bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terkait
Penelitian oleh Suyanto dengan judul “Analisa Frekuensi kerja Pada
Komunikasi Radio HF Model Propagasi Near Vertical Incidence Skywave (Nvis)
Sirkuit Pekanbaru-Kototabang”
dengan menggunakan NVIS sebagai propagasi
perambatan gelombang radio HF. Dengan melakukan analisa perbandingan hasil uji
komunikasi antara stasiun ALE Pekanbaru ke stasiun ALE Kototabang dengan pengamatan
menggunakan ionogram. Dari perbandingan tersebut akan dihasilkan kecocokan antara uji
komunikasi stasiun ALE dengan hasil pengamatan radar ionosonda yang menunjukkan
karakteristik dari propagasi angkasa. Sehingga dari observasi yang dilakukan
menggunakan dua buah data perbandingan ini akan diketahui nilai frekuensi kerja yang
optimal antara stasiun ALE Pekanbaru dengan stasiun ALE Kototabang, frekuensi yang
digunakan adalah
3 MHz hingga 10 MHz dengan frekuensi yang lebih dominan di
frekuensi 7 MHz dengan waktu optimum berkisar antara pukul 08.00 hingga 17.00.
Penelitian oleh Kuspriyanto dan Azdy Elfistoni dengan judul “Pemanfaatan Radio
HF sebagai Alternatif Komunikasi Data pada Sistem Komunikasi Pemerintah”
dengan meggunakan peralatan yang berupa seperangkat peralatan Radio SSB, soundcard
yang telah dimodifikasi sehingga dapat berfungsi sebagai modem radio serta PC yang telah
dikonfigurasi untuk dapat menjalankan program aplikasi khusus komunikasi data melalui
radio HF. Dari penelitian ini disebutkan komunikasi data dengan memanfaatan Radio HF
dapat menjadi solusi alternatif bagi level Pemerintah Kabupaten dan Kecamatan dalam
upaya memanfaatan kemajuan teknologi informasi.
Penelitian oleh Varuliantor Dear dengan judul penelitian “Telaah Perbandingan
Hasil Uji Komunikasi Menggunakan Sistem Automatic Link Establisment (ALE)
Dengan Data Ionosonda Tanjungsari Untuk Sirkuit Komunikasi BandungWatukosek” dengan menggunakan metode perbandingan hasil uji komunikasi
menggunakan automatic link establishment (ALE), terhadap data ionosonda Tanjungsari
untuk sirkuit komunikasi Bandung-Watukosek. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
antara data sistem ALE sirkuit Bandung-Watukosek dengan batas frekuenai kerja terendah
dan tertinggi menunjukkan kesesuaian sehingga pengujian menggunakan sistem ALE
untuk komuikasi radio HF sirkuit Bandung-Watukosek layak untuk digunakan.
II-1
2.2
Pengertian Komunikasi Radio HF
Komunikasi radio adalah komunikasi tanpa kabel yang memanfaatkan ionesfer
sebagai media pemantul gelombang radio dan ruang angkasa sebagai pembawa sinyal
informasi atau sebagai media perambatan gelombang radio (Nancy, 2013:3). Gelombang
radio yang dipancarkan dari suatu stasiun yang merambat sampai ke ionosfer akan
dipantulkan oleh ionosfer apabila frekuensi radio yang yang dipancarkan sama dengan
frekuensi plasma di ionosfer, yang kemudian diterima oleh stasiun penerima pada jarak
tertentu, tergantung daya yang dibangkitkan oleh pemancar radio. Sistem komunikasi radio
adalah suatu teknologi komunikasi yang mentransmisikan gelombang elektromagnetik
sebagai sinyal pembawa yang dilewatkan melalui media udara menuju penerima. Secara
umum sistem komunikasi radio terdiri atas dua bagian utama, yaitu pemancar dan
penerima. Pada bagian pemancar terdiri dari modulator dan antena pemancar, sedangkan di
penerima terdiri dari demodulator dan antena penerima. Modulator berfungsi mengubah
sinyal informasi menjadi sinyal digital yang akan dipancarkan melalui antena pemancar.
Sedangkan demodulator berfungsi merubah sinyal digital menjadi sinyal informasi.
Antena berperan sebagai pengubah sinyal listrik menjadi sinyal elektromagnetik.
Sinyal elektromagnetik akan dipancarkan melalui udara atau ruang bebas menuju
penerima.
Gambar 2.1. Blok diagram Komunikasi Radio sederhana
High Frekuensi (HF) merupakan gelombang radio pada frekuensi 3 – 30 MHz yang
digunakan pada radio komunikasi jarak jauh. Untuk band frekuensi ini propagasi
gelombang elektromegnetik tidak dapat menembus lapisan ionosfer, tetapi dipantulkan
oleh lapisan ionosfer. Sehingga atmosfer berfungsi sebagai repeater secara alami. Lapisan
ionosfer merupakan lapisan atmosfer bumi yang memiliki sifat dapat memantulkan
gelombang elektromagnetik. Dengan bantuan ionosfer maka jangkauan komunikasi radio
dapat mencapai jarak yang lebih jauh.
