Etika Kristen, STT SETIA, mei 2014

advertisement
ETIKA KRISTEN
STT SETIA
Mei 2014
Dr Jan Boersema
1! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
Daftar isi
1. Etika umum dan etika Kristen
6
2. Utilisme atau deontologi? Atau etika kebajikan?
11
3. Kitab Suci sebagai sumber Etika.
4. Kasih sebagai inti Hukum.
5. Kesepuluh hukum (hukum 1-4).
15
19
23
6. Kesepuluh hukum (hukum 5,6). Etika medis.
27
7. Kesepuluh hukum (hukum 7)
8. Kesepuluh hukum (hukum 8-10). Etika lingkungan.
32
37
9. Penciptaan, dosa, pelepasan
42
2! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
1. Moral dan etika.
Prakata
Dalam setiap budaya dan agama manusia membahas ‘moral’ dan ‘etika’. Kata-kata itu
menunjukkan kelakuan yang baik. Kedua kata sering ditukar, namun lebih baik kalau kedua
istilah tersebut dibedakan, yaitu bahwa ‘moral’ merupakan deskripsi kelakuan itu dan etika
merupakan ilmu atau pertimbangan-pertimbangan tentang moral.
Ditemukan pula kata-kata sifat seperti yang sesuai kedua kata benda tersebut, yaitu ‘moril’
dan ‘etis’.
Filsafat Barat dan juga teologia Barat dipengaruhi oleh filsafat Yunani dan Romawi, dan
disitu dikembangkan pertimbangan-pertimbangan etis yang berperan sampai sekarang. Kedua
kata tersebut berasal dari dunia Yunani/Romawi: moral datang dari kata bah. Latin ‘mos’, dan
etika dari kata bah. Yunani ‘ethos’. Dalam kedua bahasa klasik itu kata-kata ini mempunyai
arti yang sama, yakni ‘kebiasaan’ ‘perilakuan’, ‘adat’.
Sebuah kamus Bahasa Indonesia (Poerwadarminta) membedakan etika dan moral sbb:
etika : ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral); moral : (ajaran tt) baik buruk
perbuatan dan kelakuan (akhlak).
Sebuah istilah lain adalah kesusilaan, yang terdiri dari katakata Sanskerta ‘sila’, norma
kehidupan, dan ‘su’: baik. Dewasa ini kesusilaan sering dipakai dengan arti sopan santun,
tetapi pada akarnya artinya sama dengan etika (Brownlee).
Buku-buku agama Kristen tidak selalu memisahkan ajaran dan etika. Dalam karangan Yoh.
Calvin ‘Institutio’ (ajaran tentang agama Kristen), etika tercakup. Begitu dalam Karl Barth
‘Kirchliche Dogmatik’. Terdapat juga banyak buku etika kristen yang tidak bercampur dengan
pembahasan ajaran, akan tetapi pemisahan itu dibuat dengan dasar praktis saja, bukan karena
alasan prinsipiil.
Diktat ini bersandar dengan khusus pada karangan-karangan J. Douma, yang berjudul
Christelijke ethiek (Etika Kristen), dari tahun-tahun terakhir abad yang ke-XX. Di Indonesia
terkenal karangan-karangan Joh. Verkuyl, Etika Kristen. Dan walaupun terdapat pembedaan
waktu yang cukup terasa antara tahun-tahun Joh. Verkuyl (tahun 50-an dan 60-an abad XX),
dan tahun-tahun J.Douma (tahun 90-an abad XX, tahun 10-an abad XXI), dasar dan alur
pikiran Verkuyl dan Douma tidak berbeda.
3! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
Kami menggunakan juga Malcolm Brownlee, ‘Pengambilan keputusan etis, dan faktor-faktor
di dalamnya’, dari tahun 1981. Brownlee berkata bahwa buku Verkuyl sangat berguna, dan
bukunya sendiri bukan pengganti dari karangan Verkuyl. Kami sendiri juga menganggap
karangan Verkuyl tetap berharga. Verkuyl menerangkan dengan khusus kesepuluh hukum
sedangkan Brownlee lebih mengarahkan perhatiannya kepada Alkitab sebagai keseluruhan
dan menganggap bahwa perintah-perintah yang terdapat di dalamnya tidak langsung berlaku
sebagai perintah bagi kita.
Etika Dietrich Bonhoeffer, yang dikarangnya selama Perang dunia II, dan sebagian bahkan
dari dalam penjara, telah membentuk juga banyak orang Kristen di negeri-negeri Barat.
Akhir-akhir ini teolog-teolog dan filsof-filsof yang berbahasa Inggeris berpengaruh. Saya
menyebut Alisdair Mc Intyre, Oliver O’Donovan, Stanley Hauerwas, dan tak lupa juga
karangan-karangan Tim Keller, yang buku-bukunya sering mempunyai makna etis.
Pengganti Douma sebagai mahaguru di STT Kampen adalah A. L. Th. De Bruijne, yang
dalam 2006 menerbitkan disertasinya tentang Oliver O’Donovan, yang berjudul: ‘Levend in
Leviathan’ (Hidup di dalam Leviathan). Leviathan adalah nama Ibrani untuk ular naga, yang
dalam Abad Pertengahan sering dilukiskan sebagai lambang neraka, dan kadang-kadang juga
sebagai pemerintah yang jahat, sesuai Wahyu 13. Berhubung dengan itu perlu dicantumkan
filsof Inggeris Thomas Hobbes, yang dalam abad ke 17 mengarang ‘Leviathan’, tentang kuasa
pemerintah dari sudut pandang humanistis. Kami akan membahasnya dalam bab 1.
Kami mencantumkan lagi sebuah pedoman etis yang terkenal: Christopher J. Wright: ‘Old
Testament Ethics for the people of God’, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: Hidup
Sebagai Umat Allah, Etika Perjanjian Lama, BPK 2007. Bagian umum buku ini tentang
‘segitiga etika’ akan kami bahas dalam pelajaran 4. Yaitu : Allah, tanah dan bangsa.
Definisi
Moril (sebagai kata sifat; kata benda adalah: moral).
Etika menganalisa dan menimbang hal-hal moril.Tetapi, apakah yang menentukan arti moril?
Sesudah berusaha memberikan beberapa jawaban, akhirnya Douma berkesimpulan bahwa
tidak mungkin kita memberi suatu definisi tentang moril yang terdiri dari satu ciri khas saja,
yang berlaku bagi semua kenyataan moril. Definisi yang diusahakannya adalah sebuah
perumusan yang menyebut banyak aspek.
Dalam definisi yang disarankan Douma terdapat 7 aspek yang menggarisi dan menentukan
arti ‘moril’:
Definisi ‘moril’:
(1) manusiawi, (2) bernorma, (3) dipandang dari aspek baik-buruk, (4) berkaitan
dengan motivasi, (5) disertai dengan emosi, (6) didasari atas kebajikan (virtue)
(7) dituju kepada nilai-nilai tertinggi.
‘Moril’ adalah sebuah kata sifat, yang harus dikaitkan dengan kata benda ‘kelakuan’ , dan kata
itu (kelakuan) menjadi kata dasar dalam definisi etika (ilmu tentang moral), sekalipun kita
4! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
akan membicarakan pula motivasi yang mendorong, dan kebajikan-kebajikan yang
dibutuhkan dan yang menjaminkan kontinuitas dalam kelakuan.
Definisi ‘etika’:
Etika adalah pertimbangan-pertimbangan tentang kelakuan moril, yang dapat
digambarkan sebagai kelakuan yang
(1) manusiawi, (2) bernorma, (3) dipandang dari aspek baik-buruk, (4) berkaitan
dengan motivasi, (5) disertai dengan emosi, (6) didasari atas kebajikan (virtue),
(7) dituju kepada nilai-nilai tertinggi.
Perbedaan etika dengan dogmatika bagus diterangkan Verkuyl sbb : Dogmatik bertolak dari
keyakinan bahwa Allah lebih dahulu mengasihi kita (1 Yoh. 4 :19), sedangkan etika berfokus
pada perintah bahwa manusia harus mengasihi Allah (dan sesamanya) (Mat. 22 :37-40).
Keterkaitannya dengan tepat dilukiskan oleh Tim Keller dalam ‘Generous justice. How God’s
grace makes us just’ (Keadilan yang murah hati. Bagaimana kasih karunia Allah menjadikan
kita orang yang adil). Jika seorang manusia sungguh-sungguh merasakan kasih karunia Allah
terhadap dia, orang berdosa, maka ia akan mengejar keadilan. Keller berhasil menghindar dari
dogmatisme, yang hanya mengutamakan ajaran murni dan keselamatan jiwa, maupun dari
‘Social Gospel’ yang menekankan pergerakan di bidang sosial dan tidak mengkhotbahkan
Kristus yang mati untuk menebus dosa. Keller malah mengkaitkan ajaran yang murni dengan
kelakuan baik orang Kristen. Bukan saja Allah yang adil dalam menebus dosa karena jasa
Kristus, tetapi seharusnya manusia yang diselamatkan juga adil terhadap sesamanya. Keller
mengutip seorang filsof, A. Leff, yang membuktikan bahwa baik rasio maupun kasih mesra
tidak berhasil untuk menjadikan kita manusia yang baik. Mujizat itu dikerjakan oleh Allah
saja, dalam Yesus Kristus, dengan Roh-Nya.
Kalau kita mau menolong sesama kita, kata Keller, pertolongan itu harus diberikan pada tiga
tingkat: 1. Sumbangan (kepada orang yang melarat), 2. Pendidikan (kepada orang yang sudah
ditolong itu), 3. Pengembangan masyarakat (agar lebih aman, lebih stabil, lebih makmur).
Brownlee menekankan bahwa ciri khas sebuah keputusan etis adalah bahwa keputusan itu
tidak bisa dielakkan dan harus diambil. Pertimbangan-pertimbangan harus menuju tindakan.
Dalam hal itu harus kita beresiko bahwa mungkin keputusan kita salah, tetapi jika kita tidak
mengambilnya kita lebih salah lagi. Kalau pengambilan disertai dengan doa dan penyerahan
diri kepada Tuhan, kita tidak usah kuatir. Tuhan akan menolong. Dan kalau kita ternyata
salah, Tuhan akan mengampuni. Kita seperti seorang yang mengemudi kendaraan pada waktu
malam. Sinar lampu hanya bercahaya sampai beberapa puluhan meter ke depan, bukan
seluruh jarak disinari. Bukan seluruh jalan, hanya sampai tikungan berikut. Tetapi sementara
kita maju, kita selalu diterangi terus-menerus.
Seorang filsof bernama Herman Dooyeweerd (abad yang ke-20, dalam gereja Reformed di Belanda)
memelopori mazhab filsafat kristen yang dikenal sebagai ‘Filsafat tentang lingkungan hukum’. Ia
meneruskan pandangan yang dikembangkan oleh Abraham Kuyper bahwa terdapat beberapa
lingkungan hidup yang tidak boleh dicampurbaurkan (mis. rumah tangga, gereja, negara, universitas).
Dietrich Bonhoeffer berbicara tentang 4 mandat yang diberikan Allah kepada manusia : gereja,
keluarga/pendidikan, pekerjaan/budaya, pemerintah. Perhatikan bahwa Bonhoeffer tidak berbicara
tentang negara. Ia telah melihat betapa besar bahayanya kalau satu negara atau satu bangsa dijunjung
tinggi, bahkan diperilahi. Sebab hal itu terjadi dalam negara yang dipimpin oleh rezim Nazi di Jerman
pada waktu itu (Hitler), dan Bonhoeffer merasa terpanggil untuk melawan rezim itu.
5! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
S. Hauerwas, O’Donovan (dan De Bruijne).
De Bruijne menerangkan teologi O’Donovan di Inggeris, yang bertolak dari kritik terhadap
Hauerwas. Hauerwas, di Amerika, berpendapat bahwa gereja selalu harus bergerak dari posisi
minoritas. O’Donovan, berbeda dengan Hauerwas, tidak berkeberatan untuk menciptakan
masyarakat Kristen, namun ia tidak setuju dengan menciptakan teokrasi. Posisi Israel dahulu
unik adanya dan tidak bisa diulangi (dalam pandangan itu O’Donovan sependapat dengan
Calvin).
O’Donovan : bahkan dalam Leviatan (masyarakat politik yang modern) manusia dapat
hidup. Terkait teorinya tentang kekristenan, yaitu bahwa kekristenan adalah etika kristen
konkrit sebagai jawaban atas konsep-konsep politik yang terdapat dalam wahyu Allah.
Walaupun otoritas politik termasuk dunia yang berlalu, namun dicoraki oleh pemerintah
Kristus dan terkait dengan gereja yang adalah persekutuan yang eskatologis dan sekaligus
berkembang sekarang juga. O’Donovan menolak partai-partai politik Kristen dan klem-klem
Kristen yang absolut atas masyarakat, ia berfokus kepada pembentukan teori Kristen dan
kesaksian nabiah.
O’Donovan dipengaruhi a.l. oleh Augustinus, Barth dalam pandangannya terhadap politik,
sedangkan secara teologis ia berfokus kepada kristologi yang eskatologis. Ia tekankan
pemeliharaan Allah, yang dengannya Allah menegakkan aturan penciptaan sampai kesudahan.
Kekristenan adalah hasil sementara yang timbul serentak dari keberadaan dunia (saeculum)
dan eskaton. Gereja adalah satu-satunya realitas politik yang syah. Alangkah baiknya politik
internasional tetap plural, sampai eskaton, seperti sekarang dalam negara-negara yang muncul
dari kekristenan dan yang sama-sama mengakui hak yang lebih tinggi, yaitu hak Allah.
Warisan kekristenan bisa hidup bahkan dalam Leviatan (masyarakat politik yang modern) dan
semoga konsep-konsep Alkitabiah semakin hidup juga dalam Leviatan.
Pengaruh Augustinus adalah ajaran tentang kedua kerajaan, yang keduanya di bawah
pemerintahan Allah, pengaruh Barth adalah prioritas Injil dalam etika.
Demokrasi menurut O’Donovan termasuk ‘common goods’, karunia umum. Sekaligus
O’Donovan mengajarkan bahwa setiap masyarakat dan negara membutuhkan salah satu
kepala, atau otoritas, dalam bentuk apapun juga. Dulu Grotius menganut pandangan itu dan
dalam hal itu Grotius dipengaruhi oleh kekristenan dan tidak semata-mata oleh ‘modernitas’,
sebagaimana diklem oleh orang humanis dan rasionalis.
O’Donovan sangat mengenal tulisan-tulisan Augustinus dan mengikutinya. Bagi mereka
berdua kasih kepada Allah adalah konstitutif dan dengan sendirinya menghasilkan kasih
kepada sesama maupun kepada diri sendiri. Jikalau obyek kasih manusia bukanlah Allah,
maka kasih semu itu akan menyebabkan kehancuran : Augustinus melihatnya di runtuhnya
kota Roma, O’Donovan melihatnya dalam jalan buntu modernitas. Hanya gereja saja yang
tinggal tetap, sebab di sana kasih kepada Allah adalah obyek kasih bersama.
Augustinus bersifat eskatologis dalam pikirannya : damai kota Allah baru tercapai di eskaton
tetapi sudah bisa mulai di gereja dan dari sana mempengaruhi negara. Walaupun kota duniawi
bersifat antikristen, Allah menggunakannya dalam pemeliharaanNya. Otoritas politik dapat
menolong pada jalan ke eskaton, dengan memberikan disiplin ala Moses.
Augustinus, dan begitu kemudian O’Donovan, menghargai masyarakat kekristenan tetapi
tidak dengan sorak-sorai. Era Kristen, yang pada waktu Augustinus adalah zaman pasca
Konstantinus Agung, tidak akan menjadi bentuk kerajaan Allah, sebab selalu berada di sisi
6! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
duniawi dari eskaton. Mungkin O’Donovan agak lebih positif terhadap kota duniawi daripada
Augustinus.
Kalau Thomas Hobbes melihat perang sebagai keadaan semula, sebelum muncul ordo politik,
maka Grotius bertentangan dengan itu melihat perang sebagai sesuatu yang mungkin sekalisekali perlu demi keadilan, tetapi bukan penggerak sejarah, seperti dikatakan Hobbes. Perang
seharusnya terikat oleh hukum. Jadi, mungkin ada perang yang dapat dipertanggungjawabkan
sebagai adil, dan O’Donovan menyetujuinya.
O’Donovan melihat relasi antara tradisi Kristen dan modernitas seperti Yunus dalam perut
ikan besar. Namanya dalam karya O’Donovan adalah Leviathan, yang juga adalah nama karya
besar Thomas Hobbes, pendiri teori politik yang modern. Menurut O’Donovan khususnya
pada Hobbes terjadi retakan antara Kekristenan, dan pemikiran modern.
Nama Leviathan sering dihubungkan dengan binatang dari dalam laut, Wahyu 13, yaitu kuasa
politk yang jahat. Menurut O’Donovan bukan saja negara, tetapi seluruh modernitas adalah
Leviathan, yang mau menelan tradisi kristen. Akan tetapi, seperti ikan paus menelan Yunus
dan Yunus tetap hidup, begitu modernitas tidak bisa menghancurkan kekristenan secara total.
2. Etika umum dan Etika Kristen.
Etika menganalisa dan menimbang hal-hal moril.Tetapi, apakah yang menentukan arti moril?
Terdapat beberapa jawaban, sesuai pembahasan dalam buku Douma.
1. ‘Universalizability’ : perilakuan yang berlaku bagi setiap orang. Ahli filsafat Kant
memesan: Berlaku demikian sehingga apa yang kauhendaki bagi dirimu sendiri dapat
menjadi prinsip yang berlaku pula bagi setiap orang. Berarti: jangan memilih untuk
dirimu sebuah gaya hidup yang tidak mungkin akan menjadi gaya hidup semua orang.
Band. perkataan Tuhan Yesus sendiri dalam Mat. 7:12.
Namun, unsur universalizability tidak dapat menjadi penentu mutlak untuk ‘moril’.
Sebab terdapat banyak hal yang umum berlaku, namun tidak termasuk bidang moril.
Mis. dalam teknik pelukisan biasanya warna-warna kelam ditaruh sebelum warnawarna cerah. Atau kendaraan dalam lalu lintas ikut jalur kiri (di Indonesia).
Dan juga, pahlawan-pahlawan perang mengorbankan diri dengan berani. Apakah sikap
itu harus menjadi kelakuan umum?
2. ‘Prescriptivity’: preskript adalah persyaratan. Memang, ‘ought to’ (wajib untuk)
adalah sebuah ciri untuk kelakuan moril, tetapi bukan ciri yang satu-satunya. Apakah
hanya persyaratan, yang harus diperhatikan, dan apakah keadaan kongkrit tidak perlu
dipertimbangkan? Seorang yang memesan bahwa seorang manusia harus berlaku ‘X’,
sewajarnya ia sendiri juga berkommitmen untuk berlaku ‘ X’. Kesungguhan sangat
perlu. Mungkin kita memesandengan sangat serius bahwa manusia tidak boleh
mencuri, padahal kita sendiri mencuri karena keadaan yang kritis. Bukankah kita
berlaku ‘amoril’, kalau begitu?
3. ‘Overriding’: melampaui/melebihi. Menurut definisi ini perbuatan-perbuatan moril
melampaui dan melebihi perbuatan lain. Contoh: Seorang ingin sekali menyelesaikan
sebuah pekerjaan, tetapi pada saat itu isterinya jatuh sakit dan membutuhkan
pertolongan: maka kewajiban yang terakhir melampaui yang pertama. Kewajiban itu
7! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
adalah ‘overriding’ dan keputusan itu untuk menolong isterinya adalah keputusan yang
moril.
Cuma, keputusan untuk menentukan apa yang merupakan unsur ‘overriding’ terhadap
yang lain, selalu subyektif adanya. Pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang
dianggap penting tidak selalu sama. Seorang kapitalis (kapital=modal) beranggapan
bahwa tujuan utama perusahaannya adalah laba. Seorang environmentalist
(environment=lingkungan) beranggapan bahwa pertama-tama lingkungan alamiah
yang harus dipelihara dan dilestarikan.
Seorang Kristen akan mengatakan bahwa Allah patut ditaati, lebih daripada manusia
(Kis. 5 :29). Di sini kami melihat pentingnya ‘filsafat tentang lingkungan hidup’, yang
diterangkan dalam fasal 1.
4. Ciri : ‘takut hukuman’ dan ‘rasa malu’.
Menurut pandangan ini mereka yang melanggar peraturan-peraturan yang bersifat
moril dengan sendirinya takut dihukum, merasa bersalah, bahkan merasa malu. Akan
tetapi : bisa juga kita merasa malu apabila kita diolokkan, bila kita agak kaku dalam
pergaulan sosial. Tetapi itu bukan hal yang moril.
5. Ciri khas moril tergantung dari beratnya perkara.
Sebagai contoh : apakah dapat disimpulkan bahwa sebuah kelakuan moril berfokus
kepada kebaikan orang lain ? Memang, jika kita membandingkan hal-hal moril dengan
perkara lainnya, jelas perkara-perkara yang bersifat moril selalu penting adanya.
Tetapi, juga perkara-perkara juridis bahkan perkara-perkara estetis (menyangkut
keindahan, kesenian) terarah kepada kebaikan orang lain. Sulit juga untuk menyebut
ke-10 hukum sebagai ciri khas, sebab hukum 1-4 lebih berfokus kepada relasi dengan
Allah (jadi: agama) baru 5-10 pada relasi dengan sesama (moril).
6. Kasih sebagai ciri khas.
Bahkan solusi ini tidak memadai. Sebab dapat dipersoalkan apakah aspek ‘kasih’ saja
yang menentukan kelakuan etis, dan apakah bukan ‘keadilan’ termasuk juga
(walaupun nanti satu paragraf seluruhnya dikhususkan kepada ‘kasih’ karena penting
sekali). Etika meneliti pula hal-hal seperti perang, hukuman mati, hak-azasi manusia,
persoalan-persoalan medis, yang nampaknya tidak dicoraki oleh kasih.
Kesimpulannya bahwa sulit sekali untuk menentukan pengertian ‘moril’. Rupanya terdapat
beberapa unsur yang sama-sama penting. Kita telah menemukannya dalam definisi tentang
etika yang sudah disebut dalam bab 1. Di bawah ini definisi diulangi dan diperinci.
Definisi ‘etika’:
Etika adalah pertimbangan-pertimbangan tentang kelakuan moril, yang dapat
digambarkan sebagai kelakuan yang
(1) manusiawi, (2) bernorma, (3) dipandang dari aspek baik-buruk, (4) berkaitan
dengan motivasi, (5) disertai dengan emosi, (6) didasari atas kebajikan (virtue),
(7) dituju kepada nilai-nilai tertinggi.
1.Kelakuan manusiawi.
Jika berbicara tentang binatang, dan mengatakan ‘anjing yang setia’, atau ‘semut yang rajin’,
kita menggunakan sebuah metafor (perbandingan). Binatang-binatang bergerak berdasarkan
8! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
naluri, bukan karena moral tinggi. Memang, binatang dapat dilatih, sehingga mirip dengan
manusia dalam pergerakannya, tapi itu bukan kelakuan moril.
