Templat tugas akhir S1

advertisement
ANALISIS STABILITAS SISTEM KEUANGAN INDONESIA
ANDRI SUKRUDIN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Stabilitas
Sistem Keuangan Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Andri Sukrudin
NIM H14100117
ABSTRAK
ANDRI SUKRUDIN. Analisis Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia. Dibimbing
oleh NUNUNG NURYARTONO.
Sistem keuangan sangat penting perananya di dalam perekonomian suatu
negara. Berbagai metode telah digunakan untuk dapat mengamati stabilitas sistem
keuangan, salah satunya dengan membangun indeks agregat untuk stabilitas
sistem keuangan seperti Aggregate Financial Stability Index (AFSI). Tujuan
penelitian ini adalah untuk menilai stabilitas sistem keuangan dan mengamati
fenomena krisis yang terjadi di Indonesia selama periode 2000-2011 mengunakan
AFSI. Pergerakan indeks menunjukan bahwa secara umum stabilitas sistem
keuangan Indonesia berada pada koridor financial instability atau kondisi tidak
stabil. Validasi ekonometrik indeks dilakukan dengan menganalisis pengaruh
indikator makroekonomi terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia
menggunakan model koreksi kesalahan (Error Correction Model = ECM).
Pertumbuhan volume GDP dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
berkontribusi positif dalam menciptakan sistem keuangan yang stabil.
Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) dan nilai tukar nominal berpengaruh
negatif, sehingga dapat mengancam stabilitas sistem keuangan.
Kata Kunci: Aggregate Financial Stability Index, Indikator Makroekonomi,
Model koreksi Kesalahan, Stabilitas Sistem Keuangan
ABSTRACT
ANDRI SUKRUDIN. Indonesia’s Financial
Supervised by NUNUNG NURYARTONO.
System
Stability Analysis.
The financial system is very important in the economy of a country. Various
methods have been used to observe the stability of the financial system, one of
them by constructing an aggregate index for the stability of the financial system as
“Aggregate Financial Stability Index (AFSI)”. The purpose of this study is to
assess the stability of the financial system and to observe the crisis phenomena
that occurred in Indonesia during the period 2000-2011 using the AFSI. The
movement of the index shows that the overall stability of the financial system in
Indonesia is in the corridors the financial instability or unstable condition.
Econometric validation of index by analyzing the effect of macroeconomic
indicators on the stability of the Indonesia’s financial system using Error
Correction Model (ECM). Both the growth of the GDP volume and IHSG gives
rise to positive contribution in creating a stable financial system. Both The growth
in the money supply (M2) and Nominal Exchange Rate bring about a negative
effect, so as to endanger the stability of the financial system.
Keywords: aggregate financial stability index, error correctoin model,
macroeconomic indicators, financial system stability
ANALISIS STABILITAS SISTEM KEUANGAN INDONESIA
ANDRI SUKRUDIN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia
Nama
: Andri Sukrudin
NIM
: H14100117
Disetujui oleh
Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Mei 2014 ini ialah
stabilitas sistem keuangan, dengan judul Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia
dan Indikator Makroekonomi Yang Mempengaruhinya. Stabilitas sistem
keuangan merupakan isu yang sangat menarik karena semakin berkembanganya
sistem keuangan. Informasi terkait stabilitas sistem keuangan sangat dibutuhkan
bagi para pelaku usaha dalam menentukan strategi pengembangan usahanya dan
pemerintah pusat maupun otoritas moneter dalam menentukan langkah kebijakan
yang akan dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai
perkembangan stabilitas sistem keuangan Indonesia periode 2000 sampai dengan
2011 dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Terima kasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr Ir
Nunung Nuryartono, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran
baik teknis maupun teoritis bagi penulis dalam melakukan penelitian ini. Kepada
Ibu Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi selaku dosen penguji utama dan Bapak Dr
Alla Asmara, SPt, MSi selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan, penulis
ucapkan terima kasih atas sarannya untuk perbaikan karya ilmiah ini. Tidak lupa
juga terima kasih penulis ucapkan kepada para dosen, staff dan seluruh civitas
akademika Departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah memberikan banyak ilmu
dan bantuannya, teman-teman Ilmu Ekonomi 47 dan pengurus HIPOTESA 2013
atas motivasinya kepada penulis selama menjalankan studi di IPB. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan satu bimbingan Luqman Azis yang
senantiasa menemani penulis dalam mengumpulkan data, Fatimah Zachra Fauziah,
Nana Rodiana, Masyithoh Al-kautsar, Mirsad Awawin dan Ahmad Azhari Pohan
atas semangat yang diberikan kepada penulis. Terima kasih untuk teman
seperjuangan Pangrio Nurjaya yang selalu bersama dalam mengarungi susah
senangnya dunia mahasiswa sejak tingkat persiapan bersama. Terima kasih
kepada Intan Maulidia yang selalu bersedia berbagi dan memberikan semangat
kepada penulis. Juga apresiasi saya berikan kepada rekan-rekan HMI cabang
Bogor komisariat FEM yang selalu berbagi ilmu dan pengetahuannya melalui
diskusi yang rutin dilakukan, yakin usaha sampai.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada Bapak Sukri Iskandar dan Ibu
Iffah yang melalui usaha dan doanya telah berjuang dengan sangat keras sehingga
berhasil menjadikan penulis sebagai orang pertama dalam keluarga besar yang
memperoleh gelar sarjana. Juga untuk adik penulis Ardi Sukmana agar semakin
termotivasi untuk terus berprestasi. Terakhir untuk sanak saudara yang telah
memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis untuk bisa
menyelesaikan studi di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Andri Sukrudin
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
3
5
6
6
TINJAUAN PUSTAKA
Krisis Finansial
Stabilitas Sistem Keuangan
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
6
6
7
8
9
10
METODE PENELITIAN
10
Jenis dan Sumber Data
10
Metode Analisis Data
14
Membangun Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat
15
Analisis Deskriptif Pergerakan Indeks
17
Validasi Ekonometrik Indeks : Two-step Engle-Granger Error Correction
Model
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan dan Fenomena Krisis di Indonesia
Periode 2000-2011
20
Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Tahun 2000-2003
21
Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Krisis Kecil Tahun 2005
23
Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Krisis Global Tahun 2008
23
Pengaruh Indikator Makroekonomi Terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
Indonesia
24
PENUTUP
Simpulan
Saran
30
30
31
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
57
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Indikator Individu Penyusun Agregat Financial Stability Index
(AFSI)
Indikator Makroekonomi
Uji Akar Unit
Uji Kontegrasi Engle-Granger
Uji Kointegrasi Johansen
Uji Asumsi Klasik
Hasil Estimasi Error Correction Model
11
14
25
25
26
26
27
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
Petumbuhan Ekonomi dan Inflasi Indonesia Tahun 1990-2012
Kerangka Pemikiran
Pergerakan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat dan SubIndeks Penyusun
2
9
21
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Development Index
(FDI)
Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Vulnerability Index
(FVI)
Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Soundness Index (FSI)
Data Indikator Individu Sub-Indeks World Economic Climate Index
(WECI)
Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial
Development Index (FDI)
Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial
Vulnerability Index (FVI)
Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial
Soundness Index (FSI)
Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks World
Economic Climate Index (WECI)
Data Hasil Agregasi Masing-masing Indikator Individu Sub-Indeks
FDI, FVI, FSI, WECI, dan Indeks Agregat AFSI
Koridor Stabilitas Sistem Keuangan
Indeks Stabilitas Kistem Keuangan (ISSK) Agregat Bank Indonesia
Data Indikator Makroekonomi
Uji Akar Unit AFSI ADF dan PP
Uji Akar Unit Pertumbuhan Volume GDP ADF dan PP
Uji Akar Unit IHSG ADF dan PP
Uji Akar Unit JIBOR Tenor 3 Bulan ADF dan PP
Uji Akar Unit Jumlah Uang Beredar (M2) ADF dan PP
Uji Akar Unit Nilai Tukar Nominal ADF dan PP
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
43
44
45
46
47
48
49
50
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Uji Kointegrasi Engle-Granger
Uji Kointegrasi Johansen
Hasil Estimasi ECM Jangka Panjang
Hasil Estimasi ECM Jangka Pendek
Hasil Uji Linearitas Ramsey RESET
Hasil Uji Normalitas Jarque-Bera
Uji Multikolinearitas Matriks Korelasi
Hasil Uji Heteroskedasticity Breusch-Pagan-Godfrey
Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
51
52
53
53
54
54
55
55
56
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semakin disadari bahwa sistem keuangan sangat penting peranannya di
dalam perekonomian suatu negara. Stabilitas sistem keuangan merupakan isu
yang sangat penting. Stabilitas sistem keuangan bukan tujuan akhir dalam
perekonomian tetapi lebih kepada suatu kondisi yang menjadi syarat penting
dalam mencapai perkembangan ekonomi 1 . Sistem keuangan yang stabil dapat
mendorong kinerja sektor riil melalui peran intermediasi lembaga keuangan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu pemerintah dalam upaya
pengendalian tingkat inflasi melalui transmisi kebijakan moneter untuk menjaga
daya beli masyarakat dan daya saing produk yang dihasilkan oleh suatu negara.
Setiap negara berusaha menjaga stabilitas sistem keuangan dengan menciptakan
sistem perbankan dan iklim investasi yang sehat melalui berbagai kebijakan
moneter yang sesuai. Pemerintah harus sangat berhati-hati dalam menentukan
kebijakan yang tepat dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang terjadi,
karena stabilitas sistem keuangan sangat rentan terhadap berbagai ancaman baik
dari dalam maupun dari luar khususnya di negara berkembang seperti Indonesia.
Institusi pasar dan lembaga-lembaga keuangan di negara berkembang umumnya
tidak teratur, terbagi-bagi tanpa pengawasan yang terpusat dan cenderung
tergantung pada pihak luar serta nilai tukar yang sangat mudah dipengaruhi oleh
dolar atau terhadap beberapa mata uang negara-negara maju lainnya 2.
Krisis finansial asia yang juga dialami Indonesia pada tahun 1997-1998
menunjukan bahwa buruknya stabilitas sistem keuangan dapat melemahkan
perekonomian suatu negara. Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar yang
sebelumnya pada akhir tahun 1997 hanya bergerak pada kisaran Rp. 4,850 per
dolar AS merosot hampir mencapai Rp. 17,000 per dolar AS pada awal tahun
1998. Kondisi ekonomi mengalami ketidakpastian (uncertainty) yang terus
meningkat sehingga mengguncang pasar uang, pasar valas dan pasar modal
Indonesia serta menambah beban hutang Indonesia khususnya pihak swasta yang
berpotensi menyebabkan capital outflow yang besar. Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) turun ke titik terendah yaitu 292.12 poin pada tahun 1998 dari
467.339 poin pada semester satu tahun 1997. Menurunnya kepercayaan
masyarakat terhadap sistem perbankan mengakibatkan terjadinya penarikan besarbesaran (Bank Runs) tabungan masyarakat yang ada di bank. Sementara kredit
yang disalurkan oleh bank sebagian besar terkonsentrasi pada perusahaanperusahaan besar yang rentan terhadap dampak krisis keuangan tersebut. Kredit
macet (Non Performing Loan) mencapai 30% sehingga bank kesulitan untuk
mengembalikan uang kepada masyarakat.
Krisis kecil tahun 2005 yang disebabkan oleh naiknya harga minyak dunia
menyebabkan kondisi perekonomian dunia menjadi tidak stabil khususnya bagi
1
Nasution, Anwar. 2003. Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Implikasi Hukum dan Agenda
Kedepan. hlm 4
2
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonom edisi kesembilan Jilid
2. Erlangga: Jakarta. hlm 315
2
negara pengimpor minyak seperti Indonesia 3. Hal tersebut memaksa pemerintah
untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang kemudian
menyebabkan inflasi. Pertumbuhan sektor riil mengalami perlambatan dan kredit
bermasalah meningkat. Menurut Prasetyantoko (2009) ekonomi Indonesia sedang
mengalami pertumbuhan yang tidak nyata. Alasanya karena pertumbuhan
ekonomi tidak disertai bertambahnya lapangan pekerjaan yang signifikan. Hal
tersebut dapat terjadi jika sektor keuangan tumbuh dengan cepat secara tidak
proporsional terhadap sektor riil ditambah lagi jika sektor keuangan berkembang
dalam situasi fungsi intermediasi yang tidak berjalan.
Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 sebagai imbas dari resesi
perekonomian Amerika Serikat yang sebagian besar disebabkan oleh kredit macet
perumahan (subprime mortgage). Banyak perusahaan besar dunia yang
berinvestasi pada bisnis kredit rumah tersebut. Ketika terjadi gagal bayar pada
bisnis kredit perumahan tersebut perusahan-perusahan besar dunia yang
berinvestasi mengalami kesulitan likuiditas dan akhinya bangkrut. Hal ini
menganggu perekonomian global dan menyebar ke sebagian besar negara-negara
di dunia termasuk Indonesia. Dampak resesi ekonomi tersebut cukup berpengaruh
terhadap perekonomian Indonesia. Krisis global menyebabkan banyaknya investor
asing yang menarik dananya dari Indonesia sehingga permintaan dolar meningkat.
Permintaan dolar yang meningkat menyebabkan kurs rupiah melemah pada bulan
November 2008 menjadi Rp. 11.711 per dolar AS dari 10.048 per dolar AS pada
bulan Oktober 2008.
Pertumbuhan Ekonomi
Inflasi
90
80
77.63
70
Tingkat (%)
60
50
40
30
20
11.05
10 9.539.52
9.777.548.64
8.226.47
7.82
7.246.954.94
6.46 6.5 9.24
4.7
0
-10
-20
17.11
12.55
11.06
9.35 10.03
6.4 5.69 6.6
6.356.014.586.96
6.226.496.23
5.5 6.59
4.923.64 4.5 5.06
4.785.03
3.79 4.3
2.78
2.01
0.79
-13.13
Periode (Tahun)
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)
Gambar 1 Petumbuhan Ekonomi dan Inflasi Indonesia Tahun 1990-2012
Krisis juga diperburuk dengan tingginya tingkat inflasi di suatu negara.
Tingkat inflasi di Indonesia mencapai 12.67% pada februari 1998 kemudian terus
3
Deriantino (2010) dalam “Addressing Risks In Promoting Financial Stability: Indonesia
Experience” Hal 60, menyatakan bahwa Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak
sejak tahun 2004, sebelumnya Indonesia merupakan negara pengekspor minyak.
3
meningkat menjadi 54.54% pada agustus 1998. Sementara pada krisis 2008
tingkat inflasi di Indonesia mencapai 12.14% pada bulan september. Tingkat
inflasi yang tinggi secara langsung dapat mengurangi daya beli masyarakat
khususnya bagi masyarakat yang berpendapatan rendah. Hal ini dapat mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sehingga dapat mengganggu
stabilitas politik dan keamanan negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bernilai
negatif yaitu sebesar 13.13% sebagai dampak krisis finansal yang melanda
beberapa negara di Asia termasuk Indonesa pada tahun 1998. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia mengalami penurunan berturut-turut dari tahun 2007, 2008
dan 2009 sebesar 6.35%, 6.01% dan 4.58%. Hal ini menunjukan bahwa krisis
finansial dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Dampak krisis finansial yang begitu besar mendorong setiap negara untuk
lebih menata, mengawasi dan mengontrol stabilitas sistem keuangannya terutama
di era ekonomi yang semakin terbuka ini. Krisis ekonomi global tampak dalam
gejala resesi perekonoman dunia yang umumnya bersumber dari negara-negara
maju, mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
khususnya di negara sedang berkembang seperti Indonesia 4 . Guncangan pada
stabilitas ekonomi global dapat mengancam stabilitas ekonomi dalam negeri suatu
negara melalui hubungan perdagangan maupun kerjasama dalam bidang ekonomi
lain seperti pinjaman luar negeri, investasi langsung dan tidak langsung. Krisis
tersebut kemudian menyebar secara sistemik di dalam sistem keuangan setiap
negara khususnya melalui lembaga keuangan dimana sektor perbankan
mendominasi pasar keuangan Indonesia dengan share asset sekitar 80% 5.
Rumusan Masalah
Indonesia telah memiliki banyak pengalaman dari berbagai krisis yang
pernah dialami dalam menjaga stabilitas makroekonomi khususnya dalam
menerapkan kebijakan moneter yang tepat dan berhati-hati terhadap berbagai
pengaruh negatif perekonomian global. Terbukti setelah krisis 1998 Indonesia
berusaha bangkit dari keterpurukan dan mampu meminimalisir berbagai dampak
negatif dari krisis 2008 khususnya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Pemerintah melalui Bank Indonesia mulai melakukan pengawasan serius terhadap
sistem perbankan yang terkena dampak paling besar saat krisis. Selain itu sistem
perbankan memiliki fungsi intermediasi antara pemilik dana dengan para pelaku
usaha sehingga harus benar-benar diawasi dalam menjaga ketersedian dana
pinjaman dari dalam negeri bagi para pelaku usaha karena sangat berisiko jika
melakukan pinjaman luar negeri. Bank juga harus menjaga dana para nasabah
yang menabung agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga.
Stabilitas sistem keuangan yang baik menunjukan iklim investasi dan sistem
perbankan yang sehat sehingga dapat mendukung sektor riil khususnya industri
yang dapat menghasilkan barang-barang kebutuhan dasar hidup masyarakat secara
umum agar permintaan dalam negeri dapat terpenuhi dan mengurangi
4
5
Rahardjo MD. 1987. Perekonomian Indonesia Pertumbuhan dan Krisis. LP3ES: Jakarta. hlm 67
Deriantino E. 2010. Addressing Risks In Promoting Financial Stability: Indonesia Experience.
Direktorat Penelitian dan Regulasi, Bank Indonesia. hlm 62
4
ketergantungan akan impor barang-barang kebutuhan. Stabilitas sistem keuangan
yang baik juga harus didukung oleh nilai tukar mata uang dalam negeri yang stabil
terhadap mata uang negara lain agar kegiantan perdagangan internasional dan
investasi dapat berjalan dengan baik khususnya untuk investasi yang didanai
dengan pinjaman luar negeri.
Fenomena krisis yang terjadi di berbagai belahan dunia memberikan trauma
tersendiri karena dengan waktu yang sangat singkat dapat meruntuhkan
perekonomian suatu negara dan membutuhkan biaya yang sangat besar untuk
dapat pulih. Setiap negara dituntut untuk mampu mengawasi dan mengontrol
sistem keuangannya agar tetap stabil dan terhindar dari krisis.
Informasi terkait stabilitas sistem keuangan sangat dibutuhkan oleh
pemerintah dan pelaku usaha dalam menentukan kebijakan yang berimplikasi
pada kinerja perekonomian Indonesia. Permasalahan yang mendasar adalah sangat
sulit untuk mendefinisikan atau mengambarkan secara sederhana kondisi sistem
keuangan. Sulit mengetahui stabilitas sistem keuangan yang berada pada kondisi
baik dan sistem keuangan yang berada dalam kondisi rentan terhadap krisis.
Diperlukan suatu metode atau indikator yang dapat menggambarkan kondisi
stabilitas sistem keuangan sehingga dapat membantu pemerintah dalam
merancang dan menetapkan kebijakan yang tepat bagi perekonomian. Para pelaku
usaha juga lebih mudah dalam menyusun strategi yang matang untuk
pengembangan usaha.
