Arbitrage Pricing Theory – APT

advertisement
Arbitrage (Arbitrase)
Secara sederhana, Arbitrage (Arbitrase) merupakan pembelian dan penjualan
berkesinambungan dari sekuritas pada dua harga yang berbeda di dua pasar yang berbeda.
Umumnya arbitrase bersifat bebas resiko1 atau sering disebut dengan Pure Arbitrage
(Arbitrase Murni). Pihak yang melakukan arbitrase (arbitrageur๏‚พ atau ”Arbs”) memperoleh
laba tanpa risiko dengan cara melakukan pembelian murah di satu pasar dan langsung
menjualnya pada harga yang lebih tinggi di pasar lain. Laba tersebut merupakan selisih harga
beli sekuritas di satu pasar dan harga beli sekuritas tersebut pada pasar lain. Arbitrase berarti
mengambil keuntungan dengan memanfaatkan perbedaan harga pada aset atau sekuritas yang
sama.
Contohnya, bila mata uang EURO harganya relatif murah dalam US Dollar di pasar
London dibandingkan di pasar New York, maka arbitrageur (atau ”Arbs” ๏‚พ orang yang
melakukan arbitrase) dapat memperoleh keuntungan bebas resiko dengan cara membeli
EURO di London dan menjualnya dalam kuantitas yang sama di New York.
Arbitrase juga dapat dikatakan sebagai suatu keadaan di mana investor melakukan
pembelian sebuah aset (sekuritas) di satu pasar dan secara bersamaan melakukan penjualan
atas aset (sekuritas) yang sama (identik) di pasar lain pada tingkat harga yang lebih tinggi.
Hal ini dilakukan oleh investor yang bertransaksi pada saham perusahaan yang melakukan
dual listing misalnya di London Stock Exchange (LSE) dan New York Stock Exchange
(NYSE). Contohnya adalah aksi arbitrase antara saham Telkom yang diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan American Deposit Receipt (ADR) dan saham Indosat yang
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan di Bursa New York (NYSE).
ADR saham Telkom (kode: TLK) dan Indosat (kode: IIT) ๏‚พ pada dasarnya adalah
bundel saham Telkom dan Indosat yang disimpan di Bank of New York dan diperdagangkan
di bursa New York sebagaimana layaknya saham perusahaan biasa. Untuk ADR Telkom,
bundelnya adalah sejumlah 40 lembar, sementara untuk Indosat bundelnya adalah sejumlah
50 lembar. Seorang Arbs dapat melakukan arbitrase saham Telkom ataupun Indosat bila
memiliki account di kedua market (NYSE dan BEJ), di mana Arbs tersebut akan
1
Suatu Aktiva yang pengembalian masa depannya dapat diketahui dengan pasti. Frank J. Fabozzi,
Manajemen Investasi, (Jakarta : Salemba Empat, 1999), 64.
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
1
memperhatikan di mana saham Telkom atau Indosat dijual dengan harga relatif lebih murah
dan di mana yang relatif lebih mahal.
Pada beberapa keadaan, arbitrase juga bisa dilakukan semata-mata sebagai sarana
untuk memperoleh keuntungan dari dinamika pergerakan nilai tukar.
Praktek demikian
sangat sering terjadi pada ADR perusahaan-perusahaan Jepang yang dual listing di New York
dan di Tokyo.
Arbitrase merupakan suatu keadaan yang sangat langka. Umumnya investor tidak
berdiam diri menunggu situasi itu terjadi. Seorang arbitrageur yang memiliki kemampuan
tidak terbatas untuk melakukan short-selling dapat memperbaiki kondisi penetapan harga
yang salah dengan cara mendanai pembelian pada pasar underpriced dengan hasil yang
diperoleh dari short-selling pada pasar overpriced.
Short-selling adalah suatu cara untuk memperoleh laba yang memanfaatkan
penurunan harga dari suatu sekuritas seperti saham atau obligasi dengan melakukan
penjualan saham di mana investor/trader meminjam dana (on margin) untuk menjual saham
(yang belum dimiliki) dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali dan
mengembalikan pinjaman saham ke pialangnya pada saat saham turun.
