MAKALAH FILSAFAT ILMU PHYTAGORAS ( 582 – 500 SM ) DISUSUN OLEH: ABDUL KARIM 2011980001 PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TA. 2011/2012 Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 1 BIODATA PEMBUAT MAKALAH Nama : Abdul Karim NPM : 2011980001 Tempat/tgl. Lahir : Tangerng, 06 April 1976 Tampat Kerja : Sekolah Tingi Ilmu Kesehatan Sismadi Jl. Warakas Raya No. 5B Tanjung Priok-Jakarta Utara Telp (021) 4351713-14 Alamat Rumah : Kp. Pagenjahan RT. 01/03 Ds. Pagenjahan, Kec. Kronjo-Tangerang-Banten Telp. (021) 59390605 No. HP : 081284857772 Alamat Email : [email protected] Jakarta, Januari 2012 ABDUL KARIM Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 2 BAB I PENDAHULUAN A. Sejarah Theori Phytagoras Pythagoras (582-500 SM) lahir di Pulau Samos di Yunani, dan melakukan banyak perjalanan melalui Mesir, belajar, antara lain, matematika. Tidak banyak yang diketahui dari Phytagoras pada tahun-tahun awal. Pythagoras menjadi terkenal setelah mendirikan sebuah kelompok, “the Brotherhood of Pythagoreans” (Persaudaraan ilmu Pythagoras), yang dikhususkan untuk mempelajari matematika. Kelompok ini sangat dikultuskan sebagai simbol, ritual dan doa. Selain itu, Pythagoras percaya bahwa “Banyak aturan alam semesta,” dan ilmu Pythagoras memberikan nilai numerik untuk banyak obyek dan gagasan. Nilai-nilai numerik, pada gilirannya, dihubungkan dengan nilai mistik dan spiritual. Legenda mengatakan bahwa setelah menyelesaiakan teorema yang terkenal itu, Pythagoras mengorbankan 100 lembu. Meskipun ia sangat diagungkan dengan penemuan teorema yang terkenal itu, namun tidaklah jelas diketahui apakah Pythagoras adalah penulis yang sebenarnya. Para pengkaji dalam kelompokthe Brotherhood of Pythagoreans telah menulis banyak bukti geometris, tetapi sulit untuk dipastikan siapa penemu Teorema Phytagoras itu sendiri, sungguh sebuah kelompok yang sangat menjaga rahasia temuan mereka. Sayangnya, sumpah kerahasiaan tersebut bertentangan dengan ide matematika yang penting yang harus diketahui publik. Kelompok the Brotherhood of Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 3 Pythagoreans telah menemukan bilangan irasional! Jika kita mengambil segitiga sikusiku sama kaki dengan kaki ukuran 1, maka panjang sisi miring adalah sqrt 2. Namun jumlah ini tidak dapat dinyatakan sebagai panjang yang dapat diukur dengan penggaris dibagi menjadi beberapa bagian pecahan, dan ini sangat mengganggu Kelompok Pythagoras, yang terlanjur percaya bahwa “Semua adalah angka.” Mereka menyebutnya angka-angka “alogon,” yang berarti “unutterable.” Akhirnya mereka sangat terkejut dengan angka-angka ini, sehingga mereka dihukum mati seorang anggota yang berani menyebutkan keberadaan mereka kepada publik. Barulah 200 tahun kemudian, yaitu oleh Eudoxus, seorang matematikawan Yunani yang dapat mengembangkan sebuah cara untuk berurusan dengan angka-angka unutterabletersebut. Jumlah dari kuadrat sisi segitiga siku-siku sama dengan kuadrat sisi miring. Hubungan ini telah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno, meskipun mungkin belum dinyatakan secara eksplisit seperti di atas. Sekitar pertengahan tahun 4000 dalam kalender Babilonia (sekitar tahun1900 SM), yang sekarang dikenal sebagai Plimpton 322 , (dalam koleksi dari Columbia University, New York), terdapat daftar kolom nomor yang menunjukkan apa yang sekarang kita sebut Triples Pythagoras – yaitu kumpulan angka yang memenuhi persamaan a^2+b^2=c^2 B. Aktivitas Orang-Orang Mesir Diketahui bahwa orang Mesir menggunakan sejenis tali kusut sebagai bantuan untuk membentuk sudut siku-siku dalam kegiatan