BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan teori 2.1.1 Kualitas Produk (quality product) Pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa maka pelayanan merupakan produk yang dijual oleh perusahaan. Namun bagi perusahaan jasa tertentu, perusahaan tidak hanya menjual suatu pelayanan. Pada beberapa penyedia jasa lainnya seperti hotel misalnya, maka selain pelayanan biasanya juga ditawarkan kepada konsumen produk seperti makanan dan minuman. Penelitian yang dilakukan di berbagai industri jasa menunjukkan arti penting faktor produk dalam mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen (Kandampully dkk dalam Suhartanto, 2001:44). Kualitas produk yang diberikan bersama-sama dengan pelayan akan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap pelayanan yang diterima. Semakin baik kualitas produk akan meningkatkan kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang diterima.sebaliknya produk yang kurang berkualitas akan merusak kepuasan konsumen secara keseluruhan. Tjiptono (2002:98) mengemukakan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. menurut Kotler (2008:428) produk jasa merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk yang ditawarakan meliputi barang fisik, jasa, orang atau 17 pribadi, tempat, organisasi, dan ide. Jadi produk dapat berupa manfaat tangible maupun intangible yang dapat memusakan pelanggan. Produk jasa merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Sesungguhnya pelanggan tidak membeli produk, tetapi membeli manfaat dan nilai dari sesuatu yang ditawarkan. Kotler dan Amstrong (2007:347) mengaplikasikan sejumlah manfaat yang dapat pelanggan dapatkan dari pembelian suatu barang atau jasa, sedangkan produk yang ditawarkan itu sendiri dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu : 1) Barang nyata 2) Barang nyata yang disertai jasa 3) Jasa utama yang disertai dengan barang dan jasa tamabahan 4) Murni jasa Untuk merencanakan penawaran atau produk, pemasar perlu memahami tingkat produk sebagai berikut (Kotler dan Amstrong, 2007:348) 1) Produk utama atau inti (core benefit) ,yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk. Aspek mendasar ini harus bisa dipenuhi secara baik oleh produsen, seperti orang mau menginap di hotel, agar dapat tidur dan istirahat dengan puas, orang masuk restoran, ingin menikmati makanan enak dan memuaskan. 2) Produk generik (generic product), yaitu produk dasar yang mampu memenuhi fungsi produk yang paling dasar (rancangan produk minimal 18 agar dapat berfungsi). Oleh sebab itu kamar tidur hotel diberi perlengakapan, tempat tidur, kamat mandi, handuk, dan sebagainya. 3) Produk harapan (expected product), yaitu produk fornal yang ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisinya secara normal (layak) diharapakan dan disepakait untuk dibeli. Maka dari itu perlengkapan hotel harus disediakan dengan baik, seperti : tempat tidur bersih, handuk fresh, terdapat lampu baca ,dan fasilitas lainnya. 4) Produk pelengkap (augmented product), yaitu berbagai atribut produk yang dilengkapi atau ditambahi berbagai manfaat dan layanan, sehingga dapat memeberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk pesaing. Augmented product merupakan suatu nilai tambah yang di luar apa yang dibayangkan konsumen, misalnya di kamar ada TV dengan remote control, memilki berbagai saluran atau channel dan layanan yang prima. Augmented product ini mempunyai kelemahan dan dapat digunakan sebagai alat persaingan. Hal yang sekarang dikatakan augmented product, pada waktu yang akan datang akan menjadi expected product, karena konsumen sudah terbiasa dengan hal baru, apsbils ada augmented product, berarti ada tambahan biaya, sehingga harga kamar akan semakin mahal. Namun pihak pesaing mencoba menwarakan augmented product tetapi tidak menaikkan harga kamar atau mengenakan tambahan beban kepada konsumen. 5) Produk potensial (potentrial product), yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk di masa 19 mendatang. Produsen harus mencari tambahan nilai lain, yang dapat memuaskan pelanggan, dan dapat disajikan sebagai suatu kejutan bagi pelanggan . Jadi pada dasarnya produk adalah sekumpulan nilai kepuasan yang kompleks. Nilai sebuah produk ditetapkan oleh pembeli bedasarkan manfaat yang akan mereka terima dari produk tersebut. Tjiptono dalam Julita (2002:48) menyatakan bahwa evaluasi kepuasan konsumen terhadap produk atau perusahaan tertentu umumnya mengacu pada berbagai faktor atau dimensi. Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap kualitas suatu produk antara lain : 1) Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli. 2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. 3) Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil produk akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai. 4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesifisications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5) Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur, teknis, maupun umur ekonomis penggunaan produk. 20 6) Serviceability, meliputi kecepatan kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan sampai purna jual, yang juga mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan. 7) Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik produk yang menarik, model atau desain yang artistik, dan warna. 8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut atau ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merk, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya. Dalam penelitian ini faktor-faktor evaluasi kepuasan terhadap produk perusahaan dielaborasi agar sesuai dengan produk yang ditawarkan oleh hotel. Umumnya konsumen lebih menekankan evaluasi kepuasan tersebut terhadap kualitas produk yang dibeli serta aspek pelayan yang diterima (Tjiptono, 2002:26). Berdasarkan hal tersebut penelitian ini menggunakan elaborasi faktor di atas sebagai parameter untuk menilai kepuasan terhadap suatu produk yakni: kenyamanan dalam menginap, kelengkapan fasilitas, kebersihan kamar serta lingkungan , kemampuan staf dalam menangani keluhan, dan reputasi hotel. 