BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS
2.1 Kompensasi
2.1.1 Pengertian kompensasi
Menurut Rachmawati (2008), dalam kehidupan sehari – hari, manusia selalu
melakukan berbagai macam aktivitas baik sendiri maupun bersama orang lain. Salah
satu macam aktivitas manusia tersebut diwujudkan dalam suatu kegiatan yang disebut
kerja. Aktivitas didalam kerja mengandung suatu unsur kegiatan sosial, menghasilkan
sesuatu yang pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karyawan
yang telah bekerja menyumbangkan tenaga dan pikirannya akan mendapatkan
imbalan atau balas jasa yang sesuai karena pada dasarnya alasan mengapa seseorang
bekerja adalah untuk mendapatkan imbalan atau balas jasa / kompensasi yang sesuai.
Kompensasi didefinisikan secara beragam oleh para pakar. Menurut Daft dalam
Hilton (2013), kompensasi merujuk pada: (1) semua pembayaran uang dan (2) semua
barang atau komoditi yang digunakan berdasarkan nilai uang untuk memberi imbalan
pegawai. Sedangkan bagi Bernardin dalam Hilton (2013) kompensasi merujuk pada
semua bentuk hasil keuangan dan tunjangan nyata yang diterima pegawai sebagai
bagian dari hubungan kerja. Sementara Caruth dan Handlogten dalam Hilton (2013)
mendefinisikan kompensasi sebagai imbalan atau pemberian yang diberikan kepada
7
seseorang atas pelayanan yang dilakukan, yang mencakup imbalan secara langsung
maupun tidak langsung.
Kompensasi (Finansial) merupakan salah satu fungsi yang penting dalam
manajemen sumber daya manusia (MSDM). Karena kompensasi merupakan salah
satu aspek yang paling sensitif di dalam hubungan kerja. Menurut Panggabean dalam
Sutrisno (2009) bahwa kompensasi dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk
penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang
mereka berikan kepada organisasi.
Cotterman dalam Hilton (2013) mendefinisikan kompensasi dari sudut pandang
yang berbeda, yaitu sebagai pengungkapan secara nyata atas nilai yang dirasakan
seseorang, yang mencakup gaya hidup, posisi dalam komunitas, status di antara
rekan-rekan, keluarga, dan organisasi.
Menurut William dan Davis dalam Hilton (2013) mendefinisikan bahwa
kompensasi adalah apa yang seorang terima sebagai balasan pekerjaan yang
diberikannya, baik upah per jam ataupun gaji periodik didesain dan dikelola oleh
bagian personalia.
Selanjutnya Tohardi dalam Sutrisno (2009) mengemukakan bahwa kompensasi
dihitung berdasarkan evaluasi pekerjaan, perhitungan kompensasi berdasarkan
evaluasi pekerjaan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan pemberian kompensasi
yang mendekati kelayakan (worth) dan keadilan (equity). Karena bila kompensasi
dirasakan tidak layak dan tidak adil oleh para karyawan, maka tidak mustahil hal
tersebut merupakan sumber kecemburuan sosial. Untuk itulah paling tidak
8
kecemburuan social tersebut dapat ditekan atau dapat diminimalkan serendah
mungkin, maka perlu tindakan preventif. Pemberian kompensasi yang layak dan adil
tersebut merupakan kata kunci dalam upaya mendekati pemberian upah yang layak
dan adil tersebut.
McKenna dalam Sutrisno (2009) juga mengemukakan definisi yang relatif tidak
sama yaitu mencakup berbagai aktivitas organisasi yang ditujukan bagi alokasi
kompensasi dan tunjangan bagi pegawai sebagai imbalan atas usaha dan sumbangan
yang dibuat untuk mencapai tujuan organisasi.
Sementara itu Berger dalam Sutrisno (2009) mendefinisikan kompensasi
berdasarkan klasifikasinya, yang terdiri dari kompensasi tunai (cash compensation),
kompensasi kotor (gross compensation), dan kompensasi bersih (net compensation).
Kompensasi tunai adalah imbalan dalam bentuk gaji, bonus tunai, dan insentif jangka
pendek. Kompensasi kotor adalah imbalan yang berbentuk biaya penggajian atas
semua keuntungan pegawai dan tunjangan baik total maupun kompensasi tunai.
Sementara
kompensasi
bersih
adalah
imbalan
yang
digunakan
dengan
membandingkan imbalan yang dihitung setelah pajak.
Ikhsan (2009) menyatakan bahwa kompensasi diberikan dengan tujuan
memberikan rangsangan dan motivasi kepada tenaga kerja untuk meningkatkan
prestasi kerja, serta efisiensi dan efektivitas produksi. Oleh karena itu, bila
kompensasi diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan
termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Tetapi jika para karyawan
memandang kompensasi mereka tidak memadai, prestasi kerja, motivasi dan
9
kepuasan kerja mereka bisa turun secara drastis karena memang kompensasi itu
penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan
ukuran nilai karya mereka di antara para karyawan itu sendiri. Jadi, Departemen
Personalia biasanya merancang dan mengadministrasikan kompensasi karyawan.
