2.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
2.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi
individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja. OCB adalah suatu perilaku
kerja karyawan di dalam organisasi yang dilakukan sukarela diluar deskripsi kerja
yang telah ditetapkan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) ini melibatkan beberapa
perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugastugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja.
Perilaku-perilaku ini menggambarkan “nilai tambah karyawan” yang merupakan
salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif
dan bermakna membantu, hal tersebut dikemukakan oleh Aldag dan Resckhe
(Titisari,
2014:5).
Organ
(Titisari,
2014:5)
mendefinisikan
bahwa:
“Organizational Citizenship Behavior (OCB) sebagai perilaku individu yang
bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem reward dan
bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi”.
Sementara itu Dyne et al (Titisari, 2014:6) yang mengusulkan konstruksi
dari Organizational Citizenship Behavior (OCB) yaitu: “Perilaku yang
menguntungkan organisasi dan atau cenderung menguntungkan organisasi,
secara sukarela dan melebihi apa yang menjadi tuntutan peran". Dalam penelitian
Djati (Titisari, 2014:6) mengungkapkan bahwa: “Organizational Citizenship
Behavior (OCB) adalah perilaku karyawan yang tidak nampak baik terhadap
Universitas Sumatera Utara
rekan kerja maupun terhadap perusahaan, di mana perilaku tersebut melebihi dari
perilaku standar yang ditetapkan perusahaan dan memberikan manfaat bagi
perusahaan”.
2.1.2 Motif-motif yang Mendasari Organizational Citizenship Behavior
(OCB)
Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, Organizational
Citizenship Behavior (OCB) ditentukan oleh banyak hal, artinya tidak ada
penyebab
tunggal
dalam
Organizational
Citizenship
Behavior
(OCB).
Sesuatu yang masuk akal bila kita menerapkan Organizational Citizenship
Behavior (OCB) secara rasional. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku
organisasi berasal dari kajian McClelland dan rekan-rekannya (Titisari, 2014:8).
Menurut McClelland et al (Titisari, 2014:9), manusia memiliki tiga tingkatan
motif, yaitu:
1.
Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu standar
keistimewaan (excellence), mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau
kompetisi.
2.
Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara dan
mempengaruhi dan memperbaiki hubungan dengan orang lain.
3.
Motif kekuasaan, mendorong orang untuk mencari status dan situasi dimana
mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.
Definisi yang sedikit berbeda ditawarkan oleh Organ (Titisari, 2014:6)
yang
menyatakan
bahwa:
“Organizational
Citizenship
Behavior (OCB)
merupakan perilaku karyawan perusahaan yang ditujukan untuk meningkatkan
efektifitas kinerja perusahaan tanpa mengabaikan tujuan produktifitas individual
Universitas Sumatera Utara
karyawan”. Fokus dari konsep ini adalah mengidentifikasi perilaku karyawan
yang seringkali diukur dengan menggunakan alat ukur kinerja karyawan yang
tradisional. Stamper dan Dyne (Titisari, 2014:6) menyebutkan bahwa terdapat
beberapa elemen dalam konsep ini yaitu:
1.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan tipe perilaku di mana
karyawan menunjukkan perilaku yang melebihi permintaan perusahaan.
2.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku yang tidak
nampak.
3.
Perilaku karyawan ini tidak secara langsung mendapat penghargaan atau
mudah dikenali oleh struktur perusahaan yang formal.
4.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku yang
penting bagi peningkatan efektifitas perusahaan.
Menurut Stamper and Dyne (Titisari, 2014:7), kemauan karyawan untuk
menunjukkan perilaku atau peran yang melebihi permintaan perusahaan
ditentukan oleh dua faktor yaitu:
1.
Persepsi manajerial dan karyawan tentang kinerja dan tanggung jawab
karyawan yang sering tidak seragam.
2.
Persepsi karyawan akan tanggung jawab dan kinerja mereka ditentukan oleh
kepuasan kerja mereka.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Manfaat Organizational Citizenship Behavior (OCB) Dalam Perusahaan
Berdasarkan
hasil
penelitian
-
penelitian
mengenai
pengaruh
Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap kinerja organisasi, hal
tersebut diadaptasi oleh Podsakoff et al (Titisari, 2014:10), dapat disimpulkan
hasilnya sebagai berikut:
1.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) meningkatkan produktivitas
rekan kerja .
a. Karyawan
yang
menolong
rekan
kerja
lain
akan
mempercepat
penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan
produktifitas rekan tersebut.
b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan
karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja
atau kelompok.
