hasil dan pembahasan

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Tepung Ganyong
Tahapan
pembuatan
tepung
ganyong
meliputi
pemilihan
bahan,
pengupasan bahan, pembersihan dan pencucian ganyong, serta proses
pengeringan dengan drum dryer. Tahap awal yaitu pemilihan ganyong, dipilih
ganyong yang segar dan tidak busuk. Selanjutnya dilakukan pemilihan ganyong
kemudian dilakukan pengupasan kulit ganyong. Pengupasan dilakukan untuk
membersihkan ubi ganyong dari kotoran dan kulit yang melekat pada ubi
tersebut. Ganyong yang sudah dikupas kemudian dicuci dan direndam di dalam
air selama 1 jam dengan penambahan natrium bisulfit 0,3%. Penambahan
natrium bisulfit untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan akibat aktivitas
enzim polifenol oksidase.
Proses selanjutnya dilakukan pengirisan ganyong. Ganyong diiris dalam
ukuran lebih kecil dan kemudian dilakukan pengeringan dengan drum dryer pada
suhu 80o C selama ±30 detik. Pengeringan dengan drum dryer dilakukan agar
pengeringan lebih merata. Hal ini didukung oleh penelitian Meilani (2002) bahwa
pengeringan dengan drum dryer tidak dipengaruhi oleh keadaan cuaca, hasil
pengeringan yang merata dan efisien. Ganyong yang sudah melewati proses
pengeringan kemudian dihancurkan menggunakan blender dan diayak dengan
ukuran 60 mesh.
.
Pada Gambar 5 disajikan perbandingan antara tepung terigu komersial
dengan tepung ganyong.
Gambar 5 Tepung terigu komersial (kiri) dan tepung ganyong (kanan)
Sifat fisik, kandungan gizi dan serat makanan tepung ganyong
Tepung ganyong yang dihasilkan dengan metode pengering drum dryer
selanjutnya dilakukan analisis sifat fisik, kandungan gizi dan serat makanan. Sifat
fisik dari tepung ganyong disajikan pada Tabel 7.
22
Tabel 7 Sifat fisik tepung ganyong
Sifat fisik
Tepung ganyong
Rendemen (%)
Densitas kamba (g/mL)
Derajat keputihan (%)
9.86
0.56
40.21
Rendemen tepung dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung
ganyong dengan ubi ganyong awal sebelum dikupas. Rendemen tepung
ganyong yaitu sebesar 9.86%. Hal ini diduga karena ganyong memiliki kadar air
yang relatif tinggi yaitu 75% (Depkes 1992). Namun, tepung ganyong memiliki
nilai relatif lebih tinggi jika dibandingkan tepung garut hasil penelitian Wijayanti
(2007) yang memiliki nilai rendemen 8%.
Densitas kamba adalah sifat bahan pangan dari tepung-tepungan yang
merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume bahan. Suatu
bahan dikatakan kamba apabila nilai densitas kambanya kecil, berarti dibutuhkan
ruang volume yang besar untuk berat yang ringan. Densitas kamba tepung
ganyong yang dihasilkan adalah 0,56 g/mL.
Derajat keputihan tepung ganyong adalah 40,21%. Tepung ganyong yang
dihasilkan berwarna putih kecoklatan. Warna putih kecoklatan diduga akibat
proses pencoklatan enzimatis karena proses mekanis seperti pengirisan
ganyong.
Upaya
penambahan
natrium
bisulfat
sudah
dilakukan
untuk
mengurangi reaksi pencoklatan enzimatis, namun upaya tersebut belum
sempurna karena tepung ganyong masih berwarna kecoklatan.
Kandungan gizi tepung ganyong yang dianalisis meliputi kadar air, abu,
protein, lemak, karbohidrat (by difference), serta serat makanan. Hasil analisis
kandungan gizi dan serat makanan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kandungan gizi dan serat makanan tepung ganyong
Kandungan
Komponen
Air
Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat
Total serat makanan
* Sumber : BSN (2006)
% bb
% bk
7.46
4.00
2.76
1.75
84.03
12.14
4.32
2.88
1.80
90.80
13.12
SNI tepung
terigu*
Maks. 14,5
Maks. 0,6
Min. 7
-
Kadar air tepung ganyong dipengaruhi oleh beberapa faktor selama
proses pengeringan. Faktor tersebut diantaranya adalah suhu, lama waktu
pengeringan dan kadar air umbi segar. Kadar air tepung ganyong adalah 7,46%
23
(bb) (Tabel 8). Kadar air tepung ganyong sesuai dengan kadar air tepung terigu
berdasarkan SNI yaitu maksimal 14,5% (BSN 2006).
Kadar abu yang terdapat dalam suatu bahan pangan menunjukkan
kandungan mineralnya. Berdasarkan hasil analisis, kadar abu pada tepung
ganyong 4.32% (bb). Jika dibandingkan dengan kadar abu yang diperbolehkan
untuk tepung terigu yaitu 0.6% (BSN 2006), maka kadar abu tepung ganyong
lebih tinggi. Menurut Damayanti et al. (2007), mineral yang terkandung dalam
ganyong relatif lebih tinggi dan mineral yang terkandung didalam ganyong
diantaranya adalah kalsium, fosfor dan besi.
Kadar protein tepung ganyong adalah 2,76% (bb). Jika dibandingkan
dengan kadar protein yang diperbolehkan untuk tepung terigu yaitu minimal 7%
(BSN 2006), maka kadar protein tepung ganyong lebih rendah. Penelitian
Wijayanti (2007) menunjukkan kadar protein tepung garut yaitu 5.30% (bb). Hasil
ini menunjukkan bahwa tepung ganyong me\rupakan jenis tepung dengan kadar
protein relatif rendah, sehingga variasi produk olahan tepung ganyong tidak
sebanyak tepung terigu, terutama dalam bentuk “baking product”. Menurut
Faridah et al. (2008), tepung dengan kadar protein rendah cocok digunakan
sebagai bahan baku produk yang tidak membutuhkan pengembangan adonan
seperti cookies.
Kadar lemak tepung ganyong yang diperoleh adalah 1,75% (bb).
Menurut Depkes (1992) kadar lemak ganyong segar per 100 gram yaitu 0,1 gram
(0.1% bb). Perbedaan kadar lemak diduga karena perbedaan kadar air dan serat,
akibat proses pengolahan ganyong segar menjadi tepung ganyong.
Kadar
karbohidrat
dalam
tepung
ganyong
adalah
84,03%
(bb).
