BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kompensasi 2.1.1 Pengertian kompensasi Menurut Rachmawati (2008), dalam kehidupan sehari – hari, manusia selalu melakukan berbagai macam aktivitas baik sendiri maupun bersama orang lain. Salah satu macam aktivitas manusia tersebut diwujudkan dalam suatu kegiatan yang disebut kerja. Aktivitas didalam kerja mengandung suatu unsur kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu yang pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karyawan yang telah bekerja menyumbangkan tenaga dan pikirannya akan mendapatkan imbalan atau balas jasa yang sesuai karena pada dasarnya alasan mengapa seseorang bekerja adalah untuk mendapatkan imbalan atau balas jasa / kompensasi yang sesuai. Kompensasi didefinisikan secara beragam oleh para pakar. Menurut Daft dalam Hilton (2013), kompensasi merujuk pada: (1) semua pembayaran uang dan (2) semua barang atau komoditi yang digunakan berdasarkan nilai uang untuk memberi imbalan pegawai. Sedangkan bagi Bernardin dalam Hilton (2013) kompensasi merujuk pada semua bentuk hasil keuangan dan tunjangan nyata yang diterima pegawai sebagai bagian dari hubungan kerja. Sementara Caruth dan Handlogten dalam Hilton (2013) mendefinisikan kompensasi sebagai imbalan atau pemberian yang diberikan kepada 7 seseorang atas pelayanan yang dilakukan, yang mencakup imbalan secara langsung maupun tidak langsung. Kompensasi (Finansial) merupakan salah satu fungsi yang penting dalam manajemen sumber daya manusia (MSDM). Karena kompensasi merupakan salah satu aspek yang paling sensitif di dalam hubungan kerja. Menurut Panggabean dalam Sutrisno (2009) bahwa kompensasi dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. Cotterman dalam Hilton (2013) mendefinisikan kompensasi dari sudut pandang yang berbeda, yaitu sebagai pengungkapan secara nyata atas nilai yang dirasakan seseorang, yang mencakup gaya hidup, posisi dalam komunitas, status di antara rekan-rekan, keluarga, dan organisasi. Menurut William dan Davis dalam Hilton (2013) mendefinisikan bahwa kompensasi adalah apa yang seorang terima sebagai balasan pekerjaan yang diberikannya, baik upah per jam ataupun gaji periodik didesain dan dikelola oleh bagian personalia. Selanjutnya Tohardi dalam Sutrisno (2009) mengemukakan bahwa kompensasi dihitung berdasarkan evaluasi pekerjaan, perhitungan kompensasi berdasarkan evaluasi pekerjaan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan pemberian kompensasi yang mendekati kelayakan (worth) dan keadilan (equity). Karena bila kompensasi dirasakan tidak layak dan tidak adil oleh para karyawan, maka tidak mustahil hal tersebut merupakan sumber kecemburuan sosial. Untuk itulah paling tidak 8 kecemburuan social tersebut dapat ditekan atau dapat diminimalkan serendah mungkin, maka perlu tindakan preventif. Pemberian kompensasi yang layak dan adil tersebut merupakan kata kunci dalam upaya mendekati pemberian upah yang layak dan adil tersebut. McKenna dalam Sutrisno (2009) juga mengemukakan definisi yang relatif tidak sama yaitu mencakup berbagai aktivitas organisasi yang ditujukan bagi alokasi kompensasi dan tunjangan bagi pegawai sebagai imbalan atas usaha dan sumbangan yang dibuat untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu Berger dalam Sutrisno (2009) mendefinisikan kompensasi berdasarkan klasifikasinya, yang terdiri dari kompensasi tunai (cash compensation), kompensasi kotor (gross compensation), dan kompensasi bersih (net compensation). Kompensasi tunai adalah imbalan dalam bentuk gaji, bonus tunai, dan insentif jangka pendek. Kompensasi kotor adalah imbalan yang berbentuk biaya penggajian atas semua keuntungan pegawai dan tunjangan baik total maupun kompensasi tunai. Sementara kompensasi bersih adalah imbalan yang digunakan dengan membandingkan imbalan yang dihitung setelah pajak. Ikhsan (2009) menyatakan bahwa kompensasi diberikan dengan tujuan memberikan rangsangan dan motivasi kepada tenaga kerja untuk meningkatkan prestasi kerja, serta efisiensi dan efektivitas produksi. Oleh karena itu, bila kompensasi diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Tetapi jika para karyawan memandang kompensasi mereka tidak memadai, prestasi kerja, motivasi dan 9 kepuasan kerja mereka bisa turun secara drastis karena memang kompensasi itu penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara para karyawan itu sendiri. Jadi, Departemen Personalia biasanya merancang dan mengadministrasikan kompensasi karyawan. Dari beberapa definisi di atas tampak bahwa pengertian kompensasi lebih luas daripada sekedar gaji atau upah, karena terdapat pula unsur penghargaan tidak langsung dan non-finansial ke dalam konsep balas jasa (remuneration) secara keseluruhan. 