pembangunan gedung-gedung mereka. Tali memiliki panjang 12 knot, yang dapat dibentuk menjadi sebuah segitiga siku-siku ukuran 3-4-5, sehingga menghasilkan tepat sudut 90 derajat. Dapatkah Anda membuat tali seperti ini? Cobalah sekarang gunakan tali Anda untuk memeriksa beberapa sudut sikusiku di ruangan sekolah anda atau di rumah. Ada bukti lebih lanjut yang membuktikan bahwa hubungan Pythagoras sudah lebih dahulu dikenal sebelum lahirnya teorema Phytagoras yang sangat terkenal itu. Pola ubin seperti yang ditampilkan di bawah ini adalah ciri khas yang sudah terlihat di Asia Timur Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 4 Dapatkah Anda melihat bukti Teorema Pythagoras dalam pola ubin di atas? Jika Anda menghitung segitiga di kotak a dan b, yang merupakan kaki-kaki segitiga, Anda akan melihat bahwa masing-masing ada 8. Sedangkan di sisi miring dari segitiga, yaitu c, berisi 16 segitiga. Diperkirakan bahwa Bangsa Babilonia telah mengetahui pola ubin semacam itu, yang tentu saja menjadi bukti Teorema Pythagoras. Orang Cina menggunakan Teorema Pythagoras sejak 1000 SM. Yang diketahui dengan telah dikenalnya bentuk berikut ini : Dapatkah Anda mengetahui metode pembuktian teorema phytagoras yang digunakan dalam gambar di atas? Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 5 Euclid , dalam bukunya The Elements, menyajikan bukti dari Teorema Pythagoras. C. Perjalanan Selanjutnya Setelah ditemukan oleh Kelompok Pythagoras, namun menolak untuk mengakui keberadaan, yaitu bilangan irasional. Dimulailah pencarian tentang bilangan tersebut. Dalah satunya adalah dengan cara berikut. Dimulai dengan segitiga siku-siku sama kaki dengan kaki panjang 1, kita dapat membangun segitiga siku-siku di sampingnya yang hypotenuses panjangnya adalah sqrt 2, sqrt 3, sqrt 4, sqrt 5, dan seterusnya. Konstruksi ini sering disebut sebagai Square Root Spiral. Pertanyaan untuk mengeksplorasi: Bisakah Anda mengembangkan metode yang lebih cepat untuk membangun segmen yang panjangnya sqrt 12? D. Hal Lain dari Teorema Pythagoras Pada abad ke-17, Pierre de Fermat (1601-1665) menyelidiki masalah berikut: Untuk nilai n berapa sehingga persamaan berikut memiliki penyelesaian bilangan bulat x^n+n^y=z^n Kita tahu bahwa dengan teorema Pythagoras persamaan tersebut memiliki penyelesaian berupa bilangan bulat jika n = 2. Fermat menduga bahwa tidak ada solusi bila n lebih Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 6 besar dari 2, meskipun dia tidak meninggalkan bukti. Tetapi pada pinggir bukunya dia menulis bahwa hubungan ini tidak mungkin, tapi dia tidak memiliki cukup ruang pada halaman bukunya untuk menuliskannya. Dugaannya tersebut sekarang dikenal sebagai Fermat’s Last Theorem . Hal ini mungkin tampak sederhana, tetapi menjadi masalah besar dalam dunia matematika, sampai akhirnya pada tahun 1993,Andrew Wiles dari Princeton University dapat membuktikan teorema tersebut. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 7 BAB II PERKEMBANGAN THEORI PYTAGORAS A. Pendekatan Islam dalam Ilmu Sebelum agama Islam datang, kekuasaan ada pada kerajaan Roma yang menguasai dunia pada waktu itu dan bernaung di bawah panji-panji agama Nasrani. Pada saat itu seluruh kerajaan Roma telah menganut agama yang diturunkan kepada Isa. Tersebarlah agama ini di Mesir, di Syam, dan Yunani, dan dari Mesir menyebar pula ke Abessinia (Ethiopia). Sesudah itu selama beberapa abad kerajaan Romawi yang ingin mengadakan persahabatan dan hubungan baik dengan kerajaan, berada di bawah panji agama Masehi itu (Husain Haekal, 2008:3). Dalam penyebaran ajaran agama tersebut setelah beberapa abad