II-2
Dalam prakteknya, pemahaman mengenai perambatan gelombang radio digunakan
dalam pemilihan frekuensi, tipe antena, tinggi antena maupun daya maksimum yang
digunakan. Semua hal tersebut memerlukan pertimbangan jarak komunikasi dan
bagaimana perambatan gelombangnya. Perambatan gelombang radio dibagi menjadi tiga
cara, yaitu perambatan di permukaan bumi (ground wave), perambatan langsung (line of
sight), dan perambatan angkasa atau antariksa (sky wave). Ilustrasi mengenai tiga jenis
perambatan gelombang radio tersebut ditunjukan gambar 2.2.
Gambar 2.2. Perambatan Gelombang Radio HF
Ground wave merupakan model perambatan gelombang radio yang merambat dari
stasiun pemancar menuju penerima melalui proses pemantulan oleh benda-benda di
permukaan bumi berupa tanah, bangunan, tebing dan pepohonan. selain tergantung pada
daya pancar dan antena, jarak rambat gelombang juga sangat tergantung dari jenis
permukaan bumi (pantulan). Berikut ini merupakan jenis konduktivitas untuk jenis
permukaan bumi.
Tabel 2.1. Sifat konduktivitas permukaan bumi terhadap gelombang radio
Permukaan
Konduktivitas Relatif
Lautan
Bagus
Tanah liat
Cukup bagus
Daerah genangan air luas
Cukup bagus
Tanah berbatu
Kurang bagus
Padang pasir
Kurang bagus
Hutan rimba
Tidak dapat digunakan
(Sumber: Nancy, 2013)
II-3
Line of sight adalah perambatan gelombang secara langsung dari pemancar ke
penerima tanpa mengalami pantulan. Jarak jangkauan gelombang ini tergantung dari
dayanya dengan syarat antara pemancar dan penerima harus saling melihat. Namun pada
faktanya bumi berbentuk bulat sehingga menyababkan perambatan gelombang terbatas
dikarnakan kelengkungan bumi. misalnya pada jarak jangkauan komunikasi radio untuk
penerbangan menggunakan kanal VHF (30-300 MHz) dengan line of sight hanya
menjangkau jarak sekitar 240 km (Igran, 1999) dan salah satu cara untuk menjangkau lebih
jauh maka menggunakan repeater ( Nancy dkk, 2013).
Sky wave merupakan gelombang radio yang merambat dari pemancar menuju
penerima melalui pembelokan lapisan ionosfer. Jarak jangkauan gelombang ini lebih jauh
jika dibandingkan dengan perambatan ground wave atau line of sight. Biasanya
kominukasi ini menggunakan frekuensi HF sekitar 3-30 MHz, ketika gelombang radio
memasuki lapisan ionosfer yang mengandung ion bermuatan listrik gelombang radio akan
mengalami pembelokan karena adanya perubahan kecepatan. Besarnya pembelokan
dipengaruhi oleh tiga factor utama yaitu:
a. Kerapatan ion dalam lapisan ionosfer
b. Frekuensi gelombang radio
c. Sudut datang gelombang radio
2.3
Pengertian Ionosfer
Dari sudut pandang pengguna komunikasi radio, ionosfer adalah media pemantul
gelombang radio yang membuat komunikasi jarak jauh dapat dilakukan dengan frekuensi
HF. Lapisan ionosfer atau termosfer merupakan bagian penyusun lapisan atmosfer.
Lapisan ini mengalami ionisasi yang disebabkan oleh radiasi energi matahari. Tidak ada
batasan yang memastikan antara lapisan ionosfer dengan lapisan lain. Hanya saja pada
sumber referensi yang ada lapisan ionosfer terletak pada ketinggian 50 km – 1000 km dari
permukaan bumi (Nancy Ristanti dkk, 2013).
II-4
Gambar 2.3. Lapisan Penyusun Atmosfer Bumi
(Sumber: Rosmalia, 2012)
Ionosfer terbentuk ketika radiasi ultra violet dari matahari memberikan energy
kepada atom atau molekul netral yang terdapat di atmosfer bumi, sehingga satu
elektronnya terlepas hingga menyebabkan atom atau molekul menjadi bermuatan positif.
Proses ini disebut foto ionisasi (pembentukan) dan proses ini tentu saja hanya dapat
berlangsung pada siang hari, ketika ada sinar matahari. Keberadaan ion-ion positif dan
negative inilah yang membuat lapisan tersebut dinamakan ionosfer. Proses lain yang terjadi
di ionosfer adalah proses rekombinasi (penggabungan). Pada proses ini electron yang
terlepas bergabung kembali membentuk atom atau molekul netral. Selain proses
pembentukan dan penggabungan, ada proses lain yang juga berpengaruh pada perilaku
lapisan ionosfer, yaitu proses perpindahan partikel yang terjadi misalnya karena pengaruh
perubahan medan listrik atau medan magnet bumi. Perpindahan partikel ini juga
berpengaruh pada karakteristik lapisan ionosfer secara umum.
