15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Skripsi ini ditulis

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
Skripsi ini ditulis berdasarkan teori yang dijelaskan pada bab ini. Teori dasar
adalah teori yang intinya sesuai dengan topik skripsi ini.
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Menurut Hasan (2009:1) marketing merupakan ilmu pengetahuan yang
objektif, yang diperoleh dengan penggunaan instrumen-instrumen tertentu untuk
mengukur kinerja aktifitas bisnis dalam membentuk, mengembangkan, mengarahkan
pertukaran yang saling menguntungkan dalam jangka panjang antara produsen dan
konsumen.
Menurut Rangkuti (2009:38) pemasaran adalah proses perencanaan dan
menjalankan konsep, harga, promosi serta distribusi sejumlah barang dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi.
Menurut Simon Hudson (2008:9) pemasaran merupakan proses perencanaan
dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi ide, barang, dan
jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan individu (pelanggan) dan tujuan
organisasi.
Menurut Kotler (2007:6), dapat dibedakan menjadi definisi sosial, yaitu suatu
proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertahankan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.
Menurut Kotler dan Keller (2009:5) manajemen pemasaran terjadi ketika
setidaknya satu pihak dalam sebuah pertukaran potensial berfikir tentang cara-cara
untuk mencapai respon yang diinginkan pihak lain. Karenanya kita memandang
managemen pemasaran (marketing management) sebagai seni dan ilmu memilih
15
16
pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan
menciptakan, menghantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
2.1.2 Konsep Pemasaran
Menurut Kotler dan Armstrong (2006:12) memaparkan bahwa konsep
pemasaran mencapai tujuan organisasi bergantung pada menentukan dan keinginan
dari target pasar dan memberikan kepuasan yang diiginkan secara lebih efektif dan
efisien daripada yang dilakukan kompetitor.
Starting Point
Target
Market
Focus
Customer
Needs
Means
Integrated
Marketing
Ends
Profit through
customer
satisfaction
Gambar 2.1 Ada 4 Pilar Konsep Pemasaran
Sumber: Kotler (2006:12)
Konsep pemasaran menurut Kotler menggunakan perspektif outside-in.
Dimulai dengan menentukan pasar yang akan dituju (target market), lalu fokus pada
kebutuhan konsumen (customers needs), kemudian mengintegrasikan semua
aktivitas pemasaran guna mempengaruhi konsumen (integrated marketing) dan
menghasikan keuntungan dengan menciptakan hubungan baik jangka panjang
dengan konsumen berdasarkan nilai dan kepuasan konsumen atas usaha-usaha
pemasaran yang telah dilakukan (profit through customer satisfaction).
Menurut Swastha dan Irawan (2005:10) mendefinisikan konsep pemasaran
sebagai suatu falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan
konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup
17
perusahaan. Bagian pemasaran pada suatu perusahaan memegang peranan yang
sangat penting dalam rangka mencapai besarnya volume penjualan, karena dengan
tercapainya sejumlah volume penjualan yang diinginkan berarti kinerja bagian
pemasaran dalam memperkenalkan produk telah berjalan dengan benar. Penjualan
dan pemasaran sering dianggap sama tetapi sebenarnya berbeda.
Konsep inti pemasaran menurut pendapat di atas menjelaskan bahwa ada
beberapa hal yang harus dipenuhi dalam terjadinya proses pemasaran. Dalam
pemasaran terdapat produk sebagai kebutuhan dan keinginan orang lain yang
memiliki nilai sehingga diminta dan terjadinya proses permintaan karena ada yang
melakukan pemasaran.
2.1.3 Tujuan Pemasaran
Sebuah perusahaan yang didirikan mempunyai tujuan utama, yaitu mencapai
tingkat keuntungan tertentu, pertumbuhan perusahaan atau peningkatan pangsa pasar.
Di dalam pandangan konsep pemasaran, tujuan perusahaan ini dicapai melalui
keputusan konsumen. Keputusan konsumen diperoleh setelah kebutuhan dan
keinginan konsumen dipenuhi melalui kegiatan pemasaran yang terpadu.
Menurut Kotler dan Armstrong (2008:6) tujuan pemasaran adalah membuat
penjualan tidak diperlukan lagi. Penjualan dan iklan hanyalah bagian dari bauran
pemasaran yang lebih besar seperangkat sarana pemasaran yang bekerjasama untuk
memuaskan kebutuhan pelanggan dan menciptakan hubungan dengan pelanggan.
Menurut
maksimalisasi
penjualan,
Hasan
(2013:429)
keuntungan,
meningkatkan
tujuan
memaksimalkan
citra
merek,
pemasaran
pangsa
meningkatkan
adalah
pasar,
mencakup
memaksimalkan
kepuasan
pelanggan,
menyediakan nilai dan memelihara stabilitas harga.
2.1.4 Strategi Pemasaran
Menurut Assauri (2008:168) strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan
dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran
18
perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta
alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan
dan keadaan persaingan yang selalu berubah, Oleh karena itu, penentuan strategi
pemasaran harus didasarkan atas analisa lingkungan dan internal perusahaan melalui
analisa keunggulan dan kelemahan perusahaan, serta analisa kesempatan dan
ancaman yang dihadapi perusahaan dari lingkungannya.
Dengan perkataan lain, strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan
sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran
perusahaan dari ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya,
terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan
persaingan yang selalu berubah. Oleh karena itu, penentuan strategi pemasaran harus
didasarkan atas analisa lingkungan dan internal perusahaan melalui analisa
keunggulan dan kelemahan perusahaan, serta analisa kesempatan dan ancaman yang
dihadapi perusahaan dari lingkungannya.
