BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Sirsak Sirsak (Annona muricata L) berupa tumbuhan atau potion yang berbatang utama berukuran kecil dan rendah. Daunnya berbentuk bulat telur agak tebal dan pada permukaan bagian atas yang halus berwarna hijau tua sedang pada bagian bawahnya mempunyai warna lebih muda. Tumbuhan ini dapat tumbuh di sembarang tempat. Tetapi untuk memperoleh hasil buah yang banyak dan besarbesar, maka yang paling baik ditanam di daerah yang tanahnya cukup mengandung air. Di Indonesia, sirsak tumbuh dengan baik pada daerah yang mempuyai ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut. Nama Sirsak itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Belanda Zuurzak yang kurang lebih berarti kantung yang asam. Buah Sirsak yang sudah masak lebih berasa asam. Pengembangbiakan sirsak yang paling baik adalah melalui okulasi dan akan menghasilkan buah pada usia 4 tahunan setelah ditanam (Thomas, 1992 dalam Mahajani 2012). Menurut Plantamor (2012), tumbuhan sirsak memiliki kedudukan dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisio : Spermatophyta Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnoliidae Bangsa : Magnoliales Famili : Annonaceae Marga : Annona Jenis : Anonna muricata L Gambar 1. Tumbuhan Sirsak (Annona muricata L) (Plantamor, 2012) Sirsak mempunyai nama daerah : Nangka sabrang, Nangka landa (Jawa) Nangka Walanda, Sirsak (Sunda) Nangka buris (Madura) Srikaya jawa (Bali) Deureuyan belanda (Aceh) Durio ulondro (Nias) Durian batawi (Minangkabau) Jambu landa (Lampung) Lange Lo walanda (Gorontalo) Sirikaya balanda (Bugis dan Ujung pandang) Wakano (Nusa Laut) Naka walanda (Ternate) Naka (Flores) Ai ata malai (Timor). 2.1.1 Morfologi Tumbuhan Tumbuhan sirsak daunnya berbentuk bulat telur terbalik, berwarna hijau muda sampai hijau tua, ujung daun meruncing, pinggiran rata dan permukaan daun. Bunga tunggal (flos simplex) dalam satu bunga terdapat banyak putik sehingga dinamakan bunga berpistil majemuk. Bagian bunga tersusun secara hemicylis, yaitu sebagian terdapat dalam lingkaran yang lain spiral atau terpencar. Bunga keluar dari ketiak daun, cabang, ranting, atau pohon. bunga umumnya sempurna, tetapi terkadang hanya bunga jantan dan bunga betina saja dalam satu pohon. Buah sejati berganda (agregat fruit) yakni buah yang berasal dari satu bunga dengan banyak bakal buah tetapi membentuk satu buah. buah memiliki duri sisik halus. apabila sudah tua daging buah berwarna putih, lembek, dan berserat dengan banyak biji berwarna coklat kehitaman. Berwarna coklat agak kehitaman dan keras, berujung tumpul, permukaan halus mengkilat dengan ukuran panjang kira-kira 16,8 mm dan lebar 9,6 mm. jumlah biji dalam satu buah bervariasi, berkisar antara 20-70 butir biji normal, sedangkan yang tidak normal berwarna putih kecoklatan dan tidak berisi (Radi, 1998). 2.1.2 Kandungan Kimia Kandungan kimia sirsak adalah saponin, flavonoid, tanin, kalsium, fosfor, hidrat arang, vitamin (A, B, dan C), fitosterol, Ca-oksalat dan alkaloid murisine (Mangan, 2009). Kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada sirsak merupakan anti oksidan yang sangat baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh dalam memperlambat proses penuaan (tetap awet muda) (Astawan, 2011). Buah sirsak merupakan buah yang kaya akan senyawa fitokimia, sehingga dapat dipastikan bahwa buah tersebut sangat banyak manfaat bagi kesehatan. Senyawa fitokimia tersebut dipastikan memiliki khasiat bagi kesehatan, walaupun belum semuanya terbukti secara ilmiah. 2.1.3 Manfaat Tumbuhan Menurut Astawan (2011) bahwa buah sirsak ini memberikan efek anti tumor/kanker yang sangat kuat,dan terbukti secara medis menyembuhkan segala jenis kanker. Selain menyembuhkan kanker, buah sirsak juga berfungsi sebagai anti bakteri, anti jamur (fungi), effektive melawan berbagai jenis parasit/cacing, menurunkan tekanan darah tinggi, depresi, stress, dan menormalkan kembali sistim syaraf yang kurang baik. Buah dan biji masak berkhasiat sebagai obat cacing, buah sirsak juga berfungsi untuk memperlancar pencernaan. 