Keberadaan jumlah elektron di ionosfer berkaitan dengan kemampuan sebagai
media pantul gelombang radio. Semakin banyak jumlah elektronnya, itu berarti semakin
tinggi frekuensi yang dapat dipantulkan. Hubungan antara frekuensi (f) dengan jumlah
elektron dapat kita lihat pada persamaan berikut:
= 80,5
(2-1)
dengan f dalam Hz dan N dalam satuan elektron per m3 (Mc Namara,1992)
Ionosfer memiliki sifat yang tidak pernah konstan. Ionosfer sangat rentan terhadap
cuaca yang terjadi diantariksa. Hal ini mempengaruhi lapisan penyusun dari ionosfer
II-5
sendiri. Dimana pada kondisi siang hari berbeda pada malam hari dalam hal media
pantulan gelombang radio. Lapisan ionosfer ini terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.4. Lapisan ionosfer pada siang dan malam hari
(Sumber : jiyo, 2013)
Gambar penyusun lapisan ionosfer diatas menunjukkan terdapat empat lapisan
ionosfer yang terdiri: (Sumber: LAPAN, hal. 22. 2013)
 Lapisan D : 50 km sampai 90 km.
 Lapisan E : 90 km sampai 140 km
 Lapisan F1: 140 km sampai 210 km
 Lapisan F2 : diatas 210
Perbedaan pembentukan lapisan ionosfer dipengaruhi matahari. Terlihat bahwa
pada siang hari lapisan terbentuk sempurna yaitu lapisan D, E, F1 dan F2. Sedangkan pada
kondisi malam hari jumlah elektron menurun sehingga hanya lapisan F2 dan E sporadis
yang terjadi. Kemunculan lapisan E-sporadis disebabkan oleh peristiwa wind shear dan
memiliki hubungan dengan peristiwa hujan meteor (varuliantor, 2013).
Ionosfer bukanlah suatu lapisan yang keberadaannya konstan. Ionosfer sangat
dipengaruhi oleh cuaca antariksa, seperti halnya cuaca bumi, diantariksa juga bisa terjadi
badai yang akan berdampak pada gangguan di ionosfer, dan pada gilirannya juga akan
menganggu kinerja system komunikasi radio di bumi. Sifat ionosfer yang selalu berubah
setiap saat karena pengaruh berbagai fenomena alam yang tidak dapat dihindarkan,
membuat ketergantungan komunikasi radio HF pada alam sangat tiggi. Hal ini merupakan
kelemahan system komunikasi radio HF. Meskipun demikian variasi jangka pendek
(harian), musiman, maupun jangka panjang (variasi karena siklus matahari 11 tahunan)
II-6
dapat dipelajari, sehingga kondisi rata-rata lapisan ionosfer dapat diprediksikan.
Berdasarkan inilah prediksi frekuensi komunikasi radio HF dibuat. Gangguan ionosfer
yang sering kali terjadi secara mendadak sulit untuk diperkirakan, dan tentu saja hal ini
bisa membuat prediksi menjadi kurang tepat.
2.3.1 Pengamatan Ionosfer
Sifat paling penting dari ionosfer dalam kaitannya dengan komunikasi radio adalah
kemampuannya untuk memantulkan gelombang radio HF. Rentag frekuensi yang dapat
dipantulkan ini tergantung kepada bayak factor dan alat pengamatan yang paling banyak
digunakan untuk mengamati aktivitas ionosfer yaitu ionosonda. Ionosonda adalah suatu
RADAR aktif (pemancar sekaligus penerima) dengan frekuensi pada band HF, yang
memancarkan pulsa sangat pendek dengan arah tegak lurus ke atas menuju lapisan
ionosfer. Ionosonda tidak hanya memancarkan sinyal gelombang arah verikal saja, namun
ada pula ionosonda yang memancarkan gelombang secara miring (oblique). System
pengamatan ionosfer dengan jenis oblique ini mengharuskan pemisahan lokasi pemancar
dan penerima. Ionosonda ini juga digunakan untuk memantau perambatan gelombang dari
lokasi pemancar hingga lokasi penerima, serta dapat digunakan untuk mempelajari
berbagai model perambatan gelombang.
