ABSTRACT NAZIF ICHWAN. Composting of Organic Rice Straw Towards “Zero Waste Production Management”. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO and SATYANTO KRIDO SAPTOMO Rice straw which is nowadays normally concerned as agricultural waste was used in this research as raw material to produce compost. The objectives of this research were to compost organic rice straw, to analyze the nutrient content of compost, and to justify compost quality compared with the national standard of compost quality (SNI 19-7030-2004), to analyze water and sludge quality, and to develop waste-compost mass balance. Results of this research showed that the time required to compost rice straw under aerobic condition to become compost takes approximately 8 weeks for turned piles and aerated system, app. 5 weeks for cylinder system, whereas under anaerobic condition takes app. 6 weeks. Under anaerobic condition eight weeks of composting period in plastic drum was not sufficient as indicated by unfinished biodegradation process. The compost produced from rice straw contains macro and micro nutrients required by plants. Implemented of organic fertilizer did not cause pollution in the bodies of water and the nutrition organically bound so it often was used as a soil conditioning. The waste-compost mass balance in the organic rice cultivation system was developed where the amount of rice straw was in the order of 14.1 ton/ha and the amount of the resulted compost was about 11.3 ton. In general, compost nutrients content complies with the national quality standards. It can be concluded that the rice straw composting process required approximately 5-8 weeks, and the produced compost contains nutrients required by rice field according to national standard. Keywords : composting, compost quality, organic rice, rice straw, zero waste production management RINGKASAN NAZIF ICHWAN. Pengomposan Jerami Padi Organik Menuju “Zero Waste Production Management”. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO dan SATYANTO KRIDO SAPTOMO Budidaya padi sawah merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia, terutama daerah pedesaan. Konsep yang diterapkan petani saat ini adalah dengan memberikan kebutuhan unsur hara tanaman menggunakan pupuk kimia sintetik menurut dosis yang telah ditentukan. Pemberian pupuk kimia sintetik secara tidak langsung telah menyebabkan degradasi lahan pertanian dan dalam proses produksi pupuk tersebut juga dikeluarkan emisi gas langsung ke udara. Budidaya padi selain menghasilkan beras, juga menghasilkan limbah berupa jerami, sekam, dan gas metana serta non metana. Jerami merupakan limbah potensial yang dihasilkan dari kegiatan budidaya padi dengan potensi 1215 ton/ha jerami segar. Pada umumnya Jerami dibakar oleh petani untuk mereduksi volume limbah dan kegiatan ini menghasilkan emisi CO2 yang akan meningkatkan pemanasan global sebagai gas rumah kaca dan menimbulkan limbah baru berupa abu (ash) sisa dari pembakaran. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teknik pengomposan jerami yang tepat yang dapat dilakukan oleh petani, menganalisis mutu kompos yang dihasilkan dari jerami dan membandingkan kualitasnya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 19-7030-2004), menganalisis pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah, serta menyusun neraca massa limbahkompos dalam sistem budidaya padi organik. Pengomposan jerami dapat dilakukan dengan metoda aerob dan anaerob. Temperatur merupakan salah satu parameter penting dalam pengomposan. Analisis kompos perlu dilakukan untuk mengukur kandungan unsur hara yang terdapat dalam kompos. Analisis air dan lumpur dari sawah perlu dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah tersebut. Penyusunan neraca massa limbah-kompos dilakukan untuk melihat ketersediaan kompos yang dihasilkan dengan bahan dasar jerami. Pemanfaatan jerami menjadi kompos diharapkan dapat mengurangi timbulnya polusi dan sekaligus sebagai salah satu upaya dalam “zero waste production management” sehingga akan terbentuk jalur pendek mata rantai pemanfaatan limbah padi sawah. Penelitian dilaksanakan di rumah kompos Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor yang terletak di Kampung Gardu Dalam, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor. Sawah percobaan budidaya padi organik berada bersebelahan dengan rumah kompos. Pengujian sampel kompos dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian di Bogor. Pengujian kualitas air irigasi dan lumpur dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor. Pada proses pengomposan, kematangan kompos jerami sebagai produk akhir ditandai dengan perubahan bentuk yang menyerupai dan berbau tanah, warna yang berubah menjadi kehitaman dan suhu yang sesuai dengan suhu lingkungan. Pengukuran temperatur pada kompos dilakukan untuk melihat periode biodegradasi bahan organik oleh mikroorganisme. Pengukuran temperatur pada metoda aerobik dilakukan pada sistem tumpukan, aerasi dan silinder. Pada umumnya, proses pengomposan dengan metoda aerobik dan anaerobik berada pada fase mesofilik, yaitu kisaran temperatur 28-45oC. Hanya campuran jerami dengan kotoran ayam sistem tumpukan yang mencapai fase termofilik. Proses pengomposan metoda aerobik juga dipengaruhi oleh pemberian air untuk mempertahankan kelembaban kompos dan juga pembalikan agar campuran kompos lebih merata dalam mendapatkan oksigen. Kompos mengalami dinamika perubahan temperatur dan bergerak stabil mulai hari ke-48 setelah pengomposan pertama pada sitem tumpukan dan aerasi, setelah hari-24 pada sistem silinder, dan setelah hari ke-35 pada pengomposan metoda anaerobik di atas tanah serta dibungkus terpal. Grafik temperatur kompos yang telah stabil menunjukkan bahwa kompos telah matang. Analisis unsur hara kompos menunjukkan bahwa kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman dengan nisbah C/N antara 10-20. Pada umumnya kualitas kompos yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan SNI 19-7030-2004. Walaupun unsur C-organik pada kompos berbahan dasar jerami dengan campuran kotoran kambing lebih rendah dari baku mutunya, namun nisbah C/N yang dihasilkan sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Dapat dilihat juga unsur Mg pada kompos berbahan dasar jerami dengan campuran kotoran ayam melebihi baku mutunya, namun angka tersebut masih bisa diterima karena perbedaannya tidak terlalu besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompos jerami memenuhi syarat dan menunjukkan kualitas kompos baik. Hasil analisis kualitas air dan lumpur menjelaskan bahwa kandungan hara yang diberikan diserap oleh tanaman padi, dan juga terjadinya dinamika air tanah termasuk infiltrasi, perkolasi dan kapasitas air yang membawa unsur hara (leaching), serta larut pada air irigasi. Kualitas air irigasi pada sawah percobaan tidak menunjukkan gejala terjadinya pencemaran pada badan-badan air. Hal ini disebabkan konsentrasinya masih berada di bawah baku mutu kualitas air. Nutrisi pupuk terikat secara organik sehingga jauh lebih rentan terhadap pencucian hara dari pada pupuk terlarut dan karena itu sering digunakan sebagai pengkondisian tanah. Dari neraca massa limbah-kompos diperoleh bahwa dengan mengomposkan jerami 14,1 ton ditambah dengan dekomposer, baik kotoran ayam atau kotoran kambing dengan porsi 1:1 dan berkadar air yang sama dihasilkan kompos 11,3 ton dan 16,9 ton atau 60% dari massa kompos keluar dalam bentuk uap air, air lindi, gas berbau, metana (CH4) dan CO2. Dari kompos yang dihasilkan, 7 ton kompos dapat diaplikasikan kembali ke areal persawahan, sedangkan sisa kompos dapat digunakan untuk peruntukan lainnya.