3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2009

advertisement
Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia
http://www.bi.go.id
BANK INDONESIA
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan
Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Telepon
Fax.
E-mail
Website
: +62 61 3818163
+62 21 3818206 (sirkulasi)
: +62 21 3452489
: [email protected]
: http://www.bi.go.id
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter
Triwulan III-2009
Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam
rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama,
yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada
prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii)
sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution
Deputi Gubernur Senior
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah
Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi
Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad
Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo
Deputi Gubernur
Budi Mulya
Deputi Gubernur
i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
ii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Langkah-langkah Penguatan
Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Frameworks)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan
Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy
reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan
(4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Strategi Kebijakan Moneter
Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar
nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif
(forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka
menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar
kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan
ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan
mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK
untuk tahun 2008, 2009, dan 2010 masing-masing sebesar 5%+1%, 4,5%+1%, dan 4%+1%. Sasaran inflasi dimaksud
sejalan dengan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka
menengah-panjang yang kompetitif dengan negara lain sekitar 3%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi
jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni
2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga
Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang
untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang
Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter
harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal
terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG
Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter
Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang
telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan
kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi
dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia
telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya,
Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank
Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
iv
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia
Kata Pengantar
Proses pemulihan yang terjadi pada perekonomian global sampai dengan Q3-09 terus menunjukkan indikasi
yang semakin menguat dan merata di berbagai negara. Perbaikan yang paling tampak adalah di negara-negara
emerging market Asia, terutama China. Sementara di negara maju, kontraksi ekonomi mulai melambat. Dari berbagai
indikator makro ekonomi global, terlihat optimisme pemulihan ekonomi global semakin menguat. Walaupun demikian
faktor risiko masih membayangi proses pemulihan ekonomi dunia terkait masih tingginya angka pengangguran.
Pemulihan yang terjadi pada perekonomian dunia juga tereklesi pada perkembangan yangmembaik di pasar
keuangan global. Sepanjang triwulan III-2009, tingkat risiko di negara maju dan berkembang mulai membaik. Hal itu
tercermin pada perkembangan indikator risiko atau Currency Default Swap (CDS) yang terus menurun. Pasar saham
global pada triwulan III-2009 masih berada dalam tren yang meningkat meski sempat mengalami koreksi harga.
Di sisi domestik, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang lebih baik seiring dengan
terus membaiknya perekonomian global. Pertumbuhan PDB pada triwulan III-2009 diperkirakan mencapai 4,2%,
lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 3,9%. Dari sisi permintaan, kinerja konsumsi meningkat
ditopang oleh pendapatan ekspor yang meningkat, keyakinan konsumen yang lebih kuat, serta faktor musiman
menjelang hari raya Idhul Fitri. Kinerja investasi diperkirakan sedikit membaik, meski masih tumbuh rendah. Dari
sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diperkirakan lebih tinggi sejalan dengan ekonomi negara mitra dagang yang
semakin membaik, serta harga komoditas global yang meningkat. Sementara, pertumbuhan impor diperkirakan
masih minimal. Di sisi penawaran, sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran, tumbuh membaik
pada triwulan III-2009, seiring dengan perayaan Idhul Fitri. Sementara itu asesmen atas perekonomian daerah oleh
Bank Indonesia juga mengkonfirmasi perkembangan ekonomi domestik yang membaik tersebut. Berbagai daerah di
Indonesia, dengan karakteristik kegiatan ekonomi masing-masing, terbukti memberikan sokongan bagi pertumbuhan
ekonomi domestik.
Di sisi harga, tren penurunan inflasi selama triwulan III-2009 terus menurun mencapai 2,83% (yoy). Rendahnya
tekanan inflasi selama triwulan III-2009 terkait dengan ekspektasi inflasi yang membaik serta nilai tukar rupiah yang
menguat. Sementara, tekanan dari sisi permintaan masih minimal meski terindikasi sudah mulai meningkat. Dari
faktor non-fundamental, selama triwulan III-2009, tercukupinya pasokan bahan pangan turut mengurangi tekanan
terhadap harga.
v
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Membaiknya perekonomian global, terutama negara mitra dagang, berpotensi memberikan dampak positif
pada kinerja Neraca Pembayaran Indonesia triwulan III-2009. Pemulihan ekonomi global tersebut, terutama
ekonomi negara mitra dagang, serta harga komoditas yang cenderung meningkat, berpotensi mendorong kinerja
ekspor lebih tinggi. Sementara pertumbuhan impor diperkirakan masih rendah terkait dengan kenaikan investasi
yang masih lemah. Neraca transaksi berjalan triwulan III-2009 berpotensi mencatat surplus. Sementara di sisi transaksi
modal dan finansial (TMF), meski sempat mengalami penyesuaian portofolio asing pada Agustus 2009, arus masuk
dana asing dan investasi dalam bentuk portofolio masih mencatat surplus.
Sementara itu, peningkatan sovereign credit rating Indonesia dari Ba3 menjadi Ba2 oleh Moodys berdampak
positif terhadap aliran modal masuk dan ongkos dalam pembiayaan. Selain itu, sebagai bagian dari langkah
kebijakan global yang terkoordinir, Indonesia seperti negara anggota IMF lainnya mendapatkan alokasi SDR yaitu sebesar
SDR1,74 miliar atau setara dengan USD2,7 miliar. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa di akhir September
2009 mencapai USD62,3 miliar yang mencukupi untuk 6,2 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah.
Membaiknya Neraca Pembayaran Indonesia dan sentimen positif di pasar keuangan global turut mendorong
kestabilan nilai tukar Rupiah. Meski sempat mengalami tekanan pada akhir Agustus 2009, nilai tukar bergerak
menguat dengan volatilitas yang menurun. Penguatan Rupiah ini didukung oleh fundamental ekonomi domestik yang
masih kuat seperti tercermin pada neraca transaksi berjalan yang mencatat surplus, imbal hasil yang menarik, serta
persepsi risiko yang membaik sehingga menjadi daya tarik bagi investor asing. Selain itu, sentimen positif ekonomi
global turut mendukung derasnya arus masuk modal asing ke Indonesia.
Di sektor keuangan, berbagai perkembangan di atas telah memberikan dampak positif pada kondisi
sektor keuangan domestik. Secara umum, kinerja pasar keuangan meingkat dan transmisi kebijakan moneter terus
membaik. Di pasar saham, perkembangan bursa efek selama triwulan III-2009 ditandai oleh peningkatan indeks harga.
Fundamental perekonomian domestik yang membaik serta harga komoditas global yang meningkat merupakan faktor
yang mendorong pembelian saham-saham tambang, baik oleh investor asing maupan domestik secara signifikan.
Di pasar obligasi, yield SUN menurun sejalan dengan perkembangan BI Rate yang lebih rendah dan minat investor
asing terhadap SUN yang meningkat. Namun demikian, yield SUN untuk tenor jangka panjang (di atas 15 tahun)
masih cenderung tinggi terkait dengan persepsi risiko yang masih tinggi.
Di sektor perbankan, kondisi perbankan nasional relatif stabil dan respons perbankan terhadap sinyal
kebijakan moneter mulai membaik. Secara mikro, kondisi perbankan nasional tetap stabil, yang diindikasikan
oleh masih terjaganya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) per Agustus 2009 yang cukup tinggi,
sementara itu, rasio gross maupun net untuk Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di angka yang cukup
rendah. Di sisi lain respons suku bunga perbankan masih membaik, terbukti dengan turunnya bunga simpanan
yang pada akhirnya akan mendorong turunnya suku bunga kredit lebih lanjut. Diharapkan respons penurunan suku
bunga kredit akan diikuti oleh penyaluran kredit secara optimal oleh perbankan. Sementara itu, keadaan likuiditas
perbankan dilaporkan cukup likuid.
Ke depan, prospek perekonomian Indonesia di tahun 2009 dan 2010 berpotensi tumbuh lebih baik dari
perkiraan semula. Hal tersebut terutama didukung oleh pertumbuhan konsumsi Rumah Tangga swasta yang masih
kuat, kinerja ekspor yang lebih tinggi dari perkiraan semula, serta stimulus Pemerintah. Sementara itu, perbaikan kinerja
ekspor dipengaruhi oleh proses perbaikan ekonomi global yang semakin kuat, serta peningkatan harga komoditas
baik non migas maupun migas. Investasi diperkirakan masih tumbuh terbatas terkait dengan tingkat utilisasi kapasitas
produksi yang masih rendah. Stimulus fiskal Pemerintah juga mampu menopang kinerja ekonomi domestik tercermin
pada pertumbuhan konsumsi dan investasi Pemerintah yang cukup tinggi. Dari sisi penawaran, pertumbuhan berbagai
sektor diperkirakan mulai berada pada tahapan yang meningkat. Hal ini sejalan dengan permintaan domestik dan
vi
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
eksternal terhadap sektor-sektor tradable yang meningkat. Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Indoensia
di tahun 2009 diperkirakan tumbuh 4,0 – 4,5%, lebih baik dari perkiraan semula 3,5 – 4,0%. Sementara itu, untuk
tahun 2010, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran 5,0 – 5,5%. Beberapa faktor
risiko yang perlu dicermati antara lain adalah ketidakpastian proses pemulihan perdagangan dunia mengingat kentalnya
motif proteksionisme dan orientasi pada perekonomian domestik di negara-negara maju serta meningkatnya harga
minyak dunia yang didorong oleh kegiatan spekulasi.
Di sisi Neraca Pembayaran, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia untuk tahun 2009 dan 2010 diperkirakan
mencatat surplus yang semakin membaik. Kegiatan ekspor diperkirakan membaik didukung oleh proses pemulihan
ekonomi dunia serta kenaikan harga komoditas. Di sisi domestik, impor diperkirakan masih tumbuh terbatas mengingat
kegiatan investasi yang masih tumbuh rendah. Sementara untuk tahun 2010, neraca transaksi berjalan diperkirakan
masih akan mencatat surplus. Di sisi lain, kinerja transaksi modal dan finansial ditopang oleh kondisi domestik dan
eksternal yang lebih kondusif dibandingkan sebelumnya. Kondisi fundamental domestik yang terjaga, persepsi risiko
yang membaik, serta minat investor terhadap aset domestik yang masih kuat diperkirakan mampu mendorong arus
masuk modal asing ke Indonesia, baik dalam bentuk investasi portofolio maupun penamanan modal asing.
Di sisi prospek inflasi, tren penurunan inflasi di tahun 2009 diprakirakan masih berlanjut, namun memiliki
potensi untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Selama tahun 2009, inflasi IHK diprakirakan akan
mencapai kisaran sasaran inflasi 4,5+ 1%. Untuk tahun 2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola normalnya
dalam kisaran 5+ 1% terkait dengan mulai meningkatnya kegiatan ekonomi dalam negeri, meningkatnya imported
inflation sehubungan dengan kenaikan harga komoditas, serta ekspektasi inflasi.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur
Bank Indonesia pada 5 Oktober 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%.
Keputusan mempertahankan BI Rate tersebut diambil setelah Rapat Dewan Gubernur menyimpulkan bahwa tingkat
suku bunga BI Rate sebesar 6,5% masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5+
1%. Stance kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif lagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi
perbankan.
Jakarta, Oktober 2009
Pjs. GUBERNUR BANK INDONESIA
Darmin Nasution
vii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
viii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Daftar Isi
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Daftar Isi
1.Tinjauan Umum............................................................................. 1
2.Perkembangan Makroekonomi Terkini....................................... 5
Perkembangan Ekonomi Dunia ....................................................... 5
Pertumbuhan Ekonomi..................................................................... 6
Neraca Pembayaran Indonesia.......................................................... 16
3.Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2009......... 18
Nilai Tukar Rupiah............................................................................ 19
Inflasi............................................................................................... 20
Kebijakan Moneter . ........................................................................ 22
Boks : Pemberlakuan Kewajiban Giro Minimum Sekunder pada
Tanggal Oktober 2009.......................................................... 28
4.Perekonomian Indonesia ke Depan............................................. 30
Asumsi dan Skenario yang Digunakan ............................................. 31
Prospek Pertumbuhan Ekonomi........................................................ 32
Prakiraan Inflasi................................................................................ 41
5.Respon Kebijakan Moneter Triwulan III-2009............................. 43
Tabel Statistik.................................................................................... 44
ix
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
x
Daftar Isi
Tinjauan Umum
1. Tinjauan Umum
Perkembangan perekonomian global yang terus menunjukkan pemulihan telah
berdampak pada membaiknya ekonomi domestik. Ekonomi Indonesia berpotensi
tumbuh lebih baik dari perkiraan semula, baik untuk tahun 2009 maupun tahun
2010. Di tahun 2009, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 4,0-4,5% atau
lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,5-4,0%. Sementara itu, untuk tahun
2010, pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai 5,0-5,5%.
Proses pemulihan yang terjadi pada perekonomian global terus menunjukkan indikasi yang
semakin menguat dan merata di berbagai negara. Perbaikan yang paling tampak adalah
di negara-negara emerging market Asia, terutama China. Sementara di negara maju,
kontraksi ekonomi mulai melambat. Dari berbagai indikator makro ekonomi global, terlihat
optimisme pemulihan ekonomi global semakin menguat. Perkembangan penjualan eceran,
utilisasi kapasitas, dan indeks produksi, mulai meningkat baik di negara maju maupun
negara emerging markets. Meski menunjukkan perbaikan, beberapa faktor risiko masih
membayangi pemulihan ekonomi. Risiko tingkat pengangguran yang masih tinggi di negaranegara maju menjadi kendala bagi perbaikan kinerja perekonomian global lebih lanjut.
Pemulihan yang terjadi pada perekonomian dunia juga terefleksi pada perkembangan yang
membaik di pasar keuangan global. Sepanjang triwulan III-2009, tingkat risiko di negara
maju dan berkembang mulai membaik. Hal itu tercermin pada perkembangan indikator
risiko atau Currency Default Swap (CDS) yang terus menurun. Pasar saham global pada
triwulan III-2009 masih berada dalam tren yang meningkat meski sempat mengalami
koreksi harga. Di sektor riil, optimisme terhadap pemulihan ekonomi dan tren pelemahan
dolar AS mendorong kenaikan harga komoditas internasional. Namun, kenaikan harga
tersebut belum memberikan tekanan yang signifikan terhadap perkembangan harga secara
keseluruhan. Inflasi negara maju dan emerging markets masih relatif rendah, bahkan
beberapa negara masih mengalami deflasi sejalan dengan kinerja konsumsi yang masih
sepenuhnya belum pulih.
Di sisi domestik, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang lebih baik
seiring dengan terus membaiknya perekonomian global. Pertumbuhan PDB pada triwulan III2009 diperkirakan mencapai 4,2%, lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar
3,9%. Dari sisi permintaan, kinerja konsumsi meningkat ditopang oleh pendapatan ekspor
yang meningkat, keyakinan konsumen yang lebih kuat, serta faktor musiman menjelang
hari raya Idhul Fitri. Kinerja investasi diperkirakan sedikit membaik, meski masih tumbuh
rendah. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diperkirakan lebih tinggi sejalan dengan
ekonomi negara mitra dagang yang semakin membaik, serta harga komoditas global yang
meningkat. Sementara, pertumbuhan impor diperkirakan masih minimal. Di sisi penawaran,
sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran, tumbuh membaik pada
triwulan III-2009 seiring dengan perayaan Idhul Fitri.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik tersebut juga terkonfirmasi oleh hasil asesmen
perekonomian daerah yang dilakukan Bank Indonesia. Secara umum, perekonomian daerah
1
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
masih menunjukkan kuatnya konsumsi dan ekspor sejalan meningkatnya permintaan produk
primer dari China, India dan Korea Selatan, serta mulai meningkatnya kegiatan investasi di
seluruh wilayah. Peningkatan ekspor dari wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua (KalimantanSulawesi-Maluku-Papua) terutama berasal dari komoditas karet, nikel, batubara dan CPO.
Sumber pertumbuhan dari wilayah Jakarta berupa komoditas hasil industri pengolahan.
Sementara dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi wilayah Jakarta terutama ditunjang
oleh membaiknya kinerja sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor
keuangan. Di wilayah Jabalnustra (Jawa-Bali-Nusa Tenggara) pertumbuhan ekonomi didukung
oleh sektor pertanian tanaman bahan makanan dan sektor perdagangan, serta wilayah
Sumatra dan Kali-Sulampua dipicu oleh sektor pertambangan dan subsektor perkebunan.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah juga didukung oleh realisasi belanja modal
pemerintah daerah (APBD) yang umumnya mulai meningkat di triwulan III-2009. Sementara
itu, terjadinya gempa di wilayah Sumatera Barat diperkirakan akan memengaruhi pertumbuhan
ekonomi di wilayah Sumatera Barat, Sektor unggulan yang selama ini membentuk ekonomi
di Sumatera Barat, seperti sektor pertanian, perdagangan, hotel, dan restoran, serta
pengangkutan dan komunikasi, diperkirakan terpukul akibat gempa. Namun apabila dilihat
secara nasional, pangsa perekonomian Sumatera Barat terhadap pertumbuhan nasional relatif
masih kecil, yaitu sebesar 1,7% dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi harga, tren penurunan inflasi selama triwulan III-2009 terus menurun mencapai 2,83%
(yoy). Rendahnya tekanan inflasi selama triwulan III-2009 terkait dengan ekspektasi inflasi
yang membaik, nilai tukar rupiah yang menguat, dan perkembangan harga komoditas
global yang masih rendah. Sementara, tekanan dari sisi permintaan masih minimal meski
terindikasi sudah mulai meningkat. Dari faktor non-fundamental, selama triwulan III-2009,
kebijakan Pemerintah di bidang harga masih minimal serta pasokan bahan pangan yang
melimpah turut mengurangi tekanan terhadap harga. Kenaikan harga ruas tol pada 28
September 2009 diperkirakan memberi dampak minimal terhadap inflasi, sebesar 0,05%
pada pembentukan inflasi di tahun 2009.
Membaiknya perekonomian global, terutama negara mitra dagang, berpotensi memberi
dampak positif pada kinerja Neraca Pembayaran Indonesia triwulan III-2009. Pemulihan ekonomi
global tersebut, terutama ekonomi negara mitra dagang, serta harga komoditas global yang
cenderung meningkat, berpotensi mendorong kinerja ekspor lebih tinggi. Sementara, impor
diperkirakan masih rendah terkait dengan kebutuhan investasi yang masih lemah. Neraca
transaksi berjalan triwulan III-2009 berpotensi mencatat surplus. Sementara di sisi transaksi
modal dan finansial (TMF), meski sempat mengalami penyesuaian portfolio asing pada Agustus
2009, arus masuk dana asing dan investasi dalam bentuk portfolio masih mencatat surplus.
Sementara itu, peningkatan sovereign credit rating Indonesia dari Ba3 menjadi Ba2 oleh
Moodys diperkirakan berdampak positif terhadap aliran modal masuk dan ongkos dalam
pembiayaan. Selain itu, sebagai bagian dari langkah kebijakan global yang terkoordinir,
Indonesia seperti negara anggota IMF lainnya mendapatkan alokasi SDR yaitu sebesar SDR1,74
miliar atau setara dengan USD2,7 miliar. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa
di akhir September 2009 mencapai USD 62,3 miliar, yang mencukupi untuk 6,2 bulan impor
dan pembayaran ULN pemerintah.
2
Tinjauan Umum
Membaiknya Neraca Pembayaran Indonesia dan sentimen positif di pasar keuangan global
turut mendorong kestabilan nilai tukar rupiah. Meski sempat mengalami tekanan pada akhir
Agustus 2009, nilai tukar bergerak menguat dengan volatilitas yang menurun. Penguatan
rupiah ini didukung oleh fundamental ekonomi domestik yang masih kuat seperti tercermin
pada neraca transaksi berjalan yang mencatat surplus, imbal hasil yang menarik, serta
persepsi risiko yang membaik sehingga menjadi daya tarik bagi investor asing. Selain itu,
sentimen positif ekonomi global turut mendukung derasnya arus masuk modal asing ke
Indonesia. Rupiah juga relatif masih kompetitif dibandingkan negara kawasan. Selama
triwulan III-2009, rata–rata rupiah menguat 5,55% ke level Rp9.973 per dolar AS dengan
volatilitas yang menurun.
Di sektor keuangan, berbagai perkembangan di atas telah memberikan dampak positif pada
kondisi sektor keuangan domestik. Secara umum, kinerja pasar keuangan meningkat dan
transmisi kebijakan moneter terus membaik. Di pasar saham, perkembangan bursa efek
selama triwulan III-2009 ditandai oleh peningkatan indeks harga. Fundamental domestik
yang membaik serta harga komoditas global yang meningkat merupakan faktor yang
mendorong pembelian saham baik oleh investor asing maupun domestik yang signifikan.
Di pasar obligasi, yield SUN menurun sejalan dengan perkembangan BI Rate yang lebih
rendah dan minat investor asing terhadap SUN yang meningkat. Namun demikian, yield
SUN untuk tenor jangka panjang (di atas 15 tahun) masih cenderung tinggi terkait dengan
persepsi risiko yang masih tinggi.
Di sektor perbankan, kondisi perbankan nasional relatif stabil dan respons perbankan terhadap
sinyal kebijakan moneter mulai membaik. Secara mikro, kondisi perbankan nasional tetap
stabil, yang diindikasikan oleh masih terjaganya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy
Ratio/CAR) per Agustus 2009 yang cukup tinggi mencapai level 17,0%. Sementara itu, rasio
gross Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di bawah 5% dengan rasio net di bawah
2%. Likuiditas perbankan cukup likuid tercermin dari simpanan perbankan pada instrumen
moneter (SBI dan FASBI) yang meningkat, volume transaksi di pasar uang antar bank yang
lebih besar, dan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) overnight yang menurun dan
cenderung lebih rendah dari BI rate. Sementara itu, respons suku bunga perbankan terhadap
kebijakan moneter masih membaik, terutama pada suku bunga simpanan. Sampai dengan
pertengahan triwulan III-2009, rata-rata suku bunga kredit menurun sebesar 18 bps atau
lebih besar dari periode yang sama di triwulan sebelumnya. Terkait dengan hal tersebut,
penyaluran kredit perbankan dari Januari sampai dengan Agustus 2009 masih mencatat
46,7 triliun sebesar 3,5% (ytd) .
Ke depan, prospek perekonomian Indonesia di tahun 2009 dan 2010 berpotensi tumbuh
lebih baik dari perkiraan semula. Hal tersebut terutama didukung oleh pertumbuhan
konsumsi swasta yang masih kuat, kinerja ekspor yang lebih tinggi dari perkiraan semula,
serta stimulus Pemerintah. Kinerja konsumsi swasta yang masih kuat didukung oleh tingkat
keyakinan konsumen yang tinggi sejalan dengan inflasi dan suku bunga yang rendah serta
dampak dari pendapatan ekspor yang meningkat. Sementara itu, perbaikan kinerja ekspor
dipengaruhi oleh proses perbaikan ekonomi global yang semakin kuat, serta peningkatan
3
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
harga komoditas baik non migas maupun migas. investasi diperkirakan masih tumbuh
terbatas terkait dengan tingkat utilisasi kapasitas produksi yang masih rendah. Stimulus
fiskal Pemerintah juga mampu menopang kinerja ekonomi domestik tercermin pada
pertumbuhan konsumsi dan investasi Pemerintah yang cukup tinggi. Dari sisi penawaran,
pertumbuhan berbagai sektor diperkirakan mulai berada pada tahapan yang meningkat.
Hal ini sejalan dengan permintaan domestik dan eksternal terhadap sektor-sektor tradable
yang meningkat. Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Indonesia di tahun 2009
diperkirakan tumbuh 4,0-4,5%, lebih baik dari perkiraan semula 3,5-4,0%. Sementara itu,
untuk tahun 2010, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran
5,0-5,5%. Beberapa faktor risiko perlu dicermati antara lain bersumber pada masih adanya
ketidakpastian proses pemulihan perdagangan dunia mengingat proses pemulihan di negara
maju yang didukung stimulus fiskal lebih beriorientasi pada permintaan domestik, masih
tingginya angka pengangguran di negara maju, dan masih terdapatnya kecenderungan
proteksionisme di beberapa negara pasca krisis global. Di samping itu, risiko meningkatnya
harga minyak dunia yang didorong oleh kegiatan spekulasi perlu terus dicermati.
Di sisi Neraca Pembayaran, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia untuk tahun 2009 dan
2010 diperkirakan mencatat surplus yang semakin membaik. Kegiatan ekspor diperkirakan
membaik didukung oleh proses pemulihan ekonomi dunia serta kenaikan harga komoditas. Di
sisi domestik, impor diperkirakan masih tumbuh terbatas mengingat kegiatan investasi yang
masih tumbuh rendah. Sementara untuk tahun 2010, neraca transaksi berjalan diperkirakan
masih akan mencatat surplus. Sementara itu, kinerja transaksi modal dan finansial ditopang
oleh kondisi domestik dan eksternal yang lebih kondusif dibandingkan sebelumnya. Kondisi
fundamental domestik yang terjaga, persepsi risiko yang membaik, serta minat investor terhadap
aset domestik yang masih kuat diperkirakan mampu mendorong arus masuk modal asing ke
Indonesia, baik dalam bentuk investasi portofolio maupun penanaman modal asing.