Berbagai studi telah dilakungan untuk mengembangkan metode yang dapat
digunakan sebagai indikator dalam mengamati fenomena krisis dan stabilitas
sistem keuangan. Indikator yang telah dikembangkan kemudian digunakan untuk
membangun sistem peringatan dini. Beberapa indikator lain dibangun dalam
bentuk indeks stres, indeks agregat satbilitas sistem keuangan dan lain-lain.
Pengembangan sistem peringatan dini atau lebih dikenal dengan Early
Warning System (EWS) salah satunya yang dilakukan oleh singh (2010) dengan
membangun indeks kerapuhan sektor perbankan bulanan (BSF) India yang
dijadikan indikator untuk memberikan sinyal krisis mengunakan model probit.
Studi terkait EWS di Indonesia juga sudah banyak dikembangkan seperti yang
dilakukan oleh Handoyo (2012) membangun sistem yang memberikan sinyal
krisis mata uang, krisis perbankan dan krisis utang serta Dewi dan Sutrisna (2013)
membangun sistem yang memberikan sinyal krisis nilai tukar dan krisis
perbankan mengunakan indeks EPM 6 dan pendekatan kualitatif model logit.
Indeks stres stabilitas keuangan juga banyak dikembangkan di berbagai
negara seperti indeks stres keuangan sistemik Yunani oleh Louzis dan Vouldis
(2013), Hanschel dan Monnin (2005) membangun Indeks sters sektor perbankan
Swiss serta Illing dan Liu (2003) membangun Financial Stress Index (FSI) untuk
sistem keuangan Canada. Bank Indonesia juga mengembangkan Financial
Stability Index atau Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) agregat untuk
mengamati stabilitas sistem keuangan Indonesia. Namun, menurut Albulescu dan
Goyeau (2010) meskipun sistem peringatan dini (EWS) dapat memberikan
6
Handoyo (2012) mengunakan Indeks EPM yang dikembangkan oleh Kaminsky, Lizondo dan
Reinhart (1998) dan Kaminsky dan Reinhart (1999). Dewi dan Sutrisna (2013) mengunakan
Indeks EPM yang sebelumnya dikembangkan oleh Bussiere dan Fratzcher (2002) yang
didefinisikan sebagai bobot rata-rata volatilitas nilai tukar, cadangan devisa dan perubahan suku
bunga riil.
5
perkiraan terkait kemungkinan munculnya krisis keuangan, tetapi tidak
menawarkan kemungkinan untuk memperhitungkan seluruh resiko dalam sistem
yang terbuka, juga tidak memberikan informasi yang berkaitan dengan kapasitas
respon terhadap guncangan. Albulescu dan Goyeau (2010) juga berpendapat
bahwa teknik-teknik uji stres (Stress Index) memungkinkan identifikasi terhadap
potensi guncangan dan memperkirakan daya tahan sistem keuangan, tetapi tidak
memberikan kemungkinan untuk membandingkan tingkat stabilitas untuk periode
yang berbeda atau tingkat stabilitas dari dua atau lebih sistem keuangan.
Studi dalam membangun indeks agregat untuk stabilitas sistem keuangan
juga sudah mulai banyak dikembangkan. Aggregate Financial Stability Index
(AFSI) merupakan indeks agregat yang dikembangkan oleh Albulescu (2008)
untuk menganalisis stabilitas sistem keuangan Rumania, Morris (2010)
membangun AFSI untuk stabilitas sistem keuangan Jamaika dan AFSI untuk
stabilitas sistem keuangan Macao yang dikembangkan oleh Cheng dan Choy
(2011). Metode AFSI merupakan teknik tersendiri yang dapat digunakan untuk
melengkapi metode yang lain. AFSI memberikan kemungkinan kepada
pengunanya untuk membandingkan tingkat stabilitas sistem keuangan dalam
periode yang berbeda, juga atar sistem keuangan yang berbeda, mengamati
dinamika perubahan tingkat stabilitas suatu sistem keuangan dan memungkinkan
untuk dilakukan peramalan terkait stabilitas suatu sistem keuangan. Keuntungan
lain dari metode AFSI adalah mengunakan cara penghitungan yang sederhana,
akses yang mudah terhadap data statistik karena secara umum datanya cukup
tersedia, lebih transparan dan sangat membantu dalam mendefinisikan stabilitas
sistem keuangan suatu negara (Albulescu dan Goyeau 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyusun rumusan masalah sebagai
dasar untuk mengkaji beberapa hal sebagai berikut :
1.
Bagaimana perkembangan stabilitas sistem keuangan Indonesia periode
2000-2011?
2.
Bagaimana pengaruh beberapa indikator makroekonomi terhadap stabilitas
sistem keuangan Indonesia yang berpotensi menyebabkan terjadinya krisis
keuangan ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk :
1.
Menilai stabilitas sistem keuangan dan mengamati fenomena krisis yang
terjadi di Indonesia selama periode 2000-2011.
2.
Menganalisis pengaruh beberapa indikator makroekonomi terhadap
stabilitas sistem keuangan Indonesia yang berpotensi menyebabkan
terjadinya krisis keuangan.
6
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
diantaranya :
1.
Menambah pengetahuan bagi penulis sendiri dan pembaca terkait
perkembangan stabilitas sistem keuangan Indonesia dan krisis keuangan.
2.
Menjadi bahan pertimbangan dan memberikan masukan bagi pemerintah
serta para stakeholder dalam menetukan kebijakan yang berkaitan dengan
hal stabilitas sistem keuangan Indonesia.
3.
Menjadi bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan stabilitas sistem keuangan dan krisis keuangan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan membahas perkembangan stabilitas sistem keuangan
Indoneisa serta fenomena krisis yang terjadi selama periode 2000-2011 dan
menganalisis beberapa indikator makroekonomi yang berpengaruh terhadap
stabilitas sistem keuangan Indonesia yang berpotensi menyebabkan terjadinya
krisis keuangan di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Krisis yang terjadi dan berpengaruh sistemik terhadap perekonomian baik
yang terjadi di Asia, Amerika Serikat dan Eropa umumnya merupakan krisis
finansial. Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami krisis finansial
dengan dampak terburuk pada krisis Asia tahun 1998. Perbandingan yang sangat
beragam dari contoh krisis yang terjadi dari waktu ke waktu di berbagai negara
menandakan hubungan yang kompleks antara episode krisis dan struktur yang
mendasari baik ekonomi dan sistem keuangannya (Visano 2006).
Krisis Finansial
Visano (2006) mengatakan bahwa krisis muncul secara beragam dalam
bentuk runtuhnya pasar saham, kegagalan secara besar-besaran lembaga
keuangan, jatuhnya nilai tukar mata uang suatu negara atau beberapa
kombinasi dari ketiganya. Krisis keuangan dipandang secara luas dalam berbagai
situasi dimana beberapa lembaga atau aset keuangan dalam waktu yang singkat
tiba-tiba kehilangan sebagian besar nilainya 7. Krisis finansial umumnya dikaitkan
dengan Bank Panic yang ditandai dengan banyaknya penarikan secara besarbesaran tabungan (Bank Runs) akibat menurunnya tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap bank dan pesentase kredit macet yang cukup tinggi. Krisis
finansial juga disebabkan nilai mata uang domestik melemah terhadap mata uang
7
Singh, Thangjam Rajeshwar. 2010. Ordered Probit model of Early Warning System for
Predicting Financial Crisis in India. Journal of Economic Literature Classification Number:
C25, C35, E44, E47, G01
7
asing, liquiditas berkurang akibat meningkatnya permintaan mata uang asing.
Krisis utang juga menjadi salah satu penyebab krisi finanisal. Menurut Lestano,
Jacob dan Kuper (2003), suatu negara dikatakan mengalami krisis utang pada saat
negara tersebut tidak mampu lagi membayar utang dan/atau bunganya, sehingga
memutuskan untuk menunda pembayarannya sebagai bentuk keringanan.
Stabilitas Sistem Keuangan
Sistem keuangan merupakan bagian penting dalam mendukung
perkembangan sektor riil. Robinson berpendapat bahwa sektor keuangan akan
selalu mengikuti sektor industri atau riil 8. Terkait tahapan-tahapan pembangunan,
Patrick mengatakan bahwa hasil pembangunan sektor keuangan adalah
pertumbuhan ekonomi pada awal pembangunan ekonomi modern. Namun, begitu
stabilitas sistem keuangan tercapai maka sistem keuangan akan mengikuti
keadaan sektor riil 9. Sistem keuangan terdiri atas berbagai institusi di dalam suatu
perekonomian yang membantu mempertemukan (intermediasi) tabungan yang
dimiliki seseorang dengan investasi orang lain (Mankiw 2006) 10. Sistem keuangan
sangat penting peranannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun,
banyak fakta yang menunjukan bahwa sektor keuangan juga dapat menjadi faktor
penghambat dalam pembangunan ekonomi 11 . Banyak negara dengan sistem
keuangan yang buruk kesulitan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
khususnya negara miskin dan negara berkembang, bahkan negara maju sekalipun
mengalami resesi akibat sistem keuangan yang buruk.
Stabilitas sistem keuangan menurut Nasution (2003) memiliki kaitan
langsung dengan stabilitas harga yang menjadi acuan bagi stabilitas moneter dan
stabilitas sektor keuangan yang di dalamnya terdapat lembaga keuangan dan pasar
keuangan yang mendukung jalannya sistem keuangan secara keseluruhan. Contoh
kasusnya adalah jika tingkat inflasi tinggi akan mendorong kebijakan uang ketat
(tight money policy), dengan meningkatkan suku bunga yang dapat berdampak
pada meningkatnya kredit bermasalah yang kemudian menyebabkan kegagalan
bank dan lembaga keuangan lainnya di dalam sektor keuangan. Sebaliknya
gangguan pada sektor keuangan dapat menganggu efektivitas transmisi kebijakan
moneter dan tingkat harga secara umum. Sedangkan Albulescu dan Goyeau
(2010) mendefinisikan sistem keuangan yang stabil sebagai sistem yang selalu
melakukan penyesuaian ke arah keseimbangan, setelah terkena pengaruh
guncangan dari dalam dan dari luar, kemudian mampu menjalankan fungsi
tradisional yang berkaitan degan alokasi sumber daya yang efisien, untuk
memperbaiki distorsi harga dan menjamin sistem pembayaran dan sistem
penyelesaian yang memadai, sebagai fungsi yang memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang menyeluruh.
8
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. Op.cit., hlm 310
Loc.cit.
10
Mankiw, N. Gregory. 2006. Prinsip Of ECONOMIC, Pengantar Ekonomi makro. Salemba
Empat : Jakarta. Hal. 84
11
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Op.cit., hlm 310
9
8
Penelitian Terdahulu
Singh (2010) dalam penelitiannya terkait dengan Early Warning System
(EWS) untuk memprediksi krisis finansial (situasi rapuh) di India. Studi ini
menunjukan bahwa dalam mengembangkan sistem peringatan dini perlu
dilakukan penggabungan indikator makroekonomi global dan domestik untuk
memantau dan menjaga stabilitas keuangan dalam suatu perekonomian. Penelitian
ini menggunakan metode indeks bulan pada sektor perbankan, dimana sektor
perbankan paling sering terkena dampak krisis dan membangun indeks kerapuhan
sektor perbankan bulanan (BSF) India serta mengembangkan model analisis
probit untuk memprediksi krisis perbankan menggunakan indikator
makroekonomi.
Penelitian terkait probabilitas variabel fundamental ekonomi Indonedsia dan
financial contagion effect terhadap terjadinya krisis finansial di Indonesia yang
dilakukan oleh Handoyo (2012), membedakan tiga jenis krisis keuangan: krisis
mata uang, krisis perbankan dan krisis utang serta menggunakan empat kelompok
indikator dari literatur (indikator fundamental) ekonomi menjadi eksternal,
keuangan, indikator domestik (riil dan publik) dan global, yang mungkin
mempengaruhi probabilitas krisis keuangan. Sistem keuangan negara-negara
berkembang seperti Indonesia sangat rentan, oleh karena itu diperlukan instrumen
kuat untuk memprediksi krisis. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
terjadinya krisis mata uang di Indonesia, yaitu : rasio antara neraca transaksi
berjalan dengan GDP, rasio antara M2 dengan cadangan devisa luar negeri,
tingkat suku bungan Amerika Serikat dan financial contagion. Variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap terjadinya krisis perbankan di Indonesia, yaitu :
financial contagion, real exchange rate dan government consumption expenditure.
Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap terjadinya krisis utang luar negeri
di Indonesia, yaitu : term of trade dan rasio current account terhadap PDB riil.
Albulescu dan Goyeau (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Assessing
and Forecasting Romanian Financial System’s Stability Using an Aggregate
Index mengembangkan indeks stabilitas agregat sistem keuangan Rumania
atau
Aggregate
Financial
Stability
Index
(AFSI)
untuk
membantu mendefinisikan, menilai dan memperkirakan stabilitas sistem
keuangan. Indeks disusun dengan mempertimbangkan indikator yang berkaitan
dengan perkembangan sistem keuangan, kerentanan, kesehatan perbankan
dan
iklim
ekonomi
internasional. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan stabilitas sistem
keuangan
Rumania
selama
periode
19992007. Indeks agregat menangkap gejolak keuangan periode 19981999 seperti krisis perbankan Rumania dan 2007 krisis subprime. Nilai-nilai
yang diperkirakan dari indeks menunjukkan penurunan stabilitas keuangan di
tahun 2009, dipengaruhi oleh penurunan perkiraan aktivitas keuangan dan
ekonomi.
Aggregate Financial Stability Index (AFSI) dengan metode penyusunan
yang sama dengan penelitian sebelumnya juga digunakan oleh Morris (2010)
untuk stabilitas sistem keuangan Jamaika dengan menggabungkan indikator
mikroekonomi, makroekonomi dan faktor internasional serta indikasi
kinerja
sektor
perbankan
menjadi
satu
ukuran
9
stabilitas keuangan. Indeks berhasil menangkap periode kunci dari ketidakstabilan
keuangan selama periode sampel dan mencerminkan perbaikan umum
dalam stabilitas. Hasil Ekonometrik memperkuat sensitivitas indeks
terhadap
variabel-variabel
yang
termasuk
dalam
indikator
makroekonomi. Berdasarkan hal tersebut, simulasi Monte Carlo digunakan untuk
memprediksi stabilitas keuangan satu tahun ke depan dalam upaya untuk
membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan kondisi kerentanan sektor
perbankan di masa yang akan datang. Selain itu, nilai-nilai
yang diperkirakan menunjukan penurunan indeks pada paruh kedua tahun 2010.
Kerangka Pemikiran
Ancaman
Krisis
Indikator Ekonomi
Financial
Development
Index
(FDI)
Financial
Vulnerability
Index
(FVI)
Financial
Soundness
Index
(FSI)
World
Economic
Climate
Index
Error Correction Model
(ECM)
Aggregate Financial
Stability Index
(AFSI)
Indikator
Makroekonomi
Stabilitas Sistem Keuangan
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
Ancaman krisis finansial dapat diprediksi dengan melihat perubahan
indikator ekonomi. Beberapa indikator ekonomi dipilih dan dikelompokan untuk
10
membentuk empat sub-indeks. Ada dua puluh indikator ekonomi yang digunakan
dalam membangun indeks agregat yang terlebih dahulu dikelompokan ke dalam
masing-masing sun-indeks. Sub-indeks yang pertama adalah Financial
Development Index (FDI) yang berfungsi untuk mengamati perkembangan
keuangan. Sub-indeks selanjutnya adalah Financial Vulnerability Index (FVI)
yang berfungsi untuk memberikan gambaran seberapa rentan kondisi sebuah
sistem keuangan. Kemudian sub-indeks berikutnya adalah Financial Soundness
Index (FSI) yang menggambarkan kondisi kesehatan kelembagaan dalam sistem
keuangan dalam hal ini sektor perbankan. Sub-indeks yang terakhir adalah World
Economic Climate Index (WECI) yang berfungsi untuk memberikan gambaran
iklim perekonomian global. Keempat sub-indeks tersebut kemudian diagregasi
untuk membentuk sebuah indeks agregat yaitu Aggregate Financial Stability
Index (AFSI) yang berfungsi memberikan gambaran kondisi stabilitas sistem
keuangan. Validasi indeks dilakukan dengan analisis ekonometrika mengunakan
model koreksi kesalahan (Error Correction Model = ECM) dengan meregresikan
AFSI terhadap beberapa indikator makroekonomi yang bertujuan untuk menguji
seberapa baik indeks tersebut dapat menjelaskan kondisi satablitas sistem
keuangan dan melihat pengaruh beberapa indikator makroekonomi terhadap
stabilitas sistem keuangan. Indeks agregat tersebut diharapkan mampu
memberikan gambaran dalam menganalisis perkembangan kondisi stabilitas
sistem keuangan dan ancaman krisis finansial serta menganalisis mana indikator
ekonomi yang paling berpengaruh terhadapa stabilitas sistem keuangan, dengan
demikian dapat dilakukan tindakan pencegahan terhadap krisis dan stabilitas
sistem keuangan dapat terjaga.
Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat ditarik hipotesis bahwa sistem
keuangan Indonesia sebagai negara sedang berkembang sangat rentan terhadap
ancaman krisis keuangan oleh karena itu diperlukan instrumen yang kuat untuk
memprediksi krisis. Agregat Financial Stability Index (AFSI) mampu
menunjukan perkembangan stabilitas sistem keuangan dan fenomena krisis yang
terjadi selama periode pengamatan khususnya krisis global tahun 2008. Lima
Indikator makroekonomi dipilih untuk melihat faktor yang mempengaruhi
stabilitas sistem keuangan Indonesia. Pertumbuhan volume GDP yang
menunjukan pertumbuhan perekonomian dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) merupakan salah satu indikator ekonomi yang mewakili pasar modal
memiliki pengaruh positif terhadap stabilitas sistem keuangan. Jakarta Interbank
Offered Rate (JIBOR) dengan tenor 3 bulan, pertumbuhan jumlah uang beredar
(M2) berpengaruh negatif dan Nominal Exchange Rate (NER) memiliki pengaruh
negatif terhadap stabilitas sistem keuangan seperti yang terjadi pada krisis 1998.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
11
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi atau dalam bentuk file
digital dan data kuantitatif yang merupakan angka hasil pengukuran atau
penghitungan (Juanda, 2009). Data yang digunakan adalah data kuartalan yang
bersumber dari institusi atau lembaga pemerintah maupun swasta dalam bentuk
hardcopy berupa makalah dan laporan serta media informasi online berupa
softcopy laporan dan data-data statistik dari website sebuah institusi atau
organisasi.
