Evaluasi daya Hasil Cabai hasil Persilangan Half

advertisement
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom
Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili
Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal dari benua Amerika dan
menyebar ke benua Eropa dan Asia. Spesies cabai antara lain Capsicum annuum,
Capsicum frutescens, dan Capsicum chinense. Spesies Capsicum annuum berasal
dari Meksiko dan pegunungan andes, sedangkan Capsicum frutescens dan
Capsicum chinense ditemukan di dataran rendah wilayah tropika Amerika
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Morfologi Tanaman Cabai
Tanaman cabai merupakan tanaman terna tahunan yang tumbuh tegak
dengan batang berkayu, banyak cabang, dan ukuran yang mencapai tinggi 120 cm
serta lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Tanaman ini juga memiliki perakaran
tunggang yang kuat dan dalam.
Daun cabai berbentuk lanset dan bulat buah telur. Relatif tunggal dan tipis, serta
memiliki ukuran yang bervariasi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Kusandriani
(1996) menambahkan daun cabai merah merupakan daun tunggal dengan helai
daun berbentuk ovate atau lanceolate. Daun berwarna hijau atau hijau tua, tumbuh
pada tunas-tunas samping berurutan pada batang utama dan tunggal tersusun
secara spiral. Daun berbulu lebat atau panjang, tergantung pada spesiesnya.
Bunga tanaman cabai merah umumnya bersifat tunggal dan tumbuh pada ujung
ruas, serta merupakan bunga sempurna (hermaprodit). Bunga jantan dan betina
terdapat pada satu bunga. Mahkota bunga berwarna putih atau ungu tergantung
kultivarnya, helaian mahkota bunga berjumlah lima atau enam helai. Pada dasar
bunga terdapat daun buah berjumlah lima helai kadang-kadang bergerigi. Setiap
bunga mempunyai satu putik (stigma), kepala putik berbentuk bulat. Terdapat
lima sampai delapan helai benang sari dengan kepala sari yang berbentuk lonjong,
berwarna biru keunguan (Kusandriani, 1996).
Bentuk buah cabai pada umumnya memanjang dengan kedudukan buah
tunggal pada masing-masing buku. Permukaan kulit dan warna buah bervariasi
4
dari halus sampai bergelombang, warna mengkilat sampai kusam, hijau, kuning,
coklat, atau kadang-kadang ungu pada waktu muda dan menjadi merah pada
waktu matang (Tindall, 1986).
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase
tanah cukup baik dan air tersedia cukup. Untuk pertumbuhan optimum, cabai
memerlukan tanah yang gembur, berstruktur remah, bebas gulma, dan
mengandung cukup air serta unsur hara. Tingkat kemasaman (pH) tanah 5.5 – 6.8
merupakan keadaan yang baik bagi pertumbuhan cabai. Tanaman cabai sering
memperlihatkan gejala klorosis (tanaman kerdil dan daun menguning yang
disebabkan oleh kekurangan unsur besi) pada tanah yang memiliki pH lebih dari
7. Cabai juga mengalami pertumbuhan kerdil pada tanah yang masam (pH kurang
dari 5.5) karena keracunan aluminium (Al) atau mangan (Mn) (Suwandi et al.,
2007). Koesrini dan William (2006) menyatakan pH tanah sampai mendekati pH
optimal untuk pertumbuhan tanaman cabai dapat memperbaiki kondisi lingkungan
tumbuh sehingga meningkatkan keragaan tanaman.
Tanaman cabai dapat tumbuh optimal sampai ketinggian 2000 m di atas
permukaan laut dengan curah hujan ideal 600-1200 mm/tahun. Suhu ideal untuk
pertumbuhan tanaman cabai 21-250C. Pada cuaca panas dapat menyebabkan polen
infertil dan menurunkan pertumbuhan (Tindall, 1986).
Menurut Prabaningrum dan Moekasan (1996), hama utama yang sering
menyerang tanaman cabai adalah thrips, kutu daun persik, ulat buah, lalat buah,
dan ulat grayak. Penyakit cabai bisa terjadi pada fase perkecambahan hingga buah
terbentuk. Beberapa penyakit penting pada cabai adalah antraknosa, bercak daun,
layu bakteri, dan penyakit mosaik.
Pemuliaan Tanaman Cabai
Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode merakit keragaman genetik
yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Allard (1960) menyatakan bahwa
kenaikan hasil merupakan tujuan utama bagi pemuliaan tanaman yang dilakukan
5
dengan menyediakan varietas yang lebih produktif untuk meningkatkan hasil atau
memperbaiki sifat tanaman.