Sederhananya,
investor melalui pialang meminjam saham, menjualnya, membelinya kembali dan kemudian
mengembalikannya kepada pihak yang telah meminjamkan. Pada saat sekuritas yang
dipinjam telah dikembalikan maka dapat dikatakan bahwa investor tersebut telah menutup
posisi kekurangan (covered short position).
Penjual "short" (investor peminjam) berhutang kepada pialang, dimana pialang
tersebut meminjam saham termaksud dari investor lainnya yang memiliki saham yang
ditransaksikan secara "long". Investor pemberi pinjaman saham tersebut tidaklah kehilangan
haknya untuk menjual saham yang dipinjamkannya, sehingga dengan demikian saat suatu
saham dipinjamkan maka terdapat dua investor yang berhak untuk menjual saham yang sama
dalam waktu yang bersamaan pula.
Kondisi tersebut dapat dijelaskan lebih konkrit melalui contoh ilustrasi. Contohnya,
Nona Sherry merasa yakin saham Wilson Pharmaceutical akan $20, sebenarnya dihargai
lebih tinggi dari seharusnya. Nona Sherry ingin memperoleh keuntungan jika perkiraannya
tersebut benar. Nona Sherry melalui pialangnya, Tuan Holmes, ingin menjual 100 lembar
saham yang dimilikinya. Tuan Holmes menjual 100 lembar saham tersebut atas nama Nona
Sherry dan mengatur untuk meminjam 100 lembar saham lain. Tuan Holmes berhasil menjual
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
2
saham Nona Sherry seharga $20 per lembarnya sehingga totalnya $2000. Namun, hasilnya
tidak diberikan kepada Nona Sherry karena belum memberikan 100 lembar sahamnya kepada
Tuan Holmes. Tuan Holmes juga berhasil meminjam saham dari Tuan Gerrard, kemudian
saham tersebut diberikan kepada pembeli saham Nona Sherry.
Satu minggu kemudian, saham Wilson Pharmaceutical turun mencapai $15 per
lembar. Nona Sherry meminta pialangnya, Tuan Holmes, untuk membeli 100 lembar saham
tersebut. Biaya pembelian saham tersebut menjadi $1500. saham yang dibeli tersebut
kemudian akan diberikan kepada Tuan Gerrard, yang meminjamkan 100 lembar saham
kepada Nona Sherry.
Hingga saat ini, Nona Sherry telah menjual 100 lembar saham dan membeli 100
lembar saham. Oleh karena itu, Nona Sherry tidak lagi memiliki kewajiban baik kepada
pialangnya maupun kepada Tuan Gerrard. Nona Sherry telah menutup posisi kekurangannya
atau covered short position. Nona Sherry berhak atas laba sebesar $500 dari selisih harga jual
sahamnya seharga $2000 dan membeli saham seharga $1500.
Konsep arbitrase dibuat berdasarkan prinsip dasar keuangan Hukum Satu Harga
(The Law of One Price). Hukum ini menyatakan bahwa jika pengembalian yang diharapkan
dari satu sekuritas dapat ditiru oleh sekumpulan sekuritas lain, maka harga sekumpulan
sekuritas dan harga sekuritas yang ditiru harus sama. Atau dengan kata lain suatu aset
(sekuritas) dengan pengembalian (return) yang sama yang dijual pada dua pasar yang
berbeda harus dijual dengan harga yang sama identik.
Suatu aktiva yang memiliki karakteristik sama (identik sama) jika dijual dengan harga
yang berbeda, maka akan terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrage dengan membeli
aktiva yang berharga murah dan pada saat yang sama menjualnya dengan harga yang lebih
tinggi sehingga memperoleh laba tanpa risiko (Husnan, 1994).
Dalam perekonomian suatu negara, dikenal empat pasar yaitu pasar modal, pasar
uang, pasar valuta asing dan pasar barang. Dari keempat pasar tersebut yang saling terkait
erat serta yang mencerminkan Hukum Satu Harga (The Law of One Price) umumnya pasar
modal, pasar uang, dan pasar valuta asing. Ketiga pasar mempunyai keseimbangan dan
identik sama sehingga tidak dapat dijual dengan harga yang berbeda. Jika tidak terjadi
keseimbangan dari pasar-pasar tersebut, maka akan terjadi proses arbitrage dari pasar yang
satu ke pasar yang lain.
