BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Budaya Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Budaya Organisasi Budaya organisasi yang kuat memberikan kepada para karyawan pemahaman yang jelas tentang “cara penyelesaian urutan di sekitarnya”.Budaya memberikan stabilitas pada organisasi. Menurut Schein dalam Gary Yukl (2005, p334) menyatakan bahwa budaya sebuah kelompok atau organisasi adalah asumsi dan keyakinan bersama tentang dunia dan tempat mereka di dalamnya, sifat dari waktu dan ruang, sifat manusia, dan hubungan manusia. Menurut Kotler (2005, p77) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah “pengalaman, cerita, keyakinan, dan norma bersama yang menjadi ciri organisasi”. Namun bila memasuki perusahaan, kita akan menjumpai budaya perusahaan seperti cara orang berpakaian dan cara mereka berbicara satu sama lain. Dan sedangkan menurut, Robbins (2006, p721) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Dengan adanya beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah nilai dan keyakinan dalam sebuah kelompok atau organisasi yang menjadi ciri organisasi sehingga membedakan organisasi itu dari organisasiorganisasi lainnya. 8 9 Mengapa budaya organisasi diperlukan dalam suatu perusahaan? (Bennet Silalahi , 2004, p8) : a. Penyeragaman sikap terhadap persyaratan dan tuntutan kerja. b. Penyeragaman pengertian tentang sasaran dan hasil yang akan dicapai. c. Membentuk satu tatanan kerja yang tidak bertentangan dengan sasaran dan hasil yang akan dicapai. d. Membuka peluang pengembangan potensi karyawan seoptimal mungkin. e. Agar manajemen sistem kualitas dapat berperan. Inti dari budaya organisasi adalah agar suatu perusahaan dapat membuat tenaga kerja yang efektif, efisien dan produktif 2.1.1.2 Proses Penciptaan Budaya Terciptanya budaya organisasi terjadi dalam tiga cara (Robbins, 2006, p729), yaitu: 1. Para pendiri hanya memperkerjakan dan mempertahankan karyawan yang berfikir dan merasakan cara yang mereka tempuh. 2. Mereka mengdoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara berfikir dan cara berperasaan mereka. 3. Perilaku pendiri itu sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi mereka. Bila organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan.Pada titik ini, keseluruhan kepribadia pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya organisasi. 10 2.1.1.3 Karakteristik Budaya Organisasi Ada tujuh karakteristik primer pada budaya organisasi (Robbins, 2008, p256), antara lain sebagai berikut: 1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko. 2. Perhatian ke rincian. Sejauh mana karyawan diharapkan memperhatikan presisi/kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian. 3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu. 4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang didalam organisasi itu. 5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu. 6. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai 7. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo daripada pertumbuhan. 11 2.1.1.4 Fungsi Budaya Organisasi Menurut Robbins (2006, p725), bahwa budaya menjalankan lima fungsi di dalam sebuah organisasi, yaitu : 1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. 2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentinga diri individual seseorang. 4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Menurut Schein dalam Moh. Pabundu Tika (2006, p13), fungsi budaya organisasi berdasarkan tahap pengembangannya, yaitu: a. Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi Pada tahap ini, fungsi budaya organisasi terketak pada pembeda, baik terhadap lingkungan maupun tehadap kelompok atau organisasi lain. b. Fase pertengahan hidup organisasi Pada fase ini, budaya organisasi berfungsi sebagai integrator karena munculnya sub-sub buday baru sebagai penyelamat krisi identitas dan membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan budaya organisasi. 12 c. Fase dewasa Pada fase ini, budaya organisasi dapat sebagai penghambat dalam berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan menjadi sumber nilai untuk berpuasa diri. 2.1.2 Iklim Organisasi 2.1.2.1 Definisi Iklim Organisasi Dalam kehidupannya, manusia hampir tidak dapat untuk tidak terlibat dalam kegiatan organisasi. Apabila organisasi merupakan lingkungan yang dominan dan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan para anggotanya, maka menjadi suatu hal yang penting untuk mendapatkan keselarasan antara karakteristik organisasi dengan karakteristik dari para anggotanya. Oleh karena itu diperlukan suatu konsep yang dapat memberi gambaran mengenai lingkungan internal organisasi, dan pengaruhnya pada perilaku para anggotanya.Lingkungan internal ini merupakan iklim organisasi. Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kalinya dipakai oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an, yang menggunakan istilah iklim psikologi (psychological climate), kemudian istilah iklim organisasi dipakai oleh R. Tagiuri dan G. Litwin. Menurut Tagiuri dan Litwin dalam Wirawan (2007: 121) bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal yang secara relative terus berlangsung dialami oleh anggota organisasi, mem pengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. Menurut Amundson (dalam Martini & Rostiana, 2003) bahwa iklim organisasi mencerminkan kondisi internal suatu organisasi karena iklim hanya dapat dirasakan 13 oleh anggota organisasi tersebut, dan iklim dapat menjadi sarana untuk mencari penyebab perilaku negatif yang muncul pada karyawan. Menurut Umstot, Steers (1989) dalam Muhammad Idrus (2006) memandang iklim organisasi sebagai suatu kepribadian organisasi seperti apa yang dilihat para anggotanya. Dengan demikian menurut steers, iklim organisasi tertentu adalah iklim yang dilihat para pegawai dalam organisasi tersebut. Pendapat steers ini tampaknya diperkuat oleh jewell dan Siegall (1989) yang menyatakan bahwa konsep iklim organisasi didasarkan pada persepsi pribadi. Menurut Elvira Sari (2009) dalam Jurnal Iklim organisasi adalah suatu sistem sosial yang selalu dipengaruhi oleh lingkungan baik internal maupun eksternal. Iklim organisasi yang baik penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seorang karyawan tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku karyawan selanjutnya. Pengertian iklim organisasi atau suasana kerja dapat bersifat jelas secara fisik, tetapi dapat pula bersifat tidak secara fisik atau emosional Menurut Wirawan (2008:122) iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual atau kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi. Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah karakteristik organisasi yang dipersepsikan kondisi internal suatu organisasi yang dapat dirasakan oleh anggota organisasi untuk mencari penyebab perilaku negative yang muncul pada organisasi. 14 2.1.2.2 Dimensi Iklim Organisasi Menurut Robert Stringer dalam Wirawan (2007:131-133) dimensi iklim organisasi sebagai berikut : 1. Struktur (Structure) Struktur organisasi merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi merasa pekerjaan mereka didefinisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka merasa tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunyai kewenangan mengambil keputusan. 2. Standar-standar (Standards) Mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yamg dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar-standar yang tinggi artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja. standar-standar rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk kinerja. 3. Tanggung Jawab (Responsibility) Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “bos untuk diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya. Persepsi tanggung jawab tinggi menunjukan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan masalah problemnya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa pengambilan resiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan. 4. Penghargaan (Recognition) 15 Mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Penghargaan merupakan ukuran penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas penyelesaian pekerjaan. Penghargaan yang rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten. 5. Dukungan (Support) Perasaan percaya dan saling mendukung yang terus berlangsung diantara aggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik dan merasa memperoleh bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa terisolasi atau tersisih sendiri. 6. Komitmen (commitment) Perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal. Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya. 16 2.1.2.3 Faktor-faktor yang mem pengaruhi iklim organisasi Robert Stringer (dalam Wirawan 2007) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang mem pengaruhi terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu Lingkungan eksternal, strategi, praktik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi. Masing-masing faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin mengubah iklim suatu organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor tersebut. Praktik kepemimpinan Strategi organisasi Pengaturan organisasi Iklim organisasi Sejarah organisasi Lingkungan eksternal Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mem pengaruhi Iklim Organisasi Sumber: Stringer (dalam Wirawan 2007) 1. Lingkungan eksternal Industry atau bisnis yang sama mempunyai iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi umumnya sama, demikian juga dengan iklim organisasi pemerintah, sekolah dasar, atau perusahaan industry minyak kelapa sawit di Indonesia, mempunyai iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaruh lingkungan eksternal organisasi. 