2.1.2 Tujuan kompensasi Secara umum tujuan manajemen kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan srategi perusahaan dan terciptanya keadilan internal dan eksternal. Sebagai bagian dari manajemen SDM, pemberian kompensasi bertujuan untuk : 1. Mendapatkan karyawan yang berkualitas Untuk memenuhi standar yang diminta organisasi. Dalam upaya menarik calon karywan masuk, organisasi harus merangsang calon - calon pelamar dengan tingkat kompensasi yang cukup kompetitif dengan tingkat kompensasi organisasi lain. 10 2. Mempertahankan karyawan yang sudah ada Dengan adanya kompensasi yang kompetitif, organisasi dapat mempertahankan karyawan yang potensial dan berkualitas untuk tetap bekerja. Hal ini untuk mencegah tingkat perputaran kerja karyawan yang tinggi dan kasus pembajakan karyawan oleh organisasi lain. 3. Menjamin keadilan Adanya administrasi kompensasi menjamin terpenuhinya rasa keadilan pada hubungan antara manajemen dan karyawan. Dengan pengikat pekerjaan, sebagai balas jasa organisasi atas apa yang sudah diabdikan karyawan pada organisasi, maka keadilan dalam pemberian kompensasi mutlak dipertimbangkan. 4. Perubahan sikap dan perilaku Adanya kompensasi yang layak dan adil bagi karyawan hendaknya dapat memperbaiki sikap dan perilaku yang tidak menguntungkan serta memengaruhi produktivitas kerja. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif. 5. Efisiensi biaya Program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat biaya yang layak. Dengan upah yang kompetitif, organisasi dapat memperoleh keseimbangan dari etos kerja karyawan yang meningkat. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik 11 organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para karyawannya. 6. Administrasi legalitas Dalam administrasi kompensasi juga terdapat batasan legalitas karena diatur oleh pemerintah dalam sebuah undang-undang. Tujuannya agar organisasi tidak sewenang-wenang memperlakukan karyawan sebagai aset perusahaan. Menurut Notoadmojo (2009), tujuan pemberian kompensasi adalah : 1. Menghargai prestasi kerja, dengan pemberian kompensasi yang memadai adalah suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja para karyawannya. Selanjutnya akan mendorong perilaku-perilaku atau performance karyawan sesuai yang diinginkan perusahaan/organisasi. 2. Menjamin keadilan, dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan menjamin terjadinya keadilan diantara karyawan dalam perusahaan / organisasi. Masing-masing karyawan akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan dan prestasi kerjanya. 3. Mempertahankan karyawan, dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan akan betah dan bertahan berkerja pada perusahaan tersebut. Hal ini berarti mencegah keluarnya karyawan dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. 12 4. Memperoleh karyawan yang bermutu, dengan sistem kompensasi yang baik akan menarik lebih banyak calon karyawan. Dengan banyaknya pelamar atau calon karyawan, akan lebih mempermudah perusahaan untuk mencari dan memiliki karyawan yang bermutu tinggi. 5. Pengendalian biaya, dengan sistem pemberian kompensasi yang baik, akan mengurangi seringnya melakukan rekrutmen, sebagai akibat dari makin seringnya karyawan yang keluar mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan. Hal ini berarti penghematan biaya untuk rekrutmen dan seleksi calon karyawan baru. 6. Memenuhi peraturan-peraturan, sistem administrasi kompensasi yang baik merupakan tuntutan dari pemerintahan (hukum) . Suatu oragnisasi / perusahan yang baik, dituntut memiliki sistem administrasi yang baik pula. 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi A. Faktor Intern Organisasi Menurut Sutrisno (2009), faktor Intern Organisasi adalah : 1. Dana Organisasi Kemampuan organisasi untuk melaksanakan kompensasi tergantung pada dana yang terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tentunya sebagai akibat prestasi-prestasi kerja yang telah ditujukan oleh karyawan. Makin besarnya prestasi kerja maka makin besar pula keuntungan organisasi/perusahaan. Besanya 13 keuntungan perusahaan akan memperbesar himpunan dana untuk kompensasi, maka pelaksanaan kompensasi akan makin baik, begitu pula sebaliknya. 