BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Airtanah Undang

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Airtanah
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU No.
7/2004) mendefinisikan airtanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah
atau
batuan di
bawah
permukaan
tanah.
Menurut
Soemarto
(1989) airtanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi.
2.1.1. Asal Airtanah
Airtanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah dan terletak
pada zona jenuh air. Airtanah berasal dari permukaan tanah, misalnya hujan,
sungai, danau, dan dari dalam bumi sendiri diam dan air tersebut terjadi bersamasama dengan batuannya, misalnya pada waktu terjadinya batuan endapan terdapat
air yang terjebak oleh batuan endapan tersebut.
2.1.2. Pembentukan Airtanah
Airtanah adalah semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah pada
lajur/zona jenuh air (zone of saturation). Airtanah terbentuk berasal dari air hujan
dan air permukaan, yang meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone
of aeration) dan kemudian meresap makin dalam (percolate) hingga mencapai
zona jenuh air dan menjadi airtanah (Utaya, 1990).
22
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
Airtanah adalah salah satu fase dalam daur hidrologi, yakni suatu peristiwa
yang selalu berulang dari urutan tahap yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan
kembali ke atmosfer, penguapan dari darat atau laut atau air pedalaman,
pengembunan membentuk awan, pencurahan, pelonggokan dalam tanah atau
badan air dan penguapan kembali (Kamus Hidrologi, 1987). Dari daur hidrologi
tersebut dapat dipahami bahwa airtanah berinteraksi dengan air permukaan serta
komponen-komponen lain yang terlibat dalam daur hidrologi termasuk bentuk
topografi, jenis batuan penutup, penggunaan lahan, tumbuhan penutup, serta
manusia yang berada di permukaan.
Airtanah dan air permukaan saling berkaitan dan berinteraksi. Setiap aksi
(pemompaan, pencemaran dll) terhadap airtanah akan memberikan reaksi terhadap
air permukaan, demikian sebaliknya.
2.1.3. Jenis Airtanah
Menurut Krussman dan Ridder (1970) dalam Utaya (1990), berdasarkan asal
usulnya, airtanah dapat dibedakan menjadi tiga jenis air, yaitu:
2.1.3.1. Air meteorit atau air vados, yaitu airtanah yang berasal dari air hujan yang
meresap ke dalam tanah.
2.1.3.2. Air juvenil, yaitu airtanah yang berasal dari air magmatik (air yang berasal
dari magma) atau air vulkanis.
2.1.3.3. Air fosil atau air connate, yaitu airtanah yang terjebak pada pori-pori
batuan pada saat batuan tersebut terbentuk. Airtanah dapat berasal dari air
tawar atau air laut dan bermineral tinggi.
23
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
Berdasarkan letaknya, airtanah dapat dibedakan menjadi dua jenis air, yaitu:
2.1.3.4. Airtanah dangkal atau air preatis, yaitu airtanah yang terdapat di atas
lapisan tanah yang kedap air dan dekat dengan permukaan bumi. Contohnya:
air sumur
2.1.3.5. Airtanah dalam, yaitu airtanah yang terdapat pada lapisan di antara dua
lapisan tanah yang kedap air. Contohnya, sumber air artesis yang airnya
berasal dari air dalam tanah.
2.1.4. Mutu Airtanah
Sifat fisika dan komposisi kimia airtanah yang menentukan mutu airtanah
secara alami sangat dipengaruhi oleh jenis litologi penyusun akuifer, jenis
tanah/batuan yang dilalui airtanah, serta jenis air asal airtanah. Mutu tersebut akan
berubah manakala terjadi intervensi manusia terhadap airtanah, seperti
pengambilan airtanah yang berlebihan, pembuangan limbah, dll (Effendi, 2003).
Airtanah dangkal rawan (vulnerable) terhadap pencemaran dari zat-zat
pencemar dari permukaan. Namun karena tanah/batuan bersifat melemahkan zatzat pencemar, maka tingkat pencemaran terhadap airtanah dangkal sangat
tergantung dari kedudukan akuifer, besaran dan jenis zat pencemar, serta jenis
tanah/batuan di zona tak jenuh, serta batuan penyusun akuifer itu sendiri.