2.2 Senyawa Metabolit Sekunder Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbedabeda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Singkatnya, metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis oleh suatu makhluk hidup bukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan ekosistem. Dalam proses interaksi dengan lingkungan hidupnya, seringkali kadar metabolit sekunder yang disintesis berubah-ubah. Secara khusus, senyawa metabolit sekunder mempunyai fungsi umum yaitu sebagai alat pengikat (attactant) bagi serangga atau hewan lainnya untuk membantu penyerbukan, sebagai alat penolak (repellant) terhadap gangguan hama atau hewan pemangsanya, dan sebagai alat pelindung (protectant) terhadap kondisi lingkungan fisik yang ekstrim (Sumaryono, 1996). Senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder atau metabolit sekunder telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya serta sangat banyak jenis tumbuh- tumbuhan yang digunakan obat-obatan yang dikenal sebagai obat tradisional sehingga diperlukan penelitian tentang penggunaan tumbuh- tumbuhan berkhasiat dan mengetahui senyawa kimia yang berfungsi sebagai obat. Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid dan alkaloid. 2.2.1 Alkaloid Menurut Tobing (1989) alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang banyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Alkaloid adalah senyawa organik yang mengandung nitrogen (biasanya dalam bentuk siklik) dan bersifat basis. Senyawa ini tersebar luas dalam dunia tumbuh-tumbuhan dan banyak diantaranya yang mempunyai efek fisiologi yang kuat. - Klasifikasi Alkaloid Alkaloid seperti golongan senyawa organik bahan alam lainnya, Tidak mempunyai tatanama sistematik. Oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin, morfin, dan striknin. Suatu cara untuk mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang didasarkan pada jenis cincin heterosiklik nitrogen yang rnerupakan bagian dari struktur molekul. Menurut klasifikasi ini, alkaloid dapat dibedakan atas beberapa jenis, seperti alkaloid pirolidin, piperidin, isokuinolin, kuinolin, dan indol. Struktur masing-masing alkaloid tersebut adalah sebagai berikut: N N Isokuinolin Kuinolin N H Pirolidin N H Piperidin Gambar 2. NH Struktur Indol senyawa alkaloid berdasarkan cincin heterosiklik nitrogen (Achmad, 1986) 2.2.2 Flavonoid Menurut Achmad (1986) senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhtumbuhan. Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Menurut Robinson (1991) flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon, seperti ditunjukan pada Gambar 3. 3 4 Gambar 3. Struktur umum senyawa flavonoid (Achmad, 1986) - Klasifikasi Flavonoid Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, di mana terdiri dari cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai Propano (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2diarilpropan atau isoflavonoid, dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid, seperti ditunjukkan pada Gambar 4. . B A 3 A 1 3 2 A 3 1 1 2 B B 2 Flavonoid isoflavonoid neoflavonoid Gambar 4. Struktur Klasifikasi Flavonoid (Achmad, 1986 dalam Lenny, 2006) 2.2.3 Terpenoid Menurut Harborne (1987) terpenoid merupakan suatu golonga hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpenoid, merupakan metabolit sekunder. Terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai metabolit sekunder, terpenoid merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Sebagai contoh, senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu suatu triterpen; juga karoten dan retinol. Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemakdan terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan. Secara umum terpenoid terdiri dari unsur-unsur C dan H dengan rumus molekul umum (C5H8)n. kepala ekor Isopren Unit isopren Gambar 5. Struktur isopren dan unit isopren 2.3 Ekstraksi Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai metode pemisahan komponen dari suatu campuran dengan menggunakan suatu pelarut. Ekstraksi bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam sampel (Anwar, 1994). Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan komponen dari campuran dengan menggunakan suatu pelarut. Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik komponen-komponen kimia yang terdapat dalam simplisa. Proses terekstraksinya zat aktif dalam sel tanaman yakni pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik tersebut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik diluar sel, maka larutan terpekat akan terdistribusike luar sel. Proses ini terus terulang sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif didalam dan luar sel. Pelarut yang digunakan dalam mengekstraksi harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan. Dalam proses ekstraksi ini, bahan aktif akan terlarut oleh zat penyari yang sesuai sifat kepolarannya. Maserasi Menurut Hamdani (2011) maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan beberapa kali pengocokan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metoda ini dengan cara merendam sampel dengan sekalisekali dilakukan pengocokan. Umumnya perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru. Ada juga maserasi kinetik yang merupakan metode maserasi dengan pengadukan secara sinambung tapi yang ini agak jarang dipakai. Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Hamdani, 2011). 2.4 Kromatografi Menurut Khopkar (1990) Kromatografi adalah suatu metode analitik untuk pemurnian dan pemisahan senyawa-senyawa organik dan anorganik. Kromatografi bermanfaat sebagai cara untuk menguraikan suatu campuran. Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase yakni fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa cair atau padat, sedangkan fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Kromatografi secara garis besar dapat dibedakan menjadi kromatografi kolom dan kromatografi planar. Kromatografi kolom terdiri atas kromatografi gas dan kromatografi cair, sedangkan kromatografi planar terdiri atas kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas (Anwar, 1994). 2.4.1 Kromatografi Kolom Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan dan pemurnian senyawa dalam skala preparative. Kromatografi kolom dapat dilakukan pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan lebih besar dengan menggunakan bantuan tekanan luar (Khopkar, 1990). Menurut Gritter (1991) kromatografi kolom adalah kromatografi serapan yang dilakukan di dalam kolom, merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar. Campuran yang akan dipisahkan diletakan berupa pita diatas bagian penyerap yang berada pada tabung kaca. Fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom yang disebabkan oleh gaya berat. Pita senyawa linarut bergerak melalaui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi-fraksi pada saat keluar dari bawah kolom. Dalam pelaksanaan pemisahan dengan teknik kromatografi kolom pertama-tama sampel yang akan dipisahkan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Sampel ini kemudian diletakkan dibagian atas kolom yang sudah berisi fase diam (adsorben). Fase gerak kemudian dialirkan pelan-pelan dan dibiarkan mengalir melalui kolom tersebut. Pada saat fase gerak mengalir sepanjang kolom, fase gerak akan membawa campuran komponen ke bawah. Kesetimbangan dinamis antara komponen yang teradsorpsi pada fase diam dengan komponen yang terlarut dalam fase gerak akan terjadi selama fase gerak mengalir ke bawah tadi. Tetapan kesetimbangannya disebut koefisien distribusi. Karena setiap komponen dalam campuran mempunyai koefisien distribusi yang berbeda, maka kecepatan migrasinya juga berbeda. Perbedaan kecepatan migrasi inilah yang menyebabkan terjadi pemisahan komponen-komponen dalam campuran. Komponen-komponen yang terpisah nampak sebagai pita-pita dalam fase diam yang selanjutnya masingmasing pita dapat didorong keluar kolom dengan penambahan fase gerak, ditampung, dipisahkan, diidentifikasi. Pemisahan dengan metode kromatografi kolom merupakan metode pemisahan yang baik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar (lebih dari 1 gram) (Soebagio, 2005 dalam Mahajani 2012). 