BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Dari uraian pada

advertisement
BAB VI
KESIMPULAN
6.1.
Dari
Kesimpulan
uraian
pada
bab-bab
terdahulu,
dapat
dikemukakan
beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini.
1. Perkembangan morfologi dan aspek-aspek simbolik di Kota
Cirebon diklasifikasikan ke dalam empat tahapan waktu,
yaitu tahap pertama adalah masa kerajaan, tahap kedua
adalah masa VOC, tahap ketiga adalah masa kolonial Belanda
abad ke-19, dan tahap keempat adalah masa kolonial
Belanda abad ke-20.
2. Pada tahap pertama di awal pertumbuhannya di masa
kerajaan, Kota Cirebon berbentuk kota kosmis (cosmis city),
yaitu suatu kota yang disusun secara konsentris. Pusatnya
adalah istana raja atau Keraton Kasepuhan yang dikelilingi
oleh perkampungan penduduk secara berkelompok menurut
jabatan, profesi, etnik dan agama. Bentuk kota seperti ini
termasuk kota yang direncanakan dengan baik (planned
settlement) yang bersifat konsentris. Keraton Kasepuhan
memang
merupakan
keraton
yang
paling
tua,
sebagai
penerus dari Keraton Pakungwati istana Sunan Gunung Jati.
Keraton Kanoman dan Keraton Kacirebonan merupakan
358
pecahan dari Keraton Kasepuhan sebagai akibat dari adanya
proses-proses politik, maka yang menjadi orientasi pusat dan
struktur Kota Cirebon masa kerajaan tetap berada di Keraton
Kasepuhan.
3. Mitos-mitos yang bersifat kosmis masih dijumpai di Keraton
Kasepuhan, hal ini tampak misalnya pada alun-alun yang
melukiskan lautan, masjid yang beratap tumpang yang
melukiskan gunung (meru), juga Bukit Indrakila dan bale
kambang yang ada di bagian belakang keraton, melukiskan
gunung dan laut pada tatanan pusat kosmis. Walaupun
kasultanan di Cirebon ini bersifat Islam, namun mitos-mitos
kosmis
yang
bersumber
dari
kebudayaan
Hindu
yang
berkembang pada masa sebelumnya masih digunakan untuk
melegitimasi kekuasaan raja. Konsepsi kosmis ini akhirnya
membentuk citra Kota Cirebon pada masa lalu sebagai cosmic
city, yaitu kota yang bersifat konsentris-hirarkhis. Aspek
struktural memang sangat mewarnai pemerintahan dan
arsitektur kota pada masa itu, hal ini untuk memudahkan
pengawasan raja secara berjenjang kepada bawahan dan
rakyatnya.
4. Seiring
dengan
semakin
memudarnya
pengaruh
politik
keraton terhadap rakyatnya sebagai akibat dari tekanan
politik sejak pemerintah VOC hingga pemerintah kolonial
Belanda aba ke-17-19, maka berangsur-angsur pula terjadi
359
perubahan Kota Cirebon dari kota yang bersifat planned
settlement yang berbentuk cosmic city ke arah unplanned
settlement yang cenderung berpola grid dan linear. Hal ini
terjadi seiring dengan bergesernya kekuasaan politik di Kota
Cirebon, juga karena VOC dan pemerintah kolonial di masa
awal tidak membuat perencanaan atas Kota Cirebon dengan
baik. Akibatnya kota berkembang tidak terencana, dan hanya
mengikuti
pergerakan
arah
kegiatan
ekonomi
dan
perdagangan yang dikembangkan oleh VOC dan pemerintah
kolonial Balanda pada waktu itu. Dalam kondisi seperti ini
berangsur-angsur orientasi pusat Kota Cirebon berpindah
dari keraton ke kawasan benteng VOC dan pelabuhan sebagai
pusat kegiatan perdagangan. Akhirnya kawasan pelabuhan
juga
berubah
menjadi
kawasan
sub-urban
baru
yang
merupakan daerah bisnis di sekitar pelabuhan. Hal ini
menunjukkan bahwa simbol-simbol ekonomi industri menjadi
semakin dominan di kota setelah pusat kota beralih ke
kawasan pelabuhan, dan kemudian kondisi ini mendorong
pertumbuhan kota dengan cepat.
5. Masuknya pengaruh Eropa menandai pula datangnya arus
modernisasi di Kota Cirebon. Diawali dengan kehadiran Jalan
Daendels
pada
awal
abad
ke-19
yang
diikuti
dengan
munculnya jalan-jalan lainnya, maka modernisasi di Kota
360
Cirebon
semakin
nyata,
sebab
jalan
raya
itu
sendiri
mendorong
eforia
merupakan simbol modernisasi.
6. Era
industrialisasi
memang
telah
perubahan kota di mana-mana yang berlandaskan pada
budaya kapitalisme, dan semakin menyurutkan peran budaya
aristokrasi. Konsep kota taman (garden city) yang berkembang
di Eropa pada masa lalu, dan kota kosmis (cosmic city) yang
berkembang di Indonesia sebelum datangnya orang-orang
Eropa, telah berubah dengan hadirnya konsep kota industri.