2. Serikat pekerja Para pekerja yang tergabung dalam seikat pekerja juga dapat mempengaruhi pelaksanaan atau penetapan kompensasi dalam suatu perusahaan. Serikat pekerja dapat menjadi simbol kekuatan pekerja di dalam menuntut perbaikan nasib. Keberadaan serikat pekerja perlu mendapatkan perhatian atau perlu diperhitungkan oleh pihak manajemen. B. Faktor Pribadi Karyawan Masih menurut Sutrisno (2009), faktor pribadi organisasi adalah 1. Produktifitas kerja Produktifitas kerja dipengaruhi oleh prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan faktor yang diperhitungkan dalam penetapan kompensasi. Pengaruh ini memungkinkan karyawan pada posisi dan jabatan yang sama mendapatkan kompsasai yang berbeda. Pemberian kompesasi ini dimaksud untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan. 2. Posisi dan Jabatan Posisi dan jabatan berbeda berimplikasi pada perbedaan besarnya kompensasi. Posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi menunjukkan keberadaan dan tanggung jawabnya dalam hierarki organisasi. Semakin tinggi posisi dan jabatan 14 seseorang dalam organisasi, semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin tinggi pula kompensasi yang diterimanya. Hal tersebut berlaku sebaliknya. 3. Pendidikan dan Pengalaman Selain posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja juga merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi. Pegawai yang lebih berpengalaman dan berpndidikan lebih tinggi akan mendapat kompensasi yang lebih besar dari pegawai yang kurang pengalaman dan atau lebih rendah tingkat pendidikannya. Pertimbangan faktor ini merupakan wujud penghargaan organisasi pada keprofesionalan seseorang. Pertimbangan ini juga dapat memacu karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya. 4. Jenis dan Sifat Pekerjaan Besarnya kompensasi pegawai yang bekerja di lapangan berbeda dengan pekerjaan yang bekerja dalam ruangan, demikian juga kompensasi untuk pekerjaan klerikal akan berbeda dengan pekerjaan adminsitratif. Begitu pula halnya dengan pekerjaan manajemen berbeda dengan pekerjaan teknis. Pemberian kompensasi yang berbeda ini selain karena pertimbangan profesioalisme pegawai juga kerena besarnya resiko dan tanggung jawab yang dipikul oleh pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, dikebanyakan organisasi/perusahaan pegawai yang bertugas di lapangan biasanya mendaptkan kompenasai antara 2 – 3 kali lipat dari pekerjaan di dalam ruangan/kantor. Besarnya kompensasi sejalan dengan besarnya resiko dan tanggung jawab yang dipikulnya. 15 C. Faktor Ekstern Sutrisno (2009) mengemukakan ada beberapa faktor ekstern yang mempengaruhi kompensasi : 1. Penawaran dan Permintaan kerja Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas, kondisi dimana penawaran (supply) tenaga kerja ebih dari permintaan (demand) akan menyebabkan rendahnya kompensasi yang diberikan. Sebaiknya bila kondisi pasar kerja menunjukkan besarnya jumlah permintaan tenaga kerja sementara penawaran hanya sedikit, maka kompensasi yang diberikan akan besar. Besarnya nilai kompensasi yang ditawarkan suatu organisasi merupakan daya tarik calon pegawai untuk memasuki organisasi tersebut. Namun dalam keadaan dimana jumlah tenaga kerja lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia, besarnya kompensasi sedikit banyak menjadi terabaikan. 2. Biaya hidup Besarnya kompensasi terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan besarnya biaya hidup (cost of living). Yang dimaksud biaya hidup disini adalah biaya hidup minimal. Paling tidak kompensasi yang diberikan harus sama dengan atau di atas biaya hidup minimal. Jika kompensasi yang diberikan lebih rendah dari biaya hidup minimal, maka yang terjadi adalah proses pemiskinan bangsa. 16 3. Kebijaksanaan Pemerintah Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari kesewenang-wenangan dan keadilan. Dalam kaitannya dengan kompensasi, pemerintah menentukan upah minimum, jam kerja/hari, untuk pria dan wanita, pada batas umur tertentu. Dengan peraturan tersebut pemerintah menjamin berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga dapat mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa. 4. Kondisi Perekonomian Nasional Kompensasi yang diterim oleh pegawai di negara-negara maju jauh lebih besar dari yang diterima negara-negara berkembang dan atau negara miskin. Besarnya ratarata kompensasi yang diberikan oleh organsasi-organisasi dalam suatu negara mencerminkan kondisi perekonomian negara tersebut dan penghargaan negara terhadap sumber daya manusianya. 2.1.4 Jenis-Jenis Kompensasi Yang Diberikan Pada Karyawan Pada dasarnya kompensasi dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi bukan finansial. Selanjutnya kompensasi finansial ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Sedangkan kompensasi nonfinansial dapat berupa pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. Menurut Monday dan Noe dalam Hilton (2013) dapat diketahui bahwa kompensasi keuangan langsung terdiri atas gaji upah, dan insentif (komisi dan bonus). 17 Sedangkan kompensasi keuangan tidak langsung dapat berubah berbagai macam fasilitas dan tunjangan. 