Tabel 1 Indikator individu penyusun Agregat Financial Stability Index (AFSI)
Indikator Individu
Satuan
Sumber Data*
Market capitalization /GDP
Persen (%)
BAEPAM-LK
National Currency Credit/GPD
Persen (%)
SEKI BI
Interest rate spread
Persen (%)
world Bank
Bank concentration
Persen (%)
world Bank
Inflation, consumer prices
Persen (%)
IFS IMF
General Balance, Deficit or Surplus / GDP
Persen (%)
SDDS BI
Current Account / GDP
Persen (%)
SEKI BI
Real Effective Exchange Rate (change)
Persen (%)
World Bank
Non Govermental Kredit / Total Kredit
Persen (%)
SEKI BI
Loan / Deposits
Persen (%)
SEKI BI
Deposit / M2
Persen (%)
SEKI BI
(Reserves / Deposit) / (Note&coin / M2)
Persen (%)
SEKI BI
Bank nonperforming loans to gross loans
Persen (%)
SPI BI
Bank Capital Adequacy Ratio (CAR)
Persen (%)
SPI BI
Bank capital to total assets
Persen (%)
SPI BI
Bank Return on Asset (ROA)
Persen (%)
SPI BI
Bank Z-score
Persen (%)
World Bank
World Inflation, consumer prices
Persen (%)
IFS IMF
World GDP growth
Persen (%)
IFS IMF
Index Number
CESifo
Financial Development Index (FDI)
Financial Vulnerability Index (FVI)
Financial Soundness Index (FSI)
World Economic Climate Index (WECI)
Economic Climate Index
Keterangan: *) diakses bulan 3-5/2014
Financial Development Index (FDI)
Financial Development Index atau indeks perkembangan menunjukan
bahwa semakin besar nilai indeks maka keuangan semakin berkembang. SubIndeks ini terdiri atas empat indikator. Indikator yang pertama adalah persentase
12
total kapitalisasi pasar terhadap Gross Domestic Produc (GDP) yaitu persentase
antara nilai kapital yang ada di pasar atau nilai pasar modal Indonesia terhadap
GDP. Indikator ini mengambarkan perkembangan dan ukuran pasar modal.
Semakin besar indikator ini menunjukan bahwa investasi semakin meningkat.
Indikator selajutnya adalah persentase kredit domestik mengunakan rupiah
terhadap GDP yang menggambarkan tingkat intermediasi lembaga keuangan
dalam hal ini bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang cukup
dominan di Indoneisa. Semakin tinggi indikator ini menunjukan bahwa lembaga
keuangan semakin baik dalam menjembatani antara pemilik dana berlebih
(surplus unit) dan pihak yang membutuhkan dana (defisit unit) dan meningkatnya
investasi dalam negeri. Indikator ketiga adalah selisih antara suku bunga pinjaman
dengan suku bunga deposit (interes rate spread). Indikator ini menggambarkan
potensi keuntungan dari jasa intermediasi lembaga keuangan. Namun, semakin
besar indikator ini juga mengambarkan bahwa lembaga keuangan semakin tidak
efisien. Indikator yang terakhir adalah bank concentration yaitu aset tiga bank
terbesar sebagai bagian dari seluruh aset bank komersial. Consentrasi perbankan
di Indonesia cukup tinggi pasca krisis 1998 karena banyaknya bank yang
melakukan merger. Menurut Morris (2010) peningkatan indikator ini
menggambarkan peningkatkan efisiensi sektor perbankan.
Financial Vulnerability Indeks (FVI)
Financial Vulnerability Indeks atau indeks kerentanan menunjukan bahwa
semakin rendah nilai indeks maka sistem keuangan semakin rentan dan juga
sebaliknya. Financial Vulnerability Indeks terdiri dari delapan Indikator. Indikator
ekonomi pertama yang dikelompokan kedalam sub-indeks ini adalah inflasi.
Inflasi menunjukan kenaikan harga barang-barang secara umum. Peningkatan
indikator ini dapat diartikan penurunan nilai uang terhadap barang yang dapat
mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat akan mata uang
tersebut sehingga masyarakat cenderung ini memegang dalam bentuk barang atau
mata uang lain. Indikator yang kedua adalah persentase surplus atau defisit neraca
belanja pemerintah terhadap GDP. Jika terjadi defisit anggaran untuk
menutupinya dapat dilakukan dengan mencetak uang atau utang. Utang tersebut
dapat bersumber dari penerbitan obligasi atau pinjaman luar negri. Beberapa
alternatif tersebut masing-masing memiliki resiko yang cukup besar. Indikator
selanjutnya adalah persentase neraca berjalan terhadap GDP. Defisit neraca
berjalan dapat menyebabkan berkurangnya cadangan devisa dan mengurangi
kontribusinya terhadap GDP. Kemudian Real Effective Exchange Rate (REER)
yang merupakan kinerja nilai tukar sebenarnya mata uang domestik terhadap mata
uang asing secara umum dalam perekonomian internasional. Perubahan yang
fluktuatif dari indikator ini menunjukan perekonomian melalui penyesuaian nilai
tukar telah mengalami koreksi besar (Albulescu dan Goyeau 2010). Indikator
kelima adalah persentase kredit swasta terhadap total kredit. Indikator ini
menggambarkan proporsi pendanaan sektor swasta melalui kredit untuk investasi
dan juga merupakan potensi kredit macet. Indikator selanjutnya adalah persentase
pinjaman terhadap simpanan. Peningkatan indikator ini menunjukan semakin
mudah dan efisien lembaga keuangan dalam menjalankan fungsi intermediasinya.
Indikator ketujuh adalah persentase simpanan terhadap jumlah uang beredar.
Peningkatan indikator ini menggambarkan kecenderungan masyarakat untuk
13
menyimpan uangnya pada lembaga keuangan dibandingkan untuk kegiatan
konsumsi. Indikator yang terakhir adalah perbandingan persentase cadangan
terhadap simpanan dengan persentase uang yang dipegang masyarakat terhadap
jumlah uang beredar. Indikator ini mencerminkan seberapa siap lembaga
keuangan dalam mengantisipasi penarikan simpanan secara besar-besaran.
Financial Soundness Index (FSI)
Financial Soundness Index atau indeks kesehatan lembaga keuangan dalam
hal ini perbankan menunjukan bahwa semakin besar nilai indeks maka sektor
perbankan semakin baik. FSI terdiri dari lima indikator penyusun indeks.
Indikator pertama adalah persentase kredit macet terhadap total kredit perbankan.
Peningkatan indeks ini akan mengganggu likuiditas sektor perbankan. Indikator
selanjutnya adalah Capital Adequaci Ratio (CAR) mengambarkan tingkat
kapitalisasi perbangkan yang menjadi syarat kecukupan modal terhadap resiko
likuiditas yang dibobotkan. Penigkatan indikator ini mengambarkan semakin siap
perbankan dalam menghadapi resiko likuiditas. Hal yang sama juga untuk
indikator selanjutnya yaitu persentase modal terhadap total aset. Indikator ini
menunjukan proporsi modal terhadap seluruh aset yang dimiliki sektor perbankan.
Semakin tinggi indikator ini menunjukan semakin likuid dan semakin sehat sektor
perbankan. Indikator selanjutnya adalah Bank Return on Asset (ROA) yaitu
ukuran tingkat pengembalian sektor perbankan. Semakin besar indikator ini
mencerminkan keuntungan yang lebih besar di dalam sektor perbankan. Indikator
terakhir adalah Bank Z-Score yaitu tingkat kesehatan perbangkan yang
menggambarkan kemungkinan perbankan dapat bertahan untuk tidak bangkrut.
World Economic Climate Index (WECI)
Tiga indikator individu yang menyusun sub-indeks ini yang pertama adalah
tingkat inflasi dunia. Peningkatan indikator ini menunjukan peningkatan harga
barang-barang secara umum di pasar dunia yang dapat mengganggu kinerja
perdagangan. Pertumbuhan GDP dunia dapat juga dikatakan sebagai tingkat
pertumbuhan ekonomi global. Kenaikan pada indikator ini mecerminkan kinerja
ekonomi global yang semakin baik. Indeks iklim ekonomi yang dikembangkan
oleh Pusat Studi & Lembaga Penelitian Ekonomi “CESifo” menunjukan kondisi
perekonomian dunia mengunakan persepsi iklim usaha terkait peluang investasi.
Peningkata indikator ini menggambarkan iklim ekonomi global yang semakin
baik. Nilai WECI menunjukan bahwa semakin besar nilai indeks maka kondisi
perekonomian global semakin baik.
Data yang digunakan merupakan data dalam periode kuartalan. Terbatasnya
ketersedian data untuk beberapa indikator individu menyebabkan harus
dilakukannya penyesuain, sehingga data yang digunakan adalah data dari tahun
2000 sampai dengan 2011 yang merupakan data dengan selang waktu yang paling
banyak tersedia. Hal tersebut membatasi pengamatan dalam penelitian ini
khususnya fenomena krisis tahun 1998 dan kondisi stabilitas sistem keuangan
Indonesia terbaru di tahun 2012 sampai dengan kuartal satu 2014. Penyesuaian
juga harus dilakuakan dengan interpolasi data karena data Interest rate spread,
Bank concentration, General Balance ( Deficit or Surplus / GDP) dan Bank Z-
14
score tersedia dalam periode tahunan sehingga harus diubah menjadi kuartalan
menggunakan program e-views dengan metode cubic macth-last.
Tabel 2 Indikator makroekonomi
Indikator Makroekonomi
GDP Volume (Change)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Nominal Exchange Rate
Jakarta Interbank Offered Rate 3 month
M2 (growth)
Satuan
Sumber Data*
Persen (%)
IFS IMF
Index Number
Rupiah per US
Dollars (Rp/US$)
Persen (%)
SPM Bapepam-LK
Persen (%)
SEKI BI
SEKI BI
SEKI BI
Keterangan: *) diakses bulan 3-5/2014
Indikator makroekonomi pada tabel di atas digunakan untuk melihat faktorfaktor yang berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. Analisis
pengaruh indikator makroekonomi ini sekaligus menguji validasi indeks dan
seberapa baik indeks menunjukan hubungan yang sesuai dengan hipotesis atau
kondisi aktual stabilitas sistem keuangan. Indikator pertama yang digunakan
adalah pertumbuhan volume GDP yang menggambarkan tingkat pertumbuhan
ekonomi atau kinerja perekonomian. Indikator selanjutnya adalah IHSG yang
mewakili pasar modal Indonesia. IHSG juga menggambarkan kinerja pasar modal
Indonesia. Indikator yang ketiga adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat nominal. Indikator ini dipilih karena perubahannya sangat tajam pada
krisis 1998 menyebabkan utang luar negeri meningkat sangat tinggi. Indikator ini
juga menggambarkan ekspektasi dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
rupiah jika dibangdingkat dengan valuta asing. Jakarta Interbank Offered Rate
dengan tenor tiga bulan juga digunakan oleh Albulescu dan Goyeau (2010) untuk
melihat hubungan tingkat bunga pasar uang antar bank dengan stabilitas sistem
keuangan Rumania. Indikator ini mencerminkan ekspektasi perbankan terhadap
kinerja pasar uang antar bank dan dapat berpengaruh pada penentuan suku bunga
pinjaman. Indikator yang terakhir adalah pertumbuhan jumlah uang beredar.
Jumlah uang beredar yang tidak terkontrol dapat menyebabkan inflasi. Hal yang
sama juga dilakukan oleh Morris (2010) untuk melihat pengaruh jumlah uang
beredar terhadap stabilitas sistem keungan Jamaika.
Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu membangun
indeks untuk memperoleh nilai dari indeks tersebut dengan menggunakan
Microsoft Excel 2013. Analisis deskriptif pergerakan indeks untuk menguraikan
kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia selama periode pengamatan
berdasarkan nilai indeks yang diperoleh dan uji validitas indeks untuk mengetahui
seberapa baik indeks dapat menjelaskan kondisi sebenarnya serta melihat
pengaruh indikator makroekonomi terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia
15
dengan melakukan regresi terhadap beberapa indikator makroekonomi dengan
analisis ekonometrika mengunakan model koreksi kesalahan (Error Correction
Model = ECM) mengunakan EViews 6.
Membangun Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat
Indikator individu terpilih dikelompokan kedalam sub-indeks yang masingmasing menggambarkan perkembangan, kerentanan, kesehatan kelembagaan dan
iklim ekonomi internasional. Kemudian masing-masing indikator terpilih
dinormalisasi. Normalisasi data dilakukan dengan menggunakan metode
normalisasi empiris. Metode normalisasi tesebut menjadikan nilai indikator
berkisar antara “0” sampai dengan “1”. Nilai “0” merupakan nilai terburuk dan “1”
merupakan nilai dengan kondisi stabilitas terbaik. Maka, semakin besar nilai
indeks menunjukan stabilitas sistem keuangan yang semakin baik. Albulescu dan
Goyeau (2010) mengatakan bahwa metode normalisasi empiris dapat digunakan
baik untuk menghitung indeks stres jika analisis didasarkan pada volatilitas
variabel atau indeks stabilitas jika prosedur normalisasi mempertibangkan nilai
tertinggi dan nilai terendah indikator dalam selang waktu pengamatan. Rumus
untuk metode normalisasi empiris adalah sebagai berikut :
𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑛𝑛 =
Dimana :
𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑛𝑛
=
=
𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀(𝐼𝐼𝑖𝑖 ) =
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀(𝐼𝐼𝑖𝑖 ) =
𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀(𝐼𝐼𝑖𝑖 )
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀(𝐼𝐼𝑖𝑖 ) − 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀(𝐼𝐼𝑖𝑖 )
(1)
nilai indikator individu yang telah dinormalisasi
nilai indikator individu i pada waktu ke-t
nilai minimum indikator individu i selama periode pengamatan
nilai maksimum indikator individu i selama periode pengamatan
Data yang telah dinormalisasi kemudian diagregasi untuk memperoleh nilai
masing-masing sub-indeks dengan cara menjumlahkan nilai normalisasi semua
indikator individu yang telah dikelompokan berdasarkan sub-indeksnya kemudian
dibagi dengan total indikator individu dalam sub-indeks tersebut. Nilai indeks
stabilitas sistem keuangan agregat diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai
nomalisasi seluruh indikator individu dengan total indikator individu penyusun
indeks. Sehinga dapat dirumuskan sebagai berkut :
Financial Development Index (FDI)
���𝑑𝑑 =
𝐷𝐷
∑4𝑖𝑖=1 𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖
4
(2)
Notasi οΏ½οΏ½οΏ½
𝐷𝐷𝑑𝑑 pada persamaan diatas menunjukan nilai indeks perkembangan
(development) keuangan yang merupakan nilai rata-rata dari seluruh indikator
penyusunnya pada periode ke-t. ∑ D it adalah jumlah seluruh indikator penyusun
indeks pada periode ke-t. Angka 4 menunjukan banyaknya indikator penyusun.
Financial Vulnerability Index (FVI)
16
𝑉𝑉�𝑑𝑑 =
∑8𝑖𝑖=1 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖
8
(3)
Dimana 𝑉𝑉�𝑑𝑑 merupakan nilai indeks kerentanan keuangan yang merupakan
nilai rata-rata dari seluruh indikator penyusunnya pada periode ke-t. ∑ V it adalah
jumlah seluruh indikator penyusun indeks pada periode ke-t. Angka 8
menunjukan banyaknya indikator penyusun.
Financial Soundness Index (FSI)
𝑆𝑆�𝑑𝑑 =
∑5𝑖𝑖=1 𝑆𝑆𝑖𝑖𝑖𝑖
5
(4)
𝑆𝑆�𝑑𝑑 pada persamaan diatas menunjukan nilai indeks kesehatan sektor
perbankan dan merupakan nilai rata-rata dari seluruh indikator penyusunnya pada
periode ke-t. ∑ S it adalah jumlah seluruh indikator penyusun indeks pada periode
ke-t. Angka 5 menunjukan banyaknya indikator penyusun FSI.
World Economic Climate Index (WECI)
∑3𝑖𝑖=1 π‘Šπ‘Šπ‘–π‘–π‘–π‘–
(5)
3
οΏ½οΏ½οΏ½οΏ½
π‘Šπ‘Šπ‘‘π‘‘ pada persamaan diatas menunjukan nilai indeks kondisi perekonomian
global dan merupakan nilai rata-rata dari seluruh indikator penyusun WECI pada
periode ke-t. ∑ W it adalah jumlah seluruh indikator penyusun indeks pada periode
ke-t. Angka 3 menunjukan banyaknya indikator penyusun.
οΏ½οΏ½οΏ½οΏ½
π‘Šπ‘Šπ‘‘π‘‘ =
Aggregate Financial Stability Index (AFSI)
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 =
∑4𝑖𝑖=1 𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖
20
(6)
∑ I it adalah jumlah seluruh indikator penyusun indeks pada periode ke-t.
Angka 20 menunjukan jumlah indikator penyusun. ∑ I it dijabarkan sebagai
berikut:
4
4
8
5
3
𝑖𝑖=1
𝑖𝑖=1
𝑖𝑖=1
𝑖𝑖=1
𝑖𝑖=1
οΏ½ 𝐼𝐼𝑑𝑑 = οΏ½ 𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖 + οΏ½ 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖 + οΏ½ 𝑆𝑆𝑖𝑖𝑖𝑖 + οΏ½ π‘Šπ‘Šπ‘–π‘–π‘–π‘–
sehingga diperoleh :
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 =
���𝑑𝑑
����𝑑𝑑
4𝐷𝐷
8 𝑉𝑉�𝑑𝑑 5𝑆𝑆�𝑑𝑑 3π‘Šπ‘Š
+
+
+
20
20
20
20
atau dapat dituliskan sebagai berikut :
(7)
(8)
17
���𝑑𝑑 + 0,4 𝑉𝑉�𝑑𝑑 + 0,25 𝑆𝑆�𝑑𝑑 + 0,15οΏ½οΏ½οΏ½οΏ½
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = 0,2 𝐷𝐷
π‘Šπ‘Šπ‘‘π‘‘
(9)
Proses pembentukan indeks mengunakan pembobotan yang sama besar
untuk setiap indikator penyusun indeks. Van den End (2006) menunjukkan dalam
komposisi penyusunan indeks stabilitas agregat pemberian bobot yang sama dan
pemberian bobot yang berbeda dalam validasi ekonometrik akan menghasilkan
perbedaan yang kecil. Maka agar lebih sederhana digunakan metode pembobotan
yang sama pada setiap indikator. Namun, masing-masing sub-indeks memiliki
bobot yang berbeda tergantung jumlah indikator penyusunnya.
Analisis Deskriptif Pergerakan Indeks
Aggregate Financial Stability Index (AFSI) 12 dianalisis secara deskriptif
dengan mengamati pergerakan atau perubahan nilai sub-indeks dan indeks agregat
yang terbentuk khususnya pada saat krisis selama periode pengamatan. Penelitian
ini mengunakan periode kuartalan yang berarti bahwa nilai indeks yang diamati
adalah nilai indeks pada periode kuartalan dan dijelaskan dengan peristiwa atau
kondisi aktual stabilitas sistem keuangan yang terjadi di Indonesia selama periode
pengamatan. Informasi mengenai stabilitas sistem keuangan Indonesia diperoleh
dari publikasi kajian stabilitas keuangan (KSK) Bank Indonesia.