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
3
Pada saat arbitrase terjadi sedangkan harga paket sekuritas berbeda dari harga
sekuritas dengan pengembalian yang sama, investor rasional akan menukar sekuritas ini
sedemikian rupa agar keseimbangan harga dapat terjadi.
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
4
An Alternative View of Risk and Return : Arbitrage Pricing Theory – APT
Teori Arbitrase dari Capital Asset Pricing
Model alternatif untuk penentuan harga asset yang dikembangkan oleh Stephen Ross
yang disebut Teori Arbitrase Harga (Arbitrage Pricing Theory – APT) yang dalam beberapa
hal tidak serumit CAPM. CAPM memerlukan sejumlah besar asumsi, termasuk asumsi yang
dibuat oleh Harry Markowitz saat mengembangkan dasar nilai tengah – varians (meanvariance). Asumsi utama APT adalah setiap investor yang memiliki peluang untuk
meningkatkan
return
portofolionya
tanpa
meningkatkan
risikonya.
Mekanisme
pelaksanaannya melibatkan penggunaan portofolio yang telah ditentukan. Prinsip dasar yang
muncul pada model mean varians bahwa pada setiap asset berlaku sebuah persamaan:
(1)
Di mana
adalah suku bunga bebas risiko
λ adalah lebihan pemasukan yang diharapkan dalam pasar
adalah koefisien beta yang dapat digambarkan sebagai berikut
Di mana
adalah kovarians antara pemasukan pada asset ke-i dan portfolio pasar
adalah varians dari portfolio pasar
Persamaan linear (1) muncul dari efisiensi varians dari portfolio pasar dan sudah
berhubungan antara pemasukan
dan banyaknya risiko
sudah dikenal dan diakui oleh
banyak pihak. Ross mengajukan sebuah teori alternatif yang dikembangkan dari teori dasar
tersebut. Model yang ditawarkan dapat dijabarkan seperti berikut:
(2)
Berikut adalah langkah-langkah yang dijalankan untuk menemukan bentuk rumus dari
Arbitrage Pricing Theory:
Langkah pertama
membuat sebuah portfolio arbitrase, ๐œ‚, yang terdiri dari asset-aset n.
Langkah kedua
dengan hukum angka-angka besar, akan menjadi
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
5
(3)
Dengan kata lain,
dapat diabaikan.
Langkah ketiga
apabila kita ingin menghilangkan risiko sistematis
,
Sehingga dari persamaan (3) didapatkan bahwa
Langkah keempat
pemasukan random (
pemasukan tertentu (
harus memiliki
sekarang diatur untuk memiliki nilai yang ekuivalen dengan
, untuk mencegah posisi yang tidak seimbang secara arbiter kita
, sehingga
(4)
Persamaan (4) berlaku pada
memiliki risiko,
dan
yang konstan. Apabila terdapat asset yang tidak
akan menjadi rate of return-nya. Namun, bila asset tidak ada,
tetap
menjadi rate of return dari portofolio zero-beta ( ). Sebagai contoh sebuah portofolio dengan
dan
portofolio pasar
. Apabila
merupakan sebuah portofolio tertentu, contohnya sebuah
dengan
, maka persamaan (4) akan menjadi
(5)
Kondisi (5) adalah sebuah teori arbitrase yang ekuivalen dengan persamaan (1), dan
apabila
adalah faktor penerimaan pasar, maka
akan mewakilkan
. Pendekatan ini
berbeda dari analisis mean-varians yang biasa digunakan dan menggunakan teori yang masih
berhubungan tetapi tidak terlalu dekat. Argumen ini menunjukkan bahwa persamaan (5)
berlaku dalam setiap keadaan.