Dari beberapa definisi di atas tampak bahwa pengertian kompensasi lebih luas
daripada sekedar gaji atau upah, karena terdapat pula unsur penghargaan tidak
langsung dan non-finansial ke dalam konsep balas jasa (remuneration) secara
keseluruhan.
2.1.2 Tujuan kompensasi
Secara umum tujuan manajemen kompensasi adalah untuk membantu
perusahaan mencapai tujuan keberhasilan srategi perusahaan dan terciptanya keadilan
internal dan eksternal. Sebagai bagian dari manajemen SDM, pemberian kompensasi
bertujuan untuk :
1.
Mendapatkan karyawan yang berkualitas
Untuk memenuhi standar yang diminta organisasi. Dalam upaya menarik calon
karywan masuk, organisasi harus merangsang calon - calon pelamar dengan tingkat
kompensasi yang cukup kompetitif dengan tingkat kompensasi organisasi lain.
10
2.
Mempertahankan karyawan yang sudah ada
Dengan adanya kompensasi yang kompetitif, organisasi dapat mempertahankan
karyawan yang potensial dan berkualitas untuk tetap bekerja. Hal ini untuk mencegah
tingkat perputaran kerja karyawan yang tinggi dan kasus pembajakan karyawan oleh
organisasi lain.
3.
Menjamin keadilan
Adanya administrasi kompensasi menjamin terpenuhinya rasa keadilan pada
hubungan antara manajemen dan karyawan. Dengan pengikat pekerjaan, sebagai
balas jasa organisasi atas apa yang sudah diabdikan karyawan pada organisasi, maka
keadilan dalam pemberian kompensasi mutlak dipertimbangkan.
4.
Perubahan sikap dan perilaku
Adanya kompensasi yang layak dan adil bagi karyawan hendaknya dapat
memperbaiki sikap dan perilaku yang tidak menguntungkan serta memengaruhi
produktivitas kerja. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab
baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang
efektif.
5.
Efisiensi biaya
Program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan
mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat biaya yang layak. Dengan upah
yang kompetitif, organisasi dapat memperoleh keseimbangan dari etos kerja
karyawan yang meningkat. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik
11
organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para
karyawannya.
6.
Administrasi legalitas
Dalam administrasi kompensasi juga terdapat batasan legalitas karena diatur oleh
pemerintah dalam sebuah undang-undang. Tujuannya agar organisasi tidak
sewenang-wenang memperlakukan karyawan sebagai aset perusahaan.
Menurut Notoadmojo (2009), tujuan pemberian kompensasi adalah :
1. Menghargai prestasi kerja, dengan pemberian kompensasi yang memadai adalah
suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja para karyawannya. Selanjutnya
akan mendorong perilaku-perilaku atau performance karyawan sesuai yang
diinginkan perusahaan/organisasi.
2. Menjamin keadilan, dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan menjamin
terjadinya keadilan diantara karyawan dalam perusahaan / organisasi. Masing-masing
karyawan akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan dan
prestasi kerjanya.
3. Mempertahankan karyawan, dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan
akan betah dan bertahan berkerja pada perusahaan tersebut. Hal ini berarti mencegah
keluarnya karyawan dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
12
4. Memperoleh karyawan yang bermutu, dengan sistem kompensasi yang baik akan
menarik lebih banyak calon karyawan. Dengan banyaknya pelamar atau calon
karyawan, akan lebih mempermudah perusahaan untuk mencari dan memiliki
karyawan yang bermutu tinggi.
5. Pengendalian biaya, dengan sistem pemberian kompensasi yang baik, akan
mengurangi seringnya melakukan rekrutmen, sebagai akibat dari makin seringnya
karyawan yang keluar mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan. Hal ini berarti
penghematan biaya untuk rekrutmen dan seleksi calon karyawan baru.
6. Memenuhi peraturan-peraturan, sistem administrasi kompensasi yang baik
merupakan tuntutan dari pemerintahan (hukum) . Suatu oragnisasi / perusahan yang
baik, dituntut memiliki sistem administrasi yang baik pula.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi
A. Faktor Intern Organisasi
Menurut Sutrisno (2009), faktor Intern Organisasi adalah :
1. Dana Organisasi
Kemampuan organisasi untuk melaksanakan kompensasi tergantung pada dana
yang terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tentunya sebagai
akibat prestasi-prestasi kerja yang telah ditujukan oleh karyawan. Makin besarnya
prestasi kerja maka makin besar pula keuntungan organisasi/perusahaan. Besanya
13
keuntungan perusahaan akan memperbesar himpunan dana untuk kompensasi, maka
pelaksanaan kompensasi akan makin baik, begitu pula sebaliknya.
2. Serikat pekerja
Para pekerja yang tergabung dalam seikat pekerja juga dapat mempengaruhi
pelaksanaan atau penetapan kompensasi dalam suatu perusahaan. Serikat pekerja
dapat menjadi simbol kekuatan pekerja di dalam menuntut perbaikan nasib.
Keberadaan serikat pekerja perlu mendapatkan perhatian atau perlu diperhitungkan
oleh pihak manajemen.
