tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Eukaliptus (Eucalyptus sp.)
Tanaman Eucalyptus spp. merupakan famili Myrtaceae, terdiri atas lebih
kurang 700 jenis. Jenis Eucalyptus sp. dapat berupa semak dan perdu sampai
mencapai ketinggian 100 meter. Batang umumnya bulat, lurus, tidak berbanir dan
sedikit bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan dan
banyak meloloskan cahaya matahari. Cabangnya lebih banyak membuat sudut ke
atas, jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset
hingga bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait.
Beberapa marga Eucalyptus dengan jenis Eucalyptus spp. Jenis-jenis yang sudah
dikenal umum antara lain E. deglupta, E. urophylla, E. camadulensis, E. grandis,
E. pellita, E. tereticornis, dan E. torreliana (Latifah, 2004 dalam Sembiring,
2009).
Eucalyptus spp. merupakan salah satu tanaman yang bersifat fast growing
(tanaman cepat tumbuh). Eucalyptus spp. juga dikenal sebagai tanaman yang
dapat bertahan hidup pada musim kering. Tanaman ini mempunyai sistem
perakaran yang dalam namun jika ditanam di daerah dengan curah hujan sedikit
maka perakarannya cenderung membentuk jaringan rapat dekat permukaan tanah
untuk memungkinkan menyerap setiap tetes air yang jatuh di cekaman tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Eucalyptus spp. merupakan salah satu jenis tanaman yang dikembangkan dalam
pembangunan hutan tanaman industri (Poerwowidodo, 1991).
Manurut Sutisna dan Purmadjaja (1999), tanaman Eucalyptus spp.
mempunyai sistematika sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Divisio
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Class
: Dycotyledone (berkeping dua)
Ordo
: Myrtiflorae
Famili
: Myrtaceae (suku jambu-jambuan)
Genus
: Eucalyptus
Species
: Eucalyptus spp.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, Eucalyptus spp.
memiliki banyak kelebihan dibanding penanaman tanaman lain baik dari segi
manfaat kayu maupun dari segi pertumbuhannya. Dari segi manfaat kayunya
Eucalyptus spp. dapat digunakan untuk bahan bangunan, kusen pintu dan jendela,
kayu lapis, bahan pembungkus, korek api, dan sebagai bahan pulp dan kertas.
Daun dan cabang Eucalyptus spp. dapat menghasilkan minyak yang digunakan
untuk kepentingan farmasi, misalnya untuk obat gosok, obat batuk, parfum,
deterjen, desinfektan dan pestisida (Sutisna dan Purmadjaja, 1999).
Syarat Tumbuh Eucalyptus spp.
Jenis-jenis Eucalyptus spp. terutama menghendaki iklim bermusim (daerah
arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Jenis Eucalyptus spp.
tidak menuntut persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuhnya. Eucalyptus
spp. dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa,
Universitas Sumatera Utara
secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanahtanah kurus, gersang, sampai tanah yang baik dan subur. Jenis Eucalyptus spp.
dapat tumbuh di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari
dataran rendah sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai
bagi pertumbuhannya antara 0-1 bulan dan suhu rata-rata pertahun 20-32oC. Jenis
tanah yang digunakan dalam pertanaman Eucalyptus spp. ini adalah jenis tanah
litosol dan regosol podsolik (Darwo, 1997).
Hampir semua jenis Eucalyptus beradaptasi dengan iklim muson.
Beberapa jenis bahkan dapat bertahan hidup di musim yang sangat kering,
misalnya jenis-jenis yang telah dibudidayakan yaitu E. alba, E. camaldulensis, E.
citriodora, E. deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada habitat hutan hujan
dataran rendah dan hutan pegunungan rendah, pada ketinggian hingga 1800 mdpl,
dengan curah hutan tahunan 2500-5000 mm, suhu minimum rata-rata 23 dan
maksimum 31 di dataran rendah, dan suhu minimum rata-rata 13 dan maksimum
29 di pegunungan (Kapisa et al., 1999).
Penyebaran dan Morfologi Eucalyptus sp.