2.3.2 Variasi Ionosfer
Lapisan ionosfer memiliki sifat tidak stabil terhadap radiasi matahari. Lapisan ini
cenderung berubah ubah tergantung kondisi pada saat itu. Radiasi matahari menjadi peran
penting dalam kelangsungan perambatan gelombang radio. Hal ini tentu saja menjadi
kelemahan sistem komunikasi radio HF karena ketergantungan terhadap alam sangat
tinggi. Namun aktivitas radiasi matahari dapat diamati menggunakan variasi lapisan
ionosfer. Variasi yang digunakan yaitu variasi harian, variasi musiman, variasi jangka
panjang dan variasi lokasi.
a. Variasi harian
Banyaknya electron di ionosfer, berkaitan dengan kemampuan ionosfer
memantulkan gelombang radio. Semakin banyak jumlah elektronnya, semakin tinggi
frekuensi yang dapat dipantulkan. Karakteristik lapisan-lapisan ionosfer diteliti
menggunakan alat yang disebut ionosonda. Besarnya frekuensi yang dapat dipantulkan
ketika gelombang radio dipancarkan tegak lurus ke atas, digambarkan dalam hasil
pengamatan ionosfer yang disebut ionogram. Telah dijelaskan lapisan ionosfer dapat
II-7
memantulkan gelombang radio dipengaruhi radiasi matahari. Hal ini jelas bahwa variansi
harian merupakan pengamatan keberhasilan lapisan ionosfer memantulkan gelombang
radio pada siang hari dan malam hari.
Pada kondisi siang hari dan malam hari terjadi perbedaan dalam pemantulan
gelombang radio HF. Ini disebabkan karena jumlah elektron yang mengalami ionisasi
meningkat sejalan dengan radiasi matahari. Sedangkan pada saat malam hari, elektron
yang mengalami ionisasi terhenti. Dibawah ini adalah gambar variansi harian prediksi
frekuensi antara kota Biak-Banjarmasin.
frekuensi (MHz)
frekuensi kerja
14
12
10
8
6
4
2
0
LUF
OWF
MUF
waktu (WIB)
Gambar 2.5. Variasi harian
(Sumber : Nancy Ristanti dkk, 2013)
Dari gambar diatas mereprentasikan bahwa kondisi penggunaan frekuensi tiap
waktu mengalami perubahan. Pada jam 00:00 WIB -08:00 WIB memiliki rentang frekuensi
kerja berkisar 3 MHz, ini dikarenakan kandungan elektron yang terdapat dilapisan ionosfer
mengalami penurunan. Sehingga menyebabkan frekuensi gelombang radio yang dapat
dipantulkan sangat kecil. Ini berbeda pada saat jam 08:00 WIB -18:00 WIB dimana
aktifitas relatif tinggi dengan frekuensi 9 MHz, ini terjadi karena elektron yang dihasilkan
dilapisan ionosfer masih tinggi sehingga frekuensi gelombang radio yang dapat
dipantulkan lebih tinggi. Namun pada saat jam 19:00 WIB -23:00 WIB frekuensi kerja
mulai menurun dengan nilai 3 MHz.
II-8
b. Varian musiman
Posisi matahari setiap saat menentukan besarnya radiasi yang sampai di ionosfer,
yang akan dipakai sebagai sumber energy pembentukannya. Variasi frekuensi kritis lapisan
F2 selama 1 tahun. Variasi musiman merupakan pengamatan lapisan atmosfer yang
dilakukan dalam waktu permusim. Pada tiap musim, posisi matahari berbeda beda terhadap
bumi. pada tanggal 23 September dan 21 Maret posisi matahari tepat berada di ekuator,
pada tanggal 21 Desember matahari berada posisi selatan, sedangkan pada 21 Juni berada
di sebelah utara. Posisi inilah yang menentukan besarnya radiasi yang sampai di ionosfer,
yang akan berpengaruh dalam pembentukannya. Variasi musiman selama 1 tahun dapat
foF2 (MHz)
dilihat pada gambar berikut
20
15
10
5
0
2002
2009
Gambar 2.6.Variansi musiman
(Sumber: Sri suhartini, 2013)
Dari Gambar 2.6 dapat diketahui bahwa pada saat bulan Maret-April, dan
September - Oktober terlihat bahwa frekuensi lapisan f2 lebih besar dibandingkan pada saat
bulan Juni - Juli dan Desember- Januari. Hal ini dikarnakan pada bulan maret-april dan
september-oktober posisi matahari berada disekitar katulistiwa.
c. Variasi Jangka Panjang
Variasi jangka panjang merupakan siklus aktifitas matahari dalam kurun waktu 11
tahun. Dalam kurun waktu tersebut matahari mengalami aktifitas yang secara aktif dan
secara tenang. Ketika kondisi secara aktif, energi yang dipancarkan matahari akan sangat
besar, sehingga aktifitas di ionosfer dapat mengionisasi lebih banyak partikel netral.
Sehingga jumlah elekron meningkat dan lapisan ionosfer dapat memantulkan gelombang
radio dengan frekuensi lebih tinggi. Setelah mencapai puncak, aktifitas matahari kembali
II-9
tenang sehingga energi juga menurun, sehingga produksi elektron juga menurun. Hal ini
mengakibatkan gelombang radio
yang dipantulkan juga mengalami penurunan
140
120
100
80
60
40
20
0
16
14
12
10
8
foF2 (MHz)
Indeks aktivitas matahri
frekuensinya.
