terhadap antraknosa yang disebabkan oleh

advertisement
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Cabai
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili Solanaceae. Famili ini diduga
memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000 species yang terdiri dari tumbuhan
perdu dan tumbuhan kerdil lainnya. Sebagian besar spesies tersebut merupakan
tumbuhan tropis namun secara ekonomis yang sudah dimanfaatkan baru beberapa
spesies saja. Spesies yang sudah dikenal dalam kehidupan sehari-hari adalah
kentang (Solanum tuberosum), tomat (Lycopersicum esculentum), terung
(Solanum
melongena),
dan
tembakau
(Nicotiana
tabacum)
(Purseglove et al., 1981). Berdasarkan Haeir dalam Purseglove et al. (1981),
terdapat 20 spesies cabai yang sebagian besar tumbuh di Amerika Selatan, dua
diantaranya adalah Capsicum var glabiriusculum dan C. frutescens, kemudian
menyebar ke Amerika Tengah dan selatan Amerika Serikat.
Pada perkembangannya hingga sekarang lima spesies cabai yang telah
dibudidayakan, yaitu : C. annuum, C. baccatum, C. pubescens, C. chinense dan
C. frutescens. Klasifikasi tanaman cabai :
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis
: Dicotyledone
Ordo
: Tubiflorae
Familia
: Solanaceae
Genus
: Capsicum
Species
: C. annuum, C. baccatum, C. pubescens, C. frutescens, C. chinense
Semua spesies yang telah dibudidayakan berasal dari spesies liar dengan
jumlah diploid (x = 12; 2n = 24) (Purseglove et al., 1981). Cabai adalah tanaman
herba, sebagian besar menjadi berkayu pada pangkal batangnya, dan beberapa
jenis menjadi jenis semak liar. Tanaman tumbuh tegak, bercabang dan tinggi
0.5-1.5 m (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999), sedangkan berdasarkan Setiadi
(2008) batangya tegak dengan ketinggian antara 50 - 90 cm, akar tunggang kuat
dan dalam, perakaran umumnya berkembang sempurna. Daun relatif halus dengan
bulu jarang, daun tunggal dan tipis. Ukuran daun bervariasi dengan helaian daun
4
lanset dan bulat lebar. Warna mahkota bervariasi dari putih, putih kehijauan
hingga ungu. Warna kepala sari adalah biru, ungu, dan kuning. Warna biji kuning
muda, coklat atau hitam.
Seluruh kultivar yang didomestikasi adalah menyerbuk sendiri walaupun
persilangan terbuka dapat juga terjadi. Secara botanis, buah adalah tidak pecah,
menggantung atau tegak merupakan buah buni (beri) berbiji banyak. Biji kultivar
C. annuum berbentuk pipih, biasanya berwarna kuning pucat, bulat telur, panjang
3-5 mm, sekitar 150-160 biji berbobot 1 g. Warna buah sangat bervariasi, hijau,
kuning atau bahkan ungu ketika muda dan kemudian berubah menjadi merah
jingga, kuning atau campuran warna ini, dengan meningkatnya umur buah
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Syarat tumbuh
Cabai dapat tumbuh pada daerah tropis sampai ketinggian 2000 m dpl.
(Purseglove et.al., 1981) sedangkan berdasarkan William et al. (1993) cabai akan
tumbuh lebih baik pada tempat dengan ketinggian di atas 1000 m dpl di daerah
khatulistiwa. Setiadi (2008) menyatakan bahwa cabai dapat tumbuh dengan baik
walaupun ketinggian daerah tersebut rata – rata mencapai 900 m dpl, namun jika
cabai tersebut ditanam di daerah yang berkelembaban tinggi dengan curah hujan
per tahun 600 - 1250 mm maka tanaman cabai akan mudah terserang penyakit,
terutama penyakit antraknosa. Menurut Boswell dalam Purseglove et al.,(1981)
suhu yang optimum untuk tanaman cabai adalah 240C, sedangkan Deanon dalam
Purseglove et al. (1981) menyatakan bahwa suhu yang optimum untuk tanaman
cabai berkisar antara 160-230C.
Tanah yang cocok untuk tanaman cabai adalah tanah yang subur, kaya
akan bahan organik, walaupun demikian cabai masih bisa tumbuh pada tanah
lempung, tanah agak liat, tanah merah maupun tanah hitam. Cabai dapat tumbuh
dengan baik pada pH antara 5.5 - 7 (Crockett, 1975), sedangkan berdasarkan
Purseglove et al., (1981) derajat keasaman tanah yang optimum berkisar antara
6-6.5, berbeda dengan Setiadi (2008) derajat keasaman tanahnya berkisar 6 - 7.