Daerah penyebaran alaminya berada di sebelah Timur garis Wallace,
mulai dari 7°’ LU sampai 43°39’ LS meliputi Australia, New Britania, Papua dan
Tazmania. Beberapa spesies juga ditemukan di Kepulauan Indonesia yaitu Irian
Jaya, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Timor- Timur. Genus Eukaliptus
terdiri atas 500 spesies yang kebanyakan endemik Australia. Hanya ada dua
spesies yang tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara dan
Fillipina) yaitu Eucalyptus urrophylla dan Eucalyptus deglupta. Beberapa spesies
menyebar di Australia bagian Utara menuju bagian Timur. Spesies ini banyak
Universitas Sumatera Utara
tersebar di daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian Barat
Daya. Pada saat ini beberapa spesies ditanam di luar daerah penyebaran alami,
misalnya di Benua Asia, Afrika bagian Tropika dan Subtropika, Eropa bagian
Selatan dan Amerika Tengah (Latifah, 2004 dalam Siahaan, 2010).
Tanaman Eucalyptus sp. pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar,
tingginya rata-rata 40 meter dan rata-rata bebas cabang 25 m. Batang utamanya
berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan kulit kayu licin,
berserat berbentuk papan catur. Daun muda dan daun dewasa sifatnya berbeda,
daun dewasa umumnya berseling kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang
tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila
diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat kadang-kadang berupa malai
rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji
berwarna coklat atau hitam. Marga Eucalyptus termasuk kelompok yang berbuah
kapsul dalam suku Myrtaceae dan dibagi menjadi 7-10 anak marga, setiap anak
dibagi lagi menjadi beberapa seksi dan seri (Khaeruddin, 1999).
Penyakit pada Tanaman Eucalyptus spp.
Fungi merupakan salah satu faktor biotik terbanyak yang menyebabkan
tanaman hutan menjadi sakit. Umumnya penyakit tidak hanya disebabkan oleh
satu jenis patogen akan tetapi dapat disebabkan oleh beberapa patogen yang
datang atau muncul secara bersama ataupun berurutan. Hal ini dapat
menyebabkan
berkurangnya
produksi
hutan
tanaman
yang
diusahakan
(Semangun, 2001).
Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman
Eucalyptus spp. antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1.
Penyakit pada akar
a. Busuk akar Phytophthora
Penyakit ini disebabkan oleh Phytophthora cinnamomi dan Phytophthora
nicotianea di Afrika Selatan. Gejala dari phon yang terinfeksi pada
umumnya daun yang layu. Hal ini diikuti dengan busuknya kambium akar
dan pangkal akar. Kulit dari akar biasanya terkelupas. Jika pangkal akar
terinfeksi, pohon akan mati (SAPPI, 2014).
2.
Penyakit batang
a. Busuk Botryosphaeria
Penyakit ini disebabkan oleh Botryosphaeria eucalyptorum dan
Botryosphaeria ribis. Banyak gejala yang diasosiasikan dengan infeksi
Botryosphaeria pada Eukaliptus. Gejala yang umum adalah kematian
pada pucuk pohon dan ini menyebabkan infeksi pada hati kayu dan
perubahan warna kayu yang dilapisi oleh bagian luar kayu yang sehat
(SAPPI, 2014).
b. Busuk Cryphonectria
Ada dua spesies yang menyebabkan penyakit ini di Afrika Selatan.
Cryphonectria
eucalypti
yang
merupakan
patogen
minor
dan
Cryphonectria cubensis yang merupakan patogen major. Cryphonectria
yang disebabkan Cryphonectria cubensis pada umumnya membunuh
pohon muda pada dua tahun pertama pertumbuhan dengan terkelupasnya
pangkal batang. Pohon yang berpenyakit ini biasanya tiba-tiba mati pada
musim panas (SAPPI, 2014).
c. Busuk Coniothyrium
Universitas Sumatera Utara
Coniothyrium zuluensi adalah agen penyebab penyakit ini. Infeksi yang
dapat dikenali adalah adanya spot-spot kecil pada jaringan muda dan hijau
batang. Luka ini akan bersatu dan menimbulkan tonjolan yang besar
berwarna hitam pada kulit kayu (SAPPI, 2014).
3.
