan segala (omnivora). Musang luak menyukai buah-buahan yang manis seperti buah kelapa, pepaya, pisang, dan sawo serta buah-buahan yang berbiji keras seperti buah kopi. Musang luak hanya memakan buah kopi yang sudah matang. Biji buah kopi yang dimakan tersebut tidak dapat dicerna, sehingga keluar kembali dari pencernaan bersama feses. Biji kopi ini yang kemudian dimanfaatkan oleh petani untuk dibuat menjadi kopi (Mudappa et al. 2010; Panggabean 2011). Selain itu musang juga memakan katak, tikus, reptil, telur, dan serangga (Joshi et al. 1995). 7 Masa dewasa kelamin musang luak adalah sekitar umur 11-12 bulan. Musang ini dapat hidup hingga 22 tahun dan biasanya melahirkan 2-5 anak per siklus masa kebuntingan (Weigl 2005). Musang dapat beranak sepanjang tahun, walaupun terdapat catatan bahwa anak musang lebih sering ditemukan antara bulan Oktober hingga Desember. Biasanya anak-anak musang diletakkan di dalam lubang pohon (Grassman 1998). Tabel 1. Data biologis dan reproduksi Paradoxurus hermaphroditus (Weigl 2005) Nama Latin Status Konservasi Lokasi Warna Panjang Badan Panjang Ekor Bobot Badan Lama Hidup Masa Kebuntingan Suhu Tubuh Paradoxurus hermaphroditus Least concern Asia Abu-abu 48 - 59 cm (19-23 inchi) 44 – 53,5 cm (17 – 21 inchi) 2,4 – 4 kg + 22 tahun + 60 hari + 36,85 0C Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Esofagus dan Lambung A. Esofagus Esofagus merupakan saluran muskular yang membawa makanan baik dalam bentuk padat maupun cairan yang telah dimastikasi dalam rongga mulut dari laryngopharynx hingga menuju lambung (Samuelson 2007). Di daerah leher esofagus berjalan di dorsal trakea dan umumnya miring ke arah kiri, kemudian masuk ke rongga thoraks dan berlanjut dalam mediastinum, dorsal basis jantung dan diantara paru-paru. Esofagus memasuki rongga abdominal melalui hiatus esophagus dari diafragma yang merupakan pemisah antara rongga thoraks dan abdominal (Aspinall dan O’Reilly 2004). Esofagus bergabung dengan lambung di dalam rongga abdominal pada daerah kardia (Frandson 1992). Menurut Stevens dan Hume (1995), fungsi utama esofagus pada vertebrata adalah menyalurkan makanan dari mulut ke lambung atau langsung ke usus pada hewan yang tidak memiliki lambung. Pada ikan, reptil, dan beberapa burung esofagus memiliki fungsi lain yaitu sebagai tempat penyimpanan makanan sementara sebelum dicerna di lambung. 8 Gambar 3 Skema gambaran gerakan peristaltik, akibat kontraksi dan relaksasi otot sirkuler dan longitudinal pada dinding esofagus (sumber: Aspinall dan O’Reilly 2004). Dinding esofagus memiliki empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika adventisia. Secara umum lapisan mukosa esofagus tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan epitel permukaan, lamina propria, dan muskularis mukosa (Telford dan Bridgman 1995; Eurell et al. 2006). Mukosa esofagus dilapisi oleh sel epitel pipih banyak lapis yang pada beberapa hewan mengalami keratinisasi. Epitel ini berfungsi untuk melindungi esofagus dari kerusakan akibat abrasi oleh makanan dan melebarkan lumen untuk meneruskan bolus makanan ke belakang (Aspinall dan O’Reilly 2004). Pada hewan karnivora misalnya anjing dan kucing, lapisan mukosa tidak mengalami keratinisasi. Namun pada hewan ruminansia, babi, dan kuda, umumnya mengalami keratinisasi (Eurell et al. 2006; Samuelson 2007). Epitel esofagus pada beberapa jenis ikan, amphibi dewasa, dan reptil mengandung sel-sel bersilia (Stevens dan Hume 1995). Jaringan ikat yang terletak di bawah lapisan epitel disebut lamina propria yang terdiri atas jaringan ikat kolagen dan jaringan ikat elastis. Jaringan ikat pada lamina propia lebih padat dibandingkan dengan jaringan ikat pada submukosa. Muskularis mukosa