EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN GUIDED NOTE TAKING (GNT) PADA MATERI PELUANG DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS SISWA KELAS XI SMA DI SALATIGA TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika Oleh : Theresia Widhiastuti NIM. S851008049 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 ABSTRAK Theresia Widhiastuti. S851008049. Eksperimentasi Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan Guided Note Taking (GNT) pada Materi Peluang Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Logis Siswa Kelas XI SMA di Salatiga. Pembimbing I: Dr. Imam Sujadi, M.Si. Pembimbing II: Drs. Tri Atmojo K., M.Sc, Ph.D. Tesis. Program Studi Magister Pendidikan Matematika. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) apakah siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif TPS lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran matematika model pembelajaran kooperatif TPS-GNT pada materi pokok Peluang.(2) Apakah siswa yang kemampuan berpikir logisnya tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang kemampuan berpikir logisnya sedang maupun rendah, dan siswa yang kemampuan berpikir logisnya sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang kemampuan berpikir logisnya rendah pada materi pokok peluang. (3) Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi, manakah prestasi yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif TPS-GNT atau model pembelajaran kooperatif TPS. (4) Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang, manakah yang lebih baik prestasi belajar model pembelajaran kooperatif TPS-GNT atau model pembelajaran kooperatif TPS. (5) Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah, manakah yang lebih baik prestasi belajar antara model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran kooperatif TPS. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 2 x 3. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di Kota Salatiga. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 185 siswa, dengan rincian 97 siswa pada kelas eksperimen satu dan 88 siswa pada kelas eksperimen dua. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes kemampuan awal matematika, tes kemampuan berpikir logis dan tes prestasi belajar. Uji coba instrumen tes meliputi validitas isi,tingkat kesukaran, daya beda dan reliabilitas. Uji prasyarat meliputi uji normalitas populasi menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas variansi populasi menggunakan metode Bartlett. Penggunaan = 0,05 diperoleh simpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen. Uji keseimbangan terhadap data kemampuan awal metematika menggunakan uji-t diperoleh simpulan bahwa kedua kelas eksperimen mempunyai kemampuan awal yang seimbang. Pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh simpulan bahwa (1) Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS-GNT. (2) Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang maupun rendah, dan prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah. (3) Pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS- GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS. (4) Pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS. (5). Pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa yang beri model pembelajaran kooperatif TPS. Kata kunci : TPS, GNT, Kemampuan Berpikir Logis, Prestasi Belajar Matematika. ABSTRACT Theresia Widhiastuti. S851008049. The Experimentation of Cooperative Learning Model of Think Pair share (TPS) with Guided Note Taking (GNT) on the Subject of Probability Viewed from Logical Thinking Ability of 11 th Grade High School Students in Salatiga. First Advisor : Dr. Imam Sujadi, M.Si. Second Advisor : Drs. Tri Atmojo K., M.Sc, Ph.D. Thesis. Mathematics Education. Postgraduate Program of Sebelas Maret University. Surakarta. 2012. The purposes of this study are to determine: (1) which one have a better mathematics achievement, students who are taught by cooperative learning model TPS or cooperative learning model TPS-GNT on the subject of probability. (2) which one have a better mathematics achievement, students who have high, middle or low logical thinking ability.(3) for students who have high logical thinking ability, which is better whether cooperative learning model TPS-GNT or cooperative learning model TPS.(4) for students who have intermediate logical thinking ability, which is better whether cooperative learning model TPS-GNT or cooperative learning model TPS.(5) for students whose have low logical thinking ability, which is better whether cooperative learning model TPS-GNT or cooperative learning model TPS. The research is quasi experimental research with 2x3 factorial design. Research population is High School students in Salatiga City. Sample is taken using stratified cluster random sampling technique. The number of sample in this research is 185 students, with detail 97 students at first experimental class and 88 students at second experimental class. Instruments used to gather data are mathematics initial ability test, logical thinking ability test and learning achievement test. Try-out of test instruments includes difficulty level of content validity, discrimination and reliability. Pre-condition test includes population normality test using Lilliefors method and population variance homogeneity test using Bartlett method. By from population which is normal distribute and have homogen variance. Balance test toward mathematics initial ability data use t-test and it can be concluded that both experimental classes have balanced initial ability. Testing of hypothesis use two-ways variance analysis with unequally cell. Based on the hypothesis testing, it can be concluded that (1) Mathematics learning achievement of students receiving cooperative learning model TPS as well as mathematics learning achievement of students receiving cooperative learning model TPS-GNT. (2) Mathematics learning achievement of students having high logical thinking ability is better than students whose have intermediate or low logical thinking ability, and the students having intermediate logical thinking ability is better than students whose have low logical thinking ability. (3) For students whose have high logical thinking ability, mathematics learning achievement of students receiving cooperative learning model TPS-GNT as well as mathematics learning achievement of students receiving cooperative learning model TPS. (4) For students whose have intermediate logical thinking ability, mathematics learning achievement of students receiving cooperative learning model TPS-GNT as well as mathematics learning achievement of students receiving cooperative learning model TPS. (5) For students whose have low logical thinking ability, mathematics learning achievement of students receiving cooperative learning model TPS-GNT as well as mathematics learning achievement of students receiving cooperative learning model TPS. Keywords: TPS, GNT, Logical Thinking Ability, Mathematics Learning Achievement DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii ABSTRAK ......................................................................................................... xxi ABSTRACT ........................................................................................................ xxiii BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 6 C. Pemilihan Masalah ............................................................................... 7 D. Pembatasan Masalah ............................................................................ 8 E. Rumusan Masalah ................................................................................ 9 F. Tujuan Penelitian ................................................................................ 10 G. Manfaat Penelitian .............................................................................. 11 BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... 13 A. Kajian Teori .......................................................................................... 13 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi ...................................................................... 13 b. Pengertian Belajar ....................................................................... 13 c. Pengertian Prestasi Belajar .......................................................... 15 d. Pengertian Matematika................................................................ 15 e. Pengertian Prestasi Belajar ........................................................... 16 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar ........... 17 a. Faktor Internal ............................................................................. 17 b. Faktor Eksternal ........................................................................... 19 3. Model Pembelajaran ......................................................................... 21 a. Pengertian Model Belajar ............................................................ 21 b. Model Pembelajaran Kooperatif ................................................. 21 c. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) ............................ 26 d. Guided Note Taking (Catatan Terbimbing).................................. 29 e. Model Pembelajaran Think Pair Share dengan Guided Note Taking ..................................................................... 33 4. Kemampuan Berpikir Logis .............................................................. 36 a. Pengertian Kecerdasan (Kemampuan) ........................................ 36 b. Kecerdasan Majemuk .................................................................. 36 B. Penelitian Yang Relevan ....................................................................... 45 C. Kerangka Berpikir ................................................................................. 47 D. Hipotesis ............................................................................................... 53 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 55 A. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian .................................................. 55 1. Tempat Penelitian ............................................................................ 55 2. Waktu Penelitian .............................................................................. 55 B. Jenis Penelitian ...................................................................................... 56 1. Pendekatan Penelitian ...................................................................... 56 2. Rancangan Penelitian ....................................................................... 56 3. Pelaksanaan Eksperimen ................................................................... 57 C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ............................ 58 1. Populasi ............................................................................................ 58 2. Sampel .............................................................................................. 58 3. Teknik Pengambilan Sampel ............................................................ 59 D. Variabel Penelitian dan Metode Pengumpulan Data ........................... 61 1. Variabel Penelitian ........................................................................... 61 2. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 63 E. Instrumen Penelitian.............................................................................. 64 F. Teknik Analisa Data ............................................................................. 69 1. Uji Prasyarat ..................................................................................... 69 2. Uji Keseimbangan .......................................................................... 72 3. Uji Hipotesis ................................................................................... 73 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................83 A. Hasil Uji Coba Instrumen ........................................................................ 83 1. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Logis............................... 83 2. Hasil Uji Coba Tes Prestasi Belajar Materi Peluang ........................ 84 a. Uji Validitas Isi .............................................................................. 84 b. Uji Reliabilitas ............................................................................... 84 c. Tingkat Kesukaran .........................................................................84 d. Uji Daya Beda ................................................................................85 B. Deskripsi Data ..........................................................................................86 1. Data Kemampuan Awal...................................................................... 86 a. Uji Normalitas ..............................................................................87 b. Uji Homogenitas ...........................................................................88 c. Uji Keseimbangan ........................................................................89 2. Data Prestasi Belajar pada Materi Pokok Peluang ............................. 90 3. Data Kemampuan Berpikir Logis .......................................................91 C. Uji Hipotesis ............................................................................................. 91 1. Hasil Uji Prasyarat untuk Pengujian Hipotesis...................................91 a. Uji Normalitas ..............................................................................92 b. Uji Homogenitas ...........................................................................93 2. Pengujian Hipotesis Penelitian ...........................................................94 3. Hasil Uji Komparasi Ganda ................................................................95 D. Pembahasan ............................................................................................104 1. Hipotesis Pertama .............................................................................104 2. Hipotesis Kedua ................................................................................105 3. Hipotesis Ketiga ...............................................................................107 4. Hipotesis Keempat............................................................................108 5. Hipotesis Kelima ..............................................................................109 E. Keterbatasan Penelitian ..........................................................................110 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .................................... 112 A. Kesimpulan ............................................................................................. 112 B. Implikasi Hasil Penelitian ....................................................................... 113 C. Saran........................................................................................................ 114 1. Bagi Guru ........................................................................................ 114 2. Bagi Siswa ....................................................................................... 115 3. Bagi Peneliti Lain ............................................................................ 116 4. Bagi Kepala Sekolah ....................................................................... 116 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 117 LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang dengan sangat pesat. Ketika dapat bersaing dengan dunia luar dituntut adanya pengetahuan yang tinggi pula dari masyarakatnya. Peranan pendidikan berlaku terus menerus sepanjang masa dari dulu sampai sekarang. Dalam dunia pendidikan khususnya, maka pelajaran matematika sangat luas pengunaannya tanpa kita sadari semua kegiatan yang dilakukan sehari-hari melibatkan matematika. Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan, pendidikan merupakan aspek yang sangat penting karena dengan pendidikan diharapkan mampu membentuk sumber daya manusia yang terampil, kreatif dan inovatif. Upaya untuk membentuk sumber daya manusia sesuai dengan perkembangan jaman diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan menekankan pada proses belajar yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri manusia baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Pendidikan formal yang dilakukan di sekolah-sekolah sampai sekarang tetap merupakan lembaga pendidikan utama yang merupakan pusat pengembangan sumber daya manusia dengan didukung oleh pendidikan dalam keluarga dan masyarakat. Matematika sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah sangat diperlukan untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis, dan kritis dalam diri siswa. Demikian pula matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan oleh siswa untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan matematika diperlukan oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah, siswa perlu memiliki pengetahuan matematika yang cukup untuk menghadapi masa depan. Menyadari akan pentingnya peranan matematika, baik dalam penataan nalar dan pembentukan sikap maupun dalam penggunaan matematika, maka peningkatan prestasi belajar matematika di setiap jenjang pendidikan perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Oleh karena di dalam memasuki era globalisasi dan tinggal landas pembangunan nasional, semakin terasa adanya tuntutan yang tinggi akan kualitas manusia Indonesia. Pada saat ini masih banyak dijumpai prestasi belajar matematika di sekolah-sekolah mulai tingkat SD, SLTP, SMA, maupun SMK yang masih rendah. Padahal nilai matematika memegang peranan penting dalam menentukan syarat kelulusan siswa karena matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diujikan pada ujian nasional. Berdasarkan data hasil Ujian Nasional SMA tahun pelajaran 2009/2010 pada Kota Salatiga bahwa rata-rata untuk mata pelajaran matematika program IPS adalah 7,86, pada program IPA mempunyai rata-rata 6,61, sedangkan pada program Bahasa mempunyai rata-rata 7,45. Berikut data nilai hasil ujian nasional matematika tingkat SMA Kota Salatiga. Tabel 1. Laporan Hasil Ujian Nasional SMA Tahun Pelajaran 2009/2010 Matematika Nilai Ujian IPA IPS Bahasa Rata-rata 6,61 7,86 7,45 Terendah 1,50 1,50 3,00 Tertinggi 10,00 10,00 10,00 Standar Deviasi 1,57 1,48 1,46 (Sumber : Sistem Informasi Hasil Ujian Nasional Tahun 2009/2010) Salah satu materi yang ada pada mata pelajaran matematika adalah peluang. Pada hasil Ujian Nasional SMA Tahun 2009/2010, prosentasi penguasaan materi peluang masih lebih rendah prestasinya dibanding materi lainnya baik pada program IPA, IPS maupun Bahasa. Mengingat materi peluang hampir dipelajari oleh semua tingkatan satuan pendidikan, tentu ini merupakan hal yang sangat penting karena peluang dikenal juga sebagai probabilitas yang merupakan cara untuk mengungkapkan pengetahuan atau kepercayaan bahwa suatu kejadian akan berlaku atau telah terjadi. Konsep ini telah dirumuskan dengan lebih ketat dalam matematika dan kemudian digunakan secara lebih luas tidak hanya dalam matematika atau statistika, tapi juga keuangan, sains, dan filsafat. Salah satu penyebab prestasi belajar matematika siswa masih rendah adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang terdapat dalam matematika dan masih sulitnya siswa berkomunikasi secara matematika. Adanya pengaruh kemampuan berpikir logis yang dimiliki siswa sebelumnya akan dapat memperlancar proses belajar mengajar, karena materi yang diberikan guru, khususnya materi peluang akan lebih mudah dipahami oleh siswa. Menurut Herdian (2010), Ciri-ciri penalaran adalah (1) adanya suatu pola pikir yang disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu; (2) proses berpikirnya bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan diri pada suatu analitik, dalam kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analitik tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Kemampuan penalaran merupakan faktor yang sangat penting bagi seseorang untuk mendasari seseorang berpikir secara logis. Pada kenyataannya, kemampuan berpikir logis yang dimiliki siswa cenderung masih kurang, ini ditunjukkan pada saat siswa diberikan soal atau masalah matematika atau hasil Ujian Nasional SMA yang masih rendah yang telah dibahas di paragraf sebelumnya. Selain itu terdapat siswa yang belum bisa menganalisis soal terutama dalam mengartikan bahasa sehari-hari ke dalam bahasa matematika atau mengubah soal cerita ke model matematika. Selain itu, masih banyak guru yang terpaku pada satu model pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar secara terus menerus tanpa pernah memodifikasinya atau menggantikannya dengan model lain walaupun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai berbeda. Hal ini dapat mengakibatkan pencapaian tujuan pembelajaran oleh para siswa tidak optimal. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut, dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, guru hendaknya memilih dan menggunakan model pembelajaran beserta berbagai kemungkinan modifikasinya sehingga melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Pada pembelajaran matematika hendaknya disesuaikan dengan kekhasan materi pembelajaran pada setiap kompetensi dasar dan perkembangan berpikir siswa. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang sudah banyak dilakukan penelitiannya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Model ini merupakan model pembelajaran yang dapat memacu siswa untuk belajar secara aktif dan dapat mengembangkan proses berpikir siswa. Meskipun demikian, terdapat penelitian yang mengungkap kelemahan mengenai model pembelajaran Think Pair Share (TPS). Hal ini mungkin dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi beberapa penelitian tersebut. Menurut Urip Tisngati (2011), dalam penelitiannya disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan strategi Think Talk Write (TTW) lebih baik daripada hasil belajar siswa dengan strategi Think Pair Share (TPS). Penelitian lain yaitu Alfiyatul Fajar (2010) menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) lebih baik daripada model pembelajaran Think Pair Share (TPS). Menurut Alfiyatul Fajar, terdapat kelemahan pada model pembelajaran Think Pair Share (TPS) yang akhirnya menjadi kendala dalam penggunaan model pembelajaran ini, diantaranya adalah siswa yang pandai cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang kurang pandai, diskusi tidak akan berjalan lancar jika siswa hanya menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memahami bagaimana proses menyelesaikan pekerjaan/tugas yang diberikan. Bertolak dari hasil penelitianpenelitian tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang bagaimana meminimalkan kelemahan-kelemahan dari Think Pair Share (TPS) tersebut dengan mencoba melakukan modifikasi yang dapat diterapkan pada pembelajaran guna meningkatkan siswa agar dapat berperan aktif, meningkatkan tanggung jawab untuk belajar bersama, dan dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika materi pokok peluang disebabkan oleh model pembelajaran yang digunakan guru. Terkait dengan ini muncul pertanyaan apakah jika model pembelajaran yang diterapkan guru diubah prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih baik. Pertanyaan yang muncul tersebut dapat dicari solusinya yaitu dapat dilakukan penelitian yang membandingkan prestasi belajar matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran yang menarik dengan model pembelajaran yang digunakan sebelumnya dan dapat melihat apakah model pembelajaran yang menarik tersebut cocok digunakan untuk semua keadaan siswa yang beragam karakteristiknya. 2. Kemungkinan masih terdapat rendahnya prestasi belajar matematika materi pokok peluang karena guru tidak menggunakan alat peraga yang menarik. Terkait dengan itu muncul pertanyaan apakah jika para guru menggunakan alat peraga yang lebih baik, prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih baik. Pertanyaan yang muncul tersebut dapat dicari solusinya yaitu dengan cara melakukan penelitian yang membandingkan prestasi belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran dengan berbagai alat peraga dan dapat diteliti pula apakah berbagai alat peraga tersebut cocok untuk berbagai karakteristik siswa. 3. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok peluang disebabkan oleh kemampuan guru yang kurang karena latar belakang pendidikan yang belum sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Berkenaan dengan hal ini dapat dilakukan penelitian mengenai apakah hasil belajar matematika siswa dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan guru. 4. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika pada materi peluang karena siswa tidak mempunyai kemampuan berpikir logis yang tinggi, sehingga muncul pertanyaan apakah semakin tinggi kemampuan berpikir logis pada siswa semakin baik prestasi belajarnya. Perlu dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan membandingkan prestasi belajar siswa yang kemampuan berpikir logisnya tinggi, sedang, dan rendah. C. Pemilihan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti memilih melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan yang pertama yaitu terkait dengan penelitian yang membandingkan prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan model yang berbeda, dan melihat apakah model pembelajaran yang menarik tersebut cocok digunakan untuk semua keadaan siswa yang beragam karakteristiknya. Selain itu, peneliti juga akan melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan yang keempat yaitu membandingkan prestasi belajar siswa yang kemampuan berpikir logisnya tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini disesuaikan dengan paradigma pembelajaran dengan KTSP yang pembelajarannya berpusat pada siswa (student centered learning). D. Pembatasan Masalah Untuk memfokuskan arah penelitian ini, peneliti membatasi cakupan permasalahan pada hal-hal berikut ini: 1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Think Pair Share dengan menggunakan Guided Note Taking (TPS-GNT) dan model pembelajaran Think Pair Share (TPS). 2. Materi pembelajaran dibatasi pada Standar Kompetensi: SK: Menggunakan aturan statistika, kaidah pencacahan, dan sifat-sifat peluang dalam pemecahan masalah, yaitu terkhusus pada kompetensi dasar (KD) berikut: KD 1.4. Menggunakan aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah. KD 1.5. Menentukan ruang sampel suatu percobaan. KD. 1.6. Menentukan peluang suatu kejadian dan penafsirannya. 3. Subjek penelitian adalah siswa Sekolah Menengah Atas kelas XI program IPA semester 1 di Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2011/2012. 4. Guided Note Taking (GNT) merupakan strategi dimana guru memberikan satu instrumen yang dipersiapkan untuk mendorong siswa mencatat selagi guru mengajar. Guided Note Taking (GNT) menuntut siswa dapat bernalar dan memahami materi sehingga dibutuhkan kosentrasi siswa yang tinggi, siswa diharapkan mampu untuk menyimpulkan, mendefinisikan, merumuskan, dan berpikir general. 5. Kemampuan berpikir logis siswa mempunyai ciri-ciri mencakup kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab akibat. E. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah disebutkan di atas maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Manakah yang lebih baik prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS-GNT atau siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS pada materi pokok peluang? 2. Apakah siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik prestasi belajarnya dibanding siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang maupun rendah, dan siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang lebih baik prestasi belajarnya dibanding siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah pada materi pokok peluang? 3. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, pelaksanaan model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS? 4. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, pelaksanaan model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS? 5. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, pelaksanaan model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS? F. Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui apakah siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS-GNT lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran matematika model pembelajaran TPS pada materi pokok peluang. 2. Mengetahui apakah siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik prestasi belajarnya dibanding siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang maupun rendah, dan siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah pada materi pokok bahasan peluang. 3. Mengetahui pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, pelaksanaan model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS. 4. Mengetahui pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, pelaksanaan model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS. 5. Mengetahui pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, pelaksanaan model pembelajaran TPS-GNT atau model pembelajaran TPS. G. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan : 1. Informasi mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif TPS dan modifikasinya yang dapat diterapkan pada pelajaran matematika, sehingga dapat memotivasi guru lain untuk melakukan inovasi pembelajaran dengan model pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar konstruktivisme sebagai upaya meminimalkan kesulitan siswa dalam belajar. 2. Sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran matematika sehingga mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dan meningkatkan kualitas lulusan. 3. Masukan bagi peneliti lain yang bermaksud mengembangkan dengan menggunakan modifikasi lain pada model pembelajaran Think Pair Share (TPS) sehingga dapat memperluas dan memperdalam lingkup penelitian. 4. Menambah, melengkapi dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam mendukung teori-teori belajar konstruktivisme terkait dengan model pembelajaran kooperatif. BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi pengertian prestasi menurut A. Tab kemampuan nyata (actual ability) yang dicapai individu dari satu kegiatan Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi merupakan suatu hasil yang telah dicapai sebagai bukti usaha yang telah dilakukan. b. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Berdasarkan perilaku yang disaksikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang telah belajar. Belajar pada manusia boleh dirumuskan sebagai berikut dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. Winkel (2007: 58-59). Menurut Sudarwan (2010: 133), belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika aktivitas itu berlangsung. Bagaimana cara membelajarkan substansi pembelajaran dengan baik, itulah yang menjadi fokus teori mengajar dan teori belajar. Teori belajar adalah rancangan konseptual yang menggambarkan bagaimana individu atau kelompok belajar, sehingga membantunya memahami proses kompleks yang inheren dengan aktivitas pembelajaran. Ada tiga orientasi utama atau kerangka dasar filosofis teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstruktivisme. Behaviorisme merupakan aliran pembelajaran yang berfokus pada aspek objektif atas dasar pengamatan. Pandangan kognitivisme menjelaskan perilaku pembelajaran berbasis otak, meski dapat saja lebih dari itu, karena prosesnya tidak dibentuk oleh variabel tunggal. Pandangan konstruktivisme menjelaskan pembelajaran sebagai proses dimana siswa aktif membangun ide-ide atau konsep-konsep baru. Menurut John Holt (1967) dalam Silbermen (2009:5), belajar semakin baik jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut: 1. Mengungkapkan informasi dengan bahasa mereka sendiri 2. Memberikan contoh-contoh 3. Mengenalnya dalam berbagai samaran dan kondisi 4. Melihat hubungan antara satu fakta atau gagasan dengan yang lain 5. Menggunakan berbagai cara 6. Memperkirakannya beberapa konsekuensinya 7. Mengungkapkan lawan atau kebalikannya Berdasarkan uraian diatas, belajar adalah proses pengkonstruksian pengetahuan pada diri siswa berdasarkan pengalaman sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan. Dengan demikian, belajar dapat diartikan sebagai proses pengkonstruksian pengetahuan matematika pada diri siswa berdasarkan pengalaman-pengalaman yang berkenaan dengan matematika. c. Pengertian Prestasi Belajar Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895) menyatakan bahwa erampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes Berdasarkan pengertian prestasi dan belajar maka dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses belajar mengajar sehingga terdapat proses perubahan dalam pemikiran serta tingkah laku. d. Pengertian Matematika Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 723) mengatakan bahwa -bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah Sedangkan Soedjadi (2000: 11) mengatakan bahwa : a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. d) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Berdasarkan pengertian matematika yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulasi, penalaran logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisasikan. e. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Berdasar pengertian prestasi belajar dan matematika yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam mengikuti pelajaran matematika yang mengakibatkan perubahan pada diri seseorang siswa berupa penguasaan dan kecakapan yang ditunjukkan dengan hasil yang berupa nilai. Pada penelitian ini dibatasi pada materi peluang Kompetensi Dasar: 1.4). menggunakan aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah, 1.5). menentukan ruang sampel suatu percobaan, 1.6). menentukan peluang suatu kejadian dan penafsirannya. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar ada dua yaitu: a. Faktor Internal 1) Faktor Fisiologis Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam cacat jasmani, dan sebagainya, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar. Siswa yang kekurangan gizi pada misalnya, ternyata kemampuan belajarnya berada di bawah siswa-siswa yang tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang kekurangan gizi pada umumnya cenderung cepat lelah dan capek, cepat mengantuk dan akhirnya tidak mudah menerima pelajaran. Demikian juga kondisi saraf pengontrol kesadaran dapat berpengaruh pada proses dan hasil belajar. Misalnya seseorang yang minum minuman keras akan kesulitan untuk melakukan proses belajar, karena saraf pengontrol kesadarannya terganggu. Bahkan perubahan tingkah laku tersebut akibat pengaruh minuman keras tersebut, tidak bisa dikatakan perubahan tingkah laku hasil belajar (Yudhi Munadi, 2008: 24) 2) Faktor Psikologis Beberapa faktor psikologis yang dapat diuraikan diantaranya meliputi intelegensi, perhatian, minat, dan bakat, motif dan motivasi, dan kognitif dan daya nalar. Pertama, intelegensi. C.P. Chaplin (1993) dalam Yudhi Munadi (2008: 26) mengartikan intelegensi sebagai (1) kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif, (2) kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif, (3) kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan, tidak terpisahkan satu sama lainnya. Proses belajar merupakan proses yang komplek, maka aspek intelegensi ini tidak menjamin hasil belajar seseorang. Intelegensi hanya sebuah potensi artinya seseorang yang memiliki intelegensi tinggi mempunyai peluang besar untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Kedua, perhatian. Upaya untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik maka siswa harus dihadapkan pada objek-objek yang dapat menarik perhatian siswa, bila tidak maka perhatian siswa tidak akan terarah atau fokus pada objek yang sedang dipelajarinya. Ketiga, minat dan bakat. Minat diartikan oleh Hilgarad, dalam Yudhi Munadi (2008: 27) sebagai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Keempat, motivasi. Motivasi merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam belajar, namun sering kali sulit untuk diuk ur. penggerak yang ada didalam diri seseoarng untuk melakukan aktifitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motivasi dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (Pupuh.F dan Sobry S : 2009: 19). Menurut Martin handoko(1992: 9), motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang terdapat didalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya, sedangkan Nurul Wardhani (2005:21), mengungkapkan motivasi belajar siswa menunjukkan pengertian sebagai kekuatan dalam diri siswa (energi) yang mendorong siswa melakukan usaha-usaha mencapai tujuan belajar. Disamping itu menunjukkan adanya orientasi siswa/arah tingkah laku pada pencapaian tujuan. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan, dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan yang ada tercapai. b. Faktor Eksternal 1) Faktor Lingkungan Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula berupa lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya keadaan suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya. Belajar pada tengah hari di ruang yang memiliki ventilasi udara kurang tentunya akan berbeda dengan suasana belajar di pagi hari yang udaranya masih segar, apalagi di dalam ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega. Lingkungan sosial baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Sering kali guru dan para siswa yang sedang belajar di dalam kelas tersebut, apalagi obrolan itu diiringi dengan gelak tawa yang keras dan teriakan. Hiruk pikuk lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, lalu lintas, gemuruhnya pasar dan lain-lain juga akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Karena itu sekolah hendaknya didirikan dalam lingkungan yang kondusif untuk belajar. 2) Faktor Instrumental Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini dapat berupa kurikulum, sarana dan fasilitas, dan guru. Berbicara kurikulum berarti berbicara mengenai komponenkomponennya yakni tujuan, bahan atau program, proses belajar mengajar, dan evaluasi. Kiranya jelas faktor-faktor ini besar pengaruhnya pada proses dan hasil belajar, misalnya kita lihat dari sisi tujuan kurikulum, setiap tujuan kurikulum merupakan pernyataan keinginan tentang hasil pendidikan. Oleh karena itu setiap ada perubahan tujuan kurikulum maka bisa dipastikan ada perubahan keinginan. Bisa dipastikan juga bahwa perubahan tujuan itu akan mengubah program atau bahan (mata pelajaran) yang akan diberikan bahkan mungkin ruang lingkupnya masing-masing dan demikian juga pada aspek-aspek lainnya termasuk pada aspek sarana dan fasilitas. Demikian itu akan berdampak pula pada kompetensi yang harus dimiliki para guru. 3. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan tingkah laku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dan gaya mengajar guru (teaching style) yang keduanya disingkat menjadi SOLAT ( Style of Learning and Teaching). (Nanang : 2010: 41). b. Model Pembelajaran Kooperatif Tantangan dalam pendidikan saat ini adalah bagaimana secara efektif mengajar siswa dengan kemampuan yang beragam dan tingkat yang berbeda di dalam belajar. Pendidik diharapkan mengajar dengan cara yang memungkinkan siswa untuk belajar ilmu pengetahuan dan matematika konsep sementara juga mendapatkan keterampilan dalam berpikir, dan juga keterampilan dalam memecahkan suatu masalah. Dalam dekade terakhir, ada sejumlah penelitian yang dilakukan pada pembelajaran kooperatif dalam ilmu pengetahuan dan matematika. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada keyakinan bahwa belajar adalah paling efektif ketika siswa secara aktif terlibat dalam berbagi ide dan bekerja kooperatif untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif telah digunakan baik sebagai suatu metode instruksional dan sebagai alat belajar diberbagai tingkat pendidikan dan diberbagai bidang studi. (Zakaria : 2007 : 36). Shwalb (1995: 293), merangkum poin kunci dan mengarah ke kesimpulan umum mengenai penelitian pembelajaran kooperatif yang dilakukan di masyarakat yang berbeda berkumpul di titik bahwa pembelajaran kooperatif efektif baik tentang hasil sosial maupun kognitif. Menurut Lara dan Reparaz (2007: 734-735), mengenai keefektifan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: It is well known that Cooperative Learning consists of the instructional use of small groups in which students work together to maximize their own learning and that of others. This is one strategy that systematizes, through a series of instructional resources, the need for members of a group to work together, cooperating with each other on an assignment. A real cooperative situation activates, in the members of a group, the full awareness that they have to work together to do the task, this objective. Mempunyai arti, hal ini juga diketahui bahwa pembelajaran kooperatif terdiri dari penggunaan instruksional kelompok-kelompok kecil di mana siswa bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka sendiri dan orang lain. Ini adalah salah satu strategi yang sistematis, melalui serangkaian sumber daya instruksional, kebutuhan bagi anggota kelompok untuk bekerja sama, bekerja sama dengan satu sama lain pada sebuah tugas. Sebuah situasi nyata mengaktifkan kooperatifitas dalam anggota-anggota kelompok, kesadaran penuh bahwa mereka harus bekerja sama untuk melakukan tugas dan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Johnson,dkk (1994) dalam Zakaria (2007: 36-37) merumuskan lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu: 1) Saling ketergantungan yang artinya keberhasilan satu siswa tergantung pada keberhasilan siswa lainnya. 2) Interaksi promotif: setiap individu dapat mencapai promotif interaksi dengan saling membantu, adanya pertukaran sumber daya, memotivasi satu sama lain dalam mengambil kesimpulan, memberikan umpan balik, mendorong dan berusaha untuk saling membantu. 3) Akuntabilitas individu: guru harus menilai jumlah usaha yang masingmasing anggota berkontribusi. Ini dapat dilakukan dengan memberikan individu tes untuk setiap siswa dan secara acak memanggil siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka. 4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil: guru harus memberikan peluang bagi anggota kelompok saling mengenal, menerima dan mendukung setiap lainnya, berkomunikasi secara akurat, dan menyelesaikan perbedaan secara konstruktif. 5) Kelompok pengolahan: guru juga harus memberikan peluang pada kelas untuk menilai kelompok mempromosikan kemajuan pembelajaran kooperatif. Kelompok pengolahan memungkinkan kelompok untuk fokus pada hubungan kerja yang baik, memfasilitasi pembelajaran keterampilan kooperatif dan menjamin bahwa anggota menerima umpan balik. Setiap model pembelajaran memiliki keunggulan dan kelemahan. Mencermati pendapat para ahli mengenai model pembelajaran kooperatif, beberapa keunggulan model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1) Melatih siswa untuk memiliki keterampilan berpikir (thinking skill) dengan aktif bertindak sebagai tutor sebaya untuk membantu siswa lain dalam kelompoknya untuk mengkonstruksikan pemahaman terhadap suatu konsep sehingga pemahaman diri menjadi lebih optimal. 2) Melatih siswa untuk memiliki keterampilan sosial (social skill) dengan saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas mencapai tujuan bersama dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok. 3) Menciptakan kondisi belajar yang kondusif dengan motivasi belajar yang tinggi dari siswa, karena didukung dan didorong oleh rekan sebaya dalam kelompoknya. 4) Memberi peluang terjadinya proses partisipasi aktif dalam belajar dari setiap siswa. Partisipasi aktif terjadi selama diskusi kelompok dan diskusi kelas dengan turut mengemukakan pendapat, saran, komentar, dan sanggahan terhadap penyelesaian tgas oleh suatu kelompok. Selain memiliki keunggulan, model pembelajaran kooperatif juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1) Penerapan model pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. 2) Agar penerapan model pembelajaran kooperatif lebih efektif, seorang guru harus memiliki kemampuan tertentu. 3) Menuntut sifat-sifat tertentu dari dalam diri siswa, seperti gemar bekerja sama. Kelemahan-kelemahan model pembelajaran kooperatif tersebut masih dapat diatasi atau diminimalkan. Penerapan model pembelajaran kooperatif yang membutuhkan waktu relatif lebih lama dapat diatasi dengan menyediakan lembar kerja bagi siswa sehingga siswa dapat memahami suatu konsep secara efektif dan efisien melalui lembar kerja tersebut. Kebutuhan terhadap waktu yang relatif lebih lama biasanya terkait dengan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas. Untuk mengatasinya, pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas dapat dilakukan sebelum pembelajaran dimulai. Dengan demikian, pemanfaatan waktu dalam proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Penerapan model pembelajaran kooperatif memang menuntut adanya kemampuan tertentu oleh seorang guru. Namun, kelemahan ini dapat diatasi dengan melakukan latihan terlebih dahulu terkait dengan penerapan suatu model pembelajaran kooperatif. Terkait dengan kelemahan terakhir, yakni menuntut sifat-sifat tertentu dari dalam diri siswa yang dapat diatasi dengan mengingatkan kepada setiap siswa bahwa tidak ada manusia yang mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap siswa harus bersedia dan mampu bekerja sama secara kooperatif, termasuk dalam proses belajar di dalam kelas. c. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi (Trianto, 2009: 81) adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model TPS ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Maryland, menyatakan bahwa TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan proses yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespons dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan TPS untuk membandingkan tanya jawab kelompok secara keseluruhan. Menurut Wendy Diane Carss ( 2007 ), TPS adalah cara mengajar dengan strategi yang mencakup tiga komponen; waktu untuk berpikir, waktu untuk berbagi dengan mitra, dan waktu untuk setiap pasangan untuk berbagi kembali ke kelompok yang lebih besar. Penggunaan TPS menyatukan aspek kognitif dan sosial pembelajaran, mempromosikan pengembangan pemikiran dan pembangunan pengetahuan. Strategi ini cocok untuk dimasukkan dalam pelajaran membaca terpimpin, di mana fokusnya adalah pada diskusi yang berarti sekitar teks dan promosi penggunaan keterampilan pemahaman dan strategi untuk mendorong pemahaman. Tinjauan literatur menggambarkan efektivitas instruksi strategi pemahaman eksplisit dalam konteks diskusi kelompok kecil. Strategi yang mendorong pembelajaran kooperatif telah berhasil dalam mengembangkan keterampilan interpersonal, kemampuan kognitif, dan kesadaran metakognitif. Pada Model TPS, guru menggunakan langkah-langkah berikut: Langkah 1. Berpikir (Thinking) Guru menjelaskan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir. Langkah 2. Berpasangan (Pairing) Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 menit atau 5 menit untuk berpasangan. Langkah 3. Berbagi ( sharing ) Guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka diskusikan dengan cara bergantian pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai beberapa siswa telah mendapat kesempatan untuk melaporkan, paling tidak sekitar seperempat pasangan, tetapi disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Pada langkah ini akan menjadi efektif apabila guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain. Menurut Nanang (2010 : 41-42), adapun model pembelajaran salah satunya adalah TPS. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model mengajar ini adalah sebagai berikut : a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. b. Siswa diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru. c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya kelompok 3 orang dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. e. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. f. Guru memberi kesimpulan. g. Penutup. d. Guided Note Taking (Catatan Terbimbing) Guided Note Taking (Catatan Terbimbing), dengan strategi ini guru memberikan satu bagan atau skema yang dipersiapkan untuk mendorong siswa mencatat selagi guru mengajar. Menurut Pattawan, dkk (2009): The developed guided notes contain quotations, diagrams, pictures, problems, and blank spaces to encourage student interactive engagement with the lectures. The guided note templates were critiqued by a group of experienced university physics lecturers and piloted with graduate physics education students to check the content validity. Over 300 first year university students (aged about 18-19 years) attended lectures that did not involve guided note taking. Six hundred students participated in the guided note taking approach. Students' understanding of electromagnetism was investigated using a conceptual test. Pernyataan di atas mempunyai makna Guided Note Taking (Catatan Terbimbing) dapat dikembangkan dengan mengandung kutipan, diagram, gambar, masalah, dan ruang kosong untuk mendorong keterlibatan siswa interaktif pada saat di kelas. Dari wawancara, ditemukan bahwa siswa melihat Guided Note Taking (Catatan Terbimbing) merupakan alat pendukung yang membantu mereka berkonsentrasi pada saat di kelas. Mempromosikan keterlibatan siswa di kelas kuliah melalui proses Guided Note Taking (Catatan Terbimbing) terbukti menjadi strategi belajar yang berarti. Sedangkan menurut William L. Heward (2004) menyatakan : Guided notes are instructor-prepared handouts that provide students with background information and standard cues with specific spaces to write key facts, concepts, and/or relationships during the lecture. Guided notes (GN) require students to actively respond during the lecture, organize and enhance lecture content in any discipline or subject area. Instructors can develop GN for a single lecture, for one or more units within a course, or for an entire semester-long course. Pernyataan di atas berarti Guided Note Taking (Catatan Terbimbing) menyediakan siswa suatu informasi latar belakang dan isyarat standar dengan ruang khusus untuk menulis fakta-fakta kunci, konsep, dan/atau hubungan selama sekolah. Catatan Terbimbing mengharuskan siswa untuk aktif merespon selama kuliah, meningkatkan akurasi dan efisiensi siswa notetaking, dan meningkatkan siswa retensi isi kursus. Guided Note Taking (Catatan Terbimbing) dapat membantu mengatur dan meningkatkan konten kuliah dalam setiap disiplin atau subjek daerah. Instruktur dapat mengembangkan Guided Note untuk kuliah tunggal, untuk satu atau lebih unit dalam kursus, atau untuk semester panjang pada keseluruhan kursus. Menurut Hisyam Zaini (2004: 32) dalam strategi ini, guru menyiapkan suatu bagan atau skema atau yang lain yang dapat membantu siswa dalam membuat catatan-catatan ketika anda menyampaikan materi pelajaran. Ada banyak bentuk atau pola yang dapat dikerjakan untuk strategi ini. Salah satunya dan yang paling sederhana adalah mengisi titik-titik. Langkah-langkah: 1. Beri siswa panduan yang berisi ringkasan poin-poin utama dari materi pelajaran yang akan anda sampaikan dengan strategi ceramah. 2. Kosongkan sebagian dari poin-poin yang anda anggap penting sehingga akan terdapat ruang-ruang kosong dalam panduan tersebut. 3. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah: a) Berikan suatu istilah dengan pengertiannya, kosongkan istilah atau definisinya. b) Kosongkan beberapa pertanyaan jika poin-poin utamanya terdiri dari beberapa pertanyaan. c) Dapat juga dibuat handout yang tercantum didalamnya sub topik dari materi pelajaran anda. Beri tempat kosong yang cukup sehingga siswa dapat membuat catatan didalamnya. d) Bagikan bahan ajar yang anda buat kepada siswa. Jelaskan bahwa anda sengaja menghilangkan beberapa poin yang penting dalam handout untuk tujuan agar siswa tetap berkonsentrasi mendengarkan pelajaran yang anda sampaikan. e) Setelah selesai menyampaikan materi minta siswa untuk membacakan hasilnya. f) Beri klarifikasi. Menurut Mel Silberman (2001: 103), Guided Note Taking (Catatan Terbimbing/GNT) merupakan teknik memberikan satu orang yang dipersiapkan yang mendorong peserta didik mencatat selagi guru mengajar. Bahkan sebuah gerakan tubuh kecil akan mendorong peserta didik lebih besar daripada jika handout pengajar yang lengkap diberikan. Ada berbagai macam metode untuk membuat catatan secara terbimbing ini. Cara paling sederhana melibatkan pengisian blangko. Prosedur : a) Persiapkan sebuah handout yang menyimpulkan poin-poin penting dari sebuah pelajaran yang disampaikan dengan ceramah yang anda berikan. b) Sebagai ganti memberikan teks yang lengkap, tinggalkan bagian-bagian teks itu kosong. c) Beberapa cara melakukan hal ini meliputi : (i). Menyediakan sejumlah istilah dan definisi, biarkan istilah itu atau definisinya kosong. Sebagai contoh : _______: sebuah gambar berisi lima. Octagon : _________ (ii). Tinggalkan satu atau lebih dari sejumlah poin itu kosong. d) Bagikan handout kepada siswa. Jelaskan bahwa anda telah membuat blangko-blangko itu untuk membantu mereka mendengarkan secara aktif pelajaran yang dsampaikan dengan ceramah. Variasi: a) Berikan sebuah kertas kerja yang menyediakan sub-sub topik utama dari materi anda yang anda sampaikan. Tinggalkan sejumlah besar ruang untuk catatan. b) Bagilah suatu pelajaran yang disampaikan dengan ceramah menjadi beberapa bagian. Mintalah peserta didik mendengarkan penuh perhatian selagi anda berbicara tapi tidak boleh mencatat. Malahan, ajaklah mereka menulis catatan-catatan selama break dalam pelajaran yang disampaikan dengan ceramah. e. Model Pembelajaran Think Pair Share dengan Guided Note Taking (TPS-GNT) Pada model pembelajaran TPS dengan GNT guru menggunakan langkah-langkah berikut: Langkah 1. Guru menyediakan siswa suatu informasi latar belakang materi pelajaran yang akan dipelajari dengan materi yang sudah pernah dipelajari di tingkat sebelumnya, lebih lanjut disebut materi prasyarat. Dalam langkah ini siswa diberi panduan singkat yang berisi ringkasan poin-poin utama dari materi prasyarat yang telah dipelajari di tingkat sebelumnya yang akan di sampaikan guru dengan strategi ceramah. Akan terdapat isian titik-titik dalam panduan tersebut agar siswa tetap berkonsentrasi mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh guru dan siswa dapat membuat catatan didalamnya. Langkah 2. Pada langkah ini siswa diajak dalam proses berpikir (Thinking). Guru menjelaskan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir. Langkah 3. Pada langkah ini siswa diatur dalam kondisi berpasangan (Pairing). Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 menit atau 5 menit untuk berpasangan. Langkah 4. Pada langkah ini siswa diajak dalam proses Berbagi (Sharing ). Guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka diskusikan dengan cara bergantian pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai beberapa siswa telah mendapat kesempatan untuk melaporkan, paling tidak sekitar seperempat pasangan, tetapi disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Pada langkah ini akan menjadi efektif apabila guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain. Berdasar prosedur pelaksanaan pada TPS maupun TPS-GNT yang telah diuraikan di atas, berikut disajikan rangkuman perbandingan antara model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pembelajaran TPS dan model pembelajaran TPS-GNT. model Tabel 2. Rangkuman Perbandingan antara Model Pembelajaran TPS dan Model Pembelajaran TPS-GNT Aspek Tujuan Kognitif Tujuan Sosial Struktur Tim Pemilihan Materi Pembelajaran Langkah pembelajaran TPS Informasi akademik sederhana Keterampilan kelompok dan keterampilan sosial Kelompok TPS-GNT Informasi akademik sederhana Keterampilan kelompok dan keterampilan sosial Kelompok Dilakukan oleh guru Dilakukan oleh guru a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. b. Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru. c. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya kelompok 2 orang dan mengutarakan hasil pemikiran masingmasing. d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. e. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. f. Guru membimbing siswa untuk mengambil kesimpulan. g. Penutup. a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. b. Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru. c. Guru mempersiapkan sebuah materi prasyarat yang menyimpulkan poin-poin penting/tambahan dari sebuah pelajaran yang disampaikan untuk mendorong siswa mencatat selagi guru mengajar d. Sebagai ganti dari memberikan teks yang lengkap, guru membuat bahan pelajaran singkat yang di dalamnya ada bagian-bagian tertentu yang dikosongkan. e. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya kelompok 2 orang dan mengutarakan hasil pemikiran masingmasing. f. Guru memimpin pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil Tugas Utama Siswa Penilaian diskusinya. g. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. h. Guru membimbing siswa untuk mengambil kesimpulan. i. Penutup. Siswa mengerjakan tugas Siswa mengerjakan tugas secara berpasangan secara berpasangan dengan dengan kelompok kelompok masing-masing masing-masing dan dan memastikan tiap memastikan tiap anggota anggota kelompok atau kelompok atau pasangan pasangan dapat dapat mengerjakannya. mengerjakannya Bervariasi Bervariasi 4. Kemampuan Berpikir Logis a. Pengertian Kecerdasan (Kemampuan) Belajar tidak mungkin dapat terlaksana bila dalam diri seseorang tidak memiliki kecerdasan. Kecerdasan pada dasarnya dibawa sejak lahir. Gardner dalam Armstrong (2004:3), mengemukakan sekurang-kurangnya ada tujuh kecerdasan dasar. Belum lama berselang Gardner menambahkan yang kedelapan dan membahas adanya kecerdasan yang kesembilan dan menyatakan bahwa kecerdasan lebih berkaitan dengan kapasitas memecahkan masalah dan menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah. b. Kecerdasan Majemuk Kenyataan menunjukkan bahwa dalam kehidupan manusia ada beragam kecerdasan yang dimiliki setiap orang. Kecerdasan multiple Gardner dalam Bellanca (2011: 2-4) meliputi : Kecerdasan verbal/linguistic (berbicara/bahasa) adalah kecerdasan kata-kata, atau kemampuan untuk menggunakan inti dari cara kerja bahasa dengan jelas. Komponen utama dari kecerdasan ini dijalankan melalui komunikasi dengan cara membaca, menulis, mendengar, dan berbicara. Lebih utama lagi, penggunaan kecerdasan ini membantu menghubungkan antara ilmu dan pemahaman yang telah dimiliki dengan informasi-informasi baru serta menjelaskan verbal/linguistic bagaimana memungkinkan hubungan pemikiran itu terjadi. seseorang Kecerdasan dikomunikasikan dengan pihak lain, sehingga kecerdasan seperti ini memiliki nilai lebih di sekolah. Kecerdasan verbal/linguistic membantu siswa menghasilkan dan menyaring penggunaan bahasa dalam berbagai format. Kemampuan untuk membentuk dan mengenali kata-kata berikut memahai polanya dengan melihat, mendengar, dan pada beberapa kasus meraba adalah awal kecerdasan verbal. Teknik-teknik berbahasa seperti metafora, hiperbola, simbol, dan tata bahasa adalah kemampuan lanjutan. Teknik-teknik diperkaya dengan makna melalui pola-pola konseptual, alasan, cita rasa, kecenderungan dan kepekaan, struktur, dan peningkatan kosakata. Pada akhirnya puncak perkembangan berbahasa dicapai oleh orang-orang yang mampu mengkombinasikan suara dan rasa bahasa dalam pola yang unik untuk mengekspresikan dirinya. Nilai kecerdasan verbal/linguistic diperkuat melalui kepiawaian membaca dan seni berbahasa, namun juga kemahiran dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya. Kecerdasan visual/spasial (pandang/ruang) adalah kecerdasan terhadap bentuk dan gambar, atau kemampuan untuk memahami dunia visual secara akurat dan menghadirkan kembali pengalaman-pengalaman visualnya. Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk melihat bentuk, warna, figur dan tampilan nyata berbentuk seni. Kecerdasan ini dimulai dari penajaman sensor motorik penglihatan dan kesadaran. Mata membedakan warna, bentuk, figur, tekstur, kedalaman ruang, dimensi, dan hubungan. Saat kecerdasan berkembang, koordinasi mata-tangan dan otot-otot yang mengontrolnya memungkinkan individu yang bersangkutan dapat menghadirkan kembali figur dan warna pada berbagai media. Pelukis, pemahat, arsitek, kartografer (juru peta), juru gambar, ahli pertamanan dan desainer grafik mampu memindahkan gambaran yang ada dipikirannya menjadi objek ciptaan baru atau objek lama yang diperbagus. Dengan cara ini, visual yang ditangkap digabung dengan pengetahuan, pengalaman, emosi, dan gambaran yang telah ada sebelumnya untuk menciptakan visi baru bagi pengetahuan dan pemahaman selanjutnya. Kecerdasan kinestetik/tubuh Kecerdasan ini memungkinkan adalah kecerdasan seseorang seluruh tubuh. mengontrol dan menginterpretasikan gerakan-gerakan tubuh, mengatur objek-objek fisik dan membangun keseimbangan antara tubuh dan jiwa. Adalah suatu kesalahan bila berpikir bahwa kecerdasan kinestetik terbatas pada bidang atletik. Teknisi untuk peralatan bermesin atau bermotor halus memerlukan kecerdasan ini saat menghadapi pekerjaan yang rumit, kemampuan navigator udara untuk mengendalikan peralatan pesawat juga merupakan perkembangan dari kecerdasan ini. Kecerdasan musikal/ritmik adalah kecerdasan tone, ritme dan timbre (nada, irama, dan warna suara). Kecerdasan ini dimulai dengan tingkat sensitivitas seseorang untuk menentukan pola suara dan menanggapi pola tertentu secara emosi. Saat siswa mengembangkan kesadaran musiknya, mereka juga mengembangkan dasar-dasar kecerdasan ini. Kecerdasan musikal berkembang seiring dengan meningkatnya kepuasan siswa saat mendengarkan musik. Perkembangan selanjutnya terjadi saat siswa menciptakan variasi pola musik yang lebih kompleks dan lebih halus, mengembangkan bakat terhadap alat-alat musik, dilanjutkan dengan minat terhadap komposisi musik yang kompleks. Kecerdasan interpersonal adalah kecerdasan untuk bersosialisasi dan bermasyarakat, atau kemampuan untuk memahami dan berhubungan dengan orang lain. Orang yang menunjukkan kecerdasan ini dapat melihat dan membedakan suasana hati, watak, sikap, motivasi, dan maksud seseorang. Kemampuan interpersonal yang lebih kompleks dapat dilihat dari kemampuan orang dewasa untuk membaca dan menafsirkan maksud dan tujuan yang tersirat dalam diri orang lain. Kecerdasan ini termasuk kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain dengan hasil saling menguntungkan. Kecerdasan interpersonal meliputi kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal, kemampuan bekerja sama, kemampuan mengolah konflik, kemampuan membuat perjanjian, juga kemampuan untuk mempercayai, menghargai, memimpin dan memotivasi orang lain, juga kemampuan untuk hasil yang saling menguntungkan bagi kedua pihak. Empati terhadap perasaan, kecemasan, harapan, dan keyakinan orang lain, kemauan untuk mendengarkan keluhan orang tanpa menghakiminya, dan keinginan untuk membantu orang-orang yang memiliki kecerdasaan interpersonal tinggi. Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan pemahaman diri atau pengenalan diri yaitu kemampuan untuk mengenal diri sendiri, belajar dan menentukan tanggung jawab dalam hidupnya. Orang yang memiliki kecerdasan intrapersonal tinggi dapat memahami kisaran emosinya dan menggunakannya untuk mengatur sikap dan tingkah lakunya, dengan tepat dan berpikir cepat, menampilkan dan menilai dirinya. Kebutuhan untuk mengintrospeksi diri semacam ini, menjadikan kecerdasan intrapersonal sebagai kecerdasan yang bersifat paling pribadi. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang mengambil tanggung jawab yang lebih besar untuk belajar dan untuk kehidupannya. Kecerdasan alamiah/naturalis adalah kecerdasan alamiah yang lahir dari kemampuan seseorang untuk mengenali spesies-spesies tumbuhan dan hewan yang ada dilingkungan hidup kemudian menciptakan taksonomi untuk mengelompokkannya ke dalam beberapa subspecies. Anak kecil yang dapat memetik bunga, menyebut nama hewan-hewan yang berbeda, bahkan mampu mengelompokkan barang-barang seperti sepatu, mobil-mobilan, pakaian berdasarkan kesamaan yang dimiliki barang-barang tersebut, merupakan cikal bakal seorang naturalis. Orang-orang dengan tipe pembelajaran naturalistik dapat ditemui pada bidang ilmu botani dan zoology. Namun pekerja di bidang kimia organik, entomologi, apoteker, fotografi, teknik sipil, dan beberapa bidang lainnya juga harus mengembangkan kemampuan naturalisnya. Kemampuan/kecerdasan logika matematika adalah kecerdasan angka dan alasan, atau kemampuan untuk menggunakan alasan-alasan induksi dan deduksi, memecahkan masalah-masalah abstrak, dan memahami hubunganhubungan yang kompleks dari hal-hal, konsep-konsep dan ide-ide yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk mengklasifikasi, memprediksi, menentukan prioritas, menyusun hipotesa ilmiah, dan memahami pola hubungan sebab akibat. Kemampuan menetapkan alasan diterapkan pada ruang lingkup yang luas, termasuk penggunaan logika berpikir sains, ilmu-ilmu sosial, kesusastraan dan bidangbidang lainnya seperti penggunaan komputer untuk mengolah kata (word processing), membaca dan menggunakan spreadsheet, mempelajari bahasa k. (belajar menafsirkan notas-notasi musik). Anak-anak usia dini mengembangkan kecerdasan ini, saat mereka berhadapan dengan masalah-masalah yang nyata. Mereka menangkap konsep hubungan satu lawan satu dan konsep numerik atau penomoran. Mereka berkembang dari ide-ide konkret ke ide-ide representatif dalam bentuk bahasa simbol, membuat persamaan dan memformulasikan apa yang mereka pelajari tentang hal-hal bersifat abstrak dengan menggunakan logika berpikir. Kemampuan berpikir praktis memilah, menganalisis dan memperkirakan diajarkan di seluruh kurikulum sekolah, namun perlu penekanan lebih melalui aktivitas pembelajaran aktif. Kecerdasan logika matematika merupakan kecerdasan dalam hal logika dan angka. Ini merupakan kecerdasan para ilmuan, akuntan, dan pemrogram komputer. Ciri-ciri orang-orang yang cerdas logika matematika mencakup kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik dan pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional. Kecerdasan logika matematika adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah (May Lwin, 2008: 41). Hubungan antara matematika dan logika adalah bahwa keduanya secara ketat mengikuti hukum dasar. Hukum ini menjelaskan bagaimana argumentasi disusun, bukti dan syarat dinyatakan dan kesimpulan dibuat. Anak-anak yang cerdas secara matematis sering tertarik dengan bilangan dan pola dari usia yang sangat muda. Mereka menikmati berhitung dan dengan cepat belajar menambah, mengurangi, mengali, dan membagi. Selain itu anak-anak yang terampil dalam matematika cepat memahami konsep waktu. Anak-anak yang cerdas secara matematis senang melihat pola dalam informasi mereka, dan mereka dapat mengingat bilangan dalam pikiran mereka untuk jangka waktu yang lebih panjang. Menjelaskan konsep-konsep secara logis, meningkatkan pemahaman mereka. Anak-anak yang demikian senang membuat kesimpulan dari ilmiah dari pengamatan mereka. Gardner (1999) dalam Sudarwan (2010: 181), kecerdasan matematika logis adalah kemampuan individu dalam menggunakan angka-angka dengan baik dan melakukan penalaran dengan benar. Kemampuan individu dalam menggunakan angka-angka dengan baik, misalnya ahli matematika, akuntan pajak, dan ahli statistik. Kemampuan individu dalam melakukan penalaran dengan benar, misalnya sebagai ilmuwan matematika, pemrogram komputer atau ahli logika. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil dengan logika berpikir jika maka atau sebab akibat. Juga fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lain, misalnya, kategorisasi, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, penghitungan, dan pengujian hipotesis penelitian. Gampbell (1999) dalam Jibrael Yuromissu (2005) menyatakan intelegensi logika matematika mengungkapkan tiga hal luas tapi yang berhubungan antara satu dengan yang lain yaitu : matematika, ilmu sains, dan logika. Selanjutnya ia menyusun suatu daftar untuk mendapatkan ekspresi matematika dalam setiap individu yang mungkin terjadi dimana seseorang akan memiliki intelegensi logika matematika yang berkembang dengan baik diantaranya : a) Menerima objek-objek dan fungsinya didalam lingkungan mereka. b) Sudah cukup familiar dengan konsep- konsep kuantitas waktu dan hubungan sebab akibat. c) Mampu mempergunakan simbol-simbol abstrak untuk mempresentasikan objek-objek maupun konsep abstrak. d) Mampu mendemonstrasikan kemampuan mereka pada pemecahan masalah secara logis e) Bisa menerima pola dan hubungan. f) Mampu melakukan uji hipotesa. g) Bisa mempergunakan kemampuan matematika seperti membuat perkiraan perkiraan, melakukan perhitungan algortima, mengartikan statistik, dan secara visual mampu mempresentasikan informasi-informasi dalam bentuk grafik. h) Menikmati pengoperasian secara kompleks seperti kalkulus, fisika, programing, komputer, atau metode-metode penelitian. i) Berpikir secara matematis dengan cara mengumpulkan bukti-bukti, membuat hipotesis, merumuskan model, dan membangun argumentasiargumentasi yang cukup kuat. j) Mampu mempergunakan teknologi yang tepat untuk memecahkan permasalahan matematika. k) Mengekspresikan ketertarikan di dalam karier seperti akunting, teknologi komputer, hukum, mesin, dan ilmu kimia. l) Mampu menciptakan model-model baru atau menerima pandangan baru didalam sains dan matematika. Cara-cara untuk mengembangkan kecerdasan logika matematika antara lain: mempelajari cara menggunakan simpoa, mengerjakan teka teki pengasah otak, mempelajari sebuah bahasa komputer. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir logis adalah kecerdasan angka dan alasan, atau kemampuan untuk menggunakan alasan-alasan induksi dan deduksi, memecahkan masalah-masalah abstrak, dan memahami hubungan-hubungan yang kompleks dari hal-hal, konsepkonsep dan ide-ide yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk mengklasifikasi, memprediksi, menentukan prioritas, menyusun hipotesa ilmiah, dan memahami pola hubungan sebab akibat. B. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Henry Suryo Bintoro tahun 2009, yang mengemukakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika yang siginifikan yaitu bagi siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran TPS lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara ekspositori/konvensional pada siswa SMP di kota Surakarta. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Henry Suryo Bintoro dengan yang peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran TPS. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Henry Suryo Bintoro dengan yang peneliti lakukan adalah pada penelitian Henry Suryo Bintoro dilakukan pada siswa SMP di kota Surakarta pada materi Faktorisasi Suku Aljabar, sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan adalah pada siswa SMA di kota Salatiga pada materi peluang. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Alfiyatul Fajar tahun 2010, yang mengemukakan bahwa terdapat efek yang sama terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan bangun ruang prisma tegak dan limas antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran matematika dengan Think-Pair- Share (TPS). Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Alfiyatul Fajar dengan yang peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran TPS. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Alfiyatul Fajar dengan yang peneliti lakukan adalah pada penelitian Alfiyatul Fajar dilakukan pada siswa SMP di kota Surakarta pada materi Bangun Ruang Prisma Tegak dan Limas, sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan adalah pada siswa SMA di kota Salatiga pada materi Peluang. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Urip Tisngati. S tahun 2011, yang mengemukakan bahwa terdapat perbedaan terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Fungsi antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran matematika dengan TPS. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan model pembelajaran TTW lebih baik daripada model pembelajaran TPS. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Urip Tisngati. S dengan yang peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran TPS. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Urip Tisngati. S dengan yang peneliti lakukan adalah pada penelitian Urip Tisngati. S dilakukan pada siswa SMP Negeri di Kabupaten Pacitan pada materi fungsi, sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan adalah pada siswa SMA di Kota Salatiga pada materi peluang. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Dhian Endahwuri tahun 2011, yang mengemukakan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individually (TAI) menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi bangun ruang. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Dhian Endahwuri dengan yang peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran TPS. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Dhian Endahwuri dengan yang peneliti lakukan adalah pada penelitian Dhian Endahwuri dilakukan pada siswa Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kabupaten Grobogan pada materi bangun ruang, sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan adalah pada siswa SMA di Kota Salatiga pada materi peluang. C. Kerangka Berpikir Berdasarkan tinjauan pustaka dan beberapa penelitian yang relevan, disusun kerangka pikir sebagai berikut. 1. Kaitan Masing-Masing Model Pembelajaran terhadap Prestasi Belajar Matematika Salah satu model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran ini didapatkan adanya proses kebersamaan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Model pembelajaran kooperatif terdapat interaksi antar siswa dalam kelompoknya maupun interaksi antara siswa dan guru sebagai pengajar sehingga dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Interaksi dalam kelompok ini akan berjalan dengan baik jika dalam setiap kelompok mempunyai kemampuan yang heterogen. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan sebuah model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan seluruh siswa untuk aktif berpartisipasi selama proses pembelajaran, terdapat interaksi antara siswa melalui diskusi untuk menyelesaikan masalah akan meningkatkan keterampilan sosial siswa, juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan bertanya, berdiskusi dan mengembangkan bakat kepemimpinan sehingga diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami konsep sehingga menghasilkan prestasi belajar yang baik. Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengaruhnya terhadap keberhasilan guru dalam mengajar. Pemilihan model pembelajaran yang tidak tepat justru dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Agar model pembelajaran terpilih dengan tepat, seorang guru harus mengetahui macammacam model pembelajaran dan mengetahui pula model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajarannya. Terdapat kelemahan pada model pembelajaran TPS yang akhirnya menjadi kendala dalam penggunaan model pembelajaran ini, diantaranya adalah siswa yang pandai cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang kurang pandai, diskusi tidak akan berjalan lancar jika siswa hanya menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memahami bagaimana proses menyelesaikan pekerjaan/tugas yang diberikan. Guided Note Taking (Catatan Terbimbing) termasuk strategi pembelajaran aktif. Dalam strategi ini, sebagai guru menyiapkan suatu bagan atau skema atau yang lain yang dapat membantu siswa dalam membuat catatan-catatan ketika guru menyampaikan materi pelajaran. Salah satu bentuk yang paling sederhana adalah mengisi titik-titik bagian teks/handout yang kosong. Guided Note Taking (Catatan Terbimbing) merupakan teknik yang popular, dimana guru memberikan satu orang yang dipersiapkan yang mendorong siswa mencatat selagi guru mengajar. Bahkan sebuah gerakan tubuh kecil akan mendorong siswa lebih besar daripada jika handout pengajar yang lengkap diberikan. Ada berbagai macam metode untuk membuat catatan secara terbimbing ini. Cara paling sederhana melibatkan pengisian blangko dan melibatkan siswa lebih aktif untuk melengkapi bagian-bagian yang kosong dengan harapan siswa lebih memahami materi pelajaran sehingga dapat memberikan prestasi belajar yang baik bagi siswa. Guided Note Taking (GNT) ini akan dicoba dimodifikasikan pada penggunaan model pembelajaran TPS, yang diharapkan dapat menutupi kelemahan atau kendala yang terjadi pada model pembelajaran TPS sehingga diharapkan juga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan demikian siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS-GNT pada materi peluang diduga dapat memperoleh prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS. Dengan demikian, dimungkinkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS-GNT lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS. 2. Kaitan Masing-Masing Kategori Kemampuan Berpikir Logis terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada dasarnya untuk menyampaikan materi pokok peluang, diperlukan kemampuan berpikir logis pada siswa agar siswa dapat lebih mudah memahami materi yang disampaikan guru. Setiap individu yang mungkin terjadi dimana seseorang akan memiliki kemampuan logika matematika yang berkembang dengan baik diantaranya mampu mempergunakan simbol-simbol abstrak untuk mempresentasikan objek-objek maupun konsep abstrak, dan mampu mendemonstrasikan kemampuan mereka pada pemecahan masalah secara logis, terutama pada materi peluang. Oleh karena itu siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi akan lebih mudah dalam menerima pelajaran daripada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang. Siswa dengan kemampuan berpikir logis sedang diduga akan mempunyai hasil belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan berpikir logis rendah dan siswa dengan kemampuan berpikir logis tinggi diduga akan mempunyai hasil belajar yang lebih baik dari siswa dengan kemampuan berpikir logis rendah. Berdasarkan uraian di atas, dimungkinkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dibanding prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang maupun rendah, dan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir sedang lebih baik dibanding prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah. 3. Kaitan antara Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Logis terhadap Prestasi Belajar Matematika Masing-masing kategori model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis yang dimiliki oleh setiap siswa dimungkinkan memberikan kontribusi yang beragam terhadap perolehan prestasi belajar matematika siswa. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Efektifitas suatu model pembelajaran akan bergantung pada karakteristik setiap siswa. Model pembelajaran kooperatif TPS merupakan model pembelajaran yang menuntut adanya peran aktif setiap anggota kelompok dalam melakukan diskusi agar siswa mampu mengkonstruksi dan menggunakan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah secara logis. Kemampuan berpikir logis dari dalam diri siswa terhadap konsep peluang sangat diperlukan. Hal ini akan mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi kelompok agar memiliki pemahaman yang optimal terhadap konsep peluang. Penerapan suatu model pembelajaran tertentu tidak selalu efektif pada setiap situasi karena adanya perbedaan kemampuan berpikir logis siswa. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis yang baik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan kembali informasi yang telah diterimanya sehingga mampu memecahkan masalah peluang dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, dimungkinkan kaitan masing-masing kategori model pembelajaran pada kemampuan berpikir logis terhadap prestasi terjadi sebagai berikut: a. Kaitan Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran pada Kemampuan Berpikir Logis Tinggi terhadap Prestasi Belajar Matematika Meskipun penerapan model pembelajaran kooperatif TPS-GNT menuntut lebih tinggi dalam hal pemahaman materi prasyarat dibandingkan model pembelajaran kooperatif TPS, dimungkinkan bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baik dibanding prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS. b. Kaitan Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran pada Kemampuan Berpikir Logis Sedang terhadap Prestasi Belajar Matematika Oleh karena penerapan model pembelajaran kooperatif TPS-GNT menuntut lebih tinggi dalam hal pemahaman materi prasyarat dibandingkan model pembelajaran kooperatif TPS, dimungkinkan bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS-GNT lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS. c. Kaitan Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran pada Kemampuan Berpikir Logis Rendah terhadap Prestasi Belajar Matematika Oleh karena penerapan model pembelajaran kooperatif TPS dengan GNT menuntut lebih tinggi dalam hal pemahaman materi prasyarat dibandingkan model pembelajaran kooperatif TPS, dimungkinkan bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS-GNT lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS. D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif TPS-GNT mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran matematika model pembelajaran kooperatif TPS. 2. Siswa yang kemampuan berpikir logisnya tinggi belajarnya dibandingkan dengan lebih baik prestasi siswa yang kemampuan berpikir logisnya sedang dan rendah, dan siswa yang kemampuan berpikir logisnya sedang lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan siswa yang kemampuan berpikir logisnya rendah pada materi pokok peluang. 3. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama dengan siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS. 4. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS-GNT lebih baik daripada siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS. 5. Pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS-GNT lebih baik daripada siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian 1. Tempat dan Subjek penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 dan terdapat tahapan-tahapan sebagai berikut: Tabel 3. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahap Kegiatan Pengajuan judul penelitian Februari 2011 Penyusunan proposal penelitian Maret-Juni 2011 Perencanaan Pembuatan RPP, Lembar Kerja (LK) Pembuatan instrumen penelitian (soal tes kemampuan berpikir logis dan tes prestasi belajar matematika) Pengajuan izin penelitian Pelaksanaan Waktu (bulan) Juli 2011 Juli 2011 Agustus 2011 Uji coba instrument September 2011 Eksperimen September-Oktober 2011 Pengumpulan data Analisis data, penyusunan laporan Penyelesaian penelitian November 2011 Desember-Januari 2012 B. Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu, karena peneliti tidak mungkin mengontrol dan manipulasi semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel-variabel yang diteliti. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiyono (2003: 82) bah ental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasi semua Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel bebas yaitu model pembelajaran kooperatif TPS pada kelas eksperimen dan model pembelajaran kooperatif TPS-GNT juga pada kelas eksperimen. Variabel bebas yang lain yaitu kemampuan berpikir logis dari siswa dijadikan sebagai variabel yang ikut mempengaruhi variabel terikat. 2. Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan adalah rancangan faktorial 2 x 3, untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat. Tabel 4. Rancangan Penelitian Kemampuan Berpikir Logis (b) Model Pembelajaran (a) Tinggi (b1) Sedang (b2 ) Rendah (b3 ) Model Pembelajaran TPS (a1) (ab)11 (ab)12 (ab)13 Model Pembelajaran TPS-GNT (a2) (ab)21 (ab)22 (ab)23 3. Pelaksanaan Eksperimen Sebelum diberi perlakuan, terlebih dahulu peneliti akan mengecek keadaan kemampuan awal dari sampel penelitian yang akan diberi perlakuan dari kedua kelompok eksperimen. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan awal kedua kelompok tersebut dalam keadaan seimbang. Data yang digunakan adalah nilai Tes Akhir Semester kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011. Pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan khusus yaitu pada kelompok eksperimen pertama diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS, sedangkan pada kelompok ekperimen kedua diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS-GNT. Pada akhir eksperimen kedua kelompok tersebut diukur kembali dengan menggunakan alat ukur (soal tes) yang sama, yaitu soal tes hasil belajar matematika pada materi pokok peluang. Hasil pengukuran tersebut akan dianalisis dan dibandingkan dengan tabel uji statistika yang digunakan. C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan sampel 1. Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI program Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Menengah Atas di Kota Salatiga tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 8 SMA. Tabel 5. Daftar Sekolah SMA Kota Salatiga Kode Sekolah 05-001 05-002 05-003 05-201 05-202 05-203 05-204 05-206 NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama Sekolah SMA Negeri 1 SMA Negeri 2 SMA Negeri 3 SMA Kristen 1 SMA Kristen 2 SMA Kristen Satya Wacana SMA Muhammadiyah SMA Theresiana Status Sekolah Negeri Negeri Negeri Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta 2. Sampel Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti sebagian dari populasi, diharapkan bahwa hasil yang diperoleh sudah dapat menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan di samping memerlukan biaya yang besar, juga membutuhkan waktu yang lama. Sebagian atau wakil populasi yang diteliti itu dinamakan sampel. Berdasarkan Tabel 5, dari 8 SMA tersebut terdapat sekolah dengan kategori RSBI yaitu SMA Negeri 1 Salatiga. Pada sekolah tersebut terdapat 2 kriteria kelas yaitu kelas yang diberi perlakuan dengan pembelajaran berbasis internasional dan kelas yang tidak diberi perlakuan pembelajaran berbasis internasional. Pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah siswa pada kelas yang tidak diberi perlakuan pembelajaran berbasis internasional. 3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik stratified cluster random sampling dengan menempuh langkah-langkah berikut : a. Melihat rerata nilai Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2010/2011 Sekolah Menengah Atas se-Kota Salatiga kemudian dipilih 3 sekolah yang masing-masing mewakili sekolah dengan pertimbangan sekolah-sekolah ini dinilai dapat mewakili populasinya. Mengacu pada hasil Ujian Nasional tahun pelajaran 2010/2011, pengelompokan sekolah menjadi tiga kategori yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Pengelompokan dilakukan dengan cara skala pengukuran yaitu skala interval yang diubah dalam skala ordinal. Suatu sekolah dikatakan kelompok tinggi, apabila rerata nilai matematika siswa pada Ujian Nasional tahun pelajaran 2010/2011 lebih dari rerata gabungan ( ( ) ditambah 0,5 simpangan baku gabungan ), kemudian suatu sekolah dikatakan kelompok sedang apabila rerata nilai matematika siswa pada Ujian Nasional tahun pelajaran 2010/2011 lebih dari atau sama dengan rerata gabungan ( simpangan baku gabungan ( gabungan ( ) dikurang 0,5 ) dan kurang dari atau sama dengan rerata ) ditambah 0,5 simpangan baku ( ), sedangkan suatu sekolah dikatakan kelompok rendah apabila rerata nilai matematika siswa pada Ujian Nasional tahun pelajaran 2010/2011 kurang dari rerata gabungan ( ) dikurangi 0,5 simpangan baku ( ). Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 5 diperoleh nilai rerata gabungan dari nilai Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika adalah 7,5775 dan simpangan baku gabungan 0,5208. Pengelompokan sekolah dapat dilihat pada Tabel 6 berikut : Tabel 6. Kategori SMA di Kota Salatiga No 1 2 3 4 5 6 7 8 Kode Nama Nilai UN Sekolah Sekolah Matematika 05-001 05-003 05-002 05-203 05-202 05-204 05-201 05-206 SMANegeri 1 SMANegeri 3 SMANegeri 2 SMA Satya Wacana SMU Kristen 2 SMA Muhammadiyah SMU Kristen 1 SMA Theresiana 8,50 8,16 7,79 7,69 7,29 7,17 7,13 6,89 Kategori Tinggi Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah b. Berdasarkan Tabel 6, sampel dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Dari ketiga kelompok diambil satu SMA secara acak yang mewakili kelompok tinggi dan terpilih SMA Negeri 1 Salatiga, satu SMA yang mewakili kelompok sedang dan terpilih SMA Negeri 2 dan satu SMA yang mewakili kelompok rendah dan terpilih SMA Kristen 1 Salatiga. Dari ketiga SMA tersebut, kemudian dilakukan pengundian lagi untuk menentukan kelas yang akan dijadikan sampel penelitian kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Pengambilan sampel secara acak pada populasi dimaksudkan agar setiap kelas pada populasi dapat terwakili. Setelah dilakukan pengundian masing-masing sekolah terpilih dua kelas sebagai tempat penelitian kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. c. Sebelum pelaksanaan eksperimen dilaksanakan, maka terlebih dahulu dilakukan uji keseimbangan rata-rata dengan menggunakan uji-t. Uji ini digunakan untuk mengetahui bahwa apakah sampel ini memiliki kemampuan awal yang sama. Uji keseimbangan kedua sampel dipakai uji t dengan alasan bahwa variansi populasi tidak diketahui. Data yang digunakan untuk uji keseimbangan diambil dari dokumentasi nilai Tes Akhir Semester 2 kelas X tahun pelajaran 2010/2011 untuk mata pelajaran matematika pada kedua kelas eksperimen. Sebelum dilakukan uji keseimbangan, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap kemampuan awal. D. Variabel Penelitian dan Metode Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian Penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel-variabel itu adalah sebagai berikut : a. Variabel Terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa 1). Definisi Operasional: prestasi belajar siswa yaitu yang berupa kemampuan hasil belajar yang berupa skor atau angka yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika. 2). Indikator: nilai tes prestasi belajar setelah memperoleh perlakuan pembelajaran. 