2.1.2 Kewajaran Harga (price fairness) Xia (2004:67) mengungkapkan bahwa penilaian dari kewajaran harga kemungkinan besar didasarkan pada perbandingan transaksi yang melibatkan 21 berbagai pihak. Ketika dirasakan terjadi perbedaan harga, maka tingkat kesamaan antara transaksi merupakan unsur penting dari penilaian kewajaran harga. Penilaian kewajaran juga tergantung pada berapa besar komperatif pihak yang terlibat dalam transaksi. Salah satu dasar dari persepsi kewajaran menurut Kimes (2002:85) dan Wirtz dan Kimes (2007:29) yaitu prinsip hak ganda, yang menunjukan bahwa salah satu pihak harus tidak menguntungkan dengan menyebabkan kerugian dari pihak lain. Definisi aspek kognitif ini menunjukan bahwa penelitian kewajaran harga melibatkan perbandingan prosedur harga yang terkait dengan standar, referensi atau norma. Sesuai dengan penelitian ini menurut Consuegra (2007:79) kewajaran harga dapat diukur dengan beberapa atribut sebagai berikut: 1) Pelanggan merasa membayar harga yang wajar pada setiap transaksi pembelian. 2) Referensi tingkat harga, dimana pelanggan merasa wajar jika suatu produk atau jasa yang sama jenisnya dari perusahaan yang berbeda ditetapkan dengan harga yang berbeda. 3) Kebijakan harga yang ditentukan oleh perusahan adalah hal yang wajar dan dapat diterima oleh pelanggan. 4) Harga yang ditetapkan merupakan sebuah etika, dimana pelanggan selalu diberitahu mengenai perubahan harga yang akan dilakukan oleh perusahaan sebelum harga yang baru ditetapkan. Kotler dan Keller (2007:77) berpendapat bahwa harga adalah salah satu unsur bauran pemasaran yang paling mudah disesuaikan dan mampu 22 menghasilkan pendapatan. Harga juga dapat mengkomunikasikan posisi nilai yang dimaksudkan perusahaan kepada pasar tentang produk atau merknya. Harga seringkali digunakan sebagai indikator nilai bagaimana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas barang dan jasa. Seringkali dalam penentuan nilai suatu barang atau jasa, konsumen membandingkan kemampuan barang atau jasa dalam memenuhi kebutuhannya. Agar dapat berhasil dalam memasarkan suatu jasa, setiap perusahaan harus menetapkan harga secara tepat kepada konsumen yang mencari sasaran utamanya. Salah satu prinsip yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam menentukan harga adalah harus menitikberatkan pada kemauan pembeli untuk membeli pada harga yang telah ditentukan dengan jumlah yang cukup untuk menutup biaya-biaya dan mendapatkan laba tentunya. Perusahaan hendaknya dapat menentukan harga yang paling tepat sehingga mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Consuegra (2007:55) faktor-faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan pelanggan terhadap harga, antara lain: 1) Kesesuaian harga, tingkat dimana harga dirasakan pantas oleh konsumen. 2) Murah, merasakan transaksi yang ekonomis dari pemebelian produk. 3) Harga yang bervariasi, konsumen memiliki beberapa pilihan harga untuk produk yang berbeda dan spesifik sesuai dengan keinginan konsumen. 23 2.1.3 Tujuan Penetapan Harga Menurut Lupioadi (2006), metode penetapan harga harus dimulai dengan pertimbangan atas tujuan penetapan harga itu sendiri, antara lain : 1) Bertahan Bertahan merupakan usaha untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang meningkatkan laba ketika perusahaan sedang mengalami kondisi pasar yang tidak menguntungkan. Usaha ini dilakukan demi kelangsungan hidup perusahaan. 2) Memaksimalkan laba Penentuan harga bertujuan untuk memaksimalkan laba dalam periode tertentu. 3) Memaksimalkan penjualan Penetapan harga bertujuan untuk membangun pangsa pasar dengan melakukan penjualan pada harga awal yang merugikan. 4) Gengsi/prestise Tujuan penetapan harga di sini adalah untuk memposisikan jasa perusahaan tersebut sebagai jasa yang eksklusif. 5) Pengembalian atas investasi (ROI) Tujuan penentuan harga didasarkan atas pencapaian pengembalian atas investasi (return on investment-ROI) yang diinginkan. Menurut Tjiptono (2006), terdapat dua macam tujuan penetapan harga, yaitu tujuan umum dan tujuan spesifik. Adapun masing-masing tujuan tersebut adalah sebagai berikut: 24 1). Tujuan umum penetapan harga (1) Mengurangi risiko ekonomi dari percobaan produk. (2) Menawarkan nilai yang lebih baik dibandingkan bentuk/kelas produk pesaing. (3) Meningkatkan frekuensi konsumsi. (4) Menambah aplikasi/pemakaian dalam situasi yang lebih banyak. (5) Melayani segmen yang berorientasi pada harga. (6) Menawarkan versi produk yang lebih mahal. (7) Mengalahkan pesaing dalam hal harga. (8) Menggunakan harga untuk mengindikasikan kualitas tinggi. (9) Mengeleminasi keunggulan harga pesaing. (10) Menaikkan penjualan produk komplementer. 2). Tujuan spesifik penetapan harga (1) Menghasilkan surplus sebesar mungkin. (2) Mencapai tingkat target spesifik tetapi tidak berusaha memaksimumkan laba. (3) Menutup biaya teralokasi secara penuh termasuk biaya overhead institutional. (4) Menutup biaya penyediaan satu kategori jasa atau produk tertentu (setelah dikurangi biaya overhead institutional dan segala macam hibah spesifik). (5) Menutup biaya penjualan inkremental kepada satu konsumen ekstra. 25 (6) Mengubah harga sepanjang waktu untuk memastikan bahwa permintaan sesuai dengan penawaran yang tersedia pada setiap waktu tertentu (sehingga bias mengoptimalkan kapasitas produktif). (7) Menetapkan harga sesuai dengan perbedaan kemampuan membayar berbagai segmen pasar yang menjadi target pemasaran organisasi. 2.1.4 Faktor Pertimbangan dalam Penetapan Harga Menurut Lupioadi (2006) penetapan harga perlu dijabarkan ke dalam program penetapan harga jasa dengan mepertimbangkan faktor-faktor berikut : 1) Elastisitas harga permintaan Efektivitas program penetapan harga tergantung pada dampak perubahan harga terhadap permintaan, karena itu perubahan unit penjualan sebagai akibat perubahan harga perlu diketahui. Namun, perubahan harga memiliki dampak ganda terhadap penerimaan penjualan perusahaan, yakni perubahan unit penjualan dan perubahan penerimaan per unit. Jadi, manajer jangan hanya berfokus pada sensitivitas harga di pasar, namun juga mempertimbangkan dampak perubahan harga terhadap pendapatan total. 