1. Gaji Gaji adalah imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan secara teratur, seperti tahunan, caturwulan, bulanan atau mingguan. Menurut Hasibuan dalam Hilton (2013) tujuan penggajian, antara lain : a. Ikatan kerja sama Dengan pemberian gaji terjalinlah ikatan kerja sama formal antara perusahaan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan perusahaan wajib membayar gaji sesuai dengan perjanjian yang disepakati. b. Kepuasan kerja Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan - kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya. c. Pengadaan efektif Jika program gaji ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah. d. Motivasi Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya. 18 e. Stabilitas karyawan Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil. f. Disiplin Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Karyawan akan menyadari serta mentaati peraturan - peraturan yang berlaku. g. Pengaruh serikat buruh Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya. h. Pengaruh pemerintah Jika program gaji sesuai dengan undang-undang yang berlaku (seperti batas gaji minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. 2. Upah Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada para pekerja berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah. Pada dasarnya, gaji atau upah diberikan untuk menarik calon pegawai agar mau masuk menjadi karyawan. 19 3. Insentif Insentif merupakan imbalan langsung dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Dengan meng-asumsikan bahwa uang dapat digunakan untuk mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menentukan standar yang tepat. Tidak terlalu mudah untuk dicapai dan juga tidak terlalu sulit. Standar yang terlalu mudah tentunya tidak menguntungkan bagi perusahaan. Sedangkan yang terlalu sulit menyebabkan karyawan frustrasi. 2.2 Psikologi Lingkungan Kerja Istilah Psikologi pertama kali digunakan oleh Kurt Lewin dan kawan–kawan pada tahun 1930-an, melalui diskusi mengenai sosial. Selanjutnya menurut Parker et al dalam Pappu (2002), penelitian–penelitian mengenal psikologi di organisasi semakin berkembang dan banyak memperoleh perhatian dalam buku–buku tentang organisasi. Penelitian mengenai psikologi terutama fokus pada persepsi individu terhadap lingkungan kerjanya, karena psikologi dapat memprediksi berbagai hasil keluaran individu, seperti sikap kerja, motivasi, dan performa. Koys dan DeCotiis dalam Pappu (2002) mendefinisikan psikologi sebagai fenomena persepsi multidimensional bersama anggota unit organisasi yang didasarkan atas eksperimen. Psikologi merupakan sebuah deskripsi bukan evaluasi pengalaman seperti kepuasan kerja. Setiap individu membentuk persepsinya sendiri 20 mengenai fungsi organisasi. Persepsi ini, memungkinkan individu untuk dapat menginterpretasikan kejadian, memprediksi hasil yang akan terjadi, dan memperhitungkan kesesuaian tindakan yang harus mereka lakukan. James dalam Rachmawati (2008) mengatakan bahwa individu secara kognitif memberikan penilaian terhadap lingkungan kerja mereka, yang didasarkan pada nilai–nilai yang berhubungan dengan pekerjaan. Penilaian tersebut adalah refleksi terhadap banyaknya karakteristik organisasi yang penting bagi individu dan bagi kesejahteraan diri serta organisasi. Psikologi merefleksikan penilaian individu mengenai seberapa banyak lingkungan pekerjaan memberikan keuntungan pada mereka. Persepsi individu terhadap psikologi relatif stabil dan persepsi ini cenderung dibagi kepada anggota unit organisasi. Meskipun demikian, setiap unit dan level organisasi dapat memiliki persepsi yang berbeda – beda mengenai psikologi yang mereka persepsikan. Menurut Muhibbin dalam Rachmawati (2008), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk, berjalan dan lain sebagainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa psikologi merupakan persepsi karyawan secara individual mengenai pengalaman–pengalaman mereka dalam organisasi yang didasarkan pada nilai–nilai yang berhubungan dengan 21 pekerjaan. Penilaian tersebut mencangkup tujuan, prinsip, dan harapan karyawan pada organisasi tempat mereka bekerja. Menurut James dan Sells dalam Rachmawati (2008), terdapat beberapa asumsi yang mendasari teori psikologi. Asumsi–asumsi tersebut mencakup persepsi dan kognisi, psikologi lingkungan, psikologi interaksional, serta teori belajar sosialkognitif. Asumsi tersebut kemudian dirangkum oleh James et al dalam Rachmawati (2008), sebagai berikut : 1. Psikologi merupakan hasil representasi kognitif individu mengenai keberartian psikologi dan pentingnya situasi dan lingkungan kerja bagi individu. Setiap individu dalam organisasi membentuk persepsi yang menggambarkan lingkungan kerjanya. Persepsi yang didapatkan individu tersebut merupakan konstruksi kognitif yang melibatkan beberapa proses seperti seleksi, abstraksi, generalisasi dan intrepretasi. Psikologi merupakan hasil dari konstruksi kognitif tersebut. 