Di samping itu strategi pemasaran yang telah ditetapkan dan dijalankan, harus
dinilai kembali, apakah masih sesuai dengan keadaan/kondisi pada saat ini. Penilaian
atau evaluasi ini menggunakan analisa keunggulan, kelemahan, kesempatan, dan
ancaman. Hasil penilaian atau evaluasi ini digunakan sebagai dasar untuk
menentukan apakah strategi yang sedang dijalankan perlu diubah, dan sekaligus
digunakan sebagai landasan untuk menyusun atau menentukan strategi yang akan
dijalankan pada masa yang akan datang.
Ciri penting rencana strategis pemasaran menurut Assauri (2008:183) adalah:
1. Titik tolak penyusunannya melihat perusahaan secara keseluruhan.
2. Diusahakan dampak kegiatan yang direncanakan bersifat menyeluruh.
3. Dalam penyusunannya diusahakan untuk memahami kekuatan yang
mempengaruhi perkembangan perusahaan.
4. Jadwal dan waktu (timing) yang ditentukan adalah yang sesuai dan
mempertimbangkan fleksibilitas dalam menghadapi perubahan.
5. Penyusunan rencana dilakukan secara realistis dan relevan dengan
lingkungan yang dihadapi.
19
2.1.4.1 Bauran Pemasaran
Dalam pemasaran terdapat strategi pemasaran yang disebut bauran
pemasaran (marketing mix) yang memiliki peranan penting dalam
mempengaruhi konsumen agar dapat membeli suatu produk atau jasa yang
ditawarkan oleh perusahaan. Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari
semua variabel yang dapat dikontrol perusahaan untuk dapat memuaskan para
konsumen.
Pengertian bauran pemasaran menurut Alma (2007:130) adalah:
“Marketing mix merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan
marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil
yang paling memuaskan”.
Menurut Ziethaml dan Bitner (2008:48):
“Bauran pemasaran adalah elemen-elemen organisasi perusahaan
yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan
tamu dan untuk memuaskan tamu”.
Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2012:92):
“Marketing mix is good marketing tool is a set of products, pricing,
promotion, distribution, combined to produce the desired response of the
target market”.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bauran
pemasaran merupakan alat pemasaran yang baik yang berada dalam suatu
perusahaan,
dimana
perusahaan
mampu
mengendalikan
agar
dapat
mempengaruhi respon pasar sasaran.
Dalam bauran pemasaran terdapat alat pemasaran yang dikenal dalam
istilah 4P, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat atau saluran
distribusi), dan promotion (promosi), sedangkan dalam pemasaran jasa
memiliki beberapa alat pemasaran tambahan seperti people (orang), physical
evidence (fasilitas fisik), process (proses), sehingga dikenal dengan istilah 7P
maka dapat disimpulkan bauran pemasaran jasa yaitu product, price, place,
20
promotion, people, physical evidence, and process. Adapun pengertian 7P
menurut Kotler dan Armstrong (2012:62):
1. Product
Product (produk), adalah mengelola unsur produk termasuk
perencanaan dan pengembangan produk atau jasa yang tepat untuk
dipasarkan dengan mengubah produk atau jasa yang ada dengan
menambah dan mengambil tindakan yang lain yang mempengaruhi
bermacam-macam produk atau jasa.
2. Price
Price (harga), adalah suatu sistem manajemen perusahaan yang akan
menentukan harga dasar yang tepat bagi produk atau jasa dan harus
menentukan strategi yang menyangkut potongan harga, pembayaran,
ongkos angkut dan berbagi variabel yang bersangkutan.
3. Place
Place (distribusi), yakni memilki dan mengelola saluran perdagangan
yang dipakai untuk menyalurkan produk atau jasa dan juga untuk
melayani pasar sasaran, serta mengembangkan sistem distribusi untuk
pengiriman dan perniagaan produk secara fisik.
4. Promotion
Promotion (promosi), adalah suatu unsur yang digunakan untuk
memberitahukan dan membuju pasar tentang produk atau jasa yang
baru pada perusahaan melalui iklan, penjualan pribadi, promosi
penjualan, maupun publikasi.
5. Physical evidence
Physical evidence (sarana fisik), merupakan hal nyata yang turut
mempengaruhi
keputusan
konsumen
untuk
membeli
dan
menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. Unsur yang
termasuk sarana fisik antara lain lingkungan atau bangunan fisik,
peralatan, perlengkapan, logo, warna, dan barang-barang lainnya.
6. People
People (orang), adalah semua pelaku yang memainkan peranan
penting dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi
pembeli. Elemen dari orang adalah pegawai perusahaan, konsumen,
21
dan konsumen lain. Semua sikap dan tindakan karyawan, cara
berpakaian karyawan dan penampilan karyawan memiliki pengaruh
terhadap keberhasilan penyampaian jasa.
7. Process
Process (proses), adalah semua prosedur actual, mekanisme, dan
aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Elemen
proses ini memiliki arti sesuatu untuk menyampaikan jasa. Proses
dalam jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa
seperti pelanggan jasa akan senang merasakan sistem penyerahan jasa
sebagai bagian jasa itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan tersebut mengenai bauran pemasaran, maka
dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran memilki elemen-elemen yang
sangat berpengaruh dalam penjualan karena elemen tersebut dapat
mempengaruhi minat konsumen dalam melakukan keputusan pembelian.
2.1.4.2 Branding Development Strategy
Terdapat 4 strategi dalam Branding Development Strategy yaitu :
1. Line Extension
Penggunaan dari brand sebuah produk untuk produk baru dalam
kategori yang sama. Terjadi saat perusahaan memperkenalkan item
tambahan dalam kategori produk yang sama seperti rasa baru, bentuk
baru, warna baru, serta saat perusahaan memperluas lini produk mereka
melampaui range mereka sendiri.
Contoh: Sunsilk dan Ultra Milk yang memiliki beragam varian.
2. Brand Extension
Penggunaan dari brand yang sama dalam kategori produk yang
berbeda, dengan tujuan untuk menaikkan dan mempengaruhi brand
equity.
