PERAN PENDIDIKAN DALAM MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI BUDAYA BANGSA OLEH: SANG AYU ASRI LAKSMI DEWI 15.1.2.5.2.0805 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Degradasi moral yang terjadi dewasa ini membawa dampak yang buruk terhadap berbagai aspek kehidupan, baik secara individu, masyarakat, bangsa dan Negara. Bila dicermati kemerosotan moral lebih banyak terjadi di dunia pendidikan, terutama yang dilakukan oleh para pelajar. Banyak perilaku-perilaku yang tidak terpuji dilakukan oleh siswa seperti menyontek, melanggar tata tertib sekolah, bolos, tawuran antar pelajar, melanggar tata tertib lalu lintas, narkoba, free sex, dan lain sebagainya. Keadaan seperti ini banyak menimbulkan pertanyaan, mengapa hal itu sampai terjadi, apa sebenarnya yang terjadi di dalam diri siswa atau di dunia pendidikan. Padahal dunia pendidikan seharusnya dapat merubah masa depan seseorang ke arah yang lebih baik. Namun kenyataannya justru pelanggaran yang terjadi lebih banyak dari kalangan pelajar. Sehingga ada pandangan bahwa kualitas pendidikan saat ini sudah mulai mengalami kemerosotan. Kenakalan para pelajar dewasa ini sudah mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak, terutama para pendidik, pakar psikologi, pakar hukum dan kriminologi, polisi, dan pihak-pihak terkait. Namun pelanggaran-pelanggaran tersebut masih saja terjadi. Degradasi moral yang terjadi memang disebabkan oleh banyak hal seperti terlalu menekankan pada pelajaran exact dan kurang memperhatikan moralitas siswa. Kemajuan dibidang intelektual memang ada, namun terjadi penurunan pada moralitas. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan menghasilkan generasi yang pintar tetapi egois (Suratmini, 2010). Pertanyaan-pertanyaan ini menggambarkan kegelisahan dari masyarakat mengenai peranan pendidikan. Secara teoritik pendidikan adalah sebagian dari proses pembudayaan namun secara praktik tidaklah demikian (Anwar, 2013:33). Pendidikan yang selama ini diharapkan sebagai upaya pembentukan perilaku/proses pembudayaan dan penanaman nilai-nilai kultur, ternyata belum berhasil membawa peserta didik untuk mengembangkan sikap dan kebudayaan sendiri, justru mereka lebih banyak meniru budaya asing yang belum tentu memiliki nilai yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu nilai-nilai yang selama ini melekat dalam masyarakat berupa kearifan lokalnya perlu dikembangkan melalui pendidikan nasional, karena secara tidak langsung dalam proses pendidikan di sekolah telah terjadi proses pembudayaan kepada peserta didik. Sesungguhnya dapat dikatakan bahwa tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah 1 budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka juga budaya. Dengan demikian budaya tidak pernah lepas lepas dari proses pendidikan (Pidarta, 2013:153). Pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya, sehingga pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa, yang akhir-akhir ini sudah mulai luntur. Proses pendidikan di sekolah adalah salah satu sarana untuk menanamkan sikap dan keterampilan pada peserta didik agar mereka kelak mampu memainkan peranan sesuai dengan kedudukan dan peran sosial masingmasing dalam masyarakat. Secara tidak langsung, pola ini menjadi proses melestarikan suatu kebudayaan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bertrand Russel, bahwa pendidikan sebagai tatanan sosial kehidupan bermasyarakat yang berbudaya. Melalui pendidikan dapat membentuk suatu tatanan kehidupan bermasyarakat yang maju, modern, tentram dan damai yang didasari dengan nilai-nilai dan norma budaya. Oleh karena kebudayaan merupakan dasar dan praktis dari pendidikan, maka menurut Tilaar, dalam Anwar (2013) bukan saja seluruh proses pendidikan berjiwakan kebudayaan nasional, tetapi juga seluruh unsur kebudayaan harus diperkenalkan dalam proses pendidikan. Disini dituntut peran pendidik agar bisa menyeimbangkan antara pembelajaran yang bersifat excat dan penanaman ajaran moral serta nilai-nilai budaya nasional bangsa bisa berjalan seimbang. Agar nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik, sehingga mereka tidak mengadopsi budaya asing yang bisa merusak tatanan luhur budaya Indonesia. Dengan demikian budaya luhur bangsa Indonesia tetap ajeg dan lestari di kalangan generasi penerus bangsa. Sehingga akan mewujudkan generasi muda yang cerdas dan bermoral baik. Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaan maka jangan sampai budaya tersebut kemudian hilang seiring kemajuan zaman. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Budaya Budaya adalah bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya berasal dari bahasa Sanskerta, budhayah, yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris berasal dari kata culture. Dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur. Dalam bahasa Latin colera yang berarti mengolah, dan mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan tanah (bertani) (Setiadi,dkk, 2006:27). Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan,1989). Menurut Hassan (1983) kebudayaan adalah keseluruhan hasil manusia hidup bermasyarakat yang berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adatistiadat, dan lain-lain. Sedangkan Kneller mengatakan kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat. Koentjaraningrat mengemukakan bahwa budaya adalah keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Dengan kata lain bahwa kebudyaan itu adalah keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan oleh manusia karena pemikiran dan karyanya (Sudibyo,dkk, 2013:29). Dengan demikian, budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non material yang diciptakan oleh manusia itu sendiri sebagai anggota masyarakat. Jadi budaya adalah segala hasil pemikiran, perasaan, kemauan, dan karya manusia secara individual atau kelompok untuk meningkatkan hidup dan kehidupan manusia atau secara singkat adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh masyarakat. Dengan demikian budaya bisa dalam bentuk benda-benda konkret misalnya, bangunan rumah, mobil, televisi, barang-barang seni, tindakan-tindakan seni seperti menerima tamu, cara duduk, cara berpakaian, dan sebagainya. Sedangkan contoh yang abstrak ialah cara berpikir ilmiah, kemampuan menciptakan sesuatu, imajinasi, cita-cita, kemauan yang kuat untuk mencapai sesuatu, keimanan, dan seterusnya. Ada lima komponen dalam kebudayaan yaitu gagasan, ideology, norma, teknologi, dan benda. Komponen gagasan, ideology, norma, dan teknologi adalah bersifat abstrak sedangkan benda adalah bersifat konkret. B. Pengertian Pendidikan Hampir semua orang melaksanakan pendidikan, sebab pendidikan tidak pernah terpisahkan dengan kehidupan manusia. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakal ia sudah dewasa dan berkeluarga, ia juga akan mendidik anak-anaknya. Pendidikan adalah khas milik dan alat manusia. Tidak ada makhluk lain yang membutuhkan pendidikan. Pendidikan berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu pedagogi yang jika dieja menjadi dua kata yaitu paid yang artinya “anak” dan agogos yang artinya “membimbing”. Dengan demikian pendidikan bisa diartikan sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran dan suasana belajar agar para pelajar dididik secara aktif 3 dalam mengembangkan potensi diri yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Suratmini, 2010:19). C. Pendidikan dalam Mengembangkan Budaya Bangsa Pewarisan kebudayaan dapat dilakukan dengan sarana pendidikan, baik formal, maupun nonformal. Agar tradisi kebudayaan tetap hidup dan berkembang setiap masyarakat dapat mewariskannya kepada generasi yang lebih muda melalui pendidikan. Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses mantransfernya yang paling efektif dengan cara pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena saling melengkapi dan mendukung antara satu sama lainnya. Tujuan pendidikan pun adalah melestarikan dan selalu meningkatkan kebudayaan itu sendiri, dengan adanya pendidikanlah kita bisa mentransfer kebudayaan itu sendiri dari generasi ke generasi selanjutnya. Dan juga kita sebagai masyarakat mencita-citakan terwujudnya masyarakat dan kebudayaan yang lebih baik ke depannya, maka sudah dengan sendirinya pendidikan kitapun harus lebih baik lagi. Pendidikan membuat orang berbudaya. Pendidikan dan budaya ada bersama dan saling memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu. Dan makin tinggi kebudayaan makin tinggi pula pendidikan atau cara mendidiknya. Karena ruang lingkup pendidikan sangat luas mencakup segala aspek kehidupan manusia, maka pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan, ada dalam kebudayaan. Tetapi kebudayaan hanya bisa dibentuk oleh pendidikan. Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah maka dapat mengubah kebudayaan. Disini tampak bahwa peranan pendidikan dalam mengembangkan kebudayaan melalui originasi (sesuatu yang baru atau penemuan baru), difusi (pembentukkan budaya baru akibat masuknya elemen-elemen budaya yang baru ke budaya lama) dan reinterpretasi (perubahan kebudayaan akibat terjadinya modifikasi elemen kebudayaan yang telah ada agar sesuai dengan zaman). Sebab pendidikan adalah tempat manusia-manusia dibina, ditumbuhkan,dan dikembangkan potensi-potensinya. Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin mampu ia menciptakan atau mengembangkan kebudayaan, sebab kebudayaan dikembangkan oleh manusia. Pendidikan adalah enkulturasi (Imran Manan,1989). Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini terjadi di mana-mana, disetiap tempat hidup seseorang dan setiap waktu. Dari sinilah muncul pengertian kurikulum yang luas, yaitu semua lingkungan tempat hidup manusia. Sebab di mana pun orang berada di situlah terjadi proses pendidikan, di situ terjadi enkulturasi. Sekolah adalah salah satu dari tempat enkulturasi, tempat-tempat lain adalah keluarga, dalam perkumpulan pemuda, olahraga, kesenian, keagamaan, di tempat-tempat kursus dan latihan. Enkulturasi dapat membuat orang menjadi kaku dalam berbudaya itu sendiri. Ia hanya mampu berpikir, berkata, dan bertindak sesuai 4 dengan budaya yang dipelajarinya. Hal seperti ini tidak diharapkan oleh pendidikan. Pendidikan tidak ingin membuat manusia menjadi robot budaya A, robot budaya B, atau Budaya C, dan sebagainya. Karena itu strategi dan metode dalam pendidikan perlu disempurnakan untuk menghindari terjadinya robot-robot seperti itu. Sejak dini anak-anak perlu dididik berpikir kritis. Kemampuan untuk mempertimbangkan secara bebas dikembangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan member kesempatan mengamati, melaksanakan, menghayati, dan menilai kebudayaan itu. Cara ini membuat anak tidak menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan dikala berada dalam kandungan budaya itu, yang akhirnya menimbulkan penilaian menerima, merevisi, atau menolak budaya itu. Pendidikan seperti ini membuat anak-anak terbiasa dengan pemikiran yang terbuka dan lentur. Seingga mereka tidak menerima begitu saja budaya yang masuk maupun diajarkan oleh generasi pendahulunya. Mereka akan merevisi atupun menolak budaya yang memang sudah tidak bisa dilaksanakan atau relevan dengan kehidupan sekarang. Sehingga kebudayaan yang dimiliki bisa lebih baik dan lebih maju kedepannya . Suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan atau pertimbangan bagi anak dalam mengembangkan dirinya. Ada kalanya bagian budaya akan dipakai terus, ada kalanya diperbaiki, dan ada kalanya diganti dengan yang baru. Hal ini tergantung pada pembinaan pendidik, pengaruh lingkungan, dan hasil penilaian anak itu sendiri. Untuk nilai-nilai luhur bangsa, perlu dipertahankan dan diinternalisasi oleh anak-anak. Hal ini membutuhkan metode tambahan agar anak-anak menghayati indahnya nilai-nilai itu sehingga ingin melaksanakan dalam kehidupannya (Pidarta, 2013: 172). Keber dan Smith (Imran Manan, 1989) menyebutkan ada enam fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan manusia, yaitu: 1. Penerus keturunan dan pengasuh anak. Suatu fungsi yang menjamin kelangsungan hidup biologis kelompok sosial. Budaya mendidik yang baik akan membuat orang mengasuh anak secara professional. 2. Pengembangan kehidupan berekonomi. Pendidikan sebagai budaya akan membuat orang mampu menjadi pelaku ekonomi yang baik, bisa berproduksi secara efektif dan efisien, dan mengembangkan bakat ekonomi bidang tertentu. Bisa menjadi tenaga kerja yang baik, dan juga menjadi konsumen yang rasional. 