Budaya kapitalis telah mendorong berubahnya konsep kota
ideologis menjadi kota yang mementingkan efisiensi ekonomi.
Untuk mencapai efisiensi tersebut maka munculah jalanjalan raya yang menghubungkan simpul-simpul ekonomi
untuk
menyalurkan
komoditas
industri,
misalnya
dari
kawasan pertanian di pedalaman ke pelabuhan, ataupun
hubungan antar kota pelabuhan.
7. Adanya modernisasi Kota Cirebon, maka berangsur-angsur
peran perkampungan sebagai tempat-tempat permukiman
penduduk kota juga kian menyurut, dan sebaliknya elemen
jalan
(raya)
menjadi
semakin
penting
peranan
dan
kedudukannya di kota. Modernisasi yang dijalankan oleh
pemerintah kolonial sangat kuat pengaruhnya terhadap
perkembangan transportasi. Jalan raya dan rel kereta api
merupakan wujud pembangunan sarana transportasi untuk
361
mengangkut barang-barang ekspor dari pedalaman maupun
dari kota lain. Walaupun jalan-jalan raya mulai dibangun,
namun kota tidak direncanakan dengan baik (unplanned
settlement/unplanned
city),
dan
akhirnya
memicu
permasalahan-permasalahan kota menjadi kotor, berbau dan
air menggenang di mana-mana.
8. Baru pada akhir abad ke-19 mulai dilakukan pembenahan
dan penataan kota secara lebih baik, dan pada awal abad ke20 seiring dengan berubahnya status Kota Cirebon menjadi
kota praja (gemeente) maka dibuat perencanaan kota secara
lebih professional (planned settlement) oleh para arsitek
perencana kota, dengan batas-batas administratif yang lebih
jelas. Pembangunan saluran Kali Bacin, Sungai Sipadu dan
Sungai
Silayar
pada
akhir
abad
ke-19,
adalah
untuk
mengatasi adanya rawa-rawa, genangan air dan banjir di
kota.
9. Berkembangnya sistem transportasi masal, maka jarak tidak
lagi menjadi masalah untuk pendistribusian barang, dan
justru kelimpahan barang harus cepat didistribusikan.
10. Pada abad ke-20 masyarakat juga tampak membangun
perkantoran maupun rumahnya di pinggir jalan raya dari
pusat
ke
luar
kota
sebagaimana
halnya
kompleks
permukiman maupun perkantoran yang terdapat di sekitar
jalan raya menunju ke Indramayu. Bahkan pada tahun 1935
362
pemerintah
kolonial
mulai
mempelopori
pembangunan
perumahan yang terletak di Desa Tangkil di pinggir utara
Kota Cirebon dan di belakang pasar pagi. Pada waktu itu
perkembangan Kota Cirebon sudah tidak mengarah ke
keraton dan pelabuhan, tetapi mengarah ke utara atau ke
arah
Indramayu,
karena
Belanda
membangun
pusat
pemerintahan dan perekonomian di daerah ini.
11. Di masa awal, Keraton-keraton yang secara struktural
merupakan pusat-pusat kota, secara simbolik juga akan
memperlihatkan bangunan-bangunan yang berbeda dengan
sekitarnya. Proses yang terjadi di Cirebon ini merupakan
proses penciptaan tradisi atau proses simbolisasi, yang
mengangkat unsur-unsur historis yang diaktualisasi kembali
untuk kepentingan penyampaian pesan-pesan simbolik, tidak
hanya pada tingkatan denotasi maupun konotasi, tetapi
hingga ke tingkatan mitos, baik mitos-mitos yang bersifat
politis
maupun
yang
bersifat
sakral
atau
disakralkan.
Bangunan-bangunan yang dijumpai pada Keraton Kasepuhan
maupun Kanoman, yaitu alun-alun, masjid, keraton, gapura
dan yang lainnya tetap berkesinambungan dengan keratonkeraton sebelumnya, sebagai upaya proses simbolisasi itu.
12. Gedung-gedung dari masa kolonial abad ke-19 yang sekarang
masih tersisa di Kota Cirebon juga menunjukkan gaya
arsitektur neo-klasik dan eklektisisme. Gaya neo-klasik ini
363
muncul di Eropa sejak akhir abad ke-18 hingga akhir abad
ke-19, yang intinya munculnya kembali gaya-gaya arsitektur
Yunani-Romawi dikombinasikan dengan konstruksi modern,
yaitu konstruksi bangunan yang telah dipengaruhi oleh
kebudayaan industri.
13. Simbol-simbol yang terdapat pada arsitektur kolonial abad
ke-19 dengan gaya neo-klasik dan eklektisisme di Kota
Cirebon tersebut telah berada pada tingkatan mitos, sebab di
belakangnya
ada
ideologi
dan
kekuasaan
yang
harus
dilegitimasikan. Barangkali di Eropa simbol-simbol yang
terwujud sebagai gaya arsitektur neo-klasik hanya pada
tataran tanda-tanda yang bersifat konotatif atau estetik,
bahkan hanya bersifat denotatif, namun di Indonesia harus
dibaca lebih meningkat ke tingkatan mitos, sebab ideologi dan
kekuasaan memang harus disampaikan melalui mitos-mitos.