5
Antraknosa pada Cabai
Penyakit tanaman berdasarkan penyebabnya, terbagi atas penyakit
biogenik dan penyakit fisiogenik. Penyakit biogenik disebabkan oleh organisme
seperti cendawan, bakteri, virus, nematoda, ganggang serta tumbuhan berbiji
parasitik, sedangkan penyakit fisiogenik disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
tidak sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan suatu tanaman untuk tumbuh.
Penyakit antraknosa merupakan penyakit biogenik. Kata antraknosa adalah
suatu peralihan dari kata Inggris anthracnose. Kata ini awalnya berasal dari dua
kata Yunani : anthrax yang berarti radang dan di bawah kulit atau bisul, dan nosos
yang artinya penyakit (Kalie, 1992). Penyakit busuk buah ini akan menimbulkan
kerugian besar terutama dengan kehadiran lalat buah (William et al., 1993).
Penyakit antraknosa ini menyerang berbagai jenis tanaman diantaranya kelapa,
kapas, serealia, pepaya, pisang, mangga, buncis, strawbery, mentimun bawang
merah, tomat dan cabai.
Penyebab
penyakit
antraknosa
ini
disebabkan
oleh
cendawan
Colletotrichum sp. cendawan ini termasuk dalam sub divisi Deuteromycotyna,
kelas Coelomycetes, ordo Melanconiales, famili Melaconiaceae dan genus
Colletotrichum (Agrios, 1988). Ordo Melanconiales yang mempunyai tubuh buah
berbentuk aservulus, menyebabkan penyakit penting yaitu antraknosa. Genus
yang menyebabkan penyakit antraknosa ini adalah Gloeosporium, Colletotrichum,
Stigmina, Marssonina, dan Sphaceloma (Semangun, 2006). Genus yang menjadi
penyebab utama penyakit antraknosa adalah Gloeosporium dan Colletotrichum.
Terdapat
perbedaan
Colletotrichum
antara
mempunyai
Gloeosporium
seta
dengan
(rambut-rambut)
Colletotrichum,
berwarna
gelap
pada
pada
aservulusnya, sedangkan pada Gloeosporium tidak terdapat seta (Agrios, 1988).
Kalie (1992) menyatakan penyakit antraknosa ini disebabkan oleh sejenis
kapang yang disebut cendawan Colletotrichum, termasuk famili Melanconiaceae,
sub kelas cendawan imperfecti. Kapang ini memiliki tubuh oval sampai
memanjang, agak melengkung dan dalam jumlah banyak berwarna kemerahan.
Kapang ini sesungguhnya tidak hanya menyerang buah saja tetapi juga menyerang
daun bunga, ranting dan tanaman semai.
6
Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga species
cendawan Colletotrichum
yaitu Colletotrichum acutatum, Colletotrichum
gloeosporioides, dan Colletotrichum capsici (AVRDC, 2003). Konidia masingmasing Colletotrichum seperti pada Gambar 1. Jenis pertama serangannya pada
tanaman Solanaceae yang paling luas dan paling banyak biotipe. Jenis ketiga
menyerang paling luas di daerah tropis dan merupakan jenis yang paling ganas
dalam merusak tanaman cabai (Cerkauskas dalam Rohmi, 2007).
A
B
C
D
Gambar 1. Konidia Colletotrichum A. C. gloesporioides, B & C. C. acutatum,
D. C. capsici (Sumber : AVRDC, 2003)
Colletotrichum acutatum mempunyai miselium berwarna putih hingga
abu-abu. Warna koloni jika dibalik adalah oranye hingga merah muda. Konidia
berbentik silindris dengan ujung runcing, berukuran 15.1 (12.8 -16.9) x 4.8 (4.0 5.7) µm (AVRDC, 2003).
Penyakit antraknosa tidak hanya menyerang buah cabai tetapi juga
menyerang bagian tanaman yang lain yaitu daun dan batang. Serangan penyakit
antraknosa ini dapat terjadi kapan saja, namun serangan yang paling hebat terjadi
saat curah hujan tinggi, saat memasuki musim kemarau penyakit ini hampir tidak
ditemukan.
Penyakit ini menyerang hampir diseluruh tahap pertumbuhan tanaman,
termasuk saat pasca panen. Serangan pada persemaian dapat juga terjadi akibatnya
bibit tanaman akan mengalami rebah kecambah atau dumping off. Pada tanaman
dewasa dapat menyebabkan mati pucuk (dieback), kemudian diikuti infeksi lebih
7
lanjut pada buah. Serangan Colletorichum acutatum menyerang daun, buah hijau,
batang dan buah matang (Gambar 2). Gejala utama timbul terutama pada buah,
baik buah muda atau buah tua (matang) akan tampak bercak-bercak yang semakin
lama semakin melebar.
