68 PENDAHULUAN Kutukebul ubijalar (sweetpotato whitefly), Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), merupakan hama yang penting di daerah tropik dan subtropik di dunia. Kerusakan tanaman karena aktivitas makan B. tabaci dan ekskresi embun madu yang dihasilkannya dapat mengakibatkan kehilangan hasil lebih dari 50% (Byrne & Bellows 1991). Disamping itu B. tabaci merupakan vektor beberapa virus tanaman, diantaranya kelompok begomovirus (Brown 1994). Di Indonesia B. tabaci pertama kali dilaporkan menyerang tanaman kedelai di Indramayu pada tahun 1980, dengan luas serangan sekitar 30-50 Ha. Kemudian pa da tahun 1981 serangga tersebut menyerang pertanaman kedelai dan kacang hijau di Cirebon seluas 300 Ha. Pada bulan Pebruari dan Maret tahun 1982 serangan meluas ke daerah Lampung Tengah dengan luas serangan sekitar 100 Ha. Dilaporkan juga pada musim tana m 1983/1984 hama ini menyerang pertanaman kedelai di Purworejo dan Wonosari daerah Yogyakarta (Saranga 1985). Yuliani (2002) melaporkan adanya serangan B. tabaci pada pertanaman tomat, cabai dan kedelai di daerah Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Rata -rata jumlah B. tabaci pada tanaman cabai dan tomat berturut-turut 20-70 ekor dan 10 – 40 ekor tiap tanaman, dengan persentase serangan begomovirus berturut-turut 100% dan 60%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan kemampuan B. tabaci beradaptasi dengan tanaman inang dan kemampuan dalam menularkan begomovirus . Adanya perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan biotipe B. tabaci. Keanekaragaman genetik antar populasi B. tabaci di alam dilaporkan (Costa & Brown 1991; Brown et al. 1995a). Adanya biotipe atau ras inang pertama kali dilaporkan pada tahun 1950-an. Pada waktu itu ditemukan adanya populasi B. tabaci yang secara morfologi tidak dapat dibedakan, tetapi menunjukkan perbedaan ciri-ciri biologi yang meliputi kisaran inang, kemampuan beradaptasi pada tanaman inang dan perbedaan kemampuan dalam menularkan virus (Bird 1957). Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan fenotipe enzim esterase antar populasi B. tabaci. Perbedaan ini selanjutnya digunakan sebagai 69 penanda biotipe (Costa & Brown 1991; Bedford et al. 1992; Wool et al. 1993; Brown et al. 1995b). Berdasarkan karakteristik fenotipe esterase B. tabaci di dunia diberi nama dengan kode huruf dari A hingga S. Huruf tersebut akhirnya digunakan untuk nama biotipe (B edford et al. 1992; Brown et al. 1995a). Biotipe B. tabaci ditandai oleh adanya reaksi fitotoksik spesifik (Yokomi et al. 1990; Brown et al. 1992), perbedaan marker esterase (Costa et al. 1993; Brown et al. 1995a, Ryckewaert & Alauzet 2001), dan perbedaan pola sidik jari DNA (Gawel & Bartlett 1993; Guirao et al. 1997; Cervera et al. 2000). Sampai saat ini diketahui ada sekitar 20 biotipe B. tabaci yang telah terindentifikasi dengan tingkat karakter yang berbeda. Beberapa biotipe tersebut mempunyai kisaran inang dan distribusi geografis yang terbatas, tetapi biotipe B, memiliki kisaran inang dan sebaran geografis yang luas, serta menghasilkan fitotoksin yang dapat menginduksi warna daun tanaman labu menjadi keperak-perakan (Silverleaf (SL)) (Bedford et al. 1994). Berdasarkan pola pita enzim esterase dan induksi SL pada daun labu, Costa & Brown (1991) menunjukkan bahwa populasi B. tabaci yang berasal dari pumpkin dan kapas tidak menginduksi SL pada daun labu dan mempunyai kemiripan pola pita enzim esterase dengan B. tabaci biotipe A, sedangkan populasi B. tabaci Poinsettia menginduksi SL pada daun labu dan mempunyai kemiripan pola pita esterase dengan B. tabaci biotipe B. Pada saat ini, pengujian berdasarkan sifat molekuler telah digunakan unt uk membedakan beberapa populasi B. tabaci. Teknik yang banyak digunakan adalah PCR-RAPD untuk mengamplifikasi macam-macam fragmen di dalam genom B. tabaci. Perring et al. (1993) menggunakan PCR-RAPD untuk menunjukkan perbedaan produk amplifikasi antara B. tabaci biotipe A dan biotipe B. Hasil yang mirip juga dilaporkan oleh Gawel & Bartlett (1993) dan menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe A dan biotipe B sangat mudah dibedakan dengan PCR-RAPD Mengingat keanekaragaman B. tabaci di Indonesia belum banyak diketahui, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi tentang keanekaragaman B. tabaci yang merupakan vektor begomovirus penyebab penyakit pada tanaman-tanaman penting di Indonesia. 70 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman B. tabaci yang berasal dari beberapa tanaman melalui uji kemampuan serangga tersebut dalam menginduksi daun tanaman labu (C. pepo ) menjadi keperak-perakan (silverleaf). Keanekaragaman B. tabaci juga akan dipelajari melalui teknik PCR-RAPD dan analisis sekuen gen cytochrome oxidase I (COI) pada mitokondria.