Contoh: Dove memproduki produk berupa sabun dan sampo.
3. Multibrands
Dua atau lebih produk sejenis yang bersaing dalam perusahaan yang
sama, tetapi berada di bawah merk yang berbeda dan tidak punya
22
keterkaitan. Keuntungannya antara lain menyisakan sedikit tempat
untuk brand competitor.
Contoh: Indofood (IndoMie dan SuperMi) dan Unilever (Sunsilk dan
Clear)
4. New Brands
Produk baru dalam kategori yang baru, serta belum pernah ada
sebelumnya.
Contoh: Unilever memproduksi es krim baru bermerek Wall’s.
2.1.5 Perilaku Konsumen
Konsumen merupakan kunci utama dari pemasaran, karena konsumen
merupakan pihak yang menikmati produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan
yang melakukan pemasaran. Oleh karena itulah di dalam strategi-strategi pemasaran
juga dikaji perilaku konsumen, agar pemasarannya dapat efektif dan optimal.
Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “Mengapa konsumen
melakukan dan apa yang mereka lakukan”. Schiffman dan Kanuk (2008:6)
mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai
bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya
yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi). Konsumen memiliki keragaman yang
menarik untuk dipelajari karena ia meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar
belakang budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu,
sangatlah penting untuk mempelajari bagaimana konsumen berperilaku dan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi perilaku tersebut.
Definisi perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2008:214):
Perilaku konsumen adalah studi bagaimana individu, kelompok dan
organisasi memilih, membeli, menggunakan dan menempatkan barang, jasa, ide atau
pengalaman untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka.
Definisi perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2008:6):
23
Perilaku konsumen menggambarkan cara individu mengambil keputusan
untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna
membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi.
Dari dua pengertian tentang perilaku konsumen di atas dapat diperoleh dua
hal yang penting, yaitu: (1) sebagai kegiatan fisik dan (2) sebagai proses
pengambilan keputusan. Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan di atas
dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta
proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli,
ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan
hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.
Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan individu
yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barangbarang dan jasa-jasa tersebut didalamnya proses pengambilan keputusan pada
persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Dharmmesta dan Handoko,
(2008:10). Hubungannya dengan keputusan pembelian suatu produk atau jasa,
pemahaman mengenai perilaku konsumen meliputi jawaban atas pertanyaan seperti
apa (what) yang dibeli, dimana membeli (where), bagaimana kebiasaan (how often)
membeli dan dalam keadaan apa (under what condition) barang-barang dan jasa-jasa
dibeli. Keberhasilan perusahaan dalam pemasaran perlu didukung pemahaman yang
baik mengenai perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku konsumen
perusahaan dapat merancang apa saja yang diinginkan konsumen.
Menurut Prasetijo dan Ihalauw John (2005:11) perilaku konsumen adalah
proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang
diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.
Menurut Solomon (2007:134):
“It is study of the processes involved when individuals or group select,
purchase, use, or dispose of products, services, ideas, or experiences to satisfy needs
and desires”.
24
Studi Perilaku Konsumen merupakan proses ketika individu atau kelompok
menyeleksi, membeli, menggunakan atau membuang produk, pelayanan, ide dan
pengalaman untuk memuaskan kebutuhannya.
2.1.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Kotler dan Amstrong (2008:163), menyatakan bahwa perilaku
konsumen tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor Sosial
a. Kelompok (group)
Faktor ini memberikan pengaruh langsung, karena kelompok ini
merupakan tempat konsumen berada, yang disebut dengan
keanggotaan kelompok (membership group), yang terdiri dari
kelompok primer (primary group) seperti keluarga, teman,
tetangga, dan rekan kerja dan kelompok sekunder (secondary
group) yang bersifat lebih formal dan interaksi rutin yang sedikit
seperti kelompok keagamaan, perkumpulan profesional, dan
serikat dagang.
b. Pengaruh keluarga (family influence)
Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang
paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga
menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Para
pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami/istri
dan anak dalam pembelian produk dan jasa yang berbeda. Maka
dari itu, keluarga memberikan pengaruh yang besar terhadap
keputusan pembelian.
c. Peran dan status (roles and status)
Seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang
hidupnya seperti keluarga, klub, dan organisasi. Kedudukan
seseorang itu dapat ditentukan berdasarkan peran dan statusnya.
25
Atau dengan kata lain tiap peran membawa sebuah status yang
merefleksikan
penghargaan
umum
yang
diberikan
oleh
masyarakat. Sehingga seseorang memilih produk yang dapat
mengkomunikasikan peran dan status mereka di masyarakat,
seperti direktur perusahaan sering memakai mobil mewah dan
pakaian mahal dalam kesehariannya.
2. Faktor Personal
a. Situasi ekonomi (economic situation)
Keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk
yang akan digunakan, seperti jam tangan Rolex diposisikan
untuk konsumen kelas atas sedangkan Timex untuk konsumen
kelas
menengah.
Situasi
ekonomi
seseorang
sangat
mempengaruhi pilihan produk dan keputusan pembelian pada
produk tertentu.
b. Gaya hidup (lifestyle)
Gaya hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas,
ketertarikan, dan opini, termasuk dalam melakukan keputusan
pembelian. Perbedaan kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan
menyebabkan perbedaan gaya hidup, sehingga menciptakan
keberagaman perilaku konsumen dan keputusan pembelian.
c. Kepribadian dan konsep pribadi (personality and self concepts)
Kepribadian terkait dengan kondisi psikologis seseorang,
dimana merupakan karakter unik yang mengacu pada kestabilan
dan respon terus menerus terhadap lingkungan sekitarnya.
d. Usia dan siklus hidup (age and life cycle)
Konsumen cenderung mengubah barang dan jasa yang dibeli
seiring dengan siklus kehidupannya. Selera makanan, pakaian,
peralatan rumah tangga, dan hal-hal lain yang berhubungan
dengan usia seseorang. Pelaku pasar sangat memperhatikan
26
faktor-faktor yang berhubungan dengan usia dan siklus hidup
masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan yang besar
dalam hal usia antara orang-orang yang menentukan strategi
marketing dan orang-orang yang membeli produk atau jasa.
e. Pekerjaan (occupation)
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang akan
dibeli. Sebagai contoh, pekerja konstruksi sering membeli
makan siang dari catering yang didatangkan ke tempat kerja.
