BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus kerusakan gigi di Indonesia sering terjadi baik akibat kecelakaan maupun kerusakan akibat gigi berlubang. Kasus kerusakan gigi ini dapat diatasi dengan penggunaan gigi palsu atau penambalan gigi. Sejauh ini belum ditemukan material penambal gigi yang diproduksi dari dalam negeri sehingga material penambal gigi yang biasa digunakan oleh para dokter gigi merupakan produk impor. Peningkatan kasus kerusakan gigi meningkatkan riset pengembangan material penambal gigi di dunia. Riset ini berkembang sejak tahun 1920 dengan bahan penambal seperti emas, perak, titanium, kayu, dan berbagai material komposit gigi.1 Riset pengembangan material penambal ini terus diteliti untuk memperoleh karakteristik yang tepat dan nilai estetik yang tinggi. Emas dan perak merupakan material yang pada mulanya digunakan sebagai bahan pengganti atau penambal gigi, namun kini telah berkembang pesat material dalam bentuk komposit mineral apatit. Penggunaan mineral apatit dirasakan lebih baik karena berkesuaian dengan komponen utama gigi dan warna gigi.2 Tulang dan gigi termasuk jaringan keras yang merupakan organ biologi dinamik yang tersusun atas sel aktif metabiologi yang terintegrasi ke dalam.3 Gigi tersusun atas beberapa mineral antara lain adalah 36% kalsium, 17,7% fosfor, 0,5% natrium, 0,44% flour dan sejumlah kecil ion lainnya.4 Senyawa kalsium fosfat merupakan senyawa yang sesuai dengan komponen penyusun gigi sehingga dapat digunakan sebagai pengisi atau penambal gigi. Senyawa kalsium fosfat diharapkan mampu menjadi material penambal gigi yang lebih biocompatible.5 Secara terminologi, biocompatibilities dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk berkesesuaian dengan jaringan tubuh, antara lain bersifat tahan terhadap korosi dan tidak menimbulkan reaksi penolakan terhadap jaringan tubuh. Pengujian biocompatibilities dapat dilakukan dengan uji sitotoksisitasnya. Uji sitotoksisitas ini merupakan salah satu syarat minimum sebagai material komposit (sintetik) yang dapat diimplan ke dalam tubuh makhluk hidup.6 Riset mengenai mineral apatit yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi antara lain adalah amorphous calcium phosphate (ACP) dan biphasic calcium phosphate (BCP). ACP mempunyai zat yang digunakan untuk remineralisasi gigi,7 sedangkan BCP terdiri dari dua fase yaitu hydroxyapatite (HA) dan β–tricalcium phosphate (β-TCP) yang efektif dalam memperbaiki tulang dan regenerasi terbukti secara in vitro dan in vivo.8 Penelitian ini menggunakan cangkang telur sebagai sumber kalsium dan (NH4)2HPO4 sebagai sumber natrium dan fosfat. Cangkang telur digunakan sebagai prekursor kalsium karena memiliki kandungan kalsium karbonat (CaCO3) sebanyak 94-97%9 dan dapat membentuk karbon monoksida (CaO) dengan proses kalsinasi.10 Pengujian toksisitas pada material BCP dan ACP ini dilakukan dengan perendaman dalam larutan cell line normal human dermal fibroblast (NHDF). 1.2 1. 2. Tujuan Penelitian Menganalisis efek pemberian material BCP dan ACP dengan cara in vitro terhadap viabilitas sel fibroblas. Menganalisis morfologi dari BCP dan ACP dalam sel fibroblas. 1.3 Perumusan Masalah 1. 2. Apakah pemberian material BCP dan ACP dapat mengakibatkan toksik dan mempengaruhi viabilitas sel fibroblas? Apakah terjadi interaksi antara sel fibroblas dengan material BCP dan ACP? 1.4 1. 2. Hipotesis Material BCP dan ACP tidak bersifat toksik dan dapat mempengaruhi viabilitas sel, ditunjukkan dengan persentase sel kontrol lebih rendah dari sel yang sudah ditambahkan dengan material sampel. Terjadi interaksi berupa perlekatan antara sel fibroblas dengan material BCP maupun ACP. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kumar et al.12 berhasil mensintesis BCP dari proses sintering. Butiran BCP disintesis dari senyawa kalsium hidroksida dan diammonium hydrogen ortho phosphate (DAP) dengan menggunakan microwave. Jumlah reaktan yang digunakan untuk reaksi dihitung berdasarkan perbandingan molar Ca/P sebesar 1,58. Larutan hasil reaksi tersebut kemudian dikeringkan pada suhu 900°C dalam microwave selama 20 menit. Gambar 1 memperlihatkan hasil pola XRD BCP berdasarkan penelitian Kumar et al.12 Biphasic Calcium Phosphate (BCP) Biphasic calcium phosphate (BCP), merupakan senyawa apatit yang terdiri dari dua fase yaitu hydroxyapatite ((HA), Ca10(PO4)6(OH)2), dan β-tricalcium phosohate (β-TCP, Ca3(PO4)2), walaupun mempunyai komposisi kimia yang mirip, keduanya memiliki kemampuan penyerapan biologis yang berbeda. HA padat keramik dapat digunakan sebagai implan tulang karena hampir restorable dan bio-inert. Sedangkan β-TCP berpori yang mampu terdegradasi secara biologis dengan laju yang lebih tinggi, bioresorbable dan bioaktif.11 Tingkat kelarutan TCP lebih tinggi dibanding HA dapat digambarkan bahwa HA < β-TCP < α-TCP.4 Oleh karena itu, keramik kalsium fosfat merupakan pilihan yang baik untuk rekonstruksi bedah, ortopedi, kedokteran gigi, dan pembedahan kraniofasial, tulang belakang, dan bedah saraf. Sifat kelarutan BCP tergantung pada rasio β-TCP/HA. Semakin tinggi nilai rasio dan porositasnya maka semakin mudah larut material tersebut.11 BCP dapat terbentuk dari HA yang dipanaskan (sintering) pada 1200°C selama 6 jam. Persamaan reaksi pembentukan TCP adalah sebagai berikut: Ca10(PO4)6(OH)2 → 3β-Ca3(PO4)2+ CaO + H2O (1) Gambar 1 Pola Difraksi XRD BCP pada suhu sintering 900oC. 2.2 Amorphous Calcium Phosphate (ACP) Senyawa kalsium fosfat hasil presipitasi dapat berada dalam fase kristalin maupun fase amorf. Fase kristal stabil senyawa kalsium fosfat dikenal sebagai hydroxyapatite (Ca10(PO4)6(OH)2). Fase amorf kalsium fosfat disebut amorphous calcium phosphate (ACP) yang dapat terbentuk pada awal presipitasi. Penggunaan ACP pada email dapat membentuk kristal hydroxyapatite. Mineral yang digunakan ini tentu saja harus tahan terhadap larutan tubuh, tidak mudah terdegradasi, memiliki kekuatan mekanik yang tinggi dan tidak toksik.13 ACP merupakan bahan yang memiliki sifat preventif dan restoratif yang dapat digunakan sebagai semen gigi, komposit, dan yang terbaru yaitu digunakan sebagai perekat ortodontik. Komposit resin-ACP telah digunakan