2. Strategi organisasi 17 Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor lingkungan penentu dari level organisasi yang berbeda. Strategi mempengaruhi iklim organisasi secara tidak langsung. a. Praktik kepemimpinan akan bervariasi, bergantung pada strategi yang dilaksanakan b. Pengarturan organisasi akan dikembangkan untuk memperkuat strategistrategi yang berbeda. c. Strategi jangka panjang akan mempunyai dampak terhadap kekuatan sejarah yang menentukan iklim organisasi. 3. Pengaturan organisasi Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap iklim organisasi. 4. Kekuatan sejarah Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh terhadapa iklim organisasinya. 5. Kepemimpinan Perilaku pemimpin mem pengaruhi iklim organisasi yang kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan pendorong utama terjadinya kinerja. 18 2.1.3 Retensi Karyawan 2.1.3.1 Definisi Retensi Berdasarkan Mathis & Jackson (2006:126-128), retensi karyawan merupakan upaya untuk mempertahankan karyawan di dalam organisasi.Retensi karyawan mengacu pada berbagai kebijakan dan praktik yang mengarahkan karyawan agar bertahan di organisasi untuk jangka waktu yang lebih lama. Setiap organisasi menginvestasikan waktu dan uang untuk mengembangkan rekruitmen baru agar ia siap bekerja dan dapat menyamai karyawan yang sudah ada (Gayathri, Sivaraman, & Kamalambal, 2012). Selanjutnya, menurut Gayathri et al (2012) kehilangan karyawan selalu berarti kehilangan pengetahuan, modal, keahlian, dan pengalaman.Maka, menjadi kehilangan yang sangat besar bagi organisasi apabila organisasi kehilangan orang yang sangat terlatih. Bila organisasi kehilangan seseorang dengan banyak pengetahuan, pada dasarnya organisasi telah kehilangan pendapatan yang seharusnya dihasilkan karyawan tersebut. Jadi, sangat penting bagi organisasi agar tidak kehilangan karyawan, yang dapat mengakibatkan kerugian dan inefisiensi dalam pekerjaan organisasi.Sehingga perlu dikembangkan langkah-langkah yang diperlukan agar perusahaan dapat mempertahankan aset sumber daya manusianya. Semakin besar karyawan merasa organisasi tempatnya bekerja mengembangkan kebijakan sumber daya manusia yang berpusat pada kesejahteraan secara profesional, maka semakin kecil kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi yang mempekerjakan mereka (Paille, Bordeau & Galois, 2010). 19 Selanjutnya, Paille, Bordeau & Galois (2010) menyimpulkan berdasarkan manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi, bahwa semakin tinggi kepuasan karyawan terhadap kondisi pekerjaannya di dalam organisasi maka semakin kecil kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Dengan demikian, kecilnya tingkat karyawan yang keluar dari organisasi menunjukkan besarnya tingkat retensi karyawan di dalam organisasi. Blakely et al (2003) dan Podsakoff et al (2000) dalam Paille, Bordeau & Galois (2010) menambahkan bahwa apabila kepuasan karyawan terhadap kondisi pekerjaan mereka tinggi, karyawan akan semakin lebih menunjukkan upaya sukarela untuk menolong organisasi mencapai efisiensi yang lebih baik. 2.1.3.2 Faktor-Faktor Retensi Karyawan Mathis & Jackson (2006:128-135) menyampaikan bahwa, ada beberapa faktor penentu terhadap retensi karyawan, yaitu: 1) Komponen Organisasional Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan mereka. Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif serta berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah. Strategi, peluang, dan manajemen organisasional di dalam perusahaan yang dikelola dengan baik juga akan mempengaruhi retensi karyawan. Demikian pula dengan kontinuitas dan keamanan kerja (job security) seseorang di suatu organisasi, juga turut berpengaruh terhadap retensi karyawan. 2) Peluang Karier Organisasional Survei terhadap karyawan di semua jenis pekerjaan tetap menunjukkan bahwa usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat retensi 20 karyawan secara signifikan.Faktor-faktor yang mendasarinya adalah pelatihan karyawan secara kontinu yang dilakukan perusahaan, pengembangan dan bimbingan karier terhadap seseorang, serta perencanaan karier formal di dalam suatu organisasi. 3) Penghargaan Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja, datang dan pembentukan gaji, insentif, dan tunjangan. Menurut banyak survei dan pengalaman, satu hal yang penting terhadap retensi karyawan adalah mempunyai praktik kompensasi yang kompetitif. Penghargaan yang kompetitif tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gaji dan tunjangan yang kompetitif, penghargaan berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap karyawan serta tunjangan dan bonus spesial. 