Di sisi prospek inflasi, tren penurunan inflasi di tahun 2009 diprakirakan masih berlanjut,
namun memiliki potensi untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Selama tahun
2009, inflasi IHK diprakirakan akan mencapai kisaran sasaran inflasi 4,5±1%. Untuk tahun
2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola normalnya dalam kisaran 5±1% terkait
dengan mulai meningkatnya kegiatan ekonomi dalam negeri, meningkatnya imported
inflation sehubungan dengan kenaikan harga komoditas, serta ekspektasi inflasi. Dari
sisi non-fundamental, kenaikan tekanan inflasi diprakirakan bersumber dari kenaikan
beberapa administered prices yang bersifat non-strategis. Sementara itu, inflasi volatile
food diprakirakan cukup rendah sejalan dengan pasokan dan distribusi bahan pangan dan
energi yang cukup terjaga.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan
Gubernur Bank Indonesia pada 5 Oktober 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI
Rate pada level 6,5%. Keputusan mempertahankan BI Rate tersebut diambil setelah Rapat
Dewan Gubernur menyimpulkan bahwa tingkat suku bunga BI rate sebesar 6,50% masih
konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5%±1%. Stance
kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian
dan intermediasi perbankan.
4
Perkembangan Makroekonomi Terkini
2. Perkembangan Makroekonomi Terkini
Perkembangan perekonomian global yang semakin kondusif mendukung kinerja
perekonomian domestik. Selama triwulan III-2009, pemulihan ekonomi global
semakin merata yang didukung oleh perbaikan ekonomi negara di kawasan Asia.
Kondisi tersebut memberi dampak positif pada perkembangan ekonomi di dalam
negeri. Penguatan ekspansi ekonomi tersebut ditopang oleh perbaikan kinerja
ekspor yang terjadi sejalan dengan membaiknya perekonomian negara mitra
dagang. Kegiatan konsumsi masyarakat juga diperkirakan lebih tinggi dari prakiraan
sebelumnya sebagai dampak dari membaiknya pendapatan dan tingkat keyakinan
konsumen. Seiring dengan itu, pertumbuhan investasi diperkirakan membaik yang
didukung oleh membaiknya permintaan dan optimisme pelaku usaha. Perbaikan
pertumbuhan ekspor dan investasi diperkirakan akan menahan laju perlambatan
impor pada triwulan laporan. Di sisi penawaran, beberapa sektor diperkirakan
tumbuh membaik pada triwulan III-2009 seiring dengan mulai membaiknya
permintaan domestik dan eksternal. Faktor perayaan Idhul Fitri pada akhir triwulan
III-2009 juga diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor-sektor
yang terkait yaitu sektor industri, sektor perdagangan, serta sektor pengangkutan
dan komunikasi.
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Perekonomian global pada triwulan III-2009 mengalami proses pemulihan yang kian menguat
dan lebih merata di seluruh kawasan. Pemulihan ekonomi terutama didorong oleh kinerja
ekonomi negara-negara berkembang Asia, sementara perekonomian negara maju juga
mengalami laju kontraksi yang semakin melambat. Perekonomian dunia diprakirakan akan
mencatat pertumbuhan ekonomi yang positif (qtq) memasuki semester II-2009. Meski
demikian, tingkat pengangguran yang masih cukup tinggi menjadi kendala bagi pemulihan
konsumsi di negara maju. Sementara itu, prospek pemulihan ekonomi global yang lebih cepat
dari perkiraan dinilai kondusif bagi percepatan perbaikan ekonomi domestik. Namun, respons
pasar keuangan yang tidak setara dengan kemajuan perbaikan kondisi fundamental ekonomi
perlu diwaspadai karena dapat memicu koreksi yang mengganggu instabilitas makro.
Laju kontraksi ekonomi AS pada triwulan II-2009 melambat dan diprakirakan akan tumbuh
positif (qtq) pada triwulan III-2009. Merosotnya aktivitas ekonomi AS dipicu terutama
oleh menurunnya konsumsi swasta akibat tingginya tingkat pengangguran. Hal tersebut
mengakibatkan rumah tangga menahan laju konsumsinya lebih lanjut. Namun demikian,
berdasarkan perkembangan terkini laju kontraksi ekonomi semakin melambat dan ekonomi
AS pada triwulan III-2009 diperkirakan akan tumbuh positif sebesar 3,1% (qtq) atau
-2,5% (yoy). Tingginya savings rate rumah tangga, yang sebelumnya dikhawatirkan akan
menghambat laju pemulihan ekonomi, ternyata mampu menahan kejatuhan konsumsi
rumah tangga yang lebih dalam. Tertahannya konsumsi rumah tangga juga tercermin dari
5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
penjualan eceran di triwulan III-2009 yang sudah mencapai trough. Sementara itu, jumlah
PHK tenaga kerja masih terus meningkat terindikasi dari tingginya angka pengangguran
AS yang mencapai 9,7%, meski sudah semakin melambat. Indikasi melambatnya jumlah
PHK tercermin pada penurunan jobless claim (initial maupun continuing) dan penurunan
nonfarm payroll rata-rata triwulan III-2009 sebesar 246 ribu orang dari 428 ribu orang
pada triwulan sebelumnya.
Sektor keuangan global terus mengalami perbaikan. Kondisi keketatan likuiditas terus mereda
didorong oleh aliran likuiditas dan kebijakan quantitative easing oleh beberapa bank sentral.
Injeksi likuiditas yang dilakukan bank sentral seperti the Fed, BOE, BOJ, dan ECB mampu
meredakan ketegangan pasar kredit seperti tercermin dari menurunnya spread Libor dengan
Overnight Index Swap (OIS) ke level sebelum Lehman Brothers bangkrut. Sementara itu,
perkembangan pasar keuangan secara umum positif meski sempat terjadi koreksi yang
ditandai dengan jatuhnya harga saham, terutama di China pada akhir triwulan III-2009.
Tanda-tanda pemulihan ekonomi dunia tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi di
berbagai kawasan yang lebih baik dari perkiraan dan kondusifnya sektor perumahan AS. Hal
tersebut mampu memberikan optimisme pada pasar keuangan global. Namun demikian,
kenaikan harga aset keuangan di beberapa negara dinilai terlalu cepat dan tidak sebanding
dengan perbaikan kondisi fundamental makroekonomi. Hal itu mengakibatkan terjadinya
proses koreksi harga yang ditandai dengan jatuhnya harga saham beberapa negara terutama
China pada akhir Agustus 2009.
Perbaikan pertumbuhan ekonomi juga terjadi di Asia. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi
di Asia rebound setelah mengalami kejatuhan cukup dalam pada awal tahun 2009. Beberapa
negara di Asia yang perekonomiannya bertumpu pada sektor eksternal mengalami perbaikan
signifikan seiring dengan permintaan ekspor ke China dan India yang masih tinggi disertai
mulai meningkatnya harga komoditas dunia. Sementara beberapa negara Asia lainnya yang
perekonomiannya lebih bertumpu pada permintaan domestik melanjutkan tren pertumbuhan
positif, seperti China yang tumbuh 7,9% (yoy) dari 6,1% (yoy), India dari 5,8%(yoy) menjadi
6,1% (yoy), dan Vietnam dari 3,1% (yoy) menjadi 3,9% (yoy).
Inflasi dunia masih berada dalam tren menurun akibat melambatnya kegiatan ekonomi.
Berdasarkan data realisasi inflasi yang dikompositkan, tekanan inflasi dunia masih melanjutkan
kecenderungan mereda. Pada Juli 2008, tekanan inflasi dunia masih tinggi atau sebesar 6,0%
(yoy) sejalan dengan melonjaknya harga minyak yang mencapai USD147/barrel. Namun,
seiring dengan melemahnya aktivitas ekonomi dunia dan merosotnya harga komoditas
dunia, tekanan inflasi dunia berangsur-angsur mereda hingga mencapai 0,9% (yoy) pada
Agustus 2009.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Seiring dengan berangsur membaiknya permintaan domestik dan kondisi ekonomi global,
pertumbuhan PDB pada triwulan III-2009 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut didukung oleh perkembangan indikator penuntun
6
Perkembangan Makroekonomi Terkini
PDB yang mengindikasikan pemulihan (Grafik 2.1). Berdasarkan perkembangan tersebut,
PDB pada triwulan III-2009 diprakirakan akan tumbuh sebesar 4,2% (yoy). Membaiknya
pertumbuhan perekonomian pada triwulan III-2009 ditopang oleh perbaikan seluruh
komponen permintaan agregat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga meningkat ditopang
oleh lonjakan konsumsi rumah tangga menjelang hari besar keagamaan, perbaikan
pendapatan ekspor, dan penguatan keyakinan konsumen. Pertumbuhan ekspor juga
diperkirakan membaik sejalan dengan berlanjutnya perbaikan permintaan negara mitra
dagang terutama emerging markets serta kenaikan harga komoditas. Seiring dengan itu,
investasi diperkirakan tumbuh membaik yang didukung oleh membaiknya permintaan dan
optimisme pelaku usaha. Perbaikan pertumbuhan ekspor dan investasi diperkirakan akan
menahan laju perlambatan impor pada triwulan laporan (Tabel 2.1).
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2009 diprakirakan meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut sejalan
�����
�����
���������
yang mengindikasikan perbaikan meskipun masih berada dalam siklus
���������������
�����
�����
�����
�����
����
����
����
dengan perkembangan indikator penuntun konsumsi rumah tangga
kontraksi setidaknya hingga triwulan ke depan (Grafik 2.2). Peningkatan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga ditopang oleh dukungan daya
beli yang bersumber dari perbaikan kinerja ekspor, rencana pemberian
����
���������������������
���������������������������������������������������������
����������������������������������������������������������������������
�����������������������������
�����������������������������������������������������������������������������
�������������������������������������������������������������������������
����
����
����
pasca pelaksanaan Pemilu Pilpres. Selain itu, kenaikan konsumsi rumah
����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���
����
Tunjangan Hari Raya (THR), dan penguatan keyakinan konsumen
����
����
����
tangga juga terkait dengan faktor musiman berupa perayaan hari besar
����
keagamaan dan liburan sekolah pada awal triwulan III-2009. Mencermati
����
perkembangan tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada
triwulan III-2009 diprakirakan mencapai 4,9% (yoy).
Grafik 2.1
Indikator Penuntun PDB
Indikasi peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan III2009 juga tercermin pada perkembangan beberapa indikator dini.
Pertumbuhan konsumsi barang tahan lama (durable goods) hingga
awal triwulan III-2009 mengalami peningkatan terutama pada penjualan sepeda motor.
Perbaikan pertumbuhan konsumsi juga tercermin pada pertumbuhan impor barang
konsumsi hingga Juli 2009 yang bergerak meningkat. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh
Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan
2007
Indikator
2008
2008
2009
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III*
Total Konsumsi
5,3
5,0
4,9
5,5
5,5
6,3
6,4
5,9
7,2
6,3
5,7
Konsumsi Swasta
5,1
5,5
5,0
5,7
5,5
5,3
4,8
5,3
5,8
4,8
4,9
Konsumsi Pemerintah
6,5
2,0
3,9
3,6
5,3
14,1
16,4
10,4
19,2
17,0
11,4
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
9,7
12,4
9,4
13,7
12,0
12,2
9,1
11,7
3,5
2,7
3,2
Ekspor Barang dan Jasa
7,4
7,9
8,5
13,6
12,4
10,6
1,8
9,5
-19,1
-15,7
-12,4
Impor Barang dan Jasa
7,0
13,9
9,0
18,0
16,1
11,0
-3,5
10,0
-24,1
-23,9
-20,3
PDB
6,6
5,8
6,3
6,2
6,4
6,4
5,2
6,1
4,4
4,0
4,2
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
2007
Sumber : BPS
7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
membaiknya penjualan beberapa perusahaan perdagangan konsumsi
���
����������
���
���������������
���
���
�����
kelompok menengah atas (go public). Indeks penjualan eceran pada
�����
awal triwulan III-2009 juga tumbuh membaik dengan ditopang oleh
�����
konsumsi kelompok peralatan tulis serta pakaian dan perlengkapan
�����
selama masa liburan sekolah. Sementara itu, indikator yang terkait
���
����
dengan pembiayaan konsumsi seperti pertumbuhan M1 riil dan kredit
���
����
��
konsumsi hingga Juli 2009 belum menunjukkan peningkatan yang
����
signifikan. Kemampuan daya beli masyarakat relatif stabil bahkan
��
����
����������������������������������
��
����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � ��
����
����
����
����
����
����
��� �� � �� ��� ��
����
����
cenderung meningkat ditandai dengan pertumbuhan transaksi kartu
kredit yang cenderung meningkat pada awal triwulan III-2009, meskipun
pertumbuhan transaksi kartu debit cenderung menurun. Perbaikan daya
Grafik 2.2
beli diperkirakan dipengaruhi oleh mulai menurunnya laju perlambatan
Indikator Penuntun Konsumsi
PHK, terlihat dari data Depnakertrans pada 11 September 2009
yang mencatat penambahan jumlah PHK berkurang menjadi 1.134
orang. Sementara itu, dukungan sumber pendapatan lainnya seperti
penerimaan remittance TKI juga meningkat sebesar 5,8% (qtq) menjadi
������
USD 1,8 miliar pada triwulan II-2009. Tingkat keyakinan konsumen pada
���
���
triwulan III-2009 menguat seiring dengan perkiraan membaiknya kondisi
�������
���
ekonomi saat ini serta ekspektasi perbaikan penghasilan (Grafik 2.3).
���
Kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terutama didorong oleh
���
peningkatan komponen Indeks Situasi Sekarang (ISS) dan perkiraan
��
��
masyarakat terhadap prospek perekonomian yang semakin meningkat
serta mulai meredanya kekhawatiran masyarakat terhadap kenaikan
�������
��
�������������������
��
������������������������
�������������������������
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � ��
����
����
����
harga bahan makanan pokok. Optimisme tersebut sejalan dengan
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS yang meningkat dengan didorong
ekspektasi kenaikan pendapatan di triwulan III-2009.
Grafik 2.3
Indeks Keyakinan Konsumen – Survei Konsumen BI
Pertumbuhan investasi (PMTB) pada triwulan III-2009 diprakirakan
membaik seiring dengan mulai pulihnya permintaan eksternal dan
domestik. Meski demikian, perkembangan indikator penuntun investasi
terkini mengindikasikan pertumbuhan investasi masih berada pada
���
���
����
fase perlambatan setidaknya hingga satu triwulan ke depan (Grafik
���
2.4). Meningkatnya pertumbuhan investasi sejalan dengan meredanya
���
faktor ketidakpastian ekonomi global dan membaiknya permintaan
���
���
ekspor dari beberapa negara mitra dagang. Membaiknya perkembangan
���
��
ekonomi global serta stabilnya kondisi dalam negeri pasca pelaksanaan
��
Pemilu Pilpres mendorong optimisme pelaku usaha di triwulan III-2009.
��
��
��
Sejalan dengan perkembangan tersebut, investasi pada triwulan III-
��������������������������������������������������������������������������
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
����
����
����
����
����
����
Grafik 2.4
Indikator Penuntun Investasi
�� ��� �� � �� ���
����
����
2009 diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,2% (yoy). Pangsa utama
pertumbuhan investasi tersebut diperkirakan masih bersumber dari
investasi bangunan (Grafik 2.5).
Membaiknya pertumbuhan investasi juga dikonfirmasi oleh perkembangan
berbagai indikator dini investasi. Pertumbuhan investasi nonbangunan
8
Perkembangan Makroekonomi Terkini
diperkirakan masih relatif rendah sejalan dengan masih lemahnya
�������
��
��
permintaan mesin dan perlengkapan luar negeri serta impor barang
modal (Grafik 2.6). Di sisi lain, investasi bangunan diprakirakan tumbuh
��
��
��
meningkat seiring dengan membaiknya realisasi sektor bangunan dan
proyek infrastruktur. Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan konsumsi
��
�
semen yang hingga pertengahan triwulan III-2009 mengindikasikan
peningkatan. Di sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit investasi belum
�
�
���
��������
������������
usaha untuk melakukan kegiatan investasi pada triwulan III-2009 juga
����������
���
�
�
��
���
��
�
��
����
���
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sementara itu, minat pelaku
��
�
��
����
����
���
cenderung meningkat. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU-BI)
menunjukkan peningkatan rencana investasi pada triwulan III-2009 yang
Grafik 2.5
didorong oleh perkiraan kenaikan harga jual, perbaikan permintaan
Pertumbuhan Investasi Bangunan & Nonbangunan
domestik, faktor musiman menjelang hari besar keagamaan, serta situasi
pasar yang membaik pasca pelaksanaan Pemilu Pilpres. Searah dengan
hasil SKDU-BI, optimisme pengusaha diperkirakan akan berlanjut di
triwulan III-2009 seperti tercermin pada perkiraan Indeks Tendensi Bisnis
��
���
����
�����������������������
���
��
���
��
��
��
��
�
BPS triwulan III-2009 yang meningkat mencapai level 107,8 (Grafik 2.7).
Peningkatan tersebut seiring dengan faktor musiman berupa kenaikan
permintaan domestik menjelang hari besar keagamaan serta perkiraan
kenaikan order luar dan dalam negeri.
��
��
Pertumbuhan ekspor pada triwulan III-2009 diperkirakan membaik
�
�
sejalan dengan perbaikan kondisi perekonomian global. Selain
�
���
�
���
ditopang oleh membaiknya permintaan emerging market terutama
�
��
��
��
��
��
��
��
��
����
������������������������
��
��
��
��
����
untuk komoditas CPO dan batubara, indikasi perbaikan ekspor juga
didukung oleh perbaikan keyakinan konsumen di negara maju serta
pertumbuhan indeks produksi negara Eropa dan Jepang. Perkembangan
Grafik 2.6
volume perdagangan ekspor yang tercermin dari Baltic Dry Index juga
Pertumbuhan Impor Barang Modal
mengindikasikan kenaikan tingkat permintaan eksternal hingga awal
triwulan III-2009. Di sisi pembiayaan ekspor, mulai beroperasinya LPEI
dan penundaan kewajiban L/C pada semester II-2009 diharapkan
������
���
���
perkembangan tersebut, ekspor pada triwulan III-2009 diperkirakan
���
���
���
���
��
���
��
��
��
�
��
���
��
����
�
��
���
��
����
�
��
��
�������������
������������������
������������������
���������������������
Grafik 2.7
Sentimen Bisnis – BPS
����
���
tumbuh membaik sebesar -12,4% (yoy). Data ekspor BPS terkini
mencatat nilai ekspor pada Agustus 2009 mencapai US$10,55 miliar
atau menurun 15,41% (yoy) dibandingkan dengan Agustus tahun 2008.
Menurut sektor dan golongan komoditas (HS 2 dijit), permintaan ekspor
pada Agustus 2009 masih ditopang oleh komoditas primer berupa hasil
����
��
��
dapat mendorong perbaikan pembiayaan kegiatan ekspor. Berdasarkan
��
pertanian dan industri seperti CPO dan mineral (Grafik 2.8).
��
Seiring dengan meningkatnya permintaan domestik dan eksternal,
�����������������
pertumbuhan impor di triwulan III-2009 diprakirakan membaik.
Pertumbuhan impor pada triwulan III-2009 diprakirakan masih
berada pada siklus kontraksi setidaknya hingga dua triwulan ke
9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
depan sebagaimana ditunjukkan oleh pergerakan indikator penuntun
���
���
���
���
�����������������
����������������
���������������
��������������
��
impor (Grafik 2.9). Meski demikian, perlambatan pertumbuhan impor
diperkirakan mereda sejalan dengan membaiknya pertumbuhan
konsumsi rumah tangga serta dorongan permintaan bahan baku dan
��
��
barang modal untuk kegiatan produksi terutama di sektor industri. Di
��
samping itu, indikasi tertahannya perlambatan impor juga didukung oleh
��
��
membaiknya pertumbuhan komoditas impor bahan baku utama seperti
besi dan baja serta bea masuk impor. Dengan perkembangan tersebut,
� ��
kinerja impor pada triwulan III-2009 diperkirakan mencapai -20,3%,
� ��
���
�
��
���
��
�
����
��
���
��
�
��
����
�����
lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Distribusi
pertumbuhan impor terutama disumbang oleh pertumbuhan impor
����
Grafik 2.8
bahan baku/penolong yang tumbuh membaik. Dilihat dari golongan
Pertumbuhan Ekspor Menurut Sektor
komoditas HS 2 dijit, pertumbuhan nilai impor sepanjang Januari-Agustus
2009 masih didominasi oleh impor kelompok bahan baku dan barang
modal yang mendukung kapasitas produksi, seperti komoditas mesin/
���
��������������
����
���
���������
���
���� �
�������
pesawat mekanik serta mesin dan peralatan listrik.
���� �
���������
���� �
Operasi Keuangan Pemerintah
���
���� �
���
���� �
���
���� �
��
����
lebih ekspansif dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
��
����
Selama Juli-Agustus 2009, operasi keuangan Pemerintah mencatat
��
��
��
����
�������������������������������������������������������������������������������������
������������������������������������������������������������������
����
���������������������������������������������������������������������������
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
����
����
����
����
����
����
����
���� ����
����
Operasi keuangan Pemerintah selama 2 bulan awal di triwulan III-20091
defisit anggaran sebesar Rp15,7 triliun (0,3% dari PDB), berlawanan
dengan kondisi periode yang sama tahun sebelumnya yang masih
mencatat surplus sebesar Rp20,3 triliun (0,4% dari PDB). Defisit terutama
disebabkan oleh penurunan pendapatan negara, sementara akselerasi
Grafik 2.9
belanja Pemerintah khususnya Pemerintah pusat masih terbatas. Namun
Indikator Penuntun Impor
demikian, untuk keseluruhan periode, operasi keuangan Pemerintah
selama triwulan III-2009 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan
triwulan III-2008. Hal ini diakibatkan tidak adanya rapel pembayaran
DAU sebagaimana yang terjadi pada September 2008 dan lebih rendahnya pembayaran
DBH di September 2009 dibandingkan dengan tahun 2008 seiring perkembangan harga
minyak mentah yang menurun.
Perlambatan pendapatan negara masih berlanjut pada triwulan III-2009. Selama Juli-Agustus
2009, pendapatan negara mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama
tahun lalu, yang bersumber baik dari penerimaan pajak maupun nonpajak. Penurunan
penerimaan pajak terutama akibat berkurangnya komponen pajak utama seperti PPN dan
PPh yang tidak dapat di-set off oleh kenaikan penerimaan PBB dan cukai akibat kenaikan
tarif cukai tembakau rata-rata sebesar 7% sejak Februari 20092 . Seiring dengan penurunan
tersebut, realisasi sebagian besar Pendapatan Negara selama delapan bulan pertama tahun
2009 juga lebih rendah dibandingkan dengan periode sama tahun 2008 kecuali Pajak Lainnya,
PNBP SDA Non Migas dan PNBP lainnya yang menunjukkan sedikit perbaikan.
1
2
10
Data bulan Juli-Agustus 2009
Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau tertanggal 9 Desember 2008
yang berlaku mulai 1 Februari 2009.
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Kinerja belanja Kementerian/Lembaga (K/L) makin terakselerasi di triwulan III-2009.
Mempertimbangkan perkembangan selama Juli-Agustus 2009, belanja K/L pada triwulan
III-2009 diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan triwulan II-2009, kecuali
belanja pegawai dan belanja lainnya. Belanja Pegawai telah mencapai puncaknya pada
triwulan II seiring kenaikan gaji pokok dan rapel gaji PNS, sedangkan pelaksanaan Pemilu
Presiden yang hanya berlangsung satu tahap berdampak pada menurunnya Belanja Lainnya.
Akselerasi tersebut juga menyebabkan Belanja K/L mengalami kenaikan dibandingkan
dengan periode sama tahun lalu. Kenaikan juga terjadi pada Transfer ke Daerah seiring
dengan kenaikan anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) 2009 dan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Dengan perkembangan demikian, untuk keseluruhan tahun, penyerapan belanja
hampir di seluruh jenis pengeluaran lebih tinggi dibandingkan dengan periode sama tahun
2008 kecuali pembayaran Bunga Utang, Subsidi dan DOKP. Namun demikian, akselerasi
yang masih terbatas menyebabkan pertumbuhan beberapa komponen utama Belanja
Pemerintah pusat masih melambat dibandingkan pertumbuhan periode sama tahun lalu,
khususnya pada Belanja Pegawai, Belanja Modal dan Belanja Lainnya. Adapun Belanja
Modal yang telah terealisasi sebagian besar digunakan untuk pembangunan jalan, irigasi
dan infrastruktur, sama seperti tahun sebelumnya. Sementara itu, realisasi paket stimulus
fiskal, baik berupa belanja infrastruktur maupun subsidi pajak masih sangat rendah. Sampai
dengan akhir Agustus, penyerapan paket stimulus fiskal infrastruktur oleh K/L baru mencapai
14,7% dari alokasi anggaran sebesar Rp11,5 triliun. Lambatnya stimulus juga terjadi pada
subsidi pajak yang belum dimanfaatkan secara maksimal, kecuali tax saving yang berjalan
otomatis. Sampai dengan pertengahan Agustus, nilai keringanan pajak yang diajukan oleh
perusahaan-perusahaan terkait bea masuk bahan baku dan barang modal serta PPh pasal
21 masing-masing baru mencapai 15% dari alokasi anggaran APBNP 2009.