Mengingat perubahan pola imbuhan, maka airtanah dalam di daerah-daerah
perkotaan yang telah intensif pemanfaatan airtanahnya, menjadi sangat rawan
pencemaran, apabila airtanah dangkalnya di daerah-daerah tersebut sudah
tercemar. Airtanah yang tercemar adalah pembawa bibit-bibit penyakit yang
berasal dari air (Effendi, 2003).
24
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
2.1.5. Macam-Macam Akifer
Menurut Krussman dan Ridder (1970) dalam Utaya (1990:41-42) bahwa
macam-macam akifer sebagai berikut:
2.1.5.1 Akifer Bebas (Unconfined Aquifer)
yaitu lapisan lolos air yang hanya sebagian terisi oleh air dan berada di atas
lapisan kedap air. Permukaan tanah pada akifer ini disebut dengan water table
(preatiklevel), yaitu permukaan air yang mempunyai tekanan hidrostatik sama
dengan atmosfer.
2.1.5.2 Akifer Tertekan (Confined Aquifer)
yaitu akifer yang seluruh jumlahnya air yang dibatasi oleh lapisan kedap air,
baik yang di atas maupun di bawah, serta mempunyai tekanan jenuh lebih besar
dari pada tekanan atmosfer.
2.1.5.3 Akifer Semi tertekan (Semi Confined Aquifer)
yaitu akifer yang seluruhnya jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi oleh
lapisan semi lolos air dibagian bawahnya merupakan lapisan kedap air.
2.1.5.4 Akifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer)
yaitu akifer yang bagian bawahnya yang merupakan lapisan kedap air,
sedangkan bagian atasnya merupakan material berbutir halus, sehingga pada
lapisan penutupnya masih memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian
akifer ini merupakan peralihan antara akifer bebas dengan akifer semi tertekan.
25
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
2.1.6. Gerak dan Aliran Airtanah
Airtanah bergerak dari atas ke bawah, airtanah juga bergerak dari bawah ke
atas (gaya kapiler). Air bergerak horisontal pada dasarnya mengikuti hukum
hidrolika, air bergerak horisontal karena adanya perbedaan gradien hidrolik.
Gerakan airtanah mengikuti hukum Darcy yang berbunyi “volume airtanah yang
melalui batuan berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding terbalik dengan
tebal lapisan (Utaya, 1990:35).
Secara umum airtanah akan mengalir sangat perlahan melalui suatu celah
yang sangat kecil dan atau melalui butiran antar batuan. Airtanah akan bergerak
dari tekanan tinggi menuju ke tekanan rendah. Perbedaan tekanan ini secara
umum diakibatkan oleh gaya gravitasi (perbedaan ketinggian antara daerah
pegunungan dengan permukaan laut), adanya lapisan penutup yang impermeabel
diatas lapisan akifer, gaya lainnya yang diakibatkan oleh pola struktur batuan atau
fenomena lainnya yang ada di bawah permukaan tanah. Pergerakan ini secara
umum disebut gradien aliran airtanah (potentiometrik).
2.2. Kualitas Air
Kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan
parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan
mikrobiologis (Masduqi, 2009).
26
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan
pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji
kimia, fisik, mikrobiologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan
kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam
kondisi alamiahnya.
Dalam Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat
dan Pengawasan Kualitas Air menyebutkan bahwa air minum adalah air yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, sedangkan
air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
416/MENKES/ PER/IX/1990, menjelaskan bahwa syarat kualitas air bersih dapat
dilihat pada Tabel 2.1. sebagai berikut:
27
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
Tabel 2.1. Syarat Kualitas Air Bersih
No.
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PARAMETER
FISIKA
Bau
Jumlah zat padat terlarut
(TDS)
Kekeruhan
Rasa
Suhu
Warna
KIMIA
Besi
Kadmium
Kesadahan (CaCO3)
Kromium, Valensi 6
Mangan
Nitrat, sebagai N
Nitrit, sebagai N
8.
9.