Sedangkan para eksekutif kantor membeli makan siang dari
restoran yang notabene mewah.
3. Faktor Psikologis
a. Motivasi (motivation)
Motivasi yaitu keadaan seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan sesuatu atau mencapai sesuatu. Motivasi merupakan
alasan dasar dari setiap perilaku konsumen.
b. Persepsi (perception)
Persepsi
yaitu
mengorganisasi,
proses
dan
dimana
seseorang
menerjemahkan
informasi
memilih,
untuk
membentuk suatu gambaran. Persepsi setiap orang berbeda,
begitu pula perilaku dalam menanggapinya.
c. Pembelajaran (learning)
Pembelajaran yang selalu berkembang seiring perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seiring dengan banyaknya
pengalaman yang didapat oleh seseorang. Sebagai konsumen,
pembelajaran terjadi apabila konsumen akan melakukan
keputusan pembelian, yang biasanya berdasarkan pengalaman
pribadi atau pengalaman orang lain, agar terhindar dari
kekecewaan terhadap suatu produk atau jasa.
d. Kepercayaan dan perilaku (beliefs and attitude)
27
Kepercayaan dan perilaku, dimana kepercayaan didasarkan pada
pengetahuan, pendapat, dan iman, sedangkan perilaku mewakili
evaluasi perasaan suka dan tidak suka, yang cenderung
konsisten pada suatu objek atau gagasan.
4. Faktor Budaya
a) Subkultur (subculture)
Subkultur merupakan sekelompok orang yang berbagi sistem
nilai berdasarkan persamaan dan pengalaman hidup serta
keadaan, seperti kebangsaan, agama, dan daerah.
b) Kelas sosial (social class)
Pengelompokkan individu berdasarkan kesamaan nilai, minat,
dan perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu
faktor saja misalnya pendapatan, tetapi juga ditentukan oleh
pekerjaan, pendidikan, dan lainnya.
Perilaku konsumen adalah studi mengenai individu, kelompok atau organisasi
dan proses dimana mereka menyeleksi, menggunakan dan membuang produk,
layanan, pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhan dan dampak dari proses
tersebut pada konsumen dan masyarakat.
2.1.6 Marketing Communication
Marketing Communication, menurut Schultz (2004) konsep ini berkembang
pada tahun 1980an sebagai sebuah strategi dalam proses bisnis dengan membuat
perencanaan, membangun, mengeksekusi dan mengevaluasi pelaksanaan program
komunikasi merek yang terkoordinasi pada konsumen, pelanggan, atau sasaran lain
yang relevan dengan audience eksternal dan internal. Menurut Shimp (2010:167)
mendefinisikan marketing communication sebagai sebuah proses komunikasi yang
terdiri dari perencanaan, penciptaan, pengintegrasian dan penerapan berbagai bentuk
komunikasi pemasaran (iklan, sales promotion, publikasi, event dan lain sebagainya).
Sedangkan asosiasi agen periklanan Amerika atau yang dikenal dengan nama The
4As (The American Association of Advertising Agency) mengatakan bahwa
marketing communication adalah konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang
28
matang dengan mengevaluasi peran masing-masing bentuk komunikasi pemasaran
(periklanan umum, sales promotion, public relations dan lain-lain) dan memadukan
bentuk-bentuk komunikasi pemasaran ini untuk memberikan kejelasan, konsistensi
dan dampak komunikasi yang maksimal (Belch, 2009).
Dengan mempelajari ketiga definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
marketing communication adalah sebuah konsep komunikasi yang terencana,
terintegrasi dan diterapkan dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran untuk
memberikan pemahaman dan dampak yang maksimal melalui konsistensi pesan
komunikasi kepada konsumen, pelanggan ataupun pihak lain yang relevan dengan
barang atau jasa yang dikomunikasikan. Menurut Belch (2009) untuk dapat mencapai
tujuan komunikasi, perusahaan dapat menggunakan sebuah alat bantu yang disebut
promotion mix. Adapun beberapa elemen yang terdapat di dalam promotion mix ini
adalah sebagai berikut:
1. Advertising
Adalah segala bentuk komunikasi non-personal melalui berbagai media
massa seperti TV, radio, majalah dan koran mengenai informasi tentang
perusahaan, produk dan jasa atau ide sebuah sponsor yang dikenal. Elemen
komunikasi ini paling banyak digunakan pemasar karena dapat menjangkau
target audience dalam jumlah yang lebih besar daripada elemen – elemen
lain. Selain itu, advertising juga dapat membangun ekuitas merek dengan
menciptakan brand image dan brand association melalui eksekusi iklan ke
dalam benak konsumen.
2. Direct Marketing
Merupakan sebuah aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan
secara langsung kepada konsumennya. Umumnya aktivitas pemasaran ini
dilakukan dengan cara mengirimkan direct mail, melakukan telemarketing
dan direct selling kepada konsumen yang dituju. Untuk dapat melakukan
hubungan secara langsung dengan para konsumen potensialnya maka
perusahaan mengelola data based konsumen.
29
3. Interactive/ Internet Marketing
Aktivitas pemasaran yang dilakukan secara interaktif melalui CD-ROMs,
handphone digital, TV interaktif dan lain sebagainya atau secara online
menggunakan jaringan internet untuk mengkomunikasikan produk dan
jasanya. Melalui aktivitas ini, perusahaan dan konsumen dapat melakukan
komunikasi 2 arah langsung secara real-time.