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
6
Systematic Risk dan Beta
a. Systematic risk dan Unsystematic risk
Return dari saham, dapat dibagi menjadi dua bagian yang dapat dituliskan dalam
sebuah rumus sebagai berikut:
๐‘… = ๐‘…ฬ… + U
Dimana
๐‘…ฬ… adalah expected part of the return
U adalah unexpected part of the return (surprise and constitutes the risk)
Dari persamaan di atas, U, dapat dibagi menjadi dua pula systematic risk dan unsystematic
risk, sehingga persamaan di atas menjadi
๐‘… = ๐‘…ฬ… + m + ๐œ€
Dimana
m adalah systematic risk
๐œ€ adalah unsystematic risk
๏ณ
Bagan 1. Total Risiko terhadap Diversifikasi Portofolio
n
0
n
yang termasuk ke dalam systematic risk, antara lain ketdiakpastian kondisi ekonomi secara
umum, seperti, GNP, tingkat suku bunga, atau inflasi. Di sisi lain, informasi yang secara
spesifik seperti informasi index harga emas bagi perusahaan tambang emas, adalah contoh
dari unsystematic risk.
b. Beta ๐œท
Koefisien beta menggambarkan pengembalian portofolio terhadap systematic risk.
Dalam CAPM, ๐›ฝ, mengukur kepekaan dari pengembalian sekuritas terhadap faktor risiko
yang spesifik, pengembalian dari market portfolio.
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
7
Rumus tersebut dapat digunakan apabila unsur ๐›ฝ tidak diketahui.
Sebagai contoh, telah teridentifikasi tiga systematic risk yang diteliti oleh RR:
-
Inflasi
-
Pertumbuhan GNP
-
Perubahan interest rate
Jadi dari persamaan pengembalian portofolio di atas,
ฬ… + m + ๐œบ,
๐‘น=๐‘น
dapat dijabarkan menjadi
ฬ… + ๐œท๐‘ฐ ๐‘ญ๐‘ฐ + ๐œท๐‘ฎ๐‘ต๐‘ท ๐‘ญ๐‘ฎ๐‘ต๐‘ท + ๐œท๐’“ ๐‘ญ๐’“ + ๐œบ
๐‘น=๐‘น
๐›ฝ๐ผ
adalah beta dari inflasi
๐›ฝ๐บ๐‘๐‘ƒ
adalah beta dari GNP
๐›ฝ๐‘Ÿ
adalah beta dari interest rate
๐œ€
adalah unsystematic risk
Misalkan ๐›ฝ๐ผ = -2.30, ๐›ฝ๐บ๐‘๐‘ƒ = 1.50, ๐›ฝ๐‘Ÿ = 0.50, dan ๐œ€ = 1%, maka
ฬ… −๐Ÿ. ๐Ÿ‘๐‘ญ๐‘ฐ + ๐Ÿ. ๐Ÿ“๐‘ญ๐‘ฎ๐‘ต๐‘ท + ๐ŸŽ. ๐Ÿ“๐‘ญ๐’“ + ๐Ÿ%
๐‘น=๐‘น
Jika terdapat data-data berikut :
-
I actual = 8%
I expected = 3%
-
GNP expected = 4%
-
GNP actual = 1%
r actual = 0% (stabil)