C.
pH
Timbal
MIKRO BIOLOGI
Total koliform (MPN)
Satuan
Kadar Maksimum yang
diperbolehkan
Keterangan
-
-
Tidak berbau
mg/l
1500
-
Skala NTU
o
C
Skala TCU
25
Suhu udara + 3 oC
50
Tidak berasa
-
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
1,0
0,005
500
0,05
0,5
10
1,0
mg/l
6,5 – 9,0
mg/l
0,05
Jumlah per
100 ml
Jumlah per
100 ml
50
Batas min – maks,
khusus air hujan
pH min 5,5
Bukan
perpipaan
air
10
Air perpipaan
Keterangan:
Mg
= milligram
Ml
= milliliter
L
= liter
Bq
= Bequerel
NTU = Nephelometrik turbidity Units
TCU = True colour Units
Logam berat merupakan logam terlarut
2.3. Sampah
2.3.1. Pengelolaan Sampah
Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan
yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis
(karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat
(Azwar, 1990). Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah : dari
rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.
28
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam
menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara
garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian
timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan
pembuangan akhir (Kartikawan, 2007) sebagai berikut :
2.3.1.1. Penimbulan sampah (solid waste generated)
Dari definisinya dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sampah itu tidak
diproduksi, tetapi ditimbulkan (solid waste is generated, not produced). Oleh
karena itu dalam menentukan metode penanganan yang tepat, penentuan besarnya
timbulan sampah sangat ditentukan oleh jumlah pelaku dan jenis dan kegiatannya.
Idealnya, untuk mengetahui besarnya timbulan sampah yang terjadi, harus
dilakukan dengan suatu studi. Tetapi untuk keperluan praktis, telah ditetapkan
suatu standar yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum. Salah satunya
adalah SK SNI S-04- 1993-03 tentang Spesifikasi timbulan sampah untuk kota
kecil dan kota sedang. Dimana besarnya timbulan sampah untuk kota sedang
adalah sebesar 2,75-3,25 liter/orang/hari atau 0,7-0,8 kg/orang/hari.
2.3.1.2. Penanganan di Tempat (On Site Handling)
Penanganan sampah pada sumbernya adalah semua perlakuan terhadap
sampah yang dilakukan sebelum sampah di tempatkan di tempat pembuangan.
Kegiatan ini bertolak dari kondisi di mana suatu material yang sudah dibuang atau
tidak dibutuhkan, seringkali masih memiliki nilai ekonomis. Penanganan sampah
ditempat, dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan
sampah pada tahap selanjutnya.
29
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi
pemilahan (shorting), pemanfaatan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle).
Tujuan utama dan kegiatan di tahap ini adalah untuk mereduksi besarnya timbulan
sampah (reduce).
2.3.1.3. Pengumpulan (collecting)
Adalah kegiatan pengumpulan sampah dan sumbernya menuju ke lokasi
TPS. Umunmya dilakukan dengan menggunakan gerobak dorong dan rumahrumah menuju ke lokasi TPS.
2.3.1.4. Pengangkutan (transfer and transport)
Adalah kegiatan pemindahan sampah dan TPS menuju lokasi pembuangan
pengolahan sampah atau lokasi pembuangan akhir.
2.3.1.5. Pengolahan (treatment)
Bergantung dari jenis dan komposisinya, sampah dapat diolah. Berbagai
alternatif yang tersedia dalam pengolahan sampah, di antaranya adalah :
2.3.1.5.1. Transformasi Fisik, meliputi pemisahan komponen sampah (shorting)
dan pemadatan (compacting), yang tujuannya adalah mempermudah penyimpanan
dan pengangkutan.
2.3.1.5.2. Pembakaran (incinerate), merupakan teknik pengolahan sampah yang
dapat mengubah sampah menjadi bentuk gas, sehingga volumenya dapat
berkurang hingga 90-95%. Meski merupakan teknik yang efektif, tetapi bukan
merupakan teknik yang dianjurkan. Hal ini disebabkan karena teknik tersebut
sangat berpotensi untuk menimbulkan pencemaran udara.
30
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
2.3.1.5.3.
Pembuatan Kompos (Composting), Kompos adalah pupuk alami
(organik) yang terbuat dari bahan - bahan hijauan dan bahan organik lain yang
sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya
kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan
pabrik, seperti urea (Wied, 2004). Berbeda dengan proses pengolahan sampah
yang lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat
pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan
dimanapun.
2.3.1.5.4.