Dalam kelakuannya manusia harus berlaku moril terhadap binatang, tetapi binatang tidak
dapat berlaku moril atau amoril terhadap manusia. Walaupun mungkin kelihatan lebih setia
daripada manusia
Jika berbicara tentang malaekat, mereka sekarang tidak mengenal keduaan dan kelemahan
seperti manusia, jadi bagi mereka (sekarang) tidak ada perjuangan moril, sekalipun pada
mulanya memang ada. Dan sebagian dari malaekat memang jatuh dalam pencobaan pada
waktu itu.
Jika berbicara tentang Allah sendiri: bagi Allah tidak ada hukum atau norma yang di atasNya. Allah menciptakannya dan tidak dapat dikatakan bahwa Allah mempunyai tindakan yang
etis atau kurang-etis. Allah semata-mata ilahi dalam perbuatan-Nya dan tidak boleh diukur
oleh manusia.
2. Kelakuan yang bernorma.
Bukan setiap kelakuan manusia adalah bernorma. Terkadang juga kita bertindak instinktif
atau dengan terpaksa. Itulah kelakuan yang bersikap ‘must’, (bah. Inggeris: harus, dalam arti
non-etis) seperti menguap, bermimpi, makan dan minum jika merasa lapar atau haus. Moral
berkaitan dengan ‘ought’, (bah. Inggeris, harus, dalam arti ‘etis’), kelakuan yang harus
dipertanggungjawabkan.
Tanpa pilihan, tanpa kebebasan, tidak ada moral. Tetapi, dari dahulu dibedakan antara
determinisme, yang mengatakan bahwa seluruh kelakuan manusia telah ditentukan, dan di sisi
lain indeterminisme yang mengatakan bahwa semuanya masih terbuka dan bebas. Kedua
aliran itu, bila diterapkan mutlak, tidak dapat disesuaikan dengan moral.
Setiap manusia ditentukan oleh sikon dan sejarah, tetapi setiap orang mengembangkan pula
pola kelakuan sendiri. Jadi, keterikatan dan kebebasan saling memperlengkapi.
Ahli filsafat Kant berkesimpulan bahwa seharusnya kita harus menerima tiga postulat (=
tuntutan logis), yaitu kebebasan, ketidakfanaan jiwa dan keberadaan Allah. Ketiga ini dengan
sendirinya mengiringi moral. Siapa yang mengakui manusia sebagai makhluk yang bermoral,
harus menerima juga ketiga postulat itu.
3. Kelakuan yang dipandang dari aspek ‘baik-buruk’.
Dalam pemandangan moril bukan aspek ‘benar-salah’ yang menentukan. Sebuah soal ujian,
yang diisi salah, tidak berkaitan dengan moral.
Begitu juga bukan aspek ‘trampil-tidak trampil’. Seorang tukang yang tidak trampil, sehingga
hasil kerjanya tidak kuat, bukan seorang yang amoril.
‘Indah-jelek’ juga tidak, bahkan ‘legal-illegal’ tidak. Sebuah tindakan yang menurut
keputusan hakim illegal, tidak dengan sendirinya buruk dalam arti moril. Jadi, aspek baikburuk melebihi aspek legal-illegal : yang terakhir cocok untuk lingkungan juridis, tetapi
dalam lingkungan moril, yang (menurut filsafat Dooyeweerd) lebih tinggi itu, kita
memperhatikan baik-buruk.
4. Kelakuan yang bermotivasi.
Hal yang bersifat legal lain daripada yang bersifat moril. Legal mungkin disertai
kemunafikan, atau mementingkan diri. Sedangkan moril selalu disertai ketulusan, kehendak
9! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
yang baik. Band. orang Farisi yang memberi zedekah, berdoa dan berpuasa, tetapi khususnya
agar mereka dilihat orang. Pentinglah motif yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu.
5. Kelakuan yang disertai emosi.
Bukan saja kehendak yang turut menentukan, tetapi juga perasaan. Dalam hal ini harus kita
mengeritik Kant yang tidak mau tahu tentang emosi. Perlu kita turut merasakan kesakitan dan
penderitaan orang yang kita tolong. Menghilangkan emosi tidak baik. Etika yang bertujuan
untuk memutuskan sesuatu mutlak obyektif dan tidak mau menunjuk rasa hati, tidak sesuai
dengan kehidupan manusia, di mana hubungan yang emosional sangat vital.
6. Kelakuan didasarkan atas kebajikan ( virtue).
Kebajikan menunjukkan sesuatu yang kontinu: mis. ketulusan terus menerus, keadilan terus
menerus. Kebajikan adalah sebagian dari akhlak manusia. Menurut Aristoteles kita harus
melatih diri dalam kebajikan, supaya kita menjadi manusia yang betul. Aristoteles
menekankan: penting bukan apa yang kita lakukan, tetapi apa yang kita mau menjadi.
Terdapat sebuah aliran etika yang dapat disebut etika kebajikan (mis. Plato, Aritstoteles).
Kami lebih cenderung untuk mengganggap kebajikan sebagai salah sata faktor, bukan yang
satu-satunya.
7. Kelakuan yang ditujukan kepada nilai tertinggi.
Kelakuan yang moril bertujuan kepada nilai-nilai tertentu, sedangkan nilai-nilai itu sendiri
tidak selalu bersifat moril. Misalnya nilai-nilai seperti kesehatan, keindahan, kemerdekaan,
demokrasi, kesejahteraan, pengabdian kepada Tuhan.
Perbedaan antara beberapa sistem etika
Pada umumnya diakui bahwa ada beberapa sistem etika. J. de Graaf membedakan:
a. Etika deskriptif (yang menguraikan, tanpa langsung menilai, a.l. etika kebajikan,
seperti diajar Aristoteles: pentinglah manusia menjadi apa, dan bukan apa yang
dilakukan manusia)
b. Etika normatif (yang mengarahkan dan mengendalikan; biasanya dibedakan normatif
secara teleologis : pentinglah tujuan yang mau dicapai, dan normatif secara
deontologis: pentinglah hukum yang merupakan titik tolak (lihat bab 4)
c. Etika khusus : mis. kasuistik, etika situasi, etika medis.
d. Meta-etika: filsafat tentang etika dan tentang pertimbangan-pertimbangan etis.
Biasanya dalam etika yang matang unsur-unsur dari semua sistem dapat ditemukan, tetapi
tidak secara mutlak. Begitu juga dalam etika yang diajar Douma dan yang kami sarankan
dalam diktat ini. Etika itu dapat disebut etika tanggungjawab, di mana manusia mendengar
akan perintah-perintah yang disampaikan dan sekaligus memperhatikan situasi yang ada dan
akibat-akibat yang akan terjadi.
Etika Kristen
Sampai kira-kira 1960 di dunia Barat dilihat dengan jelas bahwa moral orang Kristen adalah
moral khusus. Dari dahulu orang Kristen juga dikenal sebagai orang yang berbeda daripada
yang lain, mis. dalam hal kasih. Orang Kristen setia kepada isteri, tidak mengutuki mereka
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
10
yang menganiaya mereka, orang Kristen membantu orang yang sakit, menguburkan orang
yang tidak mempunyai keluarga.
Sayang sekali sekarang banyak orang teolog menganut pandangan Kant bahwa moral adalah
otonom. Sekarang banyak orang mengatakan bahwa Etika Kristen tidak mempunyai sesuatu
yang khas. Atau mereka berpendirian bahwa orang Kristen boleh saja mempunyai moral
Kristen dalam hal-hal yang luarbiasa : seperti mis. yang disebut dalam 1 Kor. 10 :24 (jangan
mencari keuntunganmu sendiri saja) dan Mat. 5 :41,44 (kasihilah musuhmu). Solusi ini mirip
dengan pembedaan RK antara kodrati dan adikodrati. Keadilan, kesetiaan adalah sama untuk
semua orang, tetapi iman dan kasih, mencari penebusan dan mengikut Kristus adalah bagian
orang-orang Kristen saja, menurut pandangan ini.
Tetap kami berpandangan bahwa moral Kristen mempunyai pretensi universal. Tidak ada
pemisahan antara yang adikodrati dan kodrati. Allah adalah Pencipta dan Pemelihara dunia
ini, jadi tentu hukum-hukum-Nya berlaku bagi setiap orang, dan kepada Yesus Kristus
diberikan segala kuasa baik di bumi maupun di surga.
Syukurlah, bahwa sering terdapat kemiripan antara kelakuan orang Kristen dan orang lain.
Kenyataan itu tidak mengherankan, jika kita merenungkan bahwa hukum Allah adalah
‘pakaian yang cocok’ untuk seluruh ciptaan, (K.Schilder), sebab seluruh dunia ini adalah hasil
kerja tangan Tuhan. Akhir-akhir ini pandangan seperti itu juga disampaikan oleh O. O’
Donovan (judulnya: Resurrection and the moral order).
Sayangnya moral Kristen kadang-kadang juga membuahkan hal-hal yang jelek: perbudakan,
perang saudara, apartheid, penjajahan. Tetapi dalam membahas moral Kristen dan etika
Kristen kita berurusan dengan hal yang normatif, bukan saja deskriptif.
Definisi Etika Kristen: Pertimbangan-pertimbangan tentang kelakuan moril, dari sudut
pandang yang disediakan dalam Kitab Suci.
Catatan:
• Etika Kristen tidak dengan khusus membahas pokok agamiah atau liturgis, tetapi
membatasi diri pada pokok-pokok moril.
• Dalam perumusan di atas dikatakan ‘Kitab Suci’ oleh karena Alkitab adalah kesatuan,
band. Yoh. 10:35; 17:12, 1 Tim. 5:18.
• Nama ‘Etika Kristen’ lebih tepat daripada ‘Moral Alkitabiah’. Nas-nas Alkitab seperti
mengenai poligami, perbudakan dan perang suci dapat disalahgunakan jika langsung
diterapkan tanpa memikirkan sejarah penyataan Allah.
• Nama ‘Etika Teologis’ tidak memuaskan, sebab jika dibanding dengan mis. etika
medis, yang membahas pokok menyangkun bantuan medis, apakah etika teologis
membahas pokok-pokok menyangkut teologi? Jelas tidak.
3.Utilisme atau deontologi ? Atau etika kebajikan ?
Sekarang kita membicarakan dua aliran dalam etika yang merupakan kedua ujung yang di
antaranya terdapat banyak tipe etika, sedangkan juga pendekatan etis yang menurut kami
benar ditemukan di tengah kedua ini. Di ujung satu, utilisme menanyakan keuntungan/guna
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
11
(utilis=lat. : berguna), di ujung lain deontologi menanyakan keharusan/kewajiban (deon, Yun.,
berarti : kewajiban). Saya menambahkan hasilnya nanti dengan unsur etika kebajikan.
Dalam pertimbangan yang utilistis ditanyakan apakah effek dan guna dari kelakuan tertentu,
dan kemudian atas dasar itu ditarik beberapa kesimpulan. Deontologi menanyakan prinsipprinsip, terlepas daripada efeknya : apakah kita setia pada prinsip atau tidak ?
Akan menjadi nyata bahwa Etika Kristen tidak sama dengan satu dari kedua ini, tetapi tidak
terlepas juga dari unsur-unsur yang didalamnya. Dari keduanya dapat diambil sesuatu yang
baik dan harus ditolak juga sesuatu atau yang buruk. Bandingkan definisi etika yang
dipersiapkan dalam bab 2, di dalamnya tertera a.l. norma dan tujuan yang tertinggi.
Brownlee membedakan tiga jalan yang disebutnya ‘etika akibat’ (±utilisme), ‘etika kewajiban’
(deontologi) dan ‘etika tanggungjawab’ (pilihan dari Brownlee sendiri, dan dari kami juga
sebenarnya). Nama utilisme tidak muncul dalam karangan Brownlee, ia menyebutnya etika
teleologis (teleos,Yun. =tujuan).
Dalam etika tanggungjawab kita berusaha untuk memberi jawaban kepada Tuhan dalam
kelakuan kita, dengan membuat apa yang (menurut kita) diminta Allah daripada kita. Tetapi
tak dapat disangkal bahwa si jahat juga berperan dan dapat mengacaukan pikiran kita.
Untuk bertindak dengan bertanggungjawab haruslah kita memikirkan baik efeknya maupun
perintah Tuhan. Brownlee memberikan banyak contoh Alkitabiah tentang ketiga cara itu dan
membuktikan dengan itu bahwa cara berpikir yang satu tidak bisa terlepas daripada yang lain.
Utilisme bertolak dari konsekwensi suatu kelakuan dan bertujuan kepada kesenangan terbesar
atau manfaat terbesar untuk orang terbanyak : ‘the greatest happiness of the greatest number’.
Pelopor-pelopornya adalah Jeremy Bentham dan John Stuart Mill (abad ke-18, 19). Istilahnya
dalam bahasa Inggeris adalah utilitarianism.
Utilisme membutuhkan pertimbangan: kesakitan dan kesenangan, celaka dan untung,
semuanya harus ditimbang. Bentham menyebut 7 buah alat pengukur (calculus hedonistis)
antara lain intensitas, lamanya, keterjaminan dan kemurnian dari kesenangan. Karena itu
menurut Bentham mis. minum mabuk, jika diukur etis, sangat jelek.
Dalam hal itu Mill menilai bahwa sebuah makhluk yang terbatas kapasitasnya (mis. seekor
kambing) lebih mudah menjadi fully satisfied (sangat puas), daripada seorang manusia yang
sulit dipuaskan.
Kami mengikuti Douma yang berkata bahwa mempertimbangkan manfaat sebuah kelakuan
memang amat penting, tetapi berbeda dengan utilisme.
Sebab yang terakhir berarti bahwa ‘utilis’ selalu menjadi kepentingan yang satu-satunya.
Utilisme perlu dikeritik dan tidak dapat dipertahankan. Sebab:
1. Apa kesenangan yang terbesar: siapa yang mengukurnya? Terkandung sebuah
maksimilisasi, dan belum dipikirkan distribusi yang adil.
2. Apa kesenangan yang terbesar? Seorang yang ketagihan narkoba mungkin merasa
puas (satisfied) tetapi tidak senang (happy). Siapa yang mengukur kesenangan, mis.
makan/minum dibanding dengan mendengar musik atau seks?
Kesenangan bukan sesuatu yang empiris, tapi evaluatif: band. Khotbah di Bukit:
mereka yang sekarang dianiaya akhirnya akan dikenyangkan dengan kesenangan.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
12
3. Bagaimana kita mengukur the greatest number? Apakah generasi-generasi yang akan
datang harus diperhitungkan juga? Apakah hanyalah manusia, yang harus ditinjau,
bukan binatang atau lingkungan?
Mungkin kita beranggapan bahwa dengan sendirinya manusia mencari juga
kesenangan orang lain, sehingga terjadi kesenangan sosial, tetapi ternyata manusia
seringkali sangat egoistis.
Apalagi: mempertimbangkan baik-buruk harus dilihat secara historis: apa yang terbaik
untuk hari ini mungkin besok ternyata sangat buruk: orang tua si Hitler amat senang
waktu ia lahir, tetapi kemudian para penduduk dunia menderita karena ia menjadi
diktator.
Deontologi
Kant adalah seorang deontolog. Bonhoeffer sering menyebutnya sebagai contoh yang tidak
boleh diikuti, sebab Kant berbangga bahwa ia selalu akan membicarakan kebenaran, juga mis.
jikalau dengan itu ia menyerahkan seorang pengungsi kepada rezim kejam yang mencarinya.
Deontologi berbentuk banyak. Dapat berdasarkan penyataan Allah, atau seperti gereja RK
berdasarkan hukum naturalis. Sedangkan dalam deontologi Kant intensi manusia adalah
intinya, kemauannya. Prinsip Kant adalah: berlaku demikian bahwa peraturan yang engkau
kehendaki selalu dapat menjadi prinsip hukum-hukum umum. Cuma, Kant menyampaikan
saja etika yang formil. Bukan materiil. Ketika ia harus menjawab pertanyaan-pertanyaan
tentang kasus konkrit (menyembunyikan pengungsi, dan tidak melaporkannya) ia kalah.
Bonhoeffer selalu mengatakan bahwa etika tidak boleh dilepaskan daripada keadaan konkrit,
dan bahwa keadaan konkrit itu adalah dunia yang diciptakan Kristus bagi manusia dan
didalamnya Kristus menuntut jawaban yang bertanggungjawab dan penuh kasih.
Terkait dengan deontologi sering diceriterakan dilema Eutrypho (dari sebuah dialog filsof
Socrates): Apakah sesuatu adalah baik, karena para dewa menghendakinya, atau para dewa
menghendaki sesuatu karena itu baik adanya?
Menurut ceritera, Eutrypho melaporkan ayahnya kepada kehakiman, karena ia membunuh
seorang tetangga. Hanya saja, ayahnya membunuh orang itu dengan terpaksa, sebab ia
melakukan kekerasan (pembunuhan) terhadap orang lain. Eutrypho takut murka dewa jika ia
tidak melaporkan, sedangkan Socrates tidak menyetujui bahwa Eutrypho harus melaporkan
ayahnya. Sebab bagi ayah Eutrypho tidak ada jalan lain daripada membunuh orang jahat itu.
Namun Eutrypho berkata bahwa kelakuan ayahnya pada dasarnya jahat, sehingga ia harus
memberitahukan itu.
Dilema itu mungkin dirasakan mereka yang menyembah kepada dewa-dewi Yunani. Tetapi
dilema Eutrypho tidak kena Allah kita. Siapa yang menerima Allah sebagai yang berkuasa
dalam pokok-pokok etis, akan menerima-Nya dalam kasih-Nya dan menyangkal bahwa Allah
adalah seorang despot yang bengis.
Kebajikan (virtue).
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
13
Etika kewajiban sudah dibahas sebagai perlawanan dari utilisme (etika akibat). Tetapi etika
kewajiban sering dipertentang juga dengan etika kebajikan. Sekarang kita membahasnya dari
sudut pandang itu.
Di atas kami bersama dengan Brownlee telah memilih etika tanggungjawab, sebagai jalan
tengah antara etika akibat dan etika kewajiban. Etika kebajikan tidak sama dengan etika
tanggungjawab, tetapi dalam pandangan kami dapat dilihat sebagai bagian daripadanya.
Bukan saja kelakuan manusia yang harus diteliti, tetapi juga sifatnya. Kelakuan etis
membutuhkan kontinuitas, dan kebajikan manusia dapat menjaminkannya itu. Alasdair Mc
Intyre adalah seorang filsof yang bukunya berjudul ‘After virtue’ (1981) sangat berpengaruh.
Sebelumnya, selama beberapa abad, topik virtue hampir tidak dibahas. Douma misalnya,
dalam buku-bukunya yang pertama, tidak menyebutnya juga. Baru pada akhir abad XX
virtue, kebajikan, ditemukan kembali.
McIntyre dilihat pula sebagai penganut aliran komunitarisme, jadi ia menekan ‘community’,
bukan ‘individuality’: setiap orang dibentuk oleh komunitas, masyarakat, yang di sekelilingya
maupun yang sebelumnya. Sebab kita lahir dalam sebuah komunitas dan menjadi besar di
dalamnya dan hidup di dalamnya. Menarik sekali, bahwa seorang filsof hendak menolak
individualisme dan liberalisme yang begitu merusakkan masyarakat Barat. Kebajikankebajikan manusia dibentuk didalam masyarakat itu, katanya. Kata Macintyre : Virtue adalah
hasil dari praktek-praktek sosial, yaitu ketetapan-ketetapan bersama yang mengejar hal-hal
yang baik. Tugas-tugas kita sebagai orangtua, dosen, pemimpin dll, semuanya mengandung
praktek-praktek tertentu.
Hidup manusia adalah sesuatu yang naratif: seorang tidak mulai dari nol, tetapi cerita
hidupnya bersumber pada berbagai-bagai tradisi. Di dalam ceritera itu kebajikan dan karakter
seorang manusia dibentuk.
Teolog Stanley Hauerwas mempromosikan gereja sebagai lingkungan di mana kita tumbuh
dan di mana kebajikan-kebajikan kita berkembang. Manusia harus memposisikan dirinya
dalam naratio (ceritera) dari Yesus Kristus dan gereja. Tetapi di sini juga patut ditanya apakah
norma-norma tidak perlu ? Menurut pandangan Reformed tetap perlu. Apalagi, gereja
beranekaragam : ada yang ortodoks, ada yang liberal, ada yang kharismatik. Tentu perbedaan
itu mempengaruhi juga perkembangan anggotanya. Apakah semuanya itu sama saja ?
Menurut kami tidak.
Hauerwas menentang etika modern yang ahistoris: bukan kita yang membentuk moralitas
kita, tetapi moralitas membentuk kita. Dan hidup Yesus Kristus adalah sumber kebebasan
kita: sejauh kita mengamini ceritera tentang Yesus yang dikabarkan di gereja, kebebasan kita
dibentuk.
MacIntyre dan Hauerwas ingin tahu dari mana timbulnya moral. Datangnya dari kehendak
individual, atau dari persekutuan yang bersejarah dan di dalamnya kita juga telah berada?
Mereka memilih yang terakhir, tetapi mereka terlalu optimistis dan idealistis tentang manusia.
Sebab manusia tidak baik adanya, dan masyarakat bahkan gereja sangat pluriform.
Hauerwas sendiri berada dalam tradisi pasifisme, dari orang Baptis. Sayang sekali bahwa bagi
Hauerwas Alkitab tidak bisa menjadi ‘iudex controversiarum’, yaitu untuk menjadi hakim
dalam pertentangan-pertentangan. Menurutnya Alkitab dapat ditafsir dengan bermacammacam cara.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
14
Etika jemaat.
Hauerwas dapat dianggap sebagai penganut etika jemaat. Apa yang dimaksud dengan itu ?
Satu pengertian yang salah adalah bahwa tidak ada petunjuk dari luar, tetapi bahwa jemaat
sendiri menentukan apa yang perlu dan wajar dalam keadaan konkrit. Tentu pandangan itu
salah, sebab Firman Tuhan yang merupakan lampu bagi kaki kita. Tetapi benar adalah bahwa
kita dalam memikirkan tanggungjawab Kristen harus membagi hikmat dengan jemaat dan
belajar dari jemaat dan sebagai jemaat harus tumbuh bersama-sama. Dalam arti yang kedua
itu Hauerwas dapat digolongkan pada aliran etika jemaat itu.
Virtue (kebajikan)
Etika kebajiikan, dari manakah itu? Plato dan Aristoteles, filsof-filsof Yunani, telah
memeloporinya. Plato menyebut sebagai ke-empat kebajikan utama: hikmat, keberanian,
penguasaan diri, dan keadilan (sofia, andreia, sofrosune dan dikaiosune).
Sesuai dengan itu dalam psikhologinya Plato membedakan dalam jiwa manusia tiga bagian:
akal budi (nous), semangat (thumos), dan keinginan atau hawa nafsu (epithumia), yang harus
dikendalikan oleh penguasaan diri. Hal itulah juga sesuai ajaran Plato tentang negara: ada
para pemimpin, yang memikirkan, ada para pegawai dan serdadu yang mengatur dan
melindungi negara, ada para petani dan buruh, yang bekerja untuk memenuhi keingingan dan
hawa nafsu dalam makan dan minum. Keadilan adalah kebaikan yang mengkoordinir yang
lain.
Menurut Aristoteles, manusia mempunyai tujuan dalam dirinya, yakni eudaimonia
(kesenangan, happiness). Demi eudaimonia maka ‘hidup dengan baik’ dan ‘berlaku dengan
baik’ adalah sama. Aristoteles hanya saja memikirkan hidup di dunia ini: di sinilah manusia
harus mencapai tujuannya, di sini ia harus menjadi manusia yang baik.
