4 TINJAUAN PUSTAKA Gulma Pada dasarnya gulma didefinisikan sebagai tunbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia (Sastroutomo, 1990). Gulma tumbuh pada pada tempat yang tidak dikehendaki manusia, sehingga keberadaan gulma baik secara langsung atau tidak langsung merugikan. Pengaruh negatif gulma yang penting adalah mempunyai daya kompetisi yang tinggi, sebagai inang penyakit atau parasit, mengurangi mutu hasil peertanian, dan menghambat kelancaran aktivitas pertanian. Kerugian yang ditimbulkan akibat keberadaan gulma pada lahan budidaya dapat berdampak langsung maupun tidak langsung. Kerugian langsung terjadi akibat kompetisi yang dapat mengurangi hasil panen, baik secara kuantitas maupun kualitas akibat tercampurnya hasil panen dengan biji-biji gulma. Kerugian tidak langsung terjadi akibat kompetisi yang dapat merugikan petani, namun tidak langsung mengurangi hasil panen, seperti gulma dapat menjadi rumah inang bagi hama dan penyakit tanaman. Gulma merupakan tumbuhan yang mempunyai daya tumbuh yang kuat. Cara bereproduksi gulma yaitu dengan menggunakan organ generatif dan organ vegetatifnya. Gulma yang bereproduksi dengan biji lebih banyak ditemui pada gulma semusim. Berbeda dengan jenis-jenis gulma menahun yang menggunakan organ-organ vegetatifnya untuk bereproduksi. Organ perbanyakan ini dapat merupakan modifikasi dari batang, yaitu umbi daun, umbi batang, rizom, stolon, dan umbi akar (tuber), atau modifikasi akar. Beberapa jenis gulma menahun mempunyai lebih dari satu organ perbanyakan vegetatif seperti pada Cynodon dactylon (stolon dan rizom), dan Cyperus rotundus (rizom dan umbi akar) (Sastroutomo, 1990). Keberadaan gulma pada lahan pertanian menimbulkan pengaruh negatif pada tanaman budidaya. Hal ini akibat adanya interaksi antara keduanya dalam bentuk kompetisi dalam memanfaatkan sarana tumbuh seperti hara, air, cahaya, 5 dan ruang tumbuh. Interaksi lain yang diduga memberikan penekanan disebut alelopati sebagai akibat adanya suatu senyawa kimia yang dikeluarkan tumbuhan ke lingkungan (Junaedi et al, 2006). Alelopati Pada tahun 1937 Molisch pertama kali menggunakan istilah alelopati yang didefinisikan sebagai interaksi biokimia antara semua jenis tumbuhan termasuk mikroorganisme yang bersifat penghambatan maupun perangsangan (Rice, 1984). Rice (1984) juga mendifinisikan alelopati sebagai pengaruh positif atau negatif yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari suatu tanaman terhadap tanaman lainnya melalui senyawa kimia yang dikeluarkan ke lingkungannya. Alelopati merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh tumbuhtumbuhan baik sewaktu masih hidup atau setelah mati (Moenandir, 1993). Terdapat dua jenis alelopati yang terjadi di alam, yaitu alelopati yang sebenarnya dan alelopati fungsional. Alelopati yang sebenarnya adalah pelepasan senyawa beracun dari tumbuhan ke lingkungan sekitarnya dalam bentuk senyawa aslinya yang dihasilkan. Sedangkan alelopati fungsional ialah pelepasan senyawa kimia ke lingkungan yang telah mengalami perubahan akibat mikroba tanah (Sastroutomo, 1990). Pada suatu agroekosistem, senyawa alelopati kemungkinan dapat dihasilkan oleh gulma, tanaman semusim dan tahunan, serta mikroorganisme (Junaedi et al., 2006). Potensi senyawa ini hampir berada di seluruh bagian tumbuhan, termasuk daun, bunga, buah, batang, akar, rizom, dan biji (Putnam, 1986). Senyawa-senyawa alelopati dapat dilepaskan dari jaringan tumbuh- tumbuhan dalam berbagi cara termasuk melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati (Sastroutomo, 1990). Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antar tumbuhan, antar mikro organisme, atau antara tumbuhan dan mikro organisme. Adanya senyawa alelopati tumbuhan perlu dipertimbangkan dalam budidaya tanaman karena akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis gulma yang diduga berpotensi mengeluarkan senyawa alelopati cukup besar jumlahnya. Gulma menahun yang memiliki potensi alelopati 6 diantaranya Agropyron repens, Cirsium arvense, Cyperus rotundus, dan Imperata cylindrica, serta gulma semusim seperti Setaria sp (Sastroutomo, 1990). Alelopati dapat digunakan untuk menekan gulma melalui berbagai cara, diantaranya dengan penggunaan sebagai mulsa atau pencampuran dengan tanah (Iqbal and Cheema, 2008). Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk membuktikan keberadaan senyawa alelopati pada tumbuhan. Hasil penelitian Pane et al. (1988) menunjukkan A. conyzoides, I. Cylindrica, dan C. rotundus memiliki pengaruh alelopati dan menurunkan prduksi padi gogo. Penelitian Nugroho dan Moenandir (1988) menunjukkan bahwa alelopati C. rotundus dapat mereduksi berat kering akar dan tajuk, tinggi, dan jumlah daun pada tanaman kacang tanah. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Fitria et al. (2011) menunjukkan ekstrak gulma C. rotundus, A. conyzoides, dan D. adscendens mempengaruhi jumlah daun, jumlah cabang dan bobot buah tomat. Senyawa alelopati yang dikeluarkan tumbuh-tumbuhan bervariasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, termasuk diantaranya adalah kualitas, intensitas, dan lamanya penyinaran, kekurangan unsur hara, gangguan kekeringan, dan suhu rendah dibandingkan suhu normal untuk pertumbuhannya. Teki (Cyperus rotundus L.) Teki (Cyperus rotundus L.) merupakan salah satu jenis gulma yang tergolong dalam gulma berdaun sempit. C. rotundus mempunyai berbagai nama yaitu teki, tekan, motta (jawa), rukut teki wuta (maluku), karehawai (nusa tenggara), rukut teki wuta dengan nama asing purple nutsedge. Gulma teki termasuk famili Cyperaceae (teki-tekian). Kemampuan gulma ini untuk beradaptasi di segala jenis tanah sangat tinggi (Tjitrosoedirdjo et al, 1984). Teki mampu tumbuh kuat dan subur di lahan pertanian tropis dan subtropis (Ameena and George, 2004). Oleh karena itu daerah penyebaran C. rotundus ini sangat luas di seluruh daerah pada 52 pertanaman yang berbeda dan di 92 negara (Holm, et al, 1977). Tumbuh didataran rendah sampai dengan ketinggian 1000 m dpl, banyak tumbuh liar di Afrika Selatan, Korea , Cina, Jepang, Taiwan, Malaysia, Indonesia dan kawasan Asia Tenggara pada umumnya. Tumbuh di lahan pertanian yang tidak terlalu kering, di ladang, dan di kebun. C. rotundus 7 bereproduksi dengan organ generatif dan organ vegetatifnya, yaitu umbi. Umbi yang pertama dibentuk kira-kira tiga minggu setelah pertumbuhan (Tumewu, 2009). Gambar 1. Cyperus rotundus Sumber : http://alabamaplants.com Organ C. rotundus yang terdapat di bawah tanah terdiri dari akar, akar rimpang, dan umbi. Bagian luar umbinya berwarna coklat dan bagian dalamnya berwarna putih, berbau seperti rempah-rempah, berasa agak pahit. Tinggi C. rotundus pada umumnya 36-40 cm, batang berbentuk segitiga, daun berjumlah 410 berjejal pada pangkal batang, dengan pelepah daun yang tertutup di bawah tanah, berwarna coklat kemerahan, helaian daun berbentuk garis dengan permukaan atas berwarna hijau tua mengkilat, ujung daun meruncing dengan lebar helaian 2-5 mm. Bunga berbentuk bulir majemuk, anak bulir terkumpul menjadi bulir yang pendek dan tipis, berkelamin dua. Daun pembalut 3-4, tepi kasar, tidak merata. Sekam dengan punggung hijau dan sisi coklat, panjang kurang lebih 3 mm. Benang sari 3, kepala sari kuning cerah. Tangkai putik bercabang 3. Buah memanjang sampai bulat telur terbalik, bersegitiga coklat, panjang 1.5 mm (Hall et al., 2009) Gulma ini hidup secara berkoloni, berupa herba, merupakan tanaman perenial atau tahunan, dengan akar berserat yang biasanya tumbuh 7-40 cm dan bereproduksi secara luas oleh rizom. Rizom pada awalnya putih dan berdaging dengan daun bersisik dan kemudian berserat. C. rotundus tidak tahan pula terhadap naungan, sehingga jarang ditemukan pada areal perkebunan yang tajuknya sudah tertutup (Sastroutomo, 1990). 8 Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan semusim yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Klasifikasi tanaman kedelai menurut Adie dan Krisnawati (2007) sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Famili : Leguminosae Sub famili : Papilionaceae Genus : Glycine Species : max Kedelai merupakan tumbuhan dikotil dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Selain itu juga terdapat jenis lainnya yaitu semi indeterminate atau semi determinate. Pada tipe determinate, pertumbuhan vegetatif berhenti setelah fase berbunga, batang normal, dan tidak melilit. Tipe indeterminate, pertumbuhan vegetatif berlanjut setelah berbunga dan batang melilit (Adie dan Krisnawati, 2007). Kedelai merupakan tanaman yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan tumbuh yang disebabkan oleh kondisi iklim, baik mikro maupun makro (Adisarwanto dan Wudianto, 1998). Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan setelah panen padi. Tanaman kedelai memiliki daya adaptasi luas terhadap berbagai jenis tanah, yaitu aluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol (Wirawan, 2000). Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 600-1200 mm/tahun. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 ºC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 ºC. Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0.5- 300 m 9 di atas permukaan laut. Varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl (Departemen Pertanian, 1984). Beberapa jenis hama utama yang sering menyerang pertanaman kedelai adalah lalat bibit kacang (Ophiomyia phaseoli Tryon), penggerek polong (Etiella zickenella) dan kepik hijau penghisap polong (Nezara viridula) (Marwoto dan Hardaningsih, 2007) dan beberapa jenis penyakit utama yang sering menyerang pertanaman kedelai yaitu penyakit karat (Phakospora phachyrizi Syd), hawar daun (Rhizoctonia solani Kuhn), bercak daun cercospora dan mosaik virus (Semangun, 1990).