2. Psikologi memiliki komponen sejarah dan merupakan hubungan terus menerus antara keterbukaan skema kognitif berubah–ubah dengan kecenderungan untuk mempertahankan keyakinan–keyakinan yang abstrak, familiar, dan bernilai mengenai situasi. Skema kognitif merupakan sesuatu yang dipelajari dan merupakan produk interaksi proses kognitif terus menerus dari presepsi, belajar, ingatan, dan pengambilan kembali informasi. Hal ini membuat individu dengan pengalaman belajar yang berbeda akan memiliki skema kognitif yang berbeda 22 dalam menginterpretasikan situasi dan lingkungan kerjanya, sehingga persepsinya juga akan berbeda. 3. Atribut lingkungan yang memberikan dampak terbesar terdapat psikologi, merupakan atribut yang memiliki hubungan langsung dengan pengalaman individu dalam lingkungan. Yang menjadi perhatian dalam pengukuran psikologi adalah aspek lingkungan yang global dan bertahan lama. 4. Dalam proses pemikiran individu, terdapat interaksi timbal balik antara arti psikologi dengan persepsi lingkungan yang signifikan sehingga menghasilkan respon emosi dan tingkah laku dalam lingkungan kerja. Individu lebih berespon pada hasil pemikirannya atas lingkungan dibandingkan lingkungan secara nyata. Koys dan DeCotiis dalam Pappu (2002) pada mulanya mengidetifikasikan lebih aspek psikologi. Mereka kemudian menyeleksi dan menetapkan delapan aspek psikologi yang bersifat universal. Delapan aspek tersebut adalah : a. Autonomy : Merupakan persepsi mengenal sejauh mana karyawan diberikan kesempatan untuk menentukan sendiri prioritas, prosedur dan tujuan dari pekerjaannya. b. Cohessiveness : Merupakan persepsi mengenai rasa kebersamaan dalam organisasi, termasuk kemauan rekan sekerja untuk menyediakan bahan - bahan bantuan. c. Fairness : Persepsi bahwa praktek organisasi bersifat wajar, adil, tidak sewenang – wenang, serta berubah – ubah. 23 d. Support : Persepsi mengenai toleransi perilaku karyawan oleh atasan, termasuk membiarkan karyawan belajar dari kesalahan tanpa adanya ketakutan akan hukuman. e. Trust : Persepsi kebebasan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan anggota organisasi level atas mengenai isu sensitive dan personal dengan harapan bahwa integritas komunikasi tidak dilanggar. f. Recognition : Persepsi mengenai kontribusi karyawan pada organisasi diakui dan dihargai. g. Innovation : Persepsi bahwa kreativitas dan perubahan didukung, termasuk pengambilan resiko mengenai bidang – bidang baru dimana karyawan tidak atau sedikit mempunyai pengalaman sebelumnya. h. Pressure : Persepsi karyawan mengenai tuntutan waktu untuk menyelesaikan tugas dan standar kerja. 2.3 Sosial Lingkungan Kerja Menurut Waluya dalam Satiyono (2010), sebagai seorang makhluk sosial, manusia tidak pernah bisa hidup seorang diri. Dimana pun dan bila mana pun, manusia senantiasa memerlukan kerjasama dengan orang lain. Manusia membentuk pengelompokan sosial (social grouping) di antara sesama dalam upayanya mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan. Kemudian dalam kehidupan bersamanya itu manusia memerlukan pula adanya organisasi, yaitu suatu jaringan interaksi sosial antar sesama untuk menjamin ketertiban sosial. Interaksi–interaksi 24 sosial itulah yang kemudian melahirkan sesuatu yang dinamakan lingkungan sosial, seperti keluarga inti, keluarga luas, kelompok masyarakat dan lain–lain. Lingukngan sosial tersebut sebagai tempat berlangsungnya bermacam–macam interaksi sosial antara anggota atau kelompok masyarakat beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam (ekosistemnya) dan lingkungan binaan/buatan (tata ruang). Jonny dalam Satiyono (2010) menyatakan bahwa manusia memerlukan lingkungan sosial yang serasi demi kelangsungan hidupnya. Lingkungan sosial yang serasi itu bukan hanya dibutuhkan oleh satu orang melainkan juga oleh seluruh orang di dalam kelompoknya. Untuk mewujudkan lingkungan sosial yang serasi itu diperlukan lagi kerjasama kolektif di antara sesame anggota. Kerjasama itu dimaksudkan untuk membuat dan melaksanakan aturan–aturan yang disepakati bersama oleh warga sebagai mekanisme pengendalian perilaku sosial. Dilihat dari sudut pengendalian perilaku, maka pengelompokan–pengelompokan sosial, pada akhirnya bersifat memaksa anggota dari pengelompokan itu untuk menyesuaikan diri terhadapnya. Setiap anggota pengelompokan itu dituntut memahami dan menghayati peranan sosial yang menjadi bagian integral dari lingkungan sosial itu. Orang harus menghayati norma–norma sosial yang mengatur hak dan kewajiban, serta menghormati kedudukan dan peran–peran sosial yang ada di dalam lingkungan sosial kelompoknya. Dengan cara itulah kesinambungan kelompok bisa dipertahankan, mengingat aturan dimaksud juga mengatur secara serasi dan seimbang hubungan antara manusia dengan lingkungan alam serta lingkungan buatan. 