dengan guided note taking (gnt)

advertisement
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE
(TPS) DENGAN GUIDED NOTE TAKING (GNT) PADA MATERI
PELUANG DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS
SISWA KELAS XI SMA DI SALATIGA
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
Theresia Widhiastuti
NIM. S851008049
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
ABSTRAK
Theresia Widhiastuti. S851008049. Eksperimentasi Model Pembelajaran
Think Pair Share (TPS) dengan Guided Note Taking (GNT) pada Materi
Peluang Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Logis Siswa Kelas XI SMA di
Salatiga. Pembimbing I: Dr. Imam Sujadi, M.Si. Pembimbing II: Drs. Tri
Atmojo K., M.Sc, Ph.D. Tesis. Program Studi Magister Pendidikan
Matematika. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) apakah siswa yang
diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif TPS lebih
baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran
matematika model pembelajaran kooperatif TPS-GNT pada materi pokok
Peluang.(2) Apakah siswa yang kemampuan berpikir logisnya tinggi lebih baik
prestasi belajarnya daripada siswa yang kemampuan berpikir logisnya sedang
maupun rendah, dan siswa yang kemampuan berpikir logisnya sedang lebih baik
prestasi belajarnya daripada siswa yang kemampuan berpikir logisnya rendah
pada materi pokok peluang. (3) Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis tinggi, manakah prestasi yang lebih baik antara model pembelajaran
kooperatif TPS-GNT atau model pembelajaran kooperatif TPS. (4) Pada siswa
yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang, manakah yang lebih baik
prestasi belajar model pembelajaran kooperatif TPS-GNT atau model
pembelajaran kooperatif TPS. (5) Pada siswa yang mempunyai kemampuan
berpikir logis rendah, manakah yang lebih baik prestasi belajar antara model
pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran kooperatif TPS.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain
faktorial 2 x 3. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di Kota Salatiga.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified cluster random sampling.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 185 siswa, dengan rincian 97 siswa pada
kelas eksperimen satu dan 88 siswa pada kelas eksperimen dua. Instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes kemampuan awal matematika,
tes kemampuan berpikir logis dan tes prestasi belajar. Uji coba instrumen tes
meliputi validitas isi,tingkat kesukaran, daya beda dan reliabilitas. Uji prasyarat
meliputi uji normalitas populasi menggunakan metode Lilliefors dan uji
homogenitas variansi populasi menggunakan metode Bartlett. Penggunaan
=
0,05 diperoleh simpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal dan mempunyai variansi yang homogen. Uji keseimbangan terhadap data
kemampuan awal metematika menggunakan uji-t diperoleh simpulan bahwa
kedua kelas eksperimen mempunyai kemampuan awal yang seimbang. Pengujian
hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh simpulan bahwa (1)
Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif
TPS sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model
pembelajaran kooperatif TPS-GNT. (2) Prestasi belajar matematika siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dari pada siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir logis sedang maupun rendah, dan prestasi
belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang
lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah. (3)
Pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi, prestasi belajar
matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS- GNT sama
baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa yang diberi model
pembelajaran kooperatif TPS. (4) Pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir
logis sedang, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran
kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa
yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS. (5). Pada siswa yang memiliki
kemampuan berpikir logis rendah, prestasi belajar matematika siswa yang diberi
model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar
matematika siswa yang beri model pembelajaran kooperatif TPS.
Kata kunci : TPS, GNT, Kemampuan Berpikir Logis, Prestasi Belajar
Matematika.
ABSTRACT
Theresia Widhiastuti. S851008049. The Experimentation of Cooperative
Learning Model of Think Pair share (TPS) with Guided Note Taking (GNT)
on the Subject of Probability Viewed from Logical Thinking Ability of 11 th
Grade High School Students in Salatiga. First Advisor : Dr. Imam Sujadi,
M.Si. Second Advisor : Drs. Tri Atmojo K., M.Sc, Ph.D. Thesis. Mathematics
Education. Postgraduate Program of Sebelas Maret University. Surakarta.
2012.
The purposes of this study are to determine: (1) which one have a better
mathematics achievement, students who are taught by cooperative learning model
TPS or cooperative learning model TPS-GNT on the subject of probability. (2)
which one have a better mathematics achievement, students who have high,
middle or low logical thinking ability.(3) for students who have high logical
thinking ability, which is better whether cooperative learning model TPS-GNT or
cooperative learning model TPS.(4) for students who have intermediate logical
thinking ability, which is better whether cooperative learning model TPS-GNT or
cooperative learning model TPS.(5) for students whose have low logical thinking
ability, which is better whether cooperative learning model TPS-GNT or
cooperative learning model TPS.
The research is quasi experimental research with 2x3 factorial design.
Research population is High School students in Salatiga City. Sample is taken
using stratified cluster random sampling technique. The number of sample in this
research is 185 students, with detail 97 students at first experimental class and 88
students at second experimental class. Instruments used to gather data are
mathematics initial ability test, logical thinking ability test and learning
achievement test. Try-out of test instruments includes difficulty level of content
validity, discrimination and reliability. Pre-condition test includes population
normality test using Lilliefors method and population variance homogeneity test
using Bartlett method. By
from population which is normal distribute and have homogen variance. Balance
test toward mathematics initial ability data use t-test and it can be concluded that
both experimental classes have balanced initial ability. Testing of hypothesis use
two-ways variance analysis with unequally cell.
Based on the hypothesis testing, it can be concluded that (1) Mathematics
learning achievement of students receiving cooperative learning model TPS as
well as mathematics learning achievement of students receiving cooperative
learning model TPS-GNT. (2) Mathematics learning achievement of students
having high logical thinking ability is better than students whose have
intermediate or low logical thinking ability, and the students having intermediate
logical thinking ability is better than students whose have low logical thinking
ability. (3) For students whose have high logical thinking ability, mathematics
learning achievement of students receiving cooperative learning model TPS-GNT
as well as mathematics learning achievement of students receiving cooperative
learning model TPS. (4) For students whose have intermediate logical thinking
ability, mathematics learning achievement of students receiving cooperative
learning model TPS-GNT as well as mathematics learning achievement of
students receiving cooperative learning model TPS. (5) For students whose have
low logical thinking ability, mathematics learning achievement of students
receiving cooperative learning model TPS-GNT as well as mathematics learning
achievement of students receiving cooperative learning model TPS.
Keywords: TPS, GNT, Logical Thinking Ability, Mathematics Learning
Achievement
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................... xxi
ABSTRACT ........................................................................................................ xxiii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 6
C. Pemilihan Masalah ............................................................................... 7
D. Pembatasan Masalah ............................................................................ 8
E. Rumusan Masalah ................................................................................ 9
F. Tujuan Penelitian ................................................................................ 10
G. Manfaat Penelitian .............................................................................. 11
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... 13
A. Kajian Teori .......................................................................................... 13
1. Prestasi Belajar Matematika
a. Pengertian Prestasi ...................................................................... 13
b. Pengertian Belajar ....................................................................... 13
c. Pengertian Prestasi Belajar .......................................................... 15
d. Pengertian Matematika................................................................ 15
e. Pengertian Prestasi Belajar ........................................................... 16
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar ........... 17
a. Faktor Internal ............................................................................. 17
b. Faktor Eksternal ........................................................................... 19
3. Model Pembelajaran ......................................................................... 21
a. Pengertian Model Belajar ............................................................ 21
b. Model Pembelajaran Kooperatif ................................................. 21
c. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) ............................ 26
d. Guided Note Taking (Catatan Terbimbing).................................. 29
e. Model Pembelajaran Think Pair Share dengan
Guided Note Taking ..................................................................... 33
4. Kemampuan Berpikir Logis .............................................................. 36
a. Pengertian Kecerdasan (Kemampuan) ........................................ 36
b. Kecerdasan Majemuk .................................................................. 36
B. Penelitian Yang Relevan ....................................................................... 45
C. Kerangka Berpikir ................................................................................. 47
D. Hipotesis ............................................................................................... 53
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 55
A. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian .................................................. 55
1. Tempat Penelitian ............................................................................ 55
2. Waktu Penelitian .............................................................................. 55
B. Jenis Penelitian ...................................................................................... 56
1. Pendekatan Penelitian ...................................................................... 56
2. Rancangan Penelitian ....................................................................... 56
3. Pelaksanaan Eksperimen ................................................................... 57
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ............................ 58
1. Populasi ............................................................................................ 58
2. Sampel .............................................................................................. 58
3. Teknik Pengambilan Sampel ............................................................ 59
D. Variabel Penelitian dan Metode Pengumpulan Data ........................... 61
1. Variabel Penelitian ........................................................................... 61
2. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 63
E.
Instrumen Penelitian.............................................................................. 64
F. Teknik Analisa Data ............................................................................. 69
1. Uji Prasyarat ..................................................................................... 69
2. Uji Keseimbangan .......................................................................... 72
3. Uji Hipotesis ................................................................................... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................83
A. Hasil Uji Coba Instrumen ........................................................................ 83
1. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Logis............................... 83
2. Hasil Uji Coba Tes Prestasi Belajar Materi Peluang ........................ 84
a. Uji Validitas Isi .............................................................................. 84
b. Uji Reliabilitas ............................................................................... 84
c. Tingkat Kesukaran .........................................................................84
d. Uji Daya Beda ................................................................................85
B. Deskripsi Data ..........................................................................................86
1. Data Kemampuan Awal...................................................................... 86
a. Uji Normalitas ..............................................................................87
b. Uji Homogenitas ...........................................................................88
c. Uji Keseimbangan ........................................................................89
2. Data Prestasi Belajar pada Materi Pokok Peluang ............................. 90
3. Data Kemampuan Berpikir Logis .......................................................91
C. Uji Hipotesis ............................................................................................. 91
1. Hasil Uji Prasyarat untuk Pengujian Hipotesis...................................91
a. Uji Normalitas ..............................................................................92
b. Uji Homogenitas ...........................................................................93
2. Pengujian Hipotesis Penelitian ...........................................................94
3. Hasil Uji Komparasi Ganda ................................................................95
D. Pembahasan ............................................................................................104
1. Hipotesis Pertama .............................................................................104
2. Hipotesis Kedua ................................................................................105
3. Hipotesis Ketiga ...............................................................................107
4. Hipotesis Keempat............................................................................108
5. Hipotesis Kelima ..............................................................................109
E. Keterbatasan Penelitian ..........................................................................110
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .................................... 112
A. Kesimpulan ............................................................................................. 112
B. Implikasi Hasil Penelitian ....................................................................... 113
C. Saran........................................................................................................ 114
1. Bagi Guru ........................................................................................ 114
2. Bagi Siswa ....................................................................................... 115
3. Bagi Peneliti Lain ............................................................................ 116
4. Bagi Kepala Sekolah ....................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 117
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang
dengan sangat pesat. Ketika dapat bersaing dengan dunia luar dituntut adanya
pengetahuan yang tinggi pula dari masyarakatnya. Peranan pendidikan berlaku
terus menerus sepanjang masa dari dulu sampai sekarang. Dalam dunia
pendidikan khususnya, maka pelajaran matematika sangat luas pengunaannya
tanpa kita sadari semua kegiatan yang dilakukan sehari-hari melibatkan
matematika.
Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan, pendidikan
merupakan aspek yang sangat penting karena dengan pendidikan diharapkan
mampu membentuk sumber daya manusia yang terampil, kreatif dan inovatif.
Upaya untuk membentuk sumber daya manusia sesuai dengan perkembangan
jaman diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan
menekankan pada proses belajar yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh
potensi yang ada pada diri manusia baik aspek kognitif, afektif maupun
psikomotorik. Pendidikan formal yang dilakukan di sekolah-sekolah sampai
sekarang tetap merupakan lembaga pendidikan utama yang merupakan pusat
pengembangan sumber daya manusia dengan didukung oleh pendidikan dalam
keluarga dan masyarakat.
Matematika sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah sangat diperlukan
untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis, dan kritis
dalam diri siswa. Demikian pula matematika merupakan pengetahuan dasar yang
diperlukan oleh siswa untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh
pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan matematika diperlukan oleh semua orang
dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah, siswa perlu memiliki pengetahuan
matematika yang cukup untuk menghadapi masa depan.
Menyadari akan pentingnya peranan matematika, baik dalam penataan
nalar dan pembentukan sikap maupun dalam penggunaan matematika, maka
peningkatan prestasi belajar matematika di setiap jenjang pendidikan perlu
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Oleh karena di dalam memasuki era
globalisasi dan tinggal landas pembangunan nasional, semakin terasa adanya
tuntutan yang tinggi akan kualitas manusia Indonesia. Pada saat ini masih banyak
dijumpai prestasi belajar matematika di sekolah-sekolah mulai tingkat SD, SLTP,
SMA, maupun SMK yang masih rendah. Padahal nilai matematika memegang
peranan penting dalam menentukan syarat kelulusan siswa karena matematika
merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diujikan pada ujian nasional.
Berdasarkan data hasil Ujian Nasional SMA tahun pelajaran 2009/2010
pada Kota Salatiga bahwa rata-rata untuk mata pelajaran matematika program IPS
adalah 7,86, pada program IPA mempunyai rata-rata 6,61, sedangkan pada
program Bahasa mempunyai rata-rata 7,45. Berikut data nilai hasil ujian nasional
matematika tingkat SMA Kota Salatiga.
Tabel 1. Laporan Hasil Ujian Nasional SMA Tahun Pelajaran 2009/2010
Matematika
Nilai Ujian
IPA
IPS
Bahasa
Rata-rata
6,61
7,86
7,45
Terendah
1,50
1,50
3,00
Tertinggi
10,00
10,00
10,00
Standar Deviasi
1,57
1,48
1,46
(Sumber : Sistem Informasi Hasil Ujian Nasional Tahun 2009/2010)
Salah satu materi yang ada pada mata pelajaran matematika adalah
peluang. Pada hasil Ujian Nasional SMA Tahun 2009/2010, prosentasi
penguasaan materi peluang masih lebih rendah prestasinya dibanding materi
lainnya baik pada program IPA, IPS maupun Bahasa. Mengingat materi peluang
hampir dipelajari oleh semua tingkatan satuan pendidikan, tentu ini merupakan
hal yang sangat penting karena peluang dikenal juga sebagai probabilitas yang
merupakan cara untuk mengungkapkan pengetahuan atau kepercayaan bahwa
suatu kejadian akan berlaku atau telah terjadi. Konsep ini telah dirumuskan
dengan lebih ketat dalam matematika dan kemudian digunakan secara lebih luas
tidak hanya dalam matematika atau statistika, tapi juga keuangan, sains, dan
filsafat.
Salah satu penyebab prestasi belajar matematika siswa masih rendah
adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang terdapat dalam
matematika dan masih sulitnya siswa berkomunikasi secara matematika. Adanya
pengaruh kemampuan berpikir logis yang dimiliki siswa sebelumnya akan dapat
memperlancar proses belajar mengajar, karena materi yang diberikan guru,
khususnya materi peluang akan lebih mudah dipahami oleh siswa. Menurut
Herdian (2010),
Ciri-ciri penalaran adalah (1) adanya suatu pola pikir yang disebut logika.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu
proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir menurut
suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu; (2) proses berpikirnya
bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan
diri pada suatu analitik, dalam kerangka berpikir yang dipergunakan untuk
analitik tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.
Kemampuan penalaran merupakan faktor yang sangat penting bagi
seseorang untuk mendasari seseorang berpikir secara logis. Pada kenyataannya,
kemampuan berpikir logis yang dimiliki siswa cenderung masih kurang, ini
ditunjukkan pada saat siswa diberikan soal atau masalah matematika atau hasil
Ujian Nasional SMA yang masih rendah yang telah dibahas di paragraf
sebelumnya. Selain itu terdapat siswa yang belum bisa menganalisis soal terutama
dalam mengartikan bahasa sehari-hari ke dalam bahasa matematika atau
mengubah soal cerita ke model matematika.
Selain itu, masih banyak guru yang terpaku pada satu model pembelajaran
yang digunakan dalam proses belajar mengajar secara terus menerus tanpa pernah
memodifikasinya atau menggantikannya dengan model
lain walaupun tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai berbeda. Hal ini dapat mengakibatkan
pencapaian tujuan pembelajaran oleh para siswa tidak optimal. Oleh karena itu,
untuk mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut, dalam pelaksanaan kegiatan
belajar
mengajar,
guru
hendaknya
memilih
dan
menggunakan
model
pembelajaran beserta berbagai kemungkinan modifikasinya sehingga melibatkan
siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Pada
pembelajaran matematika hendaknya disesuaikan dengan kekhasan materi
pembelajaran pada setiap kompetensi dasar dan perkembangan berpikir siswa.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang sudah banyak dilakukan
penelitiannya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).
Model ini merupakan model pembelajaran yang dapat memacu siswa untuk
belajar secara aktif dan dapat mengembangkan proses berpikir siswa. Meskipun
demikian, terdapat penelitian yang mengungkap kelemahan mengenai model
pembelajaran Think Pair Share (TPS). Hal ini mungkin dikarenakan adanya
beberapa faktor yang mempengaruhi beberapa penelitian tersebut. Menurut Urip
Tisngati (2011), dalam penelitiannya disimpulkan bahwa hasil belajar siswa
dengan strategi Think Talk Write (TTW) lebih baik daripada hasil belajar siswa
dengan strategi Think Pair Share (TPS). Penelitian lain yaitu Alfiyatul Fajar
(2010) menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan model pembelajaran
Teams Games Tournament (TGT) lebih baik daripada model pembelajaran Think
Pair Share (TPS). Menurut Alfiyatul Fajar, terdapat kelemahan pada model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) yang akhirnya menjadi kendala dalam
penggunaan model pembelajaran ini, diantaranya adalah siswa yang pandai
cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari
siswa yang kurang pandai, diskusi tidak akan berjalan lancar jika siswa hanya
menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memahami bagaimana proses
menyelesaikan pekerjaan/tugas yang diberikan. Bertolak dari hasil penelitianpenelitian tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang bagaimana meminimalkan
kelemahan-kelemahan dari Think Pair Share (TPS) tersebut dengan mencoba
melakukan
modifikasi
yang dapat
diterapkan
pada pembelajaran
guna
meningkatkan siswa agar dapat berperan aktif, meningkatkan tanggung jawab
untuk belajar bersama, dan dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah
diuraikan,
dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika materi pokok
peluang disebabkan oleh model pembelajaran yang digunakan guru. Terkait
dengan ini muncul pertanyaan apakah jika model pembelajaran yang
diterapkan guru diubah prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih baik.
