ANALISIS STABILITAS SISTEM KEUANGAN INDONESIA ANDRI SUKRUDIN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Andri Sukrudin NIM H14100117 ABSTRAK ANDRI SUKRUDIN. Analisis Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO. Sistem keuangan sangat penting perananya di dalam perekonomian suatu negara. Berbagai metode telah digunakan untuk dapat mengamati stabilitas sistem keuangan, salah satunya dengan membangun indeks agregat untuk stabilitas sistem keuangan seperti Aggregate Financial Stability Index (AFSI). Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai stabilitas sistem keuangan dan mengamati fenomena krisis yang terjadi di Indonesia selama periode 2000-2011 mengunakan AFSI. Pergerakan indeks menunjukan bahwa secara umum stabilitas sistem keuangan Indonesia berada pada koridor financial instability atau kondisi tidak stabil. Validasi ekonometrik indeks dilakukan dengan menganalisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia menggunakan model koreksi kesalahan (Error Correction Model = ECM). Pertumbuhan volume GDP dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berkontribusi positif dalam menciptakan sistem keuangan yang stabil. Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) dan nilai tukar nominal berpengaruh negatif, sehingga dapat mengancam stabilitas sistem keuangan. Kata Kunci: Aggregate Financial Stability Index, Indikator Makroekonomi, Model koreksi Kesalahan, Stabilitas Sistem Keuangan ABSTRACT ANDRI SUKRUDIN. Indonesia’s Financial Supervised by NUNUNG NURYARTONO. System Stability Analysis. The financial system is very important in the economy of a country. Various methods have been used to observe the stability of the financial system, one of them by constructing an aggregate index for the stability of the financial system as “Aggregate Financial Stability Index (AFSI)”. The purpose of this study is to assess the stability of the financial system and to observe the crisis phenomena that occurred in Indonesia during the period 2000-2011 using the AFSI. The movement of the index shows that the overall stability of the financial system in Indonesia is in the corridors the financial instability or unstable condition. Econometric validation of index by analyzing the effect of macroeconomic indicators on the stability of the Indonesia’s financial system using Error Correction Model (ECM). Both the growth of the GDP volume and IHSG gives rise to positive contribution in creating a stable financial system. Both The growth in the money supply (M2) and Nominal Exchange Rate bring about a negative effect, so as to endanger the stability of the financial system. Keywords: aggregate financial stability index, error correctoin model, macroeconomic indicators, financial system stability ANALISIS STABILITAS SISTEM KEUANGAN INDONESIA ANDRI SUKRUDIN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Judul Skripsi : Analisis Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Nama : Andri Sukrudin NIM : H14100117 Disetujui oleh Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc Ketua Departemen Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Mei 2014 ini ialah stabilitas sistem keuangan, dengan judul Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Indikator Makroekonomi Yang Mempengaruhinya. Stabilitas sistem keuangan merupakan isu yang sangat menarik karena semakin berkembanganya sistem keuangan. Informasi terkait stabilitas sistem keuangan sangat dibutuhkan bagi para pelaku usaha dalam menentukan strategi pengembangan usahanya dan pemerintah pusat maupun otoritas moneter dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai perkembangan stabilitas sistem keuangan Indonesia periode 2000 sampai dengan 2011 dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Terima kasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran baik teknis maupun teoritis bagi penulis dalam melakukan penelitian ini. Kepada Ibu Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi selaku dosen penguji utama dan Bapak Dr Alla Asmara, SPt, MSi selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan, penulis ucapkan terima kasih atas sarannya untuk perbaikan karya ilmiah ini. Tidak lupa juga terima kasih penulis ucapkan kepada para dosen, staff dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah memberikan banyak ilmu dan bantuannya, teman-teman Ilmu Ekonomi 47 dan pengurus HIPOTESA 2013 atas motivasinya kepada penulis selama menjalankan studi di IPB. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan satu bimbingan Luqman Azis yang senantiasa menemani penulis dalam mengumpulkan data, Fatimah Zachra Fauziah, Nana Rodiana, Masyithoh Al-kautsar, Mirsad Awawin dan Ahmad Azhari Pohan atas semangat yang diberikan kepada penulis. Terima kasih untuk teman seperjuangan Pangrio Nurjaya yang selalu bersama dalam mengarungi susah senangnya dunia mahasiswa sejak tingkat persiapan bersama. Terima kasih kepada Intan Maulidia yang selalu bersedia berbagi dan memberikan semangat kepada penulis. Juga apresiasi saya berikan kepada rekan-rekan HMI cabang Bogor komisariat FEM yang selalu berbagi ilmu dan pengetahuannya melalui diskusi yang rutin dilakukan, yakin usaha sampai. Skripsi ini penulis persembahkan kepada Bapak Sukri Iskandar dan Ibu Iffah yang melalui usaha dan doanya telah berjuang dengan sangat keras sehingga berhasil menjadikan penulis sebagai orang pertama dalam keluarga besar yang memperoleh gelar sarjana. Juga untuk adik penulis Ardi Sukmana agar semakin termotivasi untuk terus berprestasi. Terakhir untuk sanak saudara yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis untuk bisa menyelesaikan studi di IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Andri Sukrudin DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 1 1 3 5 6 6 TINJAUAN PUSTAKA Krisis Finansial Stabilitas Sistem Keuangan Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis 6 6 7 8 9 10 METODE PENELITIAN 10 Jenis dan Sumber Data 10 Metode Analisis Data 14 Membangun Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat 15 Analisis Deskriptif Pergerakan Indeks 17 Validasi Ekonometrik Indeks : Two-step Engle-Granger Error Correction Model 17 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan dan Fenomena Krisis di Indonesia Periode 2000-2011 20 Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Tahun 2000-2003 21 Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Krisis Kecil Tahun 2005 23 Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Krisis Global Tahun 2008 23 Pengaruh Indikator Makroekonomi Terhadap Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia 24 PENUTUP Simpulan Saran 30 30 31 DAFTAR PUSTAKA 31 LAMPIRAN 33 RIWAYAT HIDUP 57 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 Indikator Individu Penyusun Agregat Financial Stability Index (AFSI) Indikator Makroekonomi Uji Akar Unit Uji Kontegrasi Engle-Granger Uji Kointegrasi Johansen Uji Asumsi Klasik Hasil Estimasi Error Correction Model 11 14 25 25 26 26 27 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 Petumbuhan Ekonomi dan Inflasi Indonesia Tahun 1990-2012 Kerangka Pemikiran Pergerakan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat dan SubIndeks Penyusun 2 9 21 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Development Index (FDI) Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Vulnerability Index (FVI) Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Soundness Index (FSI) Data Indikator Individu Sub-Indeks World Economic Climate Index (WECI) Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial Development Index (FDI) Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial Vulnerability Index (FVI) Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial Soundness Index (FSI) Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks World Economic Climate Index (WECI) Data Hasil Agregasi Masing-masing Indikator Individu Sub-Indeks FDI, FVI, FSI, WECI, dan Indeks Agregat AFSI Koridor Stabilitas Sistem Keuangan Indeks Stabilitas Kistem Keuangan (ISSK) Agregat Bank Indonesia Data Indikator Makroekonomi Uji Akar Unit AFSI ADF dan PP Uji Akar Unit Pertumbuhan Volume GDP ADF dan PP Uji Akar Unit IHSG ADF dan PP Uji Akar Unit JIBOR Tenor 3 Bulan ADF dan PP Uji Akar Unit Jumlah Uang Beredar (M2) ADF dan PP Uji Akar Unit Nilai Tukar Nominal ADF dan PP 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 43 44 45 46 47 48 49 50 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Uji Kointegrasi Engle-Granger Uji Kointegrasi Johansen Hasil Estimasi ECM Jangka Panjang Hasil Estimasi ECM Jangka Pendek Hasil Uji Linearitas Ramsey RESET Hasil Uji Normalitas Jarque-Bera Uji Multikolinearitas Matriks Korelasi Hasil Uji Heteroskedasticity Breusch-Pagan-Godfrey Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test 51 52 53 53 54 54 55 55 56 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Semakin disadari bahwa sistem keuangan sangat penting peranannya di dalam perekonomian suatu negara. Stabilitas sistem keuangan merupakan isu yang sangat penting. Stabilitas sistem keuangan bukan tujuan akhir dalam perekonomian tetapi lebih kepada suatu kondisi yang menjadi syarat penting dalam mencapai perkembangan ekonomi 1 . Sistem keuangan yang stabil dapat mendorong kinerja sektor riil melalui peran intermediasi lembaga keuangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu pemerintah dalam upaya pengendalian tingkat inflasi melalui transmisi kebijakan moneter untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing produk yang dihasilkan oleh suatu negara. Setiap negara berusaha menjaga stabilitas sistem keuangan dengan menciptakan sistem perbankan dan iklim investasi yang sehat melalui berbagai kebijakan moneter yang sesuai. Pemerintah harus sangat berhati-hati dalam menentukan kebijakan yang tepat dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang terjadi, karena stabilitas sistem keuangan sangat rentan terhadap berbagai ancaman baik dari dalam maupun dari luar khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Institusi pasar dan lembaga-lembaga keuangan di negara berkembang umumnya tidak teratur, terbagi-bagi tanpa pengawasan yang terpusat dan cenderung tergantung pada pihak luar serta nilai tukar yang sangat mudah dipengaruhi oleh dolar atau terhadap beberapa mata uang negara-negara maju lainnya 2. Krisis finansial asia yang juga dialami Indonesia pada tahun 1997-1998 menunjukan bahwa buruknya stabilitas sistem keuangan dapat melemahkan perekonomian suatu negara. Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar yang sebelumnya pada akhir tahun 1997 hanya bergerak pada kisaran Rp. 4,850 per dolar AS merosot hampir mencapai Rp. 17,000 per dolar AS pada awal tahun 1998. Kondisi ekonomi mengalami ketidakpastian (uncertainty) yang terus meningkat sehingga mengguncang pasar uang, pasar valas dan pasar modal Indonesia serta menambah beban hutang Indonesia khususnya pihak swasta yang berpotensi menyebabkan capital outflow yang besar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun ke titik terendah yaitu 292.12 poin pada tahun 1998 dari 467.339 poin pada semester satu tahun 1997. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan mengakibatkan terjadinya penarikan besarbesaran (Bank Runs) tabungan masyarakat yang ada di bank. Sementara kredit yang disalurkan oleh bank sebagian besar terkonsentrasi pada perusahaanperusahaan besar yang rentan terhadap dampak krisis keuangan tersebut. Kredit macet (Non Performing Loan) mencapai 30% sehingga bank kesulitan untuk mengembalikan uang kepada masyarakat. Krisis kecil tahun 2005 yang disebabkan oleh naiknya harga minyak dunia menyebabkan kondisi perekonomian dunia menjadi tidak stabil khususnya bagi 1 Nasution, Anwar. 2003. Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Implikasi Hukum dan Agenda Kedepan. hlm 4 2 Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonom edisi kesembilan Jilid 2. Erlangga: Jakarta. hlm 315 2 negara pengimpor minyak seperti Indonesia 3. Hal tersebut memaksa pemerintah untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang kemudian menyebabkan inflasi. Pertumbuhan sektor riil mengalami perlambatan dan kredit bermasalah meningkat. Menurut Prasetyantoko (2009) ekonomi Indonesia sedang mengalami pertumbuhan yang tidak nyata. Alasanya karena pertumbuhan ekonomi tidak disertai bertambahnya lapangan pekerjaan yang signifikan. Hal tersebut dapat terjadi jika sektor keuangan tumbuh dengan cepat secara tidak proporsional terhadap sektor riil ditambah lagi jika sektor keuangan berkembang dalam situasi fungsi intermediasi yang tidak berjalan. Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 sebagai imbas dari resesi perekonomian Amerika Serikat yang sebagian besar disebabkan oleh kredit macet perumahan (subprime mortgage). Banyak perusahaan besar dunia yang berinvestasi pada bisnis kredit rumah tersebut. Ketika terjadi gagal bayar pada bisnis kredit perumahan tersebut perusahan-perusahan besar dunia yang berinvestasi mengalami kesulitan likuiditas dan akhinya bangkrut. Hal ini menganggu perekonomian global dan menyebar ke sebagian besar negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Dampak resesi ekonomi tersebut cukup berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Krisis global menyebabkan banyaknya investor asing yang menarik dananya dari Indonesia sehingga permintaan dolar meningkat. Permintaan dolar yang meningkat menyebabkan kurs rupiah melemah pada bulan November 2008 menjadi Rp. 11.711 per dolar AS dari 10.048 per dolar AS pada bulan Oktober 2008. Pertumbuhan Ekonomi Inflasi 90 80 77.63 70 Tingkat (%) 60 50 40 30 20 11.05 10 9.539.52 9.777.548.64 8.226.47 7.82 7.246.954.94 6.46 6.5 9.24 4.7 0 -10 -20 17.11 12.55 11.06 9.35 10.03 6.4 5.69 6.6 6.356.014.586.96 6.226.496.23 5.5 6.59 4.923.64 4.5 5.06 4.785.03 3.79 4.3 2.78 2.01 0.79 -13.13 Periode (Tahun) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) Gambar 1 Petumbuhan Ekonomi dan Inflasi Indonesia Tahun 1990-2012 Krisis juga diperburuk dengan tingginya tingkat inflasi di suatu negara. Tingkat inflasi di Indonesia mencapai 12.67% pada februari 1998 kemudian terus 3 Deriantino (2010) dalam “Addressing Risks In Promoting Financial Stability: Indonesia Experience” Hal 60, menyatakan bahwa Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak sejak tahun 2004, sebelumnya Indonesia merupakan negara pengekspor minyak. 3 meningkat menjadi 54.54% pada agustus 1998. Sementara pada krisis 2008 tingkat inflasi di Indonesia mencapai 12.14% pada bulan september. Tingkat inflasi yang tinggi secara langsung dapat mengurangi daya beli masyarakat khususnya bagi masyarakat yang berpendapatan rendah. Hal ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sehingga dapat mengganggu stabilitas politik dan keamanan negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bernilai negatif yaitu sebesar 13.13% sebagai dampak krisis finansal yang melanda beberapa negara di Asia termasuk Indonesa pada tahun 1998. