2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Etiologi Brusellosis disebabkan oleh bakteri dari genus Brucella. Bakteri ini bersifat Gram negatif, intraseluler, non-motil, tidak membentuk spora, berbentuk kokobasil. Koloni bakteri yang tumbuh pada agar darah, berbentuk bundar dengan diameter 2-4 μm. Bakteri ini menghasilkan katalase dan oksidase, mereduksi nitrat dan menghidrolisis urea. Di dalam tubuh inang bersifat patogen fakultatif intraseluler anaerobik (Ghaffar 2005). Taksonomi dari B. abortus ini adalah : Kingdom Class Order Family Genus : Proteobacteria : Rhodospirilli : Rhizobiales : Brucellaceae : Brucella 2.2. Sifat Morfologi B. abortus B. abortus biotipe 2 dan B. ovis tumbuh lamban di agar darah atau serum secara aerob. Koloni B. abortus, B. suis dan B. militensis berbentuk halus, kecil, glistening, bluish dan translusen setelah di inkubasi selama 3–5 hari pada suhu 37 o C di media agar darah. B. abortus biotipe 2 dan B. ovis memerlukan 5–10% karbon dioksida (CO2) untuk pertumbuhannya. B. abortus memproduksi H2S (Quinn et al. 2006). Sel B. abortus terdiri dari membran sitoplasma dan dinding sel. Dinding sel terdiri dari bagian peptidoglikan, protein dan membran luar. Membran luar merupakan bagian paling luar dari bagian bakteri dan merupakan struktur pertama yang berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh inang. Membran luar terdiri dari lipoprotein dan lippopolisakarida (LPS). Struktur LPS terdiri dari rantai khas O-polisakarida, inti polisakarida dan lipid A. Rantai O polisakarida B. abortus galur halus terdiri dari cabang linier hopolimer dari α(1,2)-N-formyl perosamine. Sedangkan inti terdiri dari manosa, glukosa, quinovasamin dan 3-dioksi-2oktulosonat. LPS B. abortus galur kasar tidak mengandung perosamin dan quinovasamin (Moreno et al.1984). Protein dinding sel dari setiap galur B. abortus sebagian besar mempunyai kesamaan dalam komposisi asam amino kecuali pada asam amino methionin, isoleusin, tirosin dan histidin. Karakter beberapa spesies Brucella terpapar pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Karakter dari beberapa spesies Brucella Spesies Brucella Biotype CO2 Produksi H2S Aktifitas Urease Thionin ( 20μg/ml) Basic Fuchsin (20μg/ml) B. abortus 7 v v + V v B. melitensis 3 - - v + + B. suis 5 - v + + v B. ovis 1 + - - + - B. canis 1 - - + + - Sumber: Quinn et al. (2006). Keterangan : + : positif, - : negatif, v : hasil reaksi relatif pada biotipe yang berbeda 2.3. Patogenesis Brusellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari genus Brucella. Brucella sp. dapat menyerang berbagai ternak, diantaranya sapi, domba, kambing dan babi. Brusellosis bersifat zoonosis sehingga dapat menyerang manusia. Sumber penularan penyakit ini adalah cairan genital, semen dan susu segar dari hewan penderita. Dijelaskan juga bahwa padang rumput, pakan dan air yang tercemar merupakan sarana utama penyebarannya. Pada sapi dewasa yang sudah matang kelamin, terutama sapi bunting, sangat peka terhadap infeksi B. abortus. Sementara, sapi dara dan tidak bunting banyak yang tahan terhadap infeksi ini. Abortus spontan pada hewan terjadi karena pada kotiledon uterus dihasilkan gula eritritol yang merupakan sumber energi yang sangat baik untuk pertumbuhan B. abortus sehingga terjadi infeksi di fetus dan plasenta (Misra et al. 1976). Hal lain yang menyebabkan abortus adalah kurangnya tanggap kebal terhadap Brucella