BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan tentang kardiovaskular berguna dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kardiovaskular yang cenderung semakin bertambah. Pada awal abad ke dua puluhan penyakit kardiovaskular bertanggung jawab sebesar kurang dari 10% seluruh penyebab kematian di dunia. Pada akhir abad tersebut angka kematiannya sudah mencapai hampir 50% di negara yang sudah maju dan 25% di negara yang sedang berkembang (Murray & Lopez, 1996). Menurut estimasi para ahli badan kesehatan sedunia PBB (WHO), setiap tahun sekitar 50% penduduk dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) danOrganisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart Federation) memprediksipenyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara Asiapada tahun 2010 (World Health Organization,1999). Saat ini, sedikitnya 78%kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskular. Ditahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskularmenjadi penyebab kematian 25 juta penderita setiap tahunnya (Irawan, 2007). Di Indonesia, penyakit jantung juga cenderung meningkat sebagai penyebab kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sebagai penyebab kematian. Tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung hanya 5,9% ;tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1% ; tahun 1986 melonjak menjadi 16% ; dan tahun 1995 meningkat menjadi 19%. Sensus tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular adalah sebesar 26,4% (Budiarso et al, 1980). Universitas Sumatera Utara 12 Dalam laporan RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5%, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%. Prevalensi jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi Sulawesi Tengah(0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing 0,7%. Sementaraprevalensi jantung koroner menurut diagnosis atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur(4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi Barat (2,6%). Acute Coronary Syndrome (ACS)adalah suatu kondisi gawat darurat medis yang mengancam nyawa dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Sindrom ini bervariasi dari pola angina pektoris tidak stabil hingga terjadiya infark miokardium yang luas. Infark miokardium sendiri merupakan nekrosis otot-otot jantung yang terjadi secara irreversible(Antmen & Braunwald, 2005). Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner (Antmen & Braunwald, 2005). Dari berbagai penelitian dengan bukti-bukti eksperimental menunjukan bahwa ACS terjadi oleh karena pecahnya (ruptur) plak atherosklerosis yang ada pada dinding pembuluh darah koroner oleh proses inflamasi, yang kemudian diikuti oleh proses trombogenesis (Kalim et al, 2003).Proses ini berlangsung menahun, progresif, secara diam-diam sehingga sulit untuk diketahui sebelum timbulnya gejala klinis. Aterosklerosis merupakan suatu proses penyakit yang bersifat multifaktorial karena banyak faktor-faktor yang ikut berperan dalam patogenesisnya yang disebut faktor resiko. Inflamasi memegang peranan penting dalam progresifitas. Trombosis merupakan faktor yang mendasari manifestasi akut ACS (Antmen & Braunwald, 2005). Dalam proses terjadinya aterosklerosis erat kaitannya dengan terjadinya dislipidemia. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Semuanya mempunyai peran yang penting dan sangat berkaitansatu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan sendiri-sendiri. Salah satunya adalah hiperkolesterolemia yang mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl Universitas Sumatera Utara 13 (perkeni, 2004). Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan kadar kolesterol LDL yang tinggi di dalam darah. Di Indonesia, angka kejadian hiperkolesterolemia berdasarkan penelitian MONICA I (1988) sebesar 13,4% untuk wanita dan 11,4% untuk pria. Pada MONICA II (1994) didapatkan meningkat menjadi 16,2% untuk wanita dan 14% pria. Prevalensi hiperkolesterolemia pada masyarakat pedesaan, mencapai 200248 mg/dl atau mencapai 9,3 %. Wanita menjadi kelompok paling banyak menderita masalah ini, yakni 14,5% atau hampir dua kali lipat kelompok laki-laki. Hasil penelitian, diketahui bahwa mayoritas pasien ACS, ditemukan memiliki kadar kolesterol total normal (70,1 %), kolesterol trigliserida normal (68 %) dan kadar kolesterol LDL pada optimal dan sub optimal (61,9 %), Sedangkan pada kolesterol HDL ditemukan mayoritas kategori mengkhawatirkan sampai rendah (96,9 %.). Hasil Analisis ditemukan ada hubungan yang signifikan antara ACSdengan kadar kolesterol HDL kategori mengkhawatirkan sampai rendah (Puteri, 2014). Dari 72 penderita ACS yang diteliti lebih banyak terjadi pada kelompok usia 46-59 tahun 43,1% dan laki-laki 73,6%. Didapati persentase frekuensi kejadian faktor yang dapat dimodifikasi dari persentase yang terbesar hingga persentase terkecil sebagai berikut merokok 58,3%, hipertensi 55,6%, diabetes melitus 40,3%, dan hiperkolesterolemia 11,1%. Dan dari data karakteristik faktor resiko, penderita ACS di RSUP. HAM sebagian besar memiliki faktor resiko yaitu merokok 23,6% dan merokok dengan hipertensi 15,3% (Arif, 2011). Dalam American Heart Association (2011), dinyatakan terdapat beberapa faktor resiko dari terjadinya Acute Coronary Syndrome antara lain merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol darah yang tinggi, diabetes, orang yang jarang berolahraga, obesitas, dan riwayat keluarga yang pernah mengalami nyeri dada, penyakit jantung atau stroke (AHA, 2011). Kolesterol di dalam tubuh terutama diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati. Bahan bakunya diperoleh dari krabohidrat, protein atau lemak. Jumlah yang di sintesis bergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan (Almatsier, 2009). Diet atau susunan makanan merupakan faktoryang Universitas Sumatera Utara 14 mempengaruhi tinggi rendahnya kolesterol darah. Faktor- faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah keturunan, jenis kelamin dan umur, kegemukan, stress, alkohol, dan aktifitas. Peninggian kadar kolesterol dalam darah disebut hiperkolesterolemia (Anwar, 2004). Mengingat latar belakang tersebut penelitian ini hendak mencari hubungan hiperkolesterolemia pada ACS. Dimana kadar kolesterol dalam hal ini adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL yang didapatkan dari gambaran profil lipid pada pemeriksaan laboratorium pasien ACS. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana hubungan antara hiperkolesterolemia dengan penderitaAcute Coronary Syndromeyang dirawat inap di RS. Haji Adam Malik Medan tahun 2014? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan hiperkolesterolemiadengan penderita Acute Coronary Syndrome(ACS). 1.3.2.Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis hubungan kadar kolesterol total pada ACS 2. Menganalisis hubungan kadar LDL total pada ACS 3. Menganalisis hubungan kadar HDLtotal pada ACS 4. Menganalisis hubungan kadar Trigliserida pada ACS Universitas Sumatera Utara 15 1.4.Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Memberikan informasi mengenai hubungan hiperkolesterolemia dengan ACS kepada pembaca, sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dan perubahan pola hidup menjadi lebih sehat. 2. Menambah pengalaman penelitidalam meneliti dan pengetahuan di Ébidang ilmu kardiovaskular, khususnya mengenai Acute Coronary Syndrome. 3. Sebagai bahan pertimbangan dalam mendiagnosis penyakit kardiovaskular khususnya ACS. 4. Sebagai bahan informasi dan acuan bagi penelitian di masa yang akan datang. Universitas Sumatera Utara