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan berturut-turut dari tahun 2007, 2008 dan 2009 sebesar 6.35%, 6.01% dan 4.58%. Hal ini menunjukan bahwa krisis finansial dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dampak krisis finansial yang begitu besar mendorong setiap negara untuk lebih menata, mengawasi dan mengontrol stabilitas sistem keuangannya terutama di era ekonomi yang semakin terbuka ini. Krisis ekonomi global tampak dalam gejala resesi perekonoman dunia yang umumnya bersumber dari negara-negara maju, mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi khususnya di negara sedang berkembang seperti Indonesia 4 . Guncangan pada stabilitas ekonomi global dapat mengancam stabilitas ekonomi dalam negeri suatu negara melalui hubungan perdagangan maupun kerjasama dalam bidang ekonomi lain seperti pinjaman luar negeri, investasi langsung dan tidak langsung. Krisis tersebut kemudian menyebar secara sistemik di dalam sistem keuangan setiap negara khususnya melalui lembaga keuangan dimana sektor perbankan mendominasi pasar keuangan Indonesia dengan share asset sekitar 80% 5. Rumusan Masalah Indonesia telah memiliki banyak pengalaman dari berbagai krisis yang pernah dialami dalam menjaga stabilitas makroekonomi khususnya dalam menerapkan kebijakan moneter yang tepat dan berhati-hati terhadap berbagai pengaruh negatif perekonomian global. Terbukti setelah krisis 1998 Indonesia berusaha bangkit dari keterpurukan dan mampu meminimalisir berbagai dampak negatif dari krisis 2008 khususnya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Pemerintah melalui Bank Indonesia mulai melakukan pengawasan serius terhadap sistem perbankan yang terkena dampak paling besar saat krisis. Selain itu sistem perbankan memiliki fungsi intermediasi antara pemilik dana dengan para pelaku usaha sehingga harus benar-benar diawasi dalam menjaga ketersedian dana pinjaman dari dalam negeri bagi para pelaku usaha karena sangat berisiko jika melakukan pinjaman luar negeri. Bank juga harus menjaga dana para nasabah yang menabung agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Stabilitas sistem keuangan yang baik menunjukan iklim investasi dan sistem perbankan yang sehat sehingga dapat mendukung sektor riil khususnya industri yang dapat menghasilkan barang-barang kebutuhan dasar hidup masyarakat secara umum agar permintaan dalam negeri dapat terpenuhi dan mengurangi 4 5 Rahardjo MD. 1987. Perekonomian Indonesia Pertumbuhan dan Krisis. LP3ES: Jakarta. hlm 67 Deriantino E. 2010. Addressing Risks In Promoting Financial Stability: Indonesia Experience. Direktorat Penelitian dan Regulasi, Bank Indonesia. hlm 62 4 ketergantungan akan impor barang-barang kebutuhan. Stabilitas sistem keuangan yang baik juga harus didukung oleh nilai tukar mata uang dalam negeri yang stabil terhadap mata uang negara lain agar kegiantan perdagangan internasional dan investasi dapat berjalan dengan baik khususnya untuk investasi yang didanai dengan pinjaman luar negeri. Fenomena krisis yang terjadi di berbagai belahan dunia memberikan trauma tersendiri karena dengan waktu yang sangat singkat dapat meruntuhkan perekonomian suatu negara dan membutuhkan biaya yang sangat besar untuk dapat pulih. Setiap negara dituntut untuk mampu mengawasi dan mengontrol sistem keuangannya agar tetap stabil dan terhindar dari krisis. Informasi terkait stabilitas sistem keuangan sangat dibutuhkan oleh pemerintah dan pelaku usaha dalam menentukan kebijakan yang berimplikasi pada kinerja perekonomian Indonesia. Permasalahan yang mendasar adalah sangat sulit untuk mendefinisikan atau mengambarkan secara sederhana kondisi sistem keuangan. Sulit mengetahui stabilitas sistem keuangan yang berada pada kondisi baik dan sistem keuangan yang berada dalam kondisi rentan terhadap krisis. Diperlukan suatu metode atau indikator yang dapat menggambarkan kondisi stabilitas sistem keuangan sehingga dapat membantu pemerintah dalam merancang dan menetapkan kebijakan yang tepat bagi perekonomian. Para pelaku usaha juga lebih mudah dalam menyusun strategi yang matang untuk pengembangan usaha. Berbagai studi telah dilakungan untuk mengembangkan metode yang dapat digunakan sebagai indikator dalam mengamati fenomena krisis dan stabilitas sistem keuangan. Indikator yang telah dikembangkan kemudian digunakan untuk membangun sistem peringatan dini. Beberapa indikator lain dibangun dalam bentuk indeks stres, indeks agregat satbilitas sistem keuangan dan lain-lain. Pengembangan sistem peringatan dini atau lebih dikenal dengan Early Warning System (EWS) salah satunya yang dilakukan oleh singh (2010) dengan membangun indeks kerapuhan sektor perbankan bulanan (BSF) India yang dijadikan indikator untuk memberikan sinyal krisis mengunakan model probit. Studi terkait EWS di Indonesia juga sudah banyak dikembangkan seperti yang dilakukan oleh Handoyo (2012) membangun sistem yang memberikan sinyal krisis mata uang, krisis perbankan dan krisis utang serta Dewi dan Sutrisna (2013) membangun sistem yang memberikan sinyal krisis nilai tukar dan krisis perbankan mengunakan indeks EPM 6 dan pendekatan kualitatif model logit. Indeks stres stabilitas keuangan juga banyak dikembangkan di berbagai negara seperti indeks stres keuangan sistemik Yunani oleh Louzis dan Vouldis (2013), Hanschel dan Monnin (2005) membangun Indeks sters sektor perbankan Swiss serta Illing dan Liu (2003) membangun Financial Stress Index (FSI) untuk sistem keuangan Canada. Bank Indonesia juga mengembangkan Financial Stability Index atau Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) agregat untuk mengamati stabilitas sistem keuangan Indonesia. Namun, menurut Albulescu dan Goyeau (2010) meskipun sistem peringatan dini (EWS) dapat memberikan 6 Handoyo (2012) mengunakan Indeks EPM yang dikembangkan oleh Kaminsky, Lizondo dan Reinhart (1998) dan Kaminsky dan Reinhart (1999). Dewi dan Sutrisna (2013) mengunakan Indeks EPM yang sebelumnya dikembangkan oleh Bussiere dan Fratzcher (2002) yang didefinisikan sebagai bobot rata-rata volatilitas nilai tukar, cadangan devisa dan perubahan suku bunga riil. 5 perkiraan terkait kemungkinan munculnya krisis keuangan, tetapi tidak menawarkan kemungkinan untuk memperhitungkan seluruh resiko dalam sistem yang terbuka, juga tidak memberikan informasi yang berkaitan dengan kapasitas respon terhadap guncangan. Albulescu dan Goyeau (2010) juga berpendapat bahwa teknik-teknik uji stres (Stress Index) memungkinkan identifikasi terhadap potensi guncangan dan memperkirakan daya tahan sistem keuangan, tetapi tidak memberikan kemungkinan untuk membandingkan tingkat stabilitas untuk periode yang berbeda atau tingkat stabilitas dari dua atau lebih sistem keuangan. Studi dalam membangun indeks agregat untuk stabilitas sistem keuangan juga sudah mulai banyak dikembangkan. Aggregate Financial Stability Index (AFSI) merupakan indeks agregat yang dikembangkan oleh Albulescu (2008) untuk menganalisis stabilitas sistem keuangan Rumania, Morris (2010) membangun AFSI untuk stabilitas sistem keuangan Jamaika dan AFSI untuk stabilitas sistem keuangan Macao yang dikembangkan oleh Cheng dan Choy (2011). Metode AFSI merupakan teknik tersendiri yang dapat digunakan untuk melengkapi metode yang lain. AFSI memberikan kemungkinan kepada pengunanya untuk membandingkan tingkat stabilitas sistem keuangan dalam periode yang berbeda, juga atar sistem keuangan yang berbeda, mengamati dinamika perubahan tingkat stabilitas suatu sistem keuangan dan memungkinkan untuk dilakukan peramalan terkait stabilitas suatu sistem keuangan. Keuntungan lain dari metode AFSI adalah mengunakan cara penghitungan yang sederhana, akses yang mudah terhadap data statistik karena secara umum datanya cukup tersedia, lebih transparan dan sangat membantu dalam mendefinisikan stabilitas sistem keuangan suatu negara (Albulescu dan Goyeau 2010). Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyusun rumusan masalah sebagai dasar untuk mengkaji beberapa hal sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan stabilitas sistem keuangan Indonesia periode 2000-2011? 2. Bagaimana pengaruh beberapa indikator makroekonomi terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia yang berpotensi menyebabkan terjadinya krisis keuangan ? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Menilai stabilitas sistem keuangan dan mengamati fenomena krisis yang terjadi di Indonesia selama periode 2000-2011. 2. Menganalisis pengaruh beberapa indikator makroekonomi terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia yang berpotensi menyebabkan terjadinya krisis keuangan. 6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak diantaranya : 1. Menambah pengetahuan bagi penulis sendiri dan pembaca terkait perkembangan stabilitas sistem keuangan Indonesia dan krisis keuangan. 2. Menjadi bahan pertimbangan dan memberikan masukan bagi pemerintah serta para stakeholder dalam menetukan kebijakan yang berkaitan dengan hal stabilitas sistem keuangan Indonesia. 3. Menjadi bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan stabilitas sistem keuangan dan krisis keuangan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas perkembangan stabilitas sistem keuangan Indoneisa serta fenomena krisis yang terjadi selama periode 2000-2011 dan menganalisis beberapa indikator makroekonomi yang berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia yang berpotensi menyebabkan terjadinya krisis keuangan di Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA Krisis yang terjadi dan berpengaruh sistemik terhadap perekonomian baik yang terjadi di Asia, Amerika Serikat dan Eropa umumnya merupakan krisis finansial. Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami krisis finansial dengan dampak terburuk pada krisis Asia tahun 1998. Perbandingan yang sangat beragam dari contoh krisis yang terjadi dari waktu ke waktu di berbagai negara menandakan hubungan yang kompleks antara episode krisis dan struktur yang mendasari baik ekonomi dan sistem keuangannya (Visano 2006). Krisis Finansial Visano (2006) mengatakan bahwa krisis muncul secara beragam dalam bentuk runtuhnya pasar saham, kegagalan secara besar-besaran lembaga keuangan, jatuhnya nilai tukar mata uang suatu negara atau beberapa kombinasi dari ketiganya. Krisis keuangan dipandang secara luas dalam berbagai situasi dimana beberapa lembaga atau aset keuangan dalam waktu yang singkat tiba-tiba kehilangan sebagian besar nilainya 7. Krisis finansial umumnya dikaitkan dengan Bank Panic yang ditandai dengan banyaknya penarikan secara besarbesaran tabungan (Bank Runs) akibat menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank dan pesentase kredit macet yang cukup tinggi. Krisis finansial juga disebabkan nilai mata uang domestik melemah terhadap mata uang 7 Singh, Thangjam Rajeshwar. 2010. Ordered Probit model of Early Warning System for Predicting Financial Crisis in India. Journal of Economic Literature Classification Number: C25, C35, E44, E47, G01 7 asing, liquiditas berkurang akibat meningkatnya permintaan mata uang asing. Krisis utang juga menjadi salah satu penyebab krisi finanisal. Menurut Lestano, Jacob dan Kuper (2003), suatu negara dikatakan mengalami krisis utang pada saat negara tersebut tidak mampu lagi membayar utang dan/atau bunganya, sehingga memutuskan untuk menunda pembayarannya sebagai bentuk keringanan. Stabilitas Sistem Keuangan Sistem keuangan merupakan bagian penting dalam mendukung perkembangan sektor riil. Robinson berpendapat bahwa sektor keuangan akan selalu mengikuti sektor industri atau riil 8. Terkait tahapan-tahapan pembangunan, Patrick mengatakan bahwa hasil pembangunan sektor keuangan adalah pertumbuhan ekonomi pada awal pembangunan ekonomi modern. Namun, begitu stabilitas sistem keuangan tercapai maka sistem keuangan akan mengikuti keadaan sektor riil 9. Sistem keuangan terdiri atas berbagai institusi di dalam suatu perekonomian yang membantu mempertemukan (intermediasi) tabungan yang dimiliki seseorang dengan investasi orang lain (Mankiw 2006) 10. Sistem keuangan sangat penting peranannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, banyak fakta yang menunjukan bahwa sektor keuangan juga dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan ekonomi 11 . Banyak negara dengan sistem keuangan yang buruk kesulitan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya negara miskin dan negara berkembang, bahkan negara maju sekalipun mengalami resesi akibat sistem keuangan yang buruk. Stabilitas sistem keuangan menurut Nasution (2003) memiliki kaitan langsung dengan stabilitas harga yang menjadi acuan bagi stabilitas moneter dan stabilitas sektor keuangan yang di dalamnya terdapat lembaga keuangan dan pasar keuangan yang mendukung jalannya sistem keuangan secara keseluruhan. Contoh kasusnya adalah jika tingkat inflasi tinggi akan mendorong kebijakan uang ketat (tight money policy), dengan meningkatkan suku bunga yang dapat berdampak pada meningkatnya kredit bermasalah yang kemudian menyebabkan kegagalan bank dan lembaga keuangan lainnya di dalam sektor keuangan. Sebaliknya gangguan pada sektor keuangan dapat menganggu efektivitas transmisi kebijakan moneter dan tingkat harga secara umum. Sedangkan Albulescu dan Goyeau (2010) mendefinisikan sistem keuangan yang stabil sebagai sistem yang selalu melakukan penyesuaian ke arah keseimbangan, setelah terkena pengaruh guncangan dari dalam dan dari luar, kemudian mampu menjalankan fungsi tradisional yang berkaitan degan alokasi sumber daya yang efisien, untuk memperbaiki distorsi harga dan menjamin sistem pembayaran dan sistem penyelesaian yang memadai, sebagai fungsi yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang menyeluruh. 8 Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. Op.cit., hlm 310 Loc.cit. 10 Mankiw, N. Gregory. 2006. Prinsip Of ECONOMIC, Pengantar Ekonomi makro. Salemba Empat : Jakarta. Hal. 84 11 Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Op.cit., hlm 310 9 8 Penelitian Terdahulu Singh (2010) dalam penelitiannya terkait dengan Early Warning System (EWS) untuk memprediksi krisis finansial (situasi rapuh) di India. Studi ini menunjukan bahwa dalam mengembangkan sistem peringatan dini perlu dilakukan penggabungan indikator makroekonomi global dan domestik untuk memantau dan menjaga stabilitas keuangan dalam suatu perekonomian. Penelitian ini menggunakan metode indeks bulan pada sektor perbankan, dimana sektor perbankan paling sering terkena dampak krisis dan membangun indeks kerapuhan sektor perbankan bulanan (BSF) India serta mengembangkan model analisis probit untuk memprediksi krisis perbankan menggunakan indikator makroekonomi. Penelitian terkait probabilitas variabel fundamental ekonomi Indonedsia dan financial contagion effect terhadap terjadinya krisis finansial di Indonesia yang dilakukan oleh Handoyo (2012), membedakan tiga jenis krisis keuangan: krisis mata uang, krisis perbankan dan krisis utang serta menggunakan empat kelompok indikator dari literatur (indikator fundamental) ekonomi menjadi eksternal, keuangan, indikator domestik (riil dan publik) dan global, yang mungkin mempengaruhi probabilitas krisis keuangan. Sistem keuangan negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat rentan, oleh karena itu diperlukan instrumen kuat untuk memprediksi krisis. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap terjadinya krisis mata uang di Indonesia, yaitu : rasio antara neraca transaksi berjalan dengan GDP, rasio antara M2 dengan cadangan devisa luar negeri, tingkat suku bungan Amerika Serikat dan financial contagion. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap terjadinya krisis perbankan di Indonesia, yaitu : financial contagion, real exchange rate dan government consumption expenditure. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap terjadinya krisis utang luar negeri di Indonesia, yaitu : term of trade dan rasio current account terhadap PDB riil. Albulescu dan Goyeau (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Assessing and Forecasting Romanian Financial System’s Stability Using an Aggregate Index mengembangkan indeks stabilitas agregat sistem keuangan Rumania atau Aggregate Financial Stability Index (AFSI) untuk membantu mendefinisikan, menilai dan memperkirakan stabilitas sistem keuangan. Indeks disusun dengan mempertimbangkan indikator yang berkaitan dengan perkembangan sistem keuangan, kerentanan, kesehatan perbankan dan iklim ekonomi internasional. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan stabilitas sistem keuangan Rumania selama periode 19992007. Indeks agregat menangkap gejolak keuangan periode 19981999 seperti krisis perbankan Rumania dan 2007 krisis subprime. Nilai-nilai yang diperkirakan dari indeks menunjukkan penurunan stabilitas keuangan di tahun 2009, dipengaruhi oleh penurunan perkiraan aktivitas keuangan dan ekonomi. Aggregate Financial Stability Index (AFSI) dengan metode penyusunan yang sama dengan penelitian sebelumnya juga digunakan oleh Morris (2010) untuk stabilitas sistem keuangan Jamaika dengan menggabungkan indikator mikroekonomi, makroekonomi dan faktor internasional serta indikasi kinerja sektor perbankan menjadi satu ukuran 9 stabilitas keuangan. Indeks berhasil menangkap periode kunci dari ketidakstabilan keuangan selama periode sampel dan mencerminkan perbaikan umum dalam stabilitas. Hasil Ekonometrik memperkuat sensitivitas indeks terhadap variabel-variabel yang termasuk dalam indikator makroekonomi. Berdasarkan hal tersebut, simulasi Monte Carlo digunakan untuk memprediksi stabilitas keuangan satu tahun ke depan dalam upaya untuk membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan kondisi kerentanan sektor perbankan di masa yang akan datang. Selain itu, nilai-nilai yang diperkirakan menunjukan penurunan indeks pada paruh kedua tahun 2010. Kerangka Pemikiran Ancaman Krisis Indikator Ekonomi Financial Development Index (FDI) Financial Vulnerability Index (FVI) Financial Soundness Index (FSI) World Economic Climate Index Error Correction Model (ECM) Aggregate Financial Stability Index (AFSI) Indikator Makroekonomi Stabilitas Sistem Keuangan Gambar 2 Kerangka Pemikiran Ancaman krisis finansial dapat diprediksi dengan melihat perubahan indikator ekonomi. Beberapa indikator ekonomi dipilih dan dikelompokan untuk 10 membentuk empat sub-indeks. Ada dua puluh indikator ekonomi yang digunakan dalam membangun indeks agregat yang terlebih dahulu dikelompokan ke dalam masing-masing sun-indeks. Sub-indeks yang pertama adalah Financial Development Index (FDI) yang berfungsi untuk mengamati perkembangan keuangan. Sub-indeks selanjutnya adalah Financial Vulnerability Index (FVI) yang berfungsi untuk memberikan gambaran seberapa rentan kondisi sebuah sistem keuangan. Kemudian sub-indeks berikutnya adalah Financial Soundness Index (FSI) yang menggambarkan kondisi kesehatan kelembagaan dalam sistem keuangan dalam hal ini sektor perbankan. Sub-indeks yang terakhir adalah World Economic Climate Index (WECI) yang berfungsi untuk memberikan gambaran iklim perekonomian global. Keempat sub-indeks tersebut kemudian diagregasi untuk membentuk sebuah indeks agregat yaitu Aggregate Financial Stability Index (AFSI) yang berfungsi memberikan gambaran kondisi stabilitas sistem keuangan. Validasi indeks dilakukan dengan analisis ekonometrika mengunakan model koreksi kesalahan (Error Correction Model = ECM) dengan meregresikan AFSI terhadap beberapa indikator makroekonomi yang bertujuan untuk menguji seberapa baik indeks tersebut dapat menjelaskan kondisi satablitas sistem keuangan dan melihat pengaruh beberapa indikator makroekonomi terhadap stabilitas sistem keuangan. Indeks agregat tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran dalam menganalisis perkembangan kondisi stabilitas sistem keuangan dan ancaman krisis finansial serta menganalisis mana indikator ekonomi yang paling berpengaruh terhadapa stabilitas sistem keuangan, dengan demikian dapat dilakukan tindakan pencegahan terhadap krisis dan stabilitas sistem keuangan dapat terjaga. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat ditarik hipotesis bahwa sistem keuangan Indonesia sebagai negara sedang berkembang sangat rentan terhadap ancaman krisis keuangan oleh karena itu diperlukan instrumen yang kuat untuk memprediksi krisis. Agregat Financial Stability Index (AFSI) mampu menunjukan perkembangan stabilitas sistem keuangan dan fenomena krisis yang terjadi selama periode pengamatan khususnya krisis global tahun 2008. Lima Indikator makroekonomi dipilih untuk melihat faktor yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan Indonesia. Pertumbuhan volume GDP yang menunjukan pertumbuhan perekonomian dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan salah satu indikator ekonomi yang mewakili pasar modal memiliki pengaruh positif terhadap stabilitas sistem keuangan. Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) dengan tenor 3 bulan, pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) berpengaruh negatif dan Nominal Exchange Rate (NER) memiliki pengaruh negatif terhadap stabilitas sistem keuangan seperti yang terjadi pada krisis 1998. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data 11 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi atau dalam bentuk file digital dan data kuantitatif yang merupakan angka hasil pengukuran atau penghitungan (Juanda, 2009). Data yang digunakan adalah data kuartalan yang bersumber dari institusi atau lembaga pemerintah maupun swasta dalam bentuk hardcopy berupa makalah dan laporan serta media informasi online berupa softcopy laporan dan data-data statistik dari website sebuah institusi atau organisasi. Tabel 1 Indikator individu penyusun Agregat Financial Stability Index (AFSI) Indikator Individu Satuan Sumber Data* Market capitalization /GDP Persen (%) BAEPAM-LK National Currency Credit/GPD Persen (%) SEKI BI Interest rate spread Persen (%) world Bank Bank concentration Persen (%) world Bank Inflation, consumer prices Persen (%) IFS IMF General Balance, Deficit or Surplus / GDP Persen (%) SDDS BI Current Account / GDP Persen (%) SEKI BI Real Effective Exchange Rate (change) Persen (%) World Bank Non Govermental Kredit / Total Kredit Persen (%) SEKI BI Loan / Deposits Persen (%) SEKI BI Deposit / M2 Persen (%) SEKI BI (Reserves / Deposit) / (Note&coin / M2) Persen (%) SEKI BI Bank nonperforming loans to gross loans Persen (%) SPI BI Bank Capital Adequacy Ratio (CAR) Persen (%) SPI BI Bank capital to total assets Persen (%) SPI BI Bank Return on Asset (ROA) Persen (%) SPI BI Bank Z-score Persen (%) World Bank World Inflation, consumer prices Persen (%) IFS IMF World GDP growth Persen (%) IFS IMF Index Number CESifo Financial Development Index (FDI) Financial Vulnerability Index (FVI) Financial Soundness Index (FSI) World Economic Climate Index (WECI) Economic Climate Index Keterangan: *) diakses bulan 3-5/2014 Financial Development Index (FDI) Financial Development Index atau indeks perkembangan menunjukan bahwa semakin besar nilai indeks maka keuangan semakin berkembang. SubIndeks ini terdiri atas empat indikator. Indikator yang pertama adalah persentase 12 total kapitalisasi pasar terhadap Gross Domestic Produc (GDP) yaitu persentase antara nilai kapital yang ada di pasar atau nilai pasar modal Indonesia terhadap GDP. Indikator ini mengambarkan perkembangan dan ukuran pasar modal. Semakin besar indikator ini menunjukan bahwa investasi semakin meningkat. Indikator selajutnya adalah persentase kredit domestik mengunakan rupiah terhadap GDP yang menggambarkan tingkat intermediasi lembaga keuangan dalam hal ini bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang cukup dominan di Indoneisa. Semakin tinggi indikator ini menunjukan bahwa lembaga keuangan semakin baik dalam menjembatani antara pemilik dana berlebih (surplus unit) dan pihak yang membutuhkan dana (defisit unit) dan meningkatnya investasi dalam negeri. Indikator ketiga adalah selisih antara suku bunga pinjaman dengan suku bunga deposit (interes rate spread). Indikator ini menggambarkan potensi keuntungan dari jasa intermediasi lembaga keuangan. Namun, semakin besar indikator ini juga mengambarkan bahwa lembaga keuangan semakin tidak efisien. Indikator yang terakhir adalah bank concentration yaitu aset tiga bank terbesar sebagai bagian dari seluruh aset bank komersial. Consentrasi perbankan di Indonesia cukup tinggi pasca krisis 1998 karena banyaknya bank yang melakukan merger. Menurut Morris (2010) peningkatan indikator ini menggambarkan peningkatkan efisiensi sektor perbankan. Financial Vulnerability Indeks (FVI) Financial Vulnerability Indeks atau indeks kerentanan menunjukan bahwa semakin rendah nilai indeks maka sistem keuangan semakin rentan dan juga sebaliknya. Financial Vulnerability Indeks terdiri dari delapan Indikator. Indikator ekonomi pertama yang dikelompokan kedalam sub-indeks ini adalah inflasi. Inflasi menunjukan kenaikan harga barang-barang secara umum. Peningkatan indikator ini dapat diartikan penurunan nilai uang terhadap barang yang dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat akan mata uang tersebut sehingga masyarakat cenderung ini memegang dalam bentuk barang atau mata uang lain. Indikator yang kedua adalah persentase surplus atau defisit neraca belanja pemerintah terhadap GDP. Jika terjadi defisit anggaran untuk menutupinya dapat dilakukan dengan mencetak uang atau utang. Utang tersebut dapat bersumber dari penerbitan obligasi atau pinjaman luar negri. Beberapa alternatif tersebut masing-masing memiliki resiko yang cukup besar. Indikator selanjutnya adalah persentase neraca berjalan terhadap GDP. Defisit neraca berjalan dapat menyebabkan berkurangnya cadangan devisa dan mengurangi kontribusinya terhadap GDP. Kemudian Real Effective Exchange Rate (REER) yang merupakan kinerja nilai tukar sebenarnya mata uang domestik terhadap mata uang asing secara umum dalam perekonomian internasional. Perubahan yang fluktuatif dari indikator ini menunjukan perekonomian melalui penyesuaian nilai tukar telah mengalami koreksi besar (Albulescu dan Goyeau 2010). Indikator kelima adalah persentase kredit swasta terhadap total kredit. Indikator ini menggambarkan proporsi pendanaan sektor swasta melalui kredit untuk investasi dan juga merupakan potensi kredit macet. Indikator selanjutnya adalah persentase pinjaman terhadap simpanan. Peningkatan indikator ini menunjukan semakin mudah dan efisien lembaga keuangan dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Indikator ketujuh adalah persentase simpanan terhadap jumlah uang beredar. Peningkatan indikator ini menggambarkan kecenderungan masyarakat untuk 13 menyimpan uangnya pada lembaga keuangan dibandingkan untuk kegiatan konsumsi. Indikator yang terakhir adalah perbandingan persentase cadangan terhadap simpanan dengan persentase uang yang dipegang masyarakat terhadap jumlah uang beredar. Indikator ini mencerminkan seberapa siap lembaga keuangan dalam mengantisipasi penarikan simpanan secara besar-besaran. Financial Soundness Index (FSI) Financial Soundness Index atau indeks kesehatan lembaga keuangan dalam hal ini perbankan menunjukan bahwa semakin besar nilai indeks maka sektor perbankan semakin baik. FSI terdiri dari lima indikator penyusun indeks. Indikator pertama adalah persentase kredit macet terhadap total kredit perbankan. Peningkatan indeks ini akan mengganggu likuiditas sektor perbankan. Indikator selanjutnya adalah Capital Adequaci Ratio (CAR) mengambarkan tingkat kapitalisasi perbangkan yang menjadi syarat kecukupan modal terhadap resiko likuiditas yang dibobotkan. Penigkatan indikator ini mengambarkan semakin siap perbankan dalam menghadapi resiko likuiditas. Hal yang sama juga untuk indikator selanjutnya yaitu persentase modal terhadap total aset. Indikator ini menunjukan proporsi modal terhadap seluruh aset yang dimiliki sektor perbankan. Semakin tinggi indikator ini menunjukan semakin likuid dan semakin sehat sektor perbankan. Indikator selanjutnya adalah Bank Return on Asset (ROA) yaitu ukuran tingkat pengembalian sektor perbankan. Semakin besar indikator ini mencerminkan keuntungan yang lebih besar di dalam sektor perbankan. Indikator terakhir adalah Bank Z-Score yaitu tingkat kesehatan perbangkan yang menggambarkan kemungkinan perbankan dapat bertahan untuk tidak bangkrut. World Economic Climate Index (WECI) Tiga indikator individu yang menyusun sub-indeks ini yang pertama adalah tingkat inflasi dunia. Peningkatan indikator ini menunjukan peningkatan harga barang-barang secara umum di pasar dunia yang dapat mengganggu kinerja perdagangan. Pertumbuhan GDP dunia dapat juga dikatakan sebagai tingkat pertumbuhan ekonomi global. Kenaikan pada indikator ini mecerminkan kinerja ekonomi global yang semakin baik. Indeks iklim ekonomi yang dikembangkan oleh Pusat Studi & Lembaga Penelitian Ekonomi “CESifo” menunjukan kondisi perekonomian dunia mengunakan persepsi iklim usaha terkait peluang investasi. Peningkata indikator ini menggambarkan iklim ekonomi global yang semakin baik. Nilai WECI menunjukan bahwa semakin besar nilai indeks maka kondisi perekonomian global semakin baik. Data yang digunakan merupakan data dalam periode kuartalan. Terbatasnya ketersedian data untuk beberapa indikator individu menyebabkan harus dilakukannya penyesuain, sehingga data yang digunakan adalah data dari tahun 2000 sampai dengan 2011 yang merupakan data dengan selang waktu yang paling banyak tersedia. Hal tersebut membatasi pengamatan dalam penelitian ini khususnya fenomena krisis tahun 1998 dan kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia terbaru di tahun 2012 sampai dengan kuartal satu 2014. Penyesuaian juga harus dilakuakan dengan interpolasi data karena data Interest rate spread, Bank concentration, General Balance ( Deficit or Surplus / GDP) dan Bank Z- 14 score tersedia dalam periode tahunan sehingga harus diubah menjadi kuartalan menggunakan program e-views dengan metode cubic macth-last. Tabel 2 Indikator makroekonomi Indikator Makroekonomi GDP Volume (Change) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Nominal Exchange Rate Jakarta Interbank Offered Rate 3 month M2 (growth) Satuan Sumber Data* Persen (%) IFS IMF Index Number Rupiah per US Dollars (Rp/US$) Persen (%) SPM Bapepam-LK Persen (%) SEKI BI SEKI BI SEKI BI Keterangan: *) diakses bulan 3-5/2014 Indikator makroekonomi pada tabel di atas digunakan untuk melihat faktorfaktor yang berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. Analisis pengaruh indikator makroekonomi ini sekaligus menguji validasi indeks dan seberapa baik indeks menunjukan hubungan yang sesuai dengan hipotesis atau kondisi aktual stabilitas sistem keuangan. Indikator pertama yang digunakan adalah pertumbuhan volume GDP yang menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi atau kinerja perekonomian. Indikator selanjutnya adalah IHSG yang mewakili pasar modal Indonesia. IHSG juga menggambarkan kinerja pasar modal Indonesia. Indikator yang ketiga adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat nominal. Indikator ini dipilih karena perubahannya sangat tajam pada krisis 1998 menyebabkan utang luar negeri meningkat sangat tinggi. Indikator ini juga menggambarkan ekspektasi dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap rupiah jika dibangdingkat dengan valuta asing. Jakarta Interbank Offered Rate dengan tenor tiga bulan juga digunakan oleh Albulescu dan Goyeau (2010) untuk melihat hubungan tingkat bunga pasar uang antar bank dengan stabilitas sistem keuangan Rumania. Indikator ini mencerminkan ekspektasi perbankan terhadap kinerja pasar uang antar bank dan dapat berpengaruh pada penentuan suku bunga pinjaman. Indikator yang terakhir adalah pertumbuhan jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar yang tidak terkontrol dapat menyebabkan inflasi. Hal yang sama juga dilakukan oleh Morris (2010) untuk melihat pengaruh jumlah uang beredar terhadap stabilitas sistem keungan Jamaika. Metode Analisis Data Metode analisis data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu membangun indeks untuk memperoleh nilai dari indeks tersebut dengan menggunakan Microsoft Excel 2013. Analisis deskriptif pergerakan indeks untuk menguraikan kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia selama periode pengamatan berdasarkan nilai indeks yang diperoleh dan uji validitas indeks untuk mengetahui seberapa baik indeks dapat menjelaskan kondisi sebenarnya serta melihat pengaruh indikator makroekonomi terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia 15 dengan melakukan regresi terhadap beberapa indikator makroekonomi dengan analisis ekonometrika mengunakan model koreksi kesalahan (Error Correction Model = ECM) mengunakan EViews 6. Membangun Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat Indikator individu terpilih dikelompokan kedalam sub-indeks yang masingmasing menggambarkan perkembangan, kerentanan, kesehatan kelembagaan dan iklim ekonomi internasional. Kemudian