A
B
C
D
Gambar 2. Serangan Antraknosa pada Bagian Tanaman Cabai. A. Daun,
B. Buah muda C. Batang, D. Buah matang (Sumber : Syukur, 2007)
Serangan pada buah, awalnya hanya timbul bercak kecil yang lamakelamaan akan melebar ke bawah dan memenuhi seluruh bagian tanaman. Pada
bercak tersebut jika diperhatikan dengan seksama pada bagian tanaman yang
terserang akan tampak bintik-bintik yang merupakan cendawan penyakit tersebut.
Selanjutnya buah akan mengerut dan akhirnya akan mengering dengan warna
kehitaman (Setiadi, 2008). Tanda selanjutnya ialah buah akan membusuk dan
rontok. Serangan yang berat dapat menyebabkan seluruh buah mengering dan
mengerut (keriput). Buah yang seharusnya merah menjadi berwarna seperti jerami
(Semangun, 2000). Cendawan tersebut bereproduksi dengan membentuk massa
8
dalam aservulus. Siklus penyakit antraknosa seperti pada Gambar 3. Bila
menyerang bagian tanaman yang lain gejala-gejalanya akan tampak mulai dari
bagian ujung atau pucuk tanaman. Cara terbaik untuk mengurangi sumber
inokulum penyakit ini melalui penggunaan benih yang bebas penyakit antraknosa
(Poulos, 1994).
Gambar 3. Siklus Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum sp
(Agrios dimodifikasi oleh Syukur, 2007)
Ketahanan Cabai
Secara umum tanaman tidak berdiam diri ketika diserang patogen. Sistem
pertahanan tanaman terhadap infeksi patogen dapat terjadi melalui satu atau
kombinasi cara struktural dan reaksi biokimia.
Ketahanan secara struktural ialah dengan membentuk penghambatan fisik
yang mengakibatkan patogen tidak dapat berpenetrasi dan berkembang,
sedangkan ketahanan secara biokimia yaitu dengan menghasilkan senyawa yang
9
bersifat toksik atau menghambat pertumbuhan patogen (Sinaga, 2000). Menurut
Semangun (2000) ketahanan terhadap penyakit dapat dikelompokkan ke dalam
ketahanan struktural dan fungsional.
Tanaman yang tahan terhadap penyakit adalah tanaman yang mampu
menghambat perkembangan patogen sehingga patogen tersebut tidak dapat
berkembang dan menyebar. Cabai memiliki sifat rentan yang sangat tinggi
terhadap berbagai jenis bakteri, cendawan dan virus. Sifat ketahanan pada cabai
khususnya Capsicum annuum dikontrol oleh sebagian besar gen tunggal dominan
atau gen tunggal resesif (Kallo, 1988).
Ketahanan merupakan sifat yang diwariskan dari tanaman inang untuk
mengurangi serangan patogen. Ketahanan bisa tinggi, sedang atau rendah. Dalam
hal kekebalan imun, tanaman secara menyeluruh tahan terhadap berbagai
serangan patogen. Imun bersifat mutlak dan tidak ada serangan dari penyakit,
namun kejadian ini jarang terjadi di alam sedangkan toleran terhadap serangan
patogen, biasanya tidak menimbulkan kehilangan hasil yang signifikan. Berbagai
tipe ketahanan bisa berdasarkan (1) sifat pewarisan seperti monogenik, oligogenik
dan poligenik. (2) berdasarkan tahap pertumbuhan inang seperti ketahanan pada
perkecambahan dan ketahanan dewasa. Ketahanan yang ketiga (3) berdasarkan
epidemiologi yaitu ketahanan vertikal dan ketahanan horizontal.
Ketahanan vertikal adalah ketahanan yang utama, vertikal, monogen,
oligogen, spesifik ras, psikologis, hipersensitif dan tidak stabil. Mekanisme
ketahanan pewarisan ada yang dikontrol oleh gen mayor dan ini tidak benar jika
dikatakan sebagai ketahanan vertikal karena ada beberapa ketahanan horizontal
yang dapat diwariskan oleh gen-gen mayor (Kallo, 1988). Ketahanan vertikal
efektif untuk melawan beberapa ras patogen namun tidak semua. Ketahanan
horizontal merupakan ketahanan yang umum, horizontal, stabil, gen minor,
parsial, seragam dan tidak spesifik ras. Perbedaan antara ketahanan horizontal dan
ketahanan vertikal seperti pada Tabel 1.
Ketahanan monogenik atau mayor biasanya sangat mudah untuk dideteksi
sekalipun pada fase kecambah dan sangat spesifik melawan satu atau beberapa
jenis patogen. Apabila ada sejumlah gen yang mengendalikan suatu ketahanan dan
jumlahnya lebih dari tiga maka ketahanan tersebut dikatakan ketahanan poligenik.