6
4
96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09
Indeks akt. matahari Tahun
foF2 Tanjungsari
Gambar 2.7. Variansi jangka panjang
(Sumber: Sri suhartini, 2013)
Dari gambar diatas terlihat bahwa aktifitas matahari selalu berubah. Pada tahun 97,
indeks matahari segaris dengan aktifitar matahari pada tahun 2007. Itu artinya rentang
aktifitas matahari akan mengalami perubahan selama 11 tahun. Aktifitas matahari berada
pada puncaknya terlihat ditahun 2000 dan mengalami penurunan sampai tahun 2009.
d. Variasi lokasi
Ionosfer dibentuk karena adanya dua komponen yang menentukan yaitu partikel
netral yang akan terionisasi dan matahari sebagai sumber energi. Perubahan posisi
matahari terhadap bumi menyebabkan variasi musiman. Pada suatu waktu kondisi ionosfer
pada tempat yang berbeda akan berbeda pula. Ionosfer pada saat posisi dekat dengan
matahari akan berbeda dengan ionosfer di tempat lain yang jauh dari matahari. Hal ini
menyababkan terjadinya variasi lokasi.
2.4
Moda Penjalaran Gelombang Antariksa
Lapisan ionosfer dapat membelokkan gelombang radio pada frekuensi 3-30 MHz
dan bahkan bisa mencapai frekuensi 50 MHz. karena dipantulkan oleh lapisan ionosfer,
gelombang radio tersebut bisa menjangkau jarak ribuan kilometer tanpa repeater. Oleh
sebab itu, jangkauan perambatan gelombang angkasa sangat bergantung pada perilaku
lapisan ionosfer. Pembentukan lapisan ionosfer sangat tergantung terhadap aktivitas
II-10
matahari, sehingga lapisan ini mempunyai variasi harian, musiman, siklus matahari, dan
lintang (McNamara, 1991). Adanya variasi harian menyebabkan perambatan gelombang
radio pada malam hari, siang dan pagi hari berbeda sehingga frekuensi kerja suatu stasiun
radio yang dapat digunakan pada malam hari akan berbeda dengan frekuensi kerja siang
hari. Pada umumnya, frekuensi kerja malam dan pagi lebih rendah dari frekuensi kerja
siang hari.
Dari hasil penelitian aktivitas matahari, diketahui bahwa aktivitas matahari
bervariasi dan mempunyai periode 9-11 tahun. Dalam waktu 9-11 tahun tersebut aktivitas
matahari akan bergerak naik untuk mencapai puncaknya selama paruh pertama (-5 tahun
pertama) dan kemudian turun menuju aktivitas minimum pada paruh kedua. Jadi dengan
adanya variasi siklus matahari, perambatan gelombang angkasa akan berbeda saat matahari
tenang dengan pada saat matahari aktif.
2.4.1 Moda Penjalaran (Single, Double, dan Mixed Reflection)
Banyak cara gelombang antariksa merambat dari pemancar ke penerima. Moda
dimana gelombang dipantulkan oleh lapisan tertentu yang memerlukan paling sedikit satu
pantulan dari pemancar ke penerima disebut moda tingkat pertama (single). Moda yang
memerlukan satu pantulan tambahan disebut moda tingkat kedua (double), dan seterusnya.
Untuk sirkuit dengan jarak 5000 Km, mode pertama F memerlukan dua kali pantulan (2F),
sedangkan moda kedua F memerlukan tiga kali pantulan. Moda lapisan E tingkat pertama
memiliki jumlah pantulan yang sama dengan moda lapisan F tingkat pertama. Jika hasil
dari pantulan lebih besar dari 2050 Km, dengan sudut elevasi 00, maka tidak mungkin
menggunakan moda lapisan E. Moda sederhana adalah moda dimana propagasi hanya
dipantulkan oleh satu kali oleh lapisan ionosfer. Gambar 2.8 menunjukan moda sederhana,
sedangkan moda campuran dimana gelombang dipantulkan oleh lapisan E dan lapisan F
ditunjukan oleh gambar 2.9
II-11
Gambar 2.8. Moda pemantulan gelombang radio sederhana terjadi ketika gelombang
dipantulkan sekali oleh masing-masing lapisan ionosfer (www.ips.gov.au)
Moda penjalaran juga tidak terlepas dari jarak yang dapat ditempuh gelombang
dalam perambatannya. Jarak pantul adalah jarak di bumi yang mampu dijangkau oleh
sinyal gelombang radio setelah dipantulkan sekali oleh lapisan ionosfer. Jarak jangkau
maksimal ditentukan oleh ketinggian ionosfer dan kelengkungan bumi. Untuk ketinggian
lapisan E dan F sekitar 100 Km dan 300 km, jarak pantulan maksimal sekitar 1800 km dan
3200 km ( berdasarkan sudut elevasi -40). Untuk jarak yang lebih jauh, butuh lebih dari
satu kali pantulan, sebagai contoh untuk jarak 6100 km dibutuhkan 4 kali pantulan oleh
lapisan E (4E) dan 2 kali lapisan F (2F).