2) Faktor persaingan Reaksi pesaing terhadap perubahan harga merupakan salah satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan setiap perusahaan. 3) Faktor biaya Struktur biaya perusahaan (biaya tetap dan biaya variabel) merupakan factor pokok yang menentukan batas bawah harga. Faktor lini produk 26 Perusahaan bisa menambah lini produknya dalam rangka memperluas served market dengan cara perluasan lini dalam bentuk perluasan vertikal (vertical extension) dan perluasan horizontal. 4) Faktor pertimbangan lain Faktor-faktor lain yang juga harus dipertimbangkan dalam rangka merancang program penetapan harga antara lain : (1) Lingkungan politik dan hukum, misalnya regulasi, perpajakan perlindungan konsumen. (2) Lingkungan internasional, di antaranya lingkungan politik, ekonomi, sosial budaya, sumber daya alam dan teknologi dalam konteks global. Selanjutnya Sulastiyono (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang digunakan sebagai bahan perhitungan dan pertimbangan dalam penetapan harga jasa dalam penelitian yaitu: 1) Biaya produksi kamar, yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mempersiapkan sebuah kamar agar dapat dijual kepada konsumen. 2) Fasilitas tambahan, yaitu kelengkapan-kelengkapan tambahan di luar fasilitas kamar yang diberikan kepada konsumen. 3) Kebijakan dari manajemen, yaitu ketentuan-ketentuan manajemen yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan. 4) Pesaing, yaitu bagaimana perusahaan menyikapi para pesaing di bidang perhotelan. 27 2.1.5 Kualitas layananan (service quality) Menurut Goets dan Davis dalam (Fandy Tjiptono, 2007) kualitas adalah suatu kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Parasuraman(1985) dalam (Fandy Tjiptono, 2007). Dengan kata lain ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expect service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan (expect service) maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika kualitas pelayanan melampoi harapan konsumen maka dipersepsikan sebagai kualitas pelayanan yang ideal, sebaliknya jika kualitas pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan pelanggan, maka kualitas dipersepsikan buruk dengan demikian kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan pemilik jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten. 2.1.6 Dimensi Kualitas Layanan Antara satu bidang dengan bidang yang lainnya memiliki sedikit perbedaan mengenai dimensi yang membentuk kualitas jasa, tetapi beberapa penelitian menunjukan adanya kesamaan atau kemiripan dalam dimensi yang melandasi terbentuknya suatu kualitas jasa. Salah satu pendekatan kualitas jasa yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (service quality). Service quality dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan 28 yang mereka terima (received service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service). Fandy Tjiptono (1996) dalam Emy Rusmawati (2010), menyebutkan sepuluh dimensi kualitas pelayanan yaitu: 1) Reliabiliity, mencakup konsistensi kinerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya. 2) Responsiveness, yaitu kemauan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen. 3) Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhakan agar dapat memberikan jasa tertentu. 4) Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui, hal itu berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi, perusahaan mudah dihubungi dan lain-lain. 5) Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimilliki para contact personnel. 6) Communication, artinya memberikan informasi kepada konsumen dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan konsumen. 7) Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi personnel dan interaksi dengan konsumen. 8) Security, aman dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan fisik, keamanan finansial dan kerahasiaan. 29 9) Understanding/Knowing the Customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan konsumen. 10) Tangibels, yaitu bukti fisik dari jasa, biasanya berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa. Dalam perkembangannya sepuluh dimensi ini dirangkum menjadi lima dimensi SERVQUAL. Kelima SERVQUAL tersebut meliputi : (Parasuraman dalam Lupiyoadi, 2008 : 182) 1) Bukti Fisik (tangibles) Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal.Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.Fasilitas fisik yang meliputi (gedung, gudang, tempat parkir) perlengkapan dan peralatan yang dipengaruhi (teknologi) serta penampilan pegawainya. 2) Keandalan (reliability) Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu pelayanan yang sama kepada pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi. 3) Ketanggapan (responsiveness) Kebijakan perusahaan untuk membantu dan memberikan pelayanan secara cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian 30 informasi yang jalas.Membiarkan konsumen menunggu tanpa suatu yang jelas akan menimbulkan persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan. 4) Jaminan dan kepastian (assurance) Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Jaminan dan kepastian terdiri dari beberapa komponen antara lain: komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (cuortesy). 5) Perhatian (emphaty) Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.Perusahaan diharapkan memiliki pengertian waktu pengoperasian yang nyaman bagi para pelanggan. Dengan memandang kualitas pelayanan dalam beberapa dimensi tersebut adalah mudah bagi perusahaan untuk memonitor seberapa baik kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Lebih dari itu usaha-usaha apa saja yang perlu dilakukan agar lebih mudah untuk diimplementasikan dengan memperhatikan dan melakukan analisa terhadap dimensi manakah dari dimensi pelanggan yang memberikan evaluasi yang kurang baik. Dimensi kualitas jasa yang telah disebutkan harus diramu dengan baik. Bila tidak, hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antara perusahaan dan pelanggan, karena perbedaan persepsi kedua belah pihak tentang wujud pelayanan. Menurut Rambat Lupiyoadi dan Hamdani A.