Manusia harus melatih diri dalam kecapan moril. Hendaklah ia memiliki kebaikan, arete,
virtus, demikian rupa hingga kebaikan itu menjadi ‘habitus’ (milik pribadinya, sifatnya).
Menurut Aristoteles ‘virtue’ adalah selalu di tengah (he mesotes), antara dua ujung, dua kutub.
Jika berolah raga terlalu kurang, itu tidak baik, jika terlalu fanatik, tidak baik juga. Jika makan
sedikit sekali, tidak baik, jika makan terlalu banyak, tidak juga.
Aristoteles membedakan kebajikan yang dianoetis: intellektual, yakni hikmat (sofia),
pengertian (sunesis) dan kebijaksaan (fronesis) dan kebajikan-kebajikan etis.
Kebajikan-kebajikan dianoetis adalah yang terpenting: eudaimonia yang tertinggi adalah
theoria: pantauan rohani, khususnya bagi orang filsof. Sebab, untuk para dewa juga theooria
adalah kegiatan utama: sebab mereka tidak mempunyai kegiatan-kegiatan seperti manusia.
Manusia harus menjadi autark, bebas, swasembada , dan itu baru akan dicapainya jika ia
terlepas daripada orang lain dapat menyerahkan diri kepada theooria.
Kebajikan-kebajikan etis memungkinkan kita untuk bergaul dengan orang lain. Menurut
Aristoteles jumlah kebaikan etis lebih daripada sepuluh.
Kata etika sebenarnya datang dari ‘etike tekhne’: teknik atau kecakapan untuk berlaku baik,
jadi sangat praktis.
Baik Plato maupun Aristoteles bermaksud untuk mendidik manusia agar ia menjadi manusia
yang baik dalam polis (kota/negara) Atena. Jadi, jauh sebelum McIntyre dan Hauerwas
mereka pun menekan komunitas sebagai tempat untuk mengembangkan kebajikan-kebajikan.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
15
Augustinus membedakan hikmat (prudentia), iustitia (keadilan), temperantia (penguasaan
diri), fortitudo (keberanian). Dan semuanya itu adalah aspek-aspek dari kasih.
Tomas Aquinas (Abad Pertengahan, tokoh gereja RK) menguraikan ajaran tentang kebajikan
yang sangat terperinci. Tetapi ia tidak berfokus kepada komunitas melainkan kepada individu.
Ia menambahi keempat kebajikan klasik dengan ketiga kebajikan Kristen: iman, harapan dan
kasih. Roh Kudus mencurahkan kebaikan-kebaikan Kristen itu, berarti manusia tidak
membutuhkan sesamanya, atau komunitas, untuk mengembangkannya. Ia mendapatnya
langsung daripada Roh Kudus.
Tujuan utama menurut Tomas adalah beatitudo (‘happiness’), yakni sama dengan eudaimonia
untuk Aristoteles. Tetapi Aristoteles mencarinya di bumi dan Tomas di surga. Teoria Dei
(memandang Allah) baru tercapai jika iman, harapan dan kasih dicurahkan oleh Roh Kudus.
Juga bagi Tomas virtue berada di tengah. Dan itu tidak benar, menurut kami : bagaimana
mungkin seorang manusia harus menjaga diri agar iman dan harapan dan kasih tidak terlalu
sedikit dan tidak terlalu banyak, tetapi justru di antara itu ? Kita harus mengasihi Allah
dengan segenap hati, begitu sesama manusia !
Bagi para Reformator ajaran tentang kebajikan tidak perlu mendapat tekanan. Tentu mereka
juga ingin supaya kita mempunyai kebajikan-kebajikan, dan supaya manusia maju dalam hal
itu. Bagi mereka pentingnya kebajikan sama sekali tidak merupakan bahan diskusi, sebab
Alkitab juga sering membicarakan bagaimana seharusnya sifat dan sikap seorang yang
percaya kepada Allah. Tetapi manusia akan dibenarkan oleh iman kepada Yesus Kristus dan
itulah fokus Reformasi.
Pada zaman sesudah era Reformasi ternyata tidak ada perkembangan ajaran etika mengenai
kebajikan. Tekanan lebih pada kesepuluh hukum.
Menurut kami kewajiban dan kebajikan harus berjalan sama dalam satu etika. Virtue, atau
kebaikan, menurut difinisi Douma, adalah
kemampuan untuk berlaku moril dengan baik, berdasarkan pengertian yang diperoleh oleh
pembawaan dan pembinaan, pada saat yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Menyangkut relasi antara kebajikan dan norma dapat disimpulkan bahwa kebajikan-kebajikan
menolong untuk menerapkan norma-norma yang konkrit.
Kewajiban yang bertabrakan
Sering ditemukan situasi yang disebut ‘kewajiban yang bertabrakan’ (collisio officiorum),
band. dilema Eutryphos. Contoh: haruskah dokter mengatakan kebenaran kepada orang yang
sakit berat? Haruskah seorang anak menjawab sesuai kebenaran jika guru dengan kasar
bertanya apakah ayahnya tadi malam pulang ke rumah dengan mabuk seperti biasa? Contoh
terakhir itu dari Bonhoeffer. Untuk bereaksi dalam keadaan-keadaan yang sulit itu tentu
dibutuhkah hikmat.
Jika saya mengerti solusi Douma dengan baik ia berkata bahwa sebenarnya tidak ada
penabrakan, sebab tidak mungkin Allah memaksa kita memilih dari dua kemungkinan yang
sama-sama ditawarkan oleh Allah dan yang sama-sama sesuai kehendak-Nya. Seorang yang
berhikmat dan yang bertindak dalam kasih tentu akan tahu apa yang harus dilakukannya.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
16
Tetapi menurut kami pandangannya bahwa pada dasarnya tidak ada collisio, penabrakan,
tidak memuaskan, dan tetap harus dikatakan bahwa ada kewajiban yang bertabrakan. Lebih
baik mengaku kepada Tuhan bahwa kita terpaksa melakukan sesuatu yang tidak sesuai
perumusan hukum Taurat, karena ada kewajiban lain yang harus kita lakukan juga (misalnya
dalam keadaan perang menipu tentara musuh yang sedang mencari guerilyawan, band. Yos. 2,
band. Yak. 2:25, band. juga Kel.1:15 dst). Hati nurani kita tidak akan terbeban kalau begitu.
4. Kitab Suci sebagai sumber Etika.
Kitab Suci (Alkitab) adalah sumber utama untuk Etika Kristen. Banyak orang
menyangkalnya, juga banyak teolog, atas dasar bahwa waktu dan tempat terlalu berbeda.
Tetapi kami yakin bahwa Roh Kudus yang telah mengilhamkan Kitab Suci untuk menjadi
Firman Tuhan bagi segala zaman, sanggup untuk membuat Alkitab menjadi sumber bagi
setiap orang yang hendak menimba daripadanya.
Dalam Kitab Perjanjian Baru sering ditemukan orang-orang suci yang mendasarkan
pandangan mereka atas kitab Perjanjian Lama, mis. Ul 32:35 dalam Roma 12:19.
2 Kor.8:15, 9:9 mengutip Kel. 16:18 dan Mazm 112:9 tentang hal memberi.
1 Kor. 10 menyebut sejarah Israel di padang gurun sebagai pengajaran bagi kita.
‘Sebab ada tertulis’ merupakan alasan kuat. Luk. 10:26, Mat. 22:29, Yoh. 10:35.
Begitu juga pandangan dalam sejarah gereja. Augustinus, Tomas dari Aquino, Luter dan
Calvin bersumber pada otoritas Alkitab.
Kedudukan Alkitab berubah total ketika para penafsir, berdasarkan ilmu yang disebut
penelitian historis-kritis, tidak menerima lagi kesatuan Alkitab dan menganggap Alkitab
sebagai kesaksian-kesaksian manusiawi yang bertentangan satu dengan yang lain. Sejak itu
selalu diterbitkan buku-buku tentang mis. etika Yesus yang eskatologis, etika jemaat-jemaat
pertama, etika Paulus yang kristologis dll. Judul-judul seperti itu menurut kami tidak tepat
sebab mengesankan bahwa terdapat bermacam-macam etika dalam Alkitab.
Dalam abad XX, di bawah pengaruh filsafat eksistensialisme, disangkal bahwa terdapat
kebenaran-kebenaran yang tetap berlaku. Katanya: tidak mungkin untuk menempatkan buku
Alkitab dalam sebuah aku-anda relasi, yaitu relasi Allah dan manusia, atau manusia dengan
manusia. Teologi K. Barth dicoraki oleh filsafat tersebut. Dan menurut filsafat tersebut, setiap
kebenaran, baru terwujud dalam sebuah relasi.
Terdapat teolog-teolog yang tidak menerima Alkitab sebagai Firman Tuhan dan sebagai
sumber untuk etika, tetapi menerima saja beberapa model dari Alkitab, yang menurut mereka
memiliki wibawa dari Allah. Pertanyaan kami ialah mengapa beberapa model saja diterima
sebagai berwibawa dan Alkitab sendiri tidak. Dan juga: model-model apa yang layak diterima
dan apa tidak? Contoh: Exodus motif, sebagai dasar untuk teologi Pembebasan, atau motif
Khotbah di bukit. Atau motif kasih.
Berbeda sekali dengan pola tadi adalah ‘biblisisme’, yaitu bahwa nas-nas Alkitab diterima
terlepas daripada konteks. Perbedaan waktu dan tempat tidak dihiraukan. Mis. kutuk atas
Ham (Kej. 9:29) menjadi dasar untuk mempertahankan perbudakan orang negro, atau Yoh.
9:4a sebagai dasar untuk bekerja seminimal 9 jam sehari, atau enam hari seminggu (Kel.
20:9).
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
17
Alkitab adalah Firman Tuhan yang oleh pekerjaan Roh Kudus merupakan pedang yang
bermata dua (Ibr. 4 :12). Tetapi selalu harus kita memeriksa diri apakah kita menggunakan
Alkitab dengan murni dan tidak biblisistis. Mereka yang tidak menerima Alkitab sebagai
Firman Tuhan seringkali mengatakan bahwa orang Kristen yang menerima Alkitab sebagai
sumber Etika adalah orang yang biblisistis. Tuduhan itu tidak tepat bila pembaca Alkitab yang
menerima wibawa Alkitab memperhatikan juga konteks setiap nas.
Menurut Douma dapat dibedakan antara empat penggunaan Alkitab:
1. Apabila digunakan secara langsung, Alkitab adalah seperti pemandu. Dalam keadaan
konkrit terdapat petunjuk Alkitab yang konkrit.
2. Alkitab adalah tetap seperti penjaga, yang tidak menunjuk jalan yang benar tetapi
memberikan aba-aba untuk tidak ikut jalan yang salah. Dalam keadaan konkrit Alkitab
memberikan peringatan untuk tidak melakukan sesuatu yang salah itu.
3. Alkitab digunakan juga sebagai penunjuk arah, yang dalam lalu lintas menunjuk tujuan
kepada pengemudi-pengemudi. Sebab Alkitab memberikan faktor-faktor yang tetap, dan
yang direktif bagi kita.
4. Di samping itu Alkitab memberikan banyak contoh, mis. dari Yesus Kristus sendiri:
contoh-contoh seperti itu sering tidak mengajar kelakuan konkrit melainkan etos Kristen
secara umum.
Catatan: Menyangkut Alkitab sebagai penjaga dapat ditambahkan umpamanya bahwa
perkembangan-perkembangan historis seperti pembubaran perbudakan, penghentian poligami,
penjajahan, memang tidak langsung diperintah dalam Alkitab tetapi benar-benar adalah sesuai
ajaran Alkitab dan juga sesuai perkembangan sejarah.
Menyangkut Alkitab sebagai penunjuk arah: terdapat masalah-masalah etis yang jawabannya
tidak ada dalam Alkitab, oleh karena pada waktu itu masalah-masalah tersebut belum bisa
ada: mis. bayi tabung, penyelidikan DNA. Tetapi karena Tuhan menetapkan faktor-faktor
yang tetap berlaku maka Alkitab berguna dalam permasalahan itu juga, misalnya melalui
unsur-unsur seperti ‘jangan membunuh’, ‘manusia adalah gambar Allah’ dll.
Christopher J.H. Wright: Segitiga etika
Wright adalah seorang Inggeris yang pernah mengajar di Indiah. Ia ahli etika dan ahli
Perjanjian Lama. Dalam karyanya yang terkenal: ‘Old Testament ethics for the people of God’
ia meletakkan sebuah dasar yang kuat dengan mengintrodusir pengertian ‘the ethical
triangle’ (segitiga etika). Ia menekankan bahwa etika Israel dibangun atas ‘worldview
Israel’ (pandangan umum orang Israel). Dalam pandangan itu orang Israel berfokus kepada
Tuhan, Allah Israel (sudut teologis), bangsa Israel, sebagai bangsa yang dipilih dan yang
mempunyai hubungan unik dengan Allah (sudut sosial) dan tanah Israel, yang menurut
keyakinan orang Israel adalah tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka (sudut ekonomis).
Ketiga sudut tersebut membentuk sebuah segitiga, yaitu segitiga etika.
Wright menekankan bahwa dalam seluruh P.L. etika bersifat teologis: pokok-pokok etis
terkait dengan Tuhan Allah: sifat Allah, kehendak Allah, tindakan-tindakan Allah, tujuan
Allah. Ditekankan juga bahwa Allah dikenal dari sejarah, dari tindakan-Nya, bukan saja dari
perkataan-Nya. Ditekankan pula bahwa dalam sejarah itu Allah selalu berprakarsa: Allah
mencari manusia, Allah memilih Abraham dan bangsa Israel, Allah mendirikan perjanjian.
Dalam hal itu inti kitab-kitab Perjanjian Baru persis sama, band. Yoh. 15:12, 1 Yoh.4:19,
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
18
Roma 12:1. Dan karena itu etika Kristen sekarang seharusnya bertolak dari pembebasan
manusia oleh Allah berdasarkan anugerah-Nya itu.
Wright dengan sangat tepat memilih nas-nas Alkitab untuk menjelaskan keseluruhan
maksudnya: mis. Kej. 50:20 sebagai pernyataan yang sangat indah tentang kemahakuasaan
Allah dan kebebasan manusia (Yusuf dan saudara-saudaranya) atau Kej. 18:19, yang
menerangkan keterjalinan peran Israel yang etis dan yang misioner: Abraham dipilih Allah
agar ia membimbing rumahtangganya dan keturunannya berjalan di jalan Tuhan, dengan
melakukan keadilan dan kebenaran supaya Allah akan menghasilkan untuk Abraham apa yang
telah dijanjikan-Nya, yaitu bahwa dalam Abraham seluruh dunia akan beroleh berkat.
Sedangkan konteks perkataan itu adalah hukuman Allah terhadap Sodom.
Diselidiki ciri khas kehidupan sosial Israel dibanding dengan bangsa-bangsa sekelilingnya.
Tentulah perbedaan yang paling nampak adalah teologis. Dan berhubung dengan itu Israel
tidak mengikuti pola sosial bangsa-bangsa Kanaan, yang bersifat feodal, di mana raja
memiliki seluruh penduduk seluruh tanah, karena raja juga dilihat sebagai anak dewa. Di
Israel seluruh tanah dimiliki oleh keluarga-keluarga, setiap orang Israel adalah bebas,
pemerintah dilakukan oleh penatua-penatua kota. Ketika bangsa Israel mengingini seorang
raja, Samuel memberi peringatan keras. Hanya pada masa Daud dan Salomon kerajaan
bermakmur, tetapi kemerosotan telah dimulai pada zaman Salomon. Cerita Ahab dan Nabot
menjelaskan bahwa kejahatan religius dan ekonomis berjalan sama: penyembahan berhala
oleh Ahab akhirnya menyebabkan ia mencuri tanah Nabot, dan Nabot dituduh Ahab dengan
palsu sebagai pemfitnah Allah sehingga Nabot dihukumkan mati.
Wright berkata bahwa Israel adalah paradigma (contoh, pengajaran) Allah: bukan saja Firman
Allah kepada Israel tetapi seluruh keberadaan Israel sebagai bangsa Allah yang dipimpin
Allah dalam semua aspek kehidupan. Paradigma tidak berarti bahwa hukum-hukum
Perjanjian Lama langsung dapat diterapkan. Israel sebagai paradigma berarti bahwa
keseluruhan sejarahnya menjadi paradigma, dan dalam hal itu perlu direnungkan pula bahwa
Israel adalah jalan Tuhan kepada dunia ini untuk mendatangkan Juruselamat dunia.
Penggenapan hukum dalam Kristus:
Menggenapi, pleroo, (Mat. 5: 17) berarti melengkapi, bukan saja mengesyahkan: arti hukum
bagi kita berbeda dengan artinya bagi Israel, menurut Douma. Sedangkan menurut J.van
Bruggen menggenapi harus ditafsirkan sebagai melengkapi segaligus mendiktekan.
Memang bagi kita hukum mosaica tidak lagi menjadi pemandu: persembahan-persembahan
tidak dituntut lagi, dan juga hukum-hukum perdata berbeda: dalam hukum Musa ditemukan
20 pelanggaran yang menuntut hukuman mati pada waktu itu, tetapi bukan pada waktu kita.
Dalam kasus hukum yang ke-4 penggenapan berarti bahwa sabat israelitica ditemukan
kembali dalam perayaan hari minggu. Hukum yang ke-4 itu tidak termasuk peraturanperaturan seremoniil atau peraturan kenegaraan, tetapi termasuk undang-undang dasar yang
diperintahkan Allah sendiri di gunung Sinai.
Menurut Calvin hukum-hukum negara yang berbeda dengan hukum Musa kadang-kadang
bahkan lebih cocok daripada hukum Musa. Oleh sebab itu menurut Calvin tidak dapat
dikatakan bahwa negara bersangkutan telah meniadakan hukum Musa, karena sebenarnya
hukum Musa tidak pernah diberikan kepada bangsa itu sebagai undang-undang negara.
Tomas Aquinas membedakan antara hukum moril, seremoniil, dan sipil, begitu juga sebuah
kompendium ajaran Reformed di Belanda dari abad yang ke-16, yang berjudul Synopsis
purioris theologiae.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
19
Berbeda sekali adalah pandangan orang-orang tertentu di Amerika Serikat, a.l. R.J.
Rushdoony, yang disebut Christian Reconstruction. Mereka mau menghidupkan seluruh
hukum Musa dengan pengertian bahwa penyembahan berhala, mengutuki orang,
homoseksualitas, pemberontakan perlu dihukum mati. Menurut Rushdoony pandangan Calvin
mengenai bangsa-bangsa yang mengembangkan hukumnya sendiri adalah pandangan bidah.
Pandangan Christian Reconstruction itu berkaitan dengan postmilennialisme: masyarakat kini
akan hancur dan sesudah itu manusia akan hidup bila ia kembali ke hukum-hukum Alkitab.
Hanya hukum-hukum seremoniil merupakan pengecualian baginya. Pandangan ini juga
disebut teonomisme.
Untuk bersumber pada Alkitab dengan cara yang bertanggungjawab kita membutuhkan
pertolongan Roh Kudus.
Dibanding dengan Israel, gereja PB sudah akalbalig. Dipimpin oleh Roh Kudus ia dapat
membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Apakah Roh Kudus memberikan pula pengetahuan tambahan, di samping pengetahuan dari
Alkitab? Pertanyaan itu tidak langsung dapat dijawab.Tetapi seorang yang berkata bahwa ia
memiliki pengetahuan yang datang langsung daripada Roh Kudus, harus memberikan
legitimasinya melalui Firman Tuhan. Seorang yang tampil sebagai seorang yang dipimpin
oleh Roh Kudus, harus dinilai dengan analogia fidei (kesamaan iman, isi iman) (Roma 12 :3,
1 Kor. 14 :29).
Calvin telah berkata : kita membutuhkan coniunctio atau consonans dari dua suara : Firman
dan Roh.
Mengikut Kristus
Untuk merenungkan arti mengikut Kristus bukan saja kita membahas beberapa nas yang
menyebutnya hurufiah, mis Mt 8:22, 9:9, 19:21. Lebih penting lagi kata Paulus dalam 1 Kor.
11:1, dan secara khusus seluruh pola hidup Kristus sendiri dan pemikiran-Nya. Band Fil.2:7.
Mengikut Yesus bukan menjiplak-Nya atau mengimitasi-Nya. Yang dimaksudkan adalah
melayani dan mentaati, band. 1 Raja-Raja 18:21: Mengikut allah lain sama dengan mengabdi
kepadanya. Begitu dengan mengikut Allah: Ul. 13:4.
Kitab-kitab Perjanjian Baru lebih jelas lagi: bukan saja mentaati, bukan juga mengimitasi
jalan hidup Tuhan Yesus, tetapi mewujudkan pola hidup-Nya.
‘Akolouthein’, kata Tuhan Yesus, ‘mimeisthai’, kata Paulus. Tidak perlu keduanya dipisahkan
atau dibedakan.
Dahulu sangat terkenal buku Thomas a Kempis, ‘De imitatione Christi’ (tentang mengikut
Kristus). Thomas berbicara tentang ‘mengikut Kristus’ (sequi) tetapi langsung
menggantikannya dengan ‘menjadi serupa dengan Kristus’ (imitare). Bukunya adalah
pedoman untuk spiritualitas Kristen, dengan tekanan atas doa, renungan, latihan rohani.
Mengikut Yesus berarti:
1. mengindahkan panggilan dari Bapak, dalam setiap pelaksanaan tugas, sama seperti Yesus
selalu melakukan kehendak Bapa-Nya (Yoh. 4:34). 2. Kristus berusaha demi sesama-Nya.
Kristus mencuci kaki saudara-saudara-Nya. Karena kasih untuk sesama-Nya ia meninggal
dunia. Lalu kasih itulah merupakan tujuan dari mengikut Kristus : 2 Kor. 5 :14, 1 Kor. 13:4.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
20
3. Mengikut Kristus berarti pula: menyangkal diri, rela menerima penderitaan dalam
mengikut Yesus: Mat. 16:24. Bahkan Paulus pernah berkata: ia memperlengapi penderitaan
Kristus (Kol. 1:24): mutatis mutandis penderitaan Kristus kena juga orang Kristen.
Bukan setiap orang harus meninggalkan keluarga dan pekerjaan seperti murid-murid pertama,
atau harus meninggalkan biara (Luther), tetapi untuk setiap orang berlaku: Manusia lama
harus mati, dan hal itu berarti penderitaan. Kata Bonhoeffer juga bahwa mengampuni
sesamanya dapat terasa pula sebagai penderitaan, namun perjuangan itu sangat perlu,
berdasarkan Gal. 6:2 (saling memikul beban, beban dalam arti: dosa, band. ay. 1). Pada akhir
hidupnya Bonhoeffer telah membuktikan itu dengan sungguh-sungguh, ketika ia dihukum
mati (digantung) oleh rezim Nazi dan mati syahid.
5.Kasih sebagai inti Hukum.
Bonhoeffer mengutamakan dua unsur dalam kelakuan etis: tanggungjawab dan kasih. Pada
dasarnya Douma memilih yang sama.
Kasih mencakup segala perintah, sebagai ‘ikatan kesempurnaan’ (Kol. 3:14).