Validasi Ekonometrik Indeks : Two-step Engle-Granger Error Correction
Model
Aggregate Financial Stability Index (AFSI) dan beberapa indikator
makroekonomi terpilih diuji kestasioneranya mengunakan uji akar unit. Uji akar
unit yang digunakan ada dua tipe yaitu Augmented Dickey-Fuller (ADF) test dan
Phillips-Perron (PP) test untuk memperkuat hasil yang diperoleh. Kemudian
validitas ekonometrik dilakungan dengan meregresikan indeks yang telah
diagregasi dengan beberapa indikator makroekonomi dan melihat pengaruhnya
tehadap stabilitas sistem keuangan di Indonesia mengunakan model koreksi
kesalahan (Error Correction Model = ECM).
Model koreksi kesalahan merupakan model yang memasukan penyesuaian
untuk melakukan koreksi bagi ketidakseimbangan. Model koreksi kesalahan salah
satunya didugunakan untuk mengatasi masalah pada data time series yang tidak
stasioner dan masalah regresi palsu. Model koreksi kesalahan dapat dijelaskan
dengan mengumpamakan ada hubungan jangka panjang atau keseimbangan atara
variabel Y dan variabel X dengan persamaan sebagai berikut :
π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ = 𝛽𝛽0 + 𝛽𝛽1 𝑋𝑋𝑑𝑑
(10)
Jika Y berada pada titik keseimbangan terhadap X maka terdapat keseimbangan
antar variabel tersebut. Umumnya dalam suatu perekonomian, keseimbangan
antar variabel ekonomi jarang sekali ditemui. Jika nilai Y t berbeda dengan nilai
keseimbangannya maka perbedaan sisi kiri dan kanan dari persamaan (10) adalah
sebesar:
12
Untuk mempermudah dalam mendefinisikan kondisi keuangan maka disediakan gambar koridor
atau zona Stabilitas sistem keuangan yang dikembangkan oleh Albulescu dan Goyeau (2010)
pada lampiran 10
18
(11)
𝐸𝐸𝐸𝐸𝑑𝑑 = π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ − 𝛽𝛽0 − 𝛽𝛽1 𝑋𝑋𝑑𝑑
Nilai perbedaan ini disebut sebagai kesalahan ketidakseimbangan (disequilibrium
error). Maka untuk mencapai keseimbangan nilai EC t harus sama dengan nol.
Keseimbangan antar variabel ekonomi sulit ditemui dalam sistem ekonomi,
maka dilakukan observasi hubungan ketidakseimbangan dalam jangka pendek
dengan memasukan unsur kelambanan Y dan X yang dapat dijelaskan dengan
persamaan:
π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑑𝑑 + 𝑏𝑏2 𝑋𝑋𝑑𝑑−1 + øπ‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1 + 𝑒𝑒𝑑𝑑
0<ø<1
(12)
Persamaan (12) memasukan kelambanan tingkat pertama (first-order lags).
Namun, tidak menutup kemungkinan untuk memasukan derajat kelambana yang
lebih besar dari satu. Persamaan (12) berimplikasi bahwa nilai Y memerlukan
waktu untuk melakukan penyesuain secara penuh terhadap variasi X. Jika nilai b 2
sama dengan nol maka persamaan tersebut merupakan model penyesuaian parsial
(Partial Adjusment Model).
Permasalahan utama dalam mengestimasi persamaan adalah jika data tidak
stasioner pada tingkat level, maka persamaan perlu dimanipulasi dengan
mengurangkan kedua sisinya dengan Y t-1 sehingga menghasilkan persamaan:
atau:
π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ − π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1 = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑑𝑑 + 𝑏𝑏2 𝑋𝑋𝑑𝑑−1 + øπ‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1 − π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1 + 𝑒𝑒𝑑𝑑
(13)
π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ − π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1 = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑑𝑑 + 𝑏𝑏2 𝑋𝑋𝑑𝑑−1 − (1 − ø)π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1 + 𝑒𝑒𝑑𝑑
(14)
Kemudian penambahan dan pengurangan dengan b 1 Y t-1 di sisi kanan persamaan
(13) sehingga menghasilkan persamaan:
π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ − π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1 = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑑𝑑 − 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑑𝑑−1 + 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑑𝑑−1 + 𝑏𝑏2 𝑋𝑋𝑑𝑑−1 − (1 − ø)π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1 + 𝑒𝑒𝑑𝑑
dimana:
βˆ†π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ = π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ − π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1
πœ†πœ† = (1 − ø)
sehingga persamaannya menjadi:
(16)
(17)
βˆ†π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 βˆ†π‘‹π‘‹π‘‘π‘‘ + (𝑏𝑏1 + 𝑏𝑏2 )𝑋𝑋𝑑𝑑−1 − πœ†πœ†πœ†πœ†π‘‘π‘‘−1 + 𝑒𝑒𝑑𝑑
dimana:
βˆ† = Perbedaan pertama
Parameterisasi ulang persamaan (15) dengan persamaan:
(18)
(15)
19
𝛽𝛽1 =
sehingga:
𝑏𝑏1 + 𝑏𝑏2
πœ†πœ†
(19)
βˆ†π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 βˆ†π‘‹π‘‹π‘‘π‘‘ − πœ†πœ†(π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1 − 𝛽𝛽1 𝑋𝑋𝑑𝑑−1 ) + 𝑒𝑒𝑑𝑑
(20)
Kemudian parameterisasi ulang terhadap persamaan (20) dengan persamaan :
𝛽𝛽0 =
𝑏𝑏0
πœ†πœ†
sehingga persamaannya menjadi:
βˆ†π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘ = 𝑏𝑏1 βˆ†π‘‹π‘‹π‘‘π‘‘ − πœ†πœ†(π‘Œπ‘Œπ‘‘π‘‘−1 − 𝛽𝛽0 − 𝛽𝛽1 𝑋𝑋𝑑𝑑−1 ) + 𝑒𝑒𝑑𝑑
(21)
0 < πœ†πœ† < 1
(22)
Persamaan (22) adalah cara lain menuliskan persamaan (12). Berdasarkan
persamaan (12) , λ(Y t-1 – β 0 – β 1 X t-1 ) dari persamaan (22) dapat diinterpretasikan
sebagai kesalahan keseimbangan periode waktu sebelumnya (t-1). Persamaan (22)
menunjukan bahwa perubahan nilai Y di masa sekarang dipengaruhi oleh
perubahan nilai X dan kesalahan ketidakseimbangan (error correction
component) periode sebelumnya. Persamaan (22) merupakan first order error
correction model. Parameter λ adalah parameter penyesuaian, parameter b
menjelaskan pengaruh jangka pendek dan parameter β menjelaskan pengaruh
jangka panjang. Model koreksi kesalahan tersebut dikenal dengan model dua
langkah Engle-Granger (two-step Engle-Granger error correction model). Model
yang digunakan dalam penelitian ini diturunkan dari model yang dikembangkan
oleh Albulescu dan Goyeau (2010). Berdasarkan uraian tersebut, maka model
yang digunakan untuk estimasi jangka panjang dalam penelitian ini dapat ditulis
sebagai berikut :
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑑𝑑 = 𝛽𝛽0 + 𝛽𝛽1 𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝑑𝑑 + 𝛽𝛽2 ln⁑_𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑑𝑑 + 𝛽𝛽3 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽3 + 𝛽𝛽4 𝑀𝑀2𝐺𝐺𝑑𝑑
+ 𝛽𝛽5 ln⁑_𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑑𝑑 + 𝑒𝑒𝑑𝑑
dengan AFSI [0,1]
dimana :
AFSI t
GDPVC t
ln_IHSG t
JIBOR3 t
M2G t
ln_NER t
𝛽𝛽0
𝛽𝛽𝑛𝑛
𝑒𝑒t
(23)
= Aggregate Financial Stability Index periode ke t
= Pertumbuhan Volume GDP periode ke t
= Logaritma natural Indeks Harga Saham Gabungan periode ke t
= Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) tenor 3 bulan periode ke t
= Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) periode ke t
= Logaritma natural Nominal Exchange Rate (NER) periode ke t
= Intersep
= Slop masing-masing peubah bebas
= Error term
20
Kemudian model yang digunakan untuk estimasi jangka pendek dapat ditulis
sebagai berikut :
βˆ†π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π‘‘π‘‘ = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 βˆ†πΊπΊπΊπΊπΊπΊπΊπΊπΊπΊπ‘‘π‘‘ + 𝑏𝑏2 βˆ†ln⁑_𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑑𝑑 + 𝑏𝑏3 βˆ†π½π½π½π½π½π½π½π½π½π½3 + 𝑏𝑏4 βˆ†π‘€π‘€2𝐺𝐺𝑑𝑑
+ 𝑏𝑏5 βˆ†ln⁑_𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑑𝑑 + 𝑏𝑏6 𝐸𝐸𝐸𝐸𝑑𝑑 + 𝑒𝑒𝑑𝑑
dengan AFSI [0,1]
dimana :
AFSI t
GDPVC t
ln_IHSG t
JIBOR3 t
M2G t
ln_NER t
𝐸𝐸𝐸𝐸𝑑𝑑
𝑏𝑏0
𝑏𝑏𝑛𝑛
𝑒𝑒t
βˆ†
(24)
= Aggregate Financial Stability Index periode ke t
= Pertumbuhan Volume GDP periode ke t
= Logaritma natural Indeks Harga Saham Gabungan periode ke t
= Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) tenor 3 bulan periode ke t
= Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) periode ke t
= Logaritma natural Nominal Exchange Rate (NER) periode ke t
= Kesalahan ketidakseimbangan
= Intersep
= Slop masing-masing peubah bebas
= Error term
= Perbedaan pertama (perubahan)
Evaluasi model dilakukan dengan uji Ramsey RESET untuk mengetahui
apakah hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas adalah hubungan yang
linier dalam parameter, uji Jarque-Bera untuk mengetahui apakah residual yang
didapatkan mempunyai distribusi normal, deteksi multikolinieritas untuk melihat
ada atau tidaknya hubungan linier antar variabel independen, deteksi
heteroskedastisitas untuk melihat apakah variabel gangguan mempunyai varian
yang konstan atau tidak dan deteksi autokorelasi untuk melihat ada atau tidaknya
korelasi antar variabel gangguan satu observasi dengan observasi lain (Widarjono,
2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan dan Fenomena Krisis di
Indonesia Periode 2000-2011
Krisis sistemik stabilitas sistem keuangan yang dialami Indonesia
berdampak sangat buruk terhadap perekonomian Indonesia. Gejolak perubahan
nilai tukar rupiah terhadap dolar melemahkan kinerja sektor moneter dan dengan
waktu yang singkat menyebabkan hancurnya sektor perbankan, sektor keuangan,
sektor riil serta perdagangan Indonesia. Krisis tersebut dengan cepat berubah
menjadi krisis ekonomi yang juga memicu munculnya krisis sosial politik sejak
akhir tahun 1998 dan dengan seketika berubah menjadi krisis multidimensional
21
yang berlangsung sampai dengan tahun 2003. Indonesia memerlukan usaha dan
biaya yang sangat besar untuk bangkit dari krisis 1998 sehingga pemerintah
berusaha mengembangkan metode untuk mengamati stabilitas ekonomi Indonesia
agar dapat menghindari ancaman krisis sistemik. Otoritas moneter Indonesia
dalam hal ini Bank Indonesia juga mengembangkan Indeks Stabilitas Kistem
Keuangan (ISSK) untuk mengamati stabilitas sistem keuangan Indonesia. Indeks
tersebut akan menunjukan grafik yang meningkat atau naik jika terjadi guncangan
atau ketidakstabilan dalam sistem keuangan Indonesia, sebaliknya Aggregate
Financial Stability Index (AFSI) yang dibangun dalam penelitian ini menunjukan
penurunan nilai indeks agregat jika terjadi guncangan pada sistem keuangan. Jika
stabilitas sistem keuangan rendah maka indeks agregat juga rendah.
FDI
FVI
FSI
WECI
AFSI
0.9
0.8
0.7
Nilai Indeks
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
2011Q3
2011Q1
2010Q3
2010Q1
2009Q3
2009Q1
2008Q3
2008Q1
2007Q3
2007Q1
Periode
2006Q3
2006Q1
2005Q3
2005Q1
2004Q3
2004Q1
2003Q3
2003Q1
2002Q3
2002Q1
2001Q3
2001Q1
2000Q3
2000Q1
0
Sumber : Hasil Pengolahan
Gambar 3 Pergerakan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat dan Sub-Indeks
Penyusun
Aggregate Financial Stability Index (AFSI) yang dibangun dapat dengan
cukup baik menjelaskan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Khususnya dampak
krisis sistemik 1998 yang masih cukup dirasakan pada awal periode pengamatan
yaitu tahun 2000 sampai tahun 2003, krisis kecil tahun 2005 dan krisis global
tahun 2008.
Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Tahun 2000-2003
Sistem keuangan Indonesia terus mengalami perbaikan pasca krsis yang
diderita oleh beberapa negara di Asia khususnya Indonesia. Penataan kembali
sistem keuangan baik dari sisi kebijakan dan kelembagaan terlihat cukup efektif
khususnya di sektor perbankan hingga saat ini. Nilai AFSI berada pada kisaran
0.38 sampai 0.48 pada awal pengamatan dari kuartal satu tahun 2000 sampai
kuartal empat tahun 2002 dengan nilai terendah 0.39 pada kuartal empat tahun
22
2001. Krisis multidimensional masih cukup dirasakan pada awal periode
pengamatan yaitu pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003.
Perkembangan keuangan (FDI) Indonesia telihat menurun pada awal tahun
2000 sampai akhir 2001 yang disebabkan oleh penurunan secara umum nilai
indikator penyusunnya. Persentase kapitalisasi pasar terhadap GDP sampai ke titik
56.58% pada kuartal tiga tahun 2003 yang sebelumnya pada kuartal satu 2000
sebesar 112,88%. Persentase kredit swasta dengan mata uang domestik terhadap
GDP berada pada titik terendah sebesar 35.44% pada kuartal tiga tahun 2000.
Interest rate spread juga terus turun ke titik 2.70% yang merupakan posisi
terendah selama periode pangamatan. Hal tesebut merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan fungsi intermediasi dan mengembalikan minat masyarakat
terhadap sektor perbankan pasca krisis 1998. Namun, Konsentrasi sektor
perbankan cukup tinggi pada awal tahun 2000 sebesar 67.16% karena pemerintah
menutup banyak bank pada periode sebelumnya akibat krsis 1998. Juni 2000
Bank Danamon merger dengan delapan bank swasta nasional. Oktober 2000
Pemerintah menutup dua bangk swasta nasional yaitu Bank Prasidha Utama and
Bank Ratu. September 2002 Pemerintah melakukan merged lima bank nasional,
yaitu: Bank Bali, Bank Universal, Bank Patriot, Bank Prima Express, and Bank
Artha Media 13 . Interest rate spread yang menurun dan banyaknya bank yang
dimerger juga merupakan upaya untuk meningkatkan efisiensi sektor perbangkan.
Tingkat kerentanan stabilitas keuangan sempat mengalami peningkatan
dengan nilai indeks sebesar 0.33 pada kuartal satu menjadi 0.26 pada kuartal dua
tahun 2000. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya persentase current account
terhadap GDP akibat apresiasi rupiah, penurunan persentase kredit swasta
terhadap total kredit, penurunan persentase deposit terhadap jumlah uang beredar
dan menurunnya kapasitas sektor perbankan dalam mengantisipasi penarikan
simpanan dalam jumlah besar 14. Kemudian tingkat kerentanan berkurang seiring
dengan berkurangnya persentase defisit anggaran belanja pemerintah terhadap
GDP dan meningkatnya persentase current account terhadap GDP. Pada kuartal
dua tahun 2001 rupiah mengalami apresiasi sehingga persentase current account
terhadap GDP mengalami penurunan menjadi 3.66% yang pada kuartal
sebelumnya 5.55% sementara persentase anggaran belanja pemerintah masih tetap
defisit sehingga nilai FVI kembali turun. Tingkat kerentanan kembali membaik
karena persentase current account terhadap GDP kembali meningkat menjadi
5.37% karena rupiah kembali terdepresiasi. Namun, Rupiah kembali terapresiasi
sehingga persentase current account terhadap GDP kembali turun menjadi 2.84%
pada kuartal empat tahun 2001.
Sektor perbankan terus mengalami perbaikan terlihat dari sub-indeks FSI
yang terus meningkat. ROA menyentuh titik terendah selama periode pengamatan
yaitu 1.40% pada kuartal pertama tahun 2001. Kemudian, tingkat kesehatan sektor
perbankan terus meningkat seiring peningkatan manajemen, pengawasan dari
pemerintah dan upaya peningkatan efisiensi serta meningkatkan kembali minat
masyarakat akan jasa sektor perbankan.
13
Lestano et al. 2003. Indicator of Financial Crises Do Work !, An Early- Warning System for Six
Asian Countries hlm 15
14
Ditunjukan dengan menurunnya persentase [(Reserves / Deposit) / (Note&coin / M2)] dapat
dilihat pada lampiran 2
23
Iklim ekonomi global memburuk akibat krisis yang dialami beberapa negara
seperti turki dan argentina serta peristiwa serangan 11 september 2001 di Amerika
yang menghancurkan salah satu gedung pusat perdagangan dunia. Hal tersebut
memberikan tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia di akhir tahun
2001. Nilai WECI turun ke titik 0.18 pada kuartal empat 2001 yang merupakan
titik terendah sebelum krisis global 2008.
Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Krisis Kecil Tahun 2005
Indeks juga dapat menangkap krisis kecil yang terjadi pada tahun 2005
akibat naiknya harga minyak dunia pada tahun 2004. Hal tersebut ditunjukan oleh
nilai AFSI yang kembali berada pada titik terendah pada kuartal ketiga tahun 2005
sebesar 0.52. Namun, nila tersebut tidak lebih rendah dibandingkan kuartal kedua
tahun 2003 dan periode-periode sebelumnya. Terjadi penurunan persediaan
kapital di pasar modal sejak kuartal pertama 2005 dengan persentase kapitalsasi
pasar terhadap GDP sebesar 116.36% hingga kuartal dua tahun 2006 menjadi
110.86% terlihat dengan penurunan sub-indeks FDI. Investasi dilakukan dengan
melakukan pinjaman atau kredit kepada bank yang ditunjukan dengan
peningkatan persentase kredit swasta dengan rupiah terhadap GDP sampai kuartal
tiga 2005 dan didukung dengan interest rate spread yang terus menurun.
Peningkatan persentase kredit swasta dengan mata uang domestik terhadap GDP
pada tiga kuartal pertama tahun 2005 kemudian turun kembali sehingga pada
kuartal tiga 2006 berada pada posisi 69,06% yang merupakan nilai terendah
sepanjang tahun 2005 samapi tahun 2006.
Beban fiskal yang ditanggung pemerintah semakin berat untuk melakukan
subsidi terhadap harga bahan bakar minyak di dalam negeri. Pemerintah
mengambil kebijakan untuk menaikan harga bahan bakar minyak. Kebijakan ini
mendorong terjadinya inflasi dan kelesuan pasar dalam negeri. NPL meningkat,
ROA turun menjadi 1.98% pada kuartal tiga 2005 yang sebelumnya pada kuartal
empat tahun 2004 mencapai titik tertinggi yaitu 3.43% sebagai akibat dari inflasi
dan kelasuan pasar yang ditunjukan dengan menurunnya sub-indeks FSI. Namun,
dampak buruknya dapat diredam dengan pengelolaan sektor perbankan yang
semakin baik. Kenaikan harga minyak dunia memberi tekanan yang cukup besar
pada ekonomi global terlihat dengan pernurunan sub-indeks WECI.
