BAB V PENUTUP Demo besar-besaran kaum buruh di Indonesia pada tahun 2012 yang mengusung tema Hapus Outsourcng Tolak Upah Murah (HOSTUM) merupakan luapan keresahan kaum buruh atas tuntutan kesejahteraan yang tidak didengarkan oleh pemerintah dan perusahaan. FSP LEM-SPSI sebagai salah satu organisasi yang memiliki ratusan ribu anggota organisasi turut andil dalam demo tersebut dan memiliki pemaknaan tersendiri tentang HOSTUM. Untuk mengerahkan seluruh anggota organisasi memperjuangkan isu HOSTUM dibutuhkan pemahaman yang sama agar keberhasilan organisasi tercapai. Tidak dipungkiri bahwa untuk menyamakan pemahaman seluruh anggota adalah hal yang cukup sulit, apalagi jika di dalam organisasi sendiri sudah terjadi perbedaan persepsi di antara anggota. Proses komunikasi organisasi menjadi kunci keberhasilan FSP LEM-SPSI dalam mencapai perjuangan yang maksimal dalam proses advokasi HOSTUM. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui pola komunikasi organisasi yang dilakukan FSP LEM-SPSI dalam memaknai HOSTUM dan strategi yang dilakukan untuk menyamakan persepsi anggota organisasi. Meskipun fokus dalam penelitian ini mengarah pada proses internal FSP LEM-SPSI, tetapi peneliti juga menyinggung aktivitas eksternal FSP LEM-SPSI terkait isu HOSTUM. Hal ini disebabkan karena sebagai sebuah organisasi, FSP LEM-SPSI tidak akan terlepas dari lingkungannya. A. Kesimpulan Sebagai organisasi yang bertahan sejak Orde Baru hingga saat ini, FSP LEM-SPSI sudah mengalami berbagai dinamika organisasi dan permasalahan hubungan industrial. Perubahan zaman di Indonesia otomatis memberikan efek besar terhadap perjuangan FSP LEM-SPSI. Meskipun 136 banyak faktor kepentingan dari berbagai pihak, FSP LEM-SPSI tetap berusaha memegang komitmen sebagai organisasi yang independen serta memiliki fokus utama perjuangan untuk kesejahteraan pekerja. Di tengah banyaknya serikat pekerja di Indonesia saat ini, FSP LEMSPSI masih mampu mempertahankan eksistensinya sebagai organisasi yang mengikuti aturan serikat pekerja yang berlaku. FSP LEM-SPSI bahkan mampu membedakan dirinya dengan organisasi serikat pekerja lainnya. Pertama, FSP LEM-SPSI selalu menekankan bahwa serikat pekerja tidak boleh terkontaminasi dengan kepentingan politik. Hal ini terbukti dengan sikap nyata FSP LEM-SPSI yang menolak berkoalisi dengan serikat pekerja yang dicurigai memiliki kepentingan politik di dalamnya. Selain itu, FSP LEM-SPSI menjaga agar anggota internal tidak ada yang terlibat dalam kepentingan politik. Kedua, terkait dengan isu HOSTUM, FSP LEM-SPSI berusaha untuk menyamakan pandangan dan pemahaman seluruh anggota organisasi menjadi sama. FSP LEM-SPSI melakukan pendidikan dan seminar kepada anggota organisasi agar mereka paham bahwa perjuangan ini merupakan kepentingan bersama. Ketiga, FSP LEM-SPSI merupakan organisasi yang berusaha menyelesaikan masalah dengan cara elegan, bukan arogan seperti serikat pekerja lain. FSP LEM-SPSI selalu mengedepankan negosiasi dan mediasi yang bertahap dalam menyelesaikan permasalah. Langkah arogan seperti aksi lapangan dijadikan sebagai alternatif paling akhir setelah proses mediasi dilakukan berulang kali dan tidak memberikan hasil. Keempat, FSP LEM-SPSI melibatkan seluruh anggota untuk bermusyawarah mencapai kesepakatan demi kepentingan organisasi. Hal ini menjadi alasan mengapa FSP LEM-SPSI memiliki solidaritas kebersamaan yang erat dan rasa kepemilikan terhadap organisasi yang cukup tinggi. Langkah ini dilakukan melalui jaringan komunikasi organisasi yang merata ke semua pihak. 137 Kelima, output dari FSP LEM-SPSI berupa pendidikan (pelatihan), seminar, aksi lapangan, mediasi dengan perusahaan, dan proses peradilan hukum merupakan hasil dari proses komunikasi organisasi yang diolah berdasarkan input dari lingkungan (kebijakan pemerintah seputar HOSTUM dan kondisi riil perusahaan). Proses pengolahan informasi tersebut terjadi melalui pola jaringan komunikasi formal (vertikal, horizontal, dan diagonal) serta jaringan komunikasi informal. Proses komunikasi dilakukan melalui rapat bersama mulai dari Ketua hingga anggota demi mengantisipasi adanya penyaringan informasi yang menghambat kinerja organisasi. Di tengah maraknya permasalahan industrial di Indonesia, FSP LEMSPSI merasa kesejahteraan pekerja memang patut untuk diperjuangkan. Namun dengan catatan, ada cara-cara cerdas yang dapat ditempuh dan memberikan hasil yang baik bagi semua pihak. Untuk melakukan cara cerdas ini, maka penting bagi kaum pekerja di Indonesia untuk memahami hak dan kewajiban mereka sebagai pekerja. Serikat pekerja selain sebagai wadah perjuangan juga harus menjadi sarana pendidikan bagi anggota organisasi untuk memahami status mereka dalam hubungan industrial. B. Keterbatasan Penelitian Dikarenakan penelitian ini adalah penelitian terhadap proses komunikasi organisasi dalam menyikapi sebuah isu, tidak ada data tertulis yang dapat menggambarkan secara terperinci mengenai proses komunikasi yang terjadi. Selain itu, organisasi yang diteliti tidak memiliki pola pengarsipan yang cukup baik, sehingga data yang diperoleh mayoritas berasal dari wawancara dan observasi. C. Saran FSP LEM-SPSI sudah memiliki sistem kerja yang baik dalam organisasi, sayangnya hal tersebut tidak diimbangi dengan pengarsipan 138 dokumen yang cukup baik. Peneliti menyarankan setiap akivitas organisasi diarsipkan secara terperinci mulai dari presensi kehadiran hingga agenda kerja serta topik yang dibahas dalam aktivitas organisasi tersebut. Peneliti juga menyarankan kepada FSP LEM-SPSI untuk membuat company profile organisasi yang dapat menjadi gambaran kepada pihak awam tentang seluk beluk FSP LEM-SPSI. Dari hasil penelitian ini dan seterusnya, peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya, dapat mengambil fokus perbandingan dalam pola komunikasi yang dibangun secara spesifik dengan beberapa perusahaan yang mengalami permasalahan hubungan industrial dengan FSP LEM-SPSI. 139