25 Ruang lingkup lingkungan sosial Masih menurut Jonny dalam Satiyono (2010), terdapat lima komponen atau ruang lingkup lingkungan sosial yang perlu diperhatikan. Kelima komponen tersebut adalah : 1) Pengelompokan sosial ( social grouping ) Berbagai macam cara orang membentuk persekutuan atau pengelompokan sosial. Adapun yang paling sederhana adalah yang dilandasi hubungan kekerabatan (genealogical based relationship), seperti keluarga inti, suku bangsa dan lain– lain. 2) Penataan sosial Penataan sosial sangat diperlukan untuk mengatur ketertiban hidup dalam masyarakat yang mempersatukan lebih dari satu orang. Penataan itu dapat berupa aturan–aturan sebagai pedoman bersama dalam menggalang kerja sama dan pergaulan sehari–hari antar anggotanya. Setiap orang harus jelas kedudukannya dan peran–peran yang harus dilakukan, dan mengetahui apa yang harus diberikan dan apa yang dapat diharapkan dari pihak lain. Dengan demikian setiap anggota dapat memperkirakan sikap dan tindakan anggota lain serta cara menanggapi secara efektif sehingga mewujudkan hubungan sosial yang selaras, serasi dan seimbang. 26 3) Media sosial Untuk menggalang kerja sama yang mempersatukan sejumlah orang diperlukan media baik yang berupa simbol–simbol maupun kepentingan–kepentingan yang tidak mungkin dikerjakan sendiri secara terpisah. Kepentingan bersama itu pada umumnya berkisar pada upaya memenuhi kebutuhan hidup biologis, sosial maupun kejiwaaan. 4) Pranata sosial Suatu kesatuan sosial, betapapun kecilnya, memerlukan aturan–aturan sebagai pedoman bersama untuk mengembangkan sikap dalam menghadapi tantangan kehidupan bersama. Setiap anggota harus memahami dan menghayati nilai–nilai budaya serta norma–norma sosial yang berlaku, sehingga dapat mengetahui apa yang akan dilakukan oleh seseorang dan bagaimana menghadapi secara efektif suatu tantangan. 5) Pengendalian dan pengawasan sosial Untuk menjamin ketertiban masyarakat, lebih–lebih dalam masyarakat yang majemuk dan sedang menghadapi perkembangan yang pesat kearah masyarakat industri dewasa ini, pengendalian dan pengawasan sosial menjadi amat penting artinya. Setiap kesatuan sosial mengembangkan pola–pola dan mekanisme pengendalian yang sampai batas tertentu sangat efektif. Menurut Blum dalam Sutrisno (2009) faktor sosial adalah faktor yang meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja, kebebasan berpolitik dan hubungan 27 kemasyarakatan. Adapun menurut Hasibuan dalam Sutrisno (2009) faktor sosial meliputi besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya, agar dapat membeli kebutuhan-kebutuhan. Sedangkan menurut Gibson dalam Sutrisno (2009) faktor sosial atau faktor ekstrinsik dalam konteks pekerjaan meliputi gaji atau upah, kondisi pekerjaan, status, kebijakan organisasi, supervisi dan hubungan interpersonal. Definisi yang digunakan didalam penelitian ini adalah Blum dalam Sutrisno (2009) yang menyatakan bahwa faktor sosial adalah faktor yang meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja, kebebasan berpolitik dan hubungan kemasyarakatan. 2.4 Prestasi Kerja 2.4.1 Pengertian Prestasi Kerja Prestasi kerja merupakan masalah yang sangat penting bagi setiap organisasi. Prestasi kerja yang tinggi sangat diperlukan dalam setiap usaha kerjasama karyawan untuk tujuan organisasi, seperti diketahui bahwa pencapaian tujuan organisasi adalah sesuatu yang sangat diidam-idamkan oleh setiap organisasi. Karyawan yang mempunyai prestasi kerja rendah akan sulit untuk mencapai hasil yang diharapkan. Masalah prestasi kerja bukanlah timbul begitu saja atau timbul secara sembarangan. Prestasi kerja dapat ditingkatkan diantaranya dengan memberikan motivasi yang sudah tentu dengan jalan menyampaikan informasi melalui komunikasi dari atasan kepada bawahannya. 28 Penilaian prestasi kerja memberikan informasi yang sangat membantu dalam keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan perusahaan. Prestasi kerja juga dapat digunakan untuk mendorong dan memimpin pengembangan karyawan. Program penilaian prestasi kerja memberikan informasi dalam bentuk yang biasanya dikomunikasikan kepada karyawan. Dengan adanya penilaian prestasi kerja ini membuat para atasan mau tidak mau memperhatikan para bawahannya. Beberapa pendapat tentang prestasi kerja adalah Menurut pendapat dari Supardi dalam Ikhsan (2009), prestasi kerja adalah kegiatan dan hasil kerja yang dicapai atau ditunjukan oleh seseorang didalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Dapat dikatakan pula bahwa perestasi kerja merupakan perwujudan atau penampilan dalam melaksanakan pekerjaan. Menurut pendapat dari Handoko dalam Sunyoto (2013), prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan. Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2009) memberikan definisi tentang prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Byars dan Rue mengartikan prestasi sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas-tugas yang mencangkup pada pekerjaannya. Pengertian tersebut menunjukkan pada bobot kemampuan individu di dalam memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam pekerjaanya. 29 Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah sebagai hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktifitas kerja. Informasi tentang tinggi rendahnya prestasi kerja seseorang karyawan tidak dapat diperoleh begitu saja, tetapi diperoleh melalui proses yang panjang, yaitu proses penilaian prestasi kerja karyawan yang disebut dengan istilah performance appraisal. 2.4.2 Pengukuran Prestasi Kerja Karyawan Menurut Flippo dalam Sunyoto (2013), pengukuran prestasi kerja karyawan dapat dilihat dari beberapa faktor : 1. Kualitas Kerja Kualitas kerja meliputi ketepatan, ketelitian, ketrampilan, dan keberhasilan karyawan dalam melaksanakan pekerjaanya. 2. Kuantitas Kerja Merupakan jumlah output produk-produk yang dihasilkan dan ketepatan dalam melaksanakan pekerjaan. 3. Keandalan Keandalan yaitu kemampuan karyawan dalam melaksanakan instuksi atau perintah, berinisiatif dan kerajinan. 4. Sikap karyawan terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerja sama. 30 2.4.3 Teknik Penilaian Prestasi Kerja Masih menurut Sunyoto (2013), Penilaian prestasi kerja berdasarkan sistematis adalah sebagai berikut: a. Penilaian Sistematis Oleh Atasan Penilaian sistematis banyak memberikan manfaat bagi perusahaan. Pertama adalah memberikan informasi dalam keputusan yang menyangkut masalah-masalah seperti promosi, kenaikan gaji. Manfaat kedua adalah dapat dipergunakan untuk mendoromg dan memimpin pengembangan karyawan. b. Sistem - Sistem Penilaian Prestasi Kerja Kelompok Pengukuran prestasi kerja karyawan mempunyai dasar yang sama dengan sistem penilaian jabatan. Penilaian ini mempunyai tujuan untuk menentukan baik tidaknya karyawan untuk dipromosikan. Ada tiga metode penilaian prestasi kerja antara lain : 1) Rangking Penilaian prestasi kerja ini dimulai dengan membandingkan karyawan satu dengan karyawan lain, menentukan siapa yang lebih baik. Perbandingan ini dilakukan secara keseluruhan, artinya tidak dicoba dipisah-pisahkan antara faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan pada perusahaan. 2) Grading atau Forced Distributions Pada metode ini penilaian memisah-misahkan atau “menyortir” pada karyawan kedalam klasifikasi yang berbeda.biasanya satu proporsi tertentu harus diletakan pada setiap kategori. 31 3) Poin Allocation Method Metode ini merupakan bentuk lain grading. Penilaian diberikan sejumlah nilai total untuk dialokasikan diantara para karyawan dan kelompok. 2.4.4 Manfaat Penilaian Prestasi Kerja Menurut Handoko dalam Sunyoto (2013), Manfaat penilaian prestasi kerja antara lain: a. Perbaikan Prestasi Kerja Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi. b. Penyesuaian Kompensasi Evaluasi prestasi kerja membantu pengambilan keputusan dalam menentukan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya. c. Keputusan Penempatan Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu. d. Kebutuhan Latihan dan Pengembangan Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kebutuhan latihan. Demikian juga prestasi kerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. 32 e. Perencanaan dan Pengembangan Karier Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan karier yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti. f. Mengetahui Penyimpangan Staffing Prestasi yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan dan kelemahan prosedur staffing departemen personalia. g. Ketidak Akuratan Informasi Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumber daya manusia atau komponen lain sistem informasi manajemen personalia. Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan personalia yang diambil tidak tepat. h. Diagnosa Disain Pekerjaan Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.penilaian informasi membantu diagnosa kesalahan tersebut. i. Kesempatan Kerja yang Adil Penilaian kerja secara akurat akan menjamin keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. j. Mengatasi Tantangan External Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi lainya. 