BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HARUS

advertisement
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HARUS INVESTIGASI
KEBENARAN TRANSAKSI
apikesmitra.co.id
Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan saat ini tengah menjadi
sorotan. Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melihat ada lima titik rawan
penyelewengan pelaksanaan tugas BPJS Kesehatan dalam mengelola dana Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang nilainya sampai Rp40 triliun, yakni investasi dana badan tersebut, investasi
dana jaminan sosial, potensi korupsi saat pengalihan aset, potensi korupsi penggunaan dana
operasional, dan potensi korupsi saat pembayaran di fasilitas kesehatan. Kini Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) juga mulai memeriksa program tersebut.
Anggota VII BPK Bahrullah Akbar mengatakan pemeriksaan yang dilakukan BPK
semata untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dalam mengelola keuangan negara. ”BPK tetap berwenang melakukan pengawasan, sekalipun
BUMN itu sudah berubah nama menjadi BPJS sekarang ini”. Bahrullah Akbar menyatakan ada
beberapa poin dalam proses pemeriksaan tersebut. Salah satunya adalah memeriksa prosedur
penyusunan neraca penutup PT Askes dan neraca pembuka BPJS Kesehatan.
Serikat buruh dan organisasi kemasyarakatan (ormas) mendukung langkah BPK untuk
dapat melakukan audit mendalam tata kelola anggaran di BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
BPK diharapkan bisa melindungi rakyat dari perilaku koruptif lembaga tersebut. Ketua Serikat
Pekerja Nasional (SPN), Joko Heryono mengatakan, BPK harus bisa menyisir kebenaran
transaksi di provider (penyedia layanan) jaminan kesehatan, rumah sakit.
Selain transaksi klaim jaminan kesehatan, BPK bisa mengaudit investasi dana jaminan
sosial yang dikelola BPJS. Investasi berpotensi besar menjadi ladang korupsi karena di sana
ditengarai ada banyak manipulasi perilaku investasi. “Namun, yang jadi masalah bukan boleh
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
atau tidak boleh investasi, tetapi perilaku korupsi akan merugikan rakyat yang dipaksa menjadi
peserta,”
Sumber berita:
1. www.aktual.co, Rawan Dikorupsi, BPK 'Pelototi' Program BPJS Kesehatan, Kamis, 1 Mei
2014.
2. sinarharapan.co, BPK Harus Investigasi Kebenaran Transaksi, Selasa, 6 Mei 2014.
Catatan:

BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS
Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan
Kesehatan, yaitu berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
yang diberikan kepada setiap orang (termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia & telah membayar iuran) yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah. Iuran Jaminan Kesehatan harus dibayar secara teratur
oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah untuk penerima bantuan iuran jaminan
kesehatan yang fakir miskin dan orang tidak mampu.

Mekanisme Investasi BPJS
Dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, telah dirumuskan Peraturan Pemerintah Nomor 87
Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan yang mengatur sumber
aset BPJS Kesehatan, terdiri atas:
1.
Modal awal Pemerintah yang merupakan kekayaan negara yang dipidahkan dan tidah
terbagi;
2.
Hasil pengalihan aset BUMN yang menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan
(PT ASKES);
3.
Hasil pengembangan aset BPJS Kesehatan;
4.
Dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial Kesehatan; dan
5.
Sumber lain yang sah.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Adapun sumber aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan terdiri atas:
1.
Iuran Jaminan Kesehatan termasuk bantuan iuran;
2.
Hasil pengembangan Dana Jaminan Sosial Kesehatan;
3.
Aset program Jaminan Kesehatan yang menjadi hak peserta dari BUMN yang
menjalankan program Jaminan Kesehatan (PT ASKES dan PT Jamsostek) berupa
uang tunai, surat berharga, piutang, iuran, dan uang muka pelayanan kesehatan; dan
4.
Sumber lain yang sah, yaitu surplus aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan, surplus
aset BPJS Kesehatan, dana talangan BPJS Kesehatan untuk pembayaran manfaat,
dan/atau hibah dan/atau bantuan lain.