Perhitungan kadar karbohidrat tepung ganyong dilakukan secara by difference.
Nilai kadar karbohidrat merupakan yang terbesar dibandingkan kandungan abu,
air, lemak dan protein. Hal ini menunjukkan bahwa karbohidrat merupakan
kandungan gizi utama tepung ganyong.
Kadar total serat makanan dalam tepung ganyong adalah 12.14% (bb)
(Tabel 8). Tepung ganyong memiliki kadar serat lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tepung garut hasil penelitian Wijayanti (2007) dengan kadar total serat
makanan 8.69% (bb). Serat makanan sangat penting bagi tubuh, karena dapat
memberikan pertahanan tubuh terhadap timbulnya berbagai macam penyakit
(Muchtadi 2001 dalam Saputra 2008). Didukung oleh hasil penelitian Saputra
24
(2008) menunjukkan bahwa kadar serat makanan mempengaruhi kadar glukosa
darah.
Formulasi Cookies Substitusi Tepung Ganyong
Penentuan formula cookies ganyong dilakukan secara trial and eror.
Tujuan dilakukan trial and eror untuk menentukan formula substitusi tepung
ganyong maksimal. Pembuatan cookies dilakukan dengan mensubstitusi tepung
terigu dengan tepung ganyong. Tepung ganyong yang digunakan dalam formula
cookies adalah 0%, 60%, 80% dan 100% dari total tepung. Tingkat substitusi
ganyong diatas 60% dimaksudkan untuk membuat produk berbasis tepung
ganyong dengan disubstitusi diatas 50% dari tepung ganyong. Berdasarkan
formulasi, tingkat substitusi 60% merupakan batas bawah tingkat substitusi. Hal
tersebut berdasarkan perhitungan matematis dengan menggunakan software
Microsoft Excel 2007 bahwa tingkat substitusi tepung ganyong sebesar 60%
sudah mengandung lebih dari 6 gram serat makanan per 100 gram cookies.
Cookies yang mengandung serat lebih dari atau sama dengan 6 gram per 100
gram bahan sudah memenuhi klaim tinggi serat (European Council 2008). Selain
itu, serat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai dari indeks
glikemik (Rimbawan dan Siagian 2004). Oleh karena itu, digunakan substitusi
cookies ganyong 60%, 80% dan 100%.
Berdasarkan hasil trial and eror yang dilakukan diperoleh bahwa tingkat
substitusi maksimum tepung ganyong yang dapat digunakan dalam pembuatan
cookies ganyong mencapai 100%.
Jarak perbedaan tingkat substitusi yaitu
20%, disebabkan aspek yang ingin diteliti yaitu aspek makro (serat makanan).
Metode dasar pencampuran adonan cookies yaitu metode krim (creaming
method) dan metode all-in. Pada metode krim, semua bahan tidak dicampur
secara langsung melainkan dicampur terlebih dahulu lemak dan gula, kemudian
ditambah pewarna dan essens lalu ditambah susu diikuti penambahan bahan
kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air.
Sedangkan metode pembuatan cookies dengan metode all-in, yaitu semua
bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan
sampai adonan cukup mengembang (Faridah 2008). Pembuatan cookies
ganyong dilakukan dengan cara pencampuran dan pengadukan dengan metode
krim. Hal tersebut baik untuk cookies yang dicetak.
Pembuatan
cookies
ganyong
terdiri
dari
beberapa
tahap,
yaitu
penimbangan bahan, pencampuran bahan, pencetakan adonan, pemanggangan
25
dengan oven dan pendinginan. Tahap awal pembuatan cookies yaitu
penimbangan bahan sesuai dengan formua pembuatan cookies ganyong.
Setelah bahan-bahan ditimbang, kemudian dilakukan pencampuran bahan.
Bahan-bahan yang dicampur pertama adalah mentega, margarin dan gula halus
sampai terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer. Selanjutnya
ditambahkan kuning telur dengan kecepatan pengocokan rendah. Setelah
pembentukan krim dan sudah dicampur merata, pengocokan dengan mixer
dihentikan. Tepung ganyong dan tepung terigu sebelum ditambahkan ke dalam
adonan dilakukan pencampuran terlebih dahulu sesuai dengan tingkat substitusi
pada Tabel 9. Tahap akhir ditambahkan susu skim, campuran tepung terigu dan
tepung ganyong, diaduk hingga terbentuk adonan yang mudah dibentuk
kemudian dilakukan pencetakan cookies dengan metode rolled cookies. Cookies
digiling dengan ketebalan ± 0,3 cm dan kemudian dicetak. Cookies yang sudah
tercetak dioven pada suhu 160-170oC dengan lama pembakaran sekitar 10
menit.
Uji Organoleptik Cookies Ganyong
Formula cookies ganyong yang telah dibuat selanjutnya dilakukan uji
organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dan uji mutu
hedonik. Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji mutu hedonik digunakan untuk
mengetahui kesan panelis terhadap sifat produk secara lebih spesifik dan
penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji
hedonik atau uji kesukaan. Panelis menilai tingkat kesukaannya terhadap warna,
aroma, rasa, tekstur cookies.
Panelis yang digunakan dalam uji organoleptik sebanyak 34 orang
panelis semi terlatih. Panelis berprofesi sebagai mahasiswa dan tergolong
panelis semi terlatih didasarkan pada seringnya panelis menjadi panelis uji
organoleptik. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan skala garis 1
sampai 9. Tampilan skala disajikan pada Lampiran 2.
Panelis melakukan uji hedonik dan uji mutu hedonik cookies ganyong
dengan tingkatan substitusi tepung ganyong, yaitu 0% (F0), 60% (F1), 80% (F2),
dan 100% (F3). Penampakan cookies ganyong dengan tingkatan substitusi
tepung ganyong 0% (F0), 60% (F1), 80% (F2), dan 100% (F3) disajikan pada
Gambar 6.