Penawaran Agregat
Beberapa sektor perekonomian diprakirakan mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan III2009 seiring dengan membaiknya permintaan (Tabel 2.2). Sektor-sektor utama seperti sektor
industri pengolahan dan perdagangan diprakirakan mulai tumbuh membaik dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya terkait dengan mulai membaiknya permintaan dan adanya
faktor hari besar keagamaan pada akhir triwulan III-2009. Sektor utama lainnya yaitu
pertanian diprakirakan tumbuh melambat seiring dengan berlalunya musim panen serta
faktor cuaca musim kering yang lebih panjang (El Nino). Jika dilihat dari strukturnya, pangsa
utama perekonomian masih berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan,
hotel dan restoran, serta sektor pertanian. Sementara itu, kontributor utama pertumbuhan
berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa, serta sektor keuangan,
persewaan dan jasa.
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan III-2009 diprakirakan mulai membaik
walaupun masih berada dalam tren yang melambat jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Namun demikian, mulai membaiknya permintaan serta adanya faktor hari besar
keagamaan diperkirakan dapat menjadi pendorong kinerja sektor industri pada triwulan III-
11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.2
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran
Sektor
2007
2007
III
IV
Pertanian
7.6
3.1
Pertambangan & Penggalian
1.0
-2.1
2008
2008
2009
I
II
III
IV
I
3.5
6.3
4.8
3.4
4.7
4.8
5.2
II
2.4
III*
2.2
2.0
-1.7
-0.5
2.1
2.1
0.5
2.4
2.4
2.2
Industri Pengolahan
4.5
3.8
4.7
4.3
4.2
4.3
1.8
3.7
1.5
1.5
1.7
Listrik, Gas & Air Bersih
11.3
11.8
10.4
12.3
11.8
10.4
9.3
10.9
11.4
15.4
15.5
Bangunan
8.3
9.9
8.6
8.0
8.1
7.6
5.7
7.3
6.3
6.4
6.5
Perdagangan, Hotel & Restoran
7.9
9.1
8.5
6.9
8.1
8.4
5.6
7.2
0.5
-0.1
1.6
Pengangkutan & Komunikasi
14.1
17.4
14.4
18.3
17.3
15.5
15.8
16.7
17.1
17.5
16.5
Keuangan, Persewaan & Jasa
7.6
8.6
8.0
8.3
8.7
8.6
7.4
8.2
6.3
5.3
5.6
Jasa-jasa
5.2
7.2
6.6
5.9
6.7
7.2
6.0
6.4
6.8
7.4
6.6
PDB
6.5
6.3
6.3
6.2
6.4
6.4
5.2
6.1
4.4
4.0
4.2
Sumber : BPS
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
2009. Jika dilihat dari strukturnya, pangsa utama sektor industri pengolahan masih berasal
dari subsektor alat angkutan, mesin dan peralatannya; subsektor makanan, minuman dan
tembakau; serta subsektor kimia dan barang dari karet. Sementara itu, kontributor utama
pertumbuhan sektor industri pengolahan masih berasal dari subsektor makanan, minuman
dan tembakau; subsektor kimia dan barang dari karet; serta subsektor kertas dan barang
cetakan.
Membaiknya kinerja sektor industri pengolahan tercermin dari mulai membaiknya beberapa
indikator dini dan hasil survei. Hasil Survei Produksi – BI sampai dengan awal triwulan III-2009
menunjukkan adanya perbaikan indeks serta kapasitas produksi sektor industri pengolahan.
Jika dilihat lebih rinci, subsektor utama yaitu alat angkutan, mesin dan peralatannya serta
subsektor makanan dan minuman menunjukkan peningkatan, sementara sektor lainnya
relatif stabil. Sementara itu, jika dilihat pola historisnya, subsektor makanan dan minuman
diperkirakan akan mengalami peningkatan menjelang hari besar keagamaan yaitu Idhul Fitri.
Selain permintaan domestik yang menguat, membaiknya pertumbuhan sektor industri juga
ditopang oleh membaiknya permintaan ekspor. Permintaan ekspor komoditas industri sampai
dengan awal triwulan III-2009 menunjukkan peningkatan. Hal ini tercermin dari meningkatnya
volume ekspor beberapa komoditas utama industri diantaranya CPO, produk kimia, kertas,
dan peralatan elektronik. Membaiknya sektor industri juga terindikasi dari membaiknya
impor bahan baku industri terutama bahan baku setengah jadi. Indikator dini lainnya seperti
produksi serta konsumsi listrik juga tumbuh membaik. Sampai dengan awal triwulan III-2009,
produksi mobil tumbuh relatif stabil, sementara produksi motor menunjukkan peningkatan.
Sementara itu, konsumsi listrik sektor industri serta konsumsi semen menunjukkan perbaikan
sesuai dengan pola historisnya. Tingkat konsumsi semen sampai dengan pertengahan
triwulan III-2009 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dan berada diatas tingkat
konsumsi tahun 2008. Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor
industri sampai dengan awal triwulan III-2009 menunjukkan perlambatan dan berada di
bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2008.
12
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) diprakirakan mulai tumbuh membaik
pada triwulan III-2009 yaitu sebesar 1,6% (yoy). Mulai membaiknya kinerja sektor PHR
terutama disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya membaiknya permintaan serta
adanya faktor hari besar keagamaan pada akhir triwulan III-2009 yang dapat mendorong
penjualan beberapa komoditas terutama komoditas makanan dan minuman serta tekstil
dan produk dari tekstil. Di samping itu, indeks penjualan eceran BI sampai dengan awal
triwulan III-2009 juga menunjukkan adanya peningkatan. Jika dilihat lebih rinci, hampir
seluruh kelompok komoditas baik durable goods maupun non-durable goods mengalami
peningkatan. Indikator kinerja subsektor hotel yaitu rata-rata tingkat hunian hotel di Jakarta
hingga awal triwulan III-2009 tumbuh relatif stabil. Sementara itu, PPN impor dan PPnBM
impor sebagai indikator subsektor perdagangan besar sampai dengan Juli 2009 masih
menunjukkan penurunan pertumbuhan, namun tidak sedalam pada bulan sebelumnya. Dari
sisi pembiayaan, kredit perbankan yang telah disalurkan pada sektor perdagangan sampai
dengan awal triwulan III-2009 menunjukkan perlambatan dan tumbuh di bawah rata-rata
pertumbuhan tahun 2008.
Sektor pertanian pada triwulan III-2009 diprakirakan akan tumbuh sebesar 2,2% (yoy),
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan sektor
pertanian terutama dikarenakan berlalunya musim panen serta adanya musim kering
yang lebih panjang akibat dampak El Nino. Berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM-II) BPS,
produksi padi dan luas panen akan menurun pada subround kedua (Mei-Agustus) sampai
dengan subround ketiga (September-Desember) seiring dengan berlalunya musim panen.
Menurunnya produksi serta luas panen padi tersebut berdampak signifikan terhadap
pertumbuhan sektor pertanian, karena berdasarkan strukturnya pangsa terbesar sektor
pertanian berasal dari subsektor tanaman bahan makanan. Sementara itu, kinerja subsektor
perkebunan menunjukkan perbaikan seiring dengan mulai membaiknya permintaan. Dari
sisi pembiayaan, penyaluran kredit perbankan kepada sektor pertanian sampai dengan awal
triwulan III-2009 mulai mengindikasikan adanya peningkatan.
Kinerja sektor pertambangan diperkirakan membaik seiring dengan membaiknya permintaan.
Hal tersebut tercermin dari membaiknya ekspor beberapa komoditas pertambangan seperti
bijih, kerak dan abu logam, batu bara, serta aluminium. Selain itu, membaiknya kinerja sektor
pertambangan juga tercermin dari meningkatnya produksi dan penjualan perusahaan di
sektor pertambangan. Di sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan ke sektor pertambangan
sampai dengan awal triwulan III-2009 mengindikasikan adanya perbaikan.
Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan III-2009 diprakirakan masih tumbuh
tinggi yaitu sebesar 16,5% (yoy). Masih tingginya pertumbuhan sektor pengangkutan dan
komunikasi diindikasikan oleh masih meningkatnya jumlah pelanggan seluler. Hal tersebut
juga tercermin pada kinerja perusahaan sektor komunikasi yang menunjukkan peningkatan
sampai dengan triwulan II-2009. Faktor hari besar keagamaan diperkirakan dapat mendorong
kinerja sektor telekomunikasi pada triwulan III-2009. Sementara itu, subsektor pengangkutan
juga menunjukkan kinerja yang membaik sampai dengan awal triwulan III-2009. Membaiknya
kinerja subsektor pengangkutan tercermin pada meningkatnya jumlah penumpang angkutan
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
udara, serta angkutan barang pada lima pelabuhan utama (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung
Perak, Balikpapan, dan Makassar) sampai dengan awal triwulan III-2009. Kinerja subsektor
pengangkutan diperkirakan masih berpotensi untuk meningkat karena adanya faktor hari
besar keagamaan pada akhir triwulan III-2009. Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan yang
disalurkan kepada sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh dalam tren yang melambat
sampai dengan awal triwulan III-2009 dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun
2008.
Sektor bangunan diprakirakan akan tumbuh membaik pada triwulan III-2009 dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut diindikasikan oleh beberapa indikator dini seperti
konsumsi semen yang mengalami peningkatan sampai dengan pertengahan triwulan III-2009.
Hal yang sama juga terlihat dari perkembangan pembangunan properti komersial pada Survei
Properti Komersial – Bank Indonesia yang menunjukkan adanya perbaikan pada triwulan
II-2009. Di sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan perbankan kepada sektor bangunan
sampai dengan awal triwulan III-2009 masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan kredit
tahun 2008. Sementara itu, mulai turunnya tingkat suku bunga perbankan terutama untuk
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) diperkirakan dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan
sektor properti.
Perekonomian Daerah
Membaiknya kinerja perekonomian nasional pada triwulan III-2009 didukung oleh hasil
asesmen perekonomian daerah yang secara umum menunjukkan membaiknya pertumbuhan
ekonomi di seluruh wilayah. Membaiknya pertumbuhan ekonomi daerah tersebut bersumber
dari membaiknya konsumsi di seluruh wilayah, masih kuatnya kinerja ekspor di Kali-Sulampua
dan Sumatera untuk produk primer, serta Jakarta untuk produk industri. Selain itu, kegiatan
investasi juga mulai menunjukkan peningkatan di seluruh wilayah, khususnya investasi
bangunan.
Pertumbuhan konsumsi di seluruh wilayah membaik sebagaimana tercermin dari indikator
konsumsi yang menunjukkan perbaikan. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi disebabkan
oleh faktor menguatnya keyakinan konsumen dan pendapatan serta meningkatnya belanja
konsumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal yang sama juga ditunjukkan
oleh kegiatan investasi terutama investasi bangunan, termasuk proyek-proyek infrastruktur
(Grafik 2.10). Sementara itu, kinerja ekspor juga menunjukkan perbaikan terutama di wilayah
Kali-Sulampua (nikel, batubara, CPO), Jakarta (hasil industri), dan Sumatera (batubara, CPO).
Hal tersebut disebabkan oleh membaiknya permintaan dari China, India, dan Korea Selatan
serta dipicu pula oleh meningkatnya harga internasional untuk komoditas primer (Grafik
2.11). Di sisi pembiayaan, membaiknya perekonomian daerah didukung oleh meningkatnya
realisasi belanja APBD di seluruh daerah dan pembiayaan dari lembaga non-bank, khususnya
di Jakarta. Sementara perkembangan kredit masih menunjukkan pertumbuhan yang
terbatas.
Potensi rendahnya laju inflasi IHK nasional 2009 yang diprakirakan berada di bawah angka
4,0% dikonfirmasi oleh perkembangan inflasi daerah yang cenderung melambat di seluruh
wilayah. Masih lambatnya inflasi disebabkan karena membaiknya respons di sisi pasokan
14
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Tabel 2.3
Perkembangan Indikator Konsumsi Regional
Sumatera
Jabalnustra
Tw II
Jakarta
Kali-Sulampua
Ket *
Tw III*
Tw II
Tw III*
Tw II
Tw III*
Tw II
Tw III*
14.0
15.1
12.3
-1.8
1.8
107.29
109.06
Agt 2009
-24.0
-14.9
Agt 2009
10.5
7.1
20.2
Juli 2009
Indikator
Penj. Barang Eceran (% yoy)
26.7
Medan 3 Kota Besar
Pendaftaran/Penjualan Kend. Roda
19.6 ribu
4/roda 2 (% yoy)
25.6 ribu
-17.8
Sumsel, Babel, Aceh (roda 2
-17.3
Jatim
Kaltim (Indeks)
-39
-35
Kalteng, Maluku
(Unit)
Konsumsi Listrik RT (% yoy)
11.4
13.7
11.3
12.5
9.6
Nilai Tukar Petani (indeks)
101.4
101.7
98.3
98.6
na
na
101.2
101.4
Juli 2009
Kredit Konsumsi (riil % yoy)
22.5
21.0
12.6
13.2
14.4
12.8
21.3
20.5
Juli 2009
Keyakinan Konsumen (indeks)
108.6
113.5
102.2
108.9
104.5
105.8
120.7
126.0
Agt 2009
Realisasi Belanja Konsumsi (%)
20.0
27.9
25.2
27.6
18.5
31.1
30.9
37.6
Juli 2009
Daya Beli
Ket :
Naik
Turun
�����
�����
�����
�����
�����
�����
���
���
���
��������
���
�
�����������
�������������
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � �
����
����
���
daerah. Hal tersebut ditunjukkan dari meningkatnya kapasitas sektor
���
industri dan pemakaian listrik sektor industri di tengah membaiknya
���
konsumsi akibat dari menguatnya keyakinan konsumen. Lonjakan inflasi
���
yang dipicu oleh berkurangnya produksi pertanian sebagai dampak dari
���
El Nino diperkirakan tidak terlalu signifikan. Hal tersebut akibat dukungan
���
upaya dan langkah antisipatif dari Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap
���
dampak El Nino. Namun, tingginya tingkat inflasi yang persisten di
��
beberapa kota terutama wilayah Kalimantan-Sulawesi-Maluku-Papua
�
(Kali-Sulampua) dan Sumatera dapat menjadi potensi tekanan inflasi.
����
Tingginya tingkat inflasi di wilayah-wilayah tersebut dikarenakan tidak
Grafik 2.10
lancarnya pasokan dan arus distribusi barang.
Penjualan Semen
Prospek pertumbuhan ekonomi daerah diprakirakan akan semakin
membaik sejalan dengan prakiraan laju pertumbuhan ekonomi
nasional tahun 2009 yang mencapai 4,2%. Pertumbuhan ekonomi
�����
������
���������������
���
������
���
������
�����
���
kinerja ekspor. Berdasarkan andilnya, perkembangan ekonomi nasional
tersebut terutama ditunjang oleh kinerja ekonomi wilayah Jabalnustra
���
������
���
���
������
yang selanjutnya diikuti oleh Jakarta, Kali-Sulampua, dan Sumatra.
Sementara itu, prospek inflasi di seluruh wilayah ke depan berada pada
level yang rendah, konsisten dengan proyeksi inflasi nasional tahun 2009.
���
���
�����
���
�
yang meningkat bersumber dari terus menguatnya konsumsi dan
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � �
����
����
����
Grafik 2.11
�����
Meskipun level inflasi daerah masih relatif rendah, namun terdapat
potensi tekanan yang bersumber dari terus menguatnya konsumsi dan
faktor distribusi barang di beberapa daerah, khususnya di Kalimantan
dan Maluku, Papua.
Volume Ekspor Komoditas Utama Kali-Sulampua
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)
������
�����
����� ��� ���������
�����
���������
�������������������
�����
��������
������������
�������������������
�������������������
�����
���� ���������� �������������������
����
kinerja eksternal Indonesia, khususnya di neraca transaksi berjalan.
Di sisi perdagangan barang, perbaikan kinerja ekspor ditopang oleh
positifnya perkembangan harga komoditas serta kuatnya permintaan
atas komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) oleh beberapa negara
����
terutama China dan negara Asia non-Jepang. Meningkatnya daya serap
����
��������
��������
����
�����������
���� ���������
����
Proses pemulihan perekonomian global berdampak positif atas
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�� �� ��
����
�������
perekonomian domestik mendorong kenaikan impor. Dengan demikian,
neraca perdagangan diperkirakan mencatat kenaikan surplus. Di sisi
�
�
�
�
�
�
�
�
��
����
transaksi modal dan finansial, tetap positifnya konsumsi domestik serta
Grafik 2.12
terjaganya iklim investasi yang kondusif mendukung tetap positifnya
Perkembangan Inflasi Wilayah
prospek investasi di Indonesia. Di sisi arus modal jangka pendek, meski
sempat mengalami penyesuaian pada pertengahan triwulan III-2009,
transaksi portofolio asing tetap mencatat surplus yang stabil. Dengan
perkembangan tersebut, NPI triwulan III-2009 diprakirakan mencatat surplus.
Transaksi Berjalan
Evaluasi terhadap kinerja neraca transaksi berjalan triwulan III-2009 menunjukkan adanya
perbaikan. Surplus neraca perdagangan mengalami peningkatan terutama terkait dengan
lebih rendahnya perkiraan impor. Kinerja ekspor yang positif ditopang oleh kuatnya
permintaan komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) oleh beberapa negara Asia nonJepang, terutama China. Hal tersebut diperkirakan mengkompensasi sebagian penurunan
permintaan global terutama yang berasal dari negara G3. Selain itu, tren peningkatan harga
komoditas juga mendukung perbaikan kinerja ekspor. Di sisi domestik, meski konsumsi tetap
positif dalam menopang perekonomian, realisasi data terkini menunjukkan impor akan sedikit
lebih rendah. Hal tersebut mendorong meningkatnya surplus neraca perdagangan. Surplus
tersebut mampu menutupi defisit transaksi jasa, pendapatan, dan transfer berjalan.
Kinerja ekspor mendapat dukungan positif dari perkembangan harga komoditas. Selama
triwulan III-2009, harga komoditas nonmigas tumbuh sebesar -20,1%, lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar -22%. Harga komoditas non-migas selama
bulan September mengalami penurunan 1,3% dibandingkan dengan bulan sebelumnya
terutama komoditas CPO dan barang tambang. Penurunan harga CPO terkait keberhasilan
panen kedelai di AS dan Amerika Latin sehingga permintaan CPO sebagai substitusi kedelai
menurun. Harga komoditas tambang tertahan diduga terkait besarnya stok di negara Asia
terutama China. Namun demikian, penurunan harga komoditas tersebut diyakini hanya
sesaat sejalan dengan pemulihan perekonomian mitra dagang yang lebih cepat dari perkiraan
sehingga realisasi ekspor nonmigas di triwulan III-2009 diperkirakan berpotensi lebih tinggi
dari perkiraan. Di sisi impor, peningkatan aktivitas perekonomian domestik diperkirakan
memacu peningkatan kinerja impor. Di sektor migas, konsumsi minyak diprakirakan mulai
meningkat pada triwulan III-2009. Seiring meningkatnya daya serap perekonomian serta
adanya hari raya keagamaan, impor minyak di triwulan III-2009 diperkirakan meningkat.
Defisit neraca jasa, pendapatan, dan transfer berjalan pada NPI triwulan III-2009 secara
16
Perkembangan Makroekonomi Terkini
keseluruhan relatif sejalan dengan prakiraan sebelumnya, kecuali neraca pendapatan.
Meningkatnya defisit neraca pendapatan terkait meningkatnya portofolio asing pada aset
domestik sehingga pembayaran bunga meningkat.
Neraca Modal dan Finansial
Transaksi modal dan finansial pada triwulan III-2009 diprakirakan mencatatsurplus. Meski
sempat mengalami penyesuaian portofolio asing pada Agustus 2009, terjaganya stabilitas
pasar finansial global serta minat asing terhadap outlet investasi domestik cukup positif
dalam menopang arus masuk dana asing jangka pendek. Kondisi fundamental domestik
yang terjaga, peningkatan rating Indonesia dari Ba3 ke Ba2 oleh Moodys pada tanggal 16
September 2009 mendorong arus dana asing tetap masuk ke perekonomian domestik.
Penelusuran investasi portofolio selama triwulan III-2009 memperlihatkan minat investor asing
terhadap aset komersial domestik (SBI, SUN dan saham) tetap positif, meski sempat mengalami
penyesuaian pada Agustus 2009. Di sisi arus modal investasi langsung, meningkatnya harga
minyak memicu kegiatan eksplorasi perusahaan migas, sehingga penarikan dana (cash call)
dari perusahaan afiliasinya di luar negeri meningkat. Dari sisi pembiayaan ekonomi domestik,
meningkatnya rasio penarikan terhadap pembayaran ULN swasta dan komitmen baru ULN
swasta menunjukkan dukungan luar negeri terhadap korporasi domestik.
Cadangan Devisa
Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial tersebut di
atas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan III-2009 mencapai USD62,3 miliar
atau setara dengan 6,2 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
3. Perkembangan dan Kebijakan
Moneter Triwulan III-2009
Perkembangan ekonomi global pada triwulan III-2009 semakin menunjukkan
perbaikan. Proses pemulihan ekonomi global yang berlangsung lebih cepat dari
perkiraan semula meningkatkan optimisme para investor untuk melakukan reinvestasi di emerging markets. Selain itu, kondisi fundamental perekonomian
domestik yang cukup solid turut memberikan dukungan bagi perkembangan nilai
tukar selama triwulan III-2009. Nilai tukar Rupiah pada triwulan III-2009 bergerak
menguat dengan tingkat volatilitas yang menurun. Rata-rata nilai tukar Rupiah
triwulan III-2009 menguat 5,55% menjadi Rp9.973 dari Rp10.578 pada triwulan
sebelumnya, sedangkan volatilitas rupiah menurun dari 1,20% pada triwulan II2009 menjadi 0,69%. Di sisi harga, tekanan inflasi pada triwulan III-2009 masih
menunjukkan penurunan. Inflasi IHK pada triwulan III-2009 tercatat sebesar 2,83%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,65% (yoy).
Masih relatif rendahnya tekanan inflasi terutama terkait dengan menurunnya
ekspektasi inflasi. Di samping itu, tekanan eksternal relatif menurun terkait dengan
apresiasi rupiah maupun rendahnya inflasi impor.
Sementara itu, berbagai indikator moneter menunjukkan perkembangan yang
beragam. Penurunan BI Rate di triwulan III-2009 ditransmisikan ke pasar uang melalui
penurunan suku bunga PUAB berbagai tenor sehingga kurva suku bunga khususnya
untuk jangka pendek semakin membaik. Sementara itu, suku bunga perbankan
baik deposito dan kredit terus menurun hingga Juli 2009. Pertumbuhan DPK masih
meningkat sejalan dengan meningkatnya DPK rupiah milik Badan Usaha Milik
Swasta non-keuangan dan perorangan. Di sisi lain, nominal kredit mulai meningkat
meskipun belum mampu mengakselerasi pertumbuhannya. Ke depan, pertumbuhan
kredit diperkirakan akan semakin membaik sesuai pola musimannya. Di pasar saham,
optimisme terhadap proses pemulihan ekonomi global serta kondisi fundamental
perekonomian domestik yang kondusif mendorong investor untuk menanamkan
dananya ke pasar modal. IHSG pada triwulan III-2009 masih melanjutkan penguatan
walaupun sempat mendapat tekanan pada pertengahan periode. Di pasar SBN, yield
SUN untuk seluruh tenor tercatat menurun. Kembalinya modal asing serta masih
terjaganya kepercayaan investor terhadap perekonomian domestik menjadi faktor
pendorong menurunnya yield SUN.
Mencermati berbagai perkembangan yang terjadi selama triwulan III-2009, kebijakan
Bank Indonesia terus diarahkan untuk tetap mendukung pertumbuhan ekonomi
domestik dengan tetap mengawal inflasi dan kestabilan sektor keuangan dalam
jangka menengah. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia memutuskan untuk
menurunkan BI Rate sebesar 50 bps menjadi 6,50% pada Juli dan Agustus 2009 yang
dilanjutkan dengan menahan BI Rate tetap pada level 6,50% pada akhir triwulan
III-2009.