Alkitab menyebut kasih dalam berbagai-bagai bentuk. Kasih Allah kepada dunia (Yoh.3:16),
kasih Allah kepada bangsa-bangsa (Ul. 33:3), kepada manusia (Titus 3:4) dan khususnya
kepada bangsa-Nya sendiri (Ul. 4:37, Yoh. 17:3, Ef.2:4) yaitu bangsa Israel dulu dan
kemudian semua orang yang berada dalam Kristus.
Tersebut juga kasih Kristus, 2 Kor. 5:14, 1 Joh. 3:16, dan kasih Roh Kudus, dan juga kasih
antara Bapak, Anak dan Roh.
Manusia dipanggil untuk mengasihi Allah, dan juga sesama manusia. Dalam kasih yang
terakhir itu dapat dibedakan kasih antara suami dan isteri, orangtua dan anak, antara sahabat,
antara kekasih, antara orang seiman, tetapi juga terhadap orang asing.
Perlu dicatat juga kasih manusia kepada dirinya sendiri.
Bisa juga kita mengasihi hal-hal seperti hikmat, perintah Allah dll.
Sayangnya kasih dapat diarahkan pula kepada hal-hal yang tidak baik, mis. dunia.
Untuk membedakan beberapa bentuk kasih, dapat diperhatikan kata-kata Yunani seperti
‘eroos’ dan ‘agape’, yang diterangkan dengan baik oleh C.S. Lewis: ‘need-love’ dan ‘giftlove’. Keduanya pada dasarnya baik, tetapi mempunyai ciri khas yang berbeda. Di samping
itu terdapat pula dalam bahasa Yunani kata ‘storge’ (kasih yang nyata dalam mengasuh,
memelihara) dan ‘filia’ (dengan banyak arti: terkenal ‘filadelfia’: kasih persaudaraan)
Sekalipun pembedaan eroos-agape itu penting adanya, namun bukan semuanya dapat dicakup
didalamnya itu. Sebab kasih dapat berhugungan juga dengan unsur mengagumi, mis terhadap
perintah-perintah Allah atau Bait Suci.
H. van Oyen memperhatikan tiga bentuk kasih: ‘eroos’, ‘agape’ dan ‘filia’. Douma mengikut
pembahagian itu dan menerangkan: ‘Eroos’, itulah ketertarikan , keinginan, baik kepada Allah
maupun kepada sesamanya. Termasuk kasih seksuil. Jika ‘agape’, itulah kasih yang tidak
menerima melainkan memberikan. Kadang-kadang dengan menyangkal diri. Terakhir ‘filia’:
kasih terhadap struktur-struktur hidup, sebagaimana ditentukan oleh Allah.
Katabenda ‘eroos’ dan ‘filia’ tidak ditemukan dalam PB, hanya ‘agape’. Sedangkan katakerja
yang ada hanya ‘filein’ dan ‘agapein’.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
21
Kasih kepada Allah tidak terbatas pada saat-saat tertentu, di mana iman kita memuncak dalam
hubungan mistik dengan Allah. Dan dalam kasih kepada Allah tentu juga tidak ada tempat
bagi seksualitas, seperti pada ritual-ritual orang Kanaan (ilah seperti Baal dan Astarte).
Adiafora
Kasih kepada Allah total adanya. Tinggal pertanyaan apakah ada adiafora (hal-hal yang
netral, tidak penting). Secara praktis memang ada, namun istilah itu tidak tepat.
Jelas bahwa Alkitab dalam sekian banyak kasus tidak memberikan peraturan langsung. Tetapi
tidak benar bahwa terdapat zone netral di mana manusia dapat menentukan semau-maunya
saja. Untuk setiap keputusan ada situasi tertentu, akibat tertentu, mungkin juga emosi tertentu.
Mungkin tidak ada perintah tertentu, namun setiap keputusan harus diambil secara
bertanggungjawab.
Pilihan orang Kristen yang satu dengan yang lain dapat berbeda, tetapi bisa saja dua-dua
bertanggungjawab. Dalam Fil. 1:9 tidak dibicarakan tentang adiafora, tetapi justru dikatakan
bahwa kita harus menentukan sikap kita tentang ‘diaferonta’ (hal-hal yang harus dibedakan),
yaitu memilih yang penting dan mengambil keputusan baik tentang itu.
Siapa sesamaku?
Tidak sulit bagi seorang untuk menjawab siapa sesamanya (ho plesios). Band. Luk 10 dan
Mat. 22. Dalam situasi konkrit harus ditentukan siapa yang telah menjadi sesama bagi kita:
setiap orang dapat menjadinya, tetapi bukan setiap orang adalah sesama kita. Dalam kasih
kepada sesama terdapat juga urutan. Sebab terdapat orang yang lebih dekat dengan kita
daripada yang lain.
Tidak tepat jika kasih terhadap sesama selalu merupakan ‘gift love’ dan tidak pernah ‘needlove’. Misalnya dalam hubungan cinta keduanya perlu.
Tuntutan mengasihi tidak selalu berat adanya. Apakah dalam kasih kepada anak sendiri, dan
antara suami-isteri tidak banyak juga yang kita terima? Tetapi akan timbul masalah, jika eroos
dan agape diceraikan dan hanya kasih kepada seorang dilihat sebagai tuntutan dari Allah dan
kasih daripada seorang tidak.
Kasih kepada Allah dan sesama telah dituntut dalam PL juga, yaitu Im. 19:18, dibanding
dengan Ul. 6:5. Tetapi unsur yang baru dalam PB adalah bahwa Yesus menunjuk kepada diriNya: ‘Sama seperti Aku mengasihi kamu’ (Yoh. 13:34). Jadi, ‘filadelphia’ (kasih
persaudaraan) adalah bentuk khusus daripada kasih kepada sesama.
Kata ‘seperti dirimu sendiri’ menunjukkan intensitas kasih. Kasih kepada diri sendiri tidak
boleh menjadi ‘mementingkan diri’, ‘filautos’, band 2 Tim. 3:2.
‘Mengasihi musuhmu’ Mat. 5 :47.
Salah satu alasan untuk mengasihi musuh, adalah bahwa Allah sendiri mahamurah (Rom. 12 :
1). Yoh. 3 :16 adalah dasar kasih kepada musuh. PL juga melarang untuk bersifat benci: Im
19:17, Amsal 24:17, 29.
Kata Yesus bahwa menurut tradisi para musuh harus dibenci, Mat. 5 :43, bukan berarti bahwa
menurut hukum kita harus membencinya, tetapi menurut penafsir-penafsir. Tetapi Yesus
Kristus mengajarkan yang lebih mendalam, yaitu lebih radikal, sebab Kristus sendiri mati
untuk orang berdosa.
Atas dasar perintah untuk mengasihi sesama janganlah disimpulkan bahwa setiap argumentasi
berdasarkan lex talionis (hukum pembalasan) harus ditolak. Bila Yesus menolak itu, Mat. 5 :
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
22
38, itulah karena Ia berbicara kepada pengikut-pengikut-Nya secara perseorangan. Sebab
memang, seorang diri tidak boleh membalas dendam, dan Allah yang mempunyai
pembalasan. Tetapi Allah menginstruksikan kepada pemerintah-pemerintah untuk
melaksanakan hukuman (Roma 12, 13).
Mengasihi musuhnya adalah perintah untuk semua orang Kristen, tidak seperti ajaran RK
bahwa hanya perfecti (orang sempurna) saja bisa memenuhi consilia itu.
‘Peraturan emas’
Terkenal sebuah nas yang dinamakan ‘peraturan emas’ (Mat. 7: 12): ‘segala sesuatu yang
kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.
Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi’.
Secara singkat: menunjukkan kepada sesamamu kasih yang diharapkan olehmu.
Peraturan seperti itu telah ditemukan pada Thales dari Milete, 600 seb M., dan pada
Konfucius, 500 seb. M. Seringkali rumusan tersebut ditemukan dalam bentuk yang negatif:
‘yang engkau tidak kehendaki dll’. Akan tetapi perbedaan antara perumusan yang positif dan
yang negatif tidak terlalu besar.
Konteks bagi penggunaan secara Kristen adalah hukum dan para nabi.
Kant mengeritik peraturan itu tapi sebenarnya tidak berbeda jauh dengan imperatif yang
kategoris sebagaimana dikalimatkan Kant sendiri: Berbuat demikian supaya apa yang engkau
terima sebagai prinsip, dapat menjadi juga prinsip bagi semua orang.
Terdapat pula tafsiran yang utilistis dari nas tersebut: ‘do ut des’ : ‘aku berikan supaya engkau
akan berikan’.
Mengasihi diri
Menurut Augustinus, Bernard de Clairveau, Thomas Aquinas, maka kita wajar mengasihi
diri, sedangkan menurut Calvin dan Barth dll tidak boleh. Tetapi semua teolog tersebut yakin
bahwa memang terdapat bentuk kasih diri yang jelek.
Augustinus membela kasih diri sebagai kekuatan yang mendorong manusia memandang ke
atas sampai kasih itu memuncak dalam kasih kepada Allah.
Bagus juga Tomas : seorang yang mengasihi Allah akan mengasihi juga kepunyaan Allah,
yaitu diri sendiri.
Tetapi berhubungan dengan ini Augustinus maupun Tomas mengajar juga sesuatu yang aneh,
yaitu : kita harus mengasihi sesama karena hal yang baik didalamnya, yaitu kita mengasihi
natura manusia pada umumnya. Jadi kita mengasihi musuh karena ia tetap manusia. Tetapi
dengan demikian kita membuat manusia konkrit menjadi abstrahan. Dan pada akhirnya kita
tidak mengasihi orang tertentu, sedangkan justru itulah yang dikehendaki Allah.
Jangan menempatkan kasih diri di atas kasih kepada sesama, sebab terdapat hanya dua
perintah dalam Mat. 22. Kristus tidak berkata: dan mengasihi dirimu. Kasih diri adalah sebuah
kenyataan yang menjadi pengukur dan dorongan untuk kasih yang lain.
Kasih dan keadilan. Etika situasi
Terdapat sebuah perkataan Augustinus yang tidak boleh menjadi patokan absolut: ‘dilige et
quod vis, fac’. ‘Kasihilah, dan apa saja yang engkau mau, perbuatlah itu’. Augustinus mau
menekankan kemerdekaan kristiani, bahwa seorang Kristen tidak terikat kepada banyak
peraturan seperti dahulu dipraktekkan oleh orang Farisi.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
23
Hanya saja, kalimat itu telah menjadi patokan mutlak dalam aliran etika yang dinamakan:
‘etika situasi’, yaitu di mana tindakan moril semata-mata ditentukan oleh keadaan aktual.
Begitu J. Fletcher dalam ‘Situation Ethics’ (1966). Hanya perintah kasih yang
dipertahankannya, sebagai perintah intrinsik. Semua perintah lain tergantung dari keadaan,
katanya.
Tidak mungkin kita dapat menilai semua keadaan melalui hanya satu axioma saja, yaitu kasih.
Sebab keadaan masyarakat cukup rumit. Sangat melelahkan juga jika dalam setiap situasi kita
harus memikirkan dari permulaan lagi apa yang baik. Terakhir: dalam Alkitab perintah kasih
tidak terlepas dari perintah lain: kasih bukan pengganti hukum, tetapi penggenapan hukum,
band juga Yoh. 15:10.
Ikatan antara kasih dan keadilan kuat sekali, khususnya jika kita memandang kepada salib
Kristus. Di sana Allah menunjukkan kasih-Nya dan juga keadilan-Nya.
Kasuistik
Kasuistik (band. Douma, Kelakuan yang bertanggungjawab, fsl 14) adalah ilmu tentang
kasus-kasus, yang mengajar bagaimana menerapkan peraturan umum untuk kasus-kasus
khusus. Seorang dapat menolong sesamanya dalam hal itu.
Kasuistik sering dibenci, ingat orang Farisi dengan 613 perintah dan larangan. Ingat juga
buku-buku pedoman pada pengakuan dosa dari gereja Katolik Roma dalam Abad
Pertengahan. Kasuistik dapat menjadi seperti terlukis dalam Yes. 28:10. Dan juga dapat
memberi kelonggaran untuk menyebut baik apa yang jahat, band. Mat. 23:23.
Barth menolaknya, dengan mengatakan bahwa, kalau begitu, manusia mengambil tempat di
takhta Allah. Tetapi Bonhoeffer mengintroduksikan dalam seminari teologia yang
dipimpinnya ‘pengakuan dosa’, walaupun tidak sama seperti di gereja Katolik Roma. Ia mau
supaya seorang Kristen secara pastoral ikut memikirkan beban saudaranya dan akan
mengatakan apakah sesuatu baik atau tidak dan akan mendoakan saudaranya.
Menurut Douma tidak bisa kita menolak kasuistik semata-mata. Ternyata dalam praktek
sehari-hari setiap orang melakukannya. Kita tidak menolong orang yang menggumuli sebuah
masalah dengan mengatakan kepadanya : saudara memutuskan sendiri saja sesuai seleramu
apa yang baik. Jika kita berbelas kasihan maka kita akan memberi pandangan, dan sedikitdikitnya kita membutuhkan kasuistik.
Dalam Alkitab terdapat kasuistik juga, sebab setelah kesepuluh hukum diumumkan dalam
Kel. 20 dan Ul .5 dinyatakan juga banyak peraturan yang diawali dengan : jika terjadi yang ini
atau yang itu (ki, im), dan itulah peraturan kasuistis. Peraturan itu berbeda dengan peraturan
apodiktis, seperti kesepuluh hukum, yang diawali dengan : jangan (lo).
Pada ukuran tertentu kita membutuhkan etika jemaat dan kasuistik. Terlebih dalam ‘secular
age’.
Kasuistik yang baik tidak membahas sedetailnya tetapi menyebut tipe-tipe situasi yang agak
umum. Jangan kita terperangkap dalam kesalahan-kesalahan kasuistik yang buruk, dengan
mau mengatur semuanya.
Jika kita menggunakan etika jemaat, dan membentuk sebuah pola hidup didalam mengikut
Yesus, dan jika kita tidak mempertentangkan kebebasan sendiri dan hukum Allah, makanya
kita akan menggunakan kasuistik untuk memperoleh uluran tangan etis. Bersama-sama
dengan orang seiman harus kita mencapai kedewasaan rohani : Ef. 4 :12.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
24
Spiritualitas (kehidupan rohani, kerohanian) (band. Douma, Kelakuan yang
bertanggungjawab fsl 15)
Etika membutuhkan spiritualitas: nampak dalam doa dan penelitian Alkitab, renungan,
ibadah, liturgia, waktu yang teduh.
Spiritualitas adalah hidup bertujuan kepada Allah Tritunggal. Istilahnya lebih cocok daripada
askesis, yang berarti latihan, dan yang sering ditafsir negatif.
Kompromis.
Kenyataan kompromis terdapat dalam Alkitab. Band. Ul. 24:1. Tetapi kompromis tidak boleh
disalahgunakan. Douma: Kompromis adalah akseptasi (penerimaan) sesuatu yang kurang
daripada yang semestinya dan harus diusahakan berdasarkan perintah Allah.
Terkadang perceraian merupakan kompromis, begitulah perpecahan gereja. Setiap kali kita
berkompromis kita menderita, karena maksimum tidak bisa dicapai.
Dalam Kis. 5 :29 dinyatakan sebuah batas yang tidak boleh dilewati : kita harus mentaati
Allah lebih daripada manusia.
6.Kesepuluh hukum (hukum 1-4).
Dalam Alkitab kesepuluh hukum dicantumkan dua kali, Kel. 20 dan Ul. 5. Tuhan Allah
sendiri mengumumkan hukum-Nya dari atas gunung Sinai. Kesepuluh hukum ini, dalam bah.
Yunani: Dekalog, adalah hukum dasar yang telah diumumkan sebelum Tuhan memberikan
perintah-perintah lain melalui Musa.
Kel. 20 menceriterakan pengumuman Dekalog, sedangkan Ul. 5 merupakan sebagian dari
khotbah Musa yang diucapkan pada saat bangsa Israel mau masuk Kanaan. Musa
mengingatkan sejarah yang sudah terjadi. Dalam ceritera itu diulanginya Dekalog, dengan
beberapa perbedaan, dibanding dengan Kel. 20. Sebab Musa bermaksud untuk memberi
petunjuk-petunjuk kepada bangsa yang telah tiba di ambang pintu Kanaan, dan keadaannya
berubah sejak mereka berangkat dari gunung Sinai.
Tuhan Allah sendiri menuliskan Dekalog atas dua loh batu (Kel. 31:18), yang disimpan dalam
tabut perjanjian (Ul. 10).
Dekalog sering dikutip, baik dalam kitab-kitab P.L. maupun P.B. Lih. Yer. 7:9; Hos. 4:2, Mat.
19:18, Roma 13:9, 1 Tim. 1:9, Ef. 6:2, Yak. 2.
Hukum yang pertama
Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku
Perlu diamati hubungan antara kata-kata pendahuluan dan hukum yang pertama. Allah
memperkenalkan diri sebagai Tuhan, Allah mereka, yang telah melepaskan mereka dari Mesir.
Nama Tuhan adalah indonesianisasi dari kata Yahwe, ‘Aku adalah Aku’ (Kel. 3:14).
Pengertian nama itu bukan bahwa Tuhan berdiam diri dan tidak bergerak, melainkan bahwa
Tuhan tetap sama dan tetap setia untuk mengingat akan perjanjian-Nya (band. Kel. 3:16).
Justru karena Tuhan tetap setia makanya Ia membebaskan bangsa Israel dari perbudakan. Dan
Tuhan, Pelepas itu, menuntut supaya mereka tidak akan menyembah kepada allah lain.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
25
Tentu rumusan ini tidak berarti bahwa terdapat allah lain. Tetapi Tuhan tahu apa yang kadangkadang muncul dalam benak anak-anak-Nya dan Tuhan mau mencegah penyembahan berhala
itu. Dan sekalipun allah lain tidak ada, memang roh-roh jahat ada dan mereka suka menyeret
anak-anak Tuhan kepada perbudakan baru, untuk menunduk kepada allah yang dibuat
manusia dengan harapan bahwa mereka bisa menolong. Band. 1 Kor. 10:19,20.
Indah jika diperhatikan bahwa Tuhan berkata: Aku telah membawa ‘engkau’, bukan ‘kamu’.
Bangsa Israel dipanggil secara perseorangan. Dalam perjanjian Allah setiap orang
bertanggungjawab penuh.
‘Di hadapan-Ku’: Tuhan Allah tentu menyaksikannya jika kita menyembah kepada berhala.
Pelanggaran itu tidak bisa disembunyikan. Apalagi, dosa penyembahan berhala itu sering
diumpamakan dengan dosa zinah (Yer. 2; Yeh. 16; Hos. 2) maka dapat dikatakan bahwa
penyembahan berhala adalah seperti berzinah di depan mata suami atau isteri yang syah.
Ilmu sihir dan tenungan adalah pelanggaran hukum ke-1. Sebab dengan itu kita menarik
kepercayaan kepada berhala yang diundang oleh tukang sihir itu.
Jemaat Tuhan harus berhati-hati sekali terhadap pedukunan juga. Bukan jika diartikan sebagai
obat tradisional semata-mata, tetapi jika ditemukan unsur percaya terhadap dukun yang
mempunyai kuasa gaib, atau yang mengundang kekuatan dari roh-roh.
Hukum yang kedua
Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun…
Hukum 1 dan hukum 2 berhubungan erat. Hukum 1 melarang untuk menyembah kepada allah
lain, sedangkan hukum 2 melarang untuk menyembah kepada Allah dengan cara yang salah.
Gereja RK tidak membedakan kedua hukum ini dan menerimanya sebagai satu saja. Untuk
tetap mencapai angka 10 mereka membagi hukum yang ke-10 menjadi dua. Sebab menurut
gereja RK tidak dilarang untuk membuat patung daripada orang santo atau bahkan daripada
Tuhan Yesus, konon untuk mempermudah ibadah. Tetapi hal itu bisa berakibat penyembahan
di hadapan patung itu. Karena hukum yang ke-2 tidak dianggap sebagai hukum tersendiri
maka gereja RK merasa bahwa pembuatan patung bisa diperbolehkan.
Untuk bangsa-bangsa di Timur-Tengah pada waktu kuno maka patung adalah tempat
kediaman ilah, karena itu patung sendiri juga sering dinamakan allah. Ingatlah akan dosa
dengan anak lembu emas. Kel. 32. ‘Buatlah untuk kami allah yang akan berjalan di depan
kami (ay. 1)’. Dan kemudian: ‘Hai Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar
dari tanah Mesir (ay.4)’. Jadi, mereka mau menyembah kepada Allah dalam rupa patung itu.
Sama seperti bangsa-bangsa keliling, mereka menghendaki allah yang dapat diangkut mereka,
dilihat mereka, diraba mereka. Tetapi dengan itu Allah dilecehkan dan dihina.
Pada dasarnya hukum yang ke-2 perlu diartikan sebagai hukum yang melarang setiap cara
penyembahan kepada Allah yang melawan kehendak-Nya, dan yang adalah sesuai kehendak
manusia. Dan juga segala bentuk kompromis, di mana manusia tidak menaruh percaya kepada
Firman Tuhan saja tetapi mencampurkan agama benar dengan agama semua.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
26
Allah sendiri tidak dapat dan tidak boleh digambarkan. Menyangkut makhluk: boleh
digambarkan, asal bukan untuk disembah. Jadi, pandangan gereja Kristen berbeda dengan
pandangan orang Islam, seperti terlihat pula dari kesenian masing-masing.
Tentang Tuhan Yesus, dan gambar-gambar-Nya seperti di Ceritera-ceritera Alkitab, dapat
dikatakan bahwa gambar itu tidak salah sebetulnya, sebab Tuhan Yesus adalah Allah yang
telah menjadi manusia. Tuhan Yesus, sebagai manusia, dapat dilukiskan, sekalipun jelas
bahwa kita tidak tahu bagaimana roman muka-Nya.
Tajam sekali ucapan berkat dan kutuk yang mengakhiri hukum yang ke- 2 ini, tentang dosa
yang dibalas kepada keturunan yang ke-3 dan ke-4 daripada mereka yang membenci Tuhan
dan kasih setia yang turun atas generasi yang ke-1000. Ancaman itu tidak berarti bahwa cucu
dan cici dikutuk karena orang tua, dan itu juga berlawanan dengan ayat-ayat lain, mis. Yeh.
18. Tetapi ancaman ini merupakan peringatan kepada orang yang hidup, supaya mereka tidak
akan menyimpang sedikit pun, sebab jika mereka menyimpang, bisa saja keturunannya akan
ikut, sampai cucu dan cici. Orang tua sendiri nanti dapat menyaksikan betapa hebat akibat
daripada dosa mereka.
Hukum yang ketiga
Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan.
Hukum yang ke- 2 telah melarang penyembahan yang salah, kemudian hukum yang ke-3
menunjuk jalan yang benar. Sekalipun hukum yang ke-3 juga berbentuk larangan, namun isi
hukum itu menyatakan bagaimana Tuhan Allah hendak dipuji dan disembah: dengan memuji
nama-Nya dan bersembayang kepada-Nya.
Tuhan tidak jauh, dan tidak perlu didekatkan melalui sebuah patung buatan manusia, yang
adalah pemalsuan saja. Sebab Tuhan sudah dekat untuk setiap orang yang memanggil
namaNya (Yes. 55:6). Tuhan telah memperkenalkan diri-Nya dengan sebuah nama yang
sangat indah: Yahwe (di-indonesiakan dengan TUHAN) dan Tuhan mau dipanggil dengan
nama itu dan akan mendengarkan mereka yang berseru kepada-Nya..