4. Sales Promotion
Aktivitas pemasaran yang dilakukan dengan cara memberikan nilai incentive
kepada tim penjualan, distributor, atau konsumennya secara langsung untuk
mendorong penjualan dengan cepat. Sales promotion yang dilakukan kepada
konsumen biasanya dengan membagikan sample produk, kupon dan lain
sebagainya
untuk
mendorong
konsumen
agar
langsung
melakukan
pembelian. Sedangkan sales promotion yang dilakukan kepada distributor
dan pedagang dilakukan dalam bentuk kontes penjualan, pemberian harga
khusus, penyediaan merchandising dan masih banyak lagi bentuk lainnya.
5. Publicity/ Public Relations
Sama halnya dengan advertising, publikasi/ public relations adalah
komunikasi non-personal melalui berbagai media massa seperti TV, radio,
majalah dan koran mengenai perusahaan, produk, jasa atau sponsor acara
yang didanai langsung atau tidak langsung yang dilakukan dalam bentuk
news release, press conference, artikel, film dan lain-lain. Bedanya dengan
advertising adalah, untuk masuk ke jaringan media massa perusahaan tidak
mengeluarkan dana khusus melainkan menyediakan berita seputar produk
dan jasa, melakukan event atau aktivitas lain yang menarik untuk diliput atau
dipublikasikan oleh media massa. Sedangkan public relation adalah fungsi
manajemen
yang
dilakukan
untuk
mengevaluasi
perilaku
publik,
mengedentifikasi kebijakan dan prosedur individu atau organisasi terhadap
public interest, serta mengeksekusi sebuah program untuk dapat diterima dan
dipahami oleh publik. Tujuan utama melakukan public relation adalah untuk
menciptakan dan mengelola image positif perusahaan di mata publik yang
biasanya dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan dana, mensponsori
30
acara khusus, berpartisipasi dalam aktivitas sebuah komunitas dan masih
banyak lagi yang lainnya.
6. Personal Selling
Adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan secara langsung oleh pihak
penjual untuk meyakinkan pembeli potensial membeli produk atau jasa yang
ditawarkan. Melalui aktivitas komunikasi ini, penjual dapat memodifikasi
pesan komunikasi agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen
serta mendapatkan feedback langsung dari konsumennya.
2.1.7 Brand
Salah satu hal penting yang membedakan sebuah produk atau jasa dengan
para pesaing adalah brand. Brand adalah salah satu atribut yang penting dari suatu
produk, karena selain merupakan identitas produk, brand mempunyai berbagai
manfaat lainnya bagi konsumen yaitu dengan adanya brand
maka akan
memudahkan para konsumen untuk membedakan produk atau jasa yang dihasilkan
oleh suatu perusahaan. Brand juga memberi sebuah jaminan bahwa kualitasnya tetap
sama dimana pun produk tersebut didapatkan. Berikut ini merupakan pengertian
brand menurut beberapa ahli:
Menurut Kotler (2008:275) brand adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang,
atau desain, atau semua kombinasi ini, yang menunjukkan identitas produk atau jasa
dari satu penjual atau sekelompok penjual dan membedakan produk itu dari produk
pesaing. Menurut Kotler (2005:81) brand dapat memiliki enam level pengertian,
yaitu sebagai berikut:
a. Attributes (atribut)
Brand mengingatkan pada suatu atribut tertentu. Mercedes memberi kesan
sebagai mobil yang mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan baik, tahan
lama, dan bergengsi tinggi.
31
b. Benefits (keuntungan)
Bagi konsumen, kadang sebuah merek tidak sekedar menyatakan atribut,
tetapi manfaat. Mereka membeli produk tidak membeli atribut, tetapi
membeli manfaat.
Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat
diterjemahkan menjadi manfaat emosional dan fungsional. Sebagai contoh:
atribut “tahan lama” diterjemahkan menjadi manfaat fungsional “tidak perlu
cepat beli lagi”, atribut “mahal” diterjemahkan menjadi manfaat emosional
“bergengsi”.
c. Value (nilai)
Brand juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi, Mercedes berarti
memiliki kinerja yang tinggi, keamanan, dan gengsi.
d. Culture (kebudayaan)
Brand juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman,
terorganisasi, efisien, bermutu tinggi.
e. Personality (kepribadian)
Brand mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes mencerminkan
kepimpinan yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (binatang), atau
istana yang agung (objek).
f. User (pemakai)
Brand menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut. Mercedes menunjukkan pemakainya seorang diplomat atau
eksekutif. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang
tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui
merek. Pesaing dapat menyamakan dengan menghasilkan produk yang mirip,
namun brand tidak mungkin menawarkan janji yang emosional sama. Suatu
brand pada akhirnya akan memberi tanda pada konsumen mengenai sumber
produk tertentu dan melindungi produsen dan konsumen dari para kompetitor
yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik.
32
2.1.8 Brand Equity
Kotler dan Armstrong (2009:139) menyatakan bahwa merek lebih dari
sekedar nama dan simbol. Merek merupakan elemen penting dalam hubungan
perusahaan dengan konsumen. Merek mencerminkan persepsi dan perasaan
konsumen mengenai suatu produk dan performa produk tersebut – apapun yang
merupakan arti produk dan jasa bagi konsumen tersebut. Sehingga, nilai sebenarnya
dari suatu merek yang kuat adalah kekuatan merek tersebut untuk mendapatkan
preferensi dan loyalitas konsumen. Suatu merek yang kuat memiliki ekuitas merek
yang tinggi.
Kompetisi menciptakan pilihan yang tak terhingga, sehingga menyebabkan
perusahaan harus mencari cara untuk berhubungan secara emosional dengan
konsumen, menjadi tidak tergantikan, dan menciptakan hubungan untuk jangka
panjang. Konsumen jatuh cinta terhadap suatu brand, mempercayai merek tersebut
dan percaya dengan keunggulan superior merek tersebut.