Pertanyaan yang muncul tersebut dapat dicari solusinya yaitu dapat dilakukan
penelitian yang membandingkan prestasi
belajar matematika siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran yang menarik dengan
model pembelajaran yang digunakan sebelumnya dan dapat melihat apakah
model pembelajaran yang menarik tersebut cocok digunakan untuk semua
keadaan siswa yang beragam karakteristiknya.
2. Kemungkinan masih terdapat rendahnya prestasi belajar matematika materi
pokok peluang karena guru tidak menggunakan alat peraga yang menarik.
Terkait dengan itu muncul pertanyaan apakah jika para guru menggunakan
alat peraga yang lebih baik, prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih
baik. Pertanyaan yang muncul tersebut dapat dicari solusinya yaitu dengan
cara melakukan penelitian yang membandingkan prestasi belajar matematika
siswa yang diberi pembelajaran dengan berbagai alat peraga dan dapat diteliti
pula apakah berbagai alat peraga tersebut cocok untuk berbagai karakteristik
siswa.
3. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa pada
materi pokok peluang disebabkan oleh kemampuan guru yang kurang karena
latar belakang pendidikan yang belum sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh pemerintah. Berkenaan dengan hal ini dapat dilakukan penelitian
mengenai
apakah hasil belajar matematika siswa dipengaruhi oleh latar
belakang pendidikan guru.
4. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika pada materi
peluang karena siswa tidak mempunyai kemampuan berpikir logis yang tinggi,
sehingga muncul pertanyaan apakah semakin tinggi kemampuan berpikir logis
pada siswa semakin baik prestasi belajarnya. Perlu dilakukan penelitian untuk
menjawab pertanyaan tersebut dengan membandingkan prestasi belajar siswa
yang kemampuan berpikir logisnya tinggi, sedang, dan rendah.
C. Pemilihan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti memilih melakukan
penelitian yang terkait dengan permasalahan yang pertama yaitu terkait dengan
penelitian yang membandingkan prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran
dengan model yang berbeda, dan melihat apakah model pembelajaran yang
menarik tersebut cocok digunakan untuk semua keadaan siswa yang beragam
karakteristiknya. Selain itu, peneliti juga akan melakukan penelitian yang terkait
dengan permasalahan yang keempat yaitu membandingkan prestasi belajar siswa
yang kemampuan berpikir logisnya tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini
disesuaikan dengan paradigma pembelajaran dengan KTSP yang pembelajarannya
berpusat pada siswa (student centered learning).
D. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan arah penelitian ini, peneliti membatasi cakupan
permasalahan pada hal-hal berikut ini:
1. Model
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model
pembelajaran Think Pair Share dengan menggunakan Guided Note Taking
(TPS-GNT) dan model pembelajaran Think Pair Share (TPS).
2. Materi pembelajaran dibatasi pada Standar Kompetensi:
SK: Menggunakan aturan statistika, kaidah pencacahan, dan sifat-sifat peluang
dalam pemecahan masalah, yaitu terkhusus pada kompetensi dasar (KD)
berikut:
KD 1.4. Menggunakan aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam
pemecahan masalah.
KD 1.5. Menentukan ruang sampel suatu percobaan.
KD. 1.6. Menentukan peluang suatu kejadian dan penafsirannya.
3. Subjek penelitian adalah siswa Sekolah Menengah Atas kelas XI program IPA
semester 1 di Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2011/2012.
4. Guided Note Taking (GNT) merupakan strategi dimana guru memberikan satu
instrumen yang dipersiapkan untuk mendorong siswa mencatat selagi guru
mengajar. Guided Note Taking (GNT) menuntut siswa dapat bernalar dan
memahami materi sehingga dibutuhkan kosentrasi siswa yang tinggi, siswa
diharapkan mampu untuk menyimpulkan, mendefinisikan, merumuskan, dan
berpikir general.
5. Kemampuan berpikir logis siswa mempunyai ciri-ciri mencakup kemampuan
dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab akibat.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah
disebutkan di atas maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Manakah yang lebih baik prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran TPS-GNT atau siswa yang diberi
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS pada materi pokok
peluang?
2. Apakah siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik
prestasi belajarnya dibanding siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis sedang maupun rendah, dan siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis sedang lebih baik prestasi belajarnya dibanding siswa yang mempunyai
kemampuan berpikir logis rendah pada materi pokok peluang?
3. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi, manakah yang
mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, pelaksanaan model
pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS?
4. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang, manakah
yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, pelaksanaan
model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS?
5. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah, manakah
yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, pelaksanaan
model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS?
F. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui apakah siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran TPS-GNT lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan
siswa yang diberi pembelajaran matematika model pembelajaran TPS pada
materi pokok peluang.
2. Mengetahui apakah siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi
lebih baik prestasi belajarnya dibanding siswa yang mempunyai kemampuan
berpikir logis sedang maupun rendah, dan siswa yang mempunyai kemampuan
berpikir logis sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir logis rendah pada materi pokok bahasan
peluang.
3. Mengetahui pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi,
manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik,
pelaksanaan model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS.
4. Mengetahui pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang,
manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik,
pelaksanaan model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS.
5. Mengetahui pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah,
manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik,
pelaksanaan model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS.
G. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan :
1. Informasi mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif TPS dan
modifikasinya yang dapat diterapkan pada pelajaran matematika, sehingga
dapat memotivasi guru lain untuk melakukan inovasi pembelajaran dengan
model pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar konstruktivisme
sebagai upaya meminimalkan kesulitan siswa dalam belajar.
2. Sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu
proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran matematika sehingga mampu
meningkatkan prestasi belajar siswa dan meningkatkan kualitas lulusan.
3. Masukan bagi peneliti lain yang bermaksud mengembangkan dengan
menggunakan modifikasi lain pada model pembelajaran Think Pair Share
(TPS) sehingga dapat memperluas dan memperdalam lingkup penelitian.
4. Menambah, melengkapi dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam
mendukung teori-teori belajar konstruktivisme terkait dengan model
pembelajaran kooperatif.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Prestasi Belajar Matematika
a. Pengertian Prestasi
yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi
pengertian prestasi menurut A. Tab
kemampuan nyata (actual ability) yang dicapai individu dari satu kegiatan
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
prestasi merupakan suatu hasil yang telah dicapai sebagai bukti usaha yang
telah dilakukan.
b. Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari
luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak
dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan
hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan
sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar.
Berdasarkan perilaku yang disaksikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
seseorang telah belajar. Belajar pada manusia boleh dirumuskan sebagai
berikut
dengan
lingkungan,
yang
menghasilkan
sejumlah
perubahan
dalam
pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat
secara relatif konstan dan berbekas. Winkel (2007: 58-59).
Menurut Sudarwan (2010: 133), belajar sebagai suatu proses berfokus
pada apa yang terjadi ketika aktivitas itu berlangsung. Bagaimana cara
membelajarkan substansi pembelajaran dengan baik, itulah yang
menjadi
fokus teori mengajar dan teori belajar. Teori belajar adalah rancangan
konseptual yang menggambarkan bagaimana individu atau kelompok belajar,
sehingga membantunya memahami proses kompleks yang inheren dengan
aktivitas pembelajaran. Ada tiga orientasi utama atau kerangka dasar filosofis
teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstruktivisme.
Behaviorisme merupakan aliran pembelajaran yang berfokus pada aspek
objektif atas dasar pengamatan. Pandangan kognitivisme menjelaskan perilaku
pembelajaran berbasis otak, meski dapat saja lebih dari itu, karena prosesnya
tidak dibentuk oleh variabel tunggal. Pandangan konstruktivisme menjelaskan
pembelajaran sebagai proses dimana siswa aktif membangun ide-ide atau
konsep-konsep baru.
Menurut John Holt (1967) dalam Silbermen (2009:5), belajar semakin baik
jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Mengungkapkan informasi dengan bahasa mereka sendiri
2. Memberikan contoh-contoh
3. Mengenalnya dalam berbagai samaran dan kondisi
4. Melihat hubungan antara satu fakta atau gagasan dengan yang lain
5. Menggunakan berbagai cara
6. Memperkirakannya beberapa konsekuensinya
7. Mengungkapkan lawan atau kebalikannya
Berdasarkan uraian diatas, belajar adalah proses pengkonstruksian
pengetahuan pada diri siswa berdasarkan pengalaman sebagai hasil
interaksinya dengan lingkungan. Dengan demikian, belajar dapat diartikan
sebagai proses pengkonstruksian pengetahuan matematika pada diri siswa
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang berkenaan dengan matematika.
c. Pengertian Prestasi Belajar
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895) menyatakan bahwa
erampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
Berdasarkan pengertian prestasi dan belajar maka dapat diambil
kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam
proses belajar mengajar sehingga terdapat proses perubahan dalam pemikiran
serta tingkah laku.
d. Pengertian Matematika
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 723) mengatakan bahwa
-bilangan, hubungan antar bilangan,
dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah
Sedangkan Soedjadi (2000: 11) mengatakan bahwa :
a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematik.
b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan.
d) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk.
e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Berdasarkan pengertian matematika yang telah diuraikan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak
tentang bilangan, kalkulasi, penalaran logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah
ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat dan pola keteraturan serta tentang
struktur yang terorganisasikan.
e. Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Berdasar pengertian prestasi belajar dan matematika yang telah
diuraikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika
adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam mengikuti pelajaran matematika
yang mengakibatkan perubahan pada diri seseorang siswa berupa penguasaan
dan kecakapan yang ditunjukkan dengan hasil yang berupa nilai. Pada
penelitian
ini
dibatasi
pada
materi
peluang
Kompetensi
Dasar:
1.4). menggunakan aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam
pemecahan masalah, 1.5). menentukan ruang sampel suatu percobaan,
1.6). menentukan peluang suatu kejadian dan penafsirannya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar ada dua yaitu:
a. Faktor Internal
1) Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak
dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam cacat jasmani, dan
sebagainya, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar.
Siswa yang kekurangan gizi pada misalnya, ternyata kemampuan
belajarnya berada di bawah siswa-siswa yang tidak kekurangan gizi,
sebab mereka yang kekurangan gizi pada umumnya cenderung cepat lelah
dan capek, cepat mengantuk dan akhirnya tidak mudah menerima
pelajaran.
Demikian
juga
kondisi
saraf
pengontrol
kesadaran
dapat
berpengaruh pada proses dan hasil belajar. Misalnya seseorang yang
minum minuman keras akan kesulitan untuk melakukan proses belajar,
karena saraf pengontrol kesadarannya terganggu. Bahkan
perubahan
tingkah laku tersebut akibat pengaruh minuman keras tersebut, tidak bisa
dikatakan perubahan tingkah laku hasil belajar (Yudhi Munadi, 2008: 24)
2) Faktor Psikologis
Beberapa faktor psikologis yang dapat diuraikan diantaranya
meliputi intelegensi, perhatian, minat, dan bakat, motif dan motivasi, dan
kognitif dan daya nalar.
Pertama, intelegensi. C.P. Chaplin (1993) dalam Yudhi Munadi
(2008: 26) mengartikan intelegensi sebagai (1) kemampuan menghadapi
dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif, (2)
kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif, (3) kemampuan
memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali. Ketiga hal
tersebut merupakan satu kesatuan, tidak terpisahkan satu sama lainnya.
Proses belajar merupakan proses yang komplek, maka aspek intelegensi
ini tidak menjamin hasil belajar seseorang. Intelegensi hanya sebuah
potensi artinya seseorang yang memiliki intelegensi tinggi mempunyai
peluang besar untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Kedua, perhatian. Upaya untuk dapat menjamin hasil belajar yang
baik maka siswa harus dihadapkan pada objek-objek yang dapat menarik
perhatian siswa, bila tidak maka perhatian siswa tidak akan terarah atau
fokus pada objek yang sedang dipelajarinya.
Ketiga, minat dan bakat. Minat diartikan oleh Hilgarad, dalam
Yudhi Munadi (2008: 27) sebagai kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Bakat adalah
kemampuan untuk belajar.
Keempat, motivasi.
Motivasi merupakan salah satu komponen
yang paling penting dalam belajar, namun sering kali sulit untuk diuk ur.
penggerak yang ada didalam diri seseoarng untuk melakukan aktifitas
tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motivasi dapat diartikan
sebagai suatu kondisi intern (Pupuh.F dan Sobry S : 2009: 19). Menurut
Martin handoko(1992: 9), motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor
yang terdapat didalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan,
dan mengorganisasikan tingkah lakunya, sedangkan Nurul Wardhani
(2005:21),
mengungkapkan
motivasi
belajar
siswa
menunjukkan
pengertian sebagai kekuatan dalam diri siswa (energi) yang mendorong
siswa melakukan usaha-usaha mencapai tujuan belajar. Disamping itu
menunjukkan adanya orientasi siswa/arah tingkah laku pada pencapaian
tujuan. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai
keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan,
menjamin kelangsungan, dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga
diharapkan tujuan yang ada tercapai.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula
berupa lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya
keadaan suhu,
kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya. Belajar pada tengah hari
di ruang yang memiliki ventilasi udara kurang tentunya akan berbeda
dengan suasana belajar di pagi hari yang udaranya masih segar, apalagi di
dalam ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega.
Lingkungan sosial baik yang berwujud manusia maupun hal-hal
lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Sering kali
guru dan para siswa yang sedang belajar di dalam kelas tersebut, apalagi
obrolan itu diiringi dengan gelak tawa yang keras dan teriakan. Hiruk
pikuk lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, lalu lintas,
gemuruhnya pasar dan lain-lain juga akan berpengaruh terhadap proses
dan hasil belajar. Karena itu sekolah hendaknya didirikan dalam
lingkungan yang kondusif untuk belajar.
2) Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.
Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor
instrumental ini dapat berupa kurikulum, sarana dan fasilitas, dan guru.
Berbicara kurikulum berarti berbicara mengenai komponenkomponennya yakni tujuan, bahan atau program, proses belajar mengajar,
dan evaluasi. Kiranya jelas faktor-faktor ini besar pengaruhnya pada
proses dan hasil belajar, misalnya kita lihat dari sisi tujuan kurikulum,
setiap tujuan kurikulum merupakan pernyataan keinginan tentang hasil
pendidikan. Oleh karena itu setiap ada perubahan tujuan kurikulum maka
bisa dipastikan ada perubahan keinginan. Bisa dipastikan juga bahwa
perubahan tujuan itu akan mengubah program atau bahan (mata pelajaran)
yang akan diberikan bahkan mungkin ruang lingkupnya masing-masing
dan demikian juga pada aspek-aspek lainnya termasuk pada aspek sarana
dan fasilitas. Demikian itu akan berdampak pula pada kompetensi yang
harus dimiliki para guru.
3. Model Pembelajaran
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka
mensiasati perubahan tingkah laku peserta didik secara adaptif maupun
generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar
peserta didik (learning style) dan gaya mengajar guru (teaching style) yang
keduanya disingkat menjadi SOLAT ( Style of Learning and Teaching).
(Nanang : 2010: 41).
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Tantangan dalam pendidikan saat ini adalah bagaimana secara efektif
mengajar siswa dengan kemampuan yang beragam dan tingkat yang berbeda
di dalam belajar. Pendidik diharapkan mengajar dengan cara yang
memungkinkan siswa untuk belajar ilmu pengetahuan dan matematika konsep
sementara juga mendapatkan keterampilan dalam berpikir, dan juga
keterampilan dalam memecahkan suatu masalah. Dalam dekade terakhir, ada
sejumlah penelitian yang dilakukan pada pembelajaran kooperatif dalam ilmu
pengetahuan dan matematika. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada
keyakinan bahwa belajar adalah paling efektif ketika siswa secara aktif terlibat
dalam berbagi ide dan bekerja kooperatif untuk menyelesaikan tugas-tugas
akademik. Pembelajaran kooperatif
telah digunakan baik sebagai suatu
metode instruksional dan sebagai alat belajar diberbagai tingkat pendidikan
dan diberbagai bidang studi. (Zakaria : 2007 : 36).
Shwalb (1995: 293), merangkum poin kunci dan mengarah ke
kesimpulan umum mengenai penelitian pembelajaran kooperatif yang
dilakukan
di
masyarakat
yang
berbeda
berkumpul
di
titik
bahwa
pembelajaran kooperatif efektif baik tentang hasil sosial maupun kognitif.
Menurut Lara dan Reparaz (2007: 734-735), mengenai keefektifan
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
It is well known that Cooperative Learning consists of the instructional
use of small groups in which students work together to maximize their
own learning and that of others. This is one strategy that systematizes,
through a series of instructional resources, the need for members of a
group to work together, cooperating with each other on an assignment.
A real cooperative situation activates, in the members of a group, the
full awareness that they have to work together to do the task, this
objective.
Mempunyai arti, hal ini juga diketahui bahwa pembelajaran kooperatif terdiri
dari penggunaan instruksional kelompok-kelompok kecil di mana siswa
bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka sendiri dan orang lain. Ini
adalah salah satu strategi yang sistematis, melalui serangkaian sumber daya
instruksional, kebutuhan bagi anggota kelompok untuk bekerja sama, bekerja
sama dengan satu sama lain pada sebuah tugas. Sebuah situasi nyata
mengaktifkan kooperatifitas dalam anggota-anggota kelompok, kesadaran
penuh bahwa mereka harus bekerja sama untuk melakukan tugas dan tujuan
yang ingin dicapai.
Menurut Johnson,dkk (1994) dalam Zakaria (2007: 36-37) merumuskan
lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu:
1) Saling ketergantungan yang artinya keberhasilan satu siswa tergantung
pada keberhasilan siswa lainnya.
2) Interaksi promotif: setiap individu dapat mencapai promotif interaksi
dengan saling membantu, adanya pertukaran sumber daya, memotivasi
satu sama lain dalam mengambil kesimpulan, memberikan umpan balik,
mendorong dan berusaha untuk saling membantu.
3) Akuntabilitas individu: guru harus menilai jumlah usaha yang masingmasing anggota berkontribusi. Ini dapat dilakukan dengan memberikan
individu tes untuk setiap siswa dan secara acak memanggil siswa untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka.