masing-masing indikator terpilih dinormalisasi. Normalisasi data dilakukan dengan menggunakan metode normalisasi empiris. Metode normalisasi tesebut menjadikan nilai indikator berkisar antara “0” sampai dengan “1”. Nilai “0” merupakan nilai terburuk dan “1” merupakan nilai dengan kondisi stabilitas terbaik. Maka, semakin besar nilai indeks menunjukan stabilitas sistem keuangan yang semakin baik. Albulescu dan Goyeau (2010) mengatakan bahwa metode normalisasi empiris dapat digunakan baik untuk menghitung indeks stres jika analisis didasarkan pada volatilitas variabel atau indeks stabilitas jika prosedur normalisasi mempertibangkan nilai tertinggi dan nilai terendah indikator dalam selang waktu pengamatan. Rumus untuk metode normalisasi empiris adalah sebagai berikut : 𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑛𝑛 = Dimana : 𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑛𝑛 = = 𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀(𝐼𝐼𝑖𝑖 ) = 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀(𝐼𝐼𝑖𝑖 ) = 𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀(𝐼𝐼𝑖𝑖 ) 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀(𝐼𝐼𝑖𝑖 ) − 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀(𝐼𝐼𝑖𝑖 ) (1) nilai indikator individu yang telah dinormalisasi nilai indikator individu i pada waktu ke-t nilai minimum indikator individu i selama periode pengamatan nilai maksimum indikator individu i selama periode pengamatan Data yang telah dinormalisasi kemudian diagregasi untuk memperoleh nilai masing-masing sub-indeks dengan cara menjumlahkan nilai normalisasi semua indikator individu yang telah dikelompokan berdasarkan sub-indeksnya kemudian dibagi dengan total indikator individu dalam sub-indeks tersebut. Nilai indeks stabilitas sistem keuangan agregat diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai nomalisasi seluruh indikator individu dengan total indikator individu penyusun indeks. Sehinga dapat dirumuskan sebagai berkut : Financial Development Index (FDI) ���𝑡𝑡 = 𝐷𝐷 ∑4𝑖𝑖=1 𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖 4 (2) Notasi ��� 𝐷𝐷𝑡𝑡 pada persamaan diatas menunjukan nilai indeks perkembangan (development) keuangan yang merupakan nilai rata-rata dari seluruh indikator penyusunnya pada periode ke-t. ∑ D it adalah jumlah seluruh indikator penyusun indeks pada periode ke-t. Angka 4 menunjukan banyaknya indikator penyusun. Financial Vulnerability Index (FVI) 16 𝑉𝑉�𝑡𝑡 = ∑8𝑖𝑖=1 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖 8 (3) Dimana 𝑉𝑉�𝑡𝑡 merupakan nilai indeks kerentanan keuangan yang merupakan nilai rata-rata dari seluruh indikator penyusunnya pada periode ke-t. ∑ V it adalah jumlah seluruh indikator penyusun indeks pada periode ke-t. Angka 8 menunjukan banyaknya indikator penyusun. Financial Soundness Index (FSI) 𝑆𝑆�𝑡𝑡 = ∑5𝑖𝑖=1 𝑆𝑆𝑖𝑖𝑖𝑖 5 (4) 𝑆𝑆�𝑡𝑡 pada persamaan diatas menunjukan nilai indeks kesehatan sektor perbankan dan merupakan nilai rata-rata dari seluruh indikator penyusunnya pada periode ke-t. ∑ S it adalah jumlah seluruh indikator penyusun indeks pada periode ke-t. Angka 5 menunjukan banyaknya indikator penyusun FSI. World Economic Climate Index (WECI) ∑3𝑖𝑖=1 𝑊𝑊𝑖𝑖𝑖𝑖 (5) 3 ���� 𝑊𝑊𝑡𝑡 pada persamaan diatas menunjukan nilai indeks kondisi perekonomian global dan merupakan nilai rata-rata dari seluruh indikator penyusun WECI pada periode ke-t. ∑ W it adalah jumlah seluruh indikator penyusun indeks pada periode ke-t. Angka 3 menunjukan banyaknya indikator penyusun. ���� 𝑊𝑊𝑡𝑡 = Aggregate Financial Stability Index (AFSI) 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = ∑4𝑖𝑖=1 𝐼𝐼𝑖𝑖𝑖𝑖 20 (6) ∑ I it adalah jumlah seluruh indikator penyusun indeks pada periode ke-t. Angka 20 menunjukan jumlah indikator penyusun. ∑ I it dijabarkan sebagai berikut: 4 4 8 5 3 𝑖𝑖=1 𝑖𝑖=1 𝑖𝑖=1 𝑖𝑖=1 𝑖𝑖=1 � 𝐼𝐼𝑡𝑡 = � 𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖 + � 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖 + � 𝑆𝑆𝑖𝑖𝑖𝑖 + � 𝑊𝑊𝑖𝑖𝑖𝑖 sehingga diperoleh : 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = ���𝑡𝑡 ����𝑡𝑡 4𝐷𝐷 8 𝑉𝑉�𝑡𝑡 5𝑆𝑆�𝑡𝑡 3𝑊𝑊 + + + 20 20 20 20 atau dapat dituliskan sebagai berikut : (7) (8) 17 ���𝑡𝑡 + 0,4 𝑉𝑉�𝑡𝑡 + 0,25 𝑆𝑆�𝑡𝑡 + 0,15���� 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = 0,2 𝐷𝐷 𝑊𝑊𝑡𝑡 (9) Proses pembentukan indeks mengunakan pembobotan yang sama besar untuk setiap indikator penyusun indeks. Van den End (2006) menunjukkan dalam komposisi penyusunan indeks stabilitas agregat pemberian bobot yang sama dan pemberian bobot yang berbeda dalam validasi ekonometrik akan menghasilkan perbedaan yang kecil. Maka agar lebih sederhana digunakan metode pembobotan yang sama pada setiap indikator. Namun, masing-masing sub-indeks memiliki bobot yang berbeda tergantung jumlah indikator penyusunnya. Analisis Deskriptif Pergerakan Indeks Aggregate Financial Stability Index (AFSI) 12 dianalisis secara deskriptif dengan mengamati pergerakan atau perubahan nilai sub-indeks dan indeks agregat yang terbentuk khususnya pada saat krisis selama periode pengamatan. Penelitian ini mengunakan periode kuartalan yang berarti bahwa nilai indeks yang diamati adalah nilai indeks pada periode kuartalan dan dijelaskan dengan peristiwa atau kondisi aktual stabilitas sistem keuangan yang terjadi di Indonesia selama periode pengamatan. Informasi mengenai stabilitas sistem keuangan Indonesia diperoleh dari publikasi kajian stabilitas keuangan (KSK) Bank Indonesia. Validasi Ekonometrik Indeks : Two-step Engle-Granger Error Correction Model Aggregate Financial Stability Index (AFSI) dan beberapa indikator makroekonomi terpilih diuji kestasioneranya mengunakan uji akar unit. Uji akar unit yang digunakan ada dua tipe yaitu Augmented Dickey-Fuller (ADF) test dan Phillips-Perron (PP) test untuk memperkuat hasil yang diperoleh. Kemudian validitas ekonometrik dilakungan dengan meregresikan indeks yang telah diagregasi dengan beberapa indikator makroekonomi dan melihat pengaruhnya tehadap stabilitas sistem keuangan di Indonesia mengunakan model koreksi kesalahan (Error Correction Model = ECM). Model koreksi kesalahan merupakan model yang memasukan penyesuaian untuk melakukan koreksi bagi ketidakseimbangan. Model koreksi kesalahan salah satunya didugunakan untuk mengatasi masalah pada data time series yang tidak stasioner dan masalah regresi palsu. Model koreksi kesalahan dapat dijelaskan dengan mengumpamakan ada hubungan jangka panjang atau keseimbangan atara variabel Y dan variabel X dengan persamaan sebagai berikut : 𝑌𝑌𝑡𝑡 = 𝛽𝛽0 + 𝛽𝛽1 𝑋𝑋𝑡𝑡 (10) Jika Y berada pada titik keseimbangan terhadap X maka terdapat keseimbangan antar variabel tersebut. Umumnya dalam suatu perekonomian, keseimbangan antar variabel ekonomi jarang sekali ditemui. Jika nilai Y t berbeda dengan nilai keseimbangannya maka perbedaan sisi kiri dan kanan dari persamaan (10) adalah sebesar: 12 Untuk mempermudah dalam mendefinisikan kondisi keuangan maka disediakan gambar koridor atau zona Stabilitas sistem keuangan yang dikembangkan oleh Albulescu dan Goyeau (2010) pada lampiran 10 18 (11) 𝐸𝐸𝐸𝐸𝑡𝑡 = 𝑌𝑌𝑡𝑡 − 𝛽𝛽0 − 𝛽𝛽1 𝑋𝑋𝑡𝑡 Nilai perbedaan ini disebut sebagai kesalahan ketidakseimbangan (disequilibrium error). Maka untuk mencapai keseimbangan nilai EC t harus sama dengan nol. Keseimbangan antar variabel ekonomi sulit ditemui dalam sistem ekonomi, maka dilakukan observasi hubungan ketidakseimbangan dalam jangka pendek dengan memasukan unsur kelambanan Y dan X yang dapat dijelaskan dengan persamaan: 𝑌𝑌𝑡𝑡 = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑡𝑡 + 𝑏𝑏2 𝑋𝑋𝑡𝑡−1 + ø𝑌𝑌𝑡𝑡−1 + 𝑒𝑒𝑡𝑡 0<ø<1 (12) Persamaan (12) memasukan kelambanan tingkat pertama (first-order lags). Namun, tidak menutup kemungkinan untuk memasukan derajat kelambana yang lebih besar dari satu. Persamaan (12) berimplikasi bahwa nilai Y memerlukan waktu untuk melakukan penyesuain secara penuh terhadap variasi X. Jika nilai b 2 sama dengan nol maka persamaan tersebut merupakan model penyesuaian parsial (Partial Adjusment Model). Permasalahan utama dalam mengestimasi persamaan adalah jika data tidak stasioner pada tingkat level, maka persamaan perlu dimanipulasi dengan mengurangkan kedua sisinya dengan Y t-1 sehingga menghasilkan persamaan: atau: 𝑌𝑌𝑡𝑡 − 𝑌𝑌𝑡𝑡−1 = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑡𝑡 + 𝑏𝑏2 𝑋𝑋𝑡𝑡−1 + ø𝑌𝑌𝑡𝑡−1 − 𝑌𝑌𝑡𝑡−1 + 𝑒𝑒𝑡𝑡 (13) 𝑌𝑌𝑡𝑡 − 𝑌𝑌𝑡𝑡−1 = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑡𝑡 + 𝑏𝑏2 𝑋𝑋𝑡𝑡−1 − (1 − ø)𝑌𝑌𝑡𝑡−1 + 𝑒𝑒𝑡𝑡 (14) Kemudian penambahan dan pengurangan dengan b 1 Y t-1 di sisi kanan persamaan (13) sehingga menghasilkan persamaan: 𝑌𝑌𝑡𝑡 − 𝑌𝑌𝑡𝑡−1 = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑡𝑡 − 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑡𝑡−1 + 𝑏𝑏1 𝑋𝑋𝑡𝑡−1 + 𝑏𝑏2 𝑋𝑋𝑡𝑡−1 − (1 − ø)𝑌𝑌𝑡𝑡−1 + 𝑒𝑒𝑡𝑡 dimana: ∆𝑌𝑌𝑡𝑡 = 𝑌𝑌𝑡𝑡 − 𝑌𝑌𝑡𝑡−1 𝜆𝜆 = (1 − ø) sehingga persamaannya menjadi: (16) (17) ∆𝑌𝑌𝑡𝑡 = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 ∆𝑋𝑋𝑡𝑡 + (𝑏𝑏1 + 𝑏𝑏2 )𝑋𝑋𝑡𝑡−1 − 𝜆𝜆𝜆𝜆𝑡𝑡−1 + 𝑒𝑒𝑡𝑡 dimana: ∆ = Perbedaan pertama Parameterisasi ulang persamaan (15) dengan persamaan: (18) (15) 19 𝛽𝛽1 = sehingga: 𝑏𝑏1 + 𝑏𝑏2 𝜆𝜆 (19) ∆𝑌𝑌𝑡𝑡 = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 ∆𝑋𝑋𝑡𝑡 − 𝜆𝜆(𝑌𝑌𝑡𝑡−1 − 𝛽𝛽1 𝑋𝑋𝑡𝑡−1 ) + 𝑒𝑒𝑡𝑡 (20) Kemudian parameterisasi ulang terhadap persamaan (20) dengan persamaan : 𝛽𝛽0 = 𝑏𝑏0 𝜆𝜆 sehingga persamaannya menjadi: ∆𝑌𝑌𝑡𝑡 = 𝑏𝑏1 ∆𝑋𝑋𝑡𝑡 − 𝜆𝜆(𝑌𝑌𝑡𝑡−1 − 𝛽𝛽0 − 𝛽𝛽1 𝑋𝑋𝑡𝑡−1 ) + 𝑒𝑒𝑡𝑡 (21) 0 < 𝜆𝜆 < 1 (22) Persamaan (22) adalah cara lain menuliskan persamaan (12). Berdasarkan persamaan (12) , λ(Y t-1 – β 0 – β 1 X t-1 ) dari persamaan (22) dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan keseimbangan periode waktu sebelumnya (t-1). Persamaan (22) menunjukan bahwa perubahan nilai Y di masa sekarang dipengaruhi oleh perubahan nilai X dan kesalahan ketidakseimbangan (error correction component) periode sebelumnya. Persamaan (22) merupakan first order error correction model. Parameter λ adalah parameter penyesuaian, parameter b menjelaskan pengaruh jangka pendek dan parameter β menjelaskan pengaruh jangka panjang. Model koreksi kesalahan tersebut dikenal dengan model dua langkah Engle-Granger (two-step Engle-Granger error correction model). Model yang digunakan dalam penelitian ini diturunkan dari model yang dikembangkan oleh Albulescu dan Goyeau (2010). Berdasarkan uraian tersebut, maka model yang digunakan untuk estimasi jangka panjang dalam penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut : 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡 = 𝛽𝛽0 + 𝛽𝛽1 𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝑡𝑡 + 𝛽𝛽2 ln_𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑡𝑡 + 𝛽𝛽3 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽3 + 𝛽𝛽4 𝑀𝑀2𝐺𝐺𝑡𝑡 + 𝛽𝛽5 ln_𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑡𝑡 + 𝑒𝑒𝑡𝑡 dengan AFSI [0,1] dimana : AFSI t GDPVC t ln_IHSG t JIBOR3 t M2G t ln_NER t 𝛽𝛽0 𝛽𝛽𝑛𝑛 𝑒𝑒t (23) = Aggregate Financial Stability Index periode ke t = Pertumbuhan Volume GDP periode ke t = Logaritma natural Indeks Harga Saham Gabungan periode ke t = Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) tenor 3 bulan periode ke t = Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) periode ke t = Logaritma natural Nominal Exchange Rate (NER) periode ke t = Intersep = Slop masing-masing peubah bebas = Error term 20 Kemudian model yang digunakan untuk estimasi jangka pendek dapat ditulis sebagai berikut : ∆𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡 = 𝑏𝑏0 + 𝑏𝑏1 ∆𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝑡𝑡 + 𝑏𝑏2 ∆ln_𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑡𝑡 + 𝑏𝑏3 ∆𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽3 + 𝑏𝑏4 ∆𝑀𝑀2𝐺𝐺𝑡𝑡 + 𝑏𝑏5 ∆ln_𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑡𝑡 + 𝑏𝑏6 𝐸𝐸𝐸𝐸𝑡𝑡 + 𝑒𝑒𝑡𝑡 dengan AFSI [0,1] dimana : AFSI t GDPVC t ln_IHSG t JIBOR3 t M2G t ln_NER t 𝐸𝐸𝐸𝐸𝑡𝑡 𝑏𝑏0 𝑏𝑏𝑛𝑛 𝑒𝑒t ∆ (24) = Aggregate Financial Stability Index periode ke t = Pertumbuhan Volume GDP periode ke t = Logaritma natural Indeks Harga Saham Gabungan periode ke t = Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) tenor 3 bulan periode ke t = Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) periode ke t = Logaritma natural Nominal Exchange Rate (NER) periode ke t = Kesalahan ketidakseimbangan = Intersep = Slop masing-masing peubah bebas = Error term = Perbedaan pertama (perubahan) Evaluasi model dilakukan dengan uji Ramsey RESET untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas adalah hubungan yang linier dalam parameter, uji Jarque-Bera untuk mengetahui apakah residual yang didapatkan mempunyai distribusi normal, deteksi multikolinieritas untuk melihat ada atau tidaknya hubungan linier antar variabel independen, deteksi heteroskedastisitas untuk melihat apakah variabel gangguan mempunyai varian yang konstan atau tidak dan deteksi autokorelasi untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antar variabel gangguan satu observasi dengan observasi lain (Widarjono, 2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan dan Fenomena Krisis di Indonesia Periode 2000-2011 Krisis sistemik stabilitas sistem keuangan yang dialami Indonesia berdampak sangat buruk terhadap perekonomian Indonesia. Gejolak perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar melemahkan kinerja sektor moneter dan dengan waktu yang singkat menyebabkan hancurnya sektor perbankan, sektor keuangan, sektor riil serta perdagangan Indonesia. Krisis tersebut dengan cepat berubah menjadi krisis ekonomi yang juga memicu munculnya krisis sosial politik sejak akhir tahun 1998 dan dengan seketika berubah menjadi krisis multidimensional 21 yang berlangsung sampai dengan tahun 2003. Indonesia memerlukan usaha dan biaya yang sangat besar untuk bangkit dari krisis 1998 sehingga pemerintah berusaha mengembangkan metode untuk mengamati stabilitas ekonomi Indonesia agar dapat menghindari ancaman krisis sistemik. Otoritas moneter Indonesia dalam hal ini Bank Indonesia juga mengembangkan Indeks Stabilitas Kistem Keuangan (ISSK) untuk mengamati stabilitas sistem keuangan Indonesia. Indeks tersebut akan menunjukan grafik yang meningkat atau naik jika terjadi guncangan atau ketidakstabilan dalam sistem keuangan Indonesia, sebaliknya Aggregate Financial Stability Index (AFSI) yang dibangun dalam penelitian ini menunjukan penurunan nilai indeks agregat jika terjadi guncangan pada sistem keuangan. Jika stabilitas sistem keuangan rendah maka indeks agregat juga rendah. FDI FVI FSI WECI AFSI 0.9 0.8 0.7 Nilai Indeks 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 2011Q3 2011Q1 2010Q3 2010Q1 2009Q3 2009Q1 2008Q3 2008Q1 2007Q3 2007Q1 Periode 2006Q3 2006Q1 2005Q3 2005Q1 2004Q3 2004Q1 2003Q3 2003Q1 2002Q3 2002Q1 2001Q3 2001Q1 2000Q3 2000Q1 0 Sumber : Hasil Pengolahan Gambar 3 Pergerakan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Agregat dan Sub-Indeks Penyusun Aggregate Financial Stability Index (AFSI) yang dibangun dapat dengan cukup baik menjelaskan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Khususnya dampak krisis sistemik 1998 yang masih cukup dirasakan pada awal periode pengamatan yaitu tahun 2000 sampai tahun 2003, krisis kecil tahun 2005 dan krisis global tahun 2008. Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Tahun 2000-2003 Sistem keuangan Indonesia terus mengalami perbaikan pasca krsis yang diderita oleh beberapa negara di Asia khususnya Indonesia. Penataan kembali sistem keuangan baik dari sisi kebijakan dan kelembagaan terlihat cukup efektif khususnya di sektor perbankan hingga saat ini. Nilai AFSI berada pada kisaran 0.38 sampai 0.48 pada awal pengamatan dari kuartal satu tahun 2000 sampai kuartal empat tahun 2002 dengan nilai terendah 0.39 pada kuartal empat tahun 22 2001. Krisis multidimensional masih cukup dirasakan pada awal periode pengamatan yaitu pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003. Perkembangan keuangan (FDI) Indonesia telihat menurun pada awal tahun 2000 sampai akhir 2001 yang disebabkan oleh penurunan secara umum nilai indikator penyusunnya. Persentase kapitalisasi pasar terhadap GDP sampai ke titik 56.58% pada kuartal tiga tahun 2003 yang sebelumnya pada kuartal satu 2000 sebesar 112,88%. Persentase kredit swasta dengan mata uang domestik terhadap GDP berada pada titik terendah sebesar 35.44% pada kuartal tiga tahun 2000. Interest rate spread juga terus turun ke titik 2.70% yang merupakan posisi terendah selama periode pangamatan. Hal tesebut merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan fungsi intermediasi dan mengembalikan minat masyarakat terhadap sektor perbankan pasca krisis 1998. Namun, Konsentrasi sektor perbankan cukup tinggi pada awal tahun 2000 sebesar 67.16% karena pemerintah menutup banyak bank pada periode sebelumnya akibat krsis 1998. Juni 2000 Bank Danamon merger dengan delapan bank swasta nasional. Oktober 2000 Pemerintah menutup dua bangk swasta nasional yaitu Bank Prasidha Utama and Bank Ratu. September 2002 Pemerintah melakukan merged lima bank nasional, yaitu: Bank Bali, Bank Universal, Bank Patriot, Bank Prima Express, and Bank Artha Media 13 . Interest rate spread yang menurun dan banyaknya bank yang dimerger juga merupakan upaya untuk meningkatkan efisiensi sektor perbangkan. Tingkat kerentanan stabilitas keuangan sempat mengalami peningkatan dengan nilai indeks sebesar 0.33 pada kuartal satu menjadi 0.26 pada kuartal dua tahun 2000. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya persentase current account terhadap GDP akibat apresiasi rupiah, penurunan persentase kredit swasta terhadap total kredit, penurunan persentase deposit terhadap jumlah uang beredar dan menurunnya kapasitas sektor perbankan dalam mengantisipasi penarikan simpanan dalam jumlah besar 14. Kemudian tingkat kerentanan berkurang seiring dengan berkurangnya persentase defisit anggaran belanja pemerintah terhadap GDP dan meningkatnya persentase current account terhadap GDP. Pada kuartal dua tahun 2001 rupiah mengalami apresiasi sehingga persentase current account terhadap GDP mengalami penurunan menjadi 3.66% yang pada kuartal sebelumnya 5.55% sementara persentase anggaran belanja pemerintah masih tetap defisit sehingga nilai FVI kembali turun. Tingkat kerentanan kembali membaik karena persentase current account terhadap GDP kembali meningkat menjadi 5.37% karena rupiah kembali terdepresiasi. Namun, Rupiah kembali terapresiasi sehingga persentase current account terhadap GDP kembali turun menjadi 2.84% pada kuartal empat tahun 2001. Sektor perbankan terus mengalami perbaikan terlihat dari sub-indeks FSI yang terus meningkat. ROA menyentuh titik terendah selama periode pengamatan yaitu 1.40% pada kuartal pertama tahun 2001. Kemudian, tingkat kesehatan sektor perbankan terus meningkat seiring peningkatan manajemen, pengawasan dari pemerintah dan upaya peningkatan efisiensi serta meningkatkan kembali minat masyarakat akan jasa sektor perbankan. 13 Lestano et al. 2003. Indicator of Financial Crises Do Work !, An Early- Warning System for Six Asian Countries hlm 15 14 Ditunjukan dengan menurunnya persentase [(Reserves / Deposit) / (Note&coin / M2)] dapat dilihat pada lampiran 2 23 Iklim ekonomi global memburuk akibat krisis yang dialami beberapa negara seperti turki dan argentina serta peristiwa serangan 11 september 2001 di Amerika yang menghancurkan salah satu gedung pusat perdagangan dunia. Hal tersebut memberikan tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia di akhir tahun 2001. Nilai WECI turun ke titik 0.18 pada kuartal empat 2001 yang merupakan titik terendah sebelum krisis global 2008. Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Krisis Kecil Tahun 2005 Indeks juga dapat menangkap krisis kecil yang terjadi pada tahun 2005 akibat naiknya harga minyak dunia pada tahun 2004. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai AFSI yang kembali berada pada titik terendah pada kuartal ketiga tahun 2005 sebesar 0.52. Namun, nila tersebut tidak lebih rendah dibandingkan kuartal kedua tahun 2003 dan periode-periode sebelumnya. Terjadi penurunan persediaan kapital di pasar modal sejak kuartal pertama 2005 dengan persentase kapitalsasi pasar terhadap GDP sebesar 116.36% hingga kuartal dua tahun 2006 menjadi 110.86% terlihat dengan penurunan sub-indeks FDI. Investasi dilakukan dengan melakukan pinjaman atau kredit kepada bank yang ditunjukan dengan peningkatan persentase kredit swasta dengan rupiah terhadap GDP sampai kuartal tiga 2005 dan didukung dengan interest rate spread yang terus menurun. Peningkatan persentase kredit swasta dengan mata uang domestik terhadap GDP pada tiga kuartal pertama tahun 2005 kemudian turun kembali sehingga pada kuartal tiga 2006 berada pada posisi 69,06% yang merupakan nilai terendah sepanjang tahun 2005 samapi tahun 2006. Beban fiskal yang ditanggung pemerintah semakin berat untuk melakukan subsidi terhadap harga bahan bakar minyak di dalam negeri. Pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikan harga bahan bakar minyak. Kebijakan ini mendorong terjadinya inflasi dan kelesuan pasar dalam negeri. NPL meningkat, ROA turun menjadi 1.98% pada kuartal tiga 2005 yang sebelumnya pada kuartal empat tahun 2004 mencapai titik tertinggi yaitu 3.43% sebagai akibat dari inflasi dan kelasuan pasar yang ditunjukan dengan menurunnya sub-indeks FSI. Namun, dampak buruknya dapat diredam dengan pengelolaan sektor perbankan yang semakin baik. Kenaikan harga minyak dunia memberi tekanan yang cukup besar pada ekonomi global terlihat dengan pernurunan sub-indeks WECI. Meskipun FDI cukup rendah akibat turunnya persentase kredit swasta dengan rupiah terhadap GDP dan rendahnya interest rate spread, Indeks FVI meningkat karena peningkatan inflasi menstimulus produsen untuk berproduksi khususnya komoditi ekspor karena rupiah terdepresiasi dan persentase current account terhadap GDP juga ikut meningkat pada akhir 2005. Peningkatan juga terjadi padi nilai FSI ROA kembali meningkat menjadi 2.54% dan WECI meningkat akibat GDP dan iklim bisnis dunia meningkat pada akhir tahun 2005. Sehingga stabilitas sistem keuangan Indonesia tidak jatuh terlalu dalam dan kembali meningkat pada akhir tahun 2005. Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia dan Krisis Global Tahun 2008 Krisis global tahun 2008 yang diakibatkan oleh subprime mortgage yang di mulai sejak tahun 2007 cukup memberikan tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. Hal ini ditunjukan oleh indeks yang mulai mengalami penurunan sejak kuartal empat tahun 2007 dengan nilai indeks sebesar 0.63 24 hingga indeks kembali mencapai nilai terendah berturut-turut sejak kuartal keempat tahun 2008, kuartal satu 2009, kuartal dua 2009 dan kuartal tiga 2009 sebesar 0.4399, 0.4253, 0.4310 dan 0.4242. Beberapa perusahaan besar dunia mengalami kegagalan likuiditas dan memberikan tekanan yang sangat besar pada stabilitas ekonomi global ditunjukan dengan sub-indeks WECI yang jatuh sangat jauh pada titik terendah selama periode pengamatan. Dampak tersebut cukup dirasakan oleh pasar modal Indonesia dengan terjadinya capital outflow, persentase kapitalisasi pasar terhadap GDP pada kuartal empat 2007 sebesar 192.03% turun menjadi 83.41% pada kuartal empat 2008. Namun, dengan tingkat kepercayaan investor asing yang cukup baik terhadap perekonomian Indonesia dampak tersebut dapat minimalisir yang ditunjukan dengan penurunan sub-indeks FDI yang tidak lebih rendah dibandingkan tahun pertengahan tahun 2006 dan akhir 2001. Kerentanan sistem keuangan Indonesia meningkat karena persentase current account terhadap GDP terus menurun bahkan defisit pada kuartal dua sampai empat 2008 meskipun rupiah terdepresiasi pada kuartal dua dan tiga 2008. Persentase current account terhadap GDP kembali turun walau rupiah terdepresiasi pada kuartal dua dan tiga 2009. Hal ini menunjukan bahwa permintaan dan daya beli di pasar dunia akan komiditi ekspor Indonesia menurun karena inflasi dan ekonomi internasional tumbuh negatif sebagai dampak dari krisis global 2008. Persentase anggaran belanja pemerintah masih mengalami penurunan sejak kuartal empat 2007 meskipun tetap surplus dan mulai defisit sejak kuartal satu 2009. Sektor perbankan yang semakin baik dan sehat terlihat mampu meredam dampak buruk yang terjadi akibat krisis global tersebut meskipun mendapat tekanan yang cukup besar. Laju pertumbuhan kredit cukup tinggi dan persentase NPL gross yang berada pada posisi dibawah 5% pada desember 2007 serta 3.2% dan 3.3% berturut-turut pada desember Tahun 2008 dan 2009. Dana Pihak Ketiga (DPK) pada akhir 2007 dalam satu semester meningkat sebesar 11.60%. Meskipun sempat mengalami pertumbuhan negatif pada awal tahun 2008, memasuki triwulan dua tahun 2008 DPK mulai tumbuh positif pertumbuhannya mencapai 2.82% dan sejak september 2008 DPK tumbuh positif sekitar 12.87%. Pada paruh pertama tahun 2009 meningkat sebesar 4.1% dan selama semester dua tahun 2009 meningkat sebesar 8.2%. Kredit tumbuh mencapai 13.8% pada akhir semester satu 2008 15. Hal tersebut menunjukan bahwa kepercayaan masyarakat pada sektor perbankan masih cukup terjaga. Dengan demikian tekanan terbesar stabilitas sektor keuangan Indonesia datang dari luar akibat krisis ekonomi global. Pengaruh Indikator Makroekonomi Terhadap Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Analisis pengaruh indikator makroekonomi ini juga bertujuan untuk menguji validitas indeks stabilitas sistem keuangaan agregat yaitu seberapa baik indeks tersebut dapat menjelaskan kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia. Indikator makroekonomi yang digunakan dalam analisis ini diantaranya pertumbuhan volume GDP, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Nominal 15 Bank Indonesia, dalam Kajian Sistem Keuangan, No 11, September 2008 hlm 24 25 Exchange Rate (NER), Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) dengan tenor 3 bulan. Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2). Tabel 3 Uji akar unit ADF PP has a unit root has a unit root Hipotesis Nol Variabel Level Difference Level Difference -1.9270 -6.9581*** -1.9764 -6.9547*** -3.2950** -8.7588*** -3.2931 -10.8722*** IHSG 0.6390 -4.8028*** 0.3889 -4.6855*** NER -3.1929** -6.7829*** -3.5984*** -6.8783*** JIBOR3 -3.7633** -3.5223** -1.3823 -3.5154** -1.5462 -7.1018*** -10.7245*** -37.8569*** AFSI GDPVC M2G Keterangan : (*)(**) dan (***) menunjukan tolak hipotesis nol (signifikan) pada taraf 10%, 5% dan 1% (t-statistk) Hasil uji akar unit menunjukan bahwa variabel AFSI, IHSG dan M2G pada uji ADF serta AFSI, GDPVC, IHSG dan JIBOR3 pada uji PP tidak dapat menolak hipotesis nol atau tidak stasioner pada level. Hal tersebut akan menyebabkan regresi palsu. Maka selanjutnya dilakukan proses diferensi data untuk memperoleh data yang stasioner. Hasil uji akar unit pada first difference menujukan bahwa dapat menolak hipotesis nol untuk seluruh variabel. Artinya semua variabel stasioner baik mengunakan uji ADF maupun PP. Tabel 4 Uji kontegrasi Engle-Granger Hipotesis Nol Variabel RESID01 ADF PP has a Unit Root has a Unit Root Level Difference Level Difference -2.6377*** -4.7151*** -2.5870** -8.0529*** Keterangan : (*)(**) dan (***) menunjukan tolak hipotesis nol (signifikan) pada taraf 10%, 5% dan 1% (t-statistk) Data yang tidak stasioner seringkali menunjukan ketidak seimbangan dalam jangka pendek tetepi memiliki kecenderungan ada hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Hasil uji kointegrasi Engle-Granger dengan menguji residual melalui uji ADF dan PP menunjukan bahwa residual stasioner baik di lavel dan first difference. Maka variabel-variabel yang diamati saling berkointegrasi atau memiliki hubungsn jangka panjang. Hal yang sama juga di tunjukan dari hasil uji Johansen yang menunjukan bahwa terdapat kointegrasi antar variabel, artinya bahwa ada keseimbangan atau hubungan jangka panjang antar variabel. Hasil tersebut memperkuat hasil uji Engel-Granger sebelumnya. 26 Tabel 5 Uji kointegrasi Johansen Trace 0.05 Max-Eigen 0.05 Statistic Critical Value Statistic Critical Value 134.9820* 103.8473 42.3460* 40.9568 92.6360* 76.9728 38.3330* 34.8059 54.3030* 54.0790 34.3166* 28.5881 19.9864 35.1928 8.9634 22.2996 11.0230 20.2618 7.3870 15.8921 3.6360 9.1645 3.6360 9.1645 Keterangan : *) menunjukan ada kointegrasi pada taraf 5% Hasil uji kointegrasi menunjukan bahwa selanjutnya dapat digunakan model koreksi kesalahan untuk mengoreksi kecenderungan adanya ketidakseimbangan hubungan jangka pendek antar variabel. Model yang di gunakan juga memenuhi asumsi klasik yang dibuktikan dengan uji linieritas, normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Tabel 6 Uji asumsi klasik Uji Ramsey RESET F-statistic Log likelihood ratio Jarque-Bera 1.17247 Prob. F(2,38) 0.32055* 2.81436 Prob. Chi-Square(2) Uji Normalitas Jarque-Bera 0.24483* 2.41065 Probability Matriks Korelasi dan Uji Klien koefisien korelasi terbesar 0.4625** R-squared Uji Heteroskedastisitas Breusch-Pagan-Godfrey 0.29960* 0.54790 F-statistic 0.37544 Prob. F(6,40) 0.89027* Obs*R-squared 2.50572 Prob. Chi-Square(6) 0.86783* Scaled explained SS 2.26952 Prob. Chi-Square(6) 0.89332* Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM F-statistic 0.01088 Prob. F(2,38) 0.98918* Obs*R-squared 0.02689 Prob. Chi-Square(2) 0.98664* Keterangan : *) lebih besar dari taraf nyata 10% **) lebih kecil dari R-squared 27 Hasil Uji Ramsey RESET menunjukan probabilitas F dengan drajat bebas (2,38) sebesar 0.3206 (32.06%) lebih besar dari taraf nyata 10% sehingga menolak hipotesis bahwa model memiliki masalah linearitas, jadi hubungan antara variabel dependen dan variabel independen dalam model adalah hubungan yang linier dalam parameter. Probabilitas yang dihasilkan dari uji Jarque-Bera sebesar 0.2996 (29.96%) lebih besar dari taraf nyata 10% sehingga menerima hipotesis nol bahwa residual didistribusikan secara normal, hal tersebut berarti bahwa model memiliki residual yang terdistribusi secara normal. Martiks Korelasi menunjukan koefisien korelasi terbesar dalam model sebesar 0.4625 lebih kecil dari R-squared sebesar 0.5479, berdasarkan uji klien hal tersebut berarti bahwa model terbebas dari masalah multikolinearitas. Uji heteroskedastisitas BreuschPagan-Godfrey menujukan probabilitas Chi-Square dengan drajat bebas 6 sebesar 0.8933 (89.33%) lebih besar dari taraf nyata 10% maka model tidak memiliki masalah heteroskedastisistas. Uji autokorelasi mengunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM test menunjukan probabilitas Chi-Square dengan drajat bebas 2 sebesar 0.9866 (98.66 %) lebih besar dari taraf nyata 10%, yang berarti bahwa model terbebas dari masalah autokorelasi. Tabel 7 Hasil estimasi Error Correction Model Variabel Dependen: AFSI Vriabel Dependen: D(AFSI) Jangka Panjang Jangka Pendek Variabel Koefisien Std Error Variabel Koefisien Std Error C 2.3110** 0.9235 C 0.0013 0.0039 GDPVC 0.0260*** 0.0091 D(GDPVC) 0.0085** 0.0039 LOG(IHSG) 0.0310* 0.0166 D(LOG(IHSG)) 0.0627* 0.0346 JIBOR3 0.0016 0.0035 D(JIBOR3) 0.0041 0.0033 M2G -0.0030 0.0025 D(M2G) -0.0027*** 0.0007 LOG(NER) -0.2355** 0.1045 D(LOG(NER)) -0.2111*** 0.0718 RESID01(-1) -0.1929** 0.0781 Included observations: 48 Included observations: 47 after adjustments R-squared 0.5082372 R-squared 0.5479385 Adj R-squared 0.4496940 Adj R-squared 0.4801293 F-statistic 8.6814056 F-statistic 8.0805891 D-W statistics 0.3949274 D-W statistics 1.9957228 Keterangan : (*)(**) dan (***) menunjukan tolak hipotesis nol (signifikan) pada taraf 10%, 5% dan 1% (t-statistk) Nilai adjusted R-squared untuk estimasi jangka panjang sebesar 0.4497 artinya variasi dari pertumbuhan Volume GDP, IHSG, JIBOR tenor 3 bulan, pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) dan Nominal Exchange Rate mampu menjelaskan variasi nilai stabilitas sistem keuangan (AFSI) sebesar 44.97% dan 28 sebesar 55.03% dijelaskan oleh faktor lain selain variabel tersebut. Nilai adjusted R-squared untuk estimasi jangka pendek sebesar 0.4801 artinya variasi dari Pertumbuhan Volume GDP, IHSG, JIBOR tenor 3 bulan, pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) dan Nominal Exchange Rate mampu menjelaskan variasi nilai stabilitas sistem keuangan (AFSI) sebesar 48.01% dan sebesar 51.99% dijelaskan oleh faktor lain selain variabel tersebut. Nilai adjusted R-squared baik jangka panjang maupun jangka pendek relatif kecil. Hal tersebut dikarenakan banyaknya faktor atau indikator ekonomi lain di luar model yang juga mempengaruhi stabilitas sistem keuangan termasuk indikator-indikator ekonomi penyusun AFSI dan juga ada beberapa data yang diinterpolasi, data dalam bentuk tahunan menjadi data kuartalan. Namun, data Pertumbuhan Volume GDP, IHSG, JIBOR tenor 3 bulan, pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) dan Nominal Exchange Rate yang digunakan dalam regresi merupakan murni data kuartalan. Data yang diinterpolasi tersebut merupakan data indikator penyusun AFSI yaitu sekitar 20% dan sebanyak 80% sisanya merupakan murni data kuartalan. Sehingga data interpolasi tersebut bukan penyebab utama dari nilai adjusted R-squared yang relatif kecil. Namun, cukup mempengaruhi hasil estimasi. F-statistik yang dihasilkan baik jangka panjang maupun jangka pendek masing-masing sebesar 8.6814 dan 8.0806 lebih besar dari F-kritis dengan derajat bebas (5,42) dan (6,40) pada taraf nyata 5% yaitu sebesar 2.44 dan 2.34 adalah signifikan. Artinya, paling tidak ada satu variabel (faktor) yang berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan 16. Variabel koreksi kesalahan (EC) yang diwakili oleh RESID01(-1) signifikan secara statistik pada taraf 5% dan 10% yang berarti bahwa spesifikasi model koreksi kesalahan yang digunakan valid. Nilai koefisien koreksi kesalahan atau kesalahan ketidakseimbangan model sebesar 0.1929 dapat diartikan sebagai perbedaan atau selisih antara nilai aktual AFSI dengan nilai keseimbangan yang akan mengalami penyesuaian dalam waktu satu periode (kuartal) atau tiga bulanan. Estimasi hasil regresi menunjukan bahwa hampir seluruh indikator makroekonomi yang digunakan dalam regresi signifikan pada taraf nyata 10% kecuali pertumbuhan uang beredar (M2) pada jangka panjang dan JIBOR baik jangka panjang maupun jangka pendek. Hubungan masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat yang digunakan dalam model sesuai dengan hipotesis. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan positif terhadap stabilitas sistem keuangan. Peningkatan volume GDP menunjukan meningkatnya output yang dihasilkan yang meggambarkan kinerja perekonomian yang semakin baik. Hal tersebut sangat mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan yang baik. Hasil estimasi juga menunjukan hal yang sama yang kemudian dapat diinterpretasikan bahwa jika pertumbuhan volume GDP naik 1% maka AFSI atau stabilitas sistem keuangan akan naik sebesar 0.0260 index number dalam jangka panjang, cateris paribus. Jika pertumbuhan volume GDP naik 1% maka perubahan AFSI atau stabilitas sistem keuangan akan naik sebesar 0.0085 index number dalam jangka pendek, cateris paribus. Hasil ini didukung dengan 16 Hipotesis nol bahwa model regresi tidak dapat menjelaskan keragaman Y, artinya secara bersama-sama variabel bebas dalam model tidak dapat menjelaskan atau tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebas (Juanda, 2009). 29 penelitian yang dilakukan oleh Albulescu dan Goyeau (2010) yang menunjukan hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan stabilitas sistem keuangan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukan kinerja pasar modal suatu negara. Semakin baik kinerja pasar modal maka stabilitas sistem keuangan dapat ditingkatkan. Berdasarkan hasil estimasi menunjukan bahwa dalam jangka panjang peningkat 1% pada IHSG akan meningkatkan stabilitas sistem keuangan sebesar 0.0310 index number, cateris paribus. Jika perubahan IHSG meningkat 1% maka dalam jangka pendek perubahan AFSI atau stabilitas sistem keuangan akan naik sebesar 0.0627 index number, cateris paribus. Koefisien IHSG yang lebih besar pada jangka pendek dibandingkan jangka panjang menunjukan bahwa stabilitas sistem keuangan sangat cepat dalam merespon gejolak pasar modal dan akan mengalami penyesuaian dalam jangka panjang seiring membaiknya kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia. JIBOR tidak signifikan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan Indonesia dalam jangka panjang maupun jangka pendek. JIBOR dalam perekonomian Indonesia masih belum menjadi acuan bank-bank di Indonesia dalam melakukan transaksi pasar uang antar bank khususnya pada periode pengamatan yaitu tahun 2000 sampai dengan 2011. Namun, mulai tahun 2011 otoritas moneter Indonesia mulai memberikan perhatian lebih untuk menjadikan JIBOR sebagai suku bunga acuan pasar uang antar bank di Indonesia. JIBOR menjadi tidak signifikan diduga juga disebabkan oleh Incomplete market-to-retail pass-through atau suku bungan perbankan kurang merespon perubahan suku bunga pasar uang sehinga perubahan suku bunga perbankan khususnya suku bunga kredit lebih kecil dari perubahan suku bunga pasar uang. Menurut Utari (2014) perbankan Indonesia kurang responsif dalam penetapan suku bunga kredit terhadap perubahan suku bunga pasar uang dibandingkan penetapan suku bunga deposit, terkait dengan kondisi bank umum di Indonesia yang berada dalam situasi monopilistik pada masa konsolidasi menjadi monopoli dan oligopoli kolusif setelah Arsitektur Perbankan Indonesia (API) muncul tahun 2004. Tingginya jumlah uang beredar dapat menyebabkan terjadinya inflasi yang menandakan jatuhnya nilai mata uang suatu negara dalam hal ini rupiah terhadap barang secara umum. Inflasi yang sangat tinggi dapat mempengaruhi nilai atau kinerja indikator lain dalam sistem ekonomi seperti nilai tukar dan lain-lain. Hal tersebut dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem keuangan. Pertumbuhan uang beredar (M2) yang tidak signifikan pada jangka panjang yang ditunjukan oleh hasil estimasi salah satunya disebabkan oleh kebijakan inflation targeting (uu no.3 thn 2004) meskipun pertumbuhan uang beredar cukup fluktuatif namun jumlah uang beredar menunjukan trend yang terus bertambah. Pertumbuhan jumlah uang beredar dalam jangka panjang tidak menyebabkan laju infalsi terus meningkat setiap periodenya. Hal ini disebabkan karena Bank Indonesia melakukan penyesuaian melalui kebijakan suku bunga sebagai instrumen pengendali inflasi. Hasil estimasi jangka pendek dapat diinterpretasikan bahwa apabila terjadi peningkatan perubahan pertumbuhan uang beredar (M2) sebesar 1% maka akan menyebabkan perubahan AFSI atau stabilitas sistem keuangan turun masingmasing sebesar 0.0027 index number, cateris paribus. Pertumbuhan M2 memiliki pengaruh negatif terhadap stabilitas sistem keuangan pada jangka pendek karena dapat menyebabkan inflasi yang dapat menganggu stabilitas sistem keuangan. Bordo et al. (2001) mengatakan seiring dengan waktu, pertumbuhan yang tak 30 terduga dalam pasokan uang dapat menyebabkan inflasi. Dalam jangka pendek, guncangan likuiditas berdampak pada kondisi yang sulit pada sistem keuangan, yang berdampak pada tingkat harga atau inflasi. Hasil tersebut juga didukung oleh penelitian Moris (2010) bahwa Pertumbuhan M2 berpengaruh negatif terhadap stabilitas sistem keuangan Jamaika. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat nominal dapat diartikan sebagai perbandingan nilai rupiah dengan dolar terhadap barang sejenis di negara masing-masing. Nilai tukar juga menggambarkan tingkat kepercayaan atau permintaan msyarakat terhadap suatu jenis mata uang dibanding mata uang lainnya. Hasil estimasi diinterpretasikan bahwa apabila nilai tukar nominal terdepresiasi sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan tingkat stabilitas sistem keuangan sebesar 0.2355 index number dalam jangka panjang, cateris paribus. Jika nilai tukar nominal terdepresiasi dalam jangka pendek sebesar 1% maka akan menyebabkan perubahan AFSI atau stabilitas sistem keuangan turun sebesar 0.2111 index number, cateris paribus. Hasil estimasi menunjukan koefisien nilai tukar yang cukup besar dibandingkan variabel lain. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai tukar sangat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan. Khususnya pada ekspor, impor, dan pembayaran utang luar negeri yang berpotesin menyebabkan defisit neraca berjalan sehingga dapat menguras cadangan devisa. PENUTUP Simpulan Secara keseluruhan selama periode pengamatan, stabilitas sistem keuangan Indonesia berada pada koridor financial instability atau kondisi tidak stabil. Stabilitas keuangan Indonesia cukup rendah pada awal periode pengamatan nilai Aggregate Financial Stability Index (AFSI) berada pada nilai terendah 0.3859 pada kuartal empat tahun 2001. Namun, AFSI terus mengalami peningkatan sampai akhirnya turun kembali ke titik 0.5295 pada kuartal ketiga tahun 2005. Sistem keuangan Indonesia mampu meminimalisir dampak krisis kecil yang terjadi pada tahun 2005 terlihat dari nilai indeks yang kembali naik pada akhir tahun 2005. Ancaman krisis ekonomi global pada tahun 2008 memberikan tekanan yang cukup besar terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. Hal ini ditunjukan oleh indeks yang mulai mengalami penurunan sejak kuartal empat tahun 2007 dengan nilai indeks sebesar 0.6273 hingga indeks kembali mencapai nilai terendah berturut-turut sejak kuartal keempat tahun 2008, kuartal satu 2009, kuartal dua 2009 dan kuartal tiga 2009 sebesar 0.4399, 0,4253, 0,4310 dan 0,4242. Namun, Krisis tersebut tidak menimbulkan dampak yang sistemik yang juga ditunjukan oleh sektor perbankan yang mampu menjaga kepercayaan masyarakat selama periode krisis global 2008. Pertumbuhan volume GDP dan IHSG berkontribusi positif dalam menciptakan stabilitas sistem keuangan yang baik. Pertumbuhan jumlah uang beredar dan Nominal Exchange Rate yang tidak terkontrol berpengaruh negatif, sehingga dapat mengancam stabilitas sistem keuangan. Nominal Exchange Rate 31 merupakan indikator dengan pengaruh terbesar karena koefisien dari estimasi model menujukan nilai terbesar dibanding indikator makroekonomi lain dalam model dan didukung dengan fakta bahwa Nominal Exchange Rate yang melonjak tinggi menjadi salah satu penyebab krisis yang dialami Indonesia pada tahun 1998. Saran Indeks Agregat yang dibangun dalam penelitian ini dapat menggambarkan kondisi stabilitas dan fenomena krisis yang terjadi pada periode pengamatan. Validasi indeks dengan melihat pengaruh variabel makroekonomi juga menunjukan hubungan yang sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia sehinga Aggregate Financial Stability Index (AFSI) dapat digunakan sebagai alternatif bagi otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia atau dapat memperkuat hasil dari Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) yang telah digunakan Bank Indonesia dalam mengamati stabilitas sistem keuangan dan ancaman krisis yang mungkin terjadi. Nominal Exchange Rate memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu maka pemerintah harus menjaga Nominal Exchange Rate agar lebih stabil dengan menekan inflasi, mendorong ekspor dan menekan impor, mengontrol pinjaman luar negeri dan investasi asing untuk menekan capital outflow sehingga meningkatkan surplus neraca berjalan yang akhirnya meningkatkan cadangan devisa. DAFTAR PUSTAKA Albulescu CT. 2009. Assessing Romanian Financial Sector Stability: The Importance of the International Economic Climate. MPRA Paper No 16581 : 12 Albulescu CT, Goyeau D. 2010. Assessing and Forecasting Romanian Financial System’s Stability Using an Aggregate Index. Journal of Economic Literature Classification: C43, C51, C53, G17 : 1-31 Bank Indonesia. 2008. Kajian Sistem Keuangan No. 11, September 2008. hlm 24 Bank Indonesia. 2009. Kajian Sistem Keuangan No. 13, September 2009. hlm 30 Bordo MD, Dueker MJ, Wheelock DC. 2001. Aggregate Price Shocks and Financial Instability: A Historical Analysis. Federal Reserve Bank of St. Louis. Working Paper 2000-005B: 16 Cheang N, Choy I. 2011. Aggregate Financial Stability Index for an Early Warning System. Research and Statistics Department, Monetary Authority of Macao. Deriantino E. 2010. Addressing Risks In Promoting Financial Stability: Indonesia Experience. Direktorat Penelitian dan Regulasi, Bank Indonesia. Dewi R dan Sutrisna IKD. 2013. Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) Untuk Menangkap Sinyal Krisis Nilai Tukar Dan Krisis Perbankan Di Indonesia (Periode 1990-2010). Mini Ekonomika Ed 22 195-210 ISSN: 0216-971 32 Gujarati D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain S, penerjemah; Hutauruk G, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometrics. Handoyo RD. 2012. Probabilitan Variabel Fundamental Ekonomi Indonedsia dan Financial Contagion Effect Terhadap Terjadinya Krisis Finansial di Indonesia. Majalah Ekonomi : Tahun XXII, No. 1 April 2012 Hanschel E, Monnin P. 2005. Measuring and Forecasting Stress in The Banking Sector: Evidence from Switzerland. BIS Paper No 22 Illing M dan Liu Y. 2003. An Index of Financial Stress for Canada. National Bank of Canada Working Paper 14. Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr. Lestano JJ, Kuper GH. 2003. Indicator of Financial Crises Do Work !, An EarlyWarning System for Six Asian Countries. Journal of Economic Literature – Code: C33, C35, F31, F34, F47 Louzis DP, Vouldis AT. 2013. a Financial Systemic Stress Index for Greece. Europea Central Bank Working Paper. No 1563 Mankiw N. 2006. Prinsip Of Economic, Pengantar Ekonomi makro. Salemba Empat : Jakarta. Morris VC. 2010. Measuring and Forecasting Financial Stability: The Composition of an Aggregate Financial Stability Index for Jamaica. Journal of Economic Literature Code: C43, C51, C53, G01, G17: 6-10 Nasution, A. 2003. Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Implikasi Hukum dan Agenda Kedepan. Bank Indonesia: Jakarta. hlm 4 Prasetyantoko A. 2009. Krisis Finansial dalam Perangkap Ekonomi Neoliberal. Jakarta (ID): Kompas. hlm 147 Rahardjo MD. 1987. Perekonomian Indonesia Pertumbuhan dan Krisis. Jakarta (ID): LP3ES. hlm 67 Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Ed ke-9. Munandar H, penerjemah; Barnadi D, Saat S, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development, Ed ke-9. Utari M. 2014. Market-to-retail Pass-Through dan Faktor-faktor Struktur Finansial yang Mempengaruhinya [Tesis]. Bogor (ID) : IPB. Van den End JW. 2006. Indicator and Boundaries of Financial Stability. De Nederlandsche Bank Working Paper 97. Visano BS. 2006. Financial Crises. Socio-Economic Causes and Institutional context. New York (US): Routledge Champman & Hall. Widarjono A. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta (ID): Penerbit Ekonisia. 