Krisis Keuangan Produk Bernama CDS Picu Kepanikan Jumat, 10 Oktober 2008 | 02:35 WIB Washington, Kamis - Produk investasi bernama credit default swaps (CDS) menjadi pemicu krisis berkelanjutan sejak kebangkrutan Lehman Brothers pada 15 September lalu. Nilai CDS sudah mencapai lebih dari 60 triliun dollar AS sekarang. ”Kini penting bagi Kongres AS untuk bertindak,” kata Ketua Badan Pengawas Pasar Modal AS (Securities and Exchange Commission/SEC) Christopher Cox, Rabu (8/10) di Washington. Cox mengatakan, pengaturan transaksi CDS saatnya dilakukan. Warren Buffet, investor kaya di AS, menyebut CDS sebagai ”senjata pemusnah massal sektor keuangan” dan sumbu bom waktu. CDS adalah surat berharga yang memberikan jaminan bayar kepada seorang pemegang obligasi. Gary Dorsch dari Global Money Trends Newsletter di situs The Market Oracle (Inggris), edisi 8 Oktober, mencontohkan betapa berbahayanya CDS itu. Ia mencontohkan, ada seorang investor yang memberi obligasi yang diterbitkan Lehman Brothers. Investor tersebut kemudian menyerahkan dana ke Lehman Brothers, yang kemudian menanamkan kembali dana itu ke perusahaan yang butuh dana. Lehman Brothers dapat komisi. Si investor mendapatkan bunga dari dana yang dia pinjamkan. Walau Lehman Brothers punya reputasi (sebelum kebangkrutan), investor tersebut kemungkinan tak bisa dibayari Lehman Brothers saat terjadi jatuh tempo pembayaran obligasi. Untuk merangsang si investor membeli obligasi Lehman, Amerincan International Group (AIG) menerbitkan CDS untuk menopang kredibilitas Lehman. Kenyataannya, hal inilah yang terjadi. AIG akan membayari si investor jika Lehman gagal membayar. Namun, CDS dibayari AIG hanya jika Lehman gagal bayar. Makin liar Nilai pasar CDS berkembang dua kali lipat dalam tiga tahun terakhir. Saat muncul pada tahun 1995, nilai CDS baru 144 miliar dollar AS. Bom waktu mulai ditanamkan ketika perdagangan CDS berkembang makin liar. Pada tahun 2000 Kongres AS menghapus perundang-undangan yang mengatur CDS. Pada tahun itu, Christopher Cox (Ketua SEC) adalah anggota Kongres AS. Banyak ekonom yang mengatakan, bom waktu krisis keuangan dimulai saat penghapusan peraturan soal CDS. Salah satu ekonom yang mengatakan itu adalah Kent Engelke, ekonom dari Capitol Securities Management, Richmond, Virginia, AS. Sheila C Bair, Ketua Federal Deposit Insurance Corp (penjaminan simpanan nasabah bank di AS), mengatakan, CDS kini menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga dari krisis 2008. Sejak tahun 2005, potensi kebangkrutan korporasi AS makin besar. Saat itu kredit macet di sektor perumahan AS mulai bermunculan. Sejak keadaan ini dicium pasar, produk-produk CDS makin marak diperdagangkan. Investor yang bisa membeli CDS tidak lagi terbatas pada investor yang membeli obligasi asli (misalnya terbitan Lehman). Transaksi jual-beli CDS juga dilakukan di bawah meja. CDS menjadi produk idaman spekulan. Misi CDS berubah dari pengamanan obligasi gagal bayar menjadi sebuah instrumen peraup untung di tengah gelombang kebangkrutan korporasi. Siapa pun pemegang CDS pasti untung asalkan terjadi kebangkrutan korporasi penerbit surat utang. Kantor berita Associated Press menuliskan, para hedge fund (manajer investasi) sangat menyukai CDS. Derivatif dari CDS juga bermunculan, termasuk CDS yen versus dollar AS. Juga ada CDS untuk komoditas minyak, pangan, dan lainnya. Dalam perkembangan terakhir, yen didorong naik untuk dijatuhkan. Ini membuat pemegang CDS yen/dollar AS untung. Sejak kebangkrutan Lehman Brothers, transaksi CDS semakin marak. Pemegang CDS mengintai potensi besar keuntungan dari rentetan kebangkrutan korporasi yang sudah terjadi. Michael Greenberger, mantan Direktur Commodity Futures Trading Commission (AS), kini profesor hukum di University of Maryland, mengatakan, ”Maraknya CDS menciptakan suasana pasar kacau. Masalahnya, para spekulan bertaruh akan terjadi kejatuhan indeks, kurs.” Hal inilah yang membuat penyuntikan dana, penurunan suku bunga oleh Bank Sentral gagal menenangkan pasar. Kejatuhan itu justru membuat pemegang CDS makin beruntung karena rentetan kegagalan pembayaran korporasi. Anjloknya harga saham membuat perusahaan tak bisa mengharapkan bursa sebagai sumber mendapatkan modal untuk membayar utang. Pemegang CDS juga diuntungkan dengan mengeringnya pinjaman antarbank. Pinjaman antarbank merupakan sumber tercepat meraih dana untuk melunasi utang jatuh tempo. Persoalan makin besar karena CDS tidak tertera dalam neraca keuangan perusahaan. Juga tidak jelas siapa penerbit CDS dan pembelinya. ”CDS telah berkembang menjadi ajang manipulasi,” kata Cox. Para pemegang CDS terus menciptakan suasana yang menjatuhkan indeks, yang mempercepat rentetan kebangkrutan perbankan. Menurut Dorsch, inilah yang menjadi alasan utama di balik kejatuhan beruntun indeks saham AS dan global karena peredaran CDS telah meluas ke berbagai negara. (REUTERS/AP/AFP/MON)