26
Gambar 6 Cookies ganyong dengan tingkatan substitusi tepung ganyong
0% (F0), 60% (F1), 80% (F2), dan 100% (F3)
Uji hedonik cookies ganyong
Parameter dari uji hedonik cookies ganyong meliputi warna, aroma, rasa,
tekstur dan keseluruhan cookies. Parameter warna, aroma, rasa, tekstur dan
keseluruhan cookies yang digunakan adalah skala 1=amat sangat tidak suka
hingga 9=amat sangat suka. Berikut ini merupakan nilai rata-rata hasil uji hedonik
cookies ganyong untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur pada setiap
formula dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil uji hedonik cookies ganyong
Formula
Parameter
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
c
c
b
b
b
F0 (0%)
6.99
6.68
6.84
6.77
7.07
b
bc
b
b
b
F1 (60%)
6.02
6.51
6.49
6.49
6.70
a
ab
a
a
a
F2 (80%)
4.61
5.93
5.51
5.68
5.53
b
a
a
a
a
F3 (100%)
5.61
5.69
5.79
5.81
5.78
Keterangan : warna, aroma,rasa, tekstur, keseluruhan dengan skala 1=amat sangat
tidak suka 9= amat sangat suka,
Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang
tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)
Warna. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata
tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warna cookies ganyong berkisar
antara 4.611-6.997 atau berada pada kisaran agak kurang suka mendekati biasa
sampai agak suka mendekati suka. Cookies F0 memiliki nilai kesukaan terhadap
warna tertinggi atau pada kisaran agak suka mendekati suka. Cookies ganyong
dengan substitusi tepung ganyong 80% memiliki nilai kesukaan terendah yaitu
pada kisaran agak tidak suka mendekati biasa.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi
tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis
terhadap
parameter
warna
cookies
ganyong.
Hasil
uji
lanjut
Duncan
menunjukkan bahwa cookies F1 dan F3 tidak berbeda nyata, sedangkan warna
F0 dengan F1, F2 dan F3 berbeda nyata. Demikian pula warna cookies F2
berbeda nyata dengan F1 dan F3 (Lampiran 3).
27
Aroma. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata
tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma cookies ganyong berkisar
antara 5.694-6.676 atau berada pada kisaran biasa mendekati agak suka sampai
agak suka mendekati suka. Cookies F0 memiliki nilai kesukaan terhadap aroma
tertinggi atau pada kisaran agak suka mendekati suka. Cookies ganyong dengan
substitusi tepung ganyong 100% memiliki nilai kesukaan terendah yaitu pada
kisaran biasa mendekati agak suka.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi
tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis
terhadap parameter aroma cookies ganyong (Lampiran 3). Penilaian organoleptik
menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter
aroma cookies ganyong berkisar antara 5.694-6.676 atau berada pada kisaran
biasa mendekati agak suka sampai agak suka mendekati suka. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tidak nyata cookies F3 dan F2,
F1 dan F2, namun aroma F0 berbeda nyata dengan F2 dan F3. Demikian pula
mutu aroma cookies F3 berbeda nyata dengan F0 dan F1 (Lampiran 3).
Rasa. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata
tingkat kesukaan panelis terhadap parameter rasa cookies ganyong berkisar
antara 5.794-6.844 atau berada pada kisaran biasa mendekati agak suka sampai
agak suka mendekati suka. Cookies F0 memiliki nilai kesukaan terhadap rasa
tertinggi atau pada kisaran agak suka mendekati suka. Cookies ganyong dengan
substitusi tepung ganyong 80% memiliki nilai kesukaan terendah yaitu pada
kisaran biasa mendekati agak suka.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi
tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rasa cookies ganyong.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat kesukaan rasa cookies F3
dan F2 tidak berbeda nyata. Tingkat kesukaan rasa F1 dan F2 tidak berbeda
nyata. Kesukaan rasa cookies F0 dan F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3
(Lampiran 3).
Tekstur. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata
tingkat kesukaan panelis terhadap parameter tekstur cookies ganyong berkisar
antara 5.682-6.770 atau berada pada kisaran biasa mendekati agak suka sampai
agak suka mendekati suka. Cookies F0 memiliki nilai kesukaan terhadap tekstur
tertinggi atau pada kisaran agak suka mendekati suka. Cookies ganyong dengan
28
substitusi tepung ganyong 80% memiliki nilai kesukaan terendah yaitu pada
kisaran biasa mendekati agak suka.
Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat
kesukaan panelis terhadap parameter tekstur cookies ganyong berkisar antara
5.682-6.770 atau berada pada kisaran biasa mendekati agak suka sampai agak
suka mendekati suka. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat
kesukaan tekstur cookies F3 dan F2 tidak berbeda nyata, Tingkat kesukaan
tekstur F1 dan F2 tidak berbeda nyata. Kesukaan tekstur cookies F0 dan F1
berbeda nyata dengan F2 dan F3 (Lampiran 3).
Keseluruhan. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai ratarata tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan terhadap cookies ganyong
berkisar antara 5.529-7.067 atau berada pada kisaran biasa mendekati agak
suka sampai agak suka mendekati suka. Cookies F0 memiliki nilai kesukaan
tertinggi secara keseluruhan atau pada kisaran suka. Cookies ganyong dengan
substitusi tepung ganyong 80% memiliki nilai kesukaan terendah secara
keseluruhan yaitu pada kisaran biasa mendekati agak suka.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi
tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan cookies
ganyong secara keseluruhan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat
kesukaan cookies secara keseluruhan F3 dan F2 tidak berbeda nyata. Tingkat
kesukaan cookies secara keseluruhan F0 dan F1 tidak berbeda nyata. Tingkat
kesukaan cookies secara keseluruhan cookies F0 dan F1 berbeda nyata dengan
F2 dan F3 (Lampiran 3). Oleh karena itu, cookies substitusi tepung ganyong 60%
(F1) merupakan formula terpilih disebabkan secara keseluruhan F1 tidak
berbeda nyata dengan cookies kontrol (F0). Tingkat penerimaan F1 yaitu agak
suka-suka.
Uji mutu hedonik cookies ganyong
Parameter dari uji mutu hedonik cookies ganyong meliputi warna, aroma,
rasa dan tekstur cookies. Parameter warna yang digunakan adalah skala
1=cokelat kehitaman hingga 9= putih gading, untuk paramater aroma digunakan
skala 1= amat sangat langu hingga 9=amat sangat harum, parameter rasa
1=amat sangat pahit hingga 9=amat sangat manis, parameter tekstur 1=tidak
renyah hingga 9= amat sangat renyah. Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik
cookies ganyong untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur pada setiap
formula dapat dilihat pada Tabel 10.
