K ESEHATAN RABU, 21 DESEMBER 2011 21 Konsensus Global untuk Ibu dan Anak INTERVENSI yang dilakukan secara dini berhasil menekan angka kematian ibu hamil dan kematian balita di dunia. Atas keberhasilan tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tengah menyusun sebuah pedoman baru untuk bisa diterapkan di berbagai negara. Pedoman tersebut disusun berdasarkan hasil studi WHO selama tiga tahun bersama Universitas Aga Khan dan melibatkan Partnership for Maternal, Newborn & Child Health (PMNCH), yang memiliki 440 mitra, termasuk negara, PBB, dan badan multilateral, organisasi nonpemerintah, kelompok kesehatan, yayasan, lembaga penelitian, serta sektor swasta. “Kita akan membangun konsensus di antara dokter, ilmuwan, dan organisasi profesional untuk mempersiapkan jalur penanganan berbasis bukti guna membantu perempuan sebelum, selama, dan setelah melahirkan, serta anak-anak mereka,” ungkap Elizabeth Mason, Direktur Departemen Ibu, Bayi, dan Kesehatan Remaja WHO, sekaligus penulis studi tersebut, seperti dikutip dari laman www.who.int. Konsensus global baru berbasis intervensi yang telah disepakati itu diyakini dapat mengurangi angka kematian ibu saat hamil dan melahirkan secara signifikan, dari 358 ribu kematian yang masih terjadi setiap tahunnya. Selain itu, angka kematian 7,6 juta anak sebelum usia Carole Presern 5 tahun juga bisa ditekan. Direktur PMNCH Studi dilakukan dengan meneliti lebih dari 50 ribu makalah ilmiah untuk menentukan efektivitas intervensi dan dampaknya terhadap kelangsungan hidup ibu hamil dan balita. “Hasilnya, sebanyak 56 poin intervensi penting berhasil diidentifikasi,” cetus Elizabeth. Beberapa intervensi yang disepakati antara lain pengelolaan anemia pada ibu dengan zat besi, pencegahan dan pengelolaan pendarahan pascamelahirkan, penanganan langsung perawatan bayi yang baru lahir, dukungan tambahan untuk menyusui bayi kecil dan prematur, serta antibiotik untuk pengobatan pneumonia pada anak-anak. Intervensi diklasifikasikan menurut enam kelompok sasaran, yakni remaja dan prakehamilan, kehamilan (sebelum lahir), persalinan, pascamelahirkan (ibu), pascakelahiran (bayi baru lahir), masa bayi, dan masa kanak-kanak. Selain mengidentifikasi intervensi, dokumen tersebut memberikan panduan yang jelas tentang hal-hal yang diperlukan dalam hal pelatihan dan peralatan. Misalnya, jika tidak bernapas, bayi baru lahir perlu bantuan dengan peralatan resusitasi. Direktur PMNCH Carole Presern berpandangan, konsensus yang jelas dan melibatkan banyak pihak akan memajukan kesehatan perempuan dan anak di seluruh dunia. “Ini bukan instruksi, melainkan pedoman. Sebuah panduan bagi para pembuat kebijakan untuk menetapkan prioritas penempatan dana dan sumber daya,” cetusnya. (*/S-5) Ini bukan instruksi, melainkan pedoman. Sebuah panduan bagi para pembuat kebijakan untuk menetapkan prioritas penempatan dana dan sumber daya.” MI/ BARY FATHAHILAH HINDARI ROKOK: Sejumlah mahasiswa dari Fakultas Ilmu Keperawatan UI dan Dinkes Kota Depok melakukan aksi solidaritas Keren tanpa Rokok melalui pemeriksaan kesehatan gratis, tensi jantung untuk pecandu rokok, di Terminal Depok, beberapa waktu lalu. Rokok menjadi faktor pemicu risiko penyakit jantung yang harus dihindari. Hidup Bersahabat dengan Penyakit Jantung Cara sederhana untuk mengetahui seseorang terkena penyakit jantung ialah dengan berolahraga treadmill. ANTON KUSTEDJA P E N YA K I T j a n t u n g masih menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia. Bersahabat dengan penyakit ini merupakan kunci mutlak untuk meminimalkan resiko kematian pada seseorang yang divonis menderita penyakit jantung. Caranya bisa dilakukan dengan mengontrol faktor risiko yang menjadi pemicu dan mengonsumsi obat-obatan tertentu. “Selain mengontrol faktor risiko, harus ditambah pula dengan obat untuk menurunkan mortalitas (kematian) dan morbiditas supaya tidak terulang penyakitnya,” ujar dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Erwinanto, dalam workshop bertajuk Healthy Life Healthy Me yang digelar perusahaan pelayanan kesehatan Sanofi di Bandung, Sabtu (17/12). Menurut Erwin, upaya mengontrol risiko harus dilakukan dengan diet sehat, menjaga pola makan, menjaga