2.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) meningkatkan produktivitas
manajer.
a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu
manajer mendapatkan saran atau umpan balik yang berharga dari
karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.
b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan
kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen.
3.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) menghemat sumber daya yang
dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan.
a. Jika karyawan saling tolong menolong, dalam menyelesaikan masalah
dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer,
Universitas Sumatera Utara
konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas
lain, seperti membuat perencanaan.
b. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan
melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya
untuk keperluan tersebut.
4.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) membantu menghemat energi
sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok.
a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril
(morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota
kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu
untuk pemeliharaan fungsi kelompok.
b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerjakan
mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan
untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang.
5.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) dapat menjadi sarana efektif
untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja.
a. Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi
aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi
diantara anggota kelompok yang akhirnya secara potensial meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kelompok.
b. Menampilkan perilaku courtessy (misalnya saling memberi informasi
tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari
munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk
diselesaikan.
Universitas Sumatera Utara
6.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) meningkatkan kemampuan
organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik.
a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan keeratan serta perasaan
saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan
kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan
karyawan yang baik.
b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku
Sportmanship
(misalnya
tidak
mengeluh
karena
permasalahan-
permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen
organisasi.
7.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) meningkatkan stabilitas kinerja
organisasi.
a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang
mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan cara
mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja.
b. Karyawan yang conscientiousness cenderung mempertahankan tingkat
kinerja yang tinggi seacara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas
pada kinerja unit kerja.
8.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) meningkatkan kemampuan
organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
a. Karyawan yang mempunyai hubungangan yang dekat dengan pasar
dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di
lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan
tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat.
Universitas Sumatera Utara
b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisispasi pada pertemuanpertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang
penting dan harus diketahui oleh organisasi.
c. Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiuous (misalnya kesediaan
untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru) akan
meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi dilingkungannya.
Untuk dapat meningkatkan Organizational Citizenship Behavior (OCB)
karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang
menyebabkan timbulnya atau meningkatnya Organizational Citizenship Behavior
(OCB). Menurut Siders et al (Titisari, 2014:13) meningkatnya perilaku
Organizational Citizenship Behavior (OCB) dipengaruhi oleh dua faktor utama,
yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan (internal) seperti moral,
motivasi, komitmen, rasa puas, sikap positif, sedangkan faktor yang berasal dari
luar karyawan (eksternal) seperti sistem manajemen, sistem kepemimpinan,
budaya perusahaan.
2.1.4 Indikator Pengukuran Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Menurut Organ et al (Titisari, 2014:7) indikator Organizational
Citizenship Behavior (OCB) sebagai berikut:
1. Altruism
Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan
dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi
maupun masalah pribadi orang lain. Indikator ini mengarah kepada memberi
pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Conscientiousness
Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan
perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas
karyawan.
Indikator ini menjangkau jauh di atas dan jauh ke depan dari
panggilan tugas.
3. Sportmanship
Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam
organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang mempunyai
tingkatan yang tinggi dalam Sportmanship akan meningkatkan iklim yang
positif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan
yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih
menyenangkan.
4. Courtessy
Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah –
masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki indikator ini adalah orang
yang menghargai dan memperhatikan orang lain.
5. Civic Virtue
Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi
(mengikuti
perubahan
dalam
organisasi,
mengambil
inisiatif
untuk
merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur-prosedur organisasi dapat
diperbaiki, dan melindungi sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi).
Indikator ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada
seseorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kepuasan Kerja
2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja (Job Satisfaction) merupakan hal yang
bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu.
Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu,
maka
semakin
tinggi
tingkat
kepuasan
yang
dirasakan.
Siagian (Widodo, 2015:170) juga menyebutkan bahwa: “Kepuasan kerja
merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun
bersifat negatif tentang pekerjaannya”.