33 2.5 Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kompensasi, psikologi lingkungan kerja, sosial lingkungan kerja dan prestasi kerja. Dwi Satiyono (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Faktor Individual, Faktor Sosial, dan Faktor Utama Dalam Pekerjaan Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Pada Staf Kantor PT. Sinar Pantja Djaja Semarang). Analisis penelitian yang digunakan adalah analisis regresi berganda menggunakan program SPSS. Hasil dari penelitian adalah adanya faktor – faktor Individu (umur, kesehatan watak), faktor sosial (hubungan kemasyarakatan), dan faktor utama dalam pekerjaan (upah, pengawasan, ketentraman kerja) berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Fajar Kurniadi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan di Apotek Berkah. Analisis penelitian yang digunakan adalah analisis regresi berganda menggunakan program SPSS. Hasil dari penelitian adalah adanya kompensasi dan motivasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja karyawan. Mardahleni (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Biro Distribusi dan Tranportasi) Pada PT Semen Padang. Analisis penelitian yang digunakan adalah analisis regresi linier menggunakan program SPSS. Hasil dari penelitian adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara kompensasi terhadap kepuasan kerja karyawan (Biro Distribusi dan Transportasi). 34 2.6 Kerangka Pikir Karyawan adalah aset utama sebuah perusahaan yang menjadi pelaku aktif di dalam setiap kegiatan organisasi. Mereka mempunyai pikiran, perasaan, keinginan, status, dan latar belakang pendidikan, usia, jenis kelamin yang heterogen, yang terbawa ke dalam perusahaan, dan tidak seperti uang, mesin dan material sifatnya. Selain itu, mereka memiliki pengalaman, keahlian, pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan. Prestasi adalah bagian terpenting untuk seorang karyawan. Dimana terdapat beberapa faktor yang mampu mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Faktor yang pertama adalah Kompensasi (X1), kompensasi merupakan dorongan paling mendasar dalam mencapai prestasi kerja. Oleh karena itu jika karyawan sudah merasa puas dalam mendapatkan finansial maka prestasi kerja karyawan akan menjadi baik. Faktor yang kedua dilihat dari sisi psikologi lingkungan kerja (X2), faktor ini dilandasi dari seberapa besar karyawan menyukai pekerjaan yang sedang dikerjakan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan bahkan prestasi kerja karyawan tersebut. Kemudian untuk faktor yang terakhir dilihat dari sisi sosial lingkungan kerja (X3). Didalam sebuah organisasi setiap individu tidak akan mampu bekerja sendiri tanpa bantuan dari individu lain. Oleh sebab itu faktor ini juga memiliki pengaruh yang sama – sama besar terhadap keberhasilan kinerja dan prestasi kerja karyawan. Perusahaan melaksanakan penilaian prestasi kerja (Y) karyawannya dengan baik dan perlu mempertimbangkan ruang lingkup dan obyek penilaian, seperti apa 35 yang dinilai, kenapa dinilai, di mana penilaian dilakukan, kapan penilaian dilakukan, siapa yang akan dinilai dan menilai, bagaimana menilainya dan dalam hal apa seorang karyawan dinilai. Dalam pelaksanaan penilaian perusahaan membutuhkan dan memilih suatu metode yang pas dengan apa yang dinilai lalu mempertimbangkan faktor-faktor yang ada dan kemudian ditetapkan untuk dinilai. Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan di atas, lebih lanjut akan diajukan kerangka berfikir dan model hubungan antar masing – masing variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini. Sutrisno (2009) Kompensasi (X1) Psikologi Lingkungan Kerja (X2) Prestasi Kerja (Y) Sosial Lingkungan Kerja (X3) Gambar 2.1 Kerangka Pikir 36 2.7 Konsep Hipotesa Penelitian Hipotesis merupakan dugaan awal terhadap suatu pokok masalah yang harus dibuktikan untuk membuktikan dugaan tersebut terbukti atau tidak. Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas, maka penulis membuat hipotesis awal dalam penelitian ini sebagai berikut: Ha1 : Diduga kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja. H01 : Diduga kompensasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja. Ha2 : Diduga psikologi lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja. H02 : Diduga psikologi lingkungan kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja. Ha3 : Diduga sosial lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja. H03 : Diduga sosial lingkungan kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja. Ha4 : Diduga kompensasi, psikologi dan sosial lingkungan kerja secara simultan atau bersama berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja. H04 : Diduga kompensasi, psikologi dan sosial lingkungan kerja secara simultan atau bersama berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja 37