10
Ketahanan ini tidak dapat dideteksi pada fase kecambah, akan tetapi sering terlihat
meningkat sejalan dengan kedewasaan tanaman. Lingkungan sangat besar
pengaruhnya
pada
ketahanan
poligenik
ini
dan
sangat
sulit
untuk
memanipulasinya didalam pelaksanaan program produksi tanaman daripada
ketahanan oligogenik (Yudiarti, 2007).
Tabel 1. Perbedaan Ketahanan Vertikal dan Ketahanan Horizontal
No
Ketahanan Vertikal
Ketahanan Horizontal
1
Sempurna namun tidak permanen
Tidak sempurna namun permanen
2
Menghentikan epidemik
Memperlambat epidemik
3
Menunjukkan perbedaan interaksi
Perbedaan bisa signifikan tapi bisa
juga kehilangan perbedaan interaksi
4
Patogen dapat berubah
Patogen tidak berubah
5
Pewarisan oligogenik
Pewarisan poligenik
6
Dapat diidentifikasi dengan mudah Sulit diidentifikasi pada populasi
pada populasi
7
Mudah dipatahkan ketika
patogen menyerang
Keragaman diskontinu
8
ras Sulit dipatahkan
Keragaman kontinu
9
Bekerja menurut sistem satu gen Gen-gen minor bekerja secara aditif
untuk gen ketahanan
10
Tidak ada homeostasis karena gen- Homeostatis genetik bekerja kuat
gen dominan terlibat, sehingga ketika lebih banyak gen terlibat
kestabilan rendah
dalam kestabilan ketahanan.
Sumber : Kallo, 1988
Pemuliaan Tanaman Cabai
Pemuliaan tanaman merupakan usaha untuk memperbaiki bentuk dan sifat
tanaman yang lebih cepat dibandingkan dengan perbaikan melalui seleksi di alam.
Perbaikan daya ketahanan terhadap penyakit menjadi salah satu tujuan pemuliaan
tanaman cabai disamping perbaikan daya dan kualitas hasil, peningkatan sifatsifat hortikultura, serta peningkatan daya adaptasi terhadap cekaman lingkungan.
Pemuliaan untuk ketahanan terhadap penyakit pada beberapa tanaman
sayur-sayuran bahkan seringkali lebih penting dibandingkan pemuliaan untuk
daya hasil. Pemuliaan tanaman untuk ketahanan terhadap penyakit, yang menjadi
11
kriteria seleksi umumnya adalah kemampuan tanaman untuk mengatasi serangan
patogen. Semakin kecil atau semakin sedikit tanda dan gejala pada tanaman inang
semakin besar kemungkinan ketahanannya terhadap patogen tersebut. Menurut
Semangun (2000), intensitas suatu penyakit merupakan hasil interaksi dari
virulensi patogen dengan derajat kerentanan tumbuhan inang yang ditentukan oleh
banyak faktor yang mengadakan interaksi.
Tahap awal dalam pada program pemuliaan tanaman untuk ketahanan
terhadap penyakit yaitu adanya sumber sifat tahan. Allard (1960) menyatakan
bahwa dasar dari pembentukkan varietas tahan penyakit adalah pengetahuan
tentang kemampuan patogen organisme parasitnya dan perbedaan spesies yang
tahan pada infeksi penyakit. Sumber sifat tahan bisa berasal dari varietas yang
sudah lama atau baru dikenal, spesies yang berkerabat dekat, atau bisa dari genus
lain (Kallo, 1988), selain itu sifat penyerbukan tanaman juga menentukan metode
pemuliaan yang akan diterapkan.
Metode pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri berbeda dengan
tanaman menyerbuk silang. Cabai termasuk tanaman menyerbuk sendiri sehingga
pemuliaannya sesuai dengan metode-metode yang berlaku umum bagi tanaman
menyerbuk sendiri. Metode yang paling banyak digunakan pada tanaman
menyerbuk sendiri adalah seleksi massa, seleksi galur murni, silang balik (back
cross), dan pedigree (Poespodarsono, 1988).
Pemuliaan tanaman bertujuan untuk mengembangkan varietas unggul baik
untuk tanaman hortikultura maupun tanaman pangan salah satunya melalui
perbaikan adaptasi terhadap cekaman biotik dan abiotik. Kegiatan pemuliaan
untuk perbaikan daya adaptasi terhadap cekaman biotik salah satunya adalah
pemuliaan cabai resisten penyakit. Peningkatan resistensi tanaman terhadap
penyakit bertujuan untuk memperoleh tanaman cabai yang tahan terhadap
penyakit sehingga dapat memperbaiki daya hasil.
Download