Menurut Kusandriani dan Permadi (1996), cabai termasuk tanaman yang
umumnya menyerbuk sendiri sehingga metode pemuliaannya sesuai dengan
metode-metode yang berlaku umum bagi tanaman menyerbuk sendiri. Metode
yang paling banyak digunakan adalah seleksi massa, seleksi galur murni, silang
balik, pedigree, dan Single Seed Descent (SSD). Adapun tujuan pemuliaan
tanaman cabai pada umumnya adalah : (1) Untuk perbaikan daya hasil dan
kualitas hasil. Daya hasil merupakan sifat kuantitatif dan dikendalikan oleh
banyak gen, sehingga perbaikan daya hasil dan sifat-sifat kuantitatif memerlukan
waktu yang lama. (2) Perbaikan daya resistensi terhadap hama dan penyakit
tanaman. Sasaran dalam perbaikan daya resistensi terhadap penyakit cabai
terutama resisten terhadap penyakit antraknosa. (3) Perbaikan sifat-sifat
hortikultura. Tujuan perbaikan sifat-sifat hortikultura pada tanaman cabai dengan
melihat peubah dari tanaman cabai yang dikehendaki misalnya bentuk
percabangan, penampilan buah, kualitas kulit buah, warna buah, dan sifat
hortikultura yang lain. (4) Perbaikan terhadap kemampuan mengatasi cekaman
lingkungan, antara lain curah hujan, suhu udara, dan tingkat salinitas yang tinggi.
Proses pemuliaan tanaman diawali dengan mendapatkan keragaman genetik,
kemudian melalui kegiatan seleksi pada sumber genetik yang bervariasi tersebut
dilakukan persilangan-persilangan dan seleksi lanjutan. Proses selanjutnya adalah
pemurnian, uji generasi lanjut, percobaan varietas, kemudian pelepasan varietas.
Hibrididsasi antara tanaman yang berbeda merupakan salah satu cara
mendapatkan kerasgaman genetik dalam suatu populasi. Menurut Bari
mendapatkan kerasgaman genetik dalam suatu populasi. Menurut Bari et al.
(1974), hibridisasi mempunyai kedudukan penting dalam pemuliaan tanaman
menyerbuk sendiri karena turunan pertama (F1) dari persilangan galur-galur
murni mempunyai potensi untuk menimbulkan keragaman. Atas alasan inilah
hibridisasi kini menempati kedudukan penting dalam metode pemuliaan tanamna
menyerbuk sendiri. Pembentukan hibrida juga dapat dilakukan pada tanaman
cabai. Salah satu tahapan penting dalam pembentukan hibrida diawali dengan
mempersiapkan bahan tanaman untuk tetua jantan dan tetua betina.
6
Variabilitas
Variasi genetik terjadi karena adanya gen-gen yang bersegregasi dan
interaksinya dengan gen-gen lain (Bari et al., 1974). Variabilitas suatu genetik
dapat diketahui dengan mengevaluasi beberapa sifat pertumbuhan dan hasil.
Variabilitas genetik akan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi.
Apabila suatu sifat memiliki variabilitas genetik luas, maka seleksi akan dapat
dilaksanakan pada populasi tersebut. Sebaliknya apabila nilai variabilitas genetik
sempit, maka kegiatan seleksi tidak dapat dilaksanakan karena individu dalam
populasi relatif seragam sehingga diperlukan upaya untuk memperbesar
variabilitas genetik. Variabilitas genetik dapat diartikan besaran atau tahap yang
harus diketahui sebelum menetapkan metode seleksi yang dilakukan dan waktu
pelaksanaan metode seleksi tersebut (Poespodarsono, 1988). Untuk menentukan
nilai variabilitas genetik suatu peubah perlu diketahui standar deviasi varian
genetik dari peubah tersebut. Suatu peubah mempunyai variabilitas genetik yang
luas bila nilai varian genetiknya lebih besar atau sama dengan dua kali standar
deviasi varian genetik.
Setelah dilaporkan adanya faktor mewaris pengendalian sifat oleh Mendel,
orang-orang beranggapan bahwa pertumbuhan tanaman semata-mata diatur oleh
gen-gen dalam kromosom, sedangkan lingkungan hanya meningkatkan potensi
sifatnya. Namun setelah diketahui bahwa tanaman-tanaman tidak berkembang
secara teratur menurut perubahan lingkungan, maka mulai disadari adanya
interaksi antar genotipe dan lingkungan. Untuk mengetahui seberapa jauh peranan
lingkungan pada suatu sifat tanaman, maka didekati usaha untuk memisahkan
pengaruh genotipe dan lingkungan serta interaksinya (Poespodarsono, 1988).