Gambar 2.9. Moda pemantulan gelombang radio campuran terjadi ketika gelombang
dipantulkan beberapa kali oleh masing-masing lapisan ionosfer.
II-12
2.4.2 Komunikasi Jarak Dekat (NVIS)
Near vertical incidence sky wave adalah sebutan komunikasi radio untuk jarak
dekat dengan berkisar jarak antara 50-600 km. Komunikasi jenis ini pada umumnya
digunakan dalam komunikasi militer dan penggunaan radio HF untuk pemerintahan (Gatot
Wikanto, dkk. 2013).
RF dipancarkan pada sudut elevasi tinggi (> 70 derajat). Jika frekuensi RF berada
di bawah frekuensi kritis, akan dibiaskan kembali ke permukaan bumi, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.10 berikut.
Gambar 2.10. Propagasi NVIS
(Sumber : Varuliantor Dear, 2013)
Keuntungan NVIS tidak memerlukan infrastruktur seperti repeater atau satelit. Dua
stasiun menggunakan teknik NVIS dapat membangun komunikasi yang dapat diandalkan
tanpa dukungan pihak ketiga. Komunikasi radio NVIS cocok untuk komunikasi darurat
regional, dengan bantuan lapisan ionosfer, komunikasi yang handal untuk jarak sekitar 300
kilometer dapat terciptakan.
Komunikasi NVIS ini sangat berguna untuk komunikasi radio di daerah
pegunungan dimana propogasi langsung, frekuansi UHF, dan VHF tidak efektif atau ketika
jarak komunikasi di luar jangkuan gelombang permukaan ( lebih dari 80 km) dan kurang
dari gelombang angkasa (500-2500 km). konfigurasi antena komunikasi NVIS adalah
terpolarisasi lurus (pararel dengan permukaan bumi) dengan elemen radiasi berkisar antara
1/20-1/8 χ diatas permukaan tanah. Jaraknya yang terlalu dekat dengan tanah inilah yang
memaksa sebagian besar radiasi yang dipancarkan tegak lurus keatas.
II-13
2.5
Daerah Bisu
Daerah bisu adalah daerah yang tidak terjangkau oleh gelombang radio dengan
frekuensi tertentu, baik melalui proses perambatan secara langsung, perambatan di
permukaan bumi, maupun perambatan diantartika (McNamara, 1992; Silver, 2004).
Perambatan secara langsung dibatasi oleh kelengkungan bumi. Hasil analisis terdahulu
menunjukan bahwa jarak terjauh perambatan langsung antara stasiun radio di Bandar udara
Sukarno-Hatta dengan pesawat udara yang terbang pada ketinggian 10 km adalah sekitar
239 km (Jiyo, 2009).
Daerah bisu juga dipengaruhi oleh kemampuan pantul lapisan ionosfer, maka
keberadaan daerah ini juga tergantung kepada besarnya frekuensi maksimum lapisan
tersebut. Frekuansi maksimum lapisan ionosfer bervariasi terhadap waktu sehingga
keberadaan daerah bisu juga tergantung kepada waktu. Selanjutnya perambatan gelombang
permukaan bergantung kepada konduktivitas dan permitivitas relative dari permukaan
bumi yang dilewatinya. Dengan demikian suatu daerah bisa juga bergantung kepada jenis
permukaan yang dilewati oleh gelombang radio tersebut.
2.5.1 Jarak Rambat Gelombang Permukaan
Jarak rambat gelombang permukaan adalah jarak maksimum yang dapat dicapai
oleh gelombang radio dengan frekuensi tertentu yang merambat dipermukaan bumi. Jarak
rambat gelombang bergantung kepada jenis permukaan. Dalam hal ini jenis permukaan
menentukan nilai permitivitas relative dan konduktivitasnya. Berdasarkan hasil yang telah
dilakukan (Jiyo, 2010) diketahui bahwa semakin tinggi nilai permitivitas relative dan
konduktivitasnya, maka jarak rambat gelombang permukaan juga semakin jauh.