B. Faktor Pribadi Karyawan
Masih menurut Sutrisno (2009), faktor pribadi organisasi adalah
1. Produktifitas kerja
Produktifitas kerja dipengaruhi oleh prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan
faktor
yang
diperhitungkan
dalam
penetapan
kompensasi.
Pengaruh
ini
memungkinkan karyawan pada posisi dan jabatan yang sama mendapatkan kompsasai
yang berbeda. Pemberian kompesasi ini dimaksud untuk meningkatkan produktifitas
kerja karyawan.
2. Posisi dan Jabatan
Posisi dan jabatan berbeda berimplikasi pada perbedaan besarnya kompensasi.
Posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi menunjukkan keberadaan dan
tanggung jawabnya dalam hierarki organisasi. Semakin tinggi posisi dan jabatan
14
seseorang dalam organisasi, semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin tinggi
pula kompensasi yang diterimanya. Hal tersebut berlaku sebaliknya.
3. Pendidikan dan Pengalaman
Selain posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja juga merupakan
faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi. Pegawai yang lebih berpengalaman
dan berpndidikan lebih tinggi akan mendapat kompensasi yang lebih besar dari
pegawai yang kurang pengalaman dan atau lebih rendah tingkat pendidikannya.
Pertimbangan
faktor
ini
merupakan
wujud
penghargaan
organisasi
pada
keprofesionalan seseorang. Pertimbangan ini juga dapat memacu karyawan untuk
meningkatkan pengetahuannya.
4. Jenis dan Sifat Pekerjaan
Besarnya kompensasi pegawai yang bekerja di lapangan berbeda dengan
pekerjaan yang bekerja dalam ruangan, demikian juga kompensasi untuk pekerjaan
klerikal akan berbeda dengan pekerjaan adminsitratif. Begitu pula halnya dengan
pekerjaan manajemen berbeda dengan pekerjaan teknis. Pemberian kompensasi yang
berbeda ini selain karena pertimbangan profesioalisme pegawai juga kerena besarnya
resiko dan tanggung jawab yang dipikul oleh pegawai yang bersangkutan. Sebagai
contoh, dikebanyakan organisasi/perusahaan pegawai yang bertugas di lapangan
biasanya mendaptkan kompenasai antara 2 – 3 kali lipat dari pekerjaan di dalam
ruangan/kantor. Besarnya kompensasi sejalan dengan besarnya resiko dan tanggung
jawab yang dipikulnya.
15
C. Faktor Ekstern
Sutrisno (2009) mengemukakan ada beberapa faktor ekstern yang mempengaruhi
kompensasi :
1. Penawaran dan Permintaan kerja
Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas, kondisi dimana penawaran (supply)
tenaga kerja ebih dari permintaan (demand) akan menyebabkan rendahnya
kompensasi yang diberikan. Sebaiknya bila kondisi pasar kerja menunjukkan
besarnya jumlah permintaan tenaga kerja sementara penawaran hanya sedikit, maka
kompensasi yang diberikan akan besar. Besarnya nilai kompensasi yang ditawarkan
suatu organisasi merupakan daya tarik calon pegawai untuk memasuki organisasi
tersebut. Namun dalam keadaan dimana jumlah tenaga kerja lebih besar dari
lapangan kerja yang tersedia, besarnya kompensasi sedikit banyak menjadi
terabaikan.
2. Biaya hidup
Besarnya kompensasi terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan besarnya
biaya hidup (cost of living). Yang dimaksud biaya hidup disini adalah biaya hidup
minimal. Paling tidak kompensasi yang diberikan harus sama dengan atau di atas
biaya hidup minimal. Jika kompensasi yang diberikan lebih rendah dari biaya hidup
minimal, maka yang terjadi adalah proses pemiskinan bangsa.
16
3. Kebijaksanaan Pemerintah
Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari
kesewenang-wenangan dan keadilan. Dalam kaitannya dengan kompensasi,
pemerintah menentukan upah minimum, jam kerja/hari, untuk pria dan wanita, pada
batas umur tertentu. Dengan peraturan tersebut pemerintah menjamin berlangsungnya
proses pemakmuran bangsa hingga dapat mencegah praktek-praktek organisasi yang
dapat memiskinkan bangsa.
4. Kondisi Perekonomian Nasional
Kompensasi yang diterim oleh pegawai di negara-negara maju jauh lebih besar
dari yang diterima negara-negara berkembang dan atau negara miskin. Besarnya ratarata kompensasi yang diberikan oleh organsasi-organisasi dalam suatu negara
mencerminkan kondisi perekonomian negara tersebut dan penghargaan negara
terhadap sumber daya manusianya.
2.1.4 Jenis-Jenis Kompensasi Yang Diberikan Pada Karyawan
Pada dasarnya kompensasi dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu
kompensasi finansial dan kompensasi bukan finansial. Selanjutnya kompensasi
finansial ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Sedangkan kompensasi
nonfinansial
dapat
berupa
pekerjaan
dan
lingkungan
pekerjaan.
Menurut Monday dan Noe dalam Hilton (2013) dapat diketahui bahwa kompensasi
keuangan langsung terdiri atas gaji upah, dan insentif (komisi dan bonus).
17
Sedangkan kompensasi keuangan tidak langsung dapat berubah berbagai macam
fasilitas dan tunjangan.