kemudian terjadi kemunduran. Masyarakat Arab pun berada dalam keadaan statis, tidak mengalami kemajuan, dan dari segi moral dan sosial dikatakan berada dalam keadaan jahiliah atau kebodohan. Ajaran Islam sebagai wahyu berisi tuntunan atau pedoman bagi manusia dalam seluruh aspek kehidupannya, sistem kepercayaan, sosial kemasyarakatan, dan ilmu pengetahuan. Islam sangat menganjurkan pengembangan pemikiran dan penggunaan akal. Sejak kelahirannya, Islam sudah menunjukkan wajahnya yang sangat menghargai akal pikiran dan menganjurkan agar dipergunakan dengan seoptimal mungkin untuk mengetahui dan memahami ciptaan-Nya. Perubahan cepat mulai terjadi sejak Islam datang sebagai agama yang membawa pembaharuan, baik pemikiran maupun sikap hidup. Perkembangan ilmu secara berangsur-angsur mulai dirasakan dengan berpedoman pada wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. dimulai dengan kata iqra’ (bacalah) yang merupakan kata kunci dari ayat-ayat berikutnya, yakni membaca bukan hanya berkenaan dengan makna yang ada dalam setiap ayat melainkan juga membaca perihal alam seinesta, memikirkan segala sesuatu ciptaan Tuhan. Membaca dan memikirkan alam jagat raya bukan sekedar untuk memahami tetapi lebih dari itu ialah untuk membangun kehidupan yang damai dan mengagungkan kebesaran Tuhan. Perkembangan kemajuan sains dan teknologi pada zaman khilafah Islamiyah dicapai kaum muslimin dimulai dengan pengalihan pengetahuan yang ada pada filsafat Yunani ke lingkungan dunia Islam. Dalam perkembangan sejarah Islam ditemukan adanya Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 8 pemisahan secara tajam antara pemikiran atau akal dengan wahyu. Hal ini terjadi karena faktor luar yang memberi pengaruh terhadap para pemikir Islam. Masuknya pemikiran dan logika Yunani yang sempat dikagumi oleh beberapa pemikir Islam terutama dalam hal metode berfikir telah mengakibatkan pemisahan akal dan wahyu, terjadi alienasi antara keduanya. Pengembangan kebudayaan Islam didasarkan pada kaidah-kaidah keilmuan dan pemikiran rasional, namun Islam mengajarkan pada pemikiran subjektif dan pemikiran metafisika. Ditinjau dari sudut kebudayaan Islam tidak membedakan antara perasaan manusia dengan pikirannya, antara pemikiran metafisika dengan kaidah-kaidah ilmu positif yang berdasarkan materialisme. Islam berusaha tidak menjurus pada dasar pemikiran materialisme dan kaidah-kaidah moral atas dasar materi belaka. Berkenaan dengan masalah rohani, masalah spiritual, Islam memandang bukan sebagai persoalan pribadi semata, melainkan sebagai masalah bersama dan oleh karena itu perlu perhatian bersama pula. Masalah rohani dan spiritual memerlukan peran pemerintah melalui undang-undang, sehingga masalah kebebasan berkepercayaan tidak sampai menjadi tidak terkendali. Pada waktu itu Muhammad menjelaskan Islam kepada masyarakat Arab banyak mendapat tantangan, memusuhi beliau, kaum Muslimin, dan Islam, oleh karena itu berbagai peperangan terjadi seperti perang Uhud dan perang Badar. Islam dalam ajarannya tidak mengharapkan peperangan, permusuhan, dan pertikaian antar suku atau antar bangsa, yang diutamakan adalah kedamaian dan perdamaian umat manusia. Peperangan dan pertikaian terjadi waktu itu bermula dari sikap keras yang diperlihatkan oleh kaum yang memusuhi Islam dan Muhammad. B. Pendekatan Barat dalam Ilmu Perkembangan pemikiran keilmuan jauh lebih dulu terjadi dibandingkan dengan Islam bukannya karena lahirnya Islam lebih akhir dari perkembangan kepercayaan yang ada di Barat, tetapi juga karena para pemikir itu sendiri lebih dulu bergerak memikirkan tentang alam raya dan manusia, khususnya