Energy Recovery, yaitu tranformasi sampah menjadi energi, baik
energi panas maupun energi listrik. Metode ini telah banyak dikembangkan di
Negara-negara maju yaitu pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas ±
300 ton/hari dapat dilengkapi dengan pembangkit listrik sehingga energi listrik
(± 96.000 MWH/tahun) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan
biaya proses pengelolaan.
2.3.1.4. Pembuangan Akhir
Pada prinsipnya, pembuangan akhir sampah harus memenuhi syarat-syarat
kesehatan dan kelestarian lingkungan. Teknik yang saat ini dilakukan adalah
dengan open dumping, di mana sampah yang ada hanya di tempatkan di tempat
tertentu, hingga kapasitasnya tidak lagi memenuhi. Teknik ini sangat berpotensi
untuk
menimbulkan
gangguan
terhadap
lingkungan.
Teknik
yang
direkomendasikan adalah dengan sanitary landfill. Di mana pada lokasi TPA
dilakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mengolah timbunan sampah.
31
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
2.3.2. Metode Pembuangan Akhir Sampah
Proses akhir dari rangkaian penanganan sampah yang biasa dijumpai di
Indonesia dilaksanakan di Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ). Pada umumnya
metode pembuangan akhir sampah yang dilaksanakan di TPA berupa proses
landfilling (pengurugan).
Secara umum, berdasarkan sistem operasionalnya, terdapat tiga metode
pembuangan akhir sampah, yaitu sanitary landfill, controlled landfill dan open
dumping.
2.3.2.1. Skema Sanitary Landfill
Merupakan lahan urug yang telah memperhatikan aspek sanitasi lingkungan.
Sampah diletakkan pada lokasi cekung, kemudian sampah dihamparkan hingga
lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah penutup harian setiap hari
akhir operasi dan dipadatkan kembali setebal 10% -15% dari ketebalan lapisan
sampah untuk mencegah berkembangnya vektor penyakit, penyebaran debu dan
sampah ringan yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Lalu pada bagian
atas timbunan tanah penutup harian tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang
kemudian ditimbun lagi dengan tanah penutup harian. Demikian seterusnya
hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Bagian dasar konstruksi
sanitary landfill dibuat lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa pengumpul
dan penyalur air lindi (leachate) yang terbentuk dari proses penguraian sampah
organik. Terdapat juga saluran penyalur gas untuk mengolah gas metan yang
dihasilkan dari proses degradasi limbah organik. Metode ini merupakan cara yang
ideal namun memerlukan biaya investasi dan operasional yang tinggi.
32
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
2.3.2.2. Skema Controlled Landfill
Controlled landfill atau lahan urug terkendali diperkenalkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum pada awal tahun 1990-an merupakan perbaikan
atau peningkatan dari cara open dumping tetapi belum sebaik sanitary landfill.
Pada skema ini pelapis dasar berupa lapisan geomembran. Aplikasi tanah penutup
harian dilakukan setiap 5-7 hari. Setelah masa layan habis, dilakukan penutupan
akhir. Tetapi sampai saat ini metode controlled landfill masih dianggap mahal.
2.3.2.3. Skema Open Dumping
Skema open dumping ini paling banyak diterapkan di Indonesia. Prinsip
kerjanya sederhana: buang, tidak ada penanganan lebih lanjut terhadap sampah.
Keuntungan utama dari sistem ini adalah murah dan sederhana. Kekurangannya,
sistem ini sama sekali tidak memperhatikan sanitasi lingkungan. Sampah hanya
ditumpuk dan dibiarkan membusuk sehingga menjadi lahan yang subur bagi
pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit penyakit lain, menimbulkan bau tak
sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter, mengurangi nilai
estetika dan keindahan lingkungan. Tabel 2.2 memaparkan kelebihan dan
kekurangan dari berbagai skema pengoperasian lahan urug.
33
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
Tabel 2.2 Perbandingan Skema Lahan Urug (Damanhuri, 2004)
Skema Lahan Urug
1.
2.
3.
Kelebihan
Teknis pelaksanaan mudah.
1.
Personil lapangan relatif
sedikit.
2.
Biaya operasi dan perawatan
yang relatif rendah.
3.
4.
Open Dumping
5.
6.
1.
2.
Controlled landfill
3.
1.
Sanitary Landfill
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Dampak
negatif terhadap
lingkungan dapat diperkecil.