1. Gaji
Gaji adalah imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan secara teratur,
seperti tahunan, caturwulan, bulanan atau mingguan.
Menurut Hasibuan dalam Hilton (2013) tujuan penggajian, antara lain :
a. Ikatan kerja sama
Dengan pemberian gaji terjalinlah ikatan kerja sama formal antara perusahaan
dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik,
sedangkan perusahaan
wajib membayar gaji sesuai dengan perjanjian yang
disepakati.
b. Kepuasan kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan - kebutuhan fisik,
status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
c. Pengadaan efektif
Jika program gaji ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified
untuk perusahaan akan lebih mudah.
d. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi
bawahannya.
18
e. Stabilitas karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal
konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover
relatif kecil.
f. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin
baik. Karyawan akan menyadari serta mentaati peraturan - peraturan yang berlaku.
g. Pengaruh serikat buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat
dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
h. Pengaruh pemerintah
Jika program gaji sesuai dengan undang-undang yang berlaku (seperti batas gaji
minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
2. Upah
Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada para
pekerja berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya
pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap,
besarnya upah dapat berubah-ubah. Pada dasarnya, gaji atau upah diberikan untuk
menarik calon pegawai agar mau masuk menjadi karyawan.
19
3. Insentif
Insentif merupakan imbalan langsung dibayarkan kepada karyawan karena
kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Dengan meng-asumsikan bahwa uang
dapat digunakan untuk mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka
yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja. Untuk itu
diperlukan kemampuan untuk menentukan standar yang tepat. Tidak terlalu mudah
untuk dicapai dan juga tidak terlalu sulit. Standar yang terlalu mudah tentunya tidak
menguntungkan bagi perusahaan. Sedangkan yang terlalu sulit menyebabkan
karyawan frustrasi.
2.2 Psikologi Lingkungan Kerja
Istilah Psikologi pertama kali digunakan oleh Kurt Lewin dan kawan–kawan
pada tahun 1930-an, melalui diskusi mengenai sosial. Selanjutnya menurut Parker et
al dalam Pappu (2002), penelitian–penelitian mengenal psikologi di organisasi
semakin berkembang dan banyak memperoleh perhatian dalam buku–buku tentang
organisasi. Penelitian mengenai psikologi terutama fokus pada persepsi individu
terhadap lingkungan kerjanya, karena psikologi dapat memprediksi berbagai hasil
keluaran individu, seperti sikap kerja, motivasi, dan performa.
Koys dan DeCotiis dalam Pappu (2002) mendefinisikan psikologi sebagai
fenomena persepsi multidimensional bersama anggota unit organisasi yang
didasarkan atas eksperimen. Psikologi merupakan sebuah deskripsi bukan evaluasi
pengalaman seperti kepuasan kerja. Setiap individu membentuk persepsinya sendiri
20
mengenai fungsi organisasi. Persepsi ini, memungkinkan individu untuk dapat
menginterpretasikan
kejadian,
memprediksi
hasil
yang
akan
terjadi,
dan
memperhitungkan kesesuaian tindakan yang harus mereka lakukan.
James dalam Rachmawati (2008) mengatakan bahwa individu secara kognitif
memberikan penilaian terhadap lingkungan kerja mereka, yang didasarkan pada
nilai–nilai yang berhubungan dengan pekerjaan. Penilaian tersebut adalah refleksi
terhadap banyaknya karakteristik organisasi yang penting bagi individu dan bagi
kesejahteraan diri serta organisasi. Psikologi merefleksikan penilaian individu
mengenai seberapa banyak lingkungan pekerjaan memberikan keuntungan pada
mereka. Persepsi individu terhadap psikologi relatif stabil dan persepsi ini cenderung
dibagi kepada anggota unit organisasi. Meskipun demikian, setiap unit dan level
organisasi dapat memiliki persepsi yang berbeda – beda mengenai psikologi yang
mereka persepsikan.
Menurut Muhibbin dalam Rachmawati (2008), psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku
individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku
terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan
berbicara, duduk, berjalan dan lain sebagainya, sedangkan tingkah laku tertutup
meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa psikologi merupakan
persepsi karyawan secara individual mengenai pengalaman–pengalaman mereka
dalam organisasi yang didasarkan pada nilai–nilai yang berhubungan dengan
21
pekerjaan. Penilaian tersebut mencangkup tujuan, prinsip, dan harapan karyawan
pada organisasi tempat mereka bekerja.
Menurut James dan Sells dalam Rachmawati (2008), terdapat beberapa asumsi
yang mendasari teori psikologi. Asumsi–asumsi tersebut mencakup persepsi dan
kognisi, psikologi lingkungan, psikologi interaksional, serta teori belajar sosialkognitif.
Asumsi tersebut kemudian dirangkum oleh James et al dalam Rachmawati (2008),
sebagai berikut :
1.
Psikologi merupakan hasil representasi kognitif individu mengenai keberartian
psikologi dan pentingnya situasi dan lingkungan kerja bagi individu. Setiap
individu
dalam
organisasi
membentuk
persepsi
yang
menggambarkan
lingkungan kerjanya. Persepsi yang didapatkan individu tersebut merupakan
konstruksi kognitif yang melibatkan beberapa proses seperti seleksi, abstraksi,
generalisasi dan intrepretasi. Psikologi merupakan hasil dari konstruksi kognitif
tersebut.