Heritabilitas
Keragaman genetik pada suatu tanaman sangat penting dalam proses
seleksi. Semakin besar tingkat keragaman suatu tanaman maka semakin besar pula
peluang untuk menyeleksi genotipe yang diinginkan. Heritabilitas merupakan
salah satu parameter yang digunakan dalam pemuliaan tanaman yang dapat
diartikan sebagai suatu perbandingan antara besaran ragam genetik terhadap
besaran total ragam fenotipe dari suatu peubah (Bari et al., 1974). Heritabilitas
7
juga dapat diartikan proporsi keragaman teramati yang disebabkan oleh sifat
menurun. Nilai duga heritabilitas yang tinggi menunjukkan faktor genetik lebih
berperan dibandingkan faktor lingkungan sebaliknya nilai duga heritabilitas yang
rendah menunjukkan peran faktor lingkungan lebih besar (Avivi, 2003). Kegiatan
seleksi yang dilakukan akan efektif apabila dilakukan terhadap suatu peubah yang
memiliki nilai heritabilitas tinggi. Heritabilitas digunakan sebagai langkah awal
pada pekerjaan seleksi terhadap populasi yang bersegregasi. Populasi dengan
heritabilitas tinggi memungkinkan dilakukan seleksi, sebaliknya dengan
heritabilitas rendah masih harus dinilai tingkat rendahnya ini, yakni bila terlalu
rendah hampir mendekati nol berarti tidak akan banyak pekerjaan seleksi tersebut
(Poespodarsono, 1988).
Poehlman (1979) menyatakan bahwa heritabilitas dibagi menjadi dua,
yaitu heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit. Heritabilitas arti luas (h2bs)
adalah rasio dari ragam total genetik terhadap ragam fenotipenya, sedangkan
heritabilitas arti sempit (h2ns) adalah rasio ragam aditif terhadap ragam fenotipe.
Ragam aditif merupakan ragam yang diakibatkan oleh alel yang mempunyai
pengaruh secara kuantitatif. Heritabilitas suatu faktor perlu diketahui dalam
menentukan kemajuan seleksi apakah peubah yang tampil melalui fenotipe
banyak dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan.
Daya Hasil
Daya hasil merupakan peubah kuantitatif kompleks yang penampilan atau
keragaan baik morfologi maupun fisiologi dipengaruhi oleh genetik dan
lingkungan (Poehlman dan Sleper, 1995). Daya hasil juga dapat diartikan sebagai
sifat kuantitatif dan dikendalikan oleh banyak gen. Salah satu metode yang dapat
diterapkan untuk tujuan perolehan daya hasil cabai adalah melalui persilangan
antar spesies cabai yang akan dilanjutkan dengan seleksi. Dengan adanya seleksi
ini diharapkan sifat-sifat yang mendukung daya hasil akan membentuk cabai yang
berdaya hasil tinggi. Suatu varietas tanaman yang unggul di suatu daerah akan
memiliki kombinasi sifat-sifat yang baik sehingga membentuk hasil yang tinggi.
Cabai yang dibudidayakan di Indonesia memiliki potensi hasil yang berbeda-beda.
Cabai besar memiliki bentuk yang hampir sama dengan Hot Beauty atau Tit Super
8
dengan warna buah merah cerah dan memiliki permukaan halus serta kulit buah
yang tebal. Cabai keriting memiliki bentuk yang ramping dan berwarna merah tua
(Kusandriani dan Permadi, 1996).
Persilangan Diallel
Persilangan diallel merupakan persilangan yang dilakukan diantara semua
pasangan tetua sehingga dapat diketahui potensi hasil suatu kombinasi hibrida,
nilai heterosis, daya gabung, dan dugaan besarnya ragam genetik suatu peubah
(Singh dan Chaudhary, 1979). Menurut Griffing (1956), empat metode
persilangan diallel, yaitu metode I (Full Diallel) terdiri dari tetua, F1, dan
resiprokal dengan jumlah tetua (n), jumlah silangan F1 dan resiprokal masingmasing [n(n-1)/2], metode II (Half Diallel) merupakan persilangan yang terdiri
dari tetua dan 1 set F1 dengan jumlah persilangan [n(n+1)/2], metode III
merupakan persilangan yang terdiri dari 1 set F1 dan resiprokal dengan jumlah
silangan [n(n-1)], dan metode IV merupakan persilangan yang terdiri hanya 1 set
F1 saja dengan jumlah silangan [(n(n-1))/2]. Menurut Jagau (1993) pemilihan
tipe persilangan diallel half diallel didasarkan kepada asumsi bahwa tidak ada
perbedaan antara persilangan resiprok antara tertua persilangan.
Pendugaan parameter genetik sudah dapat dilakukan pada F1 di dalam
analisis silang diallel tanpa harus membentuk populasi F2, BC1 ataupun BC2
seperti pada pendugaan parameter genetik lainnya. Beberapa asumsi yang harus
dipenuhi dalam pelaksanaan analisis ini adalah sebagai berikut : (1) Segregasi
diploid, (2) Tidak ada perbedaan antara persilangan resiprok, (3) Tidak interaksi
antara gen-gen yang tidak satu alel, (4) Tidak ada multialisme, (5) Tetua
homozigot, (6) Gen-gen menyebar secara bebas antara tetua (Hayman, 1954).
Download