(2008), terdapat 5 (lima) 31 kesenjangan (gap) yang menyebabkan perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa adalah sebagai berikut: 1) Kesenjangan persepsi manajemen yakni adanya perbedaan penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya orientasi penelitian pemasaran yakni alat utama untuk mengetahui harapan dan kepuasan konsumen, pemanfaatan yang tidak memadai atas temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajeman dengan pelanggan, komunikasi dari bawah keatas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya tingkat manajemen. 2) Kesenjangan spesifikasi kualitas yakni kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas dan tidak adanya penyusunan tujuan. 3) Kesenjangan penyampaian jasa yakni kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktorfaktor : (1) Ambiguitas peran, yaitu sejauh mana karyawan dapat melakukan tugas sesuai dengan harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan. (2) Konflik peran, yaitu sejauh mana karyawan meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak. 32 (3) Kesesuaian karyawan dengan tugas yang harus dikerjakan. Permasalahan pada kualitas jasa sering muncul karena orang yang bersangkutan tidak diposisikan dengan tepat sesuai dengan keahliannya, sehingga tidak efektif dalam melakukan pelayanan. (4) Kesesuaian teknologi yang digunakan oleh karyawan. Kualitas jasa yang tinggi juga tergantung pada sejauh mana karyawan dapat memanfaatkan peralatan atau teknologi yang digunakan menunjang aktivitas peningkatan pelayanan. Ketika karyawan tidak dapat menggunakan peralatan tersebut maka kesenjangan akan terjadi. (5) Sistem pengendalian pengawasan, kinerja dari karyawan ditentukan oleh output yang dihasilkan oleh karyawan. Namun karena produk pelayanan jasa tidak bisa dinyatakan secara kuantitatif, maka untuk melakukan sistem pengendalian pengawasan (supervisory control system) lebih difokuskan pada bagaimana karyawan memperlakukan pelanggan daripada output yang hasilkan. (6) Kontrol yang diterima, yaitu sejauh mana merasakan kebebasan atau fleksibillitas untuk menentukan cara pelayanan. (7) Kerja tim, yaitu sejauh mana karyawan dan manajemen merumuskan tujuan bersama di dalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama dan terpadu dalam tim yang efektif setiap orang berfungsi sebagai tim dan bersamasama mencapai tujuan dengan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota tim lain untuk turut berpartisipasi dalam mencapai kesuksesan tim. 33 Masalah akan muncul apabila kerja tim tidak efektif, sehingga jasa yang seharusnya diberikan tidak maksimal. a. Kesenjangan komunikasi pemasaran yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan pelanggan kualitas jasa oleh pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena tidak memadainya komunikasi horizontal dan adanya kecenderungan memberikan janji yang berlebihan. b. Kesenjangan dalam pelayangan yang diharapkan yaitu perbedaan persepsi jasa yang dirasakan dan diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif. Namun bila diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan. 2.1.7 Konsep Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) Kotler (2007:36) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan suka atau tidak sseorang terhadap suatu produk setelah membandingkan antar prestasi produk tersebut dengan harapan. Menurut Tse dan Wilton dalam Tjiptono (2002:146), kepuasan atau ketidakpuasan pelangggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakainnya. Dari definisi-definisi tersebut dapat dilihat adanya suatu kesamaan makna bahwa kepuasan pelanggan merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional dari pelanggan atas penggunaan suatu produk barang atau jasa ketika harapan dan kebutuhan terpenuhi. Dengan kata lain, jika konsumen merasa yang 34 diperoleh lebih rendah dari yang diharapkan (negatif diskonfirmansi) maka konsumen tersebut akan tidak puas. Jika yang diperoleh konsumen melebihi yang diharapkan (positif diskonfirmasi) maka konsumen akan puas, sedangkan keadaan ketika apa yang diterima sama dengan yang diharapkan, maka konsumen tersebut akan mersakan tidak puas dan puas (netral). Indikator yang dapat digunakan dalam mengukur kepuasan konsumen antara lain : overall satisfaction, harapan umum pelanggan, interaksi pegawai yang ramah, kenyamanan dalam mengakuisisi produk hotel, dan ketrampilan seluruh staf hotel (Suhartanto, 2000:46). Serupa dengan pendapat Kotler, Zeitman, Birtner dan Gremler (2006:85), juga menyatakan bahwa “satisfaction is the consumer’s fullfillment response. It is a judgesment that the product or service feature, or the produk or service it self, provides a pleasurable level of consumption-related fulfilment”. Artinya, kepuasan merupakan respon pemenuhan konsumen. Hal ini merupakan penilaian mengenai bentuk dari produk dan layanan, atau mengenai produk atau layanan itu sendiri, dalam menyediakan tingkat kepuasan dari konsumsi yang terpenuhi. Menurut Kotler (2005:72), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan ada beberapa metode pengukuran yang perlu diperhatikan oleh perusahaan, yaitu : 1) Sistem keluhan dan saran Perusahaan menyediakan kotak saran dan keluhan, kartu komentar, customer hot lines, memperjakan petugas pengumpulan pendapat atau keluhan untuk pelanggan, sehingga pelanggan leluasa menyampaikan keluhan maupun 35 saran. Sarana informasi ini memungkinkan bertindak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah. 2). Survai kepuasan konsumen Metode survai dilakukan perusahaan melalui kuesioner, telepon, email, fax, atau dengan wawancara langsung. Melalui metode ini maka perusahaan akan mempoeroleh tanggapan serta umpan balik secara langsung dari konsumen. Konsumen akan memberikan pandangan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para konsumennya. 3). Ghost Shopping Perusahaan memperkejakan beberapa orang untuk beperan sebagai konsumen perusahaan dan pesaing, kemudian mnelaporkan hasil yang didapat. Metode ini dapat mengamati kekuatan dan kelemahan produk serta pelayanan baik perusahaan sendiri maupun perusahaan pesaing. 