2.
Psikologi memiliki komponen sejarah dan merupakan hubungan terus menerus
antara keterbukaan skema kognitif berubah–ubah dengan kecenderungan untuk
mempertahankan keyakinan–keyakinan yang abstrak, familiar, dan bernilai
mengenai situasi. Skema kognitif merupakan sesuatu yang dipelajari dan
merupakan produk interaksi proses kognitif terus menerus dari presepsi, belajar,
ingatan, dan pengambilan kembali informasi. Hal ini membuat individu dengan
pengalaman belajar yang berbeda akan memiliki skema kognitif yang berbeda
22
dalam
menginterpretasikan
situasi
dan
lingkungan
kerjanya,
sehingga
persepsinya juga akan berbeda.
3.
Atribut lingkungan yang memberikan dampak terbesar terdapat psikologi,
merupakan atribut yang memiliki hubungan langsung dengan pengalaman
individu dalam lingkungan. Yang menjadi perhatian dalam pengukuran psikologi
adalah aspek lingkungan yang global dan bertahan lama.
4.
Dalam proses pemikiran individu, terdapat interaksi timbal balik antara arti
psikologi dengan persepsi lingkungan yang signifikan sehingga menghasilkan
respon emosi dan tingkah laku dalam lingkungan kerja. Individu lebih berespon
pada hasil pemikirannya atas lingkungan dibandingkan lingkungan secara nyata.
Koys dan DeCotiis dalam Pappu (2002) pada mulanya mengidetifikasikan lebih
aspek psikologi. Mereka kemudian menyeleksi dan menetapkan delapan aspek
psikologi yang bersifat universal. Delapan aspek tersebut adalah :
a.
Autonomy : Merupakan persepsi mengenal sejauh mana karyawan diberikan
kesempatan untuk menentukan sendiri prioritas, prosedur dan tujuan dari
pekerjaannya.
b.
Cohessiveness : Merupakan persepsi mengenai rasa kebersamaan dalam
organisasi, termasuk kemauan rekan sekerja untuk menyediakan bahan - bahan
bantuan.
c.
Fairness : Persepsi bahwa praktek organisasi bersifat wajar, adil, tidak sewenang
– wenang, serta berubah – ubah.
23
d.
Support : Persepsi mengenai toleransi perilaku karyawan oleh atasan, termasuk
membiarkan karyawan belajar dari kesalahan tanpa adanya ketakutan akan
hukuman.
e.
Trust : Persepsi kebebasan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan anggota
organisasi level atas mengenai isu sensitive dan personal dengan harapan bahwa
integritas komunikasi tidak dilanggar.
f.
Recognition : Persepsi mengenai kontribusi karyawan pada organisasi diakui dan
dihargai.
g.
Innovation : Persepsi bahwa kreativitas dan perubahan didukung, termasuk
pengambilan resiko mengenai bidang – bidang baru dimana karyawan tidak atau
sedikit mempunyai pengalaman sebelumnya.
h.
Pressure : Persepsi karyawan mengenai tuntutan waktu untuk menyelesaikan
tugas dan standar kerja.
2.3 Sosial Lingkungan Kerja
Menurut Waluya dalam Satiyono (2010), sebagai seorang makhluk sosial,
manusia tidak pernah bisa hidup seorang diri. Dimana pun dan bila mana pun,
manusia senantiasa memerlukan kerjasama dengan orang lain. Manusia membentuk
pengelompokan sosial (social grouping) di antara sesama dalam upayanya
mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan. Kemudian dalam kehidupan
bersamanya itu manusia memerlukan pula adanya organisasi, yaitu suatu jaringan
interaksi sosial antar sesama untuk menjamin ketertiban sosial. Interaksi–interaksi
24
sosial itulah yang kemudian melahirkan sesuatu yang dinamakan lingkungan sosial,
seperti keluarga inti, keluarga luas, kelompok masyarakat dan lain–lain. Lingukngan
sosial tersebut sebagai tempat berlangsungnya bermacam–macam interaksi sosial
antara anggota atau kelompok masyarakat beserta pranatanya dengan simbol dan nilai
serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam (ekosistemnya)
dan lingkungan binaan/buatan (tata ruang).
Jonny dalam Satiyono (2010) menyatakan bahwa manusia memerlukan
lingkungan sosial yang serasi demi kelangsungan hidupnya. Lingkungan sosial yang
serasi itu bukan hanya dibutuhkan oleh satu orang melainkan juga oleh seluruh orang
di dalam kelompoknya. Untuk mewujudkan lingkungan sosial yang serasi itu
diperlukan lagi kerjasama kolektif di antara sesame anggota. Kerjasama itu
dimaksudkan untuk membuat dan melaksanakan aturan–aturan yang disepakati
bersama oleh warga sebagai mekanisme pengendalian perilaku sosial.