hanya terdiri atas lapisan otot polos longitudinal yang tipis. Komponen muskularis mukosa ini tidak ditemukan pada bagian kranial esofagus anjing dan babi. Pada kucing, kuda, dan ruminansia terdapat muskularis mukosa di sepanjang esofagus yang jumlahnya semakin berkurang di kaudal esofagus. Pembuluh darah (arteri, vena) dan pembuluh limfe serta saraf terdapat pada lapisan submukosa (Eurell et al. 2006). Di dalam esofagus terdapat kelenjar mukus yang berfungsi untuk memudahkan proses 9 transportasi makanan menuju lambung. Kelenjar esofagus dapat ditemukan terbatas di pharyngoesophageal junction seperti pada kucing, kuda, dan ruminansia (Colville dan Bassert 2002) atau di daerah kranial seperti pada babi, sedangkan kelenjar ini pada anjing terletak di sepanjang esofagus (Samuelson 2007). Tunika muskularis terdiri atas dua lapisan yaitu otot sirkuler di bagian dalam dan otot longitudinal di bagian luar. Secara umum kedua lapisan ini pada esofagus bagian kranial tersusun atas otot skelet dan di bagian kaudal tersusun atas otot polos. Transisi area pada kuda dan kucing dapat ditemukan menjelang akhir dari esofagus. Tunika muskularis pada anjing dan ruminansia tersusun oleh otot skelet yang tidak digantikan oleh otot polos. Di bagian otot polos tunika muskularis terdapat pleksus saraf enterikus dan sel ganglion parasimpatis (pleksus Auerbach) yang terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal (Samuelson 2007). Lapisan terluar yang melapisi dinding esofagus adalah tunika adventisia atau serosa. Tunika adventisia melapisi tunika muskularis pada bagian cervical esofagus. Tunika adventisia merupakan jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Tunika serosa dapat ditemukan pada rongga thoraks (mediastinal pleura) atau di dekat lambung (visceral peritoneum) (Eurell et al. 2006; Samuelson 2007). B. Lambung Lambung mamalia memiliki struktur seperti huruf ‘C’ terbalik dan terletak di sebelah kiri dari kranial abdomen (Aspinall dan O’Reilly 2004). Lambung merupakan pembesaran dari saluran pencernaan yang dapat berdilatasi, mempunyai struktur seperti kantung, dan berfungsi dalam proses pencernaan secara mekanik oleh gerakan peristaltik serta secara kimiawi melalui proses enzimatik dan hidrolisis menjadi komponen yang dapat dicerna (Telford dan Bridgman 1995; Eurell et al. 2006). Bolus makanan dipecah menjadi komponen yang dapat dicerna oleh gastric juice dan bantuan peristaltik untuk proses pencernaan selanjutnya di dalam usus. Gastric juice merupakan cairan yang disekresikan oleh lambung yang mengandung enzim dan HCl (Samuelson 2007). 10 Lambung unggas terbagi atas proventrikulus dan ventrikulus. Proventrikulus mensekresikan HCl dan enzim pencernaan untuk proses kimiawi, serta mukus sebagai pelicin agar makanan mudah dihancurkan dan dilewatkan ke organ berikutnya. Sedangkan ventrikulus berfungsi secara mekanik menggantikan fungsi gigi. Lambung pada ikan, amphibi, dan reptil memiliki bentuk yang sederhana, memanjang, dan asimetri. Fungsi lambung pada hewan tersebut adalah menyimpan, maserasi, dan menghancurkan makanan (Stevens dan Hume 1995). Dinding lambung memiliki empat lapisan seperti umumnya saluran pencernaan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan serosa. Mukosa terbagi atas tiga lapis, yaitu: epitel permukaan, lamina propria, dan muskularis mukosa (Frappier 1998; Eurell et al. 2006). Epitel permukaan tersusun oleh sel epitel silindris sebaris dengan inti berbentuk oval terletak di daerah basal (Trautmann dan Fiebiger 1957). Lamina propria merupakan daerah terdapatnya kelenjar lambung. Secara umum lambung mamalia memiliki tiga daerah kelenjar (Samuelson 2007), yaitu: 1. Kardia Kardia merupakan zona sempit yang berbatasan dengan gastroesophageal junction. Menurut Cunningham (1997), kelenjar kardia memproduksi sekresi mukus dan bermanfaat untuk melindungi mukosa esofagus yang berbatasan dengan daerah kardia dari sekresi asam lambung. 