4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil: guru harus memberikan
peluang bagi anggota kelompok saling mengenal, menerima dan
mendukung
setiap
lainnya,
berkomunikasi
secara
akurat,
dan
menyelesaikan perbedaan secara konstruktif.
5) Kelompok pengolahan: guru juga harus memberikan peluang pada kelas
untuk menilai kelompok
mempromosikan
kemajuan pembelajaran
kooperatif. Kelompok pengolahan memungkinkan kelompok untuk fokus
pada hubungan kerja yang baik, memfasilitasi pembelajaran keterampilan
kooperatif dan menjamin bahwa anggota menerima umpan balik.
Setiap model pembelajaran memiliki keunggulan dan kelemahan.
Mencermati pendapat para ahli mengenai model pembelajaran kooperatif,
beberapa keunggulan model pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut:
1) Melatih siswa untuk memiliki keterampilan berpikir (thinking skill)
dengan aktif bertindak sebagai tutor sebaya untuk membantu siswa
lain dalam kelompoknya untuk mengkonstruksikan pemahaman
terhadap suatu konsep sehingga pemahaman diri menjadi lebih
optimal.
2) Melatih siswa untuk memiliki keterampilan sosial (social skill)
dengan saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas mencapai
tujuan bersama dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
3) Menciptakan kondisi belajar yang kondusif dengan motivasi belajar
yang tinggi dari siswa, karena didukung dan didorong oleh rekan
sebaya dalam kelompoknya.
4) Memberi peluang terjadinya proses partisipasi aktif dalam belajar dari
setiap siswa. Partisipasi aktif terjadi selama diskusi kelompok dan
diskusi kelas dengan turut mengemukakan pendapat, saran, komentar,
dan sanggahan terhadap penyelesaian tgas oleh suatu kelompok.
Selain memiliki keunggulan, model pembelajaran kooperatif juga
memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan model pembelajaran kooperatif
adalah sebagai berikut:
1) Penerapan model pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu yang
relatif lebih lama.
2) Agar penerapan model pembelajaran kooperatif lebih efektif, seorang
guru harus memiliki kemampuan tertentu.
3) Menuntut sifat-sifat tertentu dari dalam diri siswa, seperti gemar
bekerja sama.
Kelemahan-kelemahan model pembelajaran kooperatif tersebut
masih dapat diatasi atau diminimalkan. Penerapan model pembelajaran
kooperatif yang membutuhkan waktu relatif lebih lama dapat diatasi
dengan menyediakan lembar kerja bagi siswa sehingga siswa dapat
memahami suatu konsep secara efektif dan efisien melalui lembar kerja
tersebut. Kebutuhan terhadap waktu yang relatif lebih lama biasanya
terkait dengan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas. Untuk
mengatasinya, pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas dapat
dilakukan sebelum pembelajaran dimulai. Dengan demikian, pemanfaatan
waktu dalam proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.
Penerapan model pembelajaran kooperatif memang menuntut
adanya kemampuan tertentu oleh seorang guru. Namun, kelemahan ini
dapat diatasi dengan melakukan latihan terlebih dahulu terkait dengan
penerapan
suatu model pembelajaran kooperatif. Terkait dengan
kelemahan terakhir, yakni menuntut sifat-sifat tertentu dari dalam diri
siswa yang dapat diatasi dengan mengingatkan kepada setiap siswa bahwa
tidak ada manusia yang mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Oleh karena itu, setiap siswa harus bersedia dan mampu bekerja sama
secara kooperatif, termasuk dalam proses belajar di dalam kelas.
c. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Think
Pair
Share
(TPS)
atau
berpikir
berpasangan
berbagi
(Trianto, 2009: 81) adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model TPS ini
berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali
dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Maryland,
menyatakan bahwa TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat
variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi
membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan
proses yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu
berpikir, untuk merespons dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya
melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang
menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan
lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih
menggunakan TPS untuk membandingkan tanya jawab kelompok secara
keseluruhan.
Menurut Wendy Diane Carss ( 2007 ), TPS adalah cara mengajar
dengan strategi yang mencakup tiga komponen; waktu untuk berpikir, waktu
untuk berbagi dengan mitra, dan waktu untuk setiap pasangan untuk berbagi
kembali ke kelompok yang lebih besar. Penggunaan TPS menyatukan aspek
kognitif dan sosial pembelajaran, mempromosikan pengembangan pemikiran
dan pembangunan pengetahuan. Strategi ini cocok untuk dimasukkan dalam
pelajaran membaca terpimpin, di mana fokusnya adalah pada diskusi yang
berarti sekitar teks dan promosi penggunaan keterampilan pemahaman dan
strategi untuk mendorong pemahaman. Tinjauan literatur menggambarkan
efektivitas instruksi strategi pemahaman eksplisit dalam konteks diskusi
kelompok kecil. Strategi yang mendorong pembelajaran kooperatif telah
berhasil dalam mengembangkan keterampilan interpersonal, kemampuan
kognitif, dan kesadaran metakognitif.
Pada Model TPS, guru menggunakan langkah-langkah berikut:
Langkah 1. Berpikir (Thinking)
Guru menjelaskan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan
bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
Langkah 2. Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan
dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau
menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi.
Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 menit atau 5 menit
untuk berpasangan.
Langkah 3. Berbagi ( sharing )
Guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi atau
bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah
mereka diskusikan dengan cara bergantian pasangan demi pasangan dan
dilanjutkan sampai beberapa siswa telah mendapat kesempatan untuk
melaporkan, paling tidak sekitar seperempat pasangan, tetapi disesuaikan
dengan waktu yang tersedia. Pada langkah ini akan menjadi efektif apabila
guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain.
Menurut Nanang (2010 : 41-42), adapun model pembelajaran salah
satunya adalah TPS. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model
mengajar ini adalah sebagai berikut :
a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Siswa diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang
disampaikan guru.
c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya kelompok 3
orang dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan
hasil diskusinya.
e. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para
siswa.
f. Guru memberi kesimpulan.
g. Penutup.
d. Guided Note Taking (Catatan Terbimbing)
Guided Note Taking (Catatan Terbimbing), dengan strategi ini guru
memberikan satu bagan atau skema yang dipersiapkan untuk mendorong siswa
mencatat selagi guru mengajar. Menurut Pattawan, dkk (2009):
The developed guided notes contain quotations, diagrams, pictures,
problems, and blank spaces to encourage student interactive
engagement with the lectures. The guided note templates were critiqued
by a group of experienced university physics lecturers and piloted with
graduate physics education students to check the content validity. Over
300 first year university students (aged about 18-19 years) attended
lectures that did not involve guided note taking. Six hundred students
participated in the guided note taking approach. Students' understanding
of electromagnetism was investigated using a conceptual test.
Pernyataan di atas mempunyai makna Guided Note Taking (Catatan
Terbimbing) dapat dikembangkan dengan mengandung kutipan, diagram,
gambar, masalah, dan ruang kosong untuk mendorong keterlibatan siswa
interaktif pada saat di kelas. Dari wawancara, ditemukan bahwa siswa melihat
Guided Note Taking (Catatan Terbimbing) merupakan alat pendukung yang
membantu mereka berkonsentrasi pada saat di kelas. Mempromosikan
keterlibatan siswa di kelas kuliah melalui proses Guided Note Taking (Catatan
Terbimbing) terbukti menjadi strategi belajar yang berarti. Sedangkan menurut
William L. Heward (2004) menyatakan :
Guided notes are instructor-prepared handouts that provide students
with background information and standard cues with specific spaces to
write key facts, concepts, and/or relationships during the lecture. Guided
notes (GN) require students to actively respond during the lecture,
organize and
enhance lecture content in any discipline or subject area. Instructors can
develop GN for a single lecture, for one or more units within a course,
or for an entire semester-long course.
Pernyataan di atas berarti Guided Note Taking (Catatan Terbimbing)
menyediakan siswa suatu informasi latar belakang dan isyarat standar dengan
ruang khusus untuk menulis fakta-fakta kunci, konsep, dan/atau hubungan
selama sekolah. Catatan Terbimbing mengharuskan siswa untuk aktif
merespon selama kuliah, meningkatkan akurasi dan efisiensi siswa notetaking,
dan meningkatkan siswa retensi isi kursus. Guided Note Taking (Catatan
Terbimbing) dapat membantu mengatur dan meningkatkan konten kuliah
dalam setiap disiplin atau subjek daerah. Instruktur dapat mengembangkan
Guided Note untuk kuliah tunggal, untuk satu atau lebih unit dalam kursus,
atau untuk semester panjang pada keseluruhan kursus.
Menurut Hisyam Zaini (2004: 32) dalam strategi ini, guru menyiapkan
suatu bagan atau skema atau yang lain yang dapat membantu siswa dalam
membuat catatan-catatan ketika anda menyampaikan materi pelajaran. Ada
banyak bentuk atau pola yang dapat dikerjakan untuk strategi ini. Salah
satunya dan yang paling sederhana adalah mengisi titik-titik.
Langkah-langkah:
1. Beri siswa panduan yang berisi ringkasan poin-poin utama dari materi
pelajaran yang akan anda sampaikan dengan strategi ceramah.
2. Kosongkan sebagian dari poin-poin yang anda anggap penting sehingga
akan terdapat ruang-ruang kosong dalam panduan tersebut.
3. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah:
a) Berikan suatu istilah dengan pengertiannya, kosongkan istilah atau
definisinya.
b) Kosongkan beberapa pertanyaan jika poin-poin utamanya terdiri dari
beberapa pertanyaan.
c) Dapat juga dibuat handout yang tercantum didalamnya sub topik dari
materi pelajaran anda. Beri tempat kosong yang cukup sehingga siswa
dapat membuat catatan didalamnya.
d) Bagikan bahan ajar yang anda buat kepada siswa. Jelaskan bahwa
anda sengaja menghilangkan beberapa poin yang penting dalam
handout untuk tujuan agar siswa tetap berkonsentrasi mendengarkan
pelajaran yang anda sampaikan.
e) Setelah selesai menyampaikan materi minta siswa untuk membacakan
hasilnya.
f) Beri klarifikasi.
Menurut Mel Silberman (2001: 103), Guided Note Taking (Catatan
Terbimbing/GNT)
merupakan
teknik
memberikan
satu
orang
yang
dipersiapkan yang mendorong peserta didik mencatat selagi guru mengajar.
Bahkan sebuah gerakan tubuh kecil akan mendorong peserta didik lebih besar
daripada jika handout pengajar yang lengkap diberikan. Ada berbagai macam
metode untuk membuat catatan secara terbimbing ini. Cara paling sederhana
melibatkan pengisian blangko.
Prosedur :
a) Persiapkan sebuah handout yang menyimpulkan poin-poin penting dari
sebuah pelajaran yang disampaikan dengan ceramah yang anda berikan.
b) Sebagai ganti memberikan teks yang lengkap, tinggalkan bagian-bagian
teks itu kosong.
c) Beberapa cara melakukan hal ini meliputi :
(i). Menyediakan sejumlah istilah dan definisi, biarkan istilah itu atau
definisinya kosong. Sebagai contoh :
_______: sebuah gambar berisi lima.
Octagon : _________
(ii). Tinggalkan satu atau lebih dari sejumlah poin itu kosong.
d) Bagikan handout kepada siswa. Jelaskan bahwa anda telah membuat
blangko-blangko itu untuk membantu mereka mendengarkan secara aktif
pelajaran yang dsampaikan dengan ceramah.
Variasi:
a) Berikan sebuah kertas kerja yang menyediakan sub-sub topik utama dari
materi anda yang anda sampaikan. Tinggalkan sejumlah besar ruang untuk
catatan.
b) Bagilah suatu pelajaran yang disampaikan dengan ceramah menjadi
beberapa bagian. Mintalah peserta didik mendengarkan penuh perhatian
selagi anda berbicara tapi tidak boleh mencatat. Malahan, ajaklah mereka
menulis catatan-catatan selama break dalam pelajaran yang disampaikan
dengan ceramah.
e. Model Pembelajaran Think Pair Share dengan Guided Note Taking
(TPS-GNT)
Pada model pembelajaran TPS dengan GNT guru menggunakan
langkah-langkah berikut:
Langkah 1.
Guru menyediakan siswa suatu informasi latar belakang materi
pelajaran yang akan dipelajari dengan materi yang sudah pernah
dipelajari di tingkat sebelumnya, lebih lanjut disebut materi prasyarat.
Dalam langkah ini siswa diberi panduan singkat yang berisi ringkasan
poin-poin utama dari materi prasyarat yang telah dipelajari di tingkat
sebelumnya yang akan di sampaikan guru dengan strategi ceramah.
Akan terdapat isian titik-titik dalam panduan tersebut agar siswa tetap
berkonsentrasi mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh guru
dan siswa dapat membuat catatan didalamnya.
Langkah 2.
Pada langkah ini siswa diajak dalam proses berpikir (Thinking). Guru
menjelaskan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit
untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan
penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
Langkah 3.
Pada langkah ini siswa diatur dalam kondisi berpasangan (Pairing).
Selanjutnya
guru
meminta
siswa
untuk
berpasangan
dan
mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu
yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan
yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah
khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak
lebih dari 4 menit atau 5 menit untuk berpasangan.
Langkah 4.
Pada langkah ini siswa diajak dalam proses Berbagi (Sharing ). Guru
meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi atau
bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang
telah mereka diskusikan dengan cara bergantian pasangan demi
pasangan dan dilanjutkan sampai beberapa siswa telah mendapat
kesempatan untuk melaporkan, paling tidak sekitar seperempat
pasangan, tetapi disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Pada
langkah ini akan menjadi efektif apabila guru berkeliling kelas dari
pasangan yang satu ke pasangan yang lain.
Berdasar prosedur pelaksanaan pada TPS
maupun TPS-GNT yang
telah diuraikan di atas, berikut disajikan rangkuman perbandingan antara
model
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pembelajaran TPS dan model pembelajaran TPS-GNT.
model
Tabel 2. Rangkuman Perbandingan antara Model Pembelajaran TPS dan
Model Pembelajaran TPS-GNT
Aspek
Tujuan Kognitif
Tujuan Sosial
Struktur Tim
Pemilihan Materi
Pembelajaran
Langkah
pembelajaran
TPS
Informasi akademik
sederhana
Keterampilan kelompok
dan keterampilan sosial
Kelompok
TPS-GNT
Informasi akademik
sederhana
Keterampilan kelompok dan
keterampilan sosial
Kelompok
Dilakukan oleh guru
Dilakukan oleh guru
a. Guru menyampaikan
inti
materi
dan
kompetensi yang ingin
dicapai.
b. Peserta didik diminta
untuk berpikir tentang
materi
atau
permasalahan
yang
disampaikan guru.
c. Peserta didik diminta
berpasangan dengan
teman
sebelahnya
kelompok 2 orang dan
mengutarakan
hasil
pemikiran
masingmasing.
d. Guru memimpin pleno
kecil diskusi, setiap
kelompok
mengemukakan hasil
diskusinya.
e. Berawal dari kegiatan
tersebut mengarahkan
pembicaraan
pada
pokok permasalahan
dan menambah materi
yang
belum
diungkapkan
para
siswa.
f. Guru
membimbing
siswa
untuk
mengambil
kesimpulan.
g. Penutup.
a. Guru menyampaikan inti
materi dan kompetensi
yang ingin dicapai.
b. Peserta didik diminta
untuk berpikir tentang
materi atau permasalahan
yang disampaikan guru.
c. Guru
mempersiapkan
sebuah materi prasyarat
yang
menyimpulkan
poin-poin
penting/tambahan
dari
sebuah pelajaran yang
disampaikan
untuk
mendorong
siswa
mencatat selagi guru
mengajar
d. Sebagai
ganti
dari
memberikan teks yang
lengkap, guru membuat
bahan pelajaran singkat
yang di dalamnya ada
bagian-bagian
tertentu
yang dikosongkan.
e. Peserta didik diminta
berpasangan
dengan
teman
sebelahnya
kelompok 2 orang dan
mengutarakan
hasil
pemikiran
masingmasing.
f. Guru memimpin pleno
kecil
diskusi, setiap
kelompok
mengemukakan
hasil
Tugas Utama
Siswa
Penilaian
diskusinya.
g. Berawal dari kegiatan
tersebut
mengarahkan
pembicaraan pada pokok
permasalahan
dan
menambah materi yang
belum diungkapkan para
siswa.
h. Guru membimbing siswa
untuk
mengambil
kesimpulan.
i. Penutup.
Siswa mengerjakan tugas Siswa mengerjakan tugas
secara
berpasangan secara berpasangan dengan
dengan
kelompok kelompok
masing-masing
masing-masing
dan dan
memastikan
tiap
memastikan tiap anggota anggota kelompok atau
kelompok atau pasangan pasangan
dapat
dapat mengerjakannya.
mengerjakannya
Bervariasi
Bervariasi
4. Kemampuan Berpikir Logis
a. Pengertian Kecerdasan (Kemampuan)
Belajar tidak mungkin dapat terlaksana bila dalam diri seseorang tidak
memiliki kecerdasan. Kecerdasan pada dasarnya dibawa sejak lahir. Gardner
dalam Armstrong (2004:3), mengemukakan sekurang-kurangnya ada tujuh
kecerdasan dasar. Belum lama berselang Gardner menambahkan yang
kedelapan dan membahas adanya kecerdasan yang kesembilan dan
menyatakan bahwa kecerdasan lebih berkaitan dengan kapasitas memecahkan
masalah dan menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah.
b. Kecerdasan Majemuk
Kenyataan menunjukkan bahwa dalam kehidupan manusia ada beragam
kecerdasan yang dimiliki setiap orang. Kecerdasan multiple Gardner dalam
Bellanca (2011: 2-4) meliputi :
Kecerdasan verbal/linguistic (berbicara/bahasa) adalah kecerdasan
kata-kata, atau kemampuan untuk menggunakan inti dari cara kerja bahasa
dengan jelas. Komponen utama dari kecerdasan ini dijalankan melalui
komunikasi dengan cara membaca, menulis, mendengar, dan berbicara. Lebih
utama lagi, penggunaan kecerdasan ini membantu menghubungkan antara
ilmu dan pemahaman yang telah dimiliki dengan informasi-informasi baru
serta
menjelaskan
verbal/linguistic
bagaimana
memungkinkan
hubungan
pemikiran
itu
terjadi.
seseorang
Kecerdasan
dikomunikasikan
dengan pihak lain, sehingga kecerdasan seperti ini memiliki nilai lebih di
sekolah. Kecerdasan verbal/linguistic membantu siswa menghasilkan dan
menyaring penggunaan bahasa dalam berbagai format. Kemampuan untuk
membentuk dan mengenali kata-kata berikut memahai polanya dengan
melihat, mendengar, dan pada beberapa kasus meraba adalah awal kecerdasan
verbal. Teknik-teknik berbahasa seperti metafora, hiperbola, simbol, dan tata
bahasa adalah kemampuan lanjutan. Teknik-teknik diperkaya dengan makna
melalui pola-pola konseptual, alasan, cita rasa, kecenderungan dan kepekaan,
struktur, dan peningkatan kosakata. Pada akhirnya puncak perkembangan
berbahasa dicapai oleh orang-orang yang mampu mengkombinasikan suara
dan rasa bahasa dalam pola yang unik untuk mengekspresikan dirinya. Nilai
kecerdasan verbal/linguistic diperkuat melalui kepiawaian membaca dan seni
berbahasa, namun juga kemahiran dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya.