4). Lost Customer Analysis Metode yang terakhir adalah metode Lost customer analysis cara kerja metode ini adalah dengan menghubungi mantan konsumen untuk menanyakan alasan berhenti, memebeli, dan pindah ke produk pesaing sehingga perusahaan dapat mengambil kebijakan perbaikan. 36 5). Sales-related Methods Kepuasan konsumen diukur dengan kriteria pertumbuhan penjualan, pangsa pasar dan rasio pembelian ulang. Metode ini dapat digunakan dalam menyimpulkan kepuasan konsumen, terutama dalam situasi struktur pasar monopoli, kelebihan permintaan dan kasus pelanggan yang enggan atau sulit pindah pemasok meskipun tidak puas. 6). Customer panels Perusahaan membentuk panel konsumen yang nantinya dijadikan sampel secara berkala untuk mengetahui apa yang mereka rasakan dari perusahaan dan pelayanan perusahaan. 2.1.8 Indikator Kepuasan pelanggan Menurut Qin dan Viktor (2008:40), indikator dari kepuasan pelanggan terdiri dari: 1) Kepuasan keseluruhan, merupakan tingkat kepuasan pelanggan secara keseluruhan setelah menggunakan suatu produk, mencakup penilaian tentang pengalaman pada saat menggunakan produk. 2) Harapan umum pelanggan, merupakan harapan pelanggan sebelum menggunakan suatu produk, mencakup tentang produk dan layanan. 37 3) Kesesuaian harga, merupakan penilaian pelanggan atas kecocokan tingkat harga dengan kualitas produk yang ditawarkan oleh perusahaan kepada pelanggan. 4) Penilaian atas manfaat yang diperoleh dari produk merupakan penilaian pelanggan atas manfaat dari suatu produk yang berhubungan dengan kemampuan produk tersebut guna memenuhi kebutuhan pengguna. 2.1.9 Konsep Hotel Pengertian hotel menurut Sulastiyono (2004:5) adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus. Tanpa adanya perjanjian khusus yang dimaksud adalah perjanjian seperti membeli barang yang disertai dengan perundingan-perundingan sebelumnya. Sedangkan pengertian hotel yang dimuat oleh Grolier Electronic Publisihing Inc. dalam Sulastiyono (2004:6), menyebutkan bahwa hotel adalah usaha komersial yang rnenyediakan tempat menginap, makanan, dan pelayananpelayanan lain untuk umum. Dalam keputusan Dirjen Periwisata No. 14 tahun 1998, dinyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan hotel ialah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makanan, minuman, serta jasa lain bagi umum yang 38 dikelola secara komersial dan memenuhi persyaratan tertentu. Sedangkan akomodasi dimaksudkan sebagai saranan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan makanan dan minuman serta jasa lainnya. Mengenai penggolongan hotel ditetapkan oleh departemen pariwisata, berdasarkan fasilitas yang tersedia serta kondisi fasilitas tersebut. Fasilitas yang dimiliki hotel ialah adanya kolam renang, lapangan parkir, restoran, bar, laundry, hot, cold water, money changer, ruang konferensi, dan sebagainya. Berdasarkan kondisi lasilitas tersebut maka hotel diberi golongan bintang 1, 2, 3, 4, dan 5 (SK Dirjen Pariwisata No. KM 37/PW.304/MPPT-86). 2.1.10 Klasifikasi Hotel Untuk dapat memberikan informasi kepada para tamu yang akan menginap di hotel tentang standar dan fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing jenis dan tipe hotel, maka hotel dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1). Berdasarkan tujuan pemakaian hotel selama menginap a) Business hotel, yaitu hotel yang banyak digunakan oleh para usahawan b) Recreational hotel, yaitu hotel yang dibuat dengan tujuan untuk orang-orang yang akan santai atau berekreasi. 2). Berdasarkan lokasinya a) City hotel adalah hotel yang terletak di dalam kota, dimana 39 sebagian besar tamunya yang menginap melakukan kegiatan bisnis. b) Resort hotel adalah hotel yang terletak di kawasan wisata, dimana sebagian besar tamu yang menginap tidak melakukan kegiatan usaha. Macam-macam resort hotel berdasarkan lokasinya adalah: (1) Mountain hotel (hotel di pegunungan) (2) Beach hotel (hotel di pinggir pantai) (3) Lake hotel (hotel di daerah danau) (4) Hill hotel (hotel di puncak bukit) (5) Forest hotel (hotel di daerah hutan lindung) (6) Suburb hotel (hotel yang lokasinya dipinggiran kota yang merupakan kota satelit yakni pertemuan antara dua kotamadya) (7) Urban hotel (hotel yang berlokasi di pedesaan dan jauh dari kota besar atau hotel yang terletak di daerah perkotaan baru yang awalnya hanya berupa desa. (8) Ai rport hot el (hot el yang berada dal am sat u kom pl eks bangunan atau area pelabuhan udara atau sekitar bandar udara). 3). Berdasarkan jumlah bintangnya Tingkatan hotel didasarkan pada jumlah bintang yang disandang dan jumlah kamar serta persyaratan lainnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Klasifikasi hotel berbintang satu 40 (1) Jumlah kamar minimum 15 kamar (2) Kamar mandi di dalam (3) Luas kamar standar minimum 20 m2 b) Klasifikasi hotel berbintang dua (1) Jumlah kamar standar, minimum 20 kamar (2) Kamar suite minimum 1 kamar (3) Kamar mandi di dalam (4) Luas kamar standar minimum 22 m2 (5) Luas kamar suite minimum 44m2 c) Klasifikasi hotel berbintang tiga (1) Jumlah kamar standar, minimum 30 kamar (2) Kamar suite minimum 2 kamar (3) Kamar mandi di dalam (4) Luas kamar standar minimum 24 m2 (5) Luas kamar suite minimum 48 m2 d) Klasifikasi hotel berbintang empat (1) Jumlah kamar standar, minimum 50 kamar (2) Kamar suite minimum 3 kamar (3) Kamar mandi di dalarn (4) Luas kamar standar minimum 24 m2 (5) Luas kamar suite minimum 48 m2 e) Klasifikasi hotel berbintang lima (1) Jumlah kamar standar, minimum 100 kamar 41 (2) Kamar suite minimum 4 kamar (3) Kamar mandi di dalam (4) Luas kamar standar minimum 24 m2 (5) Luas kamar suite minimum 52 m2 2.2 Pembahasan hasil penelitian sebelumnya 1) Penelitian yang dilakukan oleh Dodik, dkk (2009), yang bejudul “pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan nasabah kredit perorangan dan kelompok” menghasilkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) untuk kredit perorangan sebesar 0,898. Ini menunjukkan sebesar 89,8 persen variabel reliability, responsiveness, empathy, assurance, dan tangible mampu mempengaruhi variabel kepuasan nasabah secara signifikan, sedangkan sebesar 11,2 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Nilai koefisien determinasi (R2) kredit kelompok sebesar 0,820 artinya sebesar 82,0 persen variabel reliability, responsiveness, empathy, assurance, dan tangible mampu mempengaruhi variabel kepuasan nasabah secara signifikan, sedangkan sebesar 18,0 persen dipengaruhi oleh variable lain yang tidak dimasukkan dalam model. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kualitas layanan, kepuasan pelanggan dan analisis regresi berganda. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Ariyani (2009), yang berjudul “Analisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen rumah makan” menghasilkan bahwa analisis data dengan menggunakan analisis regresi 42 menunjukkan bahwa kualitas pelayanan dari segi keandalan dan empati berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan konsumen, sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kepuasan konsumen, maka pihak Rumah Makan harus meningkatkan kualitas pelayanan dari segi keandalan dan mempertahankan kualitas pelayanan dari segi empati. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kepuasan pelanggan, kualitas pelayanan dan analisis regresi berganda 3) Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2010), yang berjudul “ Mengukur Kepuasan Pelanggan Hotel Bintang 4 Dan 5 di DKI Jakarta melalui Pelayanan Petugas, Prasarana Fisik, dan Proses” menghasilkan bahwa semua unsur bauran pemasaran non convensional berpengaruh secara positif dan berarti terhadap kepuasan pelanggan, tetapi ternyata sub variabel bauran pemasaran non convensional mengenai petugas pelayanan/ SDM memberikan pengaruh yang lebih dominan terhadap kepuasan pengunjung Hotel Bintang 4 & 5 dari pada prasarana fisik dan proses pelayanan, sehingga pihak hotel harus memberikan prioritas perhatian yang paling tinggi terhadap petugas pelayanan. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu harga dan kepuasan. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu harga dan kepuasan pelanggan. 4) Penelitian yang dilakukan oleh Fauzan, dkk (2009), yang berjudul “pengaruh atribut produk dan minat konsumen terhadap loyalitas konsumen” menghasilkan bahwa variabel manfaat inti, produk dasar, produk yang diharapkan, produk yang ditingkatkan, produk potensial, dan minat nasabah 43 berpengaruh terhadap loyalitas nasabah. Artinya, keenam faktor tersebut mempengaruhi perilaku konsumen untuk tetap loyal kepada AJB Bumiputera 1912 di Surakarta sehingga faktor-faktor tersebut merupakan modal yang sangat penting. Hasil pengujian koefisien determinasi diperoleh R2 sebesar 0,996. Artinya, 99,6 persen seluruh variasi variabel loyalitas nasabah dapat dijelaskan oleh variabel manfaat inti (core benefit), produk dasar (basic product), produk yang diharapkan (expected product), produk yang ditingkatkan (augmented product), produk potensial (potential product), dan minat nasabah yang dimasukkan ke dalam model. Sisanya 0,4 persen dijelaskan oleh variabel diluar model. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu produk dan analisis regresi berganda. 5) Penelitian yang dilakukan oleh Hutomo (2009), yang berjudul “pengaruh kualitas produk dan tingkat kepuasan konsumen terhadap loyalitas pelanggan pada produk makanan tela krezz cabang Bekasi” menghasilkan bahwa kualitas produk dan tingkat kepuasan konsumen secara bersama-sama berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Secara partial kualitas produk dan tingkat kepuasan konsumen juga berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan dimana variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap loyalitas pelanggan adalah tingkat kepuasan konsumen. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kualitas produk dan kepuasan pelanggan 6) Penelitian yang dilakukan oleh Rahyuda (2011), yang berjudul “pengaruh kewajaran harga, citra perusahaan terhadap kepuasan dan loyalitas pengguna 44 jasa penerbangan domestik Garuda Indonesia di Denpasar” mengasilkan bahwa 1) Kewajaran harga tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, 2) Citra perusahaan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, 3) kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas, 4) kewajaran harga tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan, 5) citra perusahaan tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan serta 6) Secara keseluruhan , kepuasan pelanggan adalah satu-satunya konstruk yang dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kewajaran harga dan kepuasan. 7) Penelitian yang dilakukan oleh Yasa (2007), yang berjudul “pengaruh kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan” menghasilkan bahwa kualitas layanan berpengaruh yang signifikan dan positif terhadap kepuasan pelanggan (nilai signifikan F < 0,05). Tingkat hubungan terbentuk adalah temasuk hubungan yang sangat kuat (nilai koefesien korolasi R sebesar 0,972 atau 97,2 persen). Sedangkan kontribusi kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan dalam hubungan oleh nilai R square 0,945 atau 94,5 persen. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kualitas, kepuasan dan analisis regresi berganda. 8) Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi, dkk (2005), yang berjudul “analisis kepuasan konsumen berdasarkan tingkat pelayanan dan harga kamar menggunakan aplikasi fuzzy dengan matlab 3.5” menghasilkan bahwa tingkat kualitas pelayanan sudah dapat dikatakan baik yaitu sebesar 5,5. Tingkat harga kamar dapat dikatakan murah yaitu sebesar 5,5. Tingkat kepuasan 45 konsumen mencapai 43,9. Kedua variabel input (tingkat kualitas pelayanan dan tingkat harga kamar), masing-masing didapatkan bilangan real yang sama yaitu 5,5 yang artinya adalah masingmasing variabel memberikan pengaruh sebesar 55 persen terhadap tingkat kepuasan konsumen sebagai outputnya, jadi kedua variabel input harus sama-sama ditingkatkan sehingga akan menjadikan konsumen merasa lebih puas. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kepuasan pelanggan. 