di kalangan pemikir Yunani. Pemikir seperti Pythagoras, Heraklitos, Socrates, Plato, dan Aristoteles, telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan keilmuan, terutama di bidang filsafat. Perkembangan ilmu pengetahuan di Barat tidak persis sama dengan perkembangan ilmu pengetahuan di lingkungan Islam terutama dalam hal pemisahan antara ilmu dan agama. Kalau pada pemikir Islam ada kemauan kuat agar pengembangan Ilmu dilakukan Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 9 dalam kerangka pemikiran ajaran agama berdasarkan Qur’an, maka pada pemikir Barat lebih membebaskan diri dari pemikiran keagamaan atau yang disebut dengan pemikiran sekuler. Walaupun para pemikir Barat dalam penyelidikannya menggunakan metode ilmiah dan tidak mencampurkannya dengan kepercayaan keagamaan, namun diantara mereka juga mengakui adanya kekuasaan yang lebih tinggi yakni Tuhan. Hal ini terjadi pada pemikir Barat karena tidak ingin berulang kembali seperti keadaan sebelumnya yang mengutamakan ajaraan agama dalam pengembangan keilmuan. Seperti diketahui semua ajaran agama termasuk ajaran agama Kristen atau Katolik tidak seluruhnya dapat dianalisis dan ditelaah berdasarkan fakta lapangan dan bukti-bukti empiris. Agama tidak seluruhnya dapat dikaji secara ilmiah oleh karena ajaran agama didasarkan pada wahyu dari Tuhan, bukan berdasarkan hasil penyelidikan keilmuan melalui metode deduktif dan induktif. Ilmuwan Barat sangat menghargai peranan akal dalam setiap penyelidikan tentang sesuatu dan mengindari pemikiran yang spekulatif yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pendekatan terhadap pengembangan ilmu di Barat dapat dikatakan sangat sekuler, materialistik dan berdasarkan penggunaan logika serta kekuatan pemikiran semata . Hal inilah yang membedakannya dengan pendekatan Islam terhadap ilmu, yang memadukan antara ajaran agama dengan kekuatan berpikir manusia. Oleh karena itu perkembangan kebudayaan Barat didasarkan pada kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan kemampuan rasional, serta dasar ekonomi. Kebudayaan Barat telah menjadikan kehidupan ekonomi sebagai dasar, demikian juga kaidah-kaidah moral berpijak pada kehidupan ekonomi, tanpa menganggap penting arti kepercayaan atau agama dalam kehidupan masyarakat umum. Segala sesuatu diukur dengan dasar ekonomi dalam upaya mencapai kebahagiaan, mencegah perang, dan mewujudkan perdamaian. C. Ajaran tentang jiwa Pythagoras mempunyai ajaran—seperti para filsuf prasokratik lainnya—yang kas. Salah satu ajaran dari Pythagoras adalah ajaran tentang jiwa. Manusia yang hidup sezaman dengan Pythagoras mempertanyakan tentang jiwa khususnya jiwa manusia. Namun, jiwa itu masih dikaitkan lagi dengan makhluk hidup lain. Pythagoras menjadi salah satu tokoh yang membahas tentang jiwa manusia di zamannya. Tentu saja pembahasannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan saat itu. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 10 Menurut Pythagoras jiwa itu tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia, jiwanya berpindah ke hewan, dan bila hewan itu mati, ia berpindah lagi dan seterusnya. Tetapi dengan menyucikan dirinya, jiwa bisa diluputkan dari nasib reinkarnasiitu. Penyucian itu dihasilkan dengan berpantang jenis makanan tertentu, seperti daging hewan dan kacang. Satu contoh perpindahan jiwa dari manusia ke binatang yakni ketika Pythagoras menyuruh seorang sahabat—yang memukul anjing—untuk berhenti memukul anjing. Ia mendengar suara anjing yang mendeking karena dipukul. Ia mendengar suara seorang sahabat yang telah meninggal dari dengkingan anjing itu. Manusia