Lahan
dapat
digunakan
kembali setelah dipakai.
Estetika lingkungan cukup
baik.
Timbulan gas metan dan air
lindi terkontrol dengan baik
sehingga tidak mencemari
lingkungan.
Timbulan gas metan dapat
dimanfaatkan sebagai sumber
energi.
Setelah
selesai
pemakaiannya, area lahan
urug dapat digunakan untuk
berbagai keperluan seperti
areal parkir, lapangan golf,
dan kebutuhan lain.
Biaya Investasi lebih rendah
dibandingkan metode lain
Dapat menerima berbagai
tipe sampah
Fleksibel terhadap fluktuasi
kuantitas sampah
Lahan
dapat
digunakan
kembali setelah pemakaian
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kekurangan
Terjadi pencemaran udara
oleh gas, bau dan debu.
Pencemaran airtanah oleh air
lindi.
Resiko kebakaran cukup
besar
Mendorong
tumbuhnya
sarang
vektor
penyakit
(tikus, lalat, nyamuk).
Mengurangi
estetika
lingkungan.
Lahan tidak dapat digunakan
kembali.
Operasi lapangan relatif lebih
sulit.
Biaya operasi dan perawatan
cukup besar.
Memerlukan
personalia
lapangan yang cukup terlatih.
Aplikasi sistem pelapisan
dasar (liner) yang rumit.
Aplikasi tanah penutup harian
yang mahal.
Aplikasi
sistem
lapisan
penutup akhir.
Biaya aplikasi pipa penyalur
gas metan dan instalasi
pengkonversian gas metan
menjadi sumber energi.
Biaya aplikasi pipa-pipa
pengumpul dan penyalur air
lindi (leachate) dan intalasi
pengolah air lindi.
Dengan
meningkatnya
populasi semakin sulit untuk
menentukan lahan
Jika Operasi tidak sesuai
dapat berubah seperti metode
open dumping
Lahan dapat
mengalami
penurunan dan memerlukan
perawatan yang periodik
Gas yang dihasilkan dapat
meledak, misal metan, dan
berbahaya bila tidak dikelola
dengan baik
34
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
2.4. Pencemaran Air
2.4.1. Pengertian Pencemaran Air
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran
air didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi
lagi sesuai dengan peruntukannya. Air dikatakan tercemar jika tidak dapat
digunakan sesuai dengan fungsinya.
Pencemaran air dapat disebabkan oleh limbah industri, pertanian, rumah
tangga. Polutan industri antara lain polutan organik (limbah cair), polutan
anorganik (padatan, logam berat), sisa bahan bakar, dan oli. Limbah rumah tangga
seperti sampah organik (sisa-sisa makanan), sampah anorganik (plastik, gelas,
kaleng) serta bahan kimia (detergen, batu batere) juga berperan besar dalam
pencemaran air, baik air di permukaan maupun airtanah.
2.4.2. Sumber Pencemaran Airtanah/Kontaminan
Secara umum, sumber-sumber pencemaran air adalah sebagai berikut :
2.4.2.1. Limbah industri (bahan kimia baik cair ataupun padatan, sisa-sisa bahan
bakar, tumpahan minyak dan oli, kebocoran pipa-pipa minyak tanah yang
ditimbun dalam tanah).
2.4.2.1. Limbah pertanian (pembakaran lahan, pestisida).
2.4.2.1. Penggunaan bom oleh nelayan dalam mencari ikan di laut.
35
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
2.4.2.1. Rumah tangga (limbah cair, seperti sisa mandi, MCK, sampah padatan
seperti plastik, gelas, kaleng, batu batere, sampah cair seperti detergen dan
sampah organik, seperti sisa-sisa makanan dan sayuran).