29
Tabel 10 Hasil uji mutu hedonik cookies ganyong
Formula
Parameter
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
c
b
b
b
F0 (0%)
7.09
6.70
6.92
6.52
b
b
b
ab
F1 (60%)
5.89
6.66
6.91
6.24
a
a
a
ab
F2 (80%)
4.21
6.01
5.64
5.94
b
a
a
a
F3 (100%)
5.49
5.85
5.91
5.56
Keterangan : warna 1=cokelat kehitaman 9= putih gading, aroma 1= amat sangat
langu 9=amat sangat harum, rasa 1=amat sangat pahit 9=amat
sangat manis, tekstur 1=tidak renyah 9= amat sangat renyah
Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai
yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)
Warna. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter warna menunjukkan
bahwa mutu warna cookies ganyong berkisar antara 4,209-7.091. Nilai ini
berkisar agak coklat sampai putih gading. Cookies F0 memiliki warna putih
gading. Cookies yang disubstitusi oleh tepung ganyong 60% dan 100% berwarna
cokelat mendekati agak coklat. Cookies dengan substitusi tepung ganyong 80%
memiliki warna agak cokelat kehitaman.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi
tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu warna cookies
ganyong. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa cookies F1 dan F3 tidak
berbeda nyata, sedangkan mutu warna F0 dengan F1 dan F3 berbeda nyata.
Demikian pula mutu warna cookies F2 berbeda nyata dengan F1 dan F3. Mutu
warna F0 dengan F2
berbeda nyata (Lampiran 3). Pengaruh penambahan
tepung ganyong berpengaruh pada warna cookies ganyong berkisar dari agak
cokelat hingga agak cokelat kehitaman. Perbedaan nyata pada warna cookies
ganyong dengan cookies kontrol disebabkan perbedaan bahan baku utama yaitu
tepung ganyong dengan tepung terigu. Tepung ganyong yang memiliki derajat
keputihan lebih rendah dari tepung terigu membuat mutu warna cookies ganyong
lebih cokelat dibanding cookies kontrol.
Aroma. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter aroma menunjukkan
bahwa aroma cookies ganyong berkisar antara 5.847-6.622. Nilai ini berkisar dari
biasa mendekati agak harum sampai agak harum mendekati harum. Peningkatan
substitusi
tepung
ganyong
menyebabkan
aroma
cookies
berkurang
keharumannya. Cookies F0 beraroma paling harum diantara cookies lainnya.
Nilai rata-rata mutu aroma terendah adalah cookies yang disubstitusi oleh tepung
ganyong 100% beraroma agak harum.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi
tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu aroma cookies
30
ganyong. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa cookies F0 dan F1 tidak
berbeda nyata, begitu pula dengan mutu aroma F2 dan F3 tidak berbeda nyata.
Mutu aroma cookies F0 dan F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3 (Lampiran 3).
Salah satu penyebab berkurangnya keharuman aroma cookies ganyong diduga
karena proses pencoklatan dan kadar protein tepung ganyong yang relatif
rendah, sehingga menyebabkan berkurangnya mutu aroma. Selain itu, diduga
juga karena aroma tepung ganyong berbeda dengan aroma tepung terigu.
Rasa. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter rasa menunjukkan
bahwa rasa cookies ganyong berkisar antara 5.909-6.921. Nilai ini berkisar dari
biasa mendekati agak manis sampai agak manis mendekati manis. Berdasarkan
penilaian panelis, peningkatan substitusi tepung ganyong menyebabkan rasa
cookies berkurang kemanisannya. Nilai rata-rata mutu rasa tertinggi adalah
cookies F0. Cookies F0 mempunyai rasa agak manis mendekati manis. Nilai
rata-rata mutu rasa terendah adalah cookies yang disubstitusi oleh tepung
ganyong 80% mempunyai rasa biasa agak manis.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi
tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu rasa cookies
ganyong. Hasil uji lanjut Duncan bahwa cookies F0 dan F1 tidak berbeda nyata,
begitu pula dengan mutu rasa F2 dan F3 tidak berbeda nyata. Mutu rasa cookies
F0 dan F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3 (Lampiran 3).
Tekstur. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter tekstur menunjukkan
bahwa tekstur cookies ganyong berkisar antara 5.562-6.521. Nilai ini berkisar
dari biasa mendekati agak renyah sampai agak renyah mendekati renyah.
Berdasarkan
penilaian
panelis,
peningkatan
substitusi
tepung
ganyong
menyebabkan tekstur cookies berkurang kerenyahannya. Nilai rata-rata mutu
tekstur tertinggi adalah cookies F0. Cookies F0 mempunyai tekstur agak renyah
mendekati renyah. Nilai rata-rata mutu tekstur terendah adalah cookies yang
disubstitusi oleh tepung ganyong 100% mempunyai tekstur biasa mendekati
agak renyah.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi
tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu tekstur cookies
ganyong. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa cookies F0,F1 dan F2 tidak
berbeda nyata, begitu pula dengan mutu tekstur F1,F2 dan F3 tidak berbeda
nyata. Mutu tekstur cookies F0 berbeda nyata dengan F3 (Lampiran 3).
Berkurangnya kerenyahan cookies yang disubstitusi oleh tepung ganyong diduga
31
karena bahan baku utama yaitu tepung ganyong memiliki kandungan protein
yang relatif lebih rendah dibanding terigu, sehingga mempengaruhi kerenyahan
dari cookies ganyong.
Berdasarkan uji hedonik dan mutu hedonik, maka substitusi tepung
ganyong 60% (F1) merupakan formula terpilih karena cookies ganyong (F1)
cenderung lebih diterima panelis seperti cookies kontrol (F0).
Pengolahan Produk Ganyong Rebus
Ubi ganyong segar selain diolah menjadi cookies ganyong juga diolah
menjadi ganyong rebus. Pengolahan ganyong dengan metode perebusan
dilakukan secara trial and eror untuk menetukan standar perebusan. Proses
pengolahan ganyong diawali dengan pemilihan ganyong segar. Ganyong segar
dibersihkan dengan cara disikat agar kotoran yang menempel di kulit ganyong
terbuang. Selanjutnya, rebus air hingga mencapai suhu 100oC kemudian
dilakukan perebusan ganyong selama 20 menit. Ganyong direbus hingga matang
dalam keadaan kulit masih utuh. Ganyong direbus dengan kapasitas sekali
proses perebusan yaitu 300 gram. Setelah 20 menit ganyong rebus ditiriskan dan
kemudian dikupas kulit dari ganyong.
Sifat Fisik Cookies Kontrol dan Cookies Ganyong
Analisis sifat fisik dilakukan terhadap cookies kontrol (F0) dan cookies
ganyong terpilih yaitu F1. Analisis sifat fisik yang dilakukan pada cookies kontrol
dan cookies ganyong yaitu derajat warna dan kekerasan. Berikut ini merupakan
hasil analisis fisik cookies kontrol dan cookies ganyong yang disajikan pada
Tabel 11.
