BAB XIV PROBLEMA INSTITUSIONALISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK Institusionalisasi muncul ke permukaan sebagai problema sosial, dipicu oleh adanya peledakan partisipasi sosial dan politik dan masyarakat. Pasca runtuhnya rezim Orde Baru, partisipasi masyarakat tidak mengarah pada kutub demokratisasi, tetapi pada kutub liberalisasi politik. Perilaku menggambarkari resistensi dan dekonstruksi pelembagaan sosial politik. Perilaku resisten mengarah pada bentuk anarkhisme baik di lingkup political society (anarkhisme partai politik) maupun di Iingkup civil society (aksi boikot seperti di Aceh). Dekonstruksi kelembagaan sosial politik berupa ketidakpercayaan pada lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif yang menimbulkan konflik sosial yang bergerak vertikal dan horizontal. Memahami Konflik Konflik berbeda dengan kekerasan. Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaransasaran yang tidak sejalan. Sedangkan kekerasan, adalah tindakan, perkataan, sikap, berbagai sistern atau struktur yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan/atau rnenghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh. Macam-macam Konflik Tanpa Konflik Kondisi dimana dalarn masyarakat terdapat kehidupan yang harmonis, damai, bersemangat dan dinamis, memanfaatkan dan mengelola konflik dengan kreatif. Konflik taten Mernpunyai sifat tersembunyi, sehingga perlu diangkat ke perrnukaan untuk dapat ditangani secara efektif. Konflik Terbuka Mempunyai akar yang dalam dan sangat nyata, memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan efeknya. Konflik Permukaan Memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi. Pendekatan-pendekatan untuk Mengelola Konflik 1. Pencegahan konflik, bertujuan untuk mencegah konflik yang keras. Mengacu pada strategi untuk mentasi konflik laten, dengan harapan dapat mencegah meningkatnya kekerasan. 2. Penyelesaian konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui suatu persetujuan perdamaian. 3. Pengelolaan konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif dan pihak-pihak yang berkonflik. 4. Resolusi konflik, bertujuan menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara ketompokkelornpok yang bermusuhan. Mengacu pada strategi untuk menangani konflik terbuka dengan harapan tidak hanya mencapai suatu kesepakatan untuk mengakhiri kekerasan, tetapi juga mencapai suatu resolusi dan berbagai perbedaan sasaran yang menjadi penyebab konflik. 5. Transformasi konflik, bertujuan mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang Iebih luas dan berusaha rnengubah kekuatan negatif dan peperangan menjadi kekuatan social dan politik yang positif. Strategi yang paling menyeluruh dan luas, yang juga merupakan strategi yang rnembutuhkan komitmen yang paling lama dan paling luas. Menghadapi situasi konflik vertikal dan horisontal, berdasarkan konsep diatas, pemerintah harus melakukan manajemen konflik sebagai berikut: 1. Bersikap dialogis, artinya pemerintah dan rakyat bekerjasama dalam mewujudkan tertib sosial, aspirasi publik diserap sebesar-besarnya. 2. Mengembangkan paradigma inklusivisme. Pemerintah harus mampu menembus berbagai sekat sosial, baik dalam konteks diferensiasi sosial maupun stratifikasi social.