9) Penelitian yang dilakukan oleh Fauzijah, dkk (2007), yang berjudul “aplikasi penentuan harga jual kamar pada perusahaan jasa perhotelan menggunakan metode activity based costing (ABC)” menghasilkan bahwa metode Activity Based Costing dapat digunakan untuk menentukan harga jual kamar pada perusahaan jasa perhotelan dalam bentuk aplikasi komputer sehingga mampu menghasilkan informasi harga pokok dan harga jual kamar yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan jumlah keuntungan yang diharapkan. Pengembangan aplikasi berikutnya diharapkan sistem dapat menangani perubahan data cost driver dan cost pool. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu penentuan harga. 10) Penelitian yang di lakukan oleh Dharma, dkk (2011), yang judul “pengaruh harga dan kualitas produk terhadap kepuasan konsumen PT Garam (Persero) di Jawa Timur”. Variabel penelitian ini adalah harga (X1), kualitas produk (X2) dan kepuasan konsumen (Y). Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini adalah digunakan purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel 46 dengan menggunakan pertimbangan tertentu, sehingga ditemukan sampel sebanyak 108 responden. Teknik analisis dengan menggunakan teknik analisis SEM. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat kesimpulan bahwa hipotesis yang menyatakan diduga bahwa diduga variabel harga dan kualitas produk berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kualitas produk, harga dan kepuasan. 11) Penelitian yang di lakukan oleh Alida Palilati (2009), yang berjudul “pengaruh tingkat kepuasan terhadap loyalitas nasabah tabungan perbankan di wilayah etnik Bugis”. “menghasilkan bahwa Faktor-faktor yang dominant mempengaruhi loyalitas nasabah adalah faktor (variabel) profesionalisme nasabah, hubungan interaktif, dan citra bank. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kepuasan. 12) Penelitian yang di lakukan oleh Frasiska (2009), yang berjudul “analisis pengaruh kualitas produk, kualitas layanan dan persepsi harga terhadap kepuasan pelanggan air minum dalam kemasan” menghasilkan bahwa kebenaran hipotesis, dasar pengambilan keputusan tidak hanya berdasarkan hasil pengolahan Uji t semata, namun juga menggunakan Uji F. Dari hasil pengolahan data diketahui nilai F 0,000 sedangkan nilai F tabel hitung sebesar 8,653 dengan signifikansi untuk penelitian ini sebesar 2,71. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Kualitas Produk, Kualitas Layanan, dan Persepsi Harga kepada pelanggan AMDK Jawa Tirta Semarang, secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan. 47 Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kualitas produk, kualitas layanan, harga dan analisis regresi berganda. 13) Penelitian yang di lakukan oleh Kaihatu (2009), yang berjudul “Analisa Kesenjangan Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen Pengunjung Plaza Tunjungan Surabaya” menghasilkan bahwa menunjukkan atribut-atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen (jasa yang diharapkan konsumen), namun kinerja kualitas jasa (jasa yang dirasakan konsumen) pihak Plaza Tunjungan Surabaya belum melaksanakannya dengan baik. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kualitas layanan, dan kepuasan. 14) Penelitian yang di lakukan oleh Wiyono dkk (2007), yang berjudul “studi tentang kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten” menghasilkan bahwa Rumah Sakit Islam Manisrenggo klaten perlu secara rutin mengamati pelayanannya agar dapat mempertahankan kelebihan-kelebihan yang ada dan membenahi kekurangankekurangannya. Keterlibatan tenaga medis, paramedis, dan penunjang medis dalam melayani konsumen/pasien perlu ditingkatkan agar kepercayaan dan pengaruhnya terhadap kepuasan konsumen meningkat. Peningkatan kualitas pelayanan paramedis perlu lebih diprioritaskan karena variabel ini memiliki pengaruh terbesar terhadap kepuasan konsumen. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kualitas, kepuasan dan analisis regresi berganda. 48 15) Penelitian yang di lakukan oleh Kristiana dkk (2009), yang berjudul “analisis variabel-variabel kualitas pelayanan dan pengaruhnya terhadap kepuasan konsumen pada hotel Melati III di Kota Malang” menghasilkan bahwa faktor-faktor yang menentukan penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan pada Hotel Melati III di Kota Malang adalah tangible, reability, responsiveness, assurance dan empathy. 2) faktor-faktor kualitas pelayanan tersebut baik secara simultan maupun parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepuasan konsumen dalam menggunakan jasa pelayanan pada Hotel Melati III di Kota Malang. 3) faktor assurance sebagai faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kepuasan konsumen pada hotel melati III di Kota Malang. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kualitas pelayanan dan kepuasan. 16) Penelitian yang di lakukan oleh Aurimas (2009), yang berjudul “influence of price and quality to customer satisfaction neuromarketing approach” menghasilkan bahwa harga, kepuasan pelanggan pelanggan pada melalui pembelian produk dan kualitas berpengaruh terhadap pendekatan mereka neuromarketing. adalah signifikan Kepuasan faktor yang menyebabkan bisnis untuk sukses. Dalam beberapa kali, kepuasan pelanggan telah mendapat perhatian baru dalam konteks dari pergeseran paradigma dari pemasaran transaksional untuk hubungan pemasaran. Bahkan disepakati dalam literatur bahwa harga dan kualitas memiliki pengaruh yang cukup besar pada kepuasan pelanggan. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kualitas, produk dan kepuasan pelanggan. 49 17) Penelitian yang di lakukan oleh Muzammil Hanif, dkk (2010), yang berjudul “Factors Affecting Customer Satisfaction” menghasilakan bahwa baik faktor memberikan kontribusi untuk menjelaskan kepuasan pelanggan tetapi relatif kewajaran harga memiliki dampak lebih besar pada kepuasan pelanggan dari layanan pelanggan. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kewajaran produk dan kepuasan pelanggan. 