r expected = 10%
maka
dan diketahui juga, expected return, ๐‘…ฬ… , sebesar 8% maka
R ๏€ฝ 8% ๏€ญ 2.30 ๏‚ด 5% ๏€ซ 1.50 ๏‚ด (๏€ญ3%) ๏€ซ 0.50 ๏‚ด (๏€ญ10%) ๏€ซ 1%
R ๏€ฝ ๏€ญ12%
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
8
Portofolio dan Diversifikasi
1. The weighted average of expected returns.
๐‘…๐‘ = ๐‘‹1 ฬ…ฬ…ฬ…
๐‘…1 + ๐‘‹2 ฬ…ฬ…ฬ…
๐‘…2 + โ‹ฏ + ๐‘‹๐‘ ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…
๐‘…๐‘
2. The weighted average of the betas times the factor
+ (๐‘‹1 ๐›ฝ1 + ๐‘‹2 ๐›ฝ2 + โ‹ฏ + ๐‘‹๐‘ ๐›ฝ๐‘ )F
3. The weighted average of the unsystematic risks.
+ ๐‘‹1 ๐œ€1 + ๐‘‹2 ๐œ€2 + โ‹ฏ + ๐‘‹๐‘ ๐œ€๐‘
Untuk portofolio dalam jumlah yang besar, pesamaan ketiga tidak digunakan (dihilangkan)
karena termasuk ke dalam unsystematic risks yang tidak didiversifikasi. Selain itu, portofolio
dalam jumlah besar memiliki satu-satunya sumber ketidakpastian yaitu sensitivitas dari
potfolio itu sendiri terhadap faktor. Jadi, pengembalian dalam pendiversifikasian portofolio
dapat ditentukan dengan dua parameter, yaitu
1. The weighted average of expected returns.
๐‘…๐‘ = ๐‘‹1 ฬ…ฬ…ฬ…
๐‘…1 + ๐‘‹2 ฬ…ฬ…ฬ…
๐‘…2 + โ‹ฏ + ๐‘‹๐‘ ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…
๐‘…๐‘
2. The weighted average of the betas times the factor
+ (๐‘‹1 ๐›ฝ1 + ๐‘‹2 ๐›ฝ2 + โ‹ฏ + ๐‘‹๐‘ ๐›ฝ๐‘ )F
Berdasarkan hasil penelitianChen, Roll, dan Ross terdapat empat faktor ekonomi yang
mempengaruhi pengembalian, antara lain inflasi, struktur dari interest rate, risk premium, dan
produksi sektorr perindustrian. Selain mereka bertiga, terdapat beberapa penelitian mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi APT. Menurut Burmeister dan McElroy, faktor-faktor
APT, berasal dari beberapa faktor lain, yaitu Default risk, Time Premium, Deflation, Change
in expected sales.
According to Saloman Brothers the sensitivity of return is through Growth rate in gross
national product, Rate of Interest, Rate of change in oil prices, Rate of change in defence
spending.
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
9
A Critical Reexamination of The Empirical Evidence on The Arbitrage
Pricing Theory (By P.J. Dhrymes, I. Friend, and N.B. Gultekin)
A Critical Reexamination of the APT
1. The basic methodology of analyzing small groups of securities in order to gather
confirmatory or contrary evidence relative to the APT model is seriously flawed
2. It’s not possible to test directly whether a given “factor” is priced. → how many
factors there are and whether they are priced?
3. There are 3 to 5 factors don’t appear to be robust. → Result: how many factors one
‘discovers’ depends on the size of the group of securities one deals with.
Kritik 1
Menurut DFG, model APT yang dikemukan oleh Stephen Ross memiliki banyak
kekurangan dan cacat. Hal ini diungkapkan setelah DFG menguji model APT Ross dan
mereka tidak sepaham dengan hasil yang dikemukakan oleh Ross. Mengacu pada dasar
teoritis yang dikemukan oelh Ross, dalam analisis empirisnya, DFG harus menghilangkan
semua sekuritas secara simetris Analisa kelompok kecil dari sekuritas memberikan arti yang
tidak jelas dan tidak mungkin untuk para investigator menyelesaikan teori APT ini.
Kritik 2
Faktor analisis, dalam model APT yang dikemukan oleh Ross, tidak mungkin diuji
secara langsung apakah suatu faktor yang diberikan diberi harga. Berarti, “t-test” (atau test
lain yang sejenis) tidak dapat digunakan untuk mengetahui seberapa penting faktor analisis
tersebut pada koefisien premium resiko tunggal. Namun, kita dapat menggunakan uji “Ftests” atau asimtot chi-square untuk menguji signifikansi resiko premium. Permasalahan
penelitian yang penting kini adalah berapa banyak faktor analisis yang ada (digunakan) dan
apakah mereka (faktor-faktor analisis) tersebut diberi harga.
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
10
Kritik 3
Lebih dari tiga sampai lima faktor dapat ditemukan dengan menaikkan jumlah kelompok
yang dianalisis. Untuk kelompok dengan 30 sampel ada 3 faktor yang mempengaruhinya,
kelompok dengan 45 sampel ada 4 faktor yang mempengaruhinya dan kelompok dengan
60 sampel ada 5 faktor yang mempengaruhinya dan seterusnya. Artinya semakin besar
ukuran suatu kelompok (jumlah sampel) maka faktor yang mempengaruhinya akan
bertambah. Dan model APT Stephen Ross tidak memperhitungkan hal tersebut.