Banyak faktor yang perlu mendapat
perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Apabila dalam
pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi atau bertindak, terdapat variasi,
memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan
memperoleh umpan
balik
tentang
hasil pekerjaan
yang
dilakukannya,
yang bersangkutan akan merasa puas.
Roe dan Byars (Priansa, 2016:291) mengatakan bahwa: “Kepuasan kerja
yang tinggi akan mendorong terwujudnya tujuan organisasi secara efektif”.
Sementara tingkat kepuasan kerja yang rendah merupakan ancaman yang akan
membawa kehancuran atau kemunduran bagi organisasi, secara cepat maupun
perlahan. Sedangkan menurut
Weihrich, Koontz (Sinambela, 2016:302)
menyatakan bahwa: “Kepuasan merujuk pada pengalaman kesenangan atau
kesukaan yang dirasakan oleh seseorang ketika apa yang diinginkannya tercapai”.
Demikian juga Gibson, Ivancevich, dan Donnely (Priansa, 2016:291)
menyatakan bahwa: “Kepuasan kerja ialah sikap seseorang terhadap pelayanan
Universitas Sumatera Utara
mereka, sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaannya”.
Pandangan senada dikemukakan oleh Tiffin dan McCormick (Waluyo, 2015:126)
menyebutkan bahwa: “Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan
terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerja sama antar pemimpin dan
sesama karyawan”.
Menurut Michell dan Larson (Sinambela, 2016:302) setidaknya terdapat
dua alasan untuk mengetahui kepuasan dan akibatnya yaitu:
1.
Bersumber dari faktor organisasi, kepuasan adalah suatu hal yang dapat
mempengaruhi perilaku kerja, kelambanan bekerja, ketidakhadiran dan keluar
masuknya pegawai.
2.
Bersumber dari sumber daya dan penyebab kepuasan karena kepuasan sangat
penting untuk meningkatkan kinerja perorangan.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan pegawai terhadap pekerjaannya,
apakah senang/suka atau tidak senang/tidak suka sebagai hasil interaksi pegawai
dengan lingkungan pekerjaannya atau sebagai persepsi sikap mental, juga sebagai
hasil penelitian pegawai terhadap pekerjaannya.
Perasaan pegawai terhadap
pekerjaan mencerminkan sikap dan perilakunya dalam bekerja.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Teori-Teori Kepuasan Kerja
Greenberg dan Baron (Priansa, 2016:297) menyatakan teori mengenai
kepuasan kerja secara umum adalah:
1.
Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory)
Teori kepuasan kerja yang menggambarkan kepuasan dan ketidakpuasan
berasal dari kelompok variabel yang berbeda yakni hygiene factors dan
motivators. Hygiene factors adalah ketidakpuasan kerja yang disebabkan
oleh
kumpulan
perbedaan
dari
faktor-faktor
(kualitas
pengawasan,
lingkungan kerja, pembayaran gaji, keamanan, kualitas lembaga, hubungan
kerja dan kebijakan organisasi). Karena faktor-faktor ini bersifat mencegah
reaksi negatif maka disebut sebagai hygiene (maintenance) factors.
Kepuasan kerja yang didatangkan dari sekumpulan faktor-faktor yang
berhubungan pekerjaannya atau hasil secara langsung dari pekerjaannya
(peluang, promosi, pengakuan, tanggung jawab, prestasi) disebut sebagai
motivators, karena merupakan level tertinggi dari kepuasan kerja.
2.
Teori Nilai (Value Theory)
Teori kepuasan kerja yang menjelaskan pentingnya kesesuaian antara hasil
pekerjaan yang diperolehnya (penghargaan) dengan persepsi mengenai
ketersediaan hasil. Semakin banyak hasil yang diperoleh maka ia akan lebih
puas, jika memperoleh hasil yang sedikit maka ia akan lebih sedikit puas.
Teori ini berfokus pada banyak hasil yang diperoleh. Kunci kepuasannya
adalah kesesuaian hasil yang diterima dengan persepsi mereka.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Greenberg
dan
Baron
(Priansa,
2016:306)
menyatakan
bahwa:
“Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja terdiri dari faktor yang
mempengaruhi secara individu maupun faktor yang mempengaruhi secara
organisasional”, seperti dijelaskan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan individu.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan individu adalah faktor-faktor yang berasal
dari dalam
diri individu yang membedakan antara satu individu dengan
individu yang lain yang mampu menentukan tingkat kepuasan kerja yang
dirasakan.