kolesterol dan tekanan darah, serta tidak merokok. “Nah, begitu tekanan darah sudah turun, tidak ada alasan untuk dihentikan karena kebiasaan ini akan terjadi sepanjang hidupnya,” ungkapnya. Selain itu, orang yang telah dideteksi terkena penyakit jantung juga harus membatasi kegiatan olahraga atau aktivitas fisik lainnya apabila mulai merasakan keluhan. “Apabila saat naik tangga satu tingkat sudah ada keluhan, jangan langsung naik satu tingkat, tapi bisa setengahnya dahulu baru mulai kembali,” ujarnya. Ada beberapa jenis penyakit yang menyerang jantung, antara lain penyakit jantung koroner (coronary heart disease). Penyakit ini timbul akibat penyumbatan atau penyempitan pada dinding nadi koroner karena endapan lemak dan kolesterol. Kondisi ini mengakibatkan suplai darah ke jantung menjadi terganggu. Apabila penyumbatan arteri koroner semakin memburuk, akan mengakibatkan terjadinya iskemia (berkurangnya pasokan darah) pada otot jantung dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel jantung, sehingga menyebabkan angina (nyeri dada) dan serangan jantung (infarmiokardial). Sulit terdeteksi Erwin mengungkapkan, untuk mendiagnosis seseorang terkena penyakit jantung koroner sulit dilakukan. Pasalnya, timbunan plak atau zat lemak secara berlebihan pada lapisan dalam pembuluh darah jantung (aterosklerosis), yang mengakibatkan suplai darah ke jantung menjadi terganggu, sulit dideteksi. “Kita tidak pernah tahu plaknya ada atau tidak kalau dia tidak punya keluhan.” Namun, Erwin menambahkan, seseorang bisa diprediksi akan terkena penyakit ini apabila tergolong perokok berat, hipertensi, mempunyai kolesterol tinggi, diabetes, dan stres. “Mereka inilah yang kita sebut berisiko tinggi,” tuturnya. Cara sederhana untuk mengetahui seseorang terkena penyakit jantung ialah dengan melakukan treadmill. “Pertama bisa dilakukan treadmill dulu supaya bisa diketahui kapan dia mulai berbahaya atau mulai ada keluhan. Cara ini yang paling murah,” ujar Erwin. Bilapun sudah terlanjur terkena penyakit jantung koroner, Erwin mengungkapkan, upaya yang bisa dilakukan ialah mempertahankan agar plak tidak pecah. Pasalnya, plak tersebut bisa pecah kapan saja tanpa dapat diprediksi. “Plak pecah karena berubah komposisinya, dan komposisinya berubah karena gaya hidup,” ujarnya. Untuk mengurangi dan mempertahankan agar plak tidak pecah, cara yang bisa dilakukan si penderita ialah mengontrol faktor risiko dan mengonsumsi obat. “Itu harus dilakukan secara seimbang untuk mendapatkan hasil yang maksimal.” pungkasnya. Pasien pengidap penyakit jantung mau tidak mau memang harus mengubah gaya hidup mereka guna mengurangi risiko kematian. Seperti yang diutarakan Heru Prihmantoro, 47. Heru divonis kelainan jantung empat tahun silam yang dipicu oleh hipertensi. Ia pun berupaya keras menerapkan pola hidup sehat dengan menjaga pola makan, selain mengonsumsi obat pengencer darah dan obat hipertensi setiap hari sepanjang hidupnya. “Makanan yang harus dihindari ialah yang berlemak dan berkolesterol tinggi. Sekarang lebih banyak makan buah buat antioksidan untuk mencegah pembentukan kolesterol,” ujarnya, tadi malam. Selain itu, kegiatan fisik seperti olahraga juga harus dibatasi. Heru mengaku hanya melakukan olahraga ringan seperti joging. Hal lain yang penting untuk dikontrol ialah emosi dan stres. “Stres bisa memacu otot-otot jantung bekerja lebih keras. Kalau sudah begini, saya harus meninggalkan pekerjaan dulu,” katanya. Ia menuturkan, pola hidup sehat dan konsumsi obat itu harus dijalankan secara seimbang dan kontinu. “Kita harus menghindari faktor-faktor risiko yang bisa memicu penyakit jantung. Jangan sampai ada tensi yang mendadak. Itu nasihat yang diberikan ke saya untuk memperpanjang usia,” pungkasnya. (*/S-5) [email protected] Demam Berdarah masih Mengintai KASUS demam berdarah dengue (DBD) secara nasional cenderung menurun pada 2011 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, DBD masih harus diwaspadai, terlebih dengan datangnya musim hujan hingga April 2012. “Selama musim hujan banyak nyamuk yang berkembang biak di genangan air sehingga diharapkan masyarakat dapat melakukan tindakan-tindakan pencegahan untuk menghindari penyakit