Meskipun FDI cukup rendah akibat turunnya persentase kredit swasta
dengan rupiah terhadap GDP dan rendahnya interest rate spread, Indeks FVI
meningkat karena peningkatan inflasi menstimulus produsen untuk berproduksi
khususnya komoditi ekspor karena rupiah terdepresiasi dan persentase current
account terhadap GDP juga ikut meningkat pada akhir 2005. Peningkatan juga
terjadi padi nilai FSI ROA kembali meningkat menjadi 2.54% dan WECI
meningkat akibat GDP dan iklim bisnis dunia meningkat pada akhir tahun 2005.
Sehingga stabilitas sistem keuangan Indonesia tidak jatuh terlalu dalam dan
kembali meningkat pada akhir tahun 2005.
Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Krisis Global Tahun 2008
Krisis global tahun 2008 yang diakibatkan oleh subprime mortgage yang di
mulai sejak tahun 2007 cukup memberikan tekanan terhadap stabilitas sistem
keuangan Indonesia. Hal ini ditunjukan oleh indeks yang mulai mengalami
penurunan sejak kuartal empat tahun 2007 dengan nilai indeks sebesar 0.63
24
hingga indeks kembali mencapai nilai terendah berturut-turut sejak kuartal
keempat tahun 2008, kuartal satu 2009, kuartal dua 2009 dan kuartal tiga 2009
sebesar 0.4399, 0.4253, 0.4310 dan 0.4242. Beberapa perusahaan besar dunia
mengalami kegagalan likuiditas dan memberikan tekanan yang sangat besar pada
stabilitas ekonomi global ditunjukan dengan sub-indeks WECI yang jatuh sangat
jauh pada titik terendah selama periode pengamatan. Dampak tersebut cukup
dirasakan oleh pasar modal Indonesia dengan terjadinya capital outflow,
persentase kapitalisasi pasar terhadap GDP pada kuartal empat 2007 sebesar
192.03% turun menjadi 83.41% pada kuartal empat 2008. Namun, dengan tingkat
kepercayaan investor asing yang cukup baik terhadap perekonomian Indonesia
dampak tersebut dapat minimalisir yang ditunjukan dengan penurunan sub-indeks
FDI yang tidak lebih rendah dibandingkan tahun pertengahan tahun 2006 dan
akhir 2001. Kerentanan sistem keuangan Indonesia meningkat karena persentase
current account terhadap GDP terus menurun bahkan defisit pada kuartal dua
sampai empat 2008 meskipun rupiah terdepresiasi pada kuartal dua dan tiga 2008.
Persentase current account terhadap GDP kembali turun walau rupiah
terdepresiasi pada kuartal dua dan tiga 2009. Hal ini menunjukan bahwa
permintaan dan daya beli di pasar dunia akan komiditi ekspor Indonesia menurun
karena inflasi dan ekonomi internasional tumbuh negatif sebagai dampak dari
krisis global 2008. Persentase anggaran belanja pemerintah masih mengalami
penurunan sejak kuartal empat 2007 meskipun tetap surplus dan mulai defisit
sejak kuartal satu 2009.
Sektor perbankan yang semakin baik dan sehat terlihat mampu meredam
dampak buruk yang terjadi akibat krisis global tersebut meskipun mendapat
tekanan yang cukup besar. Laju pertumbuhan kredit cukup tinggi dan persentase
NPL gross yang berada pada posisi dibawah 5% pada desember 2007 serta 3.2%
dan 3.3% berturut-turut pada desember Tahun 2008 dan 2009. Dana Pihak Ketiga
(DPK) pada akhir 2007 dalam satu semester meningkat sebesar 11.60%.
Meskipun sempat mengalami pertumbuhan negatif pada awal tahun 2008,
memasuki triwulan dua tahun 2008 DPK mulai tumbuh positif pertumbuhannya
mencapai 2.82% dan sejak september 2008 DPK tumbuh positif sekitar 12.87%.
Pada paruh pertama tahun 2009 meningkat sebesar 4.1% dan selama semester dua
tahun 2009 meningkat sebesar 8.2%. Kredit tumbuh mencapai 13.8% pada akhir
semester satu 2008 15. Hal tersebut menunjukan bahwa kepercayaan masyarakat
pada sektor perbankan masih cukup terjaga. Dengan demikian tekanan terbesar
stabilitas sektor keuangan Indonesia datang dari luar akibat krisis ekonomi global.
Pengaruh Indikator Makroekonomi Terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
Indonesia
Analisis pengaruh indikator makroekonomi ini juga bertujuan untuk
menguji validitas indeks stabilitas sistem keuangaan agregat yaitu seberapa baik
indeks tersebut dapat menjelaskan kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Indikator makroekonomi yang digunakan dalam analisis ini diantaranya
pertumbuhan volume GDP, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Nominal
15
Bank Indonesia, dalam Kajian Sistem Keuangan, No 11, September 2008 hlm 24
25
Exchange Rate (NER), Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) dengan tenor 3
bulan. Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2).
Tabel 3 Uji akar unit
ADF
PP
has a unit root
has a unit root
Hipotesis Nol
Variabel
Level
Difference
Level
Difference
-1.9270
-6.9581***
-1.9764
-6.9547***
-3.2950**
-8.7588***
-3.2931
-10.8722***
IHSG
0.6390
-4.8028***
0.3889
-4.6855***
NER
-3.1929**
-6.7829***
-3.5984***
-6.8783***
JIBOR3
-3.7633**
-3.5223**
-1.3823
-3.5154**
-1.5462
-7.1018***
-10.7245***
-37.8569***
AFSI
GDPVC
M2G
Keterangan : (*)(**) dan (***) menunjukan tolak hipotesis nol (signifikan) pada taraf 10%, 5%
dan 1% (t-statistk)
Hasil uji akar unit menunjukan bahwa variabel AFSI, IHSG dan M2G pada
uji ADF serta AFSI, GDPVC, IHSG dan JIBOR3 pada uji PP tidak dapat menolak
hipotesis nol atau tidak stasioner pada level. Hal tersebut akan menyebabkan
regresi palsu. Maka selanjutnya dilakukan proses diferensi data untuk
memperoleh data yang stasioner. Hasil uji akar unit pada first difference
menujukan bahwa dapat menolak hipotesis nol untuk seluruh variabel. Artinya
semua variabel stasioner baik mengunakan uji ADF maupun PP.
Tabel 4 Uji kontegrasi Engle-Granger
Hipotesis Nol
Variabel
RESID01
ADF
PP
has a Unit Root
has a Unit Root
Level
Difference
Level
Difference
-2.6377***
-4.7151***
-2.5870**
-8.0529***
Keterangan : (*)(**) dan (***) menunjukan tolak hipotesis nol (signifikan) pada taraf 10%, 5%
dan 1% (t-statistk)
Data yang tidak stasioner seringkali menunjukan ketidak seimbangan dalam
jangka pendek tetepi memiliki kecenderungan ada hubungan keseimbangan dalam
jangka panjang. Hasil uji kointegrasi Engle-Granger dengan menguji residual
melalui uji ADF dan PP menunjukan bahwa residual stasioner baik di lavel dan
first difference. Maka variabel-variabel yang diamati saling berkointegrasi atau
memiliki hubungsn jangka panjang. Hal yang sama juga di tunjukan dari hasil uji
Johansen yang menunjukan bahwa terdapat kointegrasi antar variabel, artinya
bahwa ada keseimbangan atau hubungan jangka panjang antar variabel. Hasil
tersebut memperkuat hasil uji Engel-Granger sebelumnya.
26
Tabel 5 Uji kointegrasi Johansen
Trace
0.05
Max-Eigen
0.05
Statistic
Critical Value
Statistic
Critical Value
134.9820*
103.8473
42.3460*
40.9568
92.6360*
76.9728
38.3330*
34.8059
54.3030*
54.0790
34.3166*
28.5881
19.9864
35.1928
8.9634
22.2996
11.0230
20.2618
7.3870
15.8921
3.6360
9.1645
3.6360
9.1645
Keterangan : *) menunjukan ada kointegrasi pada taraf 5%
Hasil uji kointegrasi menunjukan bahwa selanjutnya dapat digunakan model
koreksi kesalahan untuk mengoreksi kecenderungan adanya ketidakseimbangan
hubungan jangka pendek antar variabel. Model yang di gunakan juga memenuhi
asumsi klasik yang dibuktikan dengan uji linieritas, normalitas, multikolinearitas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi.
Tabel 6 Uji asumsi klasik
Uji Ramsey RESET
F-statistic
Log likelihood ratio
Jarque-Bera
1.17247 Prob. F(2,38)
0.32055*
2.81436 Prob. Chi-Square(2)
Uji Normalitas Jarque-Bera
0.24483*
2.41065 Probability
Matriks Korelasi dan Uji Klien
koefisien korelasi terbesar
0.4625** R-squared
Uji Heteroskedastisitas Breusch-Pagan-Godfrey
0.29960*
0.54790
F-statistic
0.37544 Prob. F(6,40)
0.89027*
Obs*R-squared
2.50572 Prob. Chi-Square(6)
0.86783*
Scaled explained SS
2.26952 Prob. Chi-Square(6)
0.89332*
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM
F-statistic
0.01088 Prob. F(2,38)
0.98918*
Obs*R-squared
0.02689 Prob. Chi-Square(2)
0.98664*
Keterangan : *) lebih besar dari taraf nyata 10%
**) lebih kecil dari R-squared
27
Hasil Uji Ramsey RESET menunjukan probabilitas F dengan drajat bebas
(2,38) sebesar 0.3206 (32.06%) lebih besar dari taraf nyata 10% sehingga
menolak hipotesis bahwa model memiliki masalah linearitas, jadi hubungan antara
variabel dependen dan variabel independen dalam model adalah hubungan yang
linier dalam parameter. Probabilitas yang dihasilkan dari uji Jarque-Bera sebesar
0.2996 (29.96%) lebih besar dari taraf nyata 10% sehingga menerima hipotesis
nol bahwa residual didistribusikan secara normal, hal tersebut berarti bahwa
model memiliki residual yang terdistribusi secara normal. Martiks Korelasi
menunjukan koefisien korelasi terbesar dalam model sebesar 0.4625 lebih kecil
dari R-squared sebesar 0.5479, berdasarkan uji klien hal tersebut berarti bahwa
model terbebas dari masalah multikolinearitas. Uji heteroskedastisitas BreuschPagan-Godfrey menujukan probabilitas Chi-Square dengan drajat bebas 6 sebesar
0.8933 (89.33%) lebih besar dari taraf nyata 10% maka model tidak memiliki
masalah heteroskedastisistas. Uji autokorelasi mengunakan Breusch-Godfrey
Serial Correlation LM test menunjukan probabilitas Chi-Square dengan drajat
bebas 2 sebesar 0.9866 (98.66 %) lebih besar dari taraf nyata 10%, yang berarti
bahwa model terbebas dari masalah autokorelasi.
Tabel 7 Hasil estimasi Error Correction Model
Variabel Dependen: AFSI
Vriabel Dependen: D(AFSI)
Jangka Panjang
Jangka Pendek
Variabel
Koefisien
Std Error
Variabel
Koefisien
Std Error
C
2.3110**
0.9235 C
0.0013
0.0039
GDPVC
0.0260***
0.0091 D(GDPVC)
0.0085**
0.0039
LOG(IHSG)
0.0310*
0.0166 D(LOG(IHSG))
0.0627*
0.0346
JIBOR3
0.0016
0.0035 D(JIBOR3)
0.0041
0.0033
M2G
-0.0030
0.0025 D(M2G)
-0.0027***
0.0007
LOG(NER)
-0.2355**
0.1045 D(LOG(NER))
-0.2111***
0.0718
RESID01(-1)
-0.1929**
0.0781
Included observations: 48
Included observations: 47 after adjustments
R-squared
0.5082372
R-squared
0.5479385
Adj R-squared
0.4496940
Adj R-squared
0.4801293
F-statistic
8.6814056
F-statistic
8.0805891
D-W statistics
0.3949274
D-W statistics
1.9957228
Keterangan : (*)(**) dan (***) menunjukan tolak hipotesis nol (signifikan) pada taraf 10%, 5%
dan 1% (t-statistk)
Nilai adjusted R-squared untuk estimasi jangka panjang sebesar 0.4497
artinya variasi dari pertumbuhan Volume GDP, IHSG, JIBOR tenor 3 bulan,
pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) dan Nominal Exchange Rate mampu
menjelaskan variasi nilai stabilitas sistem keuangan (AFSI) sebesar 44.97% dan
28
sebesar 55.03% dijelaskan oleh faktor lain selain variabel tersebut. Nilai adjusted
R-squared untuk estimasi jangka pendek sebesar 0.4801 artinya variasi dari
Pertumbuhan Volume GDP, IHSG, JIBOR tenor 3 bulan, pertumbuhan jumlah
uang beredar (M2) dan Nominal Exchange Rate mampu menjelaskan variasi nilai
stabilitas sistem keuangan (AFSI) sebesar 48.01% dan sebesar 51.99% dijelaskan
oleh faktor lain selain variabel tersebut. Nilai adjusted R-squared baik jangka
panjang maupun jangka pendek relatif kecil. Hal tersebut dikarenakan banyaknya
faktor atau indikator ekonomi lain di luar model yang juga mempengaruhi
stabilitas sistem keuangan termasuk indikator-indikator ekonomi penyusun AFSI
dan juga ada beberapa data yang diinterpolasi, data dalam bentuk tahunan menjadi
data kuartalan. Namun, data Pertumbuhan Volume GDP, IHSG, JIBOR tenor 3
bulan, pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) dan Nominal Exchange Rate yang
digunakan dalam regresi merupakan murni data kuartalan. Data yang diinterpolasi
tersebut merupakan data indikator penyusun AFSI yaitu sekitar 20% dan sebanyak
80% sisanya merupakan murni data kuartalan. Sehingga data interpolasi tersebut
bukan penyebab utama dari nilai adjusted R-squared yang relatif kecil. Namun,
cukup mempengaruhi hasil estimasi.
F-statistik yang dihasilkan baik jangka panjang maupun jangka pendek
masing-masing sebesar 8.6814 dan 8.0806 lebih besar dari F-kritis dengan derajat
bebas (5,42) dan (6,40) pada taraf nyata 5% yaitu sebesar 2.44 dan 2.34 adalah
signifikan. Artinya, paling tidak ada satu variabel (faktor) yang berpengaruh
terhadap stabilitas sistem keuangan 16.
Variabel koreksi kesalahan (EC) yang diwakili oleh RESID01(-1) signifikan
secara statistik pada taraf 5% dan 10% yang berarti bahwa spesifikasi model
koreksi kesalahan yang digunakan valid. Nilai koefisien koreksi kesalahan atau
kesalahan ketidakseimbangan model sebesar 0.1929 dapat diartikan sebagai
perbedaan atau selisih antara nilai aktual AFSI dengan nilai keseimbangan yang
akan mengalami penyesuaian dalam waktu satu periode (kuartal) atau tiga
bulanan.
Estimasi hasil regresi menunjukan bahwa hampir seluruh indikator
makroekonomi yang digunakan dalam regresi signifikan pada taraf nyata 10%
kecuali pertumbuhan uang beredar (M2) pada jangka panjang dan JIBOR baik
jangka panjang maupun jangka pendek. Hubungan masing-masing variabel bebas
dengan variabel terikat yang digunakan dalam model sesuai dengan hipotesis.
Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan positif terhadap stabilitas sistem
keuangan. Peningkatan volume GDP menunjukan meningkatnya output yang
dihasilkan yang meggambarkan kinerja perekonomian yang semakin baik. Hal
tersebut sangat mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan yang baik.
Hasil estimasi juga menunjukan hal yang sama yang kemudian dapat
diinterpretasikan bahwa jika pertumbuhan volume GDP naik 1% maka AFSI atau
stabilitas sistem keuangan akan naik sebesar 0.0260 index number dalam jangka
panjang, cateris paribus. Jika pertumbuhan volume GDP naik 1% maka
perubahan AFSI atau stabilitas sistem keuangan akan naik sebesar 0.0085 index
number dalam jangka pendek, cateris paribus. Hasil ini didukung dengan
16
Hipotesis nol bahwa model regresi tidak dapat menjelaskan keragaman Y, artinya secara
bersama-sama variabel bebas dalam model tidak dapat menjelaskan atau tidak berpengaruh
terhadap variabel tak bebas (Juanda, 2009).
29
penelitian yang dilakukan oleh Albulescu dan Goyeau (2010) yang menunjukan
hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan stabilitas sistem keuangan.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukan kinerja pasar modal
suatu negara. Semakin baik kinerja pasar modal maka stabilitas sistem keuangan
dapat ditingkatkan. Berdasarkan hasil estimasi menunjukan bahwa dalam jangka
panjang peningkat 1% pada IHSG akan meningkatkan stabilitas sistem keuangan
sebesar 0.0310 index number, cateris paribus. Jika perubahan IHSG meningkat
1% maka dalam jangka pendek perubahan AFSI atau stabilitas sistem keuangan
akan naik sebesar 0.0627 index number, cateris paribus. Koefisien IHSG yang
lebih besar pada jangka pendek dibandingkan jangka panjang menunjukan bahwa
stabilitas sistem keuangan sangat cepat dalam merespon gejolak pasar modal dan
akan mengalami penyesuaian dalam jangka panjang seiring membaiknya
kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia.
JIBOR tidak signifikan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan Indonesia
dalam jangka panjang maupun jangka pendek. JIBOR dalam perekonomian
Indonesia masih belum menjadi acuan bank-bank di Indonesia dalam melakukan
transaksi pasar uang antar bank khususnya pada periode pengamatan yaitu tahun
2000 sampai dengan 2011. Namun, mulai tahun 2011 otoritas moneter Indonesia
mulai memberikan perhatian lebih untuk menjadikan JIBOR sebagai suku bunga
acuan pasar uang antar bank di Indonesia. JIBOR menjadi tidak signifikan diduga
juga disebabkan oleh Incomplete market-to-retail pass-through atau suku bungan
perbankan kurang merespon perubahan suku bunga pasar uang sehinga perubahan
suku bunga perbankan khususnya suku bunga kredit lebih kecil dari perubahan
suku bunga pasar uang. Menurut Utari (2014) perbankan Indonesia kurang
responsif dalam penetapan suku bunga kredit terhadap perubahan suku bunga
pasar uang dibandingkan penetapan suku bunga deposit, terkait dengan kondisi
bank umum di Indonesia yang berada dalam situasi monopilistik pada masa
konsolidasi menjadi monopoli dan oligopoli kolusif setelah Arsitektur Perbankan
Indonesia (API) muncul tahun 2004.