Kecerdasan visual/spasial (pandang/ruang) adalah kecerdasan terhadap
bentuk dan gambar, atau kemampuan untuk memahami dunia visual secara
akurat dan menghadirkan kembali pengalaman-pengalaman visualnya.
Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk melihat bentuk, warna, figur dan
tampilan nyata berbentuk seni. Kecerdasan ini dimulai dari penajaman sensor
motorik penglihatan dan kesadaran. Mata membedakan warna, bentuk, figur,
tekstur, kedalaman ruang, dimensi, dan hubungan. Saat kecerdasan
berkembang, koordinasi mata-tangan dan otot-otot yang mengontrolnya
memungkinkan individu yang bersangkutan dapat menghadirkan kembali
figur dan warna pada berbagai media. Pelukis, pemahat, arsitek, kartografer
(juru peta), juru gambar, ahli pertamanan dan desainer grafik mampu
memindahkan gambaran yang ada dipikirannya menjadi objek ciptaan baru
atau objek lama yang diperbagus. Dengan cara ini, visual yang ditangkap
digabung dengan pengetahuan, pengalaman, emosi, dan gambaran yang telah
ada sebelumnya untuk menciptakan visi baru bagi pengetahuan dan
pemahaman selanjutnya.
Kecerdasan kinestetik/tubuh
Kecerdasan
ini
memungkinkan
adalah kecerdasan
seseorang
seluruh
tubuh.
mengontrol
dan
menginterpretasikan gerakan-gerakan tubuh, mengatur objek-objek fisik dan
membangun keseimbangan antara tubuh dan jiwa. Adalah suatu kesalahan bila
berpikir bahwa kecerdasan kinestetik terbatas pada bidang atletik. Teknisi
untuk peralatan bermesin atau bermotor halus memerlukan kecerdasan ini saat
menghadapi pekerjaan yang rumit, kemampuan navigator udara untuk
mengendalikan peralatan pesawat juga merupakan perkembangan dari
kecerdasan ini.
Kecerdasan musikal/ritmik adalah kecerdasan tone, ritme dan timbre
(nada, irama, dan warna suara). Kecerdasan ini dimulai dengan tingkat
sensitivitas seseorang untuk menentukan pola suara dan menanggapi pola
tertentu secara emosi. Saat siswa mengembangkan kesadaran musiknya,
mereka juga mengembangkan dasar-dasar kecerdasan ini. Kecerdasan musikal
berkembang seiring dengan meningkatnya kepuasan siswa saat mendengarkan
musik. Perkembangan selanjutnya terjadi saat siswa menciptakan variasi pola
musik yang lebih kompleks dan lebih halus, mengembangkan bakat terhadap
alat-alat musik, dilanjutkan dengan minat terhadap komposisi musik yang
kompleks.
Kecerdasan interpersonal adalah kecerdasan untuk bersosialisasi dan
bermasyarakat, atau kemampuan untuk memahami dan berhubungan dengan
orang lain. Orang yang menunjukkan kecerdasan ini dapat melihat dan
membedakan suasana hati, watak, sikap, motivasi, dan maksud seseorang.
Kemampuan interpersonal yang lebih kompleks dapat dilihat dari kemampuan
orang dewasa untuk membaca dan menafsirkan maksud dan tujuan yang
tersirat dalam diri orang lain. Kecerdasan ini termasuk kemampuan untuk
memahami dan berinteraksi dengan orang lain dengan hasil saling
menguntungkan. Kecerdasan interpersonal meliputi kemampuan komunikasi
verbal dan nonverbal, kemampuan bekerja sama, kemampuan mengolah
konflik,
kemampuan
membuat
perjanjian,
juga
kemampuan
untuk
mempercayai, menghargai, memimpin dan memotivasi orang lain, juga
kemampuan untuk hasil yang saling menguntungkan bagi kedua pihak. Empati
terhadap perasaan, kecemasan, harapan, dan keyakinan orang lain, kemauan
untuk mendengarkan keluhan orang tanpa menghakiminya, dan keinginan
untuk membantu orang-orang yang memiliki kecerdasaan interpersonal tinggi.
Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan pemahaman diri atau
pengenalan diri yaitu kemampuan untuk mengenal diri sendiri, belajar dan
menentukan tanggung jawab dalam hidupnya. Orang yang memiliki
kecerdasan intrapersonal tinggi dapat memahami kisaran emosinya dan
menggunakannya untuk mengatur sikap dan tingkah lakunya, dengan tepat
dan berpikir cepat, menampilkan dan menilai dirinya. Kebutuhan untuk
mengintrospeksi diri semacam ini, menjadikan kecerdasan intrapersonal
sebagai
kecerdasan
yang
bersifat
paling
pribadi.
Kecerdasan
ini
memungkinkan seseorang mengambil tanggung jawab yang lebih besar untuk
belajar dan untuk kehidupannya.
Kecerdasan alamiah/naturalis adalah kecerdasan alamiah yang lahir
dari kemampuan seseorang untuk mengenali spesies-spesies tumbuhan dan
hewan yang ada dilingkungan hidup kemudian menciptakan taksonomi untuk
mengelompokkannya ke dalam beberapa subspecies. Anak kecil yang dapat
memetik bunga, menyebut nama hewan-hewan yang berbeda, bahkan mampu
mengelompokkan barang-barang seperti sepatu, mobil-mobilan, pakaian
berdasarkan kesamaan yang dimiliki barang-barang tersebut, merupakan cikal
bakal seorang naturalis. Orang-orang dengan tipe pembelajaran naturalistik
dapat ditemui pada bidang ilmu botani dan zoology. Namun pekerja di bidang
kimia organik, entomologi, apoteker, fotografi, teknik sipil, dan beberapa
bidang lainnya juga harus mengembangkan kemampuan naturalisnya.
Kemampuan/kecerdasan logika matematika adalah kecerdasan angka
dan alasan, atau kemampuan untuk menggunakan alasan-alasan induksi dan
deduksi, memecahkan masalah-masalah abstrak, dan memahami hubunganhubungan yang kompleks dari hal-hal, konsep-konsep dan ide-ide yang saling
berkaitan antara satu dengan lainnya. Kecerdasan ini mencakup kemampuan
untuk mengklasifikasi, memprediksi, menentukan prioritas, menyusun
hipotesa ilmiah, dan memahami pola hubungan sebab akibat. Kemampuan
menetapkan alasan diterapkan pada ruang lingkup yang luas, termasuk
penggunaan logika berpikir sains, ilmu-ilmu sosial, kesusastraan dan bidangbidang lainnya seperti penggunaan komputer untuk mengolah kata (word
processing), membaca dan menggunakan spreadsheet, mempelajari bahasa
k. (belajar
menafsirkan notas-notasi musik). Anak-anak usia dini mengembangkan
kecerdasan ini, saat mereka berhadapan dengan masalah-masalah yang nyata.
Mereka menangkap konsep hubungan satu lawan satu dan konsep numerik
atau penomoran. Mereka berkembang dari ide-ide konkret ke ide-ide
representatif dalam bentuk bahasa simbol, membuat persamaan dan
memformulasikan apa yang mereka pelajari tentang hal-hal bersifat abstrak
dengan menggunakan logika berpikir. Kemampuan berpikir praktis memilah,
menganalisis dan memperkirakan diajarkan di seluruh kurikulum sekolah,
namun perlu penekanan lebih melalui aktivitas pembelajaran aktif.
Kecerdasan logika matematika merupakan kecerdasan dalam hal
logika dan angka. Ini
merupakan kecerdasan para ilmuan, akuntan, dan
pemrogram komputer. Ciri-ciri orang-orang yang cerdas logika matematika
mencakup kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola
sebab akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola
numerik dan pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional.
Kecerdasan logika matematika adalah kemampuan untuk menangani
bilangan
dan
perhitungan,
pola
dan
pemikiran
logis
dan
ilmiah
(May Lwin, 2008: 41). Hubungan antara matematika dan logika adalah bahwa
keduanya secara ketat mengikuti hukum dasar. Hukum ini menjelaskan
bagaimana argumentasi disusun, bukti dan syarat dinyatakan dan kesimpulan
dibuat.
Anak-anak yang cerdas secara matematis sering tertarik dengan
bilangan dan pola dari usia yang sangat muda. Mereka menikmati berhitung
dan dengan cepat belajar menambah, mengurangi, mengali, dan membagi.
Selain itu anak-anak yang terampil dalam matematika cepat memahami
konsep waktu. Anak-anak yang cerdas secara matematis senang melihat pola
dalam informasi mereka, dan mereka dapat mengingat bilangan dalam pikiran
mereka untuk jangka waktu yang lebih panjang. Menjelaskan konsep-konsep
secara logis, meningkatkan pemahaman mereka. Anak-anak yang demikian
senang membuat kesimpulan dari ilmiah dari pengamatan mereka.
Gardner (1999) dalam Sudarwan (2010: 181), kecerdasan matematika
logis adalah kemampuan individu dalam menggunakan angka-angka dengan
baik dan melakukan penalaran dengan benar. Kemampuan individu dalam
menggunakan angka-angka dengan baik, misalnya ahli matematika, akuntan
pajak, dan ahli statistik. Kemampuan individu dalam melakukan penalaran
dengan benar, misalnya sebagai ilmuwan matematika, pemrogram komputer
atau ahli logika. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan
logis, pernyataan dan dalil dengan logika berpikir jika maka atau sebab akibat.
Juga fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lain, misalnya, kategorisasi,
klasifikasi,
pengambilan
kesimpulan,
generalisasi,
penghitungan,
dan
pengujian hipotesis penelitian.
Gampbell
(1999) dalam Jibrael Yuromissu (2005)
menyatakan
intelegensi logika matematika mengungkapkan tiga hal luas tapi yang
berhubungan antara satu dengan yang lain yaitu : matematika, ilmu sains, dan
logika. Selanjutnya ia menyusun suatu daftar untuk mendapatkan ekspresi
matematika dalam setiap individu yang mungkin terjadi dimana seseorang
akan memiliki intelegensi logika matematika yang berkembang dengan baik
diantaranya :
a) Menerima objek-objek dan fungsinya didalam lingkungan mereka.
b) Sudah cukup familiar dengan konsep- konsep kuantitas waktu dan
hubungan sebab akibat.
c) Mampu mempergunakan simbol-simbol abstrak untuk mempresentasikan
objek-objek maupun konsep abstrak.
d) Mampu mendemonstrasikan kemampuan mereka pada pemecahan
masalah secara logis
e) Bisa menerima pola dan hubungan.
f) Mampu melakukan uji hipotesa.
g) Bisa mempergunakan kemampuan matematika seperti membuat perkiraan perkiraan, melakukan perhitungan algortima, mengartikan statistik, dan
secara visual mampu mempresentasikan informasi-informasi dalam bentuk
grafik.
h) Menikmati pengoperasian secara kompleks seperti kalkulus, fisika,
programing, komputer, atau metode-metode penelitian.
i) Berpikir secara matematis dengan cara mengumpulkan bukti-bukti,
membuat hipotesis, merumuskan model, dan membangun argumentasiargumentasi yang cukup kuat.
j) Mampu mempergunakan teknologi yang tepat untuk memecahkan
permasalahan matematika.
k) Mengekspresikan ketertarikan di dalam karier seperti akunting, teknologi
komputer, hukum, mesin, dan ilmu kimia.
l) Mampu menciptakan model-model baru atau menerima pandangan baru
didalam sains dan matematika.
Cara-cara untuk mengembangkan kecerdasan logika matematika antara
lain: mempelajari cara menggunakan simpoa, mengerjakan teka teki pengasah
otak, mempelajari sebuah bahasa komputer.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
berpikir logis adalah kecerdasan angka dan alasan, atau kemampuan untuk
menggunakan alasan-alasan induksi dan deduksi, memecahkan masalah-masalah
abstrak, dan memahami hubungan-hubungan yang kompleks dari hal-hal, konsepkonsep dan ide-ide yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Kecerdasan
ini mencakup kemampuan untuk mengklasifikasi, memprediksi, menentukan
prioritas, menyusun hipotesa ilmiah, dan memahami pola hubungan sebab akibat.
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Henry Suryo Bintoro tahun 2009, yang
mengemukakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika yang
siginifikan yaitu bagi siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran TPS lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang mengikuti pembelajaran matematika secara ekspositori/konvensional
pada siswa SMP di kota Surakarta. Persamaan antara penelitian yang
dilakukan oleh Henry Suryo Bintoro dengan yang peneliti lakukan adalah
sama-sama menggunakan model pembelajaran TPS. Perbedaan antara
penelitian yang dilakukan oleh Henry Suryo Bintoro dengan yang peneliti
lakukan adalah pada penelitian Henry Suryo Bintoro dilakukan pada siswa
SMP di kota Surakarta pada materi Faktorisasi Suku Aljabar, sedangkan pada
penelitian yang peneliti lakukan adalah pada siswa SMA di kota Salatiga pada
materi peluang.
2. Penelitian
yang dilakukan oleh
Alfiyatul
Fajar
tahun
2010,
yang
mengemukakan bahwa terdapat efek yang sama terhadap prestasi belajar siswa
pada pokok bahasan bangun ruang prisma tegak dan limas antara siswa yang
mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Teams
Games Tournament (TGT) dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran
matematika dengan Think-Pair- Share (TPS). Persamaan antara penelitian
yang dilakukan oleh Alfiyatul Fajar dengan yang peneliti lakukan adalah
sama-sama menggunakan model pembelajaran TPS. Perbedaan antara
penelitian yang dilakukan oleh Alfiyatul Fajar dengan yang peneliti lakukan
adalah pada penelitian Alfiyatul Fajar dilakukan pada siswa SMP di kota
Surakarta pada materi Bangun Ruang Prisma Tegak dan Limas, sedangkan
pada penelitian yang peneliti lakukan adalah pada siswa SMA di kota Salatiga
pada materi Peluang.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Urip Tisngati. S
tahun
2011, yang
mengemukakan bahwa terdapat perbedaan terhadap prestasi belajar siswa
pada pokok bahasan Fungsi antara siswa yang mengikuti pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dengan
siswa yang mengikuti model pembelajaran matematika dengan TPS. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan model
pembelajaran TTW lebih baik daripada model pembelajaran TPS. Persamaan
antara penelitian yang dilakukan oleh Urip Tisngati. S dengan yang peneliti
lakukan adalah
sama-sama menggunakan
model
pembelajaran
TPS.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Urip Tisngati. S dengan
yang peneliti lakukan adalah pada penelitian Urip Tisngati. S dilakukan pada
siswa SMP Negeri di Kabupaten Pacitan pada materi fungsi, sedangkan pada
penelitian yang peneliti lakukan adalah pada siswa SMA di Kota Salatiga pada
materi peluang.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Dhian Endahwuri tahun
2011, yang
mengemukakan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted
Individually (TAI) menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik
dibandingkan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi bangun
ruang. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Dhian Endahwuri
dengan yang peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan model
pembelajaran TPS. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Dhian
Endahwuri dengan yang peneliti lakukan adalah pada penelitian Dhian
Endahwuri dilakukan pada siswa Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kabupaten
Grobogan pada materi bangun ruang, sedangkan pada penelitian yang peneliti
lakukan adalah pada siswa SMA di Kota Salatiga pada materi peluang.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan tinjauan pustaka dan beberapa penelitian yang relevan,
disusun kerangka pikir sebagai berikut.
1. Kaitan Masing-Masing Model Pembelajaran terhadap Prestasi Belajar
Matematika
Salah satu model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk
aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran ini
didapatkan
adanya
proses
kebersamaan
dalam
menyelesaikan
suatu
permasalahan. Model pembelajaran kooperatif terdapat interaksi antar siswa
dalam kelompoknya maupun interaksi antara siswa dan guru sebagai pengajar
sehingga dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran. Interaksi dalam kelompok ini akan berjalan dengan baik jika dalam
setiap kelompok mempunyai kemampuan yang heterogen.
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan sebuah model
pembelajaran yang lebih banyak melibatkan seluruh siswa untuk aktif
berpartisipasi selama proses pembelajaran, terdapat interaksi antara siswa
melalui
diskusi
untuk
menyelesaikan
masalah
akan
meningkatkan
keterampilan sosial siswa, juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan keterampilan bertanya, berdiskusi dan mengembangkan
bakat kepemimpinan sehingga diharapkan siswa dapat lebih mudah
memahami konsep sehingga menghasilkan prestasi belajar yang baik.
Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan guru dalam mengajar. Pemilihan model pembelajaran yang tidak
tepat justru dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Agar model
pembelajaran terpilih dengan tepat, seorang guru harus mengetahui macammacam model pembelajaran dan mengetahui pula model pembelajaran yang
sesuai dengan materi pembelajarannya.
Terdapat kelemahan pada model pembelajaran TPS yang akhirnya
menjadi kendala dalam penggunaan model pembelajaran ini, diantaranya
adalah siswa
yang pandai
cenderung
mendominasi
sehingga
dapat
menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang kurang pandai, diskusi
tidak akan berjalan lancar jika siswa hanya menyalin pekerjaan siswa yang
pandai tanpa memahami bagaimana proses menyelesaikan pekerjaan/tugas
yang diberikan.