A Critical Reexamination of The Empirical Evidence on The Arbitrage
Pricing Theory : A Reply (By Richard Roll and Stephen A. Ross)
Reply 1 dan 2
Menurut RR, meskipun ada masalah rotasi. Uji pada faktor harga tunggal tetap
memiliki arti. Angka yang diperoleh dari perhitungan yang menggunakan faktor-faktor yang
signifikan secara statistik dapat berbeda daripada hasil perhitungan yang menggunakan
seluruh faktor yang ada, dikarenakan adanya peluang terjadinya rotasi pada sampel-sampel di
dalam sebuah portofolio. Ditambahkan pula oleh RR bahwa tidak ada alasan bahwa suatu
kejadian yang sama akan terjadi pada setiap sampel. Perhitungan dari sampel- sampel
(anggota kelompok) tertentu akan berbeda dari sampel-sampel yang lainnya. Akan tetapi,
masalahnya adalah bukan seberapa dekat estimasi yang didapat dari sampel-sampel yang
dikelompokkan dengan data yang memperhitungkan seluruh faktor. Tetapi seberapa jauh
estimasi model APT (dengan tiga atau empat faktor) terhadap keadaan sebenarnya dimana
faktornya tidak diketahui secara pasti.
Reply 3
Bahwa memang benar jika jumlah sampel suatu kelompok bertambah maka faktor
yang mempengaruhi kelompok tersebut juga akan bertambah tapi faktor tersebut tidak
mempengaruhi terhadap kelompok secara keseluruhan tetapi hanya memberikan pengaruh
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
11
terhadap sampel-sampel tertentu saja. Kalaupun ada, menurut Ross, faktor tersebut tidak
terlalu signifikan. Contohnya, suatu kelompok yang terdiri 30 sekuritas yang didalamnya
terdapat satu perusahaan kosmetik. Anggaplah ada tiga faktor analisis dalam kelompok
tersebut. Kemudian sebuah perusahaan kosmetik lain masuk ke dalam kelompok sehingga
kelompok tersebut jumlahnya menjadi 31 sekuritas. Seiring bertambahnya jumlah sampel
dalam kelompok maka faktor analisisnya pun bertambah. Namun, faktor tersebut tidak terlalu
signifikan terhadap kelompok secara keseluruhan.
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
12
Kesimpulan
Prinsip dari APT adalah sekuritas yang mempunyai karakteristik yang sama, tidak akan
bisa dihargai dengan harga yang berbeda. Tidak seperti CAPM yang menggunakan asumsi
bahwa portofolio pasar merupakan portofolio yang efisien, APT tidak menggunakan asumsi
apapun mengenai portofolio pasar. APT hanya mengatakan bahwa tingkat keuntungan suatu
saham dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang jumlahnya bisa lebih dari satu.
Sayangnya APT menurut Roll dan Ross tidak menjelaskan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi pembentukan harga sekuritas. Teknik statistik yang disebut dengan faktor
analisis dapat dipergunakan untuk mengidentifikasikan ada berapa faktor yang terdapat dalam
persoalan, tetapi tidak menunjukkan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh tersebut. Faktorfaktor yang dapat diidentifikasikan antara lain:
1. Tingkat pertumbuhan produksi industri.
2. Tingkat inflasi (baik yang diharapkan atau tidak).
3. Selisih antara tingkat bunga jangka panjang dan jangka pendek.
4. Selisih antara obligasi berperingkat tinggi dan rendah.
Sebagai efek yang ditambahkan ke portofolio, risiko sistematis dari sekuritas individu
saling mengimbangi. Sebuah portofolio terdiversifikasi tidak memiliki risiko yang tidak
sistematis. CAPM dapat dipandang sebagai kasus khusus dari APT.
Arbitrage Pricing Theory – Seminar Keuangan
13
Download