Tingginya jumlah uang beredar dapat menyebabkan terjadinya inflasi yang
menandakan jatuhnya nilai mata uang suatu negara dalam hal ini rupiah terhadap
barang secara umum. Inflasi yang sangat tinggi dapat mempengaruhi nilai atau
kinerja indikator lain dalam sistem ekonomi seperti nilai tukar dan lain-lain. Hal
tersebut dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem keuangan. Pertumbuhan uang
beredar (M2) yang tidak signifikan pada jangka panjang yang ditunjukan oleh
hasil estimasi salah satunya disebabkan oleh kebijakan inflation targeting (uu no.3
thn 2004) meskipun pertumbuhan uang beredar cukup fluktuatif namun jumlah
uang beredar menunjukan trend yang terus bertambah. Pertumbuhan jumlah uang
beredar dalam jangka panjang tidak menyebabkan laju infalsi terus meningkat
setiap periodenya. Hal ini disebabkan karena Bank Indonesia melakukan
penyesuaian melalui kebijakan suku bunga sebagai instrumen pengendali inflasi.
Hasil estimasi jangka pendek dapat diinterpretasikan bahwa apabila terjadi
peningkatan perubahan pertumbuhan uang beredar (M2) sebesar 1% maka akan
menyebabkan perubahan AFSI atau stabilitas sistem keuangan turun masingmasing sebesar 0.0027 index number, cateris paribus. Pertumbuhan M2 memiliki
pengaruh negatif terhadap stabilitas sistem keuangan pada jangka pendek karena
dapat menyebabkan inflasi yang dapat menganggu stabilitas sistem keuangan.
Bordo et al. (2001) mengatakan seiring dengan waktu, pertumbuhan yang tak
30
terduga dalam pasokan uang dapat menyebabkan inflasi. Dalam jangka pendek,
guncangan likuiditas berdampak pada kondisi yang sulit pada sistem keuangan,
yang berdampak pada tingkat harga atau inflasi. Hasil tersebut juga didukung oleh
penelitian Moris (2010) bahwa Pertumbuhan M2 berpengaruh negatif terhadap
stabilitas sistem keuangan Jamaika.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat nominal dapat diartikan
sebagai perbandingan nilai rupiah dengan dolar terhadap barang sejenis di negara
masing-masing. Nilai tukar juga menggambarkan tingkat kepercayaan atau
permintaan msyarakat terhadap suatu jenis mata uang dibanding mata uang
lainnya. Hasil estimasi diinterpretasikan bahwa apabila nilai tukar nominal
terdepresiasi sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan tingkat stabilitas
sistem keuangan sebesar 0.2355 index number dalam jangka panjang, cateris
paribus. Jika nilai tukar nominal terdepresiasi dalam jangka pendek sebesar 1%
maka akan menyebabkan perubahan AFSI atau stabilitas sistem keuangan turun
sebesar 0.2111 index number, cateris paribus. Hasil estimasi menunjukan
koefisien nilai tukar yang cukup besar dibandingkan variabel lain. Hal tersebut
menunjukan bahwa nilai tukar sangat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan.
Khususnya pada ekspor, impor, dan pembayaran utang luar negeri yang
berpotesin menyebabkan defisit neraca berjalan sehingga dapat menguras
cadangan devisa.
PENUTUP
Simpulan
Secara keseluruhan selama periode pengamatan, stabilitas sistem keuangan
Indonesia berada pada koridor financial instability atau kondisi tidak stabil.
Stabilitas keuangan Indonesia cukup rendah pada awal periode pengamatan nilai
Aggregate Financial Stability Index (AFSI) berada pada nilai terendah 0.3859
pada kuartal empat tahun 2001. Namun, AFSI terus mengalami peningkatan
sampai akhirnya turun kembali ke titik 0.5295 pada kuartal ketiga tahun 2005.
Sistem keuangan Indonesia mampu meminimalisir dampak krisis kecil yang
terjadi pada tahun 2005 terlihat dari nilai indeks yang kembali naik pada akhir
tahun 2005. Ancaman krisis ekonomi global pada tahun 2008 memberikan
tekanan yang cukup besar terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. Hal ini
ditunjukan oleh indeks yang mulai mengalami penurunan sejak kuartal empat
tahun 2007 dengan nilai indeks sebesar 0.6273 hingga indeks kembali mencapai
nilai terendah berturut-turut sejak kuartal keempat tahun 2008, kuartal satu 2009,
kuartal dua 2009 dan kuartal tiga 2009 sebesar 0.4399, 0,4253, 0,4310 dan 0,4242.
Namun, Krisis tersebut tidak menimbulkan dampak yang sistemik yang juga
ditunjukan oleh sektor perbankan yang mampu menjaga kepercayaan masyarakat
selama periode krisis global 2008.
Pertumbuhan volume GDP dan IHSG berkontribusi positif dalam
menciptakan stabilitas sistem keuangan yang baik. Pertumbuhan jumlah uang
beredar dan Nominal Exchange Rate yang tidak terkontrol berpengaruh negatif,
sehingga dapat mengancam stabilitas sistem keuangan. Nominal Exchange Rate
31
merupakan indikator dengan pengaruh terbesar karena koefisien dari estimasi
model menujukan nilai terbesar dibanding indikator makroekonomi lain dalam
model dan didukung dengan fakta bahwa Nominal Exchange Rate yang melonjak
tinggi menjadi salah satu penyebab krisis yang dialami Indonesia pada tahun 1998.
Saran
Indeks Agregat yang dibangun dalam penelitian ini dapat menggambarkan
kondisi stabilitas dan fenomena krisis yang terjadi pada periode pengamatan.
Validasi indeks dengan melihat pengaruh variabel makroekonomi juga
menunjukan hubungan yang sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia
sehinga Aggregate Financial Stability Index (AFSI) dapat digunakan sebagai
alternatif bagi otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia atau dapat
memperkuat hasil dari Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) yang telah
digunakan Bank Indonesia dalam mengamati stabilitas sistem keuangan dan
ancaman krisis yang mungkin terjadi.
Nominal Exchange Rate memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu maka pemerintah harus menjaga
Nominal Exchange Rate agar lebih stabil dengan menekan inflasi, mendorong
ekspor dan menekan impor, mengontrol pinjaman luar negeri dan investasi asing
untuk menekan capital outflow sehingga meningkatkan surplus neraca berjalan
yang akhirnya meningkatkan cadangan devisa.
DAFTAR PUSTAKA
Albulescu CT. 2009. Assessing Romanian Financial Sector Stability: The
Importance of the International Economic Climate. MPRA Paper No
16581 : 12
Albulescu CT, Goyeau D. 2010. Assessing and Forecasting Romanian Financial
System’s Stability Using an Aggregate Index. Journal of Economic
Literature Classification: C43, C51, C53, G17 : 1-31
Bank Indonesia. 2008. Kajian Sistem Keuangan No. 11, September 2008. hlm 24
Bank Indonesia. 2009. Kajian Sistem Keuangan No. 13, September 2009. hlm 30
Bordo MD, Dueker MJ, Wheelock DC. 2001. Aggregate Price Shocks and
Financial Instability: A Historical Analysis. Federal Reserve Bank of St.
Louis. Working Paper 2000-005B: 16
Cheang N, Choy I. 2011. Aggregate Financial Stability Index for an Early
Warning System. Research and Statistics Department, Monetary Authority
of Macao.
Deriantino E. 2010. Addressing Risks In Promoting Financial Stability: Indonesia
Experience. Direktorat Penelitian dan Regulasi, Bank Indonesia.
Dewi R dan Sutrisna IKD. 2013. Sistem Peringatan Dini (Early Warning System)
Untuk Menangkap Sinyal Krisis Nilai Tukar Dan Krisis Perbankan Di
Indonesia (Periode 1990-2010). Mini Ekonomika Ed 22 195-210 ISSN:
0216-971
32
Gujarati D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain S, penerjemah; Hutauruk G, editor.
Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometrics.
Handoyo RD. 2012. Probabilitan Variabel Fundamental Ekonomi Indonedsia dan
Financial Contagion Effect Terhadap Terjadinya Krisis Finansial di
Indonesia. Majalah Ekonomi : Tahun XXII, No. 1 April 2012
Hanschel E, Monnin P. 2005. Measuring and Forecasting Stress in The Banking
Sector: Evidence from Switzerland. BIS Paper No 22
Illing M dan Liu Y. 2003. An Index of Financial Stress for Canada. National Bank
of Canada Working Paper 14.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr.
Lestano JJ, Kuper GH. 2003. Indicator of Financial Crises Do Work !, An EarlyWarning System for Six Asian Countries. Journal of Economic Literature –
Code: C33, C35, F31, F34, F47
Louzis DP, Vouldis AT. 2013. a Financial Systemic Stress Index for Greece.
Europea Central Bank Working Paper. No 1563
Mankiw N. 2006. Prinsip Of Economic, Pengantar Ekonomi makro. Salemba
Empat : Jakarta.
Morris VC. 2010. Measuring and Forecasting Financial Stability: The
Composition of an Aggregate Financial Stability Index for Jamaica. Journal
of Economic Literature Code: C43, C51, C53, G01, G17: 6-10
Nasution, A. 2003. Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Implikasi Hukum dan
Agenda Kedepan. Bank Indonesia: Jakarta. hlm 4
Prasetyantoko A. 2009. Krisis Finansial dalam Perangkap Ekonomi Neoliberal.
Jakarta (ID): Kompas. hlm 147
Rahardjo MD. 1987. Perekonomian Indonesia Pertumbuhan dan Krisis. Jakarta
(ID): LP3ES. hlm 67
Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Ed ke-9. Munandar H,
penerjemah; Barnadi D, Saat S, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit
Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development, Ed ke-9.
Utari M. 2014. Market-to-retail Pass-Through dan Faktor-faktor Struktur
Finansial yang Mempengaruhinya [Tesis]. Bogor (ID) : IPB.
Van den End JW. 2006. Indicator and Boundaries of Financial Stability. De
Nederlandsche Bank Working Paper 97.
Visano BS. 2006. Financial Crises. Socio-Economic Causes and Institutional
context. New York (US): Routledge Champman & Hall.
Widarjono A. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta (ID):
Penerbit Ekonisia.
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1 Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Development Index
(FDI)
Tahun
2000Q1
2000Q2
2000Q3
2000Q4
2001Q1
2001Q2
2001Q3
2001Q4
2002Q1
2002Q2
2002Q3
2002Q4
2003Q1
2003Q2
2003Q3
2003Q4
2004Q1
2004Q2
2004Q3
2004Q4
2005Q1
2005Q2
2005Q3
2005Q4
2006Q1
2006Q2
2006Q3
2006Q4
2007Q1
2007Q2
2007Q3
2007Q4
2008Q1
2008Q2
2008Q3
2008Q4
2009Q1
2009Q2
2009Q3
2009Q4
2010Q1
2010Q2
2010Q3
2010Q4
2011Q1
2011Q2
2011Q3
2011Q4
Market
capitalization of
listed companies (%
of GDP)
112.8828
98.0000
77.8079
70.9070
58.9156
64.0129
56.5771
57.4102
72.9337
70.0688
55.1186
58.1664
50.6974
68.2153
76.7317
91.4696
91.7822
87.8416
93.8583
113.4235
116.3643
114.2190
106.2345
105.6400
116.3275
110.8620
121.7331
143.0124
139.1137
156.2463
161.7465
192.0311
162.3430
146.9407
110.3060
83.4139
87.4799
115.5832
133.3387
139.1411
150.2848
151.1143
174.7552
193.0980
187.3502
192.1857
166.3965
184.0049
Kredit Rupiah
Swasta/GDP (%)
37.8478
37.0793
35.4445
39.0456
38.5709
39.1009
41.8801
45.6632
44.3353
47.8741
50.7337
56.6415
54.6199
57.7739
59.7585
66.0843
61.5706
62.8507
66.5465
69.8889
71.1514
73.4647
75.4787
73.8747
71.9368
71.2224
69.0606
71.1044
68.9914
70.2818
70.0006
75.6037
74.2274
75.0375
74.6389
80.2566
78.8969
78.3726
77.5739
82.1840
81.0403
82.6330
82.2883
85.9504
85.2707
88.2636
88.0393
93.8144
Interest rate
spread (lending
rate minus
deposit rate, %)
7.7476
6.4144
5.2851
4.3597
3.6382
3.1207
2.8070
2.6973
2.9066
3.1586
3.5685
4.1363
5.5014
6.1291
6.6589
7.0907
7.6556
7.7993
7.7526
7.5157
6.5648
6.1567
5.7676
5.3977
4.6694
4.4886
4.4779
4.6372
5.7195
5.9178
5.9849
5.9210
5.2586
5.1195
5.0362
5.0089
5.0364
5.1213
5.2624
5.4599
6.1321
6.2748
6.3063
6.2268
6.0362
5.7345
5.3216
4.7977
Bank
concentration (%)
-HHI67.1616
65.9993
65.0064
64.2673
63.7540
63.4144
63.0837
62.5970
61.8366
60.9127
59.9827
59.2039
58.5980
58.0643
57.3665
56.2683
54.5601
52.4022
49.9817
47.4857
45.5314
43.9683
43.0757
43.1333
43.9403
45.3308
46.6588
47.2781
46.6798
45.2989
43.7074
42.4775
42.2796
42.7172
43.4919
44.3055
44.7077
44.9107
44.9743
44.9588
44.9598
44.9344
44.8753
44.7754
44.6348
44.4582
44.2575
44.0448
35
Lampiran 2 Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Vulnerability Index
(FVI)
Tahun
INF
BDS
CA
REER
NGK
LD
DM
RDN
2000Q1
-0.57
-2.29
4.42
-1.74
94.39
36.98
91.95
73.00
2000Q2
1.10
-2.04
3.51
-8.33
93.40
38.32
91.56
62.80
2000Q3
5.73
-1.85
5.46
-3.10
93.46
39.67
91.43
67.05
2000Q4
8.82
-1.71
6.55
-1.52
95.51
40.00
90.02
61.56
2001Q1
9.35
-1.65
5.55
-1.67
95.89
40.54
91.81
75.43
2001Q2
11.15
-1.64
3.67
-6.74
96.02
42.12
91.31
64.57
2001Q3
12.76
-1.64
5.37
20.16
96.12
42.80
90.82
67.90
2001Q4
12.64
-1.62
2.84
-3.48
95.02
40.16
90.74
70.71
2002Q1
14.54
-1.55
3.73
7.67
97.01
39.18
91.46
71.54
2002Q2
12.56
-1.46
3.69
9.61
96.52
40.70
91.21
70.75
2002Q3
10.37
-1.36
4.59
-0.61
96.62
43.26
91.36
78.02
2002Q4
10.27
-1.29
3.58
1.19
96.65
45.55
90.68
77.73
2003Q1
7.74
-1.30
2.31
0.62
96.86
46.84
91.53
78.19
2003Q2
7.00
-1.37
3.86
3.50
97.40
47.54
91.20
76.77
2003Q3
6.11
-1.48
3.84
0.90
97.77
49.40
90.90
74.59
2003Q4
5.55
-1.62
2.43
-4.26
97.89
50.73
89.94
84.97
2004Q1
4.88
-1.70
-3.18
-1.65
97.52
52.32
90.39
83.62
2004Q2
6.73
-1.71
1.62
-3.90
97.47
54.31
89.67
83.62
2004Q3
6.96
-1.59
3.13
-2.07
97.78
58.06
89.63
86.87
2004Q4
6.38
-1.24
0.84
-2.39
97.50
59.02
89.15
85.44
2005Q1
7.73
-0.78
0.31
0.88
97.10
63.07
90.06
88.10
2005Q2
7.65
-0.24
0.63
0.67
97.46
64.93
89.92
88.38
2005Q3
8.41
0.14
-1.68
-2.23
97.48
65.71
89.75
103.84
2005Q4
17.79
0.12
1.03
19.74
97.33
64.93
89.47
112.33
2006Q1
16.92
-0.24
3.42
8.25
97.44
63.82
90.40
109.13
2006Q2
15.51
-0.80
2.23
0.19
97.38
63.39
89.94
111.21
2006Q3
14.87
-1.13
4.02
1.87
97.18
64.44
89.75
110.77
2006Q4
6.05
-0.80
2.22
0.48
96.19
64.06
88.91
123.30
2007Q1
6.58
0.33
2.62
2.97
96.88
64.56
90.42
120.67
2007Q2
6.29
1.99
2.13
2.35
96.62
65.89
89.71
110.94
2007Q3
6.44
3.58
1.90
-1.52
96.93
67.47
89.23
96.81
2007Q4
6.32
4.54
3.12
1.20
95.80
68.64
88.68
130.32
2008Q1
6.52
4.29
2.28
3.43
96.57
72.85
89.44
107.92
2008Q2
9.02
3.21
-0.77
4.22
96.56
76.05
88.69
107.07
2008Q3
11.96
1.68
-0.69
9.15
96.08
80.56
87.26
101.49
2008Q4
11.50
0.11
-0.55
-12.24
95.82
78.11
88.73
91.84
2009Q1
8.56
-0.86
2.39
-5.10
96.04
75.71
90.13
54.58
2009Q2
5.64
-1.50
1.76
10.02
95.77
75.18
89.53
45.87
2009Q3
2.77
-1.82
1.18
3.27
95.45
75.90
89.39
53.29
2009Q4
2.59
-1.82
2.45
3.15
94.63
75.70
89.25
47.58
2010Q1
3.65
-1.63
1.14
4.16
94.11
77.41
89.97
83.57
2010Q2
4.37
-1.26
0.77
3.21
93.29
80.14
89.75
73.28
2010Q3
6.15
-0.82
0.56
-0.02
93.69
82.25
89.66
70.60
2010Q4
6.32
-0.45
0.47
-2.32
93.60
81.02
89.08
114.66
2011Q1
6.84
-0.33
1.47
-0.04
94.24
83.35
89.80
113.28
2011Q2
5.89
-0.35
0.13
1.34
94.72
87.68
89.21
117.90
2011Q3
4.67
-0.48
0.35
0.30
94.56
89.40
88.90
124.93
2011Q4
4.12
-0.65
-1.09
-0.97
94.90
87.03
88.80
146.90
Keterangan:INF = Inflation, consumer prices (annual %), BDS = General Balance, Deficit or
Surplus / GDP (%), CA = Current Account ( % GDP ), REER = Real Effective
Exchange Rate (cahange %), NGK = Non Govermental Kredit / Total Kredit (%), LD
=
Loan
(%
Deposits),
DM
=
Deposit/M2