Tabel 2.2 Tabel Permitivitas realtif dan konduktivitas berdasarkan jenis permukaan
Jenis Permukaan
Permitivitas Relatif
Konduktivitas
Permukaan kering
3
0.0001 S/m
Permukaan lembab
15
0.0010 S/m
Permukaan basah
30
0.0100 S/m
Perairan
80
0.0030 S/m
Lautan
80
5.0000 S/m
II-14
Pada tabel diatas menunjukan variasi jarak rambat gelombang permukaan yang
dipancarkan oleh suatu stasiun radio di Jakarta pada bulan maret, pukul 12.00 WIB, yang
dihitung menggunakan paket program GWPS (Ground Wave Prediction System). Pada
panel (a) pada jangkauan rambat gelombang paling dekat dibandingkan dengan permukaan
yang basah dan perairan. Sedangkan untuk permukaan lautan jangkauan rambat
gelombangnya paling jauh. Glombang radio yang merambat di permukaan laut bisa
mencapai lebih dari 100 km. gelombang radio dengan frekuensi 3-4 MHz mampu
mengjangkau jarak 600 hingga 700 km.
2.5.2 Jarak Rambat Terdekat Gelombang Antariksa
Jarak rambat terdekat gelombang antariksa terjadi jika frekuensi keja (fk) lebih
besar dari frekuensi kritis lapisan ionosfer (foF2) (Jiyo,2010). Jika frekuensi kerja lebih
rendah dari frekuensi kritis, maka jarak rambat terdekat sama dengan 0. Artinya, frekuensi
kerja yang lebih rendah dari frekuensi kritis lapisan ionosfer tidak mempunyai daerah bisu
dan akan dapat diterima di radius yang dekat sekalipun. Sebaliknya, jika frekuensi kerja
lebih besar dari frekuensi kritis lapisan ionosfer, maka akan ada wilayah yang cukup dekat
dengan stasiun pemancar yang tidak dapat menerima gelombang radio yang
dipancarkannya.
Nilai foF2 bervariasi sepanjang hari, sepanjang tahun, dan sepanjang siklus
aktivitas matahari. Oleh karenanya, kejadiannya daerah bisu dan radiusnya juga bervariasi
sepanjang selang waktu tersebut. Hasil kajian yang telah dilakukan menunjukan bahwa
jarak rambat terdekat gelombang antariksa pada malam hari lebih besar dibandingkan
siang hari (Jiyo, 2006). Frekuensi kerja yang lebih tinggi mempunyai kemungkinan lebih
besar akan menghasilkan jarak rambat terdekat lebih jauh. Demikian pula pada saat
metahari aktif akan menyebabkan jarak rambat terdekat lebih kecil.
2.5.3 Menyiasati Daerah Bisu
Terjadinya daerah bisu akan menimbulkan masalah pada kelancaran komuniksi
radio. Oleh karena itu, komunikasi dengan stasiun lain yang terletak pada daerah bisu bisa
dihindari. Untuk menghindari daerah bisu terdapat dua cara yaitu frekuensi kerja yang
tepat dan pengaturan waktu operasi. Pada saat mengajukan izin penggunaan frekuensi
kepada lembaga yang berwenang, stasiun radio dapat menyertakan hasil daerah bisu.
Informasi ini dapat diperoleh dari proses analis terhadap jarak stasiun radio yang akan
dijangkau dan data ionosfer. Informasi frekuensi yang diperoleh dapat dijadikan
II-15
pertimbangan oleh lembaga regulator untuk memberikan alokasi frekuensi yang paling
dekat dengan frekuensi hasil analisis. Jika personil stasiun radio tidak melakukan analisis
dimaksud, maka perlu bantuan konsultan seperti LAPAN.
2.6
Prediksi Frekuensi Komunikasi Radio HF
Keberhasilan komunikasi radio HF sangat bergantung kepada kondisi lapisan
ionosfer antara pemancar dan penerima. Lapisan ionosfer merupakan lapisan yang tidak
stabil dan sangat dipengaruhi oleh variansi harian, variansi musiman, aktivitas matahari
dan lokasi. Oleh karena itu, satu kanal frekuensi tidak dapat digunakan sepanjang hari atau
real time. Cara yang mungkin dilakukan adalah memilih frekuensi yang sesuai dengan
kondisi ionosfer pada waktu tersebut. Prediksi komunikasi radio HF merupakan panduan
secara umum berdasarkan kondisi rata-rata dalam satu bulan, yang memberikan informasi
tentang rentang frekuensi yang dapat digunakan untuk komunikasi radio setiap jam pada
bulan tertentu. Untuk memanajemen frekuensi kerja pada komunikasi radio HF, maka
digunakan perhitungan nilai MUF, OWF dan LUF yang menyatakan pada waktu dan
frekuensi berapa saja dapat digunakan.
2.6.1 Maximum usable Frequency (MUF)
MUF (maximum Usable Frequency) adalah frekuensi tertinggi antara dua stasiun
radio (pemancar dan penerima) sehingga gelombang radio dapat dipantulkan (Nancy
Ristanti, 2013). Nilai dari MUF diperoleh berdasarkan kondisi lapisan ionosfer dan jarak
antara pemancar ke penerima. Frekuensi yang libih tinggi dari nilai MUF akan diteruskan
ke angkasa dengan kata lain gelombang radio tidak akan sampai kepenerima.
Untuk menentukan frekuensi kerja MUF pada Radio HF, digunakan model
persamaan rumus dibawah ini:
MUF
 foF 2 .