Faktor-faktor dari diri individu yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja
pegawai adalah:
a. Kepribadian
Kepribadian merupakan cara individu pegawai untuk berfikir, bertingkah
laku, dan menyangkut perasaan yang dimilikinya. Kepribadian merupakan
determinan pertama bagaimana perasaan dan pikiran individu terhadap
pekerjaannya dan kepuasan kerja pegawai yang dirasakan individu
pegawai.
Kepribadian individu mempengaruhi positif atau negatifnya
pikiran individu terhadap pekerjaannya.
b. Nilai-Nilai yang Dimiliki Individu
Nilai memiliki pengaruh pada kepuasan kerja karena nilai dapat
merefleksikan keyakinan pegawai mengenai kinerja dan bagaimana
pegawai bertingkah laku dalam pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
c. Pengaruh Sosial dan Kebudayaan
Sikap dan tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya, termasuk pengaruh orang lain dan kelompok tertentu.
Individu yang berasal dari keluarga yang memiliki tingkat kesejahteraan
hidup yang tinggi cenderung untuk merasa tidak puas terhadap pekerjaan
yang memiliki penghasilan atau gaji yang rendah dan tidak sesuai dengan
standar kehidupannya.
Kebudayaan yang ada dilingkungan dimana individu tersebut tinggal
mempengaruhi tingkat kepuasan kerja pegawai yang dirasakan oleh
individu. Individu yang tinggal di lingkungan yang menekankan pada
kekayaan akan merasa puas dengan pekerjaan yang memberikan upah/gaji
yang tinggi. Sedangkan individu yang tinggal di lingkungan yang
menekankan pada pentingnya membantu orang lain akan merasa tidak
puas pada pekerjaan yang menekankan pada kompetisi dan prestasi.
d. Minat dan Keterampilan
Minat sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Jika individu bekerja
pada bidang kerja yang sesuai dengan minatnya maka individu tersebut
akan merasa puas bila dibandingkan dengan individu yang bekerja pada
bidang kerja yang tidak sesuai dengan minatnya.
e. Usia dan Pengalaman Kerja
Hubungan antara kepuasan kerja, pengalaman kerja, dan usia biasanya
merupakan hubungan yang paralel. Biasanya, pada awal bekerja pegawai
cenderung merasa puas dengan pekerjaannya. Hal tersebut disebabkan
karena pegawai baru merasa adanya tantangan dalam bekerja dan mereka
Universitas Sumatera Utara
mempelajari keterampilan-keterampilan baru. Namun, setelah beberapa
tahun bekerja biasanya pegawai akan mengalami penurunan tingkat
kepuasan kerja.
Hal tersebut disebabkan karena mereka mengalami stagnasi, merasa
dirinya tidak maju dan berkembang. Namun, setelah enam atau tujuh
tahun bekerja biasanya tingkat kepuasan kerja akan kembali meningkat.
Hal tersebut terjadi karena individu merasa sudah memiliki banyak
pengalaman dan pengetahuan tentang pekerjaannya dan sudah mampu
untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya,
dan juga sudah merasa lumayan puas dengan kondisi keuangan yang
dimilikinya.
f. Jenis Kelamin
Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan hubungan antara kepuasan
kerja dengan jenis kelamin, walaupun terdapat perbedaan hasil. Ada yang
menemukan bahwa wanita merasa lebih puas dibandingkan pria, dan ada
juga yang sebaliknya. Terdapat indikasi bahwa wanita cenderung
memusatkan perhatian pada aspek-aspek yang berbeda dengan pria.
Selain itu, terdapat perbedaan pria dan wanita, sehingga antara pria dan
wanita terdapat perbedaan arti pentingnya perbedaan.