Penyakit daun
a. Foliar spot dan foliar blight
Penyakit ini disebabkan oleh Cylindrocladium sp., merupakan patogen yang
menyerang tanaman Eucalyptus sp. Cylindrocladium sp. merupakan salah
satu jenis dari marga Calonectria de Not. yang menyebabkan penyakit pada
pembibitan dan pada tanaman termasuk akar dan leher akar, hawar tunas,
hawar daun dan bercak daun (Old, et al., 2003).
b. Hawar pucuk
Penyakit ini disebabkan oleh Cryptosporiopsis eucalypti. Gejala penyakit ini
berkembang di sekitar daun dan batang Eucalyptus spp., biasanya tersebar
secara menyeluruh, lembut dan berwarna coklat, luka nekrotik yang
menjalar, bentuknya bundar dengan diameter 1-2 cm. Luka yang berat
ditunjukkan dengan warna coklat tua atau abu- abu di seluruh permukaan
daun (Old, et al., 2003).
c. Penyakit Mycosphaerella
Penyakit yang ditimbulkan berupa bintik daun, bisul dan kerut daun yang
disebabkan oleh Mycosphaerella. Tetapi marga ini belumlah pasti ditemukan
pada tanaman Eucalyptus sp., karena banyak variasi gejala yang ditunjukkan
oleh infeksi Mycosphaerella dengan hasil yang berbeda dalam hal ukuran
luka, warna dan morfologi. Daun yang terinfeksi akan berkembang menjadi
bintik dan bisul.
Universitas Sumatera Utara
d. Penyakit Phaeophleospora
Penyakit ini disebabkan oleh Phaeophleospora yang biasanya terdapat pada
pembibitan dan menjangkit penanaman jenis tertentu. Gejala yang
ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas
daun dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun.
e. Penyakit Pestalotia
Penyakit ini disebabkan oleh Pestalotia sp. Serangan Pestalotia pada daun
menimbulkan gejala bercak yang dimulai dari tepi daun ujung, yang
kemudian meluas ke tengah daun. Serangan fase awal hampir selalu terjadi di
ujung daun. Diduga bahwa stoma di daerah ujung memberikan kondisi yang
kondusif bagi perkembangan konidiaspora (Semangun, 2001).
Penyakit daun Phaeophleospora
Phaeophleospora destructans juga dikenal sebagai Kirramyces destructans
terkait dengan penyakit hawar daun pada E. grandis berusia satu tahun hingga tiga
tahun di Sumatera Utara, Indonesia. Spesies ini adalah patogen agresif yang dapat
menyebabkan hawar daun yang luas pada daun muda dan gugurnya daun pada
usia muda sebagai akibat dari nekrosis daun dan tangkai daun. Patogen ini
ditemukan pada tahun 2000, menyerang perkebunan klonal E. camaldulensis di
timur Thailand dan pada tahun 2002 ditemukan untuk pertama kalinya di beberapa
lokasi, meliputi selatan, tengah dan utara Vietnam, pada spesies E. camaldulensis,
E. urophylla dan klon hibrid. Penyebaran yang cepat menunjukkan adanya
serangan patogen ke tanaman hingga bahkan menyerang benih, dan hal ini
berpotensi sebagai ancaman serius bagi Eukaliptus di Asia Tenggara dan,
mungkin, vegetasi asli dan perkebunan di utara Australia yang berdaerah tropis.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka untuk membantu mengatasi penyakit ini, klon toleran dipilih dan
ditempatkan di Sumatera (Barber, 2004).
Penyakit ini umumnya ditemukan pada tanaman Eukaliptus di Sumatera
Utara. Plot percobaan dari E. globulus di Habinsaran terinfeksi dalam jumlah
besar. Penyakit ini ditemukan pada areal pembibitan dan areal penanaman.
Penyakit ini biasanya ditemukan pada daun dewasa, terutama pada bibit-bibit
yang persediaannya berlebih. Penyakit ini dikenali dengan bercak warna ungu
hingga ungu kecoklatan. Jika lefel infeksi sudah tinggi, penyakit ini dapat
menyebabkan gugurnya daun pada usia muda (Alfenas, 1993).
Menurut Simpson et al. (2005) ada lima spesies Phaeophleospora yang
diketahui menyerang tanaman Eukaliptus, antara lain:
a.
P. delegatensis
b.
P. destructans
c.
P. epicoccoides
d.
P. eucalypti
e.
P. lilianiae
Phaeophleospora epicoccoides merupakan salah satu patogen daun yang
paling banyak dilaporkan dan diteliti di dunia, terjadi pada berbagai spesies di
banyak negara termasuk dari daerah subtropis. Dianggap sebagai patogen yang
menyerang pembibitan di Australia dan India, menyebabkan kematian tanaman di
Malawi dan Afrika Selatan, defoliasi perkebunan di Australia (G. Hardy pers.
Comm.), dan kerusakan yang signifikan di pembibitan dan perkebunan di
Indonesia. Gejala yang ditimbulkan bervariasi, spora dapat tersebar, dan
Universitas Sumatera Utara
menginfeksi bibit dan kebun klonal di pembibitan dengan sanitasi yang buruk
(Barber, 2004).