2.4.2 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985 dalam Sjahid 2008). Menurut Sastrohamidjojo (1991) kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon. Sebagai fase diam digunakan senyawa yang tak bereaksi seperti silica gel atau alumina. Silica gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat. 2.4.2.1 Fasa Diam Dan Fasa Gerak Fase diam pada KLT dapat berupa fase polar maupun non polar, diantaranya : a. Silica gel Fase diam ini dapat digunakan sebagai fase polar maupun non polar. Untuk fase polar, merupakan silika yang dibebaskan dari air, bersifat sedikit asam. Silica gel perlu ditambah gips (kalsium sulfat) untuk memperkuat pelapisannya pada pendukung. Sebagai pendukung biasanya lapisan tipis digunakan kaca dengan ukuran 20x20 cm, 10x20 cm, atau 5x10 cm. pendukung yang lain berupa lembaran alumunium atau plastik seperti ukuran di atas yang umumnya dibuat oleh pabrik. Silica gel untuk fase non polar terbuat dari silika yang dilapisi dengan senyawa non polar misalnya, lemak, parafin, minyak silikon raber gom, atau lilin. Dengan fase tersebut fase gerak air yang polar dapat digunakan sebagai eluen. Fase diam ini dapat memisahkan banyak senyawa, namun elusinya sangat lambat dan hasil uji ulangnya kurang bagus (Sumarno, 2001 Sjahid, 2008). b. Alumina (alumunium oksida) Fase diam ini bersifat sedikit basa, lebih jarang digunakan. Saat akan digunakan harus diaktifkan kembali dengan pemanasan. Alumina yang digunakan sebagai fase diam untuk KLT umumnya yang bebas air, sehingga mempunyai aktivitas penjerapan lebih tinggi (Sumarno, 2001 Sjahid, 2008). c. Kiselguhr Fase diam ini sebenarnya merupakan asam silika yang amorf, berasal dari kerangka diatomeae, maka lebih dikenal dengan nama tanah diatomeae, kurang bersifat adsorptif dibanding silika. Menurut Sjahid (2008) fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik. Sistem pelarut multikomponen ini harus berupa satu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. 𝑅𝑓 = jarak dari garis depan titik awal jarak titik pusat bercak dari titk awal Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 (Sjahid, 2008). Bercak yang terlihat (dengan sinar UV) kebanyakan disebabkan oleh flavonoid walaupun bercak berfluoresensi biru, merah jambu, keputihan, jingga dan kecoklatan harus dianggap bukan flavonoid sebelum diperiksa lebih lanjut dengan spektroskopi UV-Vis. Bercak glikosida flavon dan glikosida flavonoid yang khas tampak berwarna ijas (lembayung tua) dengan sinar UV dan menjadi kuning atau hijau kuning bila diuapi NH3, tetapi dijumpai juga sejumlah kombinasi warna lain. Penentuan jenis flavonoid dapat dilihat dari warna bercak yang terbentuk. Nilai utama KLT pada penelitian flavonoid adalah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. KLT berguna untuk tujuan : a. Mencari fase gerak untuk kromatografi kolom. b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom. c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi. d. Identifikasi flavonoid secara ko-kromatografi. e. Isolasi flavonoid murni skala kecil. 2.4.2.2 Menotolkan Cuplikan Penotolan dilakukan dengan memakai kapiler halus yang dibuat dari pipa kaca yang menyerupai peniti. Cuplikan, berupa larutan, harus ditotolkan sekitar 8- 10 mm dari salah satu ujung plat KLT terlapisi sempurna. Beberapa kali penotolan dapat dilakukan pada tempat yang sama asal saja lapisan kering dulu sebelum penotolan berikutnya, dan sebanyak tiga kali bercak cuplikan dapat ditotolkan pada satu plat. Jika hanya satu cuplikan yang dikromatografi, dianjurkan untuk menotolkannya dengan tiga konsentrasi yang berbeda. Bercak yang berasal dari cuplikan dengan konsentrasi terendah akan tampak tajam dan pembentukan ekor kurang. Bercak yang berasal dari cuplikan yang konsentrasinya lebih besar akan memberikan informasi mengenai cemaran sesepora didalam cuplikan (Gritter, 1991). Pelarut yang dipakai untuk penotolan harus betul-betul dihilangkan dari lapisan sebelum dikromatografi, jika perlu dengan penyemprot udara panas atau pengering rambut listrik. Pelarut yang digunakan atau sering dikombinasikan dalam kromatografi lapis tipis adalah n-heksan, petrolium eter, karbon tetraklorida, eter, kloroform, etil asetat, asam asetat glasial, aseton, etanol, metanol dan air (Gritter, 1991). 