Biasanya pria
mempunyai nilai pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk
mengarahkan diri dan memperoleh imbalan secara sosial. Bukti lain
menunjukkan bahwa wanita memperoleh sedikit uang dan kesempatan
untuk dipromosikan dibandingkan dengan pria. Hal tersebut membuat
wanita lebih puas dengan pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
g. Intelegensi
Inteligensi pegawai bukan merupakan faktor utama dan menentukan
kepuasan kerja, namun berhubungan erat dan menjadi faktor yang penting
dalam unjuk kerja. Salah satu faktor yang berhubungan dengan intelegensi
adalah tingkat pendidikan.
h. Status dan Senioritas
Pada umumnya semakin tinggi posisi pegawai dalam level organisasi,
maka kepuasan kerja yang dirasakannya akan meningkat. Hal tersebut
disebabkan karena pegawai dengan status lebih tinggi biasanya lebih
menikmati pekerjaannya dan imbalan yang didapatnya dibandingkan
dengan pegawai yang memiliki tingkatan yang lebih rendah.
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi
Merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi, baik yang
berasal dari dalam maupun luar organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Situasi dan Kondisi Pekerjaan
Situasi pekerjaan disini adalah tugas dari pekerjaan, interaksi dengan
orang orang tertentu, lingkungan pekerjaan, dan cara organisasi
memperlakukan pekerjanya, serta imbalan atau gaji yang didapat. Setiap
aspek pekerjaan merupakan bagian dari situasi kerja dan dapat
mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Beberapa hasil penelitian
menemukan bahwa pegawai yang bekerja dengan lingkungan kerja yang
tidak teratur, gelap, bising, memiliki temperatur yang ekstrim, kualitas air
yang rendah, akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
b. Sistem Imbalan
Sistem ini mengacu pada bagaimana pembayaran, keuntungan, dan
promosi di distribusikan. Kepuasan kerja pegawai dapat timbul dengan
penggunaan sistem imbalan yang dipercaya adil, dengan adanya rasa
hormat terhadap apa yang diberikan oleh organisasi dan mekanisme yang
digunakan untuk menentukan pembayaran.
Ketidakpuasan kerja dapat
muncul karena gaji yang diterima terlalu kecil dibandingkan dengan gaji
yang di persepsikan akan diterima.
c. Supervisi dan Komunikasi
Pegawai yang percaya bahwa supervisor adalah orang yang kompeten,
mengetahui minat mereka, perhatian, tidak memntingkan diri sendiri,
memperlakukan mereka dengan baik dan menghargai mereka, cenderung
akan mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi pula. Kualitas
supervisor juga mempengaruhi kepuasan kerja.
Komunikasi merupakan aspek lain dari supervisor yang memiliki kualitas
yang baik. Pegawai akan merasa lebih puas dengan pekerjaannya jika
mereka memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan supervisornya.
d. Pekerjaan
Pegawai akan merasa lebih puas bila dipekerjakan pada jenis pekerjaan
yang menarik, memberikan kesempatan belajar, dan pemberian tanggung
jawab. Faktor-faktor ini terdapat pada individu yang melihat pekerjaan
sebagai karir, berlawanan dengan pegawai yang melihat pekerjaannya
untuk waktu singkat dan temporer.
Universitas Sumatera Utara
e. Keamanan
Keamanan menimbulkan kepuasan kerja karena dengan adanya rasa aman
individu dapat menggunakan kemampuannya dan memperoleh kesempatan
untuk tetap bertahan dalam pekerjaannya.
f. Kebijaksanaan Organisasi
Kebijaksanaan
organisasi
sangat
mempengaruhi
kepuasan
kerja
pegawainya karena organisasi memiliki prosedur dan peraturan yang
memungkinkan individu untuk memperoleh imbalan.
g. Aspek Sosial Pekerjaan
Aspek sosial dari pekerjaan terbukti memberikan kontribusi terhadap
kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Aspek ini adalah kebutuhan-kebutuhan
untuk kebersamaan dan penerimaan sosial. Pegawai yang bekerja dalam
kelompok kerja yang kohesif dan merasa apa yang mereka kerjakan
memberikan
kontribusi
terhadap
organicsasi
akan
merasa
puas.