1 / 4 d '2  h '2
h'
fo/fv
= frekuensi kritis/ frekuensi vertikal lapisan ionosfer
d’
= jarak semu sirkit komunikasi
h’
= ketinggian lapisan ionosfer
Tx
= Stasiun Pemancar
Rx
= Stasiun Penerima
(2-2)
II-16
2.6.2 Optimum Working Frequency (OWF)
OWF (optimum working Frequency) adalah formula umum yang digunakan untuk
menentukan frekuensi operasi optimal adalah menghitung 80-90% dari nilai MUF. Untuk
memastikan komunikasi antara stasiun pemancar dengan stasiun penerima berjalan lancar,
biasanya frekuensi dipilih dibawah frekuensi maximum.
Rumus persamaan yang digunakan:
OWF = 0,85 x MUF
(2-3)
2.6.3 Lowest Useble Frequency (LUF)
LUF (lowest Usable Frequency) merupakan frekuensi terendah yang dapat
dipantulkan oleh ionosfer. LUF ini terjadi pada saat elektron yang terdapat dilapisan
ionosfer menurun akibad tidak adanya radiasi matahari. Dengan kata lain, peristiwa LUF
ini terjadi di sepanjang malam hari sampai menjelang pagi pada saat matahari mulai terbit.
2.7
Automatic Link Establishment (ALE) Radio HF
Sistem komunikasi radio HF telah berkembang dengan mengadopsi komunikasi
data digital. Penerapan ini dapat dilakukan dengan menambah perangkat utama yaitu
modem radio atau interface. Seperti yang telah diterapkan pada jaringan automatic link
establishment (ALE).
Sistem ALE ialah sistem yang melakukan pengukuran terhadap pemilihan
frekuensi kerja pada komunikasi radio secara otomatis. Dengan memasukkan frekuensi
kerja yang dimiliki pada kanal yang disediakan, sistem ALE akan melakukan pengujian
dari tiap-tiap kanal untuk mencari frekuensi yang dapat digunakan dari waktu ke waktu.
Dalam pengukuran tersebut, pemilihan frekuensi kerja ditentukan dari hasil kualitas
frekuensi kerja yang paling baik di setiap stasiun masing-masing (Varuliantor Dear, 2012).
2.7.1 Antena
Dengan spesifikasi antena yang digunakan sebagai berikut:
Merk antena
: CDW-230 jenis Dipole
Frequency range
: 1,8 – 30 MHz
Input impedance
: 50 ohm
Max. Input power
: 500 W
Antena length
: 25 m (82 ft)
Wight
: approx 3 kg (antena body)
II-17
Coax cable
: 30 m
Gambar 2.11. Model Jenis Antena CDW-230
2.7.2 Radio Transceiver
Radio transceiver berfungsi sebagai output dan input berupa suara. Sebelum
meningkatkan system komunikasi radio konvensional menjadi system komunikasi data
digital, sebaliknya dipastikan bahwa system radio konvensional telah stabil dan bekerja
dengan baik. Pengiriman data digital tetap menggunakan suara untuk menumpangkan
informasi yang akan dikirimkan sehingga kestabilan system komunikasi radio/kestabilan
system sebelumnya akan mendukung berlangsungnya komunikasi data digital dengan baik.
Pada dasarnya, hampir semua radio transceiver dapat digunakan untuk komunikasi
data digital. Namun, beberapa transceiver yang relatif baru dikeluarkan pabrik memiliki
desain/rancangan khusus yang diperuntukkan bagi komunikasi data digital.
Gambar. 2.12 Radio Transceiver
2.7.3 Modem
Modem merupakan perangkat interface antara komputer dan radio transceiver.
Peran utama modem adalah mengontrol perangkat transceiver pada saat menerima atau
mengirim informasi dari komputer ke transceiver. Modem menggunakan gelombang audio
sebagai informasi memanfaatkan fungsi soundcard pada komputer sebagai pengolah data
suara untuk diubah ke dalam digital.
2.7.4 PC/Laptop
PC/laptop merupakan perangkat yang berfungsi monitoring secara visual berupa
text dan gambar. PC terhubung ke modem melalui port USB ataupun port yang tersedia
tergantung jenis modem.
II-18
2.7.5 Perangkat Software
Software dalam komunikasi data digital sangat penting. Dengan adanya software
ini perintah-perintah dapat dijalankan sehingga antara modem/TNC dan radio tranciever
dapat saling terhubung dalam mengirimkan informasi yang dapat ditampilkan melalui PC.
Salah satu software yang digunakan oleh sistem jaringan ALE adalah MixW. MixW
dibuat oleh Nick Fedoseev dan timnya. Piranti lunak MixW memanfaatkan soundcard
sebagai modem untuk menerima dan mengirim informasi, oleh karena itu seting audio RX
level sangatlah penting dilakukan.
II-19
Download