BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami masa penuaan yang merupakan bagian dari proses biologis. Orang lanjut usia (lansia) akan mengalami proses penuaan yang diikuti dengan menurunnya kemampuan fisik dan pikiran. Pertumbuhan penduduk lansia di Indonesia akan bertambah dengan semakin meningkatnya angka usia harapan hidup (Kemsos, 2012). Dari populasi lansia yang tercatat sebanyak 16.522.311 jiwa dan sekitar 3.092.910 (20%) diantaranya adalah lansia terlantar (Kemsos, 2010). Pengertian terlantar berarti lansia yang tidak punya penghasilan, tinggal dalam keluarga miskin, tidak punya tempat tinggal dan sebagainya. Lansia yang masih memiliki penghasilan dan keluarga akan dapat menghidupi diri sendiri atau mendapatkan dukungan dari keluarganya. Akan tetapi, data terakhir menyebutkan bahwa sekitar 1,8 juta lansia dengan kategori terlantar (Kemsos, 2014). Para lansia yang terlantar memerlukan pelayanan dan jaminan sosial. Pelayanan dan jaminan sosial bagi lansia merupakan kebijakan pemerintah dalam rangka pemberian subsidi langsung tunai kepada lansia yang tidak potensial. Selama pelaksanaannya, hal itu perlu mendapatkan perhatian khusus dan dukungan dari berbagai pihak baik di Pusat maupun Daerah (Kemsos, 2013). 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2 Menurut Komnas Lanjut Usia (Sarwendah, 2013), tantangan terbesar yang dihadapi akibat meningkatnya jumlah lansia yang tidak potensial dan terlantar adalah penyediaan jaminan sosial baik formal maupun informal. Sekitar 3,3 juta lansia memerlukan pelayanan sosial dan perlindungan khusus. Oleh karena itu, mereka membutuhkan panti sosial untuk tetap sejahtera tinggal di dalamnya. Berdasarkan keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No.50/HUK/2004, panti sosial adalah suatu lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan sosial ke arah kehidupan normatif secara fisik, mental dan sosial. Panti Sosial Tresna Werdha adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lansia terlantar agar dapat hidup secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat (Kemsos, 2010). Panti Sosial Tresna Werdha memiliki tujuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan sosial bagi para lansia baik secara fisik, mental, maupun sosial yang diliputi rasa keselamatan dan kenyamanan. Pelayanan tersebut dilaksanakan dalam berbagai kegiatan rutinitas seperti olahraga, bermain kesenian, mandi, makan dan lain sebagainya. Para lansia membutuhkan dukungan sosial dari orang lain untuk dapat membantu dan memenuhi kebutuhannya. Sumber dukungan sosial bagi para lansia adalah orang lain yang berinteraksi dengan mereka sehingga mereka merasakan kenyamanan secara fisik maupun psikologis yang disebut sebagai caregiver (Sarwendah, 2013). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 Caregiver adalah seseorang yang memberikan bantuan kepada orang yang mengalami ketidakmampuan dan memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya (Sukmarini, 2009). Seorang caregiver dapat berasal dari anggota keluarga, teman, ataupun tenaga profesional yang mendapatkan bayaran (Nadya, 2009). Sedangkan caregiver lansia adalah seseorang yang berasal dari anggota keluarga, teman, ataupun tenaga profesional yang mendapatkan bayaran dengan memberikan bantuan kepada orang yang mengalami ketidakmampuan dan memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya (Sarwendah, 2013). Berdasarkan data dari Kementerian Sosial Republik Indonesia (Sarwendah, 2013), idealnya seorang pekerja sosial dalam pelayanannya menangani lima klien. Namun pada kenyataannya ada ketidakseimbangan jumlah caregiver dengan warga binaan sosial. Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 ratio antara jumlah caregiver dan warga binaan sosial adalah 1:11, di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 02 ratio perbandingannya 1:11, di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 ratio perbandingannya 1:11 dan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 04 ratio perbandingannya 1:13 (Sarwendah, 2013). Pekerjaan sebagai caregiver adalah membantu para lansia dalam berbagai kegiatan seperti makan, mandi dan lain-lain. Hal itu disebut sebagai perilaku prososial. Menurut Rahman (2013), perilaku menolong merupakan bagian dari perilaku prososial yang dipandang sebagai tindakan yang ditujukan untuk memberikan keuntungan pada satu atau