di dalam cairan amnion. Spesies Brucella dan inangnya serta gejala klinis pada hewan dan manusia yang terinfeksi dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Spesies Brucella, inang dan gejala klinis infeksi yang diakibatkannya Organisme B. abortus Inang Sapi: terjadi abortus dan orkhitis Kambing atau Domba: terjadi abortus, orkhitis dan arthritis Babi (B. suis biotipe B. suis 1–3): terjadi abortus, orkhitis, arthritis, spondilitis dan infertil Anjing (B. canis B. canis biotipe 1–3): terjadi abortus, epididimitis, disco spondilitis dan mandul pada anjing betina Domba: terjadi B. ovis abortus, epididimitis Rodensia B. neotomae Sumber: Quinn et al. (2006). B. melitensis Hewan dan manusia Domba, kambing dan babi: terjadi abortus sporadik. Kuda: terjadi bursitis. Manusia: terjadi demam sistemik dan intermittent Sapi : terjadi abortus sporadik dan penurunan produksi dan kualitas susu. Manusia : terjadi demam sistemik. Manusia: terjadi demam sistemik dan intermittent Manusia: terjadi demam sistemik dan intermittent Bakteri dapat masuk dalam tubuh melalui penetrasi membran mukosa saluran pencernaan, mulut, saluran reproduksi dan selaput lendir mata (Plommet dan Frensterbank 1988). Setelah berhasil menembus mukosa, bakteri akan terbawa ke dalam sistem peredaran limfatik dan bersarang di dalam kelenjar pertahanan terdekat dengan lokasi masuknya, mengaktifkan komplemen sebagai sistem alternatif yang menghambat kematian sel. Setelah bakteri bereplikasi di dalam retikulo endoplasma, Brucella dilepaskan dengan bantuan hemolisin dan menginduksi nekrosa sel (Nassir 2007). Bakteri ini mempunyai kemampuan yang unik untuk bertahan dari sel fagosit dan non fagosit kemudian bertahan di lingkungan intraseluler dengan menghindari sistem kebal dengan cara yang berbeda. Bakteri akan terlepas dari limfonodus dan menyebabkan septicaemia, jika Brucella tidak hancur atau tetap berada di dalam limfonodus. Kuman akan pindah ke organ lympho-reticular yang lain, seperti limpa, sumsum tulang, hati dan testes, untuk selanjutnya menghasilkan granuloma atau abses. Hal inilah yang menyebabkan brusellosis bersifat sistemik dan dapat melibatkan hampir seluruh organ (Nassir 2007). Kuman yang berhasil lolos dari sistem pertahanan tubuh ini selanjutnya akan tersebar ke jaringan tubuh lainnya, seperti kelenjar ambing, melalui sistem peredaran darah. B. abortus dapat ditemukan juga dalam uterus sapi bunting, kelenjar ambing, testis, glandula asesori dan kelenjar pertahanan. B. abortus banyak terdapat di uterus terinfeksi pada sapi yang sedang bunting. Hal ini dikarenakan kotiledon menghasilkan gula alkohol, yang disebut eritritol yang menjadi sumber energi bagi B. abortus (Misra et al. 1976). Endotoksin yang dihasilkan menyebabkan terjadinya plasentitis dan endometritis yang mengakibatkan abortus (Enright 1990). Kuman akan terbawa bersama cairan uterus, plasenta dan janinnya saat melahirkan yang merupakan bahan potensial dalam penularan penyakit. Selain itu, B. abortus juga banyak dijumpai di dalam kolustrum atau susu serta pada semen sapi jantan. Terdapat empat tipe Brucella yang diketahui dapat menginfeksi manusia yaitu B. abortus (sapi), B. suis (babi), B. melitensis (domba/kambing) dan B. canis (anjing). B. abortus dan B. canis menyebabkan infeksi febrile supuratif yang ringan sedangkan B. suis menyebabkan infeksi supuratif yang lebih parah yang dapat merusak organ lymfo-retikular dan ginjal. B. melitensis adalah spesies yang paling infeksius dan menyebabkan Brusellosis yang paling parah dan akut (Ghaffar 2005). 