4) Rancangan Tugas dan Pekerjaan Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan pekerjaan yang dilakukan. Beberapa organisasi menemukan bahwa angka perputaran karyawan yang tinggi dalam beberapa bulan lamanya pekerjaan sering kali dihubungkan dengan usaha penyaringan seleksi yang kurang memadai.Rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus memperhatikan unsur tanggung jawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja karyawan, kondisi kerja yang baik (faktor fisik dan lingkungan seperti, ruang, pencahayaan, suhu, kegaduhan dan sejenisnya), dan keseimbangan kerja/kehidupan karyawan. 5) Hubungan Karyawan Hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi menjadi faktor yang diketahui dapat mempengaruhi retensi karyawan. Apabila karyawan memperoleh perlakuan yang adil atau tidak diskriminatif, mendapat dukungan dari supervisor atau 21 manajemen, dan memiliki hubungan dengan rekan kerja yang baik, maka hal-hal ini akan mempengaruhi retensi karyawan. 2.1.3.3 Manajemen Retensi Karyawan Agar dapat mengelola retensi karyawan dengan baik, penting bagi perusahaan untuk mengatur retensi para karyawan.Apabila kurang diperhatikan, retensi karyawan kemungkinan besar tidak berhasil. Menurut Mathis & Jackson (2006:136143), proses manajemen retensi karyawan terdiri atas: 1) Pengukuran dan penilaian retensi karyawan Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan retensi karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih membutuhkan data dan analsis daripada kesan subjektif dati situasi individual yang dipilih, atau reaksi terhadap hilangnya beberapa orang penting.Oleh karena itu, adalah penting untuk mempunyai beberapa jenis ukuran dan analisis yang berbeda. Data yang dapat diukur dan dinilai, terdiri dari: • Analisis pengukuran perputaran • Biaya perputaran • Survei karyawan • Wawancara keluar kerja 2) Intervensi Retensi Karyawan Berbagai intervensi Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa cara, yaitu: • Proses perekrutan dan seleksi • Orientasi dan pelatihan 22 • Kompensasi dan tunjangan • Perencanaan dan pengembangan karier • Hubungan karyawan 3) Evaluasi dan Tindak Lanjut Setelah usaha intervensi dilakukan, selanjutnya evaluasi dan tindak lanjut dapat dilakukan dengan cara: • Menelaah data perputaran secara tetap • Memeriksa hasil intervensi • Menyesuaikan usaha intervensi 23 2.1.4 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Berikut ini adalah hasil penelitian-penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis: 1. Penelitian oleh Elisa Moncarz, Jinlin Zhao, dan Christine Kay (2009) yang berjudul “An Exploratory Study Of US Lodging Properties Organizational Practices On Employee Turnover And Retention”. Berdasarkan penelitian tersebut, budaya organisasi secara positif mem pengaruhi retensi karyawan. Penelitian ini menggunakan dasar penelitian terdahulu Chew et al., (2005), Cho et al., (2006), Milman (2003) Milman and Ricci, (2004) yang semuanya mendukung keputusan tersebut. 2. Penelitian oleh Natalie Govaerts, Eva Kyndt, Filip Dochy, dan Herman Baert, (2011) "Influence Of Learning And Working Climate On The Retention Of Talented Employees". Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa meningkatkan kualitas iklim bekerja dalam organisasi secara positif dapat memberikan pengaruh yang signikan pada retensi karyawan. 24 2.2 Kerangka Pemikiran Budaya Organisasi (X1): • Inovasi dan pengambilan resiko • Perhatian terhadap detail • Orientasi hasil • Orientasi orang H1 • Orientasi tim • Keagresifan Retensi Karyawan (Y): • Komponen • Kemantapan organisasional • Peluang karier H3 organisasional • Penghargaan Iklim Organisasi (X2): • Rancangan tugas dan pekerjaan • Struktur • Standar- standar H2 • Tanggung jawab • Penghargaan atau imbalan 2.1.6 Hipotesis • Dukungan • Komitmen Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran • Hubungan karyawan 25 2.3 Hipotesis Menurut Sugiyono (2005, p51), Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru pada teori belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Metode yang digunakan untuk T-1 adalah analisis deskriptif. Analisis ini dilakukan pada kuesioner yang telah disebarkan dan dijawab oleh responden. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan masalah, dan landasan teori yang ada maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Untuk T-1 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Budaya Organisasi (X1) dengan Retensi Karyawan (Y). Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Budaya Organisasi (X1) dengan Retensi Karyawan (Y). Untuk T-2 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Iklim Organisasi (X2) dengan Retensi Karyawan (Y) Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Iklim Organisasi (X2) dengan Retensi Karyawan (Y). Untuk T-3 Ho : Tidak ada pengaruh yang besar antara Budaya Organisasi (X1) dan Iklim Organisasi (X2) dengan Retensi Karyawan (Y). Ha : Ada pengaruh yang besar antara Budaya Organisasi (X1) dan Iklim Organisasi (X2) dengan Retensi Karyawan (Y).