(%),
RDN
=
(Reserves/Deposit)/(Note&coin/M2) (%)
36
Lampiran 3 Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Soundness Index (FSI)
Tahun
Bank
nonperforming
loans to gross
loans (%)
2000Q1
2000Q2
2000Q3
2000Q4
2001Q1
2001Q2
2001Q3
2001Q4
2002Q1
2002Q2
2002Q3
2002Q4
2003Q1
2003Q2
2003Q3
2003Q4
2004Q1
2004Q2
2004Q3
2004Q4
2005Q1
2005Q2
2005Q3
2005Q4
2006Q1
2006Q2
2006Q3
2006Q4
2007Q1
2007Q2
2007Q3
2007Q4
2008Q1
2008Q2
2008Q3
2008Q4
2009Q1
2009Q2
2009Q3
2009Q4
2010Q1
2010Q2
2010Q3
2010Q4
2011Q1
2011Q2
2011Q3
2011Q4
23.6223
21.1490
18.8206
20.0047
14.6928
12.9230
11.3577
12.1721
8.5685
7.7058
7.1020
7.4936
7.5474
7.0227
6.9840
6.7492
6.1813
6.1643
5.5814
4.5323
4.4086
6.9456
7.8046
7.4686
8.1119
8.2490
7.9178
6.1079
6.1125
5.8607
5.2700
4.1444
3.8508
3.6382
3.4141
3.3468
4.0328
4.0221
3.9355
3.3951
3.4676
3.0804
3.0701
2.6432
2.9059
2.8368
2.7659
2.2369
Bank
regulatory
capital to riskweighted
assets (CAR)
(%)
8.5738
11.3713
13.8588
12.4600
14.4875
16.4510
18.2865
19.9300
21.1734
22.0680
22.5211
22.4400
23.4400
22.8600
20.4400
19.4300
23.4900
21.0800
20.7800
19.4200
21.7500
19.5100
19.4300
19.3000
21.8400
20.4700
21.0100
21.2700
22.1100
21.1500
21.2700
19.3000
20.5200
17.5800
17.2600
16.7600
18.0300
18.1700
17.7600
17.4200
18.5800
17.5800
16.5200
17.1800
17.5700
17.0000
16.6300
16.0500
Bank capital
to total assets
(%)
3.4611
4.5221
5.4130
4.9487
5.3496
6.0743
6.8243
7.7175
8.3562
8.8249
9.2525
9.7204
10.1900
10.2402
9.8170
10.0117
11.4901
11.0467
11.1926
10.9821
12.5723
11.5244
12.0683
12.0288
11.8406
11.3133
11.5852
11.9176
11.5351
11.6114
10.3075
11.7812
11.2709
11.2906
11.7989
11.5271
10.9606
10.9679
11.2092
11.3231
11.4447
11.3374
11.7490
12.3140
12.7292
12.7148
12.8856
12.8442
Bank ROA
(%)
1.7737
1.6026
1.4907
1.5664
1.4051
1.4207
1.4721
1.4650
1.7505
1.8914
2.0430
1.9731
2.1656
2.2292
2.2644
2.6291
2.6782
2.6483
2.9406
3.4326
3.3491
2.1807
1.9788
2.5410
2.5238
2.5074
2.5920
2.6136
2.8942
2.8876
2.8061
2.7594
2.6601
2.4973
2.6214
2.3203
2.6962
2.6519
2.5969
2.5789
2.9946
2.9223
2.8583
2.8138
2.9644
2.9868
3.0421
2.9341
Bank Zscore
-1.5237
-0.2589
0.7632
1.4216
1.6840
1.6288
1.4234
1.2353
1.2860
1.4581
1.6883
1.9131
2.0522
2.1498
2.2330
2.3290
2.4483
2.5733
2.6696
2.7029
2.6593
2.5610
2.4510
2.3719
2.3726
2.4233
2.5006
2.5809
2.6177
2.6284
2.6074
2.5493
2.4749
2.3866
2.3130
2.2828
2.3195
2.4038
2.5112
2.6172
2.6875
2.7392
2.7796
2.8162
2.8605
2.9073
2.9559
3.0052
37
Lampiran 4 Data Indikator Individu Sub-Indeks World Economic Climate Index
(WECI)
Tahun
2000Q1
2000Q2
2000Q3
2000Q4
2001Q1
2001Q2
2001Q3
2001Q4
2002Q1
2002Q2
2002Q3
2002Q4
2003Q1
2003Q2
2003Q3
2003Q4
2004Q1
2004Q2
2004Q3
2004Q4
2005Q1
2005Q2
2005Q3
2005Q4
2006Q1
2006Q2
2006Q3
2006Q4
2007Q1
2007Q2
2007Q3
2007Q4
2008Q1
2008Q2
2008Q3
2008Q4
2009Q1
2009Q2
2009Q3
2009Q4
2010Q1
2010Q2
2010Q3
2010Q4
2011Q1
2011Q2
2011Q3
2011Q4
World Inflation,
consumer prices
(annual %)
4.61
4.41
4.62
4.52
4.35
4.76
4.25
3.64
3.55
3.27
3.35
3.72
4.12
3.63
3.39
3.29
3.13
3.59
3.89
3.92
3.78
3.66
3.79
3.77
3.70
3.85
3.69
3.27
3.33
3.42
3.70
4.67
5.45
6.27
6.77
4.85
3.14
1.94
1.42
2.54
3.50
3.39
3.13
3.56
4.06
4.67
4.83
4.47
World GDP growth
(annual %)
5.00
5.31
4.65
3.94
3.16
2.39
1.94
1.40
1.71
2.30
2.74
3.18
2.69
2.69
3.62
4.83
5.28
5.32
4.90
4.65
4.19
4.61
4.43
4.62
5.31
5.01
4.84
5.12
4.91
5.16
5.09
4.74
4.10
3.32
2.38
-0.11
-2.69
-2.36
-1.37
1.37
4.21
4.75
4.54
4.50
3.72
3.14
3.13
2.86
Economic Climate Index
(2005=100)
118.60
118.60
114.90
108.60
95.00
88.70
85.10
71.50
85.10
102.30
97.70
84.20
86.90
84.20
92.30
101.40
112.20
111.30
110.40
105.00
102.30
98.60
98.60
100.50
110.40
112.20
106.80
105.90
107.70
107.70
114.90
100.50
91.40
82.40
74.20
60.60
50.70
65.20
79.60
91.40
99.50
104.10
103.20
98.60
106.80
107.70
97.70
78.70
38
Lampiran 5 Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial
Development Index (FDI)
Tahun
2000Q1
2000Q2
2000Q3
2000Q4
2001Q1
2001Q2
2001Q3
2001Q4
2002Q1
2002Q2
2002Q3
2002Q4
2003Q1
2003Q2
2003Q3
2003Q4
2004Q1
2004Q2
2004Q3
2004Q4
2005Q1
2005Q2
2005Q3
2005Q4
2006Q1
2006Q2
2006Q3
2006Q4
2007Q1
2007Q2
2007Q3
2007Q4
2008Q1
2008Q2
2008Q3
2008Q4
2009Q1
2009Q2
2009Q3
2009Q4
2010Q1
2010Q2
2010Q3
2010Q4
2011Q1
2011Q2
2011Q3
2011Q4
Market
capitalization
of
listed companies (%
of GDP)
0.4367
0.3322
0.1904
0.1419
0.0577
0.0935
0.0413
0.0471
0.1562
0.1360
0.0310
0.0525
0.0000
0.1230
0.1828
0.2863
0.2885
0.2608
0.3031
0.4405
0.4611
0.4461
0.3900
0.3858
0.4609
0.4225
0.4988
0.6483
0.6209
0.7412
0.7798
0.9925
0.7840
0.6759
0.4186
0.2297
0.2583
0.4557
0.5803
0.6211
0.6993
0.7052
0.8712
1.0000
0.9596
0.9936
0.8125
0.9361
Kredit
Rupiah
Swasta/GDP (%)
0.0412
0.0280
0.0000
0.0617
0.0536
0.0626
0.1103
0.1751
0.1523
0.2129
0.2619
0.3631
0.3285
0.3826
0.4166
0.5249
0.4476
0.4695
0.5328
0.5901
0.6117
0.6514
0.6859
0.6584
0.6252
0.6130
0.5759
0.6109
0.5747
0.5968
0.5920
0.6880
0.6644
0.6783
0.6715
0.7677
0.7444
0.7354
0.7218
0.8007
0.7812
0.8084
0.8025
0.8653
0.8536
0.9049
0.9011
1.0000
Interest
rate
spread (lending
rate
minus
deposit rate, %)
0.9899
0.7286
0.5072
0.3258
0.1844
0.0830
0.0215
0.0000
0.0410
0.0904
0.1708
0.2820
0.5496
0.6726
0.7765
0.8611
0.9718
1.0000
0.9909
0.9444
0.7580
0.6780
0.6018
0.5293
0.3865
0.3511
0.3490
0.3802
0.5924
0.6312
0.6444
0.6319
0.5020
0.4748
0.4584
0.4531
0.4585
0.4751
0.5028
0.5415
0.6732
0.7012
0.7074
0.6918
0.6544
0.5953
0.5144
0.4117
Bank
concentration
(%) -HHI1.0000
0.9533
0.9134
0.8837
0.8631
0.8494
0.8361
0.8166
0.7860
0.7489
0.7115
0.6802
0.6558
0.6344
0.6063
0.5622
0.4936
0.4068
0.3095
0.2092
0.1307
0.0679
0.0320
0.0343
0.0667
0.1226
0.1760
0.2009
0.1768
0.1213
0.0574
0.0080
0.0000
0.0176
0.0487
0.0814
0.0976
0.1057
0.1083
0.1077
0.1077
0.1067
0.1043
0.1003
0.0947
0.0876
0.0795
0.0709
39
Lampiran 6 Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial
Vulnerability Index (FVI)
Tahun
2000Q1
2000Q2
2000Q3
2000Q4
2001Q1
2001Q2
2001Q3
2001Q4
2002Q1
2002Q2
2002Q3
2002Q4
2003Q1
2003Q2
2003Q3
2003Q4
2004Q1
2004Q2
2004Q3
2004Q4
2005Q1
2005Q2
2005Q3
2005Q4
2006Q1
2006Q2
2006Q3
2006Q4
2007Q1
2007Q2
2007Q3
2007Q4
2008Q1
2008Q2
2008Q3
2008Q4
2009Q1
2009Q2
2009Q3
2009Q4
2010Q1
2010Q2
2010Q3
2010Q4
2011Q1
2011Q2
2011Q3
2011Q4
INF
0.000
0.091
0.343
0.511
0.540
0.638
0.726
0.720
0.823
0.715
0.596
0.591
0.453
0.413
0.364
0.333
0.297
0.398
0.410
0.379
0.452
0.447
0.489
1.000
0.952
0.876
0.841
0.361
0.390
0.373
0.382
0.376
0.386
0.522
0.683
0.657
0.497
0.338
0.182
0.172
0.230
0.269
0.366
0.375
0.403
0.352
0.285
0.255
BDS
0.000
0.036
0.065
0.084
0.093
0.095
0.094
0.097
0.107
0.122
0.136
0.145
0.144
0.134
0.118
0.097
0.086
0.084
0.102
0.153
0.221
0.300
0.356
0.353
0.300
0.217
0.169
0.218
0.384
0.625
0.859
1.000
0.962
0.804
0.581
0.351
0.209
0.115
0.068
0.069
0.096
0.151
0.215
0.268
0.287
0.283
0.265
0.240
CA
0.781
0.688
0.888
1.000
0.898
0.704
0.879
0.619
0.710
0.706
0.799
0.695
0.564
0.724
0.722
0.577
0.000
0.494
0.649
0.413
0.359
0.392
0.154
0.433
0.678
0.556
0.740
0.555
0.596
0.546
0.522
0.648
0.561
0.248
0.256
0.270
0.573
0.508
0.448
0.579
0.444
0.406
0.384
0.375
0.478
0.340
0.363
0.215
REER
0.324
0.121
0.282
0.331
0.326
0.170
1.000
0.270
0.614
0.674
0.359
0.414
0.397
0.486
0.406
0.246
0.327
0.257
0.314
0.304
0.405
0.398
0.309
0.987
0.632
0.383
0.435
0.393
0.469
0.450
0.331
0.415
0.483
0.508
0.660
0.000
0.220
0.687
0.479
0.475
0.506
0.477
0.377
0.306
0.377
0.419
0.387
0.348
NGK
0.240
0.024
0.036
0.482
0.566
0.594
0.615
0.376
0.809
0.703
0.725
0.732
0.776
0.893
0.974
1.000
0.919
0.909
0.976
0.917
0.829
0.907
0.911
0.879
0.903
0.891
0.845
0.631
0.780
0.725
0.792
0.546
0.714
0.710
0.606
0.551
0.599
0.540
0.470
0.291
0.179
0.000
0.087
0.067
0.207
0.311
0.275
0.350
LD
0.000
0.026
0.051
0.058
0.068
0.098
0.111
0.061
0.042
0.071
0.120
0.163
0.188
0.201
0.237
0.262
0.293
0.331
0.402
0.420
0.498
0.533
0.548
0.533
0.512
0.504
0.524
0.517
0.526
0.552
0.582
0.604
0.684
0.745
0.831
0.785
0.739
0.729
0.743
0.739
0.771
0.823
0.864
0.840
0.885
0.967
1.000
0.955
DM
1.000
0.917
0.890
0.589
0.971
0.864
0.760
0.743
0.897
0.844
0.874
0.729
0.912
0.841
0.776
0.573
0.668
0.515
0.506
0.403
0.597
0.567
0.531
0.471
0.669
0.572
0.530
0.351
0.675
0.522
0.420
0.302
0.466
0.305
0.000
0.313
0.613
0.485
0.453
0.425
0.578
0.530
0.511
0.389
0.542
0.416
0.350
0.328
RDN
0.269
0.168
0.210
0.155
0.293
0.185
0.218
0.246
0.254
0.246
0.318
0.315
0.320
0.306
0.284
0.387
0.374
0.374
0.406
0.392
0.418
0.421
0.574
0.658
0.626
0.647
0.642
0.766
0.740
0.644
0.504
0.836
0.614
0.606
0.551
0.455
0.086
0.000
0.073
0.017
0.373
0.271
0.245
0.681
0.667
0.713
0.783
1.000
40
Lampiran 7 Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial
Soundness Index (FSI)
Tahun
2000Q1
2000Q2
2000Q3
2000Q4
2001Q1
2001Q2
2001Q3
2001Q4
2002Q1
2002Q2
2002Q3
2002Q4
2003Q1
2003Q2
2003Q3
2003Q4
2004Q1
2004Q2
2004Q3
2004Q4
2005Q1
2005Q2
2005Q3
2005Q4
2006Q1
2006Q2
2006Q3
2006Q4
2007Q1
2007Q2
2007Q3
2007Q4
2008Q1
2008Q2
2008Q3
2008Q4
2009Q1
2009Q2
2009Q3
2009Q4
2010Q1
2010Q2
2010Q3
2010Q4
2011Q1
2011Q2
2011Q3
2011Q4
Bank
nonperforming
loans to gross
loans (%)
1.0000
0.8843
0.7755
0.8308
0.5824
0.4997
0.4265
0.4646
0.2961
0.2557
0.2275
0.2458
0.2483
0.2238
0.2220
0.2110
0.1844
0.1837
0.1564
0.1073
0.1016
0.2202
0.2604
0.2446
0.2747
0.2811
0.2656
0.1810
0.1812
0.1695
0.1418
0.0892
0.0755
0.0655
0.0550
0.0519
0.0840
0.0835
0.0794
0.0542
0.0575
0.0394
0.0390
0.0190
0.0313
0.0281
0.0247
0.0000
Bank regulatory
capital to riskweighted assets
(CAR) (%)
0.0000
0.1875
0.3543
0.2605
0.3965
0.5281
0.6512
0.7613
0.8447
0.9047
0.9350
0.9296
0.9966
0.9578
0.7955
0.7278
1.0000
0.8384
0.8183
0.7271
0.8833
0.7332
0.7278
0.7191
0.8894
0.7975
0.8337
0.8512
0.9075
0.8431
0.8512
0.7191
0.8009
0.6038
0.5823
0.5488
0.6340
0.6433
0.6159
0.5931
0.6708
0.6038
0.5327
0.5770
0.6031
0.5649
0.5401
0.5012
Bank capital
to total assets
(%)
Bank ROA
(%)
0.0000
0.1126
0.1578
0.2004
0.2071
0.2773
0.3569
0.4516
0.5194
0.5691
0.6145
0.6642
0.6744
0.6951
0.7140
0.7193
0.7264
0.7957
0.7965
0.7980
0.8049
0.8204
0.8221
0.8287
0.8308
0.8332
0.8342
0.8357
0.8471
0.8519
0.8556
0.8559
0.8567
0.8620
0.8648
0.8794
0.8828
0.8847
0.8891
0.8973
0.9091
0.9133
0.9394
0.9668
0.9819
0.9834
0.9956
1.0000
0.1818
0.0974
0.0422
0.0796
0.0000
0.0077
0.0331
0.0295
0.1704
0.2399
0.3146
0.2801
0.3751
0.4065
0.4238
0.6037
0.6279
0.6132
0.7574
1.0000
0.9588
0.3826
0.2830
0.5602
0.5518
0.5437
0.5854
0.5961
0.7345
0.7312
0.6910
0.6680
0.6190
0.5387
0.5999
0.4514
0.6368
0.6150
0.5878
0.5790
0.7840
0.7483
0.7168
0.6948
0.7691
0.7801
0.8074
0.7541
Bank Zscore
0.0000
0.2793
0.5050
0.6503
0.7083
0.6961
0.6507
0.6092
0.6204
0.6584
0.7092
0.7589
0.7896
0.8111
0.8295
0.8507
0.8770
0.9046
0.9259
0.9332
0.9236
0.9019
0.8776
0.8602
0.8603
0.8715
0.8886
0.9063
0.9144
0.9168
0.9122
0.8993
0.8829
0.8634
0.8471
0.8405
0.8486
0.8672
0.8909
0.9143
0.9298
0.9412
0.9502
0.9582
0.9680
0.9784
0.9891
1.0000
41
Lampiran 8 Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks World
Economic Climate Index (WECI)
Tahun
2000Q1
2000Q2
2000Q3
2000Q4
2001Q1
2001Q2
2001Q3
2001Q4
2002Q1
2002Q2
2002Q3
2002Q4
2003Q1
2003Q2
2003Q3
2003Q4
2004Q1
2004Q2
2004Q3
2004Q4
2005Q1
2005Q2
2005Q3
2005Q4
2006Q1
2006Q2
2006Q3
2006Q4
2007Q1
2007Q2
2007Q3
2007Q4
2008Q1
2008Q2
2008Q3
2008Q4
2009Q1
2009Q2
2009Q3
2009Q4
2010Q1
2010Q2
2010Q3
2010Q4
2011Q1
2011Q2
2011Q3
2011Q4
World Inflation,
consumer prices (annual
%)
0.5973
0.5598
0.5980
0.5801
0.5476
0.6254
0.5296
0.4149
0.3980
0.3452
0.3619
0.4309
0.5057
0.4130
0.3688
0.3489
0.3203
0.4056
0.4622
0.4667
0.4420
0.4188
0.4432
0.4401
0.4257
0.4541
0.4249
0.3459
0.3581
0.3743
0.4264
0.6077
0.7537
0.9071
1.0000
0.6423
0.3227
0.0981
0.0000
0.2096
0.3896
0.3682
0.3204
0.4009
0.4932
0.6070
0.6384
0.5701
World GDP growth
(annual %)
0.9606
0.9988
0.9172
0.8287
0.7309
0.6353
0.5780
0.5107
0.5501
0.6231
0.6790
0.7336
0.6717
0.6719
0.7889
0.9394
0.9960
1.0000
0.9479
0.9166
0.8600
0.9113
0.8900
0.9135
0.9988
0.9614
0.9408
0.9762
0.9495
0.9800
0.9724
0.9281
0.8488
0.7513
0.6330
0.3228
0.0000
0.0417
0.1654
0.5076
0.8614
0.9288
0.9031
0.8984
0.8002
0.7289
0.7266
0.6933
World Economic Climate
Index (2005=100)
1.0000
1.0000
0.9455
0.8527
0.6524
0.5596
0.5066
0.3063
0.5066
0.7599
0.6922
0.4934
0.5331
0.4934
0.6127
0.7467
0.9057
0.8925
0.8792
0.7997
0.7599
0.7054
0.7054
0.7334
0.8792
0.9057
0.8262
0.8130
0.8395
0.8395
0.9455
0.7334
0.5994
0.4669
0.3461
0.1458
0.0000
0.2135
0.4256
0.5994
0.7187
0.7865
0.7732
0.7054
0.8262
0.8395
0.6922
0.4124
42
Lampiran 9 Data Hasil Agregasi Masing-masing Indikator Individu Sub-Indeks
FDI, FVI, FSI, WECI, dan Indeks Agregat AFSI
Tahun
2000Q1
2000Q2
2000Q3
2000Q4
2001Q1
2001Q2
2001Q3
2001Q4
2002Q1
2002Q2
2002Q3
2002Q4
2003Q1
2003Q2
2003Q3
2003Q4
2004Q1
2004Q2
2004Q3
2004Q4
2005Q1
2005Q2
2005Q3
2005Q4
2006Q1
2006Q2
2006Q3
2006Q4
2007Q1
2007Q2
2007Q3
2007Q4
2008Q1
2008Q2
2008Q3
2008Q4
2009Q1
2009Q2
2009Q3
2009Q4
2010Q1
2010Q2
2010Q3
2010Q4
2011Q1
2011Q2
2011Q3
2011Q4
FDI
0.6169
0.5105
0.4027
0.3533
0.2897
0.2721
0.2523
0.2597
0.2839
0.2971
0.2938
0.3445
0.3835
0.4531
0.4955
0.5586
0.5504
0.5343
0.5341
0.5461
0.4904
0.4608
0.4274
0.4020
0.3848
0.3773
0.3999
0.4601
0.4912
0.5227
0.5184
0.5801
0.4876
0.4616
0.3993
0.3830
0.3897
0.4430
0.4783
0.5177
0.5654
0.5804
0.6214
0.6643
0.6406
0.6453
0.5769
0.6047
FVI
0.3268
0.2587
0.3456
0.4012
0.4693
0.4186
0.5505
0.3914
0.5320
0.5101
0.4907
0.4731
0.4692
0.4997
0.4851
0.4345
0.3704
0.4201
0.4706
0.4225
0.4725
0.4958
0.4839
0.6642
0.6591
0.5808
0.5909
0.4739
0.5700
0.5547
0.5490
0.5907
0.6090
0.5561
0.5210
0.4228
0.4421
0.4252
0.3645
0.3458
0.3973
0.3660
0.3810
0.4126
0.4807
0.4752
0.4635
0.4615
FSI
0.2364
0.3122
0.3670
0.4043
0.3789
0.4018
0.4237
0.4633
0.4902
0.5256
0.5602
0.5757
0.6168
0.6188
0.5970
0.6225
0.6832
0.6671
0.6909
0.7131
0.7344
0.6116
0.5942
0.6426
0.6814
0.6654
0.6815
0.6741
0.7169
0.7025
0.6903
0.6463
0.6470
0.5867
0.5898
0.5544
0.6172
0.6187
0.6126
0.6076
0.6703
0.6492
0.6356
0.6432
0.6707
0.6670
0.6714
0.6511
WECI
0.8527
0.8529
0.8202
0.7538
0.6437
0.6068
0.5381
0.4106
0.4849
0.5761
0.5777
0.5526
0.5702
0.5261
0.5901
0.6783
0.7407
0.7660
0.7631
0.7277
0.6873
0.6785
0.6796
0.6957
0.7679
0.7737
0.7306
0.7117
0.7157
0.7313
0.7814
0.7564
0.7339
0.7084
0.6597
0.3703
0.1076
0.1178
0.1970
0.4388
0.6566
0.6945
0.6656
0.6683
0.7065
0.7251
0.6857
0.5586
AFSI
0.4411
0.4116
0.4336
0.4453
0.4369
0.4133
0.4573
0.3859
0.4649
0.4813
0.4818
0.4849
0.5041
0.5241
0.5309
0.5429
0.5401
0.5566
0.5823
0.5657
0.5738
0.5452
0.5295
0.6111
0.6262
0.5902
0.5963
0.5569
0.6128
0.6117
0.6131
0.6273
0.6130
0.5677
0.5347
0.4399
0.4252
0.4310
0.4242