33 LAMPIRAN 34 Lampiran 1 Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Development Index (FDI) Tahun 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2 2003Q3 2003Q4 2004Q1 2004Q2 2004Q3 2004Q4 2005Q1 2005Q2 2005Q3 2005Q4 2006Q1 2006Q2 2006Q3 2006Q4 2007Q1 2007Q2 2007Q3 2007Q4 2008Q1 2008Q2 2008Q3 2008Q4 2009Q1 2009Q2 2009Q3 2009Q4 2010Q1 2010Q2 2010Q3 2010Q4 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 Market capitalization of listed companies (% of GDP) 112.8828 98.0000 77.8079 70.9070 58.9156 64.0129 56.5771 57.4102 72.9337 70.0688 55.1186 58.1664 50.6974 68.2153 76.7317 91.4696 91.7822 87.8416 93.8583 113.4235 116.3643 114.2190 106.2345 105.6400 116.3275 110.8620 121.7331 143.0124 139.1137 156.2463 161.7465 192.0311 162.3430 146.9407 110.3060 83.4139 87.4799 115.5832 133.3387 139.1411 150.2848 151.1143 174.7552 193.0980 187.3502 192.1857 166.3965 184.0049 Kredit Rupiah Swasta/GDP (%) 37.8478 37.0793 35.4445 39.0456 38.5709 39.1009 41.8801 45.6632 44.3353 47.8741 50.7337 56.6415 54.6199 57.7739 59.7585 66.0843 61.5706 62.8507 66.5465 69.8889 71.1514 73.4647 75.4787 73.8747 71.9368 71.2224 69.0606 71.1044 68.9914 70.2818 70.0006 75.6037 74.2274 75.0375 74.6389 80.2566 78.8969 78.3726 77.5739 82.1840 81.0403 82.6330 82.2883 85.9504 85.2707 88.2636 88.0393 93.8144 Interest rate spread (lending rate minus deposit rate, %) 7.7476 6.4144 5.2851 4.3597 3.6382 3.1207 2.8070 2.6973 2.9066 3.1586 3.5685 4.1363 5.5014 6.1291 6.6589 7.0907 7.6556 7.7993 7.7526 7.5157 6.5648 6.1567 5.7676 5.3977 4.6694 4.4886 4.4779 4.6372 5.7195 5.9178 5.9849 5.9210 5.2586 5.1195 5.0362 5.0089 5.0364 5.1213 5.2624 5.4599 6.1321 6.2748 6.3063 6.2268 6.0362 5.7345 5.3216 4.7977 Bank concentration (%) -HHI67.1616 65.9993 65.0064 64.2673 63.7540 63.4144 63.0837 62.5970 61.8366 60.9127 59.9827 59.2039 58.5980 58.0643 57.3665 56.2683 54.5601 52.4022 49.9817 47.4857 45.5314 43.9683 43.0757 43.1333 43.9403 45.3308 46.6588 47.2781 46.6798 45.2989 43.7074 42.4775 42.2796 42.7172 43.4919 44.3055 44.7077 44.9107 44.9743 44.9588 44.9598 44.9344 44.8753 44.7754 44.6348 44.4582 44.2575 44.0448 35 Lampiran 2 Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Vulnerability Index (FVI) Tahun INF BDS CA REER NGK LD DM RDN 2000Q1 -0.57 -2.29 4.42 -1.74 94.39 36.98 91.95 73.00 2000Q2 1.10 -2.04 3.51 -8.33 93.40 38.32 91.56 62.80 2000Q3 5.73 -1.85 5.46 -3.10 93.46 39.67 91.43 67.05 2000Q4 8.82 -1.71 6.55 -1.52 95.51 40.00 90.02 61.56 2001Q1 9.35 -1.65 5.55 -1.67 95.89 40.54 91.81 75.43 2001Q2 11.15 -1.64 3.67 -6.74 96.02 42.12 91.31 64.57 2001Q3 12.76 -1.64 5.37 20.16 96.12 42.80 90.82 67.90 2001Q4 12.64 -1.62 2.84 -3.48 95.02 40.16 90.74 70.71 2002Q1 14.54 -1.55 3.73 7.67 97.01 39.18 91.46 71.54 2002Q2 12.56 -1.46 3.69 9.61 96.52 40.70 91.21 70.75 2002Q3 10.37 -1.36 4.59 -0.61 96.62 43.26 91.36 78.02 2002Q4 10.27 -1.29 3.58 1.19 96.65 45.55 90.68 77.73 2003Q1 7.74 -1.30 2.31 0.62 96.86 46.84 91.53 78.19 2003Q2 7.00 -1.37 3.86 3.50 97.40 47.54 91.20 76.77 2003Q3 6.11 -1.48 3.84 0.90 97.77 49.40 90.90 74.59 2003Q4 5.55 -1.62 2.43 -4.26 97.89 50.73 89.94 84.97 2004Q1 4.88 -1.70 -3.18 -1.65 97.52 52.32 90.39 83.62 2004Q2 6.73 -1.71 1.62 -3.90 97.47 54.31 89.67 83.62 2004Q3 6.96 -1.59 3.13 -2.07 97.78 58.06 89.63 86.87 2004Q4 6.38 -1.24 0.84 -2.39 97.50 59.02 89.15 85.44 2005Q1 7.73 -0.78 0.31 0.88 97.10 63.07 90.06 88.10 2005Q2 7.65 -0.24 0.63 0.67 97.46 64.93 89.92 88.38 2005Q3 8.41 0.14 -1.68 -2.23 97.48 65.71 89.75 103.84 2005Q4 17.79 0.12 1.03 19.74 97.33 64.93 89.47 112.33 2006Q1 16.92 -0.24 3.42 8.25 97.44 63.82 90.40 109.13 2006Q2 15.51 -0.80 2.23 0.19 97.38 63.39 89.94 111.21 2006Q3 14.87 -1.13 4.02 1.87 97.18 64.44 89.75 110.77 2006Q4 6.05 -0.80 2.22 0.48 96.19 64.06 88.91 123.30 2007Q1 6.58 0.33 2.62 2.97 96.88 64.56 90.42 120.67 2007Q2 6.29 1.99 2.13 2.35 96.62 65.89 89.71 110.94 2007Q3 6.44 3.58 1.90 -1.52 96.93 67.47 89.23 96.81 2007Q4 6.32 4.54 3.12 1.20 95.80 68.64 88.68 130.32 2008Q1 6.52 4.29 2.28 3.43 96.57 72.85 89.44 107.92 2008Q2 9.02 3.21 -0.77 4.22 96.56 76.05 88.69 107.07 2008Q3 11.96 1.68 -0.69 9.15 96.08 80.56 87.26 101.49 2008Q4 11.50 0.11 -0.55 -12.24 95.82 78.11 88.73 91.84 2009Q1 8.56 -0.86 2.39 -5.10 96.04 75.71 90.13 54.58 2009Q2 5.64 -1.50 1.76 10.02 95.77 75.18 89.53 45.87 2009Q3 2.77 -1.82 1.18 3.27 95.45 75.90 89.39 53.29 2009Q4 2.59 -1.82 2.45 3.15 94.63 75.70 89.25 47.58 2010Q1 3.65 -1.63 1.14 4.16 94.11 77.41 89.97 83.57 2010Q2 4.37 -1.26 0.77 3.21 93.29 80.14 89.75 73.28 2010Q3 6.15 -0.82 0.56 -0.02 93.69 82.25 89.66 70.60 2010Q4 6.32 -0.45 0.47 -2.32 93.60 81.02 89.08 114.66 2011Q1 6.84 -0.33 1.47 -0.04 94.24 83.35 89.80 113.28 2011Q2 5.89 -0.35 0.13 1.34 94.72 87.68 89.21 117.90 2011Q3 4.67 -0.48 0.35 0.30 94.56 89.40 88.90 124.93 2011Q4 4.12 -0.65 -1.09 -0.97 94.90 87.03 88.80 146.90 Keterangan:INF = Inflation, consumer prices (annual %), BDS = General Balance, Deficit or Surplus / GDP (%), CA = Current Account ( % GDP ), REER = Real Effective Exchange Rate (cahange %), NGK = Non Govermental Kredit / Total Kredit (%), LD = Loan (% Deposits), DM = Deposit/M2 (%), RDN = (Reserves/Deposit)/(Note&coin/M2) (%) 36 Lampiran 3 Data Indikator Individu Sub-Indeks Financial Soundness Index (FSI) Tahun Bank nonperforming loans to gross loans (%) 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2 2003Q3 2003Q4 2004Q1 2004Q2 2004Q3 2004Q4 2005Q1 2005Q2 2005Q3 2005Q4 2006Q1 2006Q2 2006Q3 2006Q4 2007Q1 2007Q2 2007Q3 2007Q4 2008Q1 2008Q2 2008Q3 2008Q4 2009Q1 2009Q2 2009Q3 2009Q4 2010Q1 2010Q2 2010Q3 2010Q4 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 23.6223 21.1490 18.8206 20.0047 14.6928 12.9230 11.3577 12.1721 8.5685 7.7058 7.1020 7.4936 7.5474 7.0227 6.9840 6.7492 6.1813 6.1643 5.5814 4.5323 4.4086 6.9456 7.8046 7.4686 8.1119 8.2490 7.9178 6.1079 6.1125 5.8607 5.2700 4.1444 3.8508 3.6382 3.4141 3.3468 4.0328 4.0221 3.9355 3.3951 3.4676 3.0804 3.0701 2.6432 2.9059 2.8368 2.7659 2.2369 Bank regulatory capital to riskweighted assets (CAR) (%) 8.5738 11.3713 13.8588 12.4600 14.4875 16.4510 18.2865 19.9300 21.1734 22.0680 22.5211 22.4400 23.4400 22.8600 20.4400 19.4300 23.4900 21.0800 20.7800 19.4200 21.7500 19.5100 19.4300 19.3000 21.8400 20.4700 21.0100 21.2700 22.1100 21.1500 21.2700 19.3000 20.5200 17.5800 17.2600 16.7600 18.0300 18.1700 17.7600 17.4200 18.5800 17.5800 16.5200 17.1800 17.5700 17.0000 16.6300 16.0500 Bank capital to total assets (%) 3.4611 4.5221 5.4130 4.9487 5.3496 6.0743 6.8243 7.7175 8.3562 8.8249 9.2525 9.7204 10.1900 10.2402 9.8170 10.0117 11.4901 11.0467 11.1926 10.9821 12.5723 11.5244 12.0683 12.0288 11.8406 11.3133 11.5852 11.9176 11.5351 11.6114 10.3075 11.7812 11.2709 11.2906 11.7989 11.5271 10.9606 10.9679 11.2092 11.3231 11.4447 11.3374 11.7490 12.3140 12.7292 12.7148 12.8856 12.8442 Bank ROA (%) 1.7737 1.6026 1.4907 1.5664 1.4051 1.4207 1.4721 1.4650 1.7505 1.8914 2.0430 1.9731 2.1656 2.2292 2.2644 2.6291 2.6782 2.6483 2.9406 3.4326 3.3491 2.1807 1.9788 2.5410 2.5238 2.5074 2.5920 2.6136 2.8942 2.8876 2.8061 2.7594 2.6601 2.4973 2.6214 2.3203 2.6962 2.6519 2.5969 2.5789 2.9946 2.9223 2.8583 2.8138 2.9644 2.9868 3.0421 2.9341 Bank Zscore -1.5237 -0.2589 0.7632 1.4216 1.6840 1.6288 1.4234 1.2353 1.2860 1.4581 1.6883 1.9131 2.0522 2.1498 2.2330 2.3290 2.4483 2.5733 2.6696 2.7029 2.6593 2.5610 2.4510 2.3719 2.3726 2.4233 2.5006 2.5809 2.6177 2.6284 2.6074 2.5493 2.4749 2.3866 2.3130 2.2828 2.3195 2.4038 2.5112 2.6172 2.6875 2.7392 2.7796 2.8162 2.8605 2.9073 2.9559 3.0052 37 Lampiran 4 Data Indikator Individu Sub-Indeks World Economic Climate Index (WECI) Tahun 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2 2003Q3 2003Q4 2004Q1 2004Q2 2004Q3 2004Q4 2005Q1 2005Q2 2005Q3 2005Q4 2006Q1 2006Q2 2006Q3 2006Q4 2007Q1 2007Q2 2007Q3 2007Q4 2008Q1 2008Q2 2008Q3 2008Q4 2009Q1 2009Q2 2009Q3 2009Q4 2010Q1 2010Q2 2010Q3 2010Q4 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 World Inflation, consumer prices (annual %) 4.61 4.41 4.62 4.52 4.35 4.76 4.25 3.64 3.55 3.27 3.35 3.72 4.12 3.63 3.39 3.29 3.13 3.59 3.89 3.92 3.78 3.66 3.79 3.77 3.70 3.85 3.69 3.27 3.33 3.42 3.70 4.67 5.45 6.27 6.77 4.85 3.14 1.94 1.42 2.54 3.50 3.39 3.13 3.56 4.06 4.67 4.83 4.47 World GDP growth (annual %) 5.00 5.31 4.65 3.94 3.16 2.39 1.94 1.40 1.71 2.30 2.74 3.18 2.69 2.69 3.62 4.83 5.28 5.32 4.90 4.65 4.19 4.61 4.43 4.62 5.31 5.01 4.84 5.12 4.91 5.16 5.09 4.74 4.10 3.32 2.38 -0.11 -2.69 -2.36 -1.37 1.37 4.21 4.75 4.54 4.50 3.72 3.14 3.13 2.86 Economic Climate Index (2005=100) 118.60 118.60 114.90 108.60 95.00 88.70 85.10 71.50 85.10 102.30 97.70 84.20 86.90 84.20 92.30 101.40 112.20 111.30 110.40 105.00 102.30 98.60 98.60 100.50 110.40 112.20 106.80 105.90 107.70 107.70 114.90 100.50 91.40 82.40 74.20 60.60 50.70 65.20 79.60 91.40 99.50 104.10 103.20 98.60 106.80 107.70 97.70 78.70 38 Lampiran 5 Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial Development Index (FDI) Tahun 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2 2003Q3 2003Q4 2004Q1 2004Q2 2004Q3 2004Q4 2005Q1 2005Q2 2005Q3 2005Q4 2006Q1 2006Q2 2006Q3 2006Q4 2007Q1 2007Q2 2007Q3 2007Q4 2008Q1 2008Q2 2008Q3 2008Q4 2009Q1 2009Q2 2009Q3 2009Q4 2010Q1 2010Q2 2010Q3 2010Q4 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 Market capitalization of listed companies (% of GDP) 0.4367 0.3322 0.1904 0.1419 0.0577 0.0935 0.0413 0.0471 0.1562 0.1360 0.0310 0.0525 0.0000 0.1230 0.1828 0.2863 0.2885 0.2608 0.3031 0.4405 0.4611 0.4461 0.3900 0.3858 0.4609 0.4225 0.4988 0.6483 0.6209 0.7412 0.7798 0.9925 0.7840 0.6759 0.4186 0.2297 0.2583 0.4557 0.5803 0.6211 0.6993 0.7052 0.8712 1.0000 0.9596 0.9936 0.8125 0.9361 Kredit Rupiah Swasta/GDP (%) 0.0412 0.0280 0.0000 0.0617 0.0536 0.0626 0.1103 0.1751 0.1523 0.2129 0.2619 0.3631 0.3285 0.3826 0.4166 0.5249 0.4476 0.4695 0.5328 0.5901 0.6117 0.6514 0.6859 0.6584 0.6252 0.6130 0.5759 0.6109 0.5747 0.5968 0.5920 0.6880 0.6644 0.6783 0.6715 0.7677 0.7444 0.7354 0.7218 0.8007 0.7812 0.8084 0.8025 0.8653 0.8536 0.9049 0.9011 1.0000 Interest rate spread (lending rate minus deposit rate, %) 0.9899 0.7286 0.5072 0.3258 0.1844 0.0830 0.0215 0.0000 0.0410 0.0904 0.1708 0.2820 0.5496 0.6726 0.7765 0.8611 0.9718 1.0000 0.9909 0.9444 0.7580 0.6780 0.6018 0.5293 0.3865 0.3511 0.3490 0.3802 0.5924 0.6312 0.6444 0.6319 0.5020 0.4748 0.4584 0.4531 0.4585 0.4751 0.5028 0.5415 0.6732 0.7012 0.7074 0.6918 0.6544 0.5953 0.5144 0.4117 Bank concentration (%) -HHI1.0000 0.9533 0.9134 0.8837 0.8631 0.8494 0.8361 0.8166 0.7860 0.7489 0.7115 0.6802 0.6558 0.6344 0.6063 0.5622 0.4936 0.4068 0.3095 0.2092 0.1307 0.0679 0.0320 0.0343 0.0667 0.1226 0.1760 0.2009 0.1768 0.1213 0.0574 0.0080 0.0000 0.0176 0.0487 0.0814 0.0976 0.1057 0.1083 0.1077 0.1077 0.1067 0.1043 0.1003 0.0947 0.0876 0.0795 0.0709 39 Lampiran 6 Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial Vulnerability Index (FVI) Tahun 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2 2003Q3 2003Q4 2004Q1 2004Q2 2004Q3 2004Q4 2005Q1 2005Q2 2005Q3 2005Q4 2006Q1 2006Q2 2006Q3 2006Q4 2007Q1 2007Q2 2007Q3 2007Q4 2008Q1 2008Q2 2008Q3 2008Q4 2009Q1 2009Q2 2009Q3 2009Q4 2010Q1 2010Q2 2010Q3 2010Q4 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 INF 0.000 0.091 0.343 0.511 0.540 0.638 0.726 0.720 0.823 0.715 0.596 0.591 0.453 0.413 0.364 0.333 0.297 0.398 0.410 0.379 0.452 0.447 0.489 1.000 0.952 0.876 0.841 0.361 0.390 0.373 0.382 0.376 0.386 0.522 0.683 0.657 0.497 0.338 0.182 0.172 0.230 0.269 0.366 0.375 0.403 0.352 0.285 0.255 BDS 0.000 0.036 0.065 0.084 0.093 0.095 0.094 0.097 0.107 0.122 0.136 0.145 0.144 0.134 0.118 0.097 0.086 0.084 0.102 0.153 0.221 0.300 0.356 0.353 0.300 0.217 0.169 0.218 0.384 0.625 0.859 1.000 0.962 0.804 0.581 0.351 0.209 0.115 0.068 0.069 0.096 0.151 0.215 0.268 0.287 0.283 0.265 0.240 CA 0.781 0.688 0.888 1.000 0.898 0.704 0.879 0.619 0.710 0.706 0.799 0.695 0.564 0.724 0.722 0.577 0.000 0.494 0.649 0.413 0.359 0.392 0.154 0.433 0.678 0.556 0.740 0.555 0.596 0.546 0.522 0.648 0.561 0.248 0.256 0.270 0.573 0.508 0.448 0.579 0.444 0.406 0.384 0.375 0.478 0.340 0.363 0.215 REER 0.324 0.121 0.282 0.331 0.326 0.170 1.000 0.270 0.614 0.674 0.359 0.414 0.397 0.486 0.406 0.246 0.327 0.257 0.314 0.304 0.405 0.398 0.309 0.987 0.632 0.383 0.435 0.393 0.469 0.450 0.331 0.415 0.483 0.508 0.660 0.000 0.220 0.687 0.479 0.475 0.506 0.477 0.377 0.306 0.377 0.419 0.387 0.348 NGK 0.240 0.024 0.036 0.482 0.566 0.594 0.615 0.376 0.809 0.703 0.725 0.732 0.776 0.893 0.974 1.000 0.919 0.909 0.976 0.917 0.829 0.907 0.911 0.879 0.903 0.891 0.845 0.631 0.780 0.725 0.792 0.546 0.714 0.710 0.606 0.551 0.599 0.540 0.470 0.291 0.179 0.000 0.087 0.067 0.207 0.311 0.275 0.350 LD 0.000 0.026 0.051 0.058 0.068 0.098 0.111 0.061 0.042 0.071 0.120 0.163 0.188 0.201 0.237 0.262 0.293 0.331 0.402 0.420 0.498 0.533 0.548 0.533 0.512 0.504 0.524 0.517 0.526 0.552 0.582 0.604 0.684 0.745 0.831 0.785 0.739 0.729 0.743 0.739 0.771 0.823 0.864 0.840 0.885 0.967 1.000 0.955 DM 1.000 0.917 0.890 0.589 0.971 0.864 0.760 0.743 0.897 0.844 0.874 0.729 0.912 0.841 0.776 0.573 0.668 0.515 0.506 0.403 0.597 0.567 0.531 0.471 0.669 0.572 0.530 0.351 0.675 0.522 0.420 0.302 0.466 0.305 0.000 0.313 0.613 0.485 0.453 0.425 0.578 0.530 0.511 0.389 0.542 0.416 0.350 0.328 RDN 0.269 0.168 0.210 0.155 0.293 0.185 0.218 0.246 0.254 0.246 0.318 0.315 0.320 0.306 0.284 0.387 0.374 0.374 0.406 0.392 0.418 0.421 0.574 0.658 0.626 0.647 0.642 0.766 0.740 0.644 0.504 0.836 0.614 0.606 0.551 0.455 0.086 0.000 0.073 0.017 0.373 0.271 0.245 0.681 0.667 0.713 0.783 1.000 40 Lampiran 7 Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks Financial Soundness Index (FSI) Tahun 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2 2003Q3 2003Q4 2004Q1 2004Q2 2004Q3 2004Q4 2005Q1 2005Q2 2005Q3 2005Q4 2006Q1 2006Q2 2006Q3 2006Q4 2007Q1 2007Q2 2007Q3 2007Q4 2008Q1 2008Q2 2008Q3 2008Q4 2009Q1 2009Q2 2009Q3 2009Q4 2010Q1 2010Q2 2010Q3 2010Q4 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 Bank nonperforming loans to gross loans (%) 1.0000 0.8843 0.7755 0.8308 0.5824 0.4997 0.4265 0.4646 0.2961 0.2557 0.2275 0.2458 0.2483 0.2238 0.2220 0.2110 0.1844 0.1837 0.1564 0.1073 0.1016 0.2202 0.2604 0.2446 0.2747 0.2811 0.2656 0.1810 0.1812 0.1695 0.1418 0.0892 0.0755 0.0655 0.0550 0.0519 0.0840 0.0835 0.0794 0.0542 0.0575 0.0394 0.0390 0.0190 0.0313 0.0281 0.0247 0.0000 Bank regulatory capital to riskweighted assets (CAR) (%) 0.0000 0.1875 0.3543 0.2605 0.3965 0.5281 0.6512 0.7613 0.8447 0.9047 0.9350 0.9296 0.9966 0.9578 0.7955 0.7278 1.0000 0.8384 0.8183 0.7271 0.8833 0.7332 0.7278 0.7191 0.8894 0.7975 0.8337 0.8512 0.9075 0.8431 0.8512 0.7191 0.8009 0.6038 0.5823 0.5488 0.6340 0.6433 0.6159 0.5931 0.6708 0.6038 0.5327 0.5770 0.6031 0.5649 0.5401 0.5012 Bank capital to total assets (%) Bank ROA (%) 0.0000 0.1126 0.1578 0.2004 0.2071 0.2773 0.3569 0.4516 0.5194 0.5691 0.6145 0.6642 0.6744 0.6951 0.7140 0.7193 0.7264 0.7957 0.7965 0.7980 0.8049 0.8204 0.8221 0.8287 0.8308 0.8332 0.8342 0.8357 0.8471 0.8519 0.8556 0.8559 0.8567 0.8620 0.8648 0.8794 0.8828 0.8847 0.8891 0.8973 0.9091 0.9133 0.9394 0.9668 0.9819 0.9834 0.9956 1.0000 0.1818 0.0974 0.0422 0.0796 0.0000 0.0077 0.0331 0.0295 0.1704 0.2399 0.3146 0.2801 0.3751 0.4065 0.4238 0.6037 0.6279 0.6132 0.7574 1.0000 0.9588 0.3826 0.2830 0.5602 0.5518 0.5437 0.5854 0.5961 0.7345 0.7312 0.6910 0.6680 0.6190 0.5387 0.5999 0.4514 0.6368 0.6150 0.5878 0.5790 0.7840 0.7483 0.7168 0.6948 0.7691 0.7801 0.8074 0.7541 Bank Zscore 0.0000 0.2793 0.5050 0.6503 0.7083 0.6961 0.6507 0.6092 0.6204 0.6584 0.7092 0.7589 0.7896 0.8111 0.8295 0.8507 0.8770 0.9046 0.9259 0.9332 0.9236 0.9019 0.8776 0.8602 0.8603 0.8715 0.8886 0.9063 0.9144 0.9168 0.9122 0.8993 0.8829 0.8634 0.8471 0.8405 0.8486 0.8672 0.8909 0.9143 0.9298 0.9412 0.9502 0.9582 0.9680 0.9784 0.9891 1.0000 41 Lampiran 8 Data Hasil Normalisasi Indikator Individu Sub-Indeks World Economic Climate Index (WECI) Tahun 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2 2003Q3 2003Q4 2004Q1 2004Q2 2004Q3 2004Q4 2005Q1 2005Q2 2005Q3 2005Q4 2006Q1 2006Q2 2006Q3 2006Q4 2007Q1 2007Q2 2007Q3 2007Q4 2008Q1 2008Q2 2008Q3 2008Q4 2009Q1 2009Q2 2009Q3 2009Q4 2010Q1 2010Q2 2010Q3 2010Q4 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 World Inflation, consumer prices (annual %) 0.5973 0.5598 0.5980 0.5801 0.5476 0.6254 0.5296 0.4149 0.3980 0.3452 0.3619 0.4309 0.5057 0.4130 0.3688 0.3489 0.3203 0.4056 0.4622 0.4667 0.4420 0.4188 0.4432 0.4401 0.4257 0.4541 0.4249 0.3459 0.3581 0.3743 0.4264 0.6077 0.7537 0.9071 1.0000 0.6423 0.3227 0.0981 0.0000 0.2096 0.3896 0.3682 0.3204 0.4009 0.4932 0.6070 0.6384 0.5701 World GDP growth (annual %) 0.9606 0.9988 0.9172 0.8287 0.7309 0.6353 0.5780 0.5107 0.5501 0.6231 0.6790 0.7336 0.6717 0.6719 0.7889 0.9394 0.9960 1.0000 0.9479 0.9166 0.8600 0.9113 0.8900 0.9135 0.9988 0.9614 0.9408 0.9762 0.9495 0.9800 0.9724 0.9281 0.8488 0.7513 0.6330 0.3228 0.0000 0.0417 0.1654 0.5076 0.8614 0.9288 0.9031 0.8984 0.8002 0.7289 0.7266 0.6933 World Economic Climate Index (2005=100) 1.0000 1.0000 0.9455 0.8527 0.6524 0.5596 0.5066 0.3063 0.5066 0.7599 0.6922 0.4934 0.5331 0.4934 0.6127 0.7467 0.9057 0.8925 0.8792 0.7997 0.7599 0.7054 0.7054 0.7334 0.8792 0.9057 0.8262 0.8130 0.8395 0.8395 0.9455 0.7334 0.5994 0.4669 0.3461 0.1458 0.0000 0.2135 0.4256 0.5994 0.7187 0.7865 0.7732 0.7054 0.8262 0.8395 0.6922 0.4124 42 Lampiran 9 Data Hasil Agregasi Masing-masing Indikator Individu Sub-Indeks FDI, FVI, FSI, WECI, dan