3). Skala pengukuran: skala interval. b. Variabel Bebas 1). Model Pembelajaran a) Definisi operasional : Model pembelajaran yaitu cara yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan satuan atau unit materi pelajaran kepada siswa dengan memusatkan pada keseluruhan proses yang berisi prosedur baku untuk mencapai tujuan tertentu, pada penelitian ini model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran TPS-GNT dan model pembelajaran TPS. b) Indikator : 1. Kelompok eksperimen pertama diberikan model pembelajaran TPS. 2. Kelompok eksperimen kedua diberikan model pembelajaran TPS-GNT. c) Skala Pengukuran : skala nominal 2). Kemampuan Berpikir Logis a) Definisi operasional: Kemampuan berpikir logis/kecerdasan logika matematika adalah kecerdasan angka dan alasan, atau kemampuan untuk menggunakan alasan-alasan induksi dan deduksi, memecahkan masalah-masalah abstrak, dan memahami hubungan- hubungan yang kompleks dari hal-hal, konsep-konsep dan ide-ide yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk mengklasifikasi, memprediksi, menentukan prioritas, menyusun hipotesa ilmiah, dan memahami pola hubungan sebab akibat. b) Indikator: Kemampuan berpikir logis siswa dari ketiga sekolah diukur menggunakan Hasil Pemeriksaan Psikologis yaitu dari Aletheia Consultant dengan alamat Jl. Lawu 2 Salatiga-50724; Telp. (0298) 7160306; web: www.aletheia-consultant.com. c) Skala Pengukuran : skala ordinal 2. Metode Pengumpulan Data Pengujian suatu hipotesis di dalam penelitian ini diperlukan adanya data yang mendalam tentang hubungan-hubungan antar variabel dalam penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Metode Dokumentasi Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan awal berupa nilai Tes Akhir Semester pada kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011. Data nilai Tes Akhir Semester pada kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 diambil dari ketiga sekolah yang telah terpilih. Data yang telah diperoleh digunakan untuk uji keseimbangan antara kedua kelompok eksperimen. Menurut Budiyono (2003: 54), pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang b. Metode Tes Dalam penelitian ini metode tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang prestasi belajar matematika, yaitu data nilai prestasi siswa yang telah diberi pembelajaran matematika model pembelajaran TPS dan pembelajaran matematika model pembelajaran TPS-GNT. Instrumen soal tes yang digunakan oleh peneliti disusun berpedoman pada kisi-kisi soal yang telah diujicobakan terlebih dahulu . Dalam penelitian ini bentuk tes yang digunakan adalah soal pilihan ganda yang berisi tentang materi pokok peluang. adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan pertanyaan atau suruhanSelain itu, metode tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan berpikir logis siswa. Pengumpulan data ini menggunakan jasa dari Lembaga Psikologi yaitu Aletheia Consultant dengan alamat Jl. Lawu 2 Salatiga-50724; Telp. (0298) 7160306; web: www.aletheia-consultant.com. E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes untuk memperoleh data tentang prestasi belajar matematika dan tes kemampuan berpikir logis siswa untuk memperoleh data tentang kemampuan berpikir logis tinggi, sedang, dan rendah siswa. Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu diadakan uji coba untuk tes prestasi belajar, sedangkan untuk kemampuan berpikir logis siswa pengukuran tingkat sedang, rendah, dan tinggi telah menggunakan jasa dari Lembaga Psikologi yaitu Aletheia Consultant dengan alamat Jl. Lawu 2 Salatiga-50724; Telp. (0298) 7160306; web: www.aletheiaconsultant.com. Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut diuji terlebih dahulu dengan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui kualitas item soal. Sedangkan untuk menguji butir instrumen digunakan daya pembeda, dan tingkat kesukaran. 1) Uji Validitas Isi Suatu instrumen valid menurut validitas isi apabila isi instrumen tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang akan diukur. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk tes prestasi belajar agar tes mempunyai validitas isi adalah sebagai berikut: a) Bahan uji (tes) harus merupakan sampel yang representatif untuk mengukur sampel seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan maupun dari sudut proses belajar. b) Titik berat bahan yang harus diujikan harus seimbang dengan titik berat bahan yang telah diajarkan. c) Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum diajarkan untuk menjawab soal-soal ujian dengan benar. (Budiyono, 2003:58) Dalam meneliti apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi yang tinggi, yang biasanya dilakukan adalah melalui experts judgment (penilaian yang dilakukan oleh para pakar). Dalam hal ini para penilai (biasa disebut subject-matter expert) menilai apakah kisi-kisi yang dibuat oleh pengembang tes mewakili isi (substansi) yang akan diukur. Langkah berikutnya para penilai menilai apakah masing-masing butir tes yang telah disusun cocok atau relevan dengan klasifikasi kisi-kisi yang ditentukan. 2) Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah ketetapan atau ketelitian suatu alat ukur. Alat ukur dikatakan reliabel apabila dapat dipercaya, konsisten, atau stabil. Alat untuk menguji reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus formula Kuder Richardson yaitu: dengan: = indeks reliabilitas instrumen. = banyaknya butir dalam tes. = proporsi subjek yang mendapat angka 1 pada suatu butir, yaitu banyaknya subjek yang mendapat angka 1 dibagi oleh banyaknya seluruh subjek yang menjawab butir tersebut =1 = varians total skor tes Dalam penelitian ini disebut reliabel apabila indeks reliabilitas yang diperoleh telah melebihi 0,70 ( r11 > 0, 70). (Budiyono, 2003: 69) 3) Daya Pembeda Suatu butir soal dikatakan mempunyai daya pembeda jika kelompok siswa yang pandai menjawab benar lebih banyak dari kelompok siswa yang kurang pandai. Penentuan daya pembeda setiap butir soal digunakan rumus klasik. Dengan cara ini, peserta tes diurutkan dari skor total tertinggi sampai dengan skor total terendah kemudian peserta tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas (pandai) dan kelompok bawah (tidak pandai). Penentuan ini didasarkan atas mediannya yang berarti separuh dari peserta tes adalah kelompok atas dan separuh peserta tes adalah kelompok bawah. Indeks daya pebeda dirumuskan sebagai berikut : Dengan: indeks daya pembeda untuk butir soal ke-i = banyaknya peserta tes pada kelompok atas yang menjawab benar = banyaknya peserta tes pada kelompok atas = banyaknya peserta tes pada kelompok bawah yang menjawab benar = banyaknya peserta tes pada kelompok bawah Jika indeks daya pembeda untuk butir soal ke-i kurang 0,3 maka butir tersebut harus dibuang. (Budiyono, 2011:32) 4) Tingkat Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang memadai artinya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi banyaknya peserta yang menjawab benar butir soal tersebut terhadap seluruh peserta tes. Persamaan yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran dengan proporsi menjawab benar adalah: dengan : P = proporsi menjawab benar atau tingkat kesukaran B = banyaknya peserta yang menjawab benar = banyak peserta tes Berdasar rumus di atas rentang nilai indeks tingkat kesukaran adalah 0 P 1, dimana semakin tinggi nilai P, maka semakin mudah suatu butir soal dan semakin rendah nilai P maka semakin sukar butir soal tersebut. Interval yang digunakan sebagai kriteria butir yang baik adalah 0,20 P 0, 80. (Budiyono, 2011: 30). Ketika seluruh peserta tes menjawab salah atau sebaliknya benar pada suatu soal maka ada kecenderungan kita tidak menggunakan soal itu. Tingkat kesukaran biasanya dibedakan menjadi 3 kategori sebagai berikut: Tabel 7. Indeks Tingkat Kesukaran Indeks Tingkat Kesukaran 0 P Kualifikasi Sukar 0,20 0, 20 P 0, 80 Sedang 0, 80 P 1 Mudah Pada penelitian ini butir soal yang digunakan adalah jika indeks tingkat kesukaran lebih dari 0,20 dan indeks kesukaran kurang atau sama dengan 0,8. F. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Uji prasyarat analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan homogenitas. a. Uji Normalitas Populasi Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini, untuk uji normalitas digunakan metode Lilliefors. Adapun prosedur ujinya adalah sebagai berikut: a) Hipotesis : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal b) Tingkat Signifikansi : c) Statistik Uji L = maks | F(zi) S(zi)| Dengan F(zi) = P (Z zi); Z N(0,1) S(zi) = proporsi cacah Z zi terhadap seluruh zi Uji kenormalan menggunakan metode Lilliefors s = standar deviasi = rataan sampel = skor standar untuk x i d) Daerah Kritik DK = ; n = ukuran sampel diperoleh dari tabel Lilliefors pada tingkat signifikansi derajad kebebasan n. e) Keputusan Uji ditolak jika L DK atau diterima jika L b. Uji Homogenitas Variansi Populasi DK. dan Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Dalam penelitian ini, uji homogenitasnya menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji chi kuadrat. Adapun prosedur ujinya adalah sebagai berikut: a) Hipotesis (populasi-populasi homogen) tidak semua variansi sama (populasi-populasi tidak homogen) b) Tingkat Signifikansi: c) Statistik Uji 2 (f . log RKG ) dengan 2 2 (k 1) k = banyaknya populasi = banyaknya sampel f = derajat kebebasan untuk RKG = N fj = derajat kebebasan untuk k dengan j = 1, 2, N = banyaknya seluruh nilai (ukuran) nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = rataan kuadrat galat = d) Daerah Kritik k DK = { 2 | 2 2 > Untuk beberapa ,(k 1) } dan ( k 1 ) , nilai 2 ,(k 1) nilai chi kuadrat dengan derajat kebebasan ( k dapat dilihat pada tabel 1). e) Keputusan Uji ditolak jika 2 DK atau diterima jika 2 DK (Budiyono, 2009: 176) 2. Uji Keseimbangan Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok eksperimen dalam keadaan seimbang atau tidak. Dengan kata lain, uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang berarti atau tidak dari kedua sampel penelitian. Statistik uji yang digunakan adalah uji-t yaitu: a) Hipotesis (kedua kelompok berasal dari dua populasi yang berkemampuan awal sama) (kedua kelompok tidak berasal dari dua populasi yang berkemampuan awal sama) b) Tingkat Signifikansi : c) Statistik Uji Dengan = rata-rata nilai ulangan matematika pada nilai tes akhir semester kelompok eksperimen I = rata-rata nilai ulangan matematika pada nilai tes akhir semester kelompok eksperimen II = jumlah siswa kelompok ekperimen I = jumlah siswa kelompok eksperimen II = variansi kelompok eksperimen I = variansi kelompok eksperimen II d) Daerah Kritik DK = e) Keputusan Uji ditolak bila atau diterima bila . (Budiyono, 2009: 151) 3. Uji Hipotesis a. Tahap 1 (Uji ANAVA Dua Jalan Sel Tak Sama) Teknik analisis yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut : Model untuk data populasi pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama ialah dengan : = observasi pada subjek yang dikenai faktor A (Model Pembelajaran) baris ke-i dan faktor B (kemampuan berpikir logis siswa) kolom ke j pada pengamatan ke k. 1, 2 dengan i = 1 berarti dengan model model pembelajaran TPS i = 2 berarti dengan model pembelajaran TPS-GNT j = 1, 2, 3 dengan j = 1 berarti kemampuan berpikir logis siswa tinggi j = 2 berarti kemampuan berpikir logis siswa sedang j = 3 berarti kemampuan berpikir logis siswa rendah = rerata besar (grand mean) i = efek faktor A baris ke-i pada variabel terikat j = efek faktor B kolom ke-j pada variabel terikat ( )ij = interaksi faktor A baris ke-i dan faktor B kolom ke j pada variabel terikat ijk = k nij galat yang berdistribusi normal ij = banyaknya data amatan setiap sel ij = ukuran sel ij (sel pada baris ke-i dan kolom ke-j) (Budiyono, 2009 : 229) Tabel 8. Tata Letak Data Kemampuan Berpikir Logis (b) Model Pembelajaran (a) Model Pembelajaran TPS (a1) Tinggi (b1) Sedang (b2) Rendah (b3) (ab)11 (ab)12 (ab)13 (ab)21 (ab)22 (ab)23 Model Pembelajaran TPS-GNT (a2) 1) Hipotesis untuk setiap i = 1,2 (tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat) : paling sedikit ada satu yang tidak nol (ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat) untuk setiap j = 1,2, 3 (tidak ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat) : paling sedikit ada yang tidak nol (ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat) :( )ij = 0 untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3 (tidak ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat). : paling sedikit ada ( )ij yang tidak nol (ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat ). (Budiyono, 2009 : 229) 2) Tingkat Signifikansi : 3) Statistik Uji Statistik uji analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama ialah: a) Untuk adalah yang merupakan nilai dari variabel random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p b) Untuk adalah adalah 1 dan N pq yang merupakan nilai dari variabel random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p N pq yang merupakan nilai dari variabel random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q c) Untuk 1 dan N 1)(q 1) dan pq. (Budiyono, 2009: 231) 4) Komputasi Tabel 9. Rataan Data Amatan Kemampuan Berpikir Logis (b) Total Model Pembelajaran (a) Tinggi (b1) Sedang (b2 ) Rendah (b3 ) Model Pembelajaran TPS ( a1) Model Pembelajaran TPS- GNT (a2) Total Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, didefinisikan notasinotasi sebagai berikut: ukuran sel ij (sel pada baris ke-i dan kolom ke-j) = banyaknya data amatan pada sel ij = frekuensi sel-ij = rataan harmonik frekuensi seluruh sel = Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran (1), (2), (3), (4) dan (5) sebagai berikut: ; ; Jumlah Kuadrat JKA = JKB = JKAB = JKG = (2) JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG ; dengan : JKA = Jumlah Kuadrat Baris JKB = Jumlah Kuadrat Kolom JKAB = Jumlah Kuadrat Interaksi JKG = Jumlah Kuadrat Galat JKT = Jumlah Kuadrat Total dk = Derajat Kebebasan dkA = p 1 dkB = q 1 dkAB = (p 1)(q dkG = N pq dkT = N 1 1) Rerata Kuadrat 5) Daerah Kritik a) Daerah kritik untuk Fa adalah DKa = { Fa | Fa > F ; p-1, N pq} b) Daerah kritik untuk Fb adalah DKb = { Fb | Fb > F ; q-1, N pq} c) Daerah kritik untuk Fab adalah DKab = { Fab | Fab > F ; (p-1)(q -1), N pq} 6) Keputusan Uji H0 ditolak bila harga statistik uji melebihi daerah kritik. Harga kritik tersebut diperoleh dari Tabel Distribusi F pada tingkat signifikansi . 7) Rangkuman Analisis Tabel 10. Rangkuman Analisis Variansi Sumber JK dk RK Fobs F Baris (A) JKA p 1 RKA Fa F* Kolom (B) JKB q 1 RKB Fb F* RKAB F ab F* Interaksi (AB) JKAB (p-1)(q-1) Galat JKG N pq RKG - - Total JKT N 1 - - - Keterangan : F* adalah nilai F yang diperoleh dari tabel F (Budiyono, 2009: 229-231) b. Tahap 2 (Uji Komparasi Ganda) Upaya untuk mengetahui perbedaan rerata setiap pasangan baris, setiap pasangan kolom dan setiap pasangan sel dilakukan uji komparasi ganda dengan menggunakan metode Scheffe. Uji komparasi ganda dilakukan apabila H 0 ditolak dan variabel bebas dari H0 yang ditolak tersebut terdiri lebih dari dua kategori. Jika H0 ditolak tetapi variabel bebas dari H0 yang ditolak tersebut terdiri atas dua kategori maka untuk mengetahui kategori mana yang lebih baik cukup dengan membandingkan besarnya rataan marginal dari masing-masing kategori tersebut. Uji komparasi ganda juga perlu dilakukan apabila terdapat interaksi antara kedua variabel bebas. Adapun langkah-langkah untuk melakukan uji komparasi ganda dengan menggunakan metode Scheffe adalah sebagai berikut : 1) Identifikasi semua pasangan komparasi yang ada 2) Menentukan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi 3) Menentukan tingkat signifikansi 4) Mecari harga statistik uji F antara lain: a) Komparasi Rataan Antar Kolom Uji Scheffe untuk komparasi antar kolom adalah: dengan : = nilai Fobs pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j = rataan pada kolom ke-i = rataan pada kolom ke-j RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi = ukuran sampel kolom ke-i = ukuran sampel ke-j Daerah kritik uji itu adalah : DKi-j = { F i-j | F i-j > (q 1) F ; q-1, N pq} b) Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama Uji Schefee untuk komparasi rataan sel pada baris yang sama adalah: dengan: = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel-ij dan rataan pada sel-ik = rataan pada sel ij = rataan pada sel ik = Rataan Kuadrat Galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi = ukuran sel ij = ukuran sel ik Daerah kritik untuk uji itu adalah DKij-ik = { F ij-ik | F ij-ik > (pq F 1) ; pq-1, N pq}. c) Komparasi Rataan Antar Sel pada Kolom yang Sama Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama adalah : dengan: = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel-ij dan rataan pada sel-kj = rataan pada sel ij = rataan pada sel kj = Rataan Kuadrat Galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi = ukuran sel ij = ukuran sel kj Daerah kritik untuk uji itu adalah DKij-kj = { Fij-kj | F ij-kj > (pq F 1) ; pq-1, N pq}. 5) Menentukan Keputusan Uji untuk Setiap Pasangan Komparasi Rerata. 6) Menyusun Rangkuman Analisis. (Budiyono, 2009: 215-217) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Coba Instrumen Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan berpikir logis dan tes prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok peluang. Instrumen tes prestasi belajar matematika dibuat sendiri oleh peneliti sehingga perlu diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari tes prestasi belajar tersebut, sedangkan instrumen tes kemampuan berpikir logis menggunakan jasa dari Lembaga Psikologi yaitu Aletheia Consultant dengan alamat Jl. Lawu 2 Salatiga-50724; Telp. (0298) 7160306; web: www.aletheia-consultant.com. Uji coba instrumen tes prestasi belajar matematika materi pokok peluang dilaksanakan di SMA Kristen Satya Wacana Salatiga kelas XI IPA1 dan kelas XI IPA 2 semester 1 tahun pelajaran 2011/2012. 1. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Logis Instrumen tes kemampuan berpikir logis peneliti tidak mengadakan uji coba karena validitas dan reliabilitas dijamin oleh jasa psikologi yaitu Lembaga Psikologi Aletheia Consultant dengan alamat Jl. Lawu 2 Salatiga50724; Telp. (0298) 7160306; web: www.aletheia-consultant.com, sehingga untuk instrumen soal kemampuan berpikir logis telah memiliki tingkat validitas yang baik dan mempunyai tingkat reliabilitas yang baik pula. Hasil pengelompokan kemampuan berpikir logis tinggi, sedang, dan rendah dapat dilihat pada Lampiran 10. 