Kotler dan Keller (2009:142) mendefinisikan ekuitas merek (brand equity)
sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat
tercermin dalam cara konsumen berfikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya
dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek
bagi perusahaan.
American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai suatu nama,
tanda,
simbol,
atau
desain,
atau
kombinasi
tersebut,
bertujuan
untuk
mengidentifikasikan produk atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk
membedakan mereka dari pesaingnya.
Branding adalah mengenai menciptakan perbedaan. Keller (2009:150)
menyatakan bahwa banyak peneliti pemasaran juga setuju dengan dasar prinsip
branding dan brand equity sebagai berikut:
1. Perbedaan mulcul yang merupakan hasil dari “menambah nilai” (added
value) untuk suatu produk sebagai hasil dari aktivitas pemasaran untuk merek
tersebut.
2. Nilai dapat diciptakan untuk suatu merek dalam banyak cara berbeda.
33
3. Ekuitas merek memberikan suatu sebutan untuk mengintepretasikan strategi
pemasaran dan menilai value merek tersebut.
4. Ada banyak cara agar nilai merek dapat dimanisfestasikan atau diekploitasi
untuk keuntungan perusahaan (proses yang lebih baik, biaya yang lebih
rendah, atau keduanya).
Jadi brand equity adalah kekuatan suatu merek yang dapat menambah atau
mengurangi nilai dari merek itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen
terhadap barang atau jasa yang dijual. Bagi pelanggan, brand equity dapat
memberikan nilai dalam memperkuat pemahaman mereka akan proses informasi,
memupuk rasa percaya diri dalam pembelian, serta meningkatkan pencapaian
kepuasan. Nilai brand equity bagi pemasar/perusahaan dapat mempertinggi
keberhasilan program pemasaran dalam memikat konsumen baru atau merangkul
konsumen lama. Hal ini dimungkinkan karena dengan merek yang telah dikenal
maka promosi yang dilakukan akan lebih efektif.
2.1.9 Brand Awareness
Brand awareness menurut Keller (2006:268) adalah kemampuan pembeli
potensial untuk mengenal dan mengingat bahwa semua brand adalah sebuah bagian
dari sebuah kategori produk tertentu.
Brand Awareness atau kesaradaran terhadap suatu merek berarti kemampuan
konsumen dapat mengenali dan mengingat brand dalam situasi yang berbeda. Brand
awareness terdiri dari brand recall dan brand recognition. Brand recall berarti
ketika konsumen melihat kategori produk, mereka dapat mengingat nama brand
dengan persis, dan pengakuan brand berarti konsumen memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasi brand ketika ada isyarat brand (Aaker dalam Chi, 2009:135).
Selain itu, Hoeffler dan Keller dalam Chi (2009:136) menunjukkan bahwa
brand awareness dapat dibedakan dari kedalaman dan keluasan. Kedalaman berarti
bagaimana membuat konsumen untuk mengingat atau mengidentifikasi brand
dengan mudah, dan keluasan mengungkapkan menyimpulkan ketika konsumen
membeli produk, nama brand akan datang ke pikiran mereka sekaligus.
34
2.1.9.1 Dimensi Brand Awareness
Menurut Kotler (2006:268), brand awareness terbagi menjadi
beberapa dimensi, yaitu :
1. Brand Recognition (pengenalan merek)
Brand recognition adalah dimensi dimana tingkat kesadaran
responden akan suatu brand diukur dengan memberikan bantuan.
Pertanyaan untuk pengenalan brand memberikan bantuan dengan
menyebutkan ciri-ciri dari produk brand tersebut.
2. Brand Recall (pengingat kembali)
Pengingat kembali adalah dimensi dimana brand disebutkan oleh
responden setelah menyebutkan brand yang pertama kali disebut
sebagai pertanyaan pertama tentang suatu kategori produk.
3. Top Of Mind (puncak pikiran)
Puncak pikiran merupakan dimensi dimana suatu brand menjadi yang
pertama disebut atau diingat oleh responden ketika dirinya ditanya
tentang suatu kategori produk.
2.1.10 Brand Image
Menurut Keller (dalam Roslina, 2010:334) brand image adalah persepsi
konsumen tentang suatu brand sebagai refleksi dari asosiasi brand yang ada pada
pikiran konsumen.
Menurut Keller (dalam Putro, 2009:3), brand image adalah anggapan tentang
brand yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen.
Sedangkan menurut Kotler (2006:266), brand image adalah penglihatan dan
kepercayaan yang terpendam di benak konsumen, sebagai cerminan asosiasi yang
tertahan di ingatan konsumen. Kemudian Aaker (dalam Ritonga:2011) mengatakan
bahwa brand image merupakan sekumpulan asosiasi brand yang terbentuk dan
melekat di benak konsumen. Dari definisi-definisi brand image di atas, dapat
35
disimpulkan bahwa brand image merupakan kumpulan kesan yang ada di benak
konsumen mengenai suatu brand yang dirangkai dari ingatan-ingatan konsumen
terhadap brand tersebut.
2.1.10.1 Dimensi Brand Image
Ketika tingkat brand awareness telah mencukupi, pemasar dapat
mulai menekankan dalam pembentukan brand image. Untuk membentuk
brand image yang positif program pemasaran yang dilakukan harus
menghubungkan asosiasi yang kuat, disukai dan unik dalam ingatan
konsumen.
