bab vi penutup

advertisement
BAB VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Inti persoalan dalam sejarah Islam awal adalah bahwa sumber-sumber yang
menjadi rujukan tidaklah reliabel sebagai teks historis karena ditulis jauh dari masa
yang diriwayatkan, yakni hampir satu abad dari masa periode formatif Islam, sehingga distorsi dari transmisi lisan untuk sampai pada penulisan menjadi sangat mungkin
terjadi. Lebih dari itu, terdapat banyak kontradiksi dalam beberapa pendeskripsian
sejarah Islam awal di antara sumber-sumber Muslim yang cukup signifikan, sehingga
keraguan terhadap sumber-sumber tersebut menjadi sikap yang cukup perlu dilakukan untuk merekonstruksi kembali sejarah Islam awal.
Persoalannya, tidak ada sumber lain yang dapat dijadikan rujukan utama selain sumber-sumber Muslim yang dinilai oleh kalangan sarjana modern sangat problematik tersebut, sehingga hanya ada tiga kemungkinan dalam perlakuan sumbersumber tersebut, yang dari setiap perlakuan memiliki konsekuensi terhadap kesimpulan yang diperoleh. Tiga kemungkinan perlakuan tersebut ialah menerima secara
apa adanya, menerima secara kritis, atau menolak mentah-mentah, yang kemudian
memunculkan dua bentuk narasi Islam awal; tradisional dan modern.
Kesalahan dari kedua bentuk narasi dalam studi Islam awal menurut kerangka
genealogi Nietzsche adalah pertama, narasi tradisional menafikan historisitas Islam
yang hadir sampai saat ini dengan menerima secara penuh apa yang telah mapan
menjadi teks sejarah utama dalam keberagamaan umat Islam. Kedua, narasi revisionis yang mempersoalkan model kerja proyeksi ke belakang dari penulisan sejarah
111
112
Islam awal tradisional, secara sengaja atau tidak sengaja telah mengulangi kesalahan
tersebut dengan mencari asal-usul Islam secara historis, sedangkan dalam kerangka
genealogi Nietzsche tidak ada alpha-omega dari apapun, termasuk sejarah.
Asal-usul Islam dalam kerangka genealogi Nietzsche, dengan demikian hanya
dapat ditelusuri melalui kemeng-ada-annya. Artinya, asal-usul Islam hanya dapat dicari dalam mekanisme penghendakan seseorang yang meyakini Islam dengan seluruh
bentuk penghadiran sejarah tersebut, karena setiap penghendakan akan selalu menunjukkan bentuk yang berbeda dari Islam yang diyakini. Dengan kata lain, siapapun
dapat mengatakan dirinya sebagai Islam, akan tetapi apa yang sebenarnya dikehendaki oleh orang tersebut akan selalu mengartikan sesuatu yang sama sekali berbeda.
Inilah yang menjadi penyebab dari banyaknya pemahaman terhadap Islam, yang dari
masing-masing pemahaman tersebut sama-sama mendaku sebagai yang benar. Dari
analisis kehendak tersebut, akan diperoleh tipologi subjek penghendak apakah kuat
(ascendence) atau lemah (decadence). Subjek dikatakan kuat apabila semakin sedikit
kebutuhan untuk mengutuhkan diri yang dikehendaki dari luar, sebaliknya, semakin
seseorang membutuhkan sesuatu di luar dirinya, maka orang tersebut dalam artian
genealogi Nietzsche adalah sakit, cacat, dan lemah (decadence).
B.
Saran
Kajian yang dilakukan dalam tulisan ini hanyalah sebatas kajian teoritis yang
mengandaikan bentuk penarikan-penarikan asumsi yang didasarkan pada penalaran
logika. Akan selalu terdapat banyak ketimpangan dari sebuah teori dengan realitas
yang diteorikan. Dengan demikian, pembacaan terhadap tulisan ini, seharusnya diposisikan secara adil dalam hal kenyataan yang demikian. Sebagaimana menjadi asumsi
dasar dalam genealogi Nietzsche, bahwa realitas selalu berubah, dengan demikian kajian perihal genealogi Islam juga harus selalu dilakukan dalam iklim akademis, atau
113
minimal dalam individu-individu yang bersedia untuk melakukannya. Tidak ada nilai
kebenaran dalam genealogi. Dengan demikian, tidak ada nilai kebenaran pula dalam
tulisan ini. Setiap tulisan yang telah selesai, penulis tidak lagi memiliki ’authority’ untuk mengarahkan pembaca. Pembaca berhak menilai dengan beragam penilaian
atas tulisan ini, akan tetapi yang perlu diingat penilaian tersebut secara tidak langsung
akan menunjukkan tipologi pembaca berdasarkan penilaian tersebut, apakah ’lemah’
(decadence) atau ’kuat’ (ascendence).
Ide besar dalam kajian ini secara keseluruhan berdiri di atas argumentasi aksiologis, demi keberlanjutan kajian perihal asal-usul Islam, pertanyaan besar yang belum terjawab secara komprehensif-filosofis dalam kajian ini adalah bagaimana pembenaran ontologis ataupun epistemologis filsafat terhadap fakta masa lalu dapat dicapai? Jika pertanyaan tersebut mampu terjawab, tuntaslah kemudian persoalan dalam
perdebatan asal-usul Islam.
Download