2.5 Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Suharman, 1995 dalam Sjahid 2008). Menurut Sastrohamidjojo (2001) Suatu molekul hanya menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus (spesifik untuk molekul tersebut) absorbsi cahaya ultraviolet (radiasi berenergi tinggi) mengakibatkan pindahnya sebuah elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah visible (yakni senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV. Dalam spektroskopi, terdapat istilah-istilah yang sering digunakan, diantaranya : a. Kromofor, adalah gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis. b. Auksokrom, adalah gugus jenuh yang bila terikat pada kromofor mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum. c. Pergeseran batokromik, adalah pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang lebih panjang disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut (pergeseran merah). d. Pergeseran hipsokromik, adalah pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang lebih pendek disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut (pergeseran biru). e. Efek hiperkromik, adalah kenaikan dalam intensitas serapan. f. Efek hipokromik, adalah penurunan dalam intensitas serapan. Spektoskopi UV-Vis dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Di samping itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi diagnostik ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi. Dengan demikian, secara tidak langsung cara ini berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metal yang terikat pada salah satu gugus hidroksi fenol (Markham, 1988). Jenis flavonoid dapat ditunjukkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Rentangan Serapan Spektrum UV-Vis Flavonoid Pita I (nm) Pita II (nm) Jenis flavonoid 310-350 250-280 Flavon 330-360 250-280 Flavonol (3-OH Tersubstitusi) 350-385 250-280 Flavonol (3-OH Bebas) 310-330 bahu 245-275 Isoflavon kira-kira Isoflavon 320 puncak (5-Deoksi-5,7 Dioksigenasi) 300-330 bahu 275-295 340-390 230-270 Flavanon Dan Dihidroflavonol (kekuatan Khalkon rendah) 380-430 230-270 (kekuatan Auron rendah) 465-560 270-280 Antosianidin Dan Antosianin (Markham, 1988 dalam Sjahid, 2008) 2.5.1 Komponen-Komponen Utama Spektrofotometer UV-Vis Menurut Day dan Underwood (2001), spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan dan abdsorban suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang.Berikut komponen-komponen utama spektrofotometer UV- Vis. 1. Sumber Sinar Sumber sinar yang biasa dipakai pada spektroskopi abdsorpsi adalah lampu wolfram, deuterium atau lampu hidrogen.Lampu wolfram digunakan untuk daerah visible (tampak) sedangkan untuk lampu hidrogen atau deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV. 2. Monokromator Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan radiasi polikromatik menjadi monokromatik dan berfungsi untuk memencilkan garis resonansi dari semua garis yang tidak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi.Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. 3. Sel Penyerap (Kuvet) Penempatan cuplikan yang akan dipelajari pada daerah UV-vis, pada pengukuran daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena pada daerah ini gelas tidak tembus cahaya. 2.5.2 Cara Kerja Spektrofotometer UV-Vis Pertama-tama menempatkan larutan pembanding, misalnya blanko ke dalam sel pertama sedangkan larutan yang dianalisis pada sel kedua. Kemudian memilih fotosel yang cocok 200-650 nm (650 nm-1100 nm) agar daerah panjang gelombang (λ) yang diperlukan dapat terliput.Dengan ruang fotosel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer dengan menggunakan tombol dark-current. Memilih panjang gelombang (λ) yang diinginkan, membuka fotosel dan melewatkan berkas cahaya pada blanko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensivitas. Menggunakan tombol transmitasi, kemudian mengatur besarnya pada 100%. Melewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala abdsorbansi menunjukkan abdsorbansi larutan sampel. 2.6 Spektrofotometri IR Menurut Day and Underwood (2001) pada spektroskopi IR meskipun bisa digunakan untuk analisa kuantitatif, namun biasanya lebih kepada analisa kualitatif. Umumnya spektrofotometer IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa organik. Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik. Hasil analisa biasanya berupa signal kromatogram hubungan intensitas IR terhadap panjang gelombang. Untuk identifikasi, signal sampel akan dibandingkan dengan signal standar. Perlu juga diketahui bahwa sampel untuk metode ini harus dalam bentuk murni. Karena bila tidak, gangguan dari gugus fungsi kontaminan akan mengganggu signal kurva yang diperoleh. Seperti dengan metode spektrosfotokopi UV-vis, bila sinar IR dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi yang lain akan diteruskan. Karena atom-atom dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi, maka penyerapan frekuensi (energi ini mengakibatkan terjadinya transisi diantara tingkat vibrasi dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi). Metode ini juga digunakan dalam mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawa dan menganalisis campuran. Tabel 2. Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1) C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470 C-H Alkena 3020-3080, 675-870 C-H Aromatik 3000-3100, 675-870 C-H Alkuna 3300 C=C Alkena 1640-1680 C=C Aromatik 1500-1600 C-O Alkohol, eter, asam karboksilat, ester 1080-1300 C=O aldehida, keton, asam karboksilat, 1690-1760 ester O-H Alkohol, fenol (monomer) 3610-3640 O-H Alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar) O-H Asam karboksilat 3000-3600 (lebar) N-H Amina 3310-3500 C-N Amina 1180-1360 -NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385 2.6.1 Vibrasi Molekul Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat megalami berbagai vibrasi molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul (Supratman, 2008): 1. Stretching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi perpanjangan atau pemendekan ikatan. Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu: a. Regangan Simetri, unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu bidang datar. b. Regangan Asimetri, unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah tetapi masih dalam satu bidang datar. 2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan sehingga terjadi pembesaran dan pengecilan sudut ikatan. Vibrasi bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu : a. Vibrasi Goyangan (Rocking), unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi masih dalam bidang datar. b. Vibrasi Guntingan (Scissoring), unit struktur bergerak mengayun simetri dan masih dalam bidang datar. c. Vibrasi Kibasan (Wagging), unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang datar. d. Vibrasi Pelintiran (Twisting), unit struktur berputar mengelilingi ikatan yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar. 2.6.2 Peralatan Spektrometer inframerah umumnya merupakan spektrometer double-beam (berkas ganda) dan terdiri dari lima bagian utama : sumber radiasi, daerah cuplikan, fotometer, kisi difraksi (monokromator) dan detektor. 1. Sumber radiasi Radiasi inframerah biasanya dihasilkan oleh pemijar Nerts dan Globar. Pemijar Nerts merupakan batang cekung dari Sirkonium dan Ytrium oksida yang dipanasi hingga 15000 C dengan arus listrik. Pemijar Globar merupakan batang silikon karbida yang dipanasi hingga 12000 C, sehingga memancarkan radiasi continue pada daerah 1-40 µm. 2. Monokromator Terdiri dari sistem celah masuk dan celah keluar, alat pendispresi yang berupa kisi difraksi atau prisma, dan cermin untuk memantulkan dan menfokuskan sinar. Bahan prisma natrium klorida, kalium bromida, dan litium flourida. Prisma natrium klorida paling banyak digunakan karena dispersinya tinggi. 3. Detektor Sebagian alat modern menggunakan alat detektor panas. Detektor fotolistrik dapat digunakan mendeteksi sinar inframerah, karena energi foton inframerah cukup besar untuk membebaskan elektron dari permukaan katoda. 2.7 Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah pada daging buah sirsak terkandung senyawa metabolit sekunder dapat diisolasi dan dikarakterisasi metode spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer IR.