Secara singkat, untuk menciptakan respons yang berbeda yang
merujuk pada customer based brand equity (CBBE), pemasar perlu
memastikan brand association yang kuat dan tidak hanya disukai namun juga
unik sehingga tidak dimiliki oleh kompetitor. Menurut Keller (2013:78)
dimensi terbentuknya brand image dalam keterkaitannya dengan asosiasi
merek:yaitu :
1. Strength of Brand Association
Kekuatan asosiasi brand. Semakin dalam seseorang memikirkan
mengenai informasi produk dan menghubungkannya ke pengetahuan
merek yang telah ada, semakin kuat pula brand association yang
terjadi. Dua faktor yang meningkatkan asosiasi terhadap informasi
adalah keterkaitan personal dan konsistensi yang dilakukan sepanjang
waktu.
2. Favorability of Brand Association
Keunggulan brand association. Salah satu faktor pembentuk brand
image adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut unggul
dalam persaingan. Konsumen tidak akan menganggap semua asosiasi
dari merek sama pentingnya dan menyukai brand association tersebut
secara sama. Asosiasi dari suatu brand dapat bergantung pada situasi
dan konteks dan bervariasi bergantung pada keputusan pembelian dan
konsumsi dari konsumen.
36
3. Uniqueness of Brand Association
Keunikan brand association. Merupakan keunikan–keunikan yang di
miliki oleh produk tersebut. Hal yang penting dari dari brand
positioning yaitu brand harus memiliki keuntungan kompetitif yang
berkelanjutan atau “Unique Selling Proposition” yang memberikan
alasan bagi konsumen untuk membeli produk dari brand tersebut.
2.1.11 Brand Trust
Brand trust (kepercayaan merek) adalah persepsi akan kehandalan dari sudut
pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urutan-urutan
transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja
produk dan kepuasan menurut Costabile (dalam Ferinnadewi, 2008). Kepercayaan
terbangun karena adanya harapan bahwa pihak lain akan bertindak sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan konsumen.
Selain itu, menurut Delgado (dalam Ferrinnadewi, 2008), brand trust adalah
kemampuan brand untuk dipercaya (brand reliability), yang bersumber pada
keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan
dan intensi baik brand (brand intention) yang didasarkan pada keyakinan konsumen
bahwa brand tersebut mampu mengutamakan kepentingan konsumen.
2.1.11.1 Dimensi Brand Trust
Menurut (Fatih Geçti dan Hayrettin Zengin) terdapat 3 dimensi yang
mempengaruhi brand trust, yakni sebagai berikut :
1. I trust this brand (kepercayaan terhadap merek)
• Merek sudah diakui oleh banyak orang
• Merek sudah dikenal oleh banyak orang
2. This brand is safe (keamanan suatu merek)
• Merek tidak mudah ditiru
• Merek dilindungi oleh undang-undang
37
3. This is an honest brand (Kejujuran suatu merek)
• Kualitas produk
• Keamanan produk
2.1.12 Brand Loyalty
Menurut Rangkuti (2008:60) menjelaskan bahwa brand loyalty (loyalitas
merek) adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu brand. Brand Loyalty
merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran,
karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah
brand.
Menurut Tjiptono (2011:110) menjelaskan bahwa brand loyalty yaitu ukuran
menyangkut seberapa kuat konsumen “terikat” dengan merek tertentu. Ukuran ini
sekaligus merefleksikan permintaan relatif konsumen terhadap sebuah brand.
Menurut Aaker (dalam Kotler dan Keller 2007:347) membahas peran penting
dari brand loyalty dalam proses brand equity yang menghasilkan beberapa
keuntungan pemasaran seperti biaya kurang pemasaran, lebih basis pelanggan baru,
dan leverage perdagangan yang lebih besar. Keberhasilan organisasi tergantung pada
kemampuannya untuk menarik dan membuat pelanggan loyal. Hal ini untuk
menciptakan organisasi untuk memiliki kemampuan untuk menjaga pelanggan saat
ini dan membuat mereka loyal kepada brand untuk jangka panjang.
2.1.12.1 Dimensi Brand Loyalty
Aaker (Humdiana, 2005) mengilustrasikan lima dimensi dalam brand
loyalty yaitu :
1. Switcher (pembeli yang berpindah-pindah)
Merupakan tingkatan awal dimana pembeli tidak peduli pada brand,
sama sekali tidak loyal terhadap brand. Bagi para pembeli, brand
apapun dianggap memadai, sehingga pada tingkatan ini brand hanya
memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian.
38
Apapun yang kualitasnya lebih baik dan mengobral kenyamanan akan
dipilih.
2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Merupakan tingkatan dimana pembeli merasa puas terhadap suatu
produk, atau setidaknya tidak mengalami kekecewaan terhadap suatu
produk, dan membeli brand produk tertentu karena kebiasaan. Bagi
jenis pembeli yang demikian, tidak ada faktor kekecewaan yang
membuat brand beralih ke brand lain, karena tidak ada alasan bagi
brand untuk memperhitungkan alternatif lain.
3. Satisfied buyer (pembeli yang puas)
Tingkatan ini ditandai dengan kepuasan para pembeli, akan tetapi
brand juga memikul biaya peralihan (switching cost), yaitu biaya
dalam waktu, uang, atau resiko kinerja yang berhubungan dengan
tindakan beralih ke brand lain. Oleh karena itu untuk menarik minat
pembeli pada tingkatan ini, kompetitor perlu mengatasi biaya
peralihan dengan memberikan bujukan untuk beralih atau dengan
tawaran manfaat yang cukup besar sebagai kompensasi.
4. Liking the brand (mulai menyukai)
Tingkatan ini pembeli sudah mulai menyukai suatu brand dengan
sungguh-sungguh, dimana preferensi brand didasarkan pada suatu
asosiasi, seperti simbol, pengalaman sebagai pengguna, atau persepsi
kualitas yang tinggi.