P. epicoccoides dan P. destructans memiliki perbedaan pada warna dan
tekstur. P. epicoccoides padat, pertumbuhannya lambat, dan berwarna gelap,
sedangkan P. destructans berwarna kemerahmudaan, pertumbuhannya lambat,
dan agak lembut. Dibandingkan dengan spesies lain, spora P. epicoccoides
pendek, lebar, multisepta, dan berwarna hijau, sedangkan spora P. destructans
lebih panjang dan lebih tipis (Burgess et al, 2004).
P. epicoccoides dominan ditemukan pada daun yang mulai menua dan
menyebabkan daun gugur lebih cepat. Fungi ini tidak digolongkan sebagai
patogen mayor. P. destructans adalah patogen mayor yang menyerang daun muda
pada pembibitan, pada tanaman induk, dan pada areal penanaman. Bibit yang
terinfeksi, tanaman induk, dan stek pada pembibitan dapat rusak total pada kondisi
lembab. Material terinfeksi yang dapat bertahan di lapangan, pada akhirnya
kondisi pertumbuhan terganggu dan tidak stabil (Burgess et all, 2004).
Penyakit ini disebabkan oleh Phaeophleospora yang biasanya terdapat
pada pembibitan dan menjangkit penanaman jenis tertentu. Gejala yang
ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun
dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. Apabila
satu daun tanaman telah terinfeksi patogen ini maka akan terjadi penularan
penyakit pada daun yang berdekatan hingga dapat mengakibatkan kematian bibit
tanaman. Penularan sering kali terlihat dimulai dari bagian pangkal bibit tanaman
hingga mencapai daun bagian ujung tanaman. Patogen ini biasanya berada di
Universitas Sumatera Utara
bawah tajuk pohon dan dapat menyebabkan penghancuran secara signifikan pada
semai di pembibitan (Old, et al., 2003).
Tampilan dan tingkat keparahan luka pada daun Eukaliptus umumnya
digunakan untuk mengenali spesies Phaeophleospora yang menyebabkan
penyakit. Namun, gejala infeksi yang disebabkan oleh P. epicoccoides, P.
eucalypti dan P. destructans hampir identik dan sering terjadi kesalahan analisis,
tergantung pada inang dan iklim. Selain itu, identifikasi P. eucalypti dan P.
destructans berdasarkan morfologi konidia agak sulit karena ukuran spora
bervariasi tergantung pada spesies inang. Sebuah teknik diagnostik molekuler
yang sederhana dan akurat akan sangat membantu dalam membedakan antara
spesies ini dibandingkan dengan teknik konvensional melalui pangamatan
morfologi (Andjic, et al, 2007).
A
B
Gambar 1. Penampakan permukaan bawah daun yag terinfeksi P. destructans (A)
[sumber: Nursery and Tree Health Evaluations in Plantations in North
and South Sumatera (Wingfield,2010)];
Penampakan permukaan bawah daun yag terinfeksi P. epicoccoides (B)
[sumber: Survey of Plantation Diseases in The Kirinci and Lake Toba
Areas Belonging to The April Group (Wingfield,2006)]
Universitas Sumatera Utara
Daun berpenyakit Destructans dan hawar pucuk yang disebabkan P.
destructans adalah penyakit utama yang menyerang Eukaliptus di area Danau
Toba. Penyakit ini sudah diteliti di Aek Nauli, kira-kira sepuluh tahun yang lalu.
Salah satu pertanyaan penting yang telah dikemukakan dalam beberapa tahun
terakhir adalah apakah kerentanan setiap klon berbeda di tempat yang berbeda. Ini
dikarenakan genotipe yang terbentuk karena interaksi lingkungan menentukan
apakah klon yang resisten terhadap penyakit Destructans dan hawar pucuk dapat
efektif di satu area namun tidak di area lain (Wingfield, 2006).
Diungkapkan oleh Wingfield (2008), hawar daun Destructans telah
menjadi subjek penelitian utama di TPL sejak dekade yang lalu. Saat ini, telah
banyak dipelajari tentang penyakit ini dan dampak buruknya telah menurun secara
signifikan. Salah satu penemuan penting yang terkait dengan patogen ini antara
lain:
a.
Setiap klon berbeda kerentanannya terhadap infeksi penyakit. Jadi klon
toleran telah dipilih dan dikembangkan.
b.