Keliru sekali orang Yahudi yang begitu takut untuk melanggar hukum yang ke-3 ini sehingga
mereka sama sekali tidak mengucapkan nama Yahwe, tetapi setiap kali membacakan Adonai,
di mana tertulis Yahwe. Naskah yang tertulis tidak diganggu, tetapi dalam pembacaannya
terjadi penggantian nama. Dan hanya nama Allah yang satu itu, Yahweh, yang begitu
disegani. Adonai berarti ‘tuan’, sedangkan Yahwe sebenarnya: ‘Aku adalah Aku’ (band
keterangan hukum yang ke-1). Karena kebiasaan orang Yahudi inilah maka dalam Septuaginta
(terjemahan Kitab PL dalam bahasa Yunani), nama Yahwe diterjemahkan dengan Kurios
(tuan), begitu juga dalam terjemahan lainnya: Lord (Ingg), Seigneur (Per.), Dominus (Lat),
Tuhan (Ind.). Biasanya dengan huruf besar, untuk membedakannya dari kata tuhan yang
adalah sapaan untuk Tuhan Yesus (dan sebenarnya juga terjemahan dari kurios). Sebab dalam
bahasa Yunani seorang besar dipanggil kurios: tuan.
Kadang-kadang juga orang Yahudi menggantikan nama Yahweh oleh ‘Syem’, yang berarti
‘Nama itu’, band. Im. 24:10-16.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
27
Jika semuanya dipertimbangkan harus dikatakan bahwa keliru sekali untuk tidak
menggunakan nama Yahwe yang indah itu. Nama itu diberitahukan oleh Allah sendiri, untuk
mengingatkan bangsa Israel akan perjanjian Tuhan. Cuma, pemanfaatan nama itu dengan
salah, itulah berbahaya. Contohnya pemanfaat arus listrik: sangat berguna, tetapi sangat
berbahaya jika salah dipakai.
Nama Tuhan yang sangat berarti itu boleh disebut juga dalam sumpah: Tuhan mengizinkan
kita untuk menyebut namaNya sebagai saksi, supaya perkara hukum yang berat dapat
diselesaikan. Begitu juga dalam pelantikan jabatan (pemerintah, dokter, notaris, ABRI). Tetapi
bersumpah dalam hal-hal sepele saja tidak boleh, dan tidak boleh juga untuk menghindar dari
kecurigaan. Nama Tuhan adalah agung, jangan mengucapkannya dengan sembarangan.
Dalam Khotbah di Bukit Tuhan Yesus berpesan untuk sama sekali tidak bersumpah: tetapi
latarbelakang ucapan itu adalah kritik Tuhan terhadap kemunafikan orang Yahudi yang
mengucapkan sumpah yang hanya setengah saja (mis. pada surga, atau pada Bait Suci), yakni
untuk bisa menyembunyikan tipu daya mereka sendiri. Karena itu Tuhan Yesus melarang
sama sekali untuk bersumpah, dengan mengatakan bahwa ‘ya’ tinggal tetap ‘ya’ dan ‘tidak’
tinggal tetap ‘tidak’.
Dalam arti lebih luas harus kita sadari pula bahwa setiap pemakaian nama Tuhan dan juga
nama Kristus bahkan Kristen, menuntut supaya kita menghormati nama yang suci itu dalam
kelakuan kita. Jika ada parpol Kristen, atau majalah Kristen, atau sekolah Kristen, hendaklah
nama Tuhan terus dimuliakan di sana, dan tidak dicemarkan, apalagi dalam gereja Kristen.
Hukum yang ke-empat
Ingatlah dan kuduskanlah hari sabat.
Dalam pemahaman hukum Allah dapat dibedakan antara dua cara penggunaan: yakni
‘nomisme’ dan ‘antinomianisme’. Dan khususnya dalam penetrapan hukum yang ke-4 itu
aliran-aliran tersebut sangat nampak.
Nomisme (nomos= hukum) berpegang pada penerapan hukum dengan cara hurufiah. Paling
jelas itu dalam aliran adventisme, yang tetap merayakan hari yang ke-7, jadi hari sabtu. Tetapi
nomistislah juga penafsiran hukum yang ke-4 yang memproklamir sebuah daftar tentang halhal yang diperbolehkan pada sabat dan hal-hal yang tidak, seperti kita tahu dari orang-orang
Farisi.
Orang antinomianis beranggapan bahwa hukum tidak penting bagi kehidupan seorang
Kristen. Begitu juga hukum yang ke-4. Mereka berani mengatakan bahwa seorang Kristen
telah merdeka dari hukum Taurat (Gal. 4,5).
Maksud Paulus di sana adalah bahwa kita bebas dari hukuman yang dituntut oleh hukum
kepada orang berdosa. Kita merdeka dari hukuman itu oleh sebab Kristus telah menanggung
hukuman itu.
Hemat kami gereja-gereja Kristen di Indonesia cenderung antinomianistis dalam hal
merayakan hari minggu: berbelanja, bepergian, dianggap biasa.
Apakah inti hukum yang ke-4?
1. Menurut Kej. 2:2,3, Kel. 20:8-11; Kel. 31:161,7, Ibr 4, Tuhan Allah telah menetapkan sabat
pada awal dunia. Allah Pencipta sendiri berhenti bekerja pada hari yang ke- 7, dan
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
28
menentukan bahwa seterusnya sehari pada setiap minggu akan disendirikan untuk menjadi
hari perhentian.
2. Hari yang kudus itu dimaksudkan pula menjadi hari ibadah, untuk memuji Tuhan.
Sesudah manusia jatuh hari ke-7 sebagai hari perhentian tetap berlaku, juga sebagai hari
ibadah di mana Tuhan dipuji, bukan saja karena penciptaan tetapi karena penebusan pula.
Unsur itu nyata dalam Ul. 5 di mana pelepasan dari Mesir disebut sebagai alasan untuk
merayakan hari sabat.
Bahwa sabat sudah dikenal sejak penciptaan, jadi sebelum hukum Taurat diberikan, menurut
kami jelas dari Kel. 16, ceritera mengenai ‘mana’. Sebab dikatakan bahwa pada hari ke-7
mana tidak akan turun, sebab manusia harus bebas dari pekerjaan pada hari itu.
Di bumi baru bangsa Tuhan akan akan menikmati perhentian sempurna dam bersukacita
untuk selama-lamanya (Ibr. 4:8,9).
3. Gereja PB sejak zaman rasuli merayakan hari yang pertama, tidak lagi hari yang ke-7,
sebab pada hari pertama Tuhan Yesus bangkit dari antara orang mati dan setiap kali jemaat
Tuhan pada hari pertama minggu itu boleh memperoleh perhentian dan bisa beribadah, dan
diingatnya bahwa keselamatan diperoleh oleh Yesus Kristus. Inti dari sabat tinggal tetap:
perhentian dan ibadah, tetapi diwujudnyatakan pada hari pertama untuk memuji Yesus Kristus
sebagai Juruselamat yang bangkit.
Kebiasaan gereja purba untuk berkumpul pada hari pertama terlihat dari Kis. 20:7, 1 Kor.
16:2, Wahyu 1:10. Jemaat pertama belum diperbolehkan untuk beristirahat sepanjang hari,
dan mereka beribadah pada waktu pagi subuh atau malam. Kebudayaan Yunani- Romawi
belum memungkinkan untuk berhenti bekerja. Baru kaisar Konstantinus Agung yang masuk
Kristen membuat hari minggu menjadi hari raya (323). Syukurlah, keputusannya
mempengaruhi begitu banyak kebudayaan di dunia ini sampai sekarang.
‘Ingatlah’ berarti dalam bahasa Ibrani: mengingat untuk dilakukan.
‘Kuduskanlah ‘ berarti: menganggap khusus, spesial; untuk diperlakukan sebagai hari khusus,
yakni untuk Tuhan.
7.Kesepuluh hukum (hukum 5,6). Etika medis
Hukum yang kelima
Hormatilah ayahmu dan ibumu.
Keluarga dan rumah tangga adalah lingkungan hidup yang utama: di sana kita lahir, dididik,
dan bila dewasa kita bisa membentuk keluarga sendiri. Seorang yang tidak belajar untuk
dengar-dengaran kepada orang tua, bisa saja ia membandel dan tidak akan mendengar kepada
guru, pemerintah, majelis gereja dll.
Pentingnya hukum 5 ini ditekan dalam Ef. 6.
‘supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan…’: kehidupan manusia akan merosot
dan tidak berkembang jika dalam rumah tangga tidak ada damai dan orang tua tidak dihargai.
Jelas sekali bahwa perumusan hukum ini menunjukkan tanah Kanaan, yang mau diduduki
oleh bangsa Israel. Tetapi sama jelas juga bahwa kita sekarang akan diberkati di tempat kita
tinggal jika taat, band Ef. 6:3: ‘supaya kamu berbahagia dan panjang umur di bumi’.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
29
Seperti pelanggaran terhadap hukum yang 3,4 dikenakan hukuman mati, begitu juga
pelanggaran terhadap hukum ini di Israel dahulu. Band. Kel. 21:15a, Im. 20:9, Kel. 21:17, Ul.
27:16, Amsal 19:26, 20:20.
Perintah ini seharusnya diterapkan kepada semua orang yang berwibawa atas kita, dan itulah
sesuai Ef. 6.
Keterangan Kat. Heid. itu masuk akal jika diperhatikan bahwa yang berwibawa di kota-kota
Israel adalah orang tua . Pemerintah kota atau desa terdiri dari kepala-kepala keluarga besar
atau klen.
Anggota-anggota jemaat Kristen patut menyadari bahwa anak mereka bukanlah pertama-tama
anak keluarga atau anak suku, tetapi anak Tuhan (band. Ayub 5:4, Amsal 14:26 tentang harga
diri anak, dan juga Ef. 6).
Anak-anak yang sudah dewasa harus menolong orang tua yang tidak mampu lagi. Itulah juga
termasuk menghormati ayah dan ibu. Tanggungjawab itu di dunia Timur lebih dipeduli
daripada di Barat.
Wright, dalam Old Testament Ethics for the people of God, mengutip fasal-fasal seperti Yer.
29, dan Daniel 2,4 untuk membuktikan bahwa pemerintah yang ada, sekalipun tidak percaya
kepada Allah, harus dihargai dan ditaati, bahkan didoakan (240-242). Begitu juga makna
sejarah Yusuf di Mesir. Unsur-unsur yang sama ditemukan dalam Perjanjian Baru, dalam
Roma 13 dan 1 Tim. 2. Mengenai pemerintah di Israel, Wright mengajar bahwa kita harus
memperhatikan seluruh pengajaran P.L. dalam hal ini, dan bukan beberapa nas khusus.
Apalagi, di Israel secara berturut-turut terdapat beberapa sistem yang berbeda-beda, mulai
dari zaman patriarkh sampai dengan kerajaan bahkan exil. Sedangkan sistem yang paling
dihargai adalah sistem sesudah Israel masuk ke Kanaan dan sebelum raja Saul dipilih (247).
Taat kepada pemerintah
Topik etika ini sangat hangat, khususnya di Republik Indonesia yang multi-kultural dan multiagama. Sering timbul pertanyaan tentang hak Kristen untuk membela diri kalau terjadi
kekerasan, apalagi apakah umat Kristen boleh menolak ketaatan kepada pemerintah jikalau
terjadi keputusan-keputusan pemerintah yang berlawanan dengan kehendak Allah.
Dalam hal itu Roma 13 selalu dikutip sebab merupakan bagian Alkitab yang agak panjanglebar berbicara tentang ketaatan kepada pemerintah, yang dijuluki sebagai hamba Allah.
Sedangkan dari sejarah diketahui bahwa kaisar yang berkuasa pada waktu itu adalah Nero
yang bahkan kemudian menindas orang Kristen dengan sangat kejam.
Norman Geisler dalam Etika Kristen membahas juga masalah bolehkah atau tidak melawan
pemerintah. Ia membedakan tiga aliran dan memilih yang di tengah, begitu juga dengan
pokok bolehkah berperang dan dengan pokok apakah hukuman mati diperbolehkan. Tetapi
untuk setiap pilihan ia mempunyai dasar-dasar Alkitabiah, jadi ia tidak memilih jalan tengah
karena itu lebih aman saja.
Menyangkut Roma 13 perlu disadari bahwa bab itu tidak membahas pokok pemerintah,
melainkan merupakan lanjutan dari pokok kasih, yang diteruskan juga dalam bab 13 bagian 2.
Yang disebut bukan kaisar atau gubernur, tetapi ‘exousia’, berarti yang berwenang, dan yang
dimaksudkan dengan itu bukan lembaga pemerintah tetapi setiap orang yang dalam keadaan
konkrit mempunyai kuasa atas orang lain, mulai dari orang-tua sampai dengan pemerintah,
termasuk guru, majikan dan majelis gereja.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
30
Dalam Alkitab tidak ada alasan untuk mengdewakan pemerintah. Bagaimana mungkin
seorang yang disebut hamba Tuhan akan disetarakan dengan Tuhan? Karena itu juga sangat
riil bahwa kuasa pemerintah tidak dianggap mutlak. Sekaligus sangat penting bahwa
pemerintah dihormati, bukan saja karena (perintah) Tuhan, tetapi juga karena hatinurani.
Tuhan Allah telah membentuk manusia sedemikian rupa hingga ia berfungsi dalam
kebersamaan dengan orang lain, menurut struktur-struktur tertentu, dan tidak sebebasbebasnya. Anarkisme bukan saja dilarang Tuhan tetapi juga sangat bodoh.
Kalau dalam negara terjadi penindasan terhadap golongan-golongan tertentu atau bahkan
terhadap rakyat seluruhnya maka melalui sistem pemerintah rendah yang ada, perlawanan
terhadap pemerintah atas yang ada boleh dilakukan (begitu pandangan reformator J. Calvin).
Berperang
Tentang hak berperang dari dahulu disebut 5 kriteria: defensif, tidak melebihi serangan,
dengan menghargai kemanusiaan, oleh pemerintah (atau pemerintah tingkat rendah), dengan
melindungi lingkungan.
Berdasarkan alasan yang ke-3 dan ke-5 perang nuklir sebenarnya dapat ditolak dan dilarang,
namun tak dapat disangkal bahwa tidak ada pemisahan total antara perang nuklir dan perang
lain. Perang dengan senjata biologis atau kimia bisa juga sangat kejam. Dan 2. : sebagian dari
senjata nuklir ditempatkan dengan tujuan untuk menakutkan musuh, bukan untuk
menggunakan sejata itu. Keseimbangan itu dikejar pada masa ‘perang dingin’ antara barat dan
timur, dengan melalui percakapan-percakapan antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet, yang
disebut SALT dll.
Amat jelas bahwa etika politik dan etika sosial terkait. Hampir setiap perang disebabkan oleh
alasan-alasan ekonomis atau sosial: bangsa-bangsa berperang untuk mendapat makanan dari
bangsa tetangga yang kaya; pemberontakan-pemberontakan timbul karena sebagian bangsa
menderita dan kekurangan. Dalam dunia modern sangat penting bahwa pemerintahpemerintah berusaha agar tidak terjadi kemiskinan di daerah tertentu atau negara tertentu.
Bukan saja dari segi kemanusiaan tetapi juga dari segi keamanan. Eropah barangkali akan
menjadi Eropah serikat demi menghindar kemiskinan di beberapa negara di Eropah Selatan
yang bisa membahayakan negara-negara lain.
Hukum yang ke-6
Jangan membunuh.
Hukum ini mengatur perlindungan terhadap kehidupan seseorang dan penghargaan terhadap
kedudukannya di tengah masyarakat. Sebab ‘hidup’ bukan saja bahwa jantung berdenyut.
Pada dasarnya ‘hidup’ adalah: berada dalam persekutuan dengan Allah maupun sesamanya..
Sebab untuk itu manusia diciptakan Allah. Begitu kata ‘mati’ menunjukkan keberadaan di luar
persekutuan dengan Tuhan (Ef. 2:1).
Tuhan Allah berhak atas kehidupan setiap orang, baik mereka yang mengenal Tuhan maupun
yang tidak mengenal-Nya. Semua manusia berasal dari manusia yang diciptakan sebagai
gambar Allah dan setiap manusia juga diciptakan untuk hidup sebagai gambar Allah. Karena
itu ia tidak boleh dibunuh oleh sesamanya, sebab dengan itu Penciptanya dihina (Kej. 9:6,
Yak. 3:9).
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
31
Kata ratsach, membunuh, yang ditemukan dalam naskah Kel. 20, tidaklah menunjukkan
setiap kegiatan mematikan seseorang. Membunuh dalam perang tidak termasuk, begitu juga
hukuman mati tidak. Ratsach berarti membunuh dengan melawan hukum dan keadilan.
Etika medis
Di bawah ini penulis membahas beberapa pokok etika medis, yang terkait dengan hukum
tentang perlindungan hidup. Tentang sumpah jabatan, di mana seorang medis mengikat diri
untuk melindungi hidup seseorang, siapapun juga dia. Tentang rahasia jabatan. Tentang
abortus provocatus (pengguguran sengaja) dan tentang teknik DNA: sampai jauh mana
seorang manusia berhak untuk mengatur DNA seseorang, sebab dengan itu ia bisa
mengganggu kepribadian seseorang.
Definisi J. Douma tentang Etika medis adalah: pertimbangan-pertimbangan tentang kelakuan
moril di dalam bidang kesehatan, yang tertuju kepada menyembuhkan, meringankan
penderitaan dan merawati manusia yang sakit atau cacat, maupun menghindari dan
meniadakan penyakit-penyakit.
Etika medis Kristen adalah pertimbangan tsb dari sudut pandang yang disediakan dalam Kitab
Suci.
Sumpah jabatan
Terkenal antara orang medis sumpah Hippokrates, yang disempurnakan oleh deklarasi Jenewa
(1948) dan juga menjadi sumpah jabatan dokter Indonesia.
“Demi Allah, saya bersumpah bahwa :
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;
Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang
selayaknya;
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai
dengan martabat pekerjaan saya;
Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena
keilmuan saya sebagai dokter;
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran;
Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan;
Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh
supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik
kepartaian, atau kedudukan sosial;
Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu
yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri
saya.”
Dalam sumpah asli dikatakan juga antara lain bahwa seorang dokter yang karena jabatan
mempunyai kontak intensif dengan pasien tidak boleh mencari kenikmatan seksuil. Dan dengan
terbuka juga dikatakan bahwa seorang dokter tidak akan melakukan abortus.
Sumpah yang berlaku di Barat sekarang pada umumnya tidak terkait dengan agama, dan membuka
jalan untuk mengindahkan otonomi manusia, sebagai salah satu ciri sekularisasi. Intinya adalah
bahwa calon dokter bersumpah ia akan melakukan ilmu medisnya menurut peraturan-peraturan
hukum yang ada sesuai kemampuan yang ada padanya dan tidak akan membuka rahasia jabatan,
kecuali jikalau dituntut oleh hukum.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
32
Informasi kepada pasien. Rahasia jabatan.
Pada umumnya diakui kewajiban ‘informed consent’, yang berarti bahwa kepada seorang pasien
harus diberitahu penelitian mana dan operasi mana mau dilakukan dokter, dan juga dengan risiko
apa. Sekaligus pasien bebas memilih dokter mana yang akan menolongnya.
Bagaimana dengan pasien yang tidak bisa diinformasikan, karena masih kecil, atau sudah pikun,
bahkan mungkin dalam coma (tidak sadar)? Dalam hal itu sebaiknya ada seorang yang
mewakilinya, yang harus memikirkan keputusan mana akan diambil oleh pasien sendiri,
seandainya ia masih bisa (substitute judgment standard). Selain daripada itu ada juga patokan
otonomi yang sungguh-sungguh (pure autonomy standard) yaitu apakah pasien telah ditinggalkan
bukti-bukti pada waktu ia masih sehat (mis. dokumen)? Dan terakhir patokan kepentingan yang
terbaik (the best interest standard), yaitu memilih bantuan medis yang paling menguntungkan
pasien itu.
Rahasia jabatan melindungi kepentingan pasien (individual) dan juga kepentingan sosial.
Masyarakat pun beruntung jikalau tahu bahwa pasti dokter-dokter akan memelihara rahasia. Orang
penjahat pun patut dilindungi oleh rahasia jabatan seorang dokter. Ada pengecualian-pengecualian
di mana hukum menuntut untuk membuka rahasia, tetapi tidak dapat diberikan sebuah daftar
tentang itu. Kebutuhan itu sangat ditentukan oleh keadaan. Pada umumnya dokter dan pastor/
pendeta dan pengacara dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk bersaksi.
Contoh: jikalau ayah seorang bayi tidak dikenal, maka dokter harus melaporkan kelahiran anak.
Dalam kasus kematian seorang, dokter wajib menyatakan alasan kematian, kalau alamiah. Jikalau
ia yakin tentang terjadinya kejahatan ia dapat menghindar dari pelaporan. Menurut hukum seorang
dokter harus melaporkan penyakit yang menular kepada dinas kesehatan. Seorang dokter harus
memberikan informasi juga kepada hakim dalam kasus seorang yang harus opname dalam rumah
sakit jiwa. Dan mungkin secara moril seorang dokter harus membuka rahasia, mis. jikalau seorang
sopir bis yang sakit ayan dan tidak mau berhenti menyopir. Atau dalam kasus penyiksaan terhadap
seorang anak.
Perlu diingat bahwa dalam masa komputerisasi ini rahasia jabatan mudah diganggu karena begitu
banyak data telah dikumpul secara digital.
Bagaimana tentang menyatakan kebenaran kepada pasien dalam kasus penyakit berat? Dahulu
pada umumnya pia fraus (penipuan saleh) diakui, sebagai konsekwensi dari prinsip Hippokrates
untuk tidak mengakibatkan luka dan penderitaan. Tetapi sekarang pada umumnya itu tidak
diperbolehkan, apalagi antara orang Kristen. Seorang sepatutnya dapat mempersiapkan diri atas
kematian. Tetapi tidak perlu semuanya diberitahukan langsung, apalagi pada saat yang tidak
cocok.
Kadang-kadang juga terdapat orang yang sebelumnya sudah berkata kepada dokter bahwa mereka
tidak ingin diberitahu. Kepada mereka dokter tidak perlu juga mengatakan bahwa mereka sakit
berat.
“Penelitian sel dan gen.
Untuk diikutsertakan dalam program screening genetis, selalu harus atas dasar sukarela. Screening
tidak boleh atas dasar keputusan pemerintah atau keputusan asuransi. Pengecekan kesehatan
sebenarnya harus dibatasi pada kesehatan pada saat itu. Namun, tidak dapat dihindari bahwa
seorang yang mau masuk dalam asuransi jiwa dengan nilai yang sangat tinggi, akan dituntut
dahulu untuk dites mengenai mis. AIDS/HIV.
Diagnosis terhadap gen secara prekonsepsional kadang-kadang dapat dibenarkan. Di pulau Siprus
terdapat penyakit thalassemi (penyakit darah). Gereja Ortodoks melarang abortus sesudah
diagnosis prenatal dan Gereja menentukan bahwa setiap orang sebelum nikah harus menyerahkan
sertifikat bahwa ia sudah dites.
