B. Pembahasan

advertisement
43
BAB V
PEMBAHASAN
A.
Keterbatasan penelitian
1.
Dalam pengumpulan food recall memiliki beberapa kekurangan
seperti terbatasnya daya ingat respondendalam memperkirakan
asupan atau apa yang mereka konsumsi.
2.
Kejujuran saat menjawab pertanyaan kuisioner , sehingga tidak
tertutup kemungkinan ada jawaban yang tidak mewakili hasil
sehingga data yang di dapat kurang akurat karena hanya
berdasarkan perkiraan.
B.
Pembahasan
1.
Hubungan konsumsi lemak dengan Stunting
Pada penelitian yang dilakukan bahwa konsumsi lemak tidak memiliki
hubungan terhadap terjadinya stunting. Lemak dalam tubuh dibutuhkan
sebesar 15% dari seluruh asupan yang ada di dalam tubuh. Dari penelitian
yang telah dilakukan yaitu sebanyak 5 responden yang memiliki status
sangat stunting dengan kategori baik, dan 4 responden dengan kategori
kurang baik dan sisanya memiliki presentase tinggi pada responden
stunting, kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa
sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang kemudian
menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan masalah kesehatan.
Pengaturan diet dan aktivitas fisik masih menjadi tata laksana utama
kegemukan. Kualitas asupan dapat diperbaiki dengan mengurangi
konsumsi makanan padat energi contohnya makanan yang tinggi lemak
dan gula, serta dengan meningkatkan asupan serat. Obat-obatan antikegemukan dapat dikonsumsi untuk mengurangi selera makan atau
43
44
menghambat penyerapan lemak, disertai dengan asupan diet yang tepat.
Apabila diet, olahraga, dan obat-obatan belum efektif, maka balon lambung
dapat membantu mengurangi berat badan, atau operasi dapat dilakukan
untuk mengurangi volume lambung dan/atau panjang usus sehingga dapat
memberikan rasa kenyang yang lebih dini dan menurunkan kemampuan
penyerapan nutrisi dari makanan. Sedangkan dampat konsumsi lemak
secara berlebihan yakni dapat menghambat proses pertumbuhan sebab
sangat banyak zat yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi yang
sebenarnya sangat tidak baik untuk tubuh remaja senan masa remaja
merupakan fase kesempatan tambahan dari siklus kehidupan yang dapat
memperbaiki stunting dan dapat memberi efek prositif bagi generasi
penerusnya,sedangkan kebutuhan ideal untuk remaja yaitu 15-25% dari
kebutuhan kalori.(21)
Dari hasil analisis Chi Square diperoleh hasil p-value 1,000 > 0,05, jd
analisis data yang di dapat yaitu tidak adanya hubungan yang bermakna
antara konsumsi lemak dengan stunting.
Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya pada anak SD ( Luh
Anggi Vertikal 2012 ) menyatakan bahwa ada lebih dari setengan
responden yang tergolong memiliki asupan lemak tinggi sebesar 59%
jumlah responden. Kontribusi asupan lemak harian yang sebagian besar
berasal wawancara food recalls yaitu berasal dari sumber lemak seperti
daging dan olahannya, ikan, minyak dari pengolahan makanan kemasan,
serta mengatakan bahwa lemak memiliki hubungan yang bermakna setelah
dihitung dengan uji statistik. Pada penelitian ini juga mengatakan bahwa
asupan lemak juga menjadi faktor risiko dalam kejadian gizi lebih.(21)
44
45
2.
Hubungan konsumsi karbohidrat dengan Stunting
Dari uji bivariat yang sudah dilakukan, terdapat hasil uji hubungan
yang di dapatkan pada penelitian kali ini bahwa konsumsi karbohidrat
memiliki keterkaitan atas terjadinya stunting. Karbohidrat merupakan
sumber energi utama dan cadangan energi bagi makhluk hidup. Biarpun
karbohidrat memiliki manfaat, jika kekurangan atau kelebihan dalam
mengkonsumsi karbohidrat juga akan berdampak buruk dan menimbulkan
berbagai penyakit seperti: marasmus, diabetes, obesitas, jantung koroner
dan sebagainya. Serta dapat menghambat pertumbuhan anak dan juga
tingkat kecerdasan yang menurun.
Pada dasarnya dampak buruk dari kekurangan dan kelebihan
karbohidrat diakibatkan kurangnya pola hidup sehat, kurangnya perhatian
pemerintah terhadap gizi masyarakat yang kurang mampu. Jadi lebih baik
ganti karbohidrat dengan makanan berserat seperti sayuran dan buahbuahan. Kebutuhan lemak dalam tubuh remaja yaitu sebesar 55-60% dari
seluruh jumlah kalori di dalam tubuh sebab mereka masih merupakan fase
kesempatan tambahan agar terhindar dari stunting.
(21)
Uji yang telah dilakukan dengan membandingkan dengan penelitian
Luh Anggi (tahun 20012) terhadap 122 responden dilakukan pada siswa
SD Negeri Pondok cina Depok dengan membandingkan variabel terikat
dan variabel bebas, variabel bebas yang terdiri jenis kelamin, aktivitas fisik,
perilaku sedentari, asupan energi, Asupan Protein, Asupan karbohidrat dan
Asupan lemak terhadap siswa gizi lebih . mengatakan uji yang telah
dilakukan terhadap variabel terikat bahwa asupan karbohidrat tidak
memiliki hubungan terhadap asupan gizi lebih atau yang di sebut kelebihan
asupan makronutrien.