Pengujian warna dilakukan untuk mengetahui warna produk secara
obyektif. Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan alat chromatometer.
Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa kisaran kecerahan (L) cookies kontrol
(F0) lebih cerah dibanding cookies ganyong (F1). Cookies ganyong mempunyai
kisaran kecerahan (L) yang tidak terlalu tinggi sehingga warna tidak cenderung
ke warna putih. Nilai b menunjukkan bahwa produk lebih cenderung ke warna
kuning. Nilai a yang dihasilkan pada cookies kontrol (F0) dan cookies ganyong
(F1) berada di kisaran tidak terlalu tinggi sehingga tidak cenderung ke warna
merah.
32
Tabel 11 Sifat fisik cookies kontrol dan cookies ganyong
Jenis Analisis
Derajat warna
Kekerasan
(gram force)
Sampel
Cookies kontrol
Cookies ganyong
terpilih (F1)
L = 80.60
L = 66.3
a = 2.19
a = 5.08
b = 37.23
b = 37.64
731.7
722.2
Nilai kekerasan dan kerenyahan cookies kontrol (F0) dan cookies
ganyong (F1) masing-masing adalah 731.7 gf (gram force) dan 722.2 (gram
force). Berdasarkan hasil kekerasan yang diperoleh terjadi penurunan kekerasan
pada cookies ganyong yang disubstitusi 60% tepung ganyong. Penurunan
kekerasan juga terjadi pada cookies yang disubstitusi pada penelitian Sindhuja et
al. (2005) yang menyatakan kekerasan cookies semakin menurun dengan
semakin besarnya terigu yang disubtitusi. Penurunan kekerasan diduga karena
kandungan protein tepung ganyong relatif lebih rendah dibandingkan tepung
terigu.
Kandungan Gizi Produk Olahan Ganyong
Analisis zat gizi yang dilakukan meliputi analisis kadar air, abu, protein,
lemak, serta karbohidrat (by difference). Selain itu, juga dianalisis total serat
makanan serta karbohidrat tersedia. Kadar karbohidrat by difference ditentukan
dengan mengurangkan nilai 100% dengan kadar air, kadar protein, kadar abu,
dan kadar lemak. Kadar karbohidrat tersedia ditentukan dengan mengurangkan
karbohidrat (by difference) dengan total serat makanan. Hasil analisis kandungan
gizi, total serat makanan dan karbohidrat tersedia dari cookies ganyong, cookies
kontrol dan ganyong rebus disajikan pada Tabel 12.
Kadar air
Tabel 12 menunjukkan bahwa air dari ganyong rebus merupakan
komponen terbesar. Hal tersebut disebabkan pengolahan ganyong dengan cara
direbus dan prinsip dalam pengolahahan merebus adalah memasak dengan
menggunakan air. Berdasarkan hasil uji t, kadar air cookies ganyong tidak
berbeda nyata dengan cookies kontrol (p>0.05), kadar air ganyong rebus
berbeda nyata dengan cookies ganyong dan cookies kontrol (p<0.05) (Lampiran
4). Kandungan air pada cookies kontrol dan cookies ganyong rendah disebabkan
karena dalam proses pengolahanya dengan metode oven. Menurut Fellows
(2000) proses pemanggangan akan mempengaruhi kadar air cookies.
33
Tabel 12 Hasil analisis kandungan zat gizi, total serat makanan, karbohidrat
tersedia dan amilosa cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong
rebus
Komponen
Cookies Kontrol
%bb
%bk
1.77
1.60
1.63
6.77
6.89
34.29
34.81
55.67
56.67
4.60
4.68
Air
Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat
Total Serat
Makanan
KH tersedia (%)
51.07
Amilosa
32.85
*Sumber: BSN (1992)
33.44
Cookies Ganyong
%bb
%bk
1.24
2.28
2.31
6.33
6.41
35.75
36.20
54.40
55.08
6.78
6.87
47.62
43.47
44.02
Ganyong Rebus
%bb
%bk
72.07
1.22
4.72
1.08
4.21
1.73
6.70
23.99
93.17
8.36
32.47
15.63
12.94
SNI
cookies*
Maks. 5
Maks. 2
Min. 6
Min 18
-
50.25
-
Kadar abu
Kadar abu menggambarkan mineral dalam pangan. Kadar abu cookies
kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Grafik hasil analisis kadar abu cookies kontrol, cookies
ganyong dan ganyong rebus
Kadar abu cookies kontrol adalah 1,63% (bk). Kadar abu dari cookies
ganyong lebih tinggi dari cookies kontrol yaitu 2.31% (bk). Kadar abu dari
ganyong rebus yaitu 4.72% (bk). Berdasarkan SNI kadar abu pada cookies yaitu
maksimal 2%. Cookies ganyong belum memenuhi standar SNI karena kadar abu
lebih dari 2%, sedangkan cookies kontrol sudah sesuai dengan standar SNI.
Hasil uji t menunjukkan bahwa kadar abu pada cookies ganyong berbeda nyata
dengan cookies kontrol (p<0,05), kadar ganyong rebus berbeda nyata dengan
cookies ganyong dan cookies kontrol (Lampiran 4). Hal ini disebabkan karena
tingginya kadar abu tepung ganyong yang merupakan bahan utama pembuatan
cookies ganyong.
34
Kadar protein
Hasil analisis kadar protein dari cookies kontrol, cookies ganyong dan
ganyong rebus disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Grafik hasil analisis kadar protein cookies kontrol,
cookies ganyong dan ganyong rebus
Kadar protein cookies kontrol adalah 6.89% (bk). Kadar protein dari
cookies ganyong lebih rendah dari cookies kontrol yaitu 6.41% (bk). Hal ini
disebabkan kandungan protein tepung terigu relatif lebih tinggi dibandingkan
tepung ganyong. Selain itu, tepung terigu merupakan bahan utama pembuatan
cookies kontrol dibandingkan cookies ganyong yang bahan utamanya terdiri dari
60% tepung ganyong 40% tepung terigu. Kadar protein dari ganyong rebus yaitu
4.21% (bk). Berdasarkan hasil uji t, kadar protein cookies ganyong tidak berbeda
nyata dengan cookies kontrol (p>0.05), kadar protein ganyong rebus berbeda
nyata dengan cookies ganyong dan cookies kontrol (p<0.05) (Lampiran 4).