Instrumen Investasi BPJS
Mengenai pengembangan aset BPJS Kesehatan, Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 87
Tahun 2013 menegaskan, hanya dapat dilakukan dalam bentuk investasi yang
dikembangkan melalui penempatannya pada instrumen investasi dalam negeri.
Adapun instrumen investasi dalam negeri yang bisa digunakan untuk pengembangan aset
BPJS Kesehatan adalah:
1.
Deposito berjangka termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu
kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan;
2.
Surat berharga yang diterbitkan Negara Republik Indonesia;
3.
Surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia;
4.
Surat utang korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa
Efek Indonesia (BEI);
5.
Saham yang tercatat dalam BEI;
6.
Reksadana;
7.
efek beragun aset yang berdasarkan kontrak investasi kolektif;
8.
Dana investasi real estate;
9.
Penyertaan langsung; dan/atau
10. Tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan.
Dalam investasi berupa surat utang korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas
dalam BEI, berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013
dinyatakan paling kurang memiliki peringkat A- atau yang setara dari perusahaan
pemeringkat efek. Adapun untuk investasi dalam bentuk reksadana, harus merupakan
produk yang telah terdaftar pada lembaga pengawas di bidang pasar modal.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Untuk pengembangan investasi dalam bentuk penyertaan langsung, menurut PP ini, hanya
dapat dilakukan pada badan usaha yang bergerak di bidang yang mendukung pelaksanaan
tugas BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan program jaminan sosial; tidak berpotensi
menimbulkan benturan kepentingan dalam melakukan kerjasama; dan tidak bergerak di
bidang usaha yang permodalannya diatur secara ketat sehingga berpotensi menimbulkan
kewajiban untuk memenuhi kebutuhan permodalan secara berkelanjutan.
Untuk investasi aset BPJS Kesehatan berupa tanah, bangunan,
dengan bangunan, harus memenuhi ketentuan:
1.
Dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama BPJS Kesehatan;
atau
tanah
2.
3.
Memberikan penghasilan ke BPJS Kesehatan; dan
Tidak ditempatkan pada tanah, bangunan , atau tanah dengan bangunan yang sedang
diagunkan, dalam sengketa, atau diblokir pihak lain.
(Pasal 24 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013)
Pasal 25 PP Nomor 87 Tahun 2013 membatasi persentase jumlah investasi pengembangan
aset BPJS Kesehatan yang diperkenankan. Untuk investasi berupa deposito berjangka,
paling tinggi 15% dari jumlah investasi, untuk setiap bank. Adapun investasi berupa surat
utang korporasi paling tinggi 5% dari jumlah investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50%
dari jumlah investasi. Investasi berupa saham yang tercatat dalam BEI, untuk setiap emiten
paling tinggi 5% dari jumlah investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% dari jumlah
investasi.
Adapun investasi berupa reksadana, untuk setiap Manajer Investasi paling tinggi 15% dari
jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50%. Untuk investasi berupa dana investasi
real estate, untuk setiap Manajer Investasi paling tinggi 10% dari jumlah investasi dan
seluruhnya paling tinggi 20% dari jumlah investasi.
Untuk investasi berupa penyertaan langsung untuk setiap pihak tidak melebihi 1% dari
jumlah investasi, dan seluruhnya paling tinggi 5% dari jumlah investasi; dan investasi
berupa tanah, bangunan atau tanah dengan bangunan seluruhnya paling tinggi 5% dari
jumlah investasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 secara tegas melarang BPJS Kesehatan
melakukan investasi pada perusahaan yang sahamnya dimiliki anggota direksi, dewan
pengawas, pegawai BPJS Kesehatan, pegawai lembaga pengawas BPJS, anggota Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN), atau pihak yang mempunyai hubungan keluarga karena
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
perkawinan dan keturunan sampai derajat ketiga dengan anggota direksi, dewan pengawas,
DJSN, pegawai BPJS, dan pegawai lembaga pengawas BPJS.
Selain itu, BPJS Kesehatan dilarang melakukan transaksi derivatif atau memiliki instrumen
derivatif untuk aset BPJS Kesehatan, kecuali efek beragun aset dan turunan surat berharga
yang tercatat di bursa efek di Indonesia. BPJS Kesehatan juga dilarang melakukan
investasi berupa saham dan surat utang korporasi yang emitennya merupakan badan hukum
asing.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Download