Indeks Agregat AFSI Tahun 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2 2003Q3 2003Q4 2004Q1 2004Q2 2004Q3 2004Q4 2005Q1 2005Q2 2005Q3 2005Q4 2006Q1 2006Q2 2006Q3 2006Q4 2007Q1 2007Q2 2007Q3 2007Q4 2008Q1 2008Q2 2008Q3 2008Q4 2009Q1 2009Q2 2009Q3 2009Q4 2010Q1 2010Q2 2010Q3 2010Q4 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 FDI 0.6169 0.5105 0.4027 0.3533 0.2897 0.2721 0.2523 0.2597 0.2839 0.2971 0.2938 0.3445 0.3835 0.4531 0.4955 0.5586 0.5504 0.5343 0.5341 0.5461 0.4904 0.4608 0.4274 0.4020 0.3848 0.3773 0.3999 0.4601 0.4912 0.5227 0.5184 0.5801 0.4876 0.4616 0.3993 0.3830 0.3897 0.4430 0.4783 0.5177 0.5654 0.5804 0.6214 0.6643 0.6406 0.6453 0.5769 0.6047 FVI 0.3268 0.2587 0.3456 0.4012 0.4693 0.4186 0.5505 0.3914 0.5320 0.5101 0.4907 0.4731 0.4692 0.4997 0.4851 0.4345 0.3704 0.4201 0.4706 0.4225 0.4725 0.4958 0.4839 0.6642 0.6591 0.5808 0.5909 0.4739 0.5700 0.5547 0.5490 0.5907 0.6090 0.5561 0.5210 0.4228 0.4421 0.4252 0.3645 0.3458 0.3973 0.3660 0.3810 0.4126 0.4807 0.4752 0.4635 0.4615 FSI 0.2364 0.3122 0.3670 0.4043 0.3789 0.4018 0.4237 0.4633 0.4902 0.5256 0.5602 0.5757 0.6168 0.6188 0.5970 0.6225 0.6832 0.6671 0.6909 0.7131 0.7344 0.6116 0.5942 0.6426 0.6814 0.6654 0.6815 0.6741 0.7169 0.7025 0.6903 0.6463 0.6470 0.5867 0.5898 0.5544 0.6172 0.6187 0.6126 0.6076 0.6703 0.6492 0.6356 0.6432 0.6707 0.6670 0.6714 0.6511 WECI 0.8527 0.8529 0.8202 0.7538 0.6437 0.6068 0.5381 0.4106 0.4849 0.5761 0.5777 0.5526 0.5702 0.5261 0.5901 0.6783 0.7407 0.7660 0.7631 0.7277 0.6873 0.6785 0.6796 0.6957 0.7679 0.7737 0.7306 0.7117 0.7157 0.7313 0.7814 0.7564 0.7339 0.7084 0.6597 0.3703 0.1076 0.1178 0.1970 0.4388 0.6566 0.6945 0.6656 0.6683 0.7065 0.7251 0.6857 0.5586 AFSI 0.4411 0.4116 0.4336 0.4453 0.4369 0.4133 0.4573 0.3859 0.4649 0.4813 0.4818 0.4849 0.5041 0.5241 0.5309 0.5429 0.5401 0.5566 0.5823 0.5657 0.5738 0.5452 0.5295 0.6111 0.6262 0.5902 0.5963 0.5569 0.6128 0.6117 0.6131 0.6273 0.6130 0.5677 0.5347 0.4399 0.4252 0.4310 0.4242 0.4596 0.5380 0.5289 0.5354 0.5589 0.5940 0.5947 0.5715 0.5521 43 Lampiran 10 Koridor Stabilitas Sistem Keuangan Sumber : Albulescu dan Goyeau (2010) Lampiran 11 Indeks Stabilitas Kistem Keuangan (ISSK) Agregat Bank Indonesia Sumber : Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia 44 Lampiran 12 Data Indikator Makroekonomi Tahun GDPVC IHSG NER JIBOR3 M2G 2000Q1 4.05 583.27 7,590 12.21 1.59 2000Q2 4.53 515.11 8,735 11.99 4.25 2000Q3 4.96 421.33 8,780 13.38 0.31 2000Q4 6.13 416.32 9,595 14.22 8.82 2001Q1 3.87 381.05 10,425 15.43 2.65 2001Q2 5.77 437.62 11,390 16.54 3.86 2001Q3 3.44 392.47 9,715 17.66 -1.67 2001Q4 1.56 392.03 10,400 17.93 7.78 2002Q1 3.52 481.86 9,825 17.45 -1.50 2002Q2 4.21 505.01 8,713 16.53 0.87 2002Q3 5.55 412.43 9,000 14.73 2.51 2002Q4 4.68 424.94 8,950 13.82 2.82 2003Q1 4.91 398.00 8,902 12.80 -0.69 2003Q2 5.03 497.81 8,275 11.01 1.87 2003Q3 4.56 599.84 8,395 9.26 1.90 2003Q4 4.63 679.30 8,420 8.77 4.88 2004Q1 4.10 735.70 8,564 7.93 -2.97 2004Q2 4.39 732.40 9,400 7.52 4.97 2004Q3 4.50 820.10 9,155 7.50 1.52 2004Q4 7.16 1000.20 9,270 7.51 4.63 2005Q1 5.96 1080.10 9,465 7.57 -1.08 2005Q2 5.87 1122.30 9,760 8.10 5.26 2005Q3 5.84 1079.20 10,300 10.78 7.20 2005Q4 5.11 1182.00 9,830 14.54 4.22 2006Q1 5.13 1322.97 9,070 13.83 -0.33 2006Q2 4.93 1310.26 9,263 13.16 4.92 2006Q3 5.86 1534.00 9,223 12.07 2.94 2006Q4 6.06 1805.52 8,995 10.17 6.78 2007Q1 6.06 1830.92 9,136 9.06 -0.24 2007Q2 6.73 2139.28 9,045 8.58 5.46 2007Q3 6.74 2359.21 9,150 8.11 4.28 2007Q4 5.84 2745.83 9,393 8.06 8.75 2008Q1 6.22 2447.30 9,229 8.09 -3.35 2008Q2 6.30 2349.11 9,228 8.77 6.84 2008Q3 6.25 1832.51 9,506 10.23 4.39 2008Q4 5.28 1355.41 11,120 12.35 6.62 2009Q1 4.52 1406.65 11,700 9.97 1.10 2009Q2 4.14 2026.78 10,208 8.11 3.17 2009Q3 4.27 2467.59 9,665 7.04 2.07 2009Q4 5.60 2534.36 9,404 7.12 6.09 2010Q1 5.99 2777.30 9,100 7.06 -1.37 2010Q2 6.29 2913.68 9,074 6.90 5.64 2010Q3 5.81 3501.30 8,908 6.97 1.96 2010Q4 6.81 3703.51 8,996 6.70 8.63 2011Q1 6.45 3678.67 8,708 6.78 -0.80 2011Q2 6.52 3888.57 8,579 7.13 2.91 2011Q3 6.49 3549.03 8,875 6.63 4.78 2011Q4 6.50 3821.99 9,069 5.46 8.85 Keterangan : GDPVC = Pertumbuhan Volume GDP, IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan, NER= Nominal Exchange Rate, JIBOR3 = Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) dengan tenor 3 bulan, M2G = Pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) 45 Lampiran 13 Uji Akar Unit AFSI ADF dan PP Null Hypothesis: AFSI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.926974 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.3175 t-Statistic Prob.* -6.958081 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0000 Adj. t-Stat Prob.* -1.976433 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.2959 Adj. t-Stat Prob.* -6.954741 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(AFSI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: AFSI has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(AFSI) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 46 Lampiran 14 Uji Akar Unit Pertumbuhan Volume GDP ADF dan PP Null Hypothesis: GDPVC has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.295038 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.0207 t-Statistic Prob.* -8.758793 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0000 Adj. t-Stat Prob.* -3.293137 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.0208 Adj. t-Stat Prob.* -10.87221 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(GDPVC) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: GDPVC has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(GDPVC) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 6 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 47 Lampiran 15 Uji Akar Unit IHSG ADF dan PP Null Hypothesis: IHSG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* 0.638971 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.9894 t-Statistic Prob.* -4.802815 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0003 Adj. t-Stat Prob.* 0.388895 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.9804 Adj. t-Stat Prob.* -4.685493 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0004 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: IHSG has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 48 Lampiran 16 Uji Akar Unit JIBOR Tenor 3 Bulan ADF dan PP Null Hypothesis: JIBOR has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.763291 -4.170583 -3.510740 -3.185512 0.0278 t-Statistic Prob.* -3.522323 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0117 Adj. t-Stat Prob.* -1.382260 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.5830 Adj. t-Stat Prob.* -3.515421 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0119 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(JIBOR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: JIBOR has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(JIBOR) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 49 Lampiran 17 Uji Akar Unit Jumlah Uang Beredar (M2) ADF dan PP Null Hypothesis: M2G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.546171 -3.592462 -2.931404 -2.603944 0.5010 t-Statistic Prob.* -7.101811 -3.592462 -2.931404 -2.603944 0.0000 Adj. t-Stat Prob.* -10.72450 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.0000 Adj. t-Stat Prob.* -37.85693 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0001 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(M2G) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: M2G has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(M2G) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 12 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 50 Lampiran 18 Uji Akar Unit Nilai Tukar Nominal ADF dan PP Null Hypothesis: NER has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.192940 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0268 t-Statistic Prob.* -6.782895 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0000 Adj. t-Stat Prob.* -3.598354 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.0095 Adj. t-Stat Prob.* -6.878322 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(NER) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: NER has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(NER) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 51 Lampiran 19 Uji Kointegrasi Engle-Granger Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -2.637676 -2.615093 -1.947975 -1.612408 0.0094 t-Statistic Prob.* -4.715063 -3.592462 -2.931404 -2.603944 0.0004 Adj. t-Stat Prob.* -2.586979 -2.615093 -1.947975 -1.612408 0.0108 Adj. t-Stat Prob.* -8.052930 -3.581152 -2.926622 -2.601424 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(RESID01) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(RESID01) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 52 Lampiran 20 Uji Kointegrasi Johansen Date: 06/05/14 Time: 21:06 Sample (adjusted): 2000Q3 2011Q4 Included observations: 46 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: AFSI5 GDPVC LOG(IHSG) JIBOR3 M2G LOG(NER) Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue Trace Statistic 0.05 Critical Value Prob.** None * At most 1 * At most 2 * At most 3 At most 4 At most 5 0.593225 0.549341 0.505334 0.271420 0.166096 0.070431 136.7001 95.32336 58.65928 26.28110 11.71485 3.359566 103.8473 76.97277 54.07904 35.19275 20.26184 9.164546 0.0001 0.0010 0.0185 0.3265 0.4747 0.5157 Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue Max-Eigen Statistic 0.05 Critical Value Prob.** None * At most 1 * At most 2 * At most 3 At most 4 At most 5 0.593225 0.549341 0.505334 0.271420 0.166096 0.070431 41.37676 36.66408 32.37818 14.56624 8.355289 3.359566 40.95680 34.80587 28.58808 22.29962 15.89210 9.164546 0.0448 0.0296 0.0156 0.4116 0.5059 0.5157 Max-eigenvalue test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values 53 Lampiran 21 Hasil Estimasi ECM Jangka Panjang Dependent Variable: AFSI5 Method: Least Squares Date: 06/05/14 Time: 21:05 Sample: 2000Q1 2011Q4 Included observations: 48 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C GDPVC LOG(IHSG) JIBOR3 M2G LOG(NER) 2.311027 0.026014 0.031042 0.001636 -0.003005 -0.235545 0.923474 0.009130 0.016635 0.003546 0.002462 0.104543 2.502537 2.849373 1.866046 0.461251 -1.220506 -2.253093 0.0163 0.0068 0.0690 0.6470 0.2291 0.0295 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.508237 0.449694 0.051103 0.109686 77.84308 8.681406 0.000010 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.523901 0.068889 -2.993462 -2.759562 -2.905071 0.394927 Lampiran 22 Hasil Estimasi ECM Jangka Pendek Dependent Variable: D(AFSI5) Method: Least Squares Date: 06/05/14 Time: 21:12 Sample (adjusted): 2000Q2 2011Q4 Included observations: 47 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C D(GDPVC) D(LOG(IHSG)) D(JIBOR3) D(M2G) D(LOG(NER)) RESID01(-1) 0.001302 0.008548 0.062717 0.004137 -0.002727 -0.211094 -0.192886 0.003899 0.003943 0.034599 0.003256 0.000723 0.071824 0.078119 0.333825 2.167752 1.812696 1.270555 -3.772309 -2.939038 -2.469127 0.7403 0.0362 0.0774 0.2112 0.0005 0.0054 0.0179 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.547938 0.480129 0.024857 0.024715 110.7467 8.080589 0.000010 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.002362 0.034475 -4.414753 -4.139199 -4.311060 1.995723 54 Lampiran 23 Hasil Uji Linearitas Ramsey RESET Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio 1.172474 Prob. F(2,38) 2.814361 Prob. Chi-Square(2) 0.3205 0.2448 Test Equation: Dependent Variable: D(AFSI) Method: Least Squares Date: 06/05/14 Time: 23:03 Sample: 2000Q2 2011Q4 Included observations: 47 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C D(GDPVC) D(LOG(IHSG)) D(JIBOR3) D(M2G) D(LOG(NER)) RESID01(-1) FITTED^2 FITTED^3 0.002477 0.003760 0.033805 0.002781 -0.001688 -0.145168 -0.117170 -1.592079 192.3704 0.004676 0.005024 0.039446 0.003376 0.000998 0.084084 0.094402 3.968998 127.3185 0.529764 0.748374 0.857001 0.823862 -1.691620 -1.726459 -1.241175 -0.401129 1.510938 0.5994 0.4588 0.3968 0.4152 0.0989 0.0924 0.2221 0.6906 0.1391 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.574213 0.484574 0.024750 0.023278 112.1539 6.405824 0.000029 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.002362 0.034475 -4.389527 -4.035243 -4.256207 1.898400 Lampiran 24 Hasil Uji Normalitas Jarque-Bera 9 Series: Residuals Sample 2000Q2 2011Q4 Observations 47 8 7 6 5 4 3 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -2.07e-18 6.49e-05 0.060575 -0.043894 0.023179 0.494976 3.500966 Jarque-Bera Probability 2.410651 0.299595 2 1 0 -0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 55 Lampiran 25 Uji Multikolinearitas Matriks Korelasi D(GDPVC) D(LOG(IHSG)) D(JIBOR3) D(M2G) D(LOG(NER)) RESID01(-1) D(GDPVC) D(LOG(IHSG)) D(JIBOR3) D(M2G) D(LOG(NER)) 1.000000 0.202165 -0.105861 0.163666 0.020670 0.135913 0.202165 1.000000 -0.375038 0.049485 -0.462500 0.244388 -0.105861 -0.375038 1.000000 0.071169 0.281687 -0.082781 0.163666 0.049485 0.071169 1.000000 0.280014 -0.041073 0.020670 -0.462500 0.281687 0.280014 1.000000 -0.093659 Lampiran 26 Hasil Uji Heteroskedasticity Breusch-Pagan-Godfrey Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 0.375437 2.505717 2.269521 Prob. F(6,40) Prob. Chi-Square(6) Prob. Chi-Square(6) 0.8903 0.8678 0.8933 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/05/14 Time: 21:50 Sample: 2000Q2 2011Q4 Included observations: 47 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C D(GDPVC) D(LOG(IHSG)) D(JIBOR3) D(M2G) D(LOG(NER)) RESID01(-1) 0.000485 -2.27E-05 0.001285 0.000116 -2.14E-06 0.001772 0.001050 0.000138 0.000139 0.001221 0.000115 2.55E-05 0.002534 0.002756 3.527831 -0.163374 1.052410 1.007703 -0.083877 0.699182 0.380905 0.0011 0.8710 0.2989 0.3197 0.9336 0.4885 0.7053 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.053313 -0.088690 0.000877 3.08E-05 267.9291 0.375437 0.890270 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.000526 0.000841 -11.10337 -10.82781 -10.99967 2.201837 56 Lampiran 27 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.010878 Prob. F(2,38) 0.026894 Prob. Chi-Square(2) 0.9892 0.9866 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/05/14 Time: 23:12 Sample: 2000Q2 2011Q4 Included observations: 47 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C D(GDPVC) D(LOG(IHSG)) D(JIBOR3) D(M2G) D(LOG(NER)) RESID01(-1) RESID(-1) RESID(-2) 1.04E-05 -9.16E-05 -0.000135 -2.49E-06 -4.21E-06 -0.001726 -0.005627 0.004745 0.027193 0.004001 0.004092 0.035564 0.003340 0.000746 0.074596 0.097882 0.189881 0.184473 0.002610 -0.022382 -0.003809 -0.000745 -0.005649 -0.023143 -0.057487 0.024989 0.147410 0.9979 0.9823 0.9970 0.9994 0.9955 0.9817 0.9545 0.9802 0.8836 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.000572 -0.209834 0.025495 0.024701 110.7601 0.002720 1.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -2.07E-18 0.023179 -4.330219 -3.975935 -4.196900 2.002555 57 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 9 Januari 1993 dari ayah Sukri Iskandar dan ibu Iffah. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari Madrasah Aliah Negeri (MAN) 4 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tulis dan diterima di Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai angota event organizer Koprasi Mahasiswa (KOPMA), staf Departemen Keuangan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al-Hurriah IPB, staf Departemen Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa BEM FEM IPB, Anggota HMI Cabang Bogor Komisariat FEM IPB, Wakil Bendahara Umum HMI Cabang Bogor Komisariat FEM IPB, Wakil Sekretaris Umum HMI Cabang Bogor Komisariat FEM IPB, Ketua Umum Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) FEM IPB. Katua Bidang Pengembangan Anggota HMI Cabang Bogor Komisariat FEM IPB. Bulan Juli-Agustus 2013 melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat Mahasiswa seprti lomba karya tulis ilmiah TEBFC 2013 di Trisakti dan E-CHAMP 2013 di IPB