DBD,” terang Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Senin (19/12). DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Jumlah kasus DBD 2011 tercatat sebanyak 49 ribu. “Lebih kecil daripada tahun 2010 sebanyak 156 ribu atau tahun 2009 sebanyak 158 ribu kasus,” katanya. Menurut Yoga, Ae aegypti merupakan vektor yang paling utama, tetapi spesies lain seper- ti Ae albopictus yang juga menularkan dengue terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut. “Setelah digigit, masa inkubasi di tubuh manusia selama rata-rata 4-6 hari, kemudian timbul gejala awal penyakit,” papar Yoga. Untuk mencegah penularan, Tjandra menyarankan langkah sederhana 3M, yaitu menguras, menutup, dan memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas sehingga tidak digenangi air dan menjadi tempat hidup dan berkembang biak nyamuk. “Disarankan pula untuk membubuhkan larvasida pada air mandi, memelihara ikan pemakan jentik di kolam, mencegah gigitan nyamuk dengan memasang kawat kasa, dan menggunakan kelambu atau mengoleskan repellant (losion pengusir nyamuk) di badan,” katanya. Secara terpisah, pakar entomologi kesehatan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr drh Upik Kesumawati Hadi MS menuturkan masyarakat acap kali melupakan bahaya DBD ketika beraktivitas di luar rumah seperti di sekolah, di kantor, atau di pusat perbelanjaan. Padahal, ancaman puncak gigitan nyamuk terus mengintai, sejak pagi hari dan hingga sore hari. ”Perilaku menggigit nyamuk Ae bervariasi di setiap wilayah, tergantung pada pola kehidupan dan juga kondisi lingkungan di wilayah tersebut. Khusus untuk wilayah Jakarta, puncak gigitan nyamuk terfokus pada pukul 08.00-09.00 hingga 15.00–16.00,” ujarnya, saat peluncuran kampanye ‘Awas DB’ di SDN 05, 06, dan 07 Bendungan Hilir, Jakarta, pekan lalu. Kampanye itu digagas PT Johnson Home Hygiene Products Indonesia, Yayasan Obor Berkat Indonesia dan Indomaret. Upik mengatakan DBD sudah masuk ke Indonesia sejak 42 tahun lalu. Jadi, tanda-tanda dan cara penularan penyakit DBD sudah sejak lama menjadi pengetahuan umum masyarakat. Pencegahannya pun tidak perlu teknologi tinggi. Cukup dengan cara sederhana melalui gerakan 3M. “Kegiatan 3M ini cukup satu kali seminggu. Yang penting memutus daur siklus hidup nyamuk,” cetusnya. (*/Ant/S-5) DOK SIDO MUNCUL OPERASI KATARAK: PT Sido Muncul bekerja sama dengan Persatuan Dokter Ahli Mata Indonesia (Perdami) cabang Sumatra Selatan dan Rumah Sakit Pelabuhan Palembang melaksanakan operasi katarak gratis bagi masyarakat tidak mampu, di Palembang, Sumatra Selatan, beberapa waktu lalu. INFO Ruang Isolasi Baru Pasien Flu Burung MENTERI Kesehatan meresmikan ruang isolasi baru di Rumah Sakit Tangerang yang dirancang untuk menghadapi wabah flu burung. Pembangunan fasilitas tersebut didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Uni Eropa (UE). Serah terima ruang isolasi tersebut dilakukan Wakil WHO untuk Indonesia Khanchit Limpakarnjanarat kepada Menteri Kesehatan RI, disaksikan perwakilan UE, Senin (12/12). Dengan dana dari UE dan dukungan pelaksanaan pembangunan dari The United Nations Office for Project Services (UNOPS), WHO juga membangun fasilitas serupa di sembilan rumah sakit di Indonesia. (*/S-5) Pekerja Daerah Terpencil Berisiko HIV SEBANYAK 10 juta pekerja di Indonesia, yang tinggal jauh dari keluarga dan bekerja di wilayah terpencil dengan penghasilan relatif besar, berisiko tinggi tertular virus HIV (human immunodeficiency virus). ”Mereka berpenghasilan besar, tapi tinggal di wilayah terpencil. Maka, sebagian dari mereka memilih berkunjung ke tempat-tempat rekreasi seks yang banyak muncul di sekitar wilayah industri tempat mereka bekerja untuk menghibur diri,” ujar Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Nafsiah Mboi, di Jakarta, belum lama ini. Perilaku seks berisiko kelompok yang dikenal dengan istilah mobile man with money (3M) itu tidak hanya membahayakan diri mereka sendiri, tapi juga keluarganya. Pasalnya, sekitar 60% dari mereka umumnya telah menikah. Dari hasil pemetaan di beberapa titik lokasi, KPAN memperkirakan transmisi penularan HIV dan infeksi menular seksual di kalangan itu ditengarai mengalami kenaikan sebanyak 0,7%. (Tlc/S-5)