Diagnosis gen secara prenatal tidak dapat dilarang mutlak dalam etika Kristen. Biasanya dilarang
atas dasar bahwa screening seperti itu kemudian akan disusul oleh abortus atau menghancurkan
embrio. Boleh misalnya jikalau diagnosis terjadi selama anak itu belum lahir, untuk
menyembuhkan anak itu kalau baru lahir. Jadi, kadang-kadang foetus dilihat sebagai pasien.
Terapi gen: melalui teknik DNA rekombinan dapat dilakukan bahwa gen rusak dapat
dinonakfitfkan dan gen sehat ditranplantasikan.
Terapi seperti itu akan lebih intensif lagi jikalau sel-sel kelamin dapat diterapi, sehingga generasi
berikut sehat juga. Tetapi itu terlalu beresiko. Jikalau terjadi kesalahan maka generasi berikut
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
33
dirusakkan juga. Dan juga terapi gen seperti itu tidak terlepas daripada eksperimen dengan embrio.
Tetapi memperbaiki sel benih atau sel telur yang rusak boleh, sebab belum ada individu baru.
Melalui ivf (pembuahan dalam laboratorium) sel-sel itu bisa dibuahkan.
Menurut Dr CB Kusmaryanto SCJ dalam bukunya berjudul Sel Abadi dengan Seribu Janji Terapi,
sel induk merupakan sel yang tidak atau belum terspesialisasi, sel awal mula, dalam berkembang
biak melalui pembelahan sel dalam waktu lama. Sebab, sel ini dalam tahap awal perkembangan
embrio manusia menjadi sel awal mula yang menumbuhkan semua organ tubuh manusia.
Ada sel induk yang diambil dari embrio (fetus), ada juga ssel induk dewasa.
Sel induk embrio memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel matang,
misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, dan sel pankreas. Sel induk juga mampu
meregenerasi dirinya sendiri. Menurut The Official National Institute of Health Resource for Stem
Cell Research, sel induk ini ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh.
Sel induk dewasa dapat ditemukan dalam sumsum tulang dan bisa berfungsi untuk memperbaiki
jaringan yang mengalami kerusakan. Tubuh kita mengalami perusakan oleh berbagai faktor dan
semua kerusakan yang mengakibatkan kematian jaringan dan sel akan dibersihkan.
Keuntungan sel induk dari embrio di antaranya ia mudah didapat dari klinik fertilitas, bersifat
pluripoten sehingga dapat berdiferensiasi menjadi segala jenis sel dalam tubuh, berumur panjang
karena dapat berpoliferasi beratus kali lipat pada kultur, reaksi penolakan juga rendah. Namun, sel
induk ini berisiko menimbulkan kanker jika terkontaminasi, berpotensi menimbulkan penolakan,
dan secara etika sangat kontroversial.
Sementara sel induk dewasa dapat diambil dari sel pasien sendiri sehingga menghindari penolakan
imun, sudah terspesialisasi sehingga induksi jadi lebih sederhana dan secara etika tidak ada
masalah. Kerugiannya, sel induk dewasa ini jumlahnya sedikit, sangat jarang ditemukan pada
jaringan matur, masa hidupnya tidak selama sel induk dari embrio, dan tidak bersifat multipoten
sehingga diferensiasinya tidak seluas sel induk dari embrio.
Sejauh ini, penggunaan sel stem embrionik masih dibayangi masalah etika dan dilarang di
beberapa negara, seperti di Amerika Serikat dan Perancis. Pemerintah Federal Amerika Serikat
melarang pendanaan penelitian yang menggunakan sel induk berasal dari embrio, tetapi tidak
melarang penelitian itu sendiri. Hal ini menyebabkan penelitian dilakukan pihak swasta tanpa
pengawasan yang baik.
Namun, di beberapa negara, seperti Singapura, Korea, dan India, penggunaan sel stem embrionik
manusia untuk kedokteran regeneratif diperbolehkan. Kanada membolehkan penggunaan embrio
sisa bayi tabung untuk penelitian sel induk. Swedia mendukung kegiatan pengklonan embrio
untuk tujuan pengobatan. Di Inggris, pihak swasta diperbolehkan membuat sel induk dari embrio.
Sel induk yang berupa embrio datang dari hasil abortus, zigot sisa dan hasil pengklonan. Hal ini
menimbulkan berbagai masalah etika, seperti apakah penelitian embrio manusia secara moral
dapat dipertanggungjawabkan: apakah penelitian yang menyebabkan kematian embrio itu
melanggar hak asasi manusia dan berkurangnya penghormatan pada makhluk hidup”.
Saya tambahkan bahwa menurut informasi yang saya peroleh para ahli sudah menemukan satu
cara untuk tidak menggunakan sel induk dari embrio, tetapi untuk melakukan riset dengan sel
induk somatis (atau dewasa), yaitu diambil dari sumsung atau badan tubuh lain. Kalau memang
begitu, tidak dibutuhkan lagi penelitian embrio dan eksperimen dengan embrio maupun
pembuangan embrio yang sudah dipakai.
8.Kesepuluh hukum (hukum 7)
Hukum yang ketujuh
Jangan berzinah.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
34
Pernikahan adalah hubungan antar-manusia yang paling erat. Suami-isteri dipersatukan Tuhan
untuk sama-sama memuliakan Tuhan, untuk saling mengasihi dan menolong, untuk mendidik
dan mengasuh anak-anak jika diberikan Tuhan kepada mereka.
Pernikahan merupakan hubungan yang tak boleh diputuskan, begitu ajaran Tuhan Yesus
sendiri dalam Mat. 19:1-12, di mana Tuhan mengutip Kej. 2.
Pernikahan adalah sebuah hubungan yang bersifat perjanjian (Mal. 2:14). Perjanjian itulah
sebetulnya diwujudnyatakan dalam hubungan perjanjian lainnya, yaitu perjanjian Allah
dengan bangsa-Nya. Karena itu sangat penting bahwa pemuda- pemudi Kristen berpacaran
dan nikah dengan sesama Kristen. Sebab menurut Mal. 2 :15 Allah menghendaki pula supaya
akan dilahirkan keturunan ilahi, yaitu anak-anak perjanjian.
Penerapan hukum yang ke-7 sangat luas, juga kepada semua hal-hal yang tidak senonoh dan
yang dapat menarik manusia kepada hawa nafsu yang tidak baik. Dalam dunia modern terlalu
banyak hal buruk yang sangat menarik, pikirkan saja betapa besar bahayanya dari klip-klip
video dan film-film, apalagi situs-situs porno di internet. Rupanya manusia pinter untuk
menggunakan perkembangan teknologi bukan saja untuk hal-hal yang baik tetapi juga untuk
kemesuman.
Kami tidak bermaksud untuk mendukung gaya berpakaian perempuan moslim, tetapi tidak
juga kelakuan dan mode seperti di banyak film Barat. Alkitab melukiskan dengan indah
kecantikan perempuan dan keperkasaan lelaki, band. Kidung Agung, dan tidak ada salahnya
jikalau pakaian dan penampilan memperlihatkan keindahan tubuh. Alkitab juga tidak
merahasiakan hal-hal yang berhubungan dengan seks. Tetapi kemesuman tidak diingini
Tuhan.
Keluarga berencana
Pertimbangan-pertimbangan tentang KB harus berdasarkan kehendak Allah yang dinyatakan
dalam Firman, tentang ‘keturunan ilahi yang dikehendaki Allah itu’. Allah telah menciptakan
manusia, terutama untuk hormat Allah, bukan untuk kesenangan pribadi dan untuk hidup
enak-enak. Tetapi bukan setiap pemakaian KB harus dianggap terlarang bagi orang Kristen,
sebab orangtua harus memikirkan pula bagaimana mereka bisa mengasuh anak mereka.
Kesehatan ibu juga tidak selalu mengizinkan ia mendapat banyak anak. Apalagi, di tempattempat tertentu, khususnya di daerah yang sudah padat penduduknya, harapan bagi generasi
muda tidak terlalu besar. Juga hal itu perlu dipertimbangkan. Apalagi, bila dalam keadaan
gawat, mis. perang.
Akan tetapi, jangan kita bertitik-tolak dari perhitungan tentang jumlah penduduk bumi
setotalnya. Para ahli dan orang politik sering menganjurkan untuk tidak lebih dari dua orang
anak, supaya jumlah penduduk dunia tetap stabil, tetapi perhitungan seperti itu di luar
kemampuan kita sebenarnya. Daerah-daerah yang dahulu rajin mempromosikan KB sekarang
diserang oleh ancaman ketuaan masyarakat. Dan perhitungan itu tidak sesuai Firman Tuhan
juga yang telah menerangkan kepada kita bahwa dunia ini akan berkesudahan, dan bahwa
Tuhan akan menciptakan bumi yang baru dan langit yang baru pada saat yang dikehendaki
Tuhan . Jadi, hendaklah kita bertindak bertanggungjawab, tetapi menyadari pula bahwa
tanggungjawab kita terbatas, berarti indahlah jika kita, sejauh kita dapat memandang ,
membentuk sebuah keluarga Kristen dan memperbesarkan anak-anak demi hormat Tuhan,
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
35
tetapi tidak wajarlah jika kita membatasi jumlah anak menjadi hanya satu atau dua tanpa
alasan yang kuat.
Bagi beberapa ahli di negara Barat abortus termasuk KB. Tetapi itu penipuan besar. Abortus
bukanlah KB melainkan pembunuhan dan dilarang Tuhan.
Mas kawin, belis
Apakah terdapat petunjuk Alkitab tentang pengurusan nikah seperti sering terjadi di Indonesia
dengan mas kawin dan/atau belis (Indonesia- Timur)? Jelas bahwa adat itu tidak langsung
dilarang dalam Alkitab, tetapi tidak dipromosikan juga. Kita menemuinya dalam sejarah
peminangan Ribka (Kej. 24), juga dalam sejarah Yakub (Kej. 31). Di situ jelas bahwa mohar,
yaitu harga kawin yang dikenal dari Alkitab, adalah sebuah pemberian dari pihak laki-laki
kepada pihak perempuan, dengan maksud bahwa orangtuanya akan menyimpannya guna dia,
seandainya ia kemudian hari menjadi janda, ataupun diceraikan suaminya. Sebab kedua puteri
Laban, Lea dan Rahel, berbicara tentang harta mereka yang telah dihabiskan oleh ayah
mereka dan tidak disimpan guna mereka.
Tetapi hal penuntutan belis, yang dikenal di sebagian Indonesia, tidak ditemukan dalam
Alkitab, dan juga perkawinan anak tidak boleh dianggap sebagai kesempatan untuk
memperkaya diri. Hendaklah kemakmuran keluarga baru yang diutamakan.
Poligami
Nas pertama dalam Alkitab tentang nikah adalah Kej. 2: 24, yang secara singkat sudah
menganjurkan nikah monogam dan melarang poligami. Sebab dikatakan bahwa keduanya itu
akan menjadi satu daging. Tidak ada pembicaraan tentang kemungkinan mengambil isteri
kedua. Memang poligami dikenal dulu dalam dunia Tengah, di keluarga Abraham pun, begitu
pada banyak orang percaya pada waktu itu. Tetapi orang yang pertama yang dilukiskan
sebagai orang poligam adalah Lamekh, keturunan Kain, dan dialah seorang yang sangat
sombong dan bengis terhadap orang lain. Isteri-isterinya harus membuktikan kehebatannya.
Poligami dengan sendirinya menyatakan kurang penghargaan terhadap perempuan. Itulah
termasuk akibat dosa, seperti telah diberitahukan Allah sesudah manusia jatuh kedalam dosa
tentang penderitaan seorang wanita. Penindasan itulah bukan satu hal yang dikehendaki Allah,
tetapi termasuk kutuk yang melanda perempuan sesudah manusia jatuh kedalam dosa.
Dalam masa PB kini poligami harus dihindari, sebab menurut Gal 3:28 tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan, berarti hak wanita tidak boleh ditindas. Jelas juga dari
persyaratan 1 Tim. 3 bahwa Tuhan mau supaya penilik jemaat menunjukkan contoh yang baik
dan beristeri satu saja.
Ef. 5 menunjuk betapa indahnya hubungan nikah yang monogamis, sebab hubungan itu
mengumpamakan hubungan Kristus dengan jemaat.
Nikah gereja
Peneguhan nikah dalam gereja sebaiknya mempunyai unsur- unsur sbb:
1. Kedua mempelai saling menerima sebagai suami-isteri dan berjanji untuk hidup setia dan
sesuai Firman Tuhan, dan janji itu disaksikan oleh jemaat dan diucapkan di hadapan Tuhan;
2. Kedua mempelai mendengar atas dasar Firman Tuhan bahwa nikah mereka syah adanya
dalam mata Tuhan.
3. Kedua mempelai didoakan dan diberkati.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
36
Nikah gereja itu harus dibedakan dari pengesyahan nikah oleh pemerintah, BS, pencatatan
sipil. Pemerintah dapat dan harus melindungi nikah, seperti dulu adat melindunginya. Gereja
tidak dapat melindunginya sebab tidak mempunyai kuasa duniawi.
Sesuai dengan sifatnya maka pernikahan adalah sebuah ikatan yang harus dikenal dan
dihargai oleh setiap orang. Nikah bukan satu hal pribadi melainkan umum. Oleh karena itu
tidak baik jika sebelum nikah orang sudah hidup serumah. Alasan lain adalah bahwa kita
seharusnya berjanji, di depan Tuhan maupun keluarga dan jemaat, bahwa kita akan setia
dalam pernikahan. Sesudah janji itu kedua mempelai dinyatakan sudah nikah dengan resmi.
Tanpa perjanjian itulah maka pada dasarnya seks bebas diperbolehkan dan keindahan dan
keunikan kasih mesra dalam nikah direndahkan dalam pandangan masyarakat.
Penceraian
Dalam Mat. 19 Tuhan Yesus menentang orang-orang Yahudi yang mencari akal untuk
menceraikan isteri. Sampai sekarang manusia sering mencari alasan-alasan, bila kasih
terhadap isteri sudah menghilang. Perceraian diperbolehkan hanya saja jika salah seorang dari
pasangan itu telah merusakkan hubungan karena berselingkuh dengan orang lain, sekalipun
bahkan dalam kasus itu perceraian bukan tuntutan.
Dalam 1 Kor. 7 Paulus membahas masalah seseorang yang telah ditinggalkan oleh suami atau
isteri justru karena dia tidak mau mengikutinya untuk masuk Kristen. Orang itu tidak dapat
diharuskan untuk tetap berusaha memulihkan hubungan dengannya. Bukan bahwa seorang
yang masuk Kristen boleh menceraikan isterinya yang tidak ikut, tetapi boleh bilamana suami
atau isteri yang tidak percaya itu bertindak dan tidak mau meneruskan pernikahan karena
partnernya masuk Kristen.
Tidak berarti juga bahwa dalam kasus-kasus lainnya di mana seorang ditinggalkan partnernya
dengan sendirinya ia berhak pula untuk tidak meneruskan hubungan nikah. Kasus yang
dibicarakan di sini adalah kasus antara dua orang suami-isteri pada saat seorang masuk
Kristen. Dalam kasus-kasus berat lain, di mana seorang ditipu atau ditinggalkan partnernya
dan perdamaian tidak mungkin akan terjadi lagi, barangkali dapat disetujui bahwa partner
yang setia itu boleh mencerai, bukan berdasarkan 1 Kor. 7 tetapi berdasarkan kenyataan
bahwa pernikahannya sudah rusak total dan seiring dengan kasus 1 Kor. 7.
Seringkali terjadi perdebatan pula tentang kasus apakah orang yang sudah cerai boleh nikah
lagi, dan kadang-kadang itu dilarang berdasarkan Mat. 19: setiap orang yang mengawini
seorang yang ditinggalkan partner mengakibatkan perceraiannya. Tetapi nas itu tidak
bertujuan menurut kami untuk menyiksa orang yang terpaksa cerai, sekalipun tidak bersalah,
yaitu untuk memaksanya tetap tinggal sendirian. Nas itu bertujuan untuk tidak menghalangi
jalan perdamaian dengan partner yang resmi oleh nikah kedua dengan orang lain.
Di bawah ini kami memberikan pertimbangan lebih lanjut tentang pokok-pokok tersebut.
Nabi Maleakhi mengatakan, bahwa Allah membenci penceraian (2:16). Tak dapat disangkal
bahwa nas itu berlaku dalam konteks tertentu, yang akan diterangkan di bawah ini. Tetapi,
sekaligus harus dikatakan bahwa Allah membenci penceraian dalam setiap keadaan. Sebab,
Allah sendiri menetapkan perkawinan sebagai ikatan tetap pada awal sejarah dunia, dalam
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
37
taman Firdaus (Kej. 2). Karena itu, Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia (Mat. 19:6).
Pengaturan itu adalah patokan yang pertama dan utama mengenai perceraian. Apakah perlu
ada peraturan tambahan, mis.: boleh bercerai, jikalau pacar telah berzinah? Ataukah:
bolehkah bercerai, jikalau ditinggalkan oleh pacar dengan alasan yang tidak syah? Alangkah
baiknya peraturan-peraturan seperti itu tidak disetarakan dengan peraturan bahwa perceraian
tidak boleh.
Apalagi, dari dahulu dibedakan antara perceraian karena zinah dan karena alasan lain.
Tentang alasan zinah dikatakan: inilah ‘causa divortii faciendi’ : alasan untuk bercerai: untuk
melakukan perceraian. Sedangkan dalam kasus seorang yang ditinggalkan pacarnya dan mau
bercerai, dapat dikatakan saja bahwa terdapat ‘causa divortii patiendi’: alasan untuk bercerai
dalam arti untuk berserah.
Terdahulu tentang konteks Maleakhi, agar jelas bahwa setiap nas Alkitabiah tentang
perceraian bersifat konkrit. Mereka yang dipersalahkan adalah orang Yahudi yang
menceraikan isteri mereka sendiri, perempuan Yahudi yang telah diambil sebagai isteri sejak
mereka muda, dan isteri yang syah itu diganti oleh seorang perempuan Kanaan, yang disebut
anak allah lain. Tindakan itu disertai kekerasan juga.
Begitu Ulangan 24 tentang surat perceraian adalah pengaturan khusus juga: yang dibicarakan
adalah kasus bahwa seorang telah menceraikan isterinya dengan sebuah surat perceraian, dan
kemudian seorang lain telah menikahinya, tetapi menceraikannya juga. Dalam hal itu suami
yang pertama tidak boleh menerimanya kembali. Jadi, yang diatur bukan surat perceraian,
apalagi perceraian. Ternyata, perceraian bersama surat perceraian sudah ada. Dan Tuhan
Yesus menjawab orang Yahudi yang mengatakan bahwa Musa memerintahkan surat
perceraian sbb bahwa Musa hanya mengizinkan perceraian karena ketegaran hati, tetapi dari
awal bukan demikian (Mat. 19:8).
Tak dapat disangkal bahwa Tuhan Yesus sendiri menambahkan: kecuali dalam hal zinah (Mat.
5:32; 19:9). Dengan zinah itu seorang telah merusakkan perkawinan itu dan bukan pacar yang
ditipu adalah yang merusakkan ikatan nikah tetapi yang berzinah dan menipu.
Nas dari 1 Kor. 7 sering dikutip sebagai alasan yang kedua untuk bercerai, yaitu seorang yang
ditinggalkan pacarnya. Hanya saja, yang dikatakan di sana adalah izin yang diberikan Firman
Tuhan kepada seorang yang masuk Kristen dan kemudian mengalami bahwa pacarnya tidak
mengikutinya. Bukan dia sendiri yang boleh menceraikannya tetapi kalau yang lain pergi
maka ia sendiri bisa menyerah kepada keadaan itu sebab ia juga tidak bisa memaksa orang
untuk masuk Kristen. Nas itu melukiskan keadaan konkrit dalam saat seorang dari suami isteri
bertobat dan masuk Kristen dan yang lain tidak mau.
Terdapat pandangan gereja R.K. bahwa sebuah pernikahan pada dasarnya tetap berlaku, juga
sesudah perceraian, dan berakibat dalam larangan untuk kawin ulang, dalam setiap hal, baik
untuk yang bersalah dalam perceraian, maupun untuk yang tidak bersalah. Latarbelakang
pandangan itu adalah keyakinan gereja R.K. bahwa nikah adalah sebuah sakramen. Pendirian
seperti itu dalam Alkitab tidak ditemukan. Bagaimana dengan pandangan Paulus bahwa
seorang yang meninggalkan isterinya atau suaminya kemudian daripada itu harus tinggal
sendiri (1 Kor.7:11). Tujuan Paulus ialah bahwa mereka harus berdamai, kalau tidak harus
tinggal sendiri. Dengan maksud untuk tetap membuka kemungkinan untuk berdamai. Tetapi
bukan untuk mengatakan bahwa nikah yang sudah putus sebenarnya masih ada. Begitu Tuhan
Yesus sendiri berbicara juga dalam konteks konkrit: Setiap orang yang kawin seorang yang
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
38
diceraikan melakukan perzinahan: sebab ia menutup kemungkinan bahwa mereka akan
berdamai lagi (Mat. 5:32). Begitu setiap orang yang mengusir isterinya juga.
Sebaiknya kita bertolak dari hanya satu peraturan saja, yaitu jangan bercerai, dan jangan
menambahkan peraturan-peraturan yang mengharuskan perceraian. Dapat dipertimbangkan
untuk menyebut alasan zinah juga causa patiendi, dan bukan causa faciendi. Sebab tidak
seharusnya ada perceraian sesudah zinah. Akan tetapi, sebaiknya kita juga tidak membatasi
causa patiendi kepada dua saja, zinah dan ‘perpisahan’ sesuai 1 Kor. 7. Menurut gereja
dahulu terdapat lebih banyak alasan, mis. seorang suami yang begitu lama di perjalanan atau
di perang, tanpa berita apa-apa. Maka akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa suaminya
sudah mati dan ia bisa kawin ulang. Atau dalam kasus di mana sesudah hari nikah langsung
ditemukan bahwa pacar itu sakit adanya mis. tidak bisa melakukan seks dengan cara yang
sehat. Kalau hal seperti itu sengaja disembunyikan maka dapat dianggap sebagai satu
perzinahan juga dan alasan untuk bercerai. Dan mungkin ada alasan lain lagi. Pokoknya,
semua itu dianggap sebagai causa patiendi.
Mengenai zinah dan perpisahan lainnya: jelas bahwa dia yang berhak untuk minta diceraikan
adalah oknum yang tidak bersalah, dan dia juga punya hal untuk kawin ulang, sedangkan
yang bersalah tidak berhak untuk menceraikan atau untuk kawin ulang.
Homoseksualitas
Kami bertolak dari karangan Verkuyl dalam jilidnya tentang etika seksuil. Penulis
mendukung bahwa Verkuyl membedakan antara homoerotis (atau homofili) dan homoseksual.
Tentang yang pertama harus dikatakan bahwa itulah pembawaan yang seringkali tidak bisa
dirubah. Kata yang kedua menunjukkan pula kontak badani dengan orang yang sejenis
kelamin dan hubungan seksual itu dilarang Firman Tuhan.
Verkuyl sama sekali tidak mau mempromosikan homoseksualitas, malahan justru tidak. Tetapi
ia berkata tentang beberapa nas Alkitab yang melarangnya bahwa nas-nas itu membicarakan
persetubuhan homoseksual berkaitan dengan ibadah berhala: Im. 18:22, 20:19, Roma 1:26,27,
1 Kor. 6:9,10, 1 Tim. 3:9,10. Menurut kami nas-nas ini tidak terbatas pada homoseksualitas
dalam bentuk prostitusi sakral, tetapi pada setiap pergaulan homoseksual.