2. Hasil Uji Coba Tes Prestasi Belajar Materi Peluang a. Uji Validitas Isi Validitas isi uji coba instrumen tes prestasi belajar matematika pada materi pokok peluang terdiri dari 3 orang validator. Melalui tiga orang validator yaitu Yusuf Maladi, S.Pd, guru SMA Kristen 1 Salatiga, Partijah, S.Pd guru SMA Negeri 2 Salatiga, dan Natalia Dyah Bayu, S.Pd guru SMA Kristen 1 Salatiga diperoleh bahwa 40 butir soal uji coba instrumen tes prestasi dinyatakan valid karena telah memenuhi kriteria yang diberikan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13. b. Uji Reliabilitas Dalam penelitian ini, instrumen tes yang digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa adalah instrumen tes yang memiliki koefisien reliabilitas lebih dari 0,07 (r 11 > 0,70). Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus KR-20, diperoleh perhitungan r 11 = 0,85. Diketahui bahwa rhit = 0,85 > 0,70 maka instrumen tes dikatakan reliabel baik dan dapat digunakan dalam kaitannya dengan indeks reliabilitas. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15. c. Tingkat Kesukaran Butir soal yang digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa adalah butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, yakni memiliki indeks kesukaran lebih dari atau sama dengan 0,2 dan kurang dari atau sama dengan 0,8 (0,2 P < 0,8). Perhitungan uji coba soal tes prestasi terdapat pada Lampiran 14. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa dari 40 soal yang diujicobakan terdapat beberapa butir soal yang data dikategorikan soal dengan tingkat kesukaran mudah yaitu butir soal nomor 9, 10, dan 19. Kategori butir soal dengan tingkat kesukaran sulit terdapat pada butir 12, sedangkan butir soal yang lain masuk pada kategori sedang. Dengan demikian butir soal nomor 9, 10, 12, dan 19 tidak digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa. d. Uji Daya Beda Ditinjau dari daya pembeda, butir soal yang digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa adalah butir soal yang memiliki daya pembeda baik, yaitu dengan indeks daya pembeda lebih dari atau sama dengan 0,3 ( ). Hasil perhitungan daya pembeda tiap butir soal tes prestasi belajar matematika terdapat pada Lampiran 17. Hasil analisis daya beda dapat diketahui bahwa dari 40 soal yang diujicobakan terdapat beberapa butir soal yang dapat dikategorikan soal dengan daya beda jelek yaitu butir soal nomor 1, 9, 10, 11, 12, 19, 20, 21, 24, 28, 34, 36 dan 40 sedang yang lain masuk pada kategori baik. Berdasarkan hasil analisis butir soal baik validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda, butir soal yang dibuang adalah butir soal nomor 1, 9, 10, 11, 12, 19, 20, 21, 28, 34, 36 dan 40. Diketahui bahwa jumlah soal adalah 40 butir dan butir soal yang dibuang sebanyak 13 butir sehingga tersisa 27 butir soal. Mengingat untuk pemberian alokasi waktu di dalam mengerjakan soal test adalah 90 menit dimana per butir soal membutuhkan 3 menit untuk menjawab dan juga memerlukan waktu untuk pengarahan sebelum tes dimulai maka skor butir soal yang digunakan untuk instrumen penelitian adalah 25 butir soal maka dipilih dua butir soal lainnya yaitu nomor 14 dan 25 untuk dibuang, pemilihan tersebut berdasarkan pada hasil uji daya beda yang mempunyai skor minimum. Berdasarkan hasil di atas, jumlah soal prestasi yang digunakan sebagai penelitian adalah sebanyak 25 butir soal. Soal tes prestasi tersebut kemudian dianalisis ulang tingkat reliabilitasnya dan hasil perhitungan terdapat pada Lampiran 16, untuk menganalisis reliabilitas soal tes digunakan KR-20. Hasil analisis diperoleh bahwa r11 = 0,845 dan tampak r11 = 0,845 > 0,07 sehingga dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa soal prestasi mempunyai reliabilitas yang baik. B. Deskripsi Data 1. Kemampuan Awal Berikut disajikan deskripsi data kemampuan awal matematika siswa pada kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua . Data kemampuan awal matematika siswa dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Tabel 11. Deskripsi Data Kemampuan Awal Matematika Siswa pada Kelas Eksperimen Satu dan Kelas Eksperimen Dua Kelas Eksperimen 1 Eksperimen 2 n 97 88 Nilai Min 55 50 Nilai Maks 85 90 69,36 70,44 S 5,59 7,49 a. Uji Normalitas Uji normalitas populasi dilakukan untuk mengetahui apakah sampel pada kelas eksperimen satu maupun kelas eksperimen dua masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Oleh karena itu, uji normalitas populasi ini dilakukan sebanyak dua kali, yakni masingmasing terhadap data kemampuan awal matematika siswa pada kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua. Uji normalitas kemampuan awal pada kelas eksperimen satu (kelas model pembelajaran TPS), nilai yang digunakan adalah nilai Tes Akhir Semester kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil uji normalitas kemampuan awal pada kelas eksperimen dua (kelas model pembelajaran TPS-GNT), nilai yang digunakan adalah nilai Tes Akhir Semester kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011, untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Rangkuman hasil uji normalitas dengan taraf signifikansi 0,05 pada kedua kelas eksperimen dapat disajikan dalam Tabel 12. Berdasarkan hasil uji normalitas populasi terhadap data kemampuan awal matematika siswa, sampel pada kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua mempunyai nilai L hit kurang dari Ltab. Hal ini berarti pada taraf 0,05, keputusan uji normalitas populasi untuk setiap sampel adalah H0 tidak ditolak. Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Populasi Terhadap Data Kemampuan Awal Matematika Siswa No Uji Normalitas Lhit Ltab Keputusan Uji 1 Kelas eksperimen 1 0,0851 L0,05:97 =0,0899 H0 diterima 2 Kelas eksperimen 2 0,0530 L0,05:88 =0,0945 H0 diterima Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada kelas eksperimen satu maupun kelas eksperimen dua masing-masing berasal dari populasi yang berdistibusi normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas variansi populasi dilakukan untuk mengetahui apakah populasi-populasi yang dibandingkan mempunyai variansi yang sama (homogen) atau tidak. Oleh karena itu, uji homogenitas variansi populasi ini dilakukan sebanyak satu kali, yakni membandingkan variansi pada kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua terhadap data kemampuan awal matematika siswa. Hasil uji homogenitas kemampuan awal nilai yang digunakan adalah nilai TAS semester kelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 pada kelas eksperimen satu (kelas model pembelajaran TPS) dan kelas eksperimen dua (kelas model pembelajaran TPS-GNT) dapat dilihat perhitungan selengkapnya pada Lampiran 8. Rangkuman hasil uji homogenitas dengan taraf signifikansi 0,05 dapat disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Populasi Terhadap Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Sampel Kelas eksperimen 1 dan k 2 Keputusan Uji 3,1075 3,8410 H0 diterima kelas ekperimen 2 Berdasarkan hasil uji homogenitas variansi populasi terhadap data kemampuan awal matematika siswa, diperoleh nilai harga dari kurang Hal ini berarti pada taraf signifikansi 0,05, keputusan uji homogenitas variansi populasi adalah H0 tidak ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa populasi-populasi yang dibandingkan, yakni kelas eksperimen satu dan kelas ekperimen d ua mempunyai variansi yang sama (homogen). c. Uji Keseimbangan Uji keseimbangan dilakukan untuk menguji kesamaan rerata kemampuan awal matematika siswa kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua. Hasil uji prasyarat, yakni uji normalitas populasi dan uji homogenitas variansi populasi menyimpulkan bahwa sampel pada kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan populasi-populasi tersebut mempunyai variansi yang sama (homogen). Dengan taraf signifikansi 0,05, rangkuman hasil uji keseimbangan menggunakan uji-t terhadap data kemampuan awal matematika siswa disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14. Rangkuman Hasil Uji Keseimbangan Terhadap Data Kemampuan Awal Siswa n1 n2 n1+ n2 -2 97 88 183 Keputusan Uji -1,121 -1,97301 H0 diterima Hasil uji keseimbangan dengan uji keseimbangan rata-rata yang menggunakan uji t diperoleh . Diperoleh DK = { t| t < maka dengan dan 1,97301 atau t > 1,97301} bukan anggota daerah kritik maka dapat disimpulkan bahwa dengan taraf signifikansi 0,05, kedua kelas eksperimen tidak memiliki perbedaan yang berarti atau dapat dikatakan bahwa kedua kelas eksperimen dalam keadaan seimbang atau berasal dari dua populasi yang memiliki kemampuan awal yang sama. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. 2. Data Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Pokok Peluang Data penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis meliputi: data prestasi belajar siswa pada materi pokok peluang serta data kemampuan berpikir logis siswa. Data prestasi belajar matematika siswa pada kelas model pembelajaran TPS dapat dilihat pada Lampiran 19, sedangkan data prestasi belajar matematika siswa pada kelas model pembelajaran TPS-GNT dapat dilihat pada Lampiran 20. Deskripsi prestasi belajar matematika kelas model pembelajaran TPS dan model pembelajaran TPS-GNT disajikan di Tabel 15. Tabel 15. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Masing-Masing Model Pembelajaran Model TPS-GNT TPS 74,4091 72,9485 112,75 147,591 S 10,6184 12,1487 Xmaks 96 96 Xmin 52 48 3. Kemampuan Berpikir Logis Data kemampuan berpikir logis siswa pada kelas model pembelajaran TPS dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan data kemampuan berpikir logis siswa pada kelas model pembelajaran TPS-GNT dapat dilihat pada Lampiran 4. Adapun deskripsi kemampuan berpikir logis kelas model pembelajaran TPS dan kelas model pembelajaran TPS-GNT adalah sebagai berikut : Tabel 16. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Logis Siswa pada Masing-Masing Model Pembelajaran Kemampuan TPS-GNT TPS Tinggi 16 14 Sedang 61 71 Rendah 11 12 C. Uji Hipotesis 1. Hasil Uji Prasyarat untuk Pengujian Hipotesis Uji prasyarat untuk pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama meliputi uji normalitas populasi dan uji homogenitas variansi populasi. a. Uji Normalitas Uji Hasil uji normalitas populasi dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas populasi ini dilakukan sebanyak 11 kali. Dengan taraf signifikansi 0,5 rangkuman hasil uji normalitas populasi menggunakan metode Lilliefors terhadap data prestasi belajar matematika siswa disajikan dalam Tabel 17. Perhitungan uji normalitas populasi terhadap data prestasi siswa kelas model pembelajaran TPS dan model pembelajaran TPS-GNT dengan menggunakan metode Lilliefors dapat dilihat pada Lampiran 22 dan Lampiran 23, dan perhitungan uji normalitas data prestasi belajar matematika siswa pada kelompok dengan kemampuan berpikir logis tinggi, sedang, dan rendah berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 24, Lampiran 25 dan Lampiran 26. Berdasarkan hasil uji normalitas, setiap sampel mempunyai nilai Lhit kurang dari L0,05;n. Hal ini berarti pada taraf signifikansi 0,05 keputusan uji normalitas untuk setiap sampel adalah H 0 diterima sehingga dapat diketahui bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas data prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing model pembelajaran yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi, sedang, dan rendah berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 27 sampai dengan Lampiran 32. Tabel 17. Rangkuman Hasil Uji Normalitas No 1 Uji Normalitas Kelas Model Pembelajaran TPS Lhit 0,0715 Ltab Keputusan Uji 0,0899 H0 diterima 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kelas Model Pembelajaran TPSGNT Kelompok dengan Kemampuan Berpikir Logis Tinggi Kelompok dengan Kemampuan Berpikir Logis Sedang Kelompok dengan Kemampuan Berpikir Logis Rendah Kelas Model Pembelajaran TPS dengan Kemampuan Berpikir Logis Tinggi Kelas Model Pembelajaran TPS dengan Kemampuan Berpikir Logis Sedang Kelas Model Pembelajaran TPS dengan Kemampuan Berpikir Logis Rendah Kelas Model Pembelajaran TPSGNT dengan Kemampuan Berpikir Logis Tinggi Kelas Model Pembelajaran TPSGNT dengan Kemampuan Berpikir Logis Sedang Kelas Model Pembelajaran TPSGNT dengan Kemampuan Berpikir Logis Rendah 0,0701 0,0945 H0 diterima 0,0811 0,1618 H0 diterima 0,0753 0,0771 H0 diterima 0,1638 0,1847 H0 diterima 0,1056 0,227 0,0718 0,1051 H0 diterima 0,1547 0,242 H0 diterima 0,1204 0,213 H0 diterima 0,0919 0,1134 H0 diterima 0,1999 0,249 H0 diterima H0 diterima b. Uji Homogenitas Uji homogenitas variansi populasi dilakukan untuk mengetahui apakah populasi-populasi yang dibandingkan mempunyai variansi yang sama (homogen) atau tidak. Hasil pengujian uji homogenitas dengan uji Bartlett dengan taraf signifikansi 0,05 adalah sebagai berikut: Tabel 18. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Sumber k Keputusan Uji 2 1,63372 3,841 H0 diterima 3 5,3158 5,991 H0 diterima Berdasarkan hasil uji homogenitas, setiap pasangan sampel mempunyai nilai kurang dari . Hal ini berarti pada taraf signifikansi 0,05 keputusan uji homogenitas adalah H0 diterima. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 33 dan Lampiran 34. 2. Pengujian Hipotesis Penelitian Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh antar masing-masing kategori model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis serta interaksinya terhadap prestasi belajar matematika. Oleh karena hasil uji prasyarat menyimpulkan bahwa semua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan populasi-populasi yang dibandingkan mempunyai variansi yang sama (homogen), maka pengujian hipotesis ini dapat dilakukan dengan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Hasil penghitungan analisis variansi dua jalan (2 x 3) dengan sel tak sama dan taraf signifikansi = 0,05 dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Rangkuman Hasil Uji Analisis Variansi Dua Jalan Keputusa Sumber Model Mengajar (A) JK dk RK Fhit Ftab 346,81 1 346,8133 3,74 3,8 Kemampuan Berpikir Logis (B) Interaksi (AB) Galat Total n Uji Diterima 4 8401,1 2 4200,566 44,87 Ditolak 3 2 440,8251 4,71 3,0 Ditolak 881,65 179 93,61274 - 0 - 16756, 3,0 7 0- 26386, 184 - - - - 28 Perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama selengkapnya ada pada Lampiran 35. Keputusan uji : a. Pada efek utama A (penggunaan model pembelajaran) harga statistik F A sebesar 3,74 kurang dari nilai F0,05,1,183 sebesar 3,84 sehingga H0A diterima. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan pengaruh antara masing-masing kategori model pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dengan kata lain, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok peluang antara kelas model pembelajaran TPS dengan kelas model pembelajaran TPS-GNT. b. Pada efek B (kemampuan berpikir logis) harga statistik FB sebesar 44,87 lebih dari F0,05,2,183 sebesar 3,00 sehingga H0B ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan pengaruh antar masing-masing kategori kemampuan berpikir logis terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dengan kata lain, terdapat perbedaan prestasi belajar siswa pada materi peluang antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi, sedang, dan rendah. c. Pada efek AB (sel antar baris dan kolom) harga statistik F AB sebesar 4,71 lebih dari F0,05,2,183 sebesar 3,00, sehingga H0AB ditolak. Hal ini berarti terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi peluang. 3. Hasil Uji Komparasi Ganda Uji komparasi ganda ini dilakukan untuk mengetahui kategori manakah yang secara signifikansi memberikan rerata yang berbeda dengan kategori lainnya. Berdasarkan pengujian hipotesis penelitian dihasilkan bahwa H0B dan HAB ditolak. Pada H0B dan HAB ini dilakukan uji lanjut untuk mengetahui kategori manakah yang secara signifikansi memberikan rerata yang berbeda dengan lainnya. a. H0B ditolak Oleh karena H0B ditolak, perlu dilakukan uji komparasi rerata antar kolom. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 36. Berikut ini disajikan rangkuman hasil uji komparasi rerata antar kolom pada masing-masing kemampuan berpikir logis dengan metode Scheffe. Tabel 20. Rangkuman Uji Lanjut Anava pada Kemampuan Berpikir Logis No H0 Fhit 2.F0,05;2;179 Keputusan uji 1 . = . 37,56375 2(3,00) = 6,00 Ditolak 2 . = . 67,16881 2(3,00) = 6,00 Ditolak 3 20,85192 . =. DK:{ Fhit | F hit > 2.Ftabel} 2(3,00) = 6,00 Ditolak Berdasarkan hasil uji komparasi rerata antar kolom pada masingmasing-masing kemampuan berpikir logis, dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh bahwa: 1). H0 yang pertama, yakni . = . ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dan sedang. Dengan melihat perhitungan pada Lampiran 36, rerata marginal prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi yakni 84,93 lebih besar dibandingkan rerata marginal prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang yakni 72,94. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dibandingkan kemampuan berpikir logis sedang. 2). H0 yang kedua, yakni . = .3 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dan rendah. Dengan melihat perhitungan pada Lampiran 36, rerata marginal prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi yakni 84,93 lebih besar dibandingkan rerata marginal prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah yakni 62,96. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dibandingkan kemampuan berpikir logis rendah. 3). H0 yang ketiga, yakni .2 = .3 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang dan rendah. Dengan melihat perhitungan pada Lampiran 36, rerata marginal prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang yakni 72,94 lebih besar dibandingkan rerata marginal prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah yakni 62,96. b. H0AB ditolak Oleh karena H0AB ditolak, perlu dilakukan uji komparasi rerata antar sel pada masing-masing kategori model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis. Perhitungan uji komparasi rerata antar sel pada masing-masing kategori model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis dapat dilihat pada Lampiran 37. Berikut ini disajikan rangkuman hasil komparasi antar sel pada masing-masing kategori model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis dengan metode Scheffe. Tabel 21. Rangkuman Hasil Uji Komparasi Rerata Antar Sel pada Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Logis No 1 H0 Fhit 5.F0,05;5;179 Keputusan Uji = 12 17,87 5(2,21)=11,05 Ditolak 2 1= 13 53,38 5(2,21)=11,05 Ditolak 3 12 = 13 27,55 5(2,21)=11,05 Ditolak 4 21 = 22 19,81 5(2,21)=11,05 Ditolak 5 2 = 23 17,07 5(2,21)=11,05 Ditolak 6 22 = 23 1,27 5(2,21)=11,05 Diterima 7 1 = 21 0,01 5(2,21)=11,05 Diterima 8 12 = 22 0,09 5(2,21)=11,05 Diterima 9 13 = 2 8,48 5(2,21)=11,05 Diterima 1 Berdasarkan hasil uji komparasi rerata antar sel pada masingmasing katergori model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis, dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh bahwa : 1). H0 yang pertama, yaitu ditolak. Hal ini berarti bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TPS, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dan sedang. Berdasarkan Lampiran 37 pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS, rerata kemampuan berpikir logis tinggi yaitu 85,14 lebih besar dibanding rerata kemampuan berpikir logis sedang yaitu 73,18. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS, prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang. 2). H0 yang kedua, yaitu ditolak. Hal ini berarti bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TPS, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dan rendah. Berdasarkan Lampiran 37 pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS, rerata kemampuan berpikir logis tinggi yaitu 85,14 lebih besar dibandingkan rerata kemampuan berpikir logis rendah yaitu 57,33. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS, prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah. 3). H0 yang ketiga, yaitu ditolak. Hal ini berarti bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TPS, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang dan rendah. Berdasarkan Lampiran 37 pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS, rerata kemampuan berpikir logis sedang yaitu 73,18 lebih besar dibandingkan rerata kemampuan berpikir logis rendah yaitu 57,33. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS, prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah. 4). H0 yang keempat, yaitu ditolak. Hal ini berarti bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TPS-GNT, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dan sedang. Berdasarkan Lampiran 37 pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT, rerata kemampuan berpikir logis tinggi yaitu 84,75 lebih besar dibandingkan rerata kemampuan berpikir logis sedang yaitu 72,66. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT, prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang. 5). H0 yang kelima, yaitu ditolak. Hal ini berarti bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TPS-GNT, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dan rendah. Berdasarkan Lampiran 37 pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT, rerata kemampuan berpikir logis tinggi yaitu 84,75 lebih besar dibandingkan rerata kemampuan berpikir logis rendah yaitu 69,09. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT, prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah. 6). H0 yang keenam, yaitu diterima. Hal ini berarti bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TPS-GNT, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang dan rendah. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT, prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang sama dengan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah. 7). H0 yang ketujuh, yaitu diterima. Hal ini berarti bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika baik pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS maupun model pembelajaran TPS-GNT. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS sama baiknya dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT. 8). H0 yang kedelapan, yaitu diterima. Hal ini berarti bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika baik pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS maupun model pembelajaran TPS-GNT. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS sama dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT. 9). H0 yang kesembilan, yaitu diterima. Hal ini berarti bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika baik pada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS maupun model pembelajaran TPS-GNT. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS sama dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-GNT. D. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, berikut adalah penjelasan dari kelima hipotesis penelitian: 1. Hipotesis Pertama Hipotesis pertama penelitian ini adalah siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TPS-GNT mempunyai prestasi belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran matematika model pembelajaran TPS. Berdasarkan hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 19 mempunyai harga statistik FA sebesar 3,74 kurang dari nilai F0,05,1,183 sebesar 3,84 yang berarti tidak terdapat perbedaan prestasi belajar siswa pada materi peluang antara kelas model pembelajaran TPS dengan kelas model pembelajaran TPS-GNT. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar pada materi peluang antara kelas model TPS dengan kelas model pembelajaran kooperatif TPS-GNT. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dapat terjadi mungkin dalam pelaksanaan baik model pembelajaran TPS-GNT maupun model pembelajaran TPS, guru yang bersangkutan merupakan pertama kalinya didalam memberikan model pembelajaran ini sehingga prosedur dalam masing-masing model pembelajaran pada materi pokok peluang tidak terlaksana secara optimal. Selain itu dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, terdapat siswa yang tidak hadir pada pertemuan tertentu dan hal tersebut mempengaruhi kelompok belajar yang telah terbentuk. Pada tahap Pair dan Share siswa kehilangan teman sekelompoknya sehingga tidak optimal dalam membangun pemahaman konsep pada materi pokok peluang. Penyebab lain dari ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan pada pembelajaran kooperatif TPS-GNT, materi prasyarat yang digunakan oleh peneliti belum optimal mengingat keterbatasan alokasi waktu tiap pertemuan sehingga tidak semua materi prasyarat diberikan guna mempelajari materi peluang. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa pada materi peluang kelas model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa kelas model pembelajaran kooperatif TPS. 2. Hipotesis Kedua Hipotesis kedua dari penelitian ini adalah siswa yang kemampuan berpikir logisnya tinggi lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan siswa yang kemampuan berpikir logisnya sedang maupun rendah, dan siswa yang kemampuan berpikir logisnya sedang lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan siswa yang kemampuan berpikir logisnya rendah pada materi pokok peluang. Berdasarkan hasil penghitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 19 menunjukkan bahwa FB sebesar 44,87 lebih dari F0,05,2,183 sebesar 3,00. Hal ini berarti terdapat pengaruh antara masing-masing kategori kemampuan berpikir logis terhadap prestasi belajar matematika siswa. Berdasarkan hasil uji komparasi rerata antar kolom pada masing-masing kategori kemampuan berpikir logis, diperoleh simpulan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi dengan rerata marginal 84,93 lebih baik dari pada prestasi belajar matematika kelompok siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang maupun rendah dengan rerata marginal berturut-turut 72,93 dan 62,96. Prestasi belajar matematika kelompok siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang dengan rerata marginal 72,93 lebih baik dari pada prestasi belajar matematika kelompok siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah dengan rerata marginal 62,96 pada materi pokok peluang. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok peluang berbanding lurus dengan kemampuan berpikir logis siswa. Semakin tinggi kemampuan berpikir logis siswa, semakin baik pula prestasi belajar yang diperolehnya. Hal ini disebabkan karena dengan semakin tinggi kemampuan berpikir logis yang dimiliki oleh siswa, siswa tersebut akan mampu menggunakan kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik . Pada penelitian yang dilakukan oleh Hengki (2010:74) mengatakan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai intelegensi (kecerdasan/kemampuan dasar) tinggi lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai intelegensi (kecerdasan/kemampuan dasar) sedang maupun rendah dan siswa yang mempunyai intelegensi (kecerdasan/kemampuan dasar) sedang lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai intelegensi (kecerdasan/ kemampuan dasar) rendah. 3. Hipotesis Ketiga Hipotesis ketiga, pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran TPS-GNT sama baiknya dengan siswa yang diberi pembelajaran TPS. model Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 19, mempunyai harga statistik FAB sebesar 4,71 lebih dari nilai F0,05,2,183 sebesar 3,00. Hal ini berarti terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis terhadap prestasi belajar matematika, yang berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing kategori model pembelajaran. Berdasarkan hasil komparasi rerata antar sel pada Tabel 21, pada uji hipotesis diperoleh harga statistik Fhit sebesar 0,01 kurang dari nilai 5.F0,05,5,179 sebesar 11,05. Hal ini berarti siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS. Bentuk Interaksi antara kemampuan berpikir logis dan model pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar matematika ini sesuai dengan hipotesis penelitian. 4. Hipotesis Keempat Hipotesis keempat, pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran TPS-GNT lebih baik daripada siswa yang diberi model pembelajaran TPS. Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 19, mempunyai harga statistik FAB sebesar 4,71 lebih dari nilai F0,05,2,183 sebesar 3,00. Hal ini berarti terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis terhadap prestasi belajar matematika, yang berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing kategori model pembelajaran. Berdasarkan hasil komparasi rerata antar sel pada Tabel 21, pada uji hipotesis diperoleh harga statistik Fhit sebesar 0,09 kurang dari nilai 5.F0,05,5,179 sebesar 11,05. Hal ini berarti siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis sedang, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS. Bentuk Interaksi antara kemampuan berpikir logis dan model pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar matematika ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dimungkinkan karena selama proses pembelajaran, pembentukan kelompok belajar baik pada model pembelajaran kooperatif TPS maupun model pembelajaran kooperatif TPS-GNT tidak memperhatikan heterogenitas kemampuan berpikir logis siswa. 5. Hipotesis Kelima Hipotesis kelima, pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah, prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran TPS-GNT lebih baik daripada siswa yang diberi model pembelajaran TPS. Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 19, mempunyai harga statistik FAB sebesar 4,71 lebih dari nilai F0,05,2,183 sebesar 3,00. Hal ini berarti terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis terhadap prestasi belajar matematika, yang berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing kategori model pembelajaran. Berdasarkan hasil komparasi rerata antar sel pada Tabel 21, pada uji hipotesis diperoleh harga statistik Fhit sebesar 8,48 kurang dari nilai 5.F0,05,5,179 sebesar 11,05. Hal ini berarti siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif TPS. Bentuk interaksi antara kemampuan berpikir logis dan model pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar matematika ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Ketidak sesuaian hasil penelitian ini dimungkinkan karena selama proses pembelajaran, pembentukan kelompok belajar baik pada model pembelajaran kooperatif TPS maupun model pembelajaran kooperatif TPS-GNT tidak memperhatikan heterogenitas kemampuan berpikir logis siswa. E. Keterbatasan Penelitian Berdasarkan pada hasil penelitian, teridentifikasi suatu keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini. Keterbatasan penelitian ini diduga berdampak pada tidak terbuktinya beberapa hipotesis penelitian yang telah disusun. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah 1. Pada pelaksanaan pembelajaran guru yang bersangkutan merupakan pertama kalinya di dalam memberikan model pembelajaran ini sehingga prosedur dalam masing-masing model pembelajaran pada materi pokok peluang dimungkinkan tidak terlaksana secara optimal. 2. Pembentukan kelompok belajar pada pelaksanaan penelitian masingmasing model pembelajaran kooperatif tidak diperhatikan, selain itu dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, terdapat siswa yang tidak hadir pada pertemuan tertentu dan hal tersebut mempengaruhi kelompok belajar yang telah terbentuk. Pada tahap Pair dan Share siswa kehilangan teman sekelompoknya sehingga tidak optimal dalam membangun pemahaman konsep pada materi pokok peluang. BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Dalam suatu penelitian, pengambilan suatu kesimpulan sangatlah penting sebab akan menggambarkan terhadap apa yang diselidiki dan menggambarkan hasil dari sebuah penelitian beserta kajiannya. Berdasarkan landasan teori dan didukung adanya analisis serta mengacu pada perumusan masalah yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif TPS. 2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang dan rendah, siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah. 3. Prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif TPS, baik pada kemampuan berpikir logis tinggi, sedang, maupun rendah. B. Implikasi Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran TPS pada materi peluang. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dibanding siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang maupun rendah dan siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis sedang lebih baik dibanding siswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah. Berdasarkan kesimpulan ini, hasil penelitian dapat digunakan sebagai: 1. Salah satu acuan untuk mengembangkan model pembelajaran TPS pada materi lain yang sesuai dengan karakteristik dari model pembelajaran tersebut. 2. Bahan kajian secara teoritis untuk merancang suatu model pembelajaran yang inovatif yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi ajar, sarana dan prasarana pembelajaran, karakteristik siswa, dan karakteristik guru. 3. Bahan kajian bahwa faktor kemampuan berpikir logis mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perhatian bagi pendidik. C. Saran Dalam rangka mengembangkan pemikiran tentang peningkatan prestasi belajar matematika siswa dan berdasarkan implikasi diatas maka disarankan : 1. Kepada Guru a. Berdasar hasil penelitian bahwa model pembelajaran kooperatif TPS dan model pembelajaran kooperatif TPS-GNT sama baiknya, maka dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas guru dapat menggunakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif TPS atau model pembelajaran kooperatif TPS-GNT pada materi peluang. Namun untuk memilih praktisnya, disarankan menggunakan model pembelajaran kooperatif TPS. b. Sebaiknya guru memperhatikan kemampuan siswa dalam proses pembelajaran di kelas yaitu kemampuan berpikir logis yang dimiliki masing-masing siswa terutama pada materi pokok peluang, karena berdasarkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi kemampuan berpikir logis siswa maka semakin baik pula prestasi belajar matematika, maka hendaknya guru memperhatikan hal tersebut dengan mengupayakan meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa. c. Hendaknya guru dapat memanfaatkan catatan terbimbing (Guided Note Taking/GNT) di dalam memulai suatu materi yang tentunya terkait dengan materi prasyarat agar siswa dapat paham keterhubungan antara materi yang dulu telah dipelajari dengan materi yang akan dipelajari. d. Hendaknya guru melakukan persiapan yang baik sebelum proses pembelajaran di kelas dimulai yaitu dengan mempersiapkan materi prasyarat dengan baik. Selain itu juga mempersiapkan lembar kerja kelompok dan melakukan penilaian dengan baik. 2. Kepada Siswa a. Hendaknya selalu memperhatikan dengan sungguh-sungguh penjelasan guru tentang tata cara penerapan suatu model pembelajaran yang akan diterapkan. Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu mengikuti kegiatan pembelajaran dengan efektif sehingga memperoleh pemahaman yang optimal. b. Hendaknya dalam mengikuti pembelajaran kooperatif, turut terlibat secara aktif dalam melakukan diskusi kelompok agar mampu mengkonstruksi pemahaman suatu konsep yang sedang dipelajari, bersedia memperhatikan dan menghargai penjelasan, pendapat, pertanyaan atau jawaban dari anggota kelompok lain. c. Hendaknya siswa tidak perlu malu untuk bertanya atau berkonsultasi kepada guru jika masih belum paham akan materi yang telah didiskusikan dengan kelompok, agar dalam pertemuan selanjutnya siap menerima materi selanjutnya. 3. Kepada Peneliti a. Hasil penelitian diharapkan memberikan inspirasi untuk melakukan penelitian yang lebih luas. b. Hendaknya dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas berusaha untuk memberikan model pembelajaran yang lebih variatif dalam rangka peningkatan prestasi belajar siswa. 4. Kepada Kepala Sekolah a. Hendaknya senantiasa memberikan motivasi, monitoring, dan evaluasi kepada para guru, khususnya guru matematika agar berani menerapkan model pembelajaran inovatif dengan memperhatikan karakteristik kemampuan berpikir logis, dan menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran matematika. b. Demi memperluas wawasan pemikiran dalam dunia pendidikan, hendaknya para kepala sekolah secara aktif mengirimkan bapak/ibu guru khususnya guru matematika untuk mengikuti forum ilmiah misal seminar, simposium maupun workshop agar para guru mempunyai inovasi dalam pembelajaran di kelas. c. Hendaknya para kepala sekolah selalu aktif menjalin kerjasama dengan instansi pendidikan lain, perguruan tinggi maupun masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan khususnya kualitas pendidikan matematika.