rokok terbesar di Amerika Serikat. Jeffrey Wigand adalah mantan wakil CEO bidang penelitian dan pengembangan Brown & Williamson, perusahaan tembakau di Amerika yang berkantor pusat di Louisville, Kentucky. Wigand mengklaim B & W menggunakan amonia dalam rokok mereka yang berfungsi untuk memperlancar aliran nikotin dan meningkatkan rasa ketergantungan pada orang yang mengisapnya. Saat ini Jeffrey Wigand mengelola yayasan nirlaba Smoke-Free Kids. Dia mendirikan yayasan ini untuk mengampanyekan sosialisasi antirokok pada anakanak serta mengupayakan lingkungan yang bebas asap rokok. Fakta tersebut kemudian diangkat dalam 60 Minutes yang dipandu Mike Wallace, jurnalis Amerika yang telah memandu acara tersebut sejak kali pertama tayang. Acara yang tayang 4 Februari 1996 itu menginspirasi sutradara Michael Mann dan mengangkatnya menjadi film The Insider. Film tersebut bersumber dari artikel majalah Vanity Fair: “The Man Who Knew Too Much”. Kedua produk jurnalistik tersebut memiliki benang merah: Jeffrey Wigand dan rokok. Baik saat diwawancarai Mike Wallace dalam 60 minutes maupun oleh Marie Brenner yang tertuang dalam artikel Vanity Fair, Jeffrey Wigand mengulas kebohongan publik yang dilakukan tujuh pemimpin Big Tobacco, dan mengungkap betapa bahaya nikotin dalam rokok. Jeffrey Wigand juga berhasil memberikan kesaksian pada pengadilan negara bagian Mississippi yang pada akhirnya memenangkan tuntutan atas penebusan biaya kesehatan untuk penyakit yang disebabkan rokok. Rokok (dan tembakau) memang berbahaya untuk kesehatan. Semua orang tahu itu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tembakau merupakan faktor kedua penyebab kematian dan faktor keempat yang mencetus penyakit berisiko kematian di dunia. WHO juga menyatakan tembakau berkaitan erat dengan kemiskinan. Banyak kajian menunjukkan keluarga miskin di negara berpendapatan kapital rendah menghabiskan 10% dari pendapatan mereka untuk tembakau. Artinya, uang keluarga miskin itu untuk membeli makanan serta membayar biaya pendidikan dan kesehatan menjadi semakin sedikit. Hal ini juga menimbulkan tingginya angka buta huruf, karena uang yang seharusnya bisa digunakan untuk membayar pendidikan dihabiskan untuk membeli tembakau. Dampak kemiskinan akibat belanja tembakau di tingkat keluarga ini masih terabaikan oleh para peneliti. Keprihatinan tersebut mendorong WHO mengusung kampanye “Lingkungan Bebas Asap” dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Seduania tahun ini. Tujuannya adalah sosialisasi efek-efek berbahaya yang dialami perokok pasif dan pentingnya lingkungan yang 100% bebas asap. Lingkungan bebas asap yang dimaksud adalah rumah dan tempat kerja. Dalam beberapa dekade lalu, larangan merokok di tempat kerja lebih ditekankan pada masalah keamanan dan keselamatan, terutama untuk mencegah kebakaran dan ledakan yang disulut percikan api rokok. Kemudian sejak tahun 1950-an hingga 1980-an, larangan merokok di tempat kerja mulai diperkenalkan untuk melindungi para pekerja yang rentan terkena asap karena penyakit bawaan seperti asma dan paru-paru. Dalam kurun waktu tersebut larangan merokok diterapkan secara total pada sektor pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat. Belakangan perhatian mulai bergeser pada lingkungan perumahan. Direktur Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Dr Julie Gerberding menyatakan jutaan anak dan orang dewasa yang tidak merokok memiliki risiko yang tinggi karena rumah mereka tidak dapat dikategorikan sebagai lingkungan yang bebas asap. “Satu-satunya langkah terbaik yang dapat melindungi keluarga mereka (para perokok itu) adalah berhenti merokok.” Hari Tanpa Tembakau Sedunia mulai diperingati sejak tahun 1988, yang disahkan WHO. Peringatan ini bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat dunia terhadap epidemi tembakau dan mengampanyekan berbagai upaya yang dapat menghindari kematian dan berbagai penyakit yang disebabkan tembakau. Hingga saat ini angka kematian per tahun yang disebabkan tembakau mencapai 3,5 juta jiwa. Perbandingan yang sejajar dengan angka tersebut adalah dua pesawat penuh penumpang bertabrakan setiap hari dan seluruh penumpangnya tewas! Sejumlah negara yang tercatat oleh WHO yang melakukan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun ini adalah Algeria, Australia, Belgia, Benin, Kanada, Kongo, Ciprus, Republik Ceko, El Savador, Prancis, Jerman, Ghana, India, Jepang, Lebanon, Mauritus, Nepal, Selandia Baru, Pakistan, Peru, Filipina, Portugal, Arab Saudi, Sri Lanka, Swiss, Thailand, Inggris Raya, Amerika Serikat, dan Uruguay. Sementara Indonesia sama sekali tidak tercatat. Di Indonesia tidak ada aturan dan sanksi yang jelas bagi pengguna tembakau. Remaja di bawah umur pun bisa bebas membeli “tuhan sembilan sentimeter” tersebut, tanpa takut terkena hukuman. Tindakan yang jelas tidak mungkin bisa dilakukan di negara yang ketat menerapkan lingkungan bebas asap seperti Singapura, Amerika Serikat, dan Inggris. Aturan yang diterapkan, seperti peraturan denda Rp 50 juta bagi mereka yang merokok di