14. Walaupun sudah tidak begitu tampak tentang diskriminasi
ras/etnik pada perencanaan Kota Cirebon awal di abad ke-20,
tetapi
keberadaan,
keletakan
dan
bentuk
arsitektur
bangunan gedung-gedung dan rumah orang-orang Belanda
tetap menunjukkan kedudukan yang tinggi dalam stratifikasi
masyarakat, sebab mereka penguasa dan menempati tempattempat
yang
strategis
di
Kota
Cirebon,
baik
gedung
perkantoran sebagai tempat bekerja maupun rumah tempat
tinggalnya.
364
15. Di samping itu, dari tata ruang ataupun bangunan tetap
tampak ada stratifikasi ataupun perbedaan sosial di antara
penduduk kota berupa simbol-simbol yang ditunjukkan oleh
pemiliknya kepada komunitas lain di kota dalam komunikasi
simbolik. Hal ini dilakukan untuk mempertegas adanya
stratifikasi ataupun perbedaan sosial tersebut, walaupun
tidak setegas pada abad ke-19, sebab pada abad ke-20 sudah
berkembang politik etis yang lebih demokratis. Hubungan
sosial masyarakat juga tampak semakin berubah kearah
masyarakat sekunder yang lebih mengedepankan hubungan
kontraktual/profesional dari pada hubungan interpersonal.
16. Bangunan-bangunan yang berciri arsitektur art deco di Kota
Cirebon seperti Balai Kota (stadhuis), Stasiun Kejaksan, Bank
Indonesia (Java Bank), Bank Mandiri (Escomto Bank), PT
Cipta Niaga, PT BAT, Kantor Pos, dianggap oleh para arsitek
dan seniman sebagai bentuk gaya moderen dan kebebasan
pada waktu itu, juga mencerminkan adanya perubahan
politik pencitraan dari pemerintah kolonial
yang lebih
demokratis dan humanis.
17. Bangunan-bangunan di Keraton Kasepuhan, Kanoman dan
Kacirebonan
juga
terpengaruh
arus
modernisasi,
sebab
pengaruh Eropa juga masuk dan bercampur dengan unsurunsur tradisional. Pada abad ke-20 wajah Keraton Kasepuhan
dan Kanoman memang masih menunjukkan unsur-unsur
365
tadisional dengan bangunan pendopo maupun gapura-gapura
candi bentar dan paduraksa dengan konstruksi bata merah.
Namun demikian justeru pada bangunan inti keraton telah
terjadi
modernisasi
dengan
menampilkan
bangunan
berarsitektur indis, dengan ciri bangunan beratap tradisional
limasan, tetapi berdinding dan berlantai Eropa.
Apalagi
bangunan Keraton Kacirebonan, benar-benar menunjukkan
gaya indis. Hal ini sebenarnya menunjukkan betapa kuatnya
pengaruh politik kekuasaan terhadap kebudayaan, maka
simbol-simbol Eropa pun dapat diterima tokoh-tokoh dan
masyarakat Kota Cirebon.
18. Bangunan
klenteng
memang
masih
menunjukkan
keasliannya serbagai bentuk arsitektur Cina dengan atapatap lengkungnya, hiasan naga serta warna merah menyala
dan kuning. Namun untuk rumah tinggal ataupun rumah
usaha, biasanya orang-orang Cina di Kota Cirebon juga
membangun
rumahnya
dengan
mencampurkan
gaya
arsitektur Belanda dan Cina, sebab mereka masih merasa
sebagai warga kelas dua. Struktur dinding, daun pintu dan
jendela biasanya bergaya Eropa, sedangkan atapnya bergaya
Cina yang melengkung seperti perahu, dan kadang-kadang di
ujung atap ada hiasan kemuncak berupa cerobong semu,
yang menunjukkan pengaruh seni arsitektur negara Cina
366
yang
mempunyai
musim
dingin,
maka
rumah-rumah
dilengkapi dengan tungku pemanas dan cerobong asap.
6.2.
Rekomensasi
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang
komprehensif mengenai seluk beluk morfologi dan perkembangan
Kota Cirebon, khususnya dalam kaitannya dengan aspek urban
symbolism. Melalui penelitian ini, maka aspek historis dan
arkeologis akan lebih terungkap dan diharapkan dapat digunakan
sebagai acuan bagi penelitian lain tentang sejarah ataupun
arkeologi perkotaan.
2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah
satu landasan konseptual yang mengandung unsur historis dan
arkeologis bagi perencanaan dan penyusunan kebijakan Kota
Cirebon ke depan. Dengan memahami aspek historis dan kultural
secara komprehensif, diharapkan dapat tercapai perencanaan dan
kebijakan kota yang lebih baik, lebih humanis serta lebih
memperhatikan
aspek
historis-kultural
ditekankan
pada
pelestarian dan pengembangan cagar budaya sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
367
Download