Tapi jika pegawai merasa tidak cocok dengan kelompok kerjanya dan
tidak dapat saling bekerja sama maka pegawai tersebut merasa tidak puas.
h. Kesempatan Jenjang Karir dan Promosi
Kesempatan jenjang karir dan promosi perlu mendapatkan perhatian
pimpinan organisasi. Karena akan menjadi stimulus bagi kepuasan kerja
pegawai dalam berbagai level pekerjaan. Kesempatan untuk dipromosikan
berhubungan dengan adanya kesempatan untuk maju dan yang menjadi
dasar dari promosi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Upaya Meningkatkan Kepuasan Kerja
Dalam Priansa (2016:311) disebutkan bahawa upaya untuk meningkatkan
kepuasan kerja perlu dilakukan sehingga pegawai akan bertahan dalam organisasi
dan menjadi aset yang penting bagi organisasi.
Upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja dapat dilakukan melalui:
1. Perubahan Struktur Kerja
Melakukan perubahan struktur kerja, misalnya dengan melakukan perputaran
pekerjaan (job rotation), yaitu sebuah sistem perubahan pekerjaan dari salah
satu tipe tugas ke tugas yang
lainnya (yang
disesuaikan dengan
job description). Cara kedua yang harus dilakukan adalah dengan perluasan
pekerjaan (job enlargement), atau perluasan satu pekerjaan sebagai tambahan
dan bermacam-macam tugas pekerjaan. Praktik untuk para pekerja yang
menerima tugas-tugas tambahan dan bervariasi dalam usaha untuk membuat
mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari sekedar anggota dari
organisasi.
2. Melakukan Perubahan Struktur Pembayaran
Perubahan sistem pembayaran bagi pegawai yang didasarkan pada teknik
sebagai berikut:
a. Pembayaran Berdasarkan keahliannya (skill-based pay), yaitu pembayaran
dimana para pekerja digaji berdasarkan pengetahuan dan keterampilannya
daripada posisinya dalam organisasi.
b. Pembayaran berdasarkan jasanya (merit pay), sistem pembayaran dimana
pekerja digaji berdasarkan kinerjanya, pencapaian finansial pekerja
berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
c. Pembayaran berdasarkan keberhasilan kelompok (gainsharing), dimana
keuntungan dibagi kepada seluruh anggota kelompok.
3. Pemberian Jadwal Kerja Fleksibel
Pemberian jadwal kerja yang fleksibel namun taat terhadap aturan organisasi
juga merupakan salah satu solusi untuk mendorong kepuasan kerja pegawai.
Pegawai diberikan kesempatan untuk memadatkan pekerjaannya pada waktu
tertentu. Misalnya bekerja penuh di hari Senin sampai Jumat, dan libur untuk
hari Sabtu. Namun juga pada kondisi tertentu, pegawai tersebut dapat pulang
lebih cepat di hari kerja, namun bekerja di akhir Minggu. Ini memberikan
fleksibilitas waktu bagi pegawai untuk mengatur pekerjaannya sendiri.
4. Program Pendukung
Organisasi menyediakan program pendukung yang dapat meningkatkan
kepuasan kerja pegawai seperti pusat kesehatan dan kebugaran, rekreasi,
penghasilan tambahan, beasiswa bagi anak-anak pegawai, dan berbagai
program pendukung lainnya.
2.2.5 Indikator Pengukuran Kepuasan Kerja
Penelitian dari Spector (Priansa, 2016:292) ia menyatakan bahwa:
“Kepuasan kerja berkaitan dengan bagaimana perasaan pegawai terhadap
pekerjaannya dan terhadap berbagai macam aspek dari pekerjaan tersebut,
sehingga kepuasan kerja sangat berkaitan dengan sejauh mana pegawai puas atau
tidak puas dengan pekerjaannya”. Dan ia dapat mengidentifikasikan indikator
kepuasan kerja dari sembilan aspek yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Gaji
Aspek ini mengukur kepuasan pegawai sehubungan dengan gaji yang
diterimanya dan adanya kenaikan gaji, yaitu besarnya gaji yang diterima sesuai
dengan tingkat yang dianggap sepadan. Upah dan gaji memang mempunyai
pengaruh terhadap kepuasan kerja. Upah dan gaji juga menggambarkan
berbagai dimensi dari kepuasan kerja. Pegawai memandang gaji sebagai hak
yang harus diterimanya atas kewajiban yang sudah dilaksanakannya.