18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2009
NILAI TUKAR RUPIAH
Kondisi perekonomian global dan dalam negeri yang cukup kondusif memberikan ruang gerak
bagi penguatan rupiah. Masuknya dana asing yang didorong oleh peningkatan optimisme
investor akan pemulihan ekonomi dunia menyebabkan rupiah secara rata-rata terapresiasi
sebesar 5,55% ke level Rp9.973 per dolar AS dari Rp10.578 per dolar AS pada triwulan
sebelumnya (Grafik 3.1). Pada akhir triwulan III-2009, rupiah ditutup pada level Rp9.645
atau menguat sebesar 5,84% dari level penutupan triwulan sebelumnya. Penguatan rupiah
juga disertai oleh pergerakan rupiah yang relatif stabil tercermin dari menurunnya tingkat
volatilitas menjadi 0,69% dari 1,20% pada triwulan II-2009 (Grafik 3.2).
Penguatan rupiah pada triwulan III-2009 tidak lepas dari pengaruh
perkembangan ekonomi dunia yang positif. Pemulihan ekonomi
������
������
�����������
������
�������������������
global diindikasi semakin merata di berbagai kawasan baik Amerika,
�����������������
������
Eropa maupun Asia. Perekonomian AS pada triwulan laporan lebih
������
������
baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, geliat
������
������
perekonomian yang mulai pulih juga ditunjukkan oleh pertumbuhan
������
������
�����
������
�����
�����
�����
�����
�����
ekonomi yang positif di beberapa negara besar di kawasan Eropa dan
Asia. Optimisme terhadap pemulihan ekonomi global diperlihatkan
�����
oleh world economic confidence index yang kembali meningkat
�����
�����
��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ������ ��� ������ ��� ������ ��� ������ ������ ��� ��� ������ ��� ��� ��� ���
����
����
����
ke level 58,5 pada September 2009. Level tersebut merupakan level
tertinggi sejak bangkrutnya Lehman Brothers pada Oktober 2008. Di
Grafik 3.1
sisi lain, membaiknya perekonomian dunia telah mendorong investor
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
global kembali masuk ke pasar saham seiring dengan meningkatnya
ekspektasi akan membaiknya pendapatan perusahaan. Kondisi tersebut
menyebabkan bursa saham global menguat yang kemudian mendorong
�����
�
������
�����������
�����������������
��
���������������������
�����
�
�����
�
�����
�����
�����
����
����
����
����
����
����
����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
����
����
����
Grafik 3.2
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
penguatan mayoritas mata uang global terhadap dollar AS.
Selain faktor eksternal, kondisi perekonomian domestik yang kondusif
�
turut mendukung penguatan rupiah. Perekonomian domestik mencatat
�
pertumbuhan sebesar 4% pada triwulan II-2009 yang merupakan
�
pertumbuhan ekonomi tertinggi ke-3 di Asia. Selain itu, kinerja positif
�
�����
�
juga ditunjukkan oleh neraca pembayaran yang mencatat surplus
�
transaksi berjalan pada triwulan I-2009 dan triwulan II-2009 dan
�
����
diperkirakan akan berlanjut hingga triwulan III-2009. Posisi cadangan
devisa sampai dengan akhir triwulan III-2009 meningkat cukup besar
dari posisi di akhir triwulan sebelumnya hingga mencapai USD62,3 miliar
atau setara dengan 6,2 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri
Pemerintah. Hal-hal tersebut telah menunjukkan kondisi fundamental
perekonomian domestik yang cukup solid sehingga menumbuhkan
kepercayaan investor terhadap rupiah serta memberikan persepsi positif
ketahanan rupiah terhadap gejolak eksternal.
Persepsi risiko terhadap perekonomian Indonesia membaik. Mayoritas indikator persepsi risiko
Indonesia seperti CDS, yield spread Global Bond, dan spread EMBIG bergerak turun (Grafik
3.3). CDS Indonesia menurun dari 310 bps pada triwulan II-2009 menjadi 183 bps pada triwulan
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
III-2009 sejalan dengan pergerakan CDS di kawasan Asia. Yield spread
��
�
���
�����������
��
����
����
��
���
�
���
�
�
���������������������������������������
�
�������������
����������������
�
���
���
���
���
���
����
���
���
Global Bond RI dengan US T-Note juga mengalami penurunan dari 396 bps
pada triwulan sebelumnya menjadi 251 bps pada triwulan laporan sejalan
dengan penurunan yield Global Bond RI dan kenaikan yield US T-Note.
Hal serupa juga terjadi pada spread EMBIG yang turun dari 432 bps pada
triwulan II-2009 menjadi 345 bps pada triwulan III-2009. Indikator lainnya,
���
premi swap, secara umum juga mengindikasikan perbaikan persepsi risiko
���
dan likuiditas. Premi swap 1 bulan turun dari 8,82% pada akhir Juni 2009
���
menjadi 7,34% pada pada akhir triwulan III-2009 (Grafik 3.4).
����
Imbal hasil investasi aset keuangan rupiah relatif tinggi. Selisih suku
������������������
Grafik 3.3
bunga dalam negeri dan luar negeri (UIP) menurun dari 7,00% pada akhir
Indikator Persepsi Risiko
triwulan II-2009 menjadi 6,45% pada akhir triwulan III-2009. Namun,
apabila memperhitungkan premi risiko, selisih suku bunga dalam negeri
dan luar negeri (CIP) justru meningkat menjadi 3,94% dari 3,03% pada
triwulan sebelumnya akibat membaiknya indikator risiko (Grafik 3.5).
��
Selain itu, spread antara yield SUN domestik Indonesia dan US Treasury
�
��������
��������
��������
���������
masih merupakan yield tertinggi di kawasan Asia yang menjadikan daya
tarik investasi obligasi domestik (Grafik 3.6).
��
Membaiknya kepercayaan investor global serta tingginya imbal hasil
investasi rupiah mendorong sejumlah dana asing masuk ke Indonesia.
��
Selama triwulan III-2009 aliran masuk dana asing ke SBI, dan SUN tercatat
�
sebesar USD1,58 miliar dan USD 620,25 juta. Hal tersebut menyebabkan
posisi asing pada SBI dan SUN menjadi USD3,71 miliar dan USD9,42
�
���
���
����
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
����
������������������������
miliar. Hal yang sama juga terjadi di pasar saham. Pelaku asing mencatat
net beli sebesar USD608,70 juta (Grafik 3.7).
Grafik 3.4
Besarnya arus masuk modal asing mampu menyeimbangkan struktur
Premi Swap Berbagai Tenor
supply demand valas di pasar domestik. Selama triwulan III-2009,
permintaan valas domestik tercatat cukup tinggi hingga mencapai
USD3,14 miliar terkait dengan perayaan keagamaan (Ramadhan
���
�
dan Idhul Fitri) (Grafik 3.8). Sementara itu, pada periode yang sama,
���
���
���
���
���
����
����
dengan periode sebelumnya. Hal itu disebabkan oleh tingginya outflow
����
selama Agustus 2009 menyusul koreksi yang terjadi di bursa global.
����
Menyusutnya pasokan valas ke pasar domestik menyebabkan volume
kondisi pada triwulan II-2009 (Grafik 3.9).
����
����
net-inflow pelaku asing sedikit mengalami penurunan dibandingkan
transaksi harian di pasar valas domestik tidak jauh berbeda dengan
����
����
����
���������
���������
��������
�����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
20
����
INFLASI
Grafik 3.5
Inflasi selama triwulan III-2009 masih berada pada tren yang menurun,
CIP Beberapa Negara Kawasan
meski sempat menunjukkan tren peningkatan pada Agustus 2009.
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2009
��
Secara tahunan, inflasi IHK pada akhir triwulan III-2009 mencapai 2,83%
�
���������
��������
��������
���������
(yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
��������
sebesar 3,65% (yoy, Grafik 3.9). Tekanan inflasi pada triwulan III-2009
��
terutama bersumber dari meningkatnya permintaan menjelang hari raya
Idhul Fitri dan pola tahunan kalender akademis.
��
����
�
�
����
Penurunan laju inflasi pada triwulan III-2009 didorong baik oleh faktor
����
����
fundamental maupun non-fundamental. Penurunan tekanan inflasi
�����
IHK terutama berasal dari faktor non-fundamental sejalan dengan
tidak adanya kebijakan strategis di bidang harga yang dikeluarkan oleh
��
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
�����������������������������������������
�����������������
Pemerintah. Selain itu, produksi serta distribusi bahan makanan yang
membaik menyebabkan terjaganya pasokan bahan pangan domestik.
Grafik 3.6
Di sisi lain, menurunnya tekanan faktor fundamental tidak terlepas dari
Yield Spread Kawasan Regional Asia
menurunnya ekspektasi inflasi, meredanya tekanan eksternal seiring
dengan penguatan rupiah, dan rendahnya inflasi impor.
Secara umum, tren penurunan tekanan inflasi terjadi hampir di seluruh
�������
����������
�
����
kelompok. Sebagian besar inflasi kelompok pengeluaran masih
menunjukkan tren menurun. Meskipun demikian, beberapa kelompok
�
����
�
�
bahan makanan terkait dengan peningkatan permintaan sesuai dengan
�����
pola musimannya. Kelompok lain yang mengalami inflasi cukup tinggi
�����
adalah kelompok pendidikan terkait dengan pola tahunan kalender
�
�
�
��
��
��
��
�
��
�����
���
���
�������������
���
��
�
��
����
���
�����
��
�
��
����
���
��
�
����
��
���
juga menunjukkan peningkatan seperti ditunjukkan oleh kelompok
����
�����
pendidikan. Namun, secara tahunan kelompok pendidikan masih
menunjukkan kecenderungan yang menurun (Grafik 3.10).
Secara tahunan penurunan tekanan inflasi inti masih berlanjut. Inflasi
����
Grafik 3.7
inti triwulan III-2009 mencapai 4,86% (yoy) atau lebih rendah dari
Aliran Modal Asing
triwulan sebelumnya sebesar 5,56% (yoy). Tekanan inflasi inti yang
masih relatif rendah terutama terkait dengan penurunan ekspektasi
inflasi yang sejalan dengan kondusifnya sisi eksternal. Berbagai survei
mengkonfirmasi tren penurunan ekspektasi inflasi, diantaranya survei
yang dilakukan Consensus Forecast yang menunjukkan ekspektasi inflasi
�������
��������
����
berada di level 4,9% atau menurun dari triwulan sebelumnya yang
�����
����
mencapai 5,4% (Grafik 3.11). Dari sisi eksternal, meredanya tekanan
�����
����
eksternal terkait dengan apresiasi rupiah menjadi faktor pendorong
�����
�
�����
������
�����
����������������������������
����������������������������
������
������
��
�����
��������������������������������
�
��
���
����
��
�
����
��
���
����
��
�
��
���
��
����
�
��
���
��
����
�
�� ���
����
�����
semakin menurunnya tekanan inflasi (Grafik 3.12). Sementara itu,
tekanan inflasi impor juga masih rendah sehubungan dengan masih
relatif rendahnya harga komoditas global kecuali gula.
Di sisi lain, tekanan kesenjangan output dari sisi permintaan mulai
terindikasi meningkat meski belum memberikan tekanan terhadap harga.
Survei Penjualan Eceran (SPE) mengkonfirmasi hal tersebut sebagaimana
Grafik 3.8
tercermin pada pertumbuhan riil SPE per Agustus 2009 yang meningkat
Permintaan dan Penawaran Valas
menjadi 5,32% dari 3,97% pada Juni 2009 (Grafik 3.12). Peningkatan
21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
permintaan domestik mulai terlihat sejak awal triwulan II-2009 meski
masih berada di bawah level sebelum krisis global. Kendati sisi permintaan
������
��
���
����������������
mulai meningkat, sisi pasokan diperkirakan masih mencukupi sehingga
�������������
������������������
��
tekanan dari kesenjangan output masih minimal. Perkembangan terkini
indeks produksi sektor industri pengolahan menunjukkan tren yang
��
meningkat (Grafik 3.14). Kondisi tersebut sejalan dengan kapasitas
��
produksi terpakai yang juga meningkat.
�
Seiring dengan pola musimannya, inflasi volatile food pada triwulan III��
�
��
���
��
�
��
����
���
��
�
��
����
���
��
�
��
���
��
�
����
����
��
���
����
2009 secara triwulanan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Meskipun
sebagian besar komoditas pangan global seperti CPO, gandum, jagung
��
�
dan kedelai mengalami penurunan, respons komoditas domestik atas
Grafik 3.9
penurunan harga tersebut masih terbatas. Hal itu ditengarai karena masih
Perkembangan Inflasi IHK
fluktuatifnya perkembangan harga pangan global dan meningkatnya
permintaan terkait faktor musiman hari raya Idhul Fitri. Namun, jika
dilihat secara tahunan, laju inflasi volatile food masih terus menurun.
����
�
������������
����������
���������
����
�������
����
����
4,32% (yoy) pada triwulan lalu.
����
����
Tidak adanya kebijakan strategis pemerintah terkait harga menyebabkan
���������������
inflasi kelompok administered prices menurun cukup tajam. Pada
�������������
����
���������
triwulan III-2009, inflasi administered price mencapai -5,73% (yoy)
����
����
������������
���������
dari -3,22% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Deflasi yang cukup dalam
����
����
����
�����
�������
����
Inflasi volatile food pada triwulan III-2009 mencapai 4,98% (yoy) dari
�����
����
�
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
tersebut terutama disebabkan oleh pengaruh tekanan inflasi pada
triwulan III-2008 yang tinggi karena kenaikan harga bahan bakar akibat
kelangkaan. Inflasi administered price pada triwulan III-2009 hanya
Grafik 3.10
bersumber dari komoditas rokok1 dan bahan bakar rumah tangga.2
Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok (qtq)
KEBIJAKAN MONETER
�
��������������
��������������
�
�
Suku Bunga
������
���
���
Selama triwulan III-2009, likuiditas perbankan longgar dengan rata-rata
���
���
���
���
���
���
���
���
suku bunga PUAB O/N di bawah BI Rate. Likuidnya pasar uang sepanjang
���
triwulan III-2009 tercermin pada penurunan rata-rata harian tertimbang
���
suku bunga PUAB O/N yang cenderung lebih besar dari penurunan BI
���
���
���
�
���
������
��� ���
��� ���
���
���
���
�
�
�
�
�
�
�
�
�
����
�
�
��
��
��
�
�
�
�
Rate. Rata-rata harian suku bunga PUAB O/N pada triwulan III-2009 turun
���� ����
���
� �
����
���������������������������
�
���
���
�
�
sebesar 62bps menjadi 6,30%, sementara BI Rate turun sebesar 50 bps.
Ke depan, untuk menjamin ketersediaan likuiditas di pasar uang, seiring
dengan meningkatnya kegiatan perbankan dalam menyalurkan kredit,
Bank Indonesia sejak 7 September 2009 menambah tenor window repo
bertenor 3 bulan dari sebelumnya hanya 14 hari dan 1 bulan, menjadi
Grafik 3.11
Ekspektasi Inflasi – Consensus Forecast
3 bulan. Selain itu, likuidnya kondisi pasar uang juga tercermin pada
rata-rata volatilitas suku bunga PUAB O/N yang rendah.
1
2
22
Komoditas rokok hampir setiap bulan memberikan sumbangan terhadap inflasi meskipun minimal terkait dengan masih adanya
potensi penyesuaian harga akibat harga beberapa rokok yang masih dibawah harga bandrolnya.
Kelangkaan minyak tanah yg menyebabkan peningkatan harga minyak tanah di beberapa daerah terkait konversi energi.
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2009
Perkembangan pada suku bunga PUAB O/N diikuti oleh suku bunga
PUAB dengan tenor yang lebih panjang. Selama triwulan III-2009, rata-
������
�
��
���������������������������������������������������������
��������������������������������������������������
��
���
rata penurunan suku bunga PUAB untuk tenor di atas O/N mencapai
���
61bps, lebih besar dari total penurunan BI Rate 50bps. Penurunan suku
���
bunga PUAB tenor di atas O/N terbesar terjadi pada tenor 7 hari (65bps).
�����������������������������
��
Dengan perkembangan tersebut maka struktur suku bunga PUAB
��������������������������������������
��
���
�
���
�
���
��
����������������������������
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � �
����
����
����
����
berbagai tenor terus menurun selama triwulan III-2009. Kondisi tersebut
mengindikasikan masih cukup baiknya persepsi likuiditas antar waktu
yang juga terefleksi pada rata-rata kuotasi JIBOR yang terus menurun.
����
Pada triwulan III-2009, penurunan suku bunga deposito diperkirakan
����
masih terus berlangsung. Sejak penurunan BI Rate pada Desember 2008
Grafik 3.12
hingga Agustus 2009, suku bunga deposito 1 bulan telah turun sebesar
Nilai Tukar dan Inflasi Negara Mitra Dagang
246 bps. Pada Agustus 2009, suku bunga deposito 1 bulan turun sebesar
37 bps atau sedikit lebih rendah dari penurunan BI Rate di periode yg
sama. Sementara itu, suku bunga deposito berbagai tenor juga tercatat
��
menurun dengan besaran yang bervariasi. Berdasarkan kelompoknya,
��������
penurunan suku bunga deposito terbesar terjadi pada kelompok bank
asing dan campuran.
��������������������������
��
��
Seiring dengan penurunan suku bunga deposito, respons suku bunga
�
kredit pada triwulan III-2009 semakin membaik. Sampai dengan
pertengahan triwulan III-2009, rata-rata suku bunga kredit menurun
��
sebesar 18 bps, lebih besar dibandingkan rata-ratapenurunan pada
���
periode yang sama 3 di triwulan sebelumnya. Berdasarkan jenis
���
penggunaannya, penurunan suku bunga kredit terjadi pada suku bunga
� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � ������� � � � �� � � �
����
����
����
����
����
kredit investasi (KI) sebesar 30bps dan kredit modal kerja (KMK) sebesar.
Grafik 3.13
Sementara itu, suku bunga kredit konsumsi juga mulai menurun tipis
Pertumbuhan Penjualan Eceran Riil (SPE-BI)
sebesar 1 bps. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik kredit konsumsi
yang tidak terlalu terpengaruh dengan perubahan suku bunga. Di sisi
Tabel 3.1
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Suku Bunga (%)
Triwulan III-2008
Triwulan IV-2008
Juli Ags
Sep
Okt
Nov
BI Rate
8,75
9,00
9,25
9,50
Penjaminan Deposito
8,25
8,75
8,75
10,00
Dep 1 bulan (Weighted Average)
7,51
8,04
9,26
10,14
10,40
Triwulan I-2009
Triwulan II-2009
Triwulan III-2009
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agt
9,50
9,25
8,75
8,25
7,75
7,50
7,25
7,00
6,75
6,50
10,00
10,00
9,50
9,00
8,25
7,75
7,75
7,50
7,25
7,00
10,75
10,52
9,88
9,42
9,04
8,77
8,52
8,31
7,94
Dep 1 bulan (Counter Rate)
7,18
7,42
7,77
8,32
8,67
8,69
8,75
8,52
8,23
7,68
7,39
7,44
7,30
7,17
Base Lending Rate
12,95
13,21
13,29
13,65
14,07
14,16
14,18
13,98
13,94
13,78
13,64
13,40
13,20
13,00
Kredit Modal Kerja (KMK)
13,14
13,42
13,93
14,67
15,13
15,22
15,23
15,08
14,99
14,82
14,68
14,52
14,45
14,30
Kredit Investasi (KI)
12,61
12,86
13,32
13,88
14,28
14,40
14,37
14,23
14,05
14,05
13,94
13,78
13,58
13,48
Kredit Konsumsi (KK)
15,73
15,78
15,87
16,05
16,24
16,40
16,46
16,53
16,46
16,48
16,57
16,63
16,66
16,62
3
2 bulan pertama dari triwulan
23
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
lain, berdasarkan kelompoknya, penurunan suku bunga KI dan KMI
���
terbesar terjadi pada kelompok bank umum swasta nasional.
������
������������������������������������������
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
���
Hingga pertengahan triwulan III-2009 pertumbuhan DPK meningkat,
ditopang DPK rupiah milik Badan Usaha Milik Swasta non-keuangan
���
dan perorangan. Sampai dengan Agustus 2009, pertumbuhan DPK
meningkat menjadi 20,9% (yoy) dari 17,4% (yoy) di triwulan sebelumnya.
��
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � �
����
����
����
����
����
Posisi DPK naik sebesar Rp 22,8 triliun. Peningkatan posisi tersebut
terutama disumbang oleh bertambahnya rekening giro milik kelompok
Grafik 3.14
Badan Usaha Milik Swasta non-keuangan dan perorangan (Grafik 3.15).
Indeks Produksi Sektor Industri Pengolahan (SP-BI)
Peningkatan DPK tersebut sejalan dengan akselerasi penyaluran kredit
perbankan. Sementara itu, rekening giro milik Pemerintah khususnya
Pemda masih terkoreksi. Hal ini dapat menjadi pertanda positif bahwa
Pemerintah Daerah mulai melakukan realisasi proyek-proyek.
Sejalan dengan peningkatan DPK, kredit mengalami peningkatan secara nominal, meskipun
masih tumbuh melambat. Di pertengahan triwulan III-2009, posisi kredit (termasuk
channeling) meningkat sebesar Rp31,4 triliun atau jauh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
yang mencapai Rp26,9 triliun. Dengan perkembangan tersebut maka pertambahan kredit
selama tahun 2009 (Januari – Agustus) baru mencapai Rp46,7 triliun atau tumbuh sebesar
3,5% (ytd). Secara tahunan, pertumbuhan kredit masih relatif rendah sebesar 12,3% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 17,7% (yoy). Dilihat per jenis
kredit, faktor utama yang mendorong masih lambatnya pertumbuhan kredit adalah koreksi
yang cukup dalam pada Kredit Modal Kerja (KMK). Kontraksi pada KMK khususnya terjadi
pada sektor industri yang merupakan salah satu sektor penyerap kredit terbesar dan sektor
pertanian. Jenis kredit lain yang masih mencatat pertambahan yang cukup besar adalah
kredit konsumsi.
Pada triwulan III-2009 likuiditas perekonomian menunjukkan perbaikan.
��������
������������������������������
��
��
��
��
��
��
��
��
��
�
�
������������
������������������
����������������
��� ������ ��� ������ ��� ��� ������ ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ���
����
����
����
����
Grafik 3.15
Perkembangan Dana vs Kredit
����
dan M2 Rupiah hingga Agustus 2009 masing-masing menjadi Rp50,1
��
perekonomian di triwulan III-2009 lebih tinggi dibandingkan dengan
�
���������
dibandingkan dengan posisi akhir triwulan sebelumnya. Posisi M1, M2,
triliun, Rp1.984,9 triliun dan Rp1.698,8 triliun. Peningkatan likuiditas
��
��
masing-masing sebesar Rp8,1 triliun, Rp17,2 triliun, dan Rp12,1 triliun
��
��
��
Hingga Agustus 2009, posisi M1, M2, dan M2 Rupiah meningkat
�
pola historisnya. Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan,
M1, M2 dan M2 Rupiah masing-masing tumbuh sebesar 10,85%,
18,5% dan 19,2% (Grafik 3.16). Perbaikan likuiditas perekonomian
ini menunjukkan adanya perbaikan aktivitas perekonomian masyarakat
di triwulan III-2009 walaupun belum sepenuhnya pulih sebagaimana
tampak pada pertumbuhan M1 yang masih berada pada level yang
lebih rendah dari historisnya.
24
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2009
Pasar Keuangan
�
��
Tren bullish di pasar saham masih terus berlanjut. Hal tersebut sejalan
dengan meningkatnya optimisme pemulihan ekonomi global yang
��
mendorong perbaikan risk apetite investor ke emerging markets.
��
��
Namun demikian, kekhawatiran pecahnya bubble pasar keuangan
��
China sempat menekan kinerja bursa saham Shanghai dan Shenzen,
�
sehingga berdampak pada merosotnya pasar keuangan global, termasuk
��
��
�����
�
Indonesia. Selanjutnya, perkembangan positif yang terjadi di pasar
keuangan global kembali mendorong IHSG menguat. IHSG ditutup
�
� � � � � �� � � � � � ��
����
����
� � � � � ��
����
� � � � � ��
����
� � � �
����
pada level 2.468 atau menguat sebesar 21,75% dibandingkan dengan
penutupan pada triwulan II-2009 (Grafik 3.17). Searah dengan kondisi
Grafik 3.16
tersebut, kapitalisasi pasar kembali meningkat sebesar Rp341,6 triliun
Pertumbuhan Nominal M1 dan M2
dibandingkan triwulan II-2009 menjadi sebesar Rp1.895,3 triliun.
Penguatan IHSG juga ditopang oleh kondisi perekonomian domestik yang
kondusif. Kondisi makroekonomi yang terjaga, kebijakan moneter yang
cenderung longgar serta cukup baiknya kinerja keuangan emiten pada
����������
��
����������������������������������
����������
�
�����
triwulan II-2009 menjadi penopang penguatan IHSG selama triwulan
�����
III-2009. Pertumbuhan ekonomi yang positif serta tingkat inflasi yang
�����
terjaga turut menjaga kepercayaan investor terhadap perekonomian
�����
domestik. Penguatan IHSG juga sejalan dengan peningkatan indeks
�
�
�����
�
sektoral. Semua sektor mengalami peningkatan, dengan peningkatan
tertinggi dialami oleh sektor aneka industri.