45
46
Dalam penelitian tersebut mengatakan bahwa aktivitas fisik, asupan
energi dan asupan lemak yang memiliki hubungan yang bermakna untuk
kejadian gizi lebih. Sebab dikatakan bahwa seseorang dengan status
ekonomi tinggi tidak akan lebih mudah mengakses makanan di banding
seseorang dengan ekonomi rendah . Kalangan status ekonomi tinggi tidak
hanya menjadikan makanan sebagai pemenuhan tetapi juga sebagi gaya
hidup atau kesenangan. Oleh karena itu pemilihan makanan cenderung
mengarah pada makanan tinggi energi yang berhubungan dengan kejadian
stunting dan Gizi lebih. (21)
Dari hasil yang di temukan yaitu uji statistik chi square antara asupan
karbohidrat dengan kejadian stunting pada remaja diketahui memiliki pvalue sebesar 0,024 (p-value < 0,05) yang artinya ada hubungan yag
bermakna antara asupan karbohidrat dengan kejadian stunting pada
remaja.
3.
Hubungan konsumsi Protein dengan stunting
Pada penelitian yang dilakukan mengatakan bahwa konsumsi protein
tidak memiliki hubungan terhadap terjadinya stunting. Dari hasil analisa
food recall 24 jam asupan lemak di dapatkan hasil yang di temukan yaitu
dengan kategori baik dan kurang baik pada remaja stunting , sebanyak
80,8% dan 84,6% (43 responden), dan yang memiliki asupan protein yang
baik dan kurang baik pada responden sangat stunting sebanyak 19,2 %
dan 15,4% (9 responden) menampilkan bahwa antara asupan protein
dengan kejadian stunting memiliki nilai p-value = 1,000 yang artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kejadian
stunting pada remaja
46
47
Makanan sumber protein yang sering di konsumsi oleh
siswa
SMP N 15 kota semarang adalah protein hewani meliputi telur,
ayam,daging maupun olahannya dan makanan sumber protein lainnya
seperti susu, Secara umum
protein diperlukan tubuh kita untuk
membangun otot atau pertumbuhan tubuh kita. Otot, kuku, dan rambut juga
terbuat dari protein. Protein juga diperlukan oleh tubuh untuk membantu
meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan memori, dan juga sebagai
sumber energi. Tubuh memerlukan protein dalam jumlah yang seimbang
untuk tetap sehat. Kelebihan atau kekurangan protein juga dapat
menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Jika kekurangan, tubuh bisa
mengalami gangguan pertumbuhan, penurunan massa otot, masalah
rambut, kulit, dan masalah kesehatan lainnya. Dan jika kelebihan dapat
menyebabkan masalah kesehatan, terutama pada ginjal dan hati karena
harus bekerja lebih keras. Konsumsi protein yang baik untuk tubuh yaitu
sebesar 25-30% dari seluruh kalori yang ada didalam tubuh.(22)
Penelitian ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Luh Anggi Vertikal yang mengatakan bahwa tidak adanya hubungan yang
bermakna
antara
asupan
protein
dengan
stunting.
Tidak
dapat
dibuktikannya hubungan antara asupan protein dengan stunting yang
dimungkinkan
karena
jumlah
responden
yang
kurang.
Kemudian
berdasarkan teori menyatakan bahwa protein merupakan salah satu zat
gizi yang menghasilkan energi. Kelebihan protein yang masuk dalam tubuh
mengakibatkan tubuh menyimpan energi yang berlebih yang dapat menjadi
lemak tubuh.(22)
47
48
4.
Hubungan Peran UKS dengan stunting
Pada penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa peran UKS tidak
memberikan dampak terhadap terjadinya kejadian stunting terhadap
remaja. Menampilkan bahwa antara peran UKS dengan kejadian stunting
memiliki nilai p-value = 1,000
yang artinya tidak ada hubungan yang
bermakna antara peran UKS dengan kejadian stunting pada remaja
Di sekolah memiliki UKS yang merupakan kebijakan dari pemerintah
yang harus dilakukan untuk meningkatkan perannya dalam melakukan
intervensi gizi yang tepat dan bijaksana terutama memberikan pendidikan
kesehatan reproduksi bagi perempuan khususnya sebab ibu hamil yang
kurang gizi yang seimbang memiliki resiko lebih tinggi untuk melahirkan
bayi BBLR. (23)
Dan diharapkan di sekolah dengan adanya UKS dapat melaksanakan
perannya dengan baik dengan cara meningkatkan status gizi dan
menjelaskan Kesehatan Reproduksi kepada calon ibu serta kualitas
generasi mendatang agar terhindar dari stunting. (23)
Dalam penelitian yang dilakukan juga sejalan dengan mengatakan
bahwa banyak sekali upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam
berperan untuk melaksanakan program promosi dan memantau tumbuh
kembang anak, tetapi mengingatkan dalam melaksanakan tugas utama
sekolah suda sedemikian padat. Dengan melakukan kerja sama yang erat
dengan institusi yang berwenang dan mampu menangani masalah gizi dan
kesehatan masyarakat, maka upaya tersebut perlu dilakukan secara efisien
dan efektif dengan melakukan pemantauan tumbuh kembang anak.
48
(24)
Download