2.4. Reaksi tanggap kebal terhadap B. abortus Sel B. abortus seperti halnya bakteri Gram negatif lainnya terdiri dari membran sitoplasma dan dinding sel. Dinding sel terdiri dari peptidoglikan, protein dan membran luar. Membran luar terdiri dari lipoprotein dan lipopolisakarida (LPS) (Verstreate et al. 1982). Komponen-komponen tersebut memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menimbulkan tanggap kebal pada induk semang. Membran luar berfungsi sebagai pelindung antara bagian bakteri dengan lingkungan dan merupakan struktur pertama yang berinteraksi dengan sistem tanggap kebal induk semang pada awal penyakit. LPS dinding sel merupakan faktor virulensi yang bertanggung jawab atas penghambatan efek bakterisidal dalam sel makrofag (Frenchick et al. 1985; Moreno et al.1984). Bakteri B. abortus memiliki beberapa mekanisme untuk menghindari sistem tanggap kebal inang. Salah satu komponen sel yang berperan dalam pertahanan intraseluler adalah LPS. Hal ini dikarenakan LPS B. abortus mengandung komponen 5-guanosin monofosfat. Dengan adanya kemampuan tersebut, hampir 15–30% bakteri ini mampu bertahan di dalam sel fagosit polymorphnuclear atau mononuclear (Canning et al. 1986; Nassir et al. 2006). Proliferasi limfosit terlacak 1-2 minggu setelah infeksi yang merupakan reaksi tanggal kebal terhadap protein membran luar bakteri. Sedangkan antibodi yang dihasilkan sangat beragam, tergantung dari sifat antigenitas fraksi-fraksi protein dinding sel B. abortus. Fraksi protein yang paling bersifat antigenik diharapkan mampu merangsang timbulnya antibodi spesifik sedini mungkin (Belantti 1993). Fraksi-fraksi protein yang dilacak dengan menggunakan teknik elektroforesis terdiri dari porin: 88-94 kDa, protein: 35-40 kDa, protein: 25-30 kDa dan lipoprotein: 8 kDa (Gomez dan Moriyon 1986). Protein-protein dengan berat molekul 35-40 kDa dan 25-30 kDa yang dimiliki B. abortus merupakan protein yang bersifat antigenik (Verstreate et al. 1982). 2.5. Gejala Penyakit 2.5.1. Gejala Penyakit Pada Ternak Sapi, kambing, domba, anjing dan jenis hewan lain yang terinfeksi B. abortus memiliki resiko yang tinggi terhadap aborsi, kelemahan, arthritis, retensi plasenta dan endometritis. Brusellosis akan mempengaruhi organ-organ yang kaya akan gula eritritol, seperti organ ambing, uterus, epididimis dan lainnya. Organisme ini akan terlokalisasi pada organ-organ tersebut dan menyebabkan infertil, kemajiran atau steril dan abortus (Ghaffar 2005). B. abotus dan B. melitensis dapat juga menyerang sapi jantan yang mengakibatkan infeksi pada vesikel seminalis, ampullae, testikel dan epididimidis (Anonim 2007). B. abortus menyebabkan abortus pada sapi. B. melitensis menyebabkan abortus pada trimester terakhir pada kambing dan domba. B. ovis dapat menyebabkan aborsi, placentitis, dan kematian neonatal pada sapi. Masalah pada fertilitas seperti orkhitis, epididymitis dan dapat ditemukannya organisme di dalam semen (Ocholi et al. 2005; Davis dan Danelle 2007). 