banyak orang. Fenomena membantu para lansia untuk melakukan aktifitas tersebut merupakan suatu hubungan antara caregiver dengan lansia yang bersifat profesional. Para lansia membutuhkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 bantuan untuk memudahkan aktifitas mereka. Perilaku menolong yang ditunjukan caregiver kepada lansia merupakan bentuk perhatian yang diberikan pada lansia. Caregiver dalam memberikan perawatan kepada lansia tidak terlepas dari tindakan menolong atau dikenal dengan perilaku prososial. Perilaku prososial biasanya dilakukan untuk memberi manfaat kepada orang lain, daripada kepada diri sendiri. Secara umum perilaku prososial merupakan perilaku yang bertujuan memberi keuntungan pada penerima bantuan tanpa adanya kompensasi timbal balik yang jelas atas perilakunya tersebut (Rudyanto, 2010). Perilaku prososial memiliki dua faktor yaitu faktor situasional dan faktor dari dalam diri. Faktor situasional yaitu bystander, daya tarik, atribusi terhadap korban, ada model, desakan waktu, dan sifat kebutuhan korban, sedangkan faktor dalam diri meliputi suasana hati, sifat, jenis kelamin, tempat tinggal dan pola asuh (Sarwono & Meinarno, 2009). Regulasi emosi termasuk ke dalam salah satu faktor dari dalam diri pada perilaku prososial yaitu suasana hati. Keadaan suasana hati mempengaruhi perilaku prososial. Seseorang dengan suasana hati yang baik akan cenderung membantu dan merawat orang lain dengan sebaik-baiknya. Suasana hati yang baik membutuhkan regulasi emosi untuk menstabilkan atau mengendalikan emosi yaitu dari emosi negatif (sedih dan marah) menjadi emosi positif (bahagia) (Abraham & Shanley, 1997). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 Goleman (Ali & Asrori, 2008) mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan, regulasi emosi adalah cara individu mempengaruhi emosinya, kapan dan bagaimana emosi tersebut dialami serta diekspresikan (Gross, 2007). Selain itu, Garnefski dan Kraaij (2007) mengatakan bahwa regulasi emosi secara kognitif adalah suatu cara kognitif untuk mengelola informasi yang dapat menimbulkan kondisi emosi tertentu dan merupakan bagian kognitif dari coping. Pada tanggal 13 Maret 2015, peneliti melakukan wawancara dengan tiga orang caregiver untuk mengetahui bagaimana perilaku prososial mereka dalam merawat lansia. Motif mereka untuk mau bekerja sebagai perawat lansia yang pertama adalah untuk mendapatkan perkerjaan, kedua belajar untuk nantinya merawat orang tua mereka dan ketiga kemauan dari diri sendiri untuk bekerja merawat lansia karena mereka merasa masih ada orang lain yang membutuhkan pertolongan. Ketiga caregiver ini berinteraksi secara langsung untuk merawat lansia mulai dari makan, mandi, beraktivitas, sampai dengan membersihkan kamar atau ruangan para lansia. Dari pagi hari para caregiver ini sudah melaksanakan tugasnya untuk merawat lansia. Semua kebutuhan lansia ditanggung oleh para caregiver. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan subjek yang sama mengenai regulasi emosi. Ketiga caregiver ini mengaku pernah merasa kesal dengan perilaku para lansia yang kembali seperti kanakkanak. Akan tetapi, mereka lebih menahan emosi dalam menghadapi para lansia. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 Regulasi emosi memiliki peran penting bagi caregiver dalam perilaku prososial. Caregiver yang memiliki kemampuan baik dalam meregulasi emosi dapat mengendalikan diri apabila sedang kesal. Dengan adanya kemampuan tersebut dapat menjaga suasana hati caregiver dalam membantu para lansia. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin meneliti hubungan antara regulasi emosi dengan perilaku prososial pada caregiver lansia di Panti Sosial Tresna Werdha DKI Jakarta. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara regulasi emosi dengan perilaku prososial pada caregiver lansia di Panti Sosial Tresna Werdha DKI Jakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan perilaku prososial pada caregiver lansia di Panti Sosial Tresna Werdha DKI Jakarta. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu psikologi khususnya psikologi sosial tentang regulasi emosi dan perilaku prososial. Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi para caregiver tentang keterkaitan regulasi emosi dengan perilaku prososial di dalam pekerjaan mereka sebagai caregiver yang merawat lansia. http://digilib.mercubuana.ac.id/