Kami sependapat dengan Verkuyl bahwa Kej. 18 membahas kejahatan orang Sodom, dan
tidak dapat dikatakan homoseksuil semata-mata. Mereka tidak enggan menggagahi juga
perempuan.
Maksud Verkuyl adalah bagus: katanya kita tidak mengenal cinta kasih jika kita mencela dan
menghakimi orang homoseksual karena pembawaan tersebut. Semoga orang-orang itu
merasakan bahwa jemaat Kristen adalah tempat yang aman di mana mereka juga dilindungi
oleh kasih persaudaraan dan ditolong untuk tidak jatuh dalam dosa kelakuan homoseksual.
Pelecehan seksual.
Topik ini sangat sensitif dan menurut sayu juga kurang dipeduli dalam gereja-gereja di Indonesia.
Yang dimaksudkan adalah inses, bukan dalam arti kawin sumbang sebagai pelecahan peraturanperaturan adat atau mengenai perkawinan yang dipersyaratkan adat. Tetapi inses dalam arti kekerasan
dalam rumah tangga di mana seorang ayah atau kakak atau paman memaksa anak atau adik untuk
melakukan seks. Hal jahat seperti itulah bisa terjadi juga di gereja, kalau pendeta atau pater
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
39
menggunakan wibawa yang ada padanya untuk menggagahi seorang gadis (atau mungkin juga anak
laki-laki). Di sekolah-sekolah kelakuan seperti itu sama jahat.
Alasan utama untuk sangat menentang dosa yang jijik ini adalah bahwa anak-anak yang
sedang berkembang sangat membutuhkan kenyamanan dan rasa harga diri. Mereka harus
dididik dan dibina, dan tidak boleh dianggap sebagai milik yang bisa menjadi obyek
kesenangan. Dalam pada itu praktek dalam kehidupan suku kadang-kadang kurang sehat, dan
hak anak-anak kurang dijaminkan. Sedangkan dalam gereja atau sekolah mereka sebagai anak
atau remaja tepergantung dari posisi guru atau pater, mis untuk mendapat nilai baik. Begitu
dalam kantor atau perusahaan dari majikan untuk mendapat gaji. Dengan pelecahan dan
pemerkosaan hak anak-anak sangat ditindas dan Allah mereka dimarahi.
Dosa pelecahan seksual dalam keluarga sering terjadi di kalangan Kristen juga, dan seringkali
anak-anak itu diancam untuk menyerah dengan alasan bahwa mereka harus menaati orang
tua. Kadang-kadang majelis gereja, jikalau diberitahu, cenderung untuk mendukung generasi
tua dan menegaskan saja bahwa anak-anak harus tunduk. Kadang-kadang isteri-isteri tahu dan
tidak mengambil tindakan sebab tidak mau berkelahi dengan suami. Anak-anak yang
diperlakukan demikian jiwanya sangat terganggu dan bukan sedikit kali mereka sendiri
kemudian tidak dapat berfungsi dengan baik bahkan mereka sendiri cenderung melakukan
kekerasan juga.
Tentang topik ini diterbitkan BPK buku Carolyn Holderread Heggen, Pelecahan seksual
dalam keluarga Kristen dan Gereja. Diberikan banyak informasi yang penting dan yang
membuat kita kaget. Namun, karangan ini bersifat feminis juga, misalnya menganggap bahasa
Alkitab antropoid: kelaki-lakian. Dan cenderung juga untuk memuji selibat dan agak bersifat
anti-laki-laki.
9.Kesepuluh hukum (hukum 8-10). Etika lingkungan
Hukum yang kedelapan
Jangan mencuri.
Juga dalam hukum 8 kita bertemu dengan Allah sebagai Allah perjanjian, sebab milik yang
dipercayakan Tuhan kepada manusia bertujuan agar manusia menggunakannya untuk
melakukan tugas sebagai anggota perjanjian. Manusia adalah bendahara Allah, atas
kepunyaan Allah yang diberikan kepadanya untuk mengurusnya. Jika kita mencuri, maka kita
tidah mengindahkan hak Allah yang telah membagi-bagikan kepada manusia sesuai dengan
kehendak-Nya. Band. Mazm 24, Mazm 50, Kis. 17:24,25. Juga Luk. 16:1-9, Luk. 19: 1-27.
Pencurian yang sangat dibenci Allah adalah penculikan orang, yang harus dihukum dengan
hukuman mati (Kel. 21:16; Ul. 24:7). Sungguh, satu peringatan berat untuk mereka yang
memperdagangkan manusia: sekalipun perbudakan telah dilarang dengan resmi di hampir
seluruh dunia, selalu terdapat banyak orang yang ditipu dengan janji palsu bahwa di negeri
orang kaya mereka akan mendapat pekerjaan bagus, padahal mereka dipaksa untuk menjadi
pelacur atau penyalur narkoba.
Atas dasar nas-nas PL pernah dilarang untuk meminjamkan uang dengan menuntut bunga
(mis. Kel. 22:24), atau menabung di bank. Tetapi itu tidak dapat dipersalahkan dan orang
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
40
seperti Calvin juga dapat membenarkannya melawan orang Anabaptis. Sebab, jika uang
dipinjamkan dengan bunga yang wajar, maka uang itu bisa berputar dan menolong orang.
Tetapi yang dilarang ialah makan riba, laba yang berkelebihan, seperti biasanya dahulu
bilamana meminjamkan. Sebab tujuan itu bukan untuk menolong melainkan merugikan.
Bila kita bermodal dan hendak saja hidup dari bunga uang itu, atau dari hewan yang kita
miliki, itulah kurang baik, sebab dengan itu kita bukan bendahara yang setia. Kita tetap harus
aktif dan bekerja, dan uang yang dimiliki harus digunakan juga untuk menolong orang lain,
terutama kawan-kawan seiman (Gal. 6:10).
Sistem ekonomi yang berlaku di negara-negara Barat sering dicoraki sebagai kapitalisme atau
liberalisme. Kapital berarti modal. Dalam sistem itu ditekankan perdagangan bebas dan citacita untuk berusaha sedapat mungkin. Terdapat pula sistem-sistem yang dinamakan sosialistis,
dan sistem itu mengenal peran pemerintah untuk membagi-bagikan kekayaan melalui
perpajakan sehingga orang miskin dapat ditolong dan orang lain yang lemah, mis. orang sakit.
Pemerintah dapat mengusakan pula asuransi kesehatan dan pensiunan dengan itu. Sistem
sosialistis itu tidak dapat dibenarkan jika tanggungjawab pribadi dihilangkan dan diambil alih
oleh pemerintah. Dorongan untuk berusaha akan menghilang jika milik pribadi tidak
diperbolehkan dan segala sesuatu dimiliki bersama melalui pemerintah. Sistem itu terkenal
sebagai sistem komunistis dan telah gagal. Tetapi sistem sosial adalah baik jika
tanggungjawab pribadi tidak diganggu dan perpajakan yang diatur pemerintah mungkin tinggi
tetapi adil.
Baguslah peraturan mengenai tahun sabat dan tahun yobel, Im 25, yang menjelaskan bahwa
sebenarnya Tuhan yang memiliki tanah Israel dan membagikannya antara orang Israel. Wright
menjelaskan ‘the jubilee’ panjang lebar. Ia menyebut keterangan bahwa tahun Jobel adalah
tahun ke-50, sesudah tahun ke-49 sebagai tahun sabat. Mungkin juga ´the jubilee´ tidak
dirayakan sepanjang satu tahun tetapi satu hari saja, yaitu hari pembebasan hamba hamba.
Dosa-dosa yang dapat dipersingkatkan sebagai KKN telah dilarang dalam banyak nas Alkitab,
mis. Kel. 23:6-8, Mazmur 15, kitab-kitab nabi.
Etika lingkungan: stewardship
Para teolog Reformasi pada umumnya mengutamakan peran manusia sebagai bendahara Allah
di atas bumi (stewardship). Begitu R. Borrong, dan di Belanda juga J. Douma.
Dalam agama primitif lingkungan sering tidak diraba, sebab dianggap ilahi. Dalam hal itu
kemajuan agama Kristen dan dengan khusus Kristen Protestan memajukan penelitian alam
dan juga penggarapan alam. Terkenal pandangan dari Max Weber yang menunjukkan
Kalvinisme sebagai penggerak kapitalisme. A. Yewangoe (dalam bukunya ‘Tidak ada ghetto.
Gereja dalam dunia’) pernah menilai positif pandangan Weber itu sebab , konon,
membuktikan bahwa agama Kristen membangun masyarakat dan lingkungan. Namun,
sebenarnya, tujuan karangan Weber tidak sebagus itu, sebab ia berkata bahwa ajaran
Kalvinisme memang mendorong manusia untuk berkembang tetapi itu disebabkan oleh
ketakutan akan Allah. Menurut ajaran predestinasi Calvin, manusia takut bahwa ia akan
dihukum Allah karena tidak bekerja sekuat mungkin. Jadi, perkembangan terjadi atas dasa
takut dan gentar.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
41
Mengenai pandangan itu, pertama harus dikatakan bahwa memang Calvin mendorong untuk
bekerja dengan rajin, tetapi bukan atas dasar takut melainkan untuk memuliakan Allah.
Sedangkan ajaran Kalvinisme justru bermaksud untuk mengajar kepada manusia bahwa
keselamatan datang dari Allah dan bukan dari manusia. Justru itu yang mendapat tekanan
dalam ajaran tentang predestinasi juga. Terdapat satu kesalahan lain menyangkut ajaran
predestinasi itu, yaitu perlu diinsafi bahwa kemahakuasaan Allah kadang-kadang digunakan
untuk membuat manusia malas dan sembrono, dengan alasan bahwa kita tidak bisa bekerja
dan membutuhkan Allah semata-mata. Maka, munculnya sikap fatalistis itu menunjukkan
bahwa ajaran predestinasi tidak dengan sendirinya mendorong untuk bekerja keras.
Terdapat satu pandangan kedua mengenai tesis Weber itu: Lynn White pernah menerangkan
bahwa kemajuan telah mulai pada awal Abad Pertengahan, bukan pada era Reformasi, jadi
pada saat manusia menemui luku, penunjuk waktu (jam), kincir angin/air, dan tidak lagi
bekerja dengan satu ekor atau satu pasang sapi /kerbau tetapi dengan banyak, sampai 4
pasang. Dengan demikian ia harus bekerja dengan lebih berdisiplin. (Satu catatan kecil
tentang pandangan itu: Dari Kitab Perjanjian Lama dapat diketahui tentang nabi Elisa bahwa
ia bersama hamba-hambanya pada saat pemanggilannya sedang meluku dengan 12 pasang
sapi (1 Raja-raja 19:19-21).
Bukan saja agama Kalvinis tetapi setiap aliran Kristen yakin bahwa alam tidak patut
diperilahi dan dapat diteliti dan dikembangkan. Hal itu berarti juga bahwa kita kelirut kalau
mengatakan bahwa agama Kristen mengatakan bahwa kita harus kembali kepada alam dan
harus bermusuhan dengan pabrik dan industri dan kapitalisme. Seandainya demikian, kita
menolak setiap perkembangan yang diberikan Allah. Dan tanpa kemajuan tersebut maka umat
manusia sudah mati kelaparan.
Dalam pada itu harus dikatakan juga bahwa teologi DGD sebagaimana diterangkan a.l. oleh
Larry L.Rasmussen kembali kepada pengdewaan alam, seperti dahulu dalam agama suku.
Jadi, penting sekali untuk memposisikan manusia bukan sebagai budak kapitalisme tetapi juga
bukan sebagai budak alam. Manusia adalah bendahara dan boleh menggunakannya, juga demi
pertumbuhan umat manusia demi hormat nama Allah.
Tentang kepemilikan dapat kit abaca juga Craig L. Blomberg, Tidak miskin, tidak kaya. Ia
menunjukkan bahwa menurut kitab Perjanjian Lama kekayaan dapat dilihat sebagai berkat
Allah. Sekaligus ia membaca juga peringatan-peringatan nabiah bahwa kekayaan bisa
menjadi sebab dosa. Untuk P.B ia tidak begitu melihat hubungan antara ketaatan kepada
Tuhan dan kekayaan sebagai berkat. Namun ia berpendirian bahwa sama seperti pada waktu
P.L. seorang Kristen harus memberikan persepuluhan dan ia akan diberkati Tuhan jikalau ia
memberikan kepada Tuhan. Yakob Tomatala, dalam bukunya Manusia sukses, menolak
teologi berkat dari Perspektif Alkitab dan ia berkata bahwa manusia sukses, jika ia telah
belajar untuk taat kepada Tuhan dan hidup atas dasar janji-janjin Allah.
Budaya
Budaya sering terpaut dengan lingkungan. Budaya telah mengatur bagaimana manusia harus
berada dan bekerja dalam lingkungannya, dan dalam peraturan budaya itu sering termasuk
hikmat dan pengalaman dari ribuan tahun untuk bekerja dengan berkat di atas tanah suku.
Budaya bisa berubah juga, karena kamajuan, dan juga karena masuknya agama dan iman.
Semoga dalam dunia modern ini tercipta sebuah budaya baru untuk melestarikan bumi dan
menghasilkan buah-buahnya, bukan sebanyak mungkin tetapi sesuai kebutuhan. Secara etis
dapat dikatakan bahwa keuntungan yang dilihat dan dikerjakan bukan saja keuntungan jangka
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
42
waktu pendek tetapi juga jangka waktu panjang. Apa gunanya kita sekarang dapat memakan
lebih dari secukupnya sedangkan dengan cara itu hasil untuk cucu dan cici sangat diperkecil.
Jadi, penting nas-nas Alkitab tentang manusia sebagai bendahara, Kej 1, Kej 9, Mazmur 8.
Penting juga berita dari Kej 2 dan Rom 8 bahwa bumi akan menghasilkan semak duri, dan
bahwa seluruh ciptaan mengeluh dan berada dalam keadaan sakit bersalin. Kenyataan itu
mengajar bahwa manusia tidak boleh berharap bahwa ia sanggup untuk menciptakan sebuah
system yang awet, yang tahan lama dan tidak akan rusak. Sejarah selalu mengajar bahwa
penemuan-penemuan baru akhirnya dapat menjadi bahaya besar. Contohnya: asbes;
antibiotik; tenaga nuklir; pestiside. Manusia harus rela mengembangkan dan harus berani
mengembangkan, tetapi ia harus menyadari pula bahwa tidak ada yang sempurna. Hanya saja,
seringkali kita belum tahu bagaimana efeknya kemudian hari.
Jelas sekali juga penemuan-penemuan manusia didorong oleh ekonomi dan mempengaruhi
ekonomi. Relasi lingkungan dan ekonomi tak dapat disangkal. Kalau kita mau memajukan
perkembangan lingkungan hendaklah kita menghargai juga ekonomi: jika ada kemungkinan
untuk sama-sama dengan orang bermodal mencetak sebuah kemajuan yang bukan saja
menguntungkan lingkungan tetapi kemudian hari juga ekonomi, maka kita lebih kuat daripada
kalau selalu bertindak sebagai kelompok aktivis melawan pemerintah dan orang bermodal.
Penting sekali untuk mendorong pengawetan lingkungan dari tempat tinggal dan tempat kerja
sendiri. Tetapi dalam hal itu harus kita menjaga juga untuk menjadi lelucu, dengan melakukan
hal-hal yang tidak tahan lama atau terlalu pada skala kecil.
Satu hal yang patut disadari kalau berbicara tentang lingkungan yaitu perbedaan kota dan
desa. Rupanya banyak orang suka tinggal di kota dengan segala kemajuan, tetapi makan dan
minum datang dari desa, dan karena itu desa patut dihargai dan tidap boleh dibelakangi.
Sekaligus harus diakui bahwa bukan setiap orang dapat tinggal di kampong dengan halaman
luas. Melihat jumlah penduduk dunia seharusnya ada juga rumah bertingkat di kota, asal di
tengah itu terletak taman dan pepohonan. Sebab pohon adalah paru-paru kota dan
memberikan juga kesenangan dan ketenangan kepada jiwa. Jadi penataan kota dan daerah
amat penting, begitu jugasebuah pemerintahan yang kuat dan adil juga. Demi melindungi dan
membela tanah, air dan udara dan semua makhluk yang hidup di atasnya.
Kurang disadari betapa kaya bumi ini, yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Lihat saja
semua jenis binatang dan tanaman/tumbuhan di mana pata dikuatirkan bahwa sebagian besar
sudah punah. Dalam kehidupan suku memang seringkali pemborosan dan perusakan, ingat
saja akan pembakaran hutan. Tetapi budaya kuno sering mempunyai juga respek terhadap
ciptaan yang ada. Kemajuan modern harus disertai respek terhadap alam, bukan saja terhadap
dompet.
Uraian tentang manusia sebagai bendahara Allah, menurut Yoh. Calvin, sesuai keterangan dari
dr J.C. Graafland.
Calvin telah mendobrak pemikiran ekonomis di negara-negara Barat, khususnya karena Calvin
menyetujui untuk meminjamkan uang dengan membebankan bunga. Sebelum itu hal itu dianggap
dilarang, berdasarkan beberapa nas alkitab, yang akan dibicarakan di bahwa ini. Juga filsafat Yunani
melarangnya dan sampai sekarang terlarang juga di kalangan orang Islam. Luther pada mulanya tidak
menyetujuinya juga, tetapi sikap Luther dapat diterangkan karena beliau bergerak dalam masyarakat
pertanian, sedangkan Calvin dalam kota Jenewa.
Pada akhir hidupnya Luther tidak lagi berkeberatan.
Jenewa adalah negara tersendiri, sering berperang oleh kerajaan Savoie yang di bagian selatan. Pangan
dari Savoie sering ditahan, sehingga harga bahan makanan di Jenewa naik. Pada umnya pada waktu itu
di Eropah acapkali terjadi pergejolakan ekonomis karena harga-harga yang tinggi dan jumlah
pengangguran yang signifikan. Sekalipun kegiatan perdagangan makin tahun meningkat, karena
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
43
banyaknya pelayaran ke negeri-negeri yang jauh, di Eropah sendiri di mana-mana terjadi perang yang
menuntut anggaran tinggi.
Untuk kegiatan-kegiatan seperti pelayaran dibutuhkan modal, organisasi, infrastruktur, dan semuanya
mulai terbentuk. Banyak yang menanam modal dan memegang saham dalam usaha perkapalan atau
perindustrian.
Calvin sangat mengerti bahwa untuk perkembangan ekonomis dibutuhkan modal, dan menurutnya
meminjamkan dengan bunga tidak salah, dan sama dengan menyewakan sebidang tanah. Modal adalah
alat produksi, sama seperti tenaga manusia, dan seorang yang memperlengkapi orang lain dengan modal
itu patut menerima imbalan.
Nas-nas seperti Kel. 22:25, Im. 25:35-38, Ul. 23:19,20, sesuai pandangan Calvin berfokus kepada
bantuan kepada orang miskin, dan memang untuk itu tidak boleh dituntut bunga. Atau dengan kata lain:
Untuk kredit konsumptif bunga tidak diperbolehkan, tetapi untuk kredit investasi boleh. Juga Luk. 6:35
menurut Calvijn tidak melarang bunga, melainkan merupakan dorongan untuk menolong yang
berkekurangan berdasarkan kasih.
Daripada orang asing boleh dituntut bunga, menurut Ul. 23, dan menurut Calvijn itulah wajar karena
orang asing menuntutnya juga jika mereka meminjamkan kepada orang Israel. Tetapi bunga yang
dibebankan harus adil, dan riba terlarang.
Calvijn memberikan persyaratan sbb:
1. Orang miskin yang ditolong jangan dibebankan dengan bunga
2. Meminjamkan bukan seluruh modal yang dimiliki, agar selalu ada kesempatan untuk menolong
orang miskin dan berbuat baik
3. Jangan memberlakukan persyaratan yang dianggap tidak adil jika dikenakan pada dirimu sendiri
(Luk. 6:31, Mat. 7:12)
4. Jangan menjadi bankir (seorang yang meminjamkan sebagai professi)
5. Dia yang meminjam harus memperoleh lebih banyak untung daripada bunga yang dibayarnya
6. Bilamana bermodal, jangan hidup berfoya-foya, tanpa bekerja, hanya mengharapkan uang.
Peringatan untuk tidak menjadi bankir berdasarkan kekuatiran Calvijn bahwa dengan demikian manusia
akan kerakusan uang bahkan menjadi penyamun.
Milik pribadi dalam pandangan Calvijn tidak dilarang, tetapi milik itu tidak boleh menjadi penyebab
untuk kehidupan duniawi; kita juga harus selalu tulus ikhlas, dan tetap berterima kasih kepada Tuhan.
Beberapa nas petunjuk: Amsal 19:17, 1 Kor. 7: 38.
Seandainya petunjuk-petunjuk Calvin yang diringkas di atas dikenal dan dipraktekkan maka
dunia Barat sekarang tidak ditimpa oleh krisis kredit dan krisis moneter. Krisis itu telah mulai
di Amerika Serikat sekitar 5 tahun yang lalu dan berlangsung sampai sekarang. Awalnya
adalah sekian pinjaman guna membeli rumah yang diberikan bank-bank atas dorongan
pemerintah, dengan sangat lunak. Sering harga pinjaman jauh melebihi harga rumah, dengan
harapan bahwa kemudian harga-harga rumah akan naik, seperti biasa, dan pinjaman akan
menjadi lebih sesuai. Ternyata, harga-harga rumah tidak naik tetapi turun, bank-bank telah
meminjamkan tanpa jaminan yang sesuai, orang-orang yang menabung mulai mencurigai
bank dan mengambil uangnya. Ketika beberapa bank anjlok, seluruh ekonomi kacau balau,
sebab dasar ekonomi adalah kepercayaan. Bank-bank di Eropah pun mempunyai bagianbagian dalam milik-milik bank Amerika, dengan tidak mengetahui bahwa saham mereka di
sana ‘kotor’, yaitu tidak mempunyai jaminan.
Apalagi, kapitalisme di Eropah sering terjangkit oleh kerakusan yang sama seperti di AS.
Hukum yang kesembilan
Jangan mengucapkan saksi dusta.
Hukum ini membicarakan penggunaan lidah dan bahasa. Kuasa lidah sangat besar, band. Yak.
3. Hanya manusialah, yang dapat berbicara, makhluk-makhluk lain tidak, sekalipun mereka
juga mempunyai semacam komunikasi. Tetapi berbicara berarti: bisa mempertimbangkan dan
bisa memutuskan baru mengeluarkan kata. Manusia dapat berkommunikasi dengan Allah
juga, melalui doa dan memuliakan nama-Nya. Dengan kemampuan berbicara manusia dapat
bergaul dengan sesamanya dan bekerja sama dan mengorganisir sesuatu.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
44
Lidah dan bahasa juga sangat berarti dalam perjanjian Allah.
Akan tetapi, justru kemampuan manusia yang sangat indah itu digunakan iblis untuk
merusakkan pekerjaan Allah. Ia memutarbalikkan perkataan Tuhan kepada manusia dan ia
mengajak manusia untuk menipu juga. Diabolos adalah nama iblis, yang berarti pemutarbalik.