2. Promosi
Aspek ini mengukur sejauh mana kepuasan pegawai sehubungan dengan
kebijaksanaan promosi dan
kesempatan untuk mendapatkan promosi.
Promosi atau kesempatan untuk meningkatkan karier juga memberikan
pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai.
Pegawai akan melihat apakah organisasi memberikan kesempatan yang sama
kepada setiap pegawainya untuk mendapatkan kenaikan jabatan ataukah hanya
diperuntukkan bagi sebagian orang saja. Kebijkasanaan promosi ini harus
dilakukan secara adil, yaitu setiap pegawai yang melakukan pekerjaan dengan
baik mempunyai kesempatan yang sama untuk promosi.
3. Supervisi (hubungan dengan atasan)
Aspek
ini mengukur
kepuasan kerja seseorang terhadap atasannya.
Pegawai lebih menyukai bekerja dengan atasan yang bersikap mendukung,
penuh perhatian, hangat dan bersahabat, memberi pujian atas kinerja yang baik
dari bawahan, mendengar pendapat dari bawahan, dan memusatkan perhatian
kepada pegawai (employee centered) daripada bekerja dengan pimpinan yang
Universitas Sumatera Utara
bersifat acuh tak acuh, kasar, dan memusatkan dirinya kepada pekerjaan
(job centered).
4. Tunjangan Tambahan
Aspek ini mengukur sejauhmana individu merasa puas terhadap tunjangan
tambahan yang diterimanya dari organisasi. Tunjangan tambahan diberikan
kepada pegawai secara adil dan sebanding.
5. Penghargaan
Aspek ini mengukur sejauhmana individu merasa puas terhadap penghargaan
yang diberikan berdasarkan hasil kerja. Setiap individu ingin usaha,
kerja keras, dan pengabdian yang dilakukannya untuk kemajuan organisasi
dapat dihargai dengan semestinya.
6. Prosedur dan Peraturan Kerja
Aspek ini mengukur kepuasan sehubungan dengan prosedur dan peraturan
di tempat kerja. Hal-hal yang berhubungan dengan prosedur dan peraturan
di tempat kerja mempengaruhi kepuasan kerja seorang individu, seperti
birokrasi dan beban kerja.
7. Rekan kerja
Aspek ini mengukur kepuasan kerja berkaitan dengan hubungan dengan rekan
kerja. Rekan kerja yang memberikan dukungan terhadap rekannya yang lain,
serta suasana kerja yang nyaman dapat meningkatkan kepuasan kerja pegawai.
Misalnya rekan kerja yang menyenangkan atau hubungan dengan rekan kerja
yang rukun.
Universitas Sumatera Utara
8. Pekerjaan itu Sendiri
Aspek yang mengukur kepuasan kerja terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pekerjaan itu sendiri, seperti kesempatan untuk berekreasi dan variasi dari
tugas, kesempatan untuk menyibukkan diri, peningkatan pengetahuan,
tanggung jawab, otonomi, pemerkayaan pekerjaan, dan kompleksitas
pekerjaan.
9. Komunikasi
Aspek ini mengukur kepuasan yang berhubungan dengan komunikasi yang
berlangsung dalam pekerjaan. Dengan komunikasi yang berlangsung lancar
dalam organisasi, pegawai dapat lebih memahami tugas-tugasnya dan segala
sesuatu yang terjadi didalam organisasi.
2.3 Penelitian Terdahulu
1. Indah Puji Lestari, Diana Sulianti K, Gusti Ayu Wulandari (2015) melakukan
penelitian berjudul: “Pengaruh Self Efficacy dan Organizational Citizenship
Behavior (OCB) Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Kepuasan Kerja Sebagai
Variabel Intervening (Studi Pada Kejaksaan Negeri Jember)”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa self efficacy dan Organizational Citizenship Behavior
(OCB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja
pegawai Kejaksaan Negeri Jember baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui kepuasan kerja; serta kepuasan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pegawai Kejaksaan Negeri Jember.