Guided
Note
Taking
(Catatan Terbimbing)
termasuk strategi
pembelajaran aktif. Dalam strategi ini, sebagai guru menyiapkan suatu bagan
atau skema atau yang lain yang dapat membantu siswa
dalam membuat
catatan-catatan ketika guru menyampaikan materi pelajaran. Salah satu bentuk
yang paling sederhana adalah mengisi titik-titik bagian teks/handout yang
kosong. Guided Note Taking (Catatan Terbimbing) merupakan teknik yang
popular, dimana guru memberikan satu orang yang dipersiapkan yang
mendorong siswa mencatat selagi guru mengajar. Bahkan sebuah gerakan
tubuh kecil akan mendorong siswa lebih besar daripada jika handout pengajar
yang lengkap diberikan.
Ada berbagai macam metode untuk membuat catatan secara
terbimbing ini. Cara paling sederhana melibatkan pengisian blangko dan
melibatkan siswa lebih aktif untuk melengkapi bagian-bagian yang kosong
dengan harapan siswa lebih memahami materi pelajaran sehingga dapat
memberikan prestasi belajar yang baik bagi siswa. Guided Note Taking (GNT)
ini akan dicoba dimodifikasikan pada penggunaan model pembelajaran TPS,
yang diharapkan dapat menutupi kelemahan atau kendala yang terjadi pada
model pembelajaran TPS sehingga diharapkan juga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Dengan demikian siswa yang diberi pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran TPS-GNT pada materi peluang
diduga dapat memperoleh prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang
diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS.
Dengan demikian, dimungkinkan bahwa prestasi belajar matematika
siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS-GNT lebih baik
dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model
pembelajaran kooperatif TPS.
2. Kaitan Masing-Masing Kategori Kemampuan Berpikir Logis terhadap
Prestasi Belajar Matematika
Pada dasarnya untuk menyampaikan materi pokok peluang, diperlukan
kemampuan berpikir logis pada siswa agar siswa dapat lebih mudah
memahami materi yang disampaikan guru. Setiap individu yang mungkin
terjadi dimana seseorang akan memiliki kemampuan logika matematika yang
berkembang dengan baik diantaranya mampu mempergunakan simbol-simbol
abstrak untuk mempresentasikan objek-objek maupun konsep abstrak, dan
mampu mendemonstrasikan kemampuan mereka pada pemecahan masalah
secara logis, terutama pada materi peluang. Oleh karena itu siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi akan lebih mudah dalam
menerima pelajaran daripada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis sedang. Siswa dengan kemampuan berpikir logis sedang diduga akan
mempunyai hasil belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan
berpikir logis rendah dan siswa dengan kemampuan berpikir logis tinggi
diduga akan mempunyai hasil belajar yang lebih baik dari siswa dengan
kemampuan berpikir logis rendah.
Berdasarkan uraian di atas, dimungkinkan prestasi belajar matematika
siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dibanding
prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis
sedang maupun rendah, dan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki
kemampuan berpikir sedang lebih baik dibanding prestasi belajar matematika
siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah.
3. Kaitan antara Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran dan
Kemampuan Berpikir Logis terhadap Prestasi Belajar Matematika
Masing-masing kategori model pembelajaran dan kemampuan berpikir
logis yang dimiliki oleh setiap siswa dimungkinkan memberikan kontribusi
yang beragam terhadap perolehan prestasi belajar matematika siswa. Setiap
model pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Efektifitas
suatu model pembelajaran akan bergantung pada karakteristik setiap siswa.
Model pembelajaran kooperatif TPS merupakan model pembelajaran yang
menuntut adanya peran aktif setiap anggota kelompok dalam melakukan
diskusi agar siswa mampu mengkonstruksi dan menggunakan kemampuan
mereka dalam memecahkan masalah secara logis. Kemampuan berpikir logis
dari dalam diri siswa terhadap konsep peluang sangat diperlukan. Hal ini akan
mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi kelompok
agar memiliki pemahaman yang optimal terhadap konsep peluang.
Penerapan suatu model pembelajaran tertentu tidak selalu efektif pada
setiap situasi karena adanya perbedaan kemampuan berpikir logis siswa.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis yang baik dalam
mempersepsikan dan mengorganisasikan kembali informasi yang telah
diterimanya sehingga mampu memecahkan masalah peluang dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas, dimungkinkan kaitan masing-masing kategori
model pembelajaran pada kemampuan berpikir logis terhadap prestasi terjadi
sebagai berikut:
a. Kaitan Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran pada Kemampuan
Berpikir Logis Tinggi terhadap Prestasi Belajar Matematika
Meskipun penerapan model pembelajaran kooperatif TPS-GNT
menuntut
lebih
tinggi
dalam
hal
pemahaman
materi
prasyarat
dibandingkan model pembelajaran kooperatif TPS, dimungkinkan bahwa
pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi, prestasi
belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif
TPS-GNT sama baik dibanding prestasi belajar matematika siswa yang
dikenai model pembelajaran kooperatif TPS.
b. Kaitan Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran pada Kemampuan
Berpikir Logis Sedang terhadap Prestasi Belajar Matematika
Oleh karena penerapan model pembelajaran kooperatif TPS-GNT
menuntut
lebih
tinggi
dalam
hal
pemahaman
materi
prasyarat
dibandingkan model pembelajaran kooperatif TPS, dimungkinkan bahwa
pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang, prestasi
belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif
TPS-GNT lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang
dikenai model pembelajaran kooperatif TPS.
c. Kaitan Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran pada Kemampuan
Berpikir Logis Rendah terhadap Prestasi Belajar Matematika
Oleh karena penerapan model pembelajaran kooperatif TPS dengan
GNT menuntut lebih tinggi dalam hal pemahaman materi prasyarat
dibandingkan model pembelajaran kooperatif TPS, dimungkinkan bahwa
pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah prestasi
belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif
TPS-GNT lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang
dikenai model pembelajaran kooperatif TPS.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
kooperatif TPS-GNT mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran matematika model
pembelajaran kooperatif TPS.
2. Siswa yang kemampuan berpikir logisnya tinggi
belajarnya dibandingkan dengan
lebih baik prestasi
siswa yang kemampuan berpikir
logisnya sedang dan rendah, dan siswa yang kemampuan berpikir logisnya
sedang lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan siswa yang
kemampuan berpikir logisnya rendah pada materi pokok peluang.
3. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi, prestasi
belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif
TPS-GNT sama dengan siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif
TPS.
4. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang, prestasi
belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif
TPS-GNT lebih baik daripada siswa yang diberi model pembelajaran
kooperatif TPS.
5. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah, prestasi
belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif
TPS-GNT lebih baik daripada siswa yang diberi model pembelajaran
kooperatif TPS.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian
1. Tempat dan Subjek penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Kota Salatiga
Provinsi Jawa Tengah. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI Program
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester 1 Tahun Pelajaran
2011/2012 dan terdapat tahapan-tahapan sebagai berikut:
Tabel 3. Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Tahap
Kegiatan
Pengajuan judul penelitian
Februari 2011
Penyusunan proposal penelitian
Maret-Juni 2011
Perencanaan Pembuatan RPP, Lembar Kerja (LK)
Pembuatan instrumen penelitian
(soal tes kemampuan berpikir logis
dan tes prestasi belajar matematika)
Pengajuan izin penelitian
Pelaksanaan
Waktu (bulan)
Juli 2011
Juli 2011
Agustus 2011
Uji coba instrument
September 2011
Eksperimen
September-Oktober
2011
Pengumpulan data
Analisis data, penyusunan laporan
Penyelesaian penelitian
November 2011
Desember-Januari
2012
B. Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu, karena peneliti
tidak mungkin mengontrol dan manipulasi semua variabel yang relevan
kecuali beberapa dari variabel-variabel yang diteliti. Hal ini sesuai dengan
pendapat Budiyono (2003: 82) bah
ental semu
adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi
yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan
yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasi semua
Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel
bebas yaitu model pembelajaran kooperatif TPS pada kelas eksperimen dan
model pembelajaran kooperatif TPS-GNT juga pada kelas eksperimen.
Variabel bebas yang lain yaitu kemampuan berpikir logis dari siswa dijadikan
sebagai variabel yang ikut mempengaruhi variabel terikat.
2. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan adalah rancangan faktorial 2 x 3, untuk
mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat.
Tabel 4. Rancangan Penelitian
Kemampuan Berpikir Logis (b)
Model Pembelajaran (a)
Tinggi (b1)
Sedang (b2 )
Rendah (b3 )
Model Pembelajaran TPS (a1)
(ab)11
(ab)12
(ab)13
Model Pembelajaran TPS-GNT (a2)
(ab)21
(ab)22
(ab)23
3. Pelaksanaan Eksperimen
Sebelum diberi perlakuan, terlebih dahulu peneliti akan mengecek
keadaan kemampuan awal dari sampel penelitian yang akan diberi perlakuan
dari kedua kelompok eksperimen. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah
kemampuan awal kedua kelompok tersebut dalam keadaan seimbang. Data
yang digunakan adalah nilai Tes Akhir Semester kelas X semester 2 Tahun
Pelajaran 2010/2011. Pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan khusus
yaitu pada kelompok eksperimen pertama diberi pembelajaran matematika
dengan model pembelajaran TPS, sedangkan pada kelompok ekperimen kedua
diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS-GNT.
Pada akhir eksperimen kedua kelompok tersebut diukur kembali
dengan menggunakan alat ukur (soal tes) yang sama, yaitu soal tes hasil
belajar matematika pada materi pokok peluang. Hasil pengukuran tersebut
akan dianalisis dan dibandingkan dengan tabel uji statistika yang digunakan.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI program Ilmu
Pengetahuan Alam Sekolah Menengah Atas di Kota Salatiga tahun pelajaran
2011/2012 yang terdiri dari 8 SMA.
Tabel 5. Daftar Sekolah SMA Kota Salatiga
Kode
Sekolah
05-001
05-002
05-003
05-201
05-202
05-203
05-204
05-206
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nama
Sekolah
SMA Negeri 1
SMA Negeri 2
SMA Negeri 3
SMA Kristen 1
SMA Kristen 2
SMA Kristen Satya Wacana
SMA Muhammadiyah
SMA Theresiana
Status
Sekolah
Negeri
Negeri
Negeri
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
2. Sampel
Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti sebagian dari populasi,
diharapkan bahwa hasil yang diperoleh sudah dapat menggambarkan sifat
populasi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan di samping memerlukan biaya
yang besar, juga membutuhkan waktu yang lama.
Sebagian atau wakil
populasi yang diteliti itu dinamakan sampel. Berdasarkan Tabel 5, dari 8 SMA
tersebut terdapat sekolah dengan kategori RSBI yaitu SMA Negeri 1 Salatiga.
Pada sekolah tersebut terdapat 2 kriteria kelas yaitu kelas yang diberi
perlakuan dengan pembelajaran berbasis internasional dan kelas yang tidak
diberi perlakuan pembelajaran berbasis internasional. Pada penelitian ini
subjek yang digunakan adalah siswa pada kelas yang tidak diberi perlakuan
pembelajaran berbasis internasional.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik stratified
cluster random sampling dengan menempuh langkah-langkah berikut :
a. Melihat rerata nilai Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2010/2011 Sekolah
Menengah Atas se-Kota Salatiga kemudian
dipilih 3 sekolah yang
masing-masing mewakili sekolah dengan pertimbangan sekolah-sekolah
ini dinilai dapat mewakili populasinya. Mengacu pada hasil Ujian
Nasional tahun pelajaran 2010/2011, pengelompokan sekolah menjadi
tiga kategori yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok
rendah. Pengelompokan dilakukan dengan cara skala pengukuran yaitu
skala interval yang diubah dalam skala ordinal.
Suatu sekolah dikatakan kelompok tinggi, apabila rerata nilai
matematika siswa pada Ujian Nasional tahun pelajaran 2010/2011 lebih
dari rerata gabungan (
(
) ditambah 0,5 simpangan baku gabungan
), kemudian suatu sekolah dikatakan kelompok sedang apabila rerata
nilai matematika siswa pada Ujian Nasional tahun pelajaran 2010/2011
lebih dari atau sama dengan rerata gabungan (
simpangan baku gabungan (
gabungan (
) dikurang 0,5
) dan kurang dari atau sama dengan rerata
) ditambah 0,5 simpangan baku (
), sedangkan suatu
sekolah dikatakan kelompok rendah apabila rerata nilai matematika siswa
pada Ujian Nasional tahun pelajaran 2010/2011 kurang dari rerata
gabungan (
) dikurangi 0,5 simpangan baku (
).
Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 5 diperoleh nilai rerata
gabungan dari nilai Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika adalah
7,5775 dan simpangan baku gabungan 0,5208. Pengelompokan sekolah
dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :
Tabel 6. Kategori SMA di Kota Salatiga
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Kode
Nama
Nilai UN
Sekolah
Sekolah
Matematika
05-001
05-003
05-002
05-203
05-202
05-204
05-201
05-206
SMANegeri 1
SMANegeri 3
SMANegeri 2
SMA Satya Wacana
SMU Kristen 2
SMA Muhammadiyah
SMU Kristen 1
SMA Theresiana
8,50
8,16
7,79
7,69
7,29
7,17
7,13
6,89
Kategori
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
b. Berdasarkan Tabel 6, sampel dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Dari ketiga
kelompok diambil satu SMA secara acak yang mewakili kelompok tinggi
dan terpilih SMA Negeri 1 Salatiga, satu SMA yang mewakili kelompok
sedang dan terpilih SMA Negeri 2 dan satu SMA yang mewakili
kelompok rendah dan terpilih SMA Kristen 1 Salatiga.
Dari ketiga SMA tersebut, kemudian dilakukan pengundian lagi untuk
menentukan kelas yang akan dijadikan sampel penelitian kelas eksperimen
1 dan kelas eksperimen 2. Pengambilan sampel secara acak pada populasi
dimaksudkan agar setiap kelas pada populasi dapat terwakili. Setelah
dilakukan pengundian masing-masing sekolah terpilih dua kelas sebagai
tempat penelitian kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.
c. Sebelum pelaksanaan eksperimen dilaksanakan, maka terlebih dahulu
dilakukan uji keseimbangan rata-rata dengan menggunakan uji-t. Uji ini
digunakan untuk mengetahui bahwa apakah sampel ini memiliki
kemampuan awal yang sama. Uji keseimbangan kedua sampel dipakai uji t
dengan alasan bahwa variansi populasi tidak diketahui. Data yang
digunakan untuk uji keseimbangan diambil dari dokumentasi nilai Tes
Akhir Semester 2 kelas X tahun pelajaran 2010/2011 untuk mata pelajaran
matematika pada kedua kelas eksperimen. Sebelum dilakukan uji
keseimbangan,
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas terhadap kemampuan awal.
D. Variabel Penelitian dan Metode Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu dua variabel bebas dan satu
variabel terikat. Variabel-variabel itu adalah sebagai berikut :
a. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa
1). Definisi Operasional: prestasi belajar siswa yaitu yang berupa
kemampuan hasil belajar yang berupa skor atau angka yang diperoleh
siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika.
2). Indikator: nilai tes prestasi belajar setelah memperoleh perlakuan
pembelajaran.
3). Skala pengukuran: skala interval.
b. Variabel Bebas
1). Model Pembelajaran
a) Definisi operasional : Model pembelajaran yaitu cara yang
digunakan oleh guru dalam mengajarkan satuan atau unit materi
pelajaran kepada siswa dengan memusatkan pada keseluruhan
proses yang berisi prosedur baku untuk mencapai tujuan tertentu,
pada penelitian ini model pembelajaran yang digunakan adalah
model pembelajaran TPS-GNT dan model pembelajaran TPS.
b) Indikator :
1. Kelompok eksperimen pertama diberikan model pembelajaran
TPS.
2. Kelompok eksperimen kedua diberikan model pembelajaran
TPS-GNT.
c) Skala Pengukuran : skala nominal
2). Kemampuan Berpikir Logis
a) Definisi operasional: Kemampuan berpikir logis/kecerdasan logika
matematika adalah kecerdasan angka dan alasan, atau kemampuan
untuk
menggunakan
alasan-alasan
induksi
dan
deduksi,
memecahkan masalah-masalah abstrak, dan memahami hubungan-
hubungan yang kompleks dari hal-hal, konsep-konsep dan ide-ide
yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Kecerdasan ini
mencakup kemampuan untuk mengklasifikasi, memprediksi,
menentukan prioritas, menyusun hipotesa ilmiah, dan memahami
pola hubungan sebab akibat.
b) Indikator: Kemampuan berpikir logis siswa dari ketiga sekolah
diukur menggunakan Hasil Pemeriksaan Psikologis yaitu dari
Aletheia Consultant dengan alamat Jl. Lawu 2 Salatiga-50724;
Telp. (0298) 7160306; web: www.aletheia-consultant.com.
c) Skala Pengukuran : skala ordinal
2. Metode Pengumpulan Data
Pengujian suatu hipotesis di dalam penelitian ini diperlukan adanya data
yang mendalam tentang hubungan-hubungan antar variabel dalam penelitian.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Metode Dokumentasi
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan data kemampuan awal berupa nilai Tes Akhir Semester
pada kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011. Data nilai Tes Akhir
Semester pada kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 diambil
dari ketiga sekolah yang telah terpilih. Data yang telah diperoleh
digunakan untuk uji keseimbangan antara kedua kelompok eksperimen.
Menurut Budiyono (2003: 54),
pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang
b. Metode Tes
Dalam penelitian ini metode tes digunakan untuk mengumpulkan
data tentang prestasi belajar matematika, yaitu data nilai prestasi siswa
yang telah diberi pembelajaran matematika model pembelajaran TPS dan
pembelajaran matematika model pembelajaran TPS-GNT. Instrumen soal
tes yang digunakan oleh peneliti disusun berpedoman pada kisi-kisi soal
yang telah diujicobakan terlebih dahulu . Dalam penelitian ini bentuk tes
yang digunakan adalah soal pilihan ganda yang berisi tentang materi
pokok peluang.
adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan
pertanyaan atau suruhanSelain itu, metode tes digunakan untuk mengumpulkan data
tentang kemampuan berpikir logis siswa.
Pengumpulan data ini
menggunakan jasa dari Lembaga Psikologi yaitu Aletheia Consultant
dengan alamat Jl. Lawu 2 Salatiga-50724; Telp. (0298) 7160306; web:
www.aletheia-consultant.com.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes untuk
memperoleh data tentang prestasi belajar matematika dan tes kemampuan berpikir
logis siswa untuk memperoleh data tentang kemampuan berpikir logis tinggi,
sedang, dan rendah siswa. Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu
diadakan uji coba untuk tes prestasi belajar, sedangkan untuk
kemampuan
berpikir logis siswa pengukuran tingkat sedang, rendah, dan tinggi telah
menggunakan jasa dari Lembaga Psikologi yaitu Aletheia Consultant dengan
alamat Jl. Lawu 2 Salatiga-50724; Telp. (0298) 7160306; web: www.aletheiaconsultant.com.
Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut
diuji terlebih dahulu dengan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui
kualitas item soal. Sedangkan untuk menguji butir instrumen digunakan daya
pembeda, dan tingkat kesukaran.
1)
Uji Validitas Isi
Suatu instrumen valid menurut validitas isi apabila isi instrumen tersebut
telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang akan
diukur.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk tes prestasi belajar agar tes
mempunyai validitas isi adalah sebagai berikut:
a) Bahan uji (tes) harus merupakan sampel yang representatif untuk
mengukur sampel seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau
dari materi yang diajarkan maupun dari sudut proses belajar.
b) Titik berat bahan yang harus diujikan harus seimbang dengan titik berat
bahan yang telah diajarkan.
c) Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum diajarkan untuk
menjawab soal-soal ujian dengan benar.
(Budiyono, 2003:58)
Dalam meneliti apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi
yang tinggi, yang biasanya dilakukan adalah melalui experts judgment
(penilaian yang dilakukan oleh para pakar). Dalam hal ini para penilai
(biasa disebut subject-matter expert) menilai apakah kisi-kisi yang dibuat
oleh pengembang tes mewakili isi (substansi) yang akan diukur. Langkah
berikutnya para penilai menilai apakah masing-masing butir tes yang
telah disusun cocok atau relevan dengan klasifikasi kisi-kisi yang
ditentukan.
2)
Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketetapan atau ketelitian suatu alat ukur. Alat
ukur dikatakan reliabel apabila dapat dipercaya, konsisten, atau stabil.
Alat untuk menguji reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus
formula Kuder Richardson yaitu:
dengan:
= indeks reliabilitas instrumen.
= banyaknya butir dalam tes.
= proporsi subjek yang mendapat angka 1 pada suatu butir, yaitu
banyaknya subjek yang mendapat angka 1 dibagi oleh banyaknya seluruh
subjek yang menjawab butir tersebut
=1
= varians total skor tes
Dalam penelitian ini disebut reliabel apabila indeks reliabilitas yang
diperoleh telah melebihi 0,70 ( r11 > 0, 70).
(Budiyono, 2003: 69)
3) Daya Pembeda
Suatu butir soal dikatakan mempunyai daya pembeda jika
kelompok siswa yang pandai menjawab benar lebih banyak dari
kelompok siswa yang kurang pandai. Penentuan daya pembeda setiap
butir soal digunakan rumus klasik. Dengan cara ini, peserta tes diurutkan
dari skor total tertinggi sampai dengan skor total terendah kemudian
peserta tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas
(pandai) dan kelompok bawah (tidak pandai). Penentuan ini didasarkan
atas mediannya yang berarti separuh dari peserta tes adalah kelompok
atas dan separuh peserta tes adalah kelompok bawah. Indeks daya pebeda
dirumuskan sebagai berikut :
Dengan:
indeks daya pembeda untuk butir soal ke-i
= banyaknya peserta tes pada kelompok atas yang menjawab benar
= banyaknya peserta tes pada kelompok atas
= banyaknya peserta tes pada kelompok bawah yang menjawab benar
= banyaknya peserta tes pada kelompok bawah
Jika indeks daya pembeda untuk butir soal ke-i kurang 0,3 maka
butir tersebut harus dibuang.
(Budiyono, 2011:32)
4) Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran
yang memadai artinya tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sukar.
Tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi banyaknya peserta yang
menjawab benar butir soal tersebut terhadap seluruh peserta tes.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran dengan
proporsi menjawab benar adalah:
dengan :
P = proporsi menjawab benar atau tingkat kesukaran
B = banyaknya peserta yang menjawab benar
= banyak peserta tes
Berdasar rumus di atas rentang nilai indeks tingkat kesukaran
adalah 0
P
1, dimana semakin tinggi nilai P, maka semakin mudah
suatu butir soal dan semakin rendah nilai P maka semakin sukar butir soal
tersebut. Interval yang digunakan sebagai kriteria butir yang baik adalah
0,20
P
0, 80. (Budiyono, 2011: 30).
Ketika seluruh peserta tes menjawab salah atau sebaliknya benar
pada suatu soal maka ada kecenderungan kita tidak menggunakan soal
itu. Tingkat kesukaran biasanya dibedakan menjadi 3 kategori sebagai
berikut:
Tabel 7. Indeks Tingkat Kesukaran
Indeks Tingkat Kesukaran
0
P
Kualifikasi
Sukar
0,20
0, 20
P
0, 80
Sedang
0, 80
P
1
Mudah
Pada penelitian ini butir soal yang digunakan adalah jika indeks
tingkat kesukaran lebih dari 0,20 dan indeks kesukaran kurang atau sama
dengan 0,8.
F. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat
Uji prasyarat analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji
normalitas dan homogenitas.
a. Uji Normalitas Populasi
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang
diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Pada
penelitian ini, untuk uji normalitas digunakan metode Lilliefors. Adapun
prosedur ujinya adalah sebagai berikut:
a) Hipotesis
: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
b) Tingkat Signifikansi :
c) Statistik Uji
L = maks | F(zi)
S(zi)|
Dengan F(zi) = P (Z zi); Z N(0,1)
S(zi) = proporsi cacah Z
zi terhadap seluruh zi
Uji kenormalan menggunakan metode Lilliefors
s = standar deviasi
= rataan sampel
= skor standar untuk x i
d) Daerah Kritik
DK =
;
n = ukuran sampel
diperoleh dari tabel Lilliefors pada tingkat signifikansi
derajad kebebasan n.
e) Keputusan Uji
ditolak jika L
DK atau
diterima jika L
b. Uji Homogenitas Variansi Populasi
DK.
dan
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah populasi
penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Dalam penelitian ini,
uji homogenitasnya menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji chi
kuadrat. Adapun prosedur ujinya adalah sebagai berikut:
a) Hipotesis
(populasi-populasi homogen)
tidak semua variansi sama (populasi-populasi tidak homogen)
b) Tingkat Signifikansi:
c) Statistik Uji
2
(f . log RKG
)
dengan
2
2
(k 1)
k = banyaknya populasi = banyaknya sampel
f = derajat kebebasan untuk RKG = N
fj = derajat kebebasan untuk
k
dengan j = 1, 2,
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j
= rataan kuadrat galat =
d) Daerah Kritik
k
DK = {
2
|
2
2
>
Untuk beberapa
,(k 1) }
dan ( k
1 ) , nilai
2
,(k 1)
nilai chi kuadrat dengan derajat kebebasan ( k
dapat dilihat pada tabel
1).
e) Keputusan Uji
ditolak jika
2
DK atau
diterima jika
2
DK
(Budiyono, 2009: 176)
2. Uji Keseimbangan
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
eksperimen dalam keadaan seimbang atau tidak. Dengan kata lain, uji ini
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang berarti atau tidak
dari kedua sampel penelitian. Statistik uji yang digunakan adalah uji-t yaitu:
a) Hipotesis
(kedua
kelompok
berasal
dari
dua
populasi
yang
berkemampuan awal sama)
(kedua kelompok tidak berasal dari dua populasi yang
berkemampuan awal sama)
b) Tingkat Signifikansi :
c) Statistik Uji
Dengan
= rata-rata nilai ulangan matematika pada nilai tes akhir semester
kelompok eksperimen I
= rata-rata nilai ulangan matematika pada nilai tes akhir semester
kelompok eksperimen II
= jumlah siswa kelompok ekperimen I
= jumlah siswa kelompok eksperimen II
= variansi kelompok eksperimen I
= variansi kelompok eksperimen II
d) Daerah Kritik
DK =
e) Keputusan Uji
ditolak bila
atau
diterima bila
.
(Budiyono, 2009: 151)
3. Uji Hipotesis
a. Tahap 1 (Uji ANAVA Dua Jalan Sel Tak Sama)
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan
dengan sel tak sama. Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut :
Model untuk data populasi pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak
sama ialah
dengan :
= observasi pada subjek yang dikenai faktor A (Model
Pembelajaran) baris ke-i dan faktor B (kemampuan berpikir logis siswa)
kolom ke j pada pengamatan ke k.
1, 2 dengan i = 1 berarti dengan model model pembelajaran TPS
i = 2 berarti dengan model pembelajaran TPS-GNT
j = 1, 2, 3 dengan
j = 1 berarti kemampuan berpikir logis siswa tinggi
j = 2 berarti kemampuan berpikir logis siswa sedang
j = 3 berarti kemampuan berpikir logis siswa rendah
= rerata besar (grand mean)
i
= efek faktor A baris ke-i pada variabel terikat
j
= efek faktor B kolom ke-j pada variabel terikat
(
)ij = interaksi faktor A baris ke-i dan faktor B kolom ke j pada
variabel terikat
ijk =
k
nij
galat yang berdistribusi normal
ij
= banyaknya data amatan setiap sel ij
= ukuran sel ij (sel pada baris ke-i dan kolom ke-j)
(Budiyono, 2009 : 229)
Tabel 8. Tata Letak Data
Kemampuan Berpikir Logis (b)
Model Pembelajaran (a)
Model Pembelajaran TPS (a1)
Tinggi (b1)
Sedang (b2)
Rendah (b3)
(ab)11
(ab)12
(ab)13
(ab)21
(ab)22
(ab)23
Model Pembelajaran TPS-GNT
(a2)
1) Hipotesis
untuk setiap i = 1,2
(tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat)
: paling sedikit ada satu
yang tidak nol
(ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat)
untuk setiap j = 1,2, 3
(tidak ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat)
: paling sedikit ada
yang tidak nol
(ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat)
:(
)ij = 0 untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3
(tidak ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat).
: paling sedikit ada (
)ij yang tidak nol
(ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat ).
(Budiyono, 2009 : 229)
2) Tingkat Signifikansi :
3) Statistik Uji
Statistik uji analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama ialah:
a) Untuk
adalah
yang merupakan nilai dari variabel random
yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p
b) Untuk
adalah
adalah
1 dan N
pq
yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p
N
pq
yang merupakan nilai dari variabel random
yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q
c) Untuk
1 dan N
1)(q
1) dan
pq.
(Budiyono, 2009: 231)
4) Komputasi
Tabel 9. Rataan Data Amatan
Kemampuan Berpikir Logis (b)
Total
Model Pembelajaran (a)
Tinggi
(b1)
Sedang
(b2 )
Rendah
(b3 )
Model Pembelajaran TPS ( a1)
Model Pembelajaran TPS- GNT
(a2)
Total
Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, didefinisikan notasinotasi sebagai berikut:
ukuran sel ij (sel pada baris ke-i dan kolom ke-j)
= banyaknya data amatan pada sel ij
= frekuensi sel-ij
= rataan harmonik frekuensi seluruh sel =
Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran (1), (2), (3),
(4) dan (5) sebagai berikut:
;
;
Jumlah Kuadrat
JKA =
JKB =
JKAB =
JKG = (2)
JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG
;
dengan :
JKA = Jumlah Kuadrat Baris
JKB = Jumlah Kuadrat Kolom
JKAB = Jumlah Kuadrat Interaksi
JKG = Jumlah Kuadrat Galat
JKT = Jumlah Kuadrat Total
dk = Derajat Kebebasan
dkA = p
1
dkB = q
1
dkAB = (p
1)(q
dkG = N
pq
dkT = N
1
1)
Rerata Kuadrat
5) Daerah Kritik
a) Daerah kritik untuk Fa adalah DKa = { Fa | Fa > F
; p-1, N pq}
b) Daerah kritik untuk Fb adalah DKb = { Fb | Fb > F
; q-1, N pq}
c) Daerah kritik untuk Fab adalah DKab = { Fab | Fab > F
; (p-1)(q -1), N pq}
6) Keputusan Uji
H0 ditolak bila harga statistik uji melebihi daerah kritik. Harga kritik
tersebut diperoleh dari Tabel Distribusi F pada tingkat signifikansi .
7) Rangkuman Analisis
Tabel 10. Rangkuman Analisis Variansi
Sumber
JK
dk
RK
Fobs
F
Baris (A)
JKA
p
1
RKA
Fa
F*
Kolom (B)
JKB
q
1
RKB
Fb
F*
RKAB
F ab
F*
Interaksi (AB)
JKAB
(p-1)(q-1)
Galat
JKG
N
pq
RKG
-
-
Total
JKT
N
1
-
-
-
Keterangan :
F* adalah nilai F yang diperoleh dari tabel F
(Budiyono, 2009: 229-231)
b. Tahap 2 (Uji Komparasi Ganda)
Upaya untuk mengetahui perbedaan rerata setiap pasangan baris,
setiap pasangan kolom dan setiap pasangan sel dilakukan uji komparasi
ganda dengan menggunakan metode Scheffe.
Uji komparasi ganda dilakukan apabila H 0 ditolak dan variabel bebas
dari H0 yang ditolak tersebut terdiri lebih dari dua kategori. Jika H0 ditolak
tetapi variabel bebas dari H0 yang ditolak tersebut terdiri atas dua kategori
maka untuk mengetahui kategori mana yang lebih baik cukup dengan
membandingkan besarnya rataan marginal dari masing-masing kategori
tersebut. Uji komparasi ganda juga perlu dilakukan apabila terdapat interaksi
antara kedua variabel bebas.
Adapun langkah-langkah untuk melakukan uji komparasi ganda
dengan menggunakan metode Scheffe adalah sebagai berikut :
1) Identifikasi semua pasangan komparasi yang ada
2) Menentukan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi
3) Menentukan tingkat signifikansi
4) Mecari harga statistik uji F antara lain:
a) Komparasi Rataan Antar Kolom
Uji Scheffe untuk komparasi antar kolom adalah:
dengan :
= nilai Fobs pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j
= rataan pada kolom ke-i
= rataan pada kolom ke-j
RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis
variansi
= ukuran sampel kolom ke-i
= ukuran sampel ke-j
Daerah kritik uji itu adalah : DKi-j = { F i-j | F i-j > (q
1) F
; q-1, N pq}
b) Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama
Uji Schefee untuk komparasi rataan sel pada baris yang sama adalah:
dengan:
= nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel-ij dan rataan
pada sel-ik
= rataan pada sel
ij
= rataan pada sel
ik
= Rataan Kuadrat Galat, yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi
= ukuran sel
ij
= ukuran sel
ik
Daerah kritik untuk uji itu adalah DKij-ik = { F ij-ik | F ij-ik > (pq
F
1)
; pq-1, N pq}.
c) Komparasi Rataan Antar Sel pada Kolom yang Sama
Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama
adalah :
dengan:
= nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel-ij dan rataan
pada sel-kj
= rataan pada sel
ij
= rataan pada sel
kj
= Rataan Kuadrat Galat, yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi
= ukuran sel
ij
= ukuran sel
kj
Daerah kritik untuk uji itu adalah DKij-kj = { Fij-kj | F ij-kj > (pq
F
1)
; pq-1, N pq}.
5) Menentukan Keputusan Uji untuk Setiap Pasangan Komparasi Rerata.
6) Menyusun Rangkuman Analisis.
(Budiyono, 2009: 215-217)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Uji Coba Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan
berpikir logis dan tes prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok
peluang. Instrumen tes prestasi belajar matematika dibuat sendiri oleh peneliti
sehingga perlu diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas dari tes prestasi belajar tersebut, sedangkan instrumen tes kemampuan
berpikir logis menggunakan jasa dari Lembaga Psikologi yaitu Aletheia
Consultant dengan alamat Jl. Lawu 2 Salatiga-50724; Telp. (0298) 7160306; web:
www.aletheia-consultant.com. Uji coba instrumen tes prestasi belajar matematika
materi pokok peluang dilaksanakan di SMA Kristen Satya Wacana Salatiga kelas
XI IPA1 dan kelas XI IPA 2 semester 1 tahun pelajaran 2011/2012.
1. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Logis
Instrumen tes kemampuan berpikir logis peneliti tidak mengadakan uji
coba karena validitas dan reliabilitas dijamin oleh jasa psikologi yaitu
Lembaga Psikologi Aletheia Consultant dengan alamat Jl. Lawu 2 Salatiga50724; Telp. (0298) 7160306; web: www.aletheia-consultant.com, sehingga
untuk instrumen soal kemampuan berpikir logis telah memiliki tingkat
validitas yang baik dan mempunyai tingkat reliabilitas yang baik pula. Hasil
pengelompokan kemampuan berpikir logis tinggi, sedang, dan rendah dapat
dilihat pada Lampiran 10.
2. Hasil Uji Coba Tes Prestasi Belajar Materi Peluang
a. Uji Validitas Isi
Validitas isi uji coba instrumen tes prestasi belajar matematika pada
materi pokok peluang terdiri dari 3 orang validator. Melalui tiga orang
validator yaitu Yusuf
Maladi, S.Pd, guru SMA Kristen 1 Salatiga,
Partijah, S.Pd guru SMA Negeri 2 Salatiga, dan Natalia Dyah Bayu, S.Pd
guru SMA Kristen 1 Salatiga diperoleh bahwa 40 butir soal uji coba
instrumen tes prestasi dinyatakan valid karena telah memenuhi kriteria
yang diberikan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13.
b. Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini, instrumen tes yang digunakan untuk
mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa adalah instrumen
tes yang memiliki koefisien reliabilitas lebih dari 0,07 (r 11 > 0,70).
Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus
KR-20,
diperoleh
perhitungan
r 11
=
0,85.