mati namun jiwanya berpindah ke tubuh anjing. Suara dengkingan anjing yang dipukul itu menandakan perpindahan jiwa manusia—dalam hal ini adalah seorang sahabat Pythagoras—yang meninggal itu. Pythagoras juga mengatakan dua hal tentang jiwa. Pertama, Jiwa dipandang sebagai sesuatu yang selamanya ada. Badan merupakan tempat tinggal jiwa, tetapi sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan badan. Jiwa ada di badan—untuk sementara saja—sebagai hukuman. Jiwa tidak selamanya ada di satu badan. Jiwa bisa keluar dari satu badan dan harus pindah ke badan lain. Keberadaan jiwa itu tergantung dari katarsis (penyucian) badan. Penyucian ini dilakukan dengan menjauhkan diri dari kesukaan badan. Kalau badan sudah suci secara sempurna, jiwa akan keluar dari badan. Kalau belum sempurna jiwa akan berpindah dari badan ke badan. Tugas manusia adalah mengeluarkan jiwa dari badan. Menurut pandangan ini manusia harus bertanggung jawab atas perpindahan jiwanya. Ini merupakan tugas berat yang dihadapi manusia. Bagaimana manusia pada zaman Pythagoras— khususnya yang menganut paham ini—melakukan hal ini? Pythagoras mempraktikkan ajarannya kepada murid-muridnya. Unsur penting yang ditekankan kepada murid-muridnya dalam mempraktikkan ajaran ini adalah memenuhi peraturan-peraturan yang ada. Peraturan itu misalnya berpantang jenis makanan tertentu, seperti daging hewan dan kacang, dan juga menjuahkan diri dari kesukaan badan. Kedua, Jiwa adalah ‘harmoni’ dari badan. Dalam hal ini Pythagoras menggunakan prinsip keharmonisan dalam setiap barang. Ia mengibaratkan harmoni dari gitar yang tak mungkin lepas dari dawai-dawainya. Demikian juga jiwa tak mungkin lepas dari badan manusia. Jiwa ‘sudah’ ada ‘sebelum’ berada di badan. Jiwa itu ada tanpa permulaan. Jika demikian, adanya itu tidak tergantung dari badan. Menurut pandangan ini jiwa tak mungkin lepas dari badan. Berarti di satu sisi sama saja kalau badan dan jiwa itu menyatu. Di sisi lain mugkin tidak, karena jiwa ada sebelum ada di badan dan adanya jiwa tidak tergantung dari badan. Kalau jiwa dan badan menyatu maka dalam hal ini ada pertentangan. Ini bertentangan dengan teori yang mangatakan bahwa jiwa adalah tempat tinggal badan tetapi sama sekali tidak punya hubungan dengan badan. Dari sini, penulis menyimpulkan bahwa pembahasan Pythagoras tentang badan dan jiwa belum selesai. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 11 Pada pembahasan lain Pythagoras mengatakan bahwa jiwa adalah sesuatu yang berdiri sendiri, yang tidak berjasad serta tidak dapat mati. Oleh karena hukumlah maka jia terbelenggu dalam tubuh. Dengan penyucian (katharsis), orang dapat membebaskan jiwanya dari belenggu tubuhnya, sehingga setelah orang mati jiwanya akan mendapatkan kebahagiaan. Akan tetapi barang siapa tidak menyucikan diri atau penyucian dirinya kurang, jiwanya akan berpindah ke kehidupan yang lain, sesuai dengan keadaanya, baik berpindah ke binatang, ke tumbuhtumbuhan atau ke manusia. D. Rumus Pytagoras Rumus Phytagoras adalah rumus yang sering di pakai dalam pelajaran matematika di sekolah. Kadang kita di buat bingung dengan rumus pitagoras matematika, bagaimana cara membuktikan kebenarannya? Kurang lebih uraian tentang rumusphytagoras seperti di bawah ini. Rumus asli phytagoras Membuktikan kebenarannya, di mulai dengan membuat gambar sebuah persegi besar, kemudian gambarlah sebuah persegi kecil di dalam persegi besar tersebut, seperti gambar berikut: Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 12 Perhitungannya : Luas persegi besar = Luas persegi kecil + 4 Luas segitiga ( b + a ) . ( b + a ) = c . c + 4 . 