2. Lingga
Sakti
Kusuma
(2014)
melakukan
penelitian
berjudul:
“Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepuasan kerja Terhadap Organizational
Citizenship Behavior Pegawai RRI Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja memiliki
nilai β sebesar 0,546 (**p<0,01; p=0,000) dan kepuasan kerja β sebesar 0,255
(**p<0,01; p=0,000) berpengaruh positif terhadap OCB. Kontribusi motivasi
kerja dan kepuasan kerja untuk menjelaskan OCB sebesar (ΔR2) 0,488,
sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja dan kepuasan kerja
berpengaruh
terhadap
Organizational
Citizenship
Behavior.
Hal
ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi kerja dan kepuasan kerja
pegawai
maka
semakin
tinggi
organizational
Dewi
(2015)
melakukan
citizenship
behavior
penelitian
berjudul:
pegawai/karyawan.
3. Putri
Laksmi
“Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB) Pada Pegawai di Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini,
Non Formal, Informal Regional II Semarang”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Pengaruh kepuasan kerja terhadap OCB pada pegawai di PP-PAUDNI
Regional II Semarang berdasarkan hasil uji korelasi diperoleh hubungan yang
signifikan kepuasan kerja terhadap OCB. Selanjutnya hasil perhitungan analisa
regresi diperoleh hasil bahwa selain OCB, kepuasan kerja juga dipengaruhi
oleh faktor lain yang belum terungkap dalam penelitian ini.
4. Ai Rohayati (2014) melakukan penelitian berjudul: “Pengaruh Kepuasan
Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior : Studi Pada Yayasan
Masyarakat Madani Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Variabel kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) sebesar 12,85%. Hal ini berarti
bahwa tinggi rendahnya Organizational Citizenship Behavior (OCB) sebagai
Universitas Sumatera Utara
akibat dari tinggi rendahnya kualitas kepuasan kerja yang berjalan. Semakin
tinggi kualitas kepuasan kerja yang berjalan di YMMI Bandung, memberikan
potensi yang besar untuk terciptanya Organizational Citizenship Behavior
(OCB) yang tinggi. Semakin rendah kualitas kepuasan kerja yang berjalan,
maka memberikan potensi untuk terciptanya Organizational Citizenship
Behavior (OCB) yang rendah.
5. Rachmad (2011) melakukan penelitian berjudul: “Pengaruh Kepuasan Kerja
Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pada Karyawan
Auto2000 Cabang Gatot Subroto Medan”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Hasil penelitian SPSS menunjukkan bahwa kemunculan OCB
dipengaruhi oleh tingkat kepuasan kerja sebesar 92,3%. Sedangkan sisanya
7,7% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan (nyata) terhadap
OCB pada taraf signifikan 5% (hipotesis diterima).
2.4 Kerangka Berpikir
Kerangka
berpikir
merupakan
model
tentang
bagaimana
teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah.
Agar konsep-konsep tersebut dapat diteliti secara empiris, maka harus
dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Bebas (X)
Variabel bebas adalah variabel yang diduga sebagai penyebab atau pendahulu
dari variabel-variabel lain. Yang termasuk variabel bebas dalam penelitian
Universitas Sumatera Utara
ini adalah Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan indikator:
Altruism, Conscientiousness, Sportmanship, Courtessy, Civic Virtue.
2. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat adalah variabel yang diduga atau dipengaruhi oleh variabel
yang mendahuluinya. Yang termasuk variabel terikat dalam penelitian ini
adalah Kepuasan Kerja dengan indikator: Gaji, Promosi, Supervisi (hubungan
dengan atasan), Tunjangan Tambahan, Penghargaan, Prosedur dan Peraturan
Kerja, Rekan Kerja, Pekerjaan itu Sendiri, Komunikasi.
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Organizational Citizenship
Behavior (Variabel bebas, X)
1. Altruism
2.Conscientiousness
3. Sportmanship
4. Courtessy
5. Civic Virtue
Kepuasan Kerja
(Variabel Terikat, Y)
1. Gaji
2. Promosi
3. Supervisi
4. Tunjangan Tambahan
5. Penghargaan
6. Prosedur dan Peraturan Kerja
7. Rekan Kerja
8. Pekerjaan itu Sendiri
9. Komunikasi
Sumber: Diolah oleh peneliti (2016)
Universitas Sumatera Utara
Download