2. Fundus Fundus umumnya merupakan daerah yang terluas. Kelenjar fundus memiliki sedikitnya empat macam sel (Telford dan Bridgman 1995; Samuelson 2007), yaitu: a) Sel mukus Sel mukus terdiri atas dua macam sel yaitu sel mukus permukaan dan sel leher mukus. Sel mukus permukaan memiliki bentuk kubus sampai silindris dengan inti bulat sampai oval terletak di tengah sampai basal. Sel penghasil mukus ini terdapat di apikal sel leher dan menutupi seluruh permukaan mukosa lambung. Mukus yang 11 dihasilkan berfungsi untuk melindungi mukosa lambung, terutama dari kerusakan oleh asam lambung (HCl) yang disekresikan sel parietal. Sel leher mukus merupakan sel penghasil mukus yang terletak di daerah leher gastric pit. Sel ini berbentuk kubus atau tidak beraturan dengan inti umumnya bulat terletak di basal. Sel ini relatif sedikit jumlahnya dan berada diantara sel parietal di bagian leher kelenjar. b) Sel chief Sel chief terdistribusi di basal kelenjar lambung dan mempunyai bentuk sel yang khas. Sitoplasma sel ini bersifat basofil, sebagian besar mitokondria dan granula sekresinya berisi pepsinogen. Pepsinogen merupakan prekursor yang akan diaktifkan oleh HCl menjadi pepsin. Pepsin berfungsi dalam memecah protein menjadi pepton. c) Sel parietal Sel-sel parietal berukuran relatif besar berbentuk bulat dengan inti besar terletak di tengah. Semakin ke basal, sel parietal cenderung berbentuk piramidal. Sel ini tersebar pada bagian apikal hingga korpus kelenjar lambung dan memiliki sitoplasma yang bersifat asidofil. Sel ini memiliki ukuran yang lebih besar daripada sel chief dan berfungsi untuk mensekresikan HCl. d) Sel-sel enteroendokrin Sel ini berjumlah lebih sedikit, letaknya tersebar menempel di membran basal kelenjar. Sel enteroendokrin memproduksi berbagai hormon pencernaan yang terdapat dalam lambung seperti gastrin, glukagon (enteroglukagon), histamin, serotonin, dan somatostatin. 3. Pilorus Pilorus merupakan bagian paling akhir dari lambung (Telford dan Bridgman 1995). Daerah pilorus memiliki kelenjar berbentuk tubular yang sederhana, bercabang atau menggulung dengan gastric pit yang dalam. Daerah kelenjar pilorus terdapat sel-sel penghasil mukus (Samuelson 2007). 12 Gambar 4 Skema anatomi lambung (sumber: Aspinall dan O’Reilly 2004). Lapisan yang terletak dibawah muskularis mukosa disebut lapisan submukosa. Lapisan submukosa umumnya lebih luas, bersifat fibroelastik, terdiri atas kelenjar, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf (pleksus Meissner) (Telford dan Bridgman 1995). Eurell et al. (2006) menyatakan bahwa tunika muskularis pada lambung terdiri atas tiga lapis otot. Lapisan dalam berupa lapisan obliq, lapisan tengah berupa lapisan otot sirkuler, dan lapisan luar berupa lapisan otot longitudinal. Antara lapisan sirkuler dan lapisan longitudinal dipisahkan oleh pleksus saraf myenteric dan sel ganglion parasimpatis (pleksus Auerbach) yang menginervasi kedua lapis otot tersebut. Lapisan paling luar yang melapisi dinding lambung adalah serosa (Samuelson 2007). Menurut Cunningham (1997), serosa merupakan permukaan epitel membran serous yang terdiri atas mesothelium dan lapisan tipis jaringan ikat longgar. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan cairan serous yang berfungsi sebagai lubrikan untuk mengurangi gaya gesekan antara lambung dengan organ lainnya di dalam rongga thoraks atau abdomen. Jaringan ikat longgar serosa mengandung lemak, pembuluh darah, dan saraf (Beveleander dan Ramaley 1988).