Urgensi Mempelajari Sejarah Kehidupan

advertisement
Urgensi Mempelajari Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW
Pelangi » Risalah | Rabu, 21 September 2011 11:15
Penulis : Sylvia Nurhadi
Mempelajari Islam tidak cukup hanya dengan membaca kitab sucinya saja. Mengapa demikian? Ada
beberapa penyebab mengapa untuk mengenal ajaran Islam tidak cukup hanya dengan membaca kitab suci
agama tersebut.
Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw melalui perantaraan
malaikat Jibril as. Sebelum kitab ini Allah swt pernah menurunkan beberapa kitab kepada para rasul,
diantaranya kitab Zabur kepada nabi Daud as, kitab Taurat kepada nabi Musa as dan kitab Injil kepada
nabi Isa as. Kitab-kita tersebut diturunkan melalui malaikat yang sama, yaitu Jibril as.
Diantara kitab-kitab tersebut terdapat sejumlah perbedaan dan persamaan. Persamaan yang mendasar
adalah perintah untuk menyembah hanya kepada Allah swt. Sedangkan perbedaan mencolok terletak dari
cara turunnya.
Al-Quran turun secara berangsur-angsur, yaitu selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Ayat -ayat tersebut
turun tidak dengan urutan seperti yang kita lihat saat ini. Malaikat Jibrillah yang memberitahukan langsung
kepada Rasulullah bagaimana letak dan susunan ayat dalam surat harus diletakkan.
Perumpamaannya adalah seperti rak lemari kosong yang telah diberi sekat, no dan tanda. Kemudian
Rasulullah tinggal memasukkan dan menyelipkannya sesuai no dan tanda yang tertera. Susunan Al-Quran
yang seperti ini sesuai dengan kitab yang ada disisi-Nya dan dijaga ketat oleh para malaikat, yaitu yang
ada di Lauh-Mahfuz.
"Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah
sumpah yang besar kalau kamu mengetahui, sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat
mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang
disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al Qur'an
ini?" (QS.Al-Waqiyah(56):75-81).
Berkenaan dengan ayat diatas, Ad-Dhahak meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra : "Al-Quran diturunkan secara
keseluruhan dari sisi Allah, dari Lauh Mahfuz, melalui duta-duta malaikat penulis wahyu, ke langit dunia,
lalu para malaikat tersebut menyampaikannya kepada Jibril secara berangsur-angsur selama 20 malam
dan selanjutnya diturunkan pula oleh Jibril as kepada Rasulullah saw secara berangsur-angsur selama 23
tahun". (22 tahun, 2 bulan 22 hari). Itu pula yang ditafsirkan Mujahid, Ikrimah, As-Sidi dan Abu Hazrah.
Ayat-ayat Al-Quran turun begitu saja tanpa penyebab tetapi tidak jarang pula diturunkan sebagai jawaban
suatu permasalahan atau keadaan tertentu dan bahkan ada yang turun atas pertanyaan pribadi. Ini yang
menjadi penyebab utama mengapa kitab suci ini tidak dapat dibaca layaknya kitab-kitab lain, yaitu dibaca
berurut dari depan ke belakang lalu memahaminya secara tekstual.
Untuk dapat memahami dengan baik apa yang dimaksud ayat-ayat Al-Quran diperlukan pemahaman latar
belakang, keadaan dan suasana ketika ayat turun disamping memahami bahasa Arab, arti secara bahasa
maupun secara istilah, khususnya yang berlaku umum pada masa itu.
Itulah urgensi mengenal, mengetahui dan memahami sejarah kehidupan Muhammad saw, nabi yang
mendapat kehormatan untuk menerima kitab suci ini. Itulah yang disebut Sirah Nabawiyah.
Muhammad saw adalah seorang hamba Allah yang sejak kecil bahkan calon ayah ibunyapun telah
dipersiapkan secara matang oleh Sang Khalik. Beliau adalah seorang hamba pilihan yang telah ditunjuk
secara terhormat untuk mengemban tugas maha berat, yaitu menerima wahyu Allah dan kemudian
menyampaikannya kepada umat manusia. Yang tak lama setelah menunaikan misi suci tersebut dengan
sangat memuaskan maka Allahpun memanggilnya. Subhanallah ...
Dengan mempelajari Sirah Nabawiyah inilah kita dapat mengetahui makna sebenarnya perintah dan
maksud ayat-ayat suci al-Quran. Dengan mempelajari Sirah Nabawiyah kita dapat mengetahui bagaimana
Rasulullah memahami dan merespons perintah-perintah Tuhannya. Uniknya, kadang perintah tersebut
direspons Rasulullah tidak secara kontekstual. Contohnya adalah cara berwudhu.
" Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki,... ". (QS Al-Maidah (5): 6).
Dalam prakteknya Rasulullah menyempurnakan wudhu dengan membasuh tapak tangan, berkumur,
memasukkan dan megeluarkan air dari hidung serta membasuk kedua telinga. Dan Allah swt tidak
melarang hal tersebut. Artinya Sang Khalik meridhoi apa yang dilakukan nabi.
Jadi selama Allah swt mendiamkan dan tidak menegur apa yang dilakukan Rasulullah, wajib kita
mencontohnya.
"Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang
berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
(QS.An-Nisa(4):80).
Dari sini tampak jelas bahwa untuk memahami Al-Quran tidak cukup hanya dengan sekedar membacanya
kemudian mengartikan dan menafsirkannya sesuai pengetahuan dan pengertian akal kita.
Para sahabat yang ketika itu sedang berada di sisi Rasulullah adalah saksi turunnya ayat-ayat. Mereka
tahu persis bunyi ayat yang turun karena Rasulullah memang selalu langsung menyampaikan apa yang
diterimanya itu. Beliau bahkan memerintahkan mereka untuk segera menghafalnya. Meski demikian dalam
penerapannya mereka tetap mengerjakan apa yang dicontohkan junjungan mereka itu.
Sebaliknya, bila dalam perjalanannya ternyata ada sejumlah perbedaan penafsiran, ini harus dimaklumi.
Karena Rasulullah pada awalnya memang melarang menuliskan apa yang dikatakan, dikerjakan dan
diamnya Rasulullah karena khawatir bercampur dengan ayat-ayat Al-Quran itu sendiri.
Namun Rasulullah tetap memerintahkan para sahabat agar mengingat, mencatat dalam hati dan
kemudian meneruskan serta menyampaikannya kepada yang lain. Yang juga harus diingat, ada saat-saat
dalam keadaan dan situasi tertentu dimana Rasulullah menyikapinya dengan sikap dan cara berbeda.
Ini yang menjadi penyebab menambahnya perbedaan hadits. Beruntung beberapa tahun setelah wafatnya
Rasulullah, sejumlah sahabat dan para tabi'in segera memutuskan untuk menuliskannya. Ini dilakukan
demi menjaga agar hadist tetap terjaga ( dengan bermacam perbedaannya) dan tidak makin sering
dipalsukan baik sengaja maupun tidak.
Tampaknya ini sudah menjadi sunatullah. Perbedaan selama bukan mengenai hal-hal yang pokok dan
masih mengikuti apa yang pernah dicontohkan Rasulullah tetap dibenarkan. Kita tidak boleh saling merasa
bahwa kitalah yang benar dan pihak lain salah.
" Perbedaan pendapat (di kalangan) umatku adalah rahmat".(HR. Al-Baihaqi).
Sebaliknya orang yang suka mencari-cari perbedaan secara sengaja, diantaranya dengan mentakwilkan
ayat-ayat Mutasyabihat, Allah melaknatmya. Tempat mereka adalah neraka jahanam. ( Ayat Mutasyabihat
adalah ayat-ayat yang samar, yang seringkali membutuhkan pemikiran yang bahkan seringkali memang
tidak dapat ditakwilkan. Contohnya adalah "Mim", " Nuun", " Alif Laam Miim" ) dan yang semacamnya.
"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang
muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat
yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui takwilnya melainkan Allah".(QS.Ali Imran(3):7).
Rasulullah saw telah lama meninggalkan kita. Demikian pula para sahabat dan para tabi'in beserta
generasinya. Allah swt memerintahkan umat Islam tidak hanya mematuhi Allah dan rasul-Nya namun juga
para ulil amri atau pemimpin yang menjunjung tinggi ayat-ayat-Nya. Demi mencegah perpecahan dan
memberi manfaat yang banyak bagi umat, mereka diberi keleluasaan memaknai ayat-ayat suci Al-Quran
dan hadits. Inilah ijma dan istihad yang bisa menjadi rujukan umat.
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".(QS.An-Nisa'(4)59).
Adalah tugas kita, umat Islam, saat ini, untuk menjaga kesucian dan keutuhan Al-Quran, isi dan
maknanya. Para hafidz adalah garda terdepannya. Sementara kaum Muslimin dan Muslimat, secara
keseluruhan, wajib menjaganya minimal dengan mengetahui bagaimana Rasulullah menyikapi dan
memaknai isi Al-Quran tersebut. Inilah urgensi mengenal Sirah Nabawiyah.
Wallahu a'lam bishshawwab.
KotaSantri.com © 2002-2017
Download