2.5.2. Gejala Penyakit pada Manusia Gejala klinis sangat beragam meliputi granuloma hepatitis, artritis, spondilitis, anemia, leukopenia, thrombositopenia, meningitis, uveitis, neuritis optikal dan endokarditis. Gejala demam adalah gejala yang biasa terjadi pada Brusellosis. Demam intermitten terjadi pada 60% pasien, baik dalam kondisi akut ataupun kronis. Sedangkan demam undulant terjadi pada 60% pasien kondisi subakut. Demam yang tidak diketahui penyebabnya fever unknown origin (FUO) dapat dicurigai sebagai permulaan Brusellosis pada area endemik rendah. Gejala lain dapat terjadi pada saluran pencernaan, seperti sakit perut, konstipasi, diare; dan pada saluran pernafasan, seperti batuk dan sesak napas (dyspnea) (Nassir 2007). 2.6. Diagnosa Serologik terhadap Brusellosis Diagnosa serologik terhadap Brusellosis dapat dilakukan dengan menggunakan metode RBT maupun CFT. Metode CFT tidak dapat membedakan antibodi yang dihasilkan karena penggunaan vaksin B. abortus, atau karena infeksi alami (Holman 1983). Reaksi silang RBT dengan CFT dapat diatasi dengan memodifikasi Antigen (Ag) Brucella yang dilarutkan dalam larutan penyangga pH 3,65. Metode I-ELISA digunakan untuk meningkatkan kekhususan metode serologik dan mengetahui apakah antibodi yang dihasilkan dan terlacak dikarenakan kasus infeksi alami atau hasil vaksinasi. Metode I-ELISA untuk diagnosa Brusellosis pada sapi telah umum digunakan di Indonesia.. Kit indirect I-ELISA B. abortus memiliki tiga jenis antigen terkonjugasi (conjugated antigen), yaitu polyclonal conjugated antibody, monoclonal conjugated antibody dan competitive dengan sLPS, dan monoclonal antibody (Rojas and Alonso 1997). Indirect dan competitive I-ELISA mampu mengevaluasi metode serologik konvensional, seperti Immunodiffusion. Rivanol agglutinasi, RBT, CFT dan Radial Selain itu, metode ini mampu juga mengevaluasi apakah antibodi yang terlacak adalah antibodi karena reaksi atas vaksinasi dengan vaksin Strain 19 atau karena infeksi alami (Moreno et al. 1997). Elektroforesis sering digunakan untuk mengkarakterisasi protein antigen berdasarkan berat molekulnya (BM). Sedangkan untuk mengetahui titik isoelektrik antigen digunakan Isoelectric focusing (IEF). Ada dua metode elektroforesis yang sering digunakan, yaitu elektroforesis satu dimensi sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) dan elektroforesis dua dimensi Isoelectric focusing SDS-PAGE (IEF-SDS-PAGE). Polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE) merupakan metode baku untuk menentukan BM protein, struktur subunit dan kemurnian protein. Melalui teknik PAGE, protein dipisahkan menggunakan matrik tiga dimensi yang dialiri listrik. Matrik yang digunakan mempunyai dua fungsi, yaitu (i) memisahkan protein sesuai ukuran dan bentuk dan (ii) memisahkan protein berdasarkan muatan listrik. Hal ini memerlukan pH buffer yang sesuai (Fedik 2003). Poliakrilamid adalah matrik pilihan untuk memisahkan protein yang mempunyai BM antara 500-250.000 Dalton. Pori-pori pada matrik dibentuk oleh rantai cross-lingking linear polyacrylamide dengan bis acrylamide. Ukuran poripori berkurang sesuai dengan campuran dengan bis acrylamide. Dengan pembuatan atau pemilihan total konsentrasi yang tepat akan menentukan pula ukuran yang tepat terhadap ukuran protein yang diinginkan. Jadi semakin tinggi total konsentrasi gel pengumpul (stacking gel) mengakibatkan akan menghalangi pergerakan protein di dalam gel. Begitu juga halnya bila terlalu rendah total konsentrasi gel pemisah (separating gel) akan mengakibatkan pergerakan protein menjadi terlalu cepat bergerak melalui gel yang mengakibatkan didapatkan protein spesifik rendah dan tidak sesuai dengan protein yang diinginkan (Fedik 2003).