���
�
�
��
���
��
�
��
����
���
��
�
� ��
����
���
�
����
Aktivitas investor asing turut menopang penguatan IHSG. Membaiknya
risk appetite terhadap aset emerging markets mendorong tingginya
arus modal asing ke bursa saham domestik. Selama triwulan III-2009,
Grafik 3.17
pelaku asing mencatat net beli sebesar Rp 6,06 triliun (Grafik 3.18).
IHSG dan Nilai Perdagangan
Namun demikian, rata-rata perdagangan harian IHSG hanya mencapai
Rp5,06 triliun per hari atau sedikit menurun jika dibandingkan posisi
pada triwulan sebelumnya yang memiliki rata-rata perdagangan harian
sebesar Rp5,39 triliun per hari.
����������
��
�����
��
membaik. Masuknya kembali investor asing mendorong aktivitas di pasar
�����
SUN kembali marak. Perkembangan ini mendorong yield SUN seluruh
�����
tenor bergerak turun, mencapai titik terendah (secara rata-rata) di tahun
�����
2009. Yield SUN seluruh tenor secara rata-rata turun sebesar 54bps
��
�������������������
�
��������������������
�
��
�
���
�
�
Sejalan dengan kinerja pasar modal, kinerja pasar SUN juga terus
�����
hingga mencapai 10,39% pada triwulan III-2009. Selain itu, membaiknya
yield SUN jangka panjang juga mendorong term structure yield SUN
�
��
���
����
��
�
��
���
��
����
�
� ��
���
�
relative lebih flat dibandingkan dengan akhir triwulan II-2009.
����
Grafik 3.18
Membaiknya yield SBN ditopang oleh perkembangan positif pada
IHSG dan Net Beli Asing
pasar keuangan global dan terjaganya kepercayaan investor terhadap
fundamental ekonomi domestik. Dampak positif dari sisi eksternal
25
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
tercermin dari menurunnya CDS Indonesia dan menguatnya nilai tukar
�
��
�����������
��
��
����
�
����
����
����
�
����
��
����
����
���
��
membaiknya yield SBN antara lain prospek pertumbuhan ekonomi
��
Indonesia yang relatif cukup baik dibandingkan dengan negara lain di
��
kawasan Asia, ekspektasi inflasi yang terjaga serta penurunan sovereign
��
rating Indonesia oleh Moodys dari Ba3 menjadi Ba2 di bulan September
2009. Perbaikan sovereign rating meningkatkan kepercayaan pelaku
�
�����
���
pasar serta mendorong aliran modal masuk yang cukup signifikan
�
���������������
di pasar SBN. Di sisi lain, penurunan suku bunga deposito juga turut
�
���
�
��
���
��
�
��
memicu pengalihan dana masyarakat dari perbankan ke instrumen SBN
���
����
����
rupiah. Sementara itu, dari sisi domestik, faktor yang mendorong
khususnya Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Hal itu disebabkan oleh lebih
Grafik 3.19
menariknya imbal hasil ORI dibandingkan dengan suku bunga rata-rata
Net Beli/Jual Asing & Yield SBN
deposito 1 bulan untuk seluruh bank.
Dilihat dari kepemilikan, kepemilikan asuransi, dana pensiun, reksadana,
perorangan dan asing di pasar SBN meningkat, sementara posisi SBN
��
�����������
�
�
����������������������������
�����������
�
��
��
��
�
�
��
�
��
�
�
��
�
�
�
�
�
��
���
����
��
�
��
���
��
�
��
����
���
����
Grafik 3.20
Rata-rata Perdagangan Harian SUN
yang dimiliki perbankan justru turun. Pada triwulan III-2009, real money
investor seperti asuransi dan dana pensiun mulai aktif meningkatkan
kepemilikannya di pasar SBN. Sejalan dengan tingginya minat investor
retail terhadap ORI 4, posisi SBN milik perorangan dan reksadana juga
mengalami kenaikan. Sementara itu, meningkatnya kepemilikan asing
dipicu oleh menurunnya risiko negara emerging market serta tingginya
minat investor asing atas high yielding asset. Secara keseluruhan, posisi
SBN pada triwulan III-2009 tercatat sebesar Rp569,4 triliun.
�
Investor asing masih membukukan net beli di pasar SBN pada triwulan
III-2009. Net beli asing pada triwulan III-2009 tercatat sebesar Rp6,1
triliun, turun jika dibandingkan net beli asing pada triwulan II-2009 yang
mencapai Rp7,3 triliun. Likuiditas pasar SBN, yang tercermin pada ratarata harian volume perdagangan pada triwulan III-2009 tercatat sebesar
Rp3,71 triliun atau sedikit meningkat jika dibandingkan dengan rata-rata perdagangan
triwulan sebelumnya yang mencapai sebesar Rp3,67 triliun. Sejalan dengan volume
perdagangan, frekuensi rata-rata harian perdagangan SBN mengalami peningkatan. Pada
triwulan III-2009, rata-rata harian frekuensi perdagangan SBN berkisar 383,3 kali atau naik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 392,5 kali per hari. Meningkatnya
frekuensi perdagangan SBN yang cukup signifikan dipicu oleh aktifnya transaksi ORI 006 di
pasar sekunder sesaat setelah diterbitkan pada tanggal 12 Agustus 2009.
Di pasar reksadana, penurunan suku bunga simpanan dan membaiknya kinerja underlying
asset pada bulan triwulan III-2009, mendorong peningkatan NAB reksadana hingga
melampaui Rp100 triliun. Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana meningkat hingga mencapai Rp
101,68 triliun di awal Agustus 2009, dibandingkan pada awal tahun yang hanya sebesar Rp
75,82 triliun. Jenis reksadana yang berkontribusi terhadap peningkatan NAB ini diantaranya
reksadana saham, pendapatan tetap dan campuran. NAB ketiga jenis reksadana tersebut pada
4
26
Kupon ORI sebesar 9,35%, sementara rata-rata deposito 1 berdasar LBU Juli 2009 adalah sebesar 8,31%
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2009
awal Agustus masing-masing mencapai Rp 35,69 triliun, Rp. 14,16 triliun
���
dan Rp 12,5 triliun. Prospek pertumbuhan reksadana kedepan masih baik
����������
sejalan dengan penguatan kinerja underlying asset dan tren penurunan
���
suku bunga deposito yang diperkirakan masih terus berlanjut.
��
��
��
��
�
���� ���� ����
���������������������������
����
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
Grafik 3.21
Perkembangan NAB Reksadana
27
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
Boks : Pemberlakuan Kewajiban Giro Minimum Sekunder pada Tanggal
24 Oktober 2009
Sebagai bagian dari upaya mengatasi dampak krisis global terutama untuk menjaga
kecukupan likuiditas perbankan, pada tanggal 24 Oktober 2008, Bank Indonesia telah
menurunkan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) dari efektif sebesar 9,1% menjadi
7,5%. Dari ketentuan GWM sebesar 7,5% yang ditetapkan, GWM utama ditetapkan
sebesar 5% dan GWM sekunder sebesar 2,5%. Selain penurunan GWM, ketentuan GWM
ini juga disederhanakan tanpa adanya tambahan GWM yang dikaitkan dengan rasio LDR
dan besarnya DPK bank (Tabel 1) .
Kebijakan GWM utama sebesar 5% tersebut langsung berlaku pada saat diumumkannya
pada tanggal 24 Oktober 2008. Sementara itu, untuk GWM sekunder sebesar 2,5% diberi
masa transisi selama tahun dan baru berlaku pada 24 Oktober 2009. Masa transisi ini
dimaksudkan agar perbankan dapat melakukan penyesuaian dalam memenuhi ketentuan
GWM sekunder mengingat kondisi pasar keuangan yang masih bergejolak di akhir tahun
2008 serta masih tingginya kebutuhan likuiditas. Seiring dengan meredanya dampak krisis
global, likuiditas perbankan terus menunjukkan perbaikan pada tahun 2009. Sampai dengan
akhir September 2009, kondisi likuiditas perbankan sudah kembali normal dan bank-bank
telah mempersiapkan pemenuhan GWM Sekunder.
Tabel 1. Perubahan Ketentuan GWM 24
Oktober 2008
Ketentuan Lama
•
•
Pemenuhan GWM Rp terdiri dari:
-5% GWM utama, ditambah
-0%-3% terkait DPK bank, dan
-0%-5% terkait LDR bank dari DPK bank
Seluruh kewajiban disetor ke rekening giro bank
di BI
• Kewajiban di atas GWM utama mendapatkan jasa
giro
• Pemenuhan GWM valas sebesar 3% dari total
DPK valas.
• Berlaku hanya untuk bank umum devisa
Ketentuan Baru
•
-
-
•
Pemenuhan GWM Rp menjadi 7,5%, terdiri dari:
5% GWM utama
2,5% GWM sekunder
Kewajiban GWM sekunder dalam bentuk SBI dan
SUN tetap dibukukan di masing-masing bank
• Seluruh kewajiban dalam bentuk GWM utama
dan excess reserve yang disetor dalam giro di BI
tidak mendapatkan jasa giro
• Pemenuhan GWM menjadi sebesar 1% dari total
DPK valas
• Berlaku hanya untuk bank umum devisa
Keterangan
• GWM sekunder dapat dipenuhi oleh SBI, SUN, dan
excess reserve.
• Implementasi GWM sekunder diberi masa transisi 1
tahun, dan diberlakukan mulai 24 Oktober 2009.
• Dasar perhitungan DPK tidak berubah.
Pemberlakuan GWM Sekunder ini ditujukan untuk mendorong perbankan agar mengelola
likuiditas dengan lebih baik sehingga kondusif untuk meningkatkan confidence pelaku pasar.
Melalui pengelolaan likuiditas yang lebih baik diharapkan sektor perbankan akan lebih kuat
dan lebih berdaya tahan terhadap tantangan perekonomian ke depan. Selain itu, pemenuhan
28
28
28
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2009
GWM sekunder melalui SBI dan SUN diharapkan dapat semakin meningkatkan financial
deepening di pasar uang yang pada gilirannya diharapkan dapat semakin memperlancar
jalur transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga.
Berdasarkan asesmen Bank Indonesia, kondisi likuiditas perbankan saat ini masih cukup likuid
dan bank umum telah mempersiapkan pemenuhan GWM Sekunder dalam masa transisi
tersebut. Berdasarkan data rata-rata sejak Oktober 2008 – Juli 2009, kepemilikan SBI, SUN,
dan excess reserve oleh seluruh bank telah mencapai 27% terhadap DPK, atau jauh diatas
rasio GWM Sekunder sebesar 2,5%. Dengan kondisi tersebut, penerapan GWM sekunder
ini masih sejalan dengan stance kebijakan moneter saat ini dan upaya BI untuk mendorong
intermediasi perbankan.
29
29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
4. Perekonomian Indonesia ke Depan
Perkembangan perekonomian global yang terus menunjukkan pemulihan telah
berdampak pada membaiknya ekonomi domestik. Sebagai dampaknya, prospek
perekonomian Indonesia di tahun 2009 dan 2010 berpotensi tumbuh lebih baik dari
perkiraan semula. Hal tersebut terutama didukung oleh pertumbuhan konsumsi
rumah tangga yang masih kuat, kinerja ekspor yang lebih tinggi dari perkiraan
semula, serta stimulus Pemerintah. Kinerja konsumsi rumah tangga yang masih kuat
didukung oleh tingkat keyakinan konsumen yang tinggi sejalan dengan inflasi dan
suku bunga yang rendah serta dampak dari pendapatan ekspor yang meningkat.
Sementara itu, perbaikan kinerja ekspor dipengaruhi oleh proses perbaikan ekonomi
global yang semakin kuat, serta peningkatan harga komoditas baik nonmigas
maupun migas. Investasi diperkirakan masih tumbuh terbatas terkait dengan tingkat
utilisasi kapasitas produksi yang masih rendah. Stimulus fiskal Pemerintah juga
mampu menopang kinerja ekonomi domestik tercermin pada pertumbuhan konsumsi
dan investasi Pemerintah yang cukup tinggi. Dari sisi penawaran, pertumbuhan
berbagai sektor diperkirakan mulai berada pada tahapan yang meningkat. Hal ini
sejalan dengan permintaan domestik dan eksternal terhadap sektor-sektor tradable
yang meningkat. Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Indonesia di
tahun 2009 diperkirakan tumbuh 4,0-4,5%, lebih baik dari perkiraan semula 3,54,0%. Sementara itu, untuk 2010, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan
ekonomi mencapai kisaran 5,0-5,5%. Beberapa faktor risiko perlu dicermati antara
lain bersumber pada masih adanya ketidakpastian proses pemulihan perdagangan
dunia mengingat proses pemulihan di negara maju yang didukung stimulus fiskal
lebih beriorientasi pada permintaan domestik, masih tingginya angka pengangguran
di negara maju, dan masih terdapatnya kecenderungan proteksionisme di beberapa
negara pasca krisis global. Di samping itu, risiko meningkatnya harga minyak dunia
yang didorong oleh kegiatan spekulasi perlu terus dicermati.
Di sisi prospek inflasi, tren penurunan inflasi di 2009 diprakirakan masih berlanjut,
namun memiliki potensi untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Selama
2009, inflasi IHK diprakirakan akan mencapai kisaran sasaran inflasi 4,5±1%. Untuk
2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola normalnya dalam kisaran 5±1%
terkait dengan mulai meningkatnya kegiatan ekonomi dalam negeri, meningkatnya
imported inflation sehubungan dengan kenaikan harga komoditas, serta ekspektasi
inflasi. Dari sisi nonfundamental, kenaikan tekanan inflasi diprakirakan bersumber
dari kenaikan beberapa administered prices yang bersifat non-strategis. Sementara
itu, inflasi volatile food diprakirakan cukup rendah sejalan dengan pasokan dan
distribusi bahan pangan dan energi yang cukup terjaga.
30
Perekonomian Indonesia ke Depan
ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN
Tabel 4.1
Kondisi Perekonomian Internasional
Proyeksi PDB Dunia
Proyeksi Proyeksi
Ekonomi dunia yang terkontraksi sangat dalam pada semester I-2009 diprakirakan mengalami
pemulihan yang lebih cepat sehingga dapat tumbuh positif pada semester II-2009. Proses
2008
2009
PDB Dunia
3,0
–1,1
3,1
Negara Maju
0,6
–3,4
1,3
menguat dan merata di berbagai negara. Perbaikan yang paling tampak adalah di negara-
Amerika Serikat
0,4
–2,7
1,5
negara berkembang Asia, terutama China. Sementara di negara maju, kontraksi ekonomi
Kawasan Euro
0,7
–4,2
0,3
–0,7
–5,4
1,7
mulai melambat. Dari berbagai indikator makro ekonomi global, terlihat optimisme pemulihan
Negara Maju Lainnya
1,6
–2,1
2,6
Negara Berkembang
6,0
1,7
5,1
Afrika
5,2
1,7
4,0
Eropa Timur dan Tengah
3,0
–5,0
1,8
Risiko tingkat pengangguran yang masih tinggi di negara-negara maju menjadi kendala bagi
Negara Persemakmuran
5,5
–6,7
2,1
perbaikan kinerja perekonomian global lebih lanjut.
Negara Berkembang Asia
7,6
6,2
7,3
China
9,0
8,5
9,0
Dengan perkembangan demikian, secara keseluruhan ekonomi dunia pada 2009 diprakirakan
India
7,3
5,4
6,4
Negara Timur Tengah
5,4
2,0
4,2
mencatat pertumbuhan negatif sebesar 1,1% (IMF, dalam publikasinya di World Economic
Amerika Latin
4,2
–2,5
2,9
Jepang
2010
pemulihan yang terjadi pada perekonomian global terus menunjukkan indikasi yang semakin
ekonomi global semakin menguat. Perkembangan penjualan eceran, utilisasi kapasitas, dan
indeks produksi, mulai meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Meski
menunjukkan perbaikan, beberapa faktor risiko masih membayangi pemulihan ekonomi.
Outlook bulan Oktober 2009). Pemulihan ekonomi tersebut didorong oleh negara-negara
berkembang Asia, sementara perekonomian negara maju terkontraksi meski dengan laju
Sumber: IMF, World Economic Outlook Projections, Oktober 2009
yang melambat. Selanjutnya pada 2010, ekonomi negara maju diprakirakan sudah kembali
positif, tumbuh mencapai 3,1% (Tabel 4.1).
Perkembangan perekonomian global selanjutnya memengaruhi aktivitas perdagangan dunia.
Lembaga-lembaga internasional memproyeksikan bahwa volume perdagangan dunia pada
2009 akan mengalami penurunan. IMF, World Trade Organization (WTO), serta World Bank
memprakirakan bahwa volume perdagangan dunia turun masing-masing sebesar -11,9%,
-9,0%, dan -9,7%. Selanjutnya, seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian pada 2010,
volume perdagangan dunia diperkirakan kembali mencatat pertumbuhan positif. Pada 2010,
IMF memprakirakan volume perdagangan dunia meningkat sebesar 2,5%. Sementara itu,
World Bank memprakirakan volume perdagangan dunia dapat tumbuh lebih tinggi, yaitu
sebesar 3,8% pada 2010.
Skenario Kebijakan Fiskal
Hasil rapat Panja DPR pada Agustus 2009 memutuskan defisit APBNP 2009 sebesar Rp129,8
triliun (2,4% dari PDB), lebih rendah dari yang diusulkan Pemerintah dalam dokumen stimulus
(2,5% dari PDB). Perubahan antara lain mencakup asumsi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar
dan inflasi yang lebih rendah, harga minyak mentah yang lebih tinggi serta penyerapan
Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lainnya yang lebih rendah
dari dokumen stimulus. Prospek kesinambungan fiskal masih terjaga didukung oleh masih
turunnya prospek rasio utang Pemerintah dari sekitar 33% dari PDB pada 2008 menjadi sekitar
32% dari PDB pada 2009 dan kondisi makroekonomi yang masih kondusif (pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi dari suku bunga riil).
31
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
Ke depan, APBN 2010 disusun untuk menjaga kesinambungan program-program perbaikan/
perlindungan kesejahteraan rakyat serta mendukung upaya percepatan pemulihan ekonomi
nasional. Sidang Paripurna DPR pada September 2009 mengesahkan UU APBN 2010 sebesar
Rp98 triliun atau 1,6% dari PDB. Secara umum, pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2010
antara lain mencakup: (a) dukungan terhadap peningkatan daya tahan dunia usaha dan
investasi, mendorong revitalisasi industri serta pemulihan dunia usaha melalui pemberian
insentif perpajakan dan bea masuk yang mencakup penurunan tarif PPh Badan dari 28%
menjadi 25%, fasilitas perusahaan masuk bursa (5% dari tarif normal) dan Pajak Ditanggung
Pemerintah (DTP) sebesar Rp16,87 triliun1 ; (b) mempertahankan pendapatan riil aparatur
negara melalui kenaikan gaji pokok PNS dan pensiun sebesar 5% dan pemberian gaji ke-13;
(c) meneruskan program kesejahteraan rakyat (antara lain Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM), Bantuan Operasional Sekolah, Jaminan Kesehatan Masyarakat, Raskin,
Program Keluarga Harapan); (d) melanjutkan pembangunan infrastruktur, pertanian, energi
dan proyek padat karya serta paket stimulus fiskal apabila dibutuhkan; (e) meneruskan
reformasi birokrasi; (f) memperbaiki alutsista; dan (g) menjaga rasio anggaran pendidikan
20% dari APBN.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Prospek perekonomian Indonesia di tahun 2009 dan 2010 berpotensi tumbuh lebih baik dari
perkiraan semula. Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang
masih kuat, kinerja ekspor yang lebih tinggi dari perkiraan semula, serta stimulus Pemerintah.
Kuatnya kinerja konsumsi rumah tangga didukung oleh tingkat keyakinan konsumen
yang tinggi sejalan dengan inflasi dan suku bunga yang rendah, serta adanya income
effect dari pendapatan ekspor yang meningkat. Di sisi eksternal, perbaikan kinerja ekspor
dipengaruhi oleh proses perbaikan ekonomi global yang semakin kuat, serta peningkatan
harga komoditas baik nonmigas maupun migas. Dari sisi penawaran, pertumbuhan berbagai
sektor diperkirakan mulai berada pada tahapan yang meningkat. Hal ini sejalan dengan
permintaan domestik dan eksternal terhadap sektor-sektor tradable yang meningkat. Dengan
perkembangan tersebut, perekonomian Indonesia di tahun 2009 diperkirakan tumbuh 4,04,5%, lebih baik dari perkiraan semula 3,5-4,0%. Sementara itu, untuk 2010, Bank Indonesia
memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran 5,0-5,5% (Tabel 4.2).
Pada tahun 2010, meskipun mengalami perbaikan, beberapa faktor risiko tetap perlu
dicermati. Pertama, masih terdapatnya risiko akselerasi perbaikan volume perdagangan
dunia yang tidak secepat yang diprakirakan. Pertumbuhan yang didorong oleh stimulus fiskal
cenderung beriorentasi pada pertumbuhan domestik seperti pembangunan infrastruktur
sehingga peningkatan permintaan ekspor relatif terbatas. Di samping itu, kecenderungan
proteksionisme di sejumlah negara akan mengurangi permintaan ekspor. Volume
perdagangan dunia yang lebih rendah akan menurunkan permintaan barang-barang ekspor
Indonesia. Selanjutnya, ekspor yang lebih rendah dapat menurunkan pendapatan masyarakat
sehingga konsumsi rumah tangga tumbuh lebih rendah. Selain volume perdagangan,
ketidakpastian harga minyak dunia yang dapat dipicu oleh kegiatan spekulasi juga merupakan
salah satu faktor risiko lainnya yang dapat mendorong penurunan PDB. Harga minyak yang
1
32
Untuk mendorong sektor-sektor prioritas (seperti investasi migas), mencakup PPh, PPN dan Bea Masuk.
Perekonomian Indonesia ke Depan
lebih tinggi akan berdampak pada lebih tingginya harga barang-barang
impor sehingga dapat mengurangi kinerja konsumsi dan investasi.
�
�
�
�
�
�
�
�
Pada tahun 2009, konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh pada
�
�
kisaran 5,0-5,4%. Selama semester I-2009 konsumsi rumah tangga
�
�
menunjukkan kinerja yang kuat walaupun berada di tengah terpaan
�
��� ��
����
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
Prospek Permintaan Agregat
krisis global. Hal tersebut terjadi karena proses penyelenggaraan
�
Pemilu legislatif dan presiden serta wakil presiden telah memberi
dampak multiplier yang tinggi terhadap konsumsi rumah tangga.
Grafik 4.1
Selanjutnya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada paro kedua
Fan Chart PDB
2009 diprakirakan tetap relatif kuat dan menjadi penyumbang utama
pertumbuhan ekonomi.
Konsumsi rumah tangga yang kuat tersebut didukung oleh terjaganya tingkat keyakinan
konsumen dan kenaikan income effect perbaikan ekspor. Kuatnya konsumsi rumah tangga
tercermin dari berbagai indikator. Pertumbuhan penjualan motor dan impor barang konsumsi
telah menunjukkan perbaikan. Demikian juga, konsumsi listrik rumah tangga tercatat
mengalami akselerasi. Sementara itu, penjualan ritel telah menunjukkan kecenderungan
membaik setelah mengalami penurunan pada akhir 2008.
Resiliensi konsumsi rumah tangga juga didorong oleh suku bunga. Suku bunga yang rendah
secara historis berkorelasi kuat dengan konsumsi yang meningkat. Masyarakat memandang
bahwa penurunan suku bunga menyebabkan opportunity cost menyimpan uang di bank
akan semakin kecil. Dengan demikian, pilihan yang lebih baik adalah melakukan konsumsi
yang lebih tinggi agar tidak tergerus oleh kenaikan harga. Hal tersebut tercermin pada
pergerakan likuiditas masyarakat yang mulai mengalami peningkatan seiring dengan tendensi
untuk melakukan konsumsi yang lebih tinggi.
Tabel 4.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Kom pone n
2008
2008
2009
2009*
2010*
5,7
5,7 - 6,1
5,1 - 5,4
4,9
5,0 - 5,4
5,1 - 5,4
11,4
10,2 - 11,2
5,0 - 6,0
2,7
3,2
3,2 - 3,6
7,1 - 7,7
6,2
5,3
5,0
5,0 - 5,4 5,6 - 6,0
9,5
(-18,7)
(-15,7)
(-12,4)
(-13,5) - (-12,6) 7,5 - 8,2
(-3,5)
10,0
(-26,0)
(-23,9)
(-20,3)
(-19,8) - (-18,9)
8,5 - 9,4
5,2
6,1
4,4
4,0
4,2
4,0 - 4,5 5,0 - 5,5
I
II
III
IV
I
II
Total Konsumsi
5,5
5,5
6,3
6,4
5,9
7,3
6,3
Konsumsi Rumah Tangga
5,7
5,5
5,3
4,8
5,3
6,0
4,8
Konsumsi Pemerintah
3,6
5,3
14,1
16,4
10,4
19,2
17,0
Total Investasi
13,7
12,0
12,2
9,1
11,7
3,4
Permintaan Domestik
7,5
7,1
7,9
7,1
7,4
Ekspor Barang dan Jasa
13,6
12,4
10,6
1,8
Impor Barang dan Jasa
18,0
16,1
11,0
PDB
6,2
6,4
6,4
III
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
33
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
Pada tahun 2010, konsumsi rumah tangga diprakirakan tetap dapat mencatat pertumbuhan
yang tinggi, sebesar 5,1-5,4% seiring dengan perbaikan yang terjadi di sisi eksternal.