Diketahui
bahwa
rhit = 0,85 > 0,70 maka instrumen tes dikatakan reliabel baik dan dapat
digunakan dalam kaitannya dengan indeks reliabilitas. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15.
c. Tingkat Kesukaran
Butir soal yang digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar
matematika siswa adalah butir soal yang memiliki tingkat kesukaran
sedang, yakni memiliki indeks kesukaran lebih dari atau sama dengan 0,2
dan kurang dari atau sama dengan 0,8 (0,2
P < 0,8). Perhitungan uji coba
soal tes prestasi terdapat pada Lampiran 14. Berdasarkan hasil perhitungan
diketahui bahwa dari 40 soal yang diujicobakan terdapat beberapa butir
soal yang data dikategorikan soal dengan tingkat kesukaran mudah yaitu
butir soal nomor 9, 10, dan 19. Kategori butir soal dengan tingkat
kesukaran sulit terdapat pada butir 12, sedangkan butir soal yang lain
masuk pada kategori sedang. Dengan demikian butir soal nomor 9, 10, 12,
dan 19 tidak digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar
matematika siswa.
d. Uji Daya Beda
Ditinjau dari daya pembeda, butir soal yang digunakan untuk
mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa adalah butir soal
yang memiliki daya pembeda baik, yaitu dengan indeks daya pembeda
lebih dari atau sama dengan 0,3 (
). Hasil perhitungan daya
pembeda tiap butir soal tes prestasi belajar matematika terdapat pada
Lampiran 17. Hasil analisis daya beda dapat diketahui bahwa dari 40 soal
yang diujicobakan terdapat beberapa butir soal yang dapat dikategorikan
soal dengan daya beda jelek yaitu butir soal nomor 1, 9, 10, 11, 12, 19, 20,
21, 24, 28, 34, 36 dan 40 sedang yang lain masuk pada kategori baik.
Berdasarkan hasil analisis butir soal baik validitas, reliabilitas,
tingkat kesukaran dan daya beda, butir soal yang dibuang adalah butir soal
nomor 1, 9, 10, 11, 12, 19, 20, 21, 28, 34, 36 dan 40. Diketahui bahwa
jumlah soal adalah 40 butir dan butir soal yang dibuang sebanyak 13 butir
sehingga tersisa 27 butir soal. Mengingat untuk pemberian alokasi waktu
di dalam mengerjakan soal test adalah 90 menit dimana per butir soal
membutuhkan 3 menit untuk menjawab dan juga memerlukan waktu untuk
pengarahan sebelum tes dimulai maka skor butir soal yang digunakan
untuk instrumen penelitian adalah 25 butir soal maka dipilih dua butir
soal lainnya yaitu nomor 14 dan 25 untuk dibuang, pemilihan tersebut
berdasarkan pada hasil uji daya beda yang mempunyai skor minimum.
Berdasarkan hasil di atas, jumlah soal prestasi yang digunakan
sebagai penelitian adalah sebanyak 25 butir soal. Soal tes prestasi tersebut
kemudian dianalisis ulang tingkat reliabilitasnya dan hasil perhitungan
terdapat pada Lampiran 16, untuk menganalisis reliabilitas soal tes
digunakan KR-20. Hasil analisis diperoleh bahwa r11 = 0,845 dan tampak
r11 = 0,845 > 0,07 sehingga dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa soal
prestasi mempunyai reliabilitas yang baik.
B. Deskripsi Data
1. Kemampuan Awal
Berikut disajikan deskripsi data kemampuan awal matematika siswa
pada kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua . Data kemampuan awal
matematika siswa dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Tabel 11. Deskripsi Data Kemampuan Awal Matematika Siswa pada
Kelas Eksperimen Satu dan Kelas Eksperimen Dua
Kelas
Eksperimen 1
Eksperimen 2
n
97
88
Nilai Min
55
50
Nilai Maks
85
90
69,36
70,44
S
5,59
7,49
a. Uji Normalitas
Uji normalitas populasi dilakukan untuk mengetahui apakah sampel
pada kelas eksperimen satu maupun kelas eksperimen dua masing-masing
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Oleh karena itu,
uji normalitas populasi ini dilakukan sebanyak dua kali, yakni masingmasing terhadap data kemampuan awal matematika siswa pada kelas
eksperimen satu dan kelas eksperimen dua.
Uji normalitas kemampuan awal pada kelas eksperimen satu (kelas
model pembelajaran TPS), nilai yang digunakan adalah nilai Tes Akhir
Semester kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 untuk
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Hasil uji normalitas kemampuan awal pada kelas eksperimen dua
(kelas model pembelajaran TPS-GNT), nilai yang digunakan adalah nilai
Tes Akhir Semester kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011, untuk
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Rangkuman
hasil uji normalitas dengan taraf signifikansi 0,05 pada kedua kelas
eksperimen dapat disajikan dalam Tabel 12.
Berdasarkan hasil uji normalitas populasi terhadap data kemampuan
awal matematika siswa, sampel pada kelas eksperimen satu dan kelas
eksperimen dua mempunyai nilai L hit kurang dari Ltab. Hal ini berarti pada
taraf 0,05, keputusan uji normalitas populasi untuk setiap sampel adalah
H0 tidak ditolak.
Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Populasi Terhadap Data
Kemampuan Awal Matematika Siswa
No
Uji Normalitas
Lhit
Ltab
Keputusan Uji
1
Kelas eksperimen 1
0,0851
L0,05:97 =0,0899
H0 diterima
2
Kelas eksperimen 2
0,0530
L0,05:88 =0,0945
H0 diterima
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada kelas eksperimen
satu maupun kelas eksperimen dua masing-masing berasal dari populasi
yang berdistibusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas variansi populasi dilakukan untuk mengetahui
apakah populasi-populasi yang dibandingkan mempunyai variansi yang
sama (homogen) atau tidak. Oleh karena itu, uji homogenitas variansi
populasi ini dilakukan sebanyak satu kali, yakni membandingkan variansi
pada kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua terhadap data
kemampuan awal matematika siswa.
Hasil uji homogenitas kemampuan awal nilai yang digunakan adalah
nilai TAS semester kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 pada
kelas eksperimen satu (kelas model pembelajaran TPS) dan kelas
eksperimen dua (kelas model pembelajaran TPS-GNT) dapat dilihat
perhitungan selengkapnya pada Lampiran 8.
Rangkuman hasil uji homogenitas dengan taraf signifikansi 0,05
dapat disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Populasi
Terhadap Data Kemampuan Awal Matematika Siswa
Sampel
Kelas eksperimen 1 dan
k
2
Keputusan Uji
3,1075
3,8410
H0 diterima
kelas ekperimen 2
Berdasarkan hasil uji homogenitas variansi populasi terhadap data
kemampuan awal matematika siswa, diperoleh nilai harga
dari
kurang
Hal ini berarti pada taraf signifikansi 0,05, keputusan uji
homogenitas variansi populasi adalah H0 tidak ditolak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa populasi-populasi yang
dibandingkan, yakni kelas eksperimen satu dan kelas ekperimen d ua
mempunyai variansi yang sama (homogen).
c. Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan dilakukan untuk menguji kesamaan rerata
kemampuan awal matematika siswa kelas eksperimen satu dan kelas
eksperimen dua. Hasil uji prasyarat, yakni uji normalitas populasi dan uji
homogenitas variansi populasi menyimpulkan bahwa sampel pada kelas
eksperimen satu dan kelas eksperimen dua berasal dari populasi yang
berdistribusi normal dan populasi-populasi tersebut mempunyai variansi
yang sama (homogen).
Dengan taraf signifikansi 0,05, rangkuman hasil uji keseimbangan
menggunakan uji-t terhadap data kemampuan awal matematika siswa
disajikan dalam Tabel 14.
Tabel 14. Rangkuman Hasil Uji Keseimbangan Terhadap Data
Kemampuan Awal Siswa
n1
n2
n1+ n2 -2
97
88
183
Keputusan Uji
-1,121
-1,97301
H0 diterima
Hasil uji keseimbangan dengan uji keseimbangan rata-rata yang
menggunakan uji t diperoleh
. Diperoleh DK = { t| t <
maka
dengan
dan
1,97301 atau t > 1,97301}
bukan anggota daerah kritik maka dapat disimpulkan bahwa
dengan taraf signifikansi 0,05, kedua kelas eksperimen tidak memiliki
perbedaan yang berarti atau dapat dikatakan bahwa kedua kelas
eksperimen dalam keadaan seimbang atau berasal dari dua populasi yang
memiliki kemampuan awal yang sama. Perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 9.
2. Data Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Pokok Peluang
Data penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis meliputi: data
prestasi belajar siswa pada materi pokok peluang serta data kemampuan
berpikir logis siswa. Data prestasi belajar matematika siswa pada kelas model
pembelajaran TPS dapat dilihat pada Lampiran 19, sedangkan data prestasi
belajar matematika siswa pada kelas model pembelajaran TPS-GNT dapat
dilihat pada Lampiran 20. Deskripsi prestasi belajar matematika kelas model
pembelajaran TPS dan model pembelajaran TPS-GNT disajikan di Tabel 15.
Tabel 15. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa pada
Masing-Masing Model Pembelajaran
Model
TPS-GNT
TPS
74,4091
72,9485
112,75
147,591
S
10,6184
12,1487
Xmaks
96
96
Xmin
52
48
3. Kemampuan Berpikir Logis
Data kemampuan berpikir logis siswa pada kelas model pembelajaran
TPS dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan data kemampuan berpikir logis
siswa pada kelas model pembelajaran TPS-GNT dapat dilihat pada Lampiran
4. Adapun deskripsi kemampuan berpikir logis kelas model pembelajaran
TPS dan kelas model pembelajaran TPS-GNT adalah sebagai berikut :
Tabel 16. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Logis Siswa pada
Masing-Masing Model Pembelajaran
Kemampuan
TPS-GNT
TPS
Tinggi
16
14
Sedang
61
71
Rendah
11
12
C. Uji Hipotesis
1. Hasil Uji Prasyarat untuk Pengujian Hipotesis
Uji prasyarat untuk pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi
dua jalan dengan sel tak sama meliputi uji normalitas populasi dan uji
homogenitas variansi populasi.
a. Uji Normalitas
Uji Hasil uji normalitas populasi dilakukan untuk mengetahui apakah
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas populasi ini dilakukan sebanyak 11 kali. Dengan taraf signifikansi
0,5 rangkuman hasil uji normalitas populasi menggunakan metode Lilliefors
terhadap data prestasi belajar matematika siswa disajikan dalam Tabel 17.
Perhitungan uji normalitas populasi terhadap data prestasi siswa kelas
model pembelajaran TPS dan model pembelajaran TPS-GNT dengan
menggunakan metode Lilliefors dapat dilihat pada Lampiran 22 dan Lampiran
23, dan perhitungan uji normalitas data prestasi belajar matematika siswa
pada kelompok dengan kemampuan berpikir logis tinggi, sedang, dan rendah
berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 24, Lampiran 25 dan Lampiran 26.
Berdasarkan hasil uji normalitas, setiap sampel mempunyai nilai Lhit
kurang dari L0,05;n. Hal ini berarti pada taraf signifikansi 0,05 keputusan uji
normalitas untuk setiap sampel adalah H 0 diterima sehingga dapat diketahui
bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
Hasil perhitungan uji normalitas data prestasi belajar matematika siswa
pada masing-masing model pembelajaran yang memiliki kemampuan berpikir
logis tinggi, sedang, dan rendah berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 27
sampai dengan Lampiran 32.
Tabel 17. Rangkuman Hasil Uji Normalitas
No
1
Uji Normalitas
Kelas Model Pembelajaran TPS
Lhit
0,0715
Ltab
Keputusan
Uji
0,0899 H0 diterima
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Kelas Model Pembelajaran TPSGNT
Kelompok dengan Kemampuan
Berpikir Logis Tinggi
Kelompok dengan Kemampuan
Berpikir Logis Sedang
Kelompok dengan Kemampuan
Berpikir Logis Rendah
Kelas Model Pembelajaran TPS
dengan Kemampuan Berpikir Logis
Tinggi
Kelas Model Pembelajaran TPS
dengan Kemampuan Berpikir Logis
Sedang
Kelas Model Pembelajaran TPS
dengan Kemampuan Berpikir Logis
Rendah
Kelas Model Pembelajaran TPSGNT dengan Kemampuan Berpikir
Logis Tinggi
Kelas Model Pembelajaran TPSGNT dengan Kemampuan Berpikir
Logis Sedang
Kelas Model Pembelajaran TPSGNT dengan Kemampuan Berpikir
Logis Rendah
0,0701
0,0945 H0 diterima
0,0811
0,1618 H0 diterima
0,0753
0,0771 H0 diterima
0,1638
0,1847 H0 diterima
0,1056
0,227
0,0718
0,1051 H0 diterima
0,1547
0,242
H0 diterima
0,1204
0,213
H0 diterima
0,0919
0,1134 H0 diterima
0,1999
0,249
H0 diterima
H0 diterima
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas variansi populasi dilakukan untuk mengetahui apakah
populasi-populasi yang dibandingkan mempunyai variansi yang sama
(homogen) atau tidak. Hasil pengujian uji homogenitas dengan uji Bartlett
dengan taraf signifikansi 0,05 adalah sebagai berikut:
Tabel 18. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas
Sumber
k
Keputusan
Uji
2
1,63372
3,841
H0 diterima
3
5,3158
5,991
H0 diterima
Berdasarkan hasil uji homogenitas, setiap pasangan sampel mempunyai nilai
kurang dari
. Hal ini berarti pada taraf signifikansi 0,05
keputusan uji homogenitas adalah
H0 diterima. Perhitungan selengkapnya
terdapat pada Lampiran 33 dan Lampiran 34.
2. Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan pengaruh antar masing-masing kategori model pembelajaran dan
kemampuan berpikir logis serta interaksinya terhadap prestasi belajar
matematika. Oleh karena hasil uji prasyarat menyimpulkan bahwa semua
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan populasi-populasi
yang dibandingkan mempunyai variansi yang sama (homogen), maka
pengujian hipotesis ini dapat dilakukan dengan analisis variansi dua jalan
dengan sel tak sama.
Hasil penghitungan analisis variansi dua jalan (2 x 3) dengan sel tak
sama dan taraf signifikansi
= 0,05 dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Rangkuman Hasil Uji Analisis Variansi Dua Jalan
Keputusa
Sumber
Model Mengajar (A)
JK
dk
RK
Fhit
Ftab
346,81
1
346,8133
3,74
3,8
Kemampuan Berpikir
Logis (B)
Interaksi (AB)
Galat
Total
n Uji
Diterima
4
8401,1
2
4200,566 44,87
Ditolak
3
2
440,8251
4,71
3,0
Ditolak
881,65
179
93,61274
-
0
-
16756,
3,0
7
0-
26386,
184
-
-
-
-
28
Perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama selengkapnya ada
pada Lampiran 35.
Keputusan uji :
a. Pada efek utama A (penggunaan model pembelajaran) harga statistik F A
sebesar 3,74 kurang dari nilai F0,05,1,183 sebesar 3,84 sehingga H0A diterima.
Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan pengaruh antara masing-masing
kategori model pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa.
Dengan kata lain, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika
siswa pada materi pokok peluang antara kelas model pembelajaran TPS
dengan kelas model pembelajaran TPS-GNT.
b. Pada efek B (kemampuan berpikir logis) harga statistik FB sebesar 44,87
lebih dari F0,05,2,183 sebesar 3,00 sehingga H0B ditolak. Hal ini berarti
terdapat perbedaan pengaruh antar masing-masing kategori kemampuan
berpikir logis terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dengan kata
lain, terdapat perbedaan prestasi belajar siswa pada materi peluang antara
siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi, sedang, dan rendah.
c. Pada efek AB (sel antar baris dan kolom) harga statistik F AB sebesar 4,71
lebih dari F0,05,2,183 sebesar 3,00, sehingga H0AB ditolak. Hal ini berarti
terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan
berpikir logis siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa pada
materi peluang.
3. Hasil Uji Komparasi Ganda
Uji komparasi ganda ini dilakukan untuk mengetahui kategori
manakah yang secara signifikansi memberikan rerata yang berbeda dengan
kategori lainnya. Berdasarkan pengujian hipotesis penelitian dihasilkan
bahwa H0B dan HAB ditolak. Pada H0B dan HAB ini dilakukan uji lanjut
untuk mengetahui kategori manakah yang secara signifikansi memberikan
rerata yang berbeda dengan lainnya.
a. H0B ditolak
Oleh karena H0B ditolak, perlu dilakukan uji komparasi rerata
antar kolom. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
36. Berikut ini disajikan rangkuman hasil uji komparasi rerata antar
kolom pada masing-masing kemampuan berpikir logis dengan metode
Scheffe.
Tabel 20. Rangkuman Uji Lanjut Anava pada Kemampuan
Berpikir Logis
No
H0
Fhit
2.F0,05;2;179
Keputusan uji
1
. = .
37,56375
2(3,00) = 6,00
Ditolak
2
. = .
67,16881
2(3,00) = 6,00
Ditolak
3
20,85192
. =.
DK:{ Fhit | F hit > 2.Ftabel}
2(3,00) = 6,00
Ditolak
Berdasarkan hasil uji komparasi rerata antar kolom pada masingmasing-masing kemampuan berpikir logis, dengan taraf signifikansi
0,05 diperoleh bahwa:
1). H0 yang pertama, yakni
. =
. ditolak. Hal ini berarti terdapat
perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki
kemampuan berpikir logis tinggi dan sedang. Dengan melihat
perhitungan pada Lampiran 36, rerata marginal prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi
yakni 84,93 lebih besar dibandingkan rerata marginal prestasi
belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis
sedang yakni 72,94.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi
lebih baik dibandingkan kemampuan berpikir logis sedang.
2). H0 yang kedua, yakni
. =
.3 ditolak. Hal ini berarti terdapat
perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki
kemampuan berpikir logis tinggi dan rendah. Dengan melihat
perhitungan pada Lampiran 36, rerata marginal prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi
yakni 84,93 lebih besar dibandingkan rerata marginal prestasi
belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis
rendah yakni 62,96.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi
lebih baik dibandingkan kemampuan berpikir logis rendah.
3). H0 yang ketiga, yakni
.2 =
.3 ditolak. Hal ini berarti terdapat
perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki
kemampuan berpikir logis sedang dan rendah. Dengan melihat
perhitungan pada Lampiran 36, rerata marginal prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang
yakni 72,94 lebih besar dibandingkan rerata marginal prestasi
belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis
rendah yakni 62,96.
b. H0AB ditolak
Oleh karena H0AB ditolak, perlu dilakukan uji komparasi rerata
antar sel pada masing-masing kategori model pembelajaran dan
kemampuan berpikir logis. Perhitungan uji komparasi rerata antar sel
pada masing-masing kategori model pembelajaran dan kemampuan
berpikir logis dapat dilihat pada Lampiran 37.
Berikut ini disajikan rangkuman hasil komparasi antar sel pada
masing-masing kategori model pembelajaran dan kemampuan berpikir
logis dengan metode Scheffe.