0.4596
0.5380
0.5289
0.5354
0.5589
0.5940
0.5947
0.5715
0.5521
43
Lampiran 10 Koridor Stabilitas Sistem Keuangan
Sumber : Albulescu dan Goyeau (2010)
Lampiran 11 Indeks Stabilitas Kistem Keuangan (ISSK) Agregat Bank Indonesia
Sumber : Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia
44
Lampiran 12 Data Indikator Makroekonomi
Tahun
GDPVC
IHSG
NER
JIBOR3
M2G
2000Q1
4.05
583.27
7,590
12.21
1.59
2000Q2
4.53
515.11
8,735
11.99
4.25
2000Q3
4.96
421.33
8,780
13.38
0.31
2000Q4
6.13
416.32
9,595
14.22
8.82
2001Q1
3.87
381.05
10,425
15.43
2.65
2001Q2
5.77
437.62
11,390
16.54
3.86
2001Q3
3.44
392.47
9,715
17.66
-1.67
2001Q4
1.56
392.03
10,400
17.93
7.78
2002Q1
3.52
481.86
9,825
17.45
-1.50
2002Q2
4.21
505.01
8,713
16.53
0.87
2002Q3
5.55
412.43
9,000
14.73
2.51
2002Q4
4.68
424.94
8,950
13.82
2.82
2003Q1
4.91
398.00
8,902
12.80
-0.69
2003Q2
5.03
497.81
8,275
11.01
1.87
2003Q3
4.56
599.84
8,395
9.26
1.90
2003Q4
4.63
679.30
8,420
8.77
4.88
2004Q1
4.10
735.70
8,564
7.93
-2.97
2004Q2
4.39
732.40
9,400
7.52
4.97
2004Q3
4.50
820.10
9,155
7.50
1.52
2004Q4
7.16
1000.20
9,270
7.51
4.63
2005Q1
5.96
1080.10
9,465
7.57
-1.08
2005Q2
5.87
1122.30
9,760
8.10
5.26
2005Q3
5.84
1079.20
10,300
10.78
7.20
2005Q4
5.11
1182.00
9,830
14.54
4.22
2006Q1
5.13
1322.97
9,070
13.83
-0.33
2006Q2
4.93
1310.26
9,263
13.16
4.92
2006Q3
5.86
1534.00
9,223
12.07
2.94
2006Q4
6.06
1805.52
8,995
10.17
6.78
2007Q1
6.06
1830.92
9,136
9.06
-0.24
2007Q2
6.73
2139.28
9,045
8.58
5.46
2007Q3
6.74
2359.21
9,150
8.11
4.28
2007Q4
5.84
2745.83
9,393
8.06
8.75
2008Q1
6.22
2447.30
9,229
8.09
-3.35
2008Q2
6.30
2349.11
9,228
8.77
6.84
2008Q3
6.25
1832.51
9,506
10.23
4.39
2008Q4
5.28
1355.41
11,120
12.35
6.62
2009Q1
4.52
1406.65
11,700
9.97
1.10
2009Q2
4.14
2026.78
10,208
8.11
3.17
2009Q3
4.27
2467.59
9,665
7.04
2.07
2009Q4
5.60
2534.36
9,404
7.12
6.09
2010Q1
5.99
2777.30
9,100
7.06
-1.37
2010Q2
6.29
2913.68
9,074
6.90
5.64
2010Q3
5.81
3501.30
8,908
6.97
1.96
2010Q4
6.81
3703.51
8,996
6.70
8.63
2011Q1
6.45
3678.67
8,708
6.78
-0.80
2011Q2
6.52
3888.57
8,579
7.13
2.91
2011Q3
6.49
3549.03
8,875
6.63
4.78
2011Q4
6.50
3821.99
9,069
5.46
8.85
Keterangan : GDPVC = Pertumbuhan Volume GDP, IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan,
NER= Nominal Exchange Rate, JIBOR3 = Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR)
dengan tenor 3 bulan, M2G = Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2)
45
Lampiran 13 Uji Akar Unit AFSI ADF dan PP
Null Hypothesis: AFSI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.926974
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.3175
t-Statistic
Prob.*
-6.958081
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0000
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.976433
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.2959
Adj. t-Stat
Prob.*
-6.954741
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(AFSI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: AFSI has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(AFSI) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
46
Lampiran 14 Uji Akar Unit Pertumbuhan Volume GDP ADF dan PP
Null Hypothesis: GDPVC has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.295038
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.0207
t-Statistic
Prob.*
-8.758793
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0000
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.293137
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.0208
Adj. t-Stat
Prob.*
-10.87221
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(GDPVC) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: GDPVC has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(GDPVC) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 6 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
47
Lampiran 15 Uji Akar Unit IHSG ADF dan PP
Null Hypothesis: IHSG has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
0.638971
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.9894
t-Statistic
Prob.*
-4.802815
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0003
Adj. t-Stat
Prob.*
0.388895
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.9804
Adj. t-Stat
Prob.*
-4.685493
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0004
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: IHSG has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
48
Lampiran 16 Uji Akar Unit JIBOR Tenor 3 Bulan ADF dan PP
Null Hypothesis: JIBOR has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.763291
-4.170583
-3.510740
-3.185512
0.0278
t-Statistic
Prob.*
-3.522323
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0117
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.382260
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.5830
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.515421
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0119
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(JIBOR) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: JIBOR has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(JIBOR) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
49
Lampiran 17 Uji Akar Unit Jumlah Uang Beredar (M2) ADF dan PP
Null Hypothesis: M2G has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.546171
-3.592462
-2.931404
-2.603944
0.5010
t-Statistic
Prob.*
-7.101811
-3.592462
-2.931404
-2.603944
0.0000
Adj. t-Stat
Prob.*
-10.72450
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.0000
Adj. t-Stat
Prob.*
-37.85693
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(M2G) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: M2G has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(M2G) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 12 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
50
Lampiran 18 Uji Akar Unit Nilai Tukar Nominal ADF dan PP
Null Hypothesis: NER has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.192940
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0268
t-Statistic
Prob.*
-6.782895
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0000
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.598354
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.0095
Adj. t-Stat
Prob.*
-6.878322
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(NER) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: NER has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(NER) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
51
Lampiran 19 Uji Kointegrasi Engle-Granger
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.637676
-2.615093
-1.947975
-1.612408
0.0094
t-Statistic
Prob.*
-4.715063
-3.592462
-2.931404
-2.603944
0.0004
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.586979
-2.615093
-1.947975
-1.612408
0.0108
Adj. t-Stat
Prob.*
-8.052930
-3.581152
-2.926622
-2.601424
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(RESID01) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: None
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(RESID01) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
52
Lampiran 20 Uji Kointegrasi Johansen
Date: 06/05/14 Time: 21:06
Sample (adjusted): 2000Q3 2011Q4
Included observations: 46 after adjustments
Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant)
Series: AFSI5 GDPVC LOG(IHSG) JIBOR3 M2G LOG(NER)
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized
No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace
Statistic
0.05
Critical Value
Prob.**
None *
At most 1 *
At most 2 *
At most 3
At most 4
At most 5
0.593225
0.549341
0.505334
0.271420
0.166096
0.070431
136.7001
95.32336
58.65928
26.28110
11.71485
3.359566
103.8473
76.97277
54.07904
35.19275
20.26184
9.164546
0.0001
0.0010
0.0185
0.3265
0.4747
0.5157
Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized
No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen
Statistic
0.05
Critical Value
Prob.**
None *
At most 1 *
At most 2 *
At most 3
At most 4
At most 5
0.593225
0.549341
0.505334
0.271420
0.166096
0.070431
41.37676
36.66408
32.37818
14.56624
8.355289
3.359566
40.95680
34.80587
28.58808
22.29962
15.89210
9.164546
0.0448
0.0296
0.0156
0.4116
0.5059
0.5157
Max-eigenvalue test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
53
Lampiran 21 Hasil Estimasi ECM Jangka Panjang
Dependent Variable: AFSI5
Method: Least Squares
Date: 06/05/14 Time: 21:05
Sample: 2000Q1 2011Q4
Included observations: 48
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
GDPVC
LOG(IHSG)
JIBOR3
M2G
LOG(NER)
2.311027
0.026014
0.031042
0.001636
-0.003005
-0.235545
0.923474
0.009130
0.016635
0.003546
0.002462
0.104543
2.502537
2.849373
1.866046
0.461251
-1.220506
-2.253093
0.0163
0.0068
0.0690
0.6470
0.2291
0.0295
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.508237
0.449694
0.051103
0.109686
77.84308
8.681406
0.000010
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.523901
0.068889
-2.993462
-2.759562
-2.905071
0.394927
Lampiran 22 Hasil Estimasi ECM Jangka Pendek
Dependent Variable: D(AFSI5)
Method: Least Squares
Date: 06/05/14 Time: 21:12
Sample (adjusted): 2000Q2 2011Q4
Included observations: 47 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(GDPVC)
D(LOG(IHSG))
D(JIBOR3)
D(M2G)
D(LOG(NER))
RESID01(-1)
0.001302
0.008548
0.062717
0.004137
-0.002727
-0.211094
-0.192886
0.003899
0.003943
0.034599
0.003256
0.000723
0.071824
0.078119
0.333825
2.167752
1.812696
1.270555
-3.772309
-2.939038
-2.469127
0.7403
0.0362
0.0774
0.2112
0.0005
0.0054
0.0179
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.547938
0.480129
0.024857
0.024715
110.7467
8.080589
0.000010
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.002362
0.034475
-4.414753
-4.139199
-4.311060
1.995723
54
Lampiran 23 Hasil Uji Linearitas Ramsey RESET
Ramsey RESET Test:
F-statistic
Log likelihood ratio
1.172474 Prob. F(2,38)
2.814361 Prob. Chi-Square(2)
0.3205
0.2448
Test Equation:
Dependent Variable: D(AFSI)
Method: Least Squares
Date: 06/05/14 Time: 23:03
Sample: 2000Q2 2011Q4
Included observations: 47
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(GDPVC)
D(LOG(IHSG))
D(JIBOR3)
D(M2G)
D(LOG(NER))
RESID01(-1)
FITTED^2
FITTED^3
0.002477
0.003760
0.033805
0.002781
-0.001688
-0.145168
-0.117170
-1.592079
192.3704
0.004676
0.005024
0.039446
0.003376
0.000998
0.084084
0.094402
3.968998
127.3185
0.529764
0.748374
0.857001
0.823862
-1.691620
-1.726459
-1.241175
-0.401129
1.510938
0.5994
0.4588
0.3968
0.4152
0.0989
0.0924
0.2221
0.6906
0.1391
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.574213
0.484574
0.024750
0.023278
112.1539
6.405824
0.000029
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.002362
0.034475
-4.389527
-4.035243
-4.256207
1.898400
Lampiran 24 Hasil Uji Normalitas Jarque-Bera
9
Series: Residuals
Sample 2000Q2 2011Q4
Observations 47
8
7
6
5
4
3
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-2.07e-18
6.49e-05
0.060575
-0.043894
0.023179
0.494976
3.500966
Jarque-Bera
Probability
2.410651
0.299595
2
1
0
-0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
55
Lampiran 25 Uji Multikolinearitas Matriks Korelasi
D(GDPVC)
D(LOG(IHSG))
D(JIBOR3)
D(M2G)
D(LOG(NER))
RESID01(-1)
D(GDPVC)
D(LOG(IHSG))
D(JIBOR3)
D(M2G)
D(LOG(NER))
1.000000
0.202165
-0.105861
0.163666
0.020670
0.135913
0.202165
1.000000
-0.375038
0.049485
-0.462500
0.244388
-0.105861
-0.375038
1.000000
0.071169
0.281687
-0.082781
0.163666
0.049485
0.071169
1.000000
0.280014
-0.041073
0.020670
-0.462500
0.281687
0.280014
1.000000
-0.093659
Lampiran 26 Hasil Uji Heteroskedasticity Breusch-Pagan-Godfrey
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
0.375437
2.505717
2.269521
Prob. F(6,40)
Prob. Chi-Square(6)
Prob. Chi-Square(6)
0.8903
0.8678
0.8933
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/05/14 Time: 21:50
Sample: 2000Q2 2011Q4
Included observations: 47
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(GDPVC)
D(LOG(IHSG))
D(JIBOR3)
D(M2G)
D(LOG(NER))
RESID01(-1)
0.000485
-2.27E-05
0.001285
0.000116
-2.14E-06
0.001772
0.001050
0.000138
0.000139
0.001221
0.000115
2.55E-05
0.002534
0.002756
3.527831
-0.163374
1.052410
1.007703
-0.083877
0.699182
0.380905
0.0011
0.8710
0.2989
0.3197
0.9336
0.4885
0.7053
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.053313
-0.088690
0.000877
3.08E-05
267.9291
0.375437
0.890270
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.000526
0.000841
-11.10337
-10.82781
-10.99967
2.201837
56
Lampiran 27 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.010878 Prob. F(2,38)
0.026894 Prob. Chi-Square(2)
0.9892
0.9866
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 06/05/14 Time: 23:12
Sample: 2000Q2 2011Q4
Included observations: 47
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(GDPVC)
D(LOG(IHSG))
D(JIBOR3)
D(M2G)
D(LOG(NER))
RESID01(-1)
RESID(-1)
RESID(-2)
1.04E-05
-9.16E-05
-0.000135
-2.49E-06
-4.21E-06
-0.001726
-0.005627
0.004745
0.027193
0.004001
0.004092
0.035564
0.003340
0.000746
0.074596
0.097882
0.189881
0.184473
0.002610
-0.022382
-0.003809
-0.000745
-0.005649
-0.023143
-0.057487
0.024989
0.147410
0.9979
0.9823
0.9970
0.9994
0.9955
0.9817
0.9545
0.9802
0.8836
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.000572
-0.209834
0.025495
0.024701
110.7601
0.002720
1.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-2.07E-18
0.023179
-4.330219
-3.975935
-4.196900
2.002555
57
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 9 Januari 1993 dari ayah Sukri
Iskandar dan ibu Iffah. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun
2010 penulis lulus dari Madrasah Aliah Negeri (MAN) 4 Jakarta dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tulis dan
diterima di Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai angota event
organizer Koprasi Mahasiswa (KOPMA), staf Departemen Keuangan Lembaga
Dakwah Kampus (LDK) Al-Hurriah IPB, staf Departemen Advokasi
Kesejahteraan Mahasiswa BEM FEM IPB, Anggota HMI Cabang Bogor
Komisariat FEM IPB, Wakil Bendahara Umum HMI Cabang Bogor Komisariat
FEM IPB, Wakil Sekretaris Umum HMI Cabang Bogor Komisariat FEM IPB,
Ketua Umum Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan (HIPOTESA) FEM IPB. Katua Bidang Pengembangan Anggota
HMI Cabang Bogor Komisariat FEM IPB. Bulan Juli-Agustus 2013
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Mekar Jaya, Kecamatan
Cikajang, Kabupaten Garut.
Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat Mahasiswa
seprti lomba karya tulis ilmiah TEBFC 2013 di Trisakti dan E-CHAMP 2013 di
IPB
Download