2.4.4. Faktor yang Mempengaruhi Masuknya Air Lindi
Faktor yang mempengaruhi air lindi masuk ke airtanah adalah kondisi curah
hujan, tekstur tanah, permeabilitas tanah, ketebalan atau kedalaman zona aerasi
dari sumur. Sampah yang dibiarkan terbuka bukan hanya mengakibatkan
pencemaran udara akibat bau. Sampah yang menggunung akan menghasilkan
lindi, yakni limbah cair, baik yang berasal dari proses pembusukan sampah
maupun karena pengaruh luar. Kedua hal itu akan mempengaruhi kuantitas dan
kualitas lindi. Tempat Pembuangan Sampah Akhir yang terletak di daerah yang
curah hujan tinggi akan menghasilkan jumlah lindi banyak. Tetapi kualitas lindi
itu masih dipengaruhi komposisi atau karakteristik sampah yang dibuang, umur
timbunan, dan pola operasional Tempat Pembuangan Sampah Akhir. Semakin
banyak lindi, maka akan semakin berpotensi untuk masuk ke dalam airtanah dan
mencemari sumur.
Tekstur tanah menujukkan kasar atau halusnya suatu tanah. Tekstur
merupakan perbandingan relatif pasir, debu, dan liat. Tanah dikatakan baik
apabila komposisi antara pasir debu dan liatnya hampir seimbang. Tanah seperti
ini disebut tanah lempung,semakin halus butir-butir tanah, maka semakin kuat
tanah tersebut memegang air dan unsur hara. Tanah yang kandungan liatnya
terlalu tinggi akan sulit diolah, apalagi bila tanah tersebut basah maka akan
menjadi lengket. Tanah jenis ini akan sulit melewatkan air sehingga apabila
36
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
tanahnya datar akan cenderung tergenang dan pada tanah berlereng erosinya akan
tinggi. Disamping itu tanah ini menghambat lindi untuk meresap ke dalam tanah,
sehingga sumur-sumur akan aman dari kontaminasi lindi. Tanah dengan butirbutir kasar yang terlalu kasar (pasir) tidak dapat menahan air dan unsur hara.
Dengan demikian tanaman yang tumbuh pada tanah jenis ini mudah mengalami
kekeringan dan kekurangan hara.
Ketebalan atau kedalaman zona aerasi dari sumur juga berpengaruh.
Semakin dalam atau tebal zona aerasinya, maka semakin kecil terjadinya
pencemaran terhadap sumur. Kalaupun terjadi pencemaran yang diakibatkan oleh
lindi tersebut, maka proses kontaminasinya memerlukan waktu yang relatif lama.
Permeabilitas tanah adalah kemampuan batuan atau tanah untuk melewatkan
cairan, terutama air, minyak, dan gas. Apabila nilai permeabilitasnya besar maka
potensi semakin tercemarnya oleh lindi akan semakin besar, begitu sebaliknya.
Permeabilitas ini tergantung dari jenis tanah.
2.5. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Suhartini, dengan judul “Pengaruh
keberadaan tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Piyungan terhadap
Kualitas Air Sumur Penduduk di Sekitarnya”. Hasil dari penelitian ini adalah
pengelolaan sampah di TPA sangat berpengaruh terhadap kualitas air sumur
masyarakat di sekitarnya, khususnya parameter mikrobiologi yaitu coliform dan
eshercia coli. Parameter kimianya dari ketiga sumur penduduk dan sumur di
depan kantor TPA semua sudah memenuhi standart baku mutu menurut
KEPMENKES No. 416/MENKES/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan
37
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
kualitas air, namun untuk sumur pantau di TPA ada beberapa parameter yang
melebihi baku mutu yang diijinkan yaitu kadmium, timbal dan mangan.
Tabel 2.3 Penelitian yang relevan
Peneliti
Tuti Haslinda
1998
Suhartini
2008
Miftakhurrohman
2015
Judul
Penelitian
Hubungan
sanitary
landfill
dengan
kualitas
airtanah dan
kesehatan
masyarakat
(studi Kasus
di Tempat
Pembuangan
Akhir (TPA)
Bantar
Gebang,
Bekasi
Pengaruh
keberadaan
tempat
Pembuangan
Akhir (TPA)
Sampah
Piyungan
terhadap
Kualitas Air
Sumur
Penduduk di
Sekitarnya
Kajian
kualitas
airtanah di
sekitar TPA
Semali, Desa
Semali Kec.
Sempor Kab.
Kebumen
Rumusan
Masalah
Bagaimana
hubungan lokasi
pembuangan
sampah dengan
system Sanitary
Landfill di TPA
Bantar Gebang
terhadap kualitas
airtanah.