Berdasarkan SNI kadar protein pada cookies yaitu minimum 6%. Cookies
ganyong dan cookies kontrol sudah memenuhi standar SNI dengan kadar protein
lebih dari 6%.
Kadar lemak
Kadar lemak cookies kontrol adalah 34.81% (bk). Kadar lemak dari
cookies ganyong lebih tinggi dari cookies kontrol yaitu 36.20% (bk). Kadar lemak
dari ganyong rebus yaitu 1.08% (bk). Hasil uji t menunjukkan bahwa kadar lemak
cookies ganyong tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol (p>0,05), kadar
lemak ganyong rebus berbeda nyata dengan cookies ganyong dan cookies
kontrol (p<0.05) (Lampiran 4). Berdasarkan SNI kadar lemak pada cookies yaitu
minimal 18%. Cookies ganyong dan cookies kontrol sudah memenuhi standar
35
SNI dengan kadar lemak lebih dari 18%. Kadar lemak cookies kontrol, cookies
ganyong dan ganyong rebus disajikan pada Gambar 10.
Gambar 9 Grafik hasil analisis kadar lemak cookies kontrol,
cookies ganyong dan ganyong rebus
Kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus
berturut-turut adalah 56.67% (bk), 55.08% (bk), 93.17% (bk). Kadar karbohidrat
dari cookies ganyong lebih rendah dari cookies kontrol. Hasil uji t menunjukkan
bahwa kadar karbohidrat cookies ganyong tidak berbeda nyata dengan cookies
kontrol (p<0.05), kadar karbohidrat ganyong rebus berbeda nyata pada cookies
ganyong dan cookies kontrol (p>0.05). Hasil analisis kadar karbohidrat (by
difference) cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus disajikan pada
Gambar 10.
Gambar 10 Grafik hasil analisis kadar karbohidrat (by difference)
cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus
36
Kadar total serat makanan
Hasil analisis kadar total serat makanan dari cookies kontrol, cookies
ganyong dan ganyong rebus disajikan pada Gambar 11.
32,47
Kadar total serat
makanan (%)
35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
4,68 4,60
Cookies kontrol
6,87
6,78
Cookies
ganyong
%bk
8,36
Ganyong rebus
%bb
Gambar 11 Grafik hasil analisis kadar total serat makanan cookies
kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kadar total serat makanan
cookies kontrol adalah 4.68% (bk). Kadar total serat makanan dari cookies
ganyong lebih tinggi dari cookies kontrol yaitu 6.87% (bk). Kontribusi yang
diharapkan dari makanan selingan adalah 20% dari anjuran konsumsi serat per
hari yaitu 4-6 gram (Almatsier 2002). Hasil uji t menunjukkan bahwa kadar total
serat makanan cookies ganyong tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan cookies
kontrol, kadar total serat makanan ganyong rebus berbeda nyata dengan cookies
ganyong dan cookies kontrol (Lampiran 4). Kadar total serat makanan dari
ganyong rebus yaitu 32.47% (bk).
Kadar amilosa
Kandungan amilosa dalam pati digolongkan menjadi empat kelompok
yaitu kadar amilosa sangat rendah <10%, kadar amilosa rendah 10-19%, kadar
amilosa sedang 20-24%, dan kadar amilosa tinggi >25% (Aliawati 2003).
Berdasarkan hasil analisis, kadar amilosa cookies kontrol, cookies ganyong dan
ganyong rebus berturut-turut yaitu 33.44% (bk), 44.02% (bk) dan 50.25% (bk)
tergolong kadar amilosa tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Gustiar (2009)
bahwa kadar amilosa cookies kontrol dengan bahan baku tepung terigu tergolong
kadar amilosa tinggi. Hasil uji t menunjukkan bahwa kadar amilosa cookies
ganyong berbeda nyata (p<0,05) dengan cookies kontrol, kadar amilosa ganyong
37
rebus berbeda nyata dengan cookies ganyong dan cookies kontrol (p<0.05)
(Lampiran 4). Hasil analisis kadar amilosa disajikan pada Gambar 12.
Kadar amilosa (%)
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
44,02 43,47
50,25
33,4432,85
12,94
Cookies
kontrol
Cookies
ganyong
% bk
Ganyong
rebus
% bb
Gambar 12 Grafik hasil analisis kadar amilosa cookies kontrol,
cookies ganyong dan ganyong rebus
Nilai Indeks Glikemik Cookies Kontrol, Cookies Ganyong, Ganyong Rebus
Penelitian ini telah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Biomedis
Manusia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia
pada tanggal 11 April 2011 dengan nomor KE.01.04/EC/153/2011 (Lampiran 5).
Tahapan yang dilalui untuk mengukur indeks glikemik produk olahan ganyong
adalah perekrutan dan pemilihan subjek penelitian, pemberian produk olahan
ganyong untuk dikonsumsi, dan analisa kadar glukosa darah subjek.
Tahap perekrutan dilakukan dengan cara sosialisasi kepada mahasiswa
Departemen
wawancara
Gizi
Masyarakat,
mengenai
IPB,
riwayat
tahap
kesehatan
pemilihan
individu
dilakukan
dan
keluarga
dengan
serta
pengukuran berat badan, tinggi badan, tekanan darah, dan denyut nadi.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh subjek dalam penelitian adalah berumur
18 – 30 tahun, indeks massa tubuh normal (18.5 – 22.9) kg/m2, dan berdasarkan
hasil pemeriksaan dokter dinyatakan sehat (Brouns et al 2005). Selain itu calon
subjek tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, tidak mengalami
gangguan pencernaan (Brouns et al. 2005), tidak menggunakan obat-obatan
(Lee 2009 dalam
Zanzer 2011), tidak sedang menjalani pengobatan, tidak
merokok (Frati et al. 1996 dalam Brouns et al. 2005) dan tidak minum-minuman
beralkohol (Soh & Miller 1999).
Berdasarkan persyaratan, sejumlah 10
mahasiswa (5 pria dan 5 wanita) telah memenuhi persyaratan sebagai subjek
38
penelitian. Subjek yang telah memenuhi persyaratan kemudian mengisi surat
pernyataan kesediaan.
Karakteristik subjek yang telah memenuhi persyaratan disajikan pada
Lampiran 6. Rata-rata subjek berumur 21 tahun. Berat badan rata-rata subjek
53,4 kg dan tinggi badan 159,2 cm. Berdasarkan hasil perhitungan indeks massa
tubuh (IMT), semua subjek memilisi status gizi normal dengan rata-rata IMT
yaitu 20,9 kg/m2.