Ada perbedaan besar antara material bibit dan klon terpilih dalam hal
kerentanannya. Dampak dari pemuliaan yang baik dan program seleksi di
TPL secara jelas dapat dilihat pada percobaan di mana pembibitan kontrol
ditanam.
c.
Lokasi klon mempengaruhi kerentanannya terhadap infeksi K. Destructans,
klon tersebut sangat terpengaruh jika mereka dalam kondisi stress. Jadi pohon
yang terdapat di pinggir jalan dan pohon yang memiliki sistem perakaran
buruk dapat terinfeksi secara serius. Klon-klon yang tumbuh secara baik,
dapat tumbuh dan terbebas dari penyakit.
Universitas Sumatera Utara
Ketika banyak yang sudah dipelajari tentang penyakit Destructans dan
hawar pucuk selama lima belas tahun terakhir, masih banyak pertanyaan yang
memerlukan jawaban. Mungkin hal terpenting dari hal tersebut adalah untuk
mengetahui hubungan antara stress dan gejala penyakit yang tampak. Dalam hal
ini, sekarang dapat dikenali tentang ada klon-klon yang memiliki kerentanan
tinggi terhadap infeksi dan hal ini menyebabkan tanaman berpenyakit, terlepas
dari kondisi pertumbuhannya. Juga diketahui bahwa klon-klon yang terbebas dari
kondisi stress pada saat percobaan mengalami pertumbuhan yang buruk pada saat
ditanam di area dengan kondisi stress (Wingfield, 2010)
Perkembangan bagus telah dibuat oleh TPL untuk mereduksi dampak dari
K. destructans dan penyakit ini sudah lebih dimengerti daripada waktu yang lalu.
Menurut Wingfield (2010), beberapa fakta yang muncul melalui studi yang
dilakukan TPL:
a.
Patogen ini merupakan spesifik inang dan ada banyak variabel dari tanaman
dalam hal kerentanan
b.
Generasi baru dari klon TPL mempunyai level resisten yang tinggi terhadap
penyakit
c.
Klon yang agak rentan tidak terinfeksi jika berada pada kondisi pertumbuhan
yang optimal. Tapi jika mengalami stress, mereka dapat rusak secara serius.
Hal ini agak berkebalikan dengan sifat dari patogen spesifik inang yang
cenderung kurang terpengaruh oleh stress yang dialami tanaman. Satu
kemungkinan lainnnya adalah akibat kondisi stress ini, jaringan pada daundaun muda lebih mudah untuk terinfeksi.
Identifikasi Penyakit Tanaman
Universitas Sumatera Utara
Gejala dapat terlihat karena adanya perubahan, bau, rasa, atau rabaan.
Gejala dalam, penting artinya untuk penelitian anatomi patologi, sedangkan gejala
luar bersifat morfologis. Gejala ini adalah keadaan penyakit yang ditunjukkan
oleh bagian tubuh tanaman atau seluruh tubuh tanaman. Gejala adalah keadaan
patologi dan fisiologi yang merupakan respon tanaman terhadap aktivitas patogen
atau faktor yang lain (Satrahidayat, 1990).
Tanda penyakit adalah struktur dari suatu patogen yang berasosiasi dengan
tanaman yang terinfeksi. Beberapa tipe struktur patogen tidak harus selalu ada
pada tanaman yang sakit karena pembentukannya berdasarkan kondisi
lingkungan. Kebanyakan tanda penyakit dapat dilihat dan dibedakan dengan
bantuan mikroskop. Misalnya penyebab penyakit berupa miselium, spora, tubuh
buah fungi, sel atau lendir bakteri, tubuh karena penggumpalan hifa fungi
(Sklerotial bodies), nematoda dengan berbagai fase telur, juvenil dan imago serta
berbagai bagian tumbuhan parasit (Sinaga, 2003).
Menurut Sinaga (2003) agar hasil diagnosa akurat, diperlukan pembuktian
dengan menggunakan Postulat Koch. Kaidah-kaidah Postulat Koch adalah sebagai
berikut :
1) patogen yang diduga harus selalu berasosiasi dengan tanaman yang sakit
2) patogen tersebut harus dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni
3) biakan murni tersebut jika diinokulasikan ke tanaman sehat harus
menghasilkan gejala dan tanda penyakit yang sama
4) bila penyebab penyakit direisolasi dari tanaman yang diinokulasi tersebut,
akan dihasilkan biakan murni yang sama dengan penyebab yang diisolasi dari
tanaman sakit yang didiagnosis
Universitas Sumatera Utara
Download