18) Penelitian yang di lakukan oleh Abdullah, dkk (2009), yang berjudul “Influence of Service and Product Quality towards Customer Satisfaction: A Case Study at the Staff Cafeteria in the Hotel Industry” menghasilkan bahwa ada positif yang signifikan hubungan antara tempat/suasana (r = 0,563, p= 0,000) dan kualitas pelayanan (r = 0,544, p = 0,000) dengan kepuasan pelanggan. Namun, meskipun hubungan antara kualitas makanan dan pelanggan kepuasan yang signifikan, itu ke arah yang negatif (r = - 0,268, p = 0,001). Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kualitas pelayanan dan kepuasan. 19) Penelitian yang di lakukan oleh College, dkk (2009), yang berjudul “The Influence of Mass Customisation on Consumer Satisfaction and Its Implications for the U.S. IPTV Television Market: An Exploratory Study” menghasilkan bahwa penelitian direncanakan akan berguna tidak hanya untuk IPTV (CATV dan DBS) industri, tetapi juga untuk bisnis lain yang serupa dalam struktur dan proses. implikasi teoritis dari empiris penelitian kami mengusulkan adalah bahwa penelitian kami akan memberikan kontribusi pada tubuh bekerja pada massa kustomisasi berkaitan dengan 50 konsumen, sambil menanggapi kesenjangan dalam literatur yang masih ada pada MC hubungan dengan kepuasan konsumen. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan yaitu kepuasan pelanggan. 20) Penelitian yang di lakukan oleh Manuel Becerra dkk (2011), yang berjudul differetiation and the relationship between product market competition and price dicrimination menghasilkan bahwa hasil yang bertentangan dari literatur sebelumnya tentang topik ini. Yaitu, kami menyediakan bukti empiris yang kuat bahwa persaingan berbeda mempengaruhi harga kamar tunggal dan ganda hotel dengan kualitas yang lebih besar dibandingkan dengan mereka dengan kualitas yang lebih rendah. Dengan keberadaan (ketiadaan) diskriminasi diferensiasi, persaingan meningkat (menurun) harga. Temuan kami kuat untuk penggunaan teknik ekonometrik yang meringankan kekhawatiran endogenitas. 21) Penelitian yang di lakukan oleh Juan Gabriel (2007), yang berjudul “Investment on environmental quality of a tourist region aneconomic model with vertical differentiation and externalities” menghasilkan bahwa tingkat kualitas lingkungan yang dipilih oleh hotel tergantung pada tingkat pendapatan para wisatawan dan bahwa permintaan untuk layanan hotel tergantung positif pada tingkat investasi mereka sendiri untuk melestarikan alam karakteristik kawasan wisata di mana mereka berada. 51 22) Penelitian yang di lakukan oleh Gandolfo Dominici (2010), yang berjudul “Customer Satisfaction in the Hotel Industry A Case Study from Sicily” menghasilkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan yang baik mempertimbangkan evaluasi secara keseluruhan dan layanan tunggal (6 dari 8 aspek tunggal diperiksa). Manajemen sumber daya manusia dalam hasil tertentu untuk secara khusus efektif dalam hiburan dan restoran layanan. Meskipun layanan yang terakhir sangat tergantung pada kualitas hotel struktur, tingkat tertentu mungkin mendapatkan perbaikan melalui upaya konkret ke arah kustomisasi mereka. Secara umum, faktor utama yang membatasi kemampuan Sporting Club Hotel untuk mencapai kepuasan pelanggan yang lebih tinggi. 23) Penelitian yang di lakukan oleh Tamil Mani (2007), yang berjudul “Employees perception towards Service Climate Hotel Industry in India An empirical study” menghasilkan bahwa karyawan di Hotel menggunakan teknologi yang tepat untuk melakukan dan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Juga mereka melihat bahwa Hotel memberikan visi yang jelas dan efektif untuk keunggulan layanan dan manajemen memberikan pelayanan prima secara internal tetapi kebanyakan mereka mengatakan bahwa mereka tidak memberikan pelayanan / produk tepat waktu kepada pelanggan yang mempengaruhi iklim pelayanan organisasi dalam jalan besar. Untuk memperbaiki ini, organisasi harus meningkatkan iklim berdasarkan harapan pelanggan dan memberikan 52 beberapa tanggung jawab kepada karyawan untuk menerapkan teknik baru dalam Hotel. 24) Penelitian yang di lakukan oleh Ashwin, dkk (2011), yang berjudul “marketing the hotel sector in economic crisis evidence from mauritius” menghasilkan bahwa Strategi harga ini yang paling sukses untuk para pelaku bisnis perhotelan adalah produk yang dijual dalam bundel seperti paket dijual ke agen perjalanan dan operator wisata. Strategi menawarkan produk kualitas rendah dengan harga tinggi tidak berhasil dengan pelanggan. Para operator internet dan tour ditemukan menjadi saluran distribusi yang paling efektif pada saat krisis ekonomi. Ini juga terlihat bahwa saluran distribusi lain seperti agen perjalanan, berjalan-dalam penjualan dan perwakilan penjualan memiliki peran penting dalam efektif mendistribusikan produk kepada konsumen. Strategi promosi yang paling efektif adalah promosi penjualan, pameran dan pameran serta iklan. Penting untuk dicatat bahwa meskipun meskipun penjualan promosi yang sangat digunakan, pelaku bisnis perhotelan tidak besar-besaran mengurangi harga hotel mewah tetapi, di sisi lain, malam gratis yang ditawarkan tambahan atau kegiatan rekreasi lebih untuk menjaga posisi high-end dari perusahaan tersebut. 25) Penelitian yang di lakukan oleh Maya Ivanova (2011), yang berjudul “marketing challengs faced by newly affiliated hotels” menghasilkan bahwa langkah-langkah dari proses dalam menyesuaikan diri dengan standar dan aturan rantai masih perlu perhatian lebih dari peneliti. Makalah ini menguraikan kesulitan utama dari proses ini menyangkut masalah pemasaran 53 dari hotel manajer perspektif, sehingga memberikan dasar untuk analisis lebih lanjut baik untuk rantai manajemen, dan untuk manajer hotel dalam kegiatan pemasaran, terutama di yang baru berafiliasi properti. 2.3 Hipotesis Berdasarkan kajian teoiritis, penelitian sebelumnya dan tujuan dari penelitian maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah: 1) Kualitas produk, kewajaran harga dan kualitas layanan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan pelanggan. 2) Kualitas produk, kewajaran harga dan kualitas layanan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kepuasan pelanggan. Gambar 2.1 Model penelitian Kualitas Produk H2.1 H2.2 Kepuasan Pelanggan Kewajaran Harga H2.3 Kualitas Layanan 54