5. Committed buyer (pembeli yang berkomitmen)
Merupakan tingkatan puncak dalam piramida brand loyalty, yang
ditandai dengan pembeli yang setia dan berkomitmen terhadap suatu
brand, dan bangga menjadi pengguna dari brand tersebut. Brand
tersebut penting bagi brand dari segi fungsi maupun kebanggaan
sebagai ekspresi mengenai siapa brand sebenarnya. Brand trust pada
brand mendorong untuk merekomendasikan brand tersebut kepada
39
orang lain, sehingga semakin banyak konsumen yang memutuskan
untuk menjadi konsumen brand tersebut.
2.1.13 Consumer’s Brand Extension Attitude
Consumer’s brand extension attitude adalah sikap konsumen terhadap
asosiasi dan atribut-atribut brand. Atribut-atribut tersebut meliputi keawetan,
kemampuan pelayanan, kinerja serta kesesuaian mendasari sikap terhadap brand.
Bagian
dari
persepsi
konsumen
atas
keseluruhan
kualitas
dari
brand
mengkonseptualisasikan sikap dan evaluasi konsumen tentang keutamaan dari suatu
produk. Assael (2001:98) mengemukakan consumer’s brand extension attitude
merupakan pernyataan mental penerima pesan yang menilai positif atau negatif,
bagus atau tidak bagus, suka atau tidak suka, berkualitas atau tidak berkualitas suatu
produk.
Martinez dan Leslie (2002) mengemukakan sikap atau tanggapan brand
juga akan terbentuk karena adanya brand image, yaitu persepsi mengenai sebuah
brand yang digambarkan oleh asosiasi yang melekat pada ingatan. Consumer’s
brand extension attitude penting karena sering membentuk dasar bagi perilaku
konsumen. Kajian literatur menjelaskan bahwa konsumen mengevaluasi perluasan
brand berdasar sikap mereka terhadap kategori brand produk yang lama dan
perluasannya (Aaker dan Keller:1990).
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004:56), menyatakan bahwa dalam konteks
perilaku konsumen, sikap adalah suatu kecenderungan pembelajaran untuk
berperilaku secara konsisten untuk menyukai atau tidak menyukai suatu obyek,
perilaku konsumen.
Menurut Rangkuti (2009:86), brand extension attitude adalah keseluruhan
evaluasi konsumen terhadap brand, sikap atau tanggapan terhadap brand penting
karena sering membentuk dasar bagi perilaku konsumen.
2.1.13.1 Faktor Consumer’s Brand Extension Attitude
Customer’s brand extension attitude ditunjukan oleh tiga faktor yaitu
keyakinan tentang merek (brand belief), evaluasi terhadap brand, dan
kecenderungan untuk bertindak. Asumsinya bahwa ketiga komponen tersebut
40
berjalan dalam suatu rangkaian, keyakinan yang terbentuk tentang brand
yang mempengaruhi customer brand extension attitude yang kemudian
mempengaruhi niat untuk membeli (atau tidak membeli). Keyakinan brand
menentukan bagaimana konsumen akan menilai suatu produk dan apakah
mereka mungkin membeli produk tersebutt ketika keyakinan tentang brand
memenuhi manfaat yang diinginkan konsumen akan mengevaluasi merek
sebagai brand yang disukai (Assael:2001:101).
2.1.13.2 Dimensi Consumer’s Brand Extension Attitude
Pada
penelitian
empiris
yang
terdahulu
faktor-faktor
yang
mempengaruhi sikap konsumen terhadap brand extension sebagaimana
dikemukakan Aaker dan Keller (1990) dipengaruhi oleh persepsi kualitas
(perceived quality) yang dimilliki parent brand, persepsi kesesuaian
(perceived fit) yaitu kesesuaian antara produk original dan produk perluasan,
yang mana persepsi kesesuaian ada tiga dimensi yang meliputi :
1. Substitute sebagai pengganti produk original seperti apabila
konsumen akan memilih salah satu produk parent brand atau brand
extension pada situasi penggunaan tertentu.
2. Complement sebagai pelengkap produk original apabila konsumen
kemungkinan menggunakan kedua produk disaat yang sama.
3. Transfer yang merupakan pemindahan pemanufakturan produk
original menjadi produk perluasan, persepsi kesulitan (perceived
difficulty) dalam pemanufakturan perluasan produk.
2.1.14 Kerangka Berpikir
Berdasarkan tinjauan landasan teori, maka dapat dapat disusun kerangka
pemikiran dalam penelitian ini, seperti tersaji dalam gambar dibawah ini. Model
tersebut terdiri dari dua variabel dependen, yaitu brand loyalty dan consumer’s brand
extention attitude. Serta tiga variabel independen, yaitu brand awareness, brand
image, dan brand trust.
41
Brand Awareness
( )
Brand Image (
)
Brand Trust (
)
Brand Loyalty (Y)
Consumer’s Brand
Extention Attitude
(
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
Sumber : Peneliti, 2015
2.1.15 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori-teori dan literatur yang relevan dan dijadikan acuan, belum berdasarkan
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis
merupakan jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum merupakan
jawaban yang empirik (Sugiyono, 2011:96).
Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka, dan tinjauan terhadap
penelitian terdahulu, maka dirumuskan delapan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:
: Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand awareness terhadap
brand loyalty pelanggan ponsel Apple.
: Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand image terhadap
brand loyalty pelanggan ponsel Apple.
: Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand trust terhadap brand
loyalty pelanggan ponsel Apple.
42
: Ada pengaruh positif, signifikan dan secara simultan variabel brand
awareness, brand image, dan brand trust terhadap brand loyalty
pelanggan ponsel Apple.
: Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand awareness terhadap
consumer’s brand extension attitude pelanggan ponsel Apple.
: Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand image terhadap
consumer’s brand extension attitude pelanggan ponsel Apple.
: Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand trust terhadap
consumer’s brand extension attitude pelanggan ponsel Apple.
: Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand loyalty terhadap
consumer’s brand extension attitude pelanggan ponsel Apple.
: Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand awareness, brand
image, brand trust, dan brand loyalty terhadap consumer’s brand
extension attitude pelanggan ponsel Apple.
43
43
Download