Dilihat dari sudut pengendalian perilaku, maka pengelompokan–pengelompokan
sosial, pada akhirnya bersifat memaksa anggota dari pengelompokan itu untuk
menyesuaikan diri terhadapnya. Setiap anggota pengelompokan itu dituntut
memahami dan menghayati peranan sosial yang menjadi bagian integral dari
lingkungan sosial itu. Orang harus menghayati norma–norma sosial yang mengatur
hak dan kewajiban, serta menghormati kedudukan dan peran–peran sosial yang ada di
dalam lingkungan sosial kelompoknya. Dengan cara itulah kesinambungan kelompok
bisa dipertahankan, mengingat aturan dimaksud juga mengatur secara serasi dan
seimbang hubungan antara manusia dengan lingkungan alam serta lingkungan buatan.
25
Ruang lingkup lingkungan sosial
Masih menurut Jonny dalam Satiyono (2010), terdapat lima komponen atau
ruang lingkup lingkungan sosial yang perlu diperhatikan. Kelima komponen tersebut
adalah :
1)
Pengelompokan sosial ( social grouping )
Berbagai macam cara orang membentuk persekutuan atau pengelompokan sosial.
Adapun yang paling sederhana adalah yang dilandasi hubungan kekerabatan
(genealogical based relationship), seperti keluarga inti, suku bangsa dan lain–
lain.
2)
Penataan sosial
Penataan sosial sangat diperlukan untuk mengatur ketertiban hidup dalam
masyarakat yang mempersatukan lebih dari satu orang. Penataan itu dapat berupa
aturan–aturan sebagai pedoman bersama dalam menggalang kerja sama dan
pergaulan sehari–hari antar anggotanya. Setiap orang harus jelas kedudukannya
dan peran–peran yang harus dilakukan, dan mengetahui apa yang harus diberikan
dan apa yang dapat diharapkan dari pihak lain. Dengan demikian setiap anggota
dapat memperkirakan sikap dan tindakan anggota lain serta cara menanggapi
secara efektif sehingga mewujudkan hubungan sosial yang selaras, serasi dan
seimbang.
26
3)
Media sosial
Untuk menggalang kerja sama yang mempersatukan sejumlah orang diperlukan
media baik yang berupa simbol–simbol maupun kepentingan–kepentingan yang
tidak mungkin dikerjakan sendiri secara terpisah.
Kepentingan bersama itu pada umumnya berkisar pada upaya memenuhi
kebutuhan hidup biologis, sosial maupun kejiwaaan.
4)
Pranata sosial
Suatu kesatuan sosial, betapapun kecilnya, memerlukan aturan–aturan sebagai
pedoman bersama untuk mengembangkan sikap dalam menghadapi tantangan
kehidupan bersama. Setiap anggota harus memahami dan menghayati nilai–nilai
budaya serta norma–norma sosial yang berlaku, sehingga dapat mengetahui apa
yang akan dilakukan oleh seseorang dan bagaimana menghadapi secara efektif
suatu tantangan.
5)
Pengendalian dan pengawasan sosial
Untuk menjamin ketertiban masyarakat, lebih–lebih dalam masyarakat yang
majemuk dan sedang menghadapi perkembangan yang pesat kearah masyarakat
industri dewasa ini, pengendalian dan pengawasan sosial menjadi amat penting
artinya. Setiap kesatuan sosial mengembangkan pola–pola dan mekanisme
pengendalian yang sampai batas tertentu sangat efektif.
Menurut Blum dalam Sutrisno (2009) faktor sosial adalah faktor yang meliputi
hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja, kebebasan berpolitik dan hubungan
27
kemasyarakatan. Adapun menurut Hasibuan dalam Sutrisno (2009) faktor sosial
meliputi besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya, agar dapat membeli
kebutuhan-kebutuhan.
Sedangkan menurut Gibson dalam Sutrisno (2009) faktor sosial atau faktor
ekstrinsik dalam konteks pekerjaan meliputi gaji atau upah, kondisi pekerjaan, status,
kebijakan organisasi, supervisi dan hubungan interpersonal. Definisi yang digunakan
didalam penelitian ini adalah Blum dalam Sutrisno (2009) yang menyatakan bahwa
faktor sosial adalah faktor yang meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja,
kebebasan berpolitik dan hubungan kemasyarakatan.
2.4 Prestasi Kerja
2.4.1 Pengertian Prestasi Kerja
Prestasi kerja merupakan masalah yang sangat penting bagi setiap organisasi.
Prestasi kerja yang tinggi sangat diperlukan dalam setiap usaha kerjasama karyawan
untuk tujuan organisasi, seperti diketahui bahwa pencapaian tujuan organisasi adalah
sesuatu yang sangat diidam-idamkan oleh setiap organisasi. Karyawan yang
mempunyai prestasi kerja rendah akan sulit untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Masalah prestasi kerja bukanlah timbul begitu saja atau timbul secara sembarangan.
Prestasi kerja dapat ditingkatkan diantaranya dengan memberikan motivasi yang
sudah tentu dengan jalan menyampaikan informasi melalui komunikasi dari atasan
kepada bawahannya.
28
Penilaian prestasi kerja memberikan informasi yang sangat membantu dalam
keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan perusahaan. Prestasi kerja juga
dapat digunakan untuk mendorong dan memimpin pengembangan karyawan.