Membaiknya prospek global pada 2010 akan mendorong kinerja ekspor Indonesia, yang
pada gilirannya akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum. Di sisi
lain, kondisi dunia usaha yang semakin kondusif akan mendorong investor untuk melakukan
investasi baik dalam bentuk peningkatan kapasitas produksi maupun perluasan usaha.
Investasi yang lebih tinggi akan turut berkontribusi pada peningkatan pendapatan. Dalam
situasi demikian, daya beli masyarakat akan semakin kuat seiring dengan meningkatnya
pendapatan.
Konsumsi Pemerintah pada 2009 diprakirakan tumbuh pada kisaran 10,2-11,2%. Tingginya
konsumsi pemerintah pada 2009 terjadi baik pada tingkat pusat maupun daerah. Konsumsi
pemerintah pusat terutama dalam bentuk Belanja Barang dan Belanja Lainnya. Sementara
itu, alokasi terbesar untuk anggaran ke daerah adalah dalam bentuk DAU. Secara umum,
faktor-faktor pendorong konsumsi pemerintah adalah alokasi pengeluaran untuk proses
penyelenggaraan Pemilu legislatif dan presiden, kenaikan gaji PNS dan dibagikannya gaji
ke-13. Selanjutnya pada tahun 2010, konsumsi pemerintah diprakirakan tumbuh 5,0-6,0%,
melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2009. Kinerja konsumsi pemerintah
terutama berasal dari konsumsi pemerintah pusat, terutama pada alokasi untuk Belanja
Barang, Belanja Lainnya, serta Belanja Pegawai.
Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi, investasi diprakirakan tumbuh
melambat sebesar 3,2-3,6% pada 2009. Melemahnya perekonomian global sejak semester
kedua 2008 telah menurunkan kinerja ekspor yang selanjutnya mengakibatkan dampak
rambatan berupa prospek perekonomian yang melambat. Hal tersebut menyebabkan daya
beli masyarakat melemah, sehingga investor melakukan penundaan investasi baru, terutama
investasi nonbangunan. Penundaan investasi tercermin pada kontraksi yang terjadi baik pada
impor bahan baku maupun impor barang-barang modal.
Namun demikian, tren penurunan suku bunga BI Rate selama semester pertama 2009
diprakirakan dapat diikuti oleh penurunan suku bunga kredit pada semester kedua 2009.
Bunga kredit yang lebih murah secara historis diikuti oleh pertumbuhan investasi nonbangunan
yang meningkat karena kucuran kredit investasi yang diprakirakan akan semakin tinggi. Hal
tersebut terkonfirmasi dengan telah terlihatnya tanda-tanda peningkatan kredit investasi
pada triwulan III-2009. Sementara itu, investasi bangunan diprakirakan dapat tumbuh
positif seiring dengan berjalannya stimulus pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur.
Berjalannya pembangunan proyek infrastruktur tercermin pada tren pertumbuhan investasi
bangunan yang meningkat sejak triwulan I-2009. Pada semester kedua, investasi bangunan
diprakirakan dapat tumbuh semakin meningkat dibanding dengan semester pertama 2009.
Indikasi peningkatan tercermin pada konsumsi semen yang telah mencatat pertumbuhan
positif pada triwulan III-2009, serta peningkatan harga saham untuk perusahaan-perusahaan
yang bergerak di bidang infrastruktur.
Selanjutnya, optimisme perbaikan ekonomi diprakirakan dapat mendorong investasi untuk
tumbuh mencapai 7,1-7,7% pada 2010. Perbaikan yang terjadi di sisi eksternal, kondisi
34
Perekonomian Indonesia ke Depan
domestik yang semakin baik karena daya beli yang meningkat, dan iklim kepastian usaha
yang kondusif akan menjadi faktor pendorong tumbuhnya investasi pada 2010. Selain itu,
outlook yang positif terhadap perekonomian Indonesia akan turut mendorong investor
asing untuk menanamkan modal di Indonesia dalam bentuk investasi langsung. Outlook
yang positif sebagaimana terlihat dari peningkatan sovereign credit rating Indonesia dari
Ba3 menjadi Ba2 oleh Moody’s. Peningkatan rating tersebut diperkirakan berdampak positif
terhadap aliran modal masuk dan ongkos dalam pembiayaan. Hal tersebut diperkuat oleh
asesmen perekonomian ke depan oleh lembaga dunia seperti World Bank dan ADB yang
menyajikan optimisme terhadap akselerasi perekonomian Indonesia pada 2010.
Kontraksi perekonomian global menyebabkan penurunan signifikan ekspor barang dan jasa
pada 2009 yang diprakirakan sebesar -13,5 s/d -12,6%. Melemahnya perekonomian global
mendorong penurunan aktivitas perdagangan dunia, yang dimulai pada semester kedua
2008. Selanjutnya, turunnya volume perdagangan dunia akan menurunkan permintaan
terhadap barang-barang ekspor Indonesia. Namun demikian, kinerja ekspor diprakirakan
telah melewati titik terendahnya yang terjadi pada triwulan I-2009. Hal tersebut terjadi karena
ekonomi dunia diprakirakan dapat membaik lebih cepat. Perbaikan yang semakin cepat pada
perekonomian dunia akan memulihkan kinerja ekspor ke depan, sebagaimana tercermin pada
kegiatan ekspor yang telah menunjukkan pertumbuhan yang meningkat secara bulanan.
Selain faktor permintaan, akselerasi pertumbuhan ekspor juga didukung oleh karakteristik
barang ekspor Indonesia yang berbasis komoditas primer yang dapat mengalami recovery
yang cukup cepat terhadap perbaikan permintaan di negara-negara mitra dagang.
Pada 2010, pemulihan ekonomi global akan mendorong kinerja ekspor untuk kembali
terakselerasi, tumbuh mencapai 7,5-8,2%. Perekonomian global pada 2010 diprakirakan akan
memasuki fase ekspansi setelah melewati krisis sebagai hasil dari berbagai upaya perbaikan
baik dalam bentuk stimulus fiskal maupun moneter. Proses perbaikan ekonomi diprakirakan
dapat terjadi pada negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Jepang, China,
dan Singapura. Perbaikan ekonomi yang terjadi di tingkat global akan mendorong kembali
maraknya volume perdagangan dunia. Dengan kinerja yang demikian, perbaikan pada ekspor
akan menjadi salah satu motor pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada 2010.
Melemahnya permintaan domestik dan anjloknya kinerja ekspor diprakirakan menyebabkan
penurunan impor sebesar -19,8 s/d -18,9% pada 2009. Dalam kondisi turunnya ekspor,
melambatnya konsumsi, dan penundaan investasi, kebutuhan barang-barang impor akan
menurun tajam. Penurunan barang-barang impor terjadi baik dalam bentuk impor barang
konsumsi, bahan baku, maupun barang modal. Hal tersebut seperti yang terlihat pada
semester I-2009, di mana impor mengalami kontraksi -25%. Namun demikian, perbaikan
yang terjadi pada semester II-2009 diprakirakan akan dapat meningkatkan kembali kebutuhan
terhadap barang-barang impor. Walaupun masih mengalami kontraksi, kegiatan impor
barang dan jasa pada semester II-2009 diprakirakan dapat meningkat dibandingkan dengan
semester I-2009.
Pada 2010, membaiknya permintaan domestik dan ekspor akan meningkatkan kebutuhan
barang-barang impor sehingga impor berpotensi tumbuh mencapai 8,5-9,4%. Perbaikan
35
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
yang terjadi di sisi ekspor, daya beli masyarakat yang meningkat, serta kegiatan investasi
yang membaik diprakirakan dapat mendorong peningkatan kegiatan impor barang dan jasa.
Pertumbuhan impor diprakirakan akan kembali melewati ekspor pada pertengahan 2010,
pada saat pertumbuhan investasi terus mengalami akselerasi menuju pola normalnya.
Prospek Penawaran Agregat
Tabel 4.3
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Kom pone n
Pertanian
Pertambangan & Penggalian
2008
I
II
III
IV
2008
2009
I
II
III
2009*
2010*
6,3
4,8
3,4
4,7
4,8
5,2
2,4
2,2
3,4 - 3,7
3,0 - 3,6
(-1,7)
(-0,5)
2,1
2,1
0,5
2,4
2,4
2,2
2,1 - 2,4
2,1 - 2,4
Industri Pengolahan
4,3
4,2
4,3
1,8
3,7
1,5
1,5
1,7
1,5 - 1,8
3,1 - 3,5
Listrik, Gas & Air Bersih
12,3
11,8
10,4
9,3
10,9
11,4
15,4
15,5
14,2 - 14,6
15,7 - 16,4
Bangunan
8,0
8,1
7,6
5,7
7,3
6,3
6,4
6,5
6,1 - 6,6 6,9 - 7,4
Perdagangan, Hotel & Restoran
6,9
8,1
8,4
5,6
7,2
0,5
(-0,1)
1,6
0,7 - 1,1
3,0 - 3,4
Pengangkutan & Komunikasi
18,3
17,3
15,5
15,8
16,7
17,1
17,5
16,5
16,1 - 17,7
14,7 - 15,7
Keuangan, Persewaan & Jasa
8,3
8,7
8,6
7,4
8,2
6,3
5,3
5,6
5,4 - 5,8
6,3 - 6,7
Jasa-jasa
5,9
6,7
7,2
6,0
6,4
6,8
7,4
6,6
6,3 - 6,6
6,3 - 6,7
PDB
6,2
6,4
6,4
5,2
6,1
4,4
4,0
4,2
4,0 - 4,5
5,0 - 5,5
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
Proses perbaikan kondisi ekonomi global yang tengah berlangsung saat ini telah menimbulkan
optimisme bagi kegiatan ekonomi, termasuk di Indonesia. Berbagai informasi dan indikator
ekonomi menunjukkan bahwa proses perbaikan ekonomi global terjadi lebih cepat dari
yang diprakirakan sebelumnya. Perkembangan tersebut diprakirakan telah membawa
perekonomian Indonesia kembali pada tahap pertumbuhan ekonomi yang meningkat.
Berbagai perkembangan terkini membawa proyeksi pertumbuhan ekonomi dari sisi
penawaran secara umum mengalami koreksi ke atas.
Pertumbuhan sektor pertanian 2009 diprakirakan sebesar 3,4-3,7%. Prakiraan terbaru
tersebut lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Realisasi produksi sektor pertanian pada
triwulan II-2009 menjadi salah satu penyebab terkoreksinya prakiraan sektor pertanian untuk
keseluruhan tahun 2009. Rendahnya produksi pertanian di triwulan II-2009 kemungkinan
di antaranya disebabkan oleh gagal panen produksi tanaman dari lahan non-irigasi teknis,
karena musim kemarau. Daerah-daerah yang mengalami puso di triwulan II-2009 antara lain:
Cirebon, Cilacap, Riau, Mojokerto, Purbalinngga, Riau, dan Sulawesi Tenggara. Selain itu,
produksi karet pada periode ini relatif rendah sehingga sepanjang semester I-2009 produksi
karet domestik baru mencapai sekitar 900 ribu hingga 1 juta ton, atau kurang dari 50% dari
target yang diharapkan di tahun 2009. Penurunan produksi karet disebabkan oleh lemahnya
permintaan dan harga yang tidak menarik.
Dampak El Nino – yang semula dikhawatirkan akan mengancam produksi sektor pertanian
di tahun 2009 – diprakirakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Memasuki
36
Perekonomian Indonesia ke Depan
semester II-2009 pasokan tandan buah segar tanaman kelapa sawit akan kembali melimpah,
sejalan dengan musim panen kelapa sawit. Produksi sektor pertanian pada semester II
diprakirakan akan tetap mampu menjaga ketersediaan pangan, bahkan untuk produksi beras
diprakirakan mengalami kelebihan sebesar 2,8 juta ton. Kelebihan produksi beras tersebut
akan dimanfaatkan untuk menutupi kebutuhan beras di tahun 2010 sehubungan dengan
kemungkinan mundurnya musim tanam akibat El Nino.
Tahun 2010 sektor pertanian diprakirakan akan tumbuh 3,0-3,6%. Ketahanan pangan
2010 diprakirakan tetap terjaga. Hal itu dimungkinkan karena pemerintah telah melakukan
beberapa persiapan antara lain memanfaatkan rawa untuk areal sawah. Saat ini tersedia
1,8 juta hektar rawa yang dapat difungsikan sebagai sawah. Sebagian besar infrastruktur
pertanian sudah berfungsi dengan baik, seperti sistem irigasi dan waduk. Pemerintah akan
mengerahkan penyuluhan pertanian untuk melakukan bimbingan dan pendampingan pada
petani. Beberapa rencana lain dari Pemerintah yang dapat menjaga produksi pertanian
antara lain meningkatkan subsidi pupuk sebesar 59% dibandingkan dengan subsidi 2009,
serta menyediakan bibit kualitas prima. Upaya penyediaan bibit unggul ini bekerja sama
dengan swasta. Presiden juga mencanangkan program Revitalisasi Pertanian Jilid II, serta
mengoptimalkan Dewan Ketahanan Pangan yang dipimpin langsung oleh Presiden.
Pada tahun 2009 sektor pertambangan diprakirakan tumbuh sebesar 2,1-2,4%, lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Membaiknya kinerja pertambangan tersebut
terutama didukung oleh kegiatan eksplorasi yang sangat aktif, dalam rangka menemukan
cadangan-cadangan mineral yang baru. Kegiatan eksplorasi terutama difokuskan pada
komoditas nikel, emas, bauksit dan batubara. Ke depan, peran batubara akan semakin
meningkat, terutama terkait dengan sumber energi pembangkit listrik. Sejumlah investor asing
dari India dan China mulai melirik sektor tambang Indonesia. Alasan utama kedua negara
– di balik keagresifannya dalam kegiatan tambang di Indonesia – adalah mengamankan
pasokan bahan bakar (security energy). International Energy Agency (IEA) memprediksikan
konsumsi batubara dunia akan terus tumbuh rata-rata 2,6% per tahun pada periode 20052015. Selanjutnya pada tahun 2010, sektor ini diprakirakan mencatat pertumbuhan yang
relatif sama dibandingkan dengan 2009.
Sektor industri pengolahan secara umum terus mengalami perlambatan sejak tahun 2005.
Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan di bawah 5%. Keadaan tersebut
semakin memburuk dengan adanya krisis ekonomi global. Pertumbuhan sektor industri
pengolahan 2009 diprakirakan sebesar 1,5-1,8% (yoy). Prakiraan tersebut lebih tinggi dari
prakiraan sebelumnya 1,4% (yoy). Revisi ke atas proyeksi ini, seiring dengan perbaikan
kondisi ekonomi yang lebih cepat dari yang diprakirakan semula. Masa terburuk dampak
krisis ekonomi global telah terlewati pada triwulan II-2009.
Kondisi ekonomi yang mulai pulih menimbulkan optimisme iklim dunia usaha. Pelaku
bisnis memberikan respons positif antara lain dengan menaikkan kapasitas produksinya,
seperti yang dilakukan oleh produsen baja lokal. Kapasitas utilisasi industri baja lokal sejak
Juni 2009 telah ditingkatkan menjadi 90% dari sebelumnya hanya 60%. Upaya tersebut
dilakukan sebagai respons terhadap pemulihan ekonomi yang lebih cepat dan mengantisipasi
kenaikan permintaan di dalam negeri. Titik terendah permintaan baja di dalam negeri telah
dilewati pada triwulan I-2009. Selain itu, memasuki semester II-2009 industri sepatu akan
37
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
meningkatkan aktivitasnya. Hal itu disebabkan oleh peningkatan order sepatu ke Indonesia,
terkait dengan pengalihan order dari China, Taiwan dan Korea Selatan. Investasi industri
sepatu di negara-negara tersebut kini tidak kompetitf lagi dibandingkan dengan Indonesia,
karena ongkos produksi meningkat cukup tajam.
Memasuki tahun 2010 kondisi perekonomian baik global maupun domestik diprakirakan
lebih baik dari 2009. Demikian pula sektor industri, didukung oleh membaiknya ekspor dan
konsumsi rumah tangga. Sektor industri diprakirakan tumbuh sebesar 3,1-3,5% pada 2010.
Pertumbuhan tersebut didukung antara lain oleh perkembangan industri berbasis crude
palm oil (CPO), yang dalam 5 tahun ke depan akan mendapat prioritas dari Pemerintah
untuk dikembangkan. Selama ini Indonesia baru memproduksi sekitar 24 produk industri
turunan CPO. Dengan pengembangan ini maka nilai tambah yang disumbangkan oleh
industri berbasis CPO akan meningkat. Industri turunan (hilir) CPO yang diprioritaskan untuk
dikembangkan antara lain asam lemak, asam stearat, margarine, gliserin, fatty alcohol, metil
ester, dan srufaktan. Potensi pengembangan ini sangat besar mengingat Indonesia penghasil
CPO utama di dunia.
Di bidang industri berat, Indonesia mulai mengembangkan industri kabel maritim. Pabrik
pembuat kebel maritim ini mulai beroperasi pada November 2009. Kebaradaan industri
ini akan sangat mendukung penerapan asas cabotage dalam angkutan barang domestik.
Dengan diberlakukannya asas cabotage permintaan pengadaan kapal angkutan domestik
akan meningkat untuk menggantikan kapal-kapal berbendera asing yang selama ini melayani
jasa angkutan barang domestik.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang paling terpuruk pada tahun
2009. Pertumbuhan sektor ini diprakirakan hanya mencapai 0,7-1,1%, jauh lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang mencapai 7,2%. Memburuknya kinerja
sektor perdagangan, hotel dan restoran sangat erat kaitannya dengan memburuknya impor
dan menurunnya kegiatan di sektor industri. Pelemahan kinerja sektor ini terutama terjadi
pada subsektor perdagangan besar dan eceran. Namun demikian, pemulihan kondisi ekonomi
yang lebih cepat dari prakiraan telah membawa kondisi yang kondusif bagi perkembangan
sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal itu tercermin dari pasar otomotif dan elektronik,
yang menunjukkan peningkatan dari bulan ke bulan. Para agen tunggal pemegan merek
(ATPM) mulai menaikan target penjualan 2009 di semester II ini. Hal ini menguatkan
ekspektasi positif perkembangan subsektor perdagangan. Prospek sektor perdagangan
ke depan yang masih cukup baik juga tercermin dari masih bertumbuhnya waralaba lokal.
Hingga tahun 2009, waralaba lokal di Indonesia sudah mencapai 750 merek.
Seiring dengan semakin menguatnya pemulihan kondisi ekonomi global dan domestik di
tahun 2010, perbaikan kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran juga semakin nyata.
Sektor ini diprakirakan akan tumbuh sebesar 3,0-3,4% di tahun 2010. Perbaikan kinerja
sektor ini didukung terutama oleh perbaikan daya beli masyarakat yang tercermin dari
konsumsi rumah tangga yang meningkat, dan geliat di sektor industri.
Sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor ekonomi yang mampu tumbuh
relatif tinggi beberapa tahun terakhir, termasuk di saat krisis ekonomi global melanda.
38
Perekonomian Indonesia ke Depan
Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2009 diprakirakan sebesar
16,1-17,7%. Subsektor komunikasi memberikan sumbangan yang cukup signifikan pada
kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi. Investasi dalam rangka pengembangan
teknologi komunikasi, terutama bertujuan untuk meningkatkan layanan komunikasi, terus
menerus dilakukan.
Jaringan komunikasi saat ini telah menjangkau 90% populasi penduduk. Dengan berbagai
pengembangan teknologi komunikasi, layanan yang diberikan kian murah. Dengan
infrastruktur yang relatif memadai tersebut, pemanfaatan jasa layanan komunikasi oleh
masyarakat berpotensi kian meningkat. Layanan yang lebih murah tidak hanya terjadi di
dunia seluler, tetapi merambah juga di dunia internet. Pengembangan Broadband Wireless
Access (BWA) mendukung layanan tersebut.
Sementara itu, subsektor pengangkutan ke depan berprospek cerah. Aktivitas bongkar
muat barang dipelabuhan akan meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan di sektor
industri dan perdagangan. Selain itu, penerapan asas cabotage, akan mendorong kegiatan
angkutan kapal domestik, terutama untuk mengangkut hasil-hasil tambang. Perusahaan
pelayaran nasional telah siap untuk mengambil alih peran antara lain kapal minyak asing
jenis floating storage & offloading (FSO), serta floating production storage & offloading
(FPSO). Hal yang dibutuhkan oleh perusahan pelayaran nasional untuk mengambil alih peran
ini adalah kontrak kerjasama yang bersifat jangka panjang. Apabila kontrak yang dikenakan
bersifat jangka panjang, maka pendanaan dari bank terkait investasi pengadaan kapal lebih
mudah diperoleh.
Pada tahun 2010 pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan tetap
tinggi, sebesar 14,7%-15,7%. Pertumbuhan yang relatif tinggi di sektor ini disebabkan
karena pengembangan inovasi produk komunikasi serta investasi pada teknologi peningkatan
layanan komunikasi masih terus dilakukan. Sementara itu, seiring dengan perkembangan
ekonomi yang kian membaik di tahun 2010, aktivitas ekonomi juga akan meningkat lebih
tinggi. Baik arus barang maupun kegiatan perjalanan dalam rangka bisnis akan meningkat.
Dengan dicabutnya larangan terbang ke Eropa, kinerja penerbangan nasional akan membaik
sehingga akan mendukung pertumbuhan sektor pengangkutan.
Pertumbuhan sektor bangunan 2009 diprakirakan sebesar 6,1-6,6%. Daya beli masyarakat
yang mulai meningkat, seiring dengan meningkatnya optimisme perbaikan kondisi ekonomi
ke depan, serta menurunnya suku bunga kredit, diprakirakan akan mendorong bisnis properti.
Kondisi ini diantisipasi oleh produsen semen dengan meningkatkan kapasitas produksinya
memasuki semester II-2009. Sektor properti merupakan konsumen utama produksi semen,
berkontribusi hingga 70% dalam menyerap pasokan semen, sementara infrastruktur
berkontribusi sekitar 10%. Selain meningkatkan kapasitas produksi, pembangunan pabrik
juga dilakukan untuk merespons kebutuhan semen di tahun-tahun mendatang.
Selain sektor properti, beberapa proyek infrastruktur siap dilakukan karena sudah mendapat
kepastian pendanaannya. Proyek pembangunan jalan tol Jakarta Outer Ring Road West 2
(JORR W2) dengan rute Ulujami-Kebon Jeruk sepanjang 7 km akan mendapat pendanaan
dari Badan Layanan Umum (BLU) senilai Rp800 miliar. Dengan adanya kepastian dana
39
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
tersebut, pembebasan lahan untuk tol tersebut segera dapat dilakukan dan pembangunan
konstruksi akan segera dilaksanakan, sehingga target operasi pada Januari 2010 diharapkan
dapat tercapai.
Proyek infrastruktur lain yang segera akan dilaksanakan yaitu proyek pembangkit listrik
tenaga uap (PLTGU) Muara Tawas Add-On, dengan kapasitas 1.200 MW. Proyek tersebut
bernilai USD1 miliar, atau sekitar Rp10 triliun. Proyek tersebut masuk dalam program
percepatan megaproyek kelistrikan 10 ribu MW tahap kedua. Japan Bank for International
Cooperation (JBIC) sudah menyatakan minatnya untuk mendanai proyek ini. Proyek
kelistrikan lain yang sudah mendapat pendanaan yaitu pembangkit listrik tenaga uap (PLTA)
Upper Cisokan dengankapasitas 1.000 MW di Kabupaten Bandung Barat. Proyek PLTA
tersebut mendapat pendanaan dari Bank Dunia.
Sektor bangunan pada tahun 2010 diprakirakan akan tumbuh lebih tinggi lagi, mencapai
6,9-7,4%. Aktivitas pembangunan di tahun 2010 akan diwarnai oleh pembangunan
pengembangan fasilitas pelabuhan di pulau Sumatera hingga 5 tahun ke depan.
