CALLABLE BOND Callable Bond memberikan hak penerbit obligasi untuk menebus obligasi sebelum tanggal jatuh tempo. Harga tebus (Call Price) adalah harga yang penerbit mau bayarkan untuk menebus obligasi. Umumnya lebih tinggi daripada nilai nominal obligasi (biasanya premium call besarnya setengah hingga satu tahun bunga). Penerbit memiliki opsi untuk membayar dengan menawarkan tingkat bunga yang lebih tinggi. Jika tingkat suku bunga pasar menurun pada saat tanggal akan ditebus, penerbit akan mampu membiayai kembali utang pada tingkat yang lebih murah sehingga akan ada insentif untuk menarik obligasi itu pada nilai nominalnya. Ketika suku bunga turun, harga obligasi naik, sehingga hal ini menguntungkan untuk membeli obligasi kembali dengan nilai nominal. Sebagai contoh jika suatu perusahaan menerbitkan callable bond dengan tingkat bunga yang tinggi ketika tingkat bunga pasar tinggi, lalu tingkat bunga pasar menurun, maka lebih baik bagi perusahaan untuk menarik kembali utang meraka yang berbunga tinggi dalam bentuk callable bond tersebut dan menerbitkan sekuritas utang baru dengan bunga yang lebih rendah untuk mengurangi beban pembayaran. Namun tentu saja keuntungan bagi perusahaan merupakan beban bagi pemilik obligasi karena dari sisi pemegang obligasi, mereka harus melepas hak atas tingkat bunga yang menarik. Dengan demikian, apabila suatu perusahaan menerbitkan obligasi yang dapat ditarik kembali, akan menggunakan harga yang rendah agar dapat menarik pembeli obligasi tersebut. Contoh : obligasi kupon 8%, 10, harga 92 dapat ditebus dalam tiga tahun pada harga 108. BOND RATING Dalam investasi, rating merupakan salah satu hal yang sangat penting karena menentukan suatu perusahaan / negara bisa mendapatkan pendanaan dari penerbitan obligasi atau tidak dan berapa besar kupon atau imbal hasil yang harus dibayarkan supaya mau diterima oleh investor. Rating adalah suatu penilaian yang terstandarisasi terhadap kemampuan suatu negara atau perusahaan dalam membayar hutang-hutangnya. Karena terstandarisasi artinya rating suatu perusahaan atau negara dapat dibandingkan dengan perusahaan atau negara yang lain sehingga dapat dibedakan siapa yang mempunyai kemampuan lebih baik, siapa yang kurang. Rating dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat yang mendapat izin resmi dari pemerintah. Di Indonesia, perusahaan yang mendapat izin serta menjadi market leader dalam pemberian rating adalah PT. PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia). Suatu rating terdiri dari 2 bagian Rating dan Outlook. Rating adalah kemampuan membayar hutang sedangkan Outlook adalah pandangan dari perusahaan pemeringkat apakah Rating akan naik, turun atau tetap pada periode penilaian berikutnya. Rating sendiri terdiri dari 2 yaitu 3 huruf yang disertai dengan tanda atau angka tergantung perusahaan pemeringkat. Sebagai contoh urutan dari yang paling tinggi hingga paling rendah secara umum adalah sebagai berikut : Investment Grade - AAA atau Aaa - AA+, AA dan AA- atau Aa1, Aa2 dan Aa3 - A+, A, dan A- atau A1, A2 dan A3 - BBB+, BBB dan BBB- atau Baa1, Baa2 dan Baa3 Non Investment Grade (junk Bond) dengan rating di bawah BBB atau Baa - BB+, BB dan BB- atau Ba1, Ba2, dan Ba3 - B+, B dan B- atau B1, B2 dan B3 - CCC+, CCC dan CCC- atau Caa1, Caa2, dan Caa3 - CC+, CC dan CC- atau Ca11, Ca2 dan Ca3 - C+, C dan C- atau C1, C2 dan C3 - Default Investment Grade adalah kategori bahwa suatu perusahaan atau negara dianggap memiliki kemampuan yang cukup dalam melunasi hutangnya. Sehingga bagi investor yang mencari investasi yang aman, umumnya mereka memilih rating Investment Grade. Praktek pada perusahaan lebih detail lagi. Non Investment Grade adalah kategori bahwa suatu perusahaan atau negara dianggap memiliki kemampuan yang meragukan dalam memenuhi kewajibannya. Perusahaan yang masuk kategori ini biasanya cenderung sulit memperoleh pendanaan. Supaya bisa berhasil umumnya mereka memberikan kupon atau imbal hasil yang tinggi sehingga disebut juga dengan High Yield Bond. Investor yang memilih jenis obligasi ini biasanya cenderung memiliki sifat spekulatif. Sebab jika ternyata perusahaan berkomitmen melunasi seluruh kewajibannya, imbal hasil yang diterima bisa sangat tinggi. Pada prinsipnya, semakin rendah rating, berarti semakin tinggi risiko gagal bayar dan berarti semakin besar pula imbal hasil (return) yang diharapkan oleh investor. Jadi ini menjadi alasan mengapa bunga deposito yang berbasis dollar seperti mata uang Singapura (AAA) bisa jauh lebih rendah dibandingkan bunga deposito Indonesia (BB) dan orang tetap mau menempatkan dana pada deposito tersebut. Sebagai contoh rating Indonesia yang diringkas oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut sumber: Bank Indonesia Rating dan Implikasinya Terhadap Investasi Rating dalam hal ini Rating terhadap Negara Indonesia memiliki implikasi yang signifikan terhadap investasi di Indonesia. Saat ini rating Indonesia berada pada BB+ atau 1 tingkat lagi supaya bisa mencapai BBB-. Jika Indonesia berhasilkan mendapatkan kenaikan rating tersebut pada tahun 2012 nanti, maka perkiraan kami akan ada beberapa dampak positif yang bisa dirasakan seperti: Investor luar akan mengganggap negara Indonesia menjadi negara yang layak investasi (Investment Grade) dibandingkan negara yang hanya menjadi tujuan spekulasi saja Dengan masuknya investasi, maka dana yang masuk tidak melulu hanya dana hot money yang bisa keluar setiap saat akan tetapi bisa jadi merupakan dana investasi yang sifatnya lebih jangka panjang. Masuknya dana asing diharapkan dapat mendongkrak harga saham dan obligasi sehingga pada akhirnya juga meningkatkan tingkat pengembalian instrumen reksa dana.