1/2 b.a b2 + 2 b.a + a2 = c2 + 2 b.a b2 + a2 = c2 + 2 b.a - 2 b.a b2 + a2 = c2 Berdasarkan rumus tersebut terbukti bahwa sisi miring sebuah segitiga siku - siku adalah akar dari jumlah kuadrat sisi - sisi yang lain. E. Dalil Phytagoras dalam Kehidupan Sehari-hari Dalil Pythagoras adalah suatu rumus yang berkaitan dengan sisi-sisi dari suatu segitiga siku-siku. Nama dalil Pythagoras di ambil dari nama penemunya yaitu Pythagoras yang merupakan matematikawan asal Yunani. Dengan, a : sisi tegak segitiga siku-siku b : sisi mendatar c : sisi miring Dalil Phytagoras sangat mudah untuk diaplikasikan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan segitiga siku-siku. Selain mudah diaplikasikan, dalil Pythagoras juga memiliki peranan dalam kehidupan sehari-hari..,, misalnya untuk mengetahui tinggi layangan yang kita terbangkan. Kita tidak usah menggunakan alat ukur untuk mengukur tinggi layangan dari atas tanah, cukup dengan mengetahui panjang tali yang kita gunakan untuk bermain layang-layang dan juga jarak dari pemain layang-layang terhadap layang-layang, maka kita bisa Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 13 menentukan tinggi dari layang-layang. Perhatikan gambar di bawah ini: Misal, panjang tali yang digunakan bila diukur dari tanah adalah 5 meter, dan jarak pemain dengan layang-layangnya adalah 3 meter, maka tinggi layang-layangnya adalah: Panjang tali kuadrat – jarak pemain kuadrat = tinggi layang-layang kuadrat 5^2-3^2=25-9 = 16 Tinggi layang-layang adalah √16 = 4 meter. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 14 BAB III Kesimpulan Pythagoras sangat ketat dengan pengajaran khususnya pengajaran tentang jiwa. Bahkan para muridnya menerapkan ajaran ini. Ada peraturan-peraturan mengenai pakaian dan mengenai pantang, hal mana tentu mempunyai hubungan dengan ajaran Pythagoras tentang perpindahan jiwa. Ajaran Pythagoras yang diterapkan pada para muridnya ini tentu bukanlah sesuatu yang sempurna dan tanpa cacat. Perdebatan mengenai badan dan jiwa manusia belum selesai. Mungkin tak ada lagi yang bisa menjelaskan bagaimana posisi jiwa dan badan manusia saat itu sehingga teori Pythagoras ini berhenti di sini. Bagian akhirnya menyisakan pertanyaan. “Apakah badan jiwa menyatu?” “Apakah mereka berpisah?” Hal ini belum dijelaskan dalam teori Pythagoras. Singkatnya bahwa teori ini belum sempurna. Apa yang dibicarakan dalam teorinya hanyalah sebatas ide awal. Di masa selanjutnya mungkin ide ini akan berkembang dan sampai pada penemuan mengenai badanjiwa. Teori Pythagoras ini masih bertentangan. Pythagoras mengatakan bahwa badan adalah tempat tinggal jiwa namun tidak ada hubungan sama sekali dengan jiwa. Pythagoras juga mengatakan bahwa adanya jiwa tidak tergantung dari badan. Bagaimana mngkin kedua bisa seperti ini? Belum ada penjelasan yang memuaskan mengenai hubungan atau kedudukan dari badan dan jiwa. Keduanya tentu memiliki hubungan erat yakni badan adalah tempat tinggal jiwa, tetapi mengapa keduanya tidak ada hubungan sama sekali? Teori Pythagoras menyisakan pertanyaan. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 15 DAFTAR PUSTAKA Bertens, K.1999. Sejarah Filsafat Yunani (edisi revisi).Yogyakarta: Kanisius. Copelston, F. 1946. A History of Philosophy Vol I. Cambridge: CambridgeUniversity Press. Sudiarja, A (ed). 2006. Karya Lengkap Driyarkara. Jakarta, Yogyakarta: Gramedia, Penerbit Buku KOMPAS, Kanisius. Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisisus. Hassan Shadily. ? Ensiklopedi Indonesia (edisi khusus). Jakarta: P.T.Ichtiar Baru—Van Hoeve. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 16