Pangan yang dikonsumsi oleh subjek yang memenuhi persyaratan
sebagai subjek penelitian terdiri dari pangan acuan dan pangan uji. Pangan
acuan yang dikonsumsi oleh subjek penelitian adalah glukosa murni (D-glucose
unhydrous) sebanyak 50 gram. Glukosa murni dijadikan pangan acuan karena
nilai indeks glikemik glukosa murni adalah 100 (Waspadji et al. 2003; Brouns et
al. 2005). Glukosa murni yang diberikan kepada subjek sebanyak 50 gram
dilarutkan dalam air mineral ± 240 mL dan subjek meminum glukosa murni dalam
waktu 5-10 menit (Brouns et al. 2005). Pemberian pangan acuan ini diberikan
pada minggu pertama.
Pangan uji yang dikonsumsi oleh subjek penelitian adalah cookies kontrol
(minggu kedua), cookies ganyong (minggu ketiga) dan ganyong rebus (minggu
keempat) yang mengandung 50 gram karbohidrat. Contoh perhitungan setara 50
gram karbohidrat cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus terlampir
(Lampiran 7). Berikut ini merupakan rumus perhitungan jumlah porsi yang
diberikan kepada subjek setara dengan 50 gram available karbohidrat.
Jumlah yang harus dikonsumsi =
50 gram x 100
.
Kadar karbohidrat tersedia
Jumlah pangan uji yang harus dikonsumsi oleh subjek penelitian disajikan dalam
Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah pangan uji yang diberikan subjek
Pangan Uji
Cookies kontrol
Cookies
ganyong
Ganyong rebus
KH by difference
(%bb)
Kadar serat total
(%bb)
KH
tersedia
(%bb)
55.67
54.40
4.60
6.78
51.07
47.62
Jumlah yang
harus
dikonsumsi
(g)
99
105
23.99
8.36
15.63
319
Berdasarkan hasil perhitungan jumlah pangan uji dapat diamati bahwa
jumlah pangan terbanyak yang harus dikonsumsi yaitu ganyong rebus sebanyak
319 gram. Lebih banyak dibandingkan jumlah cookies kontrol dan cookies
39
ganyong. Hal ini disebabkan oleh kandungan air yang tinggi pada ganyong rebus
sehingga kandungan karbohidrat yang tersedia lebih sedikit.
Subjek mengonsumsi pangan uji setara 50 gram karbohidrat (cookies
kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus) dalam waktu 10-15 menit (Brouns
et al. 2005). Jarak pemberian pangan acuan dan pangan uji masing-masing satu
minggu. Hal ini dilakukan untuk proses pemulihan kondisi subjek.
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan selama dua jam bertempat di
Teaching Cafetaria Departemen Gizi Masyarakat, IPB. Sebelum dilakukan
pengukuran kadar glukosa darah, subjek berpuasa (kecuali air putih) minimal 10
jam (overnight fast) (Brouns et al. 2005). Pengambilan darah dilakukan melalui
pembuluh darah kapiler dengan menggunakan alat Glukometer one touch ultra®.
Pembuluh darah kapiler dipilih karena darah yang diambil dari pembuluh darah
ini memiliki variasi kadar glukosa darah antar subjek yang lebih kecil
dibandingkan dengan darah yang diambil dari pembuluh vena (Ragnhild et al.
2004).
Subjek yang telah berpuasa diukur kadar glukosa darahnya pada menit
ke-0 (sebelum mengonsumsi pangan uji maupun pangan acuan). Setelah itu,
pengambilan darah diambil setiap 15 menit pada satu jam pertama (menit ke-15,
menit ke 30, menit ke-45 dan menit ke-60) kemudian setiap 30 menit pada satu
jam kedua (menit ke-90 dan menit ke 120). Selama proses pengambilan darah,
aktivitas yang dilakukan oleh subjek penelitian adalah aktivitas sedang (duduk,
membaca, bermain laptop) dan berada dalam suhu ruangan 20oC.
Kurva respon glikemik rata-rata subjek pangan uji terhadap pangan acuan
disajikan pada Gambar 13,14, dan 15.
160
Kadar glukosa darah (mg/dl)
140
120
100
80
60
Glukosa
40
Cookies kontrol
20
0
0
50
100
150
Waktu (menit ke-)
Gambar 13 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap cookies kontrol
40
160
Kadar gula darah (mg/dl)
140
120
100
80
60
Glukosa
40
Cookies ganyong
20
0
0
50
100
150
Waktu (menit ke-)
Gambar 14 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap cookies ganyong
160
Kadar gula darah (mg/dl)
140
120
100
80
60
Glukosa
40
Ganyong rebus
20
0
0
50
100
150
Waktu (menit ke-)
Gambar 15 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap ganyong rebus
Berdasarkan Gambar 13,14 dan 15 yang disajikan, rata-rata peningkatan
kadar glukosa darah dengan pangan uji cookies kontrol dan cookies ganyong
dan ganyong rebus lebih rendah dibandingkan dengan pangan acuan glukosa.
Peningkatan kadar glukosa darah untuk pangan uji cookies kontrol dan cookies
ganyong terjadi pada menit ke-15 dan menit ke-30 dan kemudian mengalami
penurunan kembali. Namun, peningkatan kadar glukosa darah untuk pangan uji
ganyong rebus terjadi pada menit ke-15 dan kurva pangan uji pada menit ke-15
lebih tinggi dibandingkan dengan pangan acuan glukosa, kemudian mengalami
penurunan kembali.
Kurva respon glukosa darah yang dibuat digunakan untuk menghitung
luas area bawah kurva (Area Under Curve). Luas daerah di bawah kurva dapat
dihitung dengan beberapa cara, seperti intergral dari persamaan polinom dan
41
menghitung luas bangun. Pada penelitian ini, perhitungan luas daerah di bawah
kurva dihitung menurut FAO (1998) dalam Brouns et al. (2005) yang
menunjukkan bahwa luas yang dihitung adalah bagian diatas garis horizontal
Oleh karena itu, luas daerah di bawah kurva dihitung secara manual dengan
menghitung luas bangun.
Hasil perhitungan nilai indeks glikemik cookies kontrol, cookies ganyong
dan ganyong rebus (Lampiran 7) disajikan pada Gambar 15.