Program penilaian prestasi kerja memberikan informasi dalam bentuk yang biasanya
dikomunikasikan kepada karyawan. Dengan adanya penilaian prestasi kerja ini
membuat para atasan mau tidak mau memperhatikan para bawahannya.
Beberapa pendapat tentang prestasi kerja adalah Menurut pendapat dari Supardi
dalam Ikhsan (2009), prestasi kerja adalah kegiatan dan hasil kerja yang dicapai atau
ditunjukan oleh seseorang didalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Dapat dikatakan
pula bahwa perestasi kerja merupakan perwujudan atau penampilan dalam
melaksanakan pekerjaan.
Menurut pendapat dari Handoko dalam Sunyoto (2013), prestasi kerja adalah
proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi kerja
karyawan.
Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2009) memberikan definisi tentang
prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan
tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Byars dan Rue
mengartikan prestasi sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas-tugas yang
mencangkup pada pekerjaannya. Pengertian tersebut menunjukkan pada bobot
kemampuan individu di dalam memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam
pekerjaanya.
29
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi
kerja adalah sebagai hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku
kerjanya dalam melaksanakan aktifitas kerja. Informasi tentang tinggi rendahnya
prestasi kerja seseorang karyawan tidak dapat diperoleh begitu saja, tetapi diperoleh
melalui proses yang panjang, yaitu proses penilaian prestasi kerja karyawan yang
disebut dengan istilah performance appraisal.
2.4.2 Pengukuran Prestasi Kerja Karyawan
Menurut Flippo dalam Sunyoto (2013), pengukuran prestasi kerja karyawan
dapat dilihat dari beberapa faktor :
1. Kualitas Kerja
Kualitas kerja meliputi ketepatan, ketelitian, ketrampilan, dan keberhasilan
karyawan dalam melaksanakan pekerjaanya.
2. Kuantitas Kerja
Merupakan jumlah output produk-produk yang dihasilkan dan ketepatan dalam
melaksanakan pekerjaan.
3. Keandalan
Keandalan yaitu kemampuan karyawan dalam melaksanakan instuksi atau
perintah, berinisiatif dan kerajinan.
4. Sikap karyawan terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerja
sama.
30
2.4.3 Teknik Penilaian Prestasi Kerja
Masih menurut Sunyoto (2013), Penilaian prestasi kerja berdasarkan sistematis
adalah sebagai berikut:
a.
Penilaian Sistematis Oleh Atasan
Penilaian sistematis banyak memberikan manfaat bagi perusahaan. Pertama
adalah memberikan informasi dalam keputusan yang menyangkut masalah-masalah
seperti promosi, kenaikan gaji. Manfaat kedua adalah dapat dipergunakan untuk
mendoromg dan memimpin pengembangan karyawan.
b.
Sistem - Sistem Penilaian Prestasi Kerja Kelompok
Pengukuran prestasi kerja karyawan mempunyai dasar yang sama dengan sistem
penilaian jabatan. Penilaian ini mempunyai tujuan untuk menentukan baik tidaknya
karyawan untuk dipromosikan. Ada tiga metode penilaian prestasi kerja antara lain :
1)
Rangking
Penilaian prestasi kerja ini dimulai dengan membandingkan karyawan satu
dengan karyawan lain, menentukan siapa yang lebih baik. Perbandingan ini dilakukan
secara keseluruhan, artinya tidak dicoba dipisah-pisahkan antara faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi kerja karyawan pada perusahaan.
2)
Grading atau Forced Distributions
Pada metode ini penilaian memisah-misahkan atau “menyortir” pada karyawan
kedalam klasifikasi yang berbeda.biasanya satu proporsi tertentu harus diletakan pada
setiap kategori.
31
3)
Poin Allocation Method
Metode ini merupakan bentuk lain grading. Penilaian diberikan sejumlah nilai
total untuk dialokasikan diantara para karyawan dan kelompok.
2.4.4 Manfaat Penilaian Prestasi Kerja
Menurut Handoko dalam Sunyoto (2013), Manfaat penilaian prestasi kerja antara
lain:
a.
Perbaikan Prestasi Kerja
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan
departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka untuk
memperbaiki prestasi.
b.
Penyesuaian Kompensasi
Evaluasi prestasi kerja membantu pengambilan keputusan dalam menentukan
upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
c.
Keputusan Penempatan
Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu
atau antisipasinya. Promosi merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja
masa lalu.
d.
Kebutuhan Latihan dan Pengembangan
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kebutuhan latihan. Demikian
juga prestasi kerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus
dikembangkan.
32
e.
Perencanaan dan Pengembangan Karier
Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan karier yaitu tentang jalur karier
tertentu yang harus diteliti.
f.
Mengetahui Penyimpangan Staffing
Prestasi yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan dan kelemahan prosedur
staffing departemen personalia.
g.
Ketidak Akuratan Informasi
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan dalam informasi
analisis jabatan, rencana sumber daya manusia atau komponen lain sistem informasi
manajemen personalia. Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat
menyebabkan keputusan personalia yang diambil tidak tepat.
h.
Diagnosa Disain Pekerjaan
Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam
desain pekerjaan.penilaian informasi membantu diagnosa kesalahan tersebut.
i.