3. Transmisi budaya. Salah satu tugas pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan adalah mampu membentuk dan mengembangkan generasi baru menjadi orangorang dewasa yang berbudaya, terutama berbudaya nasional. 4. Meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan sebagai budaya haruslah mampu membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan perasaannya taat kepada ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. Buakn hanya pemahaman dan perasaan yang harus dikembangkan, melainkan juga tindakan atau perilaku sehari-hari yang cocok dengan ajaran agama perlu dibina sehingga anak-anak melakukannya. Inilah operasional keimanan dan ketakwaan terhadap agama. 5 5. Pengendalian sosial, yaitu pelembagaan konsep-konsep untuk melindungi kesejahteraan individu dan kelompok. 6. Rekreasi, yaitu kegiatan-kegiatan yang memberi kesempatan kepada orang untuk memuaskan kebutuhannya akan permainan-permainan atau untuk bermain-main. Pendidikan perlu memberikan wawasan tentang pentingnya memanfaatkan waktu luang, antara lain dengan cara berkreasi. 6 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Budaya adalah segala hasil pemikiran, perasaan, kemauan, dan karya manusia secara individual atau kelompok untuk meningkatkan hidup dan kehidupan manusia atau secara singkat adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh masyarakat. Budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non material yang diciptakan oleh manusia itu sendiri sebagai anggota masyarakat. Pendidikan bisa diartikan sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran dan suasana belajar agar para pelajar dididik secara aktif dalam mengembangkan potensi diri yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pewarisan kebudayaan dapat dilakukan dengan sarana pendidikan, baik formal, maupun nonformal. Agar tradisi kebudayaan tetap hidup dan berkembang setiap masyarakat dapat mewariskannya kepada generasi yang lebih muda melalui pendidikan. Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses mantransfernya yang paling efektif dengan cara pendidikan. Pendidikan membuat orang berbudaya. Pendidikan dan budaya ada bersama dan saling memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu. Dan makin tinggi kebudayaan makin tinggi pula pendidikan atau cara mendidiknya. Disini tampak bahwa peranan pendidikan dalam mengembangkan kebudayaan melalui originasi, difusi dan reinterpretasi. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. B. Saran Untuk dapat mewujudkan pendidikan yang berbudaya hendaknya pendidik mampu menyeimbangkan antara pelajaran excat dengan pelajaran moral etika siswa. Sehingga tidak terjadi penganak tirian terhadap suatu bidang studi. Sekolah yang baik adalah sekolah yang siswanya baik dalam prestasi akademik dan baik dalam moral, etika, dan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa. Selain itu kurikulumyang berlaku harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya masyarakat sehingga budaya luhur bangsa Indonesia bisa tetap ajeg dan lestari. 7 REFERENSI : Anwar, Idochi. 2013.Administrasi Pendidikan dan Manajeman Biaya Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Pidarta, Made. 2013.Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Setiadi,dkk. 2006. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Kencana. Sudarsana, I. K. (2014). PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN UPAKARA BERBASIS NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN: Studi pada Remaja Putus Sekolah di Kelurahan Peguyangan Kota Denpasar. Sudarsana, I. K. (2015). PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM UPAYA PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA. Jurnal Penjaminan Mutu, (Volume 1 Nomor 1 Pebruari 2015), 1-14. Sudarsana, I. K. (2016). DEVELOPMENT MODEL OF PASRAMAN KILAT LEARNING TO IMPROVE THE SPIRITUAL VALUES OF HINDU YOUTH. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(2), 217-230. Sudarsana, I. K. (2016). PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN DALAM BUKU LIFELONG LEARNING: POLICIES, PRACTICES, AND PROGRAMS (Perspektif Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia). Jurnal Penjaminan Mutu, (2016), 44-53. Sudibyo,dkk. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar.Yogyakarta: Andi Yogyakarta. 8