Bagaimana
kemungkinan
penyebaran
berbagai jenis
pencemar yang
membahayakan
kesehatan
manusia.
Bagaimana
operasional
pengelolaan
sampah di TPA
Piyungan,
Bagaimana
dampak
operasional
pengelolaan
sampah di TPA
Piyungan
terhadap kualitas
air sumur
penduduk di
sekitarnya.
Bagaimana
kualitas airtanah
yang berada di
sekitara Tempat
Pembuangan
Akhir (TPA)
Sampah Semali
di Desa Semali
Kecamatan
Sempor
Kabupaten
Kebumen.
Tujuan
Penelitian
Mengetahui
hubungan lokasi
pembuangan
sampah dengan
system Sanitary
Landfill di TPA
Bantar Gebang
terhadap kualitas
airtanah.
Mengetahui
kemungkinan
penyebaran
berbagai jenis
pencemar yang
membahayakan
kesehatan
manusia.
Mengetahui cara
operasional
pengelolaan
sampah di TPA
Piyungan,
Mengetahui
dampak
operasional
pengelolaan
sampah di TPA
Piyungan
terhadap kualitas
air sumur
penduduk
sekitarnya.
Menganalisis
kualitas airtanah
di sekitar Tempat
Pembuangan
Akhir (TPA)
Sampah Semali
di Desa Semali
Kecamatan
Sempor
Kabupaten
Kebumen
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif.
Teknik analisis data dengan
maching date yaitu dengan
uji laboratorium, kemudian
dibandingkan dengan
Permenkes RI No.
416/Menkes/Per/IX/1990
untuk mutu air bersih dan
Kep-51/MENLHI/110/1995
untuk air limbah
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif. Teknik
analisis dengan
menggunakan uji lab dan
membandingkan pada
Permenkes RI No.
416/Menkes/Per/IX/ 1990
tentang syarat dan
pengawasan kualitas air
Penelitian ini menggunakan
metode survei. Analisis data
menggunakan analisis
deskriptif dengan
memberikan uraian
berdasarkan indikator
analisis yaitu Permenkes
no. 416/Menkes/Per/IX/
1990 tentang syarat dan
pengawasan kualitas air
38
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
2.6. Kerangka Pikir
Air merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup.
Tidak hanya bagi manusia, tetapi juga bagi hewan dan tumbuhan. Oleh manusia,
air digunakan untuk mandi, mencuci, dan sebagai air minum.
Tidak semua air bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia,
terutama air yang digunakan sebagai air minum. Air yang digunakan sebagai air
minum harus memiliki kualitas yang baik dan tidak tercemar. Penggunaan air
yang telah tercemar sebagai sebagai air minum akan menimbulkan berbagai
gangguan kesehatan.
Keberadaan sumber pencemar akan mencemari daerah di sekitarnya, TPA
sampah merupakan salah satu dari sumber pencemar yang dapat mempengaruhi
daerah di sekitarnya melalui air lindi. Pembuangan air lindi ke dalam tanah secara
bebas akan merusak kualitas airtanah di sekitar TPA Sampah terutama airtanah
dangkal.
Bahan pencemar yang terkandung di air dapat diketahui melalui uji
laboratorium untuk mengetahui bahan-bahan apa saja yang terkandung di dalam
air. Hasil dari uji laboratorium bisa dicocokkan dengan standar baku mutu air
bersih menurut PERMENKES RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990.
Penulis mengangkat tema ini karena di sekitar TPA Sampah Semali terjadi
perubahan warna air setelah tidak berfungsinya tempat penampung air lindi yang
dihasilkan oleh sampah. Secara singkat, penelitian ini bisa digambarkan pada
Gambar 1. sebagai berikut:
39
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
Kerangka Pikir
Diagram Alir
TPA Sampah
Air Lindi
Airtanah
Pencemaran terhadap
airtanah
Uji Laboratorium
Parameter mutu air
Analisis kualitas
bersih
airtanah
Kelayakan airtanah
untuk air bersih
40
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
2.7. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Semakin dekat sumur
dari saluran air tercemar air lindi dari TPA Sampah Semali, maka airtanah akan
semakin tidak memenuhi standar baku mutu air bersih”.
41
Kajian Tentang Kualitas..., Miftakhurrohman, FKIP UMP, 2016
Download