Kesempatan Kerja yang Adil
Penilaian kerja secara akurat akan menjamin keputusan penempatan internal
diambil tanpa diskriminasi.
j.
Mengatasi Tantangan External
Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan
kerja seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi
lainya.
33
2.5 Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kompensasi,
psikologi lingkungan kerja, sosial lingkungan kerja dan prestasi kerja. Dwi Satiyono
(2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Faktor Individual, Faktor Sosial,
dan Faktor Utama Dalam Pekerjaan Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Pada Staf
Kantor PT. Sinar Pantja Djaja Semarang). Analisis penelitian yang digunakan adalah
analisis regresi berganda menggunakan program SPSS. Hasil dari penelitian adalah
adanya faktor – faktor Individu (umur, kesehatan watak), faktor sosial (hubungan
kemasyarakatan), dan faktor utama dalam pekerjaan (upah, pengawasan, ketentraman
kerja) berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.
Fajar Kurniadi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Kompensasi dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan di Apotek Berkah. Analisis
penelitian yang digunakan adalah analisis regresi berganda menggunakan program
SPSS. Hasil dari penelitian adalah adanya kompensasi dan motivasi memiliki
pengaruh yang kuat terhadap kinerja karyawan.
Mardahleni (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kompensasi
Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Biro Distribusi dan Tranportasi) Pada PT
Semen Padang. Analisis penelitian yang digunakan adalah analisis regresi linier
menggunakan program SPSS. Hasil dari penelitian adalah terdapat pengaruh yang
signifikan antara kompensasi terhadap kepuasan kerja karyawan (Biro Distribusi dan
Transportasi).
34
2.6 Kerangka Pikir
Karyawan adalah aset utama sebuah perusahaan yang menjadi pelaku aktif di
dalam setiap kegiatan organisasi. Mereka mempunyai pikiran, perasaan, keinginan,
status, dan latar belakang pendidikan, usia, jenis kelamin yang heterogen, yang
terbawa ke dalam perusahaan, dan tidak seperti uang, mesin dan material sifatnya.
Selain itu, mereka memiliki pengalaman, keahlian, pengetahuan, kemampuan, dan
ketrampilan.
Prestasi adalah bagian terpenting untuk seorang karyawan. Dimana terdapat
beberapa faktor yang mampu mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Faktor yang
pertama adalah Kompensasi (X1), kompensasi merupakan dorongan paling mendasar
dalam mencapai prestasi kerja. Oleh karena itu jika karyawan sudah merasa puas
dalam mendapatkan finansial maka prestasi kerja karyawan akan menjadi baik.
Faktor yang kedua dilihat dari sisi psikologi lingkungan kerja (X2), faktor ini
dilandasi dari seberapa besar karyawan menyukai pekerjaan yang sedang dikerjakan.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan bahkan prestasi kerja
karyawan tersebut. Kemudian untuk faktor yang terakhir dilihat dari sisi sosial
lingkungan kerja (X3). Didalam sebuah organisasi setiap individu tidak akan mampu
bekerja sendiri tanpa bantuan dari individu lain. Oleh sebab itu faktor ini juga
memiliki pengaruh yang sama – sama besar terhadap keberhasilan kinerja dan
prestasi kerja karyawan.
Perusahaan melaksanakan penilaian prestasi kerja (Y) karyawannya dengan
baik dan perlu mempertimbangkan ruang lingkup dan obyek penilaian, seperti apa
35
yang dinilai, kenapa dinilai, di mana penilaian dilakukan, kapan penilaian dilakukan,
siapa yang akan dinilai dan menilai, bagaimana menilainya dan dalam hal apa
seorang karyawan dinilai. Dalam pelaksanaan penilaian perusahaan membutuhkan
dan memilih suatu metode yang pas dengan apa yang dinilai lalu mempertimbangkan
faktor-faktor yang ada dan kemudian ditetapkan untuk dinilai.
Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan di atas, lebih lanjut akan diajukan
kerangka berfikir dan model hubungan antar masing – masing variabel yang
dilibatkan dalam penelitian ini. Sutrisno (2009)
Kompensasi (X1)
Psikologi Lingkungan
Kerja (X2)
Prestasi Kerja
(Y)
Sosial Lingkungan
Kerja (X3)
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
36
2.7 Konsep Hipotesa Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan awal terhadap suatu pokok masalah yang harus
dibuktikan untuk membuktikan dugaan tersebut terbukti atau tidak.
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas, maka penulis membuat
hipotesis awal dalam penelitian ini sebagai berikut:
Ha1 : Diduga kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja.
H01 : Diduga kompensasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi
kerja.
Ha2 : Diduga psikologi lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
prestasi kerja.
H02 : Diduga psikologi lingkungan kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap prestasi kerja.
Ha3 : Diduga sosial lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
prestasi kerja.
H03 : Diduga sosial lingkungan kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap prestasi kerja.
Ha4 : Diduga kompensasi, psikologi dan sosial lingkungan kerja secara simultan atau
bersama berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja.
H04 : Diduga kompensasi, psikologi dan sosial lingkungan kerja secara simultan atau
bersama berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja
37
Download