Tabel 21. Rangkuman Hasil Uji Komparasi Rerata Antar Sel pada
Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran dan
Kemampuan Berpikir Logis
No
1
H0
Fhit
5.F0,05;5;179
Keputusan Uji
=
12
17,87
5(2,21)=11,05
Ditolak
2
1=
13
53,38
5(2,21)=11,05
Ditolak
3
12 =
13
27,55
5(2,21)=11,05
Ditolak
4
21
=
22
19,81
5(2,21)=11,05
Ditolak
5
2
=
23
17,07
5(2,21)=11,05
Ditolak
6
22
=
23
1,27
5(2,21)=11,05
Diterima
7
1
=
21
0,01
5(2,21)=11,05
Diterima
8
12
=
22
0,09
5(2,21)=11,05
Diterima
9
13
=
2
8,48
5(2,21)=11,05
Diterima
1
Berdasarkan hasil uji komparasi rerata antar sel pada masingmasing katergori model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis,
dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh bahwa :
1). H0 yang pertama, yaitu
ditolak. Hal ini berarti bahwa
pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TPS,
terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang
memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dan sedang.
Berdasarkan Lampiran 37 pada siswa yang dikenai model
pembelajaran TPS, rerata kemampuan berpikir logis tinggi yaitu
85,14 lebih besar dibanding rerata kemampuan berpikir logis
sedang yaitu 73,18.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa
yang dikenai model pembelajaran TPS, prestasi belajar matematika
siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik
dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki
kemampuan berpikir logis sedang.
2). H0 yang kedua, yaitu
ditolak. Hal ini berarti bahwa pada
siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TPS,
terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang
memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dan rendah.
Berdasarkan Lampiran 37 pada siswa yang dikenai model
pembelajaran TPS, rerata kemampuan berpikir logis tinggi yaitu
85,14 lebih besar dibandingkan rerata kemampuan berpikir logis
rendah yaitu 57,33.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa
yang dikenai model pembelajaran TPS, prestasi belajar matematika
siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik
dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki
kemampuan berpikir logis rendah.
3). H0 yang ketiga, yaitu
ditolak. Hal ini berarti bahwa
pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TPS,
terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang
memiliki kemampuan berpikir logis sedang dan rendah.
Berdasarkan Lampiran 37 pada siswa yang dikenai model
pembelajaran TPS, rerata kemampuan berpikir logis sedang yaitu
73,18 lebih besar dibandingkan rerata kemampuan berpikir logis
rendah yaitu 57,33.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa
yang dikenai model pembelajaran TPS, prestasi belajar matematika
siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang lebih baik
dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki
kemampuan berpikir logis rendah.
4). H0 yang keempat, yaitu
ditolak. Hal ini berarti bahwa
pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
TPS-GNT, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara
siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dan sedang.
Berdasarkan Lampiran 37 pada siswa yang dikenai model
pembelajaran TPS-GNT, rerata kemampuan berpikir logis tinggi
yaitu 84,75 lebih besar dibandingkan rerata kemampuan berpikir
logis sedang yaitu 72,66.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa
yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT, prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi
lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang
memiliki kemampuan berpikir logis sedang.
5). H0 yang kelima, yaitu
ditolak. Hal ini berarti bahwa
pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
TPS-GNT, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara
siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dan rendah.
Berdasarkan Lampiran 37 pada siswa yang dikenai model
pembelajaran TPS-GNT, rerata kemampuan berpikir logis tinggi
yaitu 84,75 lebih besar dibandingkan rerata kemampuan berpikir
logis rendah yaitu 69,09.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa
yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT, prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi
lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang
memiliki kemampuan berpikir logis rendah.
6). H0 yang keenam, yaitu
diterima. Hal ini berarti bahwa
pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
TPS-GNT, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika
antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang dan
rendah.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa
yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT, prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis
sedang sama dengan prestasi belajar matematika siswa yang
memiliki kemampuan berpikir logis rendah.
7). H0 yang ketujuh, yaitu
diterima. Hal ini berarti bahwa
pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi tidak
terdapat perbedaan prestasi belajar matematika baik pada siswa
yang
dikenai
model
pembelajaran
TPS
maupun
model
pembelajaran TPS-GNT.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa
yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi, prestasi belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS sama
baiknya dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model
pembelajaran TPS-GNT.
8). H0 yang kedelapan, yaitu
diterima. Hal ini berarti
bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis
sedang tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika baik
pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS maupun model
pembelajaran TPS-GNT.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa
yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang, prestasi belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS sama
dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran
TPS-GNT.
9). H0 yang kesembilan, yaitu
diterima. Hal ini berarti
bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis
rendah, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika baik
pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS maupun model
pembelajaran TPS-GNT.
Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa
yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah, prestasi belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS sama
dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran
TPS-GNT.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, berikut adalah
penjelasan dari kelima hipotesis penelitian:
1. Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama penelitian ini adalah siswa yang diberi pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran TPS-GNT mempunyai prestasi
belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran
matematika model pembelajaran TPS.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel
tak sama pada Tabel 19 mempunyai harga statistik FA sebesar 3,74 kurang dari
nilai F0,05,1,183 sebesar 3,84 yang berarti tidak terdapat perbedaan prestasi
belajar siswa pada materi peluang antara kelas model pembelajaran TPS
dengan kelas model pembelajaran TPS-GNT.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi
belajar pada materi peluang antara kelas model TPS dengan kelas model
pembelajaran kooperatif TPS-GNT. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis
penelitian.
Hal ini dapat terjadi mungkin dalam pelaksanaan baik model
pembelajaran TPS-GNT
maupun model pembelajaran TPS, guru yang
bersangkutan merupakan pertama kalinya didalam memberikan model
pembelajaran
ini
sehingga
prosedur
dalam
masing-masing
model
pembelajaran pada materi pokok peluang tidak terlaksana secara optimal.
Selain itu dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, terdapat siswa
yang tidak hadir pada pertemuan tertentu dan hal tersebut mempengaruhi
kelompok belajar yang telah terbentuk. Pada tahap Pair dan Share siswa
kehilangan teman sekelompoknya sehingga tidak optimal dalam membangun
pemahaman konsep pada materi pokok peluang.
Penyebab lain dari ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan pada
pembelajaran kooperatif TPS-GNT, materi prasyarat yang digunakan oleh
peneliti belum optimal mengingat keterbatasan alokasi waktu tiap pertemuan
sehingga tidak semua materi prasyarat diberikan guna mempelajari materi
peluang.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
matematika siswa pada materi peluang kelas model pembelajaran kooperatif
TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa kelas
model pembelajaran kooperatif TPS.
2. Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua dari penelitian ini adalah siswa yang kemampuan
berpikir logisnya tinggi lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan
siswa yang kemampuan berpikir logisnya sedang maupun rendah, dan siswa
yang kemampuan berpikir logisnya sedang lebih baik prestasi belajarnya
dibandingkan dengan siswa yang kemampuan berpikir logisnya rendah pada
materi pokok peluang.
Berdasarkan hasil penghitungan analisis variansi dua jalan dengan sel
tak sama pada Tabel 19 menunjukkan bahwa FB sebesar 44,87 lebih dari
F0,05,2,183 sebesar 3,00. Hal ini berarti terdapat pengaruh antara masing-masing
kategori kemampuan berpikir logis terhadap prestasi belajar matematika
siswa.
Berdasarkan hasil uji komparasi rerata antar kolom pada masing-masing
kategori kemampuan berpikir logis, diperoleh simpulan bahwa prestasi belajar
matematika siswa yang yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi
dengan rerata marginal 84,93 lebih baik dari pada prestasi belajar matematika
kelompok siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang maupun
rendah dengan rerata marginal berturut-turut 72,93 dan 62,96. Prestasi belajar
matematika kelompok siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis
sedang dengan rerata marginal 72,93 lebih baik dari pada prestasi belajar
matematika kelompok siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis
rendah dengan rerata marginal 62,96 pada materi pokok peluang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok
peluang berbanding lurus dengan kemampuan berpikir logis siswa. Semakin
tinggi kemampuan berpikir logis siswa, semakin baik pula prestasi belajar
yang diperolehnya. Hal ini disebabkan karena dengan semakin tinggi
kemampuan berpikir logis yang dimiliki oleh siswa, siswa tersebut akan
mampu menggunakan kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir
dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan
konseptual atau pola numerik .
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hengki (2010:74) mengatakan
bahwa prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai intelegensi
(kecerdasan/kemampuan dasar) tinggi lebih baik dibandingkan prestasi belajar
matematika siswa yang mempunyai intelegensi (kecerdasan/kemampuan
dasar) sedang maupun rendah dan siswa yang mempunyai intelegensi
(kecerdasan/kemampuan dasar) sedang lebih baik dibandingkan prestasi
belajar
matematika
siswa
yang mempunyai
intelegensi
(kecerdasan/
kemampuan dasar) rendah.
3. Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga, pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis
tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model
pembelajaran TPS-GNT sama baiknya dengan siswa yang diberi
pembelajaran TPS.
model
Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 19,
mempunyai harga statistik FAB sebesar 4,71 lebih dari nilai F0,05,2,183 sebesar
3,00. Hal ini berarti terdapat interaksi antara model pembelajaran dan
kemampuan berpikir logis terhadap prestasi belajar matematika, yang berarti
terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing
kategori model pembelajaran.
Berdasarkan hasil komparasi rerata antar sel pada Tabel 21, pada uji
hipotesis
diperoleh harga statistik Fhit sebesar 0,01 kurang dari nilai
5.F0,05,5,179 sebesar 11,05. Hal ini berarti siswa yang memiliki kemampuan
berpikir logis tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model
pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS.
Bentuk Interaksi antara kemampuan berpikir logis dan model
pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar matematika ini sesuai
dengan hipotesis penelitian.
4. Hipotesis Keempat
Hipotesis keempat, pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis sedang, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model
pembelajaran TPS-GNT lebih baik daripada siswa yang diberi model
pembelajaran TPS.
Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 19,
mempunyai harga statistik FAB sebesar 4,71 lebih dari nilai F0,05,2,183 sebesar
3,00. Hal ini berarti terdapat interaksi antara model pembelajaran dan
kemampuan berpikir logis terhadap prestasi belajar matematika, yang berarti
terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing
kategori model pembelajaran.
Berdasarkan hasil komparasi rerata antar sel pada Tabel 21, pada uji
hipotesis
diperoleh harga statistik Fhit sebesar 0,09 kurang dari nilai
5.F0,05,5,179 sebesar 11,05. Hal ini berarti siswa yang memiliki kemampuan
berpikir logis sedang, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model
pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS.
Bentuk Interaksi antara kemampuan berpikir logis dan model
pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar matematika ini tidak sesuai
dengan
hipotesis
penelitian.
Ketidaksesuaian
hasil
penelitian
ini
dimungkinkan karena selama proses pembelajaran, pembentukan kelompok
belajar baik pada model pembelajaran kooperatif TPS maupun model
pembelajaran kooperatif TPS-GNT tidak memperhatikan heterogenitas
kemampuan berpikir logis siswa.
5. Hipotesis Kelima
Hipotesis kelima, pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis rendah, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model
pembelajaran TPS-GNT lebih baik daripada siswa yang diberi
model
pembelajaran TPS.
Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 19,
mempunyai harga statistik FAB sebesar 4,71 lebih dari nilai F0,05,2,183 sebesar
3,00. Hal ini berarti terdapat interaksi antara model pembelajaran dan
kemampuan berpikir logis terhadap prestasi belajar matematika, yang berarti
terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing
kategori model pembelajaran.
Berdasarkan hasil komparasi rerata antar sel pada Tabel 21, pada uji
hipotesis
diperoleh harga statistik Fhit sebesar 8,48 kurang dari nilai
5.F0,05,5,179 sebesar 11,05. Hal ini berarti siswa yang memiliki kemampuan
berpikir logis rendah, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model
pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS.
Bentuk interaksi antara kemampuan berpikir logis dan model
pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar matematika ini tidak sesuai
dengan
hipotesis
penelitian.
Ketidak
sesuaian
hasil
penelitian
ini
dimungkinkan karena selama proses pembelajaran, pembentukan kelompok
belajar baik pada model pembelajaran kooperatif TPS maupun model
pembelajaran kooperatif TPS-GNT tidak memperhatikan heterogenitas
kemampuan berpikir logis siswa.
E. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan pada hasil penelitian, teridentifikasi suatu keterbatasan
dalam pelaksanaan penelitian ini. Keterbatasan penelitian ini diduga
berdampak pada tidak terbuktinya beberapa hipotesis penelitian yang telah
disusun. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
1. Pada pelaksanaan pembelajaran guru yang bersangkutan merupakan
pertama kalinya di dalam memberikan model pembelajaran ini sehingga
prosedur dalam masing-masing model pembelajaran pada materi pokok
peluang dimungkinkan tidak terlaksana secara optimal.
2. Pembentukan kelompok belajar pada pelaksanaan penelitian masingmasing model pembelajaran kooperatif tidak diperhatikan, selain itu dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar, terdapat siswa yang tidak hadir pada
pertemuan tertentu dan hal tersebut mempengaruhi kelompok belajar yang
telah terbentuk. Pada tahap Pair dan Share siswa kehilangan teman
sekelompoknya sehingga tidak optimal dalam membangun pemahaman
konsep pada materi pokok peluang.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam suatu penelitian, pengambilan suatu kesimpulan sangatlah
penting sebab akan menggambarkan terhadap apa yang diselidiki dan
menggambarkan hasil dari sebuah penelitian beserta kajiannya.
Berdasarkan landasan teori dan didukung adanya analisis serta mengacu
pada perumusan masalah yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif
TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa dengan
model pembelajaran kooperatif TPS.
2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kemampuan
berpikir logis sedang dan rendah, siswa yang mempunyai kemampuan
berpikir logis sedang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai
kemampuan berpikir logis rendah.
3. Prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran
kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika
siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS, baik pada
kemampuan berpikir logis tinggi, sedang, maupun rendah.
B. Implikasi Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah prestasi belajar matematika siswa dengan
model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar
matematika siswa dengan model pembelajaran TPS pada materi peluang.
Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis tinggi lebih baik dibanding siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis sedang maupun rendah dan siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis sedang lebih baik dibanding siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
logis rendah. Berdasarkan kesimpulan ini, hasil penelitian dapat digunakan
sebagai:
1. Salah satu acuan untuk mengembangkan model pembelajaran TPS pada materi
lain yang sesuai dengan karakteristik dari model pembelajaran tersebut.
2. Bahan kajian secara teoritis untuk merancang suatu model pembelajaran yang
inovatif yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi ajar, sarana dan
prasarana pembelajaran, karakteristik siswa, dan karakteristik guru.
3. Bahan kajian bahwa faktor kemampuan berpikir logis mempunyai peranan
penting dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan perhatian bagi pendidik.
C. Saran
Dalam rangka mengembangkan pemikiran tentang peningkatan prestasi
belajar matematika siswa dan berdasarkan implikasi diatas maka disarankan :
1. Kepada Guru
a. Berdasar hasil penelitian bahwa model pembelajaran kooperatif TPS dan
model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya, maka dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas guru
dapat
menggunakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif TPS atau
model pembelajaran kooperatif TPS-GNT pada materi peluang. Namun
untuk memilih praktisnya, disarankan menggunakan model pembelajaran
kooperatif TPS.
b. Sebaiknya guru memperhatikan kemampuan siswa dalam
proses
pembelajaran di kelas yaitu kemampuan berpikir logis yang dimiliki
masing-masing siswa terutama pada materi pokok peluang, karena
berdasarkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi kemampuan berpikir
logis siswa maka semakin baik pula prestasi belajar matematika, maka
hendaknya guru memperhatikan hal tersebut dengan mengupayakan
meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa.
c. Hendaknya guru dapat memanfaatkan catatan terbimbing (Guided Note
Taking/GNT) di dalam memulai suatu materi yang tentunya terkait dengan
materi prasyarat agar siswa dapat paham keterhubungan antara materi
yang dulu telah dipelajari dengan materi yang akan dipelajari.
d. Hendaknya guru melakukan persiapan yang baik sebelum proses
pembelajaran di kelas dimulai yaitu dengan mempersiapkan materi
prasyarat dengan baik. Selain itu juga mempersiapkan lembar kerja
kelompok dan melakukan penilaian dengan baik.
2. Kepada Siswa
a. Hendaknya selalu memperhatikan dengan sungguh-sungguh penjelasan
guru tentang tata cara penerapan suatu model pembelajaran yang akan
diterapkan. Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan efektif sehingga memperoleh pemahaman yang
optimal.
b. Hendaknya dalam mengikuti pembelajaran kooperatif, turut terlibat secara
aktif dalam melakukan diskusi kelompok agar mampu mengkonstruksi
pemahaman suatu konsep yang sedang dipelajari, bersedia memperhatikan
dan menghargai penjelasan, pendapat, pertanyaan atau jawaban dari
anggota kelompok lain.
c. Hendaknya siswa tidak perlu malu untuk bertanya atau berkonsultasi
kepada guru jika masih belum paham akan materi yang telah didiskusikan
dengan kelompok, agar dalam pertemuan selanjutnya siap menerima
materi selanjutnya.
3. Kepada Peneliti
a. Hasil penelitian diharapkan memberikan inspirasi untuk melakukan
penelitian yang lebih luas.
b. Hendaknya dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas berusaha untuk
memberikan model pembelajaran yang lebih variatif dalam rangka
peningkatan prestasi belajar siswa.
4. Kepada Kepala Sekolah
a. Hendaknya senantiasa memberikan motivasi, monitoring, dan evaluasi
kepada para guru, khususnya guru matematika agar berani menerapkan
model
pembelajaran
inovatif
dengan
memperhatikan
karakteristik
kemampuan berpikir logis, dan menerapkan model pembelajaran
kooperatif dalam pembelajaran matematika.
b. Demi memperluas
wawasan
pemikiran
dalam
dunia
pendidikan,
hendaknya para kepala sekolah secara aktif mengirimkan bapak/ibu guru
khususnya guru matematika untuk mengikuti forum ilmiah misal seminar,
simposium maupun workshop agar para guru mempunyai inovasi dalam
pembelajaran di kelas.
c. Hendaknya para kepala sekolah selalu aktif menjalin kerjasama dengan
instansi pendidikan lain, perguruan tinggi maupun masyarakat dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan khususnya kualitas pendidikan
matematika.
Download