Dalam Yoh.9:44 iblis dinamakan pendusta dan bapak segala dusta. Dalam kitab Ayub bahkan
Tuhan sendiri dibujuk iblis untuk tidak percaya akan kemurnian Ayub. Tetapi si pendakwa itu
kalah ketika Tuhan Yesus mati untuk dosa di atas kayu salib (Wahyu 12:1-10).
Mula-mula tidak ada hakim khusus di Israel. Tua-tua, atau para penatua kota bertindak
sebagai pengadilan, dan duduk di pintu gerbang kota. Tidak ada juga jaksa khusus, tidak ada
pengacara khusus. Pihak yang beperkara masing-masing membawa saksinya. Karena itu,
seorang yang bersaksi dusta dapat sangat merugikan sesamanya, bahkan membahayakan
nyawanya. Hukuman bagi saksi dusta ialah bahwa ia harus ditindaki dengan hukuman
sebagaimana yang akan berlaku kepada orang yang terhadapnya ia bersaksi (Ul. 19:19).
Ceritera yang melukiskan peragaan saksi dusta adalah sejarah kebun anggur Nabot dan raja
Ahab (1 Raja-raja 21).
Hukum yang kesepuluh
Jangan mengingini sesuatu yang dipunyai sesamamu.
Hukum ini mencakup segala rancangan dan perencanaan. Hukum ini adalah yang paling
tajam dan memperdalam hukum 6-9. Kata bahasa Ibrani ‘chamad’ menuntukkan keinginan
dan perencanaan. Jadi, bukan saja bahwa kita mempunyai keinginan dan pikiran mis. tentang
isteri seseorang, tetapi merancangkan juga untuk berzinah dengannya.
Sebenarnya, keinginan-keinginan manusia, termasuk keinginan seksuil, merupakan bagian
daripada kemanusiaannya, dan tidak dapat dikatakan buruk dengan sendirinya. Augustinus, di
bawah pengaruh filsafat Yunani, menganggap bahwa keinginan seksuil dosa adanya, tetapi itu
tidak benar. Bahkan dalam kitab Kidung Agung kasih mesra dipuji serta keinginan antara
laki-laki dan perempuan.
Keinginan jahat adalah musuh besar untuk manusia, lih. 1 Kor. 10:6 dan 1Petrus 2:11, dan
khususnya Yak. 1:14. Nas terakhir mengatakan bahwa bukan Allah yang mengerjakan hal-hal
yang tidak baik untuk manusia, tapi keinginan kita sendiri, jika dikawinkan dengan hal-hal
jahat di luar kita yang menarik dan membuat keinginan itu dibuahi dan akhirnya
mengeluarkan dosa.
10.Penciptaan, dosa, pelepasan.
Terdapat tata tertib alam kejadian? (terj. Verkuyl dari ‘Schöpfungsordnungen’, ordo
creationis).
Khususnya Emil Brunner, Das Gebot und die Ordnungen, membahas etika tata tertib alam
kejadian. Brunner adalah seorang teman Karl Barth, tetapi dalam penghargaan terhadap tata
tertib tersebut mereka berbeda pendapat. Brunner, seperti Barth, memang mengatakan bahwa
manusia menerima perintah Allah hanya pada saat tertentu saja, bila Allah memanggilnya,
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
45
gaya eksistensialistis. Tetapi menurutnya harus dibedaken antara ‘Gebot’, perintah, dan
‘Ordnungen’, ketentuan-ketentuan. ‘Gebot’ merupakan panggilan Allah pada saat kita
bertemu Tuhan secara eksistensial, ‘Ordnung’, atau ‘Gesetz’, terdiri dari Alkitab, dan juga hati
nurani, maupun hukum-hukum alam, bahkan kebiasaan-kebiasaan sosial. Barth mengeritik
Brunner, dan menurut Douma dengan benar, sebab tidak mungkin realita-realita di sekeliling
kita bisa bersuara, seperti dikatakan Brunner.
Manusia selalu sibuk untuk membentuk struktur dalam lingkungan hidupnya, sesuai struktur
yang telah ditemukan secara alamiah, sosial dan bersejarah, tetapi ia merusakkannya juga.
Berbahaya jika ‘struktur’ menjadi sumber tersendiri bagi kita.
Tentu struktur-struktur penting adanya, dan diletakkan Allah Pencipta dalam dunia ini.
Apalagi, manusia yang baru akan diperbaharui sesuai gambar Penciptanya (Kol. 3:10).
Struktur yang diletakkan Penciptanya dalam dunia ini harus dihargai. Tetapi manusia tidak
dapat tahu persis bagaimana adanya struktur dunia pada saat diciptakan Allah, yaitu sebelum
ada dosa, dan juga ‘schema’ (=struktur) dunia ini sedang berlalu (1 Kor. 7:31).
Struktur-struktur itu tidak boleh diabadikan. Tetapi J. Douma membahas struktur sebagai
salah satu dari kelima relasi yang penting bagi manusia, lih. fasal 12.
Lex naturalis (hukum alamiah)
Ordo creationis adalah struktur yang ditemukan dalam ciptaan-ciptaan, sedangkan lex
naturalis –kata orang- adalah hukum yang telah tertulis dalam hati setiap manusia, sekalipun
ia tidak menyadarinya.
Sesuai pandangan Reformed tidak mungkin untuk menyusun sebuah etika atas dasar lex
naturalis, seperti diusahakan gereja RK.
Memang menurut Roma 2:14 bangsa-bangsa melakukan hukum Allah dari dirinya sendiri
(natura) . Benarlah juga, bahwa terdapat moral di dunia, di luar gereja pula. Tetapi hukum
yang dimaksudkan dalam Roma 2 :14 adalah hukum Musa, bukan semacam hukum dalam
hati manusia yang dimilikinya sesuai dengan sifatnya sebagai manusia. Kata Paulus ialah
bahwa bangsa-bangsa sekalipun tidak mengenal hukum Allah tetap melakukan ‘pekerjaan
hukum’. Bukan inti hukum Allah yang diraih oleh bangsa-bangsa itu, tetapi yang dilakukan
mereka adalah hasil dari pengaruh hukum.
Jangan kita berargumentasi bertolak pada sebuah hukum alamiah sepertinya diciptakan Allah
sebagai sesuatu yang bekerja sendiri. Lebih baik kita mendasarkan pikiran pada kelebihan
kuasa penyataan Allah.
Apalagi, tujuan Roma 1 adalah menggambarkan manusia sebagai oknum yang tidak bisa
berdalih, dan mendakwanya. Tujuannya bukan mengajarkan suatu teori tentang tata tertib
alam kejadian.
Inti dosa
Dosa sangat berkuasa dalam diri manusia, dan karena itu bukan saja manusia menderita,
tetapi bumi juga. Hubungan manusia dengan Allah akan diperbaharui hanya oleh Yesus
Kristus, dengan penderitaan-Nya dan kematian-Nya.
Menurut Alkitab dosa adalah pelanggaran, ketidaktaatan, pemberontakan, kesombongan,
permusuhan dengan Allah, anomia. Satu kata tidak cukup, sebab dosa mempunyai banyak
aspek.
Bapak-bapak gereja seperti Augustinus berkata dosa adalah ‘privatio boni’; dan untuk lebih
tepat : ‘actuosa privatio boni’. Dosa berarti bahwa yang baik (bonum) telah dirampas
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
46
(privatio). Dan menyangkut actuosa : dosa adalah satu kekuatan yang aktif bekerja, justru
karena yang baik telah dirampas daripadanya. Dosa adalah seperti tumbuhan benalu, yang
mengisap daya hidup dari tumbuhan lain sedangkan ia sendiri tidak mempunyai perakaran di
tanah.
Dosa turunan
Sekalipun manusia telah menjadi hamba dosa, ia tetap bertanggungjawab atas dosanya.
Sekarang keadaannya : non posse non peccare (tidak mungkin tidak berbuat dosa :
Augustinus).
Terdapat peccatum originale, dosa turunan, yang menyatakan :
1. dosa sudah ada sebelum kita ada
2. karena ketentuan Allah dosa Adam telah menjadi sumber segala dosa.
3. dosa total adanya, bukan saja mengenai hawa nafsu, seksualitas
4. dosa universal adanya, kena seluruh umat manusia dan telah berkembang menjadi
bermacam-macam kuasa jahat, yang menaklukkan berjuta-juta orang.
5. dosa membangkitkan segala macam keinginan.
Augustinus : bahkan kebajikan manusia yang terbaik adalah splendida vitia : dosa yang
gemilang. Sekalipun dalam dunia ditemukan banyak hal yang menggembirakan.
Kejahatan harus dicari dalam hati manusia yang berdosa, bukan dalam hubungan-hubungan
sosial (Marx), dan bukan juga dalam pertentangan antara hawa nafsu dan kenyataan (Freud)
atau agresi manusia yang belum dikendalikan (Lorenz).
Kebebasan
Manusia mempunyai kehendak bebas, sehingga ia sendiri bertanggungjawab atas dosanya.
Tetapi bukan bebas dalam arti bahwa ia sendiri dapat luput dari perhambaan dosa.
Secara antropologis memang manusia mempunyai kehendak bebas, jadi bebas dari paksaan.
Tetapi secara religius tidak, sebab tidak mungkin ia sendiri dapat memilih mengikuti Tuhan.
Manusa bebas dalam arti religius jika ia dibebaskan oleh Kristus dan diperbaharui oleh Roh.
Bagi orang Kristen pengertian ‘kebebasan’ atau ‘kemerdekaan’ berbeda dengan pandangan
humanis.
Mulai dari aliran Stoa di Yunani kuno kebebasan dilihat sebagai bagian dari ataraxia:
kemampuan untuk tidak terpengaruh dan tidak tergerak. Dan sekaligus: mampu untuk
berkuasa atas nasib yang menentukan kehidupan. Bagi orang Yunani seorang merdeka
berbeda dengan seorang budak. Seorang budak harus menaati tuannya, dan seorang merdeka
memang bebas terhadap orang lain. Namun, seorang merdeka tetap taat kepada perintahperintah negara dan menyadari tanggungjawabnya.
Seorang Kristen tidak akan memilih antara determinisme atau indeterminisme, yakni antara
keterikatan dan kebebasan. Bagi seorang Kristen kebebasan tidak berarti boleh mengatur
dirinya sendiri, tetapi bahwa ia terikat kepada Tuhan Allah, dan justru itulah kemerdekaannya.
Kebebasan Kristiani
Kalau kita membicarakan kebebasan Kristiani, harus kita membedakannya dari kebebasan
secara filsafat yang menunjukkan otonomi yang mutlak. Kebebasan adalah sebuah kata
Alkitabiah tentang pergaulan dengan Allah tanpa halangan, di dalam Kristus, sebagai jalan
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
47
kebenaran. ‘Bebas’ berarti: berada dalam lingkungan asal, bersama dengan Allah. Pada saat
manusia mau memperluas lingkungannya ia mirip seekor ikan yang melompat dari dalam air
dan mati di atas darat. Pembebasan adalah bahwa ikan dikembalikan kedalam air.
Kebebasan Alkitabiah itu tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan. Kita boleh bergaul
dengan Allah dan menikmati segala yang diberikan-Nya. Band. Gal. 3,4,5.
Kebebasan dan hukum : kita telah dibebaskan dari kutuk dan kuk hukum. Tetapi hukum
sendiri itulah baik, dan adil, dan benar. Hukum mosaica telah menjadi hukum Kristus,
sedangkang interpretasi orang Farisi yang mendangkalkannya ditolak oleh Kristus sendiri
dalam Khotbah di bukit..
Seorang yang mendalami hukum Kristus mendalami hukum kemerdekaan yang sempurna
(Yak. 1).
Pada waktu Perjanjian Lama orang beriman tidak merasakan hukum sebagai penyiksaan atau
beban, Mazm. 119, Mazm 92. Jadi, jangan memisahkan Hukum dan Injil, seperti sering
dilakukan oleh teolog-teolog Luteran. Kata Roma 10:4 tentang Kristus yang adalah telos
(tujuan, penggenapan) dari hukum Taurat bagi mereka yang percaya, harus diartikan sbb: bagi
orang beriman hukum bukan jalan keselamatan, sekalipun pada waktu Perjanjian Lama
memang sering ditafsir demikian, apalagi oleh orang Yahudi pada zaman rasuli. Tetapi orang
yang percaya dengan sungguh-sungguh tidak pernah melihat hukum seperti itu, bahkan pada
masa Perjanjian Lama pun tidak. Allah yang menyelamatkan.
Berbeda sekali dengan orang Luteran itu adalah pandangan Barth yang mengatakan bahwa
hukum adalah sebuah bentuk Injil. Pandangan itu tak dapat disetujui sebab menghilangkan
rasa bersalah.
Fungsi hukum yang bertujuan tiga (band. Douma, Kelakuan yang bertanggungjawab, 64-70).
Jemaat Kristen telah menerima hukum mosaica dari tangan Kristus dan sebagai hukum
Kristus, dan bagi jemaat itu fungsi hukum dapat dibagi tiga:
Usus legis primus: usus politicus atau civilis: bermanfaat bagi kehidupan politik.
Usus legis secundus: usus pedagogicus atau elenchticus, untuk menunjukkan dosa.
Usus legis tertius: usus didacticus atau normativus, untuk menjadi pedoman bagi pengucapan
syukur.
Usus primus mengekang kejahatan, tetapi tidak mengalahkannya. Melalui hukum itu Allah
mengatur bahwa kehidupan di bumi tetap mungkin. Hukum Allah adalah pakaian yang satusatunya yang cocok untuk dunia. Usus primus itu juga adalah alat dalam tangan Kristus, sebab
Dialah yang mempunyai kuasa baik di surga maupun di bumi.
Usus secundus sering dikaitkan dengan Gal.3: 24, dari situ juga kata pedagogicus. Cuma,
tidak terlalu tepat sebab menurut nas tersebut hukum adalah pedagogos sampai Kristus, jadi
sekarang tidak lagi. Dalam sejarah keselamatan fungsi tersebut telah berlalu.
Namun, hukum tetap berlaku sebagai cermin untuk mengenal dosa, sebab dalam diri kita
adalah perjuangan antara roh dan daging (Roma 7:13 dst). Tetapi Injil mendahului Hukum,
band. pendahuluan hukum Taurat.
Mengenai kata pedagogis: dulu seorang pedagogos tidak selalu disenangi: ia bukan saja
pendidik, tetapi juga penjaga.
Usus tertius berlaku dalam dan untuk pengudusan hidup. Dalam tangan Kristus hukum
berlaku sebagai pedoman.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
48
Sering dikatakan bahwa untuk Calvin usus yang ke-3 itu telah menjadi nr 1. Verkuyl
menerangkan bahwa usus elechticus menjadi nr 1 untuk Calvin, baru normativus, baru
politicus. Menurut Douma para Reformator sebenarnya tidak berselisih pendapat, tetapi para
penganut Luter memang kurang menghargai usus normativus dan berfokus pada politicus dan
khusus elenchticus.
Perfeksionisme.
Seorang perfeksionis beranggapan bahwa kesempurnaan sudah bisa dicapai dalam kehidupan
ini, dan ia melupakan perjuangan seperti dalam Roma 7 :14. Mereka menafsir Roma 7 secara
lain : yaitu bahwa Paulus berbicara tentang hidupnya sebelum bertobat. Semboyan Reformasi
‘simul iustus dan peccator’ dilupakan.
Kehendak manusia memang tidak bebas lagi, dan harus dibebaskan, namun belum sampai
sempurna.
1 Joh 3:9 harus dikaitkan dengan 1 Joh. 1:10, dan 1 Joh. 2:1. Seandainya sudah sempurna,
mengapa doa ‘Bapak kami’ mengatakan ‘jangan membawa kami kedalam pencobaan? Perlu
disadari Fil. 3 :12.
Seorang perfeksionis menyangka bahwa seorang beriman bukan saja bebas dari utang dosa
tetapi juga dari kuasa dosa. Mis. John Wesley berpikir bahwa sesudah pembenaran oleh iman,
dosa manusia dapat dimenangkan secara riil, melalui tindakan Allah yang khusus, yaitu
‘second blessing’, Wesley ditentang oleh Ludwig von Zinzendorf, pelopor Pietisme dari
Jerman.
Zinzendorf benar, sebab ‘tamim’ (Ibr) dan ‘teleios’ (Yun) tidak menunjukkan kesempurnaan
etis tetapi hidup yang ditujukan kepada Allah dengan baik.
1 Joh 3:9 tidak menunjukkan kesempurnaan etis tetapi harus dilihat dalam pertentangan
dengan orang gnostik yang mengatakan bahwa mereka yang mengenal Allah tidak melakukan
dosa lagi. Dosa itu tidak kena diri mereka, hanya tubuh saja. Karena itu Yohannes mau
menyatakan bahwa tidak mungkin mereka benar-benar mengenal Allah, sebab kalau begitu
benih Allah ada didalamnya, dan juga Kristus presens (hadir) (4:4). ‘Tidak bisa berdosa’
bukan kenyataan, tetapi norma yang jelas dan masuk akal: tidak bisa seorang Kristen
melakukan yang demikian.
Sikap lain, bertentangan dengan perfeksionisme, adalah sikap orang yang senang-senang saja,
mudah puas, sembrono, lalai. Mereka tidak berjuang lagi, tidak mencita-citakan pengudusan
(Ibr. 12:14).
Perjanjian Baru tidak mengizinkan untuk menyangkal kesungguhan dosa, sekalipun dalam
iman dapat dikatakan bahwa kita telah mati bagi dosa dan hidup bagi Kristus..
Manusia mempunyai suara hati.
Pada Abad Pertengahan sering dipikirkan bahwa suara hati pada dasarnya tidak bisa keliru.
Dibedakan antara ‘synterese’ (±pemeliharaan) dan ‘conscientia’ (‘suneidesis’, ± mengetahui
bersama). Synterese adalah kapasitas natural untuk melakukan apa yang baik dan perlu
dipertahankan terhadap yang jahat. Di samping itu adalah conscientia, yang bisa keliru.
Dalam pandangan RK maka gereja membantu manusia, sebab imam dalam acara pengakuan
dosa dapat menunjukkan sikap yang pasti dan menolong anggota gereja yang mengaku
dosanya.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
49
Para reformator melihat suara hati sebagai penuduh. Memang para reformator tetap
menganggap adanya terang kodrati, tetapi itu ditindas dengan kelaliman (band. Rom.1,2).
Calvin menggambarkan conscientia sebagai ‘mengetahui bersama dengan Allah’. Menurut
Calvin suara hati berada di tengah Allah dan manusia.
Tetapi pada abad 19 dan 20 F. Nietsche dan S. Freud menjelekkan suara hati, sebab adalah
fenomena yang menyakiti manusia. Menurut Freud essensi manusia tidak-personal: Es, id.
Libido. Tetapi Ich, ego harus menyesuaikan diri. Emanasi (munculnya) libido (hawa nafsu)
dikekang oleh perintah dan larangan, khususnya dari orangtua. Kemudian terjadi identifikasi
antara Ich dan instansi dari luar, khususnya ayah, sehingga terbentuk Uber-Ich dan dengan itu
moral. Jadi Ich diserang oleh Es dan oleh Uber-Ich.
Menurut Nietsche orang yang terbaik adalah dia yang berani berlagak ego-istis: itulah
kebebasan mutlak. Sebab kalau tidak ego-istis, maka kita mengikat diri kepada orang lain.
Dan suara hati tidak boleh menghalangi manusia dalam kemauannya yang keras itu.
Menurut Douma suara hati adalah lembaga dalam diri manusia yang mengkonfrontirnya
dengan segala keputusannya, lalu menilai itu.
Juga orang yang bukan Kristen mempunyai sedikit pengenalan akan Allah bahkan suara hati:
Roma 2:14.
Bahasa Ibrani tidak mengenal kata untuk ‘suara hati’. Mungkin ‘leb’ ‘hati’ bisa dianggap
sebagainya. NT mengenal kata ‘suneidesis’.
Berhubungan dengan itu De Kruijf bersama Van Oyen menunjukkan bahwa dalam khotbah –
Nya Tuhan Yesus tidak pernah berkata tentang suara hati, dan juga tidak tentang kesusilaan
dan kebajikan. Sebab Tuhan Yesus tidak bertolak dari kesusilaan atau moral umum , tetapi
menekankan relasi pribadi antara Allah dan manusia. Tuhan Yesus menuntut kesetiaan kepada
firman-Nya sendiri: “Tetapi Aku berkata...”. Baru dalam surat-surat rasuli menjadi jelas
bahwa seorang yang bertemu dengan Tuhan Yesus akan dilepaskan dari ketakutan dan
ketegangan dan mendapat hati nurani yang baik dan murni (1 Tim.3:4, 1 Petrus 3:16).
J.I. Packer : suara hati agak otonom, tetapi kita dapat menindasnya. Jika suara hati dibentuk
oleh Firman dan jika ditaati, maka ia menjadi ‘Gods deputy and viceregent within us, Gods
spy in our bosoms, Gods sergeant, which He employs to arrest the sinner’.
Dalam pandangan Augustinus dan pandangan Reformed maka kehendak dan juga suara hati
harus diperbaharui oleh Roh Kudus, jadi kita teringat akan pandangan Verkuyl, yang sudah
disebut dalam fasal yang pertama.
Suara hati yang baik merasa diri bebas di depan Allah. Tetapi suara hati yang baik tidak bisa
dibentuk di luar anugerah Allah.
Kepustakaan
Craig L.Blomberg, Tidak miskin, tetapi juga tidak kaya, Jakarta 2011.
R.P. Borrong, Etika bumi baru.
Malcolm Brownlee, ‘Pengambilan keputusan etis, dan faktor-faktor di dalamnya’,1981
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
50
David K. Clark, Robert V. Rakestraw (eds), Readings in Christian Ethics, Vol. 1: Theory and
Methods, ed.7, 2006; Vol. 2: Issues and applications, ed.9, 2005.
Jochem Douma, ‘Christelijke Ethiek’ I, Grondslagen, (‘Etika Kristen’, I, Dasar-dasar), 1999;
kemudian diterbitkan jilid VI tentang etika medis.
Jochem Douma, ‘Kelakuan yang bertanggungjawab’, 1993
Jochem Douma, ‘The Ten Commandments. Manual for the Christian life’, 1996.
Norman L.Geisler, Etika Kristen.
Joh. C. Graafland, Rentmeesterschap bij Calvijn: Leefregels bij de kredietcrisis (Calvin
tentang menjadi bendahara: peraturan-peraturan hidup dalam krisis kredit). In: Radix,
2008.
Carolyn Holderread Heggen, Pelecehan seksual dalam keluarga Kristen dan gereja, Jakarta
2008.
Timothy Keller, Generous justice. How God’s grace makes us just’, 2010.
Henk ten Napel, ‘Jalan yang lebih utama lagi. Etika Perjanjian Baru’, 1997.
Larry L. Rasmussen, Komunitas bumi baru (Jakarta 2010).
Joh.J. Verkuyl, Etika Kristen (umum, sosial-ekonomi, etika seksuil, ras, bangsa, gereja,
negara, etika politika, etika dan kebudayaan, kapita selekta), 1956 (dan tahun-tahun berikut).
Christopher J.H. Wright, Old Testament Ethics for the people of God, 2004.
Terjemahan :Hidup Sebagai Umat Allah, Etika Perjanjian Lama, BPK 2007.
! Etika Kristen. STT SETIA, mei 2014
51
Download