Pengembangan pelabuhan itu terkait dengan perjanjian kerjasama Pemerintah (PT. Pelindo)
dengan 11 mitra strategis yang ditandatangani 20 Agustus 2008. Kerjasama tersebut
meliputi bidang pengoperasian dermaga dan pelabuhan, logistik dan jasa terminal handling,
pelayanan pemanduan dan penundaan, handling peti kemas, penanganan minyak sawit
mentah (CPO), serta penyiapan infrastruktur. Investasi yang dibutuhkan sebesar 500 juta
dolar AS dan akan digunakan utuk mengembangkan pelabuhan Belawan, pelabuhan Batam,
pelabuhan Dumai, pelabuhan Perawang dan Malahayati. Sumber pendanaan antara lain
dari Islamic Development Bank (IDB) dan JBIC. Selain pembangunan pelabuhan, proyek
infrastruktur lain yang akan dilaksanakan di tahun 2010 antara lain penyelesaian beberapa
proyek percepatan kelistrikan 10 ribu MW tahap I, dan dimulainya mega proyek kelistrikan
10 MW tahap II, serta proyek-proyek jalan tol.
Kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa pada 2009 diprakirakan tumbuh sebesar 5,45,8%, melambat dibandingkan dengan tahun 2008. Kegiatan ekonomi yang lebih rendah
diprakirakan menurunkan permintaan akan jasa intermediasi sektor keuangan. Di sisi lain,
penurunan BI Rate sebesar 275 basis poin sejak Januari hingga September 2009 masih
direspons terbatas oleh perbankan. Dengan munculnya tanda-tanda pemulihan ekonomi
global dan domestik yang kian menguat, respons perbankan terhadap perkembangan BI Rate
ke depan diprakirakan akan semakin membaik. Dengan demikian, dukungan pendanaan
bagi kegiatan ekonomi akan tersedia dengan lebih mudah dan murah.
Meskipun demikian, sektor keuangan, persewaan dan jasa masih mampu tumbuh relatif
tinggi di atas 5%. Pendorong utama tumbuhnya sektor ini dihasilkan oleh subsektor jasa
perusahaan, dalam hal ini jasa terkait dengan jasa periklanan. Kegiatan Pemilu tahun 2009
diprakirakan menjadi mesin pendorong tumbuhnya subsektor jasa periklanan. Belanja iklan
tahun 2009 diprakirakan meningkat signifikan dibandingkan belanja iklan tahun 2008
dengan adanya kegiatan Pemilu.
Kegiatan ekonomi yang semakin meningkat di tahun 2010 akan meningkatkan pula aktivitas
disektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pertumbuhan sektor keuangan,
40
Perekonomian Indonesia ke Depan
persewaan dan jasa perusahaan tahun 2010 diprakirakan sebesar 6,3-6,7%. Dengan prospek
perekonomian yang lebih baik, risiko bisnis akan menurun. Hal itu akan meningkatkan
keyakinan bank dalam membiayai kegiatan ekonomi. Selain itu, prospek penjualan otomotif
di tahun 2010 diprakirakan kian membaik, seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat.
Kondisi ini akan mendorong kegiatan lembaga pembiayaan untuk memfasilitasi pembelian
otomotif masyarakat. Hingga saat ini transaksi pembelian otomotif masyarakat sebagian
besar dilakukan dengan cara kredit.
Di sisi lain, kegiatan subsektor jasa perusahaan akan semakin berkembang. Dihadapkan
dengan persaingan yang semakin ketat dalam dunia usaha, kegiatan riset, promosi produk,
dan penyelenggaraan pameran akan semakin mewarnai dunia bisnis. Dengan demikian
industri-industri yang bergerak di bidang tersebut akan kian berkembang dan sumbangannya
pada kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan akan semakin besar dan besar
kemungkinannya untuk berperan dominan di sektor ini.
PRAKIRAAN INFLASI
Di sisi prospek inflasi, tren penurunan inflasi di 2009 diprakirakan masih berlanjut, namun
memiliki potensi untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Selama tahun
2009, inflasi IHK diprakirakan akan mencapai kisaran sasaran inflasi 4,5±1% (Grafik 4.2).
Menurunnya tekanan inflasi pada tahun 2009 terutama dipicu oleh rendahnya inflasi
administered price sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk menurunkan bahan bakar
minyak (BBM) pada awal tahun. Selain itu, menurunnya inflasi juga berasal dari cenderung
menurunnya inflasi inti seiring dengan kecenderungan penurunan inflasi mitra dagang, dan
membaiknya ekspektasi inflasi. Dari sisi volatile food, tekanan inflasi diprakirakan minimal
karena dukungan kecukupan pasokan, kelancaran distribusi, serta harga komoditas pangan
internasional yang masih relatif rendah. Ke depan, tekanan inflasi sepanjang sisa tahun 2009
diperkirakan berasal dari peningkatan permintaan terkait puasa Ramadhan, Idhul Fitri, Hari
Raya Natal, dan perbaikan ekonomi domestik
Untuk 2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola normalnya dalam kisaran 5±1%. Dari
sisi fundamental, tekanan inflasi inti tahun 2010 secara umum diprakirakan akan cenderung
meningkat. Meningkatnya tekanan inflasi sejalan dengan peningkatan inflasi mitra dagang
dan pertumbuhan ekonomi global. Selain itu, peningkatan harga impor diperkirakan juga
akan berasal dari meningkatnya freight cost sejalan dengan perkiraan meningkatnya harga
minyak di tahun 2010.
Dari sisi domestik, membaiknya pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 diperkirakan juga akan
memberikan kontribusi pada inflasi 2010, sebagaimana diindikasikan oleh total kapasitas
utilisasi yang terlihat sedikit meningkat. Di sisi lain, ekspektasi inflasi cenderung membaik,
terlihat dari hasil berbagai survei yang menunjukkan menurunnya ekspektasi inflasi di tahun
2010. Membaiknya ekspektasi inflasi ini ditengarai terkait dengan rendahnya realisasi inflasi
di tahun 2009, stabilitas nilai tukar, dan tidak adanya kebijakan strategis dari pemerintah.
Dari sisi non fundamental, kenaikan tekanan inflasi diprakirakan bersumber dari kenaikan
beberapa administered prices yang bersifat non-strategis. Sementara itu, inflasi volatile
41
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
food diprakirakan cukup rendah sejalan dengan pasokan dan distribusi bahan pangan dan
energi yang cukup terjaga. Sementara itu, El Nino diperkirakan hanya akan berdampak
relatif minimal terhadap harga bahan pangan domestik. Walaupun
�
�
�
�
�
seperti jagung, gandum, kedelai, dan CPO, menunjukkan belum adanya
�
�
ancaman melonjaknya harga komoditas pangan.
�
�
Beberapa faktor risiko yang perlu dicermati terkait dengan proyeksi
�
�
inflasi antara lain adalah kemungkinan penyesuaian terhadap strategic
�
administered price, seperti LPG dan Tarif Dasar Listrik. Selain itu,
�
��� ��
����
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
���
����
Grafik 4.2
Fan Chart Inflasi
42
berdasarkan berbagai informasi anekdotal El Nino diperkirakan akan
�
��
�
��
���
����
��
memberikan tekanan terhadap meningkatnya harga komoditas pangan
internasional, pantauan harga forward beberapa komoditas pangan
besarnya dampak El Nino terhadap produksi bahan makan domestik
dan harga pangan internasional masih mengandung ketidakpastian,
walaupun Bank Indonesia memperkirakan dampaknya relatif
terbatas.
Respon Kebijakan Moneter Triwulan III-2009
5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan III-2009
Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate sebesar 6,50% masih konsisten dengan
pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5% ± 1% dan dengan melihat respon
perbankan secara gradual terus membaik dan kondusif bagi proses pemulihan ekonomi
domestik, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2009 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%.
Tekanan inflasi pada bulan September tercatat sebesar 1,05% (mtm), meningkat signifikan
dibandingkan dengan bulan lalu yang sebesar 0,56% (mtm). Peningkatan tersebut didorong
terutama oleh pola musiman hari raya Idhul Fitri. Dengan demikian, inflasi tahunan meningkat
dibandingkan dengan Agustus 2009 menjadi 2,83% (yoy). Sampai dengan sisa akhir tahun
2009 tekanan inflasi diperkirakan dalam kecenderungan meningkat, namun masih lebih
rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Faktor administered prices diperkirakan
menjadi pendorong kenaikan inflasi, terutama terkait dengan kenaikan tarif jalan tol dan
harga rokok.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang didukung oleh membaiknya kinerja perbankan.
Likuiditas perbankan secara agregat juga masih mencukupi untuk kegiatan perbankan
dalam pembiayaan perekonomian. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan kredit
masih terus berlanjut. Kondisi tersebut terutama terkait dengan masih lemahnya sektor riil
(sisi permintaan kredit) dan perilaku bank yang lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit
(sisi pasokan kredit).
Bank Indonesia akan senantiasa mengarahkan kebijakan moneter yang kondusif bagi
berkembangnya sektor riil dengan tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi
jangka menengah panjang. Di bidang perbankan, Bank Indonesia akan terus mendorong
intermediasi perbankan serta memperkuat daya tahan perbankan di tengah gejolak ekonomi
global. Bank Indonesia juga akan selalu berkoordinasi dengan Pemerintah dalam mencermati
perkembangan ekonomi global, regional, dan domestik, serta mengambil langkah-langkah
yang diperlukan.
43
Tabel
Statistik
Laporan Kebijakan
Moneter - Triwulan III-2009
Tabel 1
Suku Bunga Pasar Uang, Deposito Berjangka, dan Kredit
(Persen per Tahun)
Periode
Suku Bunga
Pasar Uang
Antarbank*
2004
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2005
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2006
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2007
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2008
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2009
Trw. I
Trw. II
Trw. III
* Posisi Juli 2009
44
Tingkat
Diskonto
SBI*
Suku Bunga Deposito Berjangka
1
bulan
3
bulan
6
bulan
12
bulan
Suku Bunga Kredit**
24
bulan
4,24
7,34
6,23
6,31
6,36
7,68
9,31
4,13
7,39
6,31
6,61
6,89
7,27
8,94
3,76
7,43
6,43
6,71
7,12
7,07
8,12
5,95
7,44
6,50
6,93
7,35
8,04
9,42
6,95
8,25
6,98
7,19
7,11
7,11
8,05
6,92
10,00
9,16
8,51
8,01
8,65
8,82
9,44
12,75
11,98
11,75
10,17
10,95
12,39
10,28
12,73
11,61
12,19
12,10
12,02
12,64
10,23
12,50
11,34
11,70
12,09
12,28
12,61
8,90
11,25
10,47
11,05
11,52
12,36
12,47
5,97
9,75
8,96
9,71
10,70
11,63
11,84
7,52
9,00
8,13
8,52
9,29
10,17
11,73
5,58
8,75
7,46
7,87
8,40
9,54
11,73
6,83
8,25
7,13
7,44
7,80
8,91
11,24
4,33
8,00
7,19
7,42
7,65
8,24
10,83
8,01
7,96
6,88
7,26
7,57
7,79
10,06
8,43
8,73
7,19
7,49
7,79
7,78
9,91
9,37
9,71
9,26
9,45
9,14
9,34
9,83
9,40
10,83
10,75
11,16
10,34
10,43
8,62
8,04
8,21
9,42
10,65
10,45
11,31
8,33
6,96
6,95
8,52
9,25
9,75
11,37
9,03
6,68
6,71
-
-
-
-
-
Modal
Kerja
Investasi
14,10
13,80
13,41
14,64
14,33
14,05
13,31
13,36
14,51
16,23
13,78
13,65
14,47
15,66
16,35
16,15
15,82
15,07
15,90
15,94
15,66
15,10
14,49
13,88
13,31
13,00
14,53
13,99
13,45
13,01
12,88
12,99
13,93
15,22
12,59
12,51
13,32
14,40
14,99
14,52
-
14,05
13,78
-
Tabel Statistik
Tabel 2
Perkembangan Transaksi di Pasar Uang
(Miliar Rupiah)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2)
Periode
Transaksi
antarbank1)
Penerbitan
Pelunasan
Posisi
2004
Trw. II
87.082
283.275
304.891
Trw. III
165.064
252.542
339.339
118.776
31.979
Trw. IV
204.336
293.933
252.929
103.825
2005
Trw. I
216.381
369.495
415.784
57.536
Trw. II
237.571
362.770
315.996
101.058
Trw. III
250.610
230.026
289.657
41.427
Trw. IV
264.348
183.663
150.534
74.632
2006
Trw. I
310.175
415.638
356.471
133.799
Trw. II
280.836
517.853
483.967
167.685
Trw. III
286.958
599.495
586.715
180.464
Trw. IV
329.312
665.673
636.381
209.756
2007
Trw. I
495.786
774.866
740.951
243.671
Trw. II
362.339
846.655
832.325
258.002
Trw. III
413.527
895.562
887.411
266.152
Trw.IV
313.544
777.247
795.475
247.926
2008
Trw. I
368.429
858.289
906.767
212.463
Trw. II
246.462
489.529
543.655
165.145
Trw. III
326.315
389.138
437.313
116.969
Trw. IV
326.310
404.071
340.913
180.128
2009
Trw. I
265.674
450.275
397.703
232.699
Trw. II*
123.429
141.864
141.112
233.453
* Posisi April 2009
1)Transaksi pagi hari
2)Hanya mencakup transaksi antar Bank Indonesia dengan perbankan. Sejak Maret 1994 termasuk SBPU Repo.
45
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
Tabel 3
Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1)
(Miliar Rupiah)
2006
III
1 Bank Pemerintah
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
2 Bank Umum Swasta Nasional
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
3 Bank Pemerintah Daerah
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
4 Bank Asing & Campuran
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
5 Bank Perkreditan Rakyat
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
6 Sub jumlah (1 s.d. 4)
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
IV
2007
I
II
2008
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III*
264.735 282.784 282.633 301.186 314.427 348.973 350.232 394.065 432.850 461.877 466.605 476.280 498.516
23.012 25.816 24.222 26.805 28.433 30.281 30.711 32.381 35.153 37.409 38.367 41.901 42.049
3.485
4.771
7.414
9.006
6.556 10.647 13.371 14.922 14.778 13.807 13.363 12.893 12.213
64.265 71.165 71.600 69.959 69.450 72.810 72.706 81.038 88.181 96.838 98.660 96.970 96.786
61.031 61.431 63.561 68.172 75.722 85.601 79.209 92.719 98.865 102.017 103.408 107.064 113.456
39.269 43.481 39.477 44.868 47.465 55.587 55.271 64.182 77.295 87.505 83.540 86.885 90.453
73.673 76.120 76.359 82.376 86.801 94.047 98.964 108.823 118.578 124.301 129.267 130.567 143.469
313.651 334.943 335.998 367.168 394.451 432.595 451.967 500.718 534.599 552.617 530.642 530.642 531.585
10.316 11.430 11.312 12.053 12.467 15.533 15.571 18.298 18.169 19.150 18.722 18.722 19.389
3.775
6.460
5.409
7.321
7.076 10.678
9.621 10.137 10.850 11.137
8.979
8.979
9.379
58.125 61.525 59.826 63.319 68.670 73.840 77.952 84.610 90.896 97.042 93.414 93.414 84.001
78.679 85.628 86.783 95.549 100.883 108.726 111.756 123.057 125.908 130.687 120.114 120.114 121.361
74.729 78.963 80.252 90.497 98.503 110.144 115.400 131.115 143.486 148.332 144.072 144.072 147.475
88.027 90.937 92.416 98.429 106.852 113.674 121.667 133.501 145.290 146.269 145.341 145.341 149.980
55.009 55.959 58.851 65.123 70.937 71.921 75.065 85.339 93.991 96.440 100.817 104.021 113.708
1.922
2.030
2.090
2.130
2.248
2.274
2.379
2.710
3.067
3.182
3.143
3.147
3.281
54
58
58
58
55
43
53
182
187
270
312
364
475
476
457
487
520
543
631
710
770
787
814
829
913
964
8.312
8.239
8.386
8.762
9.295
9.617 10.191 11.504 12.042 12.055 12.638 13.020 14.202
7.531
6.915
6.776
7.747
9.850
8.879
8.615 10.831 13.456 13.356 13.153 14.380 16.859
36.714 38.260 41.054 45.906 48.946 50.477 53.117 59.342 64.452 66.763 70.742 72.197 77.927
107.692 113.450 117.232 121.509 127.445 141.622 151.908 161.998 178.061 189.245 184.654 173.853 170.325
4.727
5.727
5.395
5.460
5.933
7.817
7.449
6.425
6.505
6.419
7.020
6.601
6.754
2.369
2.607
2.287
2.540
2.629
3.972
4.591
3.910
4.478
5.327
6.081
5.581
5.950
49.682 49.285 50.219 51.029 51.259 56.527 60.265 65.896 68.739 74.458 71.358 65.486 61.051
6.663
7.098
7.691
9.035 10.379 11.726 11.383 13.022 14.256 13.246 15.113 14.295 13.331
24.726 28.279 30.709 31.540 34.679 37.831 43.878 46.763 56.523 60.766 57.418 53.655 54.808
19.525 20.454 20.931 21.905 22.566 23.749 24.342 25.982 27.560 29.029 27.664 28.235 28.431
107.692 113.450 117.232 121.509 20.334 20.469 21.592 23.856 25.706 25.413 25.333 26.382 26.736
4.727
5.727
5.395
5.460
1.294
1.339
1.498
1.672
1.769
1.733
1.774
1.915
1.951
2.369
2.607
2.287
2.540
0
0
0
0
0
0
0
0
0
49.682 49.285 50.219 51.029
324
333
367
391
436
426
433
456
473
6.663
7.098
7.691
9.035
7.831
7.664
7.973
8.866
9.516
9.307
8.998
9.368
9.489
24.726 28.279 30.709 31.540
2.084
2.093
2.185
2.433
2.684
2.672
2.705
2.861
2.874
19.525 20.454 20.931 21.905
8.801
9.040
9.569 10.494 11.301 11.275 11.423 11.782 11.949
741.087 787.136 794.714 854.986 913.158 1.004.178 1.038.912 1.148.891 1.249.970 1.313.873 1.308.051 1.331.091 1.340.870
39.977 45.003 43.019 46.448 49.654 57.203 57.562 61.413 64.623 67.828 69.026 73.267 73.424
9.683 13.896 15.168 18.925 16.310 25.336 27.634 29.151 30.293 30.541 28.735 26.720 28.017
172.548 182.432 182.132 184.827 190.242 204.141 212.000 232.705 249.039 269.578 264.694 247.132 243.275
154.685 162.396 166.421 181.518 192.985 214.804 211.719 235.898 249.762 259.953 260.271 272.058 271.839
146.255 157.638 157.214 174.652 188.838 210.561 221.123 249.700 286.740 306.141 300.888 306.972 312.559
217.939 225.771 230.760 248.616 275.129 292.133 308.874 340.024 369.513 379.832 384.437 404.942 411.756
* Posisi Juli 2009
1) Tidak termasuk pemerintah pusat, bukan penduduk, nilai lawan valas, RDI dan kredit kelolaan
46
2009
Tabel Statistik
Tabel 4
Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar
M2
M1
Akhir
Periode
Jumlah 1)
Jumlah2)
Uang
Kartal
Uang
Giral
Uang
Kuasi
Aktiva
Luar
Negeri
Bersih
Tagihan
Tagihan
Pada
Tagihan
Pada
Lembaga Perusahaan
Bersih
Pemerintah Pemerintah Swasta dan
BUMN
Pusat3)
Perorangan
Lainnya
Bersih
2004
Trw. I
935.247 219.086 86.881 132.205 716.161 275.819 443.440 22.803 454.663 -261.518
Trw. II
975.166 233.726 97.574 136.152 741.440 280.070 468.907 27.806 522.161 -323.778
Trw. III
986.806 240.911 99.505 141.406 745.895 258.684 476.451 25.261 551.562 -325.152
Trw. IV
1.033.528 253.818 109.265 144.553 779.710 263.647 498.019 26.919 588.885 -343.940
2005
Trw. I
1.020.693 250.492 98.584 151.908 770.201 268.482 456.274 28.257 612.463 -344.783
Trw. II
1.073.746 267.635 106.125 161.510 806.111 256.058 468.004 28.237 659.129 -337.682
Trw. III
1.150.451 273.954 114.998 158.956 876.497 280.369 488.483 29.805 708.018 -356.224
Trw. IV
1.203.215 281.905 124.316 157.589 921.310 313.082 498.901 28.059 710.783 -347.610
2006
Trw. I
1.195.067 277.293 112.625 164.668 917.774 347.970 470.048 25.557 705.321 -353.829
Trw. II
1.253.757 313.153 123.761 189.392 940.604 345.457 481.654 29.746 729.609 -332.709
Trw. III
1.291.396 333.905 129.969 203.936 957.491 401.065 481.641 31.858 758.261 -381.429
Trw. IV
1.382.074 361.073 151.009 210.064 1.021.001 413.265 506.488 38.946 798.125 -374.750
2007
Trw. I
1.375.947 341.833 129.618 212.215 1.034.114 457.382 447.655 35.032 810.996 -375.118
Trw. II
1.451.974 381.376 146.715 234.661 1.070.598 496.522 430.956 44.185 865.144 -384.833
Trw. III
1.512.756 411.281 160.327 250.954 1.101.475 519.360 439.649 45.496 916.657 -408.406
Trw. IV
1.643.203 460.842 183.419 277.423 1.182.361 524.703 497.478 56.152 984.844 -419.974
2008
Trw. I
1.586.795 419.746 164.995 254.751 1.167.049 549.049 375.976 49.644 1.025.856 -413.730
Trw. II
1.699.480 466.708 189.453 277.255 1.232.772 562.636 359.645 57.304 1.131.796 -411.901
Trw. III
1.768.250 491.729 223.166 268.563 1.276.521 525.702 348.387 64.488 1.222.193 -392.520
Trw. IV
1.883.851 466.379 209.378 257.001 1.417.472 602.347 379.217 66.571 1.282.257 -446.541
2009
Trw. I
1.909.681 458.581 186.538 272.043 1.451.100 703.621 348.466 67.164 1.283.406 -492.976
Trw.II
1.967.776 493.384 203.838 289.546 1.474.392 655.130 348.466 71.044 1.320.131 -453.873
Trw.III*
1.961.634 483.170 200.906 282.264 1.478.464 639.858 375.944 1.334.731 -465.944
* Posisi Juli 2009
1) M1 ditambah uang kuasi
2) Uang Kartal ditambah uang giral
3) Termasuk rekening khusus pemerintah
47
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
Tabel 5
Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
2006 2007
III
I. Uang Primer
IV
I
II
III
IV
2008
I
II
III
IV
257.843 297.080 272.239 289.727 310.265 379.582 325.044 349.649 392.136
0
0
264.391 226.672 244.634 242.408
- Uang kartal di masyarakat
129.969 151.009 129.618 146.715 160.327 183.419 164.995 189.453 223.166
209.378 186.538 211.864 199.515
- Kas bank umum
23.600
0
0
0
0
40.134
32.770
42.894
c. Saldo Giro Positif Bank
104.061 118.417 116.558 115.524 120.740 158.452 125.705 124.811 121.302
79.648
77.404
77.744
79.831
d.Giro Sektor Swasta
650
642
616
611
183
315
304
345
399
34.889
0
55.013
91
33.945
0
47.077
213
37.366
0
344.688 304.718 322.994 322.850
153.569 178.572 155.498 173.888 189.221 220.785 198.940 224.342 270.243
28.894
0
III*
b. Uang yang diedarkan
27.173
0
II
25.880
0
I
a. Statutory Reserve Shortfall
27.563
0
2009
496
591
II. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Uang Primer
a. Net International Reserve 1)
255.182 274.694 305.744 330.295 337.523 356.883 351.874 351.561 355.967
b. Net Domestic Assets
2.661
22.386
-33.505
-40.569
-27.258
22.699 -26.830
-1.912
36.169
338.692 354.727 356.930 355.049
5.996 -50.009
-32.199
- Tagihan Bersih pada Pemerintah
219.538 265.919 200.460 187.081 184.961 249.069 128.907 117.614 123.797
172.012 105.571 136.202 137.709
- Bantuan Likuiditas
18.226
18.196
18.186
18.136
18.136
8.847
8.838
8.800
8.800
8.711
8.715
8.715
8.715
- Kredit Likuiditas
11.035
10.832
10.598
10.366
10.206
9.994
9.751
9.353
9.227
9.009
8.783
8.622
8.530
- Tagihan Lainnya
5.494
5.352
5.366
5.389
5.357
3.074
3.089
3.295
3.155
3.815
2.545
2.473
2.460
- Operasi Pasar Terbuka
-189.131 -242.001 -247.525 -264.280 -254.096 -281.164 -219.099 -191.525 -152.563 -233.866 -257.701 -267.412 -264.395
- SBI (net) 2)
-180.382 -208.763 -239.977 -257.998 -265.034 -247.688 -212.463 -165.145 -116.967 -179.879 -232.700 -232.731 -236.025
- FASBI
-16.829
-41.568
-19.298
-21.615
-4.750
-48.933
-5.737
-4.989
-1.403
-4.223 -15.288
-28.277
-33.089
- Lain-Lain 3)
8.080
8.330
11.750
15.333
15.688
15.457
14.356
14.172
15.929
19.569
15.599
22.580
17.541
- Net Other Items
-62.501
-35.912
-20.590
2.739
8.178
32.879
41.684
50.551
43.752
46.316
82.078
77.465
74.783
* Posisi per Juli 2009
1)sebelum Juni 1997 menggunakan NFA, setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000,- per US $
sejak Juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000,- per US $
sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500,- per US $
sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000,- per US $
sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int’l Reserve and Foreign Currency Liquidity) 2)sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah
3)termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)
48
-33.935
Tabel Statistik
Tabel 6
Neraca Pembayaran Indonesia 1)
(Juta $)
III
I. Transaksi Berjalan
A.Barang bersih (Neraca Perdagangan)
1. Ekspor f.o.b
2. Impor f.o.b
B. Jasa-jasa (bersih)
C.Pendapatan (bersih)
D.Transfer Berjalan
II. Transaksi Modal dan Finansial
A.Transaksi Modal
B. Transaksi Finansial
1. Investasi Langsung
a. Ke Luar Negeri (bersih)
b. Di Indonesia/FDI (bersih)
2. Investasi Portfolio
a. Aset (bersih)
b. Kewajiban (bersih)
3. Investasi Lainnya
a. Aset (bersih)
b. Kewajiban (bersih) 2)
III.Jumlah (I + II)
IV.Selisih Perhitungan
V.Neraca Keseluruhan (III + IV)
VI.Lalu Lintas Moneter 3)
a. Perubahan Cadangan Devisa
b. IMF:
Penarikan
Pembayaran
Memorandum:
Posisi Cadangan Devisa 4)
Transaksi Berjalan (% PDB) Rasio Pembayaran Utang (%) 5)
a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan Otoritas Moneter 6)
2006
IV
Total
I
2007
II
III
IV
Total
I
2008*
II
III
IV
2008*
Total
I
II
3.795
2.157 10.859
2.640
2.271
2.151
3.430 10.493
#REF!