Nilai indeks glikemik
65
70
60
50
40
30
20
10
0
41
Cookies
kontrol
35
Cookies
ganyong
Ganyong
rebus
Gambar 16 Nilai indeks glikemik cookies kontrol, cookies ganyong
dan ganyong rebus
Hasil nilai indeks glikemik cookies kontrol adalah 41 cookies ganyong 35
dan ganyong rebus 65. Menurut Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan Siagian
(2004), nilai indeks glikemik dibagi menjadi 3 kategori, yaitu IG rendah (IG<55),
sedang (IG 55-70), dan tinggi (>70). Berdasarkan pengkategorian tersebut maka
cookies kontrol, cookies ganyong tergolong produk dengan nilai indeks glikemik
rendah, sedangkan ganyong rebus tergolong indeks glikemik sedang.
Tabel 14 Keragaan produk olahan ganyong berdasarkan kadar amilosa, protein,
lemak dan serat makanan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai IG
Kadar amilosa (%bk)
Kadar protein (%bk)
Kadar lemak (%bk)
Kadar serat makanan
total (%bk)
Cookies kontrol
(IG=41)
33.44
6.89
34.81
4.68
Produk
Cookies ganyong
(IG=35)
44.01
6.41
36.19
6.87
Ganyong rebus
(IG=65)
50.25
4.20
6.70
32.47
Cookies kontrol dan cookies ganyong tergolong pangan dengan indeks
glikemik rendah. Hal ini diduga karena bahan baku utama yaitu tepung terigu dan
tepung ganyong yang memiliki kadar amilosa tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil
42
penelitian Gustiar (2009) bahwa cookies dengan bahan baku utama tepung
dengan kadar amilosa tinggi memiliki nilai indeks glikemik tergolong rendah.
Shanita et al. (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara rasio amilosa dan amilopektin dimana peningkatan kadar amilosa akan
menurunkan indeks glikemik makanan begitu pula sebaliknya. Namun, pangan
uji ganyong rebus tergolong pangan dengan indeks glikemik sedang dengan
kadar amilosa tinggi. Hal ini diduga karena proses pengolahan ganyong dengan
metode perebusan dengan suhu 100oC.
Kadar protein cookies kontrol lebih tinggi yaitu 6.89% (bk) dibandingkan
cookies ganyong 6.41% (bk). Nilai indeks glikemik cookies kontrol juga lebih
tinggi dibandingkan dengan cookies ganyong. Hal ini didukung oleh Rimbawan &
Siagian (2004) bahwa tidak semua pangan yang memiliki kadar protein tinggi,
nilai indeks glikemiknya rendah.
Kadar lemak cookies kontrol yaitu 34.81% (bk) lebih rendah dibandingkan
dengan kadar lemak cookies ganyong sebesar 36.19% (bk). Hasil analisis indeks
glikemik menunjukkan bahwa cookies ganyong dengan kadar lemak lebih tinggi
memiliki nilai indeks glikemik yang lebih rendah dibanding cookies kontrol. Hasil
penelitian Wolever & Bolognesi (1996), menunjukkan bahwa lemak dalam jumlah
besar (50 g lemak) dapat menurunkan respon glukosa darah dan memperlambat
respon insulin.
Menurut Nishimura et al. (1991) dalam Syadiah (2010), serat memiliki
efek hipoglikemik yang bekerja dalam lima mekanisme. Mekanisme tersebut
yaitu serat dapat menunda pengosongan lambung, memperlambat waktu transisi
makanan di dalam lambung, memperlambat kecepatan difusi dari sakarida yang
berada
di
bagian
atas
duodenum,
serta
serat
dapat
menunda
atau
memperlambat waktu penyerapan dari monosakarida melewati mikrofili sel epitel
jejunum dan bagian atas dari ileum.
Efek hipoglikemik tersebut diduga
menyebabkan serat dapat lebih lambat dalam meningkatkan kadar glukosa darah
sehingga nilai indeks glikemik pangan menjadi rendah.
Hasil analisis kadar serat menunjukkan bahwa kadar total serat makanan
dari cookies ganyong lebih tinggi dari cookies kontrol. Hasil analisis nilai indeks
glikemik menunjukkan bahwa nilai indeks glikemik cookies ganyong dengan
kadar serat 6.87% (bk) memiliki nilai indeks glikemik lebih rendah dibandingkan
cookies kontrol dengan kadar serat cookies kontrol 4.68% (bk). Namun, berbeda
dengan ganyong rebus, kadar serat ganyong rebus relatif tinggi yaitu 32.47%
43
(bk) akan tetapi memiliki nilai indeks glikemik tergolong sedang. Hal ini diduga
karena proses pengolahan ganyong dengan metode perebusan dengan suhu
100oC.
Semakin tinggi suhu dan tekanan yang diberikan terhadap suatu bahan
makanan semakin mudah karbohidrat untuk dicerna sehingga menyebabkan
tingginya respon glukosa darah manusia (Waspadji 2003). Proses pemasakan
atau pemanasan akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pada pati. Dengan
adanya proses pecahnya granula pati ini molekul pati akan lebih mudah dicerna
karena enzim pencerna pada usus mendapatkan tempat bekerja yang lebih luas
sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan indeks glikemik pangan (Rimbawan
& Siagian 2004). Oleh karena itu, tinggi nya kadar serat ganyong rebus dan juga
memiliki nilai indeks glikemik yang tergolong sedang diduga karena proses
pemasakan ganyong dengan metode perebusan.
Penelitian terkait indeks glikemik cookies ganyong dan ganyong masih
terbatas. Beberapa hasil penelitian terkait nilai indeks glikemik cookies dan
ganyong disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Nilai indeks glikemik produk cookies dan ganyong beberapa penelitian
Peneliti
Produk
Cookies bekatul
Cookies garut
Saputra
Gustiar
Nilai Indeks
Glikemik
31
31
Tahun
2008
2009
Cookies ganyong dengan kadar amilosa, kadar serat makanan dan kadar
lemak yang lebih tinggi dibanding cookies kontrol, tergolong pangan yang
memiliki nilai indeks glikemik rendah (IG<55). Hal ini sejalan dengan penelitian
Saputra (2008) dan Gustiar (2009) dengan pangan cookies bekatul dan cookies
garut juga memiliki nilai indeks glikemik rendah. Penelitian Saputra (2008)
mengenai cookies bekatul dengan subtitusi 40% tepung bekatul menunjukkan
bahwa kadar lemak dan serat makanan mempengaruhi nilai indeks glikemik.
Penelitian Gustiar (2009) mengenai cookies pati garut termodifikasi menunjukkan
bahwa tingginya kandungan amilosa dan serat makanan total menurunkan nilai
indeks glikemik.
Download