#REF!
#REF!
#REF!
#REF!
2.885
3.104
8.596
7.386 29.660
7.712
8.107
7.487
9.448 32.754
7.536
5.443
5.771
4.166 22.916
6.969
8.705
27.604 27.178 103.528 26.626 29.202
30.009 32.177 118.014 34.412 37.345 38.081
29.768 139.606 24.205 27.509
-19.008 -19.792 -73.868 -18.914 -21.095 -22.521 -22.729 -85.260 -26.876 -31.902 -32.309 -25.603 -116.690 -17.236 -18.805
-2.402
-2.829
-9.874
-3.163
-2.991
-2.764
-2.922 -11.841
-2.972
-3.290
-3.195
-3.288 -12.745
-2.535
-3.097
-3.720
-3.539 -13.790
-3.163
-4.023
-3.811
-4.527 -15.525
-3.120
-4.469
-4.803
-2.879 -15.271
-2.672
-3.714
1.321
1.139
4.863
1.254
1.178
1.240
1.432
5.104
1.373
1.359
1.336
1.317
5.385
1.122
1.210
-1.039
1.303
3.025
1.836
2.029
-935
660
3.591
-1.430
2.512
904
-3.340
-1.354
1.750
-2.414
97
132
350
43
127
255
122
546
17
62
187
29
294
19
29
-1.136
1.170
2.675
1.793
1.902
-1.190
539
3.045
-1.447
2.450
717
-3.368
-1.648
1.731
-2.443
-273
1.232
2.211
-246
1.426
764
309
2.253
-271
604
404
2.061
2.799
1.660
9
-1.328
-204
-2.703
-1.282
392
-1.427
-2.358
-4.675
-1.730
-1.436
-1.517
-1.217
-5.900
-821
-1.029
1.055
1.435
4.914
1.037
1.034
2.191
2.667
6.928
1.460
2.040
1.921
3.278
8.698
2.481
1.037
207
1.312
4.174
2.491
3.810
465
-1.200
5.566
1.984
4.188
-74
-4.377
1.721
1.859
2.003
-332
-762
-1.933
-497
-1.897
-1.257
-764
-4.415
-823
60
-65
-467
-1.294
133
406
539
2.074
6.107
2.988
5.707
1.722
-437
9.981
2.807
4.128
-9
-3.910
3.015
1.726
1.597
-1.209
-1.382
-3.791
-452
-3.334
-2.419
1.430
-4.775
-3.160
-2.342
387
-1.052
-6.167
-1.788
-4.455
-235
-1.707
-1.588
-105
-2.283
-2.360
262
-4.486
-2.672
-1.974
-1.610
-3.720
-9.977
-811
-2.692
-974
325
-2.204
-348
-1.051
-59
1.168
-289
-489
-367
1.998
2.668
3.810
-976
-1.763
2.756
3.459 13.885
4.476
4.300
1.217
4.091 14.083
1.387
1.554
14
-4.024
-1.069
4.634
690
-118
-751
625
-97
-663
-37
-571
-1.368
-355
-229
-103
-188
-876
-680
362
2.637
2.708 14.510
4.379
3.637
1.179
3.520 12.715
1.032
1.324
-89
-4.212
-1.945
3.955
1.052
-2.637
-2.708 -14.510
-4.379
-3.637
-1.179
-3.520 -12.715
-1.032
-1.324
89
4.212
1.945
-3.955
-1.052
-2.189
292
-6.902
-4.379
-3.637
-1.179
-3.520 -12.715
-1.032
-1.324
89
4.212
1.945
-3.955
-1.052
-448
-3.001
-7.608
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-448
-3.001
-7.608
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
42.353 42.586
17.5
33.2
7.1
18.6
42.586
2.9
24.8
47.221
2.6
19.8
50.924
2.1
21.4
52.875
1.9
15.2
56.920
3.0
21.2
56.920
2.4
19.4
58.987
2.3
16.2
59.453
-0.7
17.8
57.108
-0.6
15.2
51.639
-0.6
24.2
51.639
0.1
18.1
54.840
2.6
23.3
57.576
2.4
24.8
14.2
5.6
9.4
5.1
9.0
7.3
4.4
7.7
4.7
9.2
6.4
6.0
10.2
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
1) Format baru sejak publikasi Januari 2004
2) Tidak termasuk pinjaman IMF
3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi.
4) Sejak 1988, posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000, posisi cadangan devisa memakai konsep
Internasional Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL).
5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa.
6) Terdiri dari Pemerintah, BUMN di luar bank, dan Bank Indonesia.
49
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
Tabel 7
Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
(Persen)1)
Kelompok/Sub Kelompok
I. Bahan Makanan
A. Padi-padian, umbi-umbian dan
hasil-hasilnya
B. Daging dan hasil-hasilnya
C. Ikan segar
D. Ikan diawetkan
E. Telur, susu dan hasil-hasilnya
F. Sayur-sayuran
G. Kacang-kacangan
H. Buah-buahan
I. Bumbu-bumbuan
J. Lemak dan minyak
K. Bahan makanan lainnya
II. Makanan jadi, Minuman, Rokok
dan Tembakau
A. Makanan jadi
B. Minuman yang tidak beralkohol
C. Tembakau dan minuman beralkohol
2006 20072008
III
IV I
II
III
IV I
II*
III
IV I
1,27
6,05 3,71 -1,21
4,00
4,43
5,91 1,28
4,75 0,60 1,44
2,60
8,63 12,16 -6,50
0,69
3,48
2,59 2,11
0,60 0,91 2,76
5,62 -0,25 -2,93 5,12
9,08 -2,04
4,14 0,29 13,94 -4,64 2,39
3,66
1,46 1,37 -2,71
4,65
2,11
5,84 2,01 12,12 2,94 2,25
2,72
1,64 0,35 0,39
3,06
0,73
7,87 1,84
8,04 4,32 2,24
1,96
2,55 -1,02 4,05 11,46
0,26
6,88 -0,19
8,94 -2,51 -0,34
1,00 11,87 -0,30 -1,04
2,17
7,39
2,42 1,68
3,79 6,60 2,59
1,73
1,72 3,81 2,61
4,49
7,90 28,51 1,84
5,93 0,42 0,18
0,50
4,46 2,21 1,39
2,87
1,79
1,38 0,89
7,30 1,68 0,71
-13,98 24,41 -3,70 -8,06 -0,43 25,17
2,85 -0,07 -10,49 8,28 1,66
1,41
3,65 8,63 12,79
7,09
6,71 15,72 1,47 -1,65 -6,81 -0,81
4,36
3,13 1,32 1,50
0,75 -1,47
2,02 1,00
3,57 1,20 1,62
0,80
2,24 1,89 1,19
1,33
1,85
4,02 1,33
2,62 2,43 2,40
0,96
2,25 1,67 1,00
1,35
2,36
5,50 1,63
2,83 2,35 1,59
0,31
1,95 1,75 0,20
0,46 -0,20
1,47 1,06
2,15 1,50 5,39
0,86
2,59 2,24 2,60
1,85
2,28
1,89 0,73
2,60 3,70 2,42
III. Perumahan
0,78
1,30 1,81 0,75
1,27
0,97
2,79 1,14
3,58 1,00 0,42
A. Biaya tempat tinggal
0,98
1,73 2,12 0,83
1,11
1,58
2,22 1,67
2,16 0,73 1,00
B. Bahan bakar, penerangan dan air
0,34
0,56 1,69 0,15
1,92 -0,45
4,69 -0,12
8,94 1,66 -1,48
C. Perlengkapan rumah tangga
0,67
0,78 1,20 0,52
0,57
1,05
1,45 0,97
1,66 1,10 0,95
D. Penyelenggaraan rumah tangga
0,99
0,99 1,70 1,79
1,61
1,30
2,71 0,86
1,71 1,08 1,00
IV. Sandang
0,57
1,84 0,72 0,39
2,34
4,78
4,30 0,49
0,77 2,58 4,48
A. Sandang laki-laki
0,80
1,81 0,37 0,29
1,29
1,70
0,81 0,27
3,02 0,35 0,38
B. Sandang wanita
0,69
1,41 0,10 0,71
0,94
1,45
0,68 0,46
2,15 0,30 0,44
C. Sandang anak-anak
1,00
1,35 0,50 0,32
1,34
0,86
0,56 0,64
2,13 0,23 0,26
D. Barang pribadi dan sandang lainnya 0,22
2,47 2,09 0,35
5,53 13,60 12,66 0,59 -2,46 7,26 13,49
le
V. Kesehatan
0,70
1,76 1,39 0,71
1,03
1,12
3,00 0,83
1,64 1,10 1,27
A. Jasa kesehatan dan obat-obatan
0,94
3,70 1,92 0,45
0,32
0,44
5,12 0,47
1,07 0,69 1,60
B. Obat-obatan
-0,19
0,18 1,32 0,82
1,08
1,46
1,96 1,31
2,19 1,60 1,14
C. Jasa perawatan jasmani
0,84
0,80 1,16 1,85
0,61
0,73
1,15 1,10
2,36 1,61 1,39
D. Perawatan jasmani dan kosmetik
0,77
0,72 1,46 0,80
1,56
1,52
2,32 0,90
1,76 1,26 1,01
VI. Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 7,44
0,20 0,36 0,01
7,97
0,43
0,14 0,44
3,77 0,82 0,22
A. Biaya pendidikan
11,41
0,12 0,46 0,03 12,73
0,36
0,09 0,18
6,76 0,70 0,04
B. Kursus dan pelatihan
2,31
0,23 1,04 0,26
0,87
0,48
0,72 0,45
4,95 0,32 0,59
C. Perlengkapan/peralatan pendidikan 3,61
0,27 0,36 0,36
1,58
0,66
0,30 0,72
1,14 1,11 0,37
D. Rekreasi
0,06
0,28 0,13 -0,23
0,01
0,64
0,20 0,92
0,51 1,02 0,48
E. Olah raga 1,19
0,88 0,79 0,36
0,35
2,23
0,47 0,20
0,91 0,49 0,51
VII.Transpor dan Komunikasi
0,08
0,35 0,22 0,46
0,15
0,42
0,37 8,72
0,92 -2,94 -4,66
A. Transpor
0,02
0,33 0,24 0,60
0,00
0,49
0,27 12,98
1,03 -4,46 -6,95
B. Komunikasi dan pengiriman
-0,01 -0,01 0,05 0,01 -0,02
0,00
0,01 -0,12
0,02 0,20 -0,07
C. Sarana dan penunjang transpor
1,26
1,56 0,50 0,24
2,43
1,27
1,40 0,84
1,34 1,64 1,38
D. Jasa Keuangan
0,05
0,01 0,01 0,01
0,00
0,00
4,90 0,01
3,89 0,00 0,00
U M U M
1,16
2,44 1,91 0,17
2,28
2,09
3,41 2,46
2,88 0,54 0,36
2009
II
III**
-1,76
-0,75
2,45
0,40
-0,26
-2,52
-0,88
-0,54
-5,97
-2,59
3,11
-8,24
0,12
0,61
2,73
2,72
1,00
3,59
3,22
-0,95
3,76
10,38
-1,64
0,87
1,18
1,02
1,03
2,15
0,82
0,84
2,14
0,59
0,26
0,12
0,29
0,68
0,53
0,29
0,30
0,42
0,43
-0,20
-1,88
0,55
0,29
0,39
-6,30
-0,22
0,89
0,58
0,82
-1,98
1,20
1,72
1,39
0,73
0,42
0,47
0,60
0,29
0,82
0,45
0,22
0,06
0,46
0,16
0,55
0,33
2,49
4,35
1,07
0,74
0,34
0,40
0,32
0,54
-0,31
0,34
0,00
0,26
0,37
-0,27
0,56
0,65
-0,15
1,01
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100), data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008
** Posisi Agustus 2009
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
50
Tabel Statistik
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota
(Persen)1)
2006 2007 2008
Kota
1. Lhokseumawe
2. Banda Aceh
3. Padang Sidempuan
4. Sibolga
5. Pematang Siantar
6. M e d a n
7. Padang
8. Pekanbaru
9. Batam
10. Jambi
11. Palembang
12. Bengkulu
13. Bandar Lampung
14. Pangkal Pinang
15. Dumai
16. Tanjung Pinang
17. Jakarta
18. Tasikmalaya
19. Serang
20. Tangerang
21. Cilegon
22. Bogor
23. Sukabumi
24. Bekasi
25. Depok
26. Bandung
27. Cirebon
28. Purwokerto
29. Surakarta
30. Semarang
31. Tegal
32. Yogyakarta
33. Jember
34. Sumenep
35. Kediri
36. Malang
37. Probolinggo
38. Madiun
39. Surabaya
40. Denpasar
41. Mataram
42. Bima
43. Maumere
44. Kupang
45. Pontianak
46. Singkawang
47. Sampit
48. Palangka Raya
49. Banjarmasin
50. Balikpapan
51. Samarinda
III
1,09
2,64
2,74
1,90
1,68
0,85
0,93
1,21
2,30
1,61
0,96
1,23
0,69
2,16
-
-
1,21
2,23
-
-
-
-
-
-
-
1,26
0,63
2,21
0,36
1,48
1,48
2,52
0,70
-
0,80
0,60
-
-
0,81
-0,12
-0,05
-
-
0,86
1,72
-
0,30
-0,52
0,10
-0,06
2,44
IV
4,45
2,81
4,93
1,07
4,01
3,31
5,07
3,36
1,97
6,14
4,27
3,76
2,31
0,93
-
-
2,07
3,53
-
-
-
-
-
-
-
1,87
4,23
2,48
2,41
1,57
3,19
2,42
2,68
-
3,11
1,76
-
-
2,61
1,37
1,93
-
-
3,32
1,29
-
1,74
3,94
3,14
1,05
0,61
I
2,16
4,61
1,92
6,92
2,98
1,63
3,68
3,67
1,40
3,17
0,64
1,36
0,71
2,62
-
-
1,95
3,73
-
-
-
-
-
-
-
1,13
3,24
2,22
1,19
2,37
1,66
1,86
1,26
-
2,50
1,30
-
-
1,09
2,19
3,59
-
-
5,29
2,56
-
0,81
0,62
3,29
0,81
1,72
II
III
-2,16
-1,67
-2,34
-0,29
-0,55
-0,51
-1,96
-1,49
-0,34
-1,22
0,85
-0,88
0,12
-0,98
-
-
0,51
-0,04
-
-
-
-
-
-
-
-0,26
0,15
1,33
-0,34
0,52
1,24
0,18
0,78
-
-0,11
0,13
-
-
0,90
0,29
1,00
-
-
-0,39
1,14
-
0,39
-0,14
-0,66
0,39
0,52
5,34
5,85
3,76
1,15
3,78
1,96
2,06
1,92
2,15
2,57
3,23
3,10
3,40
0,67
-
-
1,85
1,65
-
-
-
-
-
-
-
2,48
2,22
2,21
0,99
1,98
2,84
3,17
2,13
-
1,55
2,12
-
-
2,02
1,36
1,14
-
-
0,90
2,12
-
1,84
2,38
2,60
4,54
4,84
IV
-1,05
1,94
2,51
2,69
1,97
3,23
3,05
3,31
1,56
2,75
3,28
1,37
2,22
0,33
-
-
1,61
2,20
-
-
-
-
-
-
-
1,82
2,06
0,26
1,42
1,72
2,88
2,59
2,91
-
2,76
2,28
-
-
2,12
1,95
2,78
-
-
2,47
2,49
-
4,38
4,95
2,39
1,40
1,85
I
II*
III
4,84
3,49
4,65
4,63
3,07
2,19
4,35
4,15
2,91
2,16
3,11
4,09
3,29
6,53
-
-
3,51
2,57
-
-
-
-
-
-
-
2,81
3,52
3,60
2,74
4,18
2,72
2,85
2,73
-
2,94
4,06
-
-
3,59
3,35
3,23
-
-
3,33
4,21
-
1,60
4,48
4,12
3,75
3,97
4,38
2,75
2,53
2,31
2,88
2,07
4,09
2,46
2,29
4,19
3,41
4,14
2,93
4,20
3,80
2,45
1,94
2,54
2,21
3,04
2,11
1,15
2,80
1,24
2,45
2,76
3,33
2,75
2,13
2,40
1,82
2,51
3,46
1,62
2,11
2,77
1,81
4,05
2,00
1,78
3,21
4,94
2,24
2,31
2,27
2,94
2,87
2,22
2,48
2,88
3,32
2,92
1,36
1,27
3,06
1,37
1,21
2,04
3,17
1,72
1,76
3,20
3,61
4,95
4,26
3,04
3,33
2,54
3,64
4,50
3,21
0,88
2,38
3,42
3,82
3,49
2,28
4,04
3,53
1,74
2,83
2,36
3,16
2,77
2,83
3,10
2,93
3,85
2,27
2,56
3,14
3,23
3,16
6,66
0,46
3,21
2,73
1,72
3,62
2,23
1,84
2,96
IV
2,97
1,39
1,56
2,22
1,33
2,26
2,07
0,55
0,58
-0,19
-0,29
0,34
0,74
0,13
1,22
1,19
-
-
-
0,00
1,57
0,46
1,32
0,03
0,18
-0,07
0,19
1,16
0,13
0,18
0,45
-
-
1,05
-0,35
0,38
0,00
-0,32
0,14
-
-
0,77
-2,44
-
-
0,02
-
-
-
-
-
2009
I
II
III*
-0,56
0,35
-0,03
-0,52
-0,20
-0,84
0,04
0,48
0,64
0,26
-0,06
0,09
0,92
-0,78
-0,74
0,32
-
-
-
0,32
0,63
0,79
1,67
0,01
-0,87
0,11
0,91
0,78
1,06
0,72
1,05
-
-
0,25
0,90
1,28
0,60
1,02
1,06
-
-
2,41
0,39
-
-
0,38
-
-
-
-
-
-0,37
0,14
-1,07
-0,01
0,10
-0,17
-1,34
-0,54
-0,43
-0,72
0,09
-0,74
-1,29
-0,74
-0,77
-0,73
-
-
-
-0,06
0,36
-0,27
0,35
-0,26
-0,20
-0,14
0,04
0,11
0,19
0,06
1,05
-
-
0,14
0,02
0,16
0,07
0,00
-0,41
-
-
-1,12
1,10
-
-
-0,90
-
-
-
-
-
4,37
4,12
2,66
3,45
3,26
3,35
2,79
1,70
1,76
2,37
1,57
4,06
4,85
3,16
3,52
1,29
2,03
1,89
1,72
1,25
1,76
2,43
1,64
2,49
1,17
1,21
1,96
3,15
1,90
2,04
1,38
1,84
1,52
1,97
2,06
3,47
2,44
-
51
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan)
(Persen)1)
Kota
52. Tarakan
53. Manado
54. P a l u
55. Watampone
56. Makassar
57. Parepare
58. Palopo
59. Kendari
60. Gorontalo
61. Mamuju
62. Ambon
63. Ternate
64. Manokwari
65. Sorong
66. Jayapura
NASIONAL
II
2006 2007
III
IV
I
II
III
IV
I
2008
II*
III
IV
2009
I
-
-
-
-
-
-
-
2,48
5,54
0,82
0,53
1,34
2,15
1,29
3,34
-0,43
3,45
3,46
1,04
3,63
3,02
0,17
1,18
-2,08
1,23
1,74
0,60
1,87
1,60
3,84
1,49
2,44
5,01
-0,63
1,78
-0,36
-
-
-
-
-
-
-
6,26
3,62
0,27
2,14
0,84
1,58
0,66
2,28
0,51
3,38
-0,54
4,45
3,39
3,50
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,76
4,21
0,43
0,40
-0,53
-
-
-
-
-
-
-
3,15
3,50
1,16
1,14
-0,12
2,29
2,97
1,94
2,20
0,15
2,94
2,91
6,49
3,30
0,74
2,99
-0,34
2,34
3,48
-1,24
0,46
3,22
4,51
-0,04
2,59
4,01
0,16
2,33
0,59
-
-
-
-
-
-
-
3,04
5,86
-0,29
-0,35
0,06
-0,47
1,25
1,77
0,51
2,38
1,07
2,92
1,76
5,06
-4,80
2,26
-2,43
0,82
1,72
2,39
2,06
0,44
5,21
4,71
1,17
4,30
-0,92
1,25
-0,27
-
-
-
-
-
-
-
5,78
8,31
0,62
3,52
0,36
-
-
-
-
-
-
-
5,72
7,29
-1,86
0,77
0,52
1,57
2,31
4,93
0,15
0,52
4,45
6,49
5,86
2,88
0,31
-0,06
-0,36
1,16
2,44
1,91
0,17
2,28
2,09
3,41
2,46
2,88
0,54
0,36
-0,15
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100) dengan jumlah kota menjadi 66 kota, data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm
(month to month) bulan Juni 2008
** Posisi Mei 2009
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
52
II*
3,52
0,74
3,35
2,85
1,85
2,00
2,20
0,85
1,45
1,82
1,32
2,39
0,42
1,55
2,07
Tabel Statistik
Tabel 9
Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar
(Persen) 1)
Akhir
Pertanian
Pertambangan
Industri
Impor
Periode
Total
Ekspor
Nonmigas
Umum
Migas
2004
Trw.I
1,26
9,77
1,18
3,10
3,91
2,90
6,75
2,35
Trw.II
3,20
1,55
2,34
6,67
7,32
2,26
21,16
4,37
Trw.III
-1,29
0,35
0,60
3,41
4,68
0,89
13,39
1,80
Trw.IV
1,84
1,02
0,52
0,34
-1,48
2,42
-9,47
0,18
2005
Trw.I
3,80
3,00
8,04
9,11
10,73
4,61
24,20
8,02
Trw.II
0,00
0,70
1,34
0,69
1,43
0,00
5,13
1,38
Trw.III
2,76
0,70
1,32
6,85
9,15
3,28
20,49
4,08
Trw.IV
4,03
13,19
22,22
0,64
-3,87
2,38
-13,77
9,15
2006
Trw.I
3,87
0,61
1,60
-0,64
-1,34
-4,65
3,29
-1,20
Trw.II
4,97
1,83
2,11
5,13
8,84
6,50
13,64
4,85
Trw.III
5,33
2,40
2,58
0,61
0,00
2,29
-3,60
2,31
Trw.IV
6,74
3,51
1,51
1,82
-5,00
1,49
-16,18
0,56
2007
Trw.I
6,32
3,39
3,47
3,57
2,63
3,68
1,49
3,93
Trw.II
2,97
1,64
3,35
5,75
7,05
2,84
14,63
4,32
Trw.III
7,69
1,61
3,70
3,26
1,80
-0,69
6,38
3,63
Trw.IV
7,59
3,70
5,80
11,05
10,00
2,08
24,40
8,50
2008
Trw.I
7,05
4,08
7,17
6,64
5,88
5,44
6,43
6,45
Trw.II
7,75
10,78
12,60
15,56
14,14
5,16
28,10
12,55
Trw.III
4,32
3,54
1,40
-9,23
-5,31
2,45
-15,09
-1,92
Trw.IV
0,00
4,27
-4,14
-11,86
-13,55
9,58
-47,22
-6,67
2009
Trw.I
-31,27
-15,57
-41,37
-24,52
-25,95
-17,49
-50,53
-32,35
Trw.II
3,31
-0,64
1,12
0,43
-0,65
-5,30
21,28
1,27
Trw.III*
4,37
-0,54
1,09
0,15
-3,00
-7,95
22,34